POLA SPATIAL KEMISKINAN DI INDRAMAYU
LINDA SAHFITRI HASIBUAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul : ”Pola Spatial Kemiskinan di Indramayu” adalah karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2008
ABSTRACT
LINDA SAHFITRI HASIBUAN. Poverty Spatial Pattern in Indramayu. Under
the direction of ASEP SAEFUDDIN, HERMANTO SIREGAR, and BAGUS
SARTONO.
It is assumed that poverty in one area is related to poverty in adjacent area. Hence, poverty is distributed following a certain pattern creating a cluster. An area or cluster having high density of poverty significantly is called hotspot. In this research, Flexibly shaped spatial scan statistic Method was used for detecting cluster and hotspot. A correlogram is created to explain that distance no correlation among poverty areas. Information about hotspot and correlogram can be used to act a program of poverty alleviation. Based on the results, there are 7 clusters high significant different with other cluster. In the seven cluster, there are 70 hotspot areas. The average distance of no correlation among poverty is 5.714 Km. To create poverty alleviation program efficiently, it is recommanded to implement in the middle of cluster.
©
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan, pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
POLA SPATIAL KEMISKINAN DI INDRAMAYU
LINDA SAHFITRI HASIBUAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Statistika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Pola Spatial Kemiskinan di Indramayu
Nama Mahasiswa : Linda Sahfitri Hasibuan
NRP : G151040121
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Hermanto Siregar M.Ec Bagus Sartono, S.Si, M.Si Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Statistika Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
KATA PENGANTAR
Puji syukur dihaturkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa Pengasih lagi Penyayang yang telah melimpahkan karunia dan inayahNya sehingga penulisan Tesis yang berjudul Pola Spatial Kemiskinan di Indramayu dapat diselesaikan. Tesis ini disusun guna melengkapi sebagian syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan pada Program studi Statistika, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Dalam penulisan tesis ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, karenanya penulis menghaturkan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Asep Saefuddin, MSc, Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc dan Bapak Bagus Sartono, SSi, MSi, selaku komisi pembimbing saya yang telah menyediakan waktu, tenaga serta ilmunya kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini
2. Seluruh Dosen dan staff karyawan Program Studi Statistika yang telah memberikan pengetahuan dan bantuan selama saya mengikuti pendidikan di program tersebut.
3. Bakti dan doa yang tiada habis-habisnya kepada orang tua tercinta Ayahanda Drs. Ahmad Sayuti Hasibuan, MA (Alm) dan Ibunda Nurlin Nasution yang dengan segala keikhlasannya senantiasa mencurahkan rasa kasih sayang dan dorongan moril dan materil yang tidak mungkin terbalaskan, semoga semua amal ibadah tersebut dibalas oleh Allah SWT. Buat adik-adikku tersayang, Lita, Lailan, Bairuni, Parabi, tetap semangat ya dan jangan terlalu larut dalam kesedihan meskipun tanpa ayah.
4. Suami, Hasan Basri Sagala yang menjadi semangat baru untuk secepat mungkin menyelesaikan tesis ini. Terima kasih atas pengertian, kesabaran, dan bantuan yang diberikan selama ini.
5. Teman-teman di STK, terutama STK 2004 atas tutorial mata kuliah, bantuan, dan semangat yang diberikan untuk bisa bertahan di STK hingga bisa lulus.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam penulisan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, saya haturkan terima kasih, semoga Allah SWT membalas semua kebajikan terserbut. Amin
Bogor, Januari 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Medan pada tanggal 18 September 1981 dari pasangan Bapak Drs. Ahmad Sayuti Hasibuan, MA (Alm) dan Ibu Nurlin Nasution. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara.
Tahun 1999 penulis lulus dari SMA Negri 18 Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur UMPTN. Penulis diterima pada Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Kemiskinan ... 4
Peta Kemiskinan... 7
Metode Flexibly Shaped Spatial Scan Statistic... 8
Sebaran Poisson ... 11
Metode Maksimum Likelihood... 11
Uji Rasio Log Likelihood... 13
Correlogram... 14
DATA DAN METODE ... 15
Data ... 15
Metode ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN... 17
Deskripsi Data... 17
Kantong dan Hotspot Kemiskinan di Indramayu... 19
Deskripsi Kantong... 23
Correlogram Kemiskinan di Indramayu... 27
Pusat-Pusat Pengentasan Kemiskinan di Indramayu ... 28
Program Pengentasan ... 30
SIMPULAN DAN SARAN ... 32
Simpulan ... 32
Saran... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
LAMPIRAN... 35
DAFTAR TABEL
1 Keterangan pada setiap kantong... 20
2 Jarak maksimum pada tiap kantong ... 29
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Indramayu... 172 Persentase kemiskinan ... 18
3 Peta persentase kemiskinan per kecamatan... 19
4 Peta hotspot kemiskinan... 22
5 Correlogram kemiskinan ... 28
POLA SPATIAL KEMISKINAN DI INDRAMAYU
LINDA SAHFITRI HASIBUAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul : ”Pola Spatial Kemiskinan di Indramayu” adalah karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2008
ABSTRACT
LINDA SAHFITRI HASIBUAN. Poverty Spatial Pattern in Indramayu. Under
the direction of ASEP SAEFUDDIN, HERMANTO SIREGAR, and BAGUS
SARTONO.
It is assumed that poverty in one area is related to poverty in adjacent area. Hence, poverty is distributed following a certain pattern creating a cluster. An area or cluster having high density of poverty significantly is called hotspot. In this research, Flexibly shaped spatial scan statistic Method was used for detecting cluster and hotspot. A correlogram is created to explain that distance no correlation among poverty areas. Information about hotspot and correlogram can be used to act a program of poverty alleviation. Based on the results, there are 7 clusters high significant different with other cluster. In the seven cluster, there are 70 hotspot areas. The average distance of no correlation among poverty is 5.714 Km. To create poverty alleviation program efficiently, it is recommanded to implement in the middle of cluster.
©
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan, pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
POLA SPATIAL KEMISKINAN DI INDRAMAYU
LINDA SAHFITRI HASIBUAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Statistika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Pola Spatial Kemiskinan di Indramayu
Nama Mahasiswa : Linda Sahfitri Hasibuan
NRP : G151040121
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Hermanto Siregar M.Ec Bagus Sartono, S.Si, M.Si Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Statistika Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
KATA PENGANTAR
Puji syukur dihaturkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa Pengasih lagi Penyayang yang telah melimpahkan karunia dan inayahNya sehingga penulisan Tesis yang berjudul Pola Spatial Kemiskinan di Indramayu dapat diselesaikan. Tesis ini disusun guna melengkapi sebagian syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan pada Program studi Statistika, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Dalam penulisan tesis ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, karenanya penulis menghaturkan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Asep Saefuddin, MSc, Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc dan Bapak Bagus Sartono, SSi, MSi, selaku komisi pembimbing saya yang telah menyediakan waktu, tenaga serta ilmunya kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini
2. Seluruh Dosen dan staff karyawan Program Studi Statistika yang telah memberikan pengetahuan dan bantuan selama saya mengikuti pendidikan di program tersebut.
3. Bakti dan doa yang tiada habis-habisnya kepada orang tua tercinta Ayahanda Drs. Ahmad Sayuti Hasibuan, MA (Alm) dan Ibunda Nurlin Nasution yang dengan segala keikhlasannya senantiasa mencurahkan rasa kasih sayang dan dorongan moril dan materil yang tidak mungkin terbalaskan, semoga semua amal ibadah tersebut dibalas oleh Allah SWT. Buat adik-adikku tersayang, Lita, Lailan, Bairuni, Parabi, tetap semangat ya dan jangan terlalu larut dalam kesedihan meskipun tanpa ayah.
4. Suami, Hasan Basri Sagala yang menjadi semangat baru untuk secepat mungkin menyelesaikan tesis ini. Terima kasih atas pengertian, kesabaran, dan bantuan yang diberikan selama ini.
5. Teman-teman di STK, terutama STK 2004 atas tutorial mata kuliah, bantuan, dan semangat yang diberikan untuk bisa bertahan di STK hingga bisa lulus.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam penulisan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, saya haturkan terima kasih, semoga Allah SWT membalas semua kebajikan terserbut. Amin
Bogor, Januari 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Medan pada tanggal 18 September 1981 dari pasangan Bapak Drs. Ahmad Sayuti Hasibuan, MA (Alm) dan Ibu Nurlin Nasution. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara.
