• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Arahan Tematik Pengembangan Kawasan Untuk Transmigrasi Lokal Di Kabupaten Belu Dalam Upaya Penguatan Aktivitas Ekonomi Di Kawasan Perbatasan Studi Kasus: Desa Lakmaras Dan Desa Loonuna Kecamatan Lamaknen Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Arahan Tematik Pengembangan Kawasan Untuk Transmigrasi Lokal Di Kabupaten Belu Dalam Upaya Penguatan Aktivitas Ekonomi Di Kawasan Perbatasan Studi Kasus: Desa Lakmaras Dan Desa Loonuna Kecamatan Lamaknen Selatan"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI ARAHAN TEMATIK PENGEMBANGAN KAWASAN UNTUK TRANSMIGRASI LOKAL DI KABUPATEN BELU DALAM UPAYA PENGUATAN

AKTIVITAS EKONOMI DI KAWASAN PERBATASAN STUDI KASUS : DESA LAKMARAS DAN DESA LOONUNA

KECAMATAN LAMAKNEN SELATAN

TUGAS AKHIR

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Strata I Pada Program studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Oleh :

HERIBERTUS MESAKH 1.06.11.002

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur serta trimakasih berlimpah penulis panjatkan kepada Tuhan Maha Esa atas segala berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “ Identifikasi Arahan Tematik Pengembangan Kawasan untuk Transmigrasi Lokal Di Kabupaten Belu Dalam Upaya Penguatan Aktivitas Ekonomi Di Kawasan Perbatasan Studi Kasus : Desa Lakmaras dan Desa Loonuna Kecamatan Lamaknen Selatan ” Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Komputer Indonesia.

Selesainya Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini hingga selesai. Sehingga dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayah Arnoldus Bria Seo dan Ibu Yovita Horak tercinta, beserta kakak dan adik-adik penulis yang telah memberikan semangat, dukungan, kasih sayang, dan doa yang tiada henti-hentinya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Penyelesaian penulisan Tugas Akhir ini sebagai bukti keseriusan penulis dalam mencari ilmu guna membanggakan kedua orang tua. 2. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, MSc., selaku Rektor Utama Universitas Komputer

Indonesia;

3. Prof. Dr. H. Denny Kurniadie, Ir. MSc., selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer; 4. Ibu Rifiati Safariah, ST., MT. selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota; 5. Ibu Dr. Lia Warlina, Ir., M.Si., selaku Dosen Wali mahasiswa Perencanaan Wiayah dan

Kota Angkatan 2011;

6. Bapak Tatang Suheri, ST., MT. selaku dosen pembimbing Tugas Akhir yang telah memberikan banyak sekali waktu, kesempatan, saran, petunjuk, serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini dan Tugas Akhir ini menjadi lebih baik dan berarti;

7. Seluruh Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota;

(6)

Luthfi Latif N, M. Syahrullah, M. Reynaldi S, Rangky Priananda, Riri Endah L, Rudi Guntara, Rudi Setia, Widiyawati. Terima kasih atas kebersamaan semoga kekeluargaan dan silaturahim kita tidak akan pernah putus sampai disini;

9. Kepada Sekretaris Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Teh Vitri terimakasih atas kemudahan dalam mengurus surat-surat dan Pak Muis terima kasih atas jasanya yang selalu membantu dalam persiapan perkuliahan;

10. Seluruh pihak – pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis;

Akhir kata, semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi semua pihak. penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan serta masih banyak kekurangan. Oleh karena itu Kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan tugas akhir ini. Semoga Tuhan Maha Esa memberikan rahmatnya kepeda semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Bandung, Agustus, 2015

(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Penyelenggaraan transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah, serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa (UU Ketransmigrasian, 2009).

Namun saat ini program transmigrasi ibarat mati suri. Setiap tahun pemerintah pusat dan daerah memang masih memberangkatkan transmigran ke sejumlah daerah, namun transmigrasi tak lagi menjadi retorika yang banyak diperbincangkan publik. Tidak jarang transmigrasi dijadikan problem solving bagi kebijakan pembangunan yang mengharuskan terjadinya relokasi, Karena pendekatan pragmatis pemerintah ini, publik cenderung bersikap apriori terhadap program tersebut karena selain merasa hanya dibuang, pemberdayaan terhadap kebijakan itu juga tidak dilakukan secara berkelanjutan (Hastyanto, 2009).

Hastyanto (2009) menambahkan bahwa Selama ini yang kita kenal banyak menggunakan pola menyiapkan transmigran menjadi petani. Padahal selain sektor pertanian termasuk perkebunan dan agribisnis, masih banyak sektor yang dapat dikembangkan melalui program tersebut. Melalui pola ini dapat dikembangkan model transmigrasi tematik, Transmigrasi tematik dapat dikembangkan dengan memperhatikan kondisi wilayah calon lokasi transmigrasi. Bila wilayah calon lokasi memiliki karakteristik dan potensi air yang cukup, maka calon dapat diarahkan berusaha di sektor perikanan tambak atau karamba.

(8)

2 tertentu. Padahal sebagai kabupaten perbatasan pola persebaran penduduk per kecamatan harus merata, sehingga meningkatkan pertahanan dan keamanan negara serta memperkokoh kedaulatan bangsa di kawasan perbatasan. Salah satu upaya pemerintah kabupaten Belu dalam pemerataan penduduk adalah dengan program transmigrasi.

Desa Lakmaras dan Desa Loonuna adalah dua desa di kecamatan Lamaknen Selatan yang berbatasan langsung melalui darat dengan negara RDTL dan memiliki jumlah penduduk yang sedikit dan luas lahan kosong yang besar. Sehingga kedua desa tersebut mengusulkan lahan kosong tersebut untuk digunakan pemerintah kabupaten Belu sebagai kawasan Transmigrasi.

Dalam perkembangannya calon kawasan transmigrasi di kedua desa tersebut akan direalisasikan oleh pemerintah kabupaten Belu. Secara umum pemerintah akan merealisasikan calon kawasan transmigrasi menjadi kawasan transmigrasi, tanpa merencanakan secara tematik arahan pengembangan kawasan transmigrasi tersebut.

Oleh karena itu untuk menentukan arahan pengembangan dalam pembangunan calon kawasan transmigrasi menjadi transmigrasi dengan arahan tematik didesa Lakmaras dan desa Loonuna maka perlu adanya penelitian terkait dengan karakteristik wilayah, potensi, dan sosial budaya masyarakat setempat agar meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan sehingga masyarakat perbatasan lebih sejahtera.

1.2Perumusan Masalah

Untuk mengidentifikasi arahan tematik pengembangan kawasan untuk transmigrasi lokal dalam upaya penguatan ekonomi kawasan perbatasan di desa Lakmaras dan desa Loonuna maka di perlukan penelitian mengenai karakteristik wilayah, potensi, serta sosial budaya masyarakat setempat, sehingga muncul pertanyaan :

(9)

3 tematik sebagai upaya penguatan aktivitas ekonomi masyarakat perbatasan.

2. Bagaimana karakteristik fisik wilayah pengembangan (Calon pengembangan kawasan Transmigrasi Tematik) sebagai upaya penguatan ekonomi masyarakat perbatasan.

3. Apa saja potensi yang dapat dikembangkan pada wilayah pengembangan (Calon Pengembangan Kawasan Transmigrasi Tematik) sebagai upaya penguatan ekonomi masyarakat perbatasan.

4. Bagaimana Kondisi Sosial budaya masyarakat di wilayah pengembangan (Calon Transmigrasi Tematik) sebagai upaya penguatan ekonomi masyarakat perbatasan.

