• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekonstruksi Identitas Tionghoa melalui PSMTI (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rekonstruksi Identitas Tionghoa melalui PSMTI (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia)"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran

Dokumentasi

Gambar 1

Wawancara dengan Pak Ang Tje Ping

Gambar 2

(2)

Gambar 3

Wawancara dengan Pak Sutrisno

Gambar 4

(3)

Gambar 5

Wawancara dengan Ketua PSMTI Pak Djono Ngatimin, SH

Gambar 6

(4)

Daftar Pustaka

Bungin, H. M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Daradjaji.2013.Geger Pacinan: Persekutuan Tionghoa dan Jawa Melawan VOC. Jakar ta: Kompas Media Nusantara

Fadlan,Amul.Husni.2015.Hubungan Antara Identitas Sosial dengan Persepsi

Terdiskriminasi Etnis Cina. Diss. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Diakses pada tanggal 05 Maret 2016 pukul 13.20

Hamdani,Nasrul.2013.Komunitas Cina Di Medan. Jakarta. LIPI Press.

Harsono,Tri.2015. Pertambangan Timah dan Pembentukan Identitas Sosial Etnis

Tionghoa (Studi di Desa Baru Kec.Manggar,Kab.Belitung Timur,Prov. Kepulauan

bangka Belitung).DISS UN Sunan. Diakses pada tanggal 20 Januari 2016 pukul 15.32

Juliastutik.2014.Perilaku Elit Politik etnis Tionghoa Pasca Reformasi.Malang. Diakses 25 Januari 2016 pukul 17.48

Kusuma,Rinasari.2010.Reprenstasi Asimilasi Etnis Tionghoa ke dalam Budaya Padang.Surakarta. Diakses pada 02 April 2016 pukul 20.05

Kurniawan,Budi.2015.Konstruksi Identitas Etnis Tionghoa dalam Harian Nusantara dan Jawa Pos dalam Kurun Waktu Tahun 2003 dan 2013-2014. Diakses pada 15 Mei 2016 pukul 16.20

(5)

Lubis,Dr.Akhyar.Yusuf.2015.Pemikiran Kritis Kontemporer: Dari Teori Kritis, Culture Studies, Feminisme, Postkolonial Hingga Multikulturalisme. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Liliweri,Alo.1994.Prasangka Sosial dan Komunikasi Antar Etnik (Kajian Orang Kupang ) dalam Majalah Prisma Edisi Desember 1994

Mudana,I.W.2010. Modal Sosial Dalam Pengintegrasian Etnis Tionghoa Pada Masyarakat Di Deso Pakraman Bali.Bali: Jurnal Sosial dan Humaniora

Martono,Nanang.2011.Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali Pers

Pelly,U.(2005).Pengukuran Intensitas Konflik dalam Masyarakat Majemuk. Jurnal Antropologi Sosial Budaya Vol. 01, Nomor 2. Medan: LPM-Antrop USU. Diakeses pada tanggal 05 Maret 2016 pukul 14.40

Ritzer, George.2005. Teori Sosiologi Modern. Jakarta. Kencana Prenada Media.

Revida,Erika.2006. Interaksi Sosial Masyarakat Etnis Cina Dengan Pribumi di Kota Medan Sumatera Utara. Medan: Jurnal Harmoni Sosial

Rochman,Meuthia.Ganie.2002.Political Arena Revisited:Civil Coalitions for

Legislative Reform.Fisip-UI: Jurnal Masyarakat

Suryadinata,Leo.2003.Kebijakan Negara Indonesia terhadap Etnik Tionghoa: Dari

Asimilasi ke Multikulturalisme?:Journal Antropologi Indonesia

Sujatmiko,Iwan.Gardono.2014. Keterwakilan Etnis di Politik Nasional: Kasus Etnis Sunda di Republik Indonesia. Depok: Jurnal Sosiologi

(6)

Vinia,Ardisari.Vita.2005. Politik Pemerintah Indonesia terhadap Etnis Tionghoa di Kudus Pasca G. 30 S/PKI (1965-1998). Semarang. Diakses pada tanggal 16 April 2016 pukul 19.45

Wibowo,Priyanto.Tionghoa dalam Keberagaman Indonesia: Sebuah Perspektif

Historis Tentang Posisi dan Identitas.Jakarta. Diakses pada 02 April 2016 pukul 20.22

Wirawan,I.B.Dr. Prof. 2012. Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Zaini,Muhammad.Reza.2014. Perjalanan Menjadi Cina Benteng: Studi Identitas Etnis di Desa Situgadung. Depok: Jurnal Sosiologi

Website

pada 05 Maret 2016 pukul 12.41).

pukul 12.47).

Hakim, Abizar.2015.Flat Houses Pecinan Semara

(7)
(8)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Sehubungan dengan masalah penelitian ini, maka pelaksanaan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana menghasilkan data deskriptif berupa pendapat, tanggapan, informasi, konsep-konsep dan keterangan yang berbentuk uraian dalam mengungkapakan masalah. Penelitian kualitatif adalah rangkaian kegiatan atau proses penyaringan data atau informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi, aspek atau bidang tertentu dalam kehidupan objeknya. Penelitian deskriptif kualitatif juga bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi dan fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin,2007:68). Artinya, data yang dikumpulkan bukan berupa angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara,catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya.

3.2. Lokasi Penelitian

Yang menjadi Lokasi Penelitian yaitu Kantor PSMTI di Medan yang terletak di Jln. Mandala By Pass no. 184 F dan terminal PSMTI di Komplek Asia Mega Mas Blok B No. 41-42. Adapun alasan peneliti memilih lokasi ini dikarenakan lokasi tersebut sebagai tempat/ titik kumpul anggota PSMTI dan merupakan tempat yang cocok dalam mengumpulkan sumber informasi.

(9)

Unit analisis merupakan hal-hal yang berkaitan dengan fokus yang diteliti. Maka, yang menjadi unit analisis penelitian ini adalah anggota PSMTI dalam upaya mempertahankan identitas etnis Tionghoa.

3.4. Informan

Informan adalah subjek yang dianggap peneliti memiliki pemahaman mengenai masalah penelitiannya sebagai pelaku atau orang yang memahami penelitian (Bungin, 2007:78). Maka yang menjadi informan sebagai sumber informasi bagi peneliti adalah Ketua PSMTI cabang Medan sebagai informan kuncinya, anggota-anggota pengurus PSMTI cabang Medan sebagai informan pendukung.

Informan diatas adalah informan yang mampu menjawab rumusan masalah yang telah dibuat dimana informan ini akan memberikan pemahaman tentang sejarah terbentuknya PSMTI, bentuk-bentuk kegiatan apa saja yang mereka lakukan dalam mempertahankan identitas Tionghoa. Informan diatas merupakan subjek yang benar-benar mengetahui visi dan misi organisasi PSMTI.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian teknik pengumpulan data itu sangat penting, Pemgumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data-data atau informasi sesuai dengan kebutuhan penelitian. Teknik pengumpulan data ini dibagi menjadi dua yaitu:

3.5.1. Teknik Pengumpulan Data Primer

(10)

1. Observasi

Metode observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan mengunakan indera penglihatan untuk memperoleh data melalui pengamatan langsung dari lapangan terhadap objek yang diteliti. Artinya peneliti secara langsung ikut terjun ke lapangan dalam mengamati kegiatan-kegiatan yang dilakukan organisasi PSMTI baik dalam melakukan perencanaan kegiataan dalam mempertahankan identias etnis Tionghoa sehingga dari hasil observasi ini dapat dideskripsikan dalam hasil penelitian.

2. Wawancara Mendalam

Metode wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data secara langsung dari objek yang diteliti. Wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi melalui hubungan tatap muka antara peneliti dengan informan. Wawancara adalah proses tanya jawab antara peneliti dengan informan. Wawancara yang digunakan adalah wawancara secara mendalam supaya memberikan informasi atau data yang lebih baik dan sesuai dengan rumusan masalah yang akan diteliti.

3.5.2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

(11)

3.6.Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan suatu tahap/kegiatan pengelohan data. Data yang diperoleh baik melalui wawancara, observasi, maupun media lainnya dikumpulkan dan digabungkan. Kemudian peneliti akan mengolah dan memilah data-data tersebut serta mengedit kembali supaya data itu dapat mudah dipahami dan dimengerti. Setelah data yang diperoleh sudah digabungkan, diedit maka data tersebut kemudian diinterpretasikan secara kualitatif.

3.7.Jadwal Kegiatan

NO Kegiatan

Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Proposal 2 ACC Judul

3 Penyusunan Proposal Penelitian

4 Seminar Proposal Penelitian 5 Revisi Proposal Penelitian 6 Penelitian Ke Lapangan

7

Pengumpulan Data dan Analisis Data

8 Bimbingan Skripsi

(12)

Bab IV

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kecamatan Medan Tembung adalah salah satu dari 21 kecamatan yang berada di Wilayah Kota Medan,dengan luas wilayahnya 7,78 km². Pada tahun 2014 jumlah penduduk di kecamatan Medan Tembung berjumlah 133.579 jiwa penduduk. Kecamatan Medan Tembung terdiri dari 7 (tujuh) Kelurahan, yaitu: Kelurahan Indara Kasih, Kelurahan Sidorejo Hilir, Kelurahan Sidorejo, Kelurahan Bantan Timur, Kelurahan Bandar Selamat, Kelurahan Bantan, Kelurahan Tembung.

Kecamatan Medan Tembung terletak di wilayah Timur Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut :

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Perjuangan • Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

(13)

4.1.1. Gambaran Penduduk Kelurahan Bantan Timur

Salah satu modal dasar dari pembangunan adalah penduduk sebagai sumber daya manusia bagi setiap daerah. Namun keberadaan penduduk sebagai potensi berkembanngnya suatu daerah dapat terkendala jika kualitas yang dimiliki rendah. Hal ini lah yang menjadi permasalahan bagi setiap daerah. Gambaran mengenai penduduk suatu daerah saja dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan , kewarganegaraan, dan kelompok tenaga kerja. Berikut adalah gambaran penduduk Kelurahan Bantan Timur:

4.1.1.1. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.1

Komposisi Penduduk Dilihat Jenis Kelamin Berdasarkan Kartu Keluarga No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Peersentase (%)

1

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Timur Tahun 2014

Dari tabel di atas kita dapat memperoleh gambaran bahwa jumlah penduduk pria di Kelurahan Bantan Timur lebih banyak dari jumlah penduduk pria yaitu 8.325 jiwa atau 48,3%, sedangkan wanita 8.924 atau 51,7% dengan selisih 599 jiwa atau 3%, dengan luas wilayah Bantan Timur 0,89 km².

