• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Sumatera Utara Tahun 2013

(

Studi Kasus : Kelurahan Selayang II) D

I

S

U

S

U

N

OLEH :

CAHARYADI TARIGAN

(070906075)

DOSEN PEMBIMBING : Drs. Tonny P. Situmorang

DOSEN PEMBACA : Husnul Isa Harahap. S.Sos, M.si

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

\Nama : Caharyadi Tarigan

NIM : 070906075

Departemen : Ilmu Politik

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul : Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013.

Menyetujui

Ketua Departemen Ilmu Politik

Dra.T.Irmayani,M.si

NIP. 1968 0630 1994 0320 01

Dosen Pembimbing Dosen Pembaca

Drs. Tony P. Situmorang Husnul Isa Harahap. S.sos, M.si

NIP : 1962 1013 1987 0310 04 NIP : 1966 1111 1994 0320 04

Mengetahui :

Dekan

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat

dan karunia yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Perilaku

Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah Sumatera Utara tahun 2013.” yang merupakan salah satu syarat yang harus

dipenuhi guna mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini mencoba untuk memberikan gambaran mengenai perilaku pemilih

pemula di Kelurahan Padang Bulan Selayang II dalam Pemilihan Umum Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013. Untuk memudahkan

pembaca mendapatkan gambaran perilaku pemilih pemula di Kelurahan Padang

Bulan Selayang II, skripsi ini dibagi ke dalam 4 (empat) Bab yang disusun sebagai

berikut Bab I membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II memberikan gambaran umum mengenai Kecamatan Medan Selayang yaitu

deskripsi Kecamatan Medan Selayang yang diihat dari keadaan geografis serta batas

wilayah serta demografi penduduk Kecamatan Medan Selayang dan deskripsi

Kelurahan Padang Bulan Selayang II yang dilihat dari keadaan geografis serta batas

wilayah serta demografi penduduk Kelurahan Padang Bulan Selayang II. Bab III

(4)

di Kelurahan Padang Bulan Selayang II. Bab IV yang juga sebagai bab terakhir dari

skripsi ini akan berisikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini serta saran –

saran yang mungkin saya peroleh setelah menyelesaikan penelitian ini.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, saya mendapat banyak bantuan moril

maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu saya dengan rendah hati dan tulus

mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Daud Tarigan. SE, MM dan Ibu Malem

Keina Sembiring yang telah memberikan motivasi, doa, materi dan tenaga

selama masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini. Untuk ayah dan ibu

tercinta, saya persembahkan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Baddarudin, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si. selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. P. Antonius Sitepu, M.Si. selaku Sekretaris Departemen Ilmu

Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Drs. Tony P. Situmorang, selaku dosen pembimbing selama saya

untuk skripsi saya yang telah meluangkan banyak waktunya untuk

memberikan motivasi serta masukan – masukan dan bimbingan kepada saya

(5)

6. Bapak Husnul Isa Harahap. S.sos, M.si. selaku dosen pembaca bagi skripsi

saya yang telah memberikan saran – saran serta kritikan yang membangun

dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada seluruh pegawai Kecamatan Medan Selayang khususnya Bapak

Zulfakhri Ahmadi, S.sos Selaku Camat di Kecamatan Medan Selayang;

kepada seluruh pegawai Kelurahan Padang Bulan Selayang II khususnya

Bapak Gelora Sitepu selaku Kepala Lingkungan 15 serta Ibu Aty selaku staff

di Kelurahan Padang Bulan Selayang II, atas bantuan yang diberikan kepada

saya dalam memperoleh data – data dan surat izin penelitian skripsi ini.

9. Kepada adinda tersayang Yani Wina Erlykasna Sembiring yang selalu

memberikan dorongan semangat serta doa kepada saya untuk segera

menyelesaikan skripsi ini, tidak lupa juga disertai dengan sindiran – sindiran

yang menggelitik. Tanpa dukungan adinda, saya sadari penulisan skripsi ini

akan terasa semakin sulit dan berat.

10.Kepada kawan – kawan yang telah memberikan banyak sekali bantuan kepada

saya selama masa pengerjaan skripsi ini, dari seminar hingga selesai. Serta

(6)

11.Teman – teman seperjuangan Danny Perangin – angin, Brando Ginting serta

Redy Tarigan yang selalu memberikan masukan dan motivasi melalui

pertemuan – pertemuan malam ketika pengerjaan skripsi sudah mentok.

12.Kepada seluruh teman-teman mahasiswa Ilmu Politik. Baik Senior maupun

Junior yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Atas dukungannya saya

ucapkan terima kasih.

13.Buat semua orang – orang yang mendoakan dan mendukung saya di setiap

waktu yang tidak bisa disebutkan satu persatu, saya ucapkan terima kasih

banyak. Doaku bersama kalian. Saya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari

kata sempurna, sehingga segala kritik dan saran yang bersifat membangun

sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah

wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai perilaku pemilih dalam

pemilihan umum kepala daerah. Terima Kasih.

Medan,

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

ABSTRAK ... xii

BAB I Pendahluan 1.1. Latar belakang ………... 1

1.2. Perumusan Masalah ………... 8

I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 8

1.3.1. Tujuan Penelitian ………... 8

1.3.2. Manfaat Penelitian ………... 9

(8)

I.4.1. Perilaku Pemilih ………... 9

1.4.2. Teori Partisipasi ………... 15

1.4.2.1. Pengertian partisipasi Politik ………... 15

1.4.2.2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik ………... 18

1.4.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik ……….…... 20

1.4.3. Pengertian Budaya Politik ………... 22

1.4.3.1. Bentuk-bentuk budaya Politik ………... 24

1.5. Metodelogi Penelitian ……….………... 27

1.5.1. Jenis Penelitian ……….………... 27

1.5.2. Lokasi Penelitian ………..………... 27

1.5.3. Populasi dan Sampel Populasi ………... 28

1.5.4. Teknik Pengumpulan Data ………... 29

I.5.5. Teknik Analisis Data ………... 30

(9)

BAB II Deskripsi Kelurahan Padang Bulan Selayang II

2.1. Sejarah Terbentuknya Kecamatan Medan Selayang ………... 32

2.2. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Medan Selayang ……... 33

2.3. Penduduk dan Tenaga Kerja ………...………... 35

2.3.1. Jumlah Penduduk ………...…. 35

2.3.2. Status Pendidikan Penduduk Usia 7 – 12 Tahun ………... 36

2.3.3. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk ………... 36

2.4. Jumlah Fasilitas Sarana dan Prasarana di Kecamatan Medan Selayang ... 37

2.5. Letak Geografis dan Luas Wilayah Keluraan Padang Bulan Selayang II .... 38

2.6. Penduduk, Agama, Etnis dan Tenaga Kerja di Kelurahan Padang Bulan Selayang II ………... 39

2.6.1. Jumlah Penduduk di Kelurahan Padang Bulan Selayang ……….. 39

2.6.2. Agama Penduduk di Kelurahan Padang Bulan Selayang II ………….. 40

2.6.3. Etnis/Suku Penduduk di Kelurahan Padang Bulan Selayang I ……….. 41

2.6.4. Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Padang Bulan Selayang II .. 42

(10)

2.8. Rekaputilasi Suara Kecamatan Medan Selayang dan Kelurahan Padang Bulan

Selayang II ………... 46

.

