• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan"

Copied!
336
0
0

Teks penuh

(1)

BANYUASIN PROPINSI SUMATERA SELATAN

DWI ROSALINA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASINYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2008

Dwi Rosalina

(3)

Sumberdaya Ikan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN dan SUGENG HARI WISUDO.

Kabupaten Banyuasin memiliki potensi perikanan pelagis yang cukup besar yaitu 29,6 ton/tahun. Usaha perikanan tangkap ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin umumnya menggunakan rawai hanyut, jaring insang hanyut dan bagan tancap. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Menentukan teknologi penangkapan ikan pelagis yang efektif, efisien dan berkelanjutan berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan; 2) Mengalokasikan jumlah unit penangkapan ikan pelagis yang optimum; dan 3) Menentukan strategi pengembangan alat tangkap ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin. wawancara dan observasi langsung di lapangan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) metode skoring untuk menetapkan unit penangkapan ikan pelagis berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan; (2) analisis kelayakan usaha bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha dari alat tangkap yang terpilih; (3) analisis linear goal programming untuk mengalokasikan unit penangkapan ikan pelagis; dan (4) analisis SWOT, bertujuan untuk menentukan strategi pengembangan alat tangkap yang terpilih. Jenis teknologi yang terpilih sesuai dengan kriteria biologi, teknis, sosial, ekonomi adalah alat tangkap rawai hanyut. Sedangkan dari segi keramahan lingkungan alat tangkap rawai hanyut termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan sedangkan alat tangkap jaring insang hanyut dan bagan tancap adalah alat tangkap kurang ramah lingkungan. Gabungan keseluruhan aspek menempatkan alat tangkap rawai hanyut pada urutan pertama sebesar 17,33, jaring insang hanyut sebesar 11,86 dan bagan tancap 3,3.

Hasil analisis kelayakan usaha alat tangkap rawai hanyut di Kabupaten

Banyuasin menunjukkan keuntungan sebesar Rp. 18.767.666, nilai R/C sebesar

1,31, nilai NPV sebesar Rp. 55.855.075, Net B/C sebesar 2,22, dan nilai BEP

untuk nilai produksi per tahun sebesar Rp. 39.055.258 dan volume produksi per tahun sebesar 23.669 kg, nilai ROI sebesar 41 %, nilai IRR sebesar 48 % sedangkan nilai sensitivitas harga solar dan minyak tanah sebesar 72,15 % dan penurunan harga ikan sebesar 14,15 % Keseluruhan analisis ini menunjukkan alat tangkap rawai hanyut layak untuk dikembangkan, alat tangkap jaring insang

hanyutdi Kabupaten Banyuasin menunjukkan keuntungan sebesar Rp. 17.320.000

nilai R/C sebesar 1,37, nilai NPV sebesar Rp. 46.437.216, Net B/C sebesar 2,08,

dan nilai BEP untuk nilai produksi per tahun sebesar Rp. 26.951.872 dan volume

(4)

penurunan harga ikan sebesar 15 %, alat tangkap bagan tancap di Kabupaten

Banyuasin menunjukkan keuntungan sebesar Rp. 23.610.000, nilai R/C sebesar

1,48, nilai NPV sebesar Rp. 214.477.312, Net B/C sebesar 3,94, dan nilai BEP

untuk nilai produksi per tahun sebesar Rp. 31.292.924 dan volume produksi per tahun sebesar 16.506 kg, nilai ROI sebesar 32 %, nilai IRR sebesar 83 % sedangkan nilai sensitivitas harga solar dan minyak tanah sebesar 93 % dan penurunan harga ikan sebesar 18,5 %.

Alokasi unit penangkapan rawai hanyut sebagaialat tangkap yang terpilih

berdasarkan analisis program Lindo yang direkomendasikan sebanyak 51 unit sehingga terjadi penambahan sebesar 31 unit dari jumlah alat tangkap yang ada saat ini beroperasi di Kabupaten Banyuasin. Adapun strategi pengembangan alat tangkap pelagis kecil di Kabupaten Banyuasin adalah (1) Optimalisasi usaha perikanan pelagis; (2) Pengembangan usaha perikanan pelagis di jalur 2; (3) Peningkatan manajemen usaha perikanan pelagis; (4) Peningkatan skala usaha armada penangkapan ikan pelagis; dan (5) Pembenahan fasilitas sarana dan prasarana perikanan.

(5)

Pelagic Fish Resources in District of Banyuasin South Sumatera Province. Under Supervision of BUDY WIRYAWAN and SUGENG HARI WISUDO.

The pelagic fish is one of potential fishery resources in Banyuasin District. The production of pelagic fish fishery landed in Banyuasin District was 29,6 ton in year 2006. The objectives of the research were 1) to determine fishing technology for pelagic fish which more effective, efficient and sustainable based on biological, technical, social, economic and environment aspect; 2) to allocate optimum of pelagic fish catching unit in Banyuasin District; and 3) to determine development strategy of pelagic fisheries. The result of this research indicated that drift longline fishing technology is more effective, efficient and sustainable than drift gillnet and liftnet. The number of optimum allocation of fishing unit has been calculated which consist of drift longline 51 unit, drift gillnet 45 unit and liftnet with 55 unit. The output of feasibility analysis of drift longline fishery is the study area, indicated profit of Rp. 18,767,666, its NPV value was Rp. 55,855,075, Net B/C was 2.22, the BEP value was Rp. 39,055,258 that equal to production 23,669 kg, the ROI and IRR value were 41 % and 48. The output of feasibility analysis of drift gillnet fishery is the study area, indicated profit of Rp. 17,320,000, its NPV value was Rp. 46,437,216, Net B/C was 2.08, the BEP

value was Rp. 26,951,872 that equal to production 16,171 kg, the ROI and IRR

value were 40 % and 48 %. The output of feasibility analysis of liftnet fishery is the study area, indicated profit of Rp. 23,610,000, its NPV value was Rp. 214,477,312, Net B/C was 3.94, the BEP value was Rp. 31,292,924 that equal to production 16,506 kg, the ROI and IRR value were 32 % and 83 %. The development strategy of pelagic fisheries in Banyuasin District are: (1) optimization pelagic fish fishery with drift longline; (2) development pelagic fish fishery focusing in 6-12 mile zone; (3) Increase management effort of fisheries business; (4) revitalization of fisheries infrastructure and facility; and (5) Empowering scale of fishing fleet and its technology.

(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

BANYUASIN PROPINSI SUMATERA SELATAN

DWI ROSALINA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Optimasi

Sumberdaya Ikan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan

Nama : Dwi Rosalina

NRP : C451060111

Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Ketua Anggota

Diketahui,

Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Ketua,

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof.Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada :

Keluargaku tercinta terima kasih yang tak terhingga kepada orangtuaku Ayahanda H. Ir. Mohd. Rozim dan Ibunda Hj. Dra. Ernalian Ciknang, serta saudara-saudaraku tersayang Meilinda, Ratri Anggraeni, Rakmat S.S, dan Dedi Nurrahman, atas segala dukungan, pengorbanan, doa dan dengan penuh kesabaran dan kasih sayang selama penulis menempuh pendidikan.

Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor beserta para staf pengajar yang telah membekali ilmu pengetahuan.

Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, M. Sc dan Dr. Ir. Sugeng H. Wisudo, M.Si sebagai komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya tesis ini.

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc, Prof. Dr. Ir John Haluan, M.Sc, Ir. Ronny I Wahyu, M.Phil, Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si, dan Dr. Ir. Azbas, M.Si dan dosen-dosen pasca sarjana teknologi kelautan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu atas bantuan dan dukungan yang di berikan selama penulis menempuh pendidikan.