4.1.1.2. Penduduk Berdasarkan Agama

(14)

Tabel 4.2

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Islam 8.432 48,88

2 Protestan 3.781 21,92

3 Katolik 1.722 9,99

4 Hindu 28 0.16

5 Budha 3275 18,99

6 Lainnya 11 0,06

JUMLAH 17.249 100

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Timur Tahun 2014

Dari tabel komposisi penduduk berdasarkan agama di atas, di Kelurahan Bantan Timur mayoritas penduduk menganut agama Islam dengan jumlah sebanyak 8.432 jiwa atau 48,88 %, menyusul penganut agama Kristen Protestan sebanyak 3.781 jiwa atau 21,92%, kemudian penganut Agama Budha sebanyak 3.275 jiwa atau 18,99%, menyusul penganut Agama Katolik sebanyak 1722 jiwa atau 9,99%, penganut Agama Hindu sebanyak 28 jiwa atau 0,16% dan agama lainnya sebanyak 11 jiwa atau 0,06%.

4.1.1.3. Penduduk Berdasarkan Etnis

(15)

Tabel 4.3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis

No Suku/Etnis Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Jawa 2.232 13

2 Batak 8.128 47

3 Minang 2.114 12

4 Melayu 1151 7

5 Tionghoa 3624 21

JUMLAH 17.249 100

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Timur Tahun 2014

Dari tabel komposisi penduduk berdasarkan Etnis di atas, di Kelurahan Bantan Timur mayoritas penduduk Etnis Batak dengan jumlah sebanyak 8.128 jiwa atau 47 %, menyusul etnis Tionghoa sebanyak 3.624 jiwa atau 21%, kemudian penduduk etnis Jawa sebanyak 2.232 jiwa atau 13%, menyusul penduduk Etnis Minang sebanyak 2.114 jiwa atau 12%, penduduk Etnis Melayu sebanyak 1151 jiwa atau 7%

4.1.1.4. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

(16)

Tabel 4.4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Tidak/Belum Sekolah 690 4

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Timur Tahun 2014

Dari tabel komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan diatas memperlihatkan bahwa pendidikan penduduk di Kelurahan Bantan Timur cenderung dikatakan cukup , ini terbukti dari mayoritas penduduk berpendidikan SMA yaitu sebanyak 4.875 jiwa atau 28,5% , penduduk yang mencapai pendidikan sarjana sebanyak 1163 jiwa atau 6,9% , menyusul penduduk dengan tingkat pendidikan akademi yang jika digabungkan seluruh tingkat akademi (D1-D3) mencapai 672 jiwa atau 4 %. Hal ini mengambarkan bahwa penduduk Bantan Timur sudah cukup sadar akan pentingnya pendidikan.

4.1.2.Gambaran Sarana dan Prasarana Keluruhan Bantan Timur

4.1.2.1. Sarana di Bidang Kesehatan

(17)

penduduk. Berikut adalah rincian sarana dan prasarana kesehatan di Kelurahan Bantan Timur:

Tabel 4.5

Keadaan Sarana Kesehatan di Kelurahan Bantan Timur

No Sarana Kesehatan Jumlah

1 Rumah Sakit 0

2 Posyandu 11

3 Poliklinik, Balai Pengobatan dan Praktek Dokter/ Bidan 12

4 Apotik/Toko Obat 6

JUMLAH 29 unit

Sumber : Kantor Keluruhan Bantan Timur Tahun 2014

Apabila melihat luas wilayah Keluarahan Bantan Timur 0,89 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 17.249 jiwa hanya terdapat tidak terdapat rumah sakit, 11 unit Posyandu, 12 unit Poliklinik, Balai Pengobatan dan Praktek Dokter , maka dapat dikatan bahwa saranan kesehatan di Kelurahan Bantan Timur ini kurang memadai.

4.1.2.2. Sarana di Bidang Agama

Untuk memudahkan masyarakat dalam melaksanakan ibadah maka di Kelurahan Bantan Timur ini terdapat sejumlah rumah-rumah ibadah yang dirinci dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.6

Keadaan Sarana Di Bidang Agama

No Sarana Agama Jumlah

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Timur Tahun 2014

(18)

tersedia di Kelurahan ini. Untuk beribadah Umat Budha dan Umat Hindu harus mencari tempat ibadah di lingkungan lain.

4.2. Sejarah Singkat organisasi PSMTI

PSMTI didirikan pada tahun 28 September 1998 di Jakarta oleh Bpk. Brigjen TNI (Pur) Tedy Jusuf. PSMTI mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar dari Dirjen Sospol Depdagri No. 132 Tahun 1998 tanggal 18 September 1998 dan dibuatkan Akta Notaris Raden Johanes Sarwono. SH No. 55 tanggal 28 Agustus 1998.

Organisasi PSMTI adalah organisasi non partisipan, tidak berpolitik dan tidak berafiliasi kepada partai politik yang bergerak di bidang sosial, budaya dan kemasyarakatan. Organisasi PSMTI merupakan organisasi Tionghoa terbesar di Indonesia dengan 93 cabang di 29 provinsi di Indonesia. adapun visi dan misi dari organisasi PSMTI adalah:

VISI

Suku Tionghoa Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia bersama komponen Bangsa Indonesia seluruhnya mempunyai hak dan kewajiban membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur.

MISI

a. Meningkatkan terus kesadaran ber-Masyarakat, ber-Bangsa dan ber-Negara. b. Masuk dalam Arus Besar Bangsa Indonesia dengan turut serta secara aktif

(19)

c. Memantapkan jati diri sebagai salah satu suku dalam Keluarga Besar Bangsa Indonesia.

d. Memperhatikan lingkungan dimana ia bekerja dan berdomisili.

Sementara di kota Medan PSMTI sudah berada di 12 kecamatan dan 7 kelurahan diantaranya:

Kecamatan yang resmi terbentuk organisasi PSMTI diantaranya:

1. Kelurahan

- Kelurahan Kesawan (Medan Barat) - Kelurahan Tegal Sari I

- Kelurahan Pandau Hulu I

- Kelurahan Pasar Baru (Medan Kota) - Kelurahan Titi Kuning (Medan Johor) - Kelurahan Kota Bangun

- Kelurahan Tanjung Mulia (Medan Deli) 2. Kecamatan

(20)

- Kecamatan Medan Polonia - Kecamatan Medan Sunggal - Kecamatan Medan Timur

Di kota Medan anggota PSMTI sudah mencapai ±1500 orang dan mayoritas dari anggota PSMTI bersuku etnis Tionghoa. Adapun ciri-ciri untuk menjadi keanggotaan PSMTI sebagai berikut;

• Merupakan Etnis Tionghoa Asli

• Memiliki Marga Tionghoa

• Anggota luar Biasa (salah satu suami/istri memiliki marga

Tionghoa)

• Anggota Kehormatan (orang yang berjasa terhadap orang Tionghoa

sehingga ia bisa diberi marga)

4.3. Profil Informan

Dalam penelitian tentang “Rekonstruksi Identitas etnis Tionghoa melalui PSMTI (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia)” diperlukan informan untuk melengkapi data-data dalam penelitian ini. Berikut merupakan daftar profil-profil informan:

4.3.1. Informan Kunci

Nama : Djono Ngatimin, SH

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 51 Tahun

(21)

Jenis Pekerjaan : Wiraswasta & Ketua PSMTI Medan

Bapak Djono Ngatimin, SH merupakan informan pertama dan juga sebagai informan kunci. Beliau merupakan Ketua PSMTI Medan periode 2015-2019. Beliau tinggal Jalan Silam V no. 64-66 Medan.

Beliau baru mengetahui dan mengenal organisasi PSMTI itu 10 tahun yang lalu tepatnya pada tahun 2006 dimana ketika beliau diajak ikut rapat di kantor Sumut dua kali dan beliau juga menghadiri peresmian Vihara Cemara Abadi yang pada waktu itu beliau menjabat sebagai Ketua Paguyuban Persada dimana Beliau dipercaya sebagai tim Pengaman pada peresmian tersebut. Pada waktu 2006 Bapak Djono diberikan kepercayaan untuk menjadi ketua PSMTI Kecamatan Medan Deli, akan tetapi Bapak Djono menolak karena melihat kondisi dan waktunya tidak sesuai. Padahal susunan kepengurusannya sudah ditetap atau dipilih oleh bapak Djono, Beliau juga tidak jadi bergabung pada waktu itu. Setelah 7 tahun kemudian tepatnya pada tahun 2013, Pak Djono bertemu kembali dengan kawan lamanya yang merupakan anggota PSMTI juga, kemudian teman Pak Djono kembali mengajaknya untuk kembali bergabung dengan PSMTI sekaligus menjabat kembali sebagai ketua PSMTI Kecamatan Medan Deli, mengingat selama 7 tahun di Medan Deli gagal terbentuk dalam bagian PSMTI karena masih belum adanya Ketua yang menjabat di Kecamatan Medan Deli.

(22)

Deli. Kemudian Bapak Djono resmi menjadi bagian PSMTI pada tahun 2013. Inilah yang menjadi alasan bergabungnya Pak Djono masuk kedalam organisasi PSMTI.

