• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Heat Moisture Treatment terhadap Sifat tekstural dan Retrogradasi Gel Pati Aren dan Tapioka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Heat Moisture Treatment terhadap Sifat tekstural dan Retrogradasi Gel Pati Aren dan Tapioka"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH

HEAT MOISTURE TREATMENT

TERHADAP

SIFAT TEKSTURAL DAN RETROGRADASI

GEL PATI AREN DAN TAPIOKA

M. JAENAL SEPTIAN NUR M.

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Heat Moisture Treatment terhadap Sifat Tekstural dan Retrogradasi Gel Pati Aren dan Tapioka adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

M. JAENAL SEPTIAN NUR M. Pengaruh Heat Moisture Treatment terhadap Sifat Tekstural dan Retrogradasi Gel Pati Aren dan Tapioka. Dibimbing oleh DEDE ROBIATUL ADAWIYAH dan ELVIRA SYAMSIR.

Heat Moisture Treatment (HMT) merupakan salah satu teknik modifikasi fisik yang melibatkan kadar air yang terbatas dan pemanasan pada suhu tinggi selama periode waktu tertentu. Dalam penelitian ini dipelajari pengaruh dari modifikasi HMT terhadap sifat tekstural dan retrogradasi gel pati aren dan tapioka. Modifikasi pati HMT dilakukan dengan metode autoclaving pada suhu 120 oC selama 60 menit untuk tapioka dan 90 menit untuk pati aren. Sebelum proses autoclaving, kadar air pati dibuat menjadi 20% (b/b, basis basah). Pengamatan retrogradasi dilakukan terhadap gel pati aren dan tapioka dengan kadar air 10% (b/b, basis kering) yang disimpan pada suhu 4 oC selama 7 hari. Analisis sifat tekstural dilakukan dengan tes kompresi sederhana menggunakan alat texture analyzer. Analisis derajat retrogradasi dilakukan dengan melihat perubahan tingkat kekerasan, selain itu analisis derajat retrogradasi dilakukan dengan

mengukur hidrolisis amilosa oleh enzim α-amilase. Hasil yang diperoleh dari analisis sifat tekstural menunjukkan adanya peningkatan kerapuhan dari gel pati setelah dilakukan modifikasi HMT, yang ditunjukkan oleh penurunan breaking strain. Hasil yang diperoleh dari analisis derajat retrogradasi menunjukkan adanya peningkatan kekerasan dan peningkatan derajat retrogradasi pada gel pati yang telah dimodifikasi HMT. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa modifikasi pati HMT dapat menaikkan tingkat kerapuhan gel pati, menaikkan tingkat kekerasan serta dapat meningkatkan retrogradasi gel pati alami. Kata kunci: heat moisture treatment, retrogradasi, sifat tekstural.

ABSTRACT

M. JAENAL SEPTIAN NUR M. The Influence of Heat Moisture Treatment Against Textural Properties and Retrogradation of Aren Starch and Tapioca Gel. Supervised by DEDE ROBIATUL ADAWIYAH and ELVIRA SYAMSIR.

Heat Moisture Treatment (HMT) is one of physical modification techniques that uses limited moisture where heating process at high temperature is implemented for certain period of time. This research studied the effect of HMT modification on textural properties and retrogradation of aren and tapioca starch gel. HMT modification was done by using autoclaving method at 120 oC in 60 minutes for tapioca and 90 minutes for aren. Before autoclaving process, the water content of starch was adjusted into 20% (b/b, wb). The observation of retrogradation was done on starch gel with water content 10% (b/b, db) and refrigerated at 4 oC for 7 days. Textural analysis was done by doing compression using texture analyzer. Degree of retrogradation analysis was done by analyzing the changes of hardness from starch gel, and analyzing amylose hydrolisis using

(5)

shown by decreasing breaking strain. From degree of retrogradation analysis, it is known that HMT modification increased hardness and degree of retrogradation of starch gel. According to this research, it can be concluded that HMT modification could make starch gel become fragile, increase hardness, and increase retrogradation of native starch gel.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PENGARUH

HEAT MOISTURE TREATMENT

TERHADAP

SIFAT TEKSTURAL DAN RETROGRADASI

GEL PATI AREN DAN TAPIOKA

M. JAENAL SEPTIAN NUR M.

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Pengaruh Heat Moisture Treatment terhadap Sifat tekstural dan Retrogradasi Gel Pati Aren dan Tapioka

Nama : Muhamad Jaenal Septian Nur Mauluddin

NIM : F24100067

Disetujui oleh

Dr Ir Dede R. Adawiyah, Msi Pembimbing I

Dr Elvira Syamsir, STP, Msi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSi Ketua Departemen

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah modifikasi pati, dengan judul Pengaruh Heat Moisture Treatment terhadap Sifat Tekstural dan Retrogradasi Gel Pati Aren dan Tapioka.

