• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Pertumbuhan dan Daya Tahan Ikan Nila Oreochromis niloticus F1 Hasil Seleksi Berbasis Marka MHC I terhadap Penyakit Streptococcosis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Pertumbuhan dan Daya Tahan Ikan Nila Oreochromis niloticus F1 Hasil Seleksi Berbasis Marka MHC I terhadap Penyakit Streptococcosis"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA PERTUMBUHAN DAN DAYA TAHAN IKAN

NILA Oreochromis niloticus F1 HASIL SELEKSI BERBASIS

MARKA MHC I TERHADAP PENYAKIT Streptococcosis

LILIS NURJANAH

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Performa Pertumbuhan dan Daya Tahan Ikan Nila Oreochromis niloticus F1 Hasil Seleksi Berbasis Marka MHC I terhadap Penyakit Streptococcosis” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

(4)

ABSTRAK

LILIS NURJANAH. Performa Pertumbuhan dan Daya Tahan Ikan Nila Oreochromis niloticus F1 Hasil Seleksi Berbasis Marka MHC I terhadap Penyakit Streptococcosis. Dibimbing oleh ALIMUDDIN dan SRI NURYATI.

Penyakit Streptococcosis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus agalactiae merupakan jenis penyakit yang sering ditemukan pada budidaya ikan nila. MHC I merupakan molekul yang terlibat dalam sistem imun hewan bertulang belakang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pewarisan marka MHC I, menguji performa pertumbuhan dan ketahanan ikan nila F1 hasil seleksi berbasis marka MHC I terhadap penyakit yang disebabkan oleh S. agalactiae. Keturunan F1 dibuat dengan melakukan persilangan, yaitu: induk betina positif MHC I dengan jantan positif MHC I, induk betina negatif MHC I dengan jantan positif MHC I, induk betina positif MHC I dengan jantan negatif MHC I, dan induk betina negatif MHC I dengan jantan negatif MHC I. Ikan nila F1 memiliki marka MHC I diidentifikasi menggunakan metode PCR. Uji tantang bakteri S. agalactiae dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 mL (107 CFU/mL) secara intraperitoneal, selama 14 hari. Pewarisan marka MHC I pada ikan nila keturunan pertama memberikan hasil yang relatif tinggi, berkisar 78,3-93,0%. Persilangan induk betina negatif MHC I dan jantan negatif MHC I memberikan kelangsungan hidup pascatantang paling tinggi, sebesar 85,0%.

Kata kunci: MHC I, Streptococcus agalactiae, Ikan nila, marka molekular

ABSTRACT

LILIS NURJANAH. Growth Performance and Streptococcosis Disease Resistance of Nile Tilapia Oreochromis niloticus First Generation Selected by MHC I Marker. Supervised by ALIMUDDIN and SRI NURYATI.

Streptococcosis, caused by the bacteria Streptococcus agalactiae, is a type of diseases that is often found in Nile tilapia farming. MHC I molecules are involved in immune system of vertebrate. This study was performed to evaluate the inheritance of the MHC I marker, the growth response and disease resistance of the first generation of Nile tilapia selected using marker assisted selection method and infected by S. agalactiae bacteria. First generation (F1) were produced by performing crossbreeds, namely: female and male having MHC I, female without MHC I x male having MHC I, female having MHC I x male having MHC I, and female and male without MHC I. MHC I marker inheritance in the progenies were identified, and challenged test was conducted by interperitoneally injecting of 0.1 mL S.agalactiae (107 CFU/mL) for 14 days. The inheritance of MHC I marker in F1 fish was relatively high level, ranging from 78.3-93.0%. Crossbreed of female and male without MHC I has 85.0% survival, highest than other treatments.

(5)

PERFORMA PERTUMBUHAN DAN DAYA TAHAN IKAN

NILA Oreochromis niloticus F1 HASIL SELEKSI BERBASIS

MARKA MHC I TERHADAP PENYAKIT Streptococcosis

LILIS NURJANAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(6)
(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Performa Pertumbuhan dan Daya Tahan Ikan Nila Oreochromis niloticus F1 Hasil Seleksi Berbasis Marka MHC I terhadap Penyakit Streptococcosis” berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 1 Juli 2014 sampai dengan 3 Februari 2015 di Balai Pengembangan Budidaya Ikan Nila dan Mas (BPBINM Wanayasa), Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, serta Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Opik, S.Pi., M.P dan ibunda Ernawati, serta kakak Neng Irma Purnama N, A.Md, kakak Defi Novianto, S.E., M.M dan adik Muhammad Zaelani Siddiq atas kasih sayang, doa, nasihat dan dukungan yang tak terhingga.

2. Prof. Dr. Komar Sumantadinata, M.Sc (alm) atas segala bimbingan dalam penyusunan proposal dan nasihat yang telah diberikan.

3. Dr. Alimuddin, S.Pi., M.Sc dan Dr. Sri Nuryati, S.Pi., M.Si selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan.

4. Dr. Ir. Mia Setiawati, M.Si selaku Dosen Penguji Tamu dan Dr. Dinamella Wahjuningrum, S.Si., M.Si selaku Wakil Komisi Pendidikan, Departemen Budidaya Perairan.

5. Dr. Ir. Sukenda, M.Sc selaku Ketua Departemen Budidaya Perairan

6. Deden Daelami As, S.P., M.M selaku ketua BPBINM Wanayasa, Arief Maulana Syam, A.Md., Biki Hasbi Asidiqi, S.Pi dan tim pengujian BPBINM Wanayasa, serta tim Laboratorium Genetik BBPBAT Sukabumi. 7. Dendi Hidayatullah, S.Pi., Rangga Garnama, S.Pi., Kurdianto, S.Pi., Yodi Husen, Nurul Wulandari, Hasan Nasrullah, Pak Ranta, Mbak Lina dan Kang Dedi yang telah membantu selama penelitian.

8. Pak Marjanta, Bu Yuli Rohmalia, Bu Suriani dan semua pegawai serta staf TU BDP, atas doa dan bantuannya.

9. Keluarga DUGA (Nenek Yulya Aryani, Tante Ayu Kharisma, Mbok Oktarina Nur Widyanti, Kutir Tiara Widiati, Komplang Afifia, Mpok Anna Nurkhasanah) atas semangat yang telah diberikan.

10.Rekan-rekan BDP 48 dan pihak-pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung hingga terselesaikannya skripsi ini.

Bogor, April 2015

(10)

xi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xi

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 2

METODE... 2

Rancangan Penelitian... 2

Prosedur Penelitian... 3

Parameter Penelitian dan Analisis Data... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN... 6

Hasil... 6

Pembahasan... 10

KESIMPULAN DAN SARAN... 12

Kesimpulan... 12

Saran... 12

DAFTAR PUSTAKA... 13

LAMPIRAN... 17

(11)

xi

DAFTAR TABEL

1 Rancangan perlakuan persilangan... 3 2 Pertumbuhan panjang, bobot, laju pertumbuhan harian (LPH) dan

kelangsungan hidup (KH) ikan selama pemeliharaan... 6 3 Jumlah sel darah putih (SDP), sel darah merah (SDM), hematokrit dan

hemoglobin ikan nila keturunan pertama... 7 4 Persentase limfosit, netrofil dan monosit pada ikan nila keturunan

pertama... 8 5 Kualitas air media pemeliharaan ikan... 9

DAFTAR GAMBAR

1 Persentase pewarisan marka MHC pada ikan nila F1 (A), dan produk PCR dalam identifikasi ikan nila F1 yang membawa marka MHC I (B)... 7 2 Kelangsungan hidup (%) ikan nila keturunan pertama

pascatantang... 9 3 Gejala klinis pada ikan nila yang terinfeksi bakteri Streptococcus

agalactiae pascatantang... 9 4 Identifikasi induk ikan nila Nirwana yang membawa marka MHC

