• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh komposisi media dasar dan kitosan Terhadap pertumbuhan protocorm like bodies (plbs) dan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh komposisi media dasar dan kitosan Terhadap pertumbuhan protocorm like bodies (plbs) dan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN KITOSAN

TERHADAP PERTUMBUHAN PROTOCORM LIKE BODIES

(PLBs) DAN PLANLET ANGGREK Phalaenopsis HIBRIDA

HALIDA ADISTYA PUTRI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Komposisi Media Dasar dan Kitosan terhadap Pertumbuhan Protocorm Like Bodies (PLBs) dan Planlet Anggrek Phalaenopsis Hibridaadalah karya saya yang dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Halida Adistya Putri NIM A24110037

(3)

ABSTRAK

HALIDA ADISTYA PUTRI. Pengaruh Komposisi Media Dasar dan Kitosan terhadap Pertumbuhan Protocorm Like Bodies (PLBs) dan Planlet Anggrek Phalaenopsis Hibrida. Dibimbing oleh DEWI SUKMA.

Perbanyakan tanaman anggrek melalui biji di habitat alaminya memiliki tingkat keberhasilan yang rendah, karena biji anggrek tidak memiliki endosperm atau cadangan makanan. Salah satu alternatif untuk perbanyakan tanaman anggrek adalah kultur jaringan. Kesuksesan kegiatan kultur jaringan sangat ditentukan oleh pemilihan media yang digunakan. Media dasar Murashige dan Skoog (MS) merupakan media dasar kultur jaringan yang terbuat dari bahan-bahan kimia murni yang harganya relatif mahal. Pupuk lengkap yang umum dipakai sebagai pengganti media dasar MS adalah pupuk lengkap yang relatif lebih murah dan praktis. Selain penggunaan media dasar yang sesuai, penambahan bahan organik tertentu juga dapat memacu pertumbuhan, perkembangan dan ketahanan tanaman terhadap penyakit, diantaranya adalah kitosan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media dasar dan kitosan terhadap pertumbuhan PLBs dan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu komposisi media tumbuh. Eksplan yang digunakan adalah clump PLBs (Protocorm Like Bodies) E13 (V3 x PA) dan planlet E01 (MKW 002 x KHM 0421). Penelitian terdiri dari dua percobaan yaitu pengaruh komposisi media terhadap pertumbuhan clump PLBs E13 dan pengaruh komposisi media terhadap pertumbuhan planlet E01. Komposisi media untuk percobaan 1 adalah setengah konsentrasi media dasar MS (MS1/2), pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L

-1

), MS 1/2 + kitosan 5 ppm dan pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm. Semua perlakuan komposisi media ditambahkan air kelapa 15%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi media dasar pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) dapat digunakan sebagai media alternatif media Murashige dan Skoog (MS), karena media tersebut dapat meningkatkan pertambahan jumlah daun, PLBs dan planlet lebih tinggi dibandingkan media MS1/2. Penambahan kitosan 5 ppm tidak dapat meningkatkan pertumbuhan clump PLBs. Komposisi media untuk percobaan 2 adalah pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) dengan atau tanpa penambahan kitosan 5 ppm. Semua perlakuan komposisi media ditambahkan ekstrak kentang (50 g L-1), ekstrak pisang ambon (50 g L-1) dan arang aktif (2 g L-1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua perlakuan komposisi media tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun dan akar planlet E01. Penambahan kitosan 5 ppm tidak dapat meningkatkan pertumbuhan planlet.

(4)

ABSTRACT

HALIDA ADISTYA PUTRI. Effect of Basic Medium Composition and Chitosan on Growth of Protocorm Like Bodies (PLBs) and Planlet Phalaenopsis Orchid Hybrids. Supervised by DEWI SUKMA.

Orchid propagation in its habitat with seed has a low rate of success, because of orchid has no endosperm or food reserves. One of alternative that can be used for orchid propagation is tissue culture. Tissue culture succes is affected by medium composition. Murashige and Skoog (MS) basic medium composition is a medium tissue culture made from pure chemical substances which relatively expensive. Complete fertilizer commonly used as a replacement for MS basic medium is a complete fertilizer, which is relatively inexpensive and practical. Besides use suitable of basic medium composition, the addition of certain organic compound can also increase growth, development and resistance to disease of 002 x KHM 0421) were used as explant. This study consisted of two experiments were the effect of medium composition on the growth of PLBs clump E13 and the effect of medium composition on the growth of plantlets E01. Medium composition for experiment 1 were half concentration of MS basic medium (MS1/2), complete fertilizer (N: P: K = 20:20:20) (2 g L-1), MS 1/2 + chitosan 5 ppm and a complete fertilizer (N: P: K = 20:20:20) (2 g L-1) + chitosan 5 ppm. All treatments of medium composition were by added 15% coconut water. The results showed that the basic medium composition complete fertilizer (N: P: K = 20:20:20) (2 g L-1) can be used as an alternative medium Murashige and Skoog (MS), because the medium composition complete fertilizer (N: P: K = 20:20:20) (2 g L-1)increased the number of leaves , PLBs and plantlets higher than MS1/2 medium. Chitosan 5 ppm could not increased PLBs clump growth. Medium composition for experiment 2 were complete fertilizer (N: P: K = 20:20:20) with or without the addition of chitosan 5 ppm. All treatments of medium composition added potato extract (50 g L-1), ambon banana extract (50 g L-1) and activated charcoal (2 g L-1). The results showed that two treatment of composition medium for planlets growth did not give better effect on planlets E01 growth. Composition medium of complete fertilizer (N: P: K = 20:20:20) (2 g L-1) + potato extract (50 g L-1) + ambon banana extract (50 g L-1) + activated charcoal (2 g L-1). The results showed that the two treatments medium composition was not significantly affected the number of leaves and roots of plantlets E01. Chitosan 5 ppm could not increased planlet growth.

Keyword: chitosan, complete fertilizer (N: P: K = 20:20:20), orchid hybrid, MS medium, Phalaenopsis

(5)

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN KITOSAN

TERHADAP PERTUMBUHAN PROTOCORM LIKE BODIES

(PLBs) DAN PLANLET ANGGREK Phalaenopsis HIBRIDA

HALIDA ADISTYA PUTRI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Mei 2015 ini ialah kultur jaringan anggrek, dengan judul Pengaruh Komposisi Media Dasar dan Kitosan terhadap Pertumbuhan Protocorm Like Bodies (PLBs) dan Planlet Anggrek Phalaenopsis Hibrida.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Dewi Sukma, SP MSi selaku pembimbing yang memberikan bimbingan, masukan, koreksi dan dukungan dalam pembuatan karya ilmiah ini. Terima kasih juga diucapkan kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan karya ilmiah ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(8)
(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR i

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Botani Anggrek Phalaenopsis 2

Morfologi Anggrek Phalaenopsis 3

Pemuliaan Anggrek 4

Kultur Jaringan Anggrek 5

Pupuk Lengkap (N:P:K = 20:20:20) 5

Kitosan 6

Bahan Organik Kompleks Dalam Media Kultur Jaringan 6

BAHAN DAN METODE 7

Waktu dan Tempat 7

Bahan dan Alat 7

Metode Percobaan 7

Metode Pelaksanaan 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Percobaan 1: Pengaruh Komposi Media terhadap Pertumbuhan