Setelah 2 tahun berkecipung di organisasi dan sudah melebur didalam organisasi PSMTI dan kinerja atau kontribusi yang diberikan kepada PSMTI cukup positif sehingga dia ditunjuk dan didorong untuk menjadi Ketua PSMTI cabang Medan karena telah memenuhi kriteria dan syarat sebagai Ketua PSMTI cabang Medan yang Baru, padahal beliau baru bergabung dengan PSMTI selama 2 tahun dan masih menjabat sebagai ketua PSMTI cabang Medan Deli. Ketika itu Pak Djono masih bisa dibilang junior padahal pada masa itu masih banyak senior-senior yang mempunyai kapasitas yang masih lebih bagus dari Pak Djono. Melihat banyak dukungan yang diberikan kepada Pak Djono, akhirnya Beliau dicalonkan untuk menjadi Ketua PSMTI cabang Medan dan pada tanggal 14-15 Maret 2015 diadakan Musyawarah Daerah dan Kota (Munas PSMTI) di hotel Hilton Medan dimana ini merupakan sebuah forum musyawarah untuk memilih Ketua melalui cara pemungutan suara. Ketika itu Beliau terpilih resmi menjadi Ketua PSMTI Cabang Medan periode 2015-2019.

(23)

Dalama hal melakukan tugas Sosial saja pada saat beliau masih menjabat sebagai Ketua Kecamatan Medan Deli saja sangat berbeda dengan pada saat ini sebagai Ketua PSMTI cabang Medan. Membuat beliau harus lebih bekerja lebih keras dalam memajukan PSMTI Medan sesuai dengan AD/ ART (Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga) organisasi sebagai tujuan atau cita-cita dari organisasi PSMTI dan bukan menjadi cita-cita atau tujuan untuk kepentingan pribadi. Tujuan sebenarnya dari PSMTI adalah sebagai wadah berkomunikasi, berinteraksi dan sebagai wadah menyampaikan aspirasi orang Tionghoa sendiri supaya tidak lagi terjadi diskriminasi dan mengangkat harkat dan martabat orang Tionghoa.

Disamping juga melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang selama ini menjadi tujuan paguyuban ini dan juga turut serta dalam peran mendukung pembangunan bangsa Indonesia. itulah yang menjadi langkah atau cara Pak Djono sebagai Ketua dalam memajukan PSMTI.

Tertariknya anggota PSMTI untuk masuk ke ranah politik juga menjadi perhatian juga Pak Djono dalam kemajuan masyarakat etnis Tionghoa. Beliau berpendapat bahwa:

(24)

Pak Djono memandang positif jika dari salah satu anggota dari PSMTI dapat masuk kedalam dunia politik karena masih minimnya etnis Tionghoa yang berpartisipasi dalam politik dimana juga sebagai fasilitator dalam menyuarakan aspirasi etnis Tionghoa dalam menuntut kesamaan hak dan kewajiban sebagai salah satu bagian dari masyarakat Indonesia dalam wujud untuk menghilangkan diskriminasi antar etnis. Dan dalam keikutsertaan dalam berpolitik, perlu digaris bawahi anggota tidak boleh berpartisipasi dalam pengurusan atau membuat atau mengusulkan kebijakan organisasi karena dinilai kebijakannya akan berpihak ke politik.

Seperti diketahui juga organisasi PSMTI adalah organisasi non partisipan dan tidak berpihak kepada partai politik manapun, tidak berafiliasi dengan partai politik, tidak berpolitik praktis dan tidak akan pernah menjadi partai politik. Mereka (anggota PSMTI) yang mengikuti dunia politik hanya akan duduk sebagai dewan kehormatan dan tidak akan diikutkan dalam kepengurusan maupun keteribatan pengambilan keputusan di dalam organisasi PSMTI.

(25)

Selain bermanfaat kepada masyarakat luas organisasi PSMTI juga pasti juga memiliki manfaat seperti dalam menjunjung atau mengangkat tinggi martabat etnis Tionghoa sendri dengan dilakukannya pengibaran bendera bertepatan dengan hari ulang tahun Negara Indonesia. Berikut pernyataan dari Pak Djono:

“Perlu diingat kembali, pada saat hari kemerdekaan, kami (PSMTI) merupakan salah satu organisasi Tionghoa yang melaksanakan pengibaran bendera Merah Putih pada saat hari ulang tahun kemerdekaan Negara Indonesia yang pertama di Medan, Sumatera Utara dan telah dilaksanakan sebanyak sebelas kali, lengkap layaknya upacara pengibaran bendera di Istana Negara seperti pada upacara pengibaran kami yang ke-8 yang dilaksanakan di rumah Tjong A Fie.”

(26)

4.3.2 Informan Pendukung

1. Nama : Sutrisno

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 33 Tahun

Agama : Kristen

Jenis Pekerjaan : Wiraswasta

Bapak Sutrisno adalah informan yang kedua, beliau merupakan anggota dari PSMTI. Beliau bergabung dengan PSMTI pada tahun 2008 dan diusianya yang menginjak 33 tahun Bapak Sutrisno sekarang telah menjabat sebagai Sekretaris PSMTI periode 2015-2019 dimana bapak Sutrisno yang mengurus adminstrasi internal dalam organisasi PSMTI.

Alasan bergabungnya Bapak Sutrisno karena beliau tertarik dengan visi dan misi PSMTI. Menurut Bapak Sutrisno visi dan misi PSMTI sangat bermanfaat bagi etnis Tionghoa dalam mempersatukan warga Tionghoa dan membantu negara dalam pembangunan bangsa. Selain itu juga PSMTI merupakan organisasi yang bergerak di bidang sosial sehingga itu dapat menjadi teladan bagi saya sebagai anggota PSMTI untuk melakukan kegiatan sosial yang bermanfaat bagi semua elemen masyarakat.

(27)

telah atau tidak menjadi bagian dari anggota PSMTI terhadap seluruh program-progam kegiatan yang diselenggarakan organisasi baik di tingkat kota, kecamatan, kelurahan maupun di daerah terpencil seperti desa dimana organisasi PSMTI sering melakukan kegiatan sosial baik itu dilaksanakan oleh PSMTI ataupun bekerjasama dengan organisasi lain dalam menyukseskan kegiatan tersebut.

Ketika disinggung mengenai keterikutan anggota PSMTI dalam panggung politik. Menurut Beliau sebenarnya anggota tidak diperkenankan untuk mengikuti panggung politik sebagaimana diketahui organisasi PSMTI adalah organisasi sosial non-politik. Dan apabila seorang anggota yang bersangkutan mempunyai potensi maupun kemampuan dalam dunia poltik itu adalah hal yang bagus dan sesuai dengan visi dan misi PSMTI yakni“ meningkatkan terus kesadaran bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”. Etnis Tionghoa juga mempunyai hak dan kewajiban untuk membangun negara Indonesia jadi tidak hanya suku asli Indonesia saja, masyarakat Tionghoa juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan yang lain karena merupakan bagian dari keragaman suku Indonesia, maka untuk itu masyarakat Tionghoa harus turut ikut serta dalam pembangunan karena kita lahir, besar, tua, sakitnya dan akhirnya meninggal dunia tetap di negara ini, tidak mungkin ke negeara lain.

Menurut Beliau ketika ditanyai tentang manfaat keberadaan PSMTI terhadap masyarakat luas sangat postif responnya yang diberikan.

(28)

uang, pakaian, dan sembako untuk diserahkan langsung kepada korban kebakaran disana, salah satu mereka pun sangat bahagia dan mengucapakan terima kasih kepada atas bantuannya.”

Demikian Penuturan dari Bapak Sutrisno terkait dengan manfaat yang diberikan dari keberadaan PSMTI terhadap masyarakat membuktikan bahwa kegaiatan-kegiatan yang dilakukan organisasi PSMTI dapat membuat keberadaan PSMTI dapat diterima oleh masyarakat dari berbagai elemen bahwa keberadaan organisasi PSMTI cukup membantu masyarakat yang kurang mampu maupun masyarakat yang mengalami musibah. Selain itu juga menjadi sebuah motivasi atau sebuah daya tarik buat anggota untuk termotivasi ikut melakukan kegiatan sosial agar dapat memberikan penilaian positif untuk etnis Tionghoa.

2. Nama : Eddy Tan

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 47 Tahun

Agama : Buddha

Jenis Pekerjaan : Karyawan

(29)

Ketertarikan beliau untuk masuk PSMTI itu dikarenakan rasa Persaudaraan yang dijalin di dalam organisasi ini sangat erat, rasa kerukunan, kasih sayang dan rasa sosial yang tinggi yang ditanamkan dari organisasi tersebut. Keikutsertaan Bapak Eddy kedalam organisasi PSMTI karena ingin belajar berorganisasi, sebelum bergabung dengan organisasi PSMTI Pak Eddy tidak pernah mengikuti organisasi apapun. Seperti yang dikatakan Bapak Eddy di atas tentang rasa persaudaraan yang erat antar sesama orang marga Tionghoa untuk lebih dijalin dengan harmonis baik itu dengan ormas lainnya maupun dengan masyarakat dalam lingkup yang lebih luas.

Seperti responden sebelumnya beliau Eddy sangat menyambut positif ketika salah satu anggota dari organisasi PSMTI masuk ke ranah politik dimana itu dapat menepis anggapan atau pandangan dari masyarakat luas tentang bidang yang selama ini ditekuni oleh masyarakat Tionghoa yakni bidang perekonomian maupun perdagangan yang sudah menjadi budaya dan telah melekat pada setiap akar keturunan etnis Tionghoa untuk berbisnis dan berdagang, bukan hanya pada bidang politik masyarakat Tionghoa pada bidang-bidang lain baik masuk menjadi PNS, polisi, maupun tentara yang bisa dikatakan merupakan profesi yang jarang ditemukan pada masyarakat etnis Tionghoa untuk bergelut di profesi tersebut.

Ketika berbicara mengenai cara dalam menbantu memajukan organisasi PSMTI, beliau mengatakan:

(30)

mendukung kegiatan yang dilaksanakan organisasi gimana sebuah organisasi bisa maju.”

Berdasarkan penuturan Bapak Eddy menunjukkan bahwa rasa in-group atau keterikatan dengan kelompok sendiri cukup kuat dan hal ini juga membuktikan kebanggaan menjadi salah satu dari anggota kelompok dinilai positif karena dapat meningkatkan identitas kelompok itu sendiri maupun identitas personal anggota.