BAB III Peyajian Data

3.1. Data Responden………... 49

3.2. Jawaban Responden ………... 53

Bab IV Penutup

4.1. Kesimpulan ………... 69

4.2. Saran ………... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Nama Camat yang Memimpin Kecamatan Medan Selayg Dari Tahun 1991 Hingga 2012 ... 33

Tabel 2 Nama Kelurahan, Nama Lurah, Luas Wilayah dan Jumlah Kepala Lingkungan Di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011 ... 34

Tabel 3 Jumlah Penduduk per Kelurahan Menurut Jenis Kelamin diKecamatan Medan Selayang Tahun 2011 ... 35

Tabel 4 Komposisi Mata Pencaharian Penduduk per Kelurahan Di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011 ... 36

Tabel 5 Nama Lurah yang Memimpin Kelurahan Padang Bulan Selayang II Dari Tahun 1991 Hingga 2013 ... 38

Tabel 6 Jumlah Penduduk Kelurahan Berdasarkan Agama di Padang Bulan Selayang II tahun 2012 ... 40

Tabel 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis/Suku di Kelurahan Padang Bulan Selayang II tahun 2012 ... 41

Tabel 8 Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Padanag Bulan Selayang II tahun 2012 ... 42

Tabel 9 Jumlah Fasilitas Pendidikan di Keluarahan Padang Bulan Selayang II tahun 2012 ... 44

Tabel 10 Rekaputilasi Suara di Kecamatan Medan Selayang tahun 2013 ... 46

Tabel 11 Rekaputilasi Suara di Kelurahan Padang Bulan Selayang II tahun 2013 ... 47

Tabel 12 Jawaban responden terhadap jawban no 1, Distribusi responden berdasarkan umur ... 49

Tabel 13 Jawaban responden terhadap jawban no 2, Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ... 50

(12)

Tabel 15 Jawaban responden terhadap jawban no 14, Distribusi berdasarkan tingkat pendidikan ... 52

Tabel 16 Jawaban responden terhadap jawban no 5, Apakah anda terdaftar dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara 2013? ... 53

Tabel 17 Jawaban reponden terhadap pertanyaan No.6, Apakah anda menggunakan hak pilih anda pada Pemilihan Umum Kepala Daerah di Sumatera Utara tahun 2013? ... 53

Tabel 18 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.7, Apakah alasan anda menggunakan hak pilih anda pada Pemilihan Umum Kepalada Daerah di Sumatera Utara tahun 2013? ... 54

Tabel 19 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.8, Apakah alasan anda tidak menggunakan hak pilih anda pada Pemilihan Umum Kepala Daerah di Sumatera Utara tahun 2013? ... 56

Tabel 20 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.9 Pernahkah anda melihat, mendengar atau menonton kampanye pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara 2013? ... 57

Tabel 21 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.10, Jika pernah, kampanye dalam bentuk apa dan dimana? ... 57

Tabel 22 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.11, Bentuk kampanye dibawah ini, bentuk kampanye yang mana menurut anda paling menarik dan menyakinkan anda terhadap pasangan calon? (hanya 1 jawaban) .,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,.. 59

Tabel 23Jawaban responden terhadap pertanyaan No.12, Siapa psangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara yang anda pilih dalam pemilihan secara langsung tahun 2013? ... 60

Tabel 24 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.13, Dari 2 hal dibawah ini, faktor apa yang paling dominan yang mempengaruhi anda dalam memilih pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara 2013? ... 62

Tabel 25 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.14, Jika anda menjawab “Figur Pasangan Calon” pada jawaban No.13, hal apa yang menjadi pertimbangan anda memilih pasangan calon tersebut? ... 63

(13)

No.13, hal apa yang menjadi pertimbangan anda memilih partai politik tersebut? ... 65

Tabel 27 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.16, Apakah anda percaya bahwa pasangan calon yang anda pilih mampu membawa Sumatera Utara kearah yang lebih baik (di bidang ekonomi, politik, hukum, social dan budaya)? ... 66

Tabel 28 Jawaban responden terhadap pertanyaan No.17, Apakah anda menerima hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Sumatera Utara tahun 2013? ... 67

(14)

Universitas Sumatera Utara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Politik

NAMA : CAHARYADI TARIGAN

NIM : 070906075

PERILAKU PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH SUMATERA UTARA TAHUN

2013

ABSTRAK

Perilaku pemilih adalah kecenderungan seseorang untuk memilih atau tidak memilih seseorang dalam pemilihan umum. Perilaku pemilih sendiri terbentuk dari berbagai macam faktor yang terbentuk dari lingkungan sekitar pemilih. Namu pemilih pemula kelompok pemilih yang rentang usianya antara 17 – 20 tahun ini adalah mereka yang berstatus pelajar, mahasiswa dan pekerja muda. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran umum mengenai perilaku pemilih pemula Kelurahan Padang Bulan Selayang II dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013. Adapun yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh pemilih pemula di Kelurahan Padang Bulan Selayang IIyang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penlitian Kuantitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder (library research) dan data sekunder yang dilakukan dengan menyebarkan kuisioner atau angket kepada masing – masing sample yang telah ditentukan. Adapun penentuan jumlah sample dilakukan dengan rumus Taro Yaman sehingga didapati jumlah responden sebanyak 92 responden. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemilih pemula di Kelurahan Padang Bulan memiliki keberagaman jenis pemilih. Ada yang tergolong kedalam pemilih rasional, pemilih kritis, dan pemilih tradisional.

(15)

Universitas Sumatera Utara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Politik

NAMA : CAHARYADI TARIGAN

NIM : 070906075

PERILAKU PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH SUMATERA UTARA TAHUN

2013

ABSTRAK

Perilaku pemilih adalah kecenderungan seseorang untuk memilih atau tidak memilih seseorang dalam pemilihan umum. Perilaku pemilih sendiri terbentuk dari berbagai macam faktor yang terbentuk dari lingkungan sekitar pemilih. Namu pemilih pemula kelompok pemilih yang rentang usianya antara 17 – 20 tahun ini adalah mereka yang berstatus pelajar, mahasiswa dan pekerja muda. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran umum mengenai perilaku pemilih pemula Kelurahan Padang Bulan Selayang II dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013. Adapun yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh pemilih pemula di Kelurahan Padang Bulan Selayang IIyang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penlitian Kuantitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder (library research) dan data sekunder yang dilakukan dengan menyebarkan kuisioner atau angket kepada masing – masing sample yang telah ditentukan. Adapun penentuan jumlah sample dilakukan dengan rumus Taro Yaman sehingga didapati jumlah responden sebanyak 92 responden. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemilih pemula di Kelurahan Padang Bulan memiliki keberagaman jenis pemilih. Ada yang tergolong kedalam pemilih rasional, pemilih kritis, dan pemilih tradisional.

(16)

BAB I

Pendahluan

1.1. Latar belakang

Pada tanggal 07 Maret 2013 yang lalu, rakyat Sumatera Utara telah

melaksanakan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) secara langsung untuk

memilih Gubernur dan Wakil Gubernur yang merupakan salah satu bentuk perubahan

demokrasi, dimana pada masa reformasi telah memberikan kebebasan dan otonomi

luas terhadap daerah, yang dimana pada masa orde baru selama 32 tahun

mencengkram masyarakat Indonesia. Warisan budaya politik yang mengakar kuat,

karena apa yang dilakukan pada masa orde baru terhadap sistem politik di Indonesia

masih tertanam dan merasuk dalam mentalitas dan nilai-nilai masyarakat kita maupun

pemerintahan secara nasional dan lokal.

Pada masa pimpinan Presiden Habiebie pemerintah berusaha merevisi UU

NO.5/1974 dengan menerbitkan UU No.22/1999 sebagai landasan hokum

pemerintahan daerah.Undang-undang ini berawal dari ketidakadilan dan ketimpangan

hubungan yang terjadi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, diharapkan

UU NO.22/1999 dapat mengakmodasikan perubahan paradigma pemerintahan dan

dapat mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan

(17)

potensi dan keanekaragamaan, dan dapat mencegah terjadinya disintegrasi bangsa.

Lahirnya undang-undang ini merupakan respon atas tuntutan masyarakat di

era reformasi yang mengkehendaki pelaksanaan otonomi luas dengan prinsip-prinsip

demokrasi, pemerataan dan keadilan, peningkatan peran serta masyarakat, diakuinya

potensi dan keanekaragaman daerah, serta terciptanya kemandirian daerah.