Tahun 1999 penulis lulus dari SMA Negri 18 Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur UMPTN. Penulis diterima pada Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Kemiskinan ... 4
Peta Kemiskinan... 7
Metode Flexibly Shaped Spatial Scan Statistic... 8
Sebaran Poisson ... 11
Metode Maksimum Likelihood... 11
Uji Rasio Log Likelihood... 13
Correlogram... 14
DATA DAN METODE ... 15
Data ... 15
Metode ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN... 17
Deskripsi Data... 17
Kantong dan Hotspot Kemiskinan di Indramayu... 19
Deskripsi Kantong... 23
Correlogram Kemiskinan di Indramayu... 27
Pusat-Pusat Pengentasan Kemiskinan di Indramayu ... 28
Program Pengentasan ... 30
SIMPULAN DAN SARAN ... 32
Simpulan ... 32
Saran... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
LAMPIRAN... 35
DAFTAR TABEL
1 Keterangan pada setiap kantong... 20
2 Jarak maksimum pada tiap kantong ... 29
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Indramayu... 172 Persentase kemiskinan ... 18
3 Peta persentase kemiskinan per kecamatan... 19
4 Peta hotspot kemiskinan... 22
5 Correlogram kemiskinan ... 28
PENDAHULUAN
Latar belakang
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997,
meningkatkan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Tahun 2006 tercatat jumlah
keluarga miskin 26738245 keluarga dan jumlah kepala keluarga 55803271
keluarga dengan persentase kemiskinan 47.92% (BKKBN 2006).
Penduduk-penduduk miskin terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali (BPS 2006). Salah
satunya, Propinsi Jawa Barat dengan jumlah kepala keluarga 10392664 keluarga
pada tahun 2006 dan jumlah keluarga miskin 4466248 keluarga dengan persentase
42.98% (BKKBN 2006). Pemerintah telah melakukan berbagai program
pengentasan kemiskinan dan program tersebut telah mengurangi jumlah penduduk
miskin. Tetapi jumlah penduduk miskin masih tinggi dan kemiskinan (BPS 2005)
menjadi salah satu permasalahan yang harus dicari pemecahannya.
Beberapa penelitian tentang kemiskinan telah dilakukan untuk mencari
penyelesaiannya, seperti penelitian tentang pengukuran tingkat kemiskinan,
indikator kemiskinan dan pemetaannya. Hasil penelitian-penelitian tersebut,
antara lain : pendekatan terbaik menurut Sumarto et al. (2006) untuk memprediksi
kemiskinan antara model hubungan terhadap konsumsi, model peluang
kemiskinan, dan Analisis Komponen Utama indeks kekayaan adalah model
hubungan terhadap konsumsi (consumption correlated model). Mereka juga
menemukan indikator kemiskinan yang terbaik adalah level pendidikan,
kepemilikan aset dan pola konsumsi. Faktor lain yang mempengaruhi secara
langsung kesejahteraan penduduk miskin menurut Balisacan et al. (2002) adalah
infrastruktur, sumber daya manusia, insentif harga pertanian, dan akses terhadap
teknologi.
Sebagian besar penelitian kemiskinan sebelumnya menggunakan peubah
demografi dan struktur ekonomi, sedikit sekali penelitian yang mencoba
memodelkan norma sosial, institusi masyarakat (community institutions), dan
spatial. Para ahli ekonomi sudah mulai meneliti faktor eksternal spatial dalam
penelitian kemiskinan, seperti yang dilakukan Rupasingha dan Goetz (2003).
kemiskinan per propinsi selama tahun 1990 dan mereka menemukan bahwa
perubahan kemiskinan secara nyata dipengaruhi oleh kemiskinan propinsi
sekitarnya. Begitu juga menurut Hasibuan et al. (2006) model kemiskinan,
terutama pada level desa di suatu propinsi tidak bisa mengabaikan adanya
pengaruh dari propinsi lain.
Faktor geografi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengurangan kemiskinan. Pengurangan kemiskinan di suatu tempat akan
mempengaruhi dan dipengaruhi tempat-tempat lain yang berada di sekitarnya,
sehingga dapat dinyatakan peubah kemiskinan memiliki unsur spatial (Crandall
dan Weber 2004). Kemudian sampai jarak berapa, kemiskinan di suatu tempat
saling mempengaruhi, dapat diketahui dengan memodelkan hubungan korelasi
kemiskinan antar tempat dengan jarak yang biasanya disebut correlogram.
Salah satu bahan dalam tujuan analisis spatial adalah pendeteksian kantong
kemiskinan dan hotspot kemiskinan. Kantong kemiskinan merupakan kumpulan
daerah-daerah yang nyata memiliki tingkat kemiskinan yang lebih besar dari pada
daerah-daerah di luar kantong tersebut (Tango dan Takahasi 2005). Hotspot
kemiskinan merupakan bagian dari suatu wilayah yang kita amati yang memiliki
persentase kemiskinan yang tinggi (Patil dan Taillie 2003). Ketika kantong
kemiskinan dan hotspot di suatu wilayah sudah terdeteksi, maka informasi
tersebut dapat dibuat dalam peta kemiskinan. Pembuat kebijakan dapat
menggunakan peta tersebut untuk menyusun program yang sesuai untuk
mengatasi kemiskinan. Peta tersebut akan lebih baik jika disajikan dengan daerah
geografi yang lebih kecil, seperti kota, bagian administratif lainnya dalam sebuah
propinsi (Betti et al. 2006).
Beberapa metode yang digunakan untuk mendeteksi kantong kemis
kinan, seperti : Circular spatial scan statistic yang diperkenalkan oleh Martin
Kulldorff tahun 1997, Upper Level Set (ULS) scan statistic (noncircular spatial
scan statistics) yang diperkenalkan oleh G.P. Patil dan C. Taillie tahun 2004, serta
Flexibly shaped spatial scan statistic yang diperkenalkan oleh Toshiro Tango dan
Kunihiko Takahashi tahun 2005. Metode Circular spatial scan statistic memiliki
tingkat keakuratan yang tinggi dalam mendeteksi kantong lingkaran secara tepat,
yang mengikuti aliran sungai. Namun demikian sebagian besar daerah geografi
tidak berbentuk lingkaran. Metode ini juga memiliki kecenderungan untuk
mendeteksi kantong lebih besar dari ukuran sebenarnya meskipun kantong
tersebut berbentuk lingkaran (Tango dan Takahashi 2005).
Metode ULS menetapkan nilai batasan yang dilambangkan dengan g
sehingga jumlah daerah yang akan diperiksa berkurang (Patil dan Taillie 2004).
Metode ini memeriksa peubah yang berhubungan secara spatial, sebagai sebuah
threshold yang bergerak dari level yang paling tinggi ke level yang paling rendah
dan mendefenisikan kesamaan merupakan nilai yang lebih besar atau sama
dengan nilai dari tiap g. Tetapi metode ini tidak membahas bagaimana
menentukan g yang didefenisikan sebagai nilai batasan dan program untuk metode
ini belum tersedia secara bebas (Patil et al. 2006b). Sedangkan flexibly shaped
spatial scan statistic memiliki kekuatan yang cukup baik dan mampu mendeteksi
kantong bukan lingkaran lebih akurat. Metode ini baik digunakan untuk kantong
yang berukuran kecil sampai sedang, sampai berukuran 30 daerah. Untuk ukuran
kantong yang lebih besar, metode ini tidak praktis sehingga dibutuhkan algoritma
yang lebih efisien (Tango dan Takahashi 2005).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. mendeteksi kantong kemiskinan dan hotspot kemiskinan pada tingkat desa
di Indramayu,
2. menyusun correlogram kemiskinan, dan
3. menentukan pusat-pusat pengentasan kemiskinan di Indramayu secara
TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan
Keluarga miskin menurut BKKBN adalah keluarga yang tidak dapat
memenuhi salah satu atau lebih dari enam indikator penentu kemiskinan. Enam
indikator penentu kemiskinan tersebut (BKKBN 2004) adalah :
1. Pada umunya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
2. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah,
bekerja/sekolah dan bepergian.
3. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah.
4. Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telor.
5. Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu
stel pakaian baru.
6. Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi untuk tiap
penghuni.
Keluarga miskin biasanya juga dianggap sama dengan Keluarga Pra
Sejahtera (KPS), tetapi kadang-kadang disamakan dengan KPS dan KS (Keluarga
Sejahtera) I, klasifikasi dari BKKBN. Klasifikasi tersebut dibuat berdasarkan
beberapa indikator, termasuk pola konsumsi makanan, jenis layanan kesehatan
yang dapat diakses oleh anggota keluarga, kepemilikan dan penggunaan pakaian,
bahan dan ukuran lantai rumah, dan kemudahan bagi anggota keluarga untuk
melaksanakan ibadah menurut agamanya masing-masing. Penetapan indikator–
indikator tersebut dilakukan oleh tim lintas sektoral dan para ahli (pakar) berbagai
bidang, terutama dari Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI).