Terima kasih penulis ucapkan kepada

1. Ibu Dr Ir Dede Robiatul Adawiyah, MSi dan Ibu Dr Elvira Syamsir, STP, M.Si yang telah memberikan bimbingan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan;

2. Ibu Dian Herawati, STP, Msi yang telah memberikan saran yang mendukung dalam penulisan;

3. Ibu Rubiyah, Ibu Antin, Bapak Yahya, Bapak Edi, Bapak Gatot, dan Mbak Nurul, yang telah membantu selama pengumpulan data;

4. Papah, Mamah, Marzuq, Rifa, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya;

5. Zahra Khairunnisa yang telah memberikan kasih sayang serta dukungan dan membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini;

6. Arief, Agis, Lingga, Dicki, Bachtiar, Gina yang sering membantu saat penulis melakukan penelitian.

7. Ibu Sri, Kak Tia, dan seluruh rekan-rekan ITP angkatan 47 atas dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

Modifikasi Pati (Heat Moisture Treatment) ... 3

Retrogradasi Pati ... 4

Analisis Tekstur (Adawiyah et al. 2013 dengan modifikasi) ... 7

Pengukuran Derajat Retrogradasi dengan Metode α-amilase-iodine (Kim et al. 1997) ... 7

Pengukuran Retrogradasi berdasarkan Analisis Sifat Tekstural ... 8

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

Pengaruh HMT pada sifat tekstural gel pati aren dan tapioka ... 9

Pengaruh HMT pada retrogradasi gel pati selama penyimpanan ... 12

Analisis Retrogradasi Gel Pati Aren dan Tapioka dengan Metode Enzimatis ... 12

Pengukuran Retrogradasi Gel Pati Aren dan Tapioka berdasarkan Analisis Sifat Tekstural ... 13

(13)

Simpulan ... 16

Saran ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 17

LAMPIRAN ... 19

... 19

... 20

RIWAYAT HIDUP ... 22

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik gelatinisasi pati aren ... 2

Tabel 2. Profil Pasting pati aren ... 2

Tabel 3. Pasting properties ubi kayu dari lima varietas berbeda... 3

Tabel 4. Breaking strain pada sampel gel pati selama penyimpanan ... 11

Tabel 5. Derajat retrogradasi (%) gel pati aren dan tapioka selama penyimpanan ... 13

Tabel 6. Kenaikan tingkat kekerasan sampel gel pati selama penyimpanan pada suhu 4 oC ... 14

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Contoh kurva hasil tes kompresi dari gel pati (Adawiyah et al. 2013)... 8

Gambar 2. Kurva hasil tes kompresi sederhana pada sampel aren hari ke-0 ... 9

Gambar 3. Kurva hasil tes kompresi sederhana pada sampel tapioka hari ke-0 ... 10

Gambar 4. Kurva perubahan tingkat kekerasan gel pati aren pada strain 20%... 15

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kurva perubahan tingkat kekerasan gel pati aren pada strain 10% ... 19 Lampiran 2. Kurva perubahan tingkat kekerasan gel pati aren pada strain

30% ... 19 Lampiran 3. Kurva perubahan tingkat kekerasan gel tapioka pada strain

10% ... 20 Lampiran 4. Kurva perubahan tingkat kekerasan gel tapioka pada strain

30% ... 20 Lampiran 5. Kurva perubahan tingkat kekerasan gel tapioka pada strain

40% ... 21 Lampiran 6. Kurva perubahan tingkat kekerasan gel tapioka pada strain

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Heat moisture treatment (HMT) adalah modifikasi pati secara fisik yang telah banyak dilakukan pada berbagai sumber dan berbagai kondisi. Menurut definisi, HMT adalah modifikasi yang dilakukan dengan melibatkan kadar air yang terbatas (biasanya biasanya pada 10-30%) dan dipanaskan pada suhu tinggi (90-120 oC) selama beberapa waktu yang berkisar antara 15 menit hingga 16 jam (Zavareze dan Dias 2011).

Adawiyah (2012) melakukan penelitian proses HMT terhadap aren dan sagu dan hasil yang diperoleh yaitu pemanasan HMT yang optimal pada pati sagu adalah selama 60 menit dan 90 menit pada pati aren dengan menggunakan autoclave suhu 120 oC. Waktu pemanasan optimal tersebut diputuskan berdasarkan karakteristik reologi terutama nilai dari storage modulus (G’), dimana pada waktu pemanasan tersebut pati memiliki nilai storage modulus tertinggi.

Syamsir (2012) melakukan penelitian proses HMT terhadap tapioka dan hasil yang diperoleh yaitu pemanasan HMT yang optimal pada tapioka adalah selama 60 menit dengan menggunakan autoclave suhu 120 oC. waktu dan suhu pemanasan optimal tersebut didasarkan pada penurunan kristalinitas akibat adanya gelatinisasi parsial.

Perlakuan HMT dilaporkan menyebabkan perubahan sifat pati yaitu mengubah karakteristik pasta selama pemanasan dari pati aren dan sagu (Agustifa 2013), mereduksi swelling power dari tepung singkong dan pati kentang (Gunaratne dan Hoover 2002), meningkatkan interaksi antara molekul amilosa dan amilopektin, dan memperkuat ikatan intramolekular (Zavareze dan Dias 2011). Hormdok dan Noomhorm (2007) melaporkan bahwa modifikasi pati HMT dapat meningkatkan kekerasan pada gel pati beras dikarenakan adanya proses retrogradasi. Proses retrogradasi diduga dapat mempengaruhi tingkat kerapuhan dari gel pati. Pada penelitian ini dilakukan proses analisis terhadap tingkat kerapuhan gel pati akibat pengaruh HMT, yang kemudian dilanjutkan dengan analisis terhadap retrogradasi gel pati yang didasarkan pada hasil analisis peningkatan gaya tekan yang dibutuhkan pada strain yang sama selama penyimpanan dan hasil analisis dengan menggunakan metode enzimatis.

Tujuan Penelitian

Mempelajari pengaruh Heat Moisture Treatment terhadap sifat tekstural (kekerasan dan kerapuhan) dan retrogradasi gel pati aren dan tapioka.

Manfaat Penelitian

(16)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Aren

Pohon aren (Arenga pinnata) memiliki banyak manfaat, antara lain berperan dalam konservasi lahan dan air, penghasil ijuk, nira untuk pembuatan gula, buah kolang-kaling, dan sebagai sumber pati. Karena pohon aren juga dapat dimanfaatkan sebagai penghasil nira, sering pohon yang sudah tua (kurang produktif) ditebang kemudian dimanfaatkan sebagai sumber pati (Alam dan Saleh 2009). Pati aren dapat diperoleh dengan cara melakukan ekstraksi terhadap batang pohon aren.

