Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Sumatera Utara Tahun 2013
(
Studi Kasus : Kelurahan Selayang II) DI
S
U
S
U
N
OLEH :
CAHARYADI TARIGAN
(070906075)
DOSEN PEMBIMBING : Drs. Tonny P. Situmorang
DOSEN PEMBACA : Husnul Isa Harahap. S.Sos, M.si
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERSETUJUAN
\Nama : Caharyadi Tarigan
NIM : 070906075
Departemen : Ilmu Politik
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Judul : Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013.
Menyetujui
Ketua Departemen Ilmu Politik
Dra.T.Irmayani,M.si
NIP. 1968 0630 1994 0320 01
Dosen Pembimbing Dosen Pembaca
Drs. Tony P. Situmorang Husnul Isa Harahap. S.sos, M.si
NIP : 1962 1013 1987 0310 04 NIP : 1966 1111 1994 0320 04
Mengetahui :
Dekan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Perilaku
Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Sumatera Utara tahun 2013.” yang merupakan salah satu syarat yang harus
dipenuhi guna mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini mencoba untuk memberikan gambaran mengenai perilaku pemilih
pemula di Kelurahan Padang Bulan Selayang II dalam Pemilihan Umum Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013. Untuk memudahkan
pembaca mendapatkan gambaran perilaku pemilih pemula di Kelurahan Padang
Bulan Selayang II, skripsi ini dibagi ke dalam 4 (empat) Bab yang disusun sebagai
berikut Bab I membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II memberikan gambaran umum mengenai Kecamatan Medan Selayang yaitu
deskripsi Kecamatan Medan Selayang yang diihat dari keadaan geografis serta batas
wilayah serta demografi penduduk Kecamatan Medan Selayang dan deskripsi
Kelurahan Padang Bulan Selayang II yang dilihat dari keadaan geografis serta batas
wilayah serta demografi penduduk Kelurahan Padang Bulan Selayang II. Bab III
di Kelurahan Padang Bulan Selayang II. Bab IV yang juga sebagai bab terakhir dari
skripsi ini akan berisikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini serta saran –
saran yang mungkin saya peroleh setelah menyelesaikan penelitian ini.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, saya mendapat banyak bantuan moril
maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu saya dengan rendah hati dan tulus
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Daud Tarigan. SE, MM dan Ibu Malem
Keina Sembiring yang telah memberikan motivasi, doa, materi dan tenaga
selama masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini. Untuk ayah dan ibu
tercinta, saya persembahkan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Baddarudin, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si. selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. P. Antonius Sitepu, M.Si. selaku Sekretaris Departemen Ilmu
Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Drs. Tony P. Situmorang, selaku dosen pembimbing selama saya
untuk skripsi saya yang telah meluangkan banyak waktunya untuk
memberikan motivasi serta masukan – masukan dan bimbingan kepada saya
6. Bapak Husnul Isa Harahap. S.sos, M.si. selaku dosen pembaca bagi skripsi
saya yang telah memberikan saran – saran serta kritikan yang membangun
dalam penulisan skripsi ini.
7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
8. Kepada seluruh pegawai Kecamatan Medan Selayang khususnya Bapak
Zulfakhri Ahmadi, S.sos Selaku Camat di Kecamatan Medan Selayang;
kepada seluruh pegawai Kelurahan Padang Bulan Selayang II khususnya
Bapak Gelora Sitepu selaku Kepala Lingkungan 15 serta Ibu Aty selaku staff
di Kelurahan Padang Bulan Selayang II, atas bantuan yang diberikan kepada
saya dalam memperoleh data – data dan surat izin penelitian skripsi ini.
9. Kepada adinda tersayang Yani Wina Erlykasna Sembiring yang selalu
memberikan dorongan semangat serta doa kepada saya untuk segera
menyelesaikan skripsi ini, tidak lupa juga disertai dengan sindiran – sindiran
yang menggelitik. Tanpa dukungan adinda, saya sadari penulisan skripsi ini
akan terasa semakin sulit dan berat.
10.Kepada kawan – kawan yang telah memberikan banyak sekali bantuan kepada
saya selama masa pengerjaan skripsi ini, dari seminar hingga selesai. Serta
11.Teman – teman seperjuangan Danny Perangin – angin, Brando Ginting serta
Redy Tarigan yang selalu memberikan masukan dan motivasi melalui
pertemuan – pertemuan malam ketika pengerjaan skripsi sudah mentok.
12.Kepada seluruh teman-teman mahasiswa Ilmu Politik. Baik Senior maupun
Junior yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Atas dukungannya saya
ucapkan terima kasih.
13.Buat semua orang – orang yang mendoakan dan mendukung saya di setiap
waktu yang tidak bisa disebutkan satu persatu, saya ucapkan terima kasih
banyak. Doaku bersama kalian. Saya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari
kata sempurna, sehingga segala kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai perilaku pemilih dalam
pemilihan umum kepala daerah. Terima Kasih.
Medan,
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... ix
ABSTRAK ... xii
BAB I Pendahluan 1.1. Latar belakang ………... 1
1.2. Perumusan Masalah ………... 8
I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 8
1.3.1. Tujuan Penelitian ………... 8
1.3.2. Manfaat Penelitian ………... 9
I.4.1. Perilaku Pemilih ………... 9
1.4.2. Teori Partisipasi ………... 15
1.4.2.1. Pengertian partisipasi Politik ………... 15
1.4.2.2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik ………... 18
1.4.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik ……….…... 20
1.4.3. Pengertian Budaya Politik ………... 22
1.4.3.1. Bentuk-bentuk budaya Politik ………... 24
1.5. Metodelogi Penelitian ……….………... 27
1.5.1. Jenis Penelitian ……….………... 27
1.5.2. Lokasi Penelitian ………..………... 27
1.5.3. Populasi dan Sampel Populasi ………... 28
1.5.4. Teknik Pengumpulan Data ………... 29
I.5.5. Teknik Analisis Data ………... 30
BAB II Deskripsi Kelurahan Padang Bulan Selayang II
2.1. Sejarah Terbentuknya Kecamatan Medan Selayang ………... 32
2.2. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Medan Selayang ……... 33
2.3. Penduduk dan Tenaga Kerja ………...………... 35
2.3.1. Jumlah Penduduk ………...…. 35
2.3.2. Status Pendidikan Penduduk Usia 7 – 12 Tahun ………... 36
2.3.3. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk ………... 36
2.4. Jumlah Fasilitas Sarana dan Prasarana di Kecamatan Medan Selayang ... 37
2.5. Letak Geografis dan Luas Wilayah Keluraan Padang Bulan Selayang II .... 38
2.6. Penduduk, Agama, Etnis dan Tenaga Kerja di Kelurahan Padang Bulan Selayang II ………... 39
2.6.1. Jumlah Penduduk di Kelurahan Padang Bulan Selayang ……….. 39
2.6.2. Agama Penduduk di Kelurahan Padang Bulan Selayang II ………….. 40
2.6.3. Etnis/Suku Penduduk di Kelurahan Padang Bulan Selayang I ……….. 41
2.6.4. Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Padang Bulan Selayang II .. 42
2.8. Rekaputilasi Suara Kecamatan Medan Selayang dan Kelurahan Padang Bulan
Selayang II ………... 46
.
