• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberitaan Aksi Mahasiswa di Media Massa dan Pembentukan Opini Publik (Studi Deskriptif tentang Pemberitaan Aksi Mahasiswa di Metro TV terhadap Pembentukan Opini Mahasiswa FISIP USU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemberitaan Aksi Mahasiswa di Media Massa dan Pembentukan Opini Publik (Studi Deskriptif tentang Pemberitaan Aksi Mahasiswa di Metro TV terhadap Pembentukan Opini Mahasiswa FISIP USU)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

Pemberitaan Aksi Mahasiswa di Media Massa dan

Pembentukan Opini Publik

(Studi Deskriptif tentang Pemberitaan Aksi Mahasiswa di Metro TV terhadap Pembentukan Opini Mahasiswa FISIP USU)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan Oleh :

Julika Aditya Siregar

040904067

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul PEMBERITAAN AKSI MAHASISWA DI

MEDIA MASSA DAN PEMBENTUKAN OPINI PUBLIK. Sebuah penelitian

yang bertujuan untuk mengetahui seperti apa opini yang terbentuk di kalangan

mahasiswa, khususnya mahasiswa FISIP USU, terhadap aksi yang dilakukan

oleh mahasiswa yang diberitakan di televisi.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, dimana

disini akan dijelaskan bagaimana mahasiswa yang tidak tergabung dalam

sebuah organisasi, baik itu dependent ataupun Independent dalam memandang

aksi yang dilakukan oleh temannya sesama mahasiswa. Mencari tahu apa alasan

mereka dan bagaimana aksi itu sendiri diberitakan di televisi menurut mereka.

Populasinya adalah mahasiswa FISIP USU yang dianggap masih aktif

yaitu angkatan 2005 – 2008, yang berjumlah 2174 orang. Untuk dapat

menentukan jumlah sampel maka digunakanlah rumus Taro Yamane dengan

presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90% sehingga didapati sampel sebanyak

96 orang. Sementara teknik penarikan sampel yang digunakan yaitu

Proportional Stratified Random Sampling, dan Accidental Sampling. Adapun

teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan dua cara,

yaitu Penelitian Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian Lapangan (Field

Reasearch). Dan penelitian ini menggunakan analisa tabel tunggal.

Dan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa

ternyata masih banyak sekali mahasiswa yang menganggap aksi-aksi yang

dilakukan oleh mahasiswa ditelevisi sangat tidak baik dan selalu anarkis. Hal itu

dikarenakan pemberitaan yang disajikan dan dianggap dapat menarik

perhatian penonton adalah aksi-aksi mahasiswa yang ricuh dan tidak solid,

jarang sekali aksi yang damai ditayangkan berulang. Dan itu yang membuat

kebanyakan responden mengatakan bahwa aksi yang dilakukan mahasiswa

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat juga syukur penulis panjatkan hanya kepada Bapa yang selalu menyertai, menemani dan memberi penulis kekuatan di tiap-tiap waktu. Terima kasih untuk semua kesempatan yang telah disediakan sehingga penulis memiliki kesempatan untuk memilih jalan yang terbaik untuk penulis dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Juga kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengenal dan merasakan banyak hal dan pengetahuan. Termasuk bergabung dengan kelompok mahasiswa kritis, kreatif dan militan yaitu Front Mahasiswa Nasional (FMN) yang dapat memberikan pemahaman yang ilmiah akan kondisi sekitar dan merubah cara pandang penulis terhadap hidupnya.

Sebaris kata-kata juga penulis tujukan kepada keluarga tercinta, Bapak B.T.H Siregar yang telah dengan setia menjadi pembimbing dan teladan bagi penulis. Juga kepada ibu S.A Sihombing yang dengan tabah menuntun penulis dan memberi segenap pengertian, perhatian dan cintanya pada penulis dan tidak lupa senantiasa mengingatkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Memang kata-kata yang penulis sampaikan ini belum cukup mewakilkan perasaan penulis yang sangat bersyukur karena sudah bisa menjadi bagian dari keluarga ini.

(4)

1. Bapak Prof. Dr. H. M. Arif Nasution, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Safrin M.Si selaku Dosen Pembimbing peneliti yang telah memberikan masukan, bimbingan dan dorongan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. T. Nurlamsyah selaku Dosen Wali peneliti selama masa perkuliahan.

5. Saudara-saudara peneliti ; Kak Ibeth, Kak Christy dan Abang Ari yang senantiasa mengingatkan dan memberikan dukungan terhadap peneliti.

6. Keluarga besar Siregar dimanapun berada, yang memberikan dukungannya dan juga doa kepada peneliti.

7. Keluarga besar Front Mahasiswa Nasional (FMN) yang telah memberikan

semangat, merubah perspektif dan mengajarkan peneliti akan arti mahasiswa seutuhnya.

8. Pimpinan Pusat FMN yang telah mengijinkan peneliti menjadi koresponden majalah Gelora, sehingga peneliti mendapat beberapa pelajaran dari situ. 9. Sahabat-sahabat peneliti ; Elisabeth, Debby, Betty, Nova Hutabarat, Meir,

Rita, dan Crisna yang senantiasa memberi semangat kepada peneliti dalam penyelesaian skripsi ini.