Ciri-ciri keluarga yang berkaitan dengan aspek keluarga sejahtera
dikelompokkan menjadi lima tahap dan diterjemahkan ke dalam 23 indikator
(BKKBN 2004). Indikator-indikator tersebut adalah :
1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut.
2. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,
bekerja/sekolah dan bepergian.
5. Bila anak atau anggota keluarganya yang lain sakit dibawa ke sarana/
petugas kesehatan. Demikian halnya bila PUS ingin ber-KB dibawa ke
sarana/petugas kesehatan dan diberi obat/cara KB modern.
6. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama
yang dianut masing-masing.
7. Sekurang-kurangnya sekali seminggu keluarga menyediakan daging atau
ikan atau telur sebagai lauk pauk.
8. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian
baru setahun terakhir.
9. Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni rumah.
10.Seluruh anggota keluarga dalam tiga bulan terakhir berada dalam keadaan
sehat sehingga dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-masing.
11.Paling kurang satu orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke atas
mempunyai penghasilan tetap.
12.Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan
latin.
13.Seluruh anak berusia 6-15 tahun saat ini (waktu pendataan) bersekolah.
14.Bila anak hidup dua orang atau lebih pada keluarga yang masih PUS, saat
ini mereka memakai kontrasepsi (kecuali bila sedang hamil).
15.Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.
16.Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan
keluarga.
17.Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan ini
dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar-anggota keluarga.
18.Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
19.Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang sekali dalam
enam bulan.
20.Memperoleh berita dengan membaca surat kabar, majalah, mendengarkan
radio atau menonton televisi.
21.Anggota keluarga mampu mempergunakan sarana transportasi.
22.Keluarga atau anggota keluarga secara teratur memberikan sumbangan
23.Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus
perkumpulan, yayasan, atau institusi masyarakat lainnya.
Indikator-indikator tersebut digunakan untuk mengelompokkan keluarga sejahtera
dalam lima tahapan, yaitu :
1. Keluarga Pra Sejahtera (KPS)
Keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan,
sandang, papan dan kesehatan.
2. Keluarga Sejahtera I (KS I)
Keluarga tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sangat
mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
Indikator yang dipergunakan, indikator 1-5.
3. Keluarga Sejahtera II (KS II)
Keluarga yang selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya
dapat pula memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat
memenuhi kebutuhan pengembangannya. Indikator yang dipergunakan,
indikator 1-14.
4. Keluarga Sejahtera III (KS III)
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dan
kebutuhan sosial psikologisnya serta sekaligus dapat memenuhi kebutuhan
pengembangannya, tetapi belum aktif dalam usaha kemasyarakatan di
lingkungan desa atau wilayahnya. Mereka harus memenuhi persyaratan
indikator 1-21.
5. Keluarga Sejahtera III Plus
Keluarga yang selain telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya
dan kebutuhan sosial psikologisnya, dapat pula memenuhi kebutuhan
pengembangannya, serta sekaligus secara teratur ikut menyumbang dalam
kegiatan sosial dan aktif pula mengikuti gerakan semacam itu dalam
masyarakat. Keluarga-keluarga tersebut memenuhi semua indikator yang
Peta Kemiskinan
Peta kemiskinan menyediakan informasi distribusi spatial kemiskinan
pada suatu propinsi dan dapat mengungkapkan variasi lokal yang nyata tentang
kondisi kehidupan di suatu wilayah. Peta tersebut akan lebih baik jika disajikan
untuk mewakili daerah geografi yang lebih kecil, seperti kota, kotamadya, bagian
administratif lainnya dalam sebuah propinsi. Peta kemiskinan yang terinci untuk
wilayah administrasi kecil berperan penting dalam mengatasi kekurangan analisis
kemiskinan agregat melalui hal-hal berikut ini (Suryahadi dan Sumarto 2003) :
1. Peta kemiskinan menangkap heteroginitas kemiskinan dalam suatu negara
tertentu. Semua negara di dunia memiliki wilayah-wilayah yang lebih
makmur daripada wilayah lainnya. Perbedaan ini sering tersamarkan
dalam statistik nasional. Hasil studi awal SMERU menunjukkan bahwa
peta kemiskinan mampu mengungkapkan variasi tingkat kemiskinan di
tingkat lokal.
2. Peta kemiskinan memperbaiki penentuan sasaran intervensi.
Sumber-sumber daya untuk program penanggulangan kemiskinan dapat digunakan
secara lebih efektif jika kelompok-kelompok yang paling membutuhkan
bantuan dapat ditentukan dengan lebih baik. Mencegah kebocoran dari
manfaat program jatuh ke rumah tangga yang tidak miskin akan membantu
mengurangi resiko rumah tangga miskin terluput dari program.
3. Peta kemiskinan dapat membantu pemerintah menjelaskan berbagai tujuan
kebijakan. Keputusan yang diambil berdasarkan data sebaran geografis
kemiskinan akan meningkatkan transparansi dalam pengambilan
keputusan pemerintah dibandingkan dengan penilaian subjektif tentang
perbandingan kemiskinan antar daerah. Karena itu, peta kemiskinan yang
dibuat dengan baik dapat menambah kredibilitas pengambilan keputusan
pemerintah.
4. Peta kemiskinan berperan penting dalam menyampaikan informasi
mengenai distribusi kesejahteraan kepada masyarakat madani di suatu
negara. Informasi mengenai tingkat kesejahteraan yang terdisagregasi
memberikan informasi yang relevan. Informasi tersebut berisi fakta-fakta
lokal. Karena itu, peta kemiskinan juga merupakan alat penting dalam
melakukan pemberdayaan masyarakat lokal dan desentralisasi.
5. Peta kemiskinan bermanfaat untuk mengevaluasi dampak berbagai
program. Hingga saat ini tidak adanya indikator kesejahteraan untuk
wilayah kecil yang cukup memadai telah menghalangi para peneliti
melakukan kajian mengenai hubungan antara berbagai program,
kemiskinan, ketimpangan, dan berbagai dampaknya, misalnya terhadap
kesehatan, pendidikan, kejahatan, dan lingkungan. Peta kemiskinan
membuka kesempatan lebih luas bagi para peneliti untuk mempelajari
hubungan-hubungan tersebut.
6. Estimasi indikator kemiskinan di wilayah kecil dapat digabungkan dengan
Sistem Informasi Geografis (SIG). Hal ini memungkinkan penggabungan
informasi mengenai kemiskinan dengan indikator-indikator lain dari
bidang yang relevan dengan kebijakan. Contohnya adalah pangkalan data
geografis mengenai infrastruktur transportasi, pusat-pusat layanan publik,
akses terhadap pasar input dan output, atau informasi mengenai kualitas
sumber daya serta kerentanannya. Dengan menggunakan teknik
tumpang-tindih geografis dan metoda analisis spatial, pangkalan data yang baru
mengenai kemiskinan tersebut akan dapat digunakan untuk menjawab
serangkaian pertanyaan dari berbagai disiplin ilmu.
Metode Flexibly Shaped Spatial Scan Statistic
Metode FlexiblyShaped Spatial Scan Statistic diperkenalkan oleh Toshiro
Tango dan Kunihiko Takahashi pada tahun 2005. Metode tersebut fleksibel
terhadap bentuk kantong yang dihasilkan jadi tidak terbatas pada bentuk lingkaran
saja. Pada awalnya, suatu daerah dibagi menjadi m bagian yang lebih kecil seperti,
propinsi dan desa berdasarkan pertambahan jarak (selanjutnya disebut terdiri dari
m desa). Jumlah kasus yang ada di desa i merupakan peubah yang dilambangkan
dengan Yi, diasumsikan saling bebas dan mengikuti sebaran Poisson.