Clump PLBs 12

Percobaan 2: Pengaruh Komposisi Media terhadap Pertumbuhan

Planlet 18

Aklimatisasi 18

SIMPULAN DAN SARAN 21

DAFTAR PUSTAKA 22

(10)
(11)

i

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata pertambahan jumlah daun per botol kultur (3 clump PLBs) pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan

clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13 13

2 Rata-rata pertambahan jumlah akar per botol kultur (3 clump PLBs) pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan

clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13 14

3 Rata-rata pertambahan jumlah PLBs per botol kultur (3 clump PLBs) pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan

clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13 15

4 Rata-rata pertambahan jumlah planlet per botol kultur (3 clump PLBs) pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13 16 5 Rata-rata pertambahan diameter clump PLBs per botol kultur (3

clump PLBs) pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis

E13 17

6 Rata-rata pertambahan jumlah daun dan akar per botol kultur (5 planlet) pada dua perlakuan komposisi media menggunakan eksplan

planlet populasi hibrida Phalaenopsis E01 18

7 Rata-rata pertambahan jumlah daun pada tahap aklimatisasi dari

planlet populasi hibrida Phalaenopsis E01 19

8 Rata-rata pertambahan panjang dan lebar daun (cm) pada tahap aklimatisasi dari planlet populasi hibrida Phalaenopsis E01 20 9 Persentase planlet yang hidup serta pertambahan jumlah dan panjang

akar (cm) pada tahap aklimatisasi dari planlet populasi persilangan

Phalaenopsis E01 21

DAFTAR GAMBAR

1 (A) Kontaminasi yang disebabkan oleh cendawan, (B) Gejala pencoklatan pada clump PLBs pada 4 MST, (C) Clump PLBs tampak

berwarna putih pada 4 MST 12

2 Rata-rata jumlah clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13 yang hidup pada berbagai komposisi media pertumbuhan 13 3 (A) Keragaan clump Protocorm Like Bodies (PLBs),(B) Beberapa

PLBs yang berwarna cokla saat 6 MST 15

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anggrek merupakan tanaman famili Orchidaceae yang hidup lebih dari 120 juta tahun lalu dengan 35 000 spesies dan ratusan ribu persilangan (Andiani 2008). Anggrek merupakan tanaman hias yang memiliki nilai estetika yang tinggi. Anggrek banyak diminati oleh konsumen baik dalam negeri maupun luar negeri, karena anggrek memiliki berbagai macam variasi bentuk dan warna bunga yang unik, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi pengguna atau hobiis anggrek.

Indonesia memiliki banyak sumber plasma nutfah anggrek, sekitar 5 000 spesies anggrek tersebar di Indonesia. Salah satu anggrek penting di Indonesia adalah anggrek dari genus Phalaenopsis. Phalaenopsis merupakan anggrek sangat populer baik di negara tropis maupun di negara subtropis. Anggrek bulan (Phalaenopsis sp) merupakan salah satu anggrek kebanggaan Indonesia. Anggrek spesies Phalaenopsis amabilis pernah dinobatkan sebagai bunga nasional yang dijuluki Puspa Pesona. Anggrek tersebut memiliki ciri khas bunga berwarna putih bersih dan lidah kuning keemasan (Rukmana 2000).

Populasi anggrek spesies Phalaenopsis asli Indonesia semakin berkurang karena banyaknya pembukaan hutan untuk perkebunan, pemukiman penduduk dan pertambangan. Hal tersebut mendorong para pemulia anggrek untuk melakukan penyilangan-penyilangan anggrek. Negara yang saat ini telah mengembangkan persilangan anggrek Phalaeopsis secara besar-besaran adalah Taiwan. Ternyata keragaman spesies asli Phalaenopsis tidak cukup memuaskan para penggemar anggrek, sehingga dilakukan teknik penyilangan. Teknik ini diharapkan dapat menghasilkan anggrek hibrida kualitas unggul.

Tanaman anggrek dapat berkembangbiak secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan tanaman anggrek secara alami melalui biji memiliki tingkat keberhasilan yang rendah, karena biji anggrek tidak memiliki endosperm atau cadangan makanan. Biji anggrek dapat tumbuh jika bersimbiosis dengan cendawan mikoriza yang menghasilkan nutrisi sebagai bahan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan perkecambahan biji-biji anggrek (Andiani 2008). Salah satu alternatif untuk perbanyakan tanaman anggrek adalah kultur jaringan. Kultur jaringan adalah teknik budidaya sel, jaringan dan organ tanaman dalam suatu lingkungan yang aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut tumbuh menjadi tanaman lengkap (planlet) (Santoso dan Nursandi 2003). Perbanyakan dengan metode kultur jaringan menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak dan relatif singkat.

(14)

bahan-bahan kimia murni yang harganya relatif mahal. Penggunaan media alternatif yang harganya terjangkau sangat diperlukan sebagai pengganti media dasar (media MS1/2). Salah satu media alternatif adalah media yang terbuat dari media pupuk lengkap yang mengandung hara makro dan mikro serta dapat memacu pertumbuhan anggrek. Pupuk lengkap yang umum dipakai sebagai pengganti media dasar MS adalah pupuk lengkap yang relatif lebih murah dan praktis. Media MS 1/2 , Hyponex dan Hyponex + air kelapa 150 ml L-1 dapat menghasilkan planlet sebesar 100 % yang berasal dari protocorm like bodies (PLBs) di minggu ke-16 pada populasi hibrida anggrek Phalaenopsis (Andini 2013). Penelitian ini menggunakan media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) yang diharapkan dapat digunakan sebagai media alternatif selain media dasar MS.

Selain penggunaan media dasar yang sesuai, bahan organik tertentu juga dapat memacu pertumbuhan, perkembangan dan ketahanan tanaman terhadap penyakit, diantaranya adalah kitosan. Penambahan kitosan 5 ppm dan air kelapa 15% pada media MS1/2 menghasilkan persentase planlet hidup tertinggi pada Phalaenopsis amabilis (Raynalta 2013). Pertumbuhan anggrek dalam kultur jaringan sangat bergantung pada komposisi media kultur yang digunakan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi media dasar yang sesuai dan pengaruh kitosan untuk pertumbuhan anggrek Phalaenopsis hibrida yang telah dihasilkan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media dasar dan kitosan terhadap pertumbuhan PLBs dan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida.

Hipotesis

Media dasar pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) dapat digunakan sebagai media alternatif media Murashige dan Skoog (MS) dan kitosan dapat meningkatkan pertumbuhan PLBs dan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Anggrek Phalaenopsis

Anggrek bulan di Indonesia merupakan nama lain dari Phalaenopsis. Klasifikasi botani anggrek bulan dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan yang dinyatakan Rukmana (2000) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (biji tertutup)

Kelas : Monocotyledonae (biji berkeping satu)

(15)

3

Famili : Orchidaceae (anggrek-anggrekan) Genus : Phalaenopsis

Anggrek Phalaenopsis memiliki 40 sampai 60 spesies di dunia, sedangkan 22 spesies terdapat secara alami di wilayah Indonesia (Rukmana 2000). Phalaenopsis yang banyak terdapat di pasaran yaitu Asponopsis, Doritaenopsis dan Renarthopsis (Mattjik 2010). Beberapa spesies anggrek Phalaenopsis digunakan dalam penelitian Dwiatmini (2002) sebanyak 19 spesies Phalaenopsis yaitu Phalaenopsis violacea ‘Borneo’, Phal. sumatrana, Phal. kunstleri, P. pantherina, Phal. cornu-cervi, Phal. micholitzii, Phal. gigantea, Phal. leuddemanniana ‘pulchra’, Phal. amboinensis ‘Ambon’, Phal. parishii, Phal. celebensis, Phal.amabilis, Phal. javanica, Phal. speciosa‘Tetrapis’, Phal. venosa, Phal. schillerana, Phal. manii dan Phal equestris. Bahan tanam tersebut digunakan untuk mengetahui kekerabatan spesies anggrek Phalaenopsis. Keragaman anggrek sangat beragam, hal tersebut dapat dilihat dari ragam bentuk, corak, warna, tekstur, dan ukuran bunga. Keragaman juga dapat dilihat berdasarkan habitat tumbuhnya. Terdapat empat ragam habitat tumbuh anggrek, yaitu (Yusnita 2012) :

1. Anggrek terrestrial

Anggrek yang hidup di media tanah dan memerlukan cahaya penuh atau hampir penuh.

2. Anggrek epifit

Anggrek yang hidup menempel pada tumbuhan lain, tetapi tidak merugikan tanaman tempat tumbuhnya.

