• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metafora MURUKEN ‘Marah’ dalam Bahasa Pakpak (Kajian Semantik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metafora MURUKEN ‘Marah’ dalam Bahasa Pakpak (Kajian Semantik)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2007:588) konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metafora, metafora konseptual, linguistik kognitif, metonimi, kategorisasi, marah.

2.1.1 Metafora

(2)

2.1.2 Metafora Konseptual

Metafora konseptual adalah segala sesuatu yang dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari direalisasikan secara kognitif melalui bahasa. Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari kita kerapkali berselisih faham atau berselisih pendapat dengan orang lain. Ketika terjadi selisih pendapat atau beradu argumen, tentunya masing-masing pihak mempertahankan argumennya. Namun, dalam beradu argumen, tentu saja ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang, meskipun pihak yang menang tersebut belum tentu memiliki argumen yang benar. Berdasarkan pengalaman berargumen tersebut, muncul istilah saya tidak mau kalah dalam perdebatan ini dan saya menang dalam perdebatan ini. Kemenangan dan kekalahan dalam perdebatan atau beradu argumen ini dianggap seperti sedang menghadapi peperangan. Jadi, hal tersebut menghasilkan konsep metaforis dalam pikiran manusia bahwa argumen adalah peperangan (Aisah, 2010:2).

2.1.3 Linguistik Kognitif

(3)

2.1.4 Metonimi

Metonimi termasuk jenis bahasa bersifat figuratif, yang di dalamnya terdapat penggantian sebutan sesuatu yang dimaksudkan dengan menyebut sesuatu yang ada tautan pengenalannya dengan sesuatu yang dimaksudkan tersebut (Hasibuan, 2005 : 7). Metonimisasi merupakan referensial yang menggunakan sesuatu entitas untuk mengacu entitas yang lain.

2.1.5 Kategorisasi

Kategorisasi adalah penyusunan berdasarkan kategori, penggolongan, proses dan hasil pengelompokan unsur bahasa dan bagian pengalaman manusia yang digambarkan ke dalam kategori, cara mengungkapkan makna dengan pelbagai potensi yang ada dalam bahasa (Alwi 2007 : 516).

2.1.6 Marah

Marah ialah bergejolaknya darah dalam hati untuk menolak gangguan yang dikhawatirkan terjadi atau karena ingin balas dendam kepada orang yang menimpakan gangguan yang terjadi padanya, sangat tidak senang (karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya, berang, gusar (Alwi 2007:214).

2.2 Landasan Teori

(4)

berpandangan bahwa kognisi merupakan hasil dari konstruksi mental, dan metafora adalah penyamaan yang bersifat lintas ranah konseptual di dalam sistem konseptual yang memiliki hakikat dan struktur metafora. Metafora bukanlah perilaku bahasa saja tetapi juga persoalan pikiran karena pada prinsipnya penalaran abstrak merupakan kasus khusus penalaran berdasarkan atas citra. Penalaran berdasarkan atas citra bersifat asasi dan penalaran metaforis abstrak.

Mengikuti pandangan semantik kognitif, metaforisasi dilihat sebagai prinsip analogikal dan melibatkan konseptualisasi satu unsur struktur konseptual melalui struktur konseptual yang lain yang terjadi antar-ranah konseptual yang sama, yang menata sistem konseptual sehari-hari penutur bahasa, termasuk konsep yang paling abstrak yang terdapat di balik penggunaan bahasa sehari-hari. Metafora memasilitasi pikiran dengan menyediakan satu kerangka eksperiensial tempat konsep-konsep abstrak yang baru diperoleh yang dapat diakomodasi. Jaringan metafora yang mendasari pikiran dengan cara ini membentuk peta kognitif, satu jaringan konsep yang disusun dari segi konsep mana yang kemudian berfungsi untuk menjadi dasar konsep-konsep abstrak dalam pengalaman-pengalaman fisik pelaku kognitif dan di dalam hubungan pelaku dengan dunia luar. Fokus pembahasan adalah perilaku bahasa, bukan perubahan kemasyarakatan. Perilaku bahasa yang menjadi objek pembahasan adalah ungkapan metafora konseptual, yang melambangkan berbagai jenis pemetaan konsep (Lakoff , dalam Silalahi 2005:97).

