• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metafora MURUKEN ‘Marah’ dalam Bahasa Pakpak (Kajian Semantik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metafora MURUKEN ‘Marah’ dalam Bahasa Pakpak (Kajian Semantik)"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN I : DATA DAN FOTO BERSAMA INFORMAN 1. Nama : VISUS SINAMBELA

Umur : 47 Tahun Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

2. Nama : ROSTI SIRINGO Umur : 36 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

3. Nama : JUITA NAINGGOLAN Umur : 49 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

4. Nama : SENTI TINAMBUNAN Umur : 63 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

(2)

5. Nama : MIDE TINAMBUNAN Umur : 44 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

6. Nama : NOSMI SIHOTANG Umur : 53 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

7. Nama : KAMMA TUMANGGOR Umur : 49 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

8. Nama : PIDA TINAMBUNAN Umur : 35 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

(3)

9. Nama : RASNI SIHOTANG Umur : 32 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

10.Nama : PILLO BARASA Umur : 40 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

11.Nama : RAKJEN TINAMBUNAN Umur : 46 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

12.Nama : MITO TINAMBUNAN Umur : 65 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani

(4)

13.Nama : DAHLIA SIHOTANG Umur : 40 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

14.Nama : MULLEN SINAMBELA Umur : 55 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

15.Nama : MARTA TUMANGGOR Umur : 49 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

16.Nama : POLMEN TINAMBUNAN Umur : 42 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani

(5)

17.Nama : RODENG SINAMBELA Umur : 47 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

18.Nama : ITCE SIHOTANG Umur : 47 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

19.Nama : ROSMA TAMPUBOLON Umur : 38 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Guru

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

20.Nama : KARTINI TUMANGGOR Umur : 54 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

(6)

21.Nama : DUBBEL TINAMBUNAN Umur : 43 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

22.Nama : MEKIR BERUTU Umur : 63 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

23.Nama : RUDU TINAMBUNAN Umur : 41 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

24.Nama : MENERIA HASUGIAN Umur : 37 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

(7)

25.Nama : AKIM TUMANGGOR Umur : 65 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani

Alamat : Siduambilik, Desa Sionom Hudon Timur II

LAMPIRAN FOTO

(8)

(Wawancara dengan Ibu Rosti Siringo)

(9)

LAMPIRAN II : DAFTAR PERTANYAAN

1. Apakah kalimat Binatang/ biahat kian en molo nggo muruken ‘marah sekali dia seperti binatang/harimau’ digunakan jika Anda sedang marah?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d.Tidak benar

2. Bagaimana menurut anda tentang pemakaian kalimat muruken kian nen nidok mata cibongkel ‘marah sekali kamu seperti mata burung

hantu’ apakah Anda menggunakan kalimat tersebut jika sedang marah?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

3. Apakah kalimat Murukenna pe bagi muncung biang muncungna´marah sekali seperti mulut anjing mulutnya’

digunakan jika anda sedang marah?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

4. Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini alani murukenna nggara kian perananna ‘karena marah sangat panas

perkataannya’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

5. Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini murukenna ku palkoh ko nahan ‘marahmya ku pukul nanti kamu’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

6. Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini endor kian ko muruken ‘cepat sekali kamu marah’?

a. Sangat tepat c. Kurang tepat

(10)

7. Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini Pagitna ko meranai molo muruken ‘pahit sekali perkataanmu kalau marah’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

8. Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini ala murukenna i ceduri aku ‘terlalu marah diludahinya aku’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

9. Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini Sintakken kereng i mo ko’ kamu diambil ayam penyakitan’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

10. Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini kujanggulmo

bukmi cekgo kian ate‘ku jambak rambutmu itu geram sekali aku’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

11.Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini nidok kidah manukkerengen ko muruken ‘kamu marah seperti ayam

penyakitan’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

12. Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini murukenna

mementepken penglako macik na ‘marahnya memadamkan

perilaku buruknya’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

13.Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini nggara pusuhku i baen ko ‘kamu membuat hatiku panas’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

(11)

14. Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini endorna ko

muruken ‘cepat sekali kamu marah’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

15. Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini tongger kian

murukenna ‘marahnya membara’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

16.Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini nggarana pusuh ku ‘panas hatiku!’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

17.Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini naik darohna ‘darahnya naik’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

18. Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini muruken sambing

nidok kehkeh nggo abemu ‘seperti monyet sudah wajahmu terlalu

sering marah’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

19.Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini dekkah nama ko muruken! ‘lama sekali kamu marah!’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

20.Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini more kian mencek atena’kesal hatinya mengalir sekali’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

(12)

21.Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini muruken kian ia ionjer aku ‘dia sangat marah didorongnya aku’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

22. Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini igettuk aku alani murukenna ‘dicubit aku karena marahnya/terlalu marah’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

23.Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini pagit roka ‘pahit hati’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

24.Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini muruken kian ia isipakna aku ‘dia sangat marah aku ditendangnya’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

b. Benar d. Tidak benar

25.Bagaimana menurut anda mengenai kalimat ini cio kian prananna muruken ‘ sakit sekali perkataannya marah/rasa yang dialami badan’?

a. Sangat benar c. Kurang benar

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pusataka. Aisah, Siti. 2010. Metafora dalam Metodologi. FIB UI.

Badan Pusat Statistik.2015. Profil Desa Sionom Hudon Timur II.

Geovani. 2014. Semantik Veba potong dalam Bahasa Batak Toba. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Hasibuan, Namsyah Hot. 2005. Metafora dan Metonimi Konseptual (Data Bahasa Mandailing). USU, Medan. 2015].

Tim Prima Pena.2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Gitamedia Press.

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mulyadi. 2010. Dari Gerakan ke Emosi Perspektif Linguistik Kognitif dalam Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra. Tahun 2010 Volume VI.1 April : 17-14.

Prasetyo , Eko. 2009. Metafora Pengungkapan Cinta. FIB UI:

Rajeg, I Made. 2009. Cintanya Bertepuk Sebelah Tangan : Metaphoric and Metonymic Conceptualisation of Love in Indonesian. Denpasar : Udayana University.

Sari, Bintarti Mayang. 2012. Metafora dalam Pidato Charles De Gaulle pada Perang Dunia II. FIB UI

Silalahi, Roswita. 2005. Metafora dalam Bahasa Batak Toba dalam Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra. Tahun 2005 Volume I. 2 Oktober : 1.

Siregar, Bahren Umar. 2005. Jeruk Kok Minum Jeruk: Gejala Metafonisasi dan Metonimisasi dalam Bahasa Indonesia. Linguistik Indonesia. Tahun ke-23, 2: 181- 192.

(14)

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa.Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Masyarakat Pakpak merupakan suatu kelompok suku bangsa yang terdapat di Sumatera Utara. Secara tradisional wilayah komunitasnya disebut Tanoh Pakpak. Tanoh Pakpak terbagi atas lima sub-wilayah, yakni: Simsim, Keppas,

Pegagan (terdapat di Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat), Kelasen

(Kecamatan Parlilitan - Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kecamatan Manduamas dan Barus - Kabupaten Tapanuli Tengah) dan Boang (Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam). Dalam administrasi pemerintahan Indonesia saat ini, wilayah ini dibagi dalam dua provinsi (Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam) dan lima kabupaten/kota (Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam) yang mengakibatkan tidak ada daerah tingkat II yang penduduknya homogen karena disegmentasi menjadi lima wilayah kabupaten/kota. Namum secara geografis wilayah atau hak ulayat secara tradisional yang disebut Tanoh Pakpak tersebut sebenarnya tidak terpisah satu sama lain karena semua daerah administrastifnya berbatasan langsung.