Menurut Beliau mengenai keterikutan anggota PSMTI dalam panggung politik. Bapak Eddy berpendapat bahwa:

“ Bagus la, ketika seorang anggota dari kelompok kita menjadi seorang anggota legislatif itu sangat bagus karena melalui anggota itu dapat lebih mudah mengimplementasikan atau mengaspirasikan isi dari visi dan misi PSMTI dan bisa juga sebagai komunikator untuk menyuarakan aspirasi dari masyarakat Tionghoa secara langsung kepada pemerimtah.”

Melihat dari penuturan bapak Eddy menunjukkan bahwa keberadaan anggota dalam suatu kelompok itu dapat meningkatkan harga diri kelompok itu tersebut dan membuat suatu kebanggaan tersendiri bagi identitas kelompok dan identitas etnis Tionghoa yang diwakili.

(31)

3. Nama : Tan Cu Cu

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 41 Tahun

Agama : Buddha

Jenis Pekerjaan : Wiraswasta

Informan berikutnya adalah Bapak Tan Cu Cu. Beliau merupakan anggota yang cukup aktif dalam organisasi PSMTI. Bapak Tan Cu Cu tinggal Jalan Mangaan III no 147 Medan. Beliau sudah cukup mengenal banyak tentang PSMTI dimana dia sudah menjadi anggota PSMTI sejak tahun 2011.

Bapak Tan Cu Cu berbiacara ketertarikannya menjadi anggota PSMTI itu dikarenakan PSMTI adalah salah satu organisasi suku Tionghoa yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta berazaskan sosial gotong royong. Inilah alasan mengapa bapak Tan Cu Cu menjadi anggota organisasi PSMTI dimana organisasi menurut Bapak Tan Cu Cu sangat bermanfaat bagi etnis Tionghoa dalam menciptakan hubungan yang selaras antar masyarakat Tionghoa dan juga sebagai jembatan bagi masyarakat etnis Tionghoa untuk memperkenalkan budaya Tionghoa manakala tidak semua masyarakat Indonesia mengenal baik dari arti budaya-budaya masyarakat etnis Tionghoa itu seperti festival Barongsai, cheng beng (sembahyang leluhur), festival perahu naga, festival kue bulan, dan sebagainya.

(32)

Bapak Tan Cu Cu yakin dapat mengembangkan budaya etnis Tionghoa sebagai bagian dari identitas masyarakat etnis Tionghoa.

Untuk mencapai tujuan tersebut menurut Bapak Tan Cu Cu perlu untuk memotivasi para angota-anggota lain untuk ikut serta secara aktif dan selalu mendukung setiap program dan kegiatan sosial yang dilaksanakan PSMTI dengan melalui selalu mensosialisasikan visi dan misi PSMTI kepada masyarakat Tionghoa khususnya komunitas etnis Tionghoa, serta dengan kontinu atau terus menerus mensosialisasikan budaya-budaya dan adat istiadat Tionghoa dengan pesta Budaya seperti yang sudah dijelaskan Bapak Tan Cu Cu di atas. Kegiatan-kegiatan inilah yang adalah wujud dalam membantu organisasi PSMTI untuk memajukan identitas masyarakat Tionghoa dan sebagai organisasi bagi etnis Tionghoa untuk lebih mengakrabkan diri bukan hanya antar sesama masyarakat Tionghoa melainkan juga lebih bebaur dengan msayrakat suku lainnya agar mmenghilangkan sterotipe akan etnis Tionghoa yang selalu hidup bersama dengan sesama etnis nya.

(33)

membuktikan bahwa etnis Tionghoa juga peduli dengan tumbuh kembangnya negara Indonesia melalui keikut sertaannya dalam partisipasi politik.

Ketika berbicara tentang bagaiman tanggapannya tentang manfaat kegiatan PSMTI terhadap masyarakat. Beliau menyatakan bahwa:

Manfaat yang kami berikan kepada masyarakat pastilah bersifat positif kalau merugikan ngapainlah kami kerjakan kalau tujuannya tidak baik bagi masyarakat dan juga bakal merugikan nama baik organisasi kami sendiri. Contohlah Kegiatan Bakti Sosial yang sering kami lakukan untuk membantu saudara-saudara kita yang tertimpa musibah seperti erupsi Gunung Sinabung dan membuka posko dari hasil mengumpulkan dana dari para donatur untuk korban kebakaran di Tanjung Sari Sukaramain, Pasar Bromo, dll. Demikian juga pemberian paket sembako untuk keluarga pra sejahtera / keluarga kurang mampun pada hari besar keagamaan yakni Hari raya Idul Fitri, Tahun Baru, maupun hari raya Imlek.”

Dari hal yang disampaikan bapak Tan Cu Cu dapat dikatakan bahwaorganisasi PSMTI sangat menjunjung tinggi nilai dan identitas dari kelompoknya itu sendiri yang berusaha untuk menciptakan image yang positif bagi keberadaan organisasi PSMTI, jika citra itu rusak atau luntur maka itu juga akan mempengaruhi eksistensi identitas organisasi ini dimata masyarakat yang luas juga seprti dengan Teori Henry Tajfel. Image itu yang memberikan perbedaan pandangan dari kelompok masyarakat lain terhadap prestasi yang telah dicapai organisasi PSMTI.

(34)

sudah mulai mengenal dan paham dalam berorganisasi, tergeraknya hati untuk beramal / sosial, dan juga dalam hal membangun hubungan dengan kelompok melalui kerjasama dengan berbagai organisasi dan pemerintah daerah setempat.

4. Nama : Ang Tje Ping

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 46 Tahun

Agama : Buddha

Jenis Pekerjaan : Wiraswasta

Informan selanjuttnya adalah Ang Tje Ping. Beliau juga merupakan bagian dari anggota dalam organisasi PSMTI. Beliau ikut keanggotaan PSMTI pada tahun 2008 dan merupakan anggota yang aktif dalam setiap kegiatan-kegiatan yang selalu dilaksanakan organisasi PSMTI. Bapak Ang Tje Ping tinggal di jalan Selam VI no:72 Medan.

(35)

menajaga kerukunan yang terjalin dengan masyarakat luas yang menjadi cita-cita organisasi PSMTI.

Melihat maraknya etnis Tionghoa yang masuk kedalam dunia poltik Bapak Ang Tje Ping menyatakan adanya gerakan pembaharuan etnis Tionghoa itu sendiri untuk mengangkat kehidupan mereka dan berusaha untuk menghapuskan diskriminasi antar etnis didalam berbagai bidang kehidupan di Indonesia sampai saat ini masa dirasakan. Melalui berpolitik serta mengabdi dan memberi sumbangsih kepada Negara Indonesia, selain itu untuk menghilangkan stigma akan tradisi atau kebiasaan etnis Tionghoa yang hanya bisa bergelut di bidang perdagangan. Sebagai contoh konkrit nya Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang lebih memilih mengabdi kepada negara dan beliau juga menjadi contoh bagi masyarakat Tionghoa sebagai wujud baru kehadiran Etnis Tionghoa yang akan menghadirkan nilai plus dalam dunia birokrasi sekaligus berdampak positif bagi keberadaan etnis Tionghoa dalam pemerintahan.

Untuk itulah organisasi PSMTI bertujuan untuk melakukan pembenahan terhadap generasi muda masyarakat Tionghoa di masa yang akan datang. Perkembangan positif itu juga harus tetap dipertahankan dan dikembangkan, mengingat dulu masyarakat etnis Tionghoa juga berkontribusi atau mempunyai peranan penting walaupun secara historis belum diakui dan dan seolah olah dilupakan dan sangat sedikit ulasannya dalam sejarah Indonesia.

(36)

luas dan etnis Tionghoa melalui berbagai kegiatan pesta kebudayaan Tionghoa untuk diperkenalkan kepada seluruh masyarakat Indonesia dan kegiatan-kegiatan sosial dalam rangka membantu orang yang tidak mampu atau prasejahtera. Berikut hasil wawancara Bapak Ang Tje Ping:

“Seperti contoh kegiatan sosial yang kita lakukan di daerah Belawan yang mengalami kebakaran dimana menghanguskan ± 24 unit rumah penduduk baik dari masyarakat etnis Tionghoa kita sendiri dan masyarakat etnis lain. Mendengar hal tersebut anggota PSMTI Medan dan Belawan bersama-sama membantu saudara-saudara yang mendapat musibah dengan membuka atau mendirikan posko bantuan kebakaran selama sebulan sehingga terkumpullah bantuan dari para donatur dan para dermawan serta organisasi sosial yang ada di kota Medan berupa dana atau uang, bahan bagunan seperti seng, semen, batu bara, sembako, dan sebagainya.

(37)

5. Nama : Susanto Kalim

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 47 Tahun

Agama : Buddha

Jenis Pekerjaan : Wiraswasta

Informan berikutnya adalah Bapak Susanto Kalim. Beliau juga merupakan bagian dari keanggotaan PSMTI. Beliau tinggal di Jalan AR. Hakim Gg Aman no: 9H Medan. Beliau mengawali karir dalam berorganisasi PSMTI pada tahun 2013. Bapak Susanto sebenarnya sudah lama mengenal PSMTI sebelum resmi masuk ke organisasi PSMTI pada tahun 2013 dimana beliau mengenal PSMTI sejak awal terbentuknya PSMTI, seperti diketahui organisasi ini terbentuk karena adanya kerusuhan massa dan penjarahan yang menjadikan etnis Tionghoa sebagai korban.

Inilah yang menjadi alasan Bapak Susanto untuk bergabung kedalam organiasi PSMTI yang dirasa sebagai wadah atau perkumpulan yang difungsikan sebagai permersatu hubungan seluruh masyarakat Tionghoa dan berusaha bersama untuk menimalisasi atau menghilangkan diskriminasi antar etnis di Indonesia melalui progam-progam kerja organisasi baik dalam melakukan pesta budaya Tionghoa, acara-acara kegiatan sosial dan sebagainya yang menjadi ciri khas dari organisasi PSMTI.