I... 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil identifikasi marka MHC I pada induk ikan nila Nirwana... 17 2 Prosedur pengukuran parameter gambaran darah... 17 3 Analisis statistik pertumbuhan bobot ikan nila keturunan pertama... 18 4 Analisis statistik laju pertumbuhan harian ikan nila keuturunan

pertama... 19 5 Analisis statistik gambaran darah; sel darah putih ikan nila keturunan

pertama ... 19 6 Analisis statistik gambaran darah; hemoglobin ikan nila keturunan

pertama... 20 7 Analisis statistik diferensial leukosit; limfosit ikan nila keturunan

pertama... 20 8 Analisis statistik kelangsungan hidup ikan nila keturunan pertama

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan nila Oreochromis niloticus merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomis penting di dunia (Wardoyo 2005). Ikan nila Nirwana merupakan salah satu jenis ikan nila yang budidayanya sedang berkembang di berbagai wilayah di Indonesia. Pada tahun 2011 dalam kurun waktu pengerjaan selama 5 tahun semenjak ikan nila Nirwana dirilis pada tahun 2006, Balai Pengembangan Budidaya Ikan Nila dan Mas (BPBINM) Wanayasa kembali merilis dengan nama ikan nila Nirwana II. Berdasarkan parameter genetic gain, perbaikan pertumbuhan ikan nila Nirwana F6 (Nirwana II) dibandingkan F3 (Nirwana I) adalah 15,08 %.

Penyakit merupakan salah satu masalah serius yang selalu dihadapi oleh pembudidaya ikan (Supriyadi dan Lila 2010). Budidaya secara intensif akan menyebabkan ikan rentan mengalami stres dan terserang penyakit (Poonsawat et al. 2009). Jenis penyakit yang sering ditemukan pada pembudidaya ikan nila di Indonesia terutama di Jawa Barat, yaitu Streptococcosis yang disebabkan oleh Streptococcus agalactiae (Taukhid 2009). S. agalactiae merupakan bakteri yang termasuk golongan Gram positif, tidak motil, positif fermentatif dan katalase negatif (Hardi et al. 2008) yang dapat menginfeksi ikan air tawar dan ikan air laut, baik pada spesies liar maupun yang dibudidayakan, terutama apabila lingkungan dalam keadaan suhu tinggi dapat menyebabkan tingkat kematian yang tinggi (Yi et al. 2014). Penyakit yang disebabkan oleh S. agalactiae dapat menyerang organ otak dan mata dengan sangat cepat (Musa et al. 2009) serta organ lain yang umumnya mengandung cairan (Evans et al. 2002). Sheehan et al. (2009) mengelompokkan S. agalactiae dalam dua tipe yaitu tipe 1 (β-hemolitik) dan tipe 2 (non-hemolitik). Bakteri S. agalactiae tipe 2 lebih ganas dibandingkan dengan tipe 1 dengan kemampuan untuk menyebabkan kematian lebih tinggi. Selain itu, penyebaran bakteri tipe 2 lebih luas dan hampir ditemukan di beberapa wilayah di Asia seperti Cina, Indonesia, Vietnam dan Filipina, dan juga di wilayah Amerika Latin seperti Ekuador, Honduras, Mexico dan Brazil (Hardi et al. 2011).

Pengendalian penyakit Streptococcosis sering dilakukan dengan metode vaksinasi (Ra et al. 2010). Menurut Hidayatullah (2013) pemberian vaksin S. agalactiae terhadap ikan nila, memberikan kelangsungan hidup lebih tinggi sebesar 76,67% dibandingkan dengan ikan yang tidak diberi vaksin (36,7%) setelah 20 hari diinjeksi dengan bakteri S. agalactiae. Namun demikian, vaksin belum banyak terdapat di pasaran dan memiliki harga yang relatif tinggi. Selain itu, vaksin bekerja secara spesifik, artinya hanya bekerja pada patogen tertentu (Nunia dan Henky 2015) serta tidak diwariskan pada keturunannya. Metode alternatif untuk mencegah penyakit yaitu dengan meningkatkan kapasitas kekebalan tubuh ikan menggunakan metode seleksi genetik marker assisted selection (MAS) untuk menghasilkan ikan yang resisten terhadap penyakit (Pang et al. 2013).

(14)

2

Berdasarkan fungsi dan susunan kimianya, gen MHC dibagi menjadi dua, yaitu MHC class I dan MHC class II (Pang et al. 2013). Karena kedua MHC tersebut berperan penting dalam respons terhadap penyakit dan vaksin, gen MHC telah dipelajari secara intensif pada kelompok vertebrata termasuk chondrichthyes (Bartl dan Weissman 1994), teleost (Stet et al. 1998), amfibi (Liu et al. 2002), reptil (Grossberger dan Parham, 1992), burung (Burri et al. 2008), dan mamalia (Gao et al. 2009). Gen MHC class I (MHC I) dan class II (MHC II) yang ditemukan dalam teleost berbeda, tidak seperti mamalia dan kelompok vertebrata lainnya (Stet et al. 2003). Gen MHC I dan MHC II pada ikan terdapat dalam kromosom yang berbeda dan dipisahkan secara bebas (Sato et al. 2000), yang memungkinkan untuk dipelajari keterkaitan antara keduanya atau hanya gen MHC I atau II saja dengan ketahanan terhadap penyakit (Stet et al. 2003).

MHC I merupakan molekul yang terlibat dalam presentasi antigen peptida pada permukaan sel yang dikenali oleh reseptor T sel sitotoksik (TCR) dari limfosit T CD8+ (Germain 1994). Molekul MHC I merupakan rantai besar α transmembran heterodimer (45 kDa) yang berasosiasi non-kovalen dengan rantai pendek (12 kDa) β2-mikroglobulin (Rakus 2008). Masing-masing rantai besar disandikan oleh gen polimorfik yang berisi peptida leader, tiga domain ekstraseluler (α1, α2, α3) dan transmembran serta sitoplasma (Cuesta et al. 2007). MHC I berperan penting dalam sistem utama kekebalan tubuh (Zhou et al. 2013).

Gen MHC merupakan kandidat gen untuk ketahanan terhadap penyakit karena gen MHC memiliki elemen penting dalam penyesuaian sistem imun (Rakus 2008). MHC telah digunakan dalam seleksi ikan mas (Alimuddin et al. 2011). Gen MHC I memiliki kemungkinan sebagai kandidat marka gen yang berasosiasi dengan ketahanan terhadap penyakit yang disebabkan oleh S. agalactiae. Menurut Poonsawat et al. (2009), ikan nila yang memiliki gen MHC I dengan alel Orni*a dan Orni*j menunjukkan tingkat ketahanan yang tinggi terhadap S. agalactiae. Penelitian ini dilakukan untuk menguji performa pertumbuhan dan ketahanan ikan nila keturunan pertama hasil seleksi berbasis MAS terhadap penyakit yang disebabkan oleh S. agalactiae, dan mengevaluasi pewarisan marka.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pewarisan marka MHC I, menguji performa pertumbuhan dan ketahanan ikan nila keturunan pertama hasil seleksi berbasis marker assisted selection (MAS) terhadap penyakit yang disebabkan oleh S. agalactiae.

