• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EKONOMI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI KECAMATAN TANON KABUPATEN SRAGEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS EKONOMI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI KECAMATAN TANON KABUPATEN SRAGEN"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

ANALISIS EKONOMI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP)

DI KECAMATAN TANON KABUPATEN SRAGEN

T E S I S

Diajukan untuk memenuhi persyaratan mencapai Derajat Magister Konsentrasi

Ekonomi Sumberdaya Manusia dan Pembangunan

Oleh :

RATIH TWIDARYATI S4209030

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010

(2)
(3)
(4)

commit to user

MOTTO

Ø Hari ini harus lebih baik dari pada kemarin dan esok harus lebih baik dari pada

hari ini (Hadist Nabi)

Ø Ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh (Hadist Nabi)

Ø Hidup dengan ilmu akan mudah, hidup dengan agama akan terarah dan hidup

(5)

commit to user PERSEMBAHANKU

Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. JJ. Sarungu, MS selaku Direktur Program Studi Magister Ekonomi dan

Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret beserta Staf Pengelola.

2. Dr. Guntur Riyanto, M.Si selaku Pembimbing I yang memberikan motivasi,

bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga Tesis ini dapat

diselesaikan.

3. Drs. Kresno Saroso Pribadi, M.Si selaku Pembimbing II yang dengan penuh

perhatian dan kesabaran senantiasa memberi dorongan serta meluangkan

waktu yang membimbing dan mengarahkan, sehingga Tesis ini dapat

diselesaikan.

4. Segenap Dosen Program Studi Magister dan Studi Pembangunan Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

5. Segenap Karyawan dan Karyawati Program Studi Magister Ekonomi dan

Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Kepala Biro Pusat Statistik (BPS) KabupatenSragen beserta Staf.

7. Kepala Badan KB PMD Kabupaten Sragen.

8. Bapak Camat Tanon

9. Kepala Desa se Kecamatan Tanon

10.Suamiku tercinta Aiptu Mulyanto yang telah menyemangati, memberikan

perhatian dan kasih sayang yang tulus untuk penulis.

11.Anak-anakku tercinta Fatonaningtyas Wulandari dan Dwi Fitria Puspitasari

yang mendukung dengan doa.

12.Teman-teman MESP angkatan X/2009, terima kasih atas kerjasama yang baik

(6)

commit to user KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

lagi Maha Pemurah atas rahmat dan anugrah yang penulis rasakan sehingga

penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul :

ANALISIS EKONOMI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) DI KECAMATAN

TANON KABUPATEN SRAGEN.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna, terlebih

kebatasan penulis dalam wawasan dan pengalaman terkait obyek yang diteliti.

Namun demikian harapan kami semoga Tesis ini bermanfaat bagi pembaca yang

akan mengadakan penelitian lebih lanjut.

Dalam penyusunan Tesis ini berbagai kendala dihadapi penulis, namun

demikian rasanya menjadi ringan ketika ketulusan-ketulusan hadir dari berbagai

pihak yang mengulurkan bantuan kepada penulis. Oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. JJ. Sarungu, MS selaku Direktur Program Studi Magister Ekonomi dan

Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret beserta Staf Pengelola.

2. Dr. Guntur Riyanto, M.Si selaku Pembimbing I yang memberikan motivasi,

bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga Tesis ini dapat

diselesaikan.

3. Drs. Kresno Saroso Pribadi, M.Si selaku Pembimbing II yang dengan penuh

(7)

commit to user

waktu yang membimbing dan mengarahkan, sehingga Tesis ini dapat

diselesaikan.

4. Segenap Dosen Program Studi Magister dan Studi Pembangunan Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

5. Segenap Karyawan dan Karyawati Program Studi Magister Ekonomi dan

Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Kepala Biro Pusat Statistik (BPS) KabupatenSragen beserta Staf.

7. Kepala Badan KB PMD Kabupaten Sragen.

8. Bapak Camat Tanon

9. Kepala Desa se Kecamatan Tanon

10.Suamiku tercinta Aiptu Mulyanto yang telah menyemangati, memberikan

perhatian dan kasih sayang yang tulus untuk penulis.

11.Anak-anakku tercinta Fatonaningtyas Wulandari dan Dwi Fitria Puspitasari

yang mendukung dengan doa.

12.Teman-teman MESP angkatan X/2009, terima kasih atas kerjasama yang baik

dalam meraih sukses bersama.

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-satu, yang

telah membantu keberhasilan penyusunan Tesis ini.

Sragen, 27 September 2010

(8)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRACT ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 12

C. Tujuan Penelitian... 12

D. Manfaat Penelitian... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS B. Tinjauan Pustaka ... 14

1. Kesejahteraan Ekonomi ... 14

(9)

commit to user

b. Kriteria Pareto (pareto criterion) ... 17

1) Kegunaan Kriteria Pareto ... 17

2) Kriteria Pareto Menghasilkan Efisiensi ... 18

c. Konsep kesejahteraan ... 18

2. Konsep Pemberdayaan ... 21

1) Indikator Pemberdayaan ... 25

2) Pendekatan Pemberdayaan ... 28

3. Pandangan Teoritis Mengenai Kemiskinan ... 31

1) Pengertian Kemiskinan ... 35

2) Dimensi Kemiskinan ... 36

4. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) ... 39

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberlanjutan Pemanfaatan Dana PNPM ... 43

a. Pemanfaatan Dana PNPM-MP... 44

b. Besar Dana Yang Diterima ... 51

c. Partisipasi Anggota Kelompok ... 52

d. Harapan Anggota Pokmas Pemanfaatan Dana PNPM- MP ... 54

e. Keuntungan yang diperoleh setelah mendapat dana .... 54

f. Pendampingan ... 55

C. Penelitian Terdahulu ... 56

D. Kerangka Penelitian ... 61

(10)

commit to user

BAB III METODE PENELITIAN

A. Data dan Sumber Data ... 62

B. Populasi dan Sampel... 62

C. Analisis Data ... 63

D. Asumsi Penelitian ... 64

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ... 66

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengumpulan Data ... 67

B. Analisis Diskriptif ... 70

C. Analisis Data ... 77

D. Pembahasan ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 83

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(11)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan (The Vicious Circle of

Proferty) 33

(12)

commit to user DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi asal desa kelompok sampel 69

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin 69

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur 70

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi jumlah tanggungan keluarga 71

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Terakhir 71

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis usaha 72

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi besarnya dana PNPM yang diterima 73

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi jumlah tenaga kerja sebelum menerima

Dana PNPM 74

Tabel 4.9 Distribusi frekuensi jumlah tenaga kerja setelah menerima

dana PNPM-MP 74

Tabel 4.10 Prosentase produktivitas setelah penerimaan dana PNPM 75

Tabel 4.11 Penghasilan per bulan anggota sebelum dan setelah adanya

PNPM-MP (satuan rupiah) 75

(13)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 KUESIONER 75

Lampiran 2 Data Hasil Penelitian 76

Lampiran 3 Distribusi Frequencies 80

(14)

commit to user ABSTRAKSI

ANALISIS EKONOMI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) DI KECAMATAN TANON KABUPATEN SRAGEN mengetahi dampak Program PNPM-MP terhadap anggota kelompok UPPKS, dan (3) untuk mengetahui pengaruh program PNPM-MP dalam meningkatkan kesejahteraan anggota kelompok UPPKS.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini: (1) diduga program PNPM-MP meningkatkan produktivitas anggota PNPM-MP, (2) diduga progam PNPM-MP meningkatkan jumlah tenaga kerja, (3) diduga program PNPM-MP meningkatkan penghasilan anggota UPPKS dan (4) diduga program PNPM-MP dapat meningkatkan kesejahteraan anggota UUPKS.

