• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH:

ELIANA TARIGAN 111021050

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

ELIANA TARIGAN 111021050

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

yang ditetapkan kepada ibu nifas pada saat melaksanakan tradisi Badapu. Tradisi

Badapu adalah tradisi turun temurun yang harus dilakukan oleh ibu nifas mulai dari memanaskan badan sampai kepada melakukan pantangan terhadap beberapa jenis makanan. Karena wanita usia subur yang belum menikah akan menjalani masa nifas kelak, maka perlu diketahui bagaimana pengetahuan dan sikap mereka tentang tradisi

Badapu.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu di wilayah kerja Puskesmas Singkil. Populasi adalah wanita usia subur yang belum menikah. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling di 16 desa. Sampel sebanyak 100 orang dipilih secara alokasi proporsional. Pengumpulan data tentang karakteristik, pengetahuan dan sikap dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar wanita usia subur yang belum menikah memiliki pengetahuan yang baik tentang tradisi Badapu (93%) dan mempunyai sikap yang baik tentang tradisi Badapu (49%), sedangakan hubungan pengetahuan dan sikap wanita usia subur tidak mempunyai hubungan yang signifikan (p > 0,904)

Perlu adanya pendekatan dan penyuluhan yang dilakukan oleh Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas dan Bidan Desa untuk memberikan KIE Gizi kepada wanita usia subur yang belum menikah dan arahan yang benar tentang pelaksanaan tradisi Badapu.

(5)

implement the post partum mother at Badapu tradition. Badapu tradition is a tradition passed down for generations that should be done by the post partum mother from body heat to do on the abstinence of some foods. Because women of reproductive age who are unmarried will undergo a period of post partum later, so it is necessary to know of how their knowledge and attitudes about Badapu tradition.

The study was a descriptive cross-sectional design. This study aims to describe the knowledge and attitudes of women of reproductive age who are not married on Badapu tradition in the Community Health Centers Singkil. Population is women of reproductive age who are unmarried. Sampling was done by purposive sampling in 16 villages. Sample of 100 people selected by proportional allocation. Collecting data on the characteristics, knowledge and attitudes through interviews using questionnaires. Data were analyzed descriptively and presented in a frequency distribution table.

The results showed that the majority of women of reproductive age who are not married have a good knowledge of the tradition Badapu (93%) and have a good attitude about tradition Badapu (49%), while the correlation between knowledge and attitude of women of reproductive age have no significant relationship (p> 0.904)

There should be a counseling approach and performed by Nutrition Workers of Community Health Centers and Midwive to provide the KIE of Nutrition and correct direction in implementing Badapu tradition.

(6)

Nama : Eliana Tarigan

Tempat/Tanggal lahir : Sabang/3 Agustus 1974 Agama : Protestan

Status Perkawinan : Menikah Jumlah Anggota Keluarga : 4 Orang

Nama Ayah : B. Tarigan

Nama Ibu : T. br Ginting

Alamat Rumah : Jl. Utama No. 20 Pulo Sarok Singkil Riwayat Pendidikan : - SD Inpres Sabang (1980-1986)

- SMP Negeri 1 Sabang (1986-1989) - SMA Negeri Sabang (1989-1992)

- D III Gizi Yayasan Sutan Oloan Medan (1992- 1997)

Riwayat Pekerjaan : - Staf Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil (Tahun 2006-2010)

(7)

berkat dan kasih-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul : “Gambaran Pengetahuan Dan Sikap

Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah

Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013” yang merupakan

salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak memperoleh bimbingan, saran dan sumbangan pemikiran, dan disini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ernawati Nasution,SKM,M.Kes selaku dosen pembimbing I dan Bapak Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian,MSi selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing, mendidik dan memberi banyak masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Serta ucapan terima kasih dan rasa hormat penulis kepada :

1. Bapak Dr.Drs. Surya Utama,MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian,MSi selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(8)

banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis, khususnya kepada Bapak Marihot Samosir, ST yang telah membantu dalam semua urusan administrasi.

6. Bapak Edy Widodo,SKM,MKes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil beserta seluruh staf yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Syafni Akhir, SKM selaku Kepala Puskesmas Singkil, yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Singkil serta seluruh staf dan khusunya TPG Riska yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Untuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda B. Tarigan dan Ibunda T. br. Ginting dan Ibu Mertua M. br Tarigan, serta saudara-saudaraku, Andreas Tarigan dan keluarga, Trise Hariani Tarigan dan keluarga, serta adik bungsuku Agus Tinus Tarigan dan semua keluarga besar yang telah banyak mendukung dan mendoakan penulis.

(9)

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.Teman-teman seperjuangan yang terkasih Novita Siahaan, Mustika Delima Parapat, Trisya Maya Sari Ginting, Helena Sipahutar, Jojor Tampubolon, Rina Gea dan Emalia Silalahi dan seluruh teman-teman dari Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat ekstensi angkatan 2011 Kak Tince, Sehat, Tienne, Yohana, Petty, Siska, Ica, Maya, Ika, Anggi, Dewi dan teman-teman PBL Pekan Bahorok rumah 3 serta teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan, bantuan dan inspirasi bagi penulis serta kritikan yang menambah semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna sehingga membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dalam memperkaya materi skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang kesehatan masyarakat.

Medan, November 2013 Penulis

(10)

Halaman

Halaman Persetujuan

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 6

1.3.Tujuan Penelitian ... 7

1.4.Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Tradisi Badapu ... 8

2.1.1 Tahapan Tradisi Badapu ... 8

2.1.2 Beberapa Faktor Resiko Tradisi Badapu dari Sudut ... Pandang Gizi dan Kesehatan ... 10

2.2 Budaya Pangan ... 15

2.3 Pengetahuan ... 21

2.4 Sikap ... 25

2.5 Kerangka Konsep ... 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 28

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 28

3.2.2 Waktu Penelitian ... 28

3.3 Populasi Dan Sampel ... 29

3.3.1 Populasi ... 29

3.3.2 Sampel ... 29

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.4.1 Data Primer ... 30

3.4.2 Data Sekunder ... 31

3.5 Instrumen Penelitian ... 31

3.6 Definisi Operasional ... 31

3.7 Aspek Pengukuran ... 32

(11)

4.3 Pengetahuan Wanita Usia Subur yang Belum Menikah tentang

Tradisi Badapu ... 37

4.4 Sikap Wanita Usia Subur yang Belum Menikah tentang Tradisi Badapu ... 40

4.5Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur yang Belum Menikah tentang Tradisi Badapu ... 43

BAB V PEMBAHASAN ... 45

5.1 Pengetahuan Wanita Usia Subur yang Belum Menikah tentang Tradisi Badapu ... 45

5.2 Sikap Wanita Usia Subur yang Belum Menikah tentang Tradisi Badapu ... 48

5.3 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur yang Belum Menikah tentang Tradisi Badapu ... 51

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

6.1 Kesimpulan ... 54

6.2 Saran ... 54

(12)

Tabel 3.1 Sebaran Jumlah Sampel WUS yang Belum Menikah di Wilayah

Kerja Puskesmas Singkil ... 28

Tabel 4.1 Distribusi Jumlah WUS di Kecamatan Singkil Tahun 2013 ... 33

Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Rumah Tangga Menurut Pekerjaan di Kecamatan Singkil Tahun 201 ... 34

Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Menurut Suku Bangsa di Kecamatan Singkil Tahun 2013 ... 35

Tabel 4.4 Distribusi Karakteristik Responden ... 36

Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan ... 36

Tabel 4.6 Disttribusi Pengetahuan Responden Menurut Pendidikan ... 37

Tabel 4.7 Distribusi Pengetahuan Responden Menurut Kelompok Umur ... 37

Tabel 4.8 Distribusi Pengetahuan Responden Menurut Status Pekerjaan ... 37

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Jawaban Pengetahuan Responden ... 38

Tabel 4.10 Distribusi Responden Menurut Sikap ... 39

Tabel 4.11 Distribusi Sikap Responden Menurut Pendidikan ... 40

Tabel 4.12 Distribusi Sikap Responden Menurut Kelompok Umur ... 40

Tabel 4.13 Distribusi Sikap Responden Menurut Status Pekerjaan ... 40

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Jawaban Sikap Responden ... 41

(13)

Gambar 1 Model Studi Preferensi Konsumsi Makanan ... 15 Gambar 2 Faktor-Faktor Sosial dan Budaya yang Berpengaruh terhadap ...