1

2

Undang-undang pemerintahan daerah merupakan sebagai antisipasi pembahuruan dan

penyempurnaan dari beberapa aturan yang melandasi pelaksanaan pemerintah

didaerah yang sudah tidak antisifatif dalam perkembangan. Di sisi lain,

undang-undamg ini merupakan implementasi dari beberapa aturan mendasar, dengan tegas

dan jelas memberikan batasan-batasan beberapa pengertian sebagai dasar pelaksanaan

pemerintahan daerah, antara lain memisahkan secara tegas fungsi dan peran

pemerintah daerah dan DPRD, satu sisi lainnya menempatkan kepalada daerah

beserta perangkat daerah otonom sebagai badan eksekutif daerah dan DPRD sebagai

badan legislatif daerah.

Pada masa pemerintahan Presiden Megawati dilakukan evaluasi yang

mendasar, maka diterbitkanlah UU No.32/2004 sebagai landasan hukum pemerintah

daerah yang menggantikan UU No. 22/1999 karena tidak lagi sesuai setelah

amandemen UUD 1945.

3

4

(18)

1

Agussalim Andi Gadjong,Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum.Bogor: Ghalia Indonesia, 2007, hal.161

Pada tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah, dipilih secara

langsung oleh rakyat yang diatur dalam UU No.32/2004 tentang pemerintahan daerah

pasal 56. Dalan pasal 56 ayat 1 menyebutkan : “Kepala daerah dan Wakil Kepala

Daerah dipilh dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis

berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”.

Ibid,. hal.3

Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) ini dinilai sebagai perwujudan

pengembalian hak-hak dasar masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan

yang utuh dalam rangka rekrutmen pimpinan daerah mendinamisir kehidupan

demokrasi di tingkat lokal.Demokrasi di tingkat lokal mulai mekar pada tahun 2005

untuk pertama kalinya dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia digelar pemilihan

umum kepala daerah secara langsung, baik gubernur dan wakilnya, maupun bupati

dan wakilnya atau walikota dan wakilnya. Pemilihan kepala daerah langsung

merupakan kerja keras dalam demokrasi. Banyak hal yang menjadi konsekuensinya

antara lain energi, waktu, pikiran dan lainnya. Keberhasilan pemilukada untuk

melahirkan kepemimpinan daerah yang demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan

rakyat sangat tergantung pada sikap kritisisme dan rasionalitas rakyat sendiri.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan umum

kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari

kategori pemilu. Pemilihan umum kepala daerah secara langsung merupakan

(19)

_________________________________________________________

5

Joko J Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal.3

suatu langkah maju dalam proses demokrasi di Indonesia. Melalaui pemilihan umum

kepala daerah secara langsung berarti mengembalikan hak-hak masyarakat di daerah

untuk berpartisipasi dalam proses politik dalam rangka rekrutmen politik lokal secara

demokrasi.6

Adapun pemilukada terkait dengan kedaulatan rakyat yang mencakup hal-hal

sebagai berikut:

Sehingga hal ini semakin memajukan demokrasi di tingkat lokal karena

masyarakat lokal akan memilih sendiri siapakah calon pemimpinnya atau yang

mewakilinya di daerah. Oleh karena itu pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada)

ini diharapkan bisa membawa masyarakat Sumatera Utara kearah yang lebih

demokratis,karena kita telah diberikan otonomi daerah, dalam kampanye pemilukada

2013 dimana kita telah diberikan kebebasan untuk memilih calon kepala daerah dan

wakil kepada daerah.

7

(1) Rakyat secara langsung dapat menggunakan hak-hak pilihnya

secara utuh. Menjadi kewajiban negara memberikan perlindungan terhadap hak pilih

rakyat. Salah satu hak politik rakyat tersebut adalah hak memilih calon pemimpin.

Penundaan atau peniadaan hak pilih tidah hanya mengurangi secara signifikansi

nilai-nilai demokrasi dalam pemilukada secara langsung namun bahkan setiap saat

mengancam legitimasi pemimpin pemerintahan daerah; (2) Wujud nyata asas

(20)

guna menjaga kelangsungan sebuah kepemimpinan politik. Melalui pemilukada,

maka _________________________________________________________

6

Ibid., hal.21 7

seseorang kepala daerah harus dapat mempertanggungjawabkan kepemimpinan

kepada rakyat yang memilih. Tingkat penerimaan rakyat kepada kepala daerah

merupakan jaminan bagi peningkatan partisipasi politik rakyat yang akan menjaga

kelanggengan sebuah kepemimpinan. Kepala daerah yang tidak dapat memenuhi

pertanggungjawaban dan akuntabilitasnya akan ditinggalkan rakyat, bahkan rakyat

akan menghukumnya dengan jalan tidak akan memilihnya lagi. Karena itu dalam

beberapa sistem pemilihan, calon kepala daerah harus memiliki “trade merk”, yaitu

ciri khas danprioritas program kerja, yang harus dipertanggungjawabkan; (3)

Menciptakan suasana kondusif bagi terciptanya hubungan sinergis antara

pemerintahan dan rakyat. Pemerintahan akan melaksanakan kehendaknya sesuai

dengan kehendak rakyat. Keserasian dan kesimbangan hubungan antara keduanya

akan membawa pengaruh yang sangat menentukan bagi tegaknya suatu pemerintahan

yang demokratis. Oleh sebab itu, bilamana sebuah pemerintahan telah ditinggalkan

rakyatnya, maka ambruknya pemerintahan tersebut tinggal menunggu waktu dalam

hitungan yang tak lama.

Ibid., hal.128-130

Dengan adanya pemilukada maka rakyatlah yang menentukan siapa yang

akan menduduki jabatan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam

(21)

asas-asas pemilukada yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemungutan

suara adalah proses pencurahan dan pertimbangan warga untuk memilih calon

berdasarkan informasi dan data yang diperoleh pada masa kampanye. Bagi pemilih,

pemberian suara ini merupakan seleksi akhir dalam pemilhan dengan memberikan

suara pada pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, yang dikenal

dengan seleksi politis.

Perilaku pemilih masyarakat adalah aspek penting yang menunjang

keberhasilan suatu pelaksanaan pemiluada. Perilaku pemilih yang dimaksud disini

adalah antara lain yaitu dalam pelaksanan kampanye, kepartaian dan juga proses

“voting” atau pemberian suara. Di sini kampanye telah mengalami pergeseran

paradigma. Paradigma lama bahwa kampanye merupakan bagian dari kegiatan

pemilihan untuk meyakinkan pemilih telah pudar dan diganti dengan paradigma baru

bahwa kampanye merupakan komunikasi politik dan pendidikan politik.

Bergabung dengan partai politik juga merupakan bagaian atau bentuk dari

perilaku pemilih, karena partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk

turut serta atau berpartisipasi dalam pengelelolaan negara.

8

Perilaku pemilih dalam pemilukada itu sangat penting . karena di dalam

menentukan apakah pemilukada itu berhasil, maka perilaku pemilih masyarakatnya

akan menjadi faktor penetu yang pentng pula. Bila didalam pelaksanaan pemilukada

ternyata dapat dilihat bahwa masyarakat tidak mengambil bagian didalamnya,

(22)

misalnya dapat dilihat dengan tingginya angka gollput, berarti pemilukada kurang

berhasil dilaksanakan. Terbukti dengan masyarakatnya yang kurang memberi

perhatian pada peserta demokrasi tersebut.

_________________________________________________________

8

Ibid., hal.256 9

Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2008, hal.397

Karena pentingnya perilaku pemilih dalam pemilukada, maka memang perlu

diadakan kajian intensif terhadap perilaku pemilih itu sendiri.

Sampai saat ini belum terlalu banyak kalangan pemerhati politik Indonesia

yang melakukan kajian intensif terhadap perilaku pemilih. Kebanyakan, dalam

mempelajari partai politik dan pemilu lebih banyak nmemfokuskan pada proses

pelaksanaan pemilunnya, karakteristik pendukung partai politiknya serta

kemungkinan perolehan suara dari masing-masing partai politik. Padahal kajian

tentang perilaku pemilih juga tidak kalah pentingnya terutama di dalam pemilukada.