Pati aren yang diperoleh memiliki granula yang berbentuk lonjong dengan ukuran granula sekitar 5,0-87,5 µm bergantung pada fase pertumbuhannya. Kadar amilosa pati aren mencapai 39% pada saat tumbuhan aren memasuki fase pertumbuhan tidak berbunga (Alam dan Saleh 2009).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Adawiyah et al. (2013) diperoleh data karakteristik gelatinisasi pati aren dengan menggunakan DSC yang disajikan dalam Tabel 1 dan penelitian dari Adawiyah (2012) diperoleh data karakteristik pasting dengan menggunakan RVA yang disajikan dalam Tabel 2. Tabel 1 memperlihatkan nilai suhu onset (To), suhu puncak (Tp), suhu akhir (Tc), kisaran (Tc-To) yang menunjukkan kestabilan kristalin, dan entalpi transisi (ΔH) yang merupakan parameter mengenai jumlah rantai glukan dengan DP tinggi (DP>12).

Tabel 1. Karakteristik gelatinisasi pati aren

Parameter gelatinisasi Rata-rata ± SD

To (oC) 63,0 ± 0,12

Tp (oC) 67,7 ± 0,07

Tc (oC) 74,6 ± 0,42

Range (Tc-To) (oC) 11,6 ± 0,49

ΔH (J/g) 15,4 ± 0,25

Rata-rata dan standaar deviasi dari lima replikasi Sumber: Adawiyah et al. (2013)

Tabel 2. Profil Pasting pati aren

(17)

3 Tapioka

Ubi kayu (Manihot utilissima Crantz) merupakan jenis umbi-umbian yang budidayanya relatif lebih mudah dibandingkan dengan jenis umbi-umbian lainnya, karena teknologi budidayanya sederhana, dapat tumbuh pada berbagai kondisi tanah dan relatif tidak banyak membutuhkan pemeliharaan, tahan terhadap penyakit dan ketersediannya di seluruh wilayah (Wahjuningsih 2013). Produksi ubi kayu di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2013 berada pada kisaran 23.918.118-25.494.507 ton (Badan Pusat Statistik 2014). Produksi ubi kayu di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

Industri pengolahan ubi kayu yang utama yaitu tapioka (pati ubi kayu). Proses ekstraksi yang relatif mudah, sifat patinya yang unik dengan warna dan flavor netral menyebabkan tapioka banyak dimanfaatkan sebagai ingridien maupun aditif di industri pangan (Syamsir et al. 2011). Tapioka memiliki granula pati yang berbentuk bulat dengan ukuran granula sekitar 5-40 µm bergantung pada varietas singkongnya. Kadar amilosa tapioka berada pada kisaran 20-27% (Moorthy 2002).

Syamsir et al. (2011) melakukan penelitian terhadap lima varietas ubi kayu, yaitu Thailand, Kasetsar, Pucuk biru, Faroka dan Adira 4 adapun kandungan amilosa dari masing-masing varietas secara berurutan yaitu 33,13%, 31,81%, 30,88%, 30,92%, dan 31,13%. Kadar amilosa yang berbeda membuat karakter dari pati tersebut berbeda. Adapun data pasting properties dari tapioka dengan menggunakan RVA disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Pasting properties ubi kayu dari lima varietas berbeda Parameter Pasting

Properties

Thailand Kasetsar P.Biru Faroka Adira 4 V. Puncak (Cp) 6335,0 6244,0 6115,5 6744,0 5895,5

Modifikasi Pati (Heat Moisture Treatment)

Pati aren dan tapioka memiliki kelemahan yaitu tidak stabil terhadap pemanasan (Adawiyah 2012; Syamsir 2011) sehingga diperlukan adanya perbaikan stabilitas terhadap pemanasan dengan melakukan modifikasi terhadap pati. Modifikasi yang dapat dilakukan yaitu modifikasi secara fisik dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT).

(18)

4

suhu gelatinisasi pati, meningkatkan stabilitas dari gel, dan meningkatkan kekerasan gel (Hormdok dan Noomhorm 2007).

Kelebihan modifikasi pati dengan menggunakan metode HMT yaitu pati yang dihasilkan akan bersifat lebih aman karena tidak adanya penambahan bahan kimia, sehingga pati modifikasi ini bersifat alami dan dapat digunakan sebagai bahan baku dalam produk pangan. Akan tetapi proses modifikasi HMT dapat meningkatkan retrogradasi.

Retrogradasi Pati

Struktur semikristal granula pati bersifat tidak larut dalam air dingin. Apabila granula pati disuspensikan dalam air maka pati berangsur-angsur akan mengendap. Namun, granula pati akan mengembang dalam air panas setelah melewati suhu tertentu. Proses pengembangan granula pati tersebut bersifat bolak-balik (reversible) apabila tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi tidak bolak-balik (irreversible) apabila telah mencapai suhu gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan serangkaian kejadian tidak dapat balik (irreversible) yang terjadi pada pati saat dipanaskan dalam sistem air (Kusnandar 2010).

Granula pati aren dan tapioka memiliki komposisi amilosa dan amilopektin yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Adawiyah et al. (2013), kadar amilosa pada pati aren yaitu sebesar 37,01% dan suhu gelatinisasi pati aren adalah 67,70 oC dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syamsir et al. (2011), didapat kadar amilosa berada pada kisaran 30-33% dengan suhu gelatinisasi berada pada kisaran 67-71 oC bergantung pada varietasnya. Berdasarkan hal tersebut diduga ada pengaruh dari komposisi amilosa terhadap suhu gelatinisasi pati.