(38)

istiadat suku Tionghoa kepada masyarakat luas juga serta ikut aktif dalam setiap perayaan budaya suku Tionghoa misalnya Hari Sembahyang Cheng Beng, hari makan Bak Cang, hari sembahyang leluhur, hari sembahyang Bulan, dan sebagainya. Beliau juga memberi perhatian lebih pada pemuda-pemuda etnis Tionghoa dalam yang keiikut sertaan dalam kegiatan atau festival itu seperti dalam wawancara ini:

“Selama ini kegiatan-kegiatan pesta-pesta atau festival kebudayaan itu bertujuan meningkatkan dan membantu kesadaran bagi kaum-kaum muda untuk tidak meninggalkan budayanya sendiri. Anak zaman sekarang sudah tidak mempedulikan lagi apa yang menjadi budaya-budaya kita. Coba aja tanya mereka itu tentang beberapa budaya kita seperti hari-hari khusus sembahyang pasti mereka gak tau. Ya kedepannya saya berharap moga lebih bagus lagi.”

Bapak Susanto beranggapan bahwa terdapat hal positif didalam pelaksanaan kegiatan seperti festival budaya itu dapat meningkatkan kesadaran para pemuda untuk dapat tetap menjaga budaya maupun ciri khas dari identitas masyarakat orang Tionghoa. Supaya kedepannya para pemuda-pemuda etnis Tionghoa masih tetap melakukan tradisi dan budaya ini dan lebih mengembangkan dirinya untuk lebih memperkenalkan budaya etnis Tionghoa kepada masyarakat luas.

(39)

sebagai suatu wujud masyarakat etnis Tionghoa untuk memperbaiki nasib. Selain itu itu juga menjadi tren positif dimana etnis Tionghoa selalu hidup di zona aman saja yakni di bidang bisnis atau perdagangan dan menghilangkan persoalan latar belakang baik suku, etnis, ataupun agama yang selama ini menjadi kendala bagi etnis Tionghoa untuk terjun ke dunia politik. Partisipasi politik ini juga yang akan menjadi dorongan masyarakat etnis Tionghoa dalam memulihkan kembali identitas etnis Tionghoa dan membuat kesetaraan terhadap suku-suku lain dalam berbagai bidang.

(40)

6. Nama : Fransen Winata

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 46 Tahun

Agama : Buddha

Jenis Pekerjaan : Wiraswasta

Informan berikutnya adalah Bapak Fransen Winata. Beliau masuk menjadi bagian anggota PSMTI pada tahun 2007. Bapak Fransen juga merupakan anggota aktif selama berada di organisasi PSMTI. Bapak Fransen tinggal Jalan Denai no. 105 A Medan.

(41)

anggotayang kuat di dalam kekompakkan yang terjalin antar sesama anggota paguyuban.

Seperti pernyataan informan lainnya, Pak Fransen juga berbicara terkait dengan masuknya etnis Tionghoa dalam dunia politik. Beliau menyatakan:

“Itu adalah sebuah pencapain bagus bagi kita ketika masuk kedalam pemerintahan atau menjadi anggota legislatif mengingat hanya beberapa orang yang mampu terjun ke dalam Politik. Saya sangat bangga jika etnis Tionghoa itu berasal dari paguyuban kita. apalagi dia sebagai perantara buat kita untuk menyuarakan aspirasi kita kepada pemerintah. Pasti membuat bangga kita dong bisa mempunyai anggota yang mempunyai potensi dan mewakili kita dalam dunia politik.”

(42)

Disitulah sebagai organisasi PSMTI yang mewakili masyarakat Tionghoa terus memberikan upaya untuk membantu merubah mindset masyarakat Tionghoa yang selama ini masih melekat dalam setiap diri masyarakat etnis Tionghoa begitu penuturan Pak Fransen. Selain itu juga kinerja dalam memberikan manfaat kepada masyarakat luas juga perlu dilakukan secara tepat sasaran supaya manfaatnya bisa lebih dirasakan masyarakat yang tidak mampu. Berikut hasil wawancara Pak Fransen:

“Seperti bantuan kami yaitu dengan mendirikan Posko Kebakaran di Gg Bakung Kecamatan Medan Area dan Jln AR. Hakim Gg Aman sehingga dapat menampung berbagai bantuan dari masyarakat mampu atau donatur yang dermawan, maupun dari kami sebagai anggota PSMTI untuk turut berpartisipasi dalam memberikan bantuan baik itu berupa pakaian, dana, sembako, maupun bahan-bahan bagunan (seng, batubata, semen, dll). Kegiatan yang selalu digalakkan PSMTI intinya untuk kesejahteraan masyarakat luas karena itulah PSMTI adalah organisasi yang bergerak di bidang sosial.”

(43)

7. Nama : Hasyim, SE

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 49 Tahun

Agama : Buddha

Jenis Pekerjaan : Anggota DPRD Medan

Informan yang selanjutnya adalah Bapak Hasyim. Beliau tinggal di Jalan Perniagaan Baru No. 23A Medan. Beliau adalah anggota PSMTI yang sekaligus juga bergelut di dalam dunia politik sebagai anggota DPRD kota Medan. Sekarang Bapak Hasyim sedang menjabat sebagai Dewan Kehormatan di dalam organisasi PSMTI.

(44)

dikebiri atau dihilangkan. Inilah yang menjadi ketertarikan Pak Hasyim masuk ke dalam paguyuban ini.

Dari pengalaman yang sudah didapat dari organisasi. Beliau kemudian bergabung dengan partai politik PDI Perjuangan, dimana Pak Hasyim juga ikut maju dalam pertarungan di Pemilihan Umum untuk mencalonkan diri di DPRD kota Medan. Hasilnya Pak Hasyim menang dalam Pemilihan tersebut. Menurut Pak Hasyim mungkin ini adalah sebuah takdir baginya untuk mengabdikan dirinya kepada semua masyarakat yang ada khususnya di Kota Medan dimana Pak Hasyim akan mendedikasikan waktu dan diri bekerja penuh kedalam pengabdian kepada masyarakat, amanah itu juga sama dengan visi dan misi organisasi PSMTI selama ini yakni mengabdi diri dan membantu masyarakat luas tanpa membedakan suku, ras, agama , maupun latar belakangnya. Politik juga sebagai satu-satunya cara untuk memastikan seluruh keputusan penting yang diambil tidak merugikan pihak tertentu, kelompok tertentu ataupun golongan tertentu.

(45)

memajukan organisasi PSMTI dengan keikutsertaan nya dalam panggung politik dan alasan yang mendorong Pak Hasyim masuk dunia politik.

Pak Hasyim juga meyatakan pendapatnya ketika berbicara pandangannya tentang keikutsertaan anggota lainnya dalam dunia politik:

“Itu balik ke dia atau terserah saja kalau dia mau menjadi anggota legislatif atau masuk ke dunia politik ya bagus kami tidak pernah melarang para naggota untuk berpartisipasi. Tetapi perlu diketahui juga organisasi PSMTI adalah organisasi yang bergerak di bidang sosial, kayak saya yang bermain di politik tidak ikut bergabung dalam kepengurusan organisasi. Dan perlu diingat kepada yang lainnya kalo ingin masuk dunia politik jangan melakukan hal yang bisa merugikan nama baik etnis kita.”

(46)

Tabel 4.7. Boidata Informan

no Nama Umur Jenis pekerjaan Agama Tahun

Bergabung

1 Djono Ngatimin, SH 51 Wiraswasta Buddha 2013

2 Sutrisno 33 Wiraswasta Kristen 2008

3 Eddy Tan 47 Karyawan Buddha 2013

4 Tan Cu Cu 41 Wiraswasta Buddha 2011

5 Ang Tje Ping 46 Wiraswasta Buddha 2008

6 Susanto Kalim 47 Wiraswasta Buddha 2013

7 Fransen Winata 46 Wiraswasta Buddha 2007

8 Hasyim, SE 49 Anggota DPRD

Medan

Buddha 2008

4.4. Deskripsi Kondisi etnis Tionghoa pada masa Orde Baru

(47)

Menurut Bapak Djono Ngatimin, SH selaku Ketua PSMTI cabang Medan, dilihat dari sejarah yang ada di Indonesia kasus kerusuhan ini sudah ada pada masa penjajahan pemerintah kolonial Belanda (Geger Pacinan) pada tahun 1740, pada masa perang Jawa tahun 1825-1830, kerusuhan Solo pada tahun 1912, kerusuhan Kudus pada tahun 1918, kerusuhan di Tangerang pada tahun 1946, kerusuhan Bandung 1963, kerusuhan G-30 SPKI 1965 dan yang terakhir 1998. Dari kejadiaan atau tragedi yang ada diatas telah menjadikan pengalaman yang kelam bagi masyarakat etnis Tionghoa. Perjalanan panjang dan peranan etnis Tionghoa di dalam sejarah Indonesia sebagai salah satu etnis di Indonesia dalam pembangunan negara Indonesia tampaknya tidak menjadikan sebuah nilai positif terhadap masyarakat etnis Tionghoa.

Beliau juga menambahkan kerusuhan-kerusuhan yang terjadi pada masa lalu itu dikarenakan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat majemuk atau multi etnis tidak menyikapi secara arif antar komponen-komponen masyarakat sehingga menimbulkan rengangnya jarak sosial antar kelompok etnis dan kurang diterimanya keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia yang menjadi faktor munculnya sebuah potensi konflik sosial yang meledak pada Mei 1998.

(48)

menjadi “anak tiri” dalam pemerintahan Soeharto. Dalam artian di atas yaitu di satu sisi masyarakat etnis Tionghoa seperti mendapat perlakuan khusus pada masa penjajahan tetapi di sisi lain masyarakat etnis Tionghoa merasa dikekang atau mendapat perlakuan diskriminasi dengan berbagai aturan yang berlaku pada masa waktu Orde Baru seperti dikeluarkannya “surat sakti” oleh Soeharto yang dikenal dengan SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia) dimana SBKRI adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mengurus berbagai keperluan seperti KTP, permohonan paspor, pendaftaran pemilihan umum, sampai menikah dan meninggal dunia, dll harus memakai surat ini sehingga dianggap sangat diskriminasi terhadap etnis Tionghoa.