Dengan menyadari kurangnya penilitian serta menariknya tentang perilaku

pemilih pemula untuk diteliti, maka di dalam proposal penelitian ini saya akan

menjelaskan dan meneliti tentang perilaku pemilih pemula di Kelurahan Padang

Bulan Selayang II, Kelurahan Padang Bulan Selayang II yang merupakan daerah

pelaksanakan pemilukada. Dalam melakukan penelitian tentu saja terdapat berbagai

variasi jenis atau bentuk perilaku pemilih pemula yang terdapat dalam wilayah ini.

Keterlibatan masyarakat Kelurahan Padang BulanSelayang II dalam pimilukada

(23)

lihat pula perilaku pemilih pemula yang seperti apa yang terdapat di dalam Kelurahan

Padang Bulan Selayang II ini. Baik itu berupa kampanye yang berlangsung ataupun

pada saat pemberian suaranya. Maka berdasarkan hal-hal diatas penulis tertarik untuk

meneliti tentang “Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Kepala Daerahdan Wakil

Daerah di Sumatera Utara 2013”.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah

yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk

diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan

pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicari

pemecahannya, atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan

yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan

pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah.11 Dari latar belakang masalah

yang telah diuraikan di atas maka penulis membuat perumusan masalah sebagai

berikut: “Seberapa besar faktor orientasi kandidat dan orientasi isu

mempengaruhi perilaku pemilih pemula dalam pemilukada di Kelurahan

Padang Bulan Selayang II?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

(24)

1. Untuk mendeskripsikan perilaku pemilih pemula seperti apa yang terdapat di

Kelurahan Selayang II. Baik dari segi keikutsertaan mereka dalam masa

kampanye menjelang pemilu, ataukah dengan ikut menjadi anggota partai

politik, maupun partisipasi mereka dalam pemilu serta peran mereka dalam

pemungutan suara.

2. Untuk mengetahui seberapa besar faktor orientasi kandidat dan orientasi isu

mempengaruhi perilaku pemilih pemula dalam Pilkada Langsung di

Kelurahan Padang Bulan Selayang II.

3. Untuk menambah wawasan bagi masyarakat luas mengenai perilaku pemilih

dalam pemilukada.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Diharapkan dapat menambah referensi karya ilmiah dibidang ilmu sosial dan

ilmu politik, serta diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang ada,

terutama bagi mahasiswa ilmu politik dan juga bagi mahasiswa lainnya yang

mungkin tertarik dengan bidang politik.

2. Bagi instansi yang terkait dalam penelitian ini yaitu KPU, maka manfaat yang

di dapat adalah bahwa KPU dapat melihat seperti apakah antusiasme

masyarakat di Kelurahan Selayang II, dalam menyambut pilkada sehingga

dapat lebih meningkatkan sosialisasi Pilkada dan pada akhirnya lebih

(25)

3. Bagi Akademik, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian di

bidang ilmu sosial dan ilmu politik, khususnya mengenai studi tentang

perilaku pemilih.

1.4. Kerangka Teori

I.4.1. Perilaku Pemilih

Pemilih adalah semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk

mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan memberikan suaranya kepada

kontestan bersangkutan. Dinyatakan sebagai pemilih dalam pilkada yaitu mereka

yang telah terdaftar sebagai peserta pemilih oleh petugas pendata peserta pemilih.

Pemilih dalam hal ini dapat berupa konsituen mapn masyarakat pada umumnya.

Konstiuen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi

tertentu yang kemudian termanfestasikan dalam institusi politik sebagai partai politik

dan seorang pemimpin.

Perilaku pemilih dapat ditujukan dalam memberikan suara dan menentukan

siapa yang akan dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam

pemilukada. Pemberian suara atau “voting” secara umum dapat diartikan sebagai:

“sebuah proses dimana seseorang anggota dalam suatu kelompok menyatakan

pendapatnya dan ikut menentukan plihannya diantara anggota kelompok seorang

pejabat maupun keptusan yang diambil”. Pemeberian suara dalam pemilukada

diwujudkan dengan memberikan suara pada pasangan calon kandidat.

(26)

Adapun perilaku pemilih menurut Surbakti adalah :11

Adapun bentuk-bentuk perilaku pemilih yang dimaksud disini adalah antara

lain keikutsertaan masyarakat dalam kampanye, keikutsertaan masyarakat dalam

partai politik dan juga puncaknya keikutsertaan masyarakat dalam pemungutan suara

(vote), Sebagai komunikasi politik: (1) kampanye diarahkan

“aktivitas pemberian

suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan

untuk memilih atau tidak memilih (to vote or not to vote) di dalam suatu pemilihan

umum (pilkada secara langsung). Bila voters memutuskan untuk memilih (to vote)

maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu”.

_________________________________________________________

10

Firmanzah, Marketing Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007, hal.102 11

pada penciptaan kondisi yang memungkinkan terbangunnya kepercayaan dan

pertanggungjawaban terhadap program-program yang ditawarkan calon. Sebagai

pendidikan politik, kampanye salah satu bentuk dari peilaku pemilih; (2) Kegiatan

seseorang dalam partai politik merupakan sebuah partisipasi politik. Sehingga adapun

peran dan fungsi partai politikmengandung penguatan rasionalitas dan kritisisme

pemilih. Dan melalui kampanye kita dapat melihat, apakah memang masyarakat ikut

andil dalam pelaksanaan kampanye tersebut karena dengan ikut di dalam pelaksanaan

kampanye merupakan di dalam pilkada adalah: (a) sebagai komunikasi politik yaitu

contohnya melaksanakan kampanye; (b) sebagai pendidikan politik yaitu memberikan

pengarahan untuk ikut serta memberikan suara (vote); (c) sosialisasi pilkada yang

(27)

menjelaskan untuk apa dan mengapa diadakan pilkada; (d) fungsi rekrutmen politik;12

Keputusan untuk memberikan dukungan dan suara tidak akan terjadi apabila

tidak terdapat loyalitaspemilih yang cukup tinggi kepada calon pemimpin jagoannya.

Begitu juga sebaliknya, pemilih tidak akan memberikan suaranya kalau mereka

menganggap bahwa sebuah partai atau calon pemimpin tidak loyal serta tidak

konsisten dengan janji dan harapan yang telah mereka berikan. Perilaku pemilih juga

sarat dengan ideologi antara pemilih dengan partai politik

(3) Yang terakhir adalah puncaknya pada saat pemungutan suara atau “vote”. Disini

akan dilihat seberapa besar masyarakat yang benar ikut ambil bagian dalam

pemilihan.

_________________________________________________________

12

atau konsestan pemilu. Masing-masing kontestan membawa ideologi yang saling

berinteraksi. Selama periode kampanye pemilu, muncul kristalisasi dan

pengelompokkan antara ideologi yang dibawa kontestan. Masyarakat akan

mengelompokkan dirinya kepada kontestan yang memiliki ideologi sama dengan

yang mereka anut sekaligus juga menjauhkan diri dari ideologi yang berseberangan

dengan mereka.

Irtanto, Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal.178-182

Di dalam mengambil keputusannya, maka masyarakat diperkirakan

mempunyai tolok ukur yang tradisional yang meliputi 3 aspek penting, yakni:

13

14

(1)

(28)

memperoleh dukungan yang mantap dari pendukungnya. Sebaliknya kondisi partai

politik yang buruk akan mengakibatkan berkurangnya dukungan terhadap partai

politik yang bersangkutan. Begitu pula dalam pemilkada, dimana pasangan kepala

daerah dan wakil kepala daeah yang di dukung oleh partai politik yang solid dan

mapan akan mendapatkan dukungan dari pendukung dan simpatisan partai tersebut;

(2) Kemampuan partai dalam menjual isu kampanye, partai yang Hegemoni biasanya

menjual isu-isu kemapanan dan keberhasilan yang telah mereka raih. Partai-partai

politik baru bisanya menjual isu-isu “menarik” dan partai politik tersebut, biasanya

dianggap “bersih” terutama dari nuansa money politics; (3) Penampilan kandidat,

dimana performa kandidat sangat menentukan keberhasilan kandidat.