(5)

1980-an telah berkembang sebagai paradigma penelitian yang kompleks, koheren. Salah satu prinsip dasarnya ialah bahwa pemakaian bahasa dikuasai oleh citra kompleks, konfigurasi dan kognisi yang mendasari pemakaian bahasa metaforis dapat menjadi sama seperti halnya pemakaian bahasa yang digunakan dalam penalaran praktis (Palmer, dalam Mulyadi, 2010:19). Makna bahasa bertumpu pada struktur konseptual yang sudah teradat (Siregar, 2005 : 181). Pendekatan kognitif melihat metafora sebagai alat untuk mengkonseptualisasikan ranah-ranah pengalaman yang abstrak dan tidak teraba ke dalam ranah yang kongkret dan akrab. Selain itu metafora merupakan jenis konseptualisasi pengalaman manusia, yang tidak pernah luput dari setiap penggunaan bahasa alamiah (Taylor dan Siregar, dalam Silalahi, 2005:96).

Pengkategorian terhadap data metafora adalah suatu proses yang disebut “menentukan sistem metafora yang terlibat”. Kategorisasi adalah penyusunan bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang ditetapkan, menggolong-golongkan menurut jenis, cara mengungkapkan makna dengan pelbagai potensi yang ada dalam bahasa (Alwi, 2007 : 516).

(6)

Mengenai pengkategorian suatu ranah sumber dapat dicari melalui medan makna. Medan makna sebagai satu jaringan asosiasi yang rumit berdasarkan similiaritas/kesamaan, kontak/hubungan, dan hubungan-hubungan asosiatif dengan penyebutan satu kata (Parera, dalam Prastyo 2009:3). Dalam metafora MURUKEN ‘marah’ dapat dilihat secara batiniah, menyangkut kategori makna, juga dapat dilihat secara lahiriah, menyangkut kelas kata. Kategori lahiriah tersebut dapat berupa kelas kata, seperti nomina, verba, dan adjektiva (Siregar, dalam Prasetyo 2009:3). Setelah pengkategorian selesai ada tiga langkah proses yang ditempuh dalam pemetaan konseptual (Siregar, dalam Prasetyo 2009:4), yaitu:

1. Pencarian ranah sumber yang sesuai.

2. Pemetaan konseptual antara ranah sumber dan sasaran.

3. Penayangan semua inferensi tentang ranah sumber ke ranah sasaran melalui pemetaan.

Lakoff (dalam Siregar 2005:3) mengajukan hipotesis bahwa metafora-metafora menayangkan peta kognitif dari satu ranah sumber kepada satu ranah sasaran sehingga ranah yang kedua sebagian dipahami dari segi ranah yang pertama. Menurut Lakoff dan Jhonson (dalam Sari 2012: 16) metafora tidak hanya terdapat dalam bahasa, tetapi menyerap dalam kehidupan sehari-hari yang melingkupi pikiran dan tingkah laku. Model metafora konseptual memiliki ciri-ciri berikut menurut Barcelona (dalam Silalahi 2005:2):

(7)

(b) Terdapat struktur konseptual yang mengandung A dan konsep lainnya B; (c) B berhubungan dengan A atau berbeda dengan A dalam struktur konseptual itu;

(d) Dibandingkan dengan A, B dapat lebih mudah dipahami, lebih mudah diingat, lebih mudah dikenali, atau lebih langsung bermanfaat untuk tujuan tertentu dalam konteks tertentu.

Model metafora merupakan model bagaimana B dipetakan kepada A dalam struktur konseptual; hubungan ini ditegaskan oleh fungsi B sebagai A, dengan pola X adalah Y; X sebagai Y. Metafora dan metonimi ‘semesta’ pada tingkat struktur dan sistemnya.

Metafora konseptual berhubungan antara dua ranah semantik, yaitu ranah sumber (ranah konkrit) dan ranah sasaran (ranah abstrak). Makna baru tercita pada ranah sumber dan makna itu dipetakan ke dalam ranah sasaran. Pemahaman terhadap makna itu dapat dicapai melalui satu interpretasi konstruktif dengan memahami seluruh kalimat atau dalam kerangka kognitif menemukan persamaan makna umum yang terdapat diantara ranah sumber dan ranah sasaran (Mulyadi 2010:18).

(8)

dapat dijangkau secara langsung dari lambang karena makna yang dimaksud terdapat pada prediksi ungkapan kebahasaan tersebut (Lakoff, dalam Hasibuan, 2005).