(5)

11. Teman-teman komunikasi angkatan 2004 yang sudah selesai, yang masih sibuk menyelesaikan skripsi dan juga yang masih berjuang menyelesaikan studinya, yang juga merupakan bagian dari motivasi peneliti dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Beberapa teman-teman angkatan 2005 dan 2006 yang telah memberikan perhatiannya yang cukup besar kepada peneliti dengan menanyakan perkembangan penyelesaian skripsi peneliti dan kapan peneliti akan menyelesaikannya..

13. Mahasiswa dan mahasiswi yang sudah bersedia membantu peneliti dalam

pengisian kuisioner yang peneliti sebar guna memperoleh data untuk penelitiannya.

14. Semua pihak yang secara tidak sadar sudah memberikan partisipasi dalam membantu penyelesaian tugas akhir ini.

Peneliti menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, peneliti dengan rendah hati meminta saran dan masukan yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada setiap pembacanya.

Medan, Mei 2009 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

Abstraksi………... i

Kata Pengantar………... ii

Daftar Isi………...…... v

Daftar Tabel dan Gambar... vii

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Masalah ...1

I. 2 Perumusan Masalah ...6

I. 3 Pembatasan Masalah ...6

I. 4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian ...7

I.4.2 Manfaat Penelitian ...7

I. 5 Kerangka Teori I.5.1 Individual Differences Theory ...8

I.5.2 Komunikasi dan Komunikasi Massa ...9

I.5.3 Opini Publik ...11

I.5.4 Televisi dan Berita ...14

I. 6 Kerangka Konsep ...16

I. 7 Model Teoritis ...18

I. 8 Operasional Variabel ...18

I. 9 Definisi Operasional Variabel...19

BAB II URAIAN TEORITIS II. 1 Individual Differences Theory ...21

II. 2 Komunikasi dan Komunikasi Massa ...22

II. 3 Opini Publik ...27

II. 4 Televisi dan Berita ...30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III. 1 Deskripsi Lokasi Penelitian III.1.1 Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU ...40

(7)

III.1.3 Visi dan Misi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ...51

III.1.4 Tujuan, Tugas dan Fungsi FISIP USU ...51

III. 2 Metode Penelitian ...52

III. 3 Lokasi Penelitian ...53

III. 4 Waktu Penelitian ...53

III. 5 Populasi dan Sampel III.5.1 Populasi ...53.

III.5.2 Sampel ...55

III. 6 Teknik Pengumpulan Data ...57

III. 7 Teknik Analisa Data ...58

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN IV.1. Pelaksanaan Pengumpulan Data IV.1.1. Tahap Awal ...59

IV.1.2. Pengumpulan data ...59

IV. 2 Tekhnik Pengolahan Data ...60

IV. 3 Analisa Tabel Tunggal IV.3.1. Karakteristik Responden ...61

IV.3.2. Opini Mahasiswa terhadap Aksi Mahasiswa di Televisi ...63

IV.4 Pembahasan ...80

BAB V PENUTUP V. 1 Kesimpulan ...82

V. 2 Saran ...83

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(8)

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Daftar Tabel

Tabel 1 Operasional Variabel... 19

Tabel 2 Jumlah Mahasiswa Aktif Ilmu Komunikasi ... 53

Tabel 3 Jumlah Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial... 54

Tabel 4 Jumlah Mahasiswa Ilmu Politik... 54

Tabel 5 Jumlah Mahasiswa Sosiologi... .54

Tabel 6 Jumlah Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara... .54

Tabel 7 Jumlah Mahasiswa Antropologi... .54

Tabel 8 Jumlah Mahasiswa DIII Adm. Perpajakan... .55

Tabel 9 Penarikan Jumlah Sampel per Jurusan... .57

Tabel 10 Jenis Kelamin Responden... .61

Tabel 11 Jurusan Responden... .62

Tabel 12 Stambuk Responden...63

Tabel 13 Tingkat Keseringan Menonton Televisi...64

Tabel 14 Frekuensi Menonton Televisi per Hari...64

Tabel 15 Waktu Menonton Televisi...65

Tabel 16 Tingkat Keseringan Menonton Berita...65

Tabel 17 Ketertarikan Terhadap Berita Kriminal...66

Tabel 18 Ketertarikan Terhadap Berita Politik...67

Tabel 19 Ketertarikan Terhadap Berita Bencana Alam...68

Tabel 20 Ketertarikan Terhadap Berita Olah Raga...68

Tabel 21 Ketertarikan Terhadap Berita Sosial Masyarakat...69

Tabel 22 Ketertarikan Terhadap Berita Lainnya...69

Tabel 23 Tingkat Keseringan Menonton Berita Aksi (Demonstrasi)...70

Tabel 24 Tingkat Keseringan Menonton Aksi (Demonstrasi) Buruh di TV...70

Tabel 25 Tingkat Keseringan Menonton Aksi (Demonstrasi) Petani di TV...71

Tabel 26 Tingkat Keseringan Menonton Aksi (Demonstrasi) Mahasiswa di TV...71

(9)