METODE

Rancangan Percobaan

(15)

3

Perlakuan yang digunakan adalah persilangan antara induk ikan nila Nirwana dengan dan atau tanpa marka gen MHC I (Tabel 1).

Tabel 1 Rancangan perlakuan persilangan

Perlakuan Betina (♀) Jantan (♂) Simbol

I + + Bp x Jp

II - + Bn x Jp

III + - Bp x Jn

IV - - Bn x Jn

Keterangan : (+)= Induk ikan nila Nirwana yang membawa marka MHC I , (-)= induk ikan nila Nirwana yang tidak membawa marka MHC I , Bp= ikan nila betina yang membawa marka MHC I, Bn= ikan nila betina yang tidak membawa marka MHC I, Jp= ikan nila jantan yang membawa marka MHC I, Jn= ikan nila jantan yang tidak membawa marka MHC I.

Prosedur Penelitian

Identifikasi Marka MHC I pada Induk Ikan Nila Nirwana

Tahap pertama dalam identifikasi marka gen MHC I adalah isolasi DNA. Isolasi DNA genom dilakukan menggunakan kit Isolasi DNA (Qiagen). Sampel yang digunakan berupa bagian sirip ekor ikan dengan bobot 25-30 mg dan dimasukkan ke dalam tabung mikro 1,5 mL, ditambahkan sebanyak 200 µ L cell lysis solution dan 1,5 µL proteinase K kemudian dihomogenasi menggunakan vortex. Inkubasi dilakukan menggunakan dry thermo unit pada suhu 55 °C selama 1 malam (overnight). Hasil lisis dibiarkan dalam suhu ruang selama 10-15 menit, ditambahkan 2 µ L RNase (4 mg/mL), dan diaduk secara pelan-pelan dengan membolak-balik tabung mikro. Setelah dilakukan spin-down, diinkubasi pada suhu 37 °C selama 60 menit dan disimpan dalam es (on ice) selama 5 menit. Reaksi ditambahkan sebanyak 200 µ L protein precipitation solution, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung mikro 1,5 mL baru yang diisi dengan 300 µ L isopropanol, lalu diaduk dengan membolak-balik tabung mikro sebanyak 50 kali. Setelah itu, tabung mikro disentrifugasi kembali dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang dihasilkan dibuang, pelet DNA dibilas dengan 300 µ L etanol 70% dingin, disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit, supernatan dibuang, kemudian pelet DNA dikeringudarakan. DNA dilarutkan 50 µ L ion exchange water, kemudian disimpan di dalam lemari beku (suhu -20 °C) hingga akan digunakan.

(16)

4

30 detik, ekstensi pada suhu 72 °C selama 30 detik, dan final ekstensi pada suhu 72 °C selama 5 menit, dengan jumlah siklus amplifikasi yaitu 30 siklus.

Produk PCR diseparasi menggunakan elektroforesis dalam gel agarose 1%. Sebanyak 1,5 µ L produk PCR dan 0,5 µ L loading buffer dicampur dan dimasukkan ke dalam sumur gel. Elektroforesis dilakukan pada tegangan 200 Volt dan kuat arus 70 mA selama 30 menit. DNA divisualisasi menggunakan uv-illuminator.

Pemijahan Induk Ikan Nila Nirwana

Induk ikan nila strain Nirwana diperoleh dari Balai Pengembangan Budidaya Ikan Nila dan Mas (BPBINM) Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat yang sudah diidentifikasi keberadaan marka MHC I (Lampiran 1). Total induk yang digunakan adalah 24 ekor dengan ukuran rata-rata bobot induk betina 330,31±37,27 gram, dan induk jantan 517,40±114,29 gram. Pemijahan induk dilakukan di dalam hapa dengan ukuran 2x1x1 m3 dengan mata jaring 1 mm2. Induk ikan dipasangkan sesuai dengan rancangan persilangan pada Tabel 1. Pada satu hapa pemijahan diisi 1 ekor induk ikan jantan dan 1 ekor induk ikan betina. Selama proses pemijahan, ikan diberi pakan komersial (kadar protein 28%) 3 kali sehari sebanyak 1% dari bobot tubuh.

Pendederan Benih Ikan F1

Larva ikan keturunan pertama dari persilangan (F1) yang dihasilkan dari proses persilangan kemudian dipelihara selama 120 hari dalam hapa dengan ukuran 4,5x2x1,5 m3 dengan mata jaring 20 mm2 sesuai dengan perlakuan dan ulangannya. Hapa dipasang di kolam berukuran 782,6 m2 dengan debit air berkisar 50–150 liter/detik, dan tidak menggunakan aerasi. Setiap hapa berisi 200 ekor ikan nila keturunan pertama hasil persilangan. Selama proses pendederan, ikan diberi pakan komersial serbuk (kadar protein 40%) secara at satiation dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari.

Identifikasi Pewarisan Marka MHC I pada F1

Identifikasi marka MHC I dilakukan dengan tujuan untuk menghitung persentase pewarisan marka MHC I F1 sesuai dengan perlakuan persilangan. Identifikasi dilakukan menggunakan metode PCR yang sama dengan identifikasi marka MHC I pada induk. Ikan yang diidentifikasi merupakan ikan nila keturunan pertama baik ikan hidup maupun ikan mati pascatantang.

Sampling

(17)

5

Penyediaan Suspensi Bakteri Streptococcus agalactiae

Bakteri S. agalactiae tipe 2 (non-hemolitik) strain NK1 yang digunakan merupakan golongan bakteri Gram positif, tidak motil, positif fermentatif dan katalase negatif yang diperoleh dari Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pemulihan virulensi bakteri dilakukan dengan uji Postulat Koch dengan menyuntikkan 0,1 mL suspensi S. agalactiae kepadatan 105 CFU/mL secara intraperitoneal pada ikan nila yang sehat. Ikan yang telah diinjeksi bakteri diamati gejala klinis yang menunjukkan adanya infeksi S. agalactiae.

Bakteri kemudian diisolasi dari bagian otak ikan yang sakit yang selanjutnya ditumbuhkan dengan metode gores cawan pada media brain heart infusion agar (BHIA) dan diinkubasi pada suhu 29 °C selama 24 jam. Selanjutnya, sebanyak satu Ose biakan S. agalactiae dikultur dalam 10 mL media brain heart infusion broth (BHIB) selama 24 jam. Setelah itu, hasil kultur bakteri diambil sebanyak 1 mL untuk dikultur kembali dalam 24 mL media BHIB selama 24 jam. Kepadatan bakteri S. agalactiae setelah dikultur yaitu 109 CFU/mL.

Uji Tantang

Ikan nila Nirwana (F1) dengan bobot tubuh sebesar 6,97±2,78 gram diuji tantang selama 14 hari dengan menyuntikkan biakan bakteri S. agalactiae. Jumlah ikan yang digunakan yaitu 10 ekor per ulangan perlakuan. Ikan diuji tantang dalam akuarium dengan ukuran 40x40x30 m3 dengan volume air 10 liter per akuarium. Ikan disuntik secara intraperitoneal dengan dosis 107 CFU/mL sebanyak 0,1 mL/ekor. Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat selama 14 hari.

Parameter Penelitian dan Analisis Data

Parameter Uji

Parameter uji meliputi kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, bobot rerata, panjang rerata, kualitas air (suhu, pH dan oksigen terlarut) selama pemeliharaan ikan di kolam, gambaran darah, dan gejala klinis.