3. Anggrek litofit

Anggrek yang tumbuh di bebatuan dan tahan terhadap cahaya matahari penuh atau ternaungi.

4. Anggrek saprofit

Anggrek yang tumbuh dan mendapatkan nutrisi dari serasah dedaunan atau biomassa tanaman berhumus di tempat ternaungi di bawah pepohonan.

Syarat tumbuh anggrek berbeda-beda tergantung dari jenis anggrek tersebut. Anggrek Phalaenopsis dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 500-600 mdpl. Suhu merupakan unsur penting dalam pembungaan anggrek Phalaenopsis. Kebutuhan cahaya anggrek Phalaenopsis yaitu 10-30% dengan suhu malam 16.5oC dan suhu siang 24-270C. Kelembaban yang dibutuhkan anggrek Phalaenopsis sebesar 70% (Mattjik 2010).

Morfologi Anggrek Phalaenopsis

Tipe pertumbuhan anggrek terbagi menjadi dua yaitu simpodial dan monopodial. Tipe simpodial adalah anggrek yang tidak memiliki batang utama, tangkai bunga keluar dari ujung batang dan akan berbunga kembali pada pertumbuhan anakan atau tunas baru. Tipe monopodial adalah anggrek yang pertumbuhan batangnya tumbuh lurus ke atas pada satu batang tanpa batas. Anggrek yang termasuk jenis simpodial adalah Dendrobium, Cattleya, Oncidium dan Cymbidium, sedangkan anggrek monopodial adalah Vanda, Arachnis, Renanthera, Phalaenopsis dan Aerides (Iswanto 2002). Pola pertumbuhan monopodial dicirikan oleh karakter sebagai berikut (Yusnita 2012) :

(16)

4

2. Tanaman tidak menumbuhkan tunas anakan.

3. Pertumbuhan tajuk terjadi secara indeterminate (tidak terbatas). 4. Tanaman tidak memiliki rhizom.

5. Tanaman memiliki akar adventif yang muncul dari batang di antara buku-bukunya.

6. Infloresens bunga muncul secara lateral (di ketiak daun).

Bunga anggrek Phalaenopsis seperti bunga anggrek pada umumnya yaitu memiliki lima kelopak bunga yang terdiri atas tiga kelopak luar (sepal), dua kelopak dalam (petal) dan sebuah lidah di tengah (labellum) (Kartohadiprodjo dan Prabowo 2009). Labellum merupakan petal yang termodifikasi menjadi labellum atau lip, labellum merupakan bagian terpenting karena merupakan alat reproduksi.

Pemuliaan Anggrek

Indonesia memiliki banyak anggrek spesies asli Phalaenopsis, sehingga Indonesia sangat berpotensi untuk meningkatkan keragaman genetik anggrek Phalaenopsis. Hal tersebut mendorong para pemulia anggrek untuk melakukan persilangan anggrek yang menghasilkan anggrek hibrida. Persilangan adalah suatu teknik mengawinkan bunga dengan meletakkan polen pada stigma. Persilangan dilakukan untuk menghasilkan varietas baru dengan karakteristik yang unggul. Penelitian Widiarsih dan Dwimahyani (2013) menghasilkan anggrek bulan mutan dari proses aklimatisasi yang dapat dijadikan induk persilangan untuk karakter umur genjah.

Persilangan anggrek terdapat tiga macam persilangan (Sutiyoso dan Sarwono 2007) yaitu spesies hibrida (species hybrid), hibrida interspesifik (interspesific hybrid) dan hibrida intergenerik (intergeneric hybrid). Spesies hibrida (species hybrid) merupakan hasil persilangan yang paling sederhana yaitu persilangan antarvarietas dalam satu spesies, misalnya persilangan antara Phalaenopsis violacea var. alba dengan Phalaenopsis violacea var. bowringiana. Hibrida interspesifik (interspesific hybrid) merupakan gabungan dari sifat baik yang diturunkan dari dua jenis spesies dalam satu marga yang bersilangan. Dapat dikatakan persilangan dari spesies yang berbeda, misalnya Phalaenopsis rothschildiana merupakan hasil persilangan dari Phalaenopsis schilleriana dengan Phalaenopsis amabilis. Hibrida intergenerik (intergeneric hybrid) merupakan persilangan dari genus berbeda, terbagi menjadi dua macam yaitu bigenerik dan multigenerik. Bigenerik adalah hasil silangan antara dua spesies dari dua genus yang berbeda, sedangkan multigenerik adalah hasil silangan antara tiga atau lebih dari genus berbeda.

(17)

5

unggul baru yang siap dipasarkan. Terdapat tiga arah tujuan dalam pemuliaan Phalaenopsis, yaitu bunga besar dan bulat, bunga berbentuk bintang dan petal bersayap dan multiflora (Yusnita 2012).

Kultur Jaringan Anggrek

Kultur jaringan adalah teknik pengisolasian bagian tanaman seperti organ, jaringan sel dan protoplast yang ditumbuhkan pada medium buatan aseptik yang beregenerasi menjadi tanaman lengkap (planlet) (Santoso dan Nursandi 2003).

Media tanam adalah salah satu faktor penentu keberhasilan dalam perbanyakan dengan teknik kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung jenis tanaman yang diperbanyak (Andiani 2008). Media yang digunakan untuk kultur in vitro tanaman dapat berupa media padat atau cair. Media padat digunakan untuk menghasilkan kalus, sedangkan media cair digunakan untuk kultur sel. Media kultur in vitro mengandung lima komponen utama yaitu senyawa anorganik, sumber karbon, vitamin, zat pengatur tumbuh dan suplemen organik (Yuwono 2012). Komponen-komponen tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan zat hara dan mengarahkan pertumbuhan eksplan (Andiani 2008). PLBs tidak dapat bertahan lama pada suhu simpan 4oC karena mengalami chilling injury, suhu simpan yang lebih baik adalah 25 oC (Kishi dan Takagi 1997).

Media yang umum dipakai untuk kultur in vitro adalah MS (Murashige dan Skoog) dapat digunakan sebagai media tanaman pada semua tanaman. Media ini mengandung konsentrasi garam-garam yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+. MS1/2 menghasilkan persentase planlet dari eksplan PLBs lebih tinggi dibandingkan menggunakan medium VW (Khoddamzadeh et al. 2011)

Pupuk Lengkap (N:P:K = 20:20:20)

Pupuk merupakan unsur penting untuk pertumbuhan anggrek. Akhir-akhir ini dikembangkan pupuk slow release yaitu pupuk yang tidak mudah larut. Pupuk slow release terbungkus oleh suatu pelindung sehingga bahan didalamnya melarut sedikit demi sedikit setiap kali penyiraman. Beberapa merek dagang pupuk slow release yaitu Hyponex, Dekastar dan Dekaform. Pupuk slow release selain diaplikasikan melalui akar, juga dapat diaplikasikan melalui daun. Pemupukan melalui daun sangat efisien untuk anggrek (Gunawan 2006).

(18)

6

Kitosan

Kitin adalah biomaterial primer yang melimpah di alam yang sudah ditemukan sejak 1811. Kelimpahan biomateril harus dimanfaatkan bagi kehidupan. Kitosan adalah biomaterial sekunder sebagai hasil rekayasa kimiawi terhadap kitin. Isolasi dari kepiting laut pernah dipatenkan pada tahun 1930-an karena sebagian manfaatnya sudah diketahui (Hawab 2006).

Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-g Lukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan

dapat dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4.0, tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6.5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol dan aseton (Wahyono et al. 2009).