Populasi penelitian adalah 240 anggota kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) yang menerima PNPM-MP di Kabupaten Sragen. Jumlah anggota kelompok UPPKS bervariasi 8-12 anggota. Tiap anggota kelompok mendapat dana antara Rp. 500.000,00 sampai Rp. 2.000.000,00. sampel penelitian sebesar 10% dari populasi kelompok yaitu 12 kelompok, dengan masing-masing kelompok diambil 5 anggota, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 60 responden dengan teknik random sampling.

Hasil uji hipotesis ditemukan bahwa (1) terdapat perbedaan rata-rata jumlah produktivitas hipotesis 1 terbukti, (2) terdapat perbedaan rata-rata penghasilan perbulan yang positif secara signifikan antara sebelum dengan setelah adanya PNPM-MP, dengan demikian hipotesis 2 terbukti, dan (3) terdapat perbedaan rata-rata jumlah tenaga kerja yang positif secara signifikan antara sebelum dengan setelah addalnya PNPM, dengan demikian hipotesis 3 terbukti.

Berdasarkan analisis data diperoleh kesimpulan sebagai berikut (1) anggota kelompok UPPKS penerima dana PNPM-MP di Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen mayoritas adalah perempuan dengan pendidikan yang masih rendah yaitu SLTP, (2) anggota kelompok UPPKS penerima dana PNPM-MP untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja, produktivitas dan penghasilan, (3) adanya perbedaan jumlah tenaga kerja, produktivitas dan penghasilan anggota kelompok UPPKS di Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen sebelum dengan setelah adanya PNPM-MP.

Kata Kunci : PNPM-MP, UPPKS, Kabupaten Sragen.

(15)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran,

kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan

alamiyah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Persoalan

pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi

angkatan di pedesaan. Upaya untuk menanggulanginya harus menggunakan

pendekatan multi disiplin yang berdimensi pemberdayaan. Pemberdayaan

yang tepat harus memadukan aspek-aspek penyadaran, peningkatan kapasitas

dan pendayagunaan.

Kemiskinan pada dasarnya merupakan kondisi tidak berdaya karena

terbatasnya kemampuan ekonomi sehingga kurang terpenuhinya kebutuhan

dasar manusia seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan

lapangan kerja. Masalah kemiskinan merupakan masalah yang sulit dikenali

dan ditarik garis batas secara umum mengingat berbagai perbedaan yang

melatarbelakangi. Kemiskinan harus ditanggulangi, banyak teori ekonomi

yang tersedia di lembaga perguruan tinggi dan riset, namun tidak semua teori

itu bisa dijalankan atau dilaksanakan. Penanggulangan kemiskinan menjadi

tugas pemerintah seperti menyediakan lapangan pekerjaan, memberantas

korupsi, menerapkan sistem ekonomi, menyediakan infrastruktur dan

(16)

commit to user

Perubahan cara berfikir dan cara bertindak pada ukuran kecil orang per

orang atau keluarga bisa berkembang dan punya dampak pada penerapan

kebijakan umum yang dilakukan pemerintah. Ukuran kemiskinan bukan garis

kemiskinan atau upah minimum tetapi dari penghasilan yang diperoleh cukup

untuk biaya makan, kebutuhan listrik, air, transportasi, biaya sekolah,

menabung dan membayar asuransi kesehatan, kendaraan dan jiwa dalam

pengertian yang sederhana. Kalau kebutuhan sederhana tersebut belum mampu

untuk membayarnya kita masih dalam situasi yang bisa mengancam

kemiskinan. Krisis moneter yang terjadi sekitar Tahun 1997 telah menambah

jumlah masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga pada

Tahun 1998 Pemerintah mengucurkan dana Program Penanggulangan

Kemiskinan (PPK) Program ini masih berada dalam program jaring pengaman

sosial(sosial safety net) dengan menitik beratkan pada upaya pemberdayaan

komunitas (communiy empowerment) yang relatif berbeda dengan program

JPS lainnya.

Menurut Baswir, Revrisond, (1999) Pada dasarnya pembangunan adalah

proses perubahan yang terus menerus menuju kemajuan (progress) yang lebih

baik. Pembangunan tanpa mengikutsertakan faktor sosial kemasyarakatan akan

menjadi faktor penarik (pull) dan pendorong (push). Kedua faktor tersebut

akan menghambat keberlanjutan (continuity) dan keberlangsungan

(sustainability) pembangunan akan terganggu akibat faktor kemasyarakatan

(17)

commit to user

terjadi gejolak sosial dan pelbagai gerakan atau perubahan struktur masyarakat

serta mobilitas sosial yang bergerak berubah mengikuti perubahan jaman.

Baswir, Revrisond, (1999) dalam teori perubahan sosial, bahwa perubahan itu

mengarah kepada kemunduran (regress) dan kemajuan (progress). Apapun

arah perubahan sosial tersebut, fungsi waktu sangat menentukan apakah

perubahan sosial tersebut mengarah pada perubahan yang sangat cepat bahkan

sangat lambat. Disamping itu perubahan dapat juga mencakup aspek yang

sangat luas maupun aspek yang sangat sempit dan perubahan tergantung dari

cakupan ruang lingkup (scope) serta ruang perubahannya.

Alfian, (1980, : 121-123), Kemiskinan dan pengangguran merupakan

salah satu bentuk persoalan masyarakat yang disebabkan akibat

ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk, keterbatasan ketersediaan

lapangan kerja, kebutuhan akan cara kerja yang profesional serta pelbagai

tekanan yang ditimbulkan. Disamping itu faktor keterbatasan terhadap akses

informasi, akses perbankan, akses mendapatkan sumber-sumber pendapatan

juga menjadi penyebab utama kemiskinan.

Data kemiskinan Kecamatan Tanon status 30 Oktober 2009 yang

bersumber dari UPTB KB PMD Kec.Tanon dan sudah direvisi oleh BPS

terhadap jumlah rumah tangga PPLS 08 menurut klasifikasi kemiskinan

berjumlah 3.294 KK dengan jumlah anggota jiwa 11.754 yang berarti KK

Miskin Kecamatan Tanon 19,08 % dari jumlah 17.286 KK dengan jumlah

(18)

commit to user

Kondisi krisis ekonomi yang berkepanjangan dimana jumlah

masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan bertambah banyak, maka

sejak tahun 1999 pemerintah telah melakukan PPK singkatan dari

Pengentasan Kemiskinan Kecamatan. Program ini masih berada dalam

platform program jaring pengaman sosial (social safetynet) dengan menitik

beratkan pada upaya pemberdayaan komunitas (community empowerment)

yang relative berbeda dengan program JPS lainnya yang ditetapkan

sebelumnya. Pelaksanaan pengentasan masyarakat dari kemiskinan, PPK

meletakkan sasaran utamanya kepada Kelompok Swadaya Masyarakat.

(KSM) yang tergolong kalangan ekonomi lemah untuk ditumbuhkan

kemandiriannya.