_________________________________________________________

13

Muhammad Asfar, Pemilu dan Perilaku Pemilih 1955-2004, Jakarta: Pustaka Eureka, 2006, hal.137 14

Perilaku pemilih dapat dianalisis dengan tiga pendekatan yakni : (1)

Pendekatan Sosiologis; (2) Pendekatan Psikologis dan; (3) Pendekatan Rasional.

Namun dalam penelitian ini saya menggunakan pendekatan sosiologis, yang dimana

pendekatan ini pada dasarnya menekankan peranan-peranan faktor-faktor sosiologis

dalam membentuk sebuah perilaku politik seseorang ataupun kelompok masyarakat,

pendekatan ini menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan sosial itu

mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih.

Karakter dan pengelompokan sosial berdasarkan umur (tua-muda), jenis kelamin

(29)

(laki-perempuan), agama, status-sosial, ekonomi, aspek geografis dan lain

sebagainya.

Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologis

(terutama konsep sosialisasi dan sikap) untuk menjelaskan perilaku memilih

seseorang. Aliran yang menggunakan pendekatan sosiologis dalam menganalisis

voting behavior ini menyatakan bahwa preferensi politik termasuk preferesi

pemberian suara di kotak pemilihan seeorang merupakan produk dari karaktersitik

sosial ekonomi di mana dia berada seperti profesi, kelas sosial, agama dan Dalam

analisis tentang suatu hubungan atau pengaruh, yaitu antara lain pendidikan,

pekerjaan, pendapatan, atau kekayaan.

15

Gerald Pomper memperinci pengaruh pengelompokan sosial dalam kajian

voting behavior ke dalam dua variabel yaitu predisposisi (kecenderungan) sosial

16

_________________________________________________________

15

Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Widya Sarana, 1992, hal.145 16

ekonomi pemilih dan keluarga pemilih.

Damsar, Pengantar Sosioogi Politik, Jakata: Kencana Prenada Media Grop, 1990, hal.180 17

Sosialisasi politik yang diterima seseorang

pada masa kecil sangat mempengaruhi pilihan politik mereka, terutama pada saat

pertama kali menentukan pilihan politik. Apakah preferensi politik ayah atau ibu

berpengaruh pada preferensi politik anak, sedangkan predisposisi sosial ekonomi

berupa agama dianut, tempat tinggal, kelas sosial, karakteristik demografis dan

sebagainya. Dalam studi-studi perilaku pemilih di negara-negara demokrasi, agama

(30)

partai-partai politik.Hubungan antara agama dengan perilaku pemilih sangat

mempengaruhi dimana nilai-nilai agama selalu hadir di dalam kehidupan privat dan

public dianggap berpengaruh terhadap kehidupan politik dan pribadi para pemilih, hal

ini biasanya berhubungan dengan status ekonomi seseorang.

Affan Gaffar menunjukkan bahwa pengaruh kelas dalam perilaku pemilih di

Indonesia tidak begitu dominan.18 Dalam studi-studi perilaku pemilih di

negara-negara demokrasi, agama tetap merupakan faktor sosiologis yang sangat kuat dalam

mempengaruhi sikap pemilih terjadap partai politik atau kandidat. Dalam hal ini

agama diukur dari afiliasi pemilih terhadap agama tertentu seperti Islam, Kristen,

Katolik, Hindu, dan Buddha. Partai Islam adalah partai yang secara eksplisit dan

formal menyatakan diri sebagai partai Islam atau partai yang

_________________________________________________________

17

Gerald Pomper, Voter’s choice : Varieties of American ElectoralBehavior, New York : Dod, Mead Company, 1978, hal.198

18

A.Rahman.H.I, Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, hal.48-49

didasarkan atas asas Islam. Dalam hal ini, PPP, PBB, PK, PNU, PKU, PSII, Partai

Masyumi, dan lain-lain, dapat dimasukkan ke dalam kategori ini.

Tapi kedalam partai Islam dapat pula dimasukkan partai-partai yang secara

sosiologis berakar dalam organisasi sosial keagamaan Islam seperti NU dan

Muhammadiyah walaupun partai-partai tersebut secara eksplisit menyatakan partai

(31)

secara formal tidak menyatakan diri sebagai partai Islam. Dengan karakteristik

keagamaan seperti di atas suatu hipotesis tentang pilihan atas partai politik dapat

dinyatakan seperti ini, pemilih yang beragama Islam cenderung akan memilih

partai-partai Islam (PPP, PBB, PK, PNU, PKU, PSII, Masyumi, PKB, dan PAN), sementara

pemilih non-Islam cenderung akan memilih partai-partai non- Islam (PDI-P, Golkar,

dan PKP). Asumsinya bahwa para pemilih yang beragama Islam akan cenderung

memilih partai-partai Islam. Yang beragama Kristen akan memilih partai Kristen, dan

seterusnya.

1.4.2. Teori Partisipasi

1.4.2.1. Pengertian partisipasi Politik

Pada dasarnya masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya

dan agama yang majemuk hidup dalam satu atap yaitu negara Indonesia, terkait

dengan sistem yang ada pun harus disesuaikan dengan kemajemukan di Indonesia

untuk menyatukan seluruh perbedaan itu sendiri harus dengan adanya musyawarah

dan komunikasi yang baik dan tidak ada pelanggaran terhadap penyaluran aspirasi

yang disampaikan oleh masyarakat. Perkembangan demokrasi di Indonesia telah

mengalami pasang-surut, permasalahan yang timbul adalah bagaimana menyatukan

pemikiran dari beraneka ragam masyarakat serta berusaha untuk menghapus sistem

kediktatoran yang ada. Bukan hal yang mudah untuk dapat menyatukan masyrakat

yang memiliki pemahaman yang berbeda, tetapi dengan semangat UUD 1945 dan

(32)

mampu mengakualisasi Demokrasi di Indonesia yaitu dengan dilaksanakannya

pemilihan umum pertamakali yaitu pada tahun 1955.

Pemilihan umum ini merupakan salah satu bentuk dan cita-cita dari sistem

demokrasi yang ada di Indonesia dengan lahirnya partai politik sebagai bentuk

lahirnya demokrasi dalam “Pesta Demokrasi”. Salah satu tonggak utama yang sangat

mendukung sistem politik di Indonesia adalah sistem demokrasi dengan begitu

masyarakat dapat berpartisipasi terhadap ruang lingkup sistem politik. Pemilihan

umum adalah salah satu pilar utama dari sebuah demokrasi, salah satu konsepsi

modern yang menempatkan penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas dan

berkala sebagai kriteria utama bagi sebuah sistem politik agar dapat disebut sebagai

sebuah demokrasi.partisipasi langsung dari masyarakat berpartisipasi sangatlah

penting karena masyarakat tersebut sangatlah mengetahui apa yang mereka

kehendaki, hak-hak sipil dan kebebasan dihormati serta dijunjung tinggi.

Dalam analisis politik modern partisipasi politik merupakan suatu masalah

yang penting, dan akhir-akhir ini banyak dipelajari terutama dalam hubungannya

dengan negara-negara yang sedang berkembang.Apakah yang dinanamakan

partisipasi politik, Sebagai defenisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi partai

politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif

dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara, secara

langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).

(33)

menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan,

mengadakan hubungan (contatcting) dengan pejabat pemerintah atau anggota

parlemen, dan sebagainya.

Pengertian partisipasi menurut beberaoa ahli yakni:

19

1. Keith Fauls: Dalam bukunya, Political Sociology: A Criticical Introduction, Keith

Faul memberikan batasan partisipasi politik sebagai keterlibatan secara aktif (the

active engage ment) dari individu atau kelompok ke dalam proses pemerintahan.

Keterlibatan ini mencakup keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan maupun

berlaku oposisi terhadap pemerintah.

2. Herbert McClosky: Dalam bukunya, International Encyclopedia of the Social

Sciences, Herbert McClosky memberikan batasan partisipasi politik sebagai

kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil

bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung,

dalam proses pembentukan kebijakan umum”.