Finriyani Arifin atas segala persahabatan, bantuan, dukungan dan kebersamaannya baik dalam suka dan duka selama ini. Ton Probolaksana atas dukungan, bantuan, doa, kesabaran dan kasih sayangnya selama ini.

(10)

Yang terakhir anak-anak kosan Nabila ”Bougenville” Ela Elawati, Nailus Saadah, Istifah dan Imelda atas bantuan, doa dan motivasinya kepada penulis dan Semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu per satu namanya. Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga rencana tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2008

(11)

BANYUASIN PROPINSI SUMATERA SELATAN

DWI ROSALINA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASINYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2008

Dwi Rosalina

(13)

Sumberdaya Ikan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN dan SUGENG HARI WISUDO.

Kabupaten Banyuasin memiliki potensi perikanan pelagis yang cukup besar yaitu 29,6 ton/tahun. Usaha perikanan tangkap ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin umumnya menggunakan rawai hanyut, jaring insang hanyut dan bagan tancap. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Menentukan teknologi penangkapan ikan pelagis yang efektif, efisien dan berkelanjutan berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan; 2) Mengalokasikan jumlah unit penangkapan ikan pelagis yang optimum; dan 3) Menentukan strategi pengembangan alat tangkap ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin. wawancara dan observasi langsung di lapangan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) metode skoring untuk menetapkan unit penangkapan ikan pelagis berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan; (2) analisis kelayakan usaha bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha dari alat tangkap yang terpilih; (3) analisis linear goal programming untuk mengalokasikan unit penangkapan ikan pelagis; dan (4) analisis SWOT, bertujuan untuk menentukan strategi pengembangan alat tangkap yang terpilih. Jenis teknologi yang terpilih sesuai dengan kriteria biologi, teknis, sosial, ekonomi adalah alat tangkap rawai hanyut. Sedangkan dari segi keramahan lingkungan alat tangkap rawai hanyut termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan sedangkan alat tangkap jaring insang hanyut dan bagan tancap adalah alat tangkap kurang ramah lingkungan. Gabungan keseluruhan aspek menempatkan alat tangkap rawai hanyut pada urutan pertama sebesar 17,33, jaring insang hanyut sebesar 11,86 dan bagan tancap 3,3.

Hasil analisis kelayakan usaha alat tangkap rawai hanyut di Kabupaten

Banyuasin menunjukkan keuntungan sebesar Rp. 18.767.666, nilai R/C sebesar

1,31, nilai NPV sebesar Rp. 55.855.075, Net B/C sebesar 2,22, dan nilai BEP

untuk nilai produksi per tahun sebesar Rp. 39.055.258 dan volume produksi per tahun sebesar 23.669 kg, nilai ROI sebesar 41 %, nilai IRR sebesar 48 % sedangkan nilai sensitivitas harga solar dan minyak tanah sebesar 72,15 % dan penurunan harga ikan sebesar 14,15 % Keseluruhan analisis ini menunjukkan alat tangkap rawai hanyut layak untuk dikembangkan, alat tangkap jaring insang

hanyutdi Kabupaten Banyuasin menunjukkan keuntungan sebesar Rp. 17.320.000

nilai R/C sebesar 1,37, nilai NPV sebesar Rp. 46.437.216, Net B/C sebesar 2,08,

dan nilai BEP untuk nilai produksi per tahun sebesar Rp. 26.951.872 dan volume

(14)

penurunan harga ikan sebesar 15 %, alat tangkap bagan tancap di Kabupaten

Banyuasin menunjukkan keuntungan sebesar Rp. 23.610.000, nilai R/C sebesar

1,48, nilai NPV sebesar Rp. 214.477.312, Net B/C sebesar 3,94, dan nilai BEP

untuk nilai produksi per tahun sebesar Rp. 31.292.924 dan volume produksi per tahun sebesar 16.506 kg, nilai ROI sebesar 32 %, nilai IRR sebesar 83 % sedangkan nilai sensitivitas harga solar dan minyak tanah sebesar 93 % dan penurunan harga ikan sebesar 18,5 %.

Alokasi unit penangkapan rawai hanyut sebagaialat tangkap yang terpilih

berdasarkan analisis program Lindo yang direkomendasikan sebanyak 51 unit sehingga terjadi penambahan sebesar 31 unit dari jumlah alat tangkap yang ada saat ini beroperasi di Kabupaten Banyuasin. Adapun strategi pengembangan alat tangkap pelagis kecil di Kabupaten Banyuasin adalah (1) Optimalisasi usaha perikanan pelagis; (2) Pengembangan usaha perikanan pelagis di jalur 2; (3) Peningkatan manajemen usaha perikanan pelagis; (4) Peningkatan skala usaha armada penangkapan ikan pelagis; dan (5) Pembenahan fasilitas sarana dan prasarana perikanan.

(15)

Pelagic Fish Resources in District of Banyuasin South Sumatera Province. Under Supervision of BUDY WIRYAWAN and SUGENG HARI WISUDO.

The pelagic fish is one of potential fishery resources in Banyuasin District. The production of pelagic fish fishery landed in Banyuasin District was 29,6 ton in year 2006. The objectives of the research were 1) to determine fishing technology for pelagic fish which more effective, efficient and sustainable based on biological, technical, social, economic and environment aspect; 2) to allocate optimum of pelagic fish catching unit in Banyuasin District; and 3) to determine development strategy of pelagic fisheries. The result of this research indicated that drift longline fishing technology is more effective, efficient and sustainable than drift gillnet and liftnet. The number of optimum allocation of fishing unit has been calculated which consist of drift longline 51 unit, drift gillnet 45 unit and liftnet with 55 unit. The output of feasibility analysis of drift longline fishery is the study area, indicated profit of Rp. 18,767,666, its NPV value was Rp. 55,855,075, Net B/C was 2.22, the BEP value was Rp. 39,055,258 that equal to production 23,669 kg, the ROI and IRR value were 41 % and 48. The output of feasibility analysis of drift gillnet fishery is the study area, indicated profit of Rp. 17,320,000, its NPV value was Rp. 46,437,216, Net B/C was 2.08, the BEP

value was Rp. 26,951,872 that equal to production 16,171 kg, the ROI and IRR

value were 40 % and 48 %. The output of feasibility analysis of liftnet fishery is the study area, indicated profit of Rp. 23,610,000, its NPV value was Rp. 214,477,312, Net B/C was 3.94, the BEP value was Rp. 31,292,924 that equal to production 16,506 kg, the ROI and IRR value were 32 % and 83 %. The development strategy of pelagic fisheries in Banyuasin District are: (1) optimization pelagic fish fishery with drift longline; (2) development pelagic fish fishery focusing in 6-12 mile zone; (3) Increase management effort of fisheries business; (4) revitalization of fisheries infrastructure and facility; and (5) Empowering scale of fishing fleet and its technology.

(16)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(17)

BANYUASIN PROPINSI SUMATERA SELATAN

DWI ROSALINA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Optimasi

Sumberdaya Ikan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan

Nama : Dwi Rosalina

NRP : C451060111

Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Ketua Anggota

Diketahui,

Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Ketua,

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof.Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(19)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada :

Keluargaku tercinta terima kasih yang tak terhingga kepada orangtuaku Ayahanda H. Ir. Mohd. Rozim dan Ibunda Hj. Dra. Ernalian Ciknang, serta saudara-saudaraku tersayang Meilinda, Ratri Anggraeni, Rakmat S.S, dan Dedi Nurrahman, atas segala dukungan, pengorbanan, doa dan dengan penuh kesabaran dan kasih sayang selama penulis menempuh pendidikan.

Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor beserta para staf pengajar yang telah membekali ilmu pengetahuan.

Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, M. Sc dan Dr. Ir. Sugeng H. Wisudo, M.Si sebagai komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya tesis ini.