Kitosan adalah turunan kitin dengan rumus N-asetil-D-G Likosamin, merupakan polimer kationik yang mempunyai jumlah monomer sekitar 2 000- 3 000 monomer, tidak toksik dengan LD50 = 16 g kg-1 BB dan mempunyai BM sekitar 800 Kda. Kitosan dapat berinteraksi dengan bahan-bahan yang bermuatan seperti protein, polisakarida anionik, asam lemak, asam empedu dan fosfolipid. Kitosan mempunyai karakterisik fisik, biologi dan kimiawi yang baik diantaranya dapat didegradasi, dapat diperbaharui dan tidak toksik . Mengingat sifat-sifatnya yang baik itulah, maka dalam 20 tahun terakhir kitosan menjadi perhatian yang besar dari para peneliti (Suptijah 2006).Manfaat di bidang pertanian dan pangan adalah pencampur ransum pakan ternak, anti mikrob, anti jamur, serat bahan pangan, penstabil, pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental dan pengemulasi produk olahan pangan, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat gizi, pestisida, herbisida, virusida tanaman dan deasidifikasi buah-buahan, sayuran dan penjernih sari buah (Wahyono et al. 2006).

Penggunaan kitosan bagi tanaman dapat berfungsi sebagai anti bakteri dan anti cendawan. Kitosan dapat berikatan dengan protein dengan membran sel diantaranya dengan glutamat yang merupakan komponen membran sel, sehingga berpotensi untuk mencegah bakteri pada tanaman (Suptijah 2006). Uthairatankij et al. (2007) menyatakan bahwa kitosan dapat digunakan untuk memacu pertumbuhan anggrek khususnya pada tanaman muda dalam kultur jaringan. Kitosan dapat meningkatkan panjang tangkai Dendrobium ‘Missteen’. Kitosan dapat menginduksi sinyal untuk menyintesis hormon tumbuhan seperti giberelin. Meskipun demikian, efek kitosan dalam pertumbuhan dan perkembangan anggrek dewasa bersifat tidak tetap. Media yang mengandung kitosan yang berbeda diberikan pada media cair hanya menghasilkan penambahan total berat segar pada pertumbuhan protocorm, sedangkan pada media agar menghasilkan planlet baru (Nge et al. 2006).

Bahan Organik Kompleks Dalam Media Kultur Jaringan

(19)

7

mengganti bahan-bahan kimia untuk kultur jaringan, diantaranya air kelapa untuk kultur jaringan anggrek. Berbagai penelitian menunjukkan komposisi untuk media anggrek yang sesuai adalah 150 ml L-1. Menurut Krisantini dan Tjia (2011), air kelapa mengadung sitokonin yang sangat aktif mendorong pembelahan, pertumbuhan dan diferensiasi sel. Pertumbuhan dan multiplikasi PLBs anggrek yang lebih baik menggunakan air kelapa diduga karena pertumbuhan PLBs lebih sesuai dengan sitokinin alami dibandingkan sitokinin sintetik, karena komposisi sitokinin alami yaitu air kelapa lebih kompleks dibandingkan sitokinin buatan seperti BA dan kinetin (Andini 2013). Pisang ambon juga dapat digunakan untuk media kultur jaringan, karena pisang ambon mengandung karbohidrat tinggi, setiap 100 g berat kering pisang mengandung energi 136 kalori (Yuliarti 2010). Penambahan ekstrak toge dan pisang dapat merangsang pertumbuhan akar Phal.gigantea (Ramdan 2011).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 1 dan Greenhouse Anggrek Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Mei 2015.

Bahan dan Alat

Bahan komposisi media yang digunakan pada penelitian ini adalah media MS1/2, pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20), kitosan, air kelapa, pisang ambon, kentang , arang aktif, gula, agar-agar dan aquades. Bahan tanam yang akan digunakan adalah hasil persilangan dengan kode penyilangan E01 (MKW 002 x KHM 0421) dan E13 (V3 x PA). Alat yang akan digunakan dalam pembuatan media dan penanaman planlet adalah Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), autoklaf, botol kultur berukuran volume 300 ml, timbangan analitik, gelas ukur, pipet, pH meter dan magnetic stir.

Metode Percobaan

(20)

8

Percobaan 1: pengaruh komposisi media terhadap pertumbuhan clumpPLBs.

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu komposisi media tumbuh. Bahan tanam yang digunakan adalah clump PLBs dengan kode penyilangan E13. Media perlakuan terdiri dari MS1/2, Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1), MS1/2 + kitosan 5 ppm dan Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm. Percobaan ini dilakukan dengan tiga ulangan, setiap ulangan terdiri dari lima botol dengan setiap botol terdiri dari tiga clump PLBs. Jumlah satuan percobaan adalah 12 satuan percobaan dan jumlah satuan pengamatan 180 clump PLBs dengan jumlah botol sebanyak 60 botol. Data dianalisis dengan analisis statistik pada taraf 5%. Apabila hasil uji-F nyata maka uji lanjut yang digunakan adalah Uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT)dengan α 5%. Model Rancangan Acak Lengkap :

Yij = μ + τi + εij Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan media ke-i ulangan ke-j μ : Rataan umum

τi : Pengaruh perlakuan komposisi media tumbuh εij : Galat percobaan

Percobaan 2 : pengaruh komposisi media terhadap pertumbuhan planlet.

Percobaan ini menggunakan uji t untuk membandingkan hasil nilai tengah dari dua perlakuan komposisi media. Bahan tanam yang digunakan adalah planlet dengan kode penyilangan E01. Komposisi media perlakuan terdiri dari Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) dan Pupuk lengkap (N:P:K 20:20:20) (2 g L

-1

) + kitosan 5 ppm. Planlet dari masing-masing perlakuan diaklimatisasi dan diamati selama 8 minggu saat aklimatisasi. Rumus uji t student:

t = (�1− �2)/(�√1/�1 + 1/�2

(21)

9

P

e

mbuatan Media Tumbuh

Penelitian ini menggunakan dua macam eksplan bahan tanam hasil persilangan antara varietas hibrida yaitu clump PLBs E13 dan planlet E01.

Eksplan yang berasal dari clump PLBs E13 menggunakan empat komposisi media tumbuh, yaitu : MS 1/2, pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1), MS 1/2 + kitosan 5 ppm dan pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm. Semua perlakuan komposisi media ditambahkan air kelapa 15% (150 ml L-1). Eksplan yang berasal dari planlet E01 menggunakan dua komposisi media tumbuh adalah pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) dengan atau tanpa penambahan kitosan 5 ppm. Semua perlakuan komposisi media ditambahkan ekstrak kentang (50 g L-1), ekstrak pisang ambon (50 g L-1) dan arang aktif (2 g L-1).

Masing-masing perlakuan media dibuat sebanyak 1/2 liter untuk 20 botol pada setiap perlakuan. Media Hyponex dibuat dengan menimbang 1 g pupuk dengan timbangan analitik, kemudian dilarutkan dengan aquades. Media MS1/2 dibuat dengan memipet larutan stok sesuai dengan volume takaran. Media kitosan 5 ppm dibuat dengan mengambil larutan kitosan 2.5 ml menggunakan pipet dari larutan stok 1 000 ppm. Ekstrak pisang ambon dan kentang didapatkan dari daging buah yang telah dihaluskan menggunakan blender dan ditambahkan pada media. Semua perlakuan media ditambahkan dengan gula pasir 15 g L-1. Air kelapa 15 % (150 ml L-1) didapatkan dari kelapa yang masih muda dan telah disaring. Arang aktif ditambahkan pada media dengan menimbang 1 g arang aktif dengan timbangan analitik.

Derajat kemasaman komposisi media tumbuh yang telah dicampur diukur menggunakan pH meter, pH yang dikehendaki adalah 5.8. Media tumbuh yangtelah dicampur kemudian diukur menggunakan pH meter dan ditambahkan aquades serta agar-agar 7 g L-1 pada masing-masing komposisi media. Masing-masing perlakuan komposisi media dipanaskan hingga larut dan dituang kedalam botol kultur yang steril sebanyak 20 ml per botol. Botol yang telah terisi media ditutup dengan plastik dan diikat. Media diautoklaf selama 20 menit dengan temperatur 121oC pada tekanan 17.5 psi.

