• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Fumed Silica dan Pengenceran terhadap Kadar Protein Lateks

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Fumed Silica dan Pengenceran terhadap Kadar Protein Lateks"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN

FUMED SILICA

DAN PENGENCERAN

TERHADAP KADAR PROTEIN LATEKS

MOHAMMAD MAKKI FEBRIANTO F34102037

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGARUH PENAMBAHAN

FUMED SILICA

DAN PENGENCERAN

TERHADAP KADAR PROTEIN LATEKS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

MOHAMMAD MAKKI FEBRIANTO F34102037

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH PENAMBAHAN

FUMED SILICA

DAN PENGENCERAN

TERHADAP KADAR PROTEIN LATEKS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

MOHAMMAD MAKKI FEBRIANTO F34102037

Dilahirkan pada tanggal 8 Februari 1984 di Malang, Jawa Timur

Tanggal lulus:12 Maret 2007

Menyetujui, Bogor,12 Maret 2007

Dr. Ir. Illah Sailah, MS. Ir. Dadang Suparto, MS.

(4)

Mohammad Makki Febrianto. F34102037. Pengaruh Penambahan Fumed silica dan Pengenceran Terhadap Kadar Protein Lateks. Di bawah bimbingan Illah Sailah dan Dadang Suparto. 2007

RINGKASAN

Mulai akhir tahun 1980-an muncul kasus alergi akibat penggunaan barang jadi lateks. Permasalahan ini mendapatkan perhatian yang cukup serius dari dunia industri lateks. Lateks karet alam mengandung sekitar 2 persen protein yang sebagian diantaranya merupakan alergen berbahaya bagi individu tertentu. Hingga saat ini sudah banyak teknologi yang dihasilkan untuk mengatasi permasalahan alergi barang jadi lateks tersebut melalui penurunan protein lateks.

Fumed silica diduga dapat digunakan untuk menurunkan kadar protein lateks. Menurut Anand dan Morris (1997) penggunaan fumed silica hingga 1,5 persen (b/b) dapat mengurangi protein dan meningkatkan ketahanan sobek vulkanisat lateksnya. Amdur (1999) juga menyebutkan bahwa pada penggunaan

fumed silica hingga 5 persen (b/b) dapat menurunkan protein film lateks. Dilaporkan pula oleh Thiangchanya et al. (2002) bahwa penambahan fumed silica hingga 3 bsk (bagian per seratus karet) bersama dengan 0,17 bsk ZnO pada lateks yang divulkanisasi secara radiasi dapat mengurangi protein larut air vulkanisat lateksnya hingga kurang dari 30 g/g.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fumed silica yang ditambahkan terhadap penurunan kadar protein lateks yang telah dipravulkanisasi. Selanjutnya ditentukan formula terbaik untuk lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan berdasarkan pengaruh konsentrasi fumed silica yang ditambahkan dan pengaruh pengenceran yang dilakukan. Lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan tersebut juga diharapkan mempunyai karakteristik yang lebih baik daripada lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM (Rubber Research Institute of Malaysia).

Fumed silica ditambahkan dalam lateks pravulkanisasi pada ragam konsentrasi 0, 1 dan 3 persen (b/b), selanjutnya dilakukan pengenceran pada masing-masing konsentrasi fumed silica hingga 30, 20 persen total padatan dan tanpa pengenceran (50 persen). Kadar protein dalam lateks yang ditentukan dengan pengujian kadar nitrogen menunjukkan adanya penurunan dan berada pada kisaran nilai 0,17-0,45 persen.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar nitrogen dipengaruhi secara nyata oleh pengenceran pada tingkat kepercayaan 95 persen, sedangkan

fumed silica tidak memberikan pengaruh terhadap kadar nitrogen lateks pravulkanisasi yang dihasilkan. Uji Tukey yang dilakukan memperlihatkan bahwa perlakuan tanpa pengenceran (50 persen TP) berbeda nyata jika dibandingkan dengan taraf pengenceran 30 dan 20 persen, namun taraf pengenceran 30 dan 20 persen tidak berbeda nyata.

Lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan mempunyai kualitas yang cukup baik dibandingkan dengan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan RRIM pada karakteristik kadar nitrogen dan waktu kemantapan mekanik, sedangkan kadar jumlah padatan dan kadar koagulumnya masih belum menyamai. Kombinasi perlakuan yang menghasilkan lateks berprotein rendah terbaik diperoleh dengan menambahkan fumed silica

(5)

Mohammad Makki Febrianto. F34102037. The Effect of Fumed silica Addition and Dilution To Proteins Content of Latex. Supervised by Illah Sailah and Dadang Suparto. 2007

SUMMARY

Since the end of 1980 s allergic reactions associated with the use of latex goods has been publicized. This problem recognized widespread and seriously by natural rubber (NR) latex industry. Fresh NR latex contains about 2 percent proteins which may cause allergic reactions for many people. Now, several methods have been suggested to reduce NR latex proteins in fresh latex or latex-based products.

The proteins content of latex reduced by fumed silica has been observed. Anand and Morris (1997) reported that adding fumed silica 1.5 percent (w) can reduce proteins and improve tear strength of latex film. From Amdur (1999) known that adding fumed silica 1-5 percent (w) reduced proteins in dipped latex. Also, Thiangchanya et al. (2002) that reported the film properties improvement and water-soluble protein content reduction of Radiation Vulcanized Natural Rubber Latex (RVNRL) by adding fumed silica at 1-3 percent (w) with and without ZnO.

The effect of fumed silica addition to pre-vulcanized latex for reducing proteins content has been investigated. Then the best low protein pre-vulcanized latex formula that produced by the concentration of fumed silica and dilution combinations determined. This low protein pre-vulcanized latex compared with Rubber Research Institute of Malaysia (RRIM) production and expected to be have competitive quality.

Fumed silica added to pre-vulcanized latex at various concentration, 0, 1 and 3 percent (w), then for each fumed silica concentration was diluted until 30 and 20 percent of total solids and no diluted (50 percent of TS). Then, continued with re-centrifuging. The proteins content assessment of pre-vulcanized latex determined by nitrogen content assay. The result shows decreased of proteins content and ranged from 0.17 to 0.45 percent.

Analysis of variants at 95 percents confidence result that the nitrogen content was significantly effected by diluting. The Tukey method shows that the average nitrogen contents in no diluted (50 percent TS) and 30 percent TS diluted was significantly different, also for no diluted and 20 percent TS diluted, but it was not significantly different in 30 and 20 percent TS diluted.

(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh PenambahanFumed silica dan Pengenceran Terhadap

Kadar Protein Lateks” adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 12 Maret 2007

(7)

RIWAYAT HIDUP

Mohammad Makki Febrianto dilahirkan di Malang pada tanggal 8 Februari 1984 sebagai anak pertama dari bapak Mohammad Syafii dan ibu Ki Ajarwati. Tahun 2002 lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Jember dan melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama kuliah penulis pernah menjadi staf Departemen Kesekretariatan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 2003-2004, staf Departemen Public Relation Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri pada tahun 2004-2005 dan di tahun yang sama dipercaya menjadi Pimpinan Redaksi Majalah MIND, serta menjadi asisten praktikum mata kuliah Penerapan Komputer dan Laboratorium Bioproses pada tahun 2005. Selain itu penulis juga mendapatkan beasiswa dari PT. Djarum Corporate dan menjadi anggota Beswan Djarum yang merupakan wadah bagi para penerima beasiswa pada tahun 2004-2006. Kegiatan praktek lapangan penulis dilaksanakan di Pabrik Gondorukem dan Terpentin Garahan, Jember untuk mempelajari teknologi proses produksi gondorukem.

Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Penambahan

Fumed silica dan Pengenceran Terhadap Kadar Protein Lateks” untuk

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul Pengaruh Penambahan Fumed silica dan Pengenceran Terhadap

Kadar Protein Lateks ini disusun melalui penelitian yang telah dilakukan di Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor.

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini antara lain, Dr. Ir. Illah Sailah, MS. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah senantiasa membimbing serta memberikan saran dan semangat kepada penulis selama ini, Ir. Dadang Suparto, MS. sebagai pembimbing penelitian atas arahan, bimbingan dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini, serta Drs. Chilwan Pandji, Apt. MSc. selaku dosen penguji yang telah bersedia untuk memberikan koreksi, kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan untuk para peneliti di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor, atas diskusi dan masukan untuk penulis, Bapak, Ibu dan adik-adikku, atas dukungan semangat dan kasih sayang, serta semua rekan di BPTK Bogor, sahabat-sahabat penelitian dan saudara-saudara TIN 39 atas semua semangat, bantuan dan kebersamaan selama ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisannya skripsi ini banyak terdapat kekurangan. Meskipun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Maret 2007

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR GAMBAR...ix

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN...xi

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Ruang Lingkup... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. LateksHevea brasiliensis... 3

B. Kestabilan Lateks ... 5

C. Lateks Pekat ... 6

D. Lateks Alam Berprotein Rendah... 7

E.Fumed silica... 8

F. Pengkomponan dan Pravulkanisasi Lateks ... 9

III. BAHAN DAN METODE... 13

A. Bahan dan Alat... 13

1. Bahan baku utama... 13

2. Bahan baku penunjang ... 13

3. Peralatan ... 13

B. Metode Penelitian... 14

1. Persiapan bahan kompon ... 14

2. Pengkomponan... 15

3. Pravulkanisasi... 16

4. Perlakuan penelitian: Penambahanfumed silica dan pengenceran ... 17

5. Pengukuran karakteristik kimia lateks pekat pravulkanisasi ... 18

(10)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 20

A. Karakteristik Bahan Baku ... 20

B. Pengujian Pravulkanisasi Lateks ... 22

C. Karakteristik Lateks Pravulkanisasi Berprotein rendah yang Dihasilkan ... 24

1. Kadar nitrogen ... 24

2. Kadar jumlah padatan (KJP) ... 28

3. Kadar alkalinitas... 31

4. Bilangan KOH ... 33

5. Waktu kemantapan mekanik (WKM) ... 35

6. Kadar koagulum... 36

7. Viskositas lateks ... 39

D. Penentuan Lateks Berprotein rendah Terbaik ... 41

E. Resume Pembahasan... 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 45

A. Kesimpulan ... 45

B. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA... 47

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Partikel karet... 4

Gambar 2. Struktur molekul 1,4 cis-poliisopren... 4

Gambar 3. Tahapan pembentukanfumed silica...8

Gambar 4. Partikelfumed silica... 9

Gambar 5. Pembentukan ikatan silang molekul karet dengan sulfur setelah vulkanisasi... 10