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc, Prof. Dr. Ir John Haluan, M.Sc, Ir. Ronny I Wahyu, M.Phil, Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si, dan Dr. Ir. Azbas, M.Si dan dosen-dosen pasca sarjana teknologi kelautan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu atas bantuan dan dukungan yang di berikan selama penulis menempuh pendidikan.

Finriyani Arifin atas segala persahabatan, bantuan, dukungan dan kebersamaannya baik dalam suka dan duka selama ini. Ton Probolaksana atas dukungan, bantuan, doa, kesabaran dan kasih sayangnya selama ini.

(20)

Yang terakhir anak-anak kosan Nabila ”Bougenville” Ela Elawati, Nailus Saadah, Istifah dan Imelda atas bantuan, doa dan motivasinya kepada penulis dan Semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu per satu namanya. Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga rencana tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2008

(21)

H. Ir. Mohd. Rozim dan ibu Hj. Dra. Ernalian Ciknang. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara.

(22)

DAFTAR ISTILAH

Biodiversity Keanekaragam hayati yang ada di dalam suatu habitat yang menunjukkan produktivitas suatu perairan.

By-catch Hasil tangkapan sampingan; merupakan bagian dari hasil tangkapan yang didapatkan pada saat operasi penangkapan sebagai tambahan dari tujuan utama penangkapan (target spesies).

Gross Tonnage (GT) Ukuran besarnya kapal secara keseluruhan yang merupakan jumlah isi semua ruang-ruang tertutup (volume)

Nelayan Orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalan

operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air.

Net Benefit Cost Perbandingan antara total penerimaan (Net B/C) bersih dan total biaya produksi.

Net Present Value Selisih antara nilai sekarang dari penerimaan

(NPV) dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat

bunga tertentu.

Pengembangan Usaha perubahan dari suatu nilai yang kurang

kepada sesuatu yang lebih baik; proses yang menuju pada suatu kemajuan.

Perikanan Semua kegiatan yang berhubungan dengan

pengelolaan dan pemanfaatan SDI dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.

Perikanan Tangkap Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang

tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang mengunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.

Unit Penangkapan Ikan Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi

(23)

DAFTAR ISI... i 3.5.4 Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities

and Threats)... 44

(24)
(25)

7.1.1 Analisis aspek biologi... 94 7.1.2 Analisis aspek teknis... 95 7.1.3 Analisis aspek sosial... 96 7.1.4 Analisis aspek ekonomi... 96 7.1.5 Analisis aspek keramahan lingkungan... 97 7.1.6 Analisis aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan

keramahan lingkungan... 97 7.2 Tinjauan Aspek Finansial ... 98 7.3 Optimasi Alokasi Armada Penangkapan Ikan Pelagis... 102 7.4 Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap... 103 8 KESIMPULAN DAN SARAN... 110 DAFTAR PUSTAKA... 111 LAMPIRAN... 116

(26)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah sampel menurut unit penangkapan ikan pelagis yang ada di

Kabupaten Banyuasin... 32 2 Pengukuran parameter biologi terhadap sumberdaya ikan

pelagis ... 32 3 Pengukuran parameter teknis pada perahu dan alat penangkapan

ikan pelagis... 33 4 Pengukuran parameter sosial pada nelayan yang menggunakan

unit penangkapan ikan pelagis... 34 5 Pengukuran parameter ekonomi terhadap unit penangkapan

ikan pelagis... 35 6 Pengukuran parameter lingkungan terhadap unit penangkapan

ikan pelagis... 35 7 Pembobotan tiap unsur SWOT... 45 8 Matriks hasil analisis SWOT... 45 9 Rangking alternatif strategi... 46 10 Nama-nama Kecamatan menurut status dan Ibu Kota Kecamatan

dalam Kabupaten Banyuasin... 48 11 Potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Banyuasin... 52 12 Alat penangkapan ikan di Kabupaten Banyuasin... 54 13 Jumlah armada penangkap ikan laut di Kabupaten Banyuasin

tahun 2006... 54 14 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Banyuasin tahun 2006 55 15 Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut selama

periode tahun 2001 – 2005 di Kabupaten Banyuasin... 56 16 Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek biologi unit penangkapan

ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin... 69

(27)

18 Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek sosial unit penangkapan

ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin... 71 19 Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek ekonomi unit penangkapan

ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin... 71 20 Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek keramahan lingkungan

unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin... 72 21 Total standarisasi aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan

lingkungan unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin. 73 22 Analisis usaha pengembangan rawai hanyut di Kabupaten

Banyuasin tahun 2006... 75 23 Hasil perhitungan cash flow pada unit penangkapan rawai hanyut

di Kabupaten Banyuasin... 76 24 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar

dan minyak tanah sebesar 72,15 % pada rawai hanyut tahun 2006.. 78 25 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga ikan

sebesar 14,15 % pada rawai hanyut pada tahun 2006... 78 26 Analisis usaha pengembangan jaring insang hanyut di Kabupaten

Banyuasin tahun 2006... 80 27 Hasil perhitungan cash flow pada unit penangkapan jaring insang

hanyut di Kabupaten Banyuasin... 80 28 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar

dan minyak tanah sebesar 41 % pada jaring insang hanyut

tahun 2006... 82 29 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga ikan

sebesar 15 % pada jaring insang hanyut pada tahun 2006... 82 30 Analisis usaha pengembangan bagan tancap di Kabupaten

Banyuasin tahun 2006... 84 31 Hasil perhitungan cash flow pada unit penangkapan bagan tancap

di Kabupaten Banyuasin... 84 32 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar

dan minyak tanah sebesar 93 % pada bagan tancap tahun 2006... 86

(28)

33 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga ikan

sebesar 18,5 % pada bagan tancap pada tahun 2006... 86 34 Total produksi, upaya penangkapan dan CPUE unit penangkapan

ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin... 87 35 Alokasi unit penangkapan ikan pelagis... 91 36 Identifikasi, skoring dan arahan pengembangan perikanan pelagis.. 92 37 Analisis keterkaitan antar unsur SWOT... 93

(29)

1 Kerangka pemikiran ... 5 2 Ikan kembung (Rastrelliger sp)... 21 3 Ikan selar (Selaroides sp)... 22 4 Ikan tembang (Sardinella sp)... 24 5 Ikan tongkol (Auxis sp)... 25 6 Bagan alir tahapan penelitian... 31 7 Kapal jaring insang hanyut yang dioperasikan di Kabupaten

Banyuasin... 57 8 Konstruksi jaring insang hanyut yang dioperasikan di Kabupaten

Banyuasin... 58 9 Teknik pengoperasian jaring insang hanyut di Kabupaten

Banyuasin... 60 10 Konstruksi bagan tancap yang dioperasikan di Kabupaten

Banyuasin... 61 11 Kapal bagan tancap yang dioperasikan di Kabupaten Banyuasin... 62 12 Teknik pengoperasian bagan tancap di Kabupaten Banyuasin... 64 13 Kapal rawai hanyut yang dioperasikan di Kabupaten Banyuasin... 65 14 Konstruksi rawai hanyut yang dioperasikan di Kabupaten

Banyuasin... 66 15 Teknik pengoperasian rawai hanyut di Kabupaten Banyuasin... 68 16 Perkembangan produksi ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin

periode tahun 2001 - 2005... 88 17 Hubungan antara hasil lestari ikan pelagis dengan upaya

penangkapan model Schaefer dan keseimbangan bioekonomi

penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin... 89

(30)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Peta penelitian ... 116 2 Daerah penangkapan... 117 3 Analisis usaha unit penangkapan rawai hanyut... 118 4 Biaya operasional unit penangkapan rawai hanyut di Kabupaten