Penanaman dan Inkubasi Kultur

Eksplan yang berasal dari clump PLBs E13 menggunakan tiga clump PLBs Phalaenopsis hibrida yang steril per botol dari media sebelumnya dipindahkan ke media perlakuan. Penanaman dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) yang telah dibersihkan menggunakan alkohol 70%. Semua alat tanam direndam menggunakan alkohol 70% dan dibakar sebelum penanaman.

Eksplan yang berasal dari planlet E01 menggunakan lima planlet Phalaenopsis hibrida yang steril per botol dari media sebelumnya dipindahkan ke media perlakuan. Dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) yang telah dibersihkan menggunakan alkohol 70%. Semua alat tanam direndam menggunakan alkohol 70% dan dibakar sebelum penanaman.

(22)

10

Aklimatisasi

Aklimatisasi dilakukan pada planlet E01 yang siap untuk diaklimatisasi. Planlet yang akan diaklimatisasi dikeluarkan dari dalam botol dan dibersihkan dari agar-agar yang menempel pada planlet. Planlet yang telah dibersihkan kemudian direndam dalam larutan Agrept (2 g L-1) dan Dithane (2 g L-1). Planlet yang telah kering ditanam menggunakan media sphagnum moss pada pot plastik transparan. Planlet yang telah diaklimatisasi disiram dua kali sehari ditambahkan vitamin B1.

Pengamatan Penelitian

Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan clump PLBs dan planlet pada beberapa populasi anggrek Phalaenopsis hibrida pada enam komposisi media tumbuh. Pengamatan dilakukan selama satu periode kultur (passage) di media perlakuan in vitro, dengan satu passage adalah selama 8 minggu atau 1 MST (Minggu Setelah Tanam) – 8 MST. Pengamatan dilakukan dalam selang waktu dua minggu.

Pengamatan pengaruh komposisi media terhadap pertumbuhan clump PLBs,

yaitu:

1. Jumlah clump PLBs yang hidup

Jumlah clump PLBs yang hidup dilakukan dengan menghitung jumlah clump PLBs yang hidup pada akhir passage yaitu 8 MST.

2. Pertambahan jumlah daun

Pengamatan pertambahan jumlah daun dilakukan dalam selang waktu dua minggu selama 1 passage. Pertambahan jumlah daun dihitung dengan cara menghitung jumlah daun yang terbentuk sempurna (saat berada dalam media in vitro) dalam satu botol, dimana setiap botol berisi 3 clump PLBs. 3. Pertambahan jumlah akar

Pengamatan pertambahan jumlah akar dilakukan dalam selang waktu dua minggu selama 1 passage. Pertambahan jumlah akar dihitung dengan cara menghitung jumlah akar yang terbentuk sempurna (saat berada dalam media in vitro) dalam satu botol, dimana setiap botol berisi 3 clump PLBs. 4. Pertambahan jumlah PLBs

Pengamatan pertambahan jumlah PLBs dilakukan selama 1 passage dengan menghitung pertambahan jumlah PLBs yang hidup selama 1 MST - 8 MST, dalam selang waktu dua minggu.

5. Pertambahan jumlah planlet

Pengamatan jumlah planlet dalam selang waktu dua minggu selama 1 passage. Pertambahan jumlah planlet dihitung dengan cara menghitung jumlah planlet yang hidup pada saat berada dalam media in vitro.

6. Pertambahan diameter clump PLBs

(23)

11

Pengamatan pengaruh komposisi media terhadap pertumbuhan planlet,

yaitu:

1. Pertambahan jumlah daun

Pengamatan pertambahan jumlah daun dilakukan dalam selang waktu dua minggu selama 1 passage. Pertambahan jumlah daun dihitung dengan cara menghitung jumlah daun yang muncul pada PLBs (saat berada dalam media in vitro) dalam satu botol, dimana setiap botol berisi 5 planlet. 2. Pertambahan jumlah akar

Pengamatan pertambahan jumlah akar dilakukan dalam selang waktu dua minggu selama 1 passage. Pertambahan jumlah akar dihitung dengan cara menghitung jumlah akar yang terbentuk sempurna (saat berada dalam media in vitro) dalam satu botol, dimana setiap botol berisi 5 planlet.

Pengamatan tahap aklimatisasi, yaitu:

1. Persentase tanamanyang hidup

Persentase jumlah planlet yang hidup dilakukan dengan menghitung persentase planlet yang hidup selama 1 MSA (Minggu Setelah Aklimatisasi) - 8 MSA saat aklimatisasi.

2. Pertambahan jumlah daun

Pengamatan pertambahan jumlah daun dilakukan dalam selang waktu dua minggu selama 8 MSA. Pertambahan jumlah daun dihitung dengan cara menghitung jumlah daun yang terbentuk pada saat aklimatisasi.

3. Pertambahan panjang daun

Pengamatan diakukan pada saat aklimatisasi selama 1 MSA - 8 MSA dalam selang waktu dua minggu. Pertambahan panjang daun dihitung dengan cara menghitung daun terpanjang dalam satuan cm.

4. Pertambahan lebar daun

Pengamatan diakukan pada saat aklimatisasi selama 1 MSA - 8 MSA dalam selang waktu dua minggu. Pertambahan lebar daun dihitung dengan cara menghitung daun terlebar dalam satuan cm.

5. Pertambahan jumlah akar

Pengamatan pertambahan jumlah akar dilakukan pada saat 0 MSA dan 8 MSA. Pertambahan jumlah akar dihitung dengan cara menghitung jumlah akar yang terbentuk pada saat aklimatisasi.

6. Pertambahan panjang akar

(24)

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan 1: Pengaruh Komposi Media terhadap Pertumbuhan Clump PLBs

Persentase Clump PLBs yang Hidup

Persentase kontaminasi pada percobaan adalah sebesar 4.76%. Kontaminasi disebabkan oleh cendawan (Gambar 1). Kontaminasi diduga disebabkan oleh kondisi ruang kultur yang kurang steril dan pencucian botol yang kurang sempurna. Menurut Yusnita (2012), kontaminasi mikroorganisme dari satu botol kultur mudah menular ke botol kultur lain pada saat pemindahan tanaman ke media baru atau subkultur.

Perubahan warna pada clump PLBs dalam berbagai komposisi media perlakuan berbeda-beda, yakni warna hijau, kuning, cokelat dan bahkan ada yang tampak berwarna putih. Gejala pencokelatan atau berwarna putih pada clump PLBs terjadi pada saat 4 MST (Gambar 1). Gejala pencoklatan diduga terjadi adanya senyawa fenol yang teroksidasi pada perlukaan saat pemisahan clump PLBs yang akan dimasukkan ke media perlakuan (Raynalta 2013). Menurut Ling et al. (2007) PLBs sangat sensitif terhadap perlukaan secara fisik, karena dapat mengarah pada terjadinya oksidasi fenol dan pencoklatan jaringan. Media yang menggunakan penambahan kitosan 5 ppm banyak menunjukkan gejala pencoklatan dan berwarna putih pada clump PLBs, perubahan warna tersebut menyebabkan kematian pada clump PLBs. Hasil penelitian Dewanty (2011) menunjukkan bahwa perlakuan kitosan berpengaruh terhadap jumlah dan warna PLBs anggrek Phalaenopsis sp L., pada konsentrasi kitosan 15 ppm jumlah dan warna PLBs relatif lebih baik dibandingkan perlakuan 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm.

Gambar 1 (A) Kontaminasi yang disebabkan oleh cendawan, (B) Gejala pencoklatan pada clump PLBs pada 4 MST, (C) Clump PLBs tampak berwarna putih pada 4 MST

Rata-rata jumlah clump PLBs yang hidup tertinggi (Gambar 2) terdapat pada perlakuan MS 1/2 dan pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) yakni sebesar 2.87, sedangkan rata-rata jumlah clump PLBs yang hidup terendah terdapat pada perlakuan MS1/2 + kitosan 5 ppm yakni sebesar 1.67. Berdasarkan nilai standar error yang diperoleh MS 1/2 dan pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) dengan penambahan kitosan 5 ppm berbeda nyata dengan media tanpa penambahan kitosan 5 ppm.