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian terhadap metafora sudah pernah dilakukan oleh beberapa ahli. Berikut akan dijelaskan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

Siregar (2005), dengan judul artikel “Jeruk kok Minum Jeruk Gejala Metaforis menganalisis gejala metaforis dan metonimisasi dalam bahasa Indonesia” dengan menggunakan teori metafora konseptual. Metaforisasi dilihat sebagai prinsip analogikal dan melibatkan konseptualisasi satu unsur struktur konseptual melalui struktur konseptual yang lain sedangkan, metonimisasi dilihat sebagai sesuatu entitas untuk mengacu entitas yang lain. Berdasarkan prinsip ini, dalam ungkapan jeruk kok minum jeruk terdapat metaforisasi yaitu proses pemetaforaan, dan metonimisasi yaitu proses pemetonimian dalam penggunaan bahasa Indonesia dari sebuah iklan TV menjadi ungkapan yang mengandung metafora dan metonimi. Metafora cara memahami sesuatu berdasarkan sesuatu yang lain sedangkan, metonimi berfungsi sebagai referensial dengan menggunakan sesuatu entitas untuk mengacu entitas yang lain.

(9)

struktur konseptual lainnya Y sehingga secara konseptual memetakan Y sebagai X. Sistem metafora BUAH sebagai MANUSIA diperoleh melalui pemetaan struktur konseptual MANUSIA sebagai ranah konseptual sumber kepada struktur konseptual BUAH sebagai ranah konseptual sasaran. Metaforisasi ini melibatkan konseptualisasi logika semantik maupun pragmatik yang berlaku untuk MANUSIA ke dalam struktur konseptual BUAH (dalam kasus ini jeruk).

Penelitian Siregar memberikan kontribusi Metafora dalam bahasa Pakpak pada pemetaan makan dari suatu struktur konseptual (X kepada struktur konseptual lainnya Y sehingga secara konseptual memetakan Y sebagai X).

(10)

kata sebagai benda, cairan, hewan, makanan, manusia, perjalanan, senjata, tumbuhan,dan lain-lain.

Penelitian Silalahi memberi banyak masukan dari segi teori dan cara menganalisis metafora. Masukan dari cara menganalisis metafora dengan menggunakan pendekatan kognitif.

Prasetyo (2009), dengan judul artikelnya “Metafora Pengungkapan Cinta”, menganalisis dengan teori metafora konseptual. Ada beberapa pengungkapan CINTA yang dianalisis dalam penelitiannya yaitu CINTA sebagai BAHAN BANGUNAN, CINTA sebagai MINUMAN, CINTA sebagai BAGIAN TUBUH, CINTA sebagai API, CINTA sebagai KEHIDUPAN BINATANG, CINTA sebagai LAUTAN, dan lain-lain. Hasil identifikasi terhadap metafora pengungkapan cinta yang menunjukkan adanya konsep-konsep lain yang digunakan untuk pengungkapan cinta. Salah satu yang dilakukan dalam pemetaan konseptual adalah mengelompokkan konsep-konsep yang mengonseptualisasikan metafora pengungkapan cinta ke dalam ranah-ranah. Berikut pemetaan konseptual dalam metafora pengungkapan CINTA.

Tabel 2.1 Pemetaan konseptual CINTA sebagai LAUTAN

SASARAN SUMBER

Cinta adalah sesuatu hal yang luas dipahami.

Lautan adalah laut yang luas.

(11)

mustahil. mustahil.

Hasrat dapat membuat pelaku percintaan bergejolak, perilaku pelaku yang tidak menentu.

Ombak membuat laut terlihat bergejolak.

Hasrat yang bergejolak hebat dapat mendatangkan cinta.

Bila ombak bergejolak hebat ombak dapat mencapai mercu (bagian yang tertinggi, Alwi 2007:1015 ).

Cinta dapat membuat para pelaku percintaan tenggelam dalam birahi.

Laut dapat menenggelamkan.

Nomina Lautan Malaka, kering lautan, lautan birahi, dan ombak digunakan sebagai kata metaforis karena dapat mengkonseptualisasikan kesetiaan dalam hubungan cinta. Air di dalam lautan tak terhingga banyaknya, maka keringnya lautan kira-kira adalah sesuatu yang mustahil. Konsep-konsep itu terpetakan pada konsep cinta yang sangat luas dan dalam untuk dimengerti dan dipahami. Cinta juga membutuhkan kesetiaan yang tidak ada batasnya untuk melanggengkan hubungan, seperti kemustahilan keringnya lautan. Penelitian Prasetyo memberi banyak masukan dari segi teori dan cara menganalisis metafora. Masukan dari cara menganalisis metafora dengan menggunakan teori metafora konseptual.