Flexibly dapat ditempatkan pada kantong yang tidak teratur pada setiap
desa. Window ke-i dilambangkan dengan Wi yang merupakan kumpulan desa i dan
bentuknya tidak teratur dengan panjang k pada tiap desa,yang terdiri atas k desa
(termasuk desa i). Z merupakan himpunan bagian dari W dan panjangnya mulai
dari 1 sampai panjang maksimum k. Desa yang berbatasan dibatasi sebagai
himpunan bagian dari desa i dan (K - 1) desa sekitar yang terdekat dengan desa i
untuk menghindari pendeteksian kantong yang bentuknya aneh (unlikely peculiar
shape). Kemudian akan banyak terbentuk Z yang bentuknya berbeda-beda dan
saling tumpang tindih. Z tersebut dilambangkan dengan Zik(j), j = 1,..., jik
melambangkan Z ke-j yang merupakan himpunan k desa yang berhubungan dan
dimulai dari desa i. Dimana jikadalah jumlah j yang memenuhi Zik(j) Zikdengan
k = 1,..., K. Kemudian semua Z yang diperiksa dimasukkan dalam himpunan :
Z = {Zik(j) | 1 ≤i ≤m, 1 ≤k ≤K, 1 ≤j ≤jik} (1)
Algoritma yang digunakan untuk mendapatkan Z tersebut dengan panjang
maksimum K yang telah ditentukan (Tango dan Takahasi 2005), sebagai berikut :
1. Membuat matriks A = (aij) berukuran m × m, dimana :
⎩ ⎨ ⎧ =
lainnya
berbatasan desa
dan desa jika
, 0
,
1 i j
aij
dan himpunan Z = himpunan kosong dan i0= 0
2. Biarkan i0 ← i0 + 1 dan i0(= 1, 2,..., m) menjadi desa awal. Kemudian
dibentuk himpunan Wi0 yang terdiri dari (K - 1) tetangga terdekat ke desa
awal i0 dan i0 sendiri, seperti :
Wi0 = {i0, i1, i2,..., iK - 1}, dimana ikmerupakan k- desa terdekat ke i0.
3. Bentuk semua himpunan Z ⊂ Wi0, termasuk desa awal i0. Untuk himpunan
Zlainnya, ulangi kembali langkah 4–7.
4. Himpunan Z dibagi menjadi dua himpunan yang tidak berhubungan Z0 =
{i0}dan Z1terdiri dari desa lain yag terdapat dalam Z.
5. Membuat dua himpunan baru Z’0 dan Z’1. Z’0terdiri dari desa Z1 yang
berbatasan dengan beberapa desa Z0. Pada bagian lain, Z’1terdiri dari desa
Z1 yang tidak berbatasan dengan desa Z0. Kemudian Z0 diganti menjadi Z’0
dan Z1 diganti menjadi Z’1.
6. Ulangi langkah 5 secara rekursif sampai Z0 atau Z1 menjadi himpunan
kosong.
Z dikatakan berbatasan jika Z1 menjadi himpunan kosong dan tidak
berbatasan jika Z0 menjadi himpunan kosong. Bila Z berbatasan, maka Z
dimasukkan dalam himpunan Z. tetapi bila Z tidak berbatasan maka
sebaliknya.
8. Ulangi langkah 2-7 sampai akhirnya kita memperoleh himpunan Z yang
terdiri dari Z dengan bentuk tertentu dan panjang maksimum K.
Hipotesis yang digunakan, paling tidak ada satu Z, dimana desa-desa di
dalam Z memiliki peluang lebih besar dibandingkan di luar Z. Dengan kata lain,
hipotesisnya sebagai berikut :
H0 : λ(z) = λ(zc) , untuk semua Z (2)
H1 : λ(z) > λ(zc), untuk beberapa Z (4)
Bisa juga dituliskan
H0 : RR = λ(z) / λ(zc) =1 , untuk semua Z (5)
H1 : RR = λ(z) / λ(zc)>1, untuk beberapa Z (6)
Dimana λ(z) melambangkan proporsi keluarga miskin di dalam Z, λ(zc) proporsi
di luar Z, dan RR adalah resiko relatif desa-desa di dalam Z. Pada setiap Z, kita
dapat menghitung likelihood untuk mengamati jumlah kemiskinan di dalam dan di
luar Z. Dengan asumsi Poisson, uji statistik yang disusun dengan uji rasio
likelihood :
Z z∈ sup ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ 〉 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ( ) ( ) c c z n c c z n z z n z z n I z z n z z n c λ λ λ
λ (7)
zc melambangkan semua desa di luar Z, dan n() melambangkan jumlah
kemiskinan dalam Z yang ditentukan dan I() merupakan fungsi indikator. Ketika
program diatur hanya untuk memeriksa kantong dengan high rates, maka :
I() =
⎩ ⎨ ⎧ lainnya besar lebih peluang memiliki jika , 0 , 1 Z
Begitu juga sebaliknya jika hanya untuk kantong dengan low rates. Tetapi jika
diatur untuk high dan low rates, maka I() = 1 untuk semua Z.
maksimal dari data yang sebenarnya dengan likelihood yang maksimal dari
himpunan data acak. Jika rank dilambangkan R, maka p = R /(1+#simulasi). Agar
p memiliki nilai yang bagus dilihat, maka nilainya dibatasi 999 atau nomor lain
yang diakhiri 999 seperti 1999, 9999 or 99999. Itulah mengapa nilai cut-off seperti
0.05, 0.01 dan 0.001, ketika menolak atau menerima Ho.
Kantong-kantong yang terbentuk akan diurutkan berdasarkan nilai
likelihoodnya. Z* yang mencapai maksimum likelihood dinyatakan sebagai most
likely cluster (MLC), yaitu kumpulan desa-desa yang disebut sebagai hotspot.
Sebaran Poisson
Jumlah keluarga miskin per desa dilambangkan dengan Yi, merupakan
peubah yang diasumsikan saling bebas dan mengikuti sebaran Poisson. Jumlah
keluarga miskin dapat dipandang sebagai ”insiden kemiskinan” sehingga untuk
mengamati sebarannya dapat dilakukan dengan menggunakan sebaran Poisson
sebagai berikut :
Yi~ Poisson (λiNi),
! ) ( ) ( i y i i N i y N e y f i i i λ λ −
= (8)
i ∈ (1, 2, 3, ..., m), y = 0, 1, 2, 3, ... ~
Dimana :
λi = Resiko di desa i
Yi = Jumlah keluarga miskin per desa
Ni = Jumlah keluarga per desa
ΣYi = Y = Total jumlah keluarga miskin
ΣNi = N = Total jumlah keluarga
∑
λiNi =λN
1
= Resiko rata-rata
Metode Maksimum Likelihood
Fungsi likelihood untuk λ adalah :
∏
∏
= − = = Ν = Ν m i i y i N m i i m i y N e y f y y y L i i 1 1 2 ! ) ( ,..., , λ λ= ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ∑ ∑
∏
∏
= = − = = m i i m i y i y N y N e i m i i m i i 1 1 ! 1 1 λ λ (10)kemudian persamaan 10 diLn dan diturunkan sehingga diperoleh persamaan 11
dan 12
∑
∏
∏
∑
= = = = − + + − = Ν m i m i m i i y i i m ii yLn Ln N Ln y
N
LnL i
1 1 1
1
! )
(λ λ λ (11)
∑
∑
= = + − = Ν m i m i i i y N d dLnL 1 1 ) ( λ λ λ (12)Persamaan likelihood :
0 ) ( 1 1 = + − = Ν
∑
∑
= = m i m i i i y N d dLnL λ λ λ (13)∑
∑
= = = m i i m i i N y 1 1 λ (14)kemudian diperoleh pesamaan-persamaan berikut :
N Y N y m i i m i i = =
∑
∑
= = 1 1λ) = Resiko total (15)
i i i N y =
λ) =Resiko di desa i (16)
RRi,j = ri,j =
j j i i j i N y N y / = λ λ ) )
= Resiko relatif desa i terhadap desa j (17)
RRz = rz =Resiko relatif Z = λz λzc
) )
/ , (18)
= z
λ) Resiko di Z
= c z
Uji Rasio Log Likelihood
Hipotesis yang digunakan :
H0 : RR = λ(z) / λ(zc) =1 , untuk semua Z
H1 : RR = λ(z) / λ(zc) >1, untuk beberapa Z
Fungsi likelihood untuk λ pada sebuah Z
= Ν yi y ym
L λ , 2,..., likelihood untuk desa-desa di dalam kantong
=
Ν i m
c y y y
L λ , 2,..., likelihood untuk desa-desa di luar kantong
Uji Rasio Log Likelihood = Log Likelihood (H1 benar)/ Log Likelihood (H0 benar)
Log [Likelihood (λN) . Likelihood (λcN)]
=
Log Likelihood (λtotN)
Log
∏
= − ⎢ ⎣ ⎡ d i i y i N y N e i i 1 ! ) (λ λ . ⎥ ⎦ ⎤∏
= − c i i c d i i y i c N y N e 1 ! ) (λ λ= (19)
Log ⎥
⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡
∏
= − tot i i tot d i i y i tot N y N e 1 ! ) (λ λUji Rasio Log Likelihood =
∑
∏
∏
∑
= = = = − + + − d i d i d i i y i i d ii yLn Ln N Ln y
N i
1 1 1
1 ! λ λ +
∑
∏
∏
∑
= = = = − + +− c c i c
c d i d i d i i y i c i d i i
c N yLn Ln N Ln y
1 1 1
1
!