Masalah kemiskinan yang dihadapi, terutama, oleh negara-negara yang

sedang berkembang memang sangatlah kompleks. Kemiskinan merupakan

masalah dalam pembangunan yag bersifat multidimensional, yang berkaitan

dengan aspek sosial, ekonomi, budaya dan aspek lainnya (Sumodiningrat;

1998). Seringkali pemikiran mengenai kemiskinan lebih banyak menekankan

pada segi-sigi emosional atau perasaan yang diselimuti oleh aspek moral dan

kemanusiaan, ataupun masih bersifat partisan karena bersangkut paut dengan

alokasi sumberdaya, sehingga usaha memahami hakekat kemiskinan itu

sendiri menjadi kabur. Keadaan ini menjadikan usaha penanggulangan

kemiskinanh bersifat parsial, tidak komprehensif, serta hasil yang dicapai dari

segala upaya penanggulangan tersebut menjadi tidak tepat sasaran )Suparlan;

(19)

commit to user

Menanggulangi masalah kemiskinan diperlukan upaya yang

memadukan berbagai kebijakan dan program pembangunan yang tersebar di

berbagai sector. Kebijakan pengentasan atau penanggulangan kemiskinan

menurut Sumodiningrat (1998) dapat dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu

kebijakan tidak langsung, dan kebijakan yang langsung. Kebijakantak

langsung meliputi (1) upaya menciptakan ketentraman dan kestabilan situasi

ekonomi, sosial dan politik; (2) mengendalikan jumlah penduduk; (3)

melestarikan lingkungan hidup dan menyiapkan kelompok masyarakat miskin

melalui kegiatan pelatihan. Sedangkan kebijakan yang langsung mencakup :

(1) pengembangan data dasar (base data) dalam penentuan kelompok sasaran

(targeting); (2) penyediaan kebutuhan dasar ( pangan, sandang, papan,

kesehatan, dan pendidikan); (3) penciptaan kesempatan kerja; (4) program

pembangunan wilayah; dan (5) pelayanan perkreditan.

Pemilihan strategi dalam menanggulangi masalah kemiskinan harus

dapat memperkuat peran dan posisi perekonomian rakyat dalam perekonomian

nasional, sehingga terjadi perubahan struktural yang meliputi pengalokasian

sumber daya, penguatan kelembagaan, pemberdayaan sumber daya manusia

(Sumodiningrat, 1998). Program yang dipilih harus berpihak dan

memberdayakan masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan peningkatan

perekonomian rakyat. Program ini harus diwujudkan dalam langkah-langkah

strategis yang diarahkan secara langsung pada perluasan akses masyarakat

miskin kepada sumber daya pembangunan dan menciptakan peluang bagi

(20)

commit to user

sehingga mereka mampu mengatasi kondisi keterbelakangannya. Selain itu

upaya penanggulangan kemiskinan harus senantiasa didasarkan pada

penentuan garis kemiskinan yang tepat dan pada pemahaman yang jelas

mengenai sebab-sebab timbulnya persoalan itu. Setiap upaya penanggulangan

kemiskinan yang mengabaikan dua hal tersebut tidak hanya cenderung tidak

efektif, tetapi pada tempatnya dicurigai sebagai retorika belaka (Baswir,

1999).

Terdapat tiga pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat miskin.

Pertama, pendekatan yang terarah, artinya pemberdayaan masyarakat harus

terarah yakni berpihak kepada orang miskin. Kedua, pendekatan kelompok,

artinya secara bersama-sama untuk memudahkan pemecahan masalah yang

dihadapi. Ketiga, pendekatan pendampingan, artinya selama proses

pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu

didampingi pendamping yang professional sebagai fasilitator, komunikator,

dan dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya

kemandirian (Soegijoko dkk, 1997). Arah baru strategi pembangunan

diwujudkan dalam bentuk : (1) upaya pemihakan kepada yang lemah dan

pemberdayaan masyarakat, (2) pemantapan otonomi dan desentralisasi, dan

(3) modernisasi melalui penajaman arah struktur sosial ekonomi masyarakat

(Sumodiningrat, 1999). Untuk merealisir arah baru pembangunan tersebut,

maka pemerintah perlu lebih mempertajam fokus pelaksanaan strategi

pembangunan yaitu melalui penguatan kelembagaan pembangunan

(21)

commit to user

masyarakat dilaksanakan dengan menggunakan model pembangunan

partisipatif yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas masyarakat dan

kemampuan aparat birokrasi dalam menjalankan fungsi lembaga pemerintahan

yang berorientasi pada kepentingan rakyat (good governance).

Pembangunan yang partisipatif mengutamakan pembangunan yang

dilakukan dan dikelola langsung oleh masyarakat lokal. Model yang demikian

itu menekankan pada upaya pengembangan kapasitas masyarakat dalam

bentuk pemberdayaan masyarakat (Sumodiningrat, 1999). Berdasarkan model

pembangunan tersebut, dapat dikemukakan bahwa suatu proyek atau program

dapat digolongkan kedalam model pembgangunan partisipatif apabila program

tersebut dikelola sendiri oleh masyarakat yang bersangkutan, bukan oleh

aparat pemerintah. Pemberian kewenangan kepada masyarakat setempat yang

tidak hanya untuk menyelenggarakan proyek/program pembangunan, tetapi

juga untuk mengelola proyek tersebut akan mendorong masyarakat untuk

mengerahkan segala kemampuan dan potensinya demi keberhasilan

proyek/program tersebut. Pada gilirannya keberdayaan masyarakat setempat

menjadi baik sebagai akibat dari meningkatnya kemampuan dan kapasitas

masyarakat.

Penguatan kelembagaan disini tidak hanya berarti penguatan secara

fisik saja, seperti bangunan, struktur, atau hanya kelengkapan organisasi,

tetapi lebih pada penguatan fungsi dan perannya sebagai lembaga/organisasi

yang diserahi tugas dan wewenang melaksanakan, memantau, atau menjaga

(22)

commit to user

setempat terutama berkaitan dengan fungsi dan peran sebagai lembaga

masyarakat yang diterima dan dipercaya oleh warga masyarakatnya, jika

program pembangunan diserahkan pelaksanaannya kepada lembaga tersebut,

maka partisipasi masyarakat untuk mensukseskan program tersebut dijamin

tergolong tinggi. Partisipasi masyarakat akan terjadi apabila pelaku atau

pelaksana program pembangunan di daerahnya adalah orang-orang,

organisasi, atau lembaga yang telah mereka percaya integritasnya, serta

apabila program tersebut menyentuh inti masalah yang mereka rasakan dan

dapat memberikan manfaat terhadap kesejahteraannya.

Melalui kadar partisipasi dan peran masyarakat yang tinggi, penguatan

masyarakat sasaran program dapat terwujud. Menguatnya kemampuan rakyat

miskin untuk meningkatkan taraf hidupnya, adalah hasil atau dampak dari

semua aktivitas program penanggulangan kemiskinan. Penguatan masyarakat

tersebut dapat dilihat dari : (1) dimensi pemberdayaan masyarakat miskin, (2)

dimensi terwujudnya kemandirian masyarakat miskin, dan (3) dimensi

perekonomian rakyat. Dimensi pemberdayaan masyarakat perlu diarahkan

terutama dalam rangka pengembangan kegiatan sosial ekonominya. Dimensi

kemandirian masyarakat dapat dicapai melaui asas gotong royong,

keswadayaan dan partisipasi. Sedang dimensi perekonomian rakyat apat

ditandai oleh tersedianya dana untuk modal usaha guna dikembangkan oleh

masyarakat miskin itu sendiri.