1.3Tujuan dan Sasaran 1.3.1 Tujuan

Tujuan dari studi penelitian ini ialah “Mengidentifikasi arahan tematik pengembangan kawasan transmigrasi lokal dalam upaya penguatan aktivitas ekonomi dikawasan perbatasan khususnya di desa Lakmaras dan desa Loonuna”

1.3.2 Sasaran

Adapun sasaran dalam penelitian ini untuk mencapai tujuan tersebut yaitu : 1. Teridentifikasinya kebijakan pemerintah daerah kabupaten Belu terkait

kawasan pengembangan sebagai salah satu tools dalam mengidentifikasi arahan tematik sebagai upaya penguatan aktivitas ekonomi masyarakat perbatasan

2. Teridentifikasinya karakteristik fisik wilayah pengembangan (Calon Kawasan Transmigrasi Tematik) sebagai upaya penguatan ekonomi masyarakat perbatasan

(10)

4 4. Teridentifikasinya kondisi sosial budaya masyarakat di wilayah pengembangan (Calon Kawasan Transmigrasi Tematik) sebagai upaya penguatan ekonomi masyarakat perbatasan

5. Teridentifikasinya arahan tematik pengembangan yang sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah, karakteristik fisik, potensi, dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat

1.4Ruang Lingkup Penelitian

Pada sub bab ini akan menjelaskan tentang ruang lingkup penelitian. Dimana

ruang lingkup penelitian akan terbagi menjadi dua bagian yaitu ruang lingkup

wilayah dan ruang lingkup materi yang akan dijelaskan pada sub bab berikut ini :

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah pada studi penelitian ini adalah Desa Lakmaras dan Desa Loonuna kecamatan Lamaknen selatan Kabupaten Belu dengan lokasi penelitian mencakup seluruh wilayah di kedua desa tersebut.

Desa Lakmaras merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan negara Republik Demokratic Timor Leste dengan luas wilayah 1.816 Ha dan jumlah penduduk 1.072 Jiwa. Berdasarkan letak wilayahnya, Desa Lakmaras berbatasan dengan :

 Sebelah utara : Desa Duarato dan Desa Kewar

 Sebelah selatan : Negara RDTL

 Sebelah Timur : Negara RDTL

 Sebelah Barat : Desa Loonuna dan Desa Nualain

Desa Loonuna juga merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan Negara Republik Demokratic Timor Leste dengan luas wilayah 1.182 Ha dan jumlah penduduk 1.487 jiwa. Berdasarkan letak wilayahnya, Desa Loonuna berbatasan dengan :

 Sebelah Utara : Desa Ekin dan Desa Nualain

 Sebelah selatan : Desa Lutharato dan Negara RDTL

 Sebelah Timur : Desa Lakmaras

(11)

5 Gambar 1.1

Peta Wilayah Studi

(12)

6 1.4.2 Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi pada penelitian ini yaitu akan membahas mengenai aspek-aspek utama dalam mengidentifikasi suatu kawasan pengembangan menjadi Transmigrasi Tematik.

1.5Metodologi Penelitian 1.5.1 Tahapan Penelitian

Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu persiapan, survey data primer dan data sekunder, pengolahan data, analisis data dan penulisan laporan.

1.5.2 Teknik Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan memperoleh data primer dan data sekunder .

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya dengan cara melakukan survey ke lapangan. Data ini diperoleh dengan tiga cara yaitu wawancara, Kuesioner dan observasi.

a. Wawancara (deep interview)

Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan informasi di mana sang pewawancara melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang diwawancarai (narasumber). Menurut Lexy J Moleong (1991) wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian.

b. Observasi

(13)

7 2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui literatur atau studi pustaka yang berkaitan dengan wilayah penelitian. Data sekunder juga dapat diperoleh dari instansi-instansi terkait berupa hardcopy maupun softcopy.

(14)
(15)

9 1.5.3 Metode Analisis

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yang menurut I Made Winartha (2006) yaitu :

“Metode analisis deskriptif kualitatif yaitu menganalisis,

menggambarkan, dan meringkas berbagai kondisi, situasi dari berbagai data yang dikumpulkan berupa hasil wawancara atau pengamatan mengenai masalah yang diteliti yang terjadi di lapangan.”

Metode kualitatif deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi arahan pengembangan kawasan menjadi Transmigrasi Tematik.

1.6Kerangka Pemikiran

(16)

10

Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran

IDENTIFIKASI ARAHAN TEMATIK PENGEMBANGAN KAWASAN UNTUK TRANSMIGRASI LOKAL DI KABUPATEN BELU

(17)

11 1.7Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan merupakan gambaran struktur pembahasan dari isi laporan secara keseluruhan. Sistematika penulisan dalam laporan ini adalah sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan dan sasaran penilitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian, dan kerangka pemikiran. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikan mengenai tinjauan pustaka berupa referensi yang berasal dari penelitian-penelitian terdahulu, penjelasan-penjelasan teori dan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan tema penelitian yang bersumber dari studi literatur (pustaka). Seperti migrasi penduduk, permukiman transmigrasi, tata guna lahan pedesaan, arahan tematik pengembangan, penguatan ekonomi kawasan perbatasan.

BAB III GAMBARAN UMUM

Pada bab ini berisikan mengenai gambaran umum wilayah penelitian dalam hal ini desa Lakmaras dan desa Loonuna.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan mengenai sistematika analisis dan pembahasan.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ARAHAN TEMATIK

(18)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan penjelasan teori yang berhubungan dengan tema penelitian yang bersumber dari literatur (pustaka).

2.1Migrasi Penduduk

Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk ada yang bersifat nonpermanen (sementara) misalnya turisme baik nasional maupun internasional, dan ada pula mobilitas penduduk permanen (menetap). Mobilitas penduduk permanen disebut migrasi. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan melewati batas negara atau batas administrasi dengan tujuan untuk menetap. Mantra (1980) menambahkan bahwa migrasi merupakan perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain dengan maksud untuk menetap di daerah tujuan. Migrasi Nasional atau Internal, yaitu perpindahan penduduk di dalam satu negara. Migrasi nasional atau internal terdiri atas beberapa jenis, sebagai berikut :

 Urbanisasi yaitu perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan menetap.

 Transmigrasi yaitu perpindahan penduduk dari pulau yang padat penduduk ke pulau yang jarang penduduknya di dalam wilayah republik Indonesia. Transmigrasi pertama kali dilakukan di Indonesia pada tahun 1905 oleh pemerintah Belanda yang dikenal dengan nama kolonisasi. Berdasarkan pelaksanaannya, transmigrasi di Indonesia dapat dibedakan atas :

o Transmigrasi Umum, yaitu transmigrasi yang dilaksanakan dan dibiayai oleh

pemerintah

o Transmigrasi Khusus, yaitu transmigrasi yang dilaksanakan degan tujuan

tertentu, seperti penduduk yang terkena bencana alam dan daerah yang terkena pembangunan proyek

o Transmigrasi Spontan (swakarsa), yaitu transmigrasi yang dilakukan oleh

seseorang atas kemauan dan biaya sendiri

o Transmigrasi Lokal yaitu transmigrasi dari suatu daerah ke daerah yang lain

(19)

13

 Ruralisasi yaitu perpindahan penduduk dari kota ke desa dengan tujuan menetap. Ruralisasi merupakan kebalikan dari urbanisasi.

Selain jenis migrasi yang disebutkan di atas, terdapat jenis migrasi yang disebut evakuasi. Evakuasi adalah perpindahan penduduk yang terjadi karena adanya ancaman akibat bahaya perang, bencana alam dan sebagainya. Evakuasi dapat bersifat nasional maupun internasional.

2.2Permukiman Transmigrasi

Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Menpera, 2011). Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan, sedangkan lingkungan hunian terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman (Menpera, 2011).

Menurut UU ketransmigrasian permukiman transmigrasi adalah satu kesatuan permukiman atau bagian dari satuan permukiman yang di peruntukan bagi tempat tinggal dan tempat usaha transmigran. Lokasi permukiman transmigrasi di tetapkan untuk mendukung percepatan pengembangan wilayah dan/atau pusat pertumbuhan wilayah yang sedang berkembang.

2.3 Tata Guna Lahan Pedesaan

Menurut Jayadinata (1999) tata guna lahan adalah pengaturan penggunaan lahan yang dalam penggunaannya meliputi penggunaan permukaan bumi di daratan dan penggunaan permukan bumi di lautan. Jayadinata menambahkan bahwa tata guna lahan dapat diartikan sebagai suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan di suata kawasan dengan meliputi pembagian fungsi-fungsi wilayah tertentu, misalnya fungsi permukiman, fungsi peerdagangan dan lain-lain. Penggunaan lahan dapat digolongkan menjadi tiga kelompok,

yakni:

o Nilai keuntungan, dihubungkan dengan tujuan ekonomi yang dapat dicapai

dengan jual-beli lahan di pasaran bebas;

o Nilai kepentingan umum, berhubungan dengan pengaturan untuk masyarakat

(20)

14

o Nilai sosial, merupakan hal yang mendasar bagi kehidupan misalnya sebidang

lahan yang dipelihara, pusaka, peninggalan dan sebagainya) dan yang dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya.