(25)

13

Gambar 2 Rata-rata jumlah clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13 yang hidup pada berbagai komposisi media pertumbuhan

Pertambahan Jumlah Daun

Pertambahan jumlah daun dihitung ketika daun mulai muncul pada PLBs. Perlakuan komposisi media hanya berpengaruh nyata pada 2 MST, sedangkan pada 4 hingga 8 MST perlakuan komposisi media tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun (Tabel 1). Hasil analisis statistik menunjukkan hanya media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) yang menghasilkan pertambahan jumlah daun tertinggi yakni 1.22 daun saat 2 MST (Tabel 1). Media selain pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) belum menunjukkan pertambahan jumlah daun saat 2 MST, semua perlakuan media sudah mulai menunjukkan pertambahan jumlah daun saat 4 MST

Tabel 1 Rata-rata pertambahan jumlah daun per botol kultur (3 clump PLBs) pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13

(26)

14

Hasil penelitian Andini (2013) media Hyponex (2 g L-1) + air kelapa 15% menghasilkan pertambahan jumlah daun tertinggi (4.0) pada anggrek Phalaenopsisi hibrida, diduga karena pupuk lengkap Hyponex mengandung 20% N, sedangkan pada media MS ½ + air kelapa 15% hanya menghasilkan pertambahan jumlah daun sebesar 1.9 saat 12 MST.

Pertambahan Jumlah Akar

Akar mulai terbentuk pada saat 4 MST pada media MS1/2 dan pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1), sedangkan kedua media tersebut dengan penambahan kitosan 5 ppm baru terbentuk akar ketika 6 MST (Tabel 2).

Tabel 2 Rata-rata pertambahan jumlah akar per botol kultur (3 clump PLBs) pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13

a

Semua perlakuan komposisi media ditambahkan air kelapa 15%, tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5 %, T = hasil transformasi log (x+10), KK = Koefisien Keragaman, MST = Minggu Setelah Tanam.

Semua perlakuan komposisi media yang digunakan membentuk akar dari PLBs yang hidup. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan berbagai komposisi media tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah akar saat 4 hingga 8 MST (Tabel 2). Rata-rata pertambahan akar dalam berbagai komposisi media berkisar 0.53-1.58.

Pertambahan Jumlah PLBs

Protocorm Like Bodies (PLBs) merupakan protokorm sekunder yang terbentuk dari protokorm awal hasil perkecambahan biji anggrek (Gambar 3). PLBs akan banyak membentuk planlet apabila komposisi media yang diberikan sesuai untuk regenerasi PLBs menjadi planlet. PLBs pada media yang ditambahkan kitosan 5 ppm sebagian besar mengalami fenolik (Gambar 3) dan toksik akibat penambahan konsentrasi kitosan yang terlalu tinggi sehingga tidak sesuai dengan pertumbuhan PLBs, namun ada beberapa PLBs yang berwarna kuning. Hal ini menunjukkan adanya pertumbuhan pada beberapa PLBs. Menurut Nge et al. (2006) protokorm pada media yang ditambahkan 5 dan 10 ppm fungal chitosan tidak membentuk planlet selama 12 MST. Pencokelatan (browning) menyebabkan tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan,

(27)

15

tanda adanya kemunduran fisiologis pada eksplan dan dapat menyebabkan kematian pada eksplan (Yuliarti 2010).

Tabel 3 Rata-rata pertambahan jumlah PLBs per botol kultur (3 clump PLBs) pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13

a PLBs yang berwarna cokla saat 6 MST

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan media berpengaruh nyata pada saat 2 MST dan 6 MST (Tabel 3) terhadap pertambahan jumlah PLBs. Media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) berpengaruh nyata dapat

(28)

16

Gambar 4 Planlet pada media media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1)

Tabel 4 Rata-rata pertambahan jumlah planlet per botol kultur (3 clump PLBs) pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13

a

Semua perlakuan komposisi media ditambahkan air kelapa 15%, tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5 %, (*) = berbeda nyata pada taraf 5%, T = hasil transformasi log (x+10), KK = Koefisien Keragaman, MST = Minggu Setelah Tanam. Angka-angka yang disertai huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan's Multiple Range Test (DMRT ) pada Probability (P<5%).

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan komposisi media berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah planlet saat 8 MST (Tabel 4). Media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) berpengaruh nyata menghasilkan pertambahan jumlah planlet tertinggi dibandingkan perlakuan komposisi media lainnya, namun tidak berbeda nyata dengan media MS1/2 dan pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm saat 8 MST pada pertambahan jumlah planlet. Hasil penelitian Park et al. (2001), komposisi formulasi media Hyponex (1 g L-1 6.5N- 4.5P – 19N + 1 g L-1 20N-20P – 20K + 2 g L-1 peptone +0.05% arang aktif + 30 g L-1 gula) menghasilkan planlet yang berasal dari PLBs dalam 6 minggu.

Pertambahan Diameter Clump PLBs

Pertambahan diameter clump PLBs menunjukkan adanya pertumbuhan PLBs pada perlakuan media yang diberikan. Hasil analisis statistik menujukkan bahwa media berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter clump PLBs pada

Perlakuana

Rata-rata pertambahan jumlah planlet MST

2 4 6 8

MS ½ 0.00 1.11 0.89 0.61ab

Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) 0.00 0.22 2.78 1.20a

MS ½ + kitosan 5 ppm 0.00 0.00 0.83 0.67ab

Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1)

+ kitosan 5 ppm 0.00 0.00 0.07 0.00b

Uji F - tn tn *

(29)

17

2, 6 dan 8 MST (Tabel 5). Perlakuan komposisi media dasar tanpa penambahan kitosan 5 ppm, menunjukkan rata-rata pertambahan diameter lebih tinggi dibandingkan dengan media perlakuan lainnya saat 2, 6 dan 8 MST.

Gambar 5 (A) Clump PLBs pada media MS1/2, (B) Clump PLBs pada media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1), (C) Clump PLBs pada media MS1/2 + kitosan 5 ppm , (D) ClumpPLBs pada media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm

Tabel 5 Rata-rata pertambahan diameter clump PLBs per botol kultur (3 clump PLBs) pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13

a

Semua perlakuan komposisi media ditambahkan air kelapa 15%, tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5 %, (*) = berbeda nyata pada taraf 5%, T = hasil transformasi log (x+10), KK = Koefisien Keragaman, MST = Minggu Setelah Tanam. Angka-angka yang disertai huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan's Multiple Range Test (DMRT ) pada Probability (P<5%).

Berdasarkan analisis statistik, perlakuan komposisi media MS1/2 dan media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) berpengaruh nyata dapat meningkatkan pertambahan diameter clump PLBs pada 2, 6 dan 8 MST, sedangkan dengan penambahan kitosan 5 ppm pada kedua media tersebut tidak menunjukkan pengaruh lebih baik terhadap pertambahan diameter clump PLBs (Gambar 5). Penambahan kitosan 5 ppm pada media dasar MS1/2 dan maupun pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) menghambat pertumbuhan clump PLBs, hal tersebut diduga karena kitosan 5 ppm yang diberikan terlalu tinggi sehingga menghambat pertumbuhan clump PLBs. Menurut Dewanty (2011), kitosan dalam konsentrasi tertentu dapat merangsang pertumbuhan dan

Perlakuana

Rata-rata pertambahan diameter clump PLBs (cm)

MST

2 4 6 8

MS ½ 0.13a 0.01 0.25a 0.20a

Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) 0.06ab 0.10 0.17ab 0.19a

MS ½ + kitosan 5 ppm 0.03b 0.03 0.01 c 0.02b

Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1)

+ kitosan 5 ppm 0.04b 0.05 0.07bc 0.04b

Uji F * tn * *

KK (%) 0.29T 0.41T 0.41T 0.30T

(30)

18

perbanyakan PLBs, namun apabila kitosan ditambahkan melebihi konsentrasi tertentu dapat menghambat pertumbuhan dan perbanyakan anggrek.