Berbagai upaya dan kebijakan pembangunan telah dilakukan

(23)

commit to user

miskin untuk meningkatkan kesejahteraan. Salah satu bentuk upaya tersebut

adalah melalui pendekatan pemberdayaan keluarga yang mengacu pada UU

No. 10 tahun 2002 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan

Keluarga Sejahtera yang pelaksanaannya diatur dalam Inpres nomor 3 tahun

1996 tentang Pembangunan Keluarga Sejahtera dalam rangka Peningkatan

Penanggulangan Kemiskinan.

Inpres Nomor 3 tahun 1996 tersebut menekankan perlunya usaha yang

terpadu dan menyeluruh yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat dan

keluarga untuk memberikan kemampuan kepada keluarga, terutama keluarga

yang masih dalam tahap Pra Sejahtera dan Sejahtera I, agar dapat

memanfaatkan berbagai peluang dan dukungan yang ada untuk mengangkat

dirinya dari ketertinggalan dalam bidang sosial dan ekonomi.

Program yang dilakukan bertujuan membantu keluarga terutama yang

masih berada dalam tahap Pra Sejahtera dan Sejahtera I agar memiliki

wawasan, sikap, perilaku, dan nilai-nilai yang menjunjung tinggi sifat hemat,

perencanaan kedepan dan mampu mengumpulkan modal kerja secara mandiri

untuk mengembangkan usahanya. Orang miskin yang mempunyai usaha

ekonomi produktif bisa dipastikan skala usahanya adalah kecil atau mikro.

Menurut Ismawan (2003) bagi pengusaha mikro, persoalan permodalan

(aksesibilitas terhadap modal) ternyata merupakan masalah utama. Oleh

karena itu pemberian permodalan berupa kredit perlu diberikan. Pemberian

kredit pada orang miskin yang mempunyai usaha ekonomi produktif adalah

(24)

commit to user

sehingga mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan akhirnya dapat

meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

Penanganan masalah kemiskinan yang cukup kompleks di Indonesia

membutuhkan kerja sama semua pihak secara berama dan terkoordinasi.

Untuk meningkatkan efektifitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan

lapangan kerja, pemerintah meluncurkan program penanggulangan

kemiskinan yang salah satunya merupakan Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat (PNPM) Mandiri. Dalam PNPM Mandiri dirumuskan kembali

upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai

dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi hingga pelestarian.

Ruang lingkup kegiatan PNPM Mandiri terbuka bagi semua kegiatan

penangulangann kemiskinan yang diusulkan dan disepakati masyarakat,

meliputi : penyediaan dan perbaikan prasarana/sarana lingkungan pemukiman,

sosial, peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan kapasitas

masyarakat dan pemerintah lokal serta ekonomi, meliputi : penyediaan dana

bergulir dan kredit mikro untuk mengembangkan kegiatan ekonomi

masyarakat miskin yang dikelola di tingkat Kecamatan oleh lembaga Unit

Pengelolaan Kegiatan (UPK).

BKKBN melalui program Pembangunan Keluarga Sejahtera berupaya

untuk membantu keluarga miskin dalam mengembangkan keluarka miskin

dalam mengembangkan kegiatan kewirausahaan untuk meningkatkan

kesejahteraannya. Dukungan yang diberikan diantaranya adalah pemberian

(25)

commit to user

bunga rendah lewat Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Kukesra). Kredit ini

diberikan pada keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I alasan ekonomi yang

telah memiliki Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra) dan tergabung dalam

kelompok Usaha Peningkatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) agar mereka dapat

mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga. Yang menarik dari

program Kukesra ini adalah penerima atau pemakai kredit ini adalah para

perempuan.

Tujuan umum PNPM adalah untuk membantu keluarga Pra Sejahtera

dan Sejahtera I (alasan ekonomi) untuk meningkatkan tahapan keluarga sejah

tera melalui kegiatan ekonomi produktif dalam rangka peningkatan

penanggulangan kemiskinan, sedang tujuan khususnya adalah sebagai

berikut :

1. Membantu keluarga dalam mendapatkan modal usaha dengan syarat

ringan mudah dan cepat.

2. Merangsang kesadaran, motivasi dan semangat keluarga untuk

berwirausaha.

3. Membantu keluarga mengembangkan kegiatan kemitrausahaan dalam

bidang ekonomi. Meningkatkan pengenalan dan pemanfaatan jasa

perbankan dan pelayanan pos dalam keluarga.

Kredit Usaha Keluarga Sejahtera ini diberikan kepada anggota

kelompok Rp. 500.000,00 sampai Rp. 2.000.000,00 tiap orang dengan jangka

(26)

commit to user

diharapkan dapat menambah modal usaha sehingga dapat meningkatkan

pendapatan usaha para anggota kelompok UPPKS.

Data kemiskinan Kecamatan Tanon status 30 Oktober 2009 yang

bersumber dari UPTB KB PMD Kec.Tanon dan sudah direvisi oleh BPS

terhadap jumlah rumah tangga PPLS 08 menurut klasifikasi kemiskinan

berjumlah 3.294 KK dengan jumlah anggota 11.754 jiwa yang berarti KK

Miskin Kecamatan Tanon 19,08 % dari jumlah 17.286 KK dengan jumlah

penduduk 59.793 jiwa.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah penelitian ini antara lain :

1. Bagaimanakah profil penerima kredit PNPM-MP.

2. Bagaimana peran pendampingan dalam pelaksanaan Proram PNPM-MP.

3. Bagaimana dampak Program PNPM-MP terhadap peningkatan

produktivitas, peningkatan penyerapan tenaga kerja, peningkatan

penghasilan anggota kelompok PNPM-MP.

4. Apakah terdapat peningkatan kesejahteraan bagi anggota kelompok

PNPM-MP.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Untuk mengetahui profil penerima dana PNPM-MP.

2. Untuk mengetahui apakah peran pendampingan berfungsi efektif dalam

(27)

commit to user

3. Untuk mengetahui partisipasi masyarakat khususnya masyarakat miskin

dan kelompok perempuan.

4. Untuk mengetahui dampak terhadap peningkatan Produktifitas, tenaga

kerja dan penghasilan setalah mendapat dana PNPM-MP.

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi Pememerintah Daerah

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang profil masyarakat

Penerima dana PNPM-Mpserta untuk memberi informasi tentang

partisipasi masyarakat khususnya masyarakat miskin

2. Bagi pihak lain diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan

sehingga dapat melakukan penelitian kwalitatif dan dapat menjelaskan

tentang prosesnya, hambatan-hambatannya,dan akhirnya mendapat solusi

(28)

commit to user

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Kesejahteraan Ekonomi

a. Pengertian Kesejahteraan Ekonomi

Pendekatan economic welfare memiliki asumsi dasar bahwa

tujuan dari aktivitas ekonomi adalah meningkatkan kesejahteraan

individu-individu yang membentuk masyarakat. Setiap individu

tersebut merupakan penilai terbaik mengenasi seberapa jauh mereka

membaik dalam suatu kondisi. Kesejahteraan setiap individu tidak

hanya tergantung pada konsumsi barang dan jasa yang tersedia, namun

juga tergantung pada kuantitas dan kualitas dari barang dan jasa

nonmarket dari sistem SDA dan Lingkungan, misalnya kesehatan,

pemandangan yang indah dan rekreasi luar ruangan (Freeman, 1993).