Gambar 6. Proses pembuatan dispersifumed silica... 14

Gambar 7. Proses pembuatan dispersi bahan kompon ... 15

Gambar 8. Diagram alir penelitian ... 19

Gambar 9. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasifumed silica dan pengenceran terhadap kadar nitrogen ... 24

Gambar 10. Rekaan ikatan hidrogen antara gugus silanol (Si-OH) fumed silica dan gugus amino (>N-H) protein ... 27

Gambar 11. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasifumed silica dan pengenceran terhadap kadar jumlah padatan ... 28

Gambar 12. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasifumed silica dan pengenceran terhadap kadar alkalinitas... 31

Gambar 13. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasifumed silica dan pengenceran terhadap bilangan KOH... 33

Gambar 14. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasifumed silica dan pengenceran terhadap kadar koagulum... 37

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi lateks alam segar ... 3

Tabel 2. Derajat katan silang berdasarkan uji kloroform ... 12

Tabel 3. Komposisi bahan kimia untuk pengkomponan lateks ... 14

Tabel 4. Formulasi pengkomponan lateks pekat (KKK = 57,14 persen)... 15

Tabel 5. Karakteristik bahan baku dan syarat kualitas lateks pekat ... 20

Tabel 6. Hasil uji kloroform ... 23

Tabel 7. Hasil pengukuran waktu kemantapan mekanik lateks ... 36

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Karakteristikfumed silica Cab-O-Sil tipe M-5 produksi Cabot

Corporation ... 50 Lampiran 2. Prosedur pengujian sampel lateks ... 51 Lampiran 3. Rekapitulasi hasil penelitian ... 58 Lampiran 4. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan

fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar nitrogen ... 59 Lampiran 5. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan

fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar jumlah

padatan ... 60 Lampiran 6. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan

fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar alkalinitas .. 61 Lampiran 7. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan

fumed silica dan pengenceran terhadap nilai bilangan KOH... 62 Lampiran 8. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan

fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar koagulum... 63 Lampiran 9. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan

fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar viskositas... 64 Lampiran 10. Karakteristik lateks pravulkanisasi berprotein rendah hasil

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak akhir tahun 1980-an kasus alergi akibat penggunaan barang jadi lateks menjadi permasalahan yang mendapatkan perhatian cukup serius dari dunia industri lateks. Berbagai penelitian dilakukan untuk menemukan penyebab reaksi alergi tersebut dan teknologi yang dapat digunakan untuk mengurangi protein, terutama protein alergen, yang terdapat dalam lateks maupun barang jadi lateks.

Protein yang terkandung dalam lateks menjadi penyebab utama permasalahan alergi terhadap barang jadi lateks ini. Blackley (1966) menyebutkan bahwa sebagai produk dari tanaman karet (Hevea brasiliensis), lateks mengandung senyawa karet maupun senyawa bukan karet. Senyawa bukan karet utama dalam lateks alam adalah protein yang berjumlah sekitar 2 persen. Kadar protein lateks sebenarnya telah mengalami banyak penurunan selama proses sentrifugasi pada pembuatan lateks pekat maupun produksi barang jadi lateks, namun residu protein yang tersisa ternyata masih berpotensi untuk menyebabkan reaksi alergi pada penggunanya.

Penurunan kadar protein lateks sangat perlu dilakukan, selain untuk alasan keamanan dan kesehatan penggunanya, nantinya lateks dengan kadar protein rendah akan meningkatkan daya saingnya di pasar. Berbagai cara telah ditemukan untuk mengurangi protein yang terdapat dalam lateks maupun barang jadi lateks, baik itu secara makanis, kimiawi, enzimatis atau iradiasi. Baru-baru ini penggunaanfumed silica sebagai bahan alternatif untuk permasalahan alergi lateks telah dicoba untuk dikembangkan.

(15)

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fumed silica

yang ditambahkan terhadap penurunan kadar protein dalam lateks. Tujuan selanjutnya adalah mencari formula terbaik untuk lateks pravulkanisasi berprotein rendah berdasarkan pengaruh konsentrasi fumed silica yang ditambahkan dan pengaruh pengenceran yang dilakukan. Lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang terbaik juga diharapkan mampu bersaing dengan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian yang dilaksanakan meliputi pencampuran antara lateks pekat yang telah dipravulkanisasi dengan ragam konsentrasi

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. LateksHevea brasiliensis

Lateks sebagai getah hasil penyadapan tanaman Hevea brasiliensis

menurut Dzikowicz (2003) merupakan suatu sistem koloid yang sangat kompleks, terdiri dari hidrokarbon karet, karbohidrat, protein, lipida, karotenoid, garam-garam mineral, enzim serta berbagai bahan lain. Dijelaskan pula oleh Blackley (1966) bahwa substansi polimer karet dan fraksi bukan karet tersebut stabil di dalam suatu medium cair (serum).

Dilihat secara fisik menurut Freundlich (1935), lateks Hevea brasiliensis berwarna putih susu hingga kuning pucat tergantung dari klon (varietas) tanamannya. Klon tanaman Hevea brasiliensis juga menentukan kadar karet dalam lateks yang dihasilkan.

Webster dan Baulkwill (1989) menyebutkan bahwa komposisi lateks alam segar mengandung 35,62 persen bahan karet mentah dan 59,62 persen serum. Secara lengkap komposisi lateks alam segar ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Disebutkan pula oleh Dawson dan Porritt (1935) bahwa lateks mempunyai rapat jenis sekitar 0,95-0,97 kg/m3, sedangkan rapat jenis serum 1,016-1,025 kg/m3 dan rapat jenis karet 0,901-0,914 kg/m3. Lateks segar memiliki kisaran nilai pH 6,5 -7,0.

Tabel 1. Komposisi lateks alam segar

Komponen Persentase (%)

Karet 35,62

Ekstrak aseton (lemak, lilin, resin) 1,65

Protein 2,03

Karbohidrat 0,34

Abu 0,70

Air 59,62

Sumber : Webster dan Baulkwill (1989)

Partikel-partikel karet dalam lateks diselubungi oleh protein dan lipid. Disebutkan oleh Blackley (1966) partikel karet berbentuk bulat dan ada juga

yang berbentuk seperti buah pear dengan diameter antara 0,5-3,0 µm dan

(17)

Gambar 1. Partikel karet (Blacley, 1966)

Archer (1969) mengatakan bahwa lateks jika disentrifugasi dengan kecepatan sekitar 18.000 putaran per menit akan terpisah menjadi empat fraksi utama. Pada lateks kebun dengan kadar karet kering 37 persen dan kadar jumlah padatan 40,5 persen mempunyai susunan (berurutan dari atas ke bawah) sebagai berikut,

1. Fraksi karet (37 persen) yang mengandung karet, protein, fosfolipid, sterol dan esternya, serta lemak dan resin,

2. Fraksi Frey Wyssling (5 persen) yang terdiri dari karotenoid dan lipid, 3. Fraksi serum (48 persen) yang terdiri dari air, inositol, karbohidrat,

protein, asam amino bebas, asam askorbat, asam organik lain, basa nitrogen, asam nukleat dan mononukleutida,

4. Fraksi dasar (15 persen) yang terdiri dari protein, fosfolipid dan sterol. Karet Hevea brasiliensis yang diperoleh dalam bentuk sistem koloid lateks merupakan suatu bentuk polimer yang terdapat di alam. Barron (1947) menjelaskan bahwa karet alam merupakan makromolekul yang tersusun atas monomer-monomer isoprena yang berikatan secara kepala ke ekor. Rantai poliisoprena tersebut membentuk konfigurasi cis serta tersusun sekitar 5.000 unit isoprena dengan berat molekul rata-rata 350.000.

Gambar 2. Struktur molekul 1,4 cis-poliisopren (Barron, 1947) karet

protein

fosfolipid

0,5-3,0µm

(18)

B. Kestabilan Lateks

Karet alam diperoleh dalam bentuk getah karet (lateks) melalui proses penyadapan Hevea brasiliensis. Southron (1969) mengatakan bahwa penyadapan pohon karet dilakukan dengan membuat pelukaan miring dari kiri atas ke kanan bawah dengan sudut 30° dengan kedalaman tertentu tanpa mencapai kambium. Sayatan yang terbentuk tersebut akan tegak lurus dengan pembuluh lateks yang berdiameter 30µm dan bersifat permeabel.

Sebagai salah satu bentuk sistem dispersi koloid alami partikel karet dalam serum, lateks mempunyai kestabilan yang cukup baik. Kestabilan lateks ini dapat terganggu secara alamiah dan berakibat partikel karet saling melekat kemudian menggumpal. Menurut Honggokusumo (1978), kemantapan koloid lateks ini ditentukan oleh tiga faktor, yaitu gerak Brown, muatan listrik dan lapisan hidrasi.