Bahakan identitas orang Tionghoa pada saaat itu juga dicabut seperti Sekolah bahasa Tionghoa. Dalam penuturan Pak Djono mengenai hal tersebut:

“iya pada saat itu, saya masih duduk di kelas 2 SD di WR Supratman Tri Bakti sekolah kami dolo tidak lagi diperkenankan untuk mengajarkan atau dihapuskannya pelajaran Bahasa Mandarin apalagi sekolah swasta yang mengajarkan Bahasa Mandarin seperti sekolah kami dolo terkena kebijakan asimilasi. Dampaknya cukup dirasakan anak-anak kecil pada saat itu gak bisa bahasa mandarin. Kalau kita mau belajar ya harus belajar dirumah la itupun kalau orang tua kita bisa bahasa Mandarin.”

(49)

untuk etnis Tionghoa dalam mengenyam pendidikan tanpa memandang kewarganegaraan.

Karena adanya pembatasan dan insecurity tersebut, budaya dan bahasa Tionghoa yang sebelumnya, pada masa pemerintahan kolonial Belanda, masih diperbolehkan sekolah nya, pada masa pemerintahan Orde Baru justru dipangkas. Hal tersebut kemudian berdampak pada mind-set dan rational-choice etnis Tionghoa pasca Orde Baru untuk dapat ‘menghidupkan’ kembali kebudayaan dan kebiasaan lama sekolah mereka.

Proses itu tentunya menghilangkan ciri khas dari etnis Tionghoa dalam berinteraksi antar sesama masyarakat Tionghoa yang biasanya dalam berinteraksi selalu menggunakan bahasa Tionghoa atau bahasa Mandarin. Dengan berlakunya kebijakan tersebut etnis Tionghoa dipaksa untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam berinteraksi agar dapat menghilangkan sikap yang hanya berbaur dengan sesama masyarakat etnis Tionghoa atau eksklusifitas yang sudah melekat pada masa penjajahan. Dengan kondisi seperti secara tidak langsung juga melahirkan generasi Tionghoa yang tidak mengenal Bahasa Mandarin atau “ buta huruf akan aksara Bahasa Mandarin”.

Sebenarnya eksklusifitas itu bukanlah keinginan masyarakat etnis Tionghoa tersebut, berikut tanggapan dari Pak Djono selaku Ketua PSMTI Medan:

(50)

Maka dari itu mengapa masyarakat etnis Tionghoa selalu hidup dalam kelompok atau suatu wilayah tertentu itu dikarenakan paham-paham yang selama ini melekat dalam diri etnis Tionghoa sehingga menjadi sebuah kebiasaan/ maupun tradisi untuk hidup bersama dalam kelompok atau wilayah tertentu. Pemahaman buruk itu muncul dari sejak masa kolonial Belanda dimana kita masyarakat Tionghoa dipaksa untuk hidup menjauh dari masyarakat asli Indonesia akibat dari insiden bersatunya etnis Tionghoa dengan masyarakat asli Indonesia dalam melawan Belanda sehingga puluhan ribu jiwa etnis Tionghoa dibunuh dan kemudian sisa masyarakat etnis Tionghoa dipisahkan dan diisolasikan dalam sebuah wilayah tertentu agar tidak membangun hubungan interaksi dengan masyarakat asli Indonesia dan menjalankan aktifitas mereka sebagai pedagang dimana telah dikerjakan secara turun temerun dan hal ini juga memunculkan sikap rasa takut dalam membangun hubungan interaksi dengan masyarakat lain akibat pembantaian tersebut. Hingga sampai saat masa Orde Baru lah etnis Tionghoa yang masih hidup secara berkelompok diharuskan melebur dengan masyarakat asli Indonesia dengan melalui berbagai kebijakannya dalam rangka menghilangkan eksklusifitas etnis Tionghoa. Kebijakan itu justru malah membuat masyarakat etnis Tionghoa mengalami trauma yang sangat mendalam akibat dari pembantaian Mei 98 membuat masyarakat etnis Tionghoa merasa tidak nyaman hidup dengan masyarakat lain dan lebih nyaman hidup antar sesama etnis Tionghoa.

(51)

“Masa Soeharto dolo, perkembangan organisasi etnis Tionghoa dolo banyak dinonaktifkan pada masa itu seperti Baperki, dimana hak kita sebagai warga negara Indonesia yang berbunyi kebebasan dalam berkumpul dan mengeluarkan pendapat seakan hilang dalam diri masyarakat etnis Tionghoa.”

Banyaknya organisasi kemasyarakatan Tionghoa yang dibubarkan menjadikan etnis Tionghoa merasa terasing pada masa Orde Baru pada waktu itu. Pembatasan ini dapat dilihat sebagai upaya Pemerintah Orde Baru untuk menekan segala macam kegiatan politik dan atau gerakan yang melibatkan unsur komunisme.

Selama Tiga Puluh Dua tahun itu jugalah etnis Tionghoa diisolasikan atau dijauhkan dari semua aktivitas yang berbau politik. Etnis Tionghoa hanya diperkenankan masuk ke organisasi non Tionghoa seperti Golkar, PDIP, dll.

Secara sistematis, rezim Orde Baru telah membatasi, menekan dan menghancurkan hak-hak politik etnis Tionghoa dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan diskriminatif yang sangat mengucilkan etnis Tionghoa di Indonesia menjadi apolitik sehingga tidak ada lagi representasi efektif etnis Tionghoa di pemerintahan maupun badan legislatif pada waktu itu.

Hanya organisasi keagamaan yang hanya diberi izin untuk beroperasi. Dan itupun dalam menjalankan adat istiadat maupun budaya keagamaan hanya bisa dilakukan di lingkup keluarga saja atau hanya bersifat tertutup.

(52)

ditutup dimana etnis Tionghoa tidak bisa lagi mengekspresikan atau mempublikasikan kebudayaaan etnis Tionghoa yang menjadi identitasnya ke dalam media massa. Disamping itu hal yang berhubungan dalam mengimpor informasi dari luar dalam bentuk bahasa Tionghoa juga pun dilarang.

Namun begitu, ada juga media masa atau surat kabar yang berbahasa Tionghoa yang masih diberi izin pengoperasian dan merupakan satu-satunya surat kabar berbahasa Tionghoa yang bisa diakses secara legal atau resmi pada pemerintahan Orde Baru tetapi memiliki keterbatasan dimana hanya dipakai sebagai jembatan antara pemerintah dengan masyarakat Tionghoa dalam menyamapaikan informasi kebijakan pemerintah terhadap masyarakat Tionghoa. Dengan ditutupnya media massa berbahasa Tionghoa membuat kebiasaan masyarakat etnis Tionghoa dalam memanfaatkan media massa dengan selalu memasang pemberitahuan mengenai kematian, perkawinan, iklan dan sebagainya pun juga hilang. Kebiasaan dalam penggunaan media massa seperti diatas juga ada di surat kabar yang dilakukan pada masa sekarang contohnya seperti surat kabar Harian “Analisa”.

Hal serupa juga terjadi pada setiap kegiatan-kegiatan budaya etnis Tionghoa seperti festival barongsai, festival kue bulan, dan hari Imlek. Hari raya Imlek yang merupakan suatu tradisi atau momentum yang sangat penting bagi etnis Tionghoa yang selalu mewakili identitas itu sendiri juga dilarang perayaannya secara nasional sehingga pada saat hari raya Imlek masyarakat etnis Tionghoa cenderung melakukan tradisi itu secara tertutup.

(53)

menekan masyarakat etnis Tionghoa untk mengganti namanya dengan lafal Indonesia seperti penuturan dari Pak Djono:

“ Dolo kita etnis Tionghoa harus mengganti nama Tionghoa menjadi nama Indonesia contohnya kayak orang yang namanya Tan Phi San, nampak kali nama Tionghoa sama marga Tionghoa, maka dari itu orang tersebut harus mengganti namanya agak ke Indonesia-an contohnya Suwandy Susanto itu baru nama Indonesia”.

Menanggapi hal tersebut pergantian nama Tionghoa menjadi nama non Tionghoa merupakan suatu bukti kesetiaan politik masyarakat etnis Tionghoa sebagai salah satu bagian dari masyarakat Indonesia seperti yang diungkapkan Pak Djono dalam wawancara diatas.

Beliau juga menambahkan bahwa penghilangkan nama asli Tionghoa hanya sebatas pada kartu identitas atau bisa dibilang hanya sebagai formalitas dimana di dalam lingkup masyarakat Tionghoa atau tradisi masyarakat Tionghoa itu merupakan suatu keharusan setiap orang etnis Tionghoa untuk memiliki nama Tionghoa maupun nama Mandarin karena merupakan identitas seseorang sebagai masyarakat etnis Tionghoa.

(54)

diskriminasi yang dilakukan dan etnis Tionghoa dianggap masih asing karena adanya pemberlakuan surat SBKRI. Kondisi diskriminasi inilah yang mengakibatkan munculnya istilah pribumi dan non pribumi, Cina dan Non-Cina, WNI dan WNA. Dengan kata lain, seorang keturunan Tionghoa selalu diingatkan bahwa ia adalah keturunan Tionghoa dan harus selalu mempunyai dokumen khusus untuk membuktikan kewarganegaraannya.

Dengan hanya bergelut di bidang ekonomi atau perdagangan Presiden Soeharto memberikan peluang kepada etnis Tiomghoa untuk melakukan investasi/ penanaman modal asing dalam rangka membangun kembali perekonomian Indonesia. Kebijakan ekonomi pada masa Orde Baru tersebut banyak memberikan keuntungan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan adanya keterbukaan penanaman modal asing yang terciptanya pacar bebas akhirnya memunculkan dominasi masyarakat etnis Tionghoa dalam sektor ekonomi seiring dengan kondisi perekonomian Indonesia yang terus membaik dan stabil pada waktu itu.

Upaya yang dilakukan Soeharto pada waktu itu sebenarnya adalah untuk membantu usaha kaum pribumi dan untuk memunculkan pengusaha-pengusaha dari kaum pribumi. Tapi pada kenyataannya justru pertumbuhan pengusaha-pengusaha Tionghoa yang jumlahnya lebih banyak tumbuh.