20

3. Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson: Dalam bukunya, No Easy Choice:

21

_________________________________________________________

19

Miriam Budiardjo, Op.cit., hal.1-2 20

Damsar, Op.cit, hal.180 21

Political Participation in Developing Countries,Huntington dan Nelson membuat

batasan partisipasi politik sebagai“kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai

pribadi-pribadi, yang dimaksut sebagai pembuatan keputusan oleh pemerintah.

(34)

Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif,terorganisir atau sepontan,

mantapatau secara damai atau kekerasan,legal atau illegal, edic, fektif atau tidak

efektif”.

4. Michael Rush dan Philip Althoff: Dalam bukunya Sosiologi Politik, Rush dan

Althoff memberikan batasan partisipasi politik sebagai “keterlibatan dalam aktivitas

politik pada suatu sistem politik.Beberapa pandangan ahli tentang tipologi partisipasi

politik.

22

1.4.2.2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik

23

Bentuk – bentuk partisipasi menurut beberapa para ahli yakni:

1. Dafid F Roth dan Frank L Wilsion

Dalam buku The Comparative Study of politics, Roth dan Wilson membuat

tripologi partisipasi politik atas dasar piramida pattisipasi. Pandangan Roth dan

Wilson tentang piramida politik menujukan bahwa semakin tinggi intensitas dan

drajat aktivitas politik seseorang, maka semakin kecil kuantitas orang yang terlibat di

dalamnya.24

_________________________________________________________

Intensitas dan derajat keterlibatan yang tinggi dalam aktivitas politik di

kenal sebagai aktivis. Adapun yang termasuk dalam

(35)

kelompok aktivis adalah Intensitas dan derajat keterlibatan yang tinggi dalam

aktivitas politik di kenal sebagai aktivis. Adapun yang termasuk dalam kelompok

yang mengurus organisasi secara penuh waktu (full-time).

Termasuk dalam kategori ini adalah kegiatan politik dipandang menyimpang

atau negatif seperti pembunuh politik, teroris, atau pelaku pembajakan untuk meraih

tujuan politik. Lapisan berikutnya setelah lapisan puncak piramida dikenal dengan

partisipan. Kelompok ini mencakup berbagai aktivitas sebagai petugas atau juru

kampanye, mereka yang terlibat dalam partai politik atau kelompok kepentingan.

Mereka ikut dalam kegiatan politik yang tidak banyak menyita waktu, tidak menuntut

prakarsa sendiri, tidak intensif dan jarang melakukannya. Misalnya member suara

dalam pemilihan umum (legislatif dan eksekutif), mendiskusikan isu politik, dan

mengadiri kampanye politik. Sedangkan lapisan terbawah adalah kelompok orang

yang apolitis, yaitu kelompok orang yang tidak peduli terhadap sesuatu yang

berhubungan dengan politik.

2. Michael Rush dan Philip Althoff

Rush dan Althoff mengajukan hierarki partisipasi politik sebagai suatu

tipologi politik. Hirarki tertinggi dari partisipasi politik menurut Rush dan Althoff

adalah menduduki jabatan politik atau administrative. Sedangkan hierarki yang

terendah dari suatu partisipasi politik adalah orang yang apati sacara total yaitu orang

yang tidak melakukan aktivitas politik apapun secara total. Semakin tinggi hierarki

(36)

yang diperhatikan oleh bagan hirarki partisipasi politik dimana garis vertikal segitiga

menujukan hierarki, sedangkan garis horizontalnya menujukan kuantitas dari

keterlibatan orang-orang.

3. Gabriel A. Almond

Dalam buku perbandingan Sistem Politik yang disunting oleh Mas’oed dan

MacAndrews, Almond membedakan partisipasi politik atas dua bentuk, yaitu: (1)

Partisipasi politik konvensional, yaitu suatu bentuk partisipsi politik yang normal

dalam demokrasi modern; (2) Partisipasi politik nonkonvensional, yaitu suatu bentuk

partosipasi politik yang tidak lezim dilakukan dalam kondisi normal, bahkan dapat

berupa kegiatan illegal, penuh kekerasan dan revolusioner.

1.4.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik

25

Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik yaitu:

(1) Pendidikan sangat mempengaruhi partisipasi politik. Menurut Heidjrachman

mengatakan pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan

umum seseorang termasuk didalamnya peningkatan penguasaan teori dan

keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan

mencapai tujuan. Oleh karena itu, pendidikan tinggi bisa memberikan informasi

tentang politik dan persoalan-persoalan politik, bisa mengembangkan kecakapan

menganalisa, dan menciptakan minat dan kemampuan berpolitik. Makin tinggi

pendidikan masyarakat menjadi makin tinggi kesadaran politiknya.

(37)

_________________________________________________________

25

Ibid., hal.186 26

Heidjrachmant, Pelatihan Ketenagakerjaan,Jakarta: Aneka cipta, 1990, hal.770

Demikian juga sebaliknya, makin rendah tingkat pendidikannya, makin rendah pula

tingkat kesadaran politiknya.

Menurut Dr.B. Siswanto Sastrohadiwiryo berdasarkan sifatnya, pendidikan

dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu: (a) Pendidikan Umum, yaitu

pendidikan yang dilaksanakan di dalam dan diluar sekolah, baik yang

diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, dengan tujuan mepersiapkan dan

mengusahakan para peserta pendidikan memperoleh pengetahuan umum; (b)

Pendidikan Kejuruan, yaitu pendidikan umum yang direncanakan untuk

mepersiapkan para peserta pendidikan mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan

bidang kejuruannya; (2) Perbedaan jenis kelamin dan status sosial-ekonomi juga

mempengaruhi keaktifan seseorang dalam berpartisipasi politik. Tingkat partisipasi

politik memiliki hubungan erat dengan pertumbuhan sosial ekonomi. Artinya bahwa

kemajuan sosial ekonomi suatu negara dapat mendorong tingginya tingkat partisipasi

rakyat. Partisipasi itu juga berhubungan dengan kepentingan-kepentingan

masyarakat, sehingga apa yang dilakukan rakyat dalam partisipasi politiknya

menunjukkan drajat kepentingan mereka. Kedudukan sosial tertentu, misalnya orang

yang memiliki jabatan atau kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, akan memiliki

(38)

memiliki kedudukan social yang rendah. Orang yang berstatus sosial ekonomi tinggi

lebih aktif daripada yangberstatus rendah; (3) Media massa berfungsi sebagai

penyampai informasi tentang perkembangan politik nasional maupun lokal. Media

massa dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai kebijakan dan media

massa juga mencerminkan jiwa zaman darisuatu pemberitaan.27

1.4.3. Pengertian Budaya Politik

Media massa juga

mempengaruhi partisipasi politik masyarakat dikarenakan para calon kandidat

menyampaikan visi-misinya melalui media yang ada, baik itu media elektronik

seperti TV, dan Radio maupun media cetak seperti Koran; (4) Aktivitas kampanye,

biasanya kampanye-kempenye politik hanya dapat mencapai pengikut setia partai,

dengan memperkuat komitmen mereka untuk memberikan suara.

Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu

sikaporientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam

bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu.28

Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan

politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga

negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol- simbol dan

lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu

pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam

(39)

Dengan memahami budaya politik, kita akan memperoleh paling tidak dua

manfaat, yakni: (1) sikap-sikap warga Negara terhadap sistem politik akan

mempengaruhi tuntutan -tuntutan, tanggapannya, dukungannya serta orientasinya

_________________________________________________________

27

Noveri, dkk, Peranan Media Massa Lokal Bagi Pembinaan dan Pembangunan Kebudayaan DaerahSumatera Barat, Sumatera Barat: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1997, hal.23-24 28.