BAB III Peyajian Data
3.1. Data Responden………... 49
3.2. Jawaban Responden ………... 53
Bab IV Penutup
4.1. Kesimpulan ………... 69
4.2. Saran ………... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 72
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Nama Camat yang Memimpin Kecamatan Medan Selayg Dari Tahun 1991 Hingga 2012 ... 33
Tabel 2 Nama Kelurahan, Nama Lurah, Luas Wilayah dan Jumlah Kepala Lingkungan Di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011 ... 34
Tabel 3 Jumlah Penduduk per Kelurahan Menurut Jenis Kelamin diKecamatan Medan Selayang Tahun 2011 ... 35
Tabel 4 Komposisi Mata Pencaharian Penduduk per Kelurahan Di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011 ... 36
Tabel 5 Nama Lurah yang Memimpin Kelurahan Padang Bulan Selayang II Dari Tahun 1991 Hingga 2013 ... 38
Tabel 6 Jumlah Penduduk Kelurahan Berdasarkan Agama di Padang Bulan Selayang II tahun 2012 ... 40
Tabel 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis/Suku di Kelurahan Padang Bulan Selayang II tahun 2012 ... 41
Tabel 8 Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Padanag Bulan Selayang II tahun 2012 ... 42
Tabel 9 Jumlah Fasilitas Pendidikan di Keluarahan Padang Bulan Selayang II tahun 2012 ... 44
Tabel 10 Rekaputilasi Suara di Kecamatan Medan Selayang tahun 2013 ... 46
Tabel 11 Rekaputilasi Suara di Kelurahan Padang Bulan Selayang II tahun 2013 ... 47
Tabel 12 Jawaban responden terhadap jawban no 1, Distribusi responden berdasarkan umur ... 49
Tabel 13 Jawaban responden terhadap jawban no 2, Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ... 50
Tabel 15 Jawaban responden terhadap jawban no 14, Distribusi berdasarkan tingkat pendidikan ... 52
Tabel 16 Jawaban responden terhadap jawban no 5, Apakah anda terdaftar dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara 2013? ... 53
Tabel 17 Jawaban reponden terhadap pertanyaan No.6, Apakah anda menggunakan hak pilih anda pada Pemilihan Umum Kepala Daerah di Sumatera Utara tahun 2013? ... 53
Tabel 18 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.7, Apakah alasan anda menggunakan hak pilih anda pada Pemilihan Umum Kepalada Daerah di Sumatera Utara tahun 2013? ... 54
Tabel 19 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.8, Apakah alasan anda tidak menggunakan hak pilih anda pada Pemilihan Umum Kepala Daerah di Sumatera Utara tahun 2013? ... 56
Tabel 20 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.9 Pernahkah anda melihat, mendengar atau menonton kampanye pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara 2013? ... 57
Tabel 21 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.10, Jika pernah, kampanye dalam bentuk apa dan dimana? ... 57
Tabel 22 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.11, Bentuk kampanye dibawah ini, bentuk kampanye yang mana menurut anda paling menarik dan menyakinkan anda terhadap pasangan calon? (hanya 1 jawaban) .,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,.. 59
Tabel 23Jawaban responden terhadap pertanyaan No.12, Siapa psangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara yang anda pilih dalam pemilihan secara langsung tahun 2013? ... 60
Tabel 24 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.13, Dari 2 hal dibawah ini, faktor apa yang paling dominan yang mempengaruhi anda dalam memilih pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara 2013? ... 62
Tabel 25 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.14, Jika anda menjawab “Figur Pasangan Calon” pada jawaban No.13, hal apa yang menjadi pertimbangan anda memilih pasangan calon tersebut? ... 63
No.13, hal apa yang menjadi pertimbangan anda memilih partai politik tersebut? ... 65
Tabel 27 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.16, Apakah anda percaya bahwa pasangan calon yang anda pilih mampu membawa Sumatera Utara kearah yang lebih baik (di bidang ekonomi, politik, hukum, social dan budaya)? ... 66
Tabel 28 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.17, Apakah anda menerima hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Sumatera Utara tahun 2013? ... 67
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen Ilmu Politik
NAMA : CAHARYADI TARIGAN
NIM : 070906075
PERILAKU PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH SUMATERA UTARA TAHUN
2013
ABSTRAK
Perilaku pemilih adalah kecenderungan seseorang untuk memilih atau tidak memilih seseorang dalam pemilihan umum. Perilaku pemilih sendiri terbentuk dari berbagai macam faktor yang terbentuk dari lingkungan sekitar pemilih. Namu pemilih pemula kelompok pemilih yang rentang usianya antara 17 – 20 tahun ini adalah mereka yang berstatus pelajar, mahasiswa dan pekerja muda. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran umum mengenai perilaku pemilih pemula Kelurahan Padang Bulan Selayang II dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013. Adapun yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh pemilih pemula di Kelurahan Padang Bulan Selayang IIyang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penlitian Kuantitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder (library research) dan data sekunder yang dilakukan dengan menyebarkan kuisioner atau angket kepada masing – masing sample yang telah ditentukan. Adapun penentuan jumlah sample dilakukan dengan rumus Taro Yaman sehingga didapati jumlah responden sebanyak 92 responden. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemilih pemula di Kelurahan Padang Bulan memiliki keberagaman jenis pemilih. Ada yang tergolong kedalam pemilih rasional, pemilih kritis, dan pemilih tradisional.
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen Ilmu Politik
NAMA : CAHARYADI TARIGAN
NIM : 070906075
PERILAKU PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH SUMATERA UTARA TAHUN
2013
ABSTRAK
Perilaku pemilih adalah kecenderungan seseorang untuk memilih atau tidak memilih seseorang dalam pemilihan umum. Perilaku pemilih sendiri terbentuk dari berbagai macam faktor yang terbentuk dari lingkungan sekitar pemilih. Namu pemilih pemula kelompok pemilih yang rentang usianya antara 17 – 20 tahun ini adalah mereka yang berstatus pelajar, mahasiswa dan pekerja muda. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran umum mengenai perilaku pemilih pemula Kelurahan Padang Bulan Selayang II dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013. Adapun yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh pemilih pemula di Kelurahan Padang Bulan Selayang IIyang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penlitian Kuantitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder (library research) dan data sekunder yang dilakukan dengan menyebarkan kuisioner atau angket kepada masing – masing sample yang telah ditentukan. Adapun penentuan jumlah sample dilakukan dengan rumus Taro Yaman sehingga didapati jumlah responden sebanyak 92 responden. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemilih pemula di Kelurahan Padang Bulan memiliki keberagaman jenis pemilih. Ada yang tergolong kedalam pemilih rasional, pemilih kritis, dan pemilih tradisional.
BAB I
Pendahluan
1.1. Latar belakang
Pada tanggal 07 Maret 2013 yang lalu, rakyat Sumatera Utara telah
melaksanakan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) secara langsung untuk
memilih Gubernur dan Wakil Gubernur yang merupakan salah satu bentuk perubahan
demokrasi, dimana pada masa reformasi telah memberikan kebebasan dan otonomi
luas terhadap daerah, yang dimana pada masa orde baru selama 32 tahun
mencengkram masyarakat Indonesia. Warisan budaya politik yang mengakar kuat,
karena apa yang dilakukan pada masa orde baru terhadap sistem politik di Indonesia
masih tertanam dan merasuk dalam mentalitas dan nilai-nilai masyarakat kita maupun
pemerintahan secara nasional dan lokal.
Pada masa pimpinan Presiden Habiebie pemerintah berusaha merevisi UU
NO.5/1974 dengan menerbitkan UU No.22/1999 sebagai landasan hokum
pemerintahan daerah.Undang-undang ini berawal dari ketidakadilan dan ketimpangan
hubungan yang terjadi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, diharapkan
UU NO.22/1999 dapat mengakmodasikan perubahan paradigma pemerintahan dan
dapat mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan
potensi dan keanekaragamaan, dan dapat mencegah terjadinya disintegrasi bangsa.
Lahirnya undang-undang ini merupakan respon atas tuntutan masyarakat di
era reformasi yang mengkehendaki pelaksanaan otonomi luas dengan prinsip-prinsip
demokrasi, pemerataan dan keadilan, peningkatan peran serta masyarakat, diakuinya
potensi dan keanekaragaman daerah, serta terciptanya kemandirian daerah.