Jayadinata (1999) juga menambahkan bahwa tanah di pedesaan digunakan bagi kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi. Kehidupan sosial, seperti berkeluarga, bersekolah, beribadat, berekreasi, berolahraga, dan sebagainya, dilakukan di dalam kampung, dan kegiatan ekonomi seperti bertani, berkebun, beternak, memelihara/menangkap ikan, menebang kayu di hutan dan sebagainya, umumnya dilakukan di luar kampung, walaupun ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan didalam kampung, seperti industri kecil, perdagangan, dan jasa-jasa lain misalnya: guru, bidan, pegawai koperasi, dan lain-lain. Jadi, penggunaan tanah di wilayah pedesaan adalah untuk perkampungan dalam rangka kegiatan sosial, dan untuk pertanian dalam rangka kegiatan ekonomi.

2.4Transmigrasi

Menurut undang-undang RI nomor 15 tahun 1997 transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap diwilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi transmigrasi melalui pengaturan dan pelayanan pemerintah. Sedangkan wilayah pengembangan transmigrasi adalah wilayah potensial yang ditetapkan sebagai pemukiman transmigrasi untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah yang baru sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (UU Ketransmigrasian Nomor 15 tahun 1997).

2.5Tematik

(21)

15 2.6Regional Branding

Regional branding merupakan suatu strategi dalam penguatan aktivitas ekonomi suatu wilayah. Dengan memberikan brand pada suatu wilayah aktivitas perekonomian pada wilayah tersebut akan meningkat. Menurut artikel ekonomi yfactorblog.com (2015) “When communities embark on regionomic marketing the first challenge is what to name the region and how to brand the region. Branding is a basic necessity as marketing strategies, tactics and campaigns cannot be executed without it. If a region doesn’t already have a name, choosing one that will please everybody is difficult. Which of the many assets or geographic aspects or pre-existing community names should be used to represent the entire area? Or should a new and unique name be developed? The answer is that all options have pros and cons. And all options have been used. From a branding and marketing perspective the least functional of these options is a hyphenation of the current names of communities. This results in long, unwieldy, unpronounceable and non-intuitive place names.”

2.7Arahan Pengembangan Aktivitas Ekonomi 2.7.1 Pengembangan Wilayah

Menurut Alkadri et al (1999) Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan. Di sisi sosial ekonomis, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat. Di sisi lain secara ekologis pengembangan wilayah juga bertujan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari campur tangan manusia terhadap lingkungan. Pinchemel (1985) menambahkan bahwa alasan mengapa diperlukan upaya pengembangan wilayah pada suatu daerah tertentu, biasanya terkait dengan masalah ketidakseimbangan demografi, tingginya biaya atau ongkos produksi, penurunan taraf hidup masyarakat, ketertinggalan pembangunan, atau adanya kebutuhan yang sangat mendesak.

Pengembangan bisa diartikan sebagai suatu proses menumbuhkan, menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Konsep pengembangan wilayah Indonesia lahir dari suatu proses iterative yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis.

(22)

16 serta mentaati peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan menurut Hadjisaroso (1994) Pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyrakat, atau ada memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada Jayadinata (1999)

Pengembangan wilayah mempunyai dua makna yaitu wilayah yang objektif dan wilayah subjektif Ananta (1992). Wilayah objektif adalah suatu wilayah yang oleh perencana dibagi menjadi beberapa wilayah pembangunan, sedangkan wilaya subjektif adalah perwilayahan yang dibentuk atas dugaan suatu cara mengenal masalah. Dengan demikian pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai peningkatan aktivitas terhadap unsur-unsur dalam wilayah yang mencakup institusi, ekonomi, sosoal, dan ekologi dalam upaya meningkatkan tingkat dan kualitas hidup masyarakat.

2.7.2 Sektor Unggulan

Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Menurut Susantono (2009) penerapan kebijakan pengembangan wilayah itu sendiri harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan isu permasalahan di wilayah bersangkutan.

Sambodo dalam Harisman 2007; menambahkan bahwa sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya : pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi; kedua, sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga, sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang; keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.

(23)

17 Dalam pengembangan wilayah/daerah, pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada semua sektor perekonomian akan tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektor-sektor yang potensi berkembangnya cukup besar, atau biasa disebut sebagai sektor unggulan. Karena sektor ini diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pesat yang akan merangsang sektor-sektor lain yang terkait untuk berkembang mengimbangi sektor potensial tersebut. Perkembangan ekonomi suatu wilayah membangun suatu aktivitas perekonomian yang mampu tumbuh dengan pesat dan memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lain sehingga membentuk forward linkage dan backward linkage. Pertumbuhan yang cepat dari sektor potensial tersebut akan mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya yang pada akhirnya secara tidak langsung sektor perekonomian lainnya akan mengalami perkembangan.

Menurut Amabardi dan Socia (2002) kriteria daerah lebih ditekankan pada komoditas unggulan yang bisa menjadi motor penggerak pembanguan suatu daerah, diantaranya : (1) Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan

perekonomian. Artinya komoditas unggulan dapat memberikan kontrsibusi yang sangat signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan, maupun pengeluaran

(2) Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya

(3) Komoditas unggulan mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional dan pasar Internasional baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun aspek lainnya,

(4) Komoditas unggulan daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku.

(5) Komoditas unggulan memiliki status teknologi yang terus meningkat, terutama melalui invasi teknologi, Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkulitas, secara optimal, sesuai dengan skala produksinya,

(6) Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu mulai dari fase kelahiran, pertumbuhan, puncak hingga penurunan. Begitu komoditas unggulan yang satu memasuki tahap penuruanan komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya,

(24)

18 (8) Pengembangan komoditas unggulan harus mendaptkan berbagai dukungan, misalkan dukungan keamanan, sosial budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disentif, dan lain-lain

(9) Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan.

(25)

19 BAB III

GAMBARAN UMUM

Dalam bab ini akan menjelaskan mengenai gambaran umum lokasi kawasan calon pengembangan transmigrasi lokal dengan arahan tematik yang meliputi; gambaran umum kabupaten Belu, gambaran umum kecamatan Lamaknen Selatan, gambaran umum Desa Lakmaras dan Desa Loonuna. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat di bawah ini:

3.1Gambaran Umum Kabupaten Belu

3.1.1 Sejarah dan Perkembangan Kabupaten Belu 3.1.1.1Sejarah

Kata Belu menurut penuturan para tetua adat bermakna persahabatan yang bila diterjemahkan secarah harafiah ke dalam bahasa Indonesia berarti teman atau sobat. Ini merupakan makna symbol yang mendeskripsikan bahwa pada zaman dahulu para penghuni Belu memang hidup saling memperhatikan dan bersahabat dengan siapa saja. Namun secara politis oleh Pemerintah Belanda, Belu dibagi menjadi dua bagian yaitu Belu bagian utara dan Belu bagian selatan, yang hingga sekarang masih terasa pengaruhnya.

Sedangkan Atambua yang merupakan Ibukota Kabupaten Belu memiliki sejarah tersendiri. Nama tersebut berasal dari kata Ata yang artinya hamba dan Buan yang artinya suanggi. Jadi Atambua artinya tempatnya hamba-hamba suanggi yang konon di daerah ini dipergunakan oleh para raja sebagai tempat pembuangan para suanggi yang mengganggu masyarakat. Kemudian dalam perkembangannya kata Atabuan mengalami penyisipan fonem

“M” . Hal ini dapat saja terjadi dengan tidak sengaja karena fonem “B” dan “M” masih

memiliki titik artikulasi yang sama sehingga mampu mempertahankan kelancaran ucapan.