Gabriel A. Almond, Sidney Verba, Budaya Pollitik, Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara, Jakarta: Bumi Aksara, 1990, Hal.13

29

terhadap sistem politik itu; (2) dengan memahami hubungan antara budaya politik

dengan sistem politik, maksud-maksud individu melakukan kegiatan dalam sistem

politik atau faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran politik dapat

di mengerti. Budaya politik selalu intern pada setiap masyarakat yang terdiri dari

sejumlah individu yang hidup dalam sistem politik tradisional, transnasional, maupun

modern. Almond dan Verba melihat bahwa pandangan tentang obyek politik, terdapat

tiga komponen yakni: (1) Orientasi kognitif: yaitu berupa pengetahuan tentang dan

kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan

outputnya; (2) Orientasi afektif: yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya,

para aktor dan penampilannya; (3) Orientasi evaluatif: yaitu keputusan dan pendapat

tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria

dengan informasi dan perasaan.

Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia, Surabaya: LPM IKIP, 1998, hal.32

Kebudayaan politik adalah bagian dari kebudayaan suatu masyarakat. Dalam

(40)

masyarakat secara umum. Kebudayaan politik menjadi penting dipelajari karena ada

dua sistem: (1) Sikap warga negara terhadap orientasi politik yang menentukan

pelaksanaan sistem politik. Sikap orientasi politik sangat mempengaruhi

bermacam-macam tuntutan itu di utarakan, respon dan dukungan terhadap golonganm elit

politik, respons dan dukungan terhadap rezim yang berkuasa; (2) dengan mengerti

sikap hubungan antara kebudayaan politik dan

pelaksanaan sisitemnya, kita akan lebih dapat menghargai cara-cara yang lebih

membawa perubahan sehingga sisitem politik lebih demokratis dan stabil.

Alfian, menganggap bahwa lahirnya kebudayaan sebagai pantulan langsung

dari keseluruhan sistem sosial-budaya masyarakat. Hal ini terjadi melalui proses

sosialisasi politik agar masyarakat mengenal, memahami, dan menghayati nilai-nilai

lain yang hidup dalam masyarakat itu, seperti nilai-nilai sosial budaya dan agama.

30

1.4.3.1. Bentuk-bentuk budaya Politik

31

Tipe Budaya Politik:

1. Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan.

Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks, menuntut

kerja sama yang luas untuk memperpadukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja

sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya

(41)

Politik Militan: Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha

mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang.

Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan

oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan

membakar emosi; (b) Buda ya Politik Toleransi: Budaya politik dimana pemikiran

berpusat pada masalah atau ide yang harus

_________________________________________________________

30

A.Rahman H.I, Op.cit, hal.269 31

untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga

terhadap orang.

Arifin Rahman, Op.cit, hal.35

Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan,

maka hal itu dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya

itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi

hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan

perubahan. Budaya Politik terbagi atas: (a) Budaya politik yang memiliki sikap

mental absolute, budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki

nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah

lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan.

Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan

(42)

(bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang

bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi.

Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan

yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru; (b)

budaya politik yang memiliki sikap mental akomodatif, struktur mental yang bersifat

akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia

dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai

kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.

Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu

yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan

yang berbahaya yang harus diawasi dan dikendalikan. Perubahan dianggap

sebagaipenyimpangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya

sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan.Perubahan mendorong usaha perbaikan

dan pemecahan yang lebih sempurna.

2. Berdasarkan Orientasi Politiknya.

Realitas yang ditemukan dalam budaya politik, ternyata memiliki beberapa

variasi. Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam

budaya politik, maka setiap sistem politik akan memiliki budaya politik yang

berbeda. Perbedaan ini terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang

(43)

Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel

Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut: (a) Budaya Politik

parokial (parochial political culture) yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat

rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah).

menyangkut budaya yang terbatas pada wilayah atau lingkup yang kecil, sempit

misalnya yang bersifat provincial. Karena wilayah yang terbatas pelaku politik sering

memainkan peranannya seiring dengan diferiensiasi, maka tidak terdapat peranan

politik yang bersikap khas dan berdiri sendiri, yang menonjol dalam budaya politik

adalah kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau kekuasaan

politik dalam masyarakat; (b) Budaya Politik kaula (subyek political culture) yaitu

masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi

masih bersifat pasif. anggota masyarakat mempunyai minat perhatian, mungkin juga

kesadaran terhadap sistem sebagai keseluruhan terutama pada aspek outputnya.

Kesadaran masyarakat sebagai aktor dalam politik untuk memberikan input politik

boleh dikatakan nol. Posisi sebagai kaula merupakan posisi yang pasif dan lemah.

Mereka menganggap dirinya tidak berdaya mempengaruhi atau mengubah sistem dan

oleh karena itu menyerah saja pada kepada segala kebijakan dan keputusan para

pemegang jabatan; (c) Budaya Politik partisipan (participant political culture), yaitu

budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi. Masyarakat

dalam budaya ini memiliki sikap yang kritis untuk memberi penilaian terhadap sistem

(44)

political cultures) yaitu gabungan karakeristik tipe-tipe kebudayaan politik yang

murni.

1.5. Metodelogi Penelitian

1.5.1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif

deskriptif. Dimana saya akan menggambarkan atau melukiskan subjek ataupun objek

yang diamati dan tentu saja yang sesuai dengan fakta-fakta yang terlihat di lapangan

selama saya melakukan penelitian. Akan dipaparkan juga di dalamnya tentang hasil

atau data-data yang telah diamati atau yang telah diteliti.

1.5.2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Padang Bulan Selayang II Medan. Alasan

peneliti memlih lokasi Kelurahan Selayang II karena peneliti ingin melihat seberapa

besarnya faktor orientasi kandidat dan orientasi isu yang mempengaruhi perilaku

pemilih pemula dalam Pemilukada di Kelurahan Padang Bulan Selayang II.

1.5.3. Populasi dan Sampel Populasi

Populasi

Jumlah poluasi yang ada di Kelurahan Padang Bulan Selayang yakni

sebanyak 26.091 oran, namun dalam penelitian ini, sesuai dengan judul yang saya

ambil maka saya mengambil populasi yang berumur antara 17 tahun sampai dengan

19 tahun, umur tersebut merupakan pemilih pemula pada Pilkada dalam pemilihan

(45)

Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunakan cara

tertentu. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah masyarakat yang berumur

17 tahun sampai dengan 19 tahun yang terdaftar sebagai pemilih tetap di Kelurahan

Padang Bulan Selayang II. Dalam Menentukan jumlah sampel untuk kuesioner, saya

menggunakan rumus Taro Yaman,32 sebagai berikut:

Keterangan :

n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

d = presisi, ditetapkan 10 % dengan derajat kepercayaan 90%.

Dari rumus diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

_________________________________________________________

32

.

Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, Bandun: Remaja Rosdakarya, 1991, hal.81

(46)

Dengan diperolehnya jumlah sampel sebanyak 92 responden maka akan

ditentukan cara pengambilan sampel dengan cara sistem acak sistematis dengan cara

kelipatan 13 dari nomor 1 hingga 1212, sehingga dapat diperoleh data sampel

sebanyak yang telah ditentukan yakni 92 responden. Yang dimana data responden

yang diperoleh akan terdapat pada Bab III.

1.5.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan maka penulis

melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Data sekunder, yaitu dengan mencari sumber data dan informasi melalui

buku-buku, jurnal, internet, dan lain-lainnya yang berkaitan dengan penelitian

ini. Atau dengan kata lain disebut dengan library research.

b. Data primer yang didasarkan pada peninjauan langsung pada objek yang

diteliti untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Studi lapangan yang

dilakukan dengan datang langsung ke lokasi penelitian dengan cara

menyebarkan angket atau kuesioner kepada responden yang dijadikan sebagai

sampel penelitian. Responden menjawab dengan memilih pilihan jawaban

yang telah disediakan dalam daftar pertanyaan.

(47)

Data yang telah dikumpulkan kemudian disusun, dianalisa dan disajikan untuk

memperoleh gambaran sistematis tentang kondisi dan situasi yang ada dan juga yang

sesuai dengan metode penelitian yang dipilih. Data-data tersebut diolah dan

dieksplorasi secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan kesimpulan yang

menjelaskan masalah yang diteliti.