Banyuasin tahun 2006... 119 5 Perkiraan cash flow unit penangkapan rawai hanyut di Kabupaten

Banyuasin... 120 6 Sensitivitas kenaikan solar dan minyak tanah (72,15%) terhadap

biaya operasional unit penangkapan rawai hanyut di Kabupaten

Banyuasin tahun 2006... 121 7 Sensitivitas kenaikan harga solar dan minyak tanah (72,15%)

terhadap perkiraan cash flow unit penangkapan rawai hanyut di

Kabupaten Banyuasin... 122 8 Sensitivitas penurunan harga ikan (14,15%) terhadap perkiraan

cash flow unit penangkapan rawai hanyut di Kabupaten Banyuasin 123 9 Analisis usaha unit penangkapan jaring insang hanyut... 124 10 Biaya operasional unit penangkapan jaring insang hanyut di

Kabupaten Banyuasin tahun 2006... 125 11 Perkiraan cash flow unit penangkapan jaring insang hanyut di

Kabupaten Banyuasin... 126 12 Sensitivitas kenaikan solar dan minyak tanah (41%) terhadap

biaya operasional unit penangkapan jaring insang hanyut di

Kabupaten Banyuasin tahun 2006... 127 13 Sensitivitas kenaikan harga solar dan minyak tanah (41%)

terhadap perkiraan cash flow unit penangkapan jaring insang hanyut

di Kabupaten Banyuasin... 128 14 Sensitivitas penurunan harga ikan (15%) terhadap perkiraan

cash flow unit penangkapan jaring insang hanyut di Kabupaten

Banyuasin... 129

(31)

Banyuasin tahun 2006... 131 17 Perkiraan cash flow unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten

Banyuasin... 132 18 Sensitivitas kenaikan solar dan minyak tanah (93%) terhadap

biaya operasional unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten

Banyuasin tahun 2006... 133 19 Sensitivitas kenaikan harga solar dan minyak tanah (93%)

terhadap perkiraan cash flow unit penangkapan bagan tancap di

Kabupaten Banyuasin... 134 20 Sensitivitas penurunan harga ikan (15%) terhadap perkiraan

cash flow unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Banyuasin... 135

21 Data produksi (kg) dan upaya penangkapan (trip)... 136 22 Hasil analisis program Maple VIII terhadap fungsi produksi ikan

pelagis... 137 23 Hasil olahan Lindo untuk alokasi unit penangkapan ikan pelagis

di Kabupaten Banyuasin... 142

(32)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan penangkapan ikan pada hakekatnya berarah pada pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan rasional bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan nelayan khususnya, tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya ikan itu sendiri maupun lingkungannya. UU No. 31/2004 tentang perikanan juga mengamanatkan bahwa pengelolaan perikanan, termasuk kegiatan perikanan tangkap, harus dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan.

Banyuasin merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Selatan dengan kondisi geografis yang terletak pada posisi 10013’00” LS - 40000’00” LS dan 10400000” BT - 10503’00” BT , sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Muara Jambi, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sirah Pulau Padang OKI, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Air Sugihan dan Kecamatan Pampangan OKI, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Lais. Kondisi laut yang cukup luas menjadikan wilayah ini sangat potensial untuk kegiatan perikanan (DPK 2006).

Kabupaten Banyuasin dengan luas wilayah 11.832,99 km2 dan panjang garis pantai 275 km, selain potensi lahan yang cukup besar (luas laut 1.765,4 km2). Produksi ikan pelagis yang tercatat pada tahun 2006 sebesar 29,62 ton/tahun, sementara potensi ikan pelagis Kabupaten Banyuasin memiliki potensi ikan demersal 32.800 ton/tahun dan ikan pelagis 60.000 ton/tahun. Hal ini didukung oleh kegiatan perikanan yang berkembang di Kabupaten Banyuasin adalah kegiatan perikanan tangkap (DPK 2006).

(33)

keterbatasan modal, alat tangkap yang relatif sederhana, armada penangkapan yang digunakan relatif kecil dan keterampilan nelayan yang terbatas.

Penelitian yang berkenaan dengan daerah di Kabupaten Banyuasin adalah kajian potensi kawasan pesisir untuk pengembangan kegiatan perikanan yang dilakukan oleh Eddrisea (2004), namun kajian yang terkait dengan teknologi penangkapan ikan pelagis berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan, jumlah unit penangkapan ikan pelagis yang optimum dan kajian mengenai strategi pengembangan alat tangkap ikan pelagis belum pernah dilakukan, maka sangat perlu untuk dilakukan penelitian tentang pengembangan perikanan tangkap berbasis optimasi sumberdaya ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan, sehingga dengan penelitian ini diharapkan usaha perikanan di wilayah Kabupaten Banyuasin dapat dilakukan secara optimal tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya yang ada.

1.2 Perumusan Masalah

Kegiatan penangkapan yang dilakukan di Kabupaten Banyuasin baik dari segi kelimpahan sumberdaya diharapkan tidak merusak kelestarian sumberdaya yang ada di perairan ini, maupun segi penampilan alat tangkap yang meliputi aspek teknis dan sosial finansial. Dari segi teknis hendaknya alat tangkap yang digunakan sesuai dengan kondisi daerah penangkapan sehingga efektif dikembangkan. Sementara dari aspek sosial dan finansial dapat diterima oleh masyarakat dan menguntungkan hingga memberikan tingkat pendapatan yang memadai bagi nelayan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan dalam upaya pengembangan kegiatan penangkapan yang ada di Kabupaten Banyuasin.

(34)

Usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya ikan pelagis di daerah Banyuasin telah dihadapkan pada masalah besarnya potensi yang belum banyak dimanfaatkan, di antaranya yang disebabkan oleh faktor masih sedikitnya jumlah nelayan, sarana dan prasarana usaha perikanan tangkap yang masih kurang dan belum berfungsi secara optimal, keterbatasan modal usaha, kualitas sumberdaya manusia yang relatif rendah dan kemampuan manajemen yang lemah serta kondisi ekonomi yang kurang baik yang berkaitan dengan rendahnya tingkat pendapatan.

Berdasarkan uraian di atas, untuk mengembangkan perikanan tangkap di perairan Kabupaten Banyuasin khususnya di Sungsang, tentu akan menghadapi beberapa kendala atau permasalahan utama yang perlu dianalisis dan dijawab. Secara spesifik, permasalahan pokok dalam mengembangkan perikanan tangkap di perairan Kabupaten Banyuasin dapat didekati melalui pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut :

(1) Apa jenis atau komoditi sumberdaya ikan unggulan yang ada di perairan Kabupaten Banyuasin ?

(2) Apa jenis teknologi penangkapan ikan pelagis yang tepat digunakan untuk memanfaatkan komoditi ikan unggulan tersebut ?

(3) Berapa jumlah unit penangkapan ikan pelagis yang optimum ?

(4) Bagaimana tahapan pengembangan perikanan tangkap yang optimal dan komprehensif ?

Pada prinsipnya, untuk mengembangkan sub-sektor perikanan tangkap di Kabupaten Banyuasin, diperlukan suatu pola atau acuan yang komprehensif. Dengan demikian diharapkan usaha perikanan tangkap dapat dilakukan seoptimal mungkin, sehingga sumberdaya perikanan laut yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan nelayan dengan tanpa mengganggu keberlangsungan sumberdaya yang ada.

(35)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1) Menentukan teknologi penangkapan ikan pelagis yang efektif, efisien dan berkelanjutan berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan.

2) Mengalokasikan jumlah unit penangkapan ikan pelagis yang optimum.

3) Merekomendasikan strategi pengembangan teknologi penangkapan perikanan pelagis di Kabupaten Banyuasin.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan pelagis secara berkelanjutan di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan.