λ λ
= (20)
∑
∑
∏
∏
= = = = − + +− tot tot i tot
tot d i d i d i i y i tot i d i i
tot N yLn Ln N Ln y
1 1 1
1 ! λ λ Dimana :
d = Jumlah desa di dalam Z λ = Proporsi keluarga miskin di dalam Z
c
d = Jumlah desa di luar Z λc = Proporsi keluarga miskin di dalam Z
tot
Correlogram
Correlogram adalah fungsi yang menunjukkan korelasi kemiskinan antar
desa yang dipisahkan dengan jarak. Korelasi tersebut biasanya menurun terhadap
jarak, nilainya sampai mendekati nol serta dapat diduga dengan persamaan
(Sharov 1996) :
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ −
=
∑
22 2 1 ) ( h h h h S N M N D D h
ρ (21)
Dimana :
D1,D2 = Jumlah keluarga miskin di desa 1 dan di desa 2.
h = Jarak antar desa
Nh = Jumlah pasangan desa yang dipisahkan dengan jarak sejauh h
h
M dan Sh adalah mean dan standard deviasi dari jumlah keluarga miskin
Correlogram dapat didekati dengan beberapa model matematika dan model yang
biasa digunakan adalah :
Model eksponensial ⎩ ⎨ ⎧ = 〉 − = ′ 0 , 1 0 ), / 3 exp( ) ( 1 h h a h c h ρ (22)
Model spherical
⎩ ⎨ ⎧ = 〉 + − = ′ 0 , 1 0 ], ) / ( 5 . 0 ) / ( 5 . 1 1 [ ) ( 3 1 h h a h a h c h
ρ (23)
Dimana : c1adalah sill (ambang) dan a adalah range
Model tersebut dapat diduga dengan menggunakan regresi non-linear. Pengujian
nilai korelasi untuk mengetahui nyata atau tidak, dengan menghitung nilai statistik
uji z-nya (Walpole 1995)
(
) (
)
(
) (
)
⎥⎦⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + − − + − = Ζ 0 0 1 1 1 1 2 3 ρ ρ r r Ln n (24) Dimana :Z = Nilai statistik uji z r = Nilai korelasi
n = Jumlah pasangan ρ0= Nilai korelasi populasi = 0
Hipotesis yang digunakan H0 : r = 0 dan H1 : r≠ 0 pada taraf α = 0.05
DATA DAN METODE
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kemiskinan dan
populasi per desa di Kabupaten Indramayu yang bersumber dari data Potensi Desa
(PODES) 2006. Data PODES antara lain mencakup kependudukan dan
ketenagakerjaan, perumahan dan lingkungan hidup, serta pendidikan dan
kesehatan.
Data kemiskinan merupakan jumlah keluarga yang dikategorikan PKS dan
KS I, sedangkan data populasi merupakan jumlah total keluarga per desa. Peta
desa di Kabupaten Indramayu diperoleh dari Bakosurtanal, sehingga dapat
diketahui batasan-batasan, luas desa, dan jarak antar desa.
Metode
Tahapan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini :
A. Identifikasi kantong kemiskinan menggunakan metode Flexibly Shaped Spatial
Scan Statistic, berdasarkan uraian di latar belakang. Metode ini menggunakan
program FleXScan. Data yang digunakan, disusun ke dalam empat tabel
(Takahasi et al. 2005), yaitu :
1. File Coordinate
Format <Nama desa> <Latitude> <Longitude>
Berisi nama desa serta letak desa berdasarkan garis lintang dan garis
bujur. Garis lintang dan garis bujur dirubah menjadi bentuk desimal
dalam derajat. Dengan cara sbb : xx(derajat) yy(menit) zz(detik)
menjadi xx + yy/60 + zz/3600 (derajat)
2. File Matrix definition
Format <Nama desa> <Desa 1> <Desa 2> …
Kolom pertama merupakan nama desa. Kolom selanjutnya, nama
desa-desa yang berbatasan dengan desa-desa yang dijelaskan pada kolom
pertama.
3. File Case
Kolom pertama merupakan nama desa yang susunannya sesuai dengan
susunan di File Coordinate. Kolom selanjutnya, jumlah keluarga
miskin yang terdapat pada desa yang sesuai dengan kolom pertama.
4. File Population
Format <Nama desa> <Jumlah total keluarga>
Kolom pertama merupakan nama desa yang susunannya sesuai dengan
susunan di File Coordinate. Kolom selanjutnya, jumlah total keluarga
yang terdapat di desa tersebut.
Setelah semua data disusun, kemudian pilih metode flexible lalu run. Hasil yang
diperoleh dengan metode ini, bila digabungkan dengan peta Indramayu maka
diperoleh peta kemiskinan dengan program Arcview.
B. Pendugaan correlogram kemiskinan dan jarak
1. Data kemiskinan per desa dan jarak antar desa diurutkan berdasarkan
data jarak, mulai dari jarak terdekat sampai terjauh.
2. Data yang terurut dibagi menjadi beberapa kelompok per 2 km.
3. Menentukan korelasi antara kemiskinan dan jarak di tiap kelompok.
4. Plot data korelasi dan jarak sehingga diperoleh grafik yang dapat
menjelaskan pada jarak berapa tidak terdapat korelasi.
5. Pengujian signifikansi nilai korelasi
C. Penentuan pusat pengentasan kemiskinan di setiap kantong.
1. Menghitung panjang maksimum dan radius di setiap kantong. Radius
merupakan setengah dari panjang maksimum.
2. Menentukan pusat pengentasan kemiskinan di setiap kantong dengan
membandingkan radius terhadap jarak yang diperoleh pada tahap B.
Ketentuannya : Jika radius < jarak B maka pusat pengentasan
kemiskinan hanya pada pusat kantong. Tetapi kalau radius > jarak B
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data Potensi
Desa (PODES) 2006, pengambilan datanya dilakukan tahun 2005. Data PODES
berisi data tentang keterangan umum desa/kelurahan; kependudukan dan
ketenagakerjaan; antisipasi dan kejadian bencana alam; pendidikan dan kesehatan;
sosial budaya; rekreasi, hiburan, dan olah raga; angkutan, komunikasi, dan
informasi, penggunaan lahan; ekonomi; politik dan keamanan; keterangan aparat
desa/kelurahan. Sedangkan peta yang digunakan adalah peta digital Indramayu
tahun 2003. Data PODES yang digunakan, disesuaikan dengan
kecamatan-kecamatan yang ada pada peta.
Berdasarkan defenisi kemiskinan dari BKKBN, Kabupaten Indramayu
memiliki persentase kemiskinan tertinggi dibandingkan kabupaten lain yang
terdapat di Provinsi Jawa Barat. Secara keseluruhan persentase kemiskinan di
Jawa Barat sebesar 37.5%danKabupaten Indramayu sebesar 64%.
Kabupaten Indramayu memiliki 24 kecamatan dan 310 desa. Peta
Indramayu per kecamatan dapat dilihat pada Gambar 1.
Peta indramayu.shp ANJATAN ARAHAN BALONGAN BANGODUA BONGAS CANTIGI CIKEDUNG GABUSWETAN HAURGEULIS INDRAMAYU JATIBARANG JUNTINYUAT KANDANGHAUR KARANGAMPEL KERTASEMAYA KRANGKENG KROYA LELEA LOHBENER LOSARANG SINDANG SLIYEG SUKRA WIDASARI
20 0 20 40 Miles
N
E W
S
PETA INDRAMAYU
LAUT JAWA
CIREBON
[image:37.612.142.499.446.676.2]SUMEDANG SUBANG
Berdasarkan Gambar 1, Kabupaten Indramayu berbatasan dengan Kabupaten
Subang, Sumedang dan Cirebon. Bagian utara berbatasan dengan Laut Jawa.
Kabupaten Indramayu memiliki jumlah total keluarga 467,479 keluarga
dan jumlah keluarga miskin 299,185 keluarga. Persentase kemiskinan per
[image:38.612.186.461.183.340.2]kecamatan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Persentase kemiskinan
Berdasarkan Gambar 2, persentase kemiskinan antara 40%-90%. Tiga kecamatan
yang memiliki persentase lebih dari 85%, yaitu Kecamatan Krangkeng, Cantigi,
dan Arahan. Kecamatan Gabus Wetan merupakan kecamatan yang memiliki
persentase relatif terendah.