Protein yang melapisi partikel karet menjadi salah satu faktor yang menyebabkan lateks menjadi stabil. Sifat amfoter protein menyababkan protein pada partikel karet bermuatan listrik negatif di dalam lateks. Gaya tolak-menolak antarpartikel karet yang bermuatan sejenis ini menyebabkan lateks menjadi stabil.

Freundlich (1935) menyebutkan pH isoelektrik protein lateks kebun sekitar 4,5-4,8. Menurut Poedjiadi (1994) pH isoelektrik merupakan pH yang memberikan kondisi kedua gugus asam-asam amino pada protein membentuk ion yang bermuatan positif sekaligus juga bermuatan negatif atau dikatakan ion yang terbentuk tidak mempunyai muatan.

Suparto (2002) menyatakan molekul-molekul air dalam lateks saling berikatan membentuk lapisan yang menyelimuti partikel karet. Mantel air tersebut juga membuat sistem koloid lateks menjadi stabil. Mantel air lateks dapat rusak oleh adanya ion-ion logam yang terdapat dalam lateks.

Lateks dapat dipertahankan kestabilannya dengan menambahkan bahan pengawet. Bahan pengawet yang umum digunakan adalah amonia yang berfungsi sebagai bakterisida, peningkat pH dan pengikat logam. Bakterisida berfungsi menurunkan total mikroorganisme sehingga penurunan pH akibat peningkatan jumlah asam organik dapat tertekan. Goutara et al.

(19)

C. Lateks Pekat

Pada umumnya lateks alami Hevea brasiliensis diperdagangkan dalam bentuk lateks pekat. Lateks pekat merupakan hasil pemekatan dari lateks kebun dengan menggunakan metode tertentu sehingga dihasilkan lateks dengan kadar karet kering sekitar 60 persen. Stern (1955) menyebutkan lateks pekat dapat dibuat melalui metode pemusingan (centifuging) atau pendadihan (creaming). Pembuatan lateks pekat juga dapat dilakukan dengan metode penguapan (evaporation), penyaringan (filtration), dialisis bertekanan (pressure dialysis) dan elektrodekantasi ( electro-decantation), tetapi metode-metode ini hampir tidak digunakan lagi dalam industri pembuatan lateks pekat.

Mutu lateks pekat yang dihasilkan ditentukan berdasarkan spesifikasi dari ASTM atau SNI. Dalam dokumen Standar Nasional Indonesia (1992), lateks pekat diklasifikasikan menjadi empat jenis berdasarkan sistem pengawetan dan cara pemekatannya, yaitu:

- Lateks pekat pusingan amonia tinggi (High Ammonia Centrifuged) - Lateks pekat pusingan amonia rendah (Low Ammonia Centrifuged) - Lateks dadih amonia tinggi (High Ammonia Creamed)

- Lateks dadih amonia rendah (Low Ammonia Creamed)

Salah satu metode pemekatan lateks kebun yang paling umum digunakan adalah pemusingan (sentrifugasi). Menurut Blacley (1966) pada

pembuatan lateks pekat dengan metode ini, lateks kebun dilewatkan pada mesin pemusing (sentrifuse) dan diputar dengan laju putar sekitar 7.000 putaran per menit. Pemekatan lateks ini berlangsung sesuai hukum Stokes yang secara matematis dirumuskan sebagai berikut.

(20)

Lateks kebun yang dimasukkan ke dalam mesin pemusing akan mengalami gaya akibat putaran, yaitu gaya sentripetal dan gaya sentrifugal yang mengarah keluar. Gaya sentrifugal yang dialami lateks tersebut jauh lebih besar dibandingkan percepatan gravitasi bumi, sehingga akan terjadi pemisahan partikel karet dengan serum. Bagian serum yang mempunyai berat jenis lebih besar akan keluar sebagai lateks skim, sedangkan partikel karet akan keluar sebagai lateks pekat. Menurut Handoko (2002) lateks skim pada umumnya masih mengandung kadar karet kering antara 3-8 persen.

D. Lateks Alam Berprotein Rendah

Aplikasi lateks sebagai bahan jadi lateks seperti sarung tangan, selang infus, kondom, balon, dan sebagainya menghadapi masalah yang cukup serius dan memerlukan penanganan. Hal ini berkaitan dengan adanya protein alergen dalam lateks yang menyebabkan para pengguna barang jadi lateks tersebut mengalami alergi.

Menurut Hong et al. (1997) lateks pekat yang diturunkan kadar proteinnya hingga memiliki kadar nitrogen sekitar 0,05 persen atau tujuh kali lebih rendah dari lateks pekat asalnya dikatakan sebagai lateks alam berprotein rendah, sedangkan Alfa (2001) menyebutkan bahwa lateks berprotein rendah memiliki kadar nitrogen maksimal 0,08 persen. Klinpituksa

et al. (1999) menambahkan, lateks DPNR (Deproteinized Natural Rubber) jika dibandingkan dengan lateks pekat memiliki distribusi partikel yang sama, kadar abu, plastisitas dan kemampuan menyerap air yang rendah. Perbedaan lateks berprotein rendah dengan lateks pekat adalah pada karekteristik fisik barang jadi yang dihasilkan, yaitu kekuatan tarik yang lebih rendah.

(21)

Saat ini teknik penurunan protein yang paling umum digunakan adalah dengan menambahkan enzim proteolitik, seperti papain, bromelin maupun alkalase. Enzim proteolitik akan menghidrolisis protein yang terdapat pada partikel lateks sehingga menjadi molekul-molekul asam amino. Pada teknik ini dilakukan penambahan surfaktan untuk mempertahankan kestabilan lateks yang terganggu oleh hilangnya protein.

E.Fumed silica

Penggunaan fumed silica sebagai bahan yang ditambahkan dalam lateks untuk mengurangi proteinnya merupakan hal baru yang dilaporkan. Anand dan Morris (1997) menyatakan bahwa fumed silica dapat meningkatkan karakteristik fisik film lateks, serta dapat menjadi alternatif untuk masalah alergi lateks. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Amdur (1999) yang menggunakan fumed silica hingga 5 persen untuk menurunkan protein film lateks.

Fumed silica merupakan bentuk yang sangat murni dari senyawa silikon dioksida yang diperoleh dengan mereaksikan silikon tetraklorida ke dalam pijar api hidrogen-oksigen sehingga terbentuk partikel-partikel kecil silikon dioksida (Wen, 2000). Partikel-partikel kecil primer yang terbentuk dari molekul-molekul silikon dioksida yang bergabung pada kondisi pemijaran tersebut berukuran sekitar 10 nm. Pada kondisi pemijaran tersebut

partikel-partikel tersebut saling berikatan membentuk unit yang lebih besar, disebut sebagai agregat, berukuran 100-500 nm. Pada proses pendinginan agregat-agregat tersebut selanjutnya membentuk aglomerat yang mempunyai ukuran lebih besar sekitar 10-50 m (Wacker HDK, 2002). Proses pembentukan

fumed silica ini dapat diilustrasikan sebagai berikut.

Gambar 3. Tahapan pembentukanfumed silica (Cabot Corporation, 2000) partikel primer

agregat

aglomerat

(22)

Partikel fumed silica mempunyai permukaan kimia yang unik dan membentuk dua gugus kimia, yaitu gugus siloksan (Si-O-Si) dan gugus hidroksil (-OH), serta ikatan hidrogen gugus hidroksil. Sekitar 40 persen pada permukaan fumed silica terdapat gugus hidroksil. Hal ini menyebabkan permukaan fumed silica bersifat hidrofilik (Cabot Corporation, 2005). Berikut ini gambar permukaan partikelfumed silica.

Gambar 4. Partikelfumed silica (Cabot Corporation, 2005)

Dalam sistem cairan fumed silica cenderung membentuk ikatan hidrogen antaragregat maupun dengan medium pendispersinya. Jaringan antaragregat tersebut dapat meningkatkan viskositas sistem (Cabot Corporation, 2005). Menurut Raghavan (2000) dalam sistem fumed silica -pendispersi terdapat dua kemungkinan ikatan hidrogen yang terbentuk, yaitu ikatan hidrogen antarsilanol partikel fumed silica dan dengan molekul pendispersi. Pada cairan dengan kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang tinggi akan terbentuk lapisan pendispersi pada partikel fumed silica

sehingga menghasilkan sistem yang sol, sedangkan pada cairan dengan kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lemah partikel fumed silica

akan berinteraksi sesamanya sehingga terbentuk sistem yang gel.

F. Pengkomponan dan Pravulkanisasi Lateks

Hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan lateks dengan sifat fisik yang baik adalah proses pengkomponan. Pengkomponan merupakan istilah yang digunakan untuk proses pencampuran lateks dengan bahan-bahan kimia lain yang dapat membantu memperbaiki sifat-sifat fisik vulkanisat lateks. Handoko (2002) menjelaskan kompon merupakan campuran lateks (baik lateks karet alam maupun lateks sintetis) dengan bahan-bahan kimia yang komposisinya tertentu. Pengkomponan dilakukan dengan proses dan

Gugus Siloksan Ikatan Hidrogen

Gugus Hidroksil

Permukaan

(23)

formula tertentu untuk memperoleh hasil akhir suatu vulkanisat dengan sifat-sifat tertentu.

Bahan kimia kompon secara umum terdiri dari bahan pemvulkanisasi, pencepat, penggiat, pengisi, antioksidan, pewarna, aktif permukaan dan sebagainya. Menurut Handoko (2002) formula pengkomponan lateks disusun berdasarkan perbandingan bobot kering bahan kimia terhadap seratus bobot karet kering (bsk) dalam lateks.

Alfa (2001) menjelaskan bahan pemvulkanisasi merupakan bahan kimia yang dapat bereaksi dengan gugus aktif molekul karet pada proses vulkanisasi yang membentuk ikatan silang antarmolekul karet sehingga terbentuk jaringan tiga dimensi. Hal ini dapat dijelaskan seperti Gambar 5 berikut.

