KOMUNIKASI KELOMPOK KECIL DAN MOTIVASI KERJA
(Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil
terhadap Motivasi Kerja Karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang
Medan Maimun)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
SORAYA HARTINA
100922034
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM EKSTENSI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya
terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
\
Soraya Hartina
100922034
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Soraya Hartina
NIM : 100922034
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi : KOMUNIKASI KELOMPOK KECIL DAN
MOTIVASI KERJA (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi kerja Karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Majelis Penguji
Ketua Penguji :
Penguji :
Penguji Utama :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT, sebab hanya karena
ridho, rahmat, hidayah-Nya lah, peneliti mampu dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini untuk melengkapi syarat memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyadari bahwa
dalam penulisan skripsi ini, peneliti banyak menghadapi kesulitan namun peneliti
bersyukur dan berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan
dukungan serta bantuan. Maka, dalam kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua tercinta, Karlina dan Hamdani terima kasih untuk doa, cinta,
dan kasih sayang, serta kedua abang Ben Hardi dan Asept Setiaji yang
menjadi bagian dalam keluarga.
2. Ibu Dra. Rusni, M.A selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu dan berbagi ilmu yang sangat berharga.
3. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu
pengetahuan selama masa perkuliahan.
4. Seluruh Karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun
yang telah bersedia dalam mengisi kuesioner penelitian.
5. Kak Hanim yang telah membantu peneliti dalam penyelesaian skripsi.
6. Teman-teman ekstensi komunikasi 2010.
7. Rizki Akbar yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan semangat
untuk terus mendorong peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari sepenuhnya tulisan ini belum mencapai kesempurnaan,
Peneliti bersedia untuk diberikan saran maupun kritik yang bertujuan membangun
penelitian agar lebih baik lagi. Terima kasih.
Medan,
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Soraya Hartina
NIM : 100922034
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non-Ekslusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
KOMUNIKASI KELOMPOK KECIL DAN MOTIVASI KERJA (Studi
korelasional tentang pengaruh komunikasi kelompok kecil terhadap motivasi kerja
karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun).
Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak
menyimpan, mengalihmediakan/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan
data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan
sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Komunikasi Kelompok Kecil dan Motivasi Kerja. Sebuah studi korelasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh komunikasi kelompok kecil terhadap motivasi kerja karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun. Metode yang digunakan adalah metode korelasional yakni untuk mengetahui ada tidaknya hubungan, seberapa erat hubungan dan berarti tidaknya hubungan antara komunikasi kelompok kecil terhadap motivasi kerja karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun yang berjumlah 25 orang. Dalam pengambilan sampel digunakan rumus Arikunto yang mana apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan total sampling, artinya keseluruhan populasi dijadikan sampel yang berjumlah 25 orang. Adapun teknik pengumpulan dara menggunakan Penelitian Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian Lapangan (Field Research) dengan instrumen kuesioner, wawancara dan observasi. Teknik analisa data yang digunakandalam penelitian ini adalah analisis tabel tunggal, analisis tabel silang dan uji hipotesis melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang (Rank Orde Correlation Coeficien) oleh Spearman. perhitungan menggunakan piranti lunak Statistical Product and System Solution
DAFTAR ISI
I.1 Latar Belakang Masalah I.2 Pembatasan Masalah I.3 Rumusan Masalah I.4 Tujuan Penelitian I.5 Manfaat Penelitian
BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Kerangka Teori
II.1.1 Komunikasi Organisasi
II.1.2 Format Interaksi Komunikasi Organisasi II.1.3 Komunikasi Kelompok Kecil
II.1.4 Motivasi Kerja II.2 Kerangka Konsep II.3 Variabel Penelitian II.4 Devenisi Operasional II.5 Hipotesis
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
III.1.1 Sejarah Berdirinya Tupperware
III.1.2 Visi, Misi, dan Nilai Utama Tupperware III.1.3 Struktur Organisasi Tupperware
III.1.4 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tupperware III.2 Metodologi Penelitian
III.2.1 Lokasi Penelitian III.3 Populasi dan Sampel III.4 Teknik Pengumpulan Data III.5 Teknik Analisis Data
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis Tabel Tunggal
IV.2 Analisis Tabel Silang IV.3 Analisis Korelasional IV.4 Uji Hipotesis
IV.5 Pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1. Lembar Catatan Bimbingan Skripsi 2. Kuesioner Penelitian
3. Tabel Front Cobol
4. Tabel Data Mentah Kegiatan Komunikasi Kelompok Kecil (X) dan Motivasi Kerja (Y)
DAFTAR TABEL
1 Jenis Kelamin
2 Usia
3 Pendidikan
4 Lama Bekerja
5 Pertemuan Antara Sesama Karyawan yang dilaksanakan oleh PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun
6 Frekuensi Pertemuan Ramah Tama h
7 Intensitas Keikutsertaan dalam Pertemuan Ramah Tamah
8 Pertemuan Ramah Tamah Membantu Kedekatan Antara Karyawan
9 Personaliti Kelompok Kerja diantara Masing-masing Kelompok
10 Hubungan Antara reka kerja didalam kelompok
11 Kesediaan Rekan Kerja dalam Menyelesaikan Masalah Pekerjaan
12 Komitmen terhadap Tugas
13 Jumlah Anggota Kelompok dalam Melaksanakan Pekerjaan
14 Pemagian Kelompok Kerja di PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun
15 Norma Kelompok Sesama Anggota
16 Rasa Saling Tergantung dalam Menyelesaikan Pekerjaan
17 Hubungan Kerja dengan Rekan Kerja
18 Keterlibatan dalam Proses Pengambilan Keputusan
19 Pemahaman tentang Tujuan Perusahaan
20 Instruksi dan Informasi yang diterima
23 Promosi Jabatan bagi Karyawan yang Berprestasi
24 Pujian dan Motivasi dari Pemimpin
25 Kesempatan Pelatihan dan Pengembangan Diri
26 Kesempatan dalam Mengembangkan Karir
27 Perolehan Imbalan
28 Hubungan antara Rekan Kerja di dalam kelompok terhadao Penghargaan atas Hasil Kerja
29 Hubungan Komitmen terhadap Tugas dalam Perolehan Imbalan
30 Korelasi antara Hubungan kerja didalam kelompok terhadap Penghargaan terhadap Hasil Kerja
DAFTAR GAMBAR
1 Proses Motivasi Individu
2 Jenjang Kebutuhan Maslow
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Komunikasi Kelompok Kecil dan Motivasi Kerja. Sebuah studi korelasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh komunikasi kelompok kecil terhadap motivasi kerja karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun. Metode yang digunakan adalah metode korelasional yakni untuk mengetahui ada tidaknya hubungan, seberapa erat hubungan dan berarti tidaknya hubungan antara komunikasi kelompok kecil terhadap motivasi kerja karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun yang berjumlah 25 orang. Dalam pengambilan sampel digunakan rumus Arikunto yang mana apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan total sampling, artinya keseluruhan populasi dijadikan sampel yang berjumlah 25 orang. Adapun teknik pengumpulan dara menggunakan Penelitian Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian Lapangan (Field Research) dengan instrumen kuesioner, wawancara dan observasi. Teknik analisa data yang digunakandalam penelitian ini adalah analisis tabel tunggal, analisis tabel silang dan uji hipotesis melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang (Rank Orde Correlation Coeficien) oleh Spearman. perhitungan menggunakan piranti lunak Statistical Product and System Solution
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa ingin berhubungan dengan
manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin
mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa
sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama
dalam kelompok dan masyarakat. Manusia di dalam kehidupannya harus
berkomunikasi. Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental
dalam kehidupan manusia sehari-hari. Artinya, memerlukan orang lain dan
membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Pentingnya
komunikasi bagi manusia tidaklah dapat dipungkiri, begitu juga halnya bagi suatu
organisasi. Dalam mencapai suatu organisasi yang efektif, salah satu faktor penentu
dan sangat diperlukan adalah proses komunikasi. Proses komunikasi tersebut
bertujuan untuk mengubah sikap, mengubah opini/pandangan, mengubah prilaku,
dan mengubah masyarakat (Purba, 2006:37).