1) Kelangsungan hidup:

Keterangan :

KH = Kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah ikan pada akhir pengamatan (ekor) No = Jumlah ikan pada awal pengamatan (ekor)

2) Laju pertumbuhan harian menggunakan rumus dari Huisman (1987), yaitu:

LPH [√

] Keterangan:

(18)

6

Parameter gambaran darah yang diamati meliputi perhitungan jumlah sel darah merah, sel darah putih, hemoglobin, hematokrit, dan diferensial leukosit (Lampiran 2). Parameter gejala klinis yang diamati meliputi perubahan tingkah laku ikan seperti perubahan pola renang, tingkah laku makan, serta perubahan anatomi organ luar dan organ dalam secara mikroskopis.

Analisis Data

Data bobot rerata, panjang rerata, kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, parameter gambaran darah, kelangsungan hidup ikan uji pascatantang dianalisis secara kuantitatif menggunakan Microsoft Excel 2010 dan SPSS versi 22.0 untuk uji analisis ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95%. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antara perlakuan dilakukan uji lanjut Duncan. Data pewarisan marka MHC I, gejala klinis dan kualitas air dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup

Data pertumbuhan panjang dan bobot mutlak serta kelangsungan hidup ikan pada saat pemeliharaan disajikan dalam Tabel 2. Hasil menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang mutlak, dan kelangsungan hidup antar perlakuan adalah tidak berbeda nyata (p>0,05). Sementara itu, pertumbuhan bobot mutlak (Lampiran 3) dan laju pertumbuhan harian (Lampiran 4) pada perlakuan BpxJp dan BnxJp adalah lebih tinggi dan berbeda nyata (p<0,05) dengan pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan harian pada perlakuan BpxJn dan BnxJn.

Tabel 2 Pertumbuhan panjang mutlak, bobot mutlak, laju pertumbuhan harian (LPH) dan kelangsungan hidup (KH) ikan nila keturunan pertama

Keterangan : Bp= ikan nila betina yang membawa marka MHC I, Bn= ikan nila betina yang tidak membawa marka MHC I, Jp= ikan nila jantan yang membawa marka MHC I, Jn= ikan nila jantan yang tidak membawa marka MHC I. Huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata (p<0,05).

Pewarisan Marka MHC pada F1

(19)

7

.

Gambar 1 Persentase pewarisan marka MHC pada ikan nila keturunan pertama/F1 (A), dan produk PCR dalam identifikasi ikan nila F1 yang membawa marka MHC I (B). Keterangan: Kode M= Marker universal (KAPA Universal DNA Ladder Kit), Kode 1-6 dan 25-30= produk PCR dengan templet DNA ikan uji, Kode K= Kontrol negatif, Tanda panah menunjukkan panjang fragmen DNA target.

Gambaran Darah dan Kelangsungan Hidup Ikan Pascatantang

Data gambaran sel darah merah, sel darah putih, hematokrit dan hemoglobin disajikan dalam Tabel 3. Hasil menunjukkan bahwa jumlah sel darah merah dan persentase hematokrit adalah tidak berbeda nyata (p>0,05) sedangkan jumlah sel darah putih (Lampiran 5) dan persentase hemoglobin (Lampiran 6) adalah berbeda nyata (p<0,05), yaitu pada perlakuan BnxJn memiliki jumlah sel darah putih lebih rendah (10±1,41x103 sel/mm3) dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan pada perlakuan BpxJp persentase hemoglobin lebih rendah (4,50±1,56%) dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Tabel 3 Jumlah sel darah putih (SDP), sel darah merah (SDM), hematokrit dan hemoglobin ikan nila keturunan pertama 14 hari pascatantang

Perlakuan

SDP SDM Hematokrit Hemoglobin

(20)

8

Persentase jumlah limfosit (Lampiran 7) dalam darah ikan nila menunjukkan bahwa nilai tertinggi terdapat pada perlakuan BnxJn (81,50±3,54%) dan tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kontrol IV (93,50±9,19%). Nilai limfosit untuk perlakuan lainnya berbeda nyata (p<0,05) dengan kontrol (Tabel 4). Persentase jumlah netrofil dalam darah ikan nila tertinggi terdapat pada perlakuan BnxJp (18,00±4,24%) dan perlakuan BpxJn (20,00±0,00%) berbeda nyata (p<0,05) dengan kontrol masing-masing (0,00±0,00% dan 5,50±4,95%). Sementara itu, perlakuan BpxJp dan BnxJn tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kontrol (Tabel 4). Persentase jumlah monosit dalam darah ikan nila tertinggi pada perlakuan BpxJp (7,00±9,90%) dan berbeda nyata (p<0,05) dengan kontrol I yaitu 0,00±0,00%. Selanjutnya, jumlah monosit pada perlakuan lainnya tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kontrol (Tabel 4).

Tabel 4 Persentase limfosit, netrofil dan monosit pada ikan nila keturunan pertama

Perlakuan Diferensial Leukosit (%)

Limfosit Netrofil Monosit

Bp x Jp 76,00 ± 2,83a 11,50 ± 6,36bc 12,50 ± 3,54b

Bn x Jp 74,00 ± 7,07a 18,00 ± 4,24c 8,00 ± 2,83ab

Bp x Jn 73,00 ± 9,90a 20,00 ± 0,00c 7,00 ± 9,90ab

Bn x Jn 81,50 ± 3,54ab 12,50 ± 4,95bc 6,00 ± 1,41ab

K I 97,00 ± 4,24c 3,00 ± 4,24ab 0,00 ± 0,00a

K II 100 ± 0,00c 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a

K III 94,50 ± 4,95bc 5,50 ± 4,95ab 0,00 ± 0,00a

K IV 93,50 ± 9,19bc 4,00 ± 5,66ab 2,50 ± 3,54ab

Keterangan: K I= Kontrol perlakuan BpxJp, K II= Kontrol perlakuan BnxJp, K III= Kontrol perlakuan BpxJn, K IV= Kontrol perlakuan BnxJn, Bp= ikan nila betina yang membawa marka MHC I, Bn= ikan nila betina yang tidak membawa marka MHC I, Jp= ikan nila jantan yang membawa marka MHC I, Jn= ikan nila jantan yang tidak membawa marka MHC I. Huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata (p<0,05).

(21)

9

Gambar 2 Kelangsungan hidup (%) ikan nila keturunan pertama pascatantang dengan bakteri Streptococcus agalactiae. Keterangan: K I= Kontrol perlakuan I, K II= Kontrol perlakuan II, K III= Kontrol perlakuan III, K IV= Kontrol perlakuan IV, Bp= ikan nila betina yang membawa marka MHC I, Bn= ikan nila betina yang tidak membawa marka MHC I, Jp= ikan nila jantan yang membawa marka MHC I, Jn= ikan nila jantan yang tidak membawa marka MHC I. Huruf superskrip berbeda pada diagram batang menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).

Gejala Klinis

Gejala klinis yang teramati pada ikan nila keturunan pertama diuji tantang dengan S. agalactiae sesuai dengan gejala klinis yang dilaporkan oleh Hardi (2008) dan Hidayatullah (2013). Gejala klinis yang teramati diantaranya berupa perubahan pola renang (whirling dan berenang tidak aktif) warna tubuh pucat, respons terhadap pakan lemah, garis vertikal tubuh menghitam, pembengkakan pada mata atau (exopthalmia; Gambar 3) kekeruhan pada mata (opacity), mata memutih (purulens), penjernihan operkulum (clear operculum) dan pembengkokan bagian tubuh (scoliosis; Gambar 3).