Belerang adalah bahan pemvulkanisasi yang paling banyak digunakan pada berbagai jenis karet. Jenis belerang yang umum digunakan adalah dari golongan sulfur terlarut. Pada penggunaan dosis tinggi dan selama penyimpanan belerang dapat bermigrasi ke permukaan vulkanisat (peristiwa blooming). Fenomena ini akan mengurangi daya rekat antarlapisan kompon. Kendala tersebut dapat diatasi dengan menggunakan belerang golongan sulfur tak terlarut.

Bahan pencepat digunakan untuk meningkatkan laju reaksi vulkanisasi kompon. Bahan ini ditambahkan ke kompon dalam jumlah sedikit dan dapat berupa satu atau kombinasi dari dua atau lebih jenis bahan pencepat (Alfa, 2001).

poliisopren

ikatan silang poliisopren sulfur

(24)

Bahan lain yang perlu ditambahkan ke dalam proses pengkomponan adalah bahan penggiat. Menurut Abednego (1975) bahan penggiat digunakan untuk menambah cepat atau menggiatkan kerja bahan pencepat. Pada umumnya bahan pencepat organik tidak akan berfungsi secara efisien tanpa bahan penggiat, tetapi penggunaannya yang berlebihan dapat menyebabkan penebalan dan koagulasi pada film lateks. Stern (1955) menambahkan, dosis bahan penggiat yang ditambahkan sebaiknya dipertahankan pada 0,5 bsk (bagian per seratus karet kering) dan bahan penggiat yang banyak digunakan adalah seng oksida (ZnO).

Bahan penggiat ini akan bekerja lebih efektif jika dalam kompon terdapat asam-asam lemak. Asam lemak ini akan membentuk sabun dengan ZnO sehingga dapat larut dalam karet. Asam lemak yang sering digunakan adalah asam stearat. Asam ini secara alami sudah terdapat dalam lateks kebun, namun jumlahnya masih belum mencukupi sehingga perlu ditambahkan dari luar (Abednego, 1975).

Antioksidan ditambahkan ke dalam kompon untuk mempertahankan atau meningkatkan ketahanan vulkanisat terhadap oksidasi (Handoko, 2002). Menurut Alfa (2001) antioksidan umumnya digunakan dalam jumlah sedikit, yaitu antara 1-2 bsk.

Bahan pemantap berfungsi untuk melindungi lateks terhadap kejutan dari penambahan bahan kimia kompon dan untuk memantapkan kompon.

Bahan pemantap yang biasa digunakan antara lain alkali, sabun alkali, detergen sintetik dan pelindung koloid. Alkali yang dapat digunakan seperti amonia, dimetil amin, monometil amin, morpholin, sodium hidroksida, potasium hidroksida, mono-trietanol amin dan di-trietanol amin (Hum, 1975).

(25)

Setelah dilakukan pengkomponan, kompon lateks terlebih dahulu dipravulkanisasi sebelum akhirnya dibentuk menjadi barang jadi lateks. Blackley (1966) mendefinisikan pravulkanisasi sebagai proses pembentukan ikatan silang dalam partikel karet pada lateks yang telah mengalami pengkomponan, tanpa mengubah sistem dispersi koloid lateks tersebut. McGlothin (1998) menambahkan bahwa pravulkanisasi lateks dapat meningkatkan kekuatan film lateks setelah prosesleaching, serta mengurangi total waktu proses vulkanisasi setelah proses pencelupan dan pengeringan.

Pravulkanisasi dapat dilakukan pada berbagai tingkat suhu yang berpengaruh terhadap kinerja bahan pencepat. Menurut Gorton (1979) suhu pravulkanisasi yang ideal berada pada kisaran suhu 40-60°C. Suhu di bawah kisaran membuat pembentukan ikatan silang berjalan sangat lambat tetapi pemakaian bahan pencepat yang efektif pada suhu rendah dapat meningkatkan laju pembentukan ikatan silang. Pada suhu di atas kisaran tidak baik digunakan karena kemantapan dispersi koloid lateks dapat terganggu meskipun laju pembentukan ikatan silang sangat cepat.

Penggunaan suhu dan waktu pemanasan yang berbeda saat pravulkanisasi akan menghasilkan jumlah ikatan silang yang berbeda. Pengujian secara visual sederhana untuk menentukan banyaknya ikatan silang yang terbentuk atau tingkat vulkanisasi yang terjadi dapat dilakukan dengan mengunakan uji kloroform. Pengujian dilakukan dengan

memperhatikan penampakan fisik koagulan yang terbentuk akibat koagulasi kompon oleh kloroform. Tingkat vulkanisasi yang terjadi dibedakan melalui notasi angka dari 1 hingga 4. Angka yang semakin besar menunjukkan ikatan silang yang terbentuk semakin banyak (Said et al., 2004). Tabel 2 menunjukkan klasifikasi tingkat vulkanisasi berdasarkan uji kloroform.

Tabel 2. Derajat ikatan silang berdasarkan uji kloroform

Angka uji kloroform Penampakan Tingkat vulkanisasi 1 Gumpalan utuh Belum tervulkanisasi

2 Gumpalan besar Rendah

3 Gumpalan sedang Sedang

4 Gumpalan kecil Tinggi

(26)

III. BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat 1. Bahan baku utama

Penelitian ini menggunakan lateks pekat sebagai bahan baku utamanya. Lateks pekat yang digunakan tersebut diperoleh dari perkebunan karet Cikumpay, PTP Nusantara VIII Purwakarta, Jawa Barat. Bahan baku lateks pekat yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui karakteristiknya. Karakteristik yang dianalisis meliputi kadar karet kering, kadar jumlah padatan, kadar alkalinitas, waktu kemantapan mekanik, bilangan asam lemak eteris, bilangan KOH, kadar koagulum, kadar nitrogen dan viskositas Brookfield.

2. Bahan baku penunjang

Fumed silica merupakan bahan baku penunjang yang digunakan dalam penelitian ini dan diharapkan berperan sebagai agen penurun protein dalam lateks. Fumed silica yang digunakan merupakan fumed silica

komersial, Cab-O-Sil® Tipe M-5, dalam bentuk padatan yang diperoleh dari distributor PT. Cabot Indonesia. Karakteristik fumed silica Cab-O-Sil® M-5 diperlihatkan pada Lampiran 1.

Bahan baku penunjang lain yang digunakan merupakan bahan-bahan kimia kompon teknis, seperti sulfur, bahan-bahan pencepat X, bahan-bahan antioksidan, bahan penggiat, bahan pencepat Y, serta bahan pendispersi Tamol yang semuanya tersedia dalam bentuk padatan. Bahan kimia lain yang digunakan, yaitu bahan pemantap dalam bentuk cairan dan potasium hidroksida (KOH) padat yang dibuat larutan dengan konsentrasi 10 persen (b/v).

3. Peralatan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu alat-alat proses dan alat-alat analisis. Peralatan yang digunakan dalam proses antara lain mesin vulkanisasi, sentrifuse, gilingan

(27)

B. Metode Penelitian

1. Persiapan bahan kimia kompon

Pada penggunaannya bahan-bahan kimia kompon dan fumed silica selanjutnya dibuat dalam bentuk dispersi. Dispersifumed silica dibuat dengan menggunakan pelarut aquades dan bahan pendispersi Tamol sebanyak 2 persen (bobot per jumlah padatan). Dispersifumed silica dibuat pada konsentrasi 10 persen (b/b) melalui pencampuran dengan penggilingan menggunakan gilingan peluru (ball milling) selama 48 jam, seperti ditunjukkan pada Gambar 6 berikut.

Gambar 6. Proses pembuatan dispersifumed silica

Bahan-bahan kimia kompon yang terdiri dari sulfur, bahan pencepat X, bahan penggiat, bahan antioksidan dan bahan pencepat Y bersama-sama didispersikan dalam aquades pada konsentrasi 50 persen (b/b) dengan bahan pendispersi Tamol sebanyak 2 persen (bobot per jumlah padatan). Komposisi bahan-bahan kompon yang didispersikan tersebut disajikan pada Tabel 3. Proses pembuatan dispersi ini dilakukan dengan menggunakan gilingan peluru selama 96 jam seperti ditunjukkan pada Gambar 7 berikut.

Tabel 3. Komposisi bahan kimia untuk pengkomponan lateks

Bahan Kompon Bagian per seratus karet (bsk*)

Sulfur 1,2

Bahan pencepat X 1,0

Bahan antioksidan 0,5

Bahan penggiat 0,5

Bahan pencepat Y 0,5

(28)

Gambar 7. Proses pembuatan dispersi bahan kompon

2. Pengkomponan

Pengkomponan merupakan proses pencampuran bahan-bahan kimia kompon (dalam bentuk dispersi) ke dalam lateks. Formulasi pengkomponan lateks dihitung berdasarkan bagian per seratus karet (bsk). Pada Tabel 4 diperlihatkan contoh perhitungan pengkomponan untuk 1 liter lateks pekat dengan kadar karet kering (KKK) sebesar 57,14 persen.

Tabel 4. Formulasi pengkomponan lateks pekat (KKK = 57,14%)

Bahan Konsentrasi (%)

Jumlah (bsk)

Berat Kering (gram)

Berat Basah

(ml)

Lateks pekat 57,14 100 571,4 1000

Larutan KOH 10 0,5 2,86 28,6

Pemantap 100 0,5 2,86 2,86

Sulfur 50 1,2 6,86 13,72

Pencepat X 50 1,0 5,71 11,42

Antioksidan 50 0,5 2,86 5,72

Penggiat 50 0,5 2,86 5,72

Pencepat Y 50 0,5 2,86 5,72

Total 598,27 1073,76

(29)

Berdasarkan perhitungan tersebut untuk 1 liter lateks pekat dengan kadar karet kering 57,14 persen dibutuhkan larutan KOH 10 persen sebanyak 28,6 ml; bahan pemantap sebanyak 2,86 ml; dispersi kompon 50 persen sebanyak 42,30 ml dan aquades sebanyak 122,78 ml. Aquades ditambahkan sebagai bahan pengencer kompon sehingga didapatkan kadar jumlah padatan kompon lateks sebesar 50 persen.