Proses komunikasi pada hakikatnya merupakan proses penyampaian pesan
antara manusia baik secara kelompok/lembaga maupun secara individual dari suatu
pihak kepada pihak lain. Dalam proses penyampaian pesan terebut juga
mengandung arti adanya pembagian pesan (sharing of information) yang cenderung mengarah kepencapaian titik tertentu sampai disepakatinya makna suatu pesan
antar pihak-pihak yang terlibat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
komunikasi itu merupakan proses penyampaian pesan yang berupa
lambang-lambang yang bermakna yang disampaikan oleh komunikator dan ditujukan kepada
komunikan sebagai sasaran kamunikasi.
Komunikasi penting dalam suatu organisasi, hal ini sering dilontarkan oleh
bahkan boleh dikatakan organisasi tanpa komunikasi ibarat sebuah sepeda motor
yang di dalamnya terdapat rangkaian alat-alat otomotif yang terpaksa tidak
berfungsi karena tidak adanya aliran fungsi antar satu bagian dengan bagian yang
lain. Menuru Condrad terdapat 3 (tiga) fungsi komunikasi organisasi, yaitu sebagai
berikut:
1. Fungsi komando - Ada dua tipe komunikasi yang membentuk fungsi
komando, yaitu;
a. Pengarahan atau direction yang terlaksana melalui instruksi dan publikasi. Fungsi pengarahan dalam bentuk persuasif dan pengaruh.
b. Feed Back (fungsi umpan balik) yang menunjukkan siapa yang sudah mengikuti apa yang diperintahkan.
2. Fungsi relasi – Komunikasi organisasi juga bertujuan untuk memenuhi
fungsi relasional. Tujuannya menciptakan relasi kerja bagi pengikatan
produksi organisasi.
3. Funsi mengelola suasana yang tidak pasti – Komunikasi organisasi
berfungsi mendorong para pegawai untuk memilih keputusan yang
komplikatif dalam organisasi (dalam Liliweri, 2004: 67)
Di dalam suatu kelompok/organisasi selalu ada pemimpin kelompok yaitu
orang yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perilaku dan keyakinan
kelompok. Seorang pemimpin tugas mengarahkan diri pada tercapainya tujuan
kelompok. Seorang pemimpin sosial berusaha mempertahankan keselarasan dan
semangat kelompok agar tetap tinggi. Orang yang menjadi pemimpin cenderung
memiliki keunggulan dalam kemampuan-kemampuan yang membantu kelompok
mencapai tujuannya, terampil sosial atau sangat termotivasi untuk menjadi
pemimpin menurut model kontigensi Fielder, keberhasilan seorang pemimpin
tergantung pada kesesuaian antara gaya kepemimpinan (berorientasi tugas atau
berorientasi hubungan) dengan sifat situasi (Sears, 1985:143).
Setiap organisasi terdiri dari pemimpin dan anggota karyawan. Di antara
atau komunikasi timbal balik yang bertujuan untuk menciptakan saling pengertian
dan dukungan bagi tercapainya sebuah tujuan organisasi. Diperlukan adanya kerja
sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun
kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama tersebut terdiri dari
berbagai maksud yang meliputi menyelesaikan tugas bersama dengan orang lain
secara kooperatif, membina keutuhan dan kekompakan kelompok, tidak mendikte
atau mendominasi kelompok, dan mau menerima pendapat orang lain. Hubungan
yang terjadi dalam organisasi/kelompok merupakan suatu proses adanya suatu
keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan
dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan. Dalam mencapai
hubungan tersebut, masing-masing individu tersebut membentuk sebuah kelompok
atau di dalam organisasi, kelompok-kelompok dibentuk berdasarkan pembaian
kerja yang sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Mulyana,
2005:74). Pada hakekatnya kelompok terdiri dari dua atau lebih individu yang
saling bergantung dan berinteraksi antara satu dengan lain dan dengan tujuan
menjalankan suatu aktivitas untuk mencapai tujuan dari kesepakatan. Dengan
defenisi itu, kelompok sangat berbeda prinsipnya dengan kumpulan individu yang
menyaksikan pertandingan sepak bola atau yang sedang menunggu bis di halte,
karena kedua kumpulan individu tersebut tidak mempunyai tujuan, tidak
berinteraksi dan tidak mempunyai sasaran (Lubis, 2007:112).
Suatu survey yang dilakukan oleh harver Business Review, menemukan
bahwa komposisi yang terdiri dari 5 orang, paling efektif dalam tugas-tugas
intelektual, analisis, dan informasi penilaian, dan pembuatan keputusan berkenaan
dengan tindakan administratif yang tepat (dalam Muhammad, 2007:186).
Perwujudan kelompok di dalam organisasi disebabkan oleh beberapa masalah
atasan. Kelompok juga terwujud atas sebab-sebab sosial, yaitu keinginan untuk
bergaul dengan setiap anggota di dalam kepentingan status dan kekuasaan, dan
untuk kepuasan diri apabila berada di dalam ruang lingkup kelompok tersebut
(Lubis, 2007:112).
Dalam kelompok sendiri, ada beberapa kata kunci yang penting untuk
dipegang dalam memahami bagaimana sebuah kelompok bekerja, diantaranya
adalah status, peranan, kekohesifan, ukuran, dan norma. Selain dihadapkan pada
ragam status dan peranan yang berbeda, sebuah kelompok secara praktis
menumbuhkan norma-norma tertentu sebagai jaringan pengikat yang menjaga
kohesifitas sebuah kelompok, dengan ukuran-ukuran tertentu sebagai nilainya
(Robbins, 2001:362).
Michael Burgoon mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi
secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui,
seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana
anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara
tepat (dalam Wiryanto, 2005:56). Menurut Effendi (1993:75), komunikasi
kelompok (group communication) berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua
orang. Kedua defenisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni
adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki sususan rencana kerja tertentu untuk
mencapai tujuan kelompok. Sekelompok orang yang menjadi komunikan dalam
jumlah sedikit disebut komunikasi kelompok kecil (small group communication), sedangkan jika jumlahnya banyak dinamakan komunikasi kelompok besar (large group communication).
Dengan adanya komunikasi kelompok, setiap individu atau kelompok
bukan saja dapat berinteraksi, memahami dan bertukar-tukar pesan antar satu
dengan lainnya, tetapi juga dapat mewujudkan kerjasama yang berkesinambungan
dikalangan anggota kelompok. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu
dalam kegiatan mempengaruhi dan dipengaruhi. Semangat timbal balik ini
merupakan hal penting bagi integritas suatu kelompok kecil.
PT Tupperware merupakan salah satu perusahaan yang melibatkan
kelompok untuk mencapai tujuan perusahaan melalui kelompok tugas/kerja sesuai
dengan pembagian tugas setiap anggota kelompok. Dalam berorganisasi,
komunikasi kelompok dapat menghasilkan informasi dan pengetahuan yang lebih
lengkap. Dan berangkat dari situ pulalah, maka komunikasi kelompok amat penting
peranannya dalam konteks organisasi, agar tidak terjadi ketunggalan arah komando
yang sifatnya diktatrian dan absolute, yang kemudian menihilkan hakikat
berorganisasi itu sendiri. Adanya pengarahan yang terlaksana melalui instruksi
atasan dan pemberian feedback dari bawahan, merupakan bentuk fungsi komando dalam kelompok kerja PT Tupperware. Dalam kelompok ini juga tercipta suasana
komunikasi yang interaktif antar sesama anggotanya, seperti dalam hal pemilihan
keputusan ataupun diskusi, sehingga menciptakan relasi kerja bagi pengikatan
produksi organisasi. Akan tetapi, di sisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa
ikatan-ikatan kohesif yang terjadi dalam sebuah kelompok memaksakan individu-individu
di dalamnya untuk mengikuti tekanan dan tuntutan konformitas dalam kelompok.