1
2
Undang-undang pemerintahan daerah merupakan sebagai antisipasi pembahuruan dan
penyempurnaan dari beberapa aturan yang melandasi pelaksanaan pemerintah
didaerah yang sudah tidak antisifatif dalam perkembangan. Di sisi lain,
undang-undamg ini merupakan implementasi dari beberapa aturan mendasar, dengan tegas
dan jelas memberikan batasan-batasan beberapa pengertian sebagai dasar pelaksanaan
pemerintahan daerah, antara lain memisahkan secara tegas fungsi dan peran
pemerintah daerah dan DPRD, satu sisi lainnya menempatkan kepalada daerah
beserta perangkat daerah otonom sebagai badan eksekutif daerah dan DPRD sebagai
badan legislatif daerah.
Pada masa pemerintahan Presiden Megawati dilakukan evaluasi yang
mendasar, maka diterbitkanlah UU No.32/2004 sebagai landasan hukum pemerintah
daerah yang menggantikan UU No. 22/1999 karena tidak lagi sesuai setelah
amandemen UUD 1945.
3
4
1
Agussalim Andi Gadjong,Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum.Bogor: Ghalia Indonesia, 2007, hal.161
Pada tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah, dipilih secara
langsung oleh rakyat yang diatur dalam UU No.32/2004 tentang pemerintahan daerah
pasal 56. Dalan pasal 56 ayat 1 menyebutkan : “Kepala daerah dan Wakil Kepala
Daerah dipilh dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis
berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”.
Ibid,. hal.3
Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) ini dinilai sebagai perwujudan
pengembalian hak-hak dasar masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan
yang utuh dalam rangka rekrutmen pimpinan daerah mendinamisir kehidupan
demokrasi di tingkat lokal.Demokrasi di tingkat lokal mulai mekar pada tahun 2005
untuk pertama kalinya dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia digelar pemilihan
umum kepala daerah secara langsung, baik gubernur dan wakilnya, maupun bupati
dan wakilnya atau walikota dan wakilnya. Pemilihan kepala daerah langsung
merupakan kerja keras dalam demokrasi. Banyak hal yang menjadi konsekuensinya
antara lain energi, waktu, pikiran dan lainnya. Keberhasilan pemilukada untuk
melahirkan kepemimpinan daerah yang demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan
rakyat sangat tergantung pada sikap kritisisme dan rasionalitas rakyat sendiri.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan umum
kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari
kategori pemilu. Pemilihan umum kepala daerah secara langsung merupakan
_________________________________________________________
5
Joko J Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal.3
suatu langkah maju dalam proses demokrasi di Indonesia. Melalaui pemilihan umum
kepala daerah secara langsung berarti mengembalikan hak-hak masyarakat di daerah
untuk berpartisipasi dalam proses politik dalam rangka rekrutmen politik lokal secara
demokrasi.6
Adapun pemilukada terkait dengan kedaulatan rakyat yang mencakup hal-hal
sebagai berikut:
Sehingga hal ini semakin memajukan demokrasi di tingkat lokal karena
masyarakat lokal akan memilih sendiri siapakah calon pemimpinnya atau yang
mewakilinya di daerah. Oleh karena itu pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada)
ini diharapkan bisa membawa masyarakat Sumatera Utara kearah yang lebih
demokratis,karena kita telah diberikan otonomi daerah, dalam kampanye pemilukada
2013 dimana kita telah diberikan kebebasan untuk memilih calon kepala daerah dan
wakil kepada daerah.
7
(1) Rakyat secara langsung dapat menggunakan hak-hak pilihnya
secara utuh. Menjadi kewajiban negara memberikan perlindungan terhadap hak pilih
rakyat. Salah satu hak politik rakyat tersebut adalah hak memilih calon pemimpin.
Penundaan atau peniadaan hak pilih tidah hanya mengurangi secara signifikansi
nilai-nilai demokrasi dalam pemilukada secara langsung namun bahkan setiap saat
mengancam legitimasi pemimpin pemerintahan daerah; (2) Wujud nyata asas
guna menjaga kelangsungan sebuah kepemimpinan politik. Melalui pemilukada,
maka _________________________________________________________
6
Ibid., hal.21 7
seseorang kepala daerah harus dapat mempertanggungjawabkan kepemimpinan
kepada rakyat yang memilih. Tingkat penerimaan rakyat kepada kepala daerah
merupakan jaminan bagi peningkatan partisipasi politik rakyat yang akan menjaga
kelanggengan sebuah kepemimpinan. Kepala daerah yang tidak dapat memenuhi
pertanggungjawaban dan akuntabilitasnya akan ditinggalkan rakyat, bahkan rakyat
akan menghukumnya dengan jalan tidak akan memilihnya lagi. Karena itu dalam
beberapa sistem pemilihan, calon kepala daerah harus memiliki “trade merk”, yaitu
ciri khas danprioritas program kerja, yang harus dipertanggungjawabkan; (3)
Menciptakan suasana kondusif bagi terciptanya hubungan sinergis antara
pemerintahan dan rakyat. Pemerintahan akan melaksanakan kehendaknya sesuai
dengan kehendak rakyat. Keserasian dan kesimbangan hubungan antara keduanya
akan membawa pengaruh yang sangat menentukan bagi tegaknya suatu pemerintahan
yang demokratis. Oleh sebab itu, bilamana sebuah pemerintahan telah ditinggalkan
rakyatnya, maka ambruknya pemerintahan tersebut tinggal menunggu waktu dalam
hitungan yang tak lama.
Ibid., hal.128-130
Dengan adanya pemilukada maka rakyatlah yang menentukan siapa yang
akan menduduki jabatan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam
asas-asas pemilukada yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemungutan
suara adalah proses pencurahan dan pertimbangan warga untuk memilih calon
berdasarkan informasi dan data yang diperoleh pada masa kampanye. Bagi pemilih,
pemberian suara ini merupakan seleksi akhir dalam pemilhan dengan memberikan
suara pada pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, yang dikenal
dengan seleksi politis.
Perilaku pemilih masyarakat adalah aspek penting yang menunjang
keberhasilan suatu pelaksanaan pemiluada. Perilaku pemilih yang dimaksud disini
adalah antara lain yaitu dalam pelaksanan kampanye, kepartaian dan juga proses
“voting” atau pemberian suara. Di sini kampanye telah mengalami pergeseran
paradigma. Paradigma lama bahwa kampanye merupakan bagian dari kegiatan
pemilihan untuk meyakinkan pemilih telah pudar dan diganti dengan paradigma baru
bahwa kampanye merupakan komunikasi politik dan pendidikan politik.
Bergabung dengan partai politik juga merupakan bagaian atau bentuk dari
perilaku pemilih, karena partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk
turut serta atau berpartisipasi dalam pengelelolaan negara.
8
Perilaku pemilih dalam pemilukada itu sangat penting . karena di dalam
menentukan apakah pemilukada itu berhasil, maka perilaku pemilih masyarakatnya
akan menjadi faktor penetu yang pentng pula. Bila didalam pelaksanaan pemilukada
ternyata dapat dilihat bahwa masyarakat tidak mengambil bagian didalamnya,
misalnya dapat dilihat dengan tingginya angka gollput, berarti pemilukada kurang
berhasil dilaksanakan. Terbukti dengan masyarakatnya yang kurang memberi
perhatian pada peserta demokrasi tersebut.
_________________________________________________________
8
Ibid., hal.256 9
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2008, hal.397
Karena pentingnya perilaku pemilih dalam pemilukada, maka memang perlu
diadakan kajian intensif terhadap perilaku pemilih itu sendiri.