Sen, (2002) mengatakan bahwa walfare economics merupakan

suatu proses rasional ke arah melepaskan masyarakat dari hambatan

untuk memperoleh kemajuan. Kesejahteraan sosial dapat diukur dari

ukuran-ukuran seperti tingkat kehidupan (levels of living), pemenuhan

kebutuhan pokok (basic needs fulfillment), kualitas hidup (quality of

life) dan pembangunan manusia (human development). Selanjutnya

(29)

commit to user

standar hidup. Sen mengatakan : the freedom or ability to achieve

desirable “ functionings” is more importance than actual outcomes.

Nicholson (1992), mengemukakan prinsipnya mengenai

kesejahteraan sosial; yaitu keadaan sejahtera sosial maksimum tercapai

bila tidak ada seorangpun yang dirugikan. Sementara itu Bornstein

dalam Swasono, mengajukan “performance criteria” untuk

kesejahteraan sosial dengan batasan-batasan meliputi : output,

growth, efficiency, stability, security, inequality, dan freedom, yang

harus dikaitkan dengan suatu social preference (Swasono, 2004).

Sedangkan Etzioni, (1999), mengatakan bahwa privacy is a societal

licence, yang artinya privacy terikat oleh kaidah sosial. Dengan

demikian kedudukan individu sebagai makhluk sosial yang harus

ditonjolkan dalam ilmu ekonomi utamanya dalam pembangunan

ekonomi yang bertujuan menuju kesejahteraan masyarakat.

Menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional), kesejahteraan keluarga digolongkan menjadi 4 golongan;

yaitu :

1) Keluarga Sejahtera Tahap I, dengan kriteria sebagai berikut :

a) Anggota keluarga melaksanakan ibadah agama.

b) Pada umumnya anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih

c) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda dirumah /

pergi/bekerja/ sekolah.

(30)

commit to user

e) Anak sakit atau pasangan usia subur (PUS) yang ingin ber KB

dibawa kesarana kesehatan.

2) Keluarga tahap II, meliputi :

a) Anggota keluarga melaksanakan ibadah agama secara teratur.

b) Paling kurang sekali seminggu lauk daging / ikan / telur.

c) Setahun terakhir anggota keluarga menerima satu stel pakaian

baru.

d) Luas lantai paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni.

e) Tiga bulan terakhir anggota keluarga dalam keadaan sehat dan

dapat melaksanakan tugas.

f) Ada anggota keluarga berumur 15 tahun keatas berpenghasilan

tetap.

g) Anggota keluarga umur 10 – 60 tahun bisa baca tulis latin

h) Anak umur 7 – 15 tahun bersekolah.

i) PUS dengan anak hidup 2 atau lebih saat ini memakai alat

kontrasepsi.

3) Keluarga Sejahtera Tahap III, meliputi :

a) Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama.

b) Sebagian penghasilan keluarga ditabung.

c) Keluarga makan bersama paling kurang sekali sehari untuk

berkomunikasi.

d) Keluarga sering ikut dalam kegiatan masyarakat dilingkungan

(31)

commit to user

e) Keluarga rekreasi bersama paling kurang sekali dalam enam

bulan.

f) Keluarga memperoleh berita dari surat kabar / majalah / TV /

radio.

g) Anggota keluarga menggunakan sarana transportasi aetempat

4) Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, meliputi :

a) Keluarga secara teratur memberikan sumbangan.

b) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus yayasan /

institusi masyarakat.

b. Kriteria Pareto

Menurut Sadono Sukirno, (1994), Makroekonomi, Grafindo

Jakarta bahwa kriteria pareto menilai keinginan relatif dari berbagai

penggunaan sumberdaya. Kriteria ini merumuskan bahwa keuntungan

masyarakat dan kesejahteraan sosial akan meningkat dengan adanya

realokasi sumber daya sehingga semua individu memperoleh

keuntungan atau paling tidak ada satu individu yang memperoleh

keuntungan dan tidak ada individu lain yang berkurang kepuasannya.

1) Kegunaan Kriteria Pareto

Kriteria pareto memberikan pedoman hanya jika tidak ada

kepuasan individual yang berkurang dengan adanya realokasi.

Pendekatan ini mempunyai keuntungan dan kerugian.

Keuntungannya adalah pemisahan perbandingan kepuasan antar

(32)

commit to user

berbeda. Kriteria ini dikatakan cukup obyektif. Namun demikian,

banyak atau hampir semua kebijaksanaan selalu mengakibatkan

ada orang yang “beruntung” dan ada yang “merugi”. Oleh karena

itu, sangat perlu untuk mengembangkan kriteria tambahan untuk

mengevaluasi realokasi yang diajukan.

2) Kriteria Pareto Menghasilkan Efisiensi

Kriteria pareto merupakan dasar bagi suatu pengevaluasian

efisiensi penggunaan sumber daya. Suatu alokasi sumber daya

dikatakan efisien secara Pareto (pareto-optimal) jika dalam upaya

dalam upaya untuk menaikan kepuasan paling tidak bagi satu orang

anggota masyarakat akan memerlukan penurunan tingkat kepuasan

palint tidak untuk satu orang anggota masyarakat lain.

c. Konsep Kesejahteraan

Menurut Marshall, selain didefinisikan sebagai studi kekayaan.

Ekonomi sangat berkaitan erat dengan aktivitas manusia, sedangkan

pokok pikiran Marshall adalah:

1) Kesejahteraan manusia.

Marshall menggunakan kata ekonomi dalam politik

ekonomi untuk membuat ini lebih familiar daripada fisika.

Marshall berasumsi bahwa ekonomi harus suatu ilmu pengetahuan

(33)

commit to user 2) Hidup bisnis biasa

Istilah siklus bisnis biasa berhubungan dengan bagaimana

seseorang mendapat kekayaan dan bagaimana ia

membelanjakannya.

3) Kekayaan adalah kebutuhan

Marshall mendefinisikan kekayaan sebagai alat ke

kesejahteraan, sebagai sumber yang menyangkut perbaikan dari

hidup manusia.

d. Kritik Definisi Kesejahteraan

Definisi 'Kesejahteraan' menurut Marshall dikritik oleh

Prof.Lionel Robbins. Beberapa pendapat Marshall yang dikritik

adalah:

1) Ekonomi hanya suatu ilmu pengetahuan sosial

Marshall mengasumsikan ekonomi sebagai ilmu sosial

bukan sebagai ilmu pengetahuan manusia. Ilmu sosial mempelajari

aktivitas individu manusia yang merupakan anggota masyarakat.

Walaupun Marshall menggunakan kata ' tindakan sosial dan

individu' untuk mengukur aktivitas yang berhubungan dengan

uang, ia membatasi pokok materi perihal ekonomi kepada studi

para orang tinggal di masyarakat yang menggunakan beberapa

bentuk mata uang. Secara umum bisa dikatakan, hukum pokok

(34)

commit to user

harus diperlakukan sebagai suatu ilmu pengetahuan manusia dan

bukan sebagai suatu ilmu sosial.

2) Klasifikasi

Menurut Marshall ada dua jenis manusia yaitu aktivitas

ekonomi dan aktivitas non-ekonomi. Aktivitas yang berhubungan

dengan kekayaan adalah kegiatan ekonomi dan yang tidak

berhubungan dengan kekayaan, seperti politis, sosial dan religius

adalah aktivitas non-ekonomi. Prof.Robbins menolak jenis

pembedaan ini. Menurut Prof.Robbins, suatu masalah ekonomi

akan muncul bila barang langka yang menyebabkan kepuasan

menjadi terbatas. Masalah seperti itu akan muncul di mana saja.