3.1.1.2Masa Pendudukan Belanda

Masa Pendudukan Belanda di kabupaten Belu juga merupakan sebuah perjalanan sejarah yang turut membentuk kabupaten Belu menjadi seperti sekarang. Masa pendudukan Belanda di kabupaten Belu terbagi ke dalam tiga periode waktu yaitu :

(26)

20 2. Periode waktu yang kedua, pada tahun 1911-1916: Berdao, yang terletak di

tapal batas dengan Timor Portugis, telah menjadi Benteng Pertahanan Belanda 3. Periode waktu yang ketiga, pada tahun 1916-1942: Pusat Pemerintahan

Belanda pindah dari Atapupu ke Atambua (Ibu Kota Kabupaten Belu sekarang) 3.1.1.3Panitia Pemerintahan Sementara (PPS) Swapraja Belu Terbentuk

Pada tanggal 20 September 1923 : Controleur Belu, Van Raesfild Meyer menerbitkan memori tentang Struktur Pemerintahan di Wilayah Belu, yang meliputi seluruh wilayah Belu plus Insana, dan Biboki di TTU (sekarang)

3.1.1.4Belu dibawah Dai Nippon

Pendudukan Dai Nippon di kabupaten Belu, meskipun terbilang cukup singkat namun pendudukan tersebut menorehkan beberapa catatan sejarah tersendiri bagi kabupaten Belu. Belu dibawah Dai Nippon dibagi kedalam beberapa periode, yaitu :

1. Pada tanggal 20 Februari 1942: Tentara Jepang mendarat di Batulesa, Kab. Kupang (sekarang), di bawah pimpinan Jendral Hayakawa.

2. Pada tanggal 8 Maret 1942: Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang

3. Pada bulan April 1942: Tentara Dai Nippon masuk Atambua. Controleur Belanda, Mr. H.C. de Haan dan keluarga ditawan.

4. Pemerintahan Jepang di Belu dikendalikan dari laut oleh Onderafdelling yang dipimpin pembesar Jepang dengan sebutan : Atambua Bun Ken.

5. Romusha: Sistem kerja paksa diterapkan Jepang atas rakyat Belu. Rakyat wajib membuat lubang-lubang perlindungan dan hpertahanan bagi tentara Jepang (masih ada di Teluk Gurita sampai sekarang)

3.1.1.5Lahir Kabupaten Belu

Proses lahirnya Belu menjadi sebuah kabupaten defenitif juga dibagi kedalam beberapa periode waktu, yaitu :

1.

Pada kisaran tanggal 6-8 Agustus 1945: Jepang menyerah kepada AS (sekutu), atas seruan Kaiser Tenno Heika. Berakhir pula pendudukan tentara Dai Nippon di Indonesia termasuk Belu.

2.

Pada tanggal 29 Oktober 1958: Lahirlah UU No. 69 Tahun 1958, tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan terbentuk pula Daerah Tingkat II Belu

3.

Pejabat Pemerintahan Belu : Alfonsius Andreas Bere Tallo sebagai Kepala Daerah

(27)

21

4.

Pada tanggal 20 Mei 1959: DPRD Peralihan Daerah Tk. II Belu yang terdiri dari 15

Anggota dengan Ketua B.J Manek dan Wakil Ketua C. Mau

5.

Pada tanggal 16 Pebruari 1960: Bupati pertama terpilih atas nama A.A. Bere Tallo, dan dilantik oleh Gubernur NTT W.J. Lalamentik pada 9 Mei 1960

3.1.2 Kependudukan

Berdasarkan data terbaru (2014) dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Belu, jumlah penduduk Kabupaten Belu sebanyak 229.561 jiwa dengan jumlah laki-laki 115.839 jiwa dan perempuan 113.772 jiwa.

3.1.3 Letak Geografis dan Batasan Daerah Kabupaten Belu

(28)
(29)

22 Gambar 3. 1 Peta Kabupaten Belu

(30)
(31)

23 3.1.4 Karakteristik Fisik Kabupaten Belu

3.1.4.1Klimatologi Kabupaten Belu

Secara umum Kabupaten Belu beriklim tropis, dengan musim hujan yang sangat pendek (Desember – Maret) dan musim kemarau yang panjang (April – Nopember). Curah hujan rata-rata per kecamatan sebagai berikut:

 < 1000 mm/tahun meliputi wilayah Kecamatan Raimanuk, Kakulukmesak dan sebagian Kecamatan Kobalima.

 Antara 1000 – 1500 mm/tahun meliputi wilayah kecamatan Malaka Barat , Malaka Tengah, Malaka Timur, Sasitamean, Lamaknen, Raihat dan sebagian kecamatan Kobalima.

 Antara 1500 – 2000 mm/tahun meliputi wilayah kecamatan Rinhat.

 Antara 2000 – 3000 mm/tahun meliputi wilayah kecamatan Kota Atambua, Tasifeto Barat, Sebagian Kakulukmesak dan Kecamatan Tasifeto Timur.

Data curah hujan kabupaten Belu selama 13 tahun (1993-2005) menunjukan bahwa curah hujan tertinggi pernah terjadi di di Kecamatan Tasifeto Timur (stasiun Wedomu) sebesar 1.648 mm/tahun pada tahun 2002, dan di kecamatan Kakulukmesak (Stasiun Umarese) pada tahun yang sama sebesar 11.905 mm. Berdasarkan data-data tersebut, curah hujan terendah terdapat di Kecamatan Raimanuk (Stasiun Sukabitetek) dan sebagian kecamatan Kobalima (stasiun Rainawe). Jumlah hari hujan rata-rata tahun 2004 adalah 58 hari dengan hari hujan terbanyak terdapat di Kecamatan Raihat 112 hari hujan.

Temperatur di Kabupaten Belu berkisar suhu suhu rata-rata 27,6º dengan interval 21,5º - 33,7º C. Temperatur terendah 21,5º yang terjadi pada bulan Agustus dengan temperatur tertinggi 33,7º yang terjadi pada bulan Nopember.

3.1.4.2Karakteristik Fisik ( Topografi )

(32)

24 Gambar 3. 2 Peta Topografi Kabupaten Belu

Sumber : RPJMD 2009-2014

3.1.4.3Karakteristik Tanah dan Geologis

(33)

25 perkebunan (tanaman tahunan) yang memiliki kondisi perakaran yang panjang. Keadaan kedalaman tanah di Kabupaten Belu dirinci sebagai berikut:

Kedalaman < 25 cm seluas 273 Ha (0,12 %) yaitu diantara daerah perbatasan administrasi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Lamaknen, Tasifeto Timur dan Lasiolat. Sebagian di daerah Kecamatan Sasitamean dan Kecamatan Weliman.

Keadaan kedalaman tanah di Kabupaten Belu sangat cocok untuk pengembangan tanaman perkebunan karena luas tanah yang memiliki solum lebih dari 75 cm meliputi 77,85 % dari luas wilayah Kabupaten Belu.

Keadaan tekstur tanah juga sangat menentukan jenis tanaman yang akan diusahakan. Tanah dengan tekstur halus sampai sedang sangat cocok untuk pengembangan tanaman semusim dan juga tanaman perkebunan, sedangkan tanah dengan tekstur kasar lebih cocok untuk pengembangan tanaman tahunan (tanaman perkebunan). Keadaan tekstur tanah di Kabupaten Belu seperti berikut ini:

 Tanah bertekstur halus seluas 58.380 Ha (26,31%)

 Tanah bertekstur agak halus seluas 162.466 Ha (73,21%)

 Tanah bertekstur agak kasar seluas 1.079 Ha (0,49%)

Jenis tanah dipengaruhi oleh proses pelapukan yang terjadi pada berbagai kelompok batuan, batuan metamorf dan batuan endapan. Umumnya batuan endapan mendominasi daerah Kabupaten Belu, dengan kondisi stratigrafi geologis dari tua ke muda.

3.1.4.4Hidrologis dan Hidrogeologis Kabupaten Belu A. Air Tanah

(34)

26 bebas umumnya ditemukan pada dataran rendah dekat pantai pada endapan alluvial dekat dengan air permukaan.

B. Air Permukaan

Air permukaan yang dimaksud disini yaitu air yang mengalir lewat permukaan tanah seperti sungai dan mata air. Aliran sungai yang besar biasanya mengalir sepanjang tahun, tetapi ada juga sungai yang kering pada musim kemarau. Hal ini terjadi karena fluktuasi curah hujan yang sangat kontras antar bulan dan dipengaruhi juga oleh kondisi geologi dan morfologi wilayah.

Sumber air tanah berupa sumur bor dan air permukaan berupa sungai seperti yang dijelaskan di atas selain digunakan oleh masyarakat untuk keperluan domestik seperti untuk kebutuhan rumah tangga dan digunakan untuk kegiatan-kegiatan pertanian seperti air irigasi untuk pertanian padi sawah. Sungai-sungai seperti yang disebutkan diatas sudah banyak yang digunakan sebagai air irigasi.

Menurut data yang dikeluarkan oleh Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Kabupaten Belu, ada 15 sungai di wilayah Kabupaten Belu.