Percobaan 2: Pengaruh Komposisi Media terhadap Pertumbuhan Planlet

Pertambahan Jumlah Daun dan Akar

Planlet merupakan tanaman kecil yang memiliki daun dan akar yang sempurna. Eksplan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah planlet E01 yang belum siap untuk diaklimatisasi. Planlet yang digunakan merupakan planlet E01 yang steril, kemudian planlet dipindahkan atau disubkultur pada media perlakuan.

Tabel 6 Rata-rata pertambahan jumlah daun dan akar per botol kultur (5 planlet) pada dua perlakuan komposisi media menggunakan eksplan planlet populasi hibrida Phalaenopsis E01

Perlakuana

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

Daun Akar Daun Akar Daun Akar Daun Akar

Pupuk lengkap (N:P:K =

20:20:20) (2 g L-1) 1.33 1.33 2.00 5.67 3.00 0.67 2.67 0.67

Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm

2.67 0.67 3.00 2.67 4.67 2.67 2.67 3.67

Uji t tn tn tn tn tn tn tn tn

a

Semua perlakuan komposisi media ditambahkan ekstrak kentang (50 g L-1), ekstrak pisang ambon (50 g L-1) dan arang aktif (2 g L-1), tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5 %, MST = Minggu Setelah Tanam.

Hasil analisis statistik uji t student menunjukkan bahwa perlakuan komposisi media tidak berbeda nyata terhadap pertambahan jumlah daun dan akar (Tabel 6) pada planlet E01. Menurut Pornpienpakdee (2010), hanya duaperlakuan kitosan yang tidak berpengaruh pada pertambahan akar Dendrobium hibrida dibandingkan kontrol, yaitu pada polymeric chitosan 70% dan 80 % (10 mg L-1). Hasil penelitian Zasari (2010) formulasi media dasar pembesaran (1/2 MS atau Growmore) yang digunakan, hanya berpengaruh pada tinggi tanaman tidak perpengaruh terhadap jumlah daun pada Dendrobium hibrida.

Aklimatisasi

Pertambahan Jumlah, Panjang dan Lebar Daun

(31)

19

komposisi media tidak berbeda nyata pada pertambahan jumlah daun (Tabel 7) dan panjang daun (Tabel 8) saat aklimatisasi. Perlakuan komposisi media berpengaruh nyata hanya pada rata-rata pertambahan lebar daun (Tabel 8).

Gambar 6 (A) Keragaan planlet E01 saat 8 MST, (B) Tanaman hasil aklimatisasi, (C) Tanaman yang berasal dari media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1), (D) Tanaman yang berasal dari media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm

Tabel 7 Rata-rata pertambahan jumlah daun pada tahap aklimatisasi dari planlet populasi hibrida Phalaenopsis E01

a

Semua perlakuan komposisi media ditambahkan ekstrak kentang (50 g L-1), ekstrak pisang ambon (50 g L-1) dan arang aktif (2 g L-1), tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5 %, MST = Minggu Setelah Tanam. Data diperoleh dari 12 tanaman anggrek hibrida Phalaenopsis E01 pada masing-masing perlakuan komposisi media.

Perlakuana

Rata-rata pertambahan jumlah daun

MST

2 4 6 8

Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) 0.25 0.00 0.17 0.25

Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) +

kitosan 5 ppm 0.25 0.25 0.00 0.25

Uji t tn tn tn tn

A B

(32)

20

Tabel 8 Rata-rata pertambahan panjang dan lebar daun (cm) pada tahap aklimatisasi dari planlet populasi hibrida Phalaenopsis E01

Perlakuana

Semua perlakuan komposisi media ditambahkan ekstrak kentang (50 g L-1), ekstrak pisang ambon (50 g L-1) dan arang aktif (2 g L-1), PD = Panjang Daun, LD = Lebar Daun, tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5 %, (*) = berbeda nyata pada taraf 5%, MST = Minggu Setelah Tanam. Data diperoleh dari 12 tanaman anggrek hibrida Phalaenopsis E01 pada masing-masing perlakuan komposisi media.

Hasil analisis statistik menunjukkan lebar daun berbeda nyata pada 2 MST dan 8 MST (Tabel 8), dimana media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) memilki rata-rata pertambahan lebar daun nyata lebih tinggi dibandingkan media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm (Tabel 8). Hasil penelitian Sulistiana dan Sukma (2014), perlakuan kitosan dan asam salisilat tidak berpengaruh nyata pada lebar daun terbesar Phalaenopsis amabilis.

Persentase Tanaman yang Hidup, Pertambahan Jumlah dan Panjang Akar

Planlet yang berasal dari media tanpa kitosan 5 ppm maupun media yang menggunakan kitosan 5 ppm memiliki persentase tanaman hidup yang tinggi yaitu 92.31% dan 92.86% (Tabel 9). Hasil penelitian Raynalta (2013), penambahan kitosan 5 ppm dan air kelapa 15 % pada media MS1/2 menghasilkan planlet hidup tertinggi pada tahap aklimatisasi, yakni 100%. Menurut Uthairatanakij et al. (2007), kitosan dapat menurunkan tingkat keparahan penyakit pada anggrek, mungkin dengan meningkatkan aktifitas dari PAL ( phenylalanine ammonia-lyase) dan PPO (polyphenol oxidase), lignifikasi dihasilkan dari meningkatnya aktifitas senyawa fenolik dan induksi metabolit sekunder dan SAR (systemic acquired resistance).

Akar merupakan salah satu organ penting pada anggrek Phalaenopsis, karena anggrek Phalaenopsis bersifat epifit dimana akar dapat menyerap nutrisi dari udara. Anggrek dapat menyerap urea dalam jumlah banyak melalui akar secara langsung tanpa melalui proses hidrolisis sebelumnya pada permukaan akar (Trepanier et al. 2009). Jumlah akar dan panjang akar pada tahap aklimatisasi merupakan jumlah akar dan panjang akar pada saat 8 MST dikurangi dengan jumlah akar dan panjang akar pada saat 0 MST.

(33)

21

Tabel 9 Persentase planlet yang hidup serta pertambahan jumlah dan panjang akar (cm) pada tahap aklimatisasi dari planlet populasi persilangan Phalaenopsis E01

Perlakuana

8 MST 4 MST

% h/t JA PA

Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) 92.31 (12/13) 1.67 0.34

Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) +

kitosan 5 ppm 92.86 (52/56) 1.17 0.46

Uji t - - tn tn

a

Semua perlakuan komposisi media ditambahkan ekstrak kentang (50 g L-1), ekstrak pisang ambon (50 g L-1) dan arang aktif (2 g L-1), h/t = hidup/total, JA = Jumlah Akar, PA = Panjang Akar tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5 %, MST = Minggu Setelah Tanam.Data diperoleh dari 12 tanaman anggrek hibrida Phalaenopsis E01 pada masing-masing perlakuan komposisi media.

Berdasarkan hasil analisis statistik, pada tahap aklimatisasi perlakuan dua komposisi media tanpa atau dengan penambahan kitosan 5 ppm pada media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) tidak berbeda nyata terhadap rata-rata pertambahan jumlah dan panjang akar tanaman saat 8 MST (Tabel 9). Menurut Raynalta (2013), media MS ½ + air kelapa 15% + kitosan 5 ppm memiliki panjang akar terpanjang (4.13 cm) , sedangkan terendah diperoleh pada komposisi media dasar Hyponex 2 g L-1 (1.33 cm).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penambahan hanya menggunakan air kelapa 15% tanpa kitosan 5 ppm pada media dasar MS1/2 dan pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) sudah efektif dalam pertumbuhan dan multiplikasi clump PLBs Phalaenopsis hibrida. Kitosan sebesar 5 ppm tidak mendorong pertumbuhan PLBs dan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida. Media dasar pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) dapat digunakan sebagai media alternatif media Murashige dan Skoog (MS), karena media tersebut dapat meningkatkan pertambahan jumlah daun, PLBs dan planlet lebih tinggi dibandingkan media MS1/2.