Gambar 3 Gejala klinis pada ikan nila yang diuji tantang dengan bakteri Streptococcus

agalactiae. (a)= ikan nila normal; (b)= exopthalmia dan scoliosis)

(22)

10

Kualitas Air Media Pemeliharaan Ikan Nila

Kualitas air media (kolam) pemeliharaan selama penelitian disajikan dalam Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa nilai kualitas air media pemeliharaan selama penelitian masih berada pada kisaran yang ideal untuk pertumbuhan ikan nila di kolam berdasarkan SNI 7500-2009.

Tabel 5 Kualitas air media pemeliharaan ikan

Parameter kualitas air Kisaran nilai Referensi

Suhu (°C) 22-29 25-32 (SNI 7500-2009)

pH 6,5-7,2 6,5-8,5 (SNI 7500-2009)

DO (ppm) 3,7-9,8 ≥3 (SNI 7500-2009)

Pembahasan

Penelitian mengenai ketahanan ikan terhadap penyakit yang disebabkan oleh S. agalactiae yang diseleksi menggunakan metode MAS dengan marka MHC I merupakan yang pertama kali dilaporkan di Indonesia. Penelitian sejenis dilakukan sebelumnya oleh Poonsawat et al. (2009), yaitu keragaman cDNA MHC I, dan kaitan daya tahan enam strain ikan nila terhadap infeksi Streptococcus agalactiae dengan keberadaan alel Orni*a dan Orni*j.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pewarisan marka gen MHC I pada ikan nila keturunan pertama pada semua perlakuan adalah relatif tinggi, berkisar 78,3-93,0%. Hal ini diduga terjadi karena induk yang digunakan berasal dari populasi yang memiliki persentase MHC tinggi dan tingkat homosigositas MHC alel yang terkait dengan sekuen target primer adalah tinggi.

Uji tantang dengan bakteri S. agalactiae menunjukkan bahwa kematian ikan terjadi mulai dari hari ke-2 sampai hari ke-13. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi terjadi pada perlakuan BnxJn (85%) dan tidak terjadi kematian (KH 100%) pada ikan kontrol yang tidak diinjeksikan bakteri. Berdasarkan pengamatan terhadap parameter darah, jumlah sel darah putih pada perlakuan BnxJn menunjukkan nilai yang relatif kecil dan mengalami penurunan sebesar 31,03% pascatantang 14 hari. Hal tersebut didukung oleh Martins et al. (2008), yang melaporkan bahwa leukosit pada ikan yang diinjeksi bakteri patogen mengalami peningkatan sebagai upaya meningkatkan pertahanan tubuhnya terhadap penyakit. Sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan non-spesifik yang akan melokalisasi dan mengeliminir patogen melalui fagositosis. Apabila tidak terjadi peningkatan leukosit artinya bahwa ikan dalam kondisi tidak sakit atau hanya menimbulkan gejala yang tidak serius.

Pada perlakuan BnxJn, gejala klinis yang muncul yaitu pembengkakan pada mata, mata memutih dan dropsi. Menurut Evans et al. (2004) gejala yang timbul pada bagian mata terjadi karena eksotoksin S. agalactiae menyebar pada mata yang menyebabkan hipertropi. Gejala dropsi terjadi karena infeksi S. agalactiae

juga mempengaruhi metabolisme dan proses-proses enzimatis dalam sel, yang

dapat menyebabkan terjadinya degenerasi dannekrosis pada tubulus ginjal.

(23)

11

darah, rata-rata jumlah sel darah putih pada perlakuan BpxJp mengalami peningkatan sebesar 34,29% dibandingkan dengan kontrol. Menurut Hardi et al. (2008), adanya infeksi S. agalactiae menyebabkan ikan mengirimkan sel leukosit lebih banyak ke areal infeksi sebagai upaya pertahanan. Sel darah putih memiliki peranan penting pada ikan dan terlibat dalam sistem pertahanan tubuh organisme pada beberapa kondisi, seperti stres, peradangan dan parasitisme (Daneshvar et al. 2012). Peningkatan juga terjadi pada netrofil dan monosit. Peningkatan diduga terjadi karena meningkatnya respons imun non-spesifik dalam melawan infeksi yang disebabkan oleh S. agalactiae. Menurut Arsal (2014), netrofil dan monosit berperan sebagai sel fagosit (APC) yang dapat menghancurkan patogen.

Gejala klinis yang muncul pada ikan perlakuan BpxJp, BnxJp dan BpxJn pascatantang, yaitu whirling, pembengkokan bagian tubuh, pembengkakan pada mata, mata memutih dan dropsi. Menurut Hardi et al. (2008), ikan yang mengalami whirling disebabkan oleh nekrosis, degradasi dan juga hiperemi yaitu pembesaran jaringan karena adanya peningkatan jumlah sel pada organ otak. Menurut Hardi et al. (2011), vakuolasi yang terjadi akibat kerusakan sel (nekrosis), selanjutnya sel mengalami kehancuran sehingga tertinggal sebagai ruangan yang kosong pada jaringan otak, diduga sebagai akibat infeksi secara sistemik yaitu melalui aliran darah kemudian mencapai ke otak dan menimbulkan kerusakan pada jaringan penyusun organ tersebut. Apabila kerusakan terjadi pada syaraf motorik akan mengakibatkan terganggunya syaraf yang mengontrol pergerakan dan keseimbangan ikan dalam berenang sehingga terjadi perubahan perilaku gerakan renang ikan menjadi berputar-putar (whirling).

Tingkat kelangsungan hidup pascatantang pada penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Poonsawat et al. (2009), yaitu tingkat kelangsungan hidup ikan nila yang membawa marka gen MHC I tidak mengalami kematian hingga hari ke-7 ditantang dengan bakteri S. agalactiae. Hal ini diduga karena adanya perbedaan alel MHC merespons patogen (Grimholt et al. 2003). Kemungkinan lain adalah alel yang identik memiliki potensi memberikan pengaruh yang berlawanan pada ketahanan terhadap patogen yang berbeda (Kjoglum et al. 2008). Xia et al. (2002) berpendapat bahwa salah satu ciri khas dari molekul MHC I adalah memiliki tingkat keragaman yang tinggi, yang menyebabkan penyajian set peptida antigenik yang berbeda oleh masing-masing alomorf (protein yang diekspresikan oleh alel) sehingga dapat mengakibatkan perbedaan ketahanan terhadap penyakit. Selain itu, jumlah limfosit pada perlakuan BnxJn adalah tinggi (81,50±3,54%), dan hal ini menunjukkan limfosit yang bekerja pada perlakuan BnxJn kemungkinan besar adalah limfosit sel B (melibatkan jalur MHC II). Sel B memiliki peran dalam produksi antibodi melalui rangsangan antigen tertentu. Molekul MHC II menyajikan peptida patogen dan menstimulus limfosit B untuk memproduksi antibodi, yang mengaktivasi sel fagositik, dan aktivasi sifat imunologi yang terlibat dalam eliminasi parasit, bakteri, dan menetralisasi virus (Rakus et al. 2009).

(24)

12

melaporkan adanya keterkaitan antara nutrisi dan penggunaan energi dengan aktivitas imunologi dan pertumbuhan, peningkatan pada laju pertumbuhan akan sangat memungkinkan terjadinya penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit.