2. Sebagai bahan informasi bagi dinas perikanan dan pengusaha untuk pengembangan perikanan tangkap yang ramah lingkungan dan berkelanjutan khususnya perikanan pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pengembangan perikanan tangkap berbasis optimasi sumberdaya ikan pelagis yang ada di Sungsang Kabupaten Banyuasin yaitu besarnya potensi yang belum banyak dimanfaatkan, karena faktor masih sedikitnya jumlah nelayan, sarana dan prasarana usaha perikanan tangkap yang masih kurang dan sederhana serta belum berfungsi secara optimal. Unit penangkapan yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis di Sungsang yaitu jaring insang hanyut, bagan tancap dan rawai hanyut. Sampai saat ini belum pernah ada penelitian mengenai aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan dari ketiga alat tangkap yang biasa digunakan untuk menangkap ikan pelagis (jaring insang hanyut, bagan tancap, dan rawai hanyut) itu sendiri yang dapat berpengaruh terhadap pengembangan perikanan pelagis.

(36)

tancap, dan rawai hanyut) berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan. Setelah diketahui teknologi yang terbaik maka perlu dilihat kelayakan alat tangkap yang terpilih sebagai syarat pengembangan usaha perikanan pelagis. Bila syarat kelayakan telah dipenuhi maka disusun strategi yang tepat agar usaha perikanan pelagis dapat berkembang lebih baik lagi (Gambar 1).

Gambar 1 Kerangka pemikiran

5

Jaring Insang Hanyut

Bagan Tancap

Rawai Hanyut Kegiatan Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin

Biologi Teknis Sosial Ekonomi

Alat Tangkap Pelagis Terpilih

Karakteristik Alat Penangkapan Ikan Analisis Optimasi

Analisis SWOT

Strategi Pengembangan

(37)

2.1 Usaha Perikanan Tangkap

Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang menangkap

meliputi pengumpulan hewan atau tanaman air yang hidup di laut atau perairan

umum secara bebas. Definisi tersebut secara jelas menunjukkan bahwa kegiatan

menangkap ikan yang dimaksud adalah bertujuan untuk mendapatkan keuntungan

baik secara finansial, maupun untuk memperoleh nilai tambah lainnya, seperti

penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan terhadap protein hewan, devisa

serta pendapatan negara (Monintja 1994).

Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk

menangkap atau membudidayakan ikan termasuk kegiatan menyimpan,

mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersil atau mendapatkan

laba dari kegiatan yang dilakukan. Perikanan laut sebagai salah satu sub sektor

dari usaha perikanan, yang terbagi menjadi dua aspek yaitu : (1) menangkap ikan

di laut, adalah semua kegiatan menangkap yang dilakukan di laut dan muara

sungai, laguna dan sebagainya yang dipengaruhi oleh pasang surut. Dalam hal

demikian semua kegiatan menangkap yang dilakukan oleh nelayan dari perikanan

laut dinyatakan sebagai menangkap di laut, (2) budidaya di laut, adalah semua

kegiatan memelihara yang dilakukan di laut atau di perairan antara lain yang

terletak di muara sungai dan laguna (Syafrin 1993).

Syafrin (1993) mengatakan bahwa pengembangan usaha perikanan

tangkap sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya perikanan di suatu

perairan dan fluktuasi kegiatan usaha perikanan usaha pada akhirnya

mempengaruhi nelayan yang beroperasi di sekitar perairan tersebut. Menurut UU

No. 9 tahun 1985 butir 5 tentang perikanan menjelaskan bahwa usaha perikanan

adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap,

membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau

(38)

2.2 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha

perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang dinilai baik. Dengan

kata lain pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu kemajuan.

Menurut Bahari (1989), pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses

atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan

sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang

lebih baik.

Undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan menyebutkan bahwa

tujuan pengelolaan sumberdaya ikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat khususnya nelayan, dan sekaligus untuk menjaga kelestarian sumberdaya

ikan dan lingkungannya. Hasil tangkapan nelayan akan sangat tergantung pada

tingkat upaya penangkapan dan besarnya populasi atau sediaan ikan. Dalam hal

ini ada dua pengertian upaya penangkapan, yaitu (1) upaya penangkapan nominal,

(2) upaya penangkapan efektif. Upaya penangkapan nominal diukur berdasarkan

jumlah nominalnya, antara lain dengan satuan jumlah kapal, alat tangkap maupun

trip penangkapan yang distandarisasikan dengan satuan baku. Sementara itu upaya

penangkapan efektif diukur berdasarkan besarnya dampak yang ditimbulkan

terhadap kelimpahan sediaan ikan atau laju kematian karena kegiatan

penangkapan (Purwanto 1990).

Faktor manusia merupakan kunci sukses pengelolaan sumber daya perikanan,

karena manusia yang memanfaatkan sumberdaya ikan memiliki emosi, strategi, visi,

tujuan, keinginan, dan perasaan. Dalam pemilihan altematif pengelolaan perikanan

sangat bergantung pada keunikan, situasi dan kondisi perikanan yang dikelola,

serta tujuan pengelolaan. Setiap pilihan sebaiknya berdasarkan kriteria-kriteria

berikut: (1) diterima nelayan; (2) diimplementasi secara gradual; (3) fleksibilitas;

(4) implementasinya didorong efisiensi dan inovasi; (5) dengan perhitungan yang

matang; dan (6) ada keterkaitan terhadap tenaga, biaya kerja, pengangguran dan

keadilan. Pentingnya pengelolaan sumberdaya perikanan menurut FAO (1997)

karena beberapa hal, yaitu : pihak yang terlibat dalam pengelolaan perikanan adalah

pemerintah, nelayan, dan stakeholders lain yang terkait. Adapun manfaat

(39)

manfaat yang optimal bagi para stakeholders baik generasi sekarang maupun yang

akan datang, serta terciptanya perikanan yang bertanggung jawab. Gulland (1977)

mengajukan enam pendekatan dalam pengelolaan perikanan: (1) pembatasan

alat tangkap; (2) penutupan daerah penangkapan ikan; (3) penutupan musim

penangkapan: (4) pemberlakuan kuota penangkapan; (5) pembatasan ukuran ikan

yang boleh ditangkap; dan (6) penetapan jumlah kapal serta jumlah hasil

tangkapan yang diperbolehkan untuk setiap kapal. Panayotou (1986) mengajukan

beberapa pendekatan yang bersifat sosial ekonomi yaitu: (1) penetapan pajak; (2)

subsidi; (3) pembatasan import dan (4) promosi ekspor.

Pengelolaan sumberdaya perikanan pada dasarnya bertujuan untuk

memanfaatkan sumberdaya bagi pencapaian sasaran-sasaran pembangunan

perikanan yang berlanjut, secara sistematis dan berencana, berupaya mencegah

terjadinya eksploitasi sumberdaya secara berlebihan serta sekaligus berupaya

menghambat menurunnya mutu dan rusaknya habitat / ekosistem penting akibat ulah

manusia. Eksploitasi lebih dan rusaknya habitat penting pada gilirannya dapat

menurunkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, yang dapat menjurus pada

kemiskinan (Cholik dan Budihardjo 1993).

Pengelolaan sumberdaya perikanan didasari atas pemahaman yang luas

dan mendalam akan semua proses dan interaksi yang berlangsung di alam,

potensi yang dikandung di dalamnya, serta kemungkinan kerusakan yang

akan dialaminya. Dengan demikian pengelolaan sumberdaya mencakup

penetapan langkah-langkah dan kegiatan yang harus dilakukan guna

mengantisipasi dan mengatasi masalah maupun menangani isu-isu yang

berkembang, dalam wujud program pengelolaan (FAO 1997).