Tabel 28 Tingkat Keseringan Menyaksikan Aksi Mahasiswa

Periode Desember 2008...72 Tabel 29 Frekuensi Menyaksikan Berita Aksi Mahasiswa yang Tayang

Bulan Desember 2008...73 Tabel 30 Tingkat Keseringan Aksi Mahasiswa Tayang di Televisi...73 Tabel 31 Ketertarikan Mahasiswa terhadap Aksi Mahasiswa yang

Tayang di TV...74 Tabel 32 Tingkat Pemahaman Mahasiswa terhadap Aksi Mahasiswa...75 Tabel 33 Pandangan Responden Terhadap Aksi yang Diberitakan di

Televisi...75 Tabel 34 Baik atau Tidaknya Aksi yang Diberitakan di TV...76 Tabel 35 Setuju atau Tidaknya Responden Terhadap Aksi Mahasiswa...77 Tabel 36 Kemungkinan Topik yang Diangkat di TV berpengaruh

Terhadap Pendapat Penonton...77 Tabel 37 Tingkat Kepentingan Aksi Mahasiswa...78 Tabel 38 Niat Responden Untuk Ikut Aksi Setelah Menyaksikan Berita... ..79

Daftar Gambar

(10)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul PEMBERITAAN AKSI MAHASISWA DI

MEDIA MASSA DAN PEMBENTUKAN OPINI PUBLIK. Sebuah penelitian

yang bertujuan untuk mengetahui seperti apa opini yang terbentuk di kalangan

mahasiswa, khususnya mahasiswa FISIP USU, terhadap aksi yang dilakukan

oleh mahasiswa yang diberitakan di televisi.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, dimana

disini akan dijelaskan bagaimana mahasiswa yang tidak tergabung dalam

sebuah organisasi, baik itu dependent ataupun Independent dalam memandang

aksi yang dilakukan oleh temannya sesama mahasiswa. Mencari tahu apa alasan

mereka dan bagaimana aksi itu sendiri diberitakan di televisi menurut mereka.

Populasinya adalah mahasiswa FISIP USU yang dianggap masih aktif

yaitu angkatan 2005 – 2008, yang berjumlah 2174 orang. Untuk dapat

menentukan jumlah sampel maka digunakanlah rumus Taro Yamane dengan

presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90% sehingga didapati sampel sebanyak

96 orang. Sementara teknik penarikan sampel yang digunakan yaitu

Proportional Stratified Random Sampling, dan Accidental Sampling. Adapun

teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan dua cara,

yaitu Penelitian Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian Lapangan (Field

Reasearch). Dan penelitian ini menggunakan analisa tabel tunggal.

Dan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa

ternyata masih banyak sekali mahasiswa yang menganggap aksi-aksi yang

dilakukan oleh mahasiswa ditelevisi sangat tidak baik dan selalu anarkis. Hal itu

dikarenakan pemberitaan yang disajikan dan dianggap dapat menarik

perhatian penonton adalah aksi-aksi mahasiswa yang ricuh dan tidak solid,

jarang sekali aksi yang damai ditayangkan berulang. Dan itu yang membuat

kebanyakan responden mengatakan bahwa aksi yang dilakukan mahasiswa

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah.

Setiap manusia wajib melakukan komunikasi di dalam perjalanan hidupnya, mulai dari komunikasi yang sederhana dimana dua orang saling bertukar lambang-lambang bermakna untuk menyamakan persepsi dan memperoleh kesamaan pandangan, sampai kepada komunikasi yang bertujuan mempengaruhi agar lawan bicaranya bersedia melakukan sesuatu. Kepandaian berbicara dan menggunakan kata-kata inilah yang akhirnya dikenal dengan sebutan retorika. Seperti itu jualah yang terjadi, diketahui dan yang dilakukan oleh mahasiswa.

Berbicara mengenai mahasiswa, mahasiswa adalah makhluk yang dianggap sudah dapat menghasilkan sebuah peradaban baru. Ia mempunyai berbagai macam tugas salah satunya adalah belajar. Belajar yang dimaksud disini bukan hanya belajar di bangku kuliah saja tetapi belajar dalam arti yang luas. Dari pembelajaran tersebut menjadikan mahasiswa memiliki kemudahan untuk mengakses berbagai informasi wacana dan peristiwa dalam lingkup lokal hingga internasional. Begitu juga dengan kemudahan akses literatur ilmiah dan gerakan-gerakan pemikiran, yang pada tujuan akhirnya akan menentukan ideologi atau sistem hidup yang akan dijalaninya. Buku yang ia baca, informasi yang ia terima, tokoh-tokoh yang ia ajak bicara merupakan beberapa faktor utama yang kelak sangat berpengaruh terhadap idealisme hidupnya.

(12)

merasakannya. Seperti kenaikan BBM, kenaikan harga bahan pokok, listrik, dan air misalnya akan mempengaruhi aktifitas kuliah. Gejolak sosial yang sering terjadi umumnya selalu merupakan hasil efek samping dari aktivitas politik, seperti disahkannya suatu undang-undang, dikeluarkannya kebijakan-kebijakan oleh pemerintah yang sama sekali tidak memihak pada masyarakat.