(16)

Selatan, Desa Beringin, Desa Pusuk I, Desa Pusuk II Simaninggir, dan Desa Sihassima, Desa Sihotang Hasugian Dolok II, Desa Sihotang Hasugian Tonga, Desa Sionom Hudon Tonga, Desa Sionom Hudon Toruan, Desa Sionom Hudon Selatan, Desa Sionom Hudon VII. Berdasarkan 14 desa tersebut, penelitian dilakukan di Desa Sionom Hudon Timur II Kecamatan Parlilitan.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian (Sumber

Desa Sionom Hudon Timur II memiliki luas 2800 m2 (termasuk persawahan, pertanian, pemukiman, dan pekuburan). Jarak antara Desa Sionom Hudon Timur II ke ibukota Kecamatan 7 km, dan jarak Desa Sionom Hudon Timur II ke ibukota Kabupaten 35 km. Perjalanan dari ibukota Kabupaten dan

(17)

ibukota Kecamatan ke Desa Sionom Hudon Timur II dapat ditempuh dengan transportasi darat, seperti angkutan umum, mobil, dan sepeda motor. Waktu tempuh dari ibu kota Kabupaten ke Desa Sionom Hudon Timur II adalah 120 menit dan dari ibukota Kecamatan adalah 20 menit. Penduduk berjumlah 879 orang (Badan Pusat Statistik 2015).

Perlu diketahui bahwa Desa Sionom Hudon Timur II belum termasuk desa yang maju. Desa ini memang sudah menggunakan listrik, tetapi belum menggunakan air bersih (PAM). Desa Sionom Hudon Timur II didiami oleh suku Pakpak atau yang sering disebut Pakpak Dairi. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan penduduk Desa Sionom Hudon Timur II adalah bahasa Pakpak Dairi. Kemungkinan terjadi interferensi dari bahasa lain kecil. Atas pertimbangan inilah Desa Sionom Hudon Timur II dipilih sebagai lokasi penelitian dan peneliti berasal dari daerah tersebut sehingga mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data.

3.2 Waktu Penelitian

(18)

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode simak dan metode cakap (Sudaryanto, 1993: 133-137). Data dikumpulkan dengan menggunakan metode simak dengan teknik lanjutan berupa teknik simak libat cakap, yaitu peneliti terlibat langsung dalam dialog dengan narasumber. Pada topik pembicaraan peneliti berusaha memunculkan calon data sambil merekam pembicaraan (Sudaryanto, 1993: 133). Metode simak adalah metode yang dilaksanakan dengan menyimak bahasa yang disampaikan oleh penutur. Dalam metode ini, peneliti menyimak pemakaian metafora yang digunakan oleh beberapa penutur bahasa Pakpak. Dalam hal ini, peneliti yang juga sebagai penutur bahasa Pakpak, sewaktu-waktu berperan sebagai sumber data.

(19)

Informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan syarat-syarat berikut ini. 1. Berjenis kelamin pria dan wanita.

2. Berusia antara 30-65 tahun.

3. Jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya. 4. Berstatus sosial menengah.

5. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya. 6. Dapat berbahasa Indonesia.

7. Sehat jasmani dan rohani (Mahsun,1995:106).

Wawancara dilakukan pada malam hari sekitar pukul 19.00-21.00 WIB pada hari jumat, sabtu, dan minggu. Wawancara dilakukan di rumah informan. Pada saat penelitian, ada hambatan, yakni : Peneliti kesulitan menyesuaikan waktu dengan informan. Informan bekerja di ladang dari pagi sampai sore. Akibatnya, waktu melakukan wawancara terbatas.

Data intuitif juga digunakan sebagai data pelengkap. Tujuannya untuk melengkapi data yang sudah ada dan data intuisi juga digunakan untuk menguji keberterimaan yang disediakan oleh narasumber.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

(20)

Di bawah ini salah satu contoh analisis metafora MURUKEN ‘marah’ yang digunakan oleh penutur bahasa Pakpak:

Murukenna mengaltup roka ku.

Marah.3TG AKT.Terkam hati 1TG ‘Marahnya menerkam hatiku’.

Contoh di atas merupakan metafora MURUKEN ‘marah’ sebagai binatang. Menerkam biasanya digunakan untuk binatang. Kata MURUKEN ‘marah’ dikonsepkan sebagai binatang selanjutnya, dilakukan pemetaan terhadap metafora tersebut.

Tabel 3.1 Pemetaan Konseptual Metafora MURUKEN bagi BINATANG 'marah sebagai binatang’

SASARAN SUMBER

Orang yang marah besar bisa menyakiti perasaan dan melukai orang lain.

Harimau yang buas bisa menerkam dan melukai.

Orang yang marah besar tidak memikirkan orang lain.

Harimau yang buas tidak memandang besar atau kecil sesuatu yang akan diterkam.

Orang yang sangat marah sehingga tidak memikirkan apa akibat dari kemarahannya tersebut bagi orang lain atau bagi diri sendiri.

Harimau yang sangat buas bisa menerkam apa saja yang ingin diterkam atau yang ada di dekatnya.

Orang yang marah merasa diri paling benar dan berkuasa. Orang yang merasa dirinya paling benar cenderung akan membuat dia akan menyalahkan orang

(21)

lain. meremehkan binatang lain.

Orang yang marah ada rangsangan intern maupun rangsangan ekstern yang menyebabkan terjadinya seseorang marah.

Harimau yang menerkam ada yang merangsangnya yang mengakibatkan harimau menerkam sasarannya.

Ketika orang dalam kondisi lapar akan mudah marah.

Harimau yang lapar akan menyebabkan menerkam.

Ketika orang sedang kaget maka kemarahan akan terjadi.

Ketika harimau kaget atau dikagetkan akan menerkam.

Orang yang sering marah dijauhkan orang atau tidak mempunyai teman karena mudah tersinggung.

Harimau tidak mampunyai teman, karena jenis binatang ini adalah menyeramkan dan mudah tersinggung.

(22)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Kategorisasi Metafora MURUKEN ‘Marah’ dalam Bahasa Pakpak

Pengkategorian terhadap data metafora adalah suatu proses yang disebut “menentukan sistem metafora yang terlibat”. Kategorisasi adalah penyusunan bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang ditetapkan, menggolong-golongkan menurut jenis, cara mengungkapkan makna dengan pelbagai potensi yang ada dalam bahasa (Alwi, 2007 : 516).

Lakof dan Jhonson (dalam Prasetyo 2009:3) untuk dapat menjelaskan metafora konseptual diperlukan pemetaan konseptual. Pemetaan konseptual akan dapat lebih menjelaskan sistem konsep-konsep yang terwujud dari kriteria metafora MURUKEN ‘marah’ yang telah dibuat. Salah satu langkah yang dilakukan dalam pemetaan konseptual adalah mengelompokkan konsep tersebut yang mengonseptualisasikan metafora MURUKEN ‘marah’ ke dalam ranah-ranah.

(23)

kata. Kategori lahiriah tersebut dapat berupa kelas kata, seperti nomina, verba, dan adjektiva (Siregar, dalam Prasetyo 2009:3).

4.1.1 Metafora MURUKEN bagi BINATANG ‘Marah sebagai Binatang’ 1. Biahat kian en molo nggo muruken

Harimau sekali DET kalau sudah marah ‘marah sekali dia seperti harimau’.

2. Muruken kian en nidok mata cibongkel

Marah sekali DET KONJ mata burung hantu

‘Marah sekali ini matanya seperti mata burung hantu’. 3. Muruken kian pe nidok muncung biang muncungna

Marah sekali KONJ mulut anjing mulut.3TG ‘marah sekali seperti mulut anjing mulutnya’.

4. Nidok kidah manuk kerengen ko muruken!

Seperti kelihatan ayam penyakitan 2.TG marah ‘kamu marah seperti ayam penyakitan’.

5. Sintakken kereng i ko! ambil ayam penyakitan DET 2.TG ‘kamu diambil ayam penyakitan’.

6. Muruken sambing bagi kehkeh nggo abemu.

Marah selalu KONJ monyet sudah wajah.2TG ‘wajahmu seperti monyet terlalu sering marah’.