Oleh karena itu, ekonomi perlu dapat dipelajari di mana saja dan

kapan saja bila ditemukan masalah.

3) Kesejahteraan material

Menurut Marshall, hanya aktivitas yang berhubungan

dengan konsumsi dan produksi jasa dan barang-barang yang

mengarah menuju peningkatan kesejahteraan material berasal

dari bawah lingkup ekonomi. Sedangkan Prof.Robbins menunjuk

ke luar bahwa ada beberapa aktivitas yang berasal dari bawah

lapangan/bidang ekonomi, tetapi tidak terlalu berguna bagi

(35)

commit to user

4) Ketidakmungkinan pengukuran kuantitatif

Lebih lanjut, kritikus menunjuk kesejahteraan itu tidak bisa

diukur secara kuantitatif, jika harga uang digunakan sebagai suatu

instrument untuk pengukuran kesejahteraan tetapi tidak digunakan

untuk ukuran kesejahteraan yang memuaskan. Sebagai contoh,

ketika dua para orang membayar harga yang sama untuk suatu

komoditas, hal itu tidak akan berarti bahwa kedua-duanya

mendapat kesejahteraan atau kepuasan yang sama. Kepuasan orang

miskin secara relatif akan jadi lebih dari yang lainnya

2. Konsep Pemberdayaan

Bayo mengembangkan konsep pemberdayaan dalam tiga hal yaitu

pertama tentang profil masyarakat penerima dana PNPM-MP, yang kedua

tetang pengunaan dana sesuaikah dengan pengajuan mayo

mengungkapkan dalam pelaksanaan kredit harus ada rasa keadilan

sehingga penerima dana tidak merasa dianak tirikan, sehingga dana yang

diharapkan sesuai dengan dana yang dibutuhkan, peran pendampingan

berjalan dengan efektif. Pemberdayaan masyarakat menyangkut dua

kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat yang belum berkembang

sebagai pihak yang harus diberdayakan, dan pihak yang menaruh

kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan (Sumodiningrrat, 1997).

Adimiharja dan Hikmat (2001) mengemukakan bahwa pemberdayaan

merupakan pelimpahan proses pengambilan keputusan dan tanggung

(36)

commit to user

pengendalian, tapi menyerahkan pengendalian. Dengan demikian

pemberdayaan bukanlah masalah hilangnya pengendalian atau hilangnya

hal-hal lain. Yang paling penting, pemberdayaqan memungkinkan

pemanfaatan kecakapan dan pengetahuan masyarakat seoptimal mungkin

untuk kepentingan masyarakat itu sendiri.

Menurut Priyono dan Pranarka (1996) proses pemberdayaan

mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan dengan

kecenderungan primer menekan pada proses memberikan kekuasaan,

kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang

bersangkutan menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi dengan

upaya membangun aset material guna mendukung pembangunan

kemandirian mereka melalui organisasi. Kedua, proses pemberdayaan

dengan kecenderungan sekunder menekankan proses menstimulasi,

mendorong, atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau

keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya

melalui proses dialog.

Sering kali kecenderungan primer terwujud dari kecenderungan

sekunder terlebih dahulu. Selanjutnya disebutkan bahwa proses pemecahan

masalah berbasiskan pemberdayaan masyarakat yang berdasarkan prinsip

berbeda bersama masyarakat menyadari bahwa masyarakat mempunyai

hak-hak yang harus dihargai, sehingga masyarakat lebih mampu

mengenali kebutuhannya dan dilatih untuk dapat merumuskan rencana

(37)

commit to user

ini, praktisi pembangunan berperan dalam memfasilitasi proses dialog,

diskusi, curah pendapat, dan mensosialisasikan tyemuan masyarakat.

Menurut moebyarto (1985), pemberdayaan masyarakat mengacu

kepada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan

akses dan kontrol atas sumberhidup yang penring. Proses pemberdayaan

merupakan wujud perubahan sosial yang menyangkut relasi antara lapisan

sosial sehingga kemampuan individu ;’senasib” untuk saling berkumpul

dalam suatu kelompok cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan

yang peling efektif.

Pemberdayaan secara teoritik dianggap sebagai pendekatan yang

situasional. Teori pemberdayaan telah berkembang dengan beraneka

ragam pijakan dalam 20 tahun terakhir ini. Pemberdayaan dapat berarti

sebagai suatu proses, suatu mekanisme dimana individu, organisasi dan

masyarakat menjadi ahli akan masalah yang mereka hadapi. Teori

pemberdayaan mengasumsikan bahwa (1) pemberdayaan akan berbeda

bentuk untuk orang yang berbeda; (2) pemberdayaan akan berbeda bentuk

untuk konteks yang berbeda; (3) pemberdayaan akan berfluktuasi atau

berubah sejalan dengan waktu. Seseorang dapat merasa terberdayakan

pada suatu saat dan tidak terberdayakan pada waktu yang lain, bergantung

pada kondisi yang mereka hadapi pada suatu waktu. Para akademisi teori

pemberdayaan mengatakan bahwa konsep pemberdayaan berlaku tidak

hanya bagi individu sebagai kelompok, organisasi dan masyarakat, namun

(38)

commit to user

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan

(empowerment) berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan).

Karenanya, ide utama pemerdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai

kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk

membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari

keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa

kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Pengertian ini

mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai sesustu yang tidak berubah atau

tidak dapat dirubah.

Kekuasaan sesungguhnya tidak terbatas pada pengertiuan diatas.

Kekuasaan tidak vakum atau terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam

konteks relasi sosial antar manusia. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial.

Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan

pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses

perubahan kemudian memiliki konsep bermakna. Dengan kata lain,

kemungkinan terjadinya proses pemberdayaansangat tergantung pada dua

hal :

a. Bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah,

pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.

b. Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada

(39)

commit to user

1) Indikator Pemberdayaan

Pemberdayaan berguna untuk meningkatkan kekuasaan

orang-orang lemah atau tidak beruntung (Ife, 1995). Pemberdayaan menunjuk

pada upaya perngalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan

strukture sosial (Swift dan Levin, 1987). Pemberdayaan adalah suatu

cara dimana rakyat, organisasi dan komunitas diarahkan agar mampu

menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rapaport, 1984).

Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana oarang orang

menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagai pengontrolan

atas, dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta

lembaga-lembaga yang mempengaruhi ;kehidupannya. Pemberdayaan

menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan,

dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannhya dan

kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons, et al., 1994)

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya

kelompok rentan dan lemah, untuk (a) memiliki akses terhadap

sumer-sumber produktif yang memungkinksn mereka dapat meningkatkan

pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang

mereka perlukan; dan (b) berpartisipasi dalam proses pembangunan

dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

Berdasarkan definisi-devinisi pemberdayaan diatas, dapat

dinyatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan.