Peta sebaran kemiskinan per kecamatan, tampak pada Gambar 3. Gambar
tersebut menunjukkan bahwa kecamatan-kecamatan yang ada dikelompokkan ke
dalam 5 kelompok berdasarkan persentase kemiskinannya. Kecamatan-kecamatan
yang berada pada tingkatan terendah dan tertinggi sama dengan kesimpulan yang
diperoleh dari Gambar 2. Kelompok I merupakan kumpulan desa-desa dengan
persentase relatif terendah. Kelompok ini terdiri dari tiga kecamatan dengan
persentase kemiskinan 39.39%-43.17%, yaitu : Kecamatan Bongas, Gabus Wetan,
dan Losarang. Kelompok II terdiri dari enam kecamatan dengan persentase
43.17%-60.01%, yaitu : Kecamatan Balongan, Juntinyuat, Jatibarang, Haurgeulis,
Anjatan dan Kota Indramayu. Kelompok III terdiri dari tujuh kecamatan dengan
persentase 60.01%-68.81%, yaitu : Kecamatan Karangampel, Sindang, Cikedung,
Lelea, Lohbener, Bangodua, dan Widasari.
Kelompok IV terdiri dari lima Kecamatan dengan persentase
68.81%-78.91%, yaitu Kecamatan Sliyeg, Sukra, Kertasemaya, Kandanghaur, Kroya.
Persentase Kemiskinan 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 Arah an Can tigi Kran gken g Kroy a Sliy eg Kand angh aur Sukr a Kerta sem aya Sind ang Bang odua Lohb ener
Ciked
Peta indramayu.shp 39.39 - 43.17 43.17 - 60.01 60.01 - 68.81 68.81 - 78.91 78.91 - 89.61
10 0 10 20 Miles
N
E W
S
PETA PERSENTASE KEMISKINAN PER KECAMATAN
KEC.SUKRA
KEC.ANJATAN
KEC.HAURGEULIS
KEC.KANDANGHAUR
KEC.KROYA KEC.BONGAS
KEC.GABUSWETAN
KEC.CANTIGI
KEC.ARAHAN
KEC.LOSARANG
KOTA INDRAMAYU
KEC.BALONGAN
KEC.JUNTINYUAT KEC.SINDANG
KEC.LOHBENER
KEC.JATIBARANG
KEC.KRANGKENG KEC.KARANGAMPEL
KEC.SLIYEG
KEC.KERTASEMAYA KEC.CIKEDUNG
KEC.LELEA
KEC.BANGODUA KEC.WIDASARI
[image:39.612.136.505.75.314.2]LAUT JAWA
Gambar 3 Peta persentase kemiskinan per kecamatan
Kelompok V merupakan kumpulan desa yang memiliki persentase relatif
tertinggi. Kelompok ini terdiri dari tiga kecamatan dengan persentase kemiskinan
78.91%-89.61%, yaitu Kecamatan Krangkeng, Cantigi, dan Arahan. Kecamatan
yang paling banyak berada pada kelompok III dengan persentase 60.01%-68.81%,
hasil ini sesuai dengan rata-rata persentase kemiskinan di Indramayu 64%.
Kantong dan Hotspot Kemiskinan di Indramayu
Metode flexibly memeriksa 310 desa yang terdapat di Kabupaten
Indramayu. Panjang maksimum kantong (K) dibatasi sampai 15 desa yang
berbatasan dan jarak terdekat, termasuk desa awal. Pengujian nyata atau tidak
kantong kemiskinan dilakukan dengan teknik simulasi Monte Carlo. Simulasi
dilakukan dengan pengulangan 999 kali. Berdasarkan proses tersebut, diperoleh 7
kantong yang nyata pada taraf 1%. Kantong-kantong yang terbentuk, adalah:
1. Kantong I terdiri dari 12 desa, yaitu desa Dukuh jati, Kali Anyar,
Kaplongan, Kedung Wungu, Krangkeng, Luwung Gesik, Purwajaya,
Singakerta, Srengseng, Sukamanah, Tanjakan, Tegal Mulya pada
Kecamatan Krangkeng dan Karang Ampel.
2. Kantong II terdiri dari 13 desa, yaitu desa Arahan Lor, Cangkring, Cantigi
Panyingkiran Lor, Pranggong, Sindangkerta, Sukadadi, Sukasari, Tawang
Sari pada Kecamatan Arahan, Cantigi, Lohbener.
3. Kantong III terdiri dari 10 desa, yaitu desa Jati Mulya, Jati Munggul,
Kroya, Mekar Jaya, Plosokerep, Suka Melang, Suka Slamet, Temiyang,
Temiyang Sari, Tunjung Kerta pada Kecamatan Cikedung, Kroya,
Haurgeulis.
4. Kantong IV terdiri dari 8 desa, yaitu desa Curug, Karang Mulya,
Karanganyar, Parean Girang, Pranti, Soge, Wirakanan, Wirapanjunan pada
Kecamatan Kandanghaur.
5. Kantong V terdiri dari 10 desa, yaitu desa Gadingan, Majasari, Mekar
Gading, Pilang Sari, Sleman, Sliyeg Lor, Tambi, Tambi Lor, Tenajar,
Tenajar Lor pada Kecamatan Sliyeg, Jati Barang, Kertasemaya.
6. Kantong VI terdiri dari 7 desa, yaitu desa Bojong Slawi, Jati Sawit Lor,
Legok, Leuwigede, Lobener, Rambatan Kulon, Sindangkerta, Teluk
Agung pada Kecamatan Lohbener, Jati Barang, Widasari, dan Kota
Indramayu.
7. Kantong VII terdiri dari 10 desa, yaitu desa Bugel, Mekar Sari, Patrol
Baru, Patrol Lor, Sukahaji, Sukra, Ujung Gebang, Tegal Taman,
Sumuradem, Sumuradem Timur pada Kecamatan Sukra.
Kantong-kantong tersebut disusun berdasarkan nilai Log Likelihood Ratio (LLR),
[image:40.612.133.509.493.634.2]semakin ke bawah maka LLRnya semakin kecil, seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Keterangan pada setiap kantong
K JD Pop Case % Harapan RR LLR P-value
I 12 17880 15868 88.75 11443.10 1.39 796.81 0.001
II 13 12715 11637 91.52 8137.56 1.43 684.23 0.001
III 10 20819 16627 79.87 13324.10 1.25 398.36 0.001
IV 8 11239 9661 85.96 7192.92 1.34 392.37 0.001
V 10 12395 10131 81.74 7932.76 1.28 288.11 0.001
VI 7 9598 7829 81.57 6142.69 1.28 217.65 0.001
VII 10 16369 12596 76.95 10476.10 1.20 209.13 0.001
K : Kantong % : Persentase Miskin LLR : Log Likelihood Ratio JD : Jumlah Desa RR : Resiko Relatif
Kantong I memiliki persentase kemiskinan sebesar 88.75% dan nilai
harapan 1143.10. Nilai harapan tersebut berarti harapan jumlah keluarga yang
dikategorikan sebagai keluarga miskin pada kantong I sebanyak 1143 keluarga.
desa-desa yang berada di dalam kantong lebih besar 1.39 kali dari pada desa-desa-desa-desa di
luar kantong tersebut.
Kantong II memiliki persentase kemiskinan sebesar 91.52% dan nilai
harapan 8137.56. Nilai harapan tersebut berarti harapan jumlah keluarga yang
dikategorikan sebagai keluarga miskin pada kantong II sebanyak 8138 keluarga.
Dilihat dari nilai RR-nya maka proporsi keluarga miskin pada desa-desa yang
berada di dalam kantong lebih besar 1.43 kali dari pada desa-desa di luar kantong
tersebut.
Kantong III memiliki persentase kemiskinan sebesar 79.87% dan nilai
harapan 13324.10. Nilai harapan tersebut berarti harapan jumlah keluarga yang
dikategorikan sebagai keluarga miskin pada kantong III sebanyak 13324 keluarga.
Dilihat dari nilai RR-nya maka proporsi keluarga miskin pada desa-desa yang
berada di dalam kantong lebih besar 1.25 kali dari pada desa-desa di luar kantong
tersebut.
Kantong IV memiliki persentase kemiskinan sebesar 85.96% dan nilai
harapan 7192.92. Nilai harapan tersebut berarti harapan jumlah keluarga yang
dikategorikan sebagai keluarga miskin pada kantong IV sebanyak 7193 keluarga.
Dilihat dari nilai RR-nya maka proporsi keluarga miskin pada desa-desa yang
berada di dalam kantong lebih besar 1.34 kali dari pada desa-desa di luar kantong
tersebut.
Kantong V memiliki persentase kemiskinan sebesar 81.74% dan nilai
harapan 7932.76. Nilai harapan tersebut berarti harapan jumlah keluarga yang
dikategorikan sebagai keluarga miskin pada kantong V sebanyak 7933 keluarga.
Dilihat dari nilai RR-nya maka proporsi keluarga miskin pada desa-desa yang
berada di dalam kantong lebih besar 1.28 kali dari pada desa-desa di luar kantong
tersebut.