(24)

manuk kerengen ‘ayam penyakitan’, kehkeh ‘monyet’. Kata biahat ‘harimau’ pada

KBBI (2010 : 315) mempunyai arti binatang berkaki empat seperti kucing tetapi besar, binatang buas pemakan daging. Melukiskan tokoh yang serakah dan mau menang sendiri. Kata cibongkel ‘ burung hantu’ dalam KBBI (2010 : 168) mempunyai arti binatang yang mencari makan pada malam hari dan bermata tajam dan besar. Melambang orang yang sangat serius dan menganggap dirinya bijaksana, selalu bicara dengan kalimat panjang dan ruwet. Kata biang ‘anjing’ pada KBBI (2010 : 60) mempunyai arti binatang menyusui yang dipelihara sebagai binatang penjaga dan untuk berburu, memiliki sifat curiga. Selanjutnya, kata manuk kerengen ‘ayam penyakitan’ dalam KBBI (2010 : 82) mempunyai arti unggas yang tidak dapat terbang, dapat dijinakkan dan dipelihara. Mencerminkan sifat egoisme seseorang, kerisauan atas eksistensi orang lain dan sempoyongan dalam tingkah laku. Kemudian, kata kehkeh ‘monyet’ pada KBBI (2010 : 537) mempunyai arti kera yang bulunya berwarna keabu-abuan dan berekor panjang, kulit mukanya tidak berbulu, begitu juga telapak tangan dan telapak kakinya, tidak tahu menghargai suatu barang yang bagus. Melambangkan orang yang terlalu banyak berbicara dan selalu mengganggu konsentrasi kelompok dalam menghadapi persoalan serius.

(25)

Tabel 4.1 Pemetaan Konseptual Metafora MURUKEN bagi BINATANG 'Marah sebagai Binatang’

SASARAN SUMBER

Orang yang marah ada rangsangan intern maupun rangsangan ekstern yang menyebabkan terjadinya seseorang marah.

Biahat ‘harimau’, cibongkel ‘burung hantu’, biang ‘anjing’, manuk kerengen ‘ayam penyakitan’, kehkeh ‘monyet’ adalah binatang yang mau melukai, ada yang merangsangnya yang mengakibatkan binatang melukai sasarannya.

Pemarah bisa melukai orang disekitarnya.

Binatang yang marah bisa melukai binatang yang disekitarnya.

Pemarah ingin menang sendiri. Binatang ingin menang dan merasa hebat dari binatang yang lain jika telah melukai.

Orang yang marah bisa melukai dirinya sendiri.

Binatang yang marah bisa menyakiti dirinya sendiri.

Ketika orang sedang kaget maka kemarahan akan terjadi.

Ketika binatang kaget atau dikagetkan akan menyerang.

(26)

menyerang.

Orang yang marah karena ada yang merangsang.

Binatang yang buas ada rangsangan.

Orang yang marah karena ada yang merangsang dan ada juga yang bawaan sifat pemarah dan agresif.

Binatang yang buas ingin melukai karena ada yang merangsang dan ada bawaan bahwa binatang tersebut perilakunya ingin melukai yang ada didekatnya dan agresif.

Nomina biahat ‘harimau’, cibongkel ‘burung hantu’, biang ‘anjing’, manuk kerengen ‘ayam penyakitan’, kehkeh ‘monyet’ mempunyai kesamaan

konsep dengan pelaku MURUKEN ‘marah’ yang terlihat jahat dan tidak disukai orang. Binatang tersebut dapat dipetakan kepada objek orang yang marah. Binatang mempunyai sifat menyerang dan mau menang sendiri. Hal yang sama juga ada pada orang yang marah atau pemarah ingin menang sendiri dan menyerang atau melawan orang lain.

(27)

harimau marah/sangat buas bisa menerkam apa saja yang ingin diterkam atau yang ada di dekatnya.

Kata biahat ‘harimau’, cibongkel ‘burung hantu’, biang ‘anjing’, manuk kerengen ‘ayam penyakitan’, kehkeh ‘monyet’ digunakan sebagai kata metaforis karena dapat mengonseptualisasikan pada kata MURUKEN ‘marah’ dalam bahasa Pakpak.

4.1.2 Metafora MURUKEN bagi CAIREN ‘Marah sebagai Cairan’ 1. Naik darohna.

Naik darah.3TG ‘Darahnya naik’.

2. More kian mencek atena.

Tumpah sekali kesal hati.3TG ‘Kesal hatinya tumpah sekali’.

(28)

Tabel 4.2 Pemetaan Konseptual Metafora MURUKEN bagi CAIREN 'Marah sebagai Cairan’

SASARAN SUMBER

Orang marah meluapkan emosinya karena hal yang tidak diinginkannya terjadi.

Daroh ‘darah’ dan more ‘tumpah’ merupakan cairan, tercurah keluar dari tempatnya.

Orang marah tidak bisa menahan emosinya.

Cairan tumpah karena terlalu penuh dan tempatnya tidak

Kata naik daroh ‘menjadi marah/emosi/naik darah’ dan more ‘tumpah’ digunakan sebagai kata metaforis karena dapat mengonseptualisasikan MURUKEN ‘marah’ yang dapat merugikan pelakunya. Dalam pemahaman umum,

naik daroh ‘naik darah’ merupakan tekanan darah yang naik secara tidak normal

(29)

Kata daroh ‘darah’ dan more ‘tumpah’ digunakan sebagai kata metaforis karena dapat mengonseptualisasikan pada kata MURUKEN ‘marah’ dalam bahasa Pakpak.

4.1.3 Metafora MURUKEN bagi API ‘Marah sebagai Api’ 1. Alani murukenna nggara kian perananna.

Karena terlalu marah panas sekali perkataan.3TG ‘Karena marah panas sekali perkataannya’.

2. Murukenna mementepken penglako kesseana.

Marah.3TG AKT.padam perilaku baik.3TG ‘marahnya memadamkan perilaku baiknya’. 3. Nggara pusuhku bain ko.

Panas hati.1TG buat 2TG ‘kamu membuat hatiku panas’. 4. Tongger kian murukenna.

Membara sekali marah.3TG ‘Marahnya membara’.

5. Nggara pusuhku.

Panas hati.1TG ‘Panas hatiku’.

Pada klausa tersebut terdapat kata-kata yang mewakili pengonseptualisasian metafora MURUKEN bagi API ‘marah sebagai api’ yaitu nggara ‘panas’, mentep/mementepken ‘padam/memadamkan’, tongger ‘bara/membara’. Kata

(30)

mempunyai arti mati (api) tidak menyala, tidak berkobar lagi dan memadamkan kemarahan. Kemudian, kata tongger ‘bara/membara’ dalam KBBI (2010 : 105) mempunyai arti sesuatu yang terbakar dan masih menyala. Data di atas mempunyai medan makna yang sama yaitu api. API menjadi ranah sumber sehingga data tersebut mempunyai penamaan metafora MURUKEN bagi API ‘marah sebagai api’. Pemetaan konseptual struktur metafora itu dijabarkan pada tabel berikut.

Tabel 4.3 Pemetaan Konseptual Metafora MURUKEN bagi API 'Marah sebagai Api’

SASARAN SUMBER

Orang yang marah dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Api dapat membahayakan.

Orang yang marah terdapat hasrat yang bergejolak untuk melukai orang lain.

Api adalah suatu yang bergejolak.

Orang yang marah dapat melukai orang lain.

(31)

Kemarahan bisa dipadamkan. Api bisa dipadamkan.

Kemarahan dapat melukai seseorang. Api dapat membakar sehingga menghanguskan seseorang.

Marah bersifat serakah, selalu ingin menang sendiri.

Api memiliki sifat menghabiskan sesuatu yang terbakar. Api mampu menghanguskan setiap benda yang dilalapnya.