Tabel 3.1 Nama dan Panjang Sungai Di Kabupaten Belu Per Kecamatan

5. Tasifeto Timur Baukama

Baukoek

Sumber : : Dinas Kimpraswil Kabupaten Belu 2003 (RPJMD Kabupaten Belu)

3.1.4.5Rawan Bencana Wilayah Studi

(35)

27 A. kawasan rawan bencana tanah longsor atau zona gerakan tanah kerentanan tinggi meliputi meliputi, Kecamatan Kobalima, Kecamatan Kobalima Timur, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Raimanuk, Kecamatan Nanaet Duabesi, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kecamatan Atambua Barat, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Lasiolat, Kecamatan Raihat, Kecamatan Lamaknen, dan Kecamatan Lamaknen Selatan;

B. kawasan rawan bencana banjir meliputi Kecamatan Kobalima, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Wewiku, dan Kecamatan Weliman; dan C. kawasan rawan abrasi pantai di Desa Silawan Kecamatan Tasifeto Timur dan Desa Jenilu

Kecamatan Kakuluk Mesak.

Wilayah studi yang berada dikecamatan Lamaknen Selatan termasuk kawasan rawan bencana tanah longsor atau zona gerakan tanah kerentanan tinggi. Hal ini juga disampaikan oleh tokoh masyarakat dari wawancara yang di lakukan. Stefanus Ati selaku tokoh masyarakat menjelaskan bahwa bencana alam yang pernah terjadi di wilayah studi adalah bencana tanah longsor, Namun menurutnya kejadian bencana longsor tersebut terjadi beberapa tahun yang lalu.

3.2 Gambaran Umum Kecamatan Lamaknen selatan

(36)
(37)

28 Gambar 3. 3 Peta Kecamatan Lamaknen Selatan

(38)
(39)

29

3.3Gambaran Umum Desa Lakmaras dan Desa Loonuna 3.3.1 Gambaran Umum Desa Lakmaras

Desa Lakmaras berada di Kecamatan Lamaknen Selatan dengan luas wilayah 21,39Km². Berdasarkan letak wilayahnya, Desa Lakmaras berbatasan dengan :

 Sebelah utara : Desa Nualain

 Sebelah selatan : Negara Timor Leste

 Sebelah Timur : Desa Henes

 Sebelah Barat : Desa Loonuna

Jumlah penduduk Desa Lakmaras adalah 1072 jiwa dengan jumlah laki-laki 521 jiwa dan perempuann 551 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga (KK) yang tersebar di desa Lakmaras adalah 270 KK. Pola permukiman penduduk didesa ini terbagi menjadi dua yaitu Pola permukiman memanjang (linear) dan Sebagian pola permukiman menyebar, dimana pola permukiman memanjang (linear) yaitu pemukiman penduduk yang berada di sepanjang jalan atau mengikuti jalan, sedangkan sebagian yang merupakan pola permukiman menyebar adalah permukiman penduduk yang tidak memanjang (linear).

(40)

30 jenjang pendidikan SMA. Jenis matapencaharian yang digeluti oleh penduduk desa ini, sebagian besarnya adalah sebagai petani.

3.3.2 Gambaran Umum Desa Loonuna

Sama halnya dengan Desa Lakmaras, Desa Lakmaras juga merupakan salah desa yang berbatasan darat secara langsung dengan Republik Demokrat Timor Leste. Luas wilayah desa Loonuna adalah 30,04Km². Secara fisik batas wilayah desa Loonuna adalah sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Desa Ekin dan Desa Nualain

 Sebelah selatan : RDTL

 Sebelah Timur : Desa Lakmaras

 Sebelah Barat : Sisi Fatuberal

Jumlah penduduk Desa Loonuna adalah 1487 jiwa dengan jumlah laki-laki 706 jiwa dan perempuan berjumlah 781. Jumlah Kepala Keluarga di desa ini berjumlah 356 KK. Sama halnya dengan desa Lakmaras, pola permukiman di desa Loonuna ini terbagi menjadi dua yaitu Pola permukiman memanjang (linear) dan Sebagian pola permukiman menyebar. Dari kondisi sosial ekonomi terdapat beberapa Kepala Keluarga (KK) di desa Loonuna menempati atau menghuni satu rumah.

(41)

31 Rata-rata tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penduduk di desa Loonuna adalah SD sampai dengan SMA. Mata pencaharian yang paling utama dari penduduk di desa Loonuna adalah sebagai petani. Jiika dilihat secara kesuluruhan, kedua desa ini memiliki banyak kesamaan, baik secara fisik maupun dari aspek kehidupan lainnya seperti adat istiadat dan kebiasaan hidup seharinya-harinya.

3.4Wilayah Studi ( Lokasi Calon Kawasan Transmigrasi )

(42)

32

(43)

33 3.4.1 Legalitas penetapan wilayah studi sebagai kawasan transmigrasi

Legatitas penetapan suatu wilayah untuk berbagai program pembangunan pemerintah merupakan suatu hal yang sangat penting. Sehingga pemerintah dalam rangka melaksanakan program pembangunan tidak dihadapkan dengan permasalah atau konflik akibat dari

Berdasarkan status lahannya, calon kawasan transmigrasi yang merupakan wilayah studi yaitu desa lakmaras dan desa Loonuna telah resmi dimiliki negara setelah dilakukan pelepasan Hak Atas Tanah oleh tokoh-tokoh masyarakat/tuan tanah sebagai pemilik asal tanah tersebut. Pelepasan Hak Atas Tanah tersebut dilakukan dengan tujuan bagi pengembangan kawasan perbatasan sebagai kawasan transmigrasi lokal.

Aspek legalitas hak atas tanah tersebut kemudian didukung oleh surat rekomendasi wakil Bupati Belu yang mencadangkan areal lahan tersebut sebagai lokasi pengembangan lokasi transmigrasi dan surat pernyataan pelepasan Hak Atas Tanah oleh tokoh masyarakat. Sehingga dengan kedua dokumen tersebut, masing-masing :

1. Surat Pernyataan pelepasan Hak Atas Tanah oleh tokoh masyarakat yaitu : Surat Kepala Desa

Nomor : Ds.Lkms.145/42/III/2014 2. Surat Rekomendasi Wakil Bupati Belu

Nomor : 144/Nakertrans/KT/III/2004

(44)

34 BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1Arahan Tematik Pengembangan Kawasan Untuk Transmigrasi Lokal Di Kabupaten Belu Dalam Upaya Penguatan Aktivitas Ekonomi Dikawasan Perbatasan

4.1.1 Agropolitan

Agropolitan merupakan kota pertanian atau kota di daerah lahan pertanian atau pertanian di daerah kota. Sedang yang dimaksud dengan agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (Agribisnis) diwilayah sekitarnya (Departemen Pertanian, 2002).

Selanjutnya Departemen Pertanian menjelaskan bahwa kota agropolitan berada dalan kawasan sentra produksi pertanian (selanjutnya kawasan tersebut disebut sebagai kawasan Agropolitan. Kota pertanian dapat merupakan Kota Menengah, Kota Kecil, Kota Kecamatan, Kota Perdesaan atau kota nagari yang berfungsi sebagi pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan pedesaan dan desa-desa hinterland di wilayah sekitarnya.

Kawasan agropolitan yang telah berkembang memiliki ciri-ciri sebagai berikut . (Deptan, 2002):

a. Mayoritas masyarakatnya memperoleh pendapatan dari kegiatan agribisnis. b. Didominasi oleh kegiatan pertanian, termasuk di dalamnya usaha industri

(pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian, perdagangan agrobisnis hulu (sarana pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan.

(45)

35 usaha budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm) dan kota menyediakan penyediaan sarana pertanian, modal, teknologi, informasi pengolahan hasil dan pemasaran hasil produksi pertanian.

d. Pola kehidupan masyarakatnya sama dengan kehidupan kota karena prasarana dan sarana yang dimilikinya tidak berbeda dengan di kota.

Batasan kawasan agropolitan ditentukan oleh skala ekonomi dan ruang lingkup ekonomi bukan oleh batasan administratif. Penetapan kawasan agropolitan hendaknya dirancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan agrobisnis yang ada disetiap daerah.