Kelangsungan hidup seluruh ikan perlakuan saat dipelihara di kolam tidak berbeda nyata. Hal ini diduga terjadi karena ikan dipelihara dalam lingkungan yang sama (kolam) dan hanya dibatasi oleh hapa. Jumlah ikan yang mengalami kematian cenderung merata pada semua perlakuan. Menurut Rakus et al. (2008), pemeliharaan ikan pada kolam membuat sangat sulit untuk mendeteksi hubungan antara fenotipe MH dan tingkat kelangsungan hidup. Dalam penelitiannya, dijelaskan bahwa deteksi secara signifikan perbedaan kelangsungan hidup pada ikan mas yang dipelihara di kolam dan deteksi perbedaan distribusi genotipe Cyca-DAB1 antara ikan yang dipelihara di kolam dan ikan yang dipelihara di akuarium tidak dapat dilakukan. Kemungkinan besar efek kumulatif dari semua patogen dalam kolam menunjukkan efek yang kecil bagi tingkat kelangsungan hidup ikan. Hal ini didukung oleh kondisi ikan nila pada saat pemeliharaan di kolam, memang tidak ada wabah penyakit yang tercatat selama pemeliharaan dan pemeriksaan status kesehatan secara teratur menunjukkan ikan nila umumnya dalam kondisi sehat.

Kisaran kualitas air yang teramati selama penelitian menunjukkan masih dalam kondisi yang baik untuk pertumbuhan ikan nila pada media kolam berdasarkan SNI 7550:2009 (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa parameter kualitas air tidak menjadi faktor pembatas yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan nila selama penelitian.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Seleksi berbasis marka molekuler MHC I menunjukkan bahwa ikan nila dengan daya tahan terhadap penyakit lebih tinggi pascatantang memiliki performa pertumbuhan yang lebih rendah. Pewarisan marka MHC I pada ikan nila keturunan pertama relatif tinggi, lebih dari 78%. Daya tahan ikan nila terhadap S. agalactiae diduga melibatkan alel MHC I lainnya dan juga melibatkan jalur MHC II.

Saran

(25)

13

DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin, Mubinun, Santika A, Carman O, I. Faizal I, Sumantadinata K. 2011. Identification of Majalaya common carp strain resistant to KHV infection using Cyca-DAB1*05 allele as the marker. Indonesian Aquaculture Journal. 6(2), 157-163.

Amlacher E. 1970. Textbook of Fish Disease. DA Conroy, RL Herman, Penerjemah. New York : TFH Publ. Neptune. 302.

Anderson DP, Siwicki AK. 1993. Basic hematology and serology for fish health programs. Paper presented in second symposium on diseases in Asian Aquaculture “Aquatic Animal Health and the Evironment”. Phuket, Thailand. 17, 25-29

Arsal LOM. 2014. Evaluasi ketahanan kan mas keturunan ketiga yang mempunyai marka molekuler Cyca-DAB*05 terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Bartl S, Weissman IL. 1994. Isolation and characterization of major histocompatibility complex class IIB genes from the nurse shark. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 91, 262–266.

Blaxhall PC, Daisley KW. 1973. Routine haematological methods for use with fish blood. Journal Fish Biology. 5, 577-581.

Burri R, Niculita-Hirzel H, Roulin A, Fumagalli L. 2008. Isolation and characterizationof major histocompatibility complex (MHC) class II B genes in the Barn owl (Aves: Tyto alba). Immunogenetics. 60, 543–550. Cuesta AJ, Meseguer, Esteban MA. 2007. Cloning and regulation of the major

histocompatibility class I alpha gene in the teleost fish gilthead seabream. Fish Shellfish Immunol. 22, 718-726.

Daneshvar E, Ardestani MY, Dorafshan S, Martins MC. 2012. Hematological parameters of Iranian cichlid (Iranocichla hormuzensis) Coad, 1982 (Perciformes) in Mehran river. An Acad Bras Cienc. 84(4), 943-949 Evans JJ, Phillip HK, Craig AS, Gilbert PM. 2002. Characterization of

beta-haemolytic group B Streptococcus agalactiae in cultured seabream, (Sparus auratus L), and Wild Mullet, Liza klunzingari, in Kuwait. Journal of Fish Disease. 25, 505-513.

Evans JJ, Phillip HK, Craig AS. 2004. Efficiency of Streptococcus agalactiae (group B) vaccine in tilapia (Oreochromis niloticus) by intraperitoneal and bath immersion administration. Vaccine. 22, 3769-3773.

Gao J, Coulson JM, Whitehouse A, Blake N. 2009. Reduction in RNA levels rather than retardation of translation is responsible for the inhibition of major histocompatibility complex class I antigen presentation by the glutamic acid-rich repeat of Herpesvirus saimiri open reading frame 73. Journal of Virology. 83, 273–282.

Germain, RN. 1994. MHC-dependent antigen processing and peptide presentation: providing ligands for T lymphocyte activation. Cell.76, 287-299.

(26)

14

salmon (Salmo salar); facing pathogens with single expressed major histocompatibility class I and class II loci. Immunogenetics. 55, 210-219. Grossberger D, Parham P. 1992. Reptilian class I major histocompatibility

complex genes reveal conserved elements in class I structure, Immunogenetics. 36, 6863-6867.

Hardi EH, Sukenda, Enang H, Angela ML. 2008. Toksisitas produk ekstrasellular (ECP) Streptococcus agalactiae pada ikan nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Natur Indonesia. 13, 187-199.

Hardi EH, Sukenda, Enang H, Angela ML. 2011. Karakteristik dan patogenisitas Streptococcus agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik pada ikan nila. Jurnal Veteriner. 12, 152-164.

Hidayatullah D. 2013. Efikasi vaksin dengan metode infiltrasi hiperosmotik untuk mencegah infeksi bakteri Streptococcus agalactiae pada ikan nila. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Huisman EA. 1987. Principles of Fish Production. Departement of Fish Culture and Fisheries. Wageningen Agricultural University. Wageningen. Netherlands. Hal. 57-122.

Kjoglum S, Larsen S, Bakke HG, Grimholt U. 2008. The effect of specific MHC class I and class II combinations on resistance to furunculosis in Atlanti salmon (Salmo salar). Journal Immunol. 67, 160-168.

Liu Y, Kasahara M, Rumfelt LL, Flajnik MF. 2002. Xenopus class II A genes: studies of genetics, polymorphism, and expression. Dev. Com. Immunol. 26, 735-750.

Lochmiller RL, Deerenberg C. 2000. Trade-offs in evolutionary immunology: just what is the cost of immunity. Oikos. 88, 87–98.

Martins ML, Mourino JLP, Amara GV, Vieira FN, Dotta G, Jatoba AMB, Pedrotti FS, Jeronimo GT. 2008. Haematological changes in Nile tilapia experimentally infected with Enterococcus sp. Journal of Biology. 68, 657-661.

Musa N, Lee SW, Nadirah M, Ruhil HH, Leong LK, Wendy W, Amal MN, Basiriah MK, Siti ZA. 2009. Streptococcosis in red hybrid tilapia (Oreocrhomis niloticus) commercial farms in Malaysia. Aquaculture Research. 2009. 40, 630-632.

Nunia CP, Henky M. 2015. Peningkatan Respon Kebal Non-spesifik dan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Melalui Pemberian Jahe, Zingiber officinale. Jurnal Budidaya Perairan. 3, 11-18.

Pang JC, Feng-ying G, Mai-xin L, Xing Y, Hua-ping Z, Xiao-li K. 2013. Major histocompatibility complex class IIA and IIB genes of Nile tilapia (Oreocrhomis niloticus): Genomic structure, molecular polymorphism and expression patterns. Fish and Shelfish Immunology. 34, 486-496.