Tekanan ini biasa pula ditimbulkan karena dalam satu kelompok sendiri terdapat
beberapa kepentingan yang bersifat mayoritas, yang secara otomatis “menyatukan”
seluruh kelompok dalam satu tujuan tertentu, yang memiliki akses tanggung jawab
ganda bagi minoritas yang tak terwadahi, selaku individu dan selaku bagian
kelompok tersebut (Robbins, 2001:384).
Dalam penelitian ini, peneliti memilih PT Tupperware Indonesia Cabang
Medan Maimun sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa PT
Tupperware adalah perusahaan multinasional yang memproduksi serta memasarkan
produk plastik berkualitas untuk keperluan rumah tangga, dengan karakteristik
“caring and sharing”, manajemen yang tersebar, dengan semangat kewirausahaan yang tinggi. Terutama semangat kewirausahaan yang secara nyata menarik minat
Memulai dengan menjadi member, kemudian ikut mempromosi, memperkenalkan,
serta memasarkan produk, yang berawal hanya mengisi waktu luang, hingga
akhirnya terjun serius didalamnya. Keseriusan semangat wirausaha itu akhirnya
membawa para ibu rumah tangga menjadi bagian dari PT Tupperware Indonesia
Cabang Medan Maimun, dengan memiliki ruang lingkup kerja yang meliputi
kelompok inti dalam pelaksanaan tujuan perusahaan.
Pengamatan awal peneliti terhadap komunikasi kelompok di PT
Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun adalah bahwa aktifitas dan interaksi
yang terjadi dalam komunikasi kelompok di PT Tupperware Indonesia Cabang
Medan Maimun memiliki pengaruh dalam motivasi kerja setiap anggota kelompok
yang ada. Namun sejauhmana komunikasi kelompok kecil tersebut berpengaruh
terhadap motivasi kerja setiap anggota kelompok. Hal ini menjadi penyebab
ketertarikan peneliti untuk mengetahui komunikasi kelompok terhadap motivasi
kerja karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun. Di sini terjadi
pembagian ruang kerja yang terpisah-pisah pada tempat dan kondisi yang berbeda.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti dan
mengetahui lebih dalam mengenai Sejauhmana Pengaruh Komunikasi Kelompok
Kecil terhadap Motivasi Kerja Karyawan di PT Tupperware Indonesia Cabang
Medan Mimun.
I.2. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup penelititan yang telalu luas sehingga
dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti.
Adapun pembatasan masalah tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu bersifat mencari atau
menjelaskan hubungan dan menguji hipotesis.
2. Komunikasi kelompok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
komunikasi kelompok kecil yang dilakukan di antara kelompok kerja
3. Objek penelitian ini adalah seluruh pegawai inti yang bergabung dalam
kelompok kerja di PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun.
4. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2012.
I.3. Rumusan Masalah
Perumusan masalah ini bertujuan untuk upaya membatasi penelititan agar
lebih terarah dan tidak terlalu luas namun tetap dalam fokus yang diharapkan dan
yang telah ditentukan. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka
rumusan masalah penelititan ini adalah sebagai berikut: “Sejauhmana Komunikasi
Kelompok Kecil berpengaruh terhadap Motivasi Kerja Pegawai di PT Tupperware
Indonesia Cabang medan Maimun?”
I.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan arah pelaksanaan penelitian, yang akan
menguraikan apa yang akan dicapai, dan biasanya disesuaikan dengan kebutuhan
peneliti dan pihak lain yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Adapun yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh komunikasi kelompok yang dilakukan oleh
pegawai di PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun.
2. Untuk mengetahui motivasi kerja para pegawai di PT Tupperware
Indonesia Cabang Medan Maimun.
3. Untuk mengetahui hubungan antara komunikasi kelompok yang
berpengaruh terhadap motivasi kerja pegawai PT Tupperware Indonesia
Cabang Medan Maimun.
I.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan
memperkaya bahan referensi, bahan penelitian serta sumber bacaan di
lingkungan FISIP USU khususnya bagi Departemen Ilmu Komunikasi.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
BAB II
URAIAN TEORITIS
II.1. Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan untuk
memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori
yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah
penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995:39). Wilbur Scrhramn menyatakan bahwa
teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi
dengan kadar tinggi dan daripadanya proposisi bila dihasilkan dan diuji secara
ilmiah dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai prilaku (dalam
Effendi, 2003:241).
Dengan adanya kerangka teori maka akan mempunyai landasan untuk
menentukan tujuan dan arah penelitian. Untuk memberikan kejelasan pada
penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa kerangka teori yang berkaitan
dengan penelitian. Teori-teori yang digunakan adalah Komunikasi Organisasi,
Format Interaksi Komunikasi Organisasi, Komunikasi Kelompok Kecil, dan
Motivasi Kerja.
II.1.1) Komunikasi Organisasi
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Pentingnya komunikasi
tidaklah dapat dipungkiri begitu juga dengan halnya organisasi. Dengan adanya
komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil
dan begitu pula sebaliknya, kurangnya atau tidak adanya komunikasi organisasi
dapat macet atau berantakan. Di dalam sebuah organisasi, komunikasi merupakan
aktivitas yang menghubungkan antarmanusia dan antarkelompok dalam organisasi
tersebut.
Reeding dan Sanborn mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah
pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang
kepada bawahan, komunikasi upward atau komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi horizontal atau komunikasi dari orang-orang yang sama
level/tingkatnya dalam organisasi, keterampilan berkomunikasi dan berbicara,
mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program (dalam Muhammad,
2007:65).
Di dalam organisasi (baik itu organisasi bisnis maupun organisasi non
bisnis), komunikasi ibarat aliran darah kehidupan. Tanpa adanya komunikasi maka
organisasi tidak dapat bergerak dan melaksanakan aktivitasnya. Oleh akrena itu
komunikasi dapat disesuaikan dengan kebutuhan organisasi agar memberikan
manfaat optimal bagi organisasi (baik itu organisasi bisnis maupun organisasi non
bisnis).
Komunikasi organisasi adalah suatu disiplin studi yang dapat mengambil
sejumlah arah yang sah dan bermanfaat. Jadi, komunikasi organisasi sebagai
landasan kuat bagi karier dalam manajemen, pengembangan sumber daya manusia,
dan komunikasi perusahaan, dan tugas-tugas lain yang berorientasikan manusia
dalam organisasi (Mulyana, 2005:25). Komunikasi organisasi dapat didefenisikan
sebagai pertunjukan dan panfsiran pesan diantar unit-unit komunikasi yang
merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari
unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara satu dnegn yang
lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Komunikasi organisasi terjadi
kapanpun juga, setidak-tidaknya ada satu orang yang menduduki suatu jabatan
dalam suatu organisasi menafsirkan suatu pertunjukkan pesan (Pace dan Don F,
2005:31).
Organsiasi juga merupakan suatu kelompok yang mempunyai difrensiasi
peranan, atau kelompok yang sepakat untuk mematuhi seperangkat norma-norma.
Kata Pauce dan Faules, istilah organisasi sosial merajuk kepada pola-pola interaksi
sosial, frekuensi dan lamanya kontak antara orang-orang; kecenderungan
mengawali kontak; arah pengaruh antara orang-orang; derajat kerja sama; perasaan
sosial mereka alih-alih oleh karakteristik fisiologi atau psikologi mereka sebagai
individu (dalam Liliweri, 2004:1).
Menurut Goldhaber (1986) komunikasi organisasi adalah proses
menciptakan dan menukar pesan dalam suatu jaringan hubungan yang saling
tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang sering berubah-ubah.
Komunikasi orgisasi mempunyai peranan penting dalam memadukan fungsi-fungsi
manajemen dalam suatu perusahaan yaitu:
1) Menetapkan dan menyebarluaskan tujuan perusahaan.
2) Menyusun rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3) Melakukan pengorganisasian terhadap sumber daya manusia dan sumber
daya lainnya dengan cara efektif.
4) Memimpin, mengarahkan, memotivasi dan menciptakan iklim yang
menimbulkan keinginan orang untuk memberi kontribusi.