(55)

Indonesia sehingga yang ikut dipermasalahkan adalah masyarakat etnis Tionghoa.

Dari etnis minoritas, menjadi etnis dan komunitas yang superior dan bahkan eksklusif. Mereka yang dahulu termarjinalkan, kini memegang kekuatan pada beberapa sektor vital Negara, seperti perekonomian. Ketidakadilan dalam ekonomi dan sosial maupun kepentingan-kepentingan untuk mendapatkan nilai ekonomi lebih serta kekuasaan yang lebih tinggi. Malah membuat masalah tentang diskriminasi terus meningkat dalam kalangan masyarakat. Dan semakin membuat kuatnya kecemburuan sosial dan kesenjangan ekonomi diantara masyarakat etnis Tionghoa dengan masyarakat lain.

Kuatnya status ekonominya dan keberpihakkan elit politik kepada masyarakat etnis Tionghoa yang dibangun ini memiliki dampak yang cukup signifikan. Keadaan ini lah yang memicu konflik sosial antara mayarakat etnis Tionghoa dengan masyarakat lain. Disamping itu negara Indonesia juga mengalami krisis moneter akibat memburuknya perekonomian Indonesia dan yang terkena dampaknya atau efek dari krisis moneter adalah masyarakat etnis pribumi. Akibatnya masyarakat etnis pribumi meluapakan kemarahannya kepada masyarakat etnis Tionghoa akibat kejengkelan politik, kegelisahan ekonomi, dan keresahan sosial yang melahirkan kasus kerusuhan yang besar di Indonesia.

(56)

Jakarta saja tetapi di beberapa tempat di wilayah Indonesia seperti di Medan, Bandung dan beberapa kota besar lainnya. Menurut beliau, itu merupakan kejadian yang tidak bisa dilupakan etnis Tionghoa. Menurut Pak Djono menjelaskan kondisi pada saat itu :

“Dolo kejadiannya ngerilah banyak etnis kita Tionghoa bahkan lari dari negara ini agar tidak terkena atau terhindar dari dampak insiden tersebut, sebagian dari mereka tidak balik ke Indonesia karena menganggap Indonesia tidaklah aman bagi orang kita Tionghoa namun ada juga dari mereka yang tetap kembali setelah kerusuhan berakhir karena tidak bisa meninggalkan kehidupan mereka di Indonesia. Bagi mereka etnis Tionghoa seperti saya yang tidak pergi ke luar negeri, saya dan keluarga pada waktu bersembunyi di rumah sendiri karena kami anggap lebih aman dan menutup semua pintu rumah, juga saya melarang istri,anak dan para anggota keluarga saya untuk tidak keluar rumah."

Pengrusakan, pemerkosaan, penjarahan, hingga kasus pembunuhan terhadap etnis Tionghoa juga terjadi dalam tragedi kerusuhan 1998 tersebut sangat tidaklah manusiawi pada waktu itu. Tidak diketahui dengan jelas apa penyebab munculnya konflik dan ketidaksukaan etnis lain terhadap etnis Tionghoa. Menurut Pak Djono ada beberapa isu yang berkembang pada itu yang mengakibatkan konflik itu terjadi:

(57)

Akibat dari kegiatan kekerasan atau kerusuhan ini seperti penjarahan, pembunuhan, pembakaran dan penganiayaan, pembunuhan dan pemerekosaan pada peristiwa “Mei Kelabu”, korban jiwa tidak hanya berasal dari masyarakat etnis Tionghoa saja tetapi juga dari kalangan masyarakat pribumi juga. Akibat dari kerusuhan, tidak hanya kerugian materil saja yang dialami, ketidak berdayaan wanita masyarakat etnis Tionghoa yang diperkosa, puluhan ribu masyarakt etnis Tionghoa yang melarikan diri ke luar negeri tetapi juga membuat trauma yang mendalam dari yang insiden yang memalukan bagi masyarakat etnis Tionghoa sendiri yang ada di Indonesia.

4.5. Deskripsi Kondisi etnis Tionghoa setelah runtuhnya Orde Baru

(58)

“Kondisi kita sesudah masa Orde Baru, atau bisa dibilang kodisi identitas etnis Tionghoa terjadi perubahan besar dan secara mendasar Contohnya seperti kita ketahui bersama dulu perayaan Imlek, kita tidak ada liburan yang bisa disebut libur fakultatif dimana waktu Orde Baru kita orang Tionghoa itu libur sendiri pas hari Imlek. Dan pada Masa Reformasi tepatnya saat pemerintahan Gusdur , Imlek itu akan dijadikan atau diwacanakan sebagai hari libur nasional pada masa pemerintahan tersebut.”

Setelah lebih dari Tiga puluh Dua Tahun masa kepemimpinan Orde baru. Akhirnya masa Reformasi inilah yang menjadi babak baru dalam bagi masyarakat Tionghoa dimana semua kebudayaaan maupun kesenian dan identitas-identitas Etnis Tionghoa berupa 3 pilar yang menunjukkan identitas Tionghoa itu dikembalikan baik mengizinkan kembali sekolah berbahasa Tionghoa maupun tempat-tempat kursus berbahasa Mandarin yang dulu pernah ditutup karena mengajarkan Bahasa Mandarin, kebebasan dalam membuka kembali atau membentuk organisasi etnis yang dolo dianggapa menganut paham Komunisme dan kebebasan pers untuk kembali bisa menerbitkan surat kabar berbahasa Mandarin. Pada tahun 1999 juga telah muncul stasiun televisi yang menyiarkan berita berbahasa Mandarin (MetroTV) dan bahkan juga pada media radio (Cakrawala). Kedua media massa tersebut membantu menandai terciptanya iklim media yang lebih terbuka bagi perkembangan bahasa dan budaya etnis Tionghoa.

(59)

1. Instruksi Presidium Kabinet No. 37/U/IV/6/1967 tentang Kebijakan Pokok Penyelesaian Masalah Cina yang wujudnya dibentuk dalam Badan Koordinasi Masalah Cina, yaitu sebuah unit khusus di lingkungan Bakin.

2. Surat Edaran Presidium Kabinet RI No. SE-06/PresKab/6/1967, tentang kebijakan pokok WNI keturunan asing yang mencakup pembinaan WNI keturunan asing melalui proses asimilasi terutama untuk mencegah terjadinya kehidupan eksklusif rasial, serta adanya anjuran supaya WNI keturunan asing yang masih menggunakan nama Cina diganti dengan nama Indonesia.

3. Instruksi Presidium Kabinet No. 37/U/IN/6/1967 tentang tempat-tempat yang disediakan utuk anak-anak WNA Cina disekolah-sekolah nasional sebanyak 40 % dan setiap kelas jumlah murid WNI harus lebih banyak daripada murid-murid WNA Cina.

4. Surat Edaran Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika No. 02/SE/Ditjen/PP6/K/1988 tentang larangan penerbitan dan pencetakan tulisan/ iklan beraksen dan berbahasa Cina.

(60)

“Wah, pokoknya beda la suasana Orba dengan Reformasi. Pada saat Reformasi itu banyaklah kita etnis Tionghoa yang membentuk perkumpulan gitu maupun dalam bentuk kepartaian pokoknya tinggilah antusias masyarakat Tionghoa pada waktu itu. Euforia pemyambutan kebebasan etnis Tionghoa cukup bagus apresiasi masyarakat Tionghoa terhadap pemerintahan reformasi waktu itu.”

Banyaknya etnis Tionghoa dalam pembentukan organisasi maupun suatu perkumpulan dengan berdasarkan berbagai macam bentuk mulai dari kesamaan daerah, agama, sosial, profesi atau persamaan nasib, dan lain sebagainya seperti PSMTI, INTI, PITI, PASTI, dan lain-lain. Tujuan dari pembentukkan masing-masing ini tentunya adalah untuk mengembalikan atau mempertahankan keberadaan atau citra etnis Tionghoa di Indonesia sekaligus juga mengubah sikap politik kelompok etnis Tionghoa dalam berpartisipasi politik serta diharapakan dapat berperan aktif dalam pembangunan negara melalui jalan politik yang sebelumnya di masa Orde Baru itu bisa dikatakan tertutup rapat untuk masyarakat etnis Tionghoa.

Kesempatan inilah juga dimanfaatkan baik masyarakat etnis Tionghoa dalam mengembailkan nilai-nilai dalam budaya yang menjadi ciri khas atau identitas masyarakat etnis Tionghoa itu sendiri melalui masuk ke organisasi maupun suatu perkumpulan. Yang menjadi suatu wadah bagi etnis Tionghoa dalam upaya membangun kembali atau merekontruksi identitas yang sudah dikebiri pada masa Orde Baru selain itu juga meneruskan upaya dalam menimalisasikan atau mengurangi diskriminasi antar masyarakat lain walaupun sangat sulit untuk bisa menghapus diskriminasi secara keseluruhan di negara Indonesia ini.

(61)

PSMTI dimana organisasi ini muncul sebagai wadah untuk merangkul etnis Tionghoa akan tragedi tahun 1998 untuk dalam memajukan kembali kebudayaan dan seni yang menjadi identitas masyarakat Tionghoa Indonesia yang bergerak di bidang sosial yang tujuannya adalah untuk membantu masyarakat tanpa melihat latar belakang maupun suku , agama,dan lain-lain.

4.4.6. PSMTI dalam membangun identitas Tionghoa

Permasalahan etnis Tionghoa yang terjadi di masa Orde Baru membuat banyak masyarakat etnis Tionghoa terpukul karena berbagai diskriminasi dan streotipe yang dilabelkan atau diberikan masyarakat lain kepada etnis Tionghoa sebagai suku minoritas di Indonesia. maka dari itu banyak masyarakat etnis Tionghoa yang masuk kedalam organisasi Tionghoa untuk bernaung contohnya PSMTI. Ketertarikan menjadi anggota bagian dari PSMTI karena adanya hubungan yang kuat antar sesama masyarakat Tionghoa atau rasa in-group yang tinggi dan adanya perasaan untuk membangun kembali identitas Tionghoa yang dulu telah dibatasi perkembangannya.