Mahasiswa memiliki kecerdasan berdasarkan fokus keahlian yang diambilnya dan seharusnya mahasiswa juga mampu menerapkan keilmiahan pendidikan yang diperolehnya di masyarakat. Maka dengan membentuk organisasi baik itu dependent maupun independent, mahasiswa memiliki kewajiban moral untuk menerapkan apa yang telah diperolehnya dari bangku perkuliahan itu dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. Atau dengan kata lain mampu menciptakan dan memberi jawaban atas permasalahan-permasalahan rakyat. Berbagai metode dapat dilakukan yaitu dari membuat petisi, dengar pendapat (public hearing), panggung rakyat, mimbar bebas, sampai pada aksi (demonstrasi).

Pada dasarnya dalam menyuarakan hasil pemikirannya atau lebih dikenal dengan aspirasi, mahasiswa disatukan didalam sebuah wadah yang dikenal dengan sebutan organisasi. Organisasi itu ada yang dependent seperti Pemerintahan Mahasiswa (PEMA), Ikatan-Ikatan Mahasiswa, Himpunan-himpunan Mahasiswa, dan sebutan-sebutan lain, selain itu ada organisasi independent seperti GMKI, GMNI, FMN.

Meski pada awalnya masih harus melalui tahap represifitas pihak kampus, belakangan sudah banyak organisasi yang muncul dan disetujui untuk dibangun di kampus-kampu, baik itu negeri maupun swasta. Tetap dengan berbagai syarat-syarat yang tidak memberikan kebebasan pada pergerakan-pergerakan itu.

(13)

menyampaikan pandangan masing-masing, mendiskusikannya dan akhirnya memperoleh kesimpulan tentang cara apa yang akan digunakan untuk menyampaikan aspirasi itu. Biasanya aksi (demonstrasi) akan menjadi pilihan terakhir, ketika aspirasi mereka menemukan jalan buntu dan tidak adanya tanggapan oleh pihak yang dituju. Dan keseluruhan dari proses tersebut merupakan komunikasi.

Aksi (demonstrasi) umumnya dilatarbelakangi oleh matinya jalur penyampaian aspirasi atau buntunya metode dialog. Dalam tubuh politik sebuah negara, aspirasi rakyat diwakili oleh anggota legislatif. Namun dalam kondisi pemerintahan yang korup, dan legislator tak dapat memainkan perannya, sehingga rakyat mengambil langkah konkrit dengan melakukan aksi. Aksi ini dilakukan tidak hanya untuk berteriak-teriak dihadapan anggota dewan atau masyarakat banyak, tetapi aksi juga dilakukan dalam rangka pembentukan opini atau mencari dukungan publik. Dengan demikian isu yang digulirkan harapannya dapat menjadi snowball (bola salju). Kebanyakan isu yang disuarakan oleh mahasiswa berkembang menjadi isu masyarakat dan menghasilkan opini dikepala masyarakat

Tujuan aksi adalah untuk memperoleh publisitas media massa. Publisitas ini menjadi kunci karena ketika disorot media massa, maka apa yang mereka perjuangkan akan dibaca oleh masyarakat, bahkan juga pejabat negara. Ketika pejabat negara membaca berita tentang suatu aksi, maka mereka akan tahu apa yang diperjuangkan dalam aksi tersebut. Dalam hal ini tentunya, aktivis pergerakan harus memahami nilai berita pertimbangan media massa agar aksi tersebut dimuat, seperti proximity (kedekatan antara isu yang diangkat dengan kepentingan audiens suatu media massa), timeliness (tingkat aktualitas berita), significance (nilai penting isu aksi bagi audiens

(14)

media massa maka khalayak yang ada ditempat yang lain juga mengetahui apa yang disuarakan dalam aksi tadi.

Berbicara mengenai media massa, ada media cetak yaitu surat kabar, majalah, selebaran, brosur, selain itu kita juga mengenal media elektronik auditif seperti radio, dan yang terakhir media elektronik audiovisual yaitu televisi dan internet. Akan tetapi dari banyaknya jenis media tadi, media massa yang paling diminati oleh semua kalangan adalah televisi, karena merupakan gabungan dari segi verbal, visual, teknologikal dan dimensi dramatikal. (Sumadiria, 2005 : 4-5).

Televisi yang merupakan bagian dari pers luas memiliki beberapa fungsi, yaitu informasi, edukasi, koreksi, rekreasi dan mediasi. Fungsi Informasi maksudnya adalah menyampaikan informasi secepat-cepatnya kepada masyarakat seluas-luasnya, sedangkan fungsi edukasi sebenarnya bila dilihat dari asal katanya sudah jelas apa maksudnya yaitu apapun informasi yang disampaikan hendaknyalah dalam kerangka mendidik.

(15)

Ada 11 stasiun televisi nasional di Indonesia yaitu TVRI, TPI, ANTV, RCTI, SCTV, Indosiar, Metro TV, Global TV, Trans TV, TV ONE dan Trans7. dan seperti yang kita ketahui bahwa tiap-tiap stasiun ini memiliki konsentrasi yang berbeda-beda dalam siaran, target pasar dan sajiannya.