Kata nggara ‘panas’, mentep/mementepken ‘padam/memadamkan’, tongger ‘bara/membara’ digunakan sebagai kata metaforis karena dapat

mengonseptualisasikan MURUKEN ‘marah’ yang dapat merugikan pelakunya baik fisik maupun kejiwaan. Api dapat membakar sehingga dapat melukai tubuh. Konsep ini terpetakan pada MURUKEN ‘marah’ yang juga dapat melukai atau merugikan pelakunya. Hal ini tergambar pada klausa Nggara pusuhku bain ko ‘kamu membuat hatiku panas’(3). Hal lain dapat dijelaskan adalah api yang dapat bergejolak seperti kemarahan yang dapat bergejolak karena hasrat yang ingin melukai orang lain.

(32)

4.1.4 Metafora MURUKEN bagi RASA ‘Marah sebagai Rasa’ 1. Pagit kian ko meranai molo muruken.

Pahit sekali 2TG AKT.kata kalau marah ‘pahit sekali perkataanmu kalau marah’. 2. Pagit roka.

Pahit hati ‘Pahit hati’.

Pada klausa tersebut terdapat kata yang mewakili pengonseptualisasian metafora MURUKEN bagi RASA ‘marah sebagai rasa’ yaitu pagit muruken ´pahit marah’

dan pagit roka ‘pahit hati’. Kata pagit ‘pahit’ dalam KBBI (2010 : 569) mempunyai arti rasa tidak sedap seperti rasa empedu, tidak menyenangkan hati. Frasa tersebut termasuk ke dalam medan makna rasa. RASA menjadi ranah sumber, sehingga data tersebut mempunyai penamaan metafora MURUKEN bagi RASA ‘marah sebagai rasa’. Pemetaan konseptual struktur metafora itu dijabarkan

pada tabel berikut.

Tabel 4.4 Pemetaan Konseptual Metafora MURUKEN bagi RASA 'Marah sebagai Rasa’

SASARAN SUMBER

Orang yang marah merupakan sifat buruk.

Rasa pahit adalah rasa yang tidak sedap.

Orang yang marah melakukan hal yang tidak menyenangkan kepada

(33)

orang lain. menyenangkan.

Orang yang marah dapat meninggalkan bekas rasa sakit hati kepada orang yang dimarahi.

Rasa pahit dapat membekas rasanya pada lidah.

Kata pagit muruken ´pahit marah’ dan pagit roka ‘pahit hati’ digunakan

sebagai kata metaforis karena dapat mengonseptualisasikan orang yang

MURUKEN ‘marah’ melakukan hal yang tidak menyenangkan kepada orang lain.

Rasa pahit merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Konsep ini terpetakan

pada MURUKEN ‘marah’ yang juga sesuatu yang buruk dan tidak

menyenangkan. Hal ini tergambar pada klausa Pagit kian ko meranai molo

muruken ‘pahit sekali perkataanmu kalau marah’(1).

Kata pagit muruken ´pahit marah’ dan pagit roka ‘pahit hati’ digunakan

sebagai kata metaforis karena dapat mengonseptualisasikan pada kata MURUKEN

‘marah’ dalam bahasa Pakpak.

4.1.5 Metafora MURUKEN bagi GERAKAN ‘Marah sebagai Gerakan’ 1. Muruken kian ipalkoh aku.

(34)

2. Muruken kian ijanggul bukku.

Marah sekali PAS.jambak rambut.1TG ‘marah sekali dijambak rambutku’. 3. Muruken kian ia ionjer aku.

Marah sekali 3TG PAS.dorong 1TG ‘Dia sangat marah didorong aku’. 4. Igettuk aku alani muruken kian.

PAS.cubit 1TG KONJ marah sekali ‘dicubit aku karena terlalu marah’. 5. Muruken kian ia isipakken aku.

Marah sekali 3TG PAS.tendang 1TG ‘Dia sangat marah aku ditendangnya’.

Pada klausa tersebut terdapat kata-kata yang mewakili pengonseptualisasian metafora MURUKEN bagi GERAKEN ‘marah sebagai gerakan’ yaitu ipalkoh ‘dipukul’, ijanggul ‘dijambak’, ionjer ‘didorong’, igettuk ‘dicubit’, isipakken ‘ditendang’. Kata ipalkoh ‘dipukul’ dalam KBBI (2010 : 632) mempunyai arti gerakan mengetuk, diketuk dengan sesuatu yang keras atau berat. Kata ijanggul ‘dijambak’ dalam KBBI (2010 : 357) mempunyai arti gerakan menarik atau ditarik sesuatu atau yang sering disebut menjambak rambut. Selanjutnya, kata ionjer ‘didorong’ KBBI (2010 : 234) mempunyai arti gerakan menolak dari

(35)

Data di atas mempunyai medan makna yang sama yaitu gerakan. GERAKAN menjadi ranah sumber sehingga data tersebut mempunyai penamaan metafora MURUKEN bagi GERAKEN ‘marah sebagai gerakan’. Pemetaan konseptual struktur metafora itu dijabarkan pada tabel berikut.

Tabel 4.5 Pemetaan Konseptual Metafora MURUKEN bagi GERAKEN 'Marah sebagai Gerakan’

SASARAN SUMBER

Orang yang marah melakukan perbuatan/gerakan yang kurang baik kepada orang lain.

Kata ipalkoh ‘dipukul’, ijanggul ‘dijambak’, ionjer ‘didorong’, igettuk ‘dicubit’, isipakken ‘ditendang’ adalah perbuatan atau keadaan bergerak.

Keadaan seseorang yang marah bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain karena keadaan emosinya yang tidak normal.

Gerakan merupakan perpindahan posisi.

Orang yang marah melakukan perbuatan kepada orang lain. Contoh mencubit, menendang, mendorong, memukul, menjambak orang lain sekali maupun berkali-kali.

(36)

Orang yang marah melakukan gerakan tangan dan kaki.

Gerakan adalah keadaan bergerak.

Kata ipalkoh ‘dipukul’, ijanggul ‘dijambak’, ionjer ‘didorong’, igettuk ‘dicubit’, isipakken ‘ditendang’ digunakan sebagai kata metaforis karena dapat mengonseptualisasikan orang yang MURUKEN ‘marah’ melakukan perbuatan/gerakan yang kurang baik kepada orang lain. Gerakan merupakan perbuatan, keadaan bergerak dan peralihan tempat atau kedudukan baik hanya sekali maupun berkali-kali. Konsep ini terpetakan pada MURUKEN ‘marah’ yaitu seseorang yang marah melakukan perbuatan/gerakan yang tidak baik kepada orang lain. Hal ini tergambar pada kalusa Muruken kian ipalkoh aku ‘marah sekali dipukul aku’ (1).

Kata ipalkoh ‘dipukul’, ijanggul ‘dijambak’, ionjer ‘didorong’, igettuk ‘dicubit’, isipakken ‘ditendang’ digunakan sebagai kata metaforis karena dapat mengonseptualisasikan pada kata MURUKEN ‘marah’ dalam bahasa Pakpak.

4.1.6 Metafora MURUKEN bagi WAKTU ‘Marah sebagai Waktu’ 1. Endor kian ko muruken.

Cepat sekali 2TG marah ‘cepat sekali kamu marah’. 2. Dekkah kian ko muruken.

(37)

Pada kalusa tersebut terdapat kata-kata yang mewakili pengonseptualisasian metafora MURUKEN bagi WAKTU ‘marah sebagai waktu’ yaitu endor ‘cepat’ dan dekkah ‘lama’. Kata endor ‘cepat’ dalam KBBI (2010:186) mempunyai arti waktu singkat dapat menempuh jarak cukup jauh (perjalanan, gerakan, kejadian), lekas. Kata dekkah ‘lama’ KBBI (2010: 474) mempunyai arti waktu yang panjang. Data di atas mempunyai medan makna yang sama yaitu waktu. WAKTU menjadi ranah sumber sehingga data tersebut mempunyai penamaan metafora MURUKEN bagi WAKTU ‘marah sebagai waktu’. Pemetaan konseptual struktur metafora itu dijabarkan pada tabel berikut.

Tabel 4.6 Pemetaan Konseptual Metafora MURUKEN bagi WAKTU 'Marah sebagai Waktu’

SASARAN SUMBER

Orang yang marah ada yang lama marahnya.