5) Mengendalikan prestasi (dalam Purba, 2006:112-113)
Menurut Muhammad (2007: 74-80), untuk melihat komunikasi yang terjadi
dalam suatu organisasi dapat digunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan makro,
mikro dan individual. Masing-masing dari pendekatan ini akan dijelaskan berikut
ini:
1. Pendekatan makro, dalam pendekatan makro organisasi dipandang
sebagai suatu struktur global yang berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam berinteraksi ini organisasi melakukan aktivitas tertentu seperti
memproses informasi dari lingkungan, mengadakan identifikasi,
melakukan integrasi dan menentukan tujuan organisasi.
2. Pendekatan mikro, pendekatan ini terutama memfokuskan kepada
komunikasi dalam unit dan subunit pada suatu organisasi. Komunikasi
yang diperlukan pada tingkat ini adalah komunikasi antara anggota
kelompok, komunikasi untuk pemberian orientasi dan latihan,
dalam mensupervisi dan pengarahan pekerjaan dan komunikasi untuk
mengetahui rasa kepuasan kerja dalam organisasi.
3. Pendekatan individual, pendekatan ini berpusat pada tingkah laku
komunikasi individual dalam organisasi. Semua tugas-tugas yang telah
diuraikan pada kedua pendekatan yang tedahulu akhirnya diselesaikan
oleh komunikasi individual satu sama lainnya. Komunikasi individual
ini ada beberapa bentuknya di antaranya berbicara dalam kelompok
kerja, mengunjungi dan berinteraksi dalam rapat, menulis dan
mengonsep surat, memperdebatkan suatu usulan dan sebagainya.
Melalui pendekatan komunikasi organisasi, interaksi yang terjadi di dalam
sebuah organisasi dapat dilihat. Maka komunikasi merupakan unsur penting bagi
ekstensi organisasi khususnya dalam komunikasi antar anggota kelompok dalam
membahas tugas kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.
Dalam penelitian ini, yang akan dilihat lebih lanjut adalah pendekatan
mikro pada komunikasi organisasi kelompok kecil karyawan PT Tupperware
Indonesia Cabang Medan Maimun. Penelitian akan berfokus pada komunikasi yang
terjadi di dalam unit dan subunit masing-masing anggota karyawan.
1) Jaringan Komunikasi Formal
Organisasi adalah komposisi sejumlah orang-orang yang menduduki posisi
atau peranan tertentu. Diantara orang-orang ini saling terjadi pertukaran pesan,
pertukaran pesan itu melalui jalan tertentu yang dinamakan jaringan komunikasi.
Suatu jaringan komunikasi berbeda dalam besar dan strukturnya misalnya mungkin
hanya di antara dua orang, 3 atau lebih dan mungkin juga diantara keseluruhan
orang dalam organisasi. Bentuk struktur dan jaringan itupun juga akan
berbeda-beda (Muhammad, 2007:102).
Bila pesan mengalir melalui jalan resmi yang ditentukan oleh hierarki resmi
organisasi atau oleh fungsi pekerjaan maka pesan itu menurut jaringan komunikasi
formal. Pesan dalam jaringan komunikasi formal biasanya mengalir dari atas ke
Ada tiga bentuk utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal yang
mengikuti garis komunikasi seperti yang digambarkan dalam struktur organisasi
yaitu (Muhamamd, 2007:108).
a) “Downward communication” atau komunikasi kepada bawahan. b) “Upward communication” atau komunikasi kepada atasan. c) “Horizontal communication” atau komunikasi horizontal.
a) Komunikasi ke Bawah
Menurut Lewis (1987) komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan
tujuan, untuk merubahbsikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan
kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena
kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan (dalam Muhammad, 2007:108).
Secara umum, Muhammad (2007:108-109) menyebutkan bahwa
komunikasi ke bawah dapat diklasifikasikan atas lima tipe yaitu:
1) Instruksi Tugas
Instruksi tugas/pekerjaan yaitu pesan yang disampaikan kepada bawahan
mengenai apa yang diharapkan dilakukan mereka dan bagaimana
melakukannya. Pesan itu bervariasi bisa berupa perintah langsung,
diskripsi tugas, prosedur manual, program latihan tertentu, alat-alat bantu
melihat dan mendengar yang berisi pesan-pesan tugas dan sebagainya.
2) Rasional
Rasional pekerjaan adalah pesan yang menjelaskan mengenai tujuan
aktivitas dan bagaimana kaitan aktivitas itu dengan aktivitas lain dalam
organisasi arau objektif organisasi. Kualitas dan kuantitas dari
komunikasi rasional ditentukan oleh filosofi dan asumsi pipmpinan
mengenai bawahannya. Bila pimpinan menganggap bawahannya
pemalas, atau hanya mau bekerja bila dipaksa maka pimpinan
menganggap bawahannya orang yang dapat memotivasi diri sendiri dan
produktif, maka biasanya diberikan pesan rasional yang banyak.
3) Ideologi
Pesan mengenai ideologi ini adalah merupakan perluasan dari pesan
rasional. Pada pesan rasional penekanannya ada pada penjelasan tugas
dan kaitannya dengan perspektif organisasi. Sedangkan pada pesan-pesan
ideologi sebaliknya mencari sokongan dan antusias dari anggota
organisasi guna memperkuat loyalitas dan motivasi.
4) Informasi
Pesan informasi dimaksudkan untuk memperkenalkan bawahan dengan
praktik-praktik organisa, peraturan-peraturan organisasi, keuntungan,
kebiasaan, dan data lain yang tidak berhubungan dengan intruksi dan
rasional. Misalnya buku handbook dari karyawan adalah contoh dari pesan informasi.
5) Balikan
Balikan adalah pesan yang berisi informasi mengenai ketepatan individu
dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu bentuk sederhana dari balikan
ini adalah pembayaran gaji karyawan yang telah siap melakukan
pekerjaannya atau apabila tidak ada informasi dari atasan yang
mengkritik pekerjaannya, berarti pekerjannya sudah memuaskan. Tetapi
apabila hasil pekerjaannya karyawan kurang baik balikannya mungkin
berupa kritikan atau peringatan terhadap karyawan tersebut.
Semua bentuk komunikasi ke bawah tersebut dipengaruhi oleh struktur
hierarki dalam organisasi. Pesan kebawah cenderung bertambah karena pesan itu
bergerak melalui tingkatan hierarki secara berturut turut. Yang perlu diperhatikan
oleh juga ketika pesan mempengaruhi komunikasi ke bawah, pimpinan hendaklah
mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang
Katz dan Kahn (1966) menambahkan, ada lima jenis informasi yang
biasa dikomunikasikan kepada bawahan yaitu:
1) Informasi bagaimana melakukan pekerjaan
2) Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan
3) Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi
4) Informasi mengenai kinerja pegawai, dan
5) Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission).
(dalam Pace dan Don F, 2005:185) :
Menurut Liliweri (2004:86) dalam hal informasi yang dikomunikasikan
ke bawah ada beberapa hal masalah yang harus diperhatikan kebawah antara lain
yaitu:
1) Kekurangsadaran beberapa manajer tidak tahu persis tentang tipe
komunikasi atas-bawah itu lalu memberikan instruksi secara alamiah
saja, banyak fungsi tidak dijelaskan dengan rinci, umpan balik yang
tidak dikehendaki terjadi namun acapkali didiamkan saja.
2) Pesan yang tidak lengkap dan tidak jelas.
3) Kelebihan pesan sehingga membuat orang bingung.
4) Transmisi serial, pesan melewati banyak bagian yang tidak memiliki
persepsi yang sama terhadap pesan.
Karena adanya gangguan dalam penyampaian pesan dari atasan kepada
bawahan maka pimpinan perlu memperhatikan cara-cara penyampaian pesan yang
efektif. Davis (1976) memberikan saran-saran dalam hal itu sebagai berikut:
1) Pimpinan hendaklah sanggup memberikan informasi kepada karyawan
apabila dibutuhkan mereka. Jika pimpinan tidak mempunyai informasi
yang dibutuhkan mereka dan perlu mengatakan terus terang dan
2) Pimpinan hendaklah membagi informasi yang dibutuhkan okeh
karyawan. Pimpinan hendaklah membantu karyawan merasakan
bahwa diberi informasi.