1.6. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Pada bab ini akan memuat latar belakang, masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dasar-dasar teori,

metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Deskripsi Lokasi Kelurahan Padang Bulan Selayang II

Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum dari Kecamatan Medan

Selayang dan Kelurahan Padang Bulan Selayang II yakni, sejarah

Kecamatan Medan Selayang, letak geografis, demografi penduduk

(keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, agama dan lain-lain),

fasilitas-fasilitas yanbg tersedia, struktur pemerintahan tingkat

kecamatan dan kelurahan, serta rekatupulasi suara.

BAB III : Pengaruh Orientansi Kandidat dan Orientasi Isu

Pada bab ini akan menguraikan hasil penelitian yang berjudul

“Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil

(48)

juga analisis data yang diperoleh oleh kouesioner yang telah diberikan

oleh reponden.

BAB IV : Penutup

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan yang akan

(49)

BAB II

Deskripsi Kelurahan Padang Bulan Selayang II

2.1. Sejarah Terbentuknya Kecamatan Medan Selayang

Kecamatan Medan Selayang adalah salah satu dari 21 kecamataqn yang

berada di bagian Barat Daya Wilayah Kota Medan yang memiliki luas ± 23,89 km2

Sebelum menjadi kecamatan defenitif terlebih dahulu melalui proses

Kecamatan Perwakilan. Sesuai dengan Keputusan Kepala Daerah Tingkat I Sumatera

Utara Nomor: 138/402/K/1991 tentang Penetapan dan Perubahan 10 Perwakilan

Kecamatan yang merupakan pemekaran wilayah Kecamatan Medan Baru, Medan

Sunggal dan Medan Tuntungan dengan nama “Perwakilan Kecamatan Medan

Selayang” dengan 5 kelurahan. Dan kantor masih menyewa bangunan rumah

berukuran 6 x 12 m di Jalann Bunga Cempaka Kelurahn Padang Bulan Selayang II.

Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50 tahun 1991

tentang pembentukan beberapa kecamatan di Sumatera Utara termasuk 8 kecamatan

pemekaran di Kota Medan secara resmi Perwakilan Kecamatan Medan Selayang

menjadi kecamatan defenitif yaitu Kecamatan Medan Selayang. Adapun kantornya atau 4,83% dari seluruh luas wilayah Kota Medan dan berada pada ketinggian 26 –

50 meter diatas permukaan diatas laut. Kecamatan Medan Selayang merupakan

(50)

telah menempati bangunan permanen dengan luas tanah ± 2000 m2 dan luas bangunan

396 m2

Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor:

146.1/1101/K/1994 tentang pembentukan 7 kelurahan persiapan di Kota Medan.

Berdasarkan keputusan itulah Kecamatan Medan Selayang berkembang dari 5

kelurahan menjadi 6 kelurahan yaitu Kelurahan Sempakata. Sejak terbentuknya

Perwakilan Kecamatan Medan Selayang dari tahun 1991 sampai sekarang, wilayah

ini telah dipimpin oleh beberapa Camat. Daftar nama Camat yang pernah memimpin

di Kecamatan Medan Selayang dejak mulai terbentuk hingga sekarang adalah: dan dibangun atas bantuan partisipasi pihak ketiga/masyarakat.

Tabel 1

Nama Camat yang Memimpin Kecamatan Medan Selayg Dari Tahun 1991 Hingga 2012

No Nama Pejabat Masa Bakti

1 OK Lailan Zaitun 1991 – 1993

2 Drs. Farit Wajedi, M.si. 1993 – 1998

3 Drs. Parluhutan Hasibuan 1998 – 2000

4 H. Syarifuddin, SH Desember 2000 – Juli 2006

5 M. Reza Hanafi S.STP. M.AP Desember 2006 – 2009

6 Drs. Halim 2009 – Juni 2012

7 Zulfakhri Ahmadi, S.Sos Juni 2013 – Sekarang

SUMBER: PROFIL KECAMATAN MEDAN SELAYANG

(51)

Kondisi fisik Kecamatan Medan Selayang secara geografis beraada di wilayah

Barat Daya Kota Medan yang secara special merupakan dataran kemringan antara 0 –

5%. Wilayah-wilayah yang berdekatan yang berbatasan langsung dengan Kecamatan

Medan Selayang adalah:

• Sebelah Utara: Kecamatan Medan Baru dan Medan Sunggal

• Sebelah Selatan: Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Johor

• Sebelah Timur: Kecamatan Medan Polonia

• Sebelah Barat: Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan Medan Selayang terbagi menjadi 6 kelurahan dan 63 lingkungan

dengan status kelurahan swasembada. Adapun luas wilayah Kecamatan Medan

Selayang adalah ± 2.379 Ha. Kelurahan yang terluas di kecamatan ini adalah

Kelurahan Padang Bulan Selayang II dengan luas 700 Ha disusul Kelurahan Tanjung

Sari dengan luas 510 Ha, Kelurahan Sempakata dengan luas 510 Ha, Kelurahan

Asam Kumbang dengan luas 400 Ha, Kelurahan Padang Bulan Selayang I dengan

luas 180 Ha, kemudian yang terakhir adalah Kelurahan Beringin sebagai kelurahan

terkecil dengan luas yang hanya 79 Ha.

Tabel 2

Nama Kelurahan, Nama Lurah, Luas Wilayah dan Jumlah Kepala Lingkungan Di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

No Kelurahan Nama Lurah Luas

Wilayah

Jumalah

(52)

1 Asam Kumbang Riswan Sihombing 400 10

2 Beringin Arista Sinaga SIP 79 6

3 P.B Selayang I Yurian F Lubis S.STP, M.AP 180 10

4 P.B Selayang II Ali Sitepu, SE, S.sos, M.ip 700 17

5 Sempakata Zul Ahyudi Slin AP, M.si 510 6

6 Tanjung Sari Laurentius S.sos 510 14

Jumalah 2.379 63

Ditinjau dari jarak antara kantor kelurahan dan kantor camat, kantor

Kelurahan Padang Bulan Selayang I memiliki jarak terjauh dari kantor Kecamatan

Medan Selayang yaitu sekitar 6 km, kantor Kelurahan Asam Kumbang 5 km, kantor

Kelurahan Tanjung Sari 3 km, kantor Kelurahan Sempakata 3 km, kantor Kelurahan

Beringin 2 km, dan jarak kantor kelurahan terdekat dengan kantor kecamatan adalah

Kelurahan Padang Bulan Selayang II yaitu 1 km. salah satu faktor penting di wilayah

Kecamatan Medan Selayang ini adalah tingkat kesuburan tanah yang memiliki jenis

tanah Andosol yang memilki tingkat kesuburan yang tinggi serta dilewati sungai,

sebagai penyebaran zat-zat hara hasil letusan gunung berapi. Sehingga wilayah ini

menhadu daerah yang subur bagu pertanian yang cocok untuk tempat tinggal atau

pemukiman.

SUMBER: PROFIL KECAMATAN MEDAN SELAYANG

2.3. Penduduk dan Tenaga Kerja

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh orientasi kandidat terhadap perilaku politik pemilih pemula dapat dilihat dari pengenalan sosok calon gubernur yang dilakukan oleh para pemilih pemula

Yang dimaksud daftar pemilih dalam Pemilihan Umum terakhir adalah daftar pemilih tetap yang ditetapkan oleh KPUD.

TINANGON, S.Si, M.Si). Daftar

TINANGON, S.Si, M.Si). Daftar

TINANGON, S.Si, M.Si). Daftar

Dari hasil wawancara diatas menginformasikan bahwa perilaku pemilih pemula dalam menentukan pilihan politik pada saat pemilihan gubernur Maluku Utara 2013 lebih

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja Komisi Pemilihan Umum Daerah dalam proses Penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada penyelenggaraan

REKAPITULASI DAFTAR PEMILIH TETAP PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN. OLEH