Kantong VI memiliki persentase kemiskinan sebesar 81.57% dan nilai
harapan 6142.69. Nilai harapan tersebut berarti harapan jumlah keluarga yang
dikategorikan sebagai keluarga miskin pada kantong VI sebanyak 6143 keluarga.
Dilihat dari nilai RR-nya maka proporsi keluarga miskin pada desa-desa yang
berada di dalam kantong lebih besar 1.28 kali dari pada desa-desa di luar kantong
Kantong VII memiliki persentase kemiskinan sebesar 76.95% dan nilai
harapan 10476.10. Nilai harapan tersebut berarti harapan jumlah keluarga yang
dikategorikan sebagai keluarga miskin pada kantong VII sebanyak 10476
keluarga. Dilihat dari nilai RR-nya maka proporsi keluarga miskin pada desa-desa
yang berada di dalam kantong lebih besar 1.20 kali dari pada desa-desa di luar
kantong tersebut.
Penentuan kantong tidak hanya memperhatikan persentase, tetapi juga
jumlah total keluarga. Meskipun kantong II memiliki persentase dan RR lebih
tinggi dari kantong I, tetapi jumlah total keluarganya lebih kecil dari kantong I
sehingga kantong II berada pada urutan kedua. Kantong I memiliki nilai LLR
tertinggi, sehingga kantong ini disebut most likely cluster (MLC). Ketujuh
kantong nyata pada taraf yang paling tinggi dibanding kantong-kantong lain,
memiliki nilai RR lebih besar dari 1 maka kantong-kantong tersebut disebut
hotspot kemiskinan. Hotspot-hotspot tersebut dapat disajikan dalam peta hotspot
kemiskinan, seperti pada Gambar 4.
Peta indramayu.shp 1 2 3 4 5 6 7 8
10 0 10 20 Miles
N
E W
S
PETA HOTSPOT KEMISKINAN
KOTA INDRAMAYU
LAUT JAWA
CIREBON
[image:42.612.136.504.384.619.2]SUMEDANG SUBANG
Gambar 4 Peta hotspot kemiskinan
Kantong I berwarna merah, memiliki tingkat kemiskinan tertinggi, hasil
ini sesuai dengan hasil yang diperoleh dari Gambar 2 dan 3. Kantong ini
Kota Indramayu. Ketiga kantong tersebut berdekatan, tetapi hanya kantong II dan
VI yang berbatasan langsung karena Kantong V masih dibatasi dengan desa yang
tidak masuk ke Kantong V dan VI. Kantong III bewarna coklat, berdekatan
dengan Kabupaten Sumedang. Kantong IV berwarna biru, berada diantara
Kantong II dan VII. Kantong VII berwarna hijau, berdekatan dengan Kabupaten
Subang. Pada Kantong I, II, III, V, VI, dan VII ada desa yang berbatasan dengan
kantong tetapi tidak masuk ke dalam kantong tersebut, secara berurutan yaitu :
Desa Kapringan, Arahan Kidul, Sumbon, Sliyeg, Lobenerlor, Sukrawetan.
Desa-desa tersebut berbatasan dengan kantong, tetapi persentase kemiskinannya lebih
kecil dari kantong sehingga desa-desa tersebut tidak dimasukkan ke dalam
kantong.
Deskripsi Kantong
Deskripsi kantong dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Lampiran 1.
Sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari sektor pertanian,
subsektor tanaman pangan dengan komoditi unggulan tertentu. Komoditi tersebut
dipakai sebagian besar penduduk untuk dikonsumsi sendiri dan dijual. Sarana dan
prasarana transportasi melalui darat. Jalanan tersebut dapat dilalui kenderaan
bermotor roda 4 atau lebih dan sudah memiliki penerangan jalan. Pada semua
kantong tidak terdapat telepon umum koin/ kartu, tetapi ada wartel/ kiospon/
warpostel/warparpostel. Fasilitas sekolah yang paling banyak sampai tingkat SD
dengan rasio 1.62, yaitu terdapat dua sekolah per 1000 penduduk pada Kantong I,
selainnya hanya satu sekolah.
A. Kantong I
Kantong I terdiri dari 12 desa dan berada di luar kawasan hutan. Sebagian
besar letak geografisnya berada di dataran, kecuali Desa Luwung Gesik,
Kalianyar, Krangkeng, Tanjakan berada di pesisir/ tepi laut. Sumber
penghasilan utama sebagian besar penduduk dari sektor pertanian dengan
subsektor tanaman pangan dan perikanan darat. Komoditi unggulan padi, padi
sawah, dan tambak bandeng. Persentase lahan sawah terhadap luas lahan desa
Rasio penduduk yang bekerja sebagai buruh tani per 1000 penduduk adalah
198. Pada klaster ini tidak terdapat kawasan dan sentra industri. Jenis industri
kecil/ kerajinan rumah tangga, kerajinan dari kayu dan makanan.
Jenis permukaan jalan yang terluas dari aspal/beton dan diperkeras
(kerikil/ batu). Jarak rata-rata dari desa ke ibukota kecamatan 4.15 km dengan
waktu tempuh 8.42 menit. Jarak rata-rata dari desa ke ibukota kabupaten/ kota
28.85 km dengan waktu tempuh 35 menit. Sedangkan jarak rata-rata dari desa
ke ibukota kabupaten/ kota lain yang terdekat 29.58 km dengan waktu tempuh
35.42 menit. Fasilitas wartel/ kiospon/ warpostel/warparpostel sebanyak 17
unit. Dari setiap 1000 keluarga ada 22 keluarga yang berlangganan telepon
kabel.
B. Kantong II
Kantong II terdiri dari 13 desa dan berada di luar kawasan hutan. Desa
Tenajar dan Sliyeg Lor berada di pesisir/ tepi laut, selainnya berada di dataran.
Sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari sektor pertanian
dengan subsektor tanaman pangan. Komoditi unggulan padi dan padi sawah.
Persentase lahan sawah terhadap luas lahan desa keseluruhan 48.45% dengan
kepemilikan lahan per keluarga petani 0.42 ha. Rasio penduduk yang bekerja
sebagai buruh tani per 1000 penduduk adalah 300. Jenis industri kecil/
kerajinan rumah tangga, makanan.
Jenis permukaan jalan yang terluas dari aspal/beton, diperkeras dengan
kerikil/ batu, dan tanah. Jarak rata-rata dari desa ke ibukota kecamatan 3.69
km dengan waktu tempuh 9.15 menit. Jarak rata-rata dari desa ke ibukota
kabupaten/ kota 15.81 km dengan waktu tempuh 20.15 menit. Sedangkan
jarak rata-rata dari desa ke ibukota kabupaten/ kota lain yang terdekat 58.1 km
dengan waktu tempuh 126.15 menit. Fasilitas wartel/ kiospon/
warpostel/warparpostel sebanyak 14 unit. Dari setiap 1000 keluarga hanya 4
keluarga yang berlangganan telepon kabel.
C. Kantong III
dari sektor pertanian dengan subsektor tanaman pangan dan perikanan darat.
Komoditi unggulan padi, padi sawah, dan tambak bandeng. Persentase lahan
sawah terhadap luas lahan desa keseluruhan 41.17% dengan kepemilikan
lahan per keluarga petani 0.39 ha. Rasio penduduk yang bekerja sebagai buruh
tani per 1000 penduduk adalah 243.
Jenis permukaan jalan yang terluas diperkeras dengan kerikil/ batu dan
dari aspal/beton. Jarak rata-rata dari desa ke ibukota kecamatan 4.02 km
dengan waktu tempuh 12.5 menit. Jarak rata-rata dari desa ke ibukota
kabupaten/ kota 49.75 km dengan waktu tempuh 89.5 menit. Sedangkan jarak
rata-rata dari desa ke ibukota kabupaten/ kota lain yang terdekat 58.61 km
dengan waktu tempuh 116 menit. Fasilitas wartel/ kiospon/
warpostel/warparpostel sebanyak 32 unit. Dari setiap 1000 keluarga ada 2
keluarga yang berlangganan telepon kabel. Fasilitas sekolah yang paling
banyak sampai tingkat SD dengan rasio 1.08, yaitu hanya ada satu sekolah per
1000 penduduk.
Pada kantong ini tidak terdapat sentra industri, tetapi ada kawasan industri
di Desa Jatimunggul. Jenis industri kecil/ kerajinan rumah tangga, kerajinan
dari kayu dan makanan.