3) Pimpinan hendaklah mengembangkan suatu perencanaan komunikasi,
sehingga karyawan dapat mengetahui informasi yang dapat
diharapkannya untuk diperoleh berkenaan dengan tindakan-tindakan
pengelolaan yang mempengaruhi mereka.
4) pimpinan hendaklah berusaha membentuk kepercayaan di antara
pengirim dan penerima pesan. Kepercayaan ini akan mengarahkan
kepada komunikasi yang terbuka yang akan mempermudah adanya
persetujuan diperlukan anatara bawahan dan atasan (dalam
Muhammad, 2007:112)
b) Komunikasi ke Atas
Pentingnya komunikasi ke atas disebabkan beberapa alasan, menurut
Sharma (1979) aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk
pembaharuan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi
kegiatan orang-orang lainnya. Sedangkan menurut Planty dan Machaver (1952)
komunikasi ke atas menambahkan apresiasi dan loyalitas kepada organisasi dengan
memberi kesempatan kepada pegawai untuk mengajukan pertanyaan dan
menyumbang gagasan serta saran-saran mengenai operasi organisasi (dalam Pace
dan Don F, 2005:190).
Menurut Pace (1989) komunikasi ke atas mempunyai beberapa fungsi atau
nilai tertentu, fungsinya sebagai berikut:
1) Dengan adanya komunikasi ke atas supervisor dapat mengetahui kapan
bawahannya siap untuk diberi informasi dari mereka dan bagaimana
baiknya mereka menerima apa yang disampaikan karyawan.
2) Arus komunikasi ke atas memberi informasi yang berharga bagi
3) Komunikasi ke atas memperkuat apresiasi dan loyalitas karyawan
terhadap organisasi dengan jalan memberikan kesempatan untuk
menanyakan pertanyaan, mengajukan ide-ide dan saran-saran tentang
jalannya organisasi.
4) Komunikasi ke atas membolehkan, bahkan mendorong desas desus
muncul dan membiarkan supervisor mengetahuinya.
5) Komunikasi ke atas menjadikan supervisor dapat menentukan apakah
bawahan menangkap arti seperti yang dimaksudkan dari arus informasi
yang ke bawah.
6) Komunikasi ke atas membantu karyawan mengatasi masalah-masalah
pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dalam
tugas-tufasnya dan organisasi (dalam Muhammad, 2007:117).
Smith (1986), mengatakan komunikasi ke atas berfungsi sebagai balikan
bagi pimpinan memberikan petunjuk tentang keberhasilan suatu pesan yang
disampaikan kepada bawahan dan dapat memberikan stimulus kepada karyawan
untuk berpartisipasi dalam merumuskan pelaksanaan kebijaksanaan departemennya
atau organisasinya (dalam Muhammad, 2007:117).
Kebanyakan dari hasil-hasil analisis penelitian mengenai komunikasi ke
atas mengatakan bahwa supervisor dan pimpinan haruslah mendapatkan informasi
dari bawahannya mengenai hal-hal berikut:
1) Apa yang dilakukan bawahan, perkerjaannya, hasil yang dicapainya,
kemajuan mereka dan rencana masa yang akan datang.
2) Menjelaskan masalah-masalah pekerjaan yang tidak terpecahkan yang
mungkin memerlukan bantuan tertentu.
3) Menwarkan saran-saran atau ide-ide bagi penyempurnaan unitnya
amsing-masing atau organisasi secara keseluruhan.
4) Menyatakan bagaimana pikiran dan perasaan mereka mengenai
Adapun hal-hal yang seharusnya disampaikan oleh karyawan kepada
atasannya seperti yang disebutkan di atas tidaklah selalu menjadi kenyataan.
Banyak kesulitan untuk mendapatkan informasi tersebut. Sharma mentakan bahwa
kesulitan itu mungkin disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah sebagai
berikut:
1) Kecenderungan karyawan untuk menyembunyikan perasaan dan
pikirannya. Hasil studi memperlihatkan bahwa karyawan merasa bahwa
mereka akan mendapat kesukaran bila menyatakan apa yang sebenarnya
menurut pikiran mereka. Karena itu cara yang terbaik adalah mengikuti
saja apa yang disampaikan supervisornya.
2) Perasaan karyawan bahwa pimpinan dan supervisor tidak tertarik
kepada masalah mereka. Karyawan sering melaporkan bahwa pimpinan
mereka tidak perhatian terhadap masalah-masalah mereka. Pimpinan
dapat saja tidak berespons terhadap masalah karyawan dan bahkan
menahan beberapa komuniaksi ke atas, karena akan membaut pemimpin
kurang baik menurut pandangan atasan yang lebih tinggi.
3) Kurangnya reward atau penghargaan terhadap karyawan yang berkomunikasi ke atas. Seringkali supervisor pimpinan tidak
memberikan penghargaan yang nyata kepada karyawan untuk
memelihara keterbukaan komunikasi ke atas.
4) Perasaan karyawan bahwa supervisor dan pimpinan tidak dapat
menerima dan berespons terhadap apa yang dikatakan oleh karyawan.
Supervisor terlalu sibuk untuk mendengarkan atau karyawan susah
untuk mendengarkan atau karyawan susah menemuinya (dalam
Muhammad, 2007:118).
Kombinasi dari perasaan-perasaan dan kepercayaan tersebut menjadikan
penghalang yang kuat untuk menyatakan ide-ide, pendapat-pendapat atau informasi
oleh bawahan kepada atasan. Disamping sulitnya mendapatkan komunikasi ke atas,
faktor-faktor lain. Muhammad (2007:119) menyebutkan di antara faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Komunikasi ke atas lebih mungkin digunakan oleh pembuat keputusan
pengelolaan, apabila pesan itu disampaikan tepat pda waktunya.
2) Komunikasi ke atas yang bersifat positif, lebih mungkin digunakan oleh
pembuat komunikasi yang bersifat negatif.
3) Komunikasi ke atas lebih mungkin diterima, jika pesan itu mendukung
kebijaksanaan yang baru.
4) Komunikasi ke atas mungkin akan lebih efektif, jika komunikasi itu
langsung kepada penerima yang dapat berbuat mengenai hal itu.
5) Komunikasi ke atas akan lebih efektif, apabila komunikasi itu
mempunyai daya tarik secara intuitif bagi penerima. Pedan sari bawahan
lebih siap diterima jika mereka setuju.
Komunikasi ke atas merupakan sumber informasi yang penting dalam
membuat keputusan, karena dengan adanya komunikasi ini pimpinan dapat
mengetahui bagaimana pendapat bawahan mengenai atasan, mengenai pekerjaan
mereka, mengenai teman-temannya yang sama dan mengenai organisasi. Karena
pentingnya komunikasi tersebut maka organisasi perlu memprogramnya.
Seperti telah dikatakan di atas bahwa komunikasi ke atas ini penting untuk
pembuatan keputusan maka agar komunikasi ini berjalan lancar dan memberikan
informasi seperti yang diharapkan maka perlu diprogramkan secara khusus. Untuk
menyusun program ini ada prinsip-prinsip yang perlu dipedomani oleh pimpinan.
Prinsip-prinsip tersebut menurut Planty dan Mchaver (Pace, 1989) adalah sebagai
berikut:
1) Program komunikasi ke atas yang efektif harus direncanakan.
2) Progran komunikasi ke atas berlangsung terus menerus.
3) Program ke atas yang efektif menggunakan saluran yang rutin.
4) Program komunikasi ke atas yang efektif, menekankan kesensitifan dan
5) Program komunikasi ke atas yang efektif memerlukan pendengar yang
objektif.
6) Program komunikasi ke atas yang efektif memerlukan pengambilan
tindakan berespons terhadap masalah.