Pati yang telah tergelatinisasi selama pendinginan dan penyimpanan akan mengalami proses rekristalisasi atau yang sering disebut sebagai retrogradasi. Menurut Zavareze dan Dias (2011), retrogradasi merupakan peristiwa dimana molekul amilosa yang terlarut kembali berikatan dengan fraksi linear dari molekul amilopektin. Menurut Leszczynski (2004), gel pati yang disimpan pada suhu rendah dalam periode waktu yang panjang akan mengalami penurunan viskositas dan akan mengalami sineresis yang ditandai dengan adanya air dipermukaan gel pati.

Retrogradasi dapat mengakibatkan air keluar dari dalam bahan pangan, sehingga dalam pengolahan pangan hal ini bisa diinginkan dan tidak diinginkan. Retrogadasi diinginkan pada pengolahan mie dan film dan retrogradasi tidak diinginkan dalam pengolahan roti dan agar-agar.

(19)

5

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai dengan Oktober 2013 di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta-IPB.

Bahan

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu pati aren yang diperoleh dari daerah Sukabumi – Jawa Barat dan tapioka (Rose Brand) yang diperoleh dari Supermarket. Bahan lain yang digunakan yaitu aquades, larutan iod dan enzim α-amilase.

Alat

Alat-alat yang digunakan untuk modifikasi pati dengan HMT adalah loyang, botol semprot, gelas ukur, neraca analitik, plastik HDPE ukuran 35x20, retort, oven pengering, blender, ayakan 60 mesh. Alat yang digunakan untuk persiapan gel antara lain neraca analitik, sudip, gelas piala ukuran 250 ml, gelas pengaduk, botol semprot, waterbath, karet gelang, plastik PP, alumunium foil, silinder plastik dengan diameter dalam 2,8 cm dan tinggi 2 cm, dan refrigerator. Alat yang digunakan untuk keperluan analisis pati alami dan HMT adalah spektrofotometer UV Visible (UV Mini 1240, Shimadzu) dan texture analyzer (TA-XT, Stable Mycro System, UK) .

Prosedur Penelitian

Heat Moisture Treatment

Heat Moisture Treatment dilakukan menggunakan metode autoclaving yang dimodifikasi berdasarkan kondisi proses optimum yang diperoleh Adawiyah (2012). Kadar air pati aren dan tapioka diukur terlebih dahulu dengan menggunakan metode oven sesuai dengan AOAC 1995. Kemudian untuk membuat kadar air pati menjadi 20% (b/b, basis basah), dilakukan penghitungan dengan menggunakan neraca massa sehingga diperoleh massa pati yang ditimbang dan massa air yang harus ditambahkan. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut:

(20)

6

Kesetimbangan komponen padatan: Banyaknya air yang digunakan:

Setelah dilakukan pencampuran antara pati dengan air, pati diaduk selama 15 menit kemudian ditempatkan ke dalam plastik HDPE dan dibiarkan selama 1 jam. Selanjutnya, dilakukan autoclaving pada suhu 120 oC selama 60 menit untuk tapioka (Syamsir 2012) dan 90 menit untuk pati aren (Adawiyah 2012). Pati kemudian didinginkan pada suhu ruang lalu dikeringkan pada suhu 45 oC selama satu malam (17 jam) di oven pengering. Setelah dilakukan pengeringan, pati kering didinginkan pada suhu ruang selama 15 menit kemudian diblender agar gumpalan pati kering menjadi halus. Pati yang telah diblender kemudian disaring dengan saringan 60 mesh dan dimasukkan ke dalam plastik PP untuk disimpan. Persiapan Sampel Gel

Sebelum proses persiapan sampel gel dilakukan, kadar air pati aren dan tapioka (baik alami maupun modifikasi) diukur terlebih dahulu dengan menggunakan metode oven AOAC 1995. Untuk membuat gel pati 10% (b/b, basis kering) dilakukan penghitungan dengan menggunakan neraca massa sehingga diperoleh banyaknya pati yang ditimbang dan banyaknya air yang harus ditambahkan. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut:

Basis (C) : 100 gram

Kesetimbangan komponen padatan: Banyaknya air yang digunakan:

(21)

7 untuk pati alami dan 5 menit untuk pati modifikasi HMT. Setelah diaduk, sampel tersebut dipanaskan kembali pada suhu 80 oC dalam waterbath hingga 30 menit. Sampel yang telah dipanaskan kemudian dipindahkan ke dalam wadah silinder lalu didinginkan dalam refrigerator pada suhu 4oC selama 0-7 hari. Analisis tekstur dilakukan pada hari ke-0 hingga penyimpanan pada hari ke-7.

Analisis Tekstur (Adawiyah et al. 2013 dengan modifikasi)

Sebelum pengukuran, sampel disimpan pada suhu ruang selama 15-30 menit. Analisis tekstur dilakukan dengan tes kompresi sederhana menggunakan texture analyzer (TA-XT, Stable Mycro System, UK) dengan beban sel 25 kg dan probe dengan diameter 75 mm. Pada saat tes kompresi, gel pati ditekan dengan kecepatan tetap yaitu 1 mm/s hingga strain 90%, dimana strain didefinisikan sebagai rasio dari perubahan ketinggian sampel (%). Kecepatan pre-test dan kecepatan post-test adalah 2 mm/s dengan trigger force sebesar 0,05 N. Tes kompresi pada gel pati dilakukan masing-masing tiga kali ulangan. Dari pengujian ini akan dihasilkan kurva seperti pada Gambar 1.