Penambahan bahan kimia dilakukan bertahap mulai dari larutan KOH 10 persen, bahan pemantap, dispersi kompon 50 persen dan aquades secara berurutan. Pencampuran tersebut dilakukan pada suhu kamar dengan pengadukan menggunakan agitator selama 6 jam. Homogenisasi bahan-bahan kimia kompon dalam lateks pekat tersebut dilakukan melalui pemeraman kompon lateks selama 24 jam setelah pengkomponan pada suhu kamar selesai dilakukan.

3. Pravulkanisasi

Pravulkanisasi dilakukan melalui pemanasan kompon lateks yang telah diperam. Pemanasan menggunakan mesin pravulkanisasi yang dilakukan pada suhu 60°C selama 6 jam. Pengadukan dengan menggunakan agitator dilakukan selama pemanasan untuk mendistribusikan kalor sehingga merata pada seluruh bagian kompon lateks. Pemerataan kalor dan bahan kimia kompon dalam lateks tersebut

akan mengefektifkan reaksi pravulkanisasi yang terjadi.

Selama proses pravulkanisasi berlangsung dilakukan pengamatan kualitatif terhadap ikatan silang yang terbentuk melalui uji kloroform yang dilakukan setiap satu jam sekali. Uji kloroform dilakukan dengan menambahkan kloroform pada lateks pravulkanisasi yang diuji dengan perbandingan 1:1, dimana tiga tetes lateks direaksikan dengan tiga tetes kloroform.

(30)

4. Perlakuan penelitian: Penambahanfumed silica dan pengenceran

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan

fumed silica terhadap penurunan kadar protein lateks serta mendapatkan formula kombinasi perlakuan konsentrasi fumed silica dan pengenceran yang menghasilkan penurunan kadar protein lateks paling baik. Lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dibuat tersebut dihasilkan dengan memberikan ragam konsentrasi fumed silica yang ditambahkan dalam lateks, yaitu tanpa penambahan (0 persen), 1 persen dan 3 persen (b/b), sedangkan untuk penganceran yang dilakukan beragam, yaitu hingga konsentrasi 20 persen, 30 persen dan tanpa pengenceran (50 persen) pada basis total padatan.

Penambahan dispersi fumed silica dilakukan setelah pemeraman lateks pravulkanisasi selama 18 jam pada suhu 20°C. Dispersifumed silica

yang ditambahkan dihitung berdasarkan jumlah fumed silica yang ditambahkan dalam lateks pada ragam 0, 1 dan 3 persen (b/b).

Setelah ditambahkan dispersi fumed silica 10 persen dilakukan pemeraman pada suhu 20°C selama 72 jam. Pemeraman tersebut dilakukan untuk memberikan kesempatan bekerjanya fumed silica dalam lateks pravulkanisasi.

Selanjutnya pada masing-masing perlakuan penambahan fumed silica tersebut dilakukan pengenceran hingga 20 persen, 30 persen dan tanpa pengenceran (50 persen) terhadap total padatan (TP). Lateks yang telah diencerkan tersebut kemudian diperam pada suhu 20°C selama 18 jam untuk menjadikannya homogen.

Sentrifugasi ulang kemudian dilakukan terhadap lateks yang diberi taraf perlakuan pengenceran 20 dan 30 persen setelah proses pemeraman untuk mendapatkan lateks pravulkanisasi dengan kadar karet kering yang lebih tinggi (pekat). Proses ini juga berperan untuk membuang protein yang masih terkandung dalam lateks tersebut.

(31)

5. Pengukuran karakteristik kimia lateks pekat pravulkanisasi

Parameter utama yang diukur pada penelitian ini adalah kadar nitrogen yang dianggap mewakili kadar protein yang terkandung dalam lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan. Penentuan kadar nitrogen tersebut dilakukan berdasarkan SNI-06-1903-2000, dengan metode seperti pada Lampiran 2.

Parameter lain yang diukur merupakan parameter kualitas lateks yang dihasilkan, seperti kadar jumlah padatan, kadar alkalinitas, bilangan KOH, waktu kemantapan mekanik, kadar koagulum dan viskositas Brookfield. Semua parameter tersebut ditentukan dengan menggunakan metode uji ASTM D-1076-97, kecuali viskositas Brookfield yang dilakukan dengan metode BPTK Bogor.

C. Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor perlakuan konsentrasi fumed silica

diragamkan pada 3 taraf yaitu 0, 1 dan 3 persen, sedangkan faktor perlakuan pengenceran juga diragamkan dalam 3 taraf yaitu 20 persen, 30 persen dan tanpa pengenceran (50 persen). Pengamatan dilakukan dalam 2 kali ulangan. Model matematika rancangan percobaan tersebut ditunjukkan seperti berikut.

Yijk = + Ai+ Bj + ABij + ijk

Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan

= nilai rata-rata umum yang sebenarnya

Ai = pengaruh taraf ke-i faktor konsentrasifumed silica

Bj = pengaruh taraf ke-j faktor pengenceran

ABij = pengaruh interaksi antara taraf ke-i faktor konsentrasifumed silica dan taraf ke-j faktor pengenceran

(32)

Lateks Pekat

Analisis KKK, KJP, Visc. Brookfield, WKM, K. Amonia, K.

Koagulum, Bil. KOH, Bil. ALE, K. Nitrogen

Analisis KJP, Visc. Brookfield, WKM, K. Amonia, K. Koagulum, Bil. KOH, K.

Nitrogen

Dispersifumed

silica10%

Air

Uji kloroform jam ke-1 sampai ke-6

(33)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Bahan Baku

Bahan baku lateks pekat yang diperoleh dari Perkebunan Cikumpay PTP Nusantara VIII Purwakarta selanjutnya dikarakterisasi. Karakterisasi yang dilakukan meliputi pengujian kadar karet kering (KKK), kadar jumlah padatan (KJP), kadar alkalinitas, waktu kemantapan mekanik (WKM), bilangan KOH, bilangan asam lemak eteris (ALE), kadar koagulum, kadar nitrogen dan viskositas Brookfield. Prosedur pengujian KKK, KJP, kadar alkalinitas, WKM, bilangan KOH, bilangan ALE dan kadar koagulum dilakukan berdasarkan ASTM D-1076-97, sedangkan kadar nitrogen dilakukan berdasarkan SNI 06-1903-2000 dan viskositas Brookfield dilakukan berdasarkan prosedur BPTK Bogor. Hasil karakterisasi bahan baku lateks pekat yang dilakukan ditunjukkan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Karakteristik bahan baku dan syarat kualitas lateks pekat

Jenis pengujian Bahan baku lateks pekat

Syarat kualitas lateks pekat*

Kadar Karet Kering, %, min 57,14 60,0 Kadar Jumlah Padatan, %, min 59,48 61,5 Selisih KJP dan KKK, %, maks 2,34 2.0 Kadar Alkalinitas, %, min 0,89 0,60

WKM, detik, min 1320 650

Bil. ALE, gr KOH dalam 100 gr

jumlah padatan, maks 1,03 0,2

Bil. KOH, gr KOH dalam 100 gr

jumlah padatan, maks 0,31 0,8

Kadar Koagulum, 0,02 0,5

Kadar Nitrogen, % 0,45

-Viskositas Lateks, cP 53,4

(34)

Pada Tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa kualitas bahan baku lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini belum memenuhi syarat kualitas lateks pekat untuk jenis lateks pekat pusingan amonia tinggi berdasarkan SNI 06-3139-1992. Nilai KKK dan KJP bahan baku lateks pekat yang digunakan tidak memenuhi standar kualitas, begitu pula dengan nilai bilangan ALE.

Nilai KKK dan KJP lateks pekat tergantung pada efisiensi proses pemusingan maupun nilai KKK dan KJP dari lateks kebunnya. Menurut Freundlich (1935) kadar karet lateks ditentukan oleh klon dan kondisi geografis tanaman karet yang disadap.

Selisih nilai KKK dan KJP menunjukkan jumlah bahan bukan karet yang terdapat dalam lateks pekat. Semakin tinggi nilainya, maka semakin banyak bahan pengotor yang terdapat di dalamnya sehingga kualitas lateks pekat juga semakin tidak bagus. Bahan baku lateks pekat yang digunakan memiliki selisih KKK dan KJP yang lebih besar dari standar kualitas lateks pekat yang ada.

Kadar karet kering menunjukkan jumlah karet yang terdapat dalam lateks, dimana nilai ini selanjutnya digunakan dalam perhitungan bahan-bahan kimia kompon yang dicampurkan pada saat proses pengkomponan dilaksanakan. Kadar jumlah padatan dihitung untuk mengetahui total padatan yang terdapat dalam lateks dan digunakan sebagai basis perhitungan

pengenceran.

Bilangan ALE memperlihatkan aktivitas mikroorganisme yang terdapat dalam lateks. Parameter ini menunjukkan jumlah asam lemak eteris yang muncul akibat aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi lipid partikel karet. Asam lemak eteris yang muncul akan meningkatkan keasaman lateks sehingga dapat menimbulkan koagulasi karet dan mengganggu kestabilan lateks. Selama penyimpanan bilangan ALE lateks pekat dapat meningkat.