(14)

yang ditetapkan kepada ibu nifas pada saat melaksanakan tradisi Badapu. Tradisi

Badapu adalah tradisi turun temurun yang harus dilakukan oleh ibu nifas mulai dari memanaskan badan sampai kepada melakukan pantangan terhadap beberapa jenis makanan. Karena wanita usia subur yang belum menikah akan menjalani masa nifas kelak, maka perlu diketahui bagaimana pengetahuan dan sikap mereka tentang tradisi

Badapu.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu di wilayah kerja Puskesmas Singkil. Populasi adalah wanita usia subur yang belum menikah. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling di 16 desa. Sampel sebanyak 100 orang dipilih secara alokasi proporsional. Pengumpulan data tentang karakteristik, pengetahuan dan sikap dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar wanita usia subur yang belum menikah memiliki pengetahuan yang baik tentang tradisi Badapu (93%) dan mempunyai sikap yang baik tentang tradisi Badapu (49%), sedangakan hubungan pengetahuan dan sikap wanita usia subur tidak mempunyai hubungan yang signifikan (p > 0,904)

Perlu adanya pendekatan dan penyuluhan yang dilakukan oleh Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas dan Bidan Desa untuk memberikan KIE Gizi kepada wanita usia subur yang belum menikah dan arahan yang benar tentang pelaksanaan tradisi Badapu.

(15)

implement the post partum mother at Badapu tradition. Badapu tradition is a tradition passed down for generations that should be done by the post partum mother from body heat to do on the abstinence of some foods. Because women of reproductive age who are unmarried will undergo a period of post partum later, so it is necessary to know of how their knowledge and attitudes about Badapu tradition.

The study was a descriptive cross-sectional design. This study aims to describe the knowledge and attitudes of women of reproductive age who are not married on Badapu tradition in the Community Health Centers Singkil. Population is women of reproductive age who are unmarried. Sampling was done by purposive sampling in 16 villages. Sample of 100 people selected by proportional allocation. Collecting data on the characteristics, knowledge and attitudes through interviews using questionnaires. Data were analyzed descriptively and presented in a frequency distribution table.

The results showed that the majority of women of reproductive age who are not married have a good knowledge of the tradition Badapu (93%) and have a good attitude about tradition Badapu (49%), while the correlation between knowledge and attitude of women of reproductive age have no significant relationship (p> 0.904)

There should be a counseling approach and performed by Nutrition Workers of Community Health Centers and Midwive to provide the KIE of Nutrition and correct direction in implementing Badapu tradition.

(16)

1.1Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) penurunan AKI masih terlalu lambat untuk mencapai tujuan target Milenium (millenium development goals

5/MDGs 5) dalam rangka mengurangi tiga per empat jumlah perempuan yang meninggal akibat hamil, bersalin dan nifas pada tahun 2015. Salah satu tujuan pembangunan millennium (MDGs) 2015 adalah perbaikan kesehatan maternal. Kematian maternal dijadikan ukuran keberhasilan terhadap pencapaian targed MDGs-5, adalah penurunan 75% rasio kematian maternal.

Dinegara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. WHO memperkirakan diseluruh dunia setiap tahunnya lebih dari 585.000 meninggal saat hamil atau bersalin (Depkes RI, 2010)

Berdasarkan hasil SDKI 2007 derajat kesehatan ibu di Indonesia masih perlu di tingkatkan, di tandai dengan Angka Kematian Ibu yaitu 228/100.000 kalahiran hidup dan tahun 2008 sebanyak 4692 jiwa ibu melayang di masa kehamilan, persalinan dan nifas.

(17)

perubahan sistem lain seperti perubahan sistem ginjal, sistem kardiovaskular, perubahan sistem renal dan dan terjadi luka pada perineum (Wulanda, 2011)

Di negara maju dan negara berkembang perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru merupakan kebalikannya. Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama dari 150.000 kematian ibu setiap tahun di dunia dan hampir 4 dari 5 kematian karena perdarahan pasca persalinan (Prawirohardjo, 2008).

Banyak praktek-praktek budaya yang berpengaruh secara negatif terhadap perilaku kesehatan masyarakat, sehingga lebih besar untuk mengalami infeksi. Pada beberapa budaya, pantang makan pada ibu hamil dan ibu nifas dapat berpengaruh pada asupan gizi (Suprabowo, 2006 ).

Pada masyarakat Aceh ada tradisi yang disebut Madeung yaitu suatu tradisi yang dilaksanakan bagi wanita setelah melahirkan selama 44 hari dengan berbagai macam ketentuan yang berlaku. Ketentuan dalam hal makan, diatur bahwa makanan yang biasa dimakan yaitu nasi yang dicampur ikan kering yang digongseng. Makanan lain tidak diperbolehkan bahkan telur pun dilarang sama sekali (LAKA D.I. Aceh, 1990).

(18)

makanan seperti : telur, kerang, udang, ikan tongkol, susu, pepaya , pisang, nenas, dan cabe juga juga buah-buahan yang dianggap banyak mengandung air seperti jeruk, semangka dan lain-lain. Tradisi ini telah berlangsung secara turun temurun dari dahulu sampai sekarang dan hal ini mengakibatkan asupan zat gizi ibu nifas menjadi kurang bila dibandingkan dengan kecukupan gizi yang di butuhkan ibu untuk pemulihan pasca persalinan dan persiapan untuk menyusui. Ibu nifas seharusnya mendapatkan makanan yang lebih dari segi jumlah dan mutunya, agar dapat menghasilakan ASI untuk memenuhi kebutuhan bayi.

Akan tetapi karena diharuskan melakukan tradisi Badapu, maka ibu nifas mengikuti aturan-aturan yang ada berupa pembatasan terhadap beberapa jenis makan yang boleh dimakan. Akibat pembatasan tersebut, makanan yang dikonsumsi ibu nifas tidak memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Hal ini mempengaruhi status gizi ibu yang secara tidak langsung akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan bayinya yang sangat membutuhkan ASI yang baik dan bergizi dari ibu untuk membantu proses optimal dari seribu hari pertama kehidupannya.

(19)

Anemia juga akan meningkatkan resiko terjadi kematian ibu 3,7 kali lebih tinggi jika dibandingkan ibu yang tidak anemia. Hal ini menjadi salah satu penyumbang tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, yaitu 307/100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu tersebut berada di atas AKI Negara ASEAN lainnya (Depkes RI, 2003).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Deri (2009) dari 45 orang ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu sebanyak 82,2% atau 37 orang ibu nifas mengalami anemia dengan rata-rata kadar hemoglobin 9,01 ± 1,48 gr/%.

Anemia terjadi karena ibu nifas kurang mengkonsumsi zat besi (Fe). Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat besi terutama diperlukan dalam pembentukan darah (Sediaoetama, 2008). Pada ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu sangat kurang mengonsumsi makanan sumber utama zat besi yang banyak terdapat pada daging sapi, ayam, telur dan sayuran berwarna hijau. Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya ibu nifas mengonsumsi sayuran serta buah-buahan yang mengandung asam askorbat atau vitamin C yang berfungsi untuk meningkatkan absorbsi Fe dalam tubuh.

(20)

telekomunikasi dan informasi (telematika) akibat makin luasnya penggunaan intranet dan internet (Lubis, 2003).

Namun demikian masih sering ditemui dimasyrakat terutama masyarakat pedesaan yang ibu pasca bersalin malakukan tradisi pantang makan tertentu. Salah satu faktor yang mempengaruhi pola konsumsi seseorang adalah tingkat pengetahuan gizi. Seseorang yang mempunyai tingkat pengetahuan gizi baik, seharusnya memiliki pola konsumsi pangan yang baik dan benar.

Wanita usia subur adalah wanita yang berusia 15-49 tahun yang masih produktif untuk mempunyai keturunan (Depkes RI, 2011). Wanita usia subur yang belum menikah adalah sebagai generasi penerus wanita-wanita modern yang akan menjadi seorang ibu pada saatnya nanti. Mereka juga akan mengalami proses kehamilan, persalinan dan masa nifas. Biasanya pada masa ini pemahaman mereka tentang tradisis Badapu masih sebatas melihat dari pengalaman orang lain.