Breaking point didefinisikan sebagai titik yang dicapai ketika gel mengalami kerusakan struktur gel yang dideteksi dari adanya puncak sebelum puncak maksimum pada strain 90% tercapai (Lihat Gambar 1). Untuk menentukan breaking point, digunakan penurunan dari kurva tes kompresi yaitu dengan cara membuat kurva dari kemiringan yang diperoleh dari kurva tes kompresi kemudian breaking point ditunjukan sebagai titik dimana kurva tersebut mulai mengalami penurunan (dapat dilihat pada Gambar 1, ditunjukkan sebagai shoulder point). Breaking point pada strain tertentu dinamakan breaking strain. Untuk menentukan breaking strain digunakan formula sebagai berikut:

D = ketinggian gel saat breaking strain Dm = ketinggian gel saat strain 90%

Pengukuran Derajat Retrogradasi dengan Metode α-amilase-iodine (Kim et al. 1997)

Sebanyak 5 ml gel pati ditambahkan dengan 3 ml aquades, 2 ml 0,1M buffer

(22)

8

(0,2% I2-2% KI) dan ditepatkan hingga 100 ml dengan aquades. Campuran tersebut kemudian didiamkan selama 20 menit dan dilakukan pengukuran terhadap absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV Visible (UV Mini 1240, Shimadzu) pada panjang gelombang 625 nm. Pengujian dilakukan dua kali ulangan masing-masing duplo. Derajat retrogradasi dihitung dengan menggunakan formula:

Dimana : a = absorbansi gel pati yang belum ditambahkan enzim b = absorbansi dari gel pati yang telah ditambahkan enzim c = absorbansi dari gel pati yang telah ditambahkan enzim pada hari ke-0 (residu)

Pengukuran Retrogradasi berdasarkan Analisis Sifat Tekstural

Prosedur pengukuran retrogradasi berdasarkan analisis sifat tekstural sama seperti analisis tekstur. Gambar 1 menunjukan contoh kurva yang diperoleh dari analisi tekstur. Untuk melakukan analisis sifat tekstural, dilihat dari gaya tekan (N) yang dialami oleh gel pati pada strain tertentu. Data disajikan dalam bentuk tabel yang menggambarkan adanya perubahan nilai gaya tekan selama penyimpanan pada strain tertentu. Selain itu data disajikan dalam bentuk grafik yang kemudian kemiringan dari grafik tersebut disimpulkan sebagai perubahan tingkat kekerasan yang dialami oleh gel pati selama penyimpanan.

(23)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh HMT pada sifat tekstural gel pati aren dan tapioka

Pati secara alami dapat membentuk gel ketika dipanaskan dalam medium cair. Sifat gel pati berbeda sesuai dengan sumber patinya. Sifat tekstural gel pati diukur dengan menggunakan tes kompresi sederhana. Parameter yang diamati adalah pola breaking strain (%) yang terjadi selama penyimpanan. Breaking strain yaitu titik pada strain tertentu dimana gel pati mengalami kerusakan struktur sebelum strain 90% tercapai. Pada kurva hasil tes kompresi, breaking strain ditandai dengan adanya puncak sebelum kurva mencapai puncak maksimum pada strain 90%. Semakin rapuh sifat gel pati, maka jarak antara tinggi awal gel pati dengan tinggi gel pati saat mengalami kerusakan struktur gel akibat gaya tekan akan semakin kecil. Dengan kata lain, semakin rapuh gel pati maka nilai breaking strain gel tersebut akan semakin kecil.

Gambar 2 menunjukkan kurva breaking strain yang dilakukan pada sampel pati aren alami dan HMT hari ke-0 atau sebelum dilakukan penyimpanan. Dari kurva tersebut, terlihat bahwa gel pati aren sudah menunjukkan terjadinya breaking strain pada hari ke-0. Breaking strain pada gel pati aren alami terdeteksi pada strain 55%, sedangkan pada gel pati aren HMT pada strain 27%. Dengan kata lain, kerusakan struktur gel pati aren alami terjadi apabila ditekan hingga tingginya mencapai sekitar setengah dari ketinggian awal, sedangkan gel pati aren HMT mengalami kerusakan struktur ketika gel ditekan hingga tingginya mencapai sekitar seperempat dari ketinggian awal. Hasil ini menunjukkan bahwa gel pati aren HMT lebih mudah mengalami kerusakan struktur atau bersifat lebih rapuh daripada gel pati aren alami.

(24)

10

Kurva hasil tes kompresi yang dilakukan pada sampel gel tapioka alami dan HMT hari ke-0 atau sebelum dilakukan penyimpanan ditunjukkan oleh Gambar 3. Pada gambar ini terlihat bahwa kurva terus meningkat hingga strain 90% dan tidak ada puncak yang menunjukkan terjadinya breaking strain pada sampel tapioka, baik yang alami maupun yang diberi perlakuan HMT. Artinya, gel tapioka alami maupun HMT tidak mengalami kerusakan struktur hingga mencapai strain 90%. Akan tetapi, pada kurva gel tapioka HMT terdapat sedikit lekukan, namun lekukan tersebut belum terdeteksi sebagai puncak yang menunjukkan breaking strain. Dapat dikatakan bahwa lekukan tersebut menunjukkan bahwa pada hari ke-0, gel tapioka HMT hampir mengalami kerusakan struktur.

Perubahan nilai breaking strain pada sampel gel pati aren dan tapioka selama penyimpanan ditunjukkan oleh Tabel 4. Dapat dilihat bahwa seluruh sampel gel pati cenderung mengalami penurunan nilai breaking strain selama penyimpanan, menunjukkan bahwa gel semakin rapuh dengan meningkatnya waktu penyimpanan.