7) Program komunikasi ke atas yang efektif menggunakan
bermacam-macam media dan metode untuk memajukan arus informasi (dalam
Muhammad, 2007:120-121).
c) Komunikasi Horizontal
Komunikasi horizontal adalah pertukaran pesan diantara orang-orang yang
sama tingkatan otoritasnya di dalam organisasi. Pesan yang mengalir menurut
fungsi dalam organisasi diarahkan secara horizontal. Pesan ini biasanya
berhubungan dengan tugas-tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi,
pemecahan masalah, penyelesaian konflik dan saling memberikan informasi.
Muhammad (2007:121-122) menyebutkan bahwa komunikasi horizontal
mempunyai tujuan sebagai berikut:
1) Mengkoordinasikan tugas-tugas. Kepala-kepala bagian dalam suatu
organisasi kadang-kadang perlu mengadakan rapat atau pertemuan, untuk
mendiskusikan bagaimana tiap-tiap bagian memberikan kontribusi dalam
mencapai organisasi.
2) Saling membagi informasi untuk perencanaan dan aktivitas-aktivitas. Ide
dari banyak orang biasanya akan lebih baik dari pada ide satu orang.
Oleh akrena itu komunikasi horizontal sangatlah diperlukan untuk
mencari ide yang lebih baik. Dalam merancang suatu program latihan
atau program dengan masyarakat , anggota-anggota dari bagian perlu
saling membagi informasi untuk membuat perencanaan apa yang akan
mereka lakukan.
3) Memecahkan masalah yang timbul diantara orang-orang yang berada
memecahkan masalah akan menambah kepercayaan dari moral
karyawan.
4) Menyelesaikan konflik di antara anggota yang ada dalam bagian
organisasi dan juga antara bagian dengan bagian lainnya. Penyelesaian
konflik ini penting bagi perkembangan sosial dan emosional dari anggota
dan juga akan menciptakan iklim organisasi yang baik.
5) Menjamin pemahaman yang sama. Bila perubahan dalam suatu
organisasi diusulkan, maka perlu ada pemahaman yang sama antara
unit-unit organisasi atau anggota unit-unit organisasi tentang perubahan itu. Untuk
itu mungkin suatu unit dengan unit lainnya mengadakan rapat untuk
mencari kesepakatan terhadap perubahan tersebut.
6) Mengembangkan sokongan interpersonal. Karena sebagian besar dari
waktu kerja karyawan berinteraksi dengan temannya maka mereka
memperoleh sokongan hubungan interpersonal dari temannya. Hal ini
akan memperkuat hubungan di antara sesama karyawan dan akan
membantu kekompakan dalam kerja kelompok. Interaksi ini akan
mengembngkan rasa sosial dan emosional karyawan.
Bentuk yang paling umum dari komunikasi horizontal adalah kontak
interpersonal yang mungkin terjadi dalam berbagai tipe. Di antaranya bentuk yang
seringkali terjadi adalah rapat-rapat komite, interaksi informal pada waktu jam
istirahat, percakapan telepon, memo dan nota, aktivitas sosial, dan kelompok mutu.
Hubungan sesama karyawan di tempat kerja perlu diciptakan agar iklim
kerja dalam organisasi menjadi kondusif. Pimpinan, manajer, ataupun karyawan
perlu memahami bahwa mereka memiliki peran dalam menciptakan situasi yang
penuh dengan pengelolaan emosi secara efektif. Memiliki keterampilan dan cara
berkomunikasi yang baik dan efektif dan produktif dapat menciptakan hubungan
yang baik pula dan akan mudah dalam mencapai tujuan organisasi.
Agar tercipta hubungan yang baik dan harmonis dalam organisasi, maka
yang tidak menimbulkan pertentangan antar karyawan, menghilangkan bias
prasangka terhadap karyawan satu sama lain, meluangkan waktu untuk
mempelajari aspirasi-aspirasi emosional karyawan dan bagaimana mereka
berhubungan dalam kerjasama pekerjaan, memilih orang yang sesuai untuk peran
dalam tim yang memiliki kemampuan profesional dan kecerdasan emosional baik,
memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi, membersihkan
perusahaan dari pengaruh negatif, menyusun nilai inti dan standar prilaku yang bisa
diterima oleh karyawan satu sama lain, menciptakan suasana saling memperhatikan
dan memotivasi kreativitas, dan pengembangan mentalitas dan pelayanan sepenuh
hati dalam hubungan karyawan satu sama lain da dengan konsumen.
Setiap karyawan harus dapat membangun dan mengelola hubungan kerja
yang baik satu sama lain, ada beberapa hal yang dapat diperhatikan karyawan
dalam sebuah organisasi dalam mengelola hubungan yang baik, seperti pengaturan
waktu, tahu posisi diri, adanya kecocokan, menjaga keharmonisan, pengendalian
desakan dalam diri, memahami dampak kata-kata atau tindakan diri pada diri orang
lain, jangan mengatur orang lain sampai diri sendiri dapat diatur dengan baik, tidak
mengumbar kemarahan kepada yang lain, dan bersikap bijaksana
II.1.2) Format Interaksi Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi terjadi di dalam organisasi maupun antar organisasi,
bersifat formal maupun informal. Semakin bersifat formal, semakin terstruktur
pesan yang disampaikan. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur
organisasi: komunikasi ke atas, ke bawah, maupun horizontal. Sedangkan
komunikasi informal adalah yang terjadi di luar struktur organisasi. Karenanya,
komunikasi organisasi melibatkan komunikasi kelompok, komunikasi antarpribadi,
komunikasi intrapribadi dan terkadang komunikasi public juga muncul didalamnya
(Vardiansyah, 2004:32-33).
Berdasarkan jumlah interaksi yang terjadi dalam komunikasi organisasi,
1. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara
seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara
dua orang yang dapat langsung diketahui belikannya. Komunikasi
interpersonal yang efektif telah lama dikenal sebagai salah satu dasar
untuk berhasilnya suatu organisasi. Karena itu adalah perlu bagi seorang
pimpinan untuk mengetahui konsep-konsep dasar dari komunikasi agar
dapat membantu dalam mengelola organisasi dengan efektif.
2. Komunikasi Kelompok Kecil
Menurut Shaw (1976) ada enam cara untuk mengidentifikasi suatu
kelompok. Berdasarkan hal itu kita dapat mengatakan bahwa
komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat
mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu
sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan,
terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka. Jika salah satu
dari komponen ini hilang, individu yang terikat tidaklah berkomunikasi
dalam kelompok kecil.
3. Komunikasi Publik
Yang dimaksud dengan komunikasi publik adalah pertukaran pesan
dengan sejumlah orang yang berada dalam organisasi atau yang di luar
organisasi, secara tatap muka atau melalui media. Tetapi dalam bagian
ini yang akan dibicarakan hanyalah kontak tatap muka di antara
organisasi dan lingkungan eksternalnya dan di antara satu orang anggota
organisasi dengan sejumlah besar anggota organisasi yang sama. Brooks
menguraikan tipe komunikasi publik ini sebagai monological karena hanya seorang yang biasanya terlibat dalam mengirimkan pesan kepada
publik. (Muhammad, 2007: 159-197).
Dari ketiga kategori komunikasi tersebut, maka penelitan ini memilih
individu yang saling mempengaruhi dan berinteraksi untuk beberapa tujuan demi
kepuasan satu sama lain.
II.1.3) Komunikasi Kelompok Kecil
Komunikasi kelompok kecil (small/micro group communication) ialah komunikasi yang ditujukan kepada kognisi komunikan dan prosesnya berlangsung
secara dialogis. Dalam komunikasi kelompok kecil komunikator menunjukkan
pesannya kepada benak atau fikiran komunikan, misalnya kuliah, ceramah, rapat
dsb. Oleh sebab itu logika sangat berperan penting, komunikan akan dapat menilai
logis tindakannya uraian komunikator. Cirri komunikasi kelompok kecil antara lain
prosesnya berlangsung secara dialogis, tidak linear melainkan sirkular, umpan balik
(feedback) terjadi secara verbal dan komunikan dapat menanggapi uraian komunikator, bisa bertanya jika tidak mengerti, dan dapat menyanggah jika tidak
setuju.
