REPRESENTASI BUDAYA JAWA DALAM FILMAnalisis Isi Unsurunsur
Budaya Jawa dalam Film KUNTILANAK
Oleh: Tri Andriyanto ( 03220103 )
Dept. of Communication science Dibuat: 20080409 , dengan 3 file(s).
Keywords: Budaya Jawa, Film, Analisis Isi
Genre film horor adalah jenis film yang basicnya “nothing is over” (tidak pernah berakhir. Salah satu film yang termasuk dalam genre film horor adalah film KUNTILANAK. Hampir semua dari masyarakat kita, khususnya remaja pernah menyimak dan menonton film KUNTILANAK tersebut. Sungguhpun demikian, bahwa film KUNTILANAK sebenarnya mencoba
menghadirkan alur cerita yang diadobsi dari mitos Kuntilanak dalam masyarakat Jawa. Hal itu adalah sebagai sebuah bentuk representasi budaya Jawa dalam film KUNTILANAK. Untuk itu, perlu adanya langkah kongret untuk menguji serta mengungkap realitas budaya Jawa yang ada di dalam film KUNTILANAK.
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang muncul adalah apa saja unsurunsur budaya Jawa yang muncul dalam film KUNTILANAK. Seirama dengan itu, langkah konkret yang dilakukan sebagai tujuan penelitian adalah mendeskripsikan unsurunsur budaya Jawa yang muncul dalam film KUNTILANAK.
Penelitian ini tergolong ke dalam tipe penelitian yang bersifat deskriptif kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi. Rancangan analisis isi sengaja dibuat untuk menghasilkan penghitungan yang objektif, dan terukur atas pesan yang nyata (manifest content of messages). Oleh karena itu, analisis isi dalam penelitian ini termasuk metode analisis yang menganalisis tatanan pertandaan yang bersifat denotatif. Ruang lingkupnya adalah film KUNTILANAK, satuan ukurnya adalah kemunculan scene yang mengandung unsurunsur budaya Jawa, sedangkan untuk satuan analisisnya adalah pesan yang mengandung unsur budaya Jawa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemunculan unsur–unsur budaya Jawa dalam film KUNTILANAK adalah Pakaian khas Jawa sebanyak 5 kali (6,5%), Bahasa Jawa sebanyak 15 kali (19,7%), Kesenian Jawa sebanyak 29 kali (38,1%), Sistem religi masyarakat Jawa sebesar 27 kali (35,5%). Pada dasarnya kemunculan sosok kuntilanak yang ada di dalam film
KUNTILANAK sesungguhnya tidak pernah ada dalam budaya Jawa. Dengan kata lain,
kemunculan unsurunsur budaya Jawa dalam film KUNTILANAK tersebut terlalu dipaksakan. Penelitian ini jauh dari kata sempurna. Maka, disarankan kepada setiap mahasiswa hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang kerja analisis isi, karena analisis isi dianggap obyektif baik secara metodologis atau teori dalam rangka menambah khasanah keilmuan tentang studi
Basic genre film horror is “nothing is over”, such as is film KUNTILANAK. one of all people know about that’s film, specialy teneger ever watching that film. Truelly, film KUNTILANAK to try improvisation story of Kuntilanak from Java culture. That is can be called as representation of Java culture. Looking for reality, needs some research to take the trully reality on the Java culture on the film KUNTILANAK.
Take the basic this research, so the problem want to research is what is unsureunsure Java culture on the film KUNTILANAK, and than the writers distination of this research is to know all about unsureunsure Java culture on the film KUNTILANAK as the congcreat steps.
This research as the description kunatitatif research. Method of research is contents analysis. The step contents analysis make it to objective account, measure of manifest content of message. So, content anlysis is one of the analysis methods an analysis denotative system of manifest sign. Research focus is film KUNTILANAK, one account is scene are bring indicator of unsure Java culture and than one analysis is message on the film KUNTILANAK.
Producing research over unsur of Java culture on the film KUNTILANAK in costume of Java category is 5 else (6,5%), Java lenguage is 15 else (19,7%), Java artistic is 29 is (38,1%), and than religion system on the people of Java is 27 else (35,5%). Conglusion, many of produce this research never live on the truelly Java culture. Synonim of that statement is many unsure Java culture being not reality but a manipulation of film director.