Kata endor ‘cepat’ dan dekkah ‘lama’ merupakan panjangnya waktu.

Orang yang gampang atau cepat marah.

Cepatnya waktu.

(38)

yaitu lamanya seseorang marah. Hal ini tergambar pada klausa endor kian ko muruken ‘cepat sekali kamu marah’(1).

Kata endor ‘cepat’ dan dekkah ‘lama’ digunakan sebagai kata metaforis karena dapat mengonseptualisasikan pada kata MURUKEN ‘marah’ dalam bahasa Pakpak.

4.2 Makna Metafora MURUKEN ‘Marah’ dalam Bahasa Pakpak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010:509) makna adalah arti, maksud pembicara atau penulis, pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.

4.2.1 Makna Metafora MURUKEN bagi BINATANG ‘Marah sebagai Binatang’

(39)

4.2.2 Makna Metafora MURUKEN bagi CAIREN ‘Marah sebagai Cairan’

Metofora MURUKEN bagi CAIREN ‘marah sebagai cairan’ adalah orang yang marah memiliki sifat yang buruk yang suatu waktu meluapkan emosi yang tidak terkendali.

4.2.3 Makna Metafora MURUKEN bagi API ‘Marah sebagai Api’

Metafora MURUKEN bagi API ‘marah sebagai api’ adalah orang yang marah membara dapat melukai baik fisik maupun kejiwaan.

4.2.4 Makna Metafora MURUKEN bagi RASA ‘Marah sebagai Rasa’

Metafora MURUKEN bagi RASA ‘marah sebagai rasa’ adalah orang yang marah dapat meninggalkan bekas rasa sakit hati kepada orang yang dimarahi.

4.2.5 Makna Metafora MURUKEN bagi GERAKAN ‘Marah sebagai Gerakan’

Metafora MURUKEN bagi GERAKEN ‘marah sebagai gerakan’ adalah orang yang marah melakukan perbuatan/gerakan kepada orang lain. Contoh mencubit, menendang, mendorong, memukul, menjambak orang lain sekali maupun berkali-kali.

4.2.6 Makna Metafora MURUKEN bagi WAKTU ‘Marah sebagai Waktu’

(40)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Dalam bahasa Pakpak metafora banyak dipakai dalam komunikasi sehari-hari. Terbukti didapatkannya berbagai kategori metafora dalam kajian ini. Metafora MURUKEN ‘marah’ dalam bahasa Pakpak yang dikaji, dikategorikan menjadi MURUKEN bagi BINATANG ‘Marah sebagai Binatang’, MURUKEN bagi CAIREN ‘Marah sebagai Cairan’, MURUKEN bagi API ‘Marah sebagai Api’, MURUKEN bagi RASA ‘Marah sebagai Rasa’, MURUKEN bagi GERAKAN ‘Marah sebagai Gerakan’, MURUKEN bagi WAKTU ‘Marah sebagai

Waktu’. Struktur/pola metafora bahasa Pakpak dapat diformulasikan sebagai berikut: X adalah Y, atau X sebagai Y. Data ini merupakan data yang ditemukan dari informan yaitu penutur bahasa Pakpak.

5.2Saran

(41)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2007:588) konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metafora, metafora konseptual, linguistik kognitif, metonimi, kategorisasi, marah.

2.1.1 Metafora

(42)

2.1.2 Metafora Konseptual

Metafora konseptual adalah segala sesuatu yang dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari direalisasikan secara kognitif melalui bahasa. Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari kita kerapkali berselisih faham atau berselisih pendapat dengan orang lain. Ketika terjadi selisih pendapat atau beradu argumen, tentunya masing-masing pihak mempertahankan argumennya. Namun, dalam beradu argumen, tentu saja ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang, meskipun pihak yang menang tersebut belum tentu memiliki argumen yang benar. Berdasarkan pengalaman berargumen tersebut, muncul istilah saya tidak mau kalah dalam perdebatan ini dan saya menang dalam perdebatan ini. Kemenangan dan kekalahan dalam perdebatan atau beradu argumen ini dianggap seperti sedang menghadapi peperangan. Jadi, hal tersebut menghasilkan konsep metaforis dalam pikiran manusia bahwa argumen adalah peperangan (Aisah, 2010:2).

2.1.3 Linguistik Kognitif

(43)

2.1.4 Metonimi

Metonimi termasuk jenis bahasa bersifat figuratif, yang di dalamnya terdapat penggantian sebutan sesuatu yang dimaksudkan dengan menyebut sesuatu yang ada tautan pengenalannya dengan sesuatu yang dimaksudkan tersebut (Hasibuan, 2005 : 7). Metonimisasi merupakan referensial yang menggunakan sesuatu entitas untuk mengacu entitas yang lain.

2.1.5 Kategorisasi

Kategorisasi adalah penyusunan berdasarkan kategori, penggolongan, proses dan hasil pengelompokan unsur bahasa dan bagian pengalaman manusia yang digambarkan ke dalam kategori, cara mengungkapkan makna dengan pelbagai potensi yang ada dalam bahasa (Alwi 2007 : 516).

2.1.6 Marah

Marah ialah bergejolaknya darah dalam hati untuk menolak gangguan yang dikhawatirkan terjadi atau karena ingin balas dendam kepada orang yang menimpakan gangguan yang terjadi padanya, sangat tidak senang (karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya, berang, gusar (Alwi 2007:214).

2.2 Landasan Teori

(44)

berpandangan bahwa kognisi merupakan hasil dari konstruksi mental, dan metafora adalah penyamaan yang bersifat lintas ranah konseptual di dalam sistem konseptual yang memiliki hakikat dan struktur metafora. Metafora bukanlah perilaku bahasa saja tetapi juga persoalan pikiran karena pada prinsipnya penalaran abstrak merupakan kasus khusus penalaran berdasarkan atas citra. Penalaran berdasarkan atas citra bersifat asasi dan penalaran metaforis abstrak.

Mengikuti pandangan semantik kognitif, metaforisasi dilihat sebagai prinsip analogikal dan melibatkan konseptualisasi satu unsur struktur konseptual melalui struktur konseptual yang lain yang terjadi antar-ranah konseptual yang sama, yang menata sistem konseptual sehari-hari penutur bahasa, termasuk konsep yang paling abstrak yang terdapat di balik penggunaan bahasa sehari-hari. Metafora memasilitasi pikiran dengan menyediakan satu kerangka eksperiensial tempat konsep-konsep abstrak yang baru diperoleh yang dapat diakomodasi. Jaringan metafora yang mendasari pikiran dengan cara ini membentuk peta kognitif, satu jaringan konsep yang disusun dari segi konsep mana yang kemudian berfungsi untuk menjadi dasar konsep-konsep abstrak dalam pengalaman-pengalaman fisik pelaku kognitif dan di dalam hubungan pelaku dengan dunia luar. Fokus pembahasan adalah perilaku bahasa, bukan perubahan kemasyarakatan. Perilaku bahasa yang menjadi objek pembahasan adalah ungkapan metafora konseptual, yang melambangkan berbagai jenis pemetaan konsep (Lakoff , dalam Silalahi 2005:97).

(45)

1980-an telah berkembang sebagai paradigma penelitian yang kompleks, koheren. Salah satu prinsip dasarnya ialah bahwa pemakaian bahasa dikuasai oleh citra kompleks, konfigurasi dan kognisi yang mendasari pemakaian bahasa metaforis dapat menjadi sama seperti halnya pemakaian bahasa yang digunakan dalam penalaran praktis (Palmer, dalam Mulyadi, 2010:19). Makna bahasa bertumpu pada struktur konseptual yang sudah teradat (Siregar, 2005 : 181). Pendekatan kognitif melihat metafora sebagai alat untuk mengkonseptualisasikan ranah-ranah pengalaman yang abstrak dan tidak teraba ke dalam ranah yang kongkret dan akrab. Selain itu metafora merupakan jenis konseptualisasi pengalaman manusia, yang tidak pernah luput dari setiap penggunaan bahasa alamiah (Taylor dan Siregar, dalam Silalahi, 2005:96).