Pada gel pati aren HMT di hari ke-4 penyimpanan, breaking strain tidak terdeteksi. Hal ini dapat terjadi karena gel pati aren telah mengalami kerusakan struktur sebelum dilakukan pengujian yang mengakibatkan breaking strain tidak terdeteksi. Setelah 4 hari penyimpanan, air yang keluar dari gel pati aren HMT akibat sineresis terlalu banyak sehingga gel menjadi kering dan mengalami kerusakan.

(25)

11 Tabel 4. Breaking strain pada sampel gel pati selama penyimpanan

Sampel Hari Breaking Strain (%)*

Alami HMT adanya breaking strain hingga hari ke-6 penyimpanan, sedangkan gel tapioka HMT sudah menunjukkan adanya breaking strain pada penyimpanan hari ke-1. Dengan demikian, gel tapioka alami tidak mengalami kerusakan struktur sebelum strain 90% selama penyimpanan hingga hari ke-6, sedangkan gel tapioka HMT sudah mengalami kerusakan struktur pada penyimpanan hari ke-1. Hal ini menunjukkan bahwa gel tapioka HMT bersifat lebih rapuh daripada gel tapioka alami.

(26)

12

Pengaruh HMT pada retrogradasi gel pati selama penyimpanan

Retrogradasi yaitu proses rekristalisasi atau penggabungan kembali komponen pati ketika gel pati tersebut disimpan dalam suhu rendah (Kim 1997). Pada saat retrogradasi, terjadi pembentukan kembali molekul atau reasosiasi, namun bentuknya tidak sempurna (Karim et al. 2000). Beberapa fenomena akibat retrogradasi menurut Swinkle (1995) yaitu meningkatnya viskositas dan keluarnya air dari pasta (sineresis). Pada produk roti, retrogradasi menyebabkan bread staling pada produk roti (Miyazaki et al. 2005).

Analisis terhadap retrogradasi pati dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu Differential Scanning Calorimetry (DSC), X-ray diffractometry, rheology, dan Nuclear Magnetic Resonance (NMR) (Kim 1997). Selain itu, terdapat metode lain yang dapat digunakan untuk menganalisis retrogradasi pada gel pati yaitu dengan melihat perubahan sifat teksturalnya dan melakukan pengujian dengan metode enzimatis (Kim 1997). Perubahan sifat tekstural yang diamati yaitu perubahan tingkat kekerasan gel pati selama penyimpanan akibat adanya retrogradasi, kemudian hasilnya didukung dengan hasil analisis derajat retrogradasi menggunakan metode enzimatis.

Analisis Retrogradasi Gel Pati Aren dan Tapioka dengan Metode Enzimatis Pati memiliki komponen antara lain amilosa dan amilopektin yang saling berikatan. Ketika pati mengalami gelatinisasi, terjadi perubahan struktur sehingga amilosa dapat larut dalam air. Amilosa yang terlarut atau tidak saling berikatan akan mudah dipecah oleh enzim α-amilase sehingga apabila ditambahkan iodin akan terbentuk warna merah bata, karena tidak ada amilosa yang bereaksi dengan iodin. Apabila pati mengalami retrogradasi, maka amilosa yang terlarut akan kembali berikatan. Hal ini menyebabkan amilosa yang dapat dipecah oleh enzim

α-amilase semakin sedikit, sehingga ketika ditambahkan iodin maka akan terbentuk warna ungu karena terdapat amilosa yang dapat bereaksi dengan iodin. Semakin banyak amilosa yang dapat bereaksi dengan iodin maka intensitas warna ungu yang dihasilkan akan semakin tinggi. Jumlah amilosa yang dapat bereaksi dengan iodin ini menggambarkan tingkat atau derajat retrogradasi pada saat itu. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh nilai derajat retrogradasi selama penyimpanan gel pati aren dan tapioka. Nilai derajat retrogradasi dapat dilihat pada Tabel 5.

(27)

13 Tabel 5. Derajat retrogradasi (%) gel pati aren dan tapioka selama penyimpanan

Sampel Pati Hari DR (%)*

Pada gel pati aren alami, retrogradasi terjadi lebih lambat dibandingkan dengan gel pati aren HMT. Hal ini terlihat sejak penyimpanan hari ke-1, dimana nilai derajat retrogradasi gel pati aren alami lebih besar dibandingkan dengan gel pati aren HMT. Secara umum retrogradasi pada gel pati yang telah dimodifikasi HMT terjadi lebih cepat dibandingkan gel pati alami, dengan kata lain amilosa pada gel pati HMT lebih cepat untuk kembali berikatan. Hal ini menyebabkan amilosa tidak dapat dicerna oleh enzim α-amilase, kemudian amilosa tersebut bereaksi dengan iodin dan terdeteksi sebagai warna ungu.

Pada gel tapioka terlihat bahwa pada penyimpanan hari ke-1 gel tapioka alami memiliki nilai derajat retrogradasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan gel tapioka HMT, akan tetapi setelah disimpan lebih lama nilai derajat retrogradasi gel tapioka alami menjadi lebih rendah dibandingkan dengan nilai derajat retrogradasi gel tapioka HMT. Hal ini menunjukkan bahwa proses modifikasi HMT dapat mempercepat proses retrogradasi pada gel pati aren dan gel tapioka. Pada kasus ini dapat dilihat bahwa gel pati mengalami retrogradasi selama penyimpanan. Namun pada penyimpanan hari pertama retrogradasi gel pati terjadi lebih cepat kemudian selama penyimpanan di hari berikutnya retrogradasi terjadi semakin lambat.