(35)

Menurut Suparto dan Handoko (2006) peningkatan bilangan ALE dapat meningkatkan bilangan KOH namun tidak sebaliknya. Bilangan KOH menunjukkan banyaknya potasium hidroksida yang digunakan untuk menetralkan asam dalam lateks, termasuk asam lemak eteris seperti asam format, asam asetat dan asam propanoat. Bahan baku lateks pekat yang digunakan telah memenuhi standar persyaratan bilangan KOH yang ditetapkan.

Kadar alkalinitas bahan baku lateks pekat dalam penelitian ini memiliki nilai yang lebih tinggi dari standar kualitas yang ada. Kadar alkalinitas lateks dihitung sebagai kadar amonia (NH3) dalam lateks. Hal ini menunjukkan bahwa bahan baku lateks pekat yang digunakan termasuk pada jenis lateks pekat pusingan dengan menggunakan sistem pengawetan amonia tinggi. Menurut Suparto dan Handoko (2006) penggunaan amonia dalam pengawetan lateks selain untuk alkalis (peningkat pH) juga dapat berfungsi sebagai bakterisida. Amonia juga dapat meningkatkan terbentuknya asam bukan ALE seperti asam stearat, asam oleat, asam amino, dan polipeptida yang justru dapat mempertahankan kestabilan lateks.

Menurut Blackley (1966) waktu kemantapan mekanik (WKM) merupakan pengukuran lama ketahanan lateks terhadap pengaruh perlakuan mekanik. Nilai WKM bahan baku lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini lebih tinggi daripada standar kualitas yang ada. Hal ini

menunjukkan bahwa lateks pekat tersebut telah memiliki kemantapan yang baik.

B. Pengujian Pravulkanisasi Lateks

(36)

Tabel 6. Hasil uji kloroform

Jam ke-n Penampakan Tingkat

1 Gumpalan utuh 1

2 Gumpalan utuh 1

3 Diameter gumpalan besar 2

4 Diameter gumpalan besar 2

5 Diameter gumpalan sedang 3 6 Diameter gumpalan sedang 3

Hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada jam ke-1 dan ke-2 ikatan silang yang terjadi baru mencapai tingkat 1, dimana kondisi lateks yang diujikan masih berbentuk gumpalan yang utuh. Pada jam ke-3 dan ke-4 telah mulai terlihat perubahan kondisi lateks setelah diberi kloroform menjadi gumpalan dengan ukuran partikel yang masih besar. Hal ini dapat dikatakan bahwa pada jam ke-3 dan ke-4 telah mencapai pravulkanisasi tingkat 2. Pada tingkat pravulkanisasi 1 dan 2 ini kompon lateks telah mulai membentuk ikatan silang, namun ikatan silang yang terjadi masih sedikit.

Pengamatan pada jam ke-5 dan ke-6 memperlihatkan bahwa kompon lateks yang dipravulkanisasi tersebut telah mencapai tingkat 3. Hal ini terlihat dari partikel-partikel lateks yang tergumpal memiliki ukuran yang lebih kecil (sedang). Pada tingkat ini ikatan silang yang terbentuk telah banyak. Secara keseluruhan proses pravulkanisasi dapat dikatakan berjalan dengan baik, dimana secara kualitatif terlihat terjadi peningkatan ikatan silang pada kompon lateks yang dipravulkanisasi tersebut.

Pada awal pravulkanisasi ikatan ganda pada rantai poliisopren yang terkonversi menjadi ikatan silang masih sedikit jumlahnya. Klorofom dapat menarik selimut air serta merusak lapisan protein pelindung partikel karet. Hal ini menyebabkan molekul-molekul poliisopren dari partikel-partikel karet dalam lateks tersebut saling bergabung tergumpal membentuk gumpalan yang utuh.

(37)

molekul-molekul isoprena tersebut telah mempunyai ikatan silang yang cukup banyak sehingga masih dapat mempertahankan bentuknya sebagai partikel-partikel diskret. Hal ini yang menyebabkan gumpalan yang terbentuk terlihat semakin kecil.

C. Karakteristik Lateks Pravulkanisasi Berprotein rendah yang Dihasilkan 1. Kadar nitrogen

Pengukuran kadar nitrogen dalam lateks dapat digunakan untuk mengetahui kadar protein dalam lateks. Pengukuran kadar nitrogen merupakan cara yang cukup mudah untuk menentukan kadar protein dalam lateks. Kadar protein tersebut ditentukan berdasarkan konversi nilai kadar nitrogen, dimana kadar protein setara dengan 6,25 kali kadar nitrogen. Poedjiadi (1994) menyebutkan bahwa komposisi rata-rata nitrogen yang terdapat dalam protein sebesar 16 persen sehingga melalui pengukuran kuantitatif nitrogen dengan metode Kjeldahl ditentukan bobot protein sebagai 6,25 kali bobot nitrogen penyusunnya.

Gambar 9. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasifumed silica

dan pengenceran terhadap kadar nitrogen

Hasil pengukuran terhadap kadar nitrogen lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan histogram tersebut dapat dikatakan bahwa perlakuan pengenceran lebih berpengaruh dalam menurunkan kadar nitrogen lateks jika dibandingkan dengan penambahanfumed silica.

0.00

Konsentrasi fumed silica (%)

(38)

Pada lateks tanpa penambahan fumed silica terlihat adanya penurunan kadar nitrogen akibat perlakuan pengenceran. Lateks yang tidak diberi perlakuan pengenceran (total padatan = 50 persen) mempunyai kadar nitrogen yang cukup tinggi sebesar 0,45 persen, namun nilai ini menurun pada lateks yang diencerkan hingga total padatan (TP) 30 persen menjadi sebesar 0,23 persen, serta menjadi sebesar 0,20 persen pada pengenceran hingga TP 20 persen.

Lateks yang diberi perlakuan penambahan fumed silica dengan konsentrasi 1 persen (b/b), serta diencerkan hingga TP 30 persen terlihat mengalami penurunan kadar nitrogen menjadi 0,18 persen. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan lateks tanpa perlakuan pengenceran, yaitu sebesar 0,44 persen. Pada lateks yang diencerkan hingga TP 20 persen juga memperlihatkan kadar nitrogen yang lebih rendah daripada lateks tanpa pengenceran, yaitu sebesar 0,19 persen, namun nilai ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan lateks dengan pengenceran 30 persen.

Fenomena ini juga terjadi pada perlakuan penambahan fumed silica 3 persen (b/b). Kadar nitrogen yang turun terjadi pada lateks dengan pengenceran 30 persen TP jika dibandingkan dengan lateks tanpa pengenceran, yaitu masing-masing 0,17 dan 0,40 persen, namun kembali meningkat pada lateks dengan pengenceran 20 persen TP menjadi sebesar

0,20 persen.

Pada taraf pengenceran yang sama, dengan penambahan fumed silica juga dapat dikatakan menurunkan kadar nitrogen, namun penurunan tersebut terlihat tidak terlalu tajam. Pada taraf pengenceran 20 persen TP bahkan terjadi peningkatan kembali kadar nitrogen setelah tampak turun pada penambahan fumed silica 1 persen (b/b).

(39)

Uji lanjut Tukey pada = 5 persen menunjukkan bahwa taraf pengenceran 50 persen TP berbeda secara nyata terhadap pengenceran 30 maupun 20 persen TP dalam menurunkan kadar nitrogen lateks, sedangkan pada taraf pengenceran 30 dan 20 persen TP tidak berbeda nyata. Penambahan konsentrasi fumed silica untuk masing-masing taraf memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata dalam menurunkan kadar nitrogen.

Nilai rata-rata kadar nitrogen yang paling rendah berdasarkan uji lanjut Tukey adalah sebesar 0,170 persen. Nilai tersebut diperoleh melalui kombinasi perlakuan penambahan fumed silica pada konsentrasi 3 persen (b/b) dan pengenceran 30 persen TP. Pada kombinasi perlakuan tanpa penambahan fumed silica dan tanpa pengenceran menghasilkan nilai rata-rata kadar nitrogen yang paling tinggi, yaitu sebesar 0,445 persen.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penambahan fumed silica belum dapat menurunkan kadar protein lateks pravulkanisasi secara nyata. Hal ini dijelaskan bahwa partikel fumed silica

yang ditambahkan diduga justru akan mengikat protein lateks bukannya mengusir protein seperti yang dihipotesiskan.

Fumed silica merupakan zat padat yang mempunyai ukuran partikel yang lebih kecil daripada partikel karet. Pada saat pembentukan film lateks partikel fumed silica ini akan mengisi ruang di permukaan antarpartikel karet yang juga merupakan ruang yang sama dimana protein dan bahan bukan karet lainnya berada. Fumed silica juga diduga dapat membentuk ikatan yang kompleks dengan protein melalui mekanisme ikatan hidrogen antara gugus silanol (Si-OH)fumed silica dan gugus amino (>N-H) pada protein seperti terlihat pada Gambar 10. Ikatan ini memungkinkan untuk mempertahankan protein pada film lateks sehingga jumlah protein yang dapat bermigrasi keluar dari barang jadi lateks ke jaringan tubuh manusia tidak sampai menimbulkan alergi.

(40)

Latex) dengan berbagai konsentrasi fumed silica, terhadap jumlah protein larut air yang terdeteksi di dalam film lateks yang dihasilkan.

Menurut Anand dan Morris (1997) penambahan fumed silica

sebanyak 1,5 persen (b/b) dapat mengurangi residu protein dalam lateks, serta penambahan 3 persen (b/b) fumed silica dapat meningkatkan sifat ketahanan sobek film lateks. Amdur (1999) menambahkan bahwa penggunaan fumed silica sebagai bahan campuran lateks dapat mengurangi protein dengan cukup rendah pada film lateks yang dihasilkan. Pengaruh penambahan fumed silica juga diungkapkan oleh Thiangchanya,

et al. (2003) bahwa penambahan fumed silica hingga 3 bsk bersama penggunaan 0,17 bsk ZnO dapat menurunkan protein larut air pada film lateks lebih banyak jika dibandingkan tanpa ZnO.