(21)

Dari survei yang telah dilakukan sebelumnya kepada beberapa wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu mereka mempunyai pemahaman yang berbeda-beda tentang tradisi tersebut. Ada yang beranggapan bahwa tradisi memang harus tetap dilaksanakan dan tradisi tidak boleh dihilangkan tanpa mengetahui ada beberapa faktor resiko yang akan dialaminya, tetapi ada juga yang menyatakan bahwa tradisi Badapu tetap dilaksakan tetapi hanya seperlunya saja misalnya, tidak melakukan pantangan terhadap makanana tetapi tetap minum “minuman mentah” dan “minuman Periuk” untuk mempercepat penyembuhan luka jalan lahir.

Berdasarkan latar belakang inilah yang mendasari perlunya dilakukan kajian ilmiah untuk mengetahui lebih lanjut gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur belum menikah tentang tradisi Badapu di wilayah kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu

(22)

1.2Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu di wilayah kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

1.2.2 Tujuan Khusus

Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu.

1.3Manfaat Penelitian

(23)

2.1 Tradisi Badapu

Badapu berasal dari kata dapur yang artinya “naik dapur”. Pada masyarakat pinggiran (pedesaan), ibu setelah melahirkan akan ditempatkan di dapur, dengan membuatkan bale-bale berukuran 1x2m sebagai tempat tidur dan disampingnya dibuat tungku dengan bahan bakar dari kayu jenis tertentu. Pada masyarakat perkotaan, ibu nifas masih melaksanakan tradisi badapu dengan cara tidur di kamar dan tungku diganti dengan kompor.

Tradisi Badapu merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan bagi seorang ibu setelah melahirkan dimulai dari hari ke tujuh sampai hari ke enam puluh (untuk kelahiran anak pertama ) dan hari ke empat puluh (untuk kelahiran anak selanjutnya ).

2.1.1 Tahapan Tradisi Badapu.

Beberapa ritual yang harus dijalankan oleh ibu nifas saat menjalakan tradisi

(24)

Pada saat menjalankan tradisi Badapu, ibu nifas dilarang mengonsumsi beberapa jenis bahan makanan seperti : telur, kerang, udang, ikan tongkol, susu, pepaya , pisang, nenas, dan cabe. Sedangkan bahan makanan yang boleh dikonsumsi seperti : ikan segar, ikan teri dan ikan asin yang cara pengolahannya dengan cara digoreng kering, dibakar atau digongseng. Sedangkan jenis sayuran yang bisa dikonsumsi seperti : daun singkong, dan daun papaya yang dimasak dengan cara direbus. Karena adanya pembatasan terhadap konsumsi air, maka sayur yang direbus airnya diperas sehingga hanya mengandung sedikit air saja.

(25)

2.1.2 Beberapa Faktor Resiko Tradisi Badapu dari Sudut Pandang Gizi dan Kesehatan

Pada saat melakukan tradisi Badapu ibu dipanaskan dengan menggunakan kayu bakar ataupun kompor serta melakukan pantang makan pada bahan makanan tertentu seperti : telur, kerang, udang, ikan tongkol, susu, papaya, pisang, nenas dan cabe serta hanya mengonsumsi jenis sayuran seperti daun singkong, daun papaya dan daun katu serta ikan asin, ikan teri dan ikan segar yang dianggap tidak menimbulkan efek gatal atua alergi pada ibu nifas. Bahan makanan tersebut diolah hanya dengan digoreng kering ataupun digongseng dan sayur hanya direbus dan diperas/dibuang airnya untuk mengurangi konsumsi cairan. Hal ini dapat memberikan beberapa dampak bagi kesehatan ibu, berikut adalah beberapa faktor yang mempunyai resiko pada kesehatan dilihat dari sudut pandang gizi dan kesehatan :

1. Anemia

Dalam hal ini salah satu akibat dari tabu atau pantang makan yang sering terjadi adalah anemia dimana kadar hemoglobin ibu nifas berada dibawah batas normal. Hal ini terjadi karena kurangnya asupan zat gizi seperti protein, besi, asam folat dan Vitamin B12. Secara umum ada tiga faktor penting yang menyebabkan seseorang menjadi anemia, yaitu kehilangan darah karena perdarahan akut/kronis, pengrusakan sel darah merah, dan produksi sel darah merah yang tidak cukup (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

(26)

kadar hemoglobin 9,01 g/dl, jumlah ini berada dibawah standart yang ditetapkan oleh WHO sebesar 11 g/dl.

Anemia terjadi karena ibu nifas kurang mengonsumsi Fe. Zat besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi-hem seperti terdapat dalam hemoglobin makanan hewani, dan besi-nonhem dalam makanan nabati. Bentuk besi didalam makanan berpengaruh terhadap penyerapannya. Besi-hem dapat diserap dua kali lipat dari pada besi-nonhem. Kurang lebih 40% dari besi didalam daging, ayam dan ikan terdapat sebagai besi-hem dan selebihnya sebagai besi-nonhem. Besi-nonhem juga terdapat didalam telur, serealia, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah-buahan (Almatsier, 2006). Ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu sangat kurang mengonsumsi jenis bahan makanan yang mengandung besi-hem.

2. Menghambat proses penyembuhan luka perineum.

Pada proses penyembuhan luka perineum yang normal adalah 6-7 hari post partum. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ibu nifas ternyata memiliki kebiasaan makanan yang kurang baik, seperti berpantang makan, makanan yang dimakan juga tertentu, khususnya lauk atau makanan yang berprotein (Rismawanti & Yulidawati 2012).

(27)

buruk terhadap kesehatan dan angka kesakitan ibu. Kecukupan zat gizi sangat berperan dalam proses penyembuhan luka. Tahapan penyembuhan luka memerlukan protein sebagai dasar untuk pembentukan fibrolast dan terjadinya kolagen, disamping elemen-elemen lain yang diperlukan untuk proses penyembuhan luka seperti Vitamin C yang berperan dalam proses kecepatan penyembuhan luka. Vitamin A berperan dalam pembentukan epitel dan system imunitas. Vitamin A dapat meningkatkan jumlah monosit, makrofag di lokasi luka, mengatur aktifitas kolagen dan meningkatkan reaksi tubuh pada fase inflamasi awal. Zat gizi lain yang berperan yaitu Vitamin E yang merupakan antioksidan lipopilik utama dan berperan dalam pemeliharaan membrane sel, menghambat terjadinya peradangan dan pembentukan kolagen yang berlebih. Asam lemak esensial juga penting dalam proses penyembuhan luka karena tidak bisa disintesa dalam tubuh sehingga harus didapatkan dari makanan atau suplemen. Peranan asam lemak ini adalah mengurangi peradangan, mengurangi pengentalan sel-sel yang tidak normal.

Pada ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu asupan proteinnya juga kurang karena ibu nifas hanya mengonsumsi bahan makanan sumber protein yang sangat terbatas yaitu biasanya hanya mengonsumsi ikan saja tanpa mengonsumsi sumber protein hewani lainnya dan jenis protein nabati. Padahal konsumsi protein sangat penting pada ibu nifas untuk mengganti jaringan yang telah rusak dan mengatur proses metabolism.

(28)

karena salah satu faktor yang mempengaruhi luka perenium adalah status gizi yang selain faktor lingkungan, tradisi, pengetahuan, sosial ekonomi dan penangan petugas kesehatan.

3. Menghambat proses produksi ASI

Ibu setelah melahirkan (nifas) secara fisiologis membutuhkan zat gizi yang lebih banyak dibandingkan dengan wanita dewasa. Hal ini karena ibu nifas membutuhkan gizi yang lebih yang berguna untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses produksi ASI serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

ASI merupakan pangan kompleks yang mengandung zat-zat gizi lengkap dan bahan-bahan bioaktif yang diperlukan untuk tumbuh kembang dan pemeliharaan kesehatan bayi (Almatsier, 2011)

(29)

4. Pengaruh asap terhadap kesehatan ibu dan bayi.

Pada saat melaksanakan tradisi Badapu pemanasan yang dilakukan kepada ibu nifas dilakukan dengan menggunakan kayu bakar dan pada masyarakat perkotaan dilakukan dengan menggunakan kompor. Penggunaan kayu bakar dan kompor menghasilkan asap yang dapat membahayakan kesehatan bagi ibu dan bayi.