Pengkategorian terhadap data metafora adalah suatu proses yang disebut “menentukan sistem metafora yang terlibat”. Kategorisasi adalah penyusunan bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang ditetapkan, menggolong-golongkan menurut jenis, cara mengungkapkan makna dengan pelbagai potensi yang ada dalam bahasa (Alwi, 2007 : 516).

(46)

Mengenai pengkategorian suatu ranah sumber dapat dicari melalui medan makna. Medan makna sebagai satu jaringan asosiasi yang rumit berdasarkan similiaritas/kesamaan, kontak/hubungan, dan hubungan-hubungan asosiatif dengan penyebutan satu kata (Parera, dalam Prastyo 2009:3). Dalam metafora MURUKEN ‘marah’ dapat dilihat secara batiniah, menyangkut kategori makna, juga dapat dilihat secara lahiriah, menyangkut kelas kata. Kategori lahiriah tersebut dapat berupa kelas kata, seperti nomina, verba, dan adjektiva (Siregar, dalam Prasetyo 2009:3). Setelah pengkategorian selesai ada tiga langkah proses yang ditempuh dalam pemetaan konseptual (Siregar, dalam Prasetyo 2009:4), yaitu:

1. Pencarian ranah sumber yang sesuai.

2. Pemetaan konseptual antara ranah sumber dan sasaran.

3. Penayangan semua inferensi tentang ranah sumber ke ranah sasaran melalui pemetaan.

Lakoff (dalam Siregar 2005:3) mengajukan hipotesis bahwa metafora-metafora menayangkan peta kognitif dari satu ranah sumber kepada satu ranah sasaran sehingga ranah yang kedua sebagian dipahami dari segi ranah yang pertama. Menurut Lakoff dan Jhonson (dalam Sari 2012: 16) metafora tidak hanya terdapat dalam bahasa, tetapi menyerap dalam kehidupan sehari-hari yang melingkupi pikiran dan tingkah laku. Model metafora konseptual memiliki ciri-ciri berikut menurut Barcelona (dalam Silalahi 2005:2):

(47)

(b) Terdapat struktur konseptual yang mengandung A dan konsep lainnya B; (c) B berhubungan dengan A atau berbeda dengan A dalam struktur konseptual itu;

(d) Dibandingkan dengan A, B dapat lebih mudah dipahami, lebih mudah diingat, lebih mudah dikenali, atau lebih langsung bermanfaat untuk tujuan tertentu dalam konteks tertentu.

Model metafora merupakan model bagaimana B dipetakan kepada A dalam struktur konseptual; hubungan ini ditegaskan oleh fungsi B sebagai A, dengan pola X adalah Y; X sebagai Y. Metafora dan metonimi ‘semesta’ pada tingkat struktur dan sistemnya.

Metafora konseptual berhubungan antara dua ranah semantik, yaitu ranah sumber (ranah konkrit) dan ranah sasaran (ranah abstrak). Makna baru tercita pada ranah sumber dan makna itu dipetakan ke dalam ranah sasaran. Pemahaman terhadap makna itu dapat dicapai melalui satu interpretasi konstruktif dengan memahami seluruh kalimat atau dalam kerangka kognitif menemukan persamaan makna umum yang terdapat diantara ranah sumber dan ranah sasaran (Mulyadi 2010:18).

(48)

dapat dijangkau secara langsung dari lambang karena makna yang dimaksud terdapat pada prediksi ungkapan kebahasaan tersebut (Lakoff, dalam Hasibuan, 2005).

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian terhadap metafora sudah pernah dilakukan oleh beberapa ahli. Berikut akan dijelaskan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

Siregar (2005), dengan judul artikel “Jeruk kok Minum Jeruk Gejala Metaforis menganalisis gejala metaforis dan metonimisasi dalam bahasa Indonesia” dengan menggunakan teori metafora konseptual. Metaforisasi dilihat sebagai prinsip analogikal dan melibatkan konseptualisasi satu unsur struktur konseptual melalui struktur konseptual yang lain sedangkan, metonimisasi dilihat sebagai sesuatu entitas untuk mengacu entitas yang lain. Berdasarkan prinsip ini, dalam ungkapan jeruk kok minum jeruk terdapat metaforisasi yaitu proses pemetaforaan, dan metonimisasi yaitu proses pemetonimian dalam penggunaan bahasa Indonesia dari sebuah iklan TV menjadi ungkapan yang mengandung metafora dan metonimi. Metafora cara memahami sesuatu berdasarkan sesuatu yang lain sedangkan, metonimi berfungsi sebagai referensial dengan menggunakan sesuatu entitas untuk mengacu entitas yang lain.

(49)

struktur konseptual lainnya Y sehingga secara konseptual memetakan Y sebagai X. Sistem metafora BUAH sebagai MANUSIA diperoleh melalui pemetaan struktur konseptual MANUSIA sebagai ranah konseptual sumber kepada struktur konseptual BUAH sebagai ranah konseptual sasaran. Metaforisasi ini melibatkan konseptualisasi logika semantik maupun pragmatik yang berlaku untuk MANUSIA ke dalam struktur konseptual BUAH (dalam kasus ini jeruk).

Penelitian Siregar memberikan kontribusi Metafora dalam bahasa Pakpak pada pemetaan makan dari suatu struktur konseptual (X kepada struktur konseptual lainnya Y sehingga secara konseptual memetakan Y sebagai X).

(50)

kata sebagai benda, cairan, hewan, makanan, manusia, perjalanan, senjata, tumbuhan,dan lain-lain.

Penelitian Silalahi memberi banyak masukan dari segi teori dan cara menganalisis metafora. Masukan dari cara menganalisis metafora dengan menggunakan pendekatan kognitif.

Prasetyo (2009), dengan judul artikelnya “Metafora Pengungkapan Cinta”, menganalisis dengan teori metafora konseptual. Ada beberapa pengungkapan CINTA yang dianalisis dalam penelitiannya yaitu CINTA sebagai BAHAN BANGUNAN, CINTA sebagai MINUMAN, CINTA sebagai BAGIAN TUBUH, CINTA sebagai API, CINTA sebagai KEHIDUPAN BINATANG, CINTA sebagai LAUTAN, dan lain-lain. Hasil identifikasi terhadap metafora pengungkapan cinta yang menunjukkan adanya konsep-konsep lain yang digunakan untuk pengungkapan cinta. Salah satu yang dilakukan dalam pemetaan konseptual adalah mengelompokkan konsep-konsep yang mengonseptualisasikan metafora pengungkapan cinta ke dalam ranah-ranah. Berikut pemetaan konseptual dalam metafora pengungkapan CINTA.

Tabel 2.1 Pemetaan konseptual CINTA sebagai LAUTAN

SASARAN SUMBER

Cinta adalah sesuatu hal yang luas dipahami.

Lautan adalah laut yang luas.

(51)

mustahil. mustahil.

Hasrat dapat membuat pelaku percintaan bergejolak, perilaku pelaku yang tidak menentu.

Ombak membuat laut terlihat bergejolak.

Hasrat yang bergejolak hebat dapat mendatangkan cinta.

Bila ombak bergejolak hebat ombak dapat mencapai mercu (bagian yang tertinggi, Alwi 2007:1015 ).

Cinta dapat membuat para pelaku percintaan tenggelam dalam birahi.

Laut dapat menenggelamkan.

Nomina Lautan Malaka, kering lautan, lautan birahi, dan ombak digunakan sebagai kata metaforis karena dapat mengkonseptualisasikan kesetiaan dalam hubungan cinta. Air di dalam lautan tak terhingga banyaknya, maka keringnya lautan kira-kira adalah sesuatu yang mustahil. Konsep-konsep itu terpetakan pada konsep cinta yang sangat luas dan dalam untuk dimengerti dan dipahami. Cinta juga membutuhkan kesetiaan yang tidak ada batasnya untuk melanggengkan hubungan, seperti kemustahilan keringnya lautan. Penelitian Prasetyo memberi banyak masukan dari segi teori dan cara menganalisis metafora. Masukan dari cara menganalisis metafora dengan menggunakan teori metafora konseptual.