Pengelolaan sumberdaya perikanan mengandung pengertian suatu

kumpulan tindakan (aksi yang terorganisir untuk mencapai tujuan pengelolaan

sumberdaya perikanan. Berbagai langkah yang ditempuh diarahkan agar

pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan semaksimal mungkin dapat

memecahkan persoalan yang terkait dengan: kelebihan kapasitas penangkapan

ikan, ketidakseimbangan antara berbagai kepentingan dalam pemanfaatan

sumberdaya, kerusakan habitat dan menurunnya keanekaragaman hayati, serta

(40)

Muthalib (1992), mengatakan bahwa untuk mencapai sasaran

pembangunan perikanan yakni meningkatkan produksi pendapatan serta

memperluas kesempatan kerja maka pengembangan usaha penangkapan perlu

diupayakan secara optimal melalui penentuan dan pengelolaan jenis usaha yang

sesuai untuk dikembangkan dan mengetahui berbagai faktor yang berpengaruh

terhadap peningkatan produksi dan pendapatan.

Pengelolaan perikanan secara operasional ditujukan untuk mencapai hasil

tangkapan maksimal yang berimbang lestari (MSY), hasil produksi yang secara

ekonomi memberikan keuntungan maksimum yang lestari (MEY), dan kondisi

sosial yang optimal misalnya memaksimumkan tenaga kerja dan mengurangi

pertentangan yang terjadi diantara nelayan (Gulland 1997). Pada umumnya

pengelolaan sumberdaya perikanan tidak langsung ditujukan pada organisme

ikannya, tetapi cenderung pada usaha pengaturan aktivitas penangkapan ikan dan

perikanan merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan upaya perbaikan

kondisi lingkungan (Najamuddin 2004).

Indeks kelimpahan stok suatu sumberdaya dapat dicerminkan dari angka

laju tangkap (catch rate). Adanya fluktuasi indeks kelimpahan stok merupakan

indikasi dari adanya pengaruh penangkapan terhadap stok, baik yang bersifat

eksternal maupun internal. Pada perikanan yang sudah tereksploitasi pengaruh

yang paling besar adalah kegiatan penangkapan (Badrudin dan Sumiono 2002)

Pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilakukan apabila potensi

sumberdaya diketahui. Pendekatan dalam pendugaan potensi sumberdaya

perikanan yang banyak digunakan selama ini meliputi pendekatan biologi dan

ekonomis. Pada pendekatan biologi, tingkat eksploitasi cenderung berada di

bawah titik maksimum karena adanya indeks kehati-hatian terhadap stok

sumberdaya ikan (Najamuddin 2004). Sejalan dengan berbagai pendapat di atas

maka diperlukan suatu usaha pengelolaan yang tetap memperhatikan beberapa

aspek dalam usaha pengembangan perikanan tangkap khususnya di mana

fenomena perbedaan antara persediaan ikan yang bisa habis dan usaha

penangkapan yang terus menerus, sehingga dibutuhkan suatu tindakan pengaturan

agar dapat memperkecil percepatan kehabisan stok ikan.

(41)

Usaha pengelolaan dan pengembangan perikanan laut dimasa datang

memang akan terasa lebih berat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Tetapi dengan pemanfaatan iptek, akan mampu mengatasi

keterbatasan sumberdaya melalui suatu langkah yang rasional untuk mendapatkan

manfaat yang optimal dan berkelanjutan. Langkah pengelolaan dan

pengembangan tersebut juga harus mempertimbangkan aspek biologi, teknis,

sosial budaya, dan ekonomi.

1) Aspek Biologi

Ikan sebagai sumberdaya hayati dilihat dari aspek biologi dengan

menekankan pada jumlah stok atau biomassa ikan dimana dalam menganalisis

sumberdaya ikan, penentuan ukuran stok merupakan langkah penting dalam

mempelajari berbagai stok terutama yang telah diusahakan. Hasil analisis akan

sangat berguna bagi perencanaan pemanfaatan, pengembangan, dan perumusan

strategi pengelolaan. Ukuran dari suatu stok ikan dalam perairan dapat dinyatakan

dalam jumlah atau berat total individu (Widodo et al. 1998).

Dalam menduga ukuran stok ikan seringkali digunakan jumlah atau berat

relatif yang dinyatakan sebagai kelimpahan sedangkan satuan yang sering

digunakan adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) dari suatu alat

tangkap. Perubahan ukuran stok dapat disebabkan oleh adanya berbagai

perubahan lingkungan, proses rekruitmen, pertumbuhan, kegiatan penangkapan,

populasi organisme mangsa, pemangsa atau pesaing. Perubahan ukuran stok atau

beberapa bagian dari stok dalam waktu tertentu dapat digunakan untuk

mengestimasi laju kematian atau kelangsungan hidup dari stok yang bersangkutan

(Widodo et al. 1998).

Mengestimasi besarnya kelimpahan (biomasa) dan estimasi potensi dari

suatu jenis atau kelompok jenis sumberdaya ikan dapat digunakan metode Surplus

Produksi. Model produksi surplus banyak digunakan dalam pengelolaan

perikanan dalam lingkup yang besar karena model ini didasarkan pada data

tangkapan dan data upaya penangkapan yang relatif mudah diperoleh. Metode

produksi surplus berdasarkan pada asumsi bahwa tingkat pertumbuhan bersih dari

suatu stok berhubungan dengan biomasanya. Pertumbuhan biomasa pada carrying

(42)

beberapa nilai biomassa yang lebih rendah. Kerugian utama dari model ini adalah

karena mengabaikan proses biologis (pertumbuhan, pertambahan, dan mortalitas)

yang mempengaruhi biomassa stok. Jika jumlah tangkapan yang dikeluarkan dari

stok lebih kecil dari produksi surplus maka biomassa stok akan bertambah tetapi

bila jumlah tangkapan lebih besar dari produksi surplus maka biomassa stok akan

menurun (King 1995).

Maunder (2002) menyatakan bahwa yang terpenting dalam analisis CPUE

adalah CPUE dari semua tipe alat tangkap yang dioperasikan pada areal yang

sama harus dibandingkan terhadap tipe alat tangkap standar.

2) Aspek Teknis

Aspek teknis suatu penangkapan ikan merupakan faktor-faktor yang

berhubungan dengan rancang bangun alat tangkap, pelaksanaan operasi

penangkapan, kesesuaian alat tangkap dengan daerah penangkapan, jenis ikan

yang menjadi target penangkapan, penggunaan peralatan pendukung, dan

sebagainya. Indikator dari efisiensi secara teknis adalah jumlah hasil tangkapan

persatuan waktu, dan tenaga. Fridman (1986) menyatakan bahwa alat tangkap

harus dianggap sebagai bagian dari suatu sistem yang juga mencakup penanganan

alat, kapal perikanan, alat pengumpul ikan, dan lingkungan daerah penangkapan.

Ayodhyoa (1981) menyatakan bahwa penentuan suatu metode

penangkapan ikan harus dilandasi pengetahuan mendalam tentang tingkah laku

ikan baik sebagai individu maupun kelompok, dalam suatu saat tertentu atau

periode musim, dalam keadaan alami atau diberi perlakuan dalam penangkapan

dan ini menjadi kunci untuk melakukan perbaikan dan menemukan metode baru.

Metode penangkapan yang efisien adalah metode penangkapan yang

memperhatikan tingkah laku dari spesies target yang diharapkan, terutama

pergerakan organisme dan respon terhadap rangsangan, dalam hal ini alat tangkap

(King 1995).