Sampai saat ini belum terlalu banyak kalangan pemerhati politik Indonesia
yang melakukan kajian intensif terhadap perilaku pemilih. Kebanyakan, dalam
mempelajari partai politik dan pemilu lebih banyak nmemfokuskan pada proses
pelaksanaan pemilunnya, karakteristik pendukung partai politiknya serta
kemungkinan perolehan suara dari masing-masing partai politik. Padahal kajian
tentang perilaku pemilih juga tidak kalah pentingnya terutama di dalam pemilukada.
Dengan menyadari kurangnya penilitian serta menariknya tentang perilaku
pemilih pemula untuk diteliti, maka di dalam proposal penelitian ini saya akan
menjelaskan dan meneliti tentang perilaku pemilih pemula di Kelurahan Padang
Bulan Selayang II, Kelurahan Padang Bulan Selayang II yang merupakan daerah
pelaksanakan pemilukada. Dalam melakukan penelitian tentu saja terdapat berbagai
variasi jenis atau bentuk perilaku pemilih pemula yang terdapat dalam wilayah ini.
Keterlibatan masyarakat Kelurahan Padang BulanSelayang II dalam pimilukada
lihat pula perilaku pemilih pemula yang seperti apa yang terdapat di dalam Kelurahan
Padang Bulan Selayang II ini. Baik itu berupa kampanye yang berlangsung ataupun
pada saat pemberian suaranya. Maka berdasarkan hal-hal diatas penulis tertarik untuk
meneliti tentang “Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Kepala Daerahdan Wakil
Daerah di Sumatera Utara 2013”.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah
yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk
diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan
pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicari
pemecahannya, atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan
yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan
pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah.11 Dari latar belakang masalah
yang telah diuraikan di atas maka penulis membuat perumusan masalah sebagai
berikut: “Seberapa besar faktor orientasi kandidat dan orientasi isu
mempengaruhi perilaku pemilih pemula dalam pemilukada di Kelurahan
Padang Bulan Selayang II?”
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan perilaku pemilih pemula seperti apa yang terdapat di
Kelurahan Selayang II. Baik dari segi keikutsertaan mereka dalam masa
kampanye menjelang pemilu, ataukah dengan ikut menjadi anggota partai
politik, maupun partisipasi mereka dalam pemilu serta peran mereka dalam
pemungutan suara.
2. Untuk mengetahui seberapa besar faktor orientasi kandidat dan orientasi isu
mempengaruhi perilaku pemilih pemula dalam Pilkada Langsung di
Kelurahan Padang Bulan Selayang II.
3. Untuk menambah wawasan bagi masyarakat luas mengenai perilaku pemilih
dalam pemilukada.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Diharapkan dapat menambah referensi karya ilmiah dibidang ilmu sosial dan
ilmu politik, serta diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang ada,
terutama bagi mahasiswa ilmu politik dan juga bagi mahasiswa lainnya yang
mungkin tertarik dengan bidang politik.
2. Bagi instansi yang terkait dalam penelitian ini yaitu KPU, maka manfaat yang
di dapat adalah bahwa KPU dapat melihat seperti apakah antusiasme
masyarakat di Kelurahan Selayang II, dalam menyambut pilkada sehingga
dapat lebih meningkatkan sosialisasi Pilkada dan pada akhirnya lebih
3. Bagi Akademik, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian di
bidang ilmu sosial dan ilmu politik, khususnya mengenai studi tentang
perilaku pemilih.
1.4. Kerangka Teori
I.4.1. Perilaku Pemilih
Pemilih adalah semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk
mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan memberikan suaranya kepada
kontestan bersangkutan. Dinyatakan sebagai pemilih dalam pilkada yaitu mereka
yang telah terdaftar sebagai peserta pemilih oleh petugas pendata peserta pemilih.
Pemilih dalam hal ini dapat berupa konsituen mapn masyarakat pada umumnya.
Konstiuen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi
tertentu yang kemudian termanfestasikan dalam institusi politik sebagai partai politik
dan seorang pemimpin.
Perilaku pemilih dapat ditujukan dalam memberikan suara dan menentukan
siapa yang akan dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam
pemilukada. Pemberian suara atau “voting” secara umum dapat diartikan sebagai:
“sebuah proses dimana seseorang anggota dalam suatu kelompok menyatakan
pendapatnya dan ikut menentukan plihannya diantara anggota kelompok seorang
pejabat maupun keptusan yang diambil”. Pemeberian suara dalam pemilukada
diwujudkan dengan memberikan suara pada pasangan calon kandidat.
Adapun perilaku pemilih menurut Surbakti adalah :11
Adapun bentuk-bentuk perilaku pemilih yang dimaksud disini adalah antara
lain keikutsertaan masyarakat dalam kampanye, keikutsertaan masyarakat dalam
partai politik dan juga puncaknya keikutsertaan masyarakat dalam pemungutan suara
(vote), Sebagai komunikasi politik: (1) kampanye diarahkan
“aktivitas pemberian
suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan
untuk memilih atau tidak memilih (to vote or not to vote) di dalam suatu pemilihan
umum (pilkada secara langsung). Bila voters memutuskan untuk memilih (to vote)
maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu”.
_________________________________________________________
10
Firmanzah, Marketing Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007, hal.102 11
pada penciptaan kondisi yang memungkinkan terbangunnya kepercayaan dan
pertanggungjawaban terhadap program-program yang ditawarkan calon. Sebagai
pendidikan politik, kampanye salah satu bentuk dari peilaku pemilih; (2) Kegiatan
seseorang dalam partai politik merupakan sebuah partisipasi politik. Sehingga adapun
peran dan fungsi partai politikmengandung penguatan rasionalitas dan kritisisme
pemilih. Dan melalui kampanye kita dapat melihat, apakah memang masyarakat ikut
andil dalam pelaksanaan kampanye tersebut karena dengan ikut di dalam pelaksanaan
kampanye merupakan di dalam pilkada adalah: (a) sebagai komunikasi politik yaitu
contohnya melaksanakan kampanye; (b) sebagai pendidikan politik yaitu memberikan
pengarahan untuk ikut serta memberikan suara (vote); (c) sosialisasi pilkada yang
menjelaskan untuk apa dan mengapa diadakan pilkada; (d) fungsi rekrutmen politik;12
Keputusan untuk memberikan dukungan dan suara tidak akan terjadi apabila
tidak terdapat loyalitaspemilih yang cukup tinggi kepada calon pemimpin jagoannya.
Begitu juga sebaliknya, pemilih tidak akan memberikan suaranya kalau mereka
menganggap bahwa sebuah partai atau calon pemimpin tidak loyal serta tidak
konsisten dengan janji dan harapan yang telah mereka berikan. Perilaku pemilih juga
sarat dengan ideologi antara pemilih dengan partai politik
(3) Yang terakhir adalah puncaknya pada saat pemungutan suara atau “vote”. Disini
akan dilihat seberapa besar masyarakat yang benar ikut ambil bagian dalam
pemilihan.
_________________________________________________________
12
atau konsestan pemilu. Masing-masing kontestan membawa ideologi yang saling
berinteraksi. Selama periode kampanye pemilu, muncul kristalisasi dan
pengelompokkan antara ideologi yang dibawa kontestan. Masyarakat akan
mengelompokkan dirinya kepada kontestan yang memiliki ideologi sama dengan
yang mereka anut sekaligus juga menjauhkan diri dari ideologi yang berseberangan
dengan mereka.
Irtanto, Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal.178-182
Di dalam mengambil keputusannya, maka masyarakat diperkirakan
mempunyai tolok ukur yang tradisional yang meliputi 3 aspek penting, yakni:
13
14
(1)
memperoleh dukungan yang mantap dari pendukungnya. Sebaliknya kondisi partai
politik yang buruk akan mengakibatkan berkurangnya dukungan terhadap partai
politik yang bersangkutan. Begitu pula dalam pemilkada, dimana pasangan kepala
daerah dan wakil kepala daeah yang di dukung oleh partai politik yang solid dan
mapan akan mendapatkan dukungan dari pendukung dan simpatisan partai tersebut;
(2) Kemampuan partai dalam menjual isu kampanye, partai yang Hegemoni biasanya
menjual isu-isu kemapanan dan keberhasilan yang telah mereka raih. Partai-partai
politik baru bisanya menjual isu-isu “menarik” dan partai politik tersebut, biasanya
dianggap “bersih” terutama dari nuansa money politics; (3) Penampilan kandidat,
dimana performa kandidat sangat menentukan keberhasilan kandidat.