Poonsawat S, Nontawith A, Prapansak S, Masashi M, Makoto E. 2009. Polymorphism of major histocompatibility comples class I alpha cDNA and resistance against Streptococcosis of six strains of nile tilapia (Oreocrhomis niloticus). Kasessart J. 43, 348 – 357.

(27)

15

Rakus KL. 2008. Major histocompatibility (MH) polymorphism of common carp Link with disease resistance. [Disertasi]. Netherlands. Wageningen University.

Rakus KL, Ilgiz I, Maria F, Rene JM, Stet, Huub FJS, Greet F, Wiegertjes. 2008. Classical crosses of common carp (Cyprinus carpio L.) show co-segregation of antibody response with major histocompatibility class II B genes. Fish Shellfish Immunol. doi:10.1016/j.fsi.2008.08.011.

Rakus KŁ, Wiegertjes GF, Adamk M, Siwicki AK, Lepa A, Irnazarow I. 2009. Resistance of common carp (Cyprinus carpio L.) to Cyprinid herpesvirus-3 is influenced by mjor histocompatibility (MH) class II B gene polymorphism. Fish Shellfish Immunol. 26, 737-743.

Sato A, Figueroa F, Murray BW, Málaga-Trillo E, Zaleska-Rutczynska Z, Sültmann H, Toyosawa S, Wedekind C, Steck N, Klein J. 2000. Nonlinkage of major histocompatibility complex class I and class II loci in bony fishes. Immunogenetics. 51, 108–116.

Sheehan Brian, Lauke labrie, yang-Sheng lee, Wee Keng lim, Felicia Wong, Jasmine Chan, Cedric Komar, Neil Wendover, Luc Grisez. 2009. Streptococcal diseases in farmed tilapia. Aquaculture Asia Pacific. 5, 6. Standar Nasional Indonesia. 2009. Produksi ikan nila Oreochromis niloticus

Bleeker kelas pembesaran di kolam air tenang. Badan Standardisasi Nasional/BSN, SNI. 7550, 2009.

Stet RJM, Kruiswijk CR, Saeij JPJ, Wiegertjes GF. 1998. Major histocompatibility genes in cyprinid fishes: theory and practice. Immunological Reviews. 166, 301–316.

Stet R, Kruiswijk CP, Dixon B. 2003. Major histocompatibility lineages and immune gene function in teleost fishes: the road not taken. Critical Reviews in Immunology. 23, 441–471.

Supriyadi H, Lila G. 2010. Streptococcosis pada ikan nila (Oreochromis niloticus) budidaya di Danau Maninjau. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Hal. 905.

Taukhid. 2009. Efektivitas pemberian vaksin Streptococcus spp. pada benih ikan nila (Oreocrhomis niloticus) melalui teknik perendaman untuk pencegahan penyakit Streptococcosis. Laporan Penelitian Hibah Penelitian Bagi Peneliti dan Perekayasa Departemen Kelautan dan Perikanan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Pusat Riset Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan.

Wardoyo SE. 2005. Pengembangan budidaya ikan nila (Oreochromis niloticus) di Indonesia. Orasi pengukuhan ahli peneliti utama bidang budidaya perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Hal. 49.

Wedemeyer GA, Yasutake WT. 1977. Clinical Methods For the Assessement Of The Effect Environmental Stress On Fish Health. Technical Papers Of The U.S. Fish and Wildfield Service. US. Depart. Of the Interior Fish and Wildlife Service. 89, 1-17.

Xia C, I Kiryu, JM Dijkstra, T Azuma, T Nakanishi, M Ototake. 2002. Differences in MHC class I genes between strains of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Fish Shellfish Immunol.12, 287-301.

(28)

16

immunization with recombinant FbsA and α-enolase. Journal Aquaculture. 428-429, 35-34.

(29)

17

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil identifikasi marka MHC I pada induk ikan nila Nirwana

Gambar 4 Identifikasi induk ikan nila Nirwana yang membawa marka gen MHC I . Kode

M= Marker universal (KAPA Universal DNA Ladder Kit), kode G-T= Sampel induk negatif MHC I, kode A= Sampel induk positif MHC I, kode - = Kontrol

negatif tanpa sampel, Tanda panah menunjukkan panjang base pairs gen

target.

Lampiran 2 Prosedur pengukuran parameter gambaran darah

Sel darah merah pengukuran dilakukan menurut Blaxhall dan Daisley (1973) dengan cara darah dihisap menggunakan pipet bulir merah sampai skala 0,5, lalu diencerkan dengan larutan Hayem sampai skala 101. Kedua ujung ditutup sejajar kemudian digoyangkan membentuk angka 8 selama 3-5 menit. Setelah itu, tetesan darah yang pertama dibuang lalu darah tersebut diteteskan ke haemocytometer yang telah ditutup dengan cover glass pada bagian yang berlekuk. Jumlah sel darah merah dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

x 25 x

x faktor pengenceran

Sel darah putih pengukuran dilakukan menurut Blaxhall dan Daisley (1973) dengan caradarah dihisap dengan menggunakan pipet yang berisi bulir sampai skala 0,5, kemudian ditambahkan larutan turk’s sampai skala 11, serta diaduk selama 3-5 menit dengan gerakan seperti angka delapan. Setelah itu, dua tetesan pertama dibuang. Darah diteteskan pada haemocytometer dan ditutup dengan cover glass untuk diamati dan dihitung jumlah sel darah putihnya di bawah mikroskop. Berikut merupakan rumus untuk menghitung jumlah sel darah putih.

∑SDP = Rataan ∑sel terhitung x

(30)

18

Hemoglobin pengukuran dilakukan menurut Wedemeyer dan Yasutake (1977) dengan cara darah dihisap menggunakan pipet Sahli sampai 20 m3/0,2 mL. Kemudian pipet dimasukkan ke dalam tabung Hb-meter yang telah diisi dengan HCl 0,1 N sampai mencapai skala 10. Sampel diaduk selama 3-5 menit secara perlahan. Lalu, akuades ditambahkan sedikit demi sedikit sampai warna larutan sama dengan warna larutan standar. Kadar hemoglobin yang diperoleh merupakan skala yang ditunjukkan.

Hematokrit pengukuran dilakukan menurut Anderson dan Siwicki (1993) dengan salah satu ujung tabung hematokrit dicelupkan ke dalam tabung yang berisi darah sehingga darah naik ke tabung hematokrit sampai ¾ bagian. Setelah itu, ujung tabung ditutup dengan crystoseal dengan cara ujung tabung ditancapkan ke dalam crystoseal sampai 1 mm. Selanjutnya, ditambahkan dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit, kemudian bagian yang mengendap dan total endapan dengan cairan diukur dalam 100% sebagai berikut.

∑Hematokrtit =

x

Diferensial leukosit pengukuran dilakukan menurut Amlacher (1970) dengan Pembuatan preparat ulas dilakukan dengan cara darah diteteskan pada bagian kanan gelas objek, dan gelas objek lain diletakkan disebelah kiri ditarik dengan arah membentuk sudut 45derajat agar darah tersebar. Selanjutnya darah difiksasi dengan udara dan dilanjutkan dengan fiksasi dengan metanol selama 5-10 menit. Setelah itu, preparat digenangi dengan larutan Giemsa selama 5-10–15 menit dan dicuci dengan akuades serta ditutup dengan cover glass untuk diamati dengan mikroskop. Berikut merupakan rumus yang digunakan dalam menentukan deferensial leukosit.