Penelitian ini difokuskan kepada mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU) dan pilihan tersebut bukan tanpa dasar yang kuat. Karena jika dilihat dari perkembangan dan fakta yang muncul dilapangan maka FISIP merupakan lahan subur tempat organisasi muncul dan berkembang. Hal tersebut dikarenakan orientasi pelajarannya yang lebih difokuskan kepada hal-hal yang bersifat sosial dan juga politik, sama seperti yang digambarkan pada nama Fakultas ini yaitu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Jika dibandingkan dengan fakultas lain seperti Fakultas Kedokteran, Fakultas Tehnik, Fakultas Matematika IPA, dll, maka tidak bisa dipungkiri bahwa memang tepatlah jika dikatakan mahasiswa di FISIP seharusnya memiliki jiwa sosial dan politik yang lebih. Yang meskipun tidak masuk sebagai anggota organisasi akan tetapi dengan tinggal di wilayah yang kemungkinan munculnya aksi-aksi lebih besar maka kepedulian akan apa yang dilakukan temannya pasti muncul dengan sendirinya.

(16)

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengajukan perumusan masalah sebagai berikut :

“Bagaimanakah opini publik yang terbentuk dari pemberitaan aksi mahasiswa di Televisi?”

3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari permasalahan yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah :

1. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat terhadap pemberitaan tentang aksi mahasiswa di media massa.

2. Penelitian ini bertujuan memaparkan opini yang terbentuk dari pemberitaan di media televisi.

3. Penelitian ini terbatas kepada mahasiswa FISIP USU yang tidak tergabung dalam sebuah organisasi.

4. Penelitian ini mengkaji pemberitaan tentang aksi mahasiswa yang muncul pada periode 1-31Desember 2008.

5. Penelitian ini mencakup pemberitaan aksi mahasiswa di televisi yang terjadi

dalam lingkup nasional.

4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

4.1 Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap

(17)

2. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seperti apa pro dan kontra yang muncul di kalangan mahasiswa melihat tayangan aksi mahasiswa itu. .

3. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tayangan aksi itu dapat berpengaruh terhadap pembentukan opini mahasiswa FISIP USU.

4.2 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk memperkaya khasanah penelitian dan dapat memperluas cakrawala pengetahuan peneliti serta mahasiswa/I Ilmu Komunikasi FISIP USU mengenai pendapat masyarakat terhadap aksi mahasiswa di media massa.

2. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada FISIP USU dalam menambah dan memperkaya bahan penelitian serta sumber bacaan.

3. Secara praktis melalui penelitian ini dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk lebih baik lagi dalam mengkaji sebuah pemberitaan yang di sajikan oleh media massa.

5. Kerangka Teori

(18)

Dalam penelitian ini teori-teori yang dianggap relevan adalah Individual Differences Theory, Komunikasi, Komunikasi Massa, Opini Publik, Televisi dan Berita

5.1 Individual Differences Theory

Individual Differences Theory (Teori Perbedaan Individual), teori yang dikeluarkan oleh Melvin D. Defleur ini menelaah perbedaan-perbedaan di antara individu-individu sebagai sasaran media massa ketika mereka diterpa sehingga menimbulkan efek tertentu. Menurut teori ini individu-individu sebagai anggota khalayak sasaran media massa secara selektif, menaruh perhatian kepada pesan-pesan

−terutama jika berkaitan dengan kepentingannya− konsisten dengan sikap-sikapnya,

sesuai dengan kepercayaannya yang didukung oleh nilai-nilainya. Sehingga tanggapannya terhadap pesan-pesan tersebut diubah oleh tatanan psikologisnya. Jadi, efek media massa pada khalayak massa itu tidak seragam melainkan beragam disebabkan secara individual berbeda satu sama lain dalam struktur kejiwaannya. (Effendy 2003: 275)

(19)

Teori perbedaan individual ini mengandung rangsangan-rangsangan khusus yang menimbulkan interaksi yang berbeda dengan watak-watak perorangan anggota khalayak. Oleh karena terdapat perbedaan individual pada setiap pribadi anggota khalayak itu maka secara alamiah dapat diduga akan muncul efek yang bervariasi sesuai dengan perbedaan individual itu. Tetapi dengan berpegang tetap pada pengaruh variabel-variabel kepribadian (yakni mengganggap khalayak memiliki ciri-ciri kepribadian yang sama) teori tersebut tetap akan memprediksi keseragaman tanggapan terhadap pesan tertentu (jika variabel antara bersifat seragam). (Effendy 2003: 275-276)

Individual Differences Theory menyebutkan bahwa khalayak yang secara

selektif memperhatikan suatu pesan komunikasi, khususnya jika berkaitan dengan kepentingannya, akan sesuai dengan sikapnya, kepercayaannya dan nilai-nilainya. Tanggapannya terhadap pesan komunikasi itu akan diubah oleh tatanan psikologisnya.(Effendy 2003 : 316).

5.2 Komunikasi dan Komunikasi Massa

Komunikasi pasti terjadi pada setiap manusia, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Hidup dengan makhluk lain otomatis membuat makhluk hidup harus berkomunikasi. Komunikasi harus dipandang dari dua sudut pandang, yaitu komunikasi dalam pengertian secara umum dan secara paradikmatik.