(40)

commit to user

memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam

masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah

kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk kepada

keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial;

yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau

mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti

memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi,

mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial,

dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai

indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa

indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment

index atau indeks pemberdayaan (Girvan, 2004) :

a) Kebebasan mobilitas : kemampuan individu untuk pergi keluar

rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti kepasar, fasilitas

medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat

mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian.

b) Kemampuan membeli komoditas ‘kecil’ : kemampuan individu

untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari

(beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya

(41)

commit to user

dianggap mampu melaksanakan kegiatan ini jika ia dapat membuat

keputusan sendiri tanpa meminta ijin kepada pasangannya, terlebih

jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan

uangnya sendiri.

c) Kemampuan membeli komoditas ‘besar’ : kemampuan individu

untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari

pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti

halnya indikator diatas, poin tinggi diberikan terhadap individu

yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin

pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut

dengan menggunakan uangnya sendiri.

d) Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga :

mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama

suami/istri mengenai keputusan-keputusan keluarga, misalnya

mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternak,

memperoleh kredit usaha.

e) Kebebasan relatif dari dominasi keluarga : responden ditanya

mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami,

istri, anak-anak, mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan

dari dia tanpa ijinnya; yang melarang mempunyai anak; atau

melarang bekerja diluar rumah.

f) Kesadaran hukum dan politik : mengetahui nama salah seorang

(42)

commit to user

setempat; nama presiden; mengetahui pentingnya mempunyai surat

nikah dan hukum-hukum waris.

g) Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes : seseorang

dianggap ‘berdaya’ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau

bersama orang lain melakukan protes, misalnya, terhadap suami

yang memukul istri, istri yang megabaikan suami dan keluarganya,

gaji yang tak adil, penyalahgunaan bantuan sosial, atau

penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah.

h) Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga : memiliki

rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap

memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara

sendiri atau terpisah dari pasangannya.

2) Pendekatan Pemberdayaan

Menurut Ife (1995), pemgberdayaan memuat dua pengertian

kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan disini

diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti

sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas :

a) Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup :

kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya

hidup, tempat tinggal, pekerjaan.

b) Pendefinisian kebutuhan : kemampuan menentukan kebutuhan

(43)

commit to user

c) Ide atau gagasan : kemampuan mengekspresikan dan

menyumbangkan suatu gagasan dalam suatu forum atau diskusi

secara bebas tanpa tekanan.

d) Lembaga-lembaga : kemampuan menjangkau, menggunakan atau

mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga

kesejahteraan sosial, pendidikan dan kesehatan.

e) Sumber-sumber : kemampuan memobilisasi sumber-sumber

formal, informal dan kemasyarakatan.

f) Aktifitas ekonomi : kemampuan memanfaatkan dan mengelola

mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa.

g) Reproduksi : kemampuan dalam kaitannya proses kelahiran,

perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi.

Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan diatas

dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan. Parsons, et al.,

(1994) menyatakan, bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan

secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan

bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara

pekerja sosial dan klien dalam setting pertolongan perseorangan.

Meskipun pemberdayaan ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan

kemampuan diri klien, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan.

Namun demikian, tidak semua intervensi pekerjaan sosial dapat

dilakukan melalui kolektivitas. Dalam beberapa situasi, strategi

(44)

commit to user

gilirannya strategi ini pun tetap berkaitan dengan kolektifitas, dalam

arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem lain diluar dirinya.

Karenanya, dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat

dilakukan melalui tiga pendekatan : mikro, mezzo, dan makro.

(1) Pendekatan Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara

individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis

invention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien

dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering

disebut Pendekatan yang Berpusat pada Tugas (task centered

approach).

(2) Pendekatan Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok

klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok

sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika

kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam

meningkatkan kesadaran, pengetahuan, ketrampilan dan

sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan

yang dihadapinya.

(3) Pendekatan Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi

Sistem Besar (large-system strategy), karena sasaran perubahan

diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan

kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying,

pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa

(45)

commit to user

sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami

situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan

strategi yang tepat untuk bertindak.

3. Pandangan Teoritis Mengenai Kemiskianan

Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama

diperbincangkan karena berkaitan dengan tingkat kesejahteraan

masyarakat dan upaya penanganannya. Dalam Panduan Keluarga Sejahtera

(1996) kemiskinan adalah suatu keaaan dimana seseorang tidak sanggup

memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimili8ki dan

juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam

memenuhi kebutuhannya. Dalam Panduan PNPM (1993) bahwa

kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena

dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari

denganh kekuatan yang ada padanya.

Kemiskinan yang ditandai oleh sikap dan tingkah laku yang

menerima keadaan yang seakan-akan tidak dapat diubah yang tercermin di

dalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya kualitas sumber daya

manusia, lemahnya nilai tukar hasil produksi, rendahnya produktifitas,

terbatasnya modal yang dimiliki untuk berpartisipasi dalam

pembangunan. Mengamati secara mendalam tentang kemiskinan dan

penyebabnya akan muncul berbagai tipologi dan dimensi kemiskinan dan

kemiskinan itu sendiri multikompleks, dinamis, dan berkaitan dengan

(46)

commit to user

pandang. Kemiskinan dibagi menjadi dua kriteria yaitu kemi9skinan

absolut dan kemiskinan relatif.

Kemiskinan adalah kemiskinan yang diukur dari tingkat

pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya,

sedangkan kemiskinan relatif adalah penduduk yang telah memiliki

pendapatan sudah mencapai kebutuhan dasar namun jauh lebih rendah

dibanding keadaan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan menurut tingkatan

kemiskinan adalah kemiskinan sementara dan kemiskinan kronis.

Kemiskinan sementara yaitu kemiskinan yang terjadi sebab adanya

bencana alam dan kemiskinan kronis yaitu kemiskinan yang terjadi pada

mereka yang kekurangan keterampilan, asset, dan stamina (Aisyah, 2001).

Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000) sebagai berikut :

a. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola

kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan

timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah

yang terbatas dan kualitasnya rendah.

b. Kemiskian muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia

karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas

juga rendah, upahnyapun rendah.

c. Kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal.

Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada teori lingkaran

setan kemiskinan (vicious circle of poverty) lihat gambar 2.1. adanya

(47)

commit to user

menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas

mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya

pendapatan yang mereka terima akan berimplikasi pada rendahnya

tabungan dan investasi, rendahnya investasi akan berakibat pada

keterbelakangan dan seterusnya. Logika berpikir yang dikemukakan

Nurkse yang dikutip Kuncoro (2000) yang mengemukakan bahwa negara

miskin itu miskin karena dia miskin (a poor country is poor because it is

poor).

Gambar 2.1

Lingkaran Setan Kemiskinan (The Vicious Circle of Preferty)

Menurut Bayo (1996) yang mengutip pendapat Chambers bahwa

ada lima “ketidakberuntungan” yang melingkari orang atau keluarga

miskin yaitu sebagai berikut :

Kekurangan modal

Pendapatan rendah

Ketidak sempurnaan pasar

Keterbelakangan Ketinggalan

Tabungan rendah

Produktivitas Rendah

(48)

commit to user

a. Kemiskinan (poverty) memiliki tanda-tanda sebagai berikut : rumah

mereka reot dan dibuat ari bahan bangunan yang bermutu rendah,

perlengkapan yang sangat minim, ekonomi keluarga ditandai dengan

ekonomi gali lubang tutup lubang serta pendapatan yang tidak

menentu,

b. Masalah kerentanan (vulnerability), kerentanan ini dapat dilihat dari

ketidak mampuan keluarga miskin menghadapi situasi darurat.