Diferensial Leukosit (%) = x

Lampiran 3 Analisis statistik pertumbuhan bobot ikan nila keturunan pertama

ANOVA

Sumber keragaman Jumlah kuadrat DB Kuadrat tengah F P

Perlakuan 1052,845 3 350,948 14,443 0,013

Galat 97,198 4 24,300

Jumlah 1150,043 7

Uji Duncan

Perlakuan N α = 0,05

1 2

Duncana BnxJn 2 41,7200

BpxJn 2 46,9500

BnxJp 2 66,8000

BpxJp 2 67,1550

(31)

19

Lampiran 4 Analisis statistik laju pertumbuhan harian ikan nila keturunan pertama

ANOVA

Sumber keragaman Jumlah kuadrat DB Kuadrat tengah F P

Perlakuan 0,255 3 0,085 19,661 0,007

Galat 0,017 4 0,004

Jumlah 0,272 7

Uji Duncan

Perlakuan N α = 0,05

1 2

Duncana BnxJn 2 3,1600

BpxJn 2 3,2600

BnxJp 2 3,5550

BpxJp 2 3,5650

Sig. 0,203 0,887

Lampiran 5 Analisis statistik gambaran darah; sel darah putih ikan nila keturunan pertama

ANOVA

Sumber keragaman Jumlah kuadrat DB Kuadrat tengah F P

Perlakuan 285,750 7 40,821 18,143 0,000

Galat 18,000 8 2,250

Jumlah 303,750 15

Uji Duncan

Perlakuan N α = 0,05

1 2 3 4 5

Duncana BnxJn 2 10,0000

BpxJn 2 13,5000

K IV 2 14,5000 14,5000

K III 2 16,0000 16,0000

K I 2 17,5000 17,5000

BnxJp 2 21,0000 21,0000

K II 2 21,0000 21,0000

BpxJp 2 23,5000

(32)

20

Lampiran 6 Analisis statistik gambaran darah; hemoglobin ikan nila keturunan pertama

ANOVA

Sumber keragaman Jumlah kuadrat DB Kuadrat tengah F P

Perlakuan 89,857 7 12,837 18,144 0,000

Galat 5,660 8 0,707

Jumlah 95,517 15

Uji Duncan

Perlakuan N α = 0,05

1 2 3 4

Duncana BpxJp 2 4,5000

BnxJn 2 6,4000 6,4000

K IV 2 7,7000 7,7000

BnxJp 2 7,7000 7,7000

K II 2 7,8000 7,8000

BpxJn 2 8,4000 8,4000

K I 2 8,8000

K III 2 13,4000

Sig. 0,054 0,059 0,257 1,000

Lampiran 7 Analisis statistik diferensial leukosit; limfosit ikan nila keturunan pertama

ANOVA

Sumber keragaman Jumlah kuadrat DB Kuadrat tengah F P

Perlakuan 1834,000 7 262,000 7,763 0.005

Galat 270,000 8 33,750

Jumlah 2104,000 15

Uji Duncan

Perlakuan N α = 0,05

1 2 3

Duncana BnxJp 2 72,5000

BpxJn 2 73,0000

BpxJp 2 76,0000

BnxJn 2 81,5000 81,5000

K IV 2 93,5000 93,5000

K III 2 94,5000 94,5000

K I 2 97,0000

K II 2 100,0000

(33)

21

Lampiran 8 Analisis statistik kelangsungan hidup ikan nila keturunan pertama pascatantang

ANOVA

Sumber keragaman Jumlah kuadrat DB Kuadrat tengah F P

Perlakuan 12075,000 7 1725,000 27,600 0,000

Galat 500,000 8 62,500

Jumlah 12575,000 15

Uji Duncan

Perlakuan N α = 0,05

1 2

Duncana BnxJp 2 35,0000

BpxJp 2 40,0000

BpxJn 2 50,0000

BnxJn 2 85,0000

K I 2 100,0000

K II 2 100,0000

K III 2 100,0000

K IV 2 100,0000

(34)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Banda Aceh, Nangroe Aceh Darussalam pada tanggal 6 Juni 1992. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari seorang ibu bernama Ernawati dan ayah bernama Opik Purnama. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2 Mangunreja pada tahun 2005, lulus dari SMP Negeri 1 Singaparna pada tahun 2008, dan menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Singaparna pada tahun yang sama saat penulis di terima di Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan pada tahun 2011.

Selama menjalani proses perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Genetika Ikan pada tahun 2013, dan asisten praktikum mata kuliah Prinsip Bioteknologi Akuakultur pada tahun 2014. Penulis juga aktif sebagai anggota divisi Pengembangan Olahraga dan Seni pada Himpunan Mahasiswa Akuakultur masa jabatan 2013-2014. Selain itu, penulis aktif sebagai atlet tenis meja pada Unit Kegiatan Mahasiswa Tenis Meja IPB tahun 2011-2014. Penulis melakukan praktik lapang akuakulur di Balai Pengembangan Budidaya Ikan Nila dan Mas (BPBINM) Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat pada tahun 2014 dengan komoditas ikan nila Nirwana. Penulis juga melakukan praktik magang di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang pada tahun 2013 dengan komoditas ikan patin dan di Balai Pengembangan Benih Ikan Sentral (BPBIS) Singaparna pada tahun 2013 dengan komoditas ikan gurame.

Prestasi akademis yang pernah diraih penulis antara lain: Pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa, DIKTI pada tahun 2013, dan terdaftar sebagai Peserta Pekan Ilmiah Nasional, DIKTI pada tahun 2013. Adapun prestasi non-akademis yang pernah diraih penulis selama masa kuliah di IPB adalah juara II Tenis Meja Putri OMI pada tahun 2012, juara III Tenis Meja Putri OMI pada tahun 2014, juara I Tenis Meja Putri PORIKAN pada tahun 2013, 2014 dan 2015, Juara I Tenis Meja Putri Asrama Cup pada tahun 2011, serta peserta Kejuaraan Nasional IPB City Series pada tahun 2012 dan 2014.

Penulis menyelesaikan program studi Sarjana pada jurusan Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan judul skripsi

Gambar

Tabel 3 Jumlah sel darah putih (SDP), sel darah merah (SDM), hematokrit dan hemoglobin ikan nila keturunan pertama 14 hari pascatantang
Gambar 3 Gejala klinis pada ikan nila yang diuji tantang dengan bakteri Streptococcus agalactiae

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, peneliti ingin memperdalam serta mengkaji mengenai perhitungan waktu, biaya, dan juga kekuatan dari struktur rangka atap baik itu dari material kayu maupun

Gambar hewan yang suka bersenang-senang, seperti anjing maka menunjukkan bahwa anda orang yang senang bermain.. Gambar hewan berjalan pelan, seperti kura-kura maka

1. Harga dan citra merek secara serempak berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan pada swalayan grand hero di Kota Palu. Harga yang secara parsial

Keramik yang terpasang harus dalam keadaan baik, tidak retak, tidak cacat dan tidak ternoda.Bidang pemasangan harus merupakan bidang yang benar-benar rata.Jarak antara

Nah tipikal beliau ini adalah salah satu ulama yang seperti mata air atau sumberan, tidak pernah kemana-kemana tapi orang-orang nyamperin ke beliau dan termasuk juga

Berdasarkan hasil perancangan antena, pembuatan antena, pengujian dan pengukuran antena, serta analisis parameter-parameter antena, dapat diambil kesimpulan bahwa

Menetapkan : KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI ... TENTANG PENCABUTAN IZIN KOMUNIKASI RADIO ANTAR PENDUDUK. KEDUA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. GUBERNUR