Komunikasi secara umum dibagi dua, yakni pengertian komunikasi secara etimologis dan secara terminologis. Secara etimologis atau menurut asal katanya,

(20)

dimaksudkan disini akan berlangsung bila ada kesamaan arti diantara dua atau lebih orang yang berkomunikasi. Sedangkan secara terminologis maksudnya adalah komunikasi melibatkan sejumlah orang, dan lebih dikenal dengan sebutan komunikasi manusia atau komunikasi sosial. Disini hanya akan dibahas tentang komunikasi yang hanya terjadi pada manusia-manusia yang bermasyarakat.

Komunikasi secara paradigmatis mengandung tujuan tertentu baik lisan maupun tulisan, baik langsung maupun melalui media. Tujuan disini maksudnya adalah memberikan informasi, merubah sikap, pendapat, maupun perilaku dari komunikan. Menurut Harold Lasswell cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut; Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ? atau Siapa, Mengatakan Apa, Dengan Saluran Apa, Kepada Siapa, Dengan Pengaruh Bagaimana? Jadi komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Jelasnya, jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang lain kepadanya, maka komunikasi berlangsung. Dengan kata lain, hubungan diantara mereka bersifat komunikatif (Effendy 2004 : 3-4 ).

Selain komunikasi itu dilakukan secara langsung atau dikenal dengan komunikasi tatap muka, komunikasi juga berlangsung dengan menggunakan media, dikenal dengan nama komunikasi massa. Yang dimaksudkan dengan komunikasi massa ialah komunikasi yang menggunakan media massa, baik itu media cetak maupun elektronik.

(21)

meliputi teater rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun, dll. Juga hal ini perlu ditegaskan untuk menghindarkan kesimpangsiuran dengan adanya anggapan sementara orang yang menyatakan, bahwa rapat umum di sebuah lapangan juga adalah komunikasi massa.(Effendy 2004 : 20)

Jadi yang diartikan komunikasi massa ialah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak, yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan. Pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televisi dan film, tidak tampak oleh si komunikator. Dengan demikian, maka jelas bahwa komunikasi massa atau komunikasi melalui media massa sifatnya “satu arah” “one way trafic”. Begitu pesan disebarkan oleh komunikator, tidak diketahuinya apakah pesan itu diterima, dimengerti, atau dilakukan oleh komunikan. Seperti halnya wartawan surat kabar, penyiar radio, penyiar televisi, atau sutradara film tidak mengetahui nasib pesan yang disampaikan kepada khalayak itu. Tetapi meskipun demikian akan selalu ada akibat dari pesan yang disampaikan oleh seseorang baik itu secara langsung maupun tidak (melalui media). (Effendy 1992 : 50)

5.3 Opini Publik

Dizaman yunani kuno dan Romawi dahulu kala, pendapat umum sangat ditakuti karena dapat bertindak sebagai “Pengadilan rakyat” dalam menjatuhkan hukuman kepada tertuduh. Pejabat atau rakyat yang dianggap telah melanggar norma atau menciptakan situasi yang merugikan masyarakat, terpaksa harus menghadapi tiang gantungan tanpa harus melalui proses hukum yang wajar.

(22)

masalah yang kontroversial yang menimbulkan pendapat berbeda-beda. (Sastropoetro, 1990 : 41)

Opini timbul sebagai suatu jawaban terbuka terhadap suatu persoalan atau isu. Subyek dari suatu opini biasanya adalah masalah baru. Opini berupa reaksi pertama dimana orang mempunyai perasaan ragu-ragu dengan sesuatu yang lain dari kebiasaan, ketidakcocokan dan adanya perubahan penilaian. Unsur-unsur ini mendorong orang untuk saling mempertahankannya. (Djoenarsih 1984 : 31)

Sedangkan perkataan publik melukiskan sekelompok manusia yang berkumpul secara spontan yang memiliki syarat-syarat :

a. Dihadapi oleh suatu persoalan (issue)

b. Berbeda pendapatnya mengenai persoalan ini dan berusaha untuk menanggulangi persoalannya

c. Sebagai akibat keinginan mengadakan diskusi dengan mencari jalan keluar. (Susanto 1985 : 47)

Disini publik masih merupakan bentuk spontan yang tidak berbentuk, yang tidak diorganisasikan. Pokok persoalan dari pembentukan publik demikian ini adalah bahwa mereka menghadapi persoalan, diikat (sementara) oleh persoalan yang minta pemecahan. (Susanto 1985: 48)

(23)

opini publik. Dan proses munculnya opini ini harus melalui beberapa tahap, yaitu ; efek kognitif, efek afektif, dan efek konatif.

Efek kognitf berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti menjadi mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas. Contoh pesan komunikasi melalui media massa yang menimbulkan efek kognitif antara lain berita, tajuk rencana, artikel dan sebagainya. Efek afektif berkaitan dengan perasaan. Akibat dari pemberitaan di media itu yang akhirnya menimbulkan perasaan tertentu pada khalayak, dan perasaan ini hanya bergejolak didalam hati saja. Dan yang terakhir adalah efek konatif, dimana efek ini berkaitan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang memiliki kecenderungan memunculkan sebuah tindakan atau kegiatan. Efek konatif tidak langsung muncul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan harus melalui efek kognitf dan efek afektif terlebih dulu. Dan opini publik merupakan hasil akhir dari proses tersebut dan masuk pada efek konatif. (Effendy 2003 : 318-319)

Jika kita lihat lebih dalam lagi yang namanya opini publik itu sangat berkaitan erat dengan sikap dari individu, baik secara pribadi maupun kelompok. Dan pada dasarnya yang membentuk opini publik itu adalah sikap pribadi seseorang maupun sikap kelompoknya, karena itu sikap akan ditentukan oleh pengalaman individu dan kelompoknya.