_________________________________________________________
13
Muhammad Asfar, Pemilu dan Perilaku Pemilih 1955-2004, Jakarta: Pustaka Eureka, 2006, hal.137 14
Perilaku pemilih dapat dianalisis dengan tiga pendekatan yakni : (1)
Pendekatan Sosiologis; (2) Pendekatan Psikologis dan; (3) Pendekatan Rasional.
Namun dalam penelitian ini saya menggunakan pendekatan sosiologis, yang dimana
pendekatan ini pada dasarnya menekankan peranan-peranan faktor-faktor sosiologis
dalam membentuk sebuah perilaku politik seseorang ataupun kelompok masyarakat,
pendekatan ini menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan sosial itu
mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih.
Karakter dan pengelompokan sosial berdasarkan umur (tua-muda), jenis kelamin
(laki-perempuan), agama, status-sosial, ekonomi, aspek geografis dan lain
sebagainya.
Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologis
(terutama konsep sosialisasi dan sikap) untuk menjelaskan perilaku memilih
seseorang. Aliran yang menggunakan pendekatan sosiologis dalam menganalisis
voting behavior ini menyatakan bahwa preferensi politik termasuk preferesi
pemberian suara di kotak pemilihan seeorang merupakan produk dari karaktersitik
sosial ekonomi di mana dia berada seperti profesi, kelas sosial, agama dan Dalam
analisis tentang suatu hubungan atau pengaruh, yaitu antara lain pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, atau kekayaan.
15
Gerald Pomper memperinci pengaruh pengelompokan sosial dalam kajian
voting behavior ke dalam dua variabel yaitu predisposisi (kecenderungan) sosial
16
_________________________________________________________
15
Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Widya Sarana, 1992, hal.145 16
ekonomi pemilih dan keluarga pemilih.
Damsar, Pengantar Sosioogi Politik, Jakata: Kencana Prenada Media Grop, 1990, hal.180 17
Sosialisasi politik yang diterima seseorang
pada masa kecil sangat mempengaruhi pilihan politik mereka, terutama pada saat
pertama kali menentukan pilihan politik. Apakah preferensi politik ayah atau ibu
berpengaruh pada preferensi politik anak, sedangkan predisposisi sosial ekonomi
berupa agama dianut, tempat tinggal, kelas sosial, karakteristik demografis dan
sebagainya. Dalam studi-studi perilaku pemilih di negara-negara demokrasi, agama
partai-partai politik.Hubungan antara agama dengan perilaku pemilih sangat
mempengaruhi dimana nilai-nilai agama selalu hadir di dalam kehidupan privat dan
public dianggap berpengaruh terhadap kehidupan politik dan pribadi para pemilih, hal
ini biasanya berhubungan dengan status ekonomi seseorang.
Affan Gaffar menunjukkan bahwa pengaruh kelas dalam perilaku pemilih di
Indonesia tidak begitu dominan.18 Dalam studi-studi perilaku pemilih di
negara-negara demokrasi, agama tetap merupakan faktor sosiologis yang sangat kuat dalam
mempengaruhi sikap pemilih terjadap partai politik atau kandidat. Dalam hal ini
agama diukur dari afiliasi pemilih terhadap agama tertentu seperti Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, dan Buddha. Partai Islam adalah partai yang secara eksplisit dan
formal menyatakan diri sebagai partai Islam atau partai yang
_________________________________________________________
17
Gerald Pomper, Voter’s choice : Varieties of American ElectoralBehavior, New York : Dod, Mead Company, 1978, hal.198
18
A.Rahman.H.I, Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, hal.48-49
didasarkan atas asas Islam. Dalam hal ini, PPP, PBB, PK, PNU, PKU, PSII, Partai
Masyumi, dan lain-lain, dapat dimasukkan ke dalam kategori ini.
Tapi kedalam partai Islam dapat pula dimasukkan partai-partai yang secara
sosiologis berakar dalam organisasi sosial keagamaan Islam seperti NU dan
Muhammadiyah walaupun partai-partai tersebut secara eksplisit menyatakan partai
secara formal tidak menyatakan diri sebagai partai Islam. Dengan karakteristik
keagamaan seperti di atas suatu hipotesis tentang pilihan atas partai politik dapat
dinyatakan seperti ini, pemilih yang beragama Islam cenderung akan memilih
partai-partai Islam (PPP, PBB, PK, PNU, PKU, PSII, Masyumi, PKB, dan PAN), sementara
pemilih non-Islam cenderung akan memilih partai-partai non- Islam (PDI-P, Golkar,
dan PKP). Asumsinya bahwa para pemilih yang beragama Islam akan cenderung
memilih partai-partai Islam. Yang beragama Kristen akan memilih partai Kristen, dan
seterusnya.
1.4.2. Teori Partisipasi
1.4.2.1. Pengertian partisipasi Politik
Pada dasarnya masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya
dan agama yang majemuk hidup dalam satu atap yaitu negara Indonesia, terkait
dengan sistem yang ada pun harus disesuaikan dengan kemajemukan di Indonesia
untuk menyatukan seluruh perbedaan itu sendiri harus dengan adanya musyawarah
dan komunikasi yang baik dan tidak ada pelanggaran terhadap penyaluran aspirasi
yang disampaikan oleh masyarakat. Perkembangan demokrasi di Indonesia telah
mengalami pasang-surut, permasalahan yang timbul adalah bagaimana menyatukan
pemikiran dari beraneka ragam masyarakat serta berusaha untuk menghapus sistem
kediktatoran yang ada. Bukan hal yang mudah untuk dapat menyatukan masyrakat
yang memiliki pemahaman yang berbeda, tetapi dengan semangat UUD 1945 dan
mampu mengakualisasi Demokrasi di Indonesia yaitu dengan dilaksanakannya
pemilihan umum pertamakali yaitu pada tahun 1955.
Pemilihan umum ini merupakan salah satu bentuk dan cita-cita dari sistem
demokrasi yang ada di Indonesia dengan lahirnya partai politik sebagai bentuk
lahirnya demokrasi dalam “Pesta Demokrasi”. Salah satu tonggak utama yang sangat
mendukung sistem politik di Indonesia adalah sistem demokrasi dengan begitu
masyarakat dapat berpartisipasi terhadap ruang lingkup sistem politik. Pemilihan
umum adalah salah satu pilar utama dari sebuah demokrasi, salah satu konsepsi
modern yang menempatkan penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas dan
berkala sebagai kriteria utama bagi sebuah sistem politik agar dapat disebut sebagai
sebuah demokrasi.partisipasi langsung dari masyarakat berpartisipasi sangatlah
penting karena masyarakat tersebut sangatlah mengetahui apa yang mereka
kehendaki, hak-hak sipil dan kebebasan dihormati serta dijunjung tinggi.
Dalam analisis politik modern partisipasi politik merupakan suatu masalah
yang penting, dan akhir-akhir ini banyak dipelajari terutama dalam hubungannya
dengan negara-negara yang sedang berkembang.Apakah yang dinanamakan
partisipasi politik, Sebagai defenisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi partai
politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif
dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara, secara
langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).
menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan,
mengadakan hubungan (contatcting) dengan pejabat pemerintah atau anggota
parlemen, dan sebagainya.