(62)

diskriminasi terhadap etnis Tionghoa. Pada saat pendirian organisasi PSMTI juga tidak mendapat kendala dari pemerintah, berikut wawancara dari Pak Djono:

Disaat organisasi ini berdiri banyak kok support atau dukungan yang kami dapat dari pemerintah, gak ada kok kekangan waktu kami berdiri itu pada masa pemerintahan BJ Habibie dan bahkan mereka menyarankan atau mendorong kita agar masyarakat etnis Tionghoa mempunyai wadah.”

Apresiasi positif diberikan pemerintah atas terbentuknya telah memacu dan memotivasi organisasi PSMTI untuk menjadi wadah bagi masyarakat etnis Tionghoa sebagai tempat untuk menyuarakan cita-cita etnis Tionghoa dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat etnis Tionghoa sebagai bagian dari masyarakat Negara Indonesia. Tentunya PSMTI tempat untuk mempertahankan atau memelihara kebudayaan yang menjadi bagian dari identitas mereka.

(63)

Banyaknya kesenian etnis Tionghoa yang beragam membuat nilai plus dari kebudayaan masyarakat Tionghoa itu sendiri sehingga perlu dilestarikan kebudayaannya. Seperti kutipan wawancara Pak Djono:

“Tentunya kami terus mempertahankan kesenian kami, kita sebagai etnis Tionghoa harus tetap menjaga identitas kami sebagai wujud kami dalam menjaga kebudayaaan kami adalah kami sering mempertunjukkan kesenian barongsai pada setiap kesempatan, dan bukan hanya kesenian barongsai saja, kesenian maupun kebudayaan lain juga harus dilestarikan seperti festival Perahu Naga, festival Bak Cang, maupun Wushu, Kung Fu juga merupakan salah satu dari Kebudayaan kami.”

Kesenian dan kebudayaan yang menjadi sebuah simbol bagi masyarakat etnis Tionghoa sebagai identitasnya masyarakat Tionghoa. Dan juga tidak mengesampingkan kebudayaan lain yang menjadi bagian dari masyarakat etnis Tionghoa. Seperti kebudayaan adat perkawinan etnis Tionghoa yang sekarang ini sudah agak pudar, mengingat adat perkawinan Barat sudah banyak diikuti oleh banyak generasi muda masyarakat Tionghoa.

(64)

sedikit dibanding dengan Wushu maupun Barongsai. Berikut penuturan Pak Djono menanggapi hal tersebut:

Untuk itu kami sebagai organisasi Tionghoa yang mewakili orangTionghoa di Indonesia akan terus mendorong kesenian Cheong Sam seperti kami lakukan selama ini setiap tahunnya mengadakan acara “Lomba Mengenakan Busana Cheong Sam” bertepatan dengan acara kami festival Kue Bulan. Tujuannya untuk mengingatkan kembali kepada generasi muda untuk ikut menghargai dan melestarikan busana tradisional ini yang merupakan identitas budaya Tionghoa, jika kalau bukan dari etnis Tionghoa sendiri yang melestarikan lalu mau siapa lagi. Selain itu diharapakan pakaian tradisonal ini bisa menjadi lahan bisnis yang baik.”

Kurangnya minat pakaian tradisional Cheong Sam di kalangan generasi muda masyarakat Tionghoa, membuat organisasi PSMTI terus mengalakkan berbagai pagelaran atau festival kesenian pakaian tradisional Tionghoa untuk menarik kembali minat masyarakat Tionghoa untuk bisa lebih mencintai pakaian tradisonal ini khusus nya pada generasi perempuan muda dalam mempertahankan salah satu dari identitas Tionghoa karena yang akan mewarisi budaya dan tradisi etnis Tionghoa tentunya berasal dari kaum muda Tionghoa. Selain itu pakaian tradisional Cheong Sam diharapakan bisa menarik minat atau inspirasi pelaku bisnis untuk dapat mengembangkan atau membangun gerai pakaian ini mengingat penjualan akan pakaian ini tergolong sedikit.

(65)

“Kegiatan ini murni untuk melestarikan budaya Tionghoa, karena itu memang tugas PSMTI sebagai ormas dalam melestarikan seni dan budaya masyarakat Tionghoa. Kegiatan ini tidak berorientasi pada keuntungan, tapi murni kegiatan sosial sebagaimana visi dan misi PSMTI. Kegiatan ini juga sekaligus mempromosikan kuliner Kota Medan kepada masyarakat luar, karena ini bertepatan dengan musim Cheng Beng akan banyak warga Tionghoa asal Medan yang berada di luar kota atau luar negeri, kembali ke daerah ini untuk berziarah ke makam leluhur masing-masing”.

Kuliner juga merupakan salah satu dari kebudayaan masyarakat Tionghoa apalagi kuliner itu khas asli Tionghoa. Oleh sebab itu organisasi terus mempromosikan wisata kuliner sebagai upaya melestarikan masa khas Tionghoa mengingat juga kegiatan wisata kuliner khas Tionghoa selalu diselenggarakan bertepatan dengan Festival Cheng Beng. Cheng Beng merupakan salah satu Hari Raya terpenting dalam budaya dan tradisi Tionghoa untuk menghormati leluhur. Kegiatan Cheng Beng juga salah satu suatu bentuk sikap bakti anak kepada orang tua ataupun leluhur yang telah tiada dengan cara menghormati melalui doa ataupun sembahyang. Untuk itu melalui kegiatan wisata kuliner itu bertujuan juga dapat mempererat hubungan atau silaturahmi antar saudara maupun keluarga mengingat tidak semua anggota keluarga tinggal di daerah atau kota yang sama dimana kegiatan Cheng Beng ini hanya dilaksanakan setahun sekali.

(66)

pembangunan untuk selalu memberikan kontribusi dan manfaat bagi masyarakat luas melalui aksi dan kegiatan sosial yang bertujuan untuk membangun mengingat juga bahwa organisasi PSMTI bergerak di bidang sosial kemasyarakatan karena itu sudah tepat jika PSMTI fokus terhadap persoalan sosial.

Kegiatan sosial ini selalu digalakkan oleh organisasi PSMTI untuk membantu orang-orang yang tidak mampu maupun orang yang terkena musibah dimana organisasi PSMTI yang mengamalkan jiwa sosial sesuai dengan visi dan misi PSMTI. Dalam kegiatan PSMTI dalam menghadapi bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri dalam wawancara dengan Pak Djono:

“Ketika menjelang bulan suci Ramadhan, kami pada waktu itu bekerjasama dengan PSMTI cabang Tegal Sari dalam melakukan bakti sosial dimana waktu itu kami melakukan bakti sosial dan mengfokuskan pemabgian paket sembako waktu kira 150 tukang becak dayung di kawasan Medan Denai dan Medan Kota”

Bantuan tersebut yang dilakukan pada waktu itu juga diberi apresiasi Pak Hasyim selaku anggota DPRD Medan yang juga waktu itu ikut berpartisipasi dalam acara bakti sosial yang digelar oleh PSMTI Tegal Sari:

“Insiatif itu baik karena bermanfaat bagi banyak orang, saya menyamapaikan apresiasi ini atas niat tulus dan kesadaran yang tinggi untuk tetap terus terdorong melakukan aksi sosial ini. Apalagi sasarannya adalah pengemudi becak dayung yang cukup jarang mendapat perhatian.”

(67)

membuktikan atau menepis bahwa organisasi ini tidak hanya peduli terhadap masyarakat Tionghoa saja tetapi terhadap semua elemen masyarakat yang ada di Indonesia tanpa melihat latar belakangnya. Niat untuk melakukan tindakan sosial sebenarnya itu sudah diajarkan dari dulu dan telah menjadi suatu kebiasaan bagi etnis Tionghoa untuk selalu melakukan hal yang berhubungan dengan bidang sosial.

Dan pada kesempatan lain juga organisasi PSMTI juga melakukan sosial dengan bekerja sama dengan PSMTI cabang Medan lainnya dalam rangka menjalankan agenda AD/ART yang sudah dibuat/ dicanangkan dalam visi dan misi organisasi PSMTI seperti kegiatan pada saat Hari lebaran dimana PSMTI kota Polonia membagikan 150 bingkisan Lebaran kepada 150 umat muslim prasejahtera atau yang kurang mampu. Dengan ini organisasi PSMTI mampu menerjemahkan apa yang menjadi visi dan misi organisasi ini yang bergerak dalam bidang sosial.

Gambar

Gambar 1 Wawancara dengan Pak Ang Tje Ping
Gambar 3 Wawancara dengan Pak Sutrisno
Gambar 5 Wawancara dengan Ketua PSMTI Pak Djono Ngatimin, SH
Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Dilihat Jenis Kelamin Berdasarkan Kartu Keluarga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tesis saya yang berjudul : ”Bahasa dan Identitas Kultural (Studi Kasus Kalangan Warga Masyarakat Tionghoa Yang Tergabung Dalam Paguyuban Perkumpulan Masyarakat Surakarta)”

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan bentuk representasi identitas etnis Tionghoa di Singkawang melalui tanda-tanda dalam film televisi Bakpao Ping Ping. Metode

Sesuai dengan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah Bagaimana representasi identitas etnis Tionghoa di Singkawang dalam film televisi Bakpao

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah tingkat apresiasi masyarakat etnis Tionghoa terhadap kesenian karawitan Jawa dan faktor apa saja yang mempengaruhi

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebatas pada politik identitas masyarakat.. etnis Tionghoa di kota Medan dan bagaimana pembentukan identitas

Menurut Gungwu (1988:9), ada tujuh identitas etnis Tionghoa yang dapat diidentifikasi, yaitu identitas sejarah (berkaitan dengan sejarah masa lalu orang- orang Tionghoa

Meski demikian, secara umum, baik totok maupun peranakan menjadi lebih diterima oleh masyarakat pribumi ketika bersama identitas Tionghoa mereka melekat identitas Muslim, yang

Skripsi ini membahas sejarah dan perkembangan dari PSMTI kabupaten Cianjur serta peranan PSMTI kabupaten Cianjur dalam bidang sosial dan budaya bagi masyarakat Tionghoa