(52)

sebagai fenomena bahasa semata yang tidak berhubungan dengan pikiran. Dalam hubungannya dengan konsep cinta dalam bahasa Indonesia, Rajeg menulis dalam artikelnya bahwa tipe-tipe metafora konseptual yang menandainya sangat banyak yaitu cinta adalah kesatuan bagian, cinta adalah ikatan, cinta adalah api, cinta adalah kegilaan, cinta adalah mabuk, cinta adalah perjalanan, cinta adalah lawan, dan lain-lain dalam kasus cinta.

Siregar (2010), dengan judul artikel “Emosi dan Kebudayaan dalam Metafora”, menggunakan teori linguistik kognitif. Dalam kerangka konseptual linguistik kognitif, metafora dianggap sebagai gejala pikiran (penalaran) bukan sekedar gejala bahasa. Dalam penelitiannya dikatakan bahwa semua bahasa mempunyai berbagai strategi verbal untuk menyampaikan emosi (perasaan) dalam bahasa Indonesia misalnya ditemukan kata-kata kesal, marah, gusar, berang dan metafora gelap mata, meremas jantung untuk mengungkapkan keadaan emosional yang sama.

(53)

seperti metafora cinta, sabar, sedih, masing-masing seperti hati bergelora, hati yang lapang, hati yang remuk.

Mulyadi (2010), dengan judul artikel “Dari Gerakan ke Emosi Perspektif Linguistik Kognitif”, menggunakan teori metafora konseptual. Pencipataan metafora sesungguhnya merupakan satu aspek dari kecenderungan manusia dalam menggolongkannya. Akar metafora terletak pada persepsi sensori relasi manusia dengan dunia fisik. Metode semantis diterapkan untuk mengidentifikasi persamaan makna emosi dan makna gerakan dalam metafora emosi bahasa Indonesia. Metode ini bertumpu pada relasi semantis antar konsep baik secara implisit maupun eksplisit. Teknik analisis bahasa diterapkan untuk menguji keberterimaan pemarkah tersebut.

Penelitian Mulyadi memberi banyak masukan baik, dari segi teori yang digunakan maupun metode semantik dan teknik analisis dalam menganalisis metafora dalam bahasa Pakpak.

(54)

sumber, maka tiap data langsung dijelaskan. 5) Menyimpulkan hasil analisis data. Dalam analisisnya terhadap Pidato Charles De Gaulle pada Perang Dunia II, Sari menyimpulkan bahwa terdapat delapan kategori metafora yaitu PERJUANGAN adalah PERJALANAN, SEMANGAT PERSATUAN adalah API, KEBEBASAN adalah KOMODITAS BERHARGA, NEGARA/ KEMENANGAN adalah ORANG, PERANG adalah PERTUNJUKAN, NEGARA adalah BANGUNAN, HARAPAN adalah CAHAYA, PENJAJAHAN adalah KEGELAPAN/PENJARA.

(55)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Metafora menjadi salah satu kajian linguistik kognitif yang mencoba menganalisis tentang bahasa figuratif yang dikonseptualisasikan ke dalam bahasa. Hampir semua ruang dalam aktivitas berbahasa manusia melibatkan metafora. Tidak hanya dalam ranah figuratif, metafora juga sering menjadi piranti utama dalam ranah kolokial (Mulyadi, 2010:17). Fenomena metafora dalam bahasa merupakan salah satu cara berpikir manusia. Berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari sering menggunakan ungkapan – ungkapan yang berkaitan dengan bahasa figuratif yang orang lain tidak mengerti bahwa yang diucapkan itu adalah sebuah metafora.

(56)

Kita dapat memahami maksud dan tujuan orang lain berbahasa atau berbicara apabila kita mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan.

Keadaan emosional selalu diekspresikan secara metaforis dalam pemakaian bahasa sehari-hari sebab kualitas keadaan emosional sukar dipahami dan sulit diperikan (digambarkan) melalui bahasa harfiah apalagi emosi berbeda-beda intensitasnya (Mulyadi 2010:17). Metafora bukan hanya sebuah bahasa, tetapi merupakan pikiran dan alasan yang pertama dari aspek metafora yaitu pemetaan yang merupakan bagian dari sistem konseptual. Dalam bahasa Pakpak ditemukan sejumlah unsur leksikal untuk menyatakan konsep MURUKEN ‘marah’, yaitu MURUKEN bagi BINATANG ‘marah sebagai binatang’, MURUKEN bagi CAIREN ‘marah sebagai cairan’, MURUKEN bagi API ‘marah

sebagai api’, MURUKEN bagi RASA ‘marah sebagai rasa’, MURUKEN bagi GERAKAN ‘marah sebagai gerakan’, MURUKEN bagi WAKTU ‘marah sebagai waktu’.

Pengkategorian terhadap data metafora adalah suatu proses yang disebut “menentukan sistem metafora yang terlibat”. Kategorisasi adalah penyusunan bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang ditetapkan, menggolong-golongkan menurut jenis, cara mengungkapkan makna dengan pelbagai potensi yang ada dalam bahasa (Alwi, 2007 : 516).

(57)

MURUKEN ‘marah’ dapat dilihat secara batiniah, menyangkut kategori makna, juga dapat dilihat secara lahiriah, menyangkut kelas kata. Kategori lahiriah tersebut dapat berupa kelas kata, seperti nomina, verba, dan adjektiva (Siregar, dalam Prasetyo 2009:3). Setelah pengkategorian selesai ada tiga langkah proses yang ditempuh dalam pemetaan konseptual (Siregar, dalam Prasetyo 2009:4), yaitu:

1. Pencarian ranah sumber yang sesuai.

2. Pemetaan konseptual antara ranah sumber dan sasaran.

3. Penayangan semua inferensi tentang ranah sumber ke ranah sasaran melalui pemetaan.

(58)

melakukan penelitian ini, yaitu selain belum pernah ada yang meneliti, judul ini sangat unik untuk dianalisis dalam mengungkapkan ketegorisasi dan makna.

Penelitian metafora sudah pernah dilakukan oleh para ahli. Misalnya, Siregar (2005) dengan judul artikel “Jeruk kok Minum Jeruk : Gejala Metaforis menganalisis gejala metaforis dan metonimisasi dalam bahasa Indonesia”, Silalahi (2005) dengan judul artikel “Metafora dalam Bahasa Batak Toba”, Prasetyo (2009) dengan judul artikelnya “Metafora Pengungkapan Cinta”¸ Rajeg (2010) dengan judul artikel “Cintanya Bertepuk Sebelah Tangan”, Siregar (2010) “Emosi dan Kebudayaan dalam Metafora”, Mulyadi (2010) dengan judul artikel “Dari Gerakan ke Emosi Perspektif Linguistik Kognitif”, Sari (2012) dengan judu l skripsi “Metafora dalam Pidato Charles De Gaulle pada Perang Dunia II”,.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kajian semantik Metafora MURUKEN ‘marah’ dalam Bahasa Pakpak belum pernah dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kategorisasi metafora MURUKEN ‘marah’ dalam bahasa Pakpak?

(59)

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini terbatas pada kategorisasi dan makna Metafora MURUKEN ‘Marah’ dalam Bahasa Pakpak yang digunakan oleh masyarakat yang berdomisili di Desa Sionom Hudon Timur II Kecamatan Parlilitan.

1.4 Tujuan

1. Mendeskripsikan kategorisasi metafora MURUKEN ‘marah’ dalam Bahasa Pakpak.

2. Mendeskripsikan makna metafora MURUKEN ‘marah’ dalam Bahasa Pakpak.

1.5 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Manfaat teoretis antara lain :

1. Menambah khazanah pengetahuan tentang Metafora MURUKEN ‘Marah’ dalam Bahasa Pakpak.

2. Menambah penelitian semantik tentang Metafora MURUKEN ‘Marah’ dalam Bahasa Pakpak.

Manfaat praktis antara lain :

1. Penelitian ini dapat dijadikan sumber acuan bagi peneliti selanjutnya yang ingin membahas metafora dalam bahasa-bahasa daerah.