Dalam kehidupan sehari-hari begitu banyak jenis komunikasi kelompok
kecil antara lain, seperti telah disinggung di atas: rapat (rapat kerja, rapat pimpinan,
rapat mingguan) kuliah, ceramah, brifing, penataran, lokakarya, diskusi panel, forum, symposium, seminar, konferensi kongres, curah saran (brainstorming) dan lain-lain. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi kelompok kecil,
diantaranya adalah variabel yang berhubungan dengan input kelompok dan proses
transformasi kelompok. Muhammad (2007:188-195) menyebutkan beberapa di
antara factor kunci tersebut sebagai berikut ini:
a. Peranan berdasarkan fungsi. Brune dan Sheats merinci tugas dalam
komunikasi kelompok yang berkenaan dengan tugas-tugas dan
pemeliharaan.
b. Kepemimpinan.
c. Jaringan dan ekologi kelompok.
d. Pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.
e. Kepatuhan akan norma kelompok.
Di dalam organiasasi sering ditemui adanya komunikasi dalam
kelompok-kelompok kecil, seperti dalam rapat-rapat, konferensi, dan komunikasi dalam
kelompok kerja. Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa kebanyakan
organisasi menggunakan kelompok-kelompok dalam pekerjaannya sehari-hari.
Menurut tilman (dalam Muhammad, 2007:181), kelompok adalah bagian integral
dari semua organisasi. Rata-rata anggota pimpinan tingkah menengah dan atas
menghabiskan seperempat atau sepertiga dari waktu kerja mereka sehari-hari untuk
berdiskusi. Ini tidak termasuk aktivitas sosial dan aktivitas lainnya dalam
masyarakat. Ratia-rata dari pimpinan tingkat atas menghabiskan 60% dari
waktunya dengan berkomunikasi dan mayoritas dari kegiatan itu adalah berdiskusi.
Karena diskusi kelompok kecil dan rapat-rapat dalam berbagai bentuk kelihatan
lazim dalam semua aspek masyarakat dan khususnya organisasi, adalah bermanfaat
untuk mempelajari komunikasi kelompok kecil tersebut.
Menurut Shaw (1976) ada enam cara untuk mengidentifikasi suatu
kelompok. Berdasarkan hal itu kita dapat mengatakan bahwa komunikasi kelompok
kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain,
memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan,
mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka. Jika
salah satu dari komponen ini hilang, individu yang terlibat tidaklah berkomunikasi
dalam kelompok kecil ( dalam Muhammad, 2007:182).
Komunikasi kelompok kecil mungkin dapat digunakan untuk
bermacam-macam tugas atau untuk memecahkan masalah. Tapi dari semua tujuan itu dapat
dikategorikan atas dua kategori yaitu untuk tujuan personal dan tujuan yang
berhubungan dengan pekerjaan.
1) Tujuan Personal
Alasan orang untuk mengikuti kelompok dapat dibedakan atas empat
kategori utama yaitu hubungan sosial, penyaluran, kelompok terapi dan belajar.
Berikut empat kategori utama tersebut, antara lain:
b. Penyaluran. Penyaluran ini dilakukan dalam suasana yang
mendukung adanya pertukaran pikiran atau pertengkaran sengit
dalam diskusi keluarga, dimana keterbukaan diri adalah tepat.
c. Kelompok terapi, biasanya digunakan untuk membantu orang
menghilangkan sikap-sikap mereka, atau tingkah laku dalam
beberapa aspek kehidupan mereka.
d. Belajar. Alasan umum orang mengikuti kelompok kecil adalah
belajar dari orang lain. Belajar terjadi dalam bermacam-macam
setting. Asumsi yang mendasari belajar kelompok adalah ide dari dua
arah.
2. Tujuan yang berhubungan dengan pekerjaan
Komunikasi kelompok kecil sering digunakan untuk menyelesaikan dua
tugas utama yaitu pembuatan keputusan dan pemcehan masalah.
a. Pembuatan keputusan, biasanya dilakukan oleh orang-orang yang
berkumpul bersama-sama dalam kelompok untuk membuat keputusan
mengenai sesuatu. Mendiskusikan alternatif dengan orang lain
membantu orang memutuskan nama pilihan terbaik untuk kelompok.
b. Pemecahan masalah yang mereka usahakaan penyelesaiannya
mencakup bagaimana menyempurnakan produksi, bagaimana
menyempurnakan hubungan yang kurang baik (Muhammad,
2007:182-184)
.
Adapun beberapa dari karakteristik kelompok kecil yang membuatnya unik
dari bermacam-macam konteks komunikasi lainnya. Berikut beberapa karakteristik
kelompok kecil tersebut, yaitu:
1. Mempermudah pertemuan ramah tamah, dapat dilakukan untuk
menyalurkan energi yang mungkin tidak dapat disalurkan bila orang
2. Personaliti kelompok adalah bila sekelompok orang datang bersama
maka mereka membentuk identitas diri yang menjadikan personaliti
kelompok.
3. Kekompakan, yaitu daya tarikan anggota kelompok satu sama lain dan
keinginan mereka untuk bersatu.
4. Komitmen terhadap tugas. Aktivitas individu lainnya dalam kelompok
yang dekat hubungannya dengan komitmen adalah motivasi.
5. Besarnya kelompok kelihatannya cukup sederhana tapi besarnya
kelompok itu mempunyai beberapa pencabangan penting dalam
kelompok.
6. Norma kelompok, adalah aturan dan pedoman yang digunakan oleh
sekelompok itu sendiri, maupun beberapa faktor eksternal di luar
kelompok.
7. Saling bergantung satu sama lain. Yang paling penting adalah anggota
kelompok bergantung satu sama lain untuk beebrapa tingkatan
tertentu, dan paling kurang pada seorang lainnya (Muhammad,
2007:185-188).
II.1.4) Motivasi Kerja
Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja
bawahan, agar mampu bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan
keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Oleh karena itu, dorongan
individu dalam konteks pekerjaan menimbulkan sebuah perilaku dan upaya untuk
mencapai kebutuhan individualnya yang disebut dengan motivasi kerja. Berikut ini
adalah pengertian-pengertian motivasi ekrja menurut para ahli, diantaranya yaitu:
1) Siagian (2002) mengemukakan defenisi motivasi sebagai daya dorong
bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi
keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Dengan pengertian, bahwa
tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para
2) Samsudin (2005) memberikan perngertian motivasi sebagai proses
mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau
kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah
ditetapkan.
3) Danim (2004), motivasi kerja adalah dorongan yang muncul pada diri
individu untuk secara sadar melakukan perkerjaan yang dihadapi.
4) Drd. Malayu S.P. Hasibuan memberikan defenisi bahwa motivasi adalah
pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
seseorang, agar mereka mau berkerja sama, berkerja efektif dan
terintegritas dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
5) Wayne F.Cascio mengemukakan perngertian motivasi sebagai suatu
kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan
kebutuhannya (misalnya: rasa lapar, haus dan bermasyarakat).
6) Stephen P. Robbins mendefenisikan motivasi sebagai suatu kerelaan
untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi
yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa
kebutuhan individu.
7) Wahjono (2010) mendefenisikan motivasi sebagai kesediaan individu
untuk mengeluarkan upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi
yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa
kebutuhan individual.
Berdasarkan pengertian diatas, maka motivasi merupakan respon karyawan
terhadap sejumlah pernyataan mengenai keseluruhan usaha yang timbul dari dalam
diri karyawan agar tumbuh dorongan untuk bekerja dan tujuan uang dikehendaki
oleh akryawan tercapai. Pencapaian tujuan tersebut dapat berupa uang,
keselamatan, penghargaan, dan lain-lain. Dengan demikian, kekayaan, rasa aman
(keselamatan), status, dan segala macam tujuan lain hanya merupakan hiasan
semata-mata untuk mencapai tujuan akhir setipa orang, yaitu menjadi dirinya
1) Tujuan Pemberian Motivasi kerja
Mulai dari adanya manusia dimuka bumi, motivasi tersebut sudah ada
bertumbuh secara beriringan dengan pertumbuhannya (selama manusia hidup).