Peningkatan konsentrasi fumed silica yang ditambahkan menyebabkan semakin banyak dan kompleks partikel fumed silica yang akan berikatan dengan protein karet. Terisinya ruang antarpartikel karet oleh fumed silica ini menyebabkan kadar nitrogen dalam lateks berkurang, namun tidak secara tajam. Walaupun pada lateks pravulkanisasi masih dideteksi adanya kadar protein yang cukup tinggi, namun protein tersebut diduga tidak akan bermigrasi ke jaringan kulit manusia pada saat telah menjadi barang jadi lateksnya.

Gambar 10. Rekaan ikatan hidrogen antara gugus silanol (Si-OH)fumed silica dan gugus amino (>N-H) protein

Pengenceran merupakan salah satu cara untuk mengurangi kadar protein dalam lateks. Melalui pengenceran akan menyebabkan terjadinya hidrolisis protein karet dan pelarutan protein terhidrolisis dalam air (serum). Sentrifugasi ulang yang dilakukan setelah pengenceran akan menyebabkan

(41)

terbuangnya protein hasil hidrolisis yang terlarut dalam air atau serum. Hal ini yang menyebabkan penurunan kadar protein dalam lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dibuat.

Ng, Yip dan Mok (1994) mengatakan bahwa pengenceran merupakan salah satu cara yang efektif untuk menurunkan kandungan protein dalam lateks. Menurut Rahmawati (2005) faktor pengenceran berpengaruh secara nyata terhadap penurunan kadar nitrogen lateks. Semakin banyak pengenceran yang dilakukan terhadap lateks maka kadar nitrogennya semakin rendah. Pada pengenceran hingga kadar karet kering lateks mencapai 10 persen terjadi pengurangan kadar nitrogen sebanyak 89,47 persen.

2. Kadar jumlah padatan (KJP)

Kadar jumlah padatan (KJP) menunjukkan total padatan yang terdapat dalam lateks, baik bahan karet maupun bahan bukan karet. Kadar jumlah padatan juga dipengaruhi oleh jumlah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam lateks. Lateks pekat dengan mutu yang bagus mempunyai kadar jumlah padatan yang tidak terlalu jauh dengan kadar karet keringnya karena semakin tinggi selisih tersebut menunjukkan bahwa lateks mengandung banyak bahan bukan karet, termasuk bahan pengotor. Padatan bukan karet yang terlalu banyak juga menurunkan kualitas barang

jadi lateks yang dihasilkan.

Gambar 11. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasifumed silica

dan pengenceran terhadap kadar jumlah padatan

0.00

Kosentrasi fumed silica (%)

(42)

Berdasarkan hasil perhitungan KJP terlihat bahwa pada perlakuan pengenceran 20 persen TP KJP-nya menurun dan kembali naik dengan semakin tingginya konsentrasifumed silica, berturut-turut yaitu 56,66; 56,06 dan 58,34 persen. Pada pengenceran 30 persen TP pola KJP-nya terlihat meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi fumed silica yang ditambahkan, secara berurutan yaitu 58,34; 61,15 dan 64,33 persen.

Hal yang berbeda terlihat pada perlakuan lateks tanpa pengenceran (50 persen TP). Pola KJP menunjukkan penurunan dengan meningkatnya konsentrasi penambahanfumed silica, yaitu 51,41; 47,69 dan 42,32 persen. Perubahan KJP pada lateks tersebut dapat dilihat pada Gambar 12.

Dari hasil analisis ragam terhadap kadar jumlah padatan diketahui bahwa faktor perlakuan pengenceran serta interaksi antara konsentrasi

fumed silica dan pengenceran memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Faktor konsentrasi fumed silica yang ditambahkan ternyata tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar jumlah padatan. Hasil analisis ragam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5.

Hasil uji lanjut Tukey pada = 5 persen memperlihatkan bahwa taraf pengenceran 50 (tanpa pengenceran), 30 dan 20 persen TP masing-masing berbeda nyata terhadap nilai KJP. Penambahan konsentrasi fumed silica untuk masing-masing taraf memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata terhadap nilai KJP.

Nilai rata-rata kadar jumlah padatan yang paling tinggi berdasarkan uji lanjut Tukey adalah sebesar 64,33 persen. Nilai tersebut diperoleh melalui kombinasi perlakuan penambahan fumed silica pada konsentrasi 3 persen serta pengenceran 30 persen TP. Pada kombinasi perlakuan penambahanfumed silica 3 persen, serta tanpa pengenceran menghasilkan kadar jumlah padatan yang paling rendah, yaitu sebesar 43,18 persen.

(43)

Penambahan fumed silica akan meningkatkan jumlah padatan dalam lateks, namun karena fumed silica yang ditambahkan berupa dispersi yang encer (10 persen), maka secara tidak langsung lateks mengalami pengenceran. Hal ini terlihat pada perlakuan tanpa pengenceran, dimana nilai KJP menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi fumed silica

yang ditambahkan.

Hal yang berbeda terjadi pada perlakuan pengenceran 30 persen TP. Sebelum perlakuan pengenceran dan sentrifugasi dilakukan, kondisi awal KJP masing-masing konsentrasi fumed silica diduga mempunyai pola yang sama dengan perlakuan tanpa pengenceran, namun setelah pengenceran dilakukan dan lateks disentrifugasi ulang, maka nilai KJP menunjukkan pola meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi

fumed silica yang ditambahkan.

Hal ini dikarenakan pada saat sentrifugasi ulang terjadi pembuangan air atau serum serta sebagian fumed silica. Apabila persentase fumed silica yang terbuang diasumsikan sama, maka jumlah padatan fumed silica yang tertinggal dalam lateks akan semakin banyak seiring dengan peningkatan konsentrasifumed silica yang ditambahkan. Hal ini yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah padatan dalam lateks seiring dengan peningkatan konsentrasifumed silica yang ditambahkan.

Peristiwa yang sama juga seharusnya terjadi pada lateks dengan

perlakuan pengenceran 20 persen TP, namun data menunjukkan adanya penurunan KJP pada perlakuan penambahan fumed silica 1 persen. Hal ini terjadi diduga karena pengenceran yang tinggi (20 persen) menyebabkan mobilitas penyebaran partikel fumed silica cukup tinggi dan adanya pengikatan bahan-bahan padat dalam lateks olehfumed silica.

Hal ini menyebabkan pada saat dilakukan sentrifugasi ulangfumed silica yang terbuang dan bahan-bahan yang terikat dengan fumed silica

(44)

3. Kadar alkalinitas

Kadar alkalinitas lateks dihitung sebagai jumlah amonia yang terkandung di dalamnya. Parameter kualitas lateks ini memperlihatkan sistem pengawetan lateks. Menurut Handoko (2002) kadar amonia yang terlalu rendah akan menyebabkan peningkatan bilangan asam lemak eteris lateks sehingga dapat mengganggu kestabilan lateks.

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kadar alkalinitas lateks seperti yang terlihat pada Gambar 12, dapat diketahui bahwa dengan semakin tingginya konsentrasi penambahan fumed silica, maka kadar alkalinitas yang terukur akan semakin kecil. Pengenceran juga memberikan pengaruh bahwa dengan semakin tingginya pengenceran yang dilakukan, maka kadar alkalinitas akan semakin kecil. Perlakuan pengenceran ini juga memperlihatkan pengaruh yang lebih besar daripada perlakuan penambahanfumed silica.

Lateks tanpa penambahan fumed silica mengalami penurunan kadar alkalinitas pada pengenceran yang semakin tinggi. Pada taraf perlakuan tanpa pengenceran kadar alkalinitasnya sebesar 0,61 persen dan turun menjadi 0,17 persen pada pengenceran 30 persen TP, hingga mencapai nilai 0,12 persen pada taraf pengenceran 20 persen TP.

Pada penambahan fumed silica 1 persen (b/b) serta tanpa pengenceran lateks memiliki kadar alkalinitas sebesar 0,57 persen. Nilai ini Gambar 12. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasifumed silica

dan pengenceran terhadap kadar alkalinitas

0.00

Konsentrasi fumed silica (%)

(45)

kemudian menurun pada pengenceran 30 persen TP dan pengenceran 20 persen TP, yaitu berturut-turut menjadi 0,14 dan 0,11 persen.

Hal yang serupa juga terjadi pada penambahan fumed silica

sebesar 3 persen (b/b), dimana pada lateks tanpa pengenceran kadar alkalinitasnya sebesar 0,51 persen. Selanjutnya nilai ini menurun hingga 0,10 persen pada perlakuan pengenceran 30 persen TP, serta menjadi sebesar 0,09 persen pada taraf pengenceran 20 persen TP. Apabila dilihat pada taraf pengenceran yang sama penambahan fumed silica juga bisa dikatakan dapat menurunkan kadar alkalinitas, namun penurunannya tidak terlalu tajam.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasifumed silica yang ditambahkan dan faktor pengenceran yang dilakukan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar alkalinitas lateks pada tingkat kepercayaan 95 persen, sedangkan interaksi kedua faktor tersebut tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar alkalinitas. Secara lengkap hasil analisis ragam ini dapat dilihat pada Lampiran 6.

Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey pada = 5 persen dapat diketahui bahwa konsentrasi penambahanfumed silica 0 dan 1 persen (b/b) tidak berbeda secara nyata terhadap kadar alkalinitas, serta keduanya berbeda nyata dengan penambahan fumed silica 3 persen (b/b). Ketiga taraf dari faktor pengenceran, tanpa pengenceran (50), 30 dan 20 persen

TP, masing-masing berbeda secara nyata terhadap kadar alkalinitas. Nilai rata-rata kadar alkalinitas yang paling tinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan tanpa penambahan fumed silica serta tanpa pengenceran, yaitu sebesar 0,610 persen. Kombinasi perlakuan penambahan fumed silica 3 persen (b/b) serta pengenceran hingga 20 persen TP memberikan nilai rata-rata kadar alkalinitas yang paling rendah, yaitu sebesar 0,085 persen.