Pengertian partisipasi menurut beberaoa ahli yakni:
19
1. Keith Fauls: Dalam bukunya, Political Sociology: A Criticical Introduction, Keith
Faul memberikan batasan partisipasi politik sebagai keterlibatan secara aktif (the
active engage ment) dari individu atau kelompok ke dalam proses pemerintahan.
Keterlibatan ini mencakup keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan maupun
berlaku oposisi terhadap pemerintah.
2. Herbert McClosky: Dalam bukunya, International Encyclopedia of the Social
Sciences, Herbert McClosky memberikan batasan partisipasi politik sebagai
“kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil
bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung,
dalam proses pembentukan kebijakan umum”.
20
3. Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson: Dalam bukunya, No Easy Choice:
21
_________________________________________________________
19
Miriam Budiardjo, Op.cit., hal.1-2 20
Damsar, Op.cit, hal.180 21
Political Participation in Developing Countries,Huntington dan Nelson membuat
batasan partisipasi politik sebagai“kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai
pribadi-pribadi, yang dimaksut sebagai pembuatan keputusan oleh pemerintah.
Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif,terorganisir atau sepontan,
mantapatau secara damai atau kekerasan,legal atau illegal, edic, fektif atau tidak
efektif”.
4. Michael Rush dan Philip Althoff: Dalam bukunya Sosiologi Politik, Rush dan
Althoff memberikan batasan partisipasi politik sebagai “keterlibatan dalam aktivitas
politik pada suatu sistem politik.Beberapa pandangan ahli tentang tipologi partisipasi
politik.
22
1.4.2.2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik
23
Bentuk – bentuk partisipasi menurut beberapa para ahli yakni:
1. Dafid F Roth dan Frank L Wilsion
Dalam buku The Comparative Study of politics, Roth dan Wilson membuat
tripologi partisipasi politik atas dasar piramida pattisipasi. Pandangan Roth dan
Wilson tentang piramida politik menujukan bahwa semakin tinggi intensitas dan
drajat aktivitas politik seseorang, maka semakin kecil kuantitas orang yang terlibat di
dalamnya.24
_________________________________________________________
Intensitas dan derajat keterlibatan yang tinggi dalam aktivitas politik di
kenal sebagai aktivis. Adapun yang termasuk dalam
kelompok aktivis adalah Intensitas dan derajat keterlibatan yang tinggi dalam
aktivitas politik di kenal sebagai aktivis. Adapun yang termasuk dalam kelompok
yang mengurus organisasi secara penuh waktu (full-time).
Termasuk dalam kategori ini adalah kegiatan politik dipandang menyimpang
atau negatif seperti pembunuh politik, teroris, atau pelaku pembajakan untuk meraih
tujuan politik. Lapisan berikutnya setelah lapisan puncak piramida dikenal dengan
partisipan. Kelompok ini mencakup berbagai aktivitas sebagai petugas atau juru
kampanye, mereka yang terlibat dalam partai politik atau kelompok kepentingan.
Mereka ikut dalam kegiatan politik yang tidak banyak menyita waktu, tidak menuntut
prakarsa sendiri, tidak intensif dan jarang melakukannya. Misalnya member suara
dalam pemilihan umum (legislatif dan eksekutif), mendiskusikan isu politik, dan
mengadiri kampanye politik. Sedangkan lapisan terbawah adalah kelompok orang
yang apolitis, yaitu kelompok orang yang tidak peduli terhadap sesuatu yang
berhubungan dengan politik.
2. Michael Rush dan Philip Althoff
Rush dan Althoff mengajukan hierarki partisipasi politik sebagai suatu
tipologi politik. Hirarki tertinggi dari partisipasi politik menurut Rush dan Althoff
adalah menduduki jabatan politik atau administrative. Sedangkan hierarki yang
terendah dari suatu partisipasi politik adalah orang yang apati sacara total yaitu orang
yang tidak melakukan aktivitas politik apapun secara total. Semakin tinggi hierarki
yang diperhatikan oleh bagan hirarki partisipasi politik dimana garis vertikal segitiga
menujukan hierarki, sedangkan garis horizontalnya menujukan kuantitas dari
keterlibatan orang-orang.
3. Gabriel A. Almond
Dalam buku perbandingan Sistem Politik yang disunting oleh Mas’oed dan
MacAndrews, Almond membedakan partisipasi politik atas dua bentuk, yaitu: (1)
Partisipasi politik konvensional, yaitu suatu bentuk partisipsi politik yang normal
dalam demokrasi modern; (2) Partisipasi politik nonkonvensional, yaitu suatu bentuk
partosipasi politik yang tidak lezim dilakukan dalam kondisi normal, bahkan dapat
berupa kegiatan illegal, penuh kekerasan dan revolusioner.
1.4.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik
25
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik yaitu:
(1) Pendidikan sangat mempengaruhi partisipasi politik. Menurut Heidjrachman
mengatakan pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan
umum seseorang termasuk didalamnya peningkatan penguasaan teori dan
keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan
mencapai tujuan. Oleh karena itu, pendidikan tinggi bisa memberikan informasi
tentang politik dan persoalan-persoalan politik, bisa mengembangkan kecakapan
menganalisa, dan menciptakan minat dan kemampuan berpolitik. Makin tinggi
pendidikan masyarakat menjadi makin tinggi kesadaran politiknya.
_________________________________________________________
25
Ibid., hal.186 26
Heidjrachmant, Pelatihan Ketenagakerjaan,Jakarta: Aneka cipta, 1990, hal.770
Demikian juga sebaliknya, makin rendah tingkat pendidikannya, makin rendah pula
tingkat kesadaran politiknya.
Menurut Dr.B. Siswanto Sastrohadiwiryo berdasarkan sifatnya, pendidikan
dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu: (a) Pendidikan Umum, yaitu
pendidikan yang dilaksanakan di dalam dan diluar sekolah, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, dengan tujuan mepersiapkan dan
mengusahakan para peserta pendidikan memperoleh pengetahuan umum; (b)
Pendidikan Kejuruan, yaitu pendidikan umum yang direncanakan untuk
mepersiapkan para peserta pendidikan mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
bidang kejuruannya; (2) Perbedaan jenis kelamin dan status sosial-ekonomi juga
mempengaruhi keaktifan seseorang dalam berpartisipasi politik. Tingkat partisipasi
politik memiliki hubungan erat dengan pertumbuhan sosial ekonomi. Artinya bahwa
kemajuan sosial ekonomi suatu negara dapat mendorong tingginya tingkat partisipasi
rakyat. Partisipasi itu juga berhubungan dengan kepentingan-kepentingan
masyarakat, sehingga apa yang dilakukan rakyat dalam partisipasi politiknya
menunjukkan drajat kepentingan mereka. Kedudukan sosial tertentu, misalnya orang
yang memiliki jabatan atau kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, akan memiliki
memiliki kedudukan social yang rendah. Orang yang berstatus sosial ekonomi tinggi
lebih aktif daripada yangberstatus rendah; (3) Media massa berfungsi sebagai
penyampai informasi tentang perkembangan politik nasional maupun lokal. Media
massa dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai kebijakan dan media
massa juga mencerminkan jiwa zaman darisuatu pemberitaan.27
1.4.3. Pengertian Budaya Politik
Media massa juga
mempengaruhi partisipasi politik masyarakat dikarenakan para calon kandidat
menyampaikan visi-misinya melalui media yang ada, baik itu media elektronik
seperti TV, dan Radio maupun media cetak seperti Koran; (4) Aktivitas kampanye,
biasanya kampanye-kempenye politik hanya dapat mencapai pengikut setia partai,
dengan memperkuat komitmen mereka untuk memberikan suara.
Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu
sikaporientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam
bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu.28
Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan
politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga
negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol- simbol dan
lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu
pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam
Dengan memahami budaya politik, kita akan memperoleh paling tidak dua
manfaat, yakni: (1) sikap-sikap warga Negara terhadap sistem politik akan
mempengaruhi tuntutan -tuntutan, tanggapannya, dukungannya serta orientasinya
_________________________________________________________
27
Noveri, dkk, Peranan Media Massa Lokal Bagi Pembinaan dan Pembangunan Kebudayaan DaerahSumatera Barat, Sumatera Barat: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1997, hal.23-24 28.
Gabriel A. Almond, Sidney Verba, Budaya Pollitik, Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara, Jakarta: Bumi Aksara, 1990, Hal.13
29
terhadap sistem politik itu; (2) dengan memahami hubungan antara budaya politik
dengan sistem politik, maksud-maksud individu melakukan kegiatan dalam sistem
politik atau faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran politik dapat
di mengerti. Budaya politik selalu intern pada setiap masyarakat yang terdiri dari
sejumlah individu yang hidup dalam sistem politik tradisional, transnasional, maupun
modern. Almond dan Verba melihat bahwa pandangan tentang obyek politik, terdapat
tiga komponen yakni: (1) Orientasi kognitif: yaitu berupa pengetahuan tentang dan
kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan
outputnya; (2) Orientasi afektif: yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya,
para aktor dan penampilannya; (3) Orientasi evaluatif: yaitu keputusan dan pendapat
tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria
dengan informasi dan perasaan.
Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia, Surabaya: LPM IKIP, 1998, hal.32
Kebudayaan politik adalah bagian dari kebudayaan suatu masyarakat. Dalam
masyarakat secara umum. Kebudayaan politik menjadi penting dipelajari karena ada
dua sistem: (1) Sikap warga negara terhadap orientasi politik yang menentukan
pelaksanaan sistem politik. Sikap orientasi politik sangat mempengaruhi
bermacam-macam tuntutan itu di utarakan, respon dan dukungan terhadap golonganm elit
politik, respons dan dukungan terhadap rezim yang berkuasa; (2) dengan mengerti
sikap hubungan antara kebudayaan politik dan
pelaksanaan sisitemnya, kita akan lebih dapat menghargai cara-cara yang lebih
membawa perubahan sehingga sisitem politik lebih demokratis dan stabil.
Alfian, menganggap bahwa lahirnya kebudayaan sebagai pantulan langsung
dari keseluruhan sistem sosial-budaya masyarakat. Hal ini terjadi melalui proses
sosialisasi politik agar masyarakat mengenal, memahami, dan menghayati nilai-nilai
lain yang hidup dalam masyarakat itu, seperti nilai-nilai sosial budaya dan agama.
30
1.4.3.1. Bentuk-bentuk budaya Politik
31
Tipe Budaya Politik:
1. Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan.
Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks, menuntut
kerja sama yang luas untuk memperpadukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja
sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya
Politik Militan: Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha
mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang.
Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan
oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan
membakar emosi; (b) Buda ya Politik Toleransi: Budaya politik dimana pemikiran
berpusat pada masalah atau ide yang harus
_________________________________________________________
30
A.Rahman H.I, Op.cit, hal.269 31
untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga
terhadap orang.
Arifin Rahman, Op.cit, hal.35
Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan,
maka hal itu dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya
itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi
hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan
perubahan. Budaya Politik terbagi atas: (a) Budaya politik yang memiliki sikap
mental absolute, budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki
nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah
lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan.
Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan
(bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang
bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi.
Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan
yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru; (b)
budaya politik yang memiliki sikap mental akomodatif, struktur mental yang bersifat
akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia
dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai
kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.
Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu
yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan
yang berbahaya yang harus diawasi dan dikendalikan. Perubahan dianggap
sebagaipenyimpangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya
sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan.Perubahan mendorong usaha perbaikan
dan pemecahan yang lebih sempurna.
2. Berdasarkan Orientasi Politiknya.
Realitas yang ditemukan dalam budaya politik, ternyata memiliki beberapa
variasi. Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam
budaya politik, maka setiap sistem politik akan memiliki budaya politik yang
berbeda. Perbedaan ini terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang
Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel
Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut: (a) Budaya Politik
parokial (parochial political culture) yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat
rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah).
menyangkut budaya yang terbatas pada wilayah atau lingkup yang kecil, sempit
misalnya yang bersifat provincial. Karena wilayah yang terbatas pelaku politik sering
memainkan peranannya seiring dengan diferiensiasi, maka tidak terdapat peranan
politik yang bersikap khas dan berdiri sendiri, yang menonjol dalam budaya politik
adalah kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau kekuasaan
politik dalam masyarakat; (b) Budaya Politik kaula (subyek political culture) yaitu
masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi
masih bersifat pasif. anggota masyarakat mempunyai minat perhatian, mungkin juga
kesadaran terhadap sistem sebagai keseluruhan terutama pada aspek outputnya.
Kesadaran masyarakat sebagai aktor dalam politik untuk memberikan input politik
boleh dikatakan nol. Posisi sebagai kaula merupakan posisi yang pasif dan lemah.
Mereka menganggap dirinya tidak berdaya mempengaruhi atau mengubah sistem dan
oleh karena itu menyerah saja pada kepada segala kebijakan dan keputusan para
pemegang jabatan; (c) Budaya Politik partisipan (participant political culture), yaitu
budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi. Masyarakat
dalam budaya ini memiliki sikap yang kritis untuk memberi penilaian terhadap sistem
political cultures) yaitu gabungan karakeristik tipe-tipe kebudayaan politik yang
murni.
1.5. Metodelogi Penelitian
1.5.1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif
deskriptif. Dimana saya akan menggambarkan atau melukiskan subjek ataupun objek
yang diamati dan tentu saja yang sesuai dengan fakta-fakta yang terlihat di lapangan
selama saya melakukan penelitian. Akan dipaparkan juga di dalamnya tentang hasil
atau data-data yang telah diamati atau yang telah diteliti.
1.5.2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Padang Bulan Selayang II Medan. Alasan
peneliti memlih lokasi Kelurahan Selayang II karena peneliti ingin melihat seberapa
besarnya faktor orientasi kandidat dan orientasi isu yang mempengaruhi perilaku
pemilih pemula dalam Pemilukada di Kelurahan Padang Bulan Selayang II.
1.5.3. Populasi dan Sampel Populasi
Populasi
Jumlah poluasi yang ada di Kelurahan Padang Bulan Selayang yakni
sebanyak 26.091 oran, namun dalam penelitian ini, sesuai dengan judul yang saya
ambil maka saya mengambil populasi yang berumur antara 17 tahun sampai dengan
19 tahun, umur tersebut merupakan pemilih pemula pada Pilkada dalam pemilihan
Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunakan cara
tertentu. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah masyarakat yang berumur
17 tahun sampai dengan 19 tahun yang terdaftar sebagai pemilih tetap di Kelurahan
Padang Bulan Selayang II. Dalam Menentukan jumlah sampel untuk kuesioner, saya
menggunakan rumus Taro Yaman,32 sebagai berikut:
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
d = presisi, ditetapkan 10 % dengan derajat kepercayaan 90%.
Dari rumus diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
_________________________________________________________
32
.
Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, Bandun: Remaja Rosdakarya, 1991, hal.81
Dengan diperolehnya jumlah sampel sebanyak 92 responden maka akan
ditentukan cara pengambilan sampel dengan cara sistem acak sistematis dengan cara
kelipatan 13 dari nomor 1 hingga 1212, sehingga dapat diperoleh data sampel
sebanyak yang telah ditentukan yakni 92 responden. Yang dimana data responden
yang diperoleh akan terdapat pada Bab III.