(12)

sebagai fenomena bahasa semata yang tidak berhubungan dengan pikiran. Dalam hubungannya dengan konsep cinta dalam bahasa Indonesia, Rajeg menulis dalam artikelnya bahwa tipe-tipe metafora konseptual yang menandainya sangat banyak yaitu cinta adalah kesatuan bagian, cinta adalah ikatan, cinta adalah api, cinta adalah kegilaan, cinta adalah mabuk, cinta adalah perjalanan, cinta adalah lawan, dan lain-lain dalam kasus cinta.

Siregar (2010), dengan judul artikel “Emosi dan Kebudayaan dalam Metafora”, menggunakan teori linguistik kognitif. Dalam kerangka konseptual linguistik kognitif, metafora dianggap sebagai gejala pikiran (penalaran) bukan sekedar gejala bahasa. Dalam penelitiannya dikatakan bahwa semua bahasa mempunyai berbagai strategi verbal untuk menyampaikan emosi (perasaan) dalam bahasa Indonesia misalnya ditemukan kata-kata kesal, marah, gusar, berang dan metafora gelap mata, meremas jantung untuk mengungkapkan keadaan emosional yang sama.

(13)

seperti metafora cinta, sabar, sedih, masing-masing seperti hati bergelora, hati yang lapang, hati yang remuk.

Mulyadi (2010), dengan judul artikel “Dari Gerakan ke Emosi Perspektif Linguistik Kognitif”, menggunakan teori metafora konseptual. Pencipataan metafora sesungguhnya merupakan satu aspek dari kecenderungan manusia dalam menggolongkannya. Akar metafora terletak pada persepsi sensori relasi manusia dengan dunia fisik. Metode semantis diterapkan untuk mengidentifikasi persamaan makna emosi dan makna gerakan dalam metafora emosi bahasa Indonesia. Metode ini bertumpu pada relasi semantis antar konsep baik secara implisit maupun eksplisit. Teknik analisis bahasa diterapkan untuk menguji keberterimaan pemarkah tersebut.

Penelitian Mulyadi memberi banyak masukan baik, dari segi teori yang digunakan maupun metode semantik dan teknik analisis dalam menganalisis metafora dalam bahasa Pakpak.

(14)

sumber, maka tiap data langsung dijelaskan. 5) Menyimpulkan hasil analisis data. Dalam analisisnya terhadap Pidato Charles De Gaulle pada Perang Dunia II, Sari menyimpulkan bahwa terdapat delapan kategori metafora yaitu PERJUANGAN adalah PERJALANAN, SEMANGAT PERSATUAN adalah API, KEBEBASAN adalah KOMODITAS BERHARGA, NEGARA/ KEMENANGAN adalah ORANG, PERANG adalah PERTUNJUKAN, NEGARA adalah BANGUNAN, HARAPAN adalah CAHAYA, PENJAJAHAN adalah KEGELAPAN/PENJARA.

Gambar

Tabel 2.1 Pemetaan konseptual CINTA sebagai LAUTAN

Referensi

Dokumen terkait

METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM 2013-2014: KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Melalui penelitian ini yang menggunakan teori linguistik kognitif dan semantik leksikal diperoleh bahwa (1) verba berendonim indra penglihatan yang paling

METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM 2013-2014: KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Objek penelitian ini terletak pada rubrik opini dalam surat kabar Harian Fajar dengan menganalisis menggunakan kajian semantik kognitif untuk menentukan

Struktur Semantik Verba Proses Tipe Kejadian Bahasa Jawa: Kajian.. Metabahasa

Makna denotatif (sering juga disebut makna denotasional, makna konseptual, atau makna kognitif karena dilihat dari sudut pandang lain) pada dasarnya sama dengan

Metabahasa Semantik Alami (MSA) diakui sebagai pendekatan kajian semantik yang dianggap mampu memberi hasil analisis makna yang memadai karena dengan teknik eksplikasi

Karena merepresentasikan makna yang tersirat, dari sini dapat dilihat bahwa linguistik kognitif memandang bahwa struktur bahasa merupakan lambang, sehingga dalam setiap bentuknya bahasa