Dalam suatu pengoperasian alat tangkap dan tingkat teknologi maka jenis

teknik penangkapan ikan bervariasi mulai dari yang sederhana dan mudah

dioperasikan sampai yang kompleks dan rumit digunakan. Ada jenis alat tangkap

yang pasif seperti jenis perangkap dan jaring insang yang mengharapkan

pergerakan ikan menuju alat tangkap sampai yang aktif seperti trawl dan seine net

(43)

yang dirancang untuk mengeruk dan menyaring dalam menangkap ikan.

Perbedaan kedua tipe ini penting dalam mempertimbangkan biaya penangkapan

dan kesesuaian ekologis. Alat tangkap pasif relatif mudah dioperasikan dan kecil

kemungkinannya merusak ekosistem perairan, tetapi alat tangkap aktif khususnya

trawl dan seine net lebih efisien dalam hasil tangkapan dan berperan pada

sebagian besar hasil tangkapan (King 1995).

Perikanan pantai Indonesia tergolong perikanan skala kecil sampai

menengah dengan investasi dan input teknologi yang kecil. Namun demikian jika

ditinjau dari segi prinsip metode penangkapan yang digunakan oleh nelayan di

tanah air akan terlihat bahwa telah banyak pemanfaatan tingkah laku ikan

(behaviour) untuk tujuan penangkapan ikan yang digunakan. Penggunaan penaju

pada perikanan sero, penggunaan cahaya pada perikanan bagan dan penggunaan

rumpon pada perikanan payang, menunjukkan bahwa nelayan telah menerapkan

teknologi dalam menangkap ikan dengan memanfaatkan tingkah laku ikan, yang

belum dimiliki nelayan adalah kemampuan mendeteksi permasalahan untuk

melakukan perbaikan (Ayodhyoa 1981).

3) Aspek Sosial

Pengertian masyarakat perikanan adalah suatu kelompok masyarakat yang

berdiam dan menggantungkan sumber hidupnya dari ketersediaan sumberdaya

perikanan dengan pilihan sumber perolehan alternatif yang minim dan asupan

teknologi yang digunakan relatif sederhana. Konteks dasar demikian ini terasa

sulit mendapatkan pengakuan akibat makin dinamisnya masyarakat itu sendiri dan

makin terbukanya berbagai akses dan pilihan sumber hidup, demikian juga makin

meningkatnya fungsi dan nilai ekonomi sumberdaya perikanan yang

menyebabkan makin majemuknya masyarakat perikanan itu sendiri. Bahkan

pengertiannya lebih meluas lagi dengan istilah stakeholders atau pemangku

kepentingan yang tidak lagi mengenal batasan domisili dan tingkat

ketergantungan hidupnya terhadap sumberdaya perikanan, walaupun masih tetap

didominasi oleh kelompok nelayan kecil. Dalam usaha pengembangan suatu

perikanan tangkap harus selalu memperhatikan dampak sosialnya terhadap

(44)

Analisis aspek sosial perikanan tangkap meliputi penyerapan tenaga kerja

per unit penangkapan atau jumlah tenaga kerja per unit penangkapan, penerimaan

per unit penangkapan atau penerimaan nelayan yang diperoleh dari hasil per unit

yaitu hasil bagi antara sistem bagi hasil dengan jumlah nelayan personil

penangkapan, dan kemungkinan kepemilikan unit tangkap ikan untuk nelayan

yang diperoleh dari penerimaan nelayan per tahun dibagi investasi dari setiap unit

penangkapan.

Pengembangan perikanan berkaitan erat dengan proses pemanfaatan

sumberdaya manusia, dan sumberdana yang tersedia. Berdasarkan alamnya,

pengembangan usaha perikanan tangkap sangat tergantung pada ketersediaan

sumberdaya perikanan di suatu perairan. Fluktuasi kegiatan usaha perikanan pada

akhirnya mempengaruhi nelayan yang beroperasi di sekitar perairan tersebut.

Sementara itu Monintja et al. (1986) mengemukakan bahwa aspek sosial yang

penting diperhatikan dalam pemilihan teknologi penangkapan ikan adalah

penerimaan oleh nelayan (pengoperasian alat tangkap tidak menimbulkan friksi

atau keresahan nelayan yang telah ada), ketersedian tenaga kerja (pendidikan dan

pengalaman), dan memberikan pendapatan yang sesuai.

Permasalahan utama usaha perikanan adalah sifat common property

sumberdaya ikan, sehingga upaya seorang nelayan menimbulkan suatu biaya yang

tidak diperhitungkan terhadap seluruh nelayan. Hal ini berpotensi menimbulkan

friksi sosial antara nelayan dalam pemilihan teknologi penangkapan ikan. Oleh

karena itu evaluasi terhadap perikanan tangkap yang akan dikembangkan

hendaknya dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat. Tingkat

partisipasi angkatan kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor demografi, sosial, dan

ekonomi. Faktor ini antara lain adalah umur, status perkawinan, tingkat

pendidikan, daerah tempat tinggal (desa/kota), dan jumlah pendapatan.

Solahudin (1998), menyatakan masalah pendidikan, pengetahuan, dan

keterampilan erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan pendapatan yang

dicapai oleh nelayan. Rendahnya tingkat pendidikan nelayan telah menyebabkan

tingkat produktivitas mereka telah mengalami peningkatan yang berarti. Menurut

Muthalib (1992) dalam usaha untuk mencapai tingkat pendapatan yang tertinggi,

(45)

Kemampuan nelayan dalam mengkombinasikan berbagai faktor ditentukan oleh :

1) Penguasaan sumberdaya; 2) Kemudahan untuk mendapatkan tenaga kerja

manusia dan tenaga kerja mekanik; 3) Kemampuan memperoleh modal usaha; dan

4) Kemudahan memasarkan hasil produksi dengan harga yang wajar.

4) Aspek Finansial

Salah satu dasar pertimbangan dalam pengendalian pembangunan sektor

perikanan adalah pertimbangan ekonomi. Pertimbangan ini meliputi pendapatan

nelayan yang layak, penggunaan sumberdaya yang optimal, dan retribusi

pendapatan antar nelayan, serta memperoleh sewa ekonomi yang besar

(Lawson 1984). Barani (2003) sektor perikanan tangkap dengan potensi dan

peluang yang dimiliki akan dijadikan andalan dalam mendukung pertumbuhan

ekonomi nasional, terutama dalam kaitannya dengan upaya peningkatan

penerimaan devisa, mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan

kesejahteraan petani ikan dan nelayan, penyediaan lapangan kerja produktif,

peningkatan penerimaan negara dan pendapatan asli daerah. Maka pelaksanaan

pembangunan perikanan tangkap didasarkan pada sistem ekonomi kerakyatan

yang mengarah pada mekanisme pasar dan persaingan pasar. Pembangunan ini

didukung oleh pengembangan industri berbasis keunggulan sumberdaya alam dan

sumberdaya manusia dalam mencapai daya saing tinggi.

Sainsbury (1999), pertimbangan ekonomis adalah faktor utama dalam

pemilihan metode dan alat tangkap ikan. Suatu metode harus mampu menangkap

dan memberikan jumlah ikan yang cukup bagi pasar untuk memberikan

keberlanjutan usaha. Selain kesesuaian teknis, hasil estimasi yang menunjukkan

pengembalian ekonomis terbesar biasanya menjadi pilihan suatu metode

penangkapan ikan yang berarti mampu menangkap ikan dalam jumlah besar (Kg),

tetapi juga bisa berarti nilai hasil tangkapan yang tinggi (Rp) meskipun jumlah

hasil tangkapan tidak besar (Ayodhyoa 1981).

Aspek ekonomi yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan teknologi

penangkapan ikan adalah besarnya modal investasi, besarnya modal kerja,

proyeksi hasil tangkapan / pengembalian modal (Monintja et al. 1986). Dalam

mengevaluasi suatu usaha perlu memperhatikan beberapa aspek, antara lain

(46)

dievaluasi menyangkut perbandingan antara pengeluaran dan pengembalian.