Pengenceran mempengaruhi kadar alkalinitas dalam lateks karena dengan penambahan air maka terjadi penambahan volume lateks dengan kondisi jumlah amonia yang tetap. Hal ini menyebabkan kadar alkalinitas yang terhitung akan menjadi semakin kecil dengan semakin tingginya pengenceran.

(46)

rendah (10 persen) yang ditambahkan memungkinkan untuk terjadinya pengenceran secara tidak langsung. Semakin banyak fumed silica dalam bentuk dispersi yang ditambahkan, maka pengenceran yang terjadi juga semakin tinggi sehingga kadar alkalinitas juga menurun.

Hal lain yang dapat menurunkan kadar alkalinitas adalah meningkatnya asam bebas yang terbentuk dalam lateks selama penyimpanan berlangsung. Asam bebas yang muncul akan diubah oleh amonia menjadi garam amonia. Kadar alkalinitas ini dapat dengan mudah ditingkatkan melalui penambahan amonia ke dalam lateks.

4. Bilangan KOH

Menurut Blacley (1966) bilangan KOH dapat digunakan untuk mengetahui jumlah asam bebas yang terdapat di dalam lateks. Pengujian ini hanya dapat dilakukan untuk lateks dengan sistem pengawetan menggunakan amonia atau amonia dengan formaldehida. Bilangan KOH dihitung sebagai jumlah gram potasium hidroksida dalam sejumlah lateks yang mengandung 100 gram padatan. Semakin tinggi nilai bilangan KOH ini menunjukkan kualitas lateks yang semakin rendah.

Hasil penentuan bilangan KOH memperlihatkan bahwa pada lateks yang tidak diberi penambahan fumed silica mengalami penurunan bilangan KOH seiring dengan peningkatan pengenceran. Pada taraf tanpa

0.000

Konsentrasi fumed silica(%)

B

Gambar 13. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasifumed silica

(47)

pengenceran (50 persen) mempunyai bilangan KOH sebesar 0,537. Nilai ini kemudian menurun pada pengenceran 30 persen menjadi 0,248, serta pada pengenceran 20 persen bilangan KOH-nya mencapai 0,238.

Hal serupa juga terjadi pada penambahan fumed silica sebesar 1 persen (b/b), dimana pengenceran yang semakin tinggi menyebabkan penurunan bilangan KOH. Lateks tanpa pengenceran (50 persen TP) memiliki bilangan KOH sebesar 0,653. Pada pengenceran 30 persen TP terjadi penurunan bilangan KOH menjadi 0,246, serta kembali menurun hingga sebesar 0,201 pada pengenceran 20 persen TP.

Pada penambahan fumed silica 3 persen (b/b) terjadi sedikit perbedaan, dimana pada pengenceran 20 persen terjadi peningkatan bilangan KOH, yaitu menjadi 0,258. Penurunan bilangan KOH sebelumnya terjadi, yaitu dari 0,770 pada perlakuan tanpa pengenceran dan penambahan fumed silica menjadi 0,220 pada perlakuan pengenceran 30 persen TP. Gambaran perubahan nilai bilangan KOH dapat dilihat pada Gambar 13.

Dari hasil analisis ragam diketahui bahwa konsentrasifumed silica

yang ditambahkan, pengenceran dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan bilangan KOH pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil analisis ragam ini dapat dilihat pada Lampiran 7.

Uji lanjut Tukey pada = 5 persen menunjukkan bahwa penambahan fumed silica pada taraf konsentrasi 0 dan 3 persen (b/b) berbeda secara nyata terhadap perubahan bilangan KOH, namun taraf konsentrasi fumed silica 1 persen (b/b) tidak berbeda nyata baik itu terhadap konsentrasi 0 maupun 3 persen (b/b) dalam mempengaruhi bilangan KOH. Pada faktor pengenceran, taraf tanpa pengenceran (50 persen TP) berbeda secara nyata terhadap pengenceran 30 maupun 20 persen TP terhadap perubahan bilangan KOH, sedangkan pengenceran 30 dan 20 persen TP tidak berbeda nyata.

(48)

tanpa pengenceran menghasilkan nilai rata-rata bilangan KOH yang paling tinggi, yaitu sebesar 0,770.

Amonia yang digunakan dalam sistem pengawetan lateks akan berperan dalam menetralisir asam bebas yang terdapat dalam lateks. Amonia dengan asam bebas akan berubah menjadi garam amonium. Bilangan KOH akan mengukur jumlah garam amonium yang terdapat dalam lateks.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar alkalinitas yang dapat mengindikasikan meningkatnya garam amonium yang terbentuk dalam lateks. Dapat dikatakan bahwa kadar alkalinitas yang menurun menunjukkan asam yang terdapat dalam lateks meningkat, dimana asam yang muncul akan bereaksi dengan amonia membentuk garam amonium. Semakin banyak garam amonium yang terbentuk maka semakin tinggi bilangan KOH yang terukur.

Selama penyimpanan memungkinkan terbentuknya asam-asam bebas oleh aktivitas mikroorganisme. Kadar amonia yang rendah dapat menyebabkan berkurangnya pengendalian terhadap aktivitas mikroorganisme ini. Bilangan KOH yang tinggi mengindikasikan kualitas lateks yang semakin buruk.

5. Waktu kemantapan mekanik (WKM)

Ketahanan lateks terhadap pengaruh gangguan mekanik diukur melalui pengujian waktu kemantapan mekanik (WKM). Blackley (1966) menyebutkan bahwa gangguan mekanik menyebabkan partikel lateks saling berbenturan sehingga cenderung untuk membentuk flokulat. Flokulat-flokulat yang terbentuk akan menyebabkan kestabilan lateks terganggu.

Waktu kemantapan mekanik lateks diukur dalam satuan detik. Pengukuran dihentikan apabila setelah 30 menit lateks masih memperlihatkan kondisi yang baik dan dikatakan lateks tersebut memiliki kualitas yang baik. Hasil pengukuran waktu kemantapan mekanik lateks menunjukkan bahwa rata-rata lateks mempunyai ketahanan yang baik terhadap gangguan mekanik, dimana secara umum nilai WKM dari lateks pravulkanisasi yang dihasilkan lebih dari 1.800 detik.

(49)

padatan 20 persen TP, yaitu sebesar 1.515 detik, namun nilai ini masih jauh lebih tinggi daripada spesifikasi produk lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM (Rubber Research Institute of Malaysia). Hal ini menunjukkan bahwa lateks yang dihasilkan mempunyai kualitas yang cukup baik. Secara lengkap hasil pengukuran WKM dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil pengukuran waktu kemantapan mekanik lateks KonsentrasiFumed silica

Pengenceran

0% 1% 3%

50% >1.800 >1.800 >1.800

20% 1.515 >1.800 >1.800

30% >1.800 >1.800 >1.800

Kemantapan mekanik lateks dipengaruhi oleh bahan penstabil yang ditambahkan di dalamnya. Secara alami asam lemak rantai panjang yang terbentuk dalam lateks tersabunkan oleh adanya basa alkali yang ditambahkan dalam lateks. Sabun asam lemak tersebut dapat meningkatkan kestabilan lateks.

Bahan penstabil lain juga dapat ditambahkan ke dalam lateks untuk meningkatkan kemantapan lateks. Pada penelitian ini digunakan bahan pemantap komersial untuk membantu meningkatkan kemantapan lateks. Bahan pemantap yang digunakan tersebut mengandung sabun potasium dari asam karboksilat sintetis.

Penambahan fumed silica pada lateks dapat meningkatkan viskositas lateks. Hal ini menyebabkan peningkatan kestabilan partikel lateks dalam mediumnya. Viskositas yang baik akan menyebabkan partikel karet cenderung stabil pada posisinya sehingga kemungkinan untuk tumbukan dan membentuk partikel yang lebih besar pada saat menerima gangguan mekanik akan berkurang.

6. Kadar koagulum

Gambar

Tabel 1. Komposisi lateks alam segar
Gambar 1. Partikel karet (Blacley, 1966)
Gambar 3. Tahapan pembentukan fumed silica (Cabot Corporation, 2000)
Gambar 4. Partikel fumed silica (Cabot Corporation, 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data dalam penelitian ini adalah dialog yang di dalamnya terdapat tuturan yang mengandung tindak tutur ekspresif dan strategi kesantunan yang terdapat dalam acara Tatap Mata

Simpulan, musik klasik Mozart dan musik tradisional gamelan jawa dapat mengurangi nyeri persalinan kala I fase aktif pada nulipara, dan tidak ada perbedaan antara musik klasik

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh edukasi gizi dengan metode penyuluhan dan permainan puzzle terhadap perubahan perilaku konsumsi

[r]

Kadar air biji kacang hijau berkisar 5-15%, pada kadar air ini kelembaban terlalu rendah untuk berlangsungnya metabolisme sehingga tahap perkecambahan adalah kadar air

This research closely related to two previous theses: Community Development in PNPM Mandiri Implementation to Build Public Participation and Community Empowerment

2020 dan kebijakan struktur program yang telah ditetapkan pada unit eselon I, Pusdiklat Manajemen dan Pengembangan Jabatan Fungsional mendukung Program Penyelenggaraan

Hasil yang dicapai adalah suatu rancangan jaringan antar cabang (WAN) berbasikan Vitual Private Network (VPN) yang menghubungkan jaringan pada kantor pusat dengan