D. Kantong IV
Kantong IV terdiri dari 8 desa dengan letak geografisnya berada di dataran
dan berada di luar kawasan hutan. Sumber penghasilan utama sebagian besar
penduduk dari sektor pertanian dengan subsektor tanaman pangan. Komoditi
unggulan padi, padi sawah, dan cabe. Persentase lahan sawah terhadap luas
lahan desa keseluruhan 76.23% dengan kepemilikan lahan per keluarga petani
0.46 ha. Rasio penduduk yang bekerja sebagai buruh tani per 1000 penduduk
adalah 9. Desa Karanganyar, Wirapanjunan, Pareangirang, Soge merupakan
desa-desa yang rawan banjir.
Jenis permukaan jalan yang terluas diperkeras dengan kerikil/ batu. Jarak
rata-rata dari desa ke ibukota kecamatan 4.73 km dengan waktu tempuh 13
menit. Jarak rata-rata dari desa ke ibukota kabupaten/ kota 22.09 km dengan
kabupaten/ kota lain yang terdekat 43.41 km dengan waktu tempuh 97 menit.
Fasilitas wartel/ kiospon/ warpostel/warparpostel sebanyak 20 unit. Dari setiap
1000 keluarga ada 20 keluarga yang berlangganan telepon kabel. Jenis industri
kecil/ kerajinan rumah tangga, makanan dan gerabah/ keramik.
E. Kantong V
Kantong V terdiri dari 10 desa dan berada di luar kawasan hutan. Letak
geografisnya berada di dataran. Sumber penghasilan utama sebagian besar
penduduk dari sektor pertanian dengan subsektor tanaman pangan dengan
komoditi unggulan padi. Persentase lahan sawah terhadap luas lahan desa
keseluruhan 76.26% dengan kepemilikan lahan per keluarga petani 0.34 ha.
Rasio penduduk yang bekerja sebagai buruh tani per 1000 penduduk adalah
290.
Jenis permukaan jalan yang terluas diperkeras dengan kerikil/ batu. Jarak
rata-rata dari desa ke ibukota kecamatan 4.73 km dengan waktu tempuh 13
menit. Jarak rata-rata dari desa ke ibukota kabupaten/ kota 22.09 km dengan
waktu tempuh 48 menit. Sedangkan jarak rata-rata dari desa ke ibukota
kabupaten/ kota lain yang terdekat 43.41 km dengan waktu tempuh 97 menit.
Fasilitas wartel/ kiospon/ warpostel/warparpostel sebanyak 20 unit. Dari setiap
1000 keluarga ada 59 keluarga yang berlangganan telepon kabel. Jenis industri
kecil/ kerajinan rumah tangga, makanan, anyaman, kerajinan dari kayu dan
kulit.
F. Kantong VI
Kantong VI terdiri dari 7 desa dan berada di luar kawasan hutan. Letak
geografisnya berada di dataran. Sumber penghasilan utama sebagian besar
penduduk dari sektor pertanian dengan subsektor tanaman pangan. Komoditi
unggulan padi dan padi sawah. Persentase lahan sawah terhadap luas lahan
desa keseluruhan 64.93% dengan kepemilikan lahan per keluarga petani 0.13
ha. Rasio penduduk yang bekerja sebagai buruh tani per 1000 penduduk
adalah 351.
waktu tempuh 10.86 menit. Jarak rata-rata dari desa ke ibukota kabupaten/
kota 9.61 km dengan waktu tempuh 27 menit. Sedangkan jarak rata-rata dari
desa ke ibukota kabupaten/ kota lain yang terdekat 64.71 km dengan waktu
tempuh 84 menit. Fasilitas wartel/ kiospon/ warpostel/warparpostel sebanyak
16 unit. Dari setiap 1000 keluarga ada 13 keluarga yang berlangganan telepon
kabel. Jenis industri kecil/ kerajinan rumah tangga, anyaman dan makanan.
G. Kantong VII
Kantong VII terdiri dari 10 desa dan berada di luar kawasan hutan. Desa
Sukra, Sumuradem Timur, Patrol Baru, Bugel berada di daratan, selainnya
berada di pesisir/ tepi laut. Sumber penghasilan utama sebagian besar
penduduk dari sektor pertanian dengan subsektor tanaman pangan. Komoditi
unggulan padi dan bawang merah. Persentase lahan sawah terhadap luas lahan
desa keseluruhan 78.86% dengan kepemilikan lahan per keluarga petani 0.32
ha. Rasio penduduk yang bekerja sebagai buruh tani per 1000 penduduk
adalah 241.
Jenis permukaan jalan yang terluas diperkeras dengan kerikil/ batu. Jarak
rata-rata dari desa ke ibukota kecamatan 4 km dengan waktu tempuh 19.6
menit. Jarak rata-rata dari desa ke ibukota kabupaten/ kota 50.54 km dengan
waktu tempuh 94.5 menit. Sedangkan jarak rata-rata dari desa ke ibukota
kabupaten/ kota lain yang terdekat 53.38 km dengan waktu tempuh 97.5
menit. Fasilitas wartel/ kiospon/ warpostel/warparpostel sebanyak 33 unit.
Dari setiap 1000 keluarga ada 23 keluarga yang berlangganan telepon kabel.
Jenis industri kecil/ kerajinan rumah tangga, makanan dan kerajinan dari kayu.
Correlogram Kemiskinan di Indramayu
Setiap pasangan desa yang terbentuk disusun berdasarkan jarak, mulai dari
0 sampai 67.792 km dengan jarak terdekat 1.111 km. Jarak-jarak tersebut dibagi
menjadi 34 kelompok dengan panjang kelompok 2 km. Grafik korelasi terhadap
Correlogram kemiskinan
-0.2 -0.15 -0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
0 2 4 6 8 10 1214 16 18 20 22 24 26 28 3032 34 36 38 4042 44 46 4850 52 54 56 5860 62 64 66
Jarak
Ko
re
la
s
[image:48.612.169.487.81.207.2]i
Gambar 5 Correlogram kemiskinan
Menurut gambar di atas, nilai korelasi cenderung menurun ketika jaraknya
semakin jauh. Grafik tersebut memotong sumbu-x pada kelompok jarak 13, yaitu
pada jarak 24-26 km dengan rata-rata 25.045 km. Nilai korelasi pada gambar
tersebut mulai tidak stabil pada jarak 10-12 km karena pada beberapa kelompok
nilainya naik turun. Pada jarak 8-28 km, nilai korelasinya hampir sama. Nilai
korelasi yang tidak stabil dan hampir sama, akan sulit untuk mengetahui korelasi
bernilai nol pada jarak berapa jika hanya melihat gambar, maka dilakukan
pengujian nilai korelasi.
Pengujian untuk melihat korelasi tersebut signifikan bernilai nol pada
jarak berapa dengan menghitung nilai statistik uji z-nya. Hipotesis yang
digunakan :
H0 : r = 0 dan H1 : r≠ 0 pada taraf α = 0.05
wilayah kritis : Z < -1.96 dan Z > 1.96
Pada jarak 5-6 km dengan jarak rata-rata 5.714 km, diperoleh Z = 1.77 E-06. Nilai
Z tersebut < 1.96, maka terima H0. Berarti pada jarak 5-6 km, nilai korelasinya
signifikan bernilai nol. Pada jarak tesebut, tidak terdapat korelasi antar
kemiskinan secara spatial.
Pusat-Pusat Pengentasan Kemiskinan di Indramayu
Tabel 2 menunjukkan kantong-kantong yang terbentuk memiliki jarak
maksimum dan radius yang berbeda. Jika radius dibandingkan dengan jarak pada
Tabel 2 Jarak maksimum pada tiap kantong
Kantong Desa Jarak maksimum Radius
Kantong I Purwajaya - Tanjakan 9.165 km 4.582 km
Kantong II Cangkring - Sindangkerta 7.449 km 3.724 km
Kantong III Plosokerep - Suka Slamet 14.429 km 7.215 km
Kantong IV Karang Mulya - Soge 7.837 km 3.919 km
Kantong V Mekar Gading - Pilang Sari 7.091 km 3.546 km
Kantong VI Rambatan Kulon -
Leuwigede
6.762 km 3.381 km
Kantong VII Sukahaji - Sukra 9.945 km 4.973 km
Berdasarkan bentuk dan radius kantong maka pusat pengentasan
kemiskinan pada Kantong I : Desa Srengseng, Kantong II : Desa Cidempet,
desa-desa tersebut berada di tengah kantong. Kantong III : Desa Tanjungkerta dan
Jatimulya, karena radiusnya lebih besar dari jarak correlogram.
Kantong IV : Desa Wirapanjunan, Kantong V : Desa Tambi, desa-desa
tersebut berada di tengah kantong. Kantong VI : Desa Bojongslawi dan Teluk
Agung, karena bentuk kantong terdiri dari dua kelompok yang dihubungkan oleh
<