Sedangkan aspek ekonomi diperhatikan dalam rangka menentukan apakah usaha

akan memberikan sumbangan atau peran yang positif dalam pembangunan alat

tangkap, bahan bakar dan lain-lain (King 1995).

Pada tingkat pengoperasian unit penangkapan ikan maka identifikasi biaya

diklasifikasikan menurut variabilitas hingga dikenal biaya variabel dan biaya

tetap, meskipun tidak semua usaha penangkapan menggunakan standar klasifikasi

biaya yang sama karena perbedaan jenis obyek yang dikelola dan manajemen

yang dipakai, dimana biaya tetap meliputi pembayaran pinjaman, penyusutan dan

asuransi atau biaya yang dikeluarkan meskipun usaha penangkapan tidak

beroperasi. Sedangkan biaya variabel berhubungan dengan operasi penangkapan,

termasuk upah, biaya perbaikan alat tangkap, bahan bakar, perbekalan, umpan dan

es (King 1995).

Pendapatan didefinisikan sebagai penghasilan yang berupa upah/gaji,

bunga, keuntungan dan suatu arus uang yang diukur dalam waktu tertentu

(Kadariah et al. 1981). Sedangkan menurut Soekartawi (2002), pendapatan

merupakan selisih antara penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan

selama melakukan usahanya. Menurut Soekartawi (2002) bahwa kriteria investasi

dalam suatu investasi adalah analisa R/C yaitu singkatan dari return cost ratio,

atau lebih dikenal dengan sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan

biaya. Jika R/C = 1, maka proyek bersifat tidak untung dan tidak rugi hanya

sekedar menutupi biaya saja. Jika R/C lebih besar dari 1 maka hasil yang

diperoleh lebih besar daripada biaya total sehingga proyek dapat dilaksanakan.

Jika R/C lebih kecil dari 1, maka hasil yang diperoleh lebih kecil daripada biaya

total usaha maka proyek tidak dapat dilaksanakan. Semakin tinggi R/C ratio,

maka semakin tinggi prioritas yang dapat diberikan pada proyek tersebut.

Menurut Monintja (2000), perlu adanya pertimbangan dalam pemilihan

suatu teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan.

Pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi

dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan

ramah lingkungan, teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis, rute dan

(47)

Suatu kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan memiliki

ciri-ciri sebagai berikut :

(1) Selektivitas tinggi artinya, teknologi yang digunakan mampu meminimalkan

hasil tangkapan yang bukan merupakan target.

(2) Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian

produksi ikan.

(3) Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan /menggunakan teknologi

tersebut.

(4) Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan

konsumen.

(5) Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minim.

(6) Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak

menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah.

(7) Dapat diterima, secara sosial, artinya di masyarakat nelayan tidak

menimbulkan konflik.

Kriteria untuk kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan adalah

(1) Menerapkan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan

(2) Jumlah hasil tangkapan yang tidak melebihi jumlah tangkapan yang

diperbolehkan

(3) Menguntungkan

(4) Investasi rendah

(5) Penggunaan bahan bakar minyak rendah

(6) Memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku

2.3 Karakteristik Alat Tangkap 2.3.1 Jaring insang hanyut

Sering juga disebut dengan drift net, atau ada juga yang memberi nama

lebih jelas misalnya ”salmon drift gillnet, atau ”salmon drift trammel net”, ada

pula yang menerjemahkannya dengan ”jaring hanyut”. Posisi jaring ini tidak

ditentukan oleh adanya jangkar, tetapi bergerak hanyut bebas mengikuti arah

gerakan arus. Pada satu pihak dari ujung jaring diletakkan tali, dan tali ini

(48)

mempengaruhi posisi jaring. Selain dari gaya-gaya arus, gelombang, maka

kekuatan angin juga akan mempengaruhi keadaaan hanyut dari jaring. Dengan

perkataan lain gaya dari angin akan bekerja pada bagian dari float yang tersembul

pada permukaan air.

Berbeda dengan set gillnet, maka drift gillnet ini dapat pula digunakan

untuk mengejar gerombolan ikan dan merupakan suatu alat penangkap yang

penting untuk perikanan laut bebas. Karena posisinya tidak ditentukan oleh

jangkar, maka pengaruh dari kecepatan arus terhadap kekuatan tubuh jaring dapat

diabaikan. Dengan perkataan lain, gerakan jaring bersamaan dengan gerakan arus,

sehingga besarnya tahanan dari jaring terhadap arus dapat diabaikan. Ikan-ikan

menjadi tujuan penangkapan, antara lain ialah saury, sardine, mackarel, flying

fish, skipjack, tuna salmon, dan herring.

2.3.2 Bagan tancap

Bagan tancap merupakan rangkaian atau susunan bambu berbentuk persegi

empat yang ditancapkan sehingga berdiri kokoh di atas perairan, dimana pada

tengah dari bangunan tersebut dipasang jaring. Dengan kata lain, alat tangkap ini

sifatnya immobile. Hal ini karena alat tersebut ditancapkan ke dasar perairan, yang

berarti kedalaman laut tempat beroperasinya alat ini menjadi sangat terbatas yaitu

pada perairan dangkal.

Pada dasarnya alat ini terdiri dari bangunan bagan yang terbuat dari

bambu, jaring yang berbentuk segi empat yang diikatkan pada bingkai yang

terbuat dari bambu. Pada keempat sisinya terdapat bambu-bambu menyilang dan

melintang yang dimaksudkan untuk memperkuat berdirinya bagan. Di atas

bangunan bagan di bagian tengah terdapat bangunan rumah yang berfungsi

sebagai tempat istirahat, pelindung lampu dari hujan dan tempat untuk melihat

ikan. Di atas bangunan ini terdapat roler yang terbuat dari bambu yang berfungsi

untuk menarik jaring. Umumnya alat tangkap ini berukuran 9 x 9 m sedangkan

tinggi dari dasar perairan rata-rata 12 m. Dengan demikian, kedalaman perairan

untuk tempat pemasangan alat tangkap ini rata-rata pada kedalaman 8 m, namun

pada daerah tertentu ada yang memasang pada kedalaman 15 m, karena

ditancapkan ke dasar perairan maka substrat yang baik untuk pemasangan adalah

lumpur campur pasir.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiranJaring Insang HanyutBagan Tancap Rawai HanyutKegiatan Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin
Gambar 2 Ikan kembung (Rastrelliger  sp)
Gambar 3 Ikan selar (Selaroides sp)
Gambar 4  Ikan tembang (Sardinella sp)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Patra Niaga Jakarta, karena melalui informan ini dapat diperoleh informasi yang lengkap dimulai dari otoritas yang berikan kepada Manajer HRD untuk menyebarkan

Pada pembuatan tablet kali ini dibuat tablet dengan bahan aktif berupa asam mefenamat 500 mg, sehingga presentase zat aktif dalam sediaan adalah

299 Kalimantan Timur Tarakan RS Pertamedika Hospital Tarakan 300 Jawa Barat Tasikmalaya RSIA Prasetya Bunda. 301 Jawa Barat Tasikmalaya

Dilihat dari derajat skoliosis diperoleh nilai p > 0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan rerata yang bermakna antara rerata sebelum,sesudah dan selisih latihan

Dalam rangka memenuhi peran kunci ini, pustakawan khusus memerlukan dua macam kecakapan utama, yaitu profesionalisme, yang berhubungan dengan peningkatan pengetahuan

Gambaran Tingkat Stres Terhadap Perilaku Bullying pada Siswa di SMPN 29 Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

Kawasan pemukiman padat seperti apartemen dengan masyarakat yang. tidak saling mengenal satu sama

[r]