Pengukuran Retrogradasi Gel Pati Aren dan Tapioka berdasarkan Analisis Sifat Tekstural

(28)

14

besar. Namun pada saat tertentu untuk mencapai strain yang sama akan terjadi penurunan gaya tekan. Hal ini dapat terjadi karena gel pati telah mengalami kerusakan struktur, sehingga gaya tekan yang dibutuhkan lebih kecil.

Pada gel pati aren alami, gaya tekan yang dibutuhkan untuk mencapai strain 20% terus meningkat hingga penyimpanan hari ke-4, sedangkan pada gel pati aren HMT, gaya tekan yang dibutuhkan untuk mencapai strain 20% terus meningkat hingga hari ke-3. Pola yang sama terjadi pada strain 10% (Lampiran 1), namun pada strain 30% (Lampiran 2) pola ini sudah berubah karena pada penyimpanan hari ke-2 gel pati aren HMT telah mengalami kerusakan struktur gel. Akibatnya, kenaikan tingkat kekerasan gel pati aren hanya dapat dilihat hingga strain 20% dan hanya untuk penyimpanan hingga hari ke-4 untuk gel pati aren alami dan hari ke-3 untuk gel pati aren HMT. Kurva perubahan tingkat kekerasan gel pati aren dapat dilihat pada Gambar 4.

Pada gel pati tapioka, gaya tekan yang dibutuhkan untuk mencapai strain 20% cenderung meningkat hingga penyimpanan hari ke-7. Hal ini dapat terjadi karena hingga penyimpanan hari ke-7 gel tapioka tidak mengalami kerusakan struktur di strain 20%. Pola ini tetap sama hingga strain 40% (Lampiran 3-5). Pada strain 50% (Lampiran 6) gel tapioka HMT sudah mengalami penurunan gaya tekan di penyimpanan hari ke-4. Hal ini dapat terjadi karena gel tapioka HMT mengalami kerusakan struktur pada strain 50% di hari ke-2. Kurva perubahan tingkat kekerasan gel tapioka selama penyimpanan pada strain 20% dapat dilihat pada Gambar 5.

Pada kurva perubahan tingkat kekerasan gel pati, terdapat slope yang menunjukkan kenaikan tingkat kekerasan gel pati, yang mengindikasikan terjadinya proses retrogradasi. Laju peningkatan kekerasan gel pati dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan data yang diperoleh, gel pati HMT memiliki laju peningkatan kekerasan yang lebih tinggi daripada gel pati alami. Hasil ini menunjukkan bahwa proses HMT mengakibatkan kenaikan tingkat kekerasan gel pati selama penyimpanan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses HMT meningkatkan kecepatan retrogradasi gel pati.

Tabel 6. Kenaikan tingkat kekerasan sampel gel pati selama penyimpanan pada suhu 4 oC

(29)

15 antara molekul amilosa yang terlarut dan terjadi sineresis atau keluarnya air dari gel sehingga menyebabkan gel menjadi lebih keras.

Menurut Zavareze dan Dias (2011) retrogradasi dipengaruhi oleh sifat molekul amilosa yang mudah mengalami reasosiasi karena struktur molekul amilosa yang linear. Proses modifikasi HMT dapat meningkatkan ikatan antar amilosa sehingga dapat meningkatkan retrogradasi pada gel pati (Chung et al. 2009). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Collado dan Corke (1999), proses modifikasi HMT dapat menyebabkan peningkatan kekerasan yang signifikan terhadap gel pati. Peningkatan kekerasan gel terjadi akibat adanya Gambar 4. Kurva perubahan tingkat kekerasan gel pati aren pada strain 20%

(30)

16

ikatan silang (cross-linking) antar amilosa pati, yang memungkinkan adanya pembentukan area pengikatan (junction-zone) pada gel pati (Liu et al. 2000).

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa modifikasi pati HMT dapat meningkatkan kerapuhan gel pati, meningkatkan kekerasan gel pati, dan meningkatkan retrogradasi gel pati. Pada proses pengolahan pangan hal tersebut lebih sering tidak diinginkan. Sehingga pati aren dan tapioka hasil modifikasi HMT kurang cocok apabila digunakan dalam proses pengolahan pangan yang berbasis pati dan akan disimpan pada suhu rendah seperti roti dan agar-agar. Selain itu berdasarkan analisis dengan metode enzimatis terlihat bahwa pati modifikasi HMT sulit untuk dicerna oleh enzim α-amilase sehingga pati modifikasi HMT diduga dapat digunakan sebagai produk yang diharapkan tahan terhadap proses pencernaan seperti prebiotik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Modifikasi HMT dapat mengubah sifat tekstural pati aren dan tapioka. Penurunan breaking strain pada pati aren dan tapioka setelah dilakukan modifikasi HMT menunjukkan bahwa pati aren dan tapioka mengalami peningkatan kerapuhan dan mengalami perubahan tingkat kekerasannya. Kenaikan tingkat kekerasan pada gel pati aren HMT adalah sebesar 1,4230 N/hari dan pada tapioka HMT sebesar 0,4715 N/hari. Perubahan tingkat kekerasan pada gel pati aren alami adalah sebesar 0,8612 N/hari dan pada tapioka alami sebesar 0,1866 N/hari. Modifikasi pati HMT juga dapat meningkatkan laju retrogradasi gel pati aren dan gel tapioka, dilihat dari perubahan tekstur (kerapuhan dan kekerasan) dan analisis enzimatis.