Menurut Departemen Pertanian (2002) dalam menerapkan agropolitan, wilayah yang akan dikembangkan menjadi kawasan agropolitan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan komoditi unggulan.

b. Memiliki prasarana dan sarana yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis yaitu:

- Pasar (pasar untuk hasil pertanian, sarana pertanian, pasar jasa pelayanan, dan gudang Lembaga keuangan (perbankan dan non perbankan).

- Kelembagaan petani (kelompok tani, koperasi dan asosiasi) yang berfungsi sebagai Sentra Pembelajaran dan Pengembangan Agribisnis (SPPA). - Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang berfungsi sebagai Klinik

Konsultasi Agribisnis (KKA) - Pengkajian teknologi agribisnis

- Prasarana transportasi, irigasi dan semua yang mendukung usaha pertanian c. Memiliki prasarana dan sarana umum yang memadai

d. Memiliki prasarana dan sarana kesejahteraan sosial (kesehatan, pendidikan, rekreasi dan sebagainya)

(46)

36 Menurut Stohr dan Taylor (dalam Miyoshi 1998) terdapat beberapa macam tipe strategi pembangunan di perdesaan, yang dikelompokkan dalam “from above” dan

“from below”. Untuk negara-negara LDCs, dimana sebagian besar penduduk miskin

tinggal diwilayah pinggiran (periphery) dan bermigrasi ke wilayah perkotaan tetapi

tetap miskin, ada argumen dilakukan pembangunan “agropolitan” di wilayah

perdesaan.

Apabila melihat permasalahan dampak konsep growth pole misalnya, maka kondisi yang diperlukan untuk mendukung konsep agropolitan adalah pembangunan perdesaan yang dilakukan untuk mengurangi kesenjangan pertumbuhan desa-kota, serta adanya hubungan desa-kota yang saling menguntungkan (simbiosis mutualistis) dan saling mendukung, sehingga didapat penyamaan kemitraan dalam berusaha antara penduduk desa dengan penduduk kota.

Konsep agropolitan terdiri atas distrik-distrik agropolitan dan distrik agropolitan didefinisikan sebagai kawasan pertanian perdesaan dengan kepadatan penduduk rata-rata 200 jiwa per Km². Akan dijumpai kota-kota tani berpenduduk 10.000-25.000 jiwa dengan batas antar distrik 5-10 Km. Dimensi luasan geografis ini akan menghasilkan penduduk total antara 50.000-150.000 penduduk yang mayoritas bekerja di sektor pertanian. (Friedmann, dalam Rustan, 2002).

Konsep pengembangan agropolitan selain ditujukan untuk membangun sektor perekonomian, juga diarahkan untuk membentuk dasar- dasar pertumbuhan daerah secara konsisten dalam jangka panjang. Tingkatan kota-kota dalam konsep agropolitan seperti kota besar, menengah dan kecil, disesuaikan dengan ketersediaan fasilitas pada masing-masing kota, serta fungsi dan peran kota yang ditunjuk sebagai agropolitan.

(47)

37 otonomi daerah, dan memberi harapan bagi daerah yang telah memiliki komoditas pertanian unggulan sehingga lebih optimal memanfaatkannya.

Konsep agropolitan juga dapat melibatkan jumlah penduduk yang besar, terutama di perdesaan, sekaligus menahan pergerakan penduduk perdesaan menuju ke perkotaan, karena sudah didapatkannya alternatif sumber penghidupan dan terpenuhinya fasilitas kehidupan di perdesaan dan pada kota-kota yang berfungsi sebagai agropolitan. Artinya sekaligus dapat mengurangi permasalahan pada kota-kota besar.

Wilayah yang ditetapkan sebagai pusat agropolitan adalah wilayah dengan potensi kinerja pembangunan (yaitu kinerja ekonomi dan kinerja ekonomi pertanian) yang tinggi serta memiliki sumberdaya yang potensial, seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan, dan sumberdaya sosial. Selanjutnya pada pusat agropolitan tersebut juga ditentukan komoditi unggulan yang akan dikembangkan lebih lanjut menjadi agroindustri. Selain itu,sarana prasarana seperti fasilitas transportasi, telekomunikasi, dan utilitas untuk selanjutnya ditetapkan agar dapat mendukung pengembangan agropolitan. Demikian juga dengan kelembagaan dan pola kerjasama, merupakan hal yang penting untuk ditentukan agar keberlangsungan sistem terjaga.

4.1.2 Agropolitan Berbasis Agroindustri

(48)

38 Kawasan agropolitan berada dalam kawasan pemasok hasil pertanian (sentra produksi pertanian) dimana kawasan tersebut memberikan kontribusi yang besar terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakatnya (Friedmann &Douglass 1976). Terdapat beberapa prasyarat agar pembangunan kawasan agropolitan berkelanjutan, yaitu: (1) Harus diupayakan otonomi lokal sehingga setiap kawasan memiliki wewenang dan sumber-sumber ekonomi sehingga dapat merencanakan dan melaksanakan sendiri pembangunannya, (2) Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan setempat harus ditanam kembali untuk menaikkan daya-hasil dan menciptakan suatu keadaan yang mendorong pertumbuhan ekonomi selanjutnya, dan (3) Pemakaian sumberdaya alam yang lebih rasional dan produktif dengan menentukan batas-batas minimum dan maksimum luas tanah milik / land reform.

Syarat dan tujuan agropolitan yang pertama mengenai otonomi/kewenangan dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki suatu daerah dapat tercapai jika pengembangan agropolitan minimal terkoordinasi secara vertikal. Berdasarkan hal tersebut maka wilayah kabupaten menjadi batasan pengembangan secara administratif bagi kawasan agropolitan. Hal ini disebabkan karena terkait dengan kecenderungan administrasi publik yang akan mewujudkan otonomi sebesar-besarnya berada pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

(49)

39 Pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan diharapkan dapat dicapai dengan pengembangan agropolitan. Dalam pengembangan agropolitan, agroindustri adalah sektor yang dapat memberikan nilai tambah dan lapangan pekerjaan, menghela industri hulu dan mendorong industri hilir. Bahan baku yang digunakan agroindustri, proses produksinya, maupun produk yang dihasilkan adalah ramah lingkungan. Selain itu dengan menggunakan komoditi pertanian lokal akan menurunkan tingkat ketergantungan bahan baku dari luar.

Agropolitan berbasis agroindustri adalah suatu kawasan pertanian dimana agroindustri akan dijadikan pusat pengembangan kawasan. Pusat pengembangan kawasan berperan dalam peningkatan nilai tambah, peningkatan lapangan kerja, yang selanjutnya akan memperluas sektor jasa/pelayanan, peningkatan sarana dan prasarana, kemudian memberikan keuntungan bagi seluruh pihak yang terlibat (Anwar 1999).

4.2Identifikasi Faktor-Faktor Penentu Arahan Tematik Pengembangan Kawasan Untuk Transmigrasi Lokal Di Kabupaten Belu Dalam Upaya Penguatan Aktivitas Ekonomi Dikawasan Perbatasan

4.2.1 Identifikasi Kebijakan Terkait Wilayah Studi

Kebijakan merupakan salah satu unsur penting dalam menentukan arah perkembangan suatu wilayah, karena dengan Kebijakan suatu wilayah mempunyai pedoman akan arah perkembangannya, sehingga arah perkembangan suatu wilayah menjadi lebih terarah. Oleh karena itu maka peneliti melakukan analisis kebijakan – kebijakan yang terkait dengan wilayah studi untuk mengetahui seperti apa corak kebijakan pemerintah daerah, pemerintah propinsi, maupun pemerintah pusat, sehingga dapat digunakan peneliti untuk menentukan arahan tematik pengembangan wilayah studi yang tepat sesuai dengan arah kebijakan pemerintah.

(50)

40 (RTRW) Kabupaten Belu dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) kabupaten Belu.

Pada subbab dibawah ini akan dijelaskan mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten Belu serta keterkaitannya dengan wilayah studi.