Perbaikan ekonomi yang dicapai dengan susah payah sewaktu-waktu

dapat lenyab ketika penyakit menghampiri keluarga mereka yang

membutuhkan biaya pengobatan dalam jumlah yang besar.

c. Masalah ketidak berdayaan. Bentuk ketidak berdayaan kelompok

miskin tercermin dalam ketidak mampuan mereka dalam menghadapi

elitan para birokrasi dalam menentukan keputusan yang menyangkut

nasibnya, tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasi dirinya.

d. Lemahnya ketahanan fisik karena rendahnya konsumsi pangan baik

kualitas maupun kuantitas sehingga konsumsi gizi mereka sangat

rendah yang berakibat rendahnya produktivitas mereka.

e. Masalah keterisolasian. Keterisolasian fisik tercermin dari

kantong-kantong kemiskinan yang sulit dijangkau, sedang keterisolasian sosial

tercermin dari keter tutupan dalam integrasi masyarakat miskin dengan

(49)

commit to user

1) Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan adalah ketidak mampuan individu dalam memenuhi

kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002),

jika pendapatan dibawah Rp.600.000,00 per bulan masuk kategori

keluarga miskin, penghasilan di atas Rp.1.200.000,- per bulan masuk

kategori sejahtera. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang

berada dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk

makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (proverty

line) atau batas kemiskinan (proverty threshold). Garis kemiskinan

adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk

dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang

per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan,

pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan

jasa lainnya (BPS dan Depsos, 2002).

Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan

dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan

non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan

meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan

kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh

masyarakat (SMERU dalam Suharto dkk, 2004). Fakir miskin adalah

orang yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk

(50)

commit to user

yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak memenuhi

kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan (Depsos, 2001)

Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk

mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial

meliputi : (a) modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat

produksi, kesehatan), (b) sumber keuangan (pekerjaan, kredit), (c)

organisasi sosial dan politik dan politik yang dapat digunakan untuk

mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi

sosial), (d) jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang dan

jasa, (e) pengetahuan dan keterampilan, dan (f) informasi yang berguna

untuk kemajuan hidup (Friedman dalam Suharto, dkk.,2004)

2) Dimensi Kemiskinan

Kemiskinan merupakan fenomena yang berwajah-wajah. David

(2004) membagi kemiskinan dalam beberapa dimensi :

a) Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi

menghasilkan pemenang dan pengalah. Pemenang umumnya

adalah negara-negara maju. Sedangkan negara-negara berkembang

seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas

yang merupakan prasyarat globalisasi.

b) Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan

subsistem (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan),

kemiskinan pedesaan (kemiskinan akibat peminggiran pedesaan

(51)

commit to user

yang di akibatkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan

perkotaan).

c) Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan,

anak-anak dan kelompok minoritas.

d) Kemiskinan konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat

kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar dari si

miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan

tingginya jumlah penduduk.

Menurut SMERU (2001), kemiskinan memiliki berbagai

dimensi :

a) Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan,

sandang, dan papan).

b) Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya

(kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

c) Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk

pendidikan dan keluarga).

d) Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun

massal.

e) Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumber

alam.

f) Tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat.

g) Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata p-encaharian

yang berkesinambungan.

h) Ketidak mampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun

(52)

commit to user

i) Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar,

wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin,

kelompok marjinal dan terpencil (Suharto, dkk, 2004).

BPS (2002) melakukan pendataan rumah tangga miskin dengan

menggunakan 14 variabel kemiskinan dimana variabel ini memiliki

hubungan yang sangat erat dengan kemampuan memenuhi kebutuhan

kalori dan kebutuhan dasar non makanan. Adapun variabel-variabel

yang dimaksud adalah :

a) Luas lantai bangunan tempat tinggal < 8m2 per orang.

b) Lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu/ kayu murahan.

c) Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/ rumbia/ kayu

berkualitas

d) Tidak mempunyai fasilitas buang air besar.

e) Penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

f) Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/

sungai/ air hujan.

g) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/

minyak tanah.

h) Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam satu kali dalam satu

minggu.

i) Hanya membeli satu setel pakaian baru dalam satu satun.

(53)

commit to user

k) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/

Poliklinik.

l) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani : dengan

luas lahan < 0,5 ha, buruh tani, buruh bangunan, buruh perkebunan

atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp.

600.000,00 perbulan.

m) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/ tidak

tamat SD/ hanya SD.

n) Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai

minimal Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor (kredit/ non kredit),

emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

4. Program Nasional Pembedayaan Masyarakat – Mandiri Perdesaan

(PNPM - MP)

PNPM-MP merupakan program penanggulangan kemiskinan

berbasis pemberdayaan masyarakat. Program ini berupaya untuk

menciptakan/ meningkatkan kualitas masyarat, baik secara individu

maupun kelompok dalam memecahkan berbagai persoalan terkait pada

upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan, kemandirian dan

kesejahteraan.

PNPM-MP merupakan salah satu dari berbagai program

penanggulangan kemiskinan yang dirancang berdasarkan pembelajaran

terbaik pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat selama

(54)

commit to user

program penganggulangan kemiskinan lainnya yang diperuntukkan

langsung bagi rumah tangga miskin, seperti Program Beras Miskin

(Raskin), Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (Jamkesmas), dan

Program Keluarga Harapan, serta program-program terkait penyediaan

mikro dan pembinaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Perdesaan

(PNPM-MP) diluncurkan Pemerintah pada bulan Agustus 2006 dan

dilaksanakan di 70.000 desa selama tiga tahun, dari tahun 2007 sampai

2009. Pada tahun pertama PNPM dilaksanakan di hampir 2.000 kecamatan

perdesaan dan kemudian pada tahun 2008 di 3.600 kecamatan. Sedangkan

kecamatan-kecamatan sisanya dilaksanakan pada tahun 2009. Secara

umum PNPM-MP dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan melalui

peningkatan partisipasi masyarakat didalam program pembangunan,

peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam penyediaan layanan

umum, dan peniungkatan kapsasitas lembaga lokal yang berbasis

masyarakat. Selain itu, PNPM-MP diharapkan dapat meningkatkan sinergi

antara masyarakat dan pemerintah daerah dalam rangka lebih

mengefektifkan upaya-upaya pengurangan kemiskinan.

Secara khusus, PNPM-MP yang mempunyai target untuk

menurunkan jumlah serta meningkatkan partisipasi orang miskin tersebut

Gambar

Gambar 2.1 Lingkaran   Setan    Kemiskinan    (The    Vicious   Circle   of
Gambar 2.1
Gambar 2.2 Kerangka Penelitian
Tabel 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sarungu, MS selaku Direktur Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret beserta Staf Pengelola.. Guntur Riyanto, M.Si selaku Pembimbing

Dengan demikian Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) yang telah dilaksanakan pada tahun 2007 dan tahun 2008 di Kecamatan Balige Kabupaten Toba

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) Tingkat peranan KPMD dalam program PNPM-MP, 2) Tingkat partisipasi masyarakat dalam Program PNPM- MP, dan 3) Hubungan antara

tenaga kerja, rata-rata pendapatan anggota masyarakat miskin yang memiliki. usaha sebelum dan sesudah menerima bantuan kredit

Tabel.5.10 Perkembangan Jumlah Dana PNPM-MP di Kecamatan Tanjung Gadang Tahun 2007-2010 (000 Rp). Sumber : UPK Kecamatan

Tabel 9 Distribusi Anggota Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Simulan, Status Bekerja dan Jenis Kelamin, Tahun 2011 (dalam persen) Status

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM- MP) memiliki pengaruh terhadap ekonomi

PNPM-MP khususnya SPP ini juga sangat berpengaruh bagi masyarakat Dusun Belencong Desa Midang karena dengan adanya kelompok SPP ini mereka dapat dengan mudah mendapatkan