Asap mengandung gas CO dan keberadaan gas CO sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia karena gas tersebut akan menggantikan posisi oksigen yang berkaitan dengan hemoglobin dalam darah. Gas CO yang akan masuk kedalam jantung, otak serta organ vital. Ikatan antara CO dan hemoglobin membentuk karboksihemoglobin yang jauh lebih kuat 200 kali dibandingkan dengan ikatan antara oksigen dan hemoglobin (BPOM, 2012)

WHO menganggap asap kompor yang kotor sebagai salah satu dari lima bahaya terbesar bagi kesehatan di Negara berkembang. Asap menewaskan hampir dua juta orang per tahun, dua kali jumlah orang yang meninggal akibat malaria (Antara, 2012).

(30)

2.2 Budaya Pangan

Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Madanijah, 2004). Pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan makana yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu.

Menurut Adriani dan Wirjatmadi (2012) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola konsumsi antara lain faktor budaya, agama dan kepercayaan, status sosial ekonomi, personal performance, rasa lapar, nafsu makan, rasa kenyang dan kesehatan.

Konsumsi Makanan Preferensi Makanan

Karakteristik Karakteristik Karakteristik

Individu Makanan Lingkungan

a.umur a.rasa a.musim

b.jenis kelamin b.rupa b.pekerjaan

c.pendidikan c.tekstur c.mobilitas

d.pendapatan d.harga d.perpindahan

e.pengetahuan gizi e.tipe makanan penduduk

f.keterampilan f.bentuk e.jumlah

memasak g.bumbu rumah tangga

g.kesehatan h.kombinasi f.tingkat sosial

[image:30.612.112.520.360.611.2]

makanan pada masyarakat

Gambar 2.1 Model Studi Preferensi Konsumsi Makanan.

(31)

lingkungan. Suatu model atau kerangka pemikiran diperlukan untuk menelaah konsumsi makanan kaitannya dengan berbagai karakteristik tersebut, serta hubungan antar karakteristik itu sendiri.

Dalam aspek gizi, tujuan mengkonsumsi makanan adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi makanan dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran kualitatif dilakukan dengan melihat jenis-jenis makanan tersebut. Pengukuran kuantitatif dilakukan dengan menggunakan recall konsumsi makanan jangka waktu tertentu dan metode penimbangan, yaitu pengukuran secara langsung pada berat setiap jenis makanan yang dikonsumsi. Pola konsumsi makanan bermutu gizi seimbang mensyaratkan perlunya diverisifikasi makanan dalam menu sehari-hari. Ini berarti menuntut adanya ketersediaan sumber zat tenaga (karbohidrat dan lemak), sumber zat pembangun (protein), dan sumber zat pengatur (vitamin dan mineral). Makanan yang beraneka ragam sangat penting karena tidak ada satu jenis makanan yang dapat menyediakan gizi bagi seseorang secara lengkap (Khomsan, 2004). Konsumsi makanan yang beranekaragam, akan menghindari terjadinya kekurangan zat gizi, karena susunan zat gizi pada makanan saling melengkapi antara satu jenis dengan jenis lainnya, sehingga diperoleh masukan zat gizi seimbang (Depkes RI, 2003).

(32)

Setiap masyarakat mengembangkan cara yang turun temurun untuk mencari, memilih, menangani, menyiapkan, menyajikan dan cara-cara makan. Adat tradisi merupakan dasar prilaku tersebut, yang biasanya sekurang-kurangnya dalam beberapa hal berbeda diantara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain. Nilai-nilai sikap, kepercayaan yang ditentukan budaya, merupakan kerangka kerja dimana cara makan dan daya terima terhadap makanan terbentuk, yang dijaga dengan seksama dan diajarkan dengan tekun kepada generasi berikutnya (Notoadmojo, 2005).

Ada pula penduduk di Negara-negara Asia yang mempunyai kepercayaan bahwa makanan yang mengandung protein hewani menyebabkan ASI beracun bagi bayinya. Kepercayaan terhadap suatu pangan tertentu yang berpengaruh baik atau buruk pada manusia tidak saja ditemukan pada masyarakat di negara-negara yang sudah berkembang tetapi juga dijumpai di negara-negara maju yang teknologinya sudah berkembang. Olson (1958) yang dikutip oleh Suhardjo (1988) mengemukakan tentang adanya beberapa macam kebudayaan di Amerika antara lain :

Percaya bahwa pangan tunggal seperti yogurt, gula, coklat, royal jelly mempunyai kekuatan dalam meningkatkan kesehatan dan vitalitas diluar nilai kandungan zat gizinya.

Percaya bahwa pangan yang diproduksi dengan menggunakan pupuk kimia dapat menurunkan nilai gizi pangan yang bersangkutan.

(33)

Percaya makanan seperti pisang, tomat dan telur yang sangat baik bagi penyembuhan penyakit atritis, kanker, kencing manis, hipertensi, kegemukan dan penyakit lainnya.

[image:33.612.112.541.305.580.2]

Pola makan pada dasarnya merupakan konsep budaya bertalian dengan makanan yang banyak dipengaruhi oleh unsur sosial budaya yang berlaku dalam kelompok masyarakat itu, seperti nilai sosial, norma sosial dan norma budaya bertalian dengan makanan, makanan apa yang dianggap baik dan tidak baik (Sediaoetama, 1999).

Gambar 2.2 Faktor-faktor sosial dan budaya yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan dalam masyarakat, rumah tangga dan individu.

Kebiasaan makan juga dipengaruhi oleh lingkungan (ekologi, kependudukan, ekonomi) dan ketersediaan bahan makanan. Pola konsumsi makan yang dipengaruhi

Kebiasaan makan dalam :

-Masyarakat -Rumah tangga -Individu Apa yang dipikirkan,

diketahui, dirasakan menjadi persepsi orang tentang makanan Lingkungan ekologi Lingkungan kependudukan

Apa yang dilakukan, mengapa dilakukan, dipraktekkan orang tentang makanan

(34)

kebiasaan makan memiliki hubungan yang erat dengan status gizi seperti terlihat pada kerangka diatas : (Susanto, dkk, 1987)

Faktor sosial budaya yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan dalam masyarakat, rumah tangga dan individu menurut Koentjaraningrat (1985) meliputi apa yang dipikirkan, diketahui dan dirasakan menjadi persepsi orang tentang makanan dan apa yang dilakukan, dipraktekkan orang tentang makanan.

Tradisi Badapu sangat erat dengan budaya yang sangat menetukan jenis makanan yang harus dikonsumsi oleh ibu nifas. Kebudayaan sangat menetukan kapan seseorang boleh atau tidak boleh makan suatu makanan (food taboo). Oleh karena itu budaya mempengaruhi seseorang dalam konsumsi pangan yang menyangkut pemilihan jenis pangan, persiapan serta penyajian pangan. Apa bila konsumsi makanan sehari-hari kurang beraneka ragam maka akan timbul ketidak seimbangan antara masukan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat. Dengan mengonsumsi salah satu jenis makanan akan memenuhi keunggulan susunan zat gizi jenis makanan yang lain, sehingga diperoleh zat gizi yang seimbang. Jadi untuk memenuhi zat gizi yang seimbang harus dipenuhi dari beragam jenis makanan yang bergizi.

Ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu sangat dibatasi juml;ah dan jenis konsumsi pangannya sehingga kebutuhan gizi seimbang ibu nifas tidak dapat terpenuhi dengan baik dan dapat mempengaruhi status gizi ibu.

(35)

lain seperti Malaysia, yang memiliki budaya hampir menyerupai Indonesia juga melakukan tradisi seperti ini ( Deri, 2009 ).

Masyarakat suku Dayak Sanggau menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprabowo (2006) mengatakan bahwa makanan yang baik untuk ibu nifas adalah makan nasi dicampur garam dan sayur daun bungkal, selain itu dapat ditambah ikan asin atau ikan teri. Mereka juga minum minuman yang berupa ramuan-ramuan yang terbuat dari campuran tuak, liak (jahe) dan gula dengan tujuan agar badan hangat sehingga darah beku dapat cepat keluar dan air susu lancar, selain itu ada juga yang minum kopi agar badan hangat dan tidak lemah. Ibu nifas juga melakukan pemulihan dengan memberikan bedak pada perut ibu yang terbuat dari kunyit, liak dan kencur dengan tujuan agar kandungan cepat kembali muda.