1.5.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan maka penulis
melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Data sekunder, yaitu dengan mencari sumber data dan informasi melalui
buku-buku, jurnal, internet, dan lain-lainnya yang berkaitan dengan penelitian
ini. Atau dengan kata lain disebut dengan library research.
b. Data primer yang didasarkan pada peninjauan langsung pada objek yang
diteliti untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Studi lapangan yang
dilakukan dengan datang langsung ke lokasi penelitian dengan cara
menyebarkan angket atau kuesioner kepada responden yang dijadikan sebagai
sampel penelitian. Responden menjawab dengan memilih pilihan jawaban
yang telah disediakan dalam daftar pertanyaan.
Data yang telah dikumpulkan kemudian disusun, dianalisa dan disajikan untuk
memperoleh gambaran sistematis tentang kondisi dan situasi yang ada dan juga yang
sesuai dengan metode penelitian yang dipilih. Data-data tersebut diolah dan
dieksplorasi secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan kesimpulan yang
menjelaskan masalah yang diteliti.
1.6. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini akan memuat latar belakang, masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dasar-dasar teori,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Deskripsi Lokasi Kelurahan Padang Bulan Selayang II
Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum dari Kecamatan Medan
Selayang dan Kelurahan Padang Bulan Selayang II yakni, sejarah
Kecamatan Medan Selayang, letak geografis, demografi penduduk
(keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, agama dan lain-lain),
fasilitas-fasilitas yanbg tersedia, struktur pemerintahan tingkat
kecamatan dan kelurahan, serta rekatupulasi suara.
BAB III : Pengaruh Orientansi Kandidat dan Orientasi Isu
Pada bab ini akan menguraikan hasil penelitian yang berjudul
“Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
juga analisis data yang diperoleh oleh kouesioner yang telah diberikan
oleh reponden.
BAB IV : Penutup
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan yang akan
BAB II
Deskripsi Kelurahan Padang Bulan Selayang II
2.1. Sejarah Terbentuknya Kecamatan Medan Selayang
Kecamatan Medan Selayang adalah salah satu dari 21 kecamataqn yang
berada di bagian Barat Daya Wilayah Kota Medan yang memiliki luas ± 23,89 km2
Sebelum menjadi kecamatan defenitif terlebih dahulu melalui proses
Kecamatan Perwakilan. Sesuai dengan Keputusan Kepala Daerah Tingkat I Sumatera
Utara Nomor: 138/402/K/1991 tentang Penetapan dan Perubahan 10 Perwakilan
Kecamatan yang merupakan pemekaran wilayah Kecamatan Medan Baru, Medan
Sunggal dan Medan Tuntungan dengan nama “Perwakilan Kecamatan Medan
Selayang” dengan 5 kelurahan. Dan kantor masih menyewa bangunan rumah
berukuran 6 x 12 m di Jalann Bunga Cempaka Kelurahn Padang Bulan Selayang II.
Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50 tahun 1991
tentang pembentukan beberapa kecamatan di Sumatera Utara termasuk 8 kecamatan
pemekaran di Kota Medan secara resmi Perwakilan Kecamatan Medan Selayang
menjadi kecamatan defenitif yaitu Kecamatan Medan Selayang. Adapun kantornya atau 4,83% dari seluruh luas wilayah Kota Medan dan berada pada ketinggian 26 –
50 meter diatas permukaan diatas laut. Kecamatan Medan Selayang merupakan
telah menempati bangunan permanen dengan luas tanah ± 2000 m2 dan luas bangunan
396 m2
Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor:
146.1/1101/K/1994 tentang pembentukan 7 kelurahan persiapan di Kota Medan.
Berdasarkan keputusan itulah Kecamatan Medan Selayang berkembang dari 5
kelurahan menjadi 6 kelurahan yaitu Kelurahan Sempakata. Sejak terbentuknya
Perwakilan Kecamatan Medan Selayang dari tahun 1991 sampai sekarang, wilayah
ini telah dipimpin oleh beberapa Camat. Daftar nama Camat yang pernah memimpin
di Kecamatan Medan Selayang dejak mulai terbentuk hingga sekarang adalah: dan dibangun atas bantuan partisipasi pihak ketiga/masyarakat.
Tabel 1
Nama Camat yang Memimpin Kecamatan Medan Selayg Dari Tahun 1991 Hingga 2012
No Nama Pejabat Masa Bakti
1 OK Lailan Zaitun 1991 – 1993
2 Drs. Farit Wajedi, M.si. 1993 – 1998
3 Drs. Parluhutan Hasibuan 1998 – 2000
4 H. Syarifuddin, SH Desember 2000 – Juli 2006
5 M. Reza Hanafi S.STP. M.AP Desember 2006 – 2009
6 Drs. Halim 2009 – Juni 2012
7 Zulfakhri Ahmadi, S.Sos Juni 2013 – Sekarang
SUMBER: PROFIL KECAMATAN MEDAN SELAYANG
Kondisi fisik Kecamatan Medan Selayang secara geografis beraada di wilayah
Barat Daya Kota Medan yang secara special merupakan dataran kemringan antara 0 –
5%. Wilayah-wilayah yang berdekatan yang berbatasan langsung dengan Kecamatan
Medan Selayang adalah:
• Sebelah Utara: Kecamatan Medan Baru dan Medan Sunggal
• Sebelah Selatan: Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Johor
• Sebelah Timur: Kecamatan Medan Polonia
• Sebelah Barat: Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang
Kecamatan Medan Selayang terbagi menjadi 6 kelurahan dan 63 lingkungan
dengan status kelurahan swasembada. Adapun luas wilayah Kecamatan Medan
Selayang adalah ± 2.379 Ha. Kelurahan yang terluas di kecamatan ini adalah
Kelurahan Padang Bulan Selayang II dengan luas 700 Ha disusul Kelurahan Tanjung
Sari dengan luas 510 Ha, Kelurahan Sempakata dengan luas 510 Ha, Kelurahan
Asam Kumbang dengan luas 400 Ha, Kelurahan Padang Bulan Selayang I dengan
luas 180 Ha, kemudian yang terakhir adalah Kelurahan Beringin sebagai kelurahan
terkecil dengan luas yang hanya 79 Ha.
Tabel 2
Nama Kelurahan, Nama Lurah, Luas Wilayah dan Jumlah Kepala Lingkungan Di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011
No Kelurahan Nama Lurah Luas
Wilayah
Jumalah
1 Asam Kumbang Riswan Sihombing 400 10
2 Beringin Arista Sinaga SIP 79 6
3 P.B Selayang I Yurian F Lubis S.STP, M.AP 180 10
4 P.B Selayang II Ali Sitepu, SE, S.sos, M.ip 700 17
5 Sempakata Zul Ahyudi Slin AP, M.si 510 6
6 Tanjung Sari Laurentius S.sos 510 14
Jumalah 2.379 63
Ditinjau dari jarak antara kantor kelurahan dan kantor camat, kantor
Kelurahan Padang Bulan Selayang I memiliki jarak terjauh dari kantor Kecamatan
Medan Selayang yaitu sekitar 6 km, kantor Kelurahan Asam Kumbang 5 km, kantor
Kelurahan Tanjung Sari 3 km, kantor Kelurahan Sempakata 3 km, kantor Kelurahan
Beringin 2 km, dan jarak kantor kelurahan terdekat dengan kantor kecamatan adalah
Kelurahan Padang Bulan Selayang II yaitu 1 km. salah satu faktor penting di wilayah
Kecamatan Medan Selayang ini adalah tingkat kesuburan tanah yang memiliki jenis
tanah Andosol yang memilki tingkat kesuburan yang tinggi serta dilewati sungai,
sebagai penyebaran zat-zat hara hasil letusan gunung berapi. Sehingga wilayah ini
menhadu daerah yang subur bagu pertanian yang cocok untuk tempat tinggal atau
pemukiman.
SUMBER: PROFIL KECAMATAN MEDAN SELAYANG
2.3. Penduduk dan Tenaga Kerja