Keterkaitan dengan para pekerja dan organisasi, pada masa sekarang ini motivasi
tersebut sudah menjadi suatu hal yang sudah tidak asing lagi, dan karenanya
menjadi perhatian dari para pimpinan dalam hal mengelola sumber daya manusia
yang dijadikan aset penting bagi organisasi.
Oleh karena itu, pimpinan organisasi harus berusaha keras mempengaruhi
motiasi seluruh individu organisasi agar mereka memiliki motivasi kerja. Dengan
demikian, pencapaian kinerja organisasi dapat dicapai secara maksimal. Untuk
memahami lebih baik bagaimana proses motivasi dapat diperhatikan pada gambar
di bawah ini:
GAMBAR 1
PROSES MOTIVASI INDIVIDU
n
Sumber: Mangkunegara. 2008. Perilaku dan Budaya Organisasi. Hal: 18
Disamping itu juga terdapat bebrapa hal yang dapat dijadikan alat
pemotivasian karyawan atau perkerja sehingga mereka dapat terdorong dan
semangat dalam melaksanakan pekerjaannya. Hasibuan (2005:98) mengatakan
bahwa terdapat beberapa asas-asas motivasi dalam memotivasi kerja karyawan
diantaranya adalah:
Karyawan Kebutuhan yang tidak dipenuhi Kebutuhan yang tidak dipenuhi
dinilai kembali oleh karyawan
Mencari Jalan untuk memenuhi kebutuhan
Imbalan atau hukuman Perilaku yang berorientasi
pada tujuan Hasil karya (Evaluasi dari tujuan
1) Asas mengikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut
berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan
pendapat, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan.
2) Asas komunikasi, yaitu menginformasikan secara jelas tentang tujuan
yang ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya dan kendala-kendala yang
dihadapi.
3) Asas pengakuan, artinya memberikan penghargaan, pujian dan
pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja
yang dicapai.
4) Asas wewenang yang didelegasikan, artinya memberikan kewenangan
dan kepercayaan diri pada bawahan, bahwa dengan kemampuan dan
kreativitasnya ia mampu mengerjakan tugas-tugas itu dengan baik.
5) Asas adil dan layak, artinya alat dan jenis motivasi yang diberikan harus
berdasarkan atas “keadilan dan kelayakan” terhadap semua karyawan.
6) Asas perhatian timbal balik, artinya bawahan yang berhasil mencapai
tujuan dengan baik, maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan
jenis motivasi. Tegasnya kerja sama yang saling menguntungkan kedua
belah pihak.
Kepemimpinan dan motivasi merupakan dua hal yang berbeda, meski
memiliki tautan dalam konteks kerja dan interaksi antar manusia organisasional.
Keith Davis (dalam Danim, 2004:18) mengemukakan bahwa tanpa kepemimpinan,
organisasi hanya melahirkan perilaku yang kacau, tidak teratur, dan tidak akan
dapat melahirkan perilaku bertujuan. Kepemimpinan adalah faktor manusiawi yang
mengikat suatu kelompok bersama dan memberinya motivasi menuju tujuan-tujuan
tertentu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut tujuan
pemberian motivasi kerja kepada karyawan sebagai anggota kelompok kerja
1) Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan
2) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
3) Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
4) Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan
5) Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan
6) Mengefektifkan pengadaan karyawan
7) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
8) Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan
9) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
10)Meningkatkan efesiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
2) Teori Motivasi
Tahun 1950an merupakan periode perkembangan konsep-konsep motivasi.
Teori-teori yang berkembang pada masa ini adalah hirarki teori kebutuhan dan teori
dua faktor. Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar berkembangnya teori
yang ada hingga saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di
organisasi-organisasi di dunia dalam menjelaskan motivasi karyawan.
Ada beberapa teori motivasi yang dibuat oleh beberapa ahli, yaitu:
a) Teori Hierarki Kebutuhan (Jenjang Kebutuhan Maslow)
Abraham Maslow (dalam Thoha, 1996:193) telah mengembangkan suatu
konsep teori motivasi yang dikenal dengan hirarki kebutuhan (hierachy of needs). Menurut Maslow, nampaknya ada semacam hirarki yang mengatur dengan
sendirinya kebutuhan-kebutuhan manusia ini. Dalam proses pemenuhan kebutuhan,
perilaku individu akan didominasi dan ditentukan oleh jenis kebutuhan yang belum
terpenuhi. Perilaku pada dasarnya dimotivasi oleh suatu keinginan mencapai
tujuan. Kebutuhan yang telah terpenuhi akan berkurang dalam kekuatannya dan
biasanya tidak memotivasi individu tersebut untuk mencari tujuan guna
memenuhinya.
Maslow, 1970, (dalam Wahjono, 2010:81) menghipotesiskan bahwa di
makanan, minum dan seks. Kebutuhan akan keamanan dan rasa aman, kebutuhan
akan sosial, kebutuhan akan penghargaan, sampai pada kebutuhan tertinggi yang
dimiliki manusia yaitu kebutuhan akan aktualisasi. Hanya akan timbul kebutuhan
yang diatasnya manakala kebutuhan di bawahnya telah terpuaskan, begitu
seterusnya sampai pada jenjang tertinggi yaitu aktualisasi diri.
Berikut selengkapnya terlihat pada gambar di bawah ini bahwa Maslow
mengemukakakn kebutuhan manusia dalam organisasi terdiri dari lima macam
Kebutuhan Aktualisasi Diri & pemenuhan Diri (Self actualization needs)
Teoritis: penggunaan potensi diri, pertumbuhan, dan pengembangan diri.
Terapan: menyelesaikan penugasan yang bersifat menantang, melakukan pekerjaan kreatif, pengembangan keterampilan.
Kebutuhan Harga Diri (esteem needs)
Teoritis: status atau kedudukan, kepercayaan diri, pengakuan, reputasim apresiasim kehormatan diri,l dan penghargaan.
Terapan: Kekuasaan, ego, promosi, hadiah, status symbol, pengakuan, jabatan, penghargaan.
Kebutuhan Sosial (social needs)
Teoritis: cinta, persahabatan, perasaan memiliki dan diterima dalam kelompok, kekeluargaan, asosiasi.
Terapan: kelompok kerja formal dan informal, kegiatan yang disponsori perusahaan, acara-acara peringatan.
Kebutuhan Keamanan dan rasa Aman (safety and security needs)
Teoritis: perlindungan dan stabilitas
Terapan: pengembangan karyawan, kondisi kerja yang aman, rencana senioritas serikat kerja, tabungan, uang pesangon, jaminan pensiun, asuransi, sistem penanganan keluhan.
Kebutuhan Fisiologi (phisiological needs)
Teoritis: makan, minum, perumahan, seks, istirahat.
Terapan: ruang istirahat, istirahat makan siang, udara bersih untuk bernafas, air untuk minum, liburan, cuti, balas jasa dan jaminan sosial, periode istirahat on the job.
Gambar 2
Jenjang Kebutuhan Maslow
b) Teori Dua Faktor Herzberg
Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika
Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor
(Cushway and Lodge, 1995 : 138). Ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi
pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation.
Faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri
masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri
seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Menurut Herzberg faktor
hygienis/extrinsicfactor akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai
hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu
dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).
Faktor motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap
kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk
berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
Menurut Robbins (dalam Wahjono, 2010:84), teori Herzberg ini juga sering
disebut teori motivasi-higiene. Kebutuhan motivator berkaitan dengan kesempatan
untuk maju, promosi jabatan, pengakuan, tanggung jawab dan pekerjaan itu sendiri
yang mempengaruhi kepuasan kerja. Sedang higiene faktor adalah hal-hal yang
mempengaruhi kepuasan kerja yang terdiri dari supervisor, kondisi kerja, gaji,
hubungan interpersonal dan kebijakan perusahaan.
Pemahaman yang benar tentang hal-hal yang merupakan faktor pemotivasi
dan hal-hal yang merupakan faktor pemeliharaan sangat diperlukan untuk dapat
memotivasi karyawan dengan benar. Herzberg mengatakan gaji dan upah bukanlah
pemotivator melainkan pemelihara, oleh karena itu janganlah memotivasi karyawan