Leonard W. Doob merumuskan opini publik yang kompeten atau memenuhi syarat adalah:

1. Fakta yang dipakai sebagai titik tolak dari perumusan opini publik, diberi nilai baik oleh masyarakat luas.

(24)

akan tindakan yang harus diambil untuk memecahkan masalah. (Susanto, 1985 :101)

Doob menyebut pendapat harus dinyatakan sebagai actual publik opinion. Pendapat harus dinyatakan sebelum dinilai karena segala sesuatu yang belum melalui proses komunikasi masih merupakan proses yang ada pada diri seseorang. Dalam hubungannya dengan hal ini perlu diperhatikan pendapat Irish dan Protho mengenai pendapat yaitu, bahwa pernyataan yang telah mengalami proses komunikasi disebut opinion sedangkan bila perasaan tadi belum dinyatakan, maka ia masih merupakan attitude (sikap). Selanjutnya sebagai unsur ketiga disebutkan bahwa diperluksn adanya issue atau masalah agar sesuatu dapat dinilai sebagai pendapat umum. Issue bahkan harus merupakan issue sosial. (Susanto, 1985)

Suatu pendapat akan menjadi issue apabila ia mengandung unsur memungkinkan pro dan kontra suatu pendapat tentang suatu kejadian yang telah dinyatakan. Dengan sendirinya, pendapat memiliki obyek dan tujuan tertentu dan karena menggandung unsur pro dan kontra maka dengan demikian ia akan menimbulkan adanya pendapat baru yang menyenangkan atau tidak baginya. (Susanto, 1985)

5.4 Televisi dan Berita

(25)

dimaksud. Dengan adanya televisi maka semua informasi dapat diperoleh. (Ardiantto, 2004 : 126)

Meskipun televisi tidak masuk nominasi bagian dari kekuasaan yang ada di dunia, akan tetapi dibanding radio yang disetujui oleh para ahli komunikasi sebagai kekuasaan kelima, televisi lebih baik karena selain bersifat auditif televisi juga bersivat visual (dapat dilihat). Dan dari berbagai pilihan media massa yang muncul bersamaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan media komunikasi, televisilah yang sangat berpengaruh pada kehidupan manusia. Selain hiburan televisi juga menyuguhkan iklan dan berita. Di Inggris televisi terutama berfungsi sebagai media hiburan, namun dibeberapa negara berkembang televisi ini juga digunakan sebagai simbol status. Ini pasti lebih dilihat kepada acara-acara apa yang disajikan.

Setiap stasiun televisi memang sudah seharusnya mempersiapkan berbagai macam program untuk menarik pemirsanya, seperti program-program apa saja yang diminati dan pada waktu-waktu kapan saja itu bagus untuk ditayangkan. Pada dasarnya penonton akan lebih tertarik pada hal-hal yang menghibur seperti sinetron, gosip, sinetron dan lainnya. Dan pada dasarnya hanya sedikit sekali penonton yang akan memilih menonton berita dan mencari tahu apa yang terjadi pada negerinya. Meskipun demikian akan tetapi sudah banyak sekali usaha yang dilakukan pihak stasiun televisi dalam mengubah format pemberitaan agar dapat menarik perhatian khalayaknya.

Berbicara mengenai berita, ahli sosiologi Gaye Tuchman, dalam bukunya Making News (1978), menyatakan bahwa berita merupakan konstruksi realitas sosial.

(26)

suatu peristiwa, tapi lebih merupakan sesuatu yang diserap setelah peristiwa itu terjadi. Berita tidak identik dengan fakta peristiwa, melainkan sebuah upaya untuk merekonstruksi fakta dalam kerangka inti peristiwa.Berita pada hakekatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasar,dan bahasa dapat menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan tentang realitas peristiwa. (Severin, 2007 : 400)

Prof. Mitchel V Charnley dalam bukunya “Reporting” mengatakan berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah penduduk. Berita televisi terdiri atas gambar, naskah, dan suara. Gabungan dari ketiga unsur itulah yang membedakan berita televisi dengan berita radio dan media cetak, seperti majalah dan koran. Adanya tiga unsur yang saling mendukung itulah yang akhirnya akan menghasilkan kualitas terbaik dari sebuah pemberitaan. Dan pemberitaan yang baik akan dapat menarik perhatian pemirsanya.(Effendy 2003 : 131)

6. Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa. (Nawawi, 1995:40)

(27)

Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalisasikan dengan mengubahnya menjadi variabel.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas adalah segala gejala, faktor, atau unsur yang menentukan atau memengaruhi munculnya variabel kedua disebut variabel terikat. Tanpa variabel ini, maka variabel berubah sehingga akan muncul variabel terikat yang berbeda atau yang lain atau bahkan sama sekali tidak ada atau tidak muncul. (Nawawi, 1995:57)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pemberitaan Aksi Mahasiswa di Media Massa.

2. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau factor maupun unsur yang ada ataupun muncul dipengaruhi atau ditentukannya adanya variabel bebas dan bukan karena adanya variabel lain. (Nawawi, 1995:57)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Opini Mahasiswa FISIP USU , Medan

3. Variabel Antara (Z)

Variabel antara adalah variabel yang berada diantara variabel bebas dan variabel terikat, yang berfungsi sebagai penguat atau pelemah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat tersebut.

(28)

7. Model Teoritis

Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut:

Gambar 1. Model Teoritis

8. Variabel Operasional

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas maka dibuatlah operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian yakni sebagai berikut:

Tabel 1

Variabel Operasional

Variabel Teoritis Variabel Operasional

Variabel Bebas (X)

Pemberitaan Aksi Mahasiswa di Media Massa.

(29)

9. Definisi Operasional Variabel.

Definisi operasional variabel merupakan suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel/ konstrak dengan cara memberikan arti/ menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak/ variabel tersebut (Nazir, 2003 : 126). Definisi operasional variabel adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel.

Definisi operasional variable pada penelitian ini adalah :

1. Variabel Bebas (Pemberitaan Aksi Mahasiswa di Media Massa), terdiri dari:

• Saluran Televisi maksudnya adalah channel yang ada yang dikeluarkan

pemancar dan mampu diterima receiver di kota medan.

• Topik pemberitaan maksudnya adalah topik atau tema yang diangkat dalam

suatu pemberitaan.

• Frekuensi tayang maksudnya adalah berapa durasi waktu yang disiapkan

untuk berita-berita atau untuk tiap-tiap tayangan.

• Penyajian berita maksudnya adalah seperti apa bentuk dan penyampaian

terhadap berita-berita yang diangkat.

• Jam menonton maksudnya adalah waktu yang dipilih khalayak untuk

menonton berita-berita itu.

2. Variabel Terikat (Opini Publik) terdiri dari:

• Kognitif maksudnya adalah bagaimana masyarakat yang sebelumnya tidak

mengetahui masalah apa yang menjadi penyebab utama mahasiswa melakukan aksi, menjadi tahu dan paham.

• Afektif berkaitan dengan perasaan manusia, dan perasaan ini hanya

(30)

• Konatif maksudnya adalah berkaitan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang

memiliki kecenderungan memunculkan sebuah tindakan atau kegiatan.

3. Variabel Antara (Karakteristik Responden) yaitu nilai-nilai yang dimiliki oleh individu yang membedakannya dengan individu lain, terdiri dari:

• Jenis kelamin : apakah perempuan atau laki-laki

• Jurusan : bagian yang akan difokuskan untuk menjadi spesifikasi pendidikan

dan pengetahuan yang didapat oleh mahasiswa..

(31)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1. Individual Difference Theory

Individual Differences Theory (Teori Perbedaan Individual), teori yang dikeluarkan oleh Melvin D. Defleur ini menelaah perbedaan-perbedaan di antara individu-individu sebagai sasaran media massa ketika mereka diterpa sehingga menimbulkan efek tertentu. Menurut teori ini individu-individu sebagai anggota khalayak sasaran media massa secara selektif, menaruh perhatian kepada pesan-pesan

−terutama jika berkaitan dengan kepentingannya− konsisten dengan sikap-sikapnya,

sesuai dengan kepercayaannya yang didukung oleh nilai-nilainya. Sehingga tanggapannya terhadap pesan-pesan tersebut diubah oleh tatanan psikologisnya. Jadi, efek media massa pada khalayak massa itu tidak seragam melainkan beragam disebabkan secara individual berbeda satu sama lain dalam struktur kejiwaannya. (Effendy 2003: 275)

Anggapan dasar dari teori ini ialah bahwa manusia amat bervariasi dalam organisasi psikologisnya secara pribadi. Variasi ini sebagian dimulai dari dukungan perbedaan secara biologis, tetapi ini dikarenakan pengetahuan secara individual yang berbeda. Manusia yang dibesarkan dalam lingkungan yang secara tajam berbeda, menghadapi titik-titik pandangan yang berbeda secara tajam pula. Dari lingkungan yang dipelajarinya itu, mereka menghendaki seperangkat sikap, nilai, dan kepercayaan yang merupakan tatanan psikologisnya masing-masing pribadi yang membedakannya dari yang lain. (Effendy 2003: 275)

(32)

khalayak itu maka secara alamiah dapat diduga akan muncul efek yang bervariasi sesuai dengan perbedaan individual itu. Tetapi dengan berpegang tetap pada pengaruh variabel-variabel kepribadian (yakni mengganggap khalayak memiliki ciri-ciri kepribadian yang sama) teori tersebut tetap akan memprediksi keseragaman tanggapan terhadap pesan tertentu (jika variabel antara bersifat seragam). (Effendy 2003: 275-276)

Individual Differences Theory menyebutkan bahwa khalayak yang secara

selektif memperhatikan suatu