(60)

METAFORA MURUKEN ‘MARAH’ DALAM BAHASA PAKPAK (KAJIAN SEMANTIK)

Relin Tinambunan

Fakultas Ilmu Budaya USU

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisis metafora MURUKEN ‘marah’ dalam bahasa Pakpak dengan kajian semantik. Tujuannya untuk melestarikan metafora MURUKEN ‘marah’ dalam bahasa Pakpak. Dalam pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode simak yaitu data dikumpulkan dengan menggunakan teknik lanjutan berupa teknik simak libat cakap, yaitu peneliti terlibat langsung dalam dialog dengan narasumber dan metode cakap yaitu metode penyediaan data dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan secara langsung. Data dianalisis dengan menggunakan metode padan, yang penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkut an. Teknik dasarnya berupa teknik pilah unsur penentu dengan alat penentu mitra wicana. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa kategorisasi metafora MURUKEN ‘marah’ dalam bahasa Pakpak (kajian semantik) ada enam, yaitu MURUKEN bagi BINATANG ‘Marah sebagai Binatang’, MURUKEN bagi CAIREN ‘Marah sebagai Cairan’, MURUKEN bagi API ‘Marah sebagai Api’, MURUKEN bagi RASA ‘Marah sebagai Rasa’, MURUKEN bagi GERAKAN ‘Marah sebagai Gerakan’, MURUKEN bagi WAKTU ‘Marah sebagai Waktu’.

(61)

METAFORA MURUKEN ‘MARAH’ DALAM BAHASA PAKPAK (KAJIAN SEMANTIK)

SKRIPSI

OLEH

RELIN TINAMBUNAN 110701051

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(62)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacuh dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sangsi berupa pembatalan gelar keserjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juli 2015

(63)

METAFORA MURUKEN ‘MARAH’ DALAM BAHASA PAKPAK (KAJIAN SEMANTIK)

Relin Tinambunan

Fakultas Ilmu Budaya USU

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisis metafora MURUKEN ‘marah’ dalam bahasa Pakpak dengan kajian semantik. Tujuannya untuk melestarikan metafora MURUKEN ‘marah’ dalam bahasa Pakpak. Dalam pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode simak yaitu data dikumpulkan dengan menggunakan teknik lanjutan berupa teknik simak libat cakap, yaitu peneliti terlibat langsung dalam dialog dengan narasumber dan metode cakap yaitu metode penyediaan data dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan secara langsung. Data dianalisis dengan menggunakan metode padan, yang penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkut an. Teknik dasarnya berupa teknik pilah unsur penentu dengan alat penentu mitra wicana. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa kategorisasi metafora MURUKEN ‘marah’ dalam bahasa Pakpak (kajian semantik) ada enam, yaitu MURUKEN bagi BINATANG ‘Marah sebagai Binatang’, MURUKEN bagi CAIREN ‘Marah sebagai Cairan’, MURUKEN bagi API ‘Marah sebagai Api’, MURUKEN bagi RASA ‘Marah sebagai Rasa’, MURUKEN bagi GERAKAN ‘Marah sebagai Gerakan’, MURUKEN bagi WAKTU ‘Marah sebagai Waktu’.

(64)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana atas segala Kasih dan berkatNya yang telah menuntun penulis untuk menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Metafora MURUKEN ‘Marah’ dalam Bahasa Pakpak (Kajian Semantik)”.

Penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini, berupa bantuan moral seperti doa, dukungan, nasihat, dan petunjuk praktis, maupun bantuan material.

Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, demikian juga penulis ucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan fakultas Ilmu Budaya, Dr. M. Husnah Lubis, M.A. selaku wakil Dekan I, Drs. Syamsul Tarigan selaku wakil Dekan II, dan Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku wakil Dekan III.

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai ketua Departemen Sastra Indonesia dan Drs. Haris Sultan Lubis, M.SP., sebagai sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Sastra Indonesia.

3. Dr. Namsyah Hot Hasibuan, M.Ling., selaku Dosen Pembimbing I, meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(65)

5. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan pengarahan dan masukan bagi penulis selama masa perkuliahan.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Staf Pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis menjalani masa perkuliahan, serta pegawai Administrasi Bapak Slamet yang membantu penulis dalam menyelesaikan segala urusan administrasi selama perkuliahan.

7. Kedua orang tua yang sangat saya sayangi Ayahanda Rotua Tinambunan (+) dan Ibunda tercinta Juita Nainggolan, yang selalu hadir dalam setiap kehidupan, mengajari berbagai hal, motivasi se tiap waktu, mendukung baik dari segi moril, materi dan doa, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada keluarga besar Op.Binghot Tinambunan, dan keluarga besar Op.Rayni Nainggolan, yang selalu memberikan dukungan, nasihat dan doa kepada penulis.

(66)

9. Kepada seluruh keluarga besar Op.Theo Patra Silaban terima kasih atas dukungan moral dan doanya, kiranya Tuhan yang membalas semua kebaikan kalian.

10.Kepada abang dan adik-adikku yang sangat saya sayangi, Binghot Tinambunan, Andri Tinambunan, Risda Tinambunan, Santi Tinambunan, dan pudanku Lamria Tinambunan terima kasih atas doa dan dukungan kepada penulis selama perkuliahan.

11.Kepada seluruh Teman-teman stambuk 2011 di departemen sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara, teristimewa kepada Mei D.Simanjuntak terima kasih telah menjadi sahabat yang sangat baik dan setia mendukung penulis, serta teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terima kasih ya teman-teman.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan penelitian lebih lanjut. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan dan wawasan kita semua. Terima kasih.

Medan, 2015

Penulis

(67)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

1TG : Pronomina orang pertama tunggal

2TG : Pronomina orang kedua tunggal

3TG : Pronomina orang ketiga tunggal

AKT : Pemarkah aktif

PAS : Pemarkah pasif

DET : Determinan

KONJ : Konjungsi

Gambar

Gambar  3.1 Peta Lokasi Penelitian
Tabel 3.1 Pemetaan Konseptual Metafora MURUKEN bagi BINATANG
Tabel 4.2  Pemetaan Konseptual Metafora MURUKEN bagi CAIREN
Tabel 4.3 Pemetaan Konseptual Metafora MURUKEN bagi API 'Marah
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metafora cinta dalam bahasa Simalungun mempunyai delapan kategori, yaitu CAIRAN DALAM WADAH, BINATANG BUAS, DAYA, PASIEN,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metafora cinta dalam bahasa Simalungun mempunyai delapan kategori, yaitu CAIRAN DALAM WADAH, BINATANG BUAS, DAYA, PASIEN,

Bermakna Metafora Konotatif yang berarti penutur menyampaikan pesannya berdasarkan apa yang dirasakan atau dipikirkan menggunakan tuturan metaforis. Dalam hal ini tuturan

Selain metafora orientasional yang ditandai dengan frasa Behe behe bui, pada data tersebut juga terdapat emotikon

Berdasarkan analisis metafora bentuk animate pada metafora dalam mantra masyarakat Melayu Galing Sambas, didapatkan saran penelitian selanjutnya sebagai berikut: 1)

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa kalimat yang mengandung metafora pada kosakata flora atau dengan kata lain kosakata flora yang telah bergeser

Larik tersebut merupakan jenis metafora orientasional karena pada konsep familiar sting µNHSHGLKDQ \DQJ DNUDE¶ PHQMDGL NLDVDQ \DQJ PHUXMXN NHSDGD NHDGDan fisik

Frasa berbadan dua dalam lirik lagu dangut merupakan metafora konvensional yang maknanya terdapat dalam KBBI edisi IV yang mengonsepkan hal abstrak, yaitu hamil