Saran

(31)

17

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, D R. 2012. Effect of Heat Moisture Treatment on Physical Properties and Texture Quality of Food Products from Arenga and Sago Starches. [Final Report] Jepang, National Agriculture and Food Research Institute (NFRI) Adawiyah, D R, Tomoko S, and Kaoru K. 2013. Characterization of Arenga

Starch in Comparison with Sago Starch. Carbohydrate Polymers 92: 2306-2313 Agustifa, F N. 2013. Pengaruh Heat Moisture Treatment Terhadap Laju Retrogradasi pada Gel Pati Sagu (Metroxylon sp.) dan Pati Aren (Arenga pinnata) [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Alam, N dan Muhammad S S. 2009. Karakteristik Pati dari Batang Pohon Aren

Pada Berbagai Fase Pertumbuhan. J. Agroland 16 (3): 199-205

AOAC [Association of Official Analytical Chemist]. 1995. Official Methods of Analytical of The Association of Official Analytical Chemist. Washington, DC: AOAC

Badan Pusat Statistik. 2014. Data Statistik Tanaman Pangan – Ubi Kayu[28 Maret 2014]

Chung, H J., Liu Q, Hoover R. 2009. Impact of Annealing and Heat Moisture Treatment on Rapidly Digestible, Slowly Digestible and Resistant Starch Levels in Native and Gelatinized Corn, Pea and Lentil Starches. Carbohydrate Polymers 75: 436-447

Collado, L S, Corke H. 1999. Heat Moisture Treatment Effects on Sweetpotato Starches Differing in Amylose Content. Food Chemistry 65: 339-346

Gunaratne, A, dan Hoover R. 2002. Effect of Heat Moisture on the Structure and Physicochemical Properties of Tuber and Root Starches. Carbohydrate Polymers 49: 425-437

Hormdok, R, dan Noomhorm A. 2007. Hydrothermal Treatments of Rice Starch for Improvement of Rice Noodle Quality. LWT-Food Science and Technology 40: 1723-1731

Karim, A A, Norziah M H, dan Seow C C. 2000. Review: Methods For the Study of Starch Retrogradation. Food Chemistry, 71, 9-36

Kim, J, Wan-Soo K, dan Mal-Shick S. 1997. A Comparative Study on Retrogradation of Rice Starch Gels by DSC, X-Ray, and α-Amylase Methods. Starch/Starke: 71-75

Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan. Jakarta: Dian Rakyat

Leszczynski, W. 2004. Resistant Starch-Clasification, Structure, Production. Polish Journal of Food and Nutrition Science 13: 37-50

Liu, H. Corke, Ramsden L. 2000. The Effect of Autoclaving on the Acetylation of ae, wx, and Normal Maize Starches. Starch/Starke 52: 353-360

Miyazaki, M, T Maeda, dan N Morita. 2005. Starch Retrogradation and Firming of Bread Containing Hydroxypropylated, Acetylated, and Phosporylated Cross-Linked Tapioca Starches for Wheat Flour

Moorthy, S N. 2002. Physicochemical and Functional Properties of Tropical Tuber Starches. Starch/Starke 54: 559-592

(32)

18

Sun, Q, Lei D, Chong N, dan Liu X. 2014. Effect of Heat Moisture Treatment on Physicochemical and Morphological Properties of Wheat Starch and Xylitol Mixture

Swinkle, J J M. 1995.Source of Starch, Its Chemistry and Physics, Di dalam: Beynum V, dan J A Roels (eds). Starch Conversion Technology. Marcel Dekker Inc., New York, Basel.

Syamsir, E. Purwiyatno H, Dedi F, Nuri A, dan Feri K. 2011. Karakterisasi Tapioka dari Lima Varietas Ubi Kayu (Manihot utilisima Crantz) Asal Lampung. J Agrotek 5: 93-105

Syamsir E. 2012. Mempelajari Fenomena Perubahan Karakteristik Fisikokimia Tapioka Karena Heat Moisture Treatment dan Model Kinetikanya. [disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

(33)

19

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kurva perubahan tingkat kekerasan gel pati aren pada strain 10%

(34)

20

Lampiran 3. Kurva perubahan tingkat kekerasan gel tapioka pada strain 10%

(35)

21

Lampiran 5. Kurva perubahan tingkat kekerasan gel tapioka pada strain 40%

(36)

22

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1.  Karakteristik gelatinisasi pati aren ...........................................................
Tabel 2. Profil Pasting pati aren
Tabel 3. Pasting properties ubi kayu dari lima varietas berbeda
Gambar 1. Contoh kurva hasil tes kompresi dari gel pati (Adawiyah  et al. 2013)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kedepannya identitas ini yang mulai pudar harus dimunculkan kembali, karena tidak ada yang salah ketika orang belajar bela diri lain baik itu dari Taekwondo, Judo dan lain

Sebagai fungsi pusat pemberdayaan masyarakat, Puskesmas Gondokusuman II berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga, dan masyarakat memiliki kesadaran,

Pada tampilan aplikasi berikutnya adalah jika kita menekan tombol Mainkan Animasi maka akan tampil sebuah tampilan baru yaitu sebuah video animasi yang akan

Hasil kajian Adijaya dan Yasa (2014) mendapatkan pemupukan 7.500 liter bio urin sapi yang dilarutkan menjadi konsentrasi 20% pada tanaman jagung manis dapat

Untuk pluralisme yang subjektif keagamaan menyiratkan bahwa masing-masing umat beragama memiliki rasa – ‘irfani – keagamaan yang subjektif secara internal, seperti tentang:

Siswa menyatakan senangdisebabkan siswa lebih mudah memahami penjelasan guru pada saat PBM dengan pembelajaran menggunakan strategi pelatihan laboratorium kareana

Audit Keselamatan Jalan adalah suatu bentuk pengujian formal suatu ruas jalan yang ada dan yang akan datang atau proyek lalu lintas, atau berbagai pekerjaan yang

Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep yang didukung oleh berbagai penelitian aktual dalm ilmu kognitif (cognitive science) dan teori-teori tentang