Saran

(34)

22

DAFTAR PUSTAKA

Andiani Y. 2008. Usaha Pembibitan Anggrek dalam Botol (Tehnik In Vitro).Yogyakarta (ID): Pustaka Baru Press.

Andini N. 2013. Pertumbuhan Protocorm Like Bodies (PLBs) dua populasi hasil persilangan anggrek Phalaenopsis pada beberapa komposisi media [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Dewanty R. 2011. Aplikasi penggunaan chitosan terhadap pembentukan

Protocorm Like Body (PLB) pada anggrek Phalaenopsis sp L. [skripsi].

Jember (ID) : Universitas Jember.

Dwiatmini K. 2002. Analisis pengelompokan dan hubungan kekerabatan spesies anggrek Phalaenopsis berdasarkan kunci determinasi dan marka RAPD [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gunawan LW. 2006. Budidaya Anggrek. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Hawab HM. 2006. Toksisitas dan kendala penggunaan kitin dan kitosan pada bahan makanan dan makanan. Di dalam: Santoso J, Trilaksani W, Nurhayati T, Suseno SH, editor. Prospek Produksi dan Aplikasi Kitin-Kitosan sebagai Bahan Alami dalam Membangun Kesehatan Masyarakat dan Menjamin Keamanan Produk. Seminar Nasional Kitin-Kitosan 2006. 2006 Maret 16; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 65-73.

Iswanto H. 2002. Petunjuk Perawatan Anggrek. Jakarta (ID) : AgroMedia Pustaka.

Kartohadiprodjo NS, Prabowo G. 2009. Asiknya Memelihara Anggrek. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka.

Khoddamzadeh AA, Sinniah UR, Kadir MA, Kadzimin SB, Mahmood M, Sreeramanan S. 2011. In vitro induction and proliferation of protocorm-like bodies (PLBs) from leaf segments of Phalaenopsis bellina (Rchb.f.) Christenson. Plant Growt Regul. 65: 381-387.doi : 10.1007/s10725-011-9611-0.

Kishi F, Takagi K. 1997. Efficient method for the preservation and regeneration of orchid protocorm-like bodies. Scientia Horticulture. 68:149-156.

Krisantini, Tjia BO. 2011. Panduan Penggunaan dan Aplikasi Zat Pengatur

Tumbuh pada Tanaman Hias. Jakarta (ID): PT Panca Jaya.

Ling ACK, Yap CP, Mohd. Shaib J, Vilasini P. 2007. Induction and morphogenesis of Phalaenopsis callus. J. Trop. Agric and Fd. Sc. 35(1): 147-152.

Mattjik NA. 2010. Budidaya Bunga Potong & Tanaman Hias. Purwito A, editor. Bogor (ID): IPB Press.

Nge KL, Nwe N, Chandrkrachang S, Stevens WF. 2006. Chitosan as agrowth stimulator in orchid tissue culture. Plant Science. 170: 1185-1190.

(35)

23

Ramdan. 2011. Kultur daun dan pangkal batang in vitro anggrek bulan raksasa (Phalaenopsis gigantea J.J.Smith) pada beberapa media kultur jaringan [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Raynalta E. 2013. Pengaruh komposisi media dalam pertumbuhan protocorm like bodies, planlet, dan aklimitasi Phalaenopsis amabilis [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Rindangdwiyani. 2012. Respon pertumbuhan bibit anggrek Dendrodium sp. Pada saat aklimatisasi terhadap beragam frekuensi pemberian pupuk daun. Jurnal Agrotrop. 2(2): 171-175.

Rukmana R. 2000.Budi Daya Anggrek Bulan.Yogyakarta (ID): Kanisius.

Santoso U, Nursandi F. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Malang (ID): UMM Press.

Sulistiana E, Sukma D. 2014. Pertumbuhan anggrek Phalaenopsis amabilis pada perlakuan chitosan dan asam salisilat. Bul. Agrohorti.2(1):75-85.

Suptijah P. 2006. Deskripsi karakteristik fungsional dan aplikasi kitin kitosan. Di dalam: Santoso J, Trilaksani W, Nurhayati T, Suseno SH, editor. Prospek Produksi dan Aplikasi Kitin-Kitosan sebagai Bahan Alami dalam Membangun Kesehatan Masyarakat dan Menjamin Keamanan Produk. Seminar Nasional Kitin-Kitosan 2006. 2006 Maret 16; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 14-24.

Sutiyoso Y, Sarwono B. 2007. Merawat Anggrek. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Trepanier M, Lamy MP, Dansereau B. 2009. Phalaenopsis can absorb urea

directly through their roots. Plant Soil. 319:95-100.doi 10.1007/s11104-008-9853-5.

Uthairatanakij A, Teixeira JA, Obsuwan K. 2007. Chitosan for improving orchid production and quality. Orchid Science and Biotechbology. 1(1):1-5. Wahyono D, Sjahriza TWA, Sugita P. 2009. Kitosan Sumber Biomaterial Masa

Depan. Bogor (ID): IPB Press.

Widiarsih S, Dwimahyani I. 2013. Aplikasi iradiasi gamma untuk pemuliaan mutasi . Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis Bl.) Umur Genjah. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 9(1):59-66

Yuliarti N. 2010. Kultur Jaringan Skala Rumah Tangga. Yogyakarta (ID): Lily Publisher.

Yusnita. 2012. Pemuliaan Tanaman untuk Menghasilkan Anggrek Hibrida Unggul. Lampung (ID): Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

Yusnita, Handayani Y. 2011. Pengecambahan biji dan pertumbuhan seedling Phalaenopsis hibrida in vitro pada dua media dasar dengan atau tanpa arang aktif. Jurnal Agrotropika. 16(2): 70-75.

Yuwono T. 2012. Boteknologi Pertanian.Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

(36)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Muhammad Thamrin dan Ibunda Chatimatun Nisa. Penulis dilahirkan di Banjarbaru pada tanggal 13 Oktober 1992. Penulis adalah putri ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari MA PPMI Assalaam Sukoharjo dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 2   Rata-rata jumlah clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13 yang
Tabel 2   Rata-rata pertambahan jumlah akar per botol kultur (3 clump PLBs) pada
Gambar 4  Planlet pada media media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1)
Gambar 5  (A) Clump PLBs pada media MS1/2, (B) Clump PLBs pada media
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis statistik pada 2 MST menunjukkan bahwa persentase PLB hidup pada perlakuan media KC 80% sangat nyata lebih tinggi dari media NPK (18:18:18+EDTA)

Analisis ragam pengaruh media dasar dengan atau tanpa pepton terhadap jumlah akar pada percobaan pertumbuhan seedling anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro ……….... 82 82 83 83

Topik yang saya pilih adalah kultur jaringan anggrek dengan judul penelitian Pengaruh Perlakuan Kolkisin pada Bunga Pasca Penyerbukan dan Planlet In Vitro untuk

Anggrek Dendrobium hibrida berumur 8 MSP menunjukkan bahwa (1) Pemberian 2 gr/l pepton dalam media MS (Murashige and Skoog) dan ekstrak tomat 200 gr/l tanpa air kelapa,

yang berjudul “ Kultur Daun Dan Pangkal Batang In Vitro Anggrek Bulan Raksasa ( Phalaenopsis gigantea J.J.Smith) pada Beberapa Media Kultur Jaringan ”.. Pada

Handout ini dibuat dengan tujuan memberikan informasi terkait pengaruh pemberian berbagai konsentrasi hormon auksin pada media kultur jaringan anggrek terhadap pertumbuhan

Jika mempertimbangkan aspek kepraktisan dan ekonomi, hasil penelitian ini menyarankan bahwa untuk tahapan pertumbuhan dan multiplikasi plbs, media yang paling

Berdasarkan hasil penelitian, maka disimpulkan: Pertumbuhan anggrek Vanda lebih sesuai pada komposisi media VW yang ditambahkan 2 ppm giberelin dan 250 mL air kelapa