1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Belu

(51)

41 Gambar 4. 1 Peta kawasan Strategis Kabupaten

(52)

42 Tabel 4.1

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Belu dan keterkaitannya dengan wilayah studi Nomor Isi kebijakan yang terkait dengan wilayah studi Kerkaitan dengan wilayah studi

1 Pasal 3 ayat (2) Kebijakan penataan ruang wilayah

Kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

a. pengembangan pusat-pusat pelayanan secara berhirarki dan bersinergis antara pusat pengembangan utama di ibukota kabupaten dan perkotaan lainnya serta pengembangan sistem permukiman perdesaan berbasis agropolitan;

b. pendistribusian persebaran penduduk sesuai dengan kebijakan pusat-pusat pelayanan;

c. pengembangan kelengkapan prasarana wilayah meliputi: transportasi, energi, telekomunikasi dalam mendukung pengembangan distribusi barang dan jasa secara terpadu dan efisien;

d. pemantapan fungsi kawasan lindung dengan meminimalkan alih fungsi kawasan;

e. pengembangan kawasan budidaya melalui optimasi fungsi kawasan pada kawasan pertanian, perkebunan, kehutanan, pariwisata, industri, pertambangan dalam mendorong ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat serta melalui pelestarian sumber daya pesisir dan mendorong perkembangan fungsi budidaya pesisir untuk perikanan, permukiman, pariwisata, dan prasarana perhubungan untuk memperlancar pendistribusian barang dan jasa;

Kebijakan penataan ruang wilayah terkait kawasan studi adalah pengembangan kawasan studi dengan pusat-pusat pelayanan secara berhirarki dan bersinergis antara pusat pengembangan utama di ibukota kabupaten dan perkotaan lainnya serta pengembangan sistem permukiman perdesaan berbasis agropolitan; pendistribusian persebaran penduduk sesuai dengan kebijakan pusat-pusat pelayanan melaui transmigrasi, pengembangan kawasan budidaya melalui optimasi fungsi kawasan pada kawasan pertanian, perkebunan, kehutanan.

Sebagai daerah perbatasan yang berbatasan langsung melalui darat dengan RDTL, pengembangan kawasan studi harus dilakukan salah satunya untuk pertahanan dan keamanan yang dilakukan dengan meningkatkan fungsi kawasan.

(53)

43 Nomor Isi kebijakan yang terkait dengan wilayah studi Kerkaitan dengan wilayah studi

f. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan, meliputi:

1) mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan di perbatasan negara RI-RDTL;

2) mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif didalam dan disekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;

3) mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun disekitar kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis nasional dengan kawasan budidaya terbangun;dan

4) turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/TNI.

g. pengembangan sistem agropolitan berbasis pertanian dan perkebunan diarahkan di 2 (dua) kawasan, meliputi :

1) Kawasan Agropolitan Malaka yang terdiri dan Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Weliman, Kecamatan Wewiku, Kecamatan Kobalima dan Kecamatan Rinhat; dan

2) Kawasan Agropolitan Haekesak yang terdiri dari Kecamatan Raihat, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Lasiolat, Kecatan Lamaknen, Kecamatan Lamaknen Selatan, Kecamatan Tasifeto Barat dan Kecamatan Raimanuk;

(54)

44 Nomor Isi kebijakan yang terkait dengan wilayah studi Kerkaitan dengan wilayah studi

2 Pasal 6 Pusat-Pusat Kegiatan

Pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. PKWp yaitu Perkotaan Atambua yang meliputi : 1. Kecamatan Kota Atambua;

2. Kecamatan Atambua Barat; dan 3. Kecamatan Atambua Selatan.

b. PKSN yaitu Perkotaan Atambua yang meliputi : 1. Kecamatan Kota Atambua;

2. Kecamatan Atambua Barat; dan 3. Kecamatan Atambua Selatan.

c. PKLp yaitu Perkotaan Betun ibu kota Kecamatan Malaka Tengah;

d. PPK meliputi Haekesak (Kecamatan Raihat), Kimbana (Kecamatan Tasifeto Barat), Eokpuran (Kecamatan Laen Manen) dan Raihenek (Kecamatan Kobalima); dan

e. PPL meliputi Umarese (Kecamatan Kakuluk Mesak), Wedomu (Kecamatan Tasifeto Timur), Halibete (Kecamatan Lasiolat), Piebulak (Kecamatan Lamaknen Selatan), Weluli (Kecamatan Lamaknen), Teteseban (Kecamatan Nanaet Duabesi), Webora (Kecamatan Raimanuk),Maroma Rai (Kecamatan Kobalima Timur), Fatuao (Kecamatan lo Kufeu), Kaputu (Kecamatan Sasitamean), Sarina (Kecamatan Botin Leo Bele), Boas (Malaka Timur), Besikama (Kecamatan Malaka Barat), Biudukfoho (Kecamatan Rinhat), Kmilaran (Kecamatan Weliman), dan Hanamasin (Kecamatan Wewiku).

(55)

45 Nomor Isi kebijakan yang terkait dengan wilayah studi Kerkaitan dengan wilayah studi

3 Pasal 18 Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b sebagai berikut :

a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan pertanian; c. kawasan peruntukan perikanan; d. kawasan peruntukan pertambangan; e. kawasan peruntukan permukiman; f. kawasan peruntukan industri; g. kawasan peruntukan pariwisata; dan h. kawasan peruntukan lain.

Berdasarkan karakteristik fisik wisalayh dan rencana pengembangan maka kawasan studi termasuk kawasan peruntukan pertanian dan kawasan peruntukan industri. Pengembangan pertanian dilakukan dengan memaksimalkan hasil komoditas pertanian dan industri dikembangkan dengan pengolahan hasil pertanian tersebut .

4 Pasal 20 Kawasan Peruntukan Pertanian

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b meliputi :

a. kawasan pertanian tanaman pangan; b. kawasan pertanian hortikultura; c. kawasan perkebunan; dan d. kawasan peternakan.

(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi daerah irigasi malaka, Kecamatan Raimanuk, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Weliman, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Raihat, dan Kecamatan Lamaknen dengan luas kurang lebih 31.946 Ha.

(3) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi buah-buahan advokat, belimbing, semangka, jeruk keprok soe, jeruk besar, jambu biji, jambu

Kawasan studi termasuk kedalam kawasan peruntukan pertanian yang meliputi kawasan pertanian pangan, dan kawasan peruntukan pertanian holtikultura meliputi buah-buahan advokat, belimbing, semangka, jeruk keprok soe, jeruk besar, jambu biji, jambu air, nangka, papaya, nenas, pisang, salak, sawo, markisa, sirsak, sukun, dan sayur-sayuran kubis, sawi, bawang merah, bawang putih, kentang, wortel, kacang panjang, cabe besar, cabe rawit, tomat, terung, kangkung

(56)

46 Nomor Isi kebijakan yang terkait dengan wilayah studi Kerkaitan dengan wilayah studi

air, nangka, papaya, nenas, pisang, salak, sawo, markisa, sirsak, sukun, dan sayur-sayuran kubis, sawi, bawang merah, bawang putih, kentang, wortel, kacang panjang, cabe besar, cabe rawit, tomat, terung, kangkung yang tersebar diseluruh wilayah Kabupaten dengan luas kurang lebih 56.436 Ha. (4) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf c meliputi perkebunan kapuk, kemiri, kelapa, kopi, jambu mente, kakao, pinang, tembakau, vanili, siri, dan nilam yang diarahkan di setiap kecamatan di wilayah Kabupaten disesuaikan dengan ketersediaan lahan kecamatan yang bersangkutan, dengan luas kurang lebih 19.244,59 Ha.

5 Pasal 24 Kawasan Peruntukan Industri

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf f adalah industri rumah tangga.

(2) Kawasan industri sebagaiman dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Kawasan industri kecil hasil pertanian dan kehutanan berupa makanan ringan (snack), perabot rumah tangga dan kayu, ukiran kayu dan kerajinan kayu cendana, pengolahan dan pengawetan daging, industri kopi bubuk, kasur dan bantal, industri tahu dan tempe, dan industri gula aren tersebar di seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten kecuali di Kecamatan Weliman, Botin Leobele, lo Kufeu, Kobalima, Kakuluk Mesak, Atambua Selatan, Atambua Barat, dan Kecamatan Lasiolat;

b. Industri minyak nilam yaitu di Desa Lakmaras, Desa Henes, Desa Lo'onuna Kecamatan Lamakenen Selatan,

(57)

47 Nomor Isi kebijakan yang terkait dengan wilayah studi Kerkaitan dengan wilayah studi

Desa Maudemi Kecamatan Lamaknen serta Desa Fafoe Kecamatan Malaka Barat;

c. Kawasan industri kecil hasil perikanan diarahkan tersebar di tiap Kecamatan yang termasuk dalam kawasan peruntukkan perikanan/minapolitan yaitu Kecamatan Wewiku, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Kobalima dan Kecamatan Kakuluk Mesak;

d. Kawasan industri aneka berupa industri tenun, anyaman lontar, anyaman tali gewang, anyaman lidi kelapa, anyaman dari tali sisal, industri kapok, alat musik tradisional, serta industri pakaian jadi dari tekstil tersebar di Kecamatan Botin Leobele, lo Kufeu, Raimanuk, Kobalima Timur, Kakuluk Mesak, Atambua Selatan, Atambua Barat, Tasifeto Timur, dan Kecamatan Lamaknen Selatan; dan

e. Kawasan industri logam, mesin, dan kimia berupa sentra gerabah di Kecamatan Wewiku Desa Webriamata dan Kecamatan Malaka Timur Desa Wemeda, Industri Marmer di Desa Sanleo Kecamatan Malaka Timur, Industri Garam Rakyat di Desa Badarai Kecamatan Wewiku, Desa Silawan Kecamatan Tasifeto Timur serta Desa Kenebibi Kecamatan Kakuluk Mesak.