(36)

jadi harus dihindari. Selama empat puluh ahri pemanasan, ibu diperbolehkan makan nasi dan ikan dengan lada hitam yang merupakan bahan pokok di desa-desa nelayan melayu.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Arifah (2012) pada masyarakat di Kabupaten Sukoharjo bahwa ibu nifas dilarang mengonsumsi banyak air karena akan membuat luka jalan lahir menjadi basah dan lama sembuh, padahal untuk penyembuhan luka diperlukan banyak cairan. Ibu nifas juga dipantangkan untuk makan makanan yang berbau amis karena akan menyebabkan ASI berbau amis. Menurut Romana (2013) ada banyak mitos yang dipercayai oleh masyarakat yang sangat bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya, diantaranya bahwa ibu nifas tidak boleh makan telur, ikan dan daging agar luka jahitannya cepat sembuh, tidak boleh makan yang berkuah dan banyak minum air putih agar luka jahitan tidak basah, tidak makan buah-buahan selama menyusui agar bayi tidak diare, tidak boleh banyak makan agar ibu tetap langsing.

Berdasarkan dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ibu nifas pada beberapa daerah di wilayah Indonesia dan beberapa daerah di Negara lain, ditemukan adanya larangan dan pantangan mengonsumsi beberapa jenis bahan makanan.

2.3Pengetahuan

Notoadmojo (2003) mendefinisikan pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

(37)

1. Pendidikan

Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya (Wied Hary A, 1996 dalam Hendra AW, 2008)

Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah pendidikan kesehatan. Peranan pendidikan kesehatan adalah melakukan intervensi faktor perilaku sehingga perilaku individu, kelompok atau masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan (Notoadmojo, 2007).

Pendidikan gizi merupakan suatu proses belajar tentang pangan, bagaimana tubuh kita menggunakannya dan mengapa diperlukan untuk kesehatan umumnya. Masalah kekurangan konsumsi pangan bukanlah merupakan hal yang baru yang mempunyai dampak sangat nyata terhadap timbulnya masalah gizi. Salah satu faktor yang menyebabkan keadaan ini adalah bertambahnya jumlah penduduk, disamping itu masalah gizi dapat timbul disebabkan oleh beberapa faktor yang mencakup aspek-aspek ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya serta agama (Suhardjo, 1996).

(38)

status gizi yang baik pada anak-anaknya. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita, 2004).

Pendidikan merupakan jalur yang ditempuh untuk mendapatkan informasi. Informasi memberikan pengaruh besar terhadap perilaku wanita usia subur. Apabila wanita usia subur diberikan informasi tentang bahaya pantang makanan dengan jelas, benar dan komprehensif termasuk akibatnya maka mereka tidak akan mudah terpengaruh atau mencoba melakukan pantang makanan atau dalam hal ini tradisi

badapu.

2. Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan dan tindakan seseorang dalam melakukan sesuatu hal. Adanya pengalaman dari wanita usia subur melihat seorang ibu yang melahirkan dan menjalani masa nifas maka ia akan mempunyai perilaku yang mengacu pada pengalaman yang telah dialami sebelumnya. Misalnya ibu nifas yang mengalami masalah baik pada dirinya dan bayinya karena pantang makanan maka wanita usia subur tidak akan melakukan pantang makanan pada masa nifas yang akan dialaminya kelak.

3. Keyakinan

(39)

Badapu adalah keyakinan yang telah diperoleh secara turun temurun dan ibu yang melakukan tradisi tersebut mempunyai keyakinan yang positif tentang tradisi tersebut. Demikian juga dengan wanita usia subur yang belum menikah apakah mereka mempunyai keyakinan yang positif atau negatif terhadap tradisi Badapu

sehingga pada saat mereka akan mengalami masa nifas apakah merka akan melakukan tradisi tersebut atau tidak.

4. Fasilitas

Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku, dan lain-lain. Jika sejak dini wanita usia subur sudah mengetahui bagaimana anjuran gizi yang baik untuk masa nifas yang saat ini sangat mudah didapat melalui begitu banyak fasilitas informasi maka bisa saja dia tidak akan melakukan tradisi Badapu pada saat masa nifasnya nanti.

5. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik.

6. Sosial budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

2.4 Sikap

(40)

perilaku manusia yang hidup didalamnya. Lingkungan pertama adalah lingkungan alam yang bersifat fisik yang akan mencetak perilaku manusia dengan sifat dan keadaan alam tersebut.

Dengan kata lain sikap adalah tanggapan atau persepsi seseorang terhadap apa yang diketahuinya. Jadi sikap tidak dapat dilihat langsung secara nyata tetapi hanya dapat ditafsirkan sebagai perilaku yang tertutup.menurut Allport (1954), seperti yang dikutip dalam Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa sikap terdiri dari 3 komponen pokok yaitu :

1. Kepercyaan (keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek) 2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. 3. Kecenderungsn lain untuk bertindak (trend to behave).

Tradisi Badapu adalah tradisi yang dilakukan secara turun temurun dan diharuskan terhadap ibu nifas sehingga terkadang ibu nifas melakukan hal ini karena suatu kebiasaan saja dan bisa saja begitu juga dengan wanita usia subur belum berpasangan sebenarnya sudah mendapatkan pengetahuan tentang gizi yang baik untuk masa nifas dan mempunyai sikap yang baik dalam hal ini tetapi tetap melakukan tradisi tersebut.

(41)

terhadap objek tertentu sebagai suatu penghayatan yang terdiri dari menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab.

Sikap membuat seseorang untuk dekat atau menjauhi sesuatu. Sikap akan diikuti atau tidak oleh suatu tindakan berdasarkan pada sedikit atau banyaknya pengalaman seseorang. Sikap mempunyai segi motivasi yang berarti segi dinamis menuju suatu tujuan, berusaha untuk mencapai suatu tujuan. Sikap dapat bersifat positif kecenderungan untuk mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan sikap negatif terdapat kecenderungan menjauhi, menghindari, membenci atau tidak menyukai objek tertentu.

(42)

2.5 Kerangka Konsep

[image:42.612.120.554.146.330.2]

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar. 2.3. Kerangka Konsep

Keterangan :

Pengetahuan dan sikap tentang tradisi Badapu dapat mempengaruhi wanita usia subur nantinya untuk melakukan tradisi Badapu yang dapat menyebabkan anemia pada masa nifas.

= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti

2.6 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu.

Pengetahuan Tentang Tradisi

Badapu

Sikap Tentang Tradisi

Badapu

Tindakan Tradisi

Badapu

Anemia Pada Masa

(43)

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain penelitian cross sectional

(pengamatan sesaat) untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu di wilayah kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh. Kecamatan Singkil dipilih karena masyarakatnya masih sangat lekat dengan budaya, hampir semua ibu nifas masih melakukan tradisi Badapu dan wanita usia subur yang belum menikah juga sebagian besar sangat mengenal tentang tradisi tersebut. Kemudian pada hasil penelitian sebelumnya dari 45 orang ibu nifas ditemui sebanyak 37 orang dengan kadar Hb yang rendah. Sedangkan Kecamatan Singkil merupakan ibu kota kabupaten yang seharusnya mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tingkat kehidupan masyarakatnya lebih modern dan menjadi daerah yang paling cepat menerima informasi terbaru tentang kesehatan dan gizi.

3.2.2 Waktu Penelitian

(44)

3.3 Populasi dan sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia subur yang belum menikah di wilayah kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil yang berjumlah 1015 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini mencakup wanita usia subur yang belum menikah dan masyarakat asli Singkil di wilayah kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Penentuan besar sampel ditentukan dengan rumus (Notoadmojo, 2005) :

Keterangan: N = besar populasi n = besar sampel

d = tingkat penyimpangan yang bisa ditolerir 10% (0,1)

Dari hasil perhitungan diatas diperoleh jumlah sampel sebanyak 100 orang wanita usia subur yang belum menikah. Penentuan sampel dilakukan secara

(45)
[image:45.612.117.468.188.485.2]

desa dihitung secara alokasi proporsional dan hasil sampel yang didapat dengan menggunakan rumus:

Tabel 3.1 Sebaran Jumlah Sampel Wanita Usia Subur yang Belum Menikah Kecamatan Singkil.

No Desa Jumlah Sampel

1. Pulau Sarok 24

2. Pasar Singkil 7

3. Ujung 11

4. Kota Simboling 4

5. Kilangan 10

6. Teluk Ambun 5

7. Rantau Gedang 6

8. Teluk Rumbia 6

9. Takal Pasir 3

10. Selok Aceh 5

11. Pea Bumbung 2

12. Pemuka 2

13. Suka Damai 3

14. Ujung Bawang 4

15. Siti Ambia 4

16. Suka Makmur 5

Jumlah 100

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder.

3.4.1 Data Primer

(46)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui pencatatan dokumen di Puskesmas Singkil, Dinas Kesehatan Aceh Singkil.

3.5 Instrumen Penelitian

Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah :

Kuesioner, yang berisi informasi dari responden mengenai laporan tentang pribadi. Alat ukur terdiri dari 2 bagian yaitu : 1) berisi identitas dan karakteristik responden meliputi nama, usia, pekerjaan dan pendidikan. 2) berisi tentang pengetahuan dan sikap wanita usia subur belum berpasangan tentang tradisi Badapu.

3.6 Definisi Operasional

1. Wanita usia subur adalah wanita yang berusia 15-49 tahun yang belum menikah dan merupakan masyarakat asli suku Singkil.

2. Pengetahuan adalah hasil dari tahu wanita usia subur belum menikah tentang tradisi Badapu.

3. Sikap adalah kesiapan wanita usia subur belum menikah untuk bertindak terhadap tradisi Badapu.

(47)

3.7 Aspek Pengukuran Data

1. Pengetahuan wanita usia subur belum berpasangan diukur melalui 15 pertanyaan dengan memilih jawaban yang disediakan dengan ketentuan sebagai berikut :

- Jawaban a nilai : 3 - Jawaban b nilai : 2 - Jawaban c nilai : 1

Dengan demikian, total skor tertinggi adalah 45 dan skor terendah adalah 15. 2. Sikap wanita usia subur belum berpasangan diukur melalui 15 pertanyaan

dengan memilih jawaban sangat setuju, setuju dan tidak setuju. Masing-masing jawaban diberi nilai sebagai berikut :

1. Untuk pernyataan negatif (pertanyaan no 1,2,3,4,5,6) diberi nilai : - Sangat setuju : 1

- Setuju : 2

- Tidak setuju : 3

2. Untuk pernyataan positif (7,8,9,10,11,12,13,14,15) diberi nilai : - Sangat setuju : 3

- Setuju : 2

- Tidak setuju : 1

Dengan demikian, total skor tertinggi adalah 45 dan skor terendah adalah 15.

(48)

Baik apabila subjek mampu menjawab dengan benar 76%-100% dari seluruh pertanyaan atau skor nilai 34-45.

Cukup apabila subjek mampu menjawab dengan benar 56%-75% dari seluruh pertanyaan atau skor nilai 25-33.

Kurang apabila subjek mampu menjawab dengan benar 40%-55% dari seluruh pertanyaan atau skor nilai 15-24.

3.8 Teknik Analisa Data

Data yang dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner diolah secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing (pengeditan) adalah dengan memeriksa kelengkapan isi kuesioner dengan tujuan agar data yang masuk menggambarkan masalah yang diteliti kemudian data dikelompokkan sesuai dengan aspek pengukuran.

2. Coding (pengkodean) adalah melakukan pengkodean untuk mempermudah analisis data.

3. Tabulating (tabulasi) adalah untuk mempermudah analisis data dan pengolahan data serta pengambilan kesimpulan dan dimasukkan dalam daftar distribusi frekuensi.

Data dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu

(49)

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kecamatan Singkil merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil, dengan luas wilayah 375 km². Kecamatan Singkil terdiri dari 16 desa (kampong) dengan 5 kemukiman.

Kehidupan masyarakat Singkil masih sangat lekat dengan adat dan budaya dengan cara masih melaksanakan tradisi-tradisi. Salah satu tradisi yang masih sangat sering dilakukan adalah tradisi pada ibu nifas yang disebut dengan tradisi Badapu.

Tradisi ini sudah dilakukan sejak lama dan secara turun temurun sampai saat ini. Adapun batas-batas Kecamatan Singkil adalah sebagai berikut :

[image:49.612.109.546.513.654.2]

- Sebelah Utara : Kecamatan Kuala baru - Sebelah Selatan : Samudera Indonesia - Sebelah Timur : Kecamatan singkil Utara - Sebelah Barat : Kecamatan Pulau Banyak

Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Wanita Usia Subur di Kecamatan Singkil Tahun 2013.

No Desa

WUS menikah WUS belum

menikah

Jumlah

n % n % n %

1. Pulau Sarok 523 68,0 246 32,0 769 21,5

2. Pasar Singkil 188 71,5 75 28,5 263 7,3

3. Ujung 260 70,3 110 29,7 370 10,3

4. Kota Simboling 29 44,6 36 55,4 65 1,8

5. Kilangan 264 71,7 104 28,3 368 10,3

6. Teluk Ambun 137 74,1 48 25,9 185 5,2

7. Rantau Gedang 88 60,3 58 39,7 146 4,1

(50)

Tabel 4.1 ( lanjutan)

No Desa

WUS menikah WUS belum

menikah

Jumlah

n % n % n %

8. Teluk Rumbia 142 71,4 57 28,6 199 5,6

9. Takal Pasir 121 78,6 33 21,4 154 4,3

10. Selok Aceh 149 75,3 49 24,7 198 5,5

11. Pea Bumbung 83 77,6 24 22,4 107 3,0

12. Pemuka 62 75,6 20 24,4 82 2,3

13. Suka Damai 99 79,2 26 20,8 125 3,5

14. Ujung Bawang 146 76,4 45 23,6 191 5,3

15. Siti Ambia 138 78,4 38 21,6 176 4,9

16. Suka Makmur 135 74,6 46 25,4 181 5,1

Jumlah 2564 71,6 1015 28,4 3579 100,0

Sumber : Kantor Kecamatan Singkil, 2013

[image:50.612.109.544.97.283.2]

Dari tabel di atas dapat dilihat dari jumlah WUS yang sudah menikah sebanyak 523 orang (68,1%) dan WUS yang belum menikah sebanyak 246 orang (32,0%) berada di desa Pulau Sarok. Hal ini dikarenakan desa Pulau Sarok adalah desa yang terluas dan terpadat penduduknya sehingga jumlah wanita usia subur juga terbanyak.

Tabel 4.2 Distribusi JumlahRumah Tangga Menurut Pekerjaan di Kecamatan

Singkil Tahun 2013

No Jenis Pekerjaan Jumlah %

1. PNS/TNI/POLRI 668 18,6

2. Wiraswasta 1.199 33,4

3. Petani 408 11,4

4. Buruh 714 19,9

5. Nelayan 410 11,4

6. Industri 189 5,3

Jumlah 3.588 100,0

Sumber : Kantor Kecamatan Singkil, 2013

[image:50.612.108.535.445.589.2]
(51)

Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Menurut Suku Bangsa di Kecamatan Singkil Tahun 2013

No Suku Bangsa Jumlah %

1. Singkil 10.401 59,5

2. Aceh 1.761 10,0

3. Dairi 2.730 15,6

4. Jawa 1.038 5,9

5. Lainnya 1.549 8,9

Jumlah 17.479 100,0

Sumber : Kantor Kecamatan Singkil, 2013

Aceh Singkil adalah sebuah Kabupaten dari Provinsi Aceh, namun demikian masyarakanyat tidak dikatakan sebagai suku Aceh, tetapi mereka dikatakan sebagai suku Singkil dan sebagian besar dari masyarakatnya mempunyai garis keturunan yang berasal dari suku Dairi karena Kabupaten Aceh Singkil berbatasan dengan Kabupaten Dairi.

4.2 Karakteristik Responden

Karakteristik responden menurut umur, dapat dilihat bahwa responden adalah wanita usia subur yang produktif yang berumur 17 – 45 tahun. Usia yang terbanyak ada pada kategori uisa 17-28 tahun masing-masing sebanyak 41 orang (41%), ini adalah usia WUS yang masih menempuh pendidikan SMA, tamat SMA dan Sarjana. Pendidikan responden yang paling banyak adalah tamat SMA sebanyak 47 orang (47%) hal ini dikarenakan di Kecamatan Singkil belum ada Perguruan Tinggi dan juga karena faktor ekonomi, responden yang berpendidikan sarjana sebanyak 33 orang (37%) berada pada desa yang masyarakatnya sudah maju dengan tingkat ekonomi yang baik.

[image:51.612.102.538.113.216.2]
(52)
[image:52.612.110.533.88.344.2]

Tabel 4.4 Distribusi Karakteristik Responden

No Kelompok Umur Jumlah %

1. 17-22 tahun 41 41,0

2. 23-28 tahun 41 41,0

3. 29-34 tahun 15 15,0

4. 35-40 tahun 1 1,0

5. > 40 tahun 2 2,0

Jumlah 100 100,0

Tingkat Pendidikan Jumlah %

1. Tamat SD 3 3,0

2. Tamat SMP 15 15,0

3. Tamat SMA 47 47,0

4. Sarjana 35 35,0

Jumlah 100 100,0

Status Pekerjaan Jumlah %

1. Bekerja 44 44,0

2. Tidak Bekerja 56 56,0

Jumlah 100 100,0

4.3 Pengetahuan Wanita Usia Subur Belum Menikah tentang Tradisi Badapu

Pengetahuan merupakan ranah atau domain yang sangat penting untuk membentuk sikap dan tindakan seseorang. Tindakan yang didasari dengan pengetahuan sifatnya akan lebih lestari dan tertanam baik pada diri seseorang.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan

No Pengetahuan Jumlah %

1. Baik 93 93,0

2. Cukup 7 7,0

Jumlah 100 100,0

[image:52.612.108.531.470.534.2]
(53)

dan tidak boleh dimakan pada pelaksanaan tradisi tersebut. Distribusi hasil pengetahuan responden dapat dilihat pada Tabel 4.5 diatas.

Tabel 4.6 Distribusi Pengetahuan Responden Menurut Pendidikan

No Pendidikan

Pengetahuan

Baik Cukup Jumlah

n % n % n %

1. Tamat SD 2 66,7 1 33,3 3 100,0

2. Tamat SMP 14 93,3 1 6,7 15 100,0

3. Tamat SMA 45 95,7 2 4,3 47 100,0

4. Sarjana 32 91,4 3 8,6 35 100,0

[image:53.612.115.549.382.506.2]

Pada Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa menurut tingkat pendidikan sebagian besar responden juga mempunyai tingkat pengetahuan yang baik, meskipun responden berasal dari tingkat pendidikan yang berbeda-beda namun mereka semua memahami dengan baik tentang tradisi Badapu.

Tabel 4.7 Distribusi Pengetahuan Responden Menurut Kelompok Umur

No Kelompok Umur

Pengetahuan

Baik Cukup Jumlah

n % n % n %

1. 17-22 tahun 38 92,7 3 7,3 41 100,0

2. 23-28 tahun 39 95,1 2 4,9 41 100,0

3. 29-34 tahun 14 93,3 1 6,7 15 100,0

4. 35-40 tahun 1 100,0 0 0 1 100,0

5. > 40 tahun 1 50,0 1 50,0 2 100,0

[image:53.612.114.546.611.688.2]

Pada tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan responden tidak berpengaruh dari tingkatan kelompok umur, karena sebagian besar responden dari kelompok umur yang berbeda mempunyai tingkat pengetahuan yang baik.

Tabel 4.8 Distribusi Pengetahuan Responden Menurut Status Pekerjaan

No Status Pekerjaan

Pengetahuan

Baik Cukup Jumlah

n % n % n %

1. Bekerja 40 90,9 4 9,1 100,0

(54)

Status pekerjaan dari responden ternyata tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan mereka terhadap tradisi Badapu. Sebagian besar tingkat pengetahuan responden ada pada kategori baik yang dapat dilihat pada Tabel 4.8 diatas.

[image:54.612.117.545.258.670.2]

Pada penelitian ini, dalam lembar kuesioner terdapat 15 pertanyaan mengenai pengetahuan wanita usia subur belum menikah tentang tradisi Badapu. Data lengkap distribusi frekuensi jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 4.9 dibawah ini.

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Jawaban Pengetahuan Responden

No Pertanyaan Baik Cukup Kurang

n % n % n %

1. Pengertian tentang tradisi badapu. 82 82 10 10 8 8 2. Tahapan dan lamanya melakukan

tradisi badapu. 80 80 2 2 18 18

3. Untuk apa tradisi badapu dilakukan. 86 86 12 12 2 2 4. Atas keinginan siapa tradisi badapu

dilakukan. 35 35 13 13 15 15

5. Efek jika tidak melakukan badapu. 54 54 39 39 7 7

6. Manfaat tradisi badapu 86 86 11 11 3 3

7. Makanan yang boleh dimakan saat

melakukan tradisi badapu. 40 40 58 58 2 2

8. Kenapa makanan tersebut boleh

dimakan. 71 71 23 23 6 6

10. Kenapa makanan tersebut tidak boleh

dimakan. 61 61 20 20 19 19

11. Bagaimana cara mengolah atau

memasak makanan badapu. 58 58 17 17 25 25

12. Apakah ibu nifas yang melakukan tradisi badapu boleh diberikan minuman lain selain minuman mentah dan minuman periuk.

31 31 57 57 12 12

13. Apakah manfaat dari memanaskan

tubuh ibu nifas. 65 65 25 25 10 10

14. Apakah asap dari kayu bakar atau kompor berpengaruh pada ibu dan bayi.

49 49 13 13 38 38

15. Sebagai seorang wanita apakah anda

(55)

Dari Tabel 4.9 diatas, menunjukkan bahwa responden menjawab semua pertanyaan dengan jawaban benar tetapi pada pertanyaan sebagai seorang wanita apakah anda akan melaksanakan tradisi Badapu sebanyak 63% responden memberikan jawaban bahwa mereka akan melakukan tradisi Badapu sesuai dengan kebutuhan saja, dengan kata lain mereka tidak akan melakukan tradisi ini dengan tahapan yang telah ditetapkan.

4.4 Sikap Wanita Usia Subur Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu

[image:55.612.114.535.363.447.2]

Pengetahuan yang baik biasanya juga akan diikuti oleh sikap yang baik pula. Demikian pula dengan pengetahuan responden yang baik tentang tradisi Badapu akan menimbulkan sikap yang baik tentang tradisi Badapu.

Tabel 4.10 Distribusi Responden Menurut Sikap

No Sikap Jumlah %

1. Baik 49 49,0

2. Cukup 41 41,0

3. Kurang 10 10,0

Jumlah 100 100,0

(56)
[image:56.612.116.551.104.199.2]

Tabel 4.11 Distribusi Sikap Responden Menurut Pendidikan

No Pendidikan

Sikap

Baik Cukup Kurang Jumlah

n % n % n % n %

1. Tamat SD 1 33,3 2 66,7 0 0 3 100,0

2. Tamat SMP 11 73,3 4 26,7 0 0 15 100,0

3. Tamat SMA 32 68,1 14 29,8 1 2,1 47 100,0

4. Sarjana 5 14,3 21 60,0 9 25,7 35 100,0

Dari 35 orang responden yang berpendidikan sarjana sebanyak 9 orang (25,7%) mempunyai sikap kurang, hal ini karena mereka mengetahui dan paham tentang gizi pada masa nifas sehingga mereka tidak akan melakukan tardisi Badapu pada masa nifas kelak, dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.12 Distribusi Sikap Responden Menurut Kelompok Umur

No Kelompok

Umur

Sikap

Baik Cukup Kurang Jumlah

n % n % n % n %

1. 17-22 tahun 27 65,9 12 29,3 2 4,9 41 100,0

2. 23-28 tahun 18 43,9 17 41,5 6 14,6 41 100,0

3. 29-34 tahun 3 20,0 10 66,7 2 13,3 15 100,0

4. 35-40 tahun 0 0 1 100,0 0 0 1 100,0

5. > 40 tahun 1 50,0 1 50,0 0 0 2 100,0

[image:56.612.113.553.587.661.2]

Sikap responden menurut kelompok umur sebagian besar ada pada kategori baik dan cukup, hanya sebagian kecil saja yang mempunyai sikap kurang. Hal ini menyatakan bahwa responden dari kelompok umur yang berbeda mempunyai sikap bahwa mereka akan tetap melaksankan tradisi Badapu pada masa nifasnya kelak.

Tabel 4.13 Distribusi Sikap Responden Menurut Status Pekerjaan

No Status

Pekerjaan

Sikap

Baik Cukup Kurang Jumlah

n % n % n % n %

1. Bekerja 10 20,4 25 61,0 9 90,0 44 100,0

(57)

Pada Tabel 4.13 diatas dapat diketahui bahwa dari responden dengan status pekerjaan tidak bekerja sebagian besar 39 orang (79,6%) mempunyai sikap baik, hal ini dapat terjadi karena responden yang tidak bekerja lebih banyak mendapat pengalaman tentang tradisi Badapu sehingga mereka mempunyai pemahaman yang baik tentang tradisi tersebut dan akan melakukannya pada masa nifas.

[image:57.612.123.547.310.642.2]

Pada penelitian ini, dalam lembar kuesioner terdapat 15 pernyataan mengenai sikap wanita usia subur belum menikah tentang tradisi Badapu. Data lengkap distribusi frekuensi jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 4.14 dibawah ini.

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Jawaban Sikap Responden

No Pernyataan

Sangat Setuju

Setuju Tidak

Setuju

n % n % n %

1. Ibu nifas harus melakukan tradisi badapu dengan mengikuti semua aturannya.

43 43 48 48 9 9

2. Tradisi badapu sangat bermanfaat

dilakukan. 36 36 58 58 6 6

3. Jika ibu nifas tidak melakukan tradisi badapu berdampak tidak baik bagi ibu.

23 23 54 54 13 13

4. Tradisi badapu harus dilakukan selama hari atau 40 hari agar kesehatan ibu pulih secara maksimal.

29 29 57 57 14 14

5. Ibu nifas tidak perlu mengetahui tentang kebutuhan gizi yang dianjurkan pada saat nifas.

8 8 13 13 79 79

6. Ibu nifas hanya boleh minum minuman mentah dan minuman periuk.

10 10 36 36 54 54

7. Dalam pelaksanaan tradisi badapu ibu tidak perlu dipanaskan dengan kayu bakar atau kompor.

(58)

Tabel 4.14 (lanjutan)

No Pernyataan

Sangat Setuju

Setuju Tidak

Setuju

n % n % n %

8. Asap kayu bakar dan kompor dapat

membahayakan ibu dan bayi. 14 14 35 35 51 51

9. Tradisi badapu dilaksanakan tetapi tidak melaksanakan pantang makan.

14 14 40 40 40 40

10. Ibu nifas tidak perlu berpantang makan untuk menghasilkan ASI yang baik.

16 16 49 49 35 35

11. Ibu nifas tidak perlu dibatasi dala

mengonsumsi cairan. 11 11 59 59 30 30

13 Seharusnya wanita usia subur yang belum menikah harus diberikan informasi tentang gizi yang dianjurkan pada masa nifas.

53 53 44 44 3 3

14. Sebagai seorang wanita modern tidak perlu melakukan tradisi badapu.

5 5 32 32 63 63

15. Ibu nifas yang melakukan tradisi

badapu dapat mengalami anemia. 12 12 36 36 52 52

Dari Tabel 4.14 diatas, pada pernyataan tentang sebagai seorang wanita modern tidak perlu melakukan tradisi Badapu sebanyak 63 orang (63,0%) tidak setuju, pada pernyataan tradisi Badapu dilakukan dengan tidak melakukan pantang makan 14 orang (14,0%) sangat setuju dan 40 orang (40,0%) setuju.

4.5 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur yang Belum Menikah tentang Tradisi Badapu.

[image:58.612.123.546.99.407.2]
(59)
[image:59.612.116.548.94.184.2]

Tabel 4.15 Distribusi Sikap Responden Menurut Pengetahuan

No Sikap

Pengetahuan

Baik Cukup Jumlah

n % n % n %

1. Baik 46 49,5 3 42,9 49 100,0

2. Cukup 38 40,9 3 42,9 41 100,0

3. Kurang 9 9,7 1 14,3 10 100,0

Setelah dilakukan analisa data dengan menggunakan Uji Chi Square

(60)

5.2 Pengetahuan Wanita Usia Subur yang Belum Menikah tentang Tradisi Badapu

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (93%) pengetahuan WUS yang belum menikah tentang tradisi

Badapu mempunyai tingkat pengetahuan yang baik. Hal ini karena mereka masih sangat dekat dengan kehidupan masyarakat setempat yang masih memegang erat tradisi dan WUS mendapatkan banyak pengetahuan dari lingkungan sekitar tentang tradisi tersebut, baik melalui informasi yang didengar maupun melalui pelaksanaan langsung dari tradisi Badapu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan seseorang erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambilnya, karena dengan pengetahuan tersebut ia memiliki alasan dan landasan untuk menentukan suatu pilihan. Kekurangan pengetahuan tentang kesehatan dalam hal ini pengetahuan tentang gizi yang baik pada masa nifas akan mengarahkan WUS untuk tetap melakukan tradisi Badapu.

(61)

untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Minat WUS yang belum menikah terhadap pelaksanaan tradisi Badapu membuat mereka memahami semua tahapan dari pelaksanaan tradisi tersebut dan mengetahui setiap pantangan-pantangan terutama pantangan terhadap makanan dalam melaksanakan tradisi Badapu.

Semakin tinggi pendidikan seseorang juga dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan karena semakin mudah untuk dapat menyerap dan memahami informasi yang mereka terima. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan tingkat pendidikan yang berbeda dari tamat SD, tamat SMP, tamat SMA dan sarjana sebagian besar (93%) mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang tradisi

Badapu.

WUS yang belum menikah mempunyai pengetahuan yang baik tentang tradisi

Badapu karena pengalaman yang dilihat dan didengar dari sekitar lingkungan mereka meskipun mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda. Demikian juga jika dilihat dari kelompok umur dan status pekerjaan maka sebagian besar wanita usia subur yang belum menikah mempunyai pengetahuan baik yang di peroleh dari pengalaman dan informasi yang diterima dari lingkungan mereka.

(62)

Keyakinan yang diperoleh secara turun-temurun, baik keyakinan yang positif maupun keyakinan yang negatif, tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu juga merupakan faktor yang mendukung tingkat pengetahuan WUS yang belum menikah. Tradisi Badapu adalah keyakinan yang telah diperoleh secara turun temurun dan ibu yang melakukan tradisi tersebut mempunyai keyakinan yang positif tentang tradisi tersebut. Demikian juga dengan wanita usia subur yang belum menikah ketika mereka melihat dan mendengar dari lingkungan maka mereka mempunyai keyakinan yang positif terhadap tradisi Badapu sehingga pada saat mereka akan mengalami masa nifas mereka akan melakukan tradisi tersebut.

Tradisi Badapu merupakan suatu kegiatan budaya yang sebagian dari pelaksanaannya tidak sesuai dengan kaidah kesehatan khususnya pada masa nifas dimana ada beberapa larangan terhadap ibu nifas untuk mengonsumsi bahan makanan yang seharusnya memang harus dikonsumsi oleh ibu seperti sumber bahan makanan yang berprotein tinggi, sumber vitamin dan mine

Gambar

Gambar 2.1  Model Studi Preferensi Konsumsi Makanan.
Gambar 2.2  Faktor-faktor sosial dan budaya yang berpengaruh terhadap                               kebiasaan  makan dalam masyarakat, rumah tangga dan individu
Gambar. 2.3. Kerangka Konsep
Tabel 3.1 Sebaran Jumlah Sampel Wanita Usia Subur yang Belum Menikah
+7

Referensi

Dokumen terkait

In addition, Mustapa dangding represents a form of local literature that demonstrates Sufi experiences This local dimension is closely related to the grand narrative of

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Aplikasi teknologi biofloc pada budidaya ikan lele dumbo (Clarias gariepinus, Burchell) mampu meningkatkan produksi

Di sebuah negeri nun jauh disana ada satu kerajaan yang berdiri kokoh,subur dan makmur, kerajaan tersebut memiliki raja dan ratu, Raja ZIRCON dan Ratu QUINCE tapi sudah

Nilai uji statistik kor 0,094 yang artinya korelasi sa atau dianggap tidak ada kor dibuktikan dengan nilai ρ = besar dari nilai alpha (α) = demikian dapat dikatakan hubungan

Perencanaan strategi guru dalam mengajarkan amar ma‟ruf nahi munkar pada mata pelajaran akidah akhlak di MTs Hasyim Asy‟ari Kota Batu yaitu guru membuat RPP yang dapat membantu

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran, mengetahui dan mendapatkan kajian tentang pengaruh Penempatan Kerja, Komitmen Organisasi dan lingkungan

membayar zakat dan Lembaga Amil Zakat mampu mengelola dengan baik. dana tersebut tanpa adanya

Hasil-hasil penelitian tersebut antara lain: (1) hasil penelitian yang dilakukan Heavilin di Indiana (1982) menunjukkan bahwa perkuliahan English tentang komposisi