6 Pasal 27 Penetapan kawasan Strategis

(1) Penetapan Kawasan Strategis ditetapkan sesuai dengan prioritas kebutuhan dan kegunaannya.

(2) Penetapan kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

(58)

48 Nomor Isi kebijakan yang terkait dengan wilayah studi Kerkaitan dengan wilayah studi

a. kawasan strategis nasional yang berada di wilayah Kabupaten;

b. kawasan strategis provinsi yang berada di wilayah Kabupaten; dan

c. kawasan strategis kabupaten.

(3) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:5000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. 7 Pasal 28

(1) Kawasan strategis nasional yang berada di wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a adalah kawasan perbatasan darat Republik Indonesia dengan Negara Republik Demokratic of Timor Leste.

(2) Kawasan strategis provinsi yang berada di wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf b adalah kawasan strategis kepentingan ekonomi daratan pada Wilayah Pengembangan I yaitu Kawasan Benenain.

(3) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf c terdiri atas :

a. kawasan strategis dengan sudut kepentingan ekonomi; b. Kawasan strategis dengan sudut kepentingan lingkungan

hidup;

c. Kawasan strategis dengan sudut kepentingan sosial budaya;

d. kawasan strategis dengan sudut kepentingan pertahanan dan keamanan; dan

1. Wilayah studi termasuk kawasan strategis nasional yang berada di wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a, yaitu kawasan perbatasan darat Republik Indonesia dengan Negara Republik Demokratic of Timor Leste.

(59)

49 Nomor Isi kebijakan yang terkait dengan wilayah studi Kerkaitan dengan wilayah studi

e. kawasan strategis dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya clam dan/atau teknologi tinggi.

8 Pasal 29

(1) kawasan strategis dengan sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf a meliputi :

a. kawasan agropolitan yang diarahkan di 2 (dua) kawasan, meliputi :

1. kawasan agropolitan Malaka yang terdiri dari Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Weliman, Kecamatan Wewiku, Kecamatan Kobalima dan Kecamatan Rinhat; dan 2. kawasan agropolitan Haekesak yang terdiri dari

Kecamatan Raihat, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Lasiolat, Kecatan Lamaknen, Kecamatan Lamaknen Selatan, Kecamatan Tasifeto Barat dan Kecamatan Raimanuk;

b. kawasan strategis industri dan perdagangan antar Negara RI — RDTL adalah Kawasan yang merupakan pintu perbatasan RI — RDTL yang meliputi :

1. Kawasan Pengembangan I yang terdiri atas Kecamatan Raihat, Kecamatan Lasiolat, Kecamatan Lamaknen dan Kecamatan Lamaknen Selatan dengan pusat pengembangan di Haekesak/Kecamatan Raihat; 2. Kawasan Pengembangan II yang terdiri atas

Kecamatan Tasifeto Timur dan Kecamatan Kakuluk Mesak dengan pusat pengembangan khusus

Kawasan Studi termasuk kedalam kawasan strategis dengan sudut pandang kepentingan ekonomi yang meliputi kawasan agropolitan, kawasan strategis industri dan perdagangan antar Negara RI — RDTL adalah Kawasan yang merupakan pintu perbatasan RI — RDTL, kawasan strategis dengan sudut kepentingan pertahanan dan keamanan.

Berdasarkan karakteristrik fisik dan letaknya yang berada di Kecamatan Lamaknen Selatan kawasan studi termasuk kedalam Kawasan Pengembangan I kawasan strategis industri dan perdagangan antar Negara karena merupakan pintu perbatasan RI-RDTL.

(60)

50 Nomor Isi kebijakan yang terkait dengan wilayah studi Kerkaitan dengan wilayah studi

perdagangan di Lakafehan dan pusat industri di Desa Kenebibi/Kecamatan Kakuluk Mesak;

3. Kawasan Pengembangan III yang terdiri atas Kecamatan Tasifeto Barat dan Kecamatan Nanaet Dubesi dengan pusat pengembangan di Kinbana/Kecamatan Tasifeto Barat;

4. Kawasan Pengembangan IV yang terdiri atas Kecamatan Kobalima dan Kecamatan Kobalima Timur dengan pusat pengembangan di Rainawe/Kecamatan Kobalima sebagai kawasan strategis industri dan perdagangan Antar Negara RI — RDTL; dan

5. PKSN Atambua dan PKLp Betun/Kecamatan Malaka Tengah sebagai pusat distribusi barang dan jasa Antar Negara RI — RDTL.

2. RPJMD Kabupaten Belu

(61)

51 Tabel 4.2

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Belu Nomor Isi kebijakan yang terkait dengan wilayah studi Kerkaitan dengan wilayah studi

1 Strategi pembangunan daerah menurut RPJMD yaitu Kecamatan Lamaknen ditetapkan sebagai kawasan pertanian

Kawasan studi yang merupakan wilayah dari kecamatan lamaknen ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) sebagai kawasan pertanian.

2 Kawasan Perbatasan

a. Di sepanjang perbatasan terdapat 7 (tujuh) Pos Lintas Batas yang direncanakan sebagai hasil kesepakatan bilateral, dijaga oleh petugas dari TNI, Polri, Imigrasi, Beacukai, dan Karantina, yaitu (a) Motaain di Kecamatan Tasifeto Timur, (b) Nunura di Kecamatan Raihat, (c) Turiskain di Kecamatan Raihat, (d) Memo di Kecamatan Lamaknen, (e) Lakmaras di Kecamatan Lamaknen, (f) Laktutus di Kecamatan Tasifeto Barat, dan (g) Motamasin di Kecamatan Kobalima.

b. Terdapat 3 (tiga) Pasar Tradisional yang direncanakan sebagai hasil kesepakatan bilateral ekonomi-perdagangan, yaitu (a) Motaain di Kecamatan Tasifeto Timur, (b) Turiskain di Kecamatan Raihat, dan (c) Metamauk di Kecamatan Kobalima.

Gambar

Gambar 1.1 Peta Wilayah  Studi
Tabel 1-I Matriks Kebutuhan Data Sekunder dan Primer
Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran
Gambar 3. 1 Peta Kabupaten Belu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa hasil analisis tersebut maka disusun arahan strategi pengembangan KTM di Kawasan Transmigraasi Mesuji adalah sebagai berikut : (1) Desa dengan

Dari beberapa hasil analisis tersebut maka disusun arahan strategi pengembangan KTM di Kawasan Transmigraasi Mesuji adalah sebagai berikut : (1) Desa dengan

Berdasarkan hasil penelitian tersebut prioritas utama pengembangan pembangunan Kecamatan Sumberbaru Sebagai Kawasan Perbatasan di Kabupaten Jember adalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi pemanfaatan serta mengetahui arahan pengembangan kawasan eko karst di Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep

Hasil Penggabungan Sketsa Wilayah Administrasi dan Data Podes 20085. Pembuatan Peta Tematik Identifikasi Desa Kawasan

Hal yang perlu menjadi perhatian pada pengembangan kawasan ini adalah pembangunan fasilitas infrastruktur yang berfungsi sebagai penunjang kegiatan di kawasan

Oleh karena itu, kelapa sawit mempunyai indikasi untuk dijadikan sebagai salah satu komoditi unggulan di Kawasan Agropolitan Sangsaka, dengan kawasan transmigrasi

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kepemimpinan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa di Kawasan Perbatasan Indonesia dengan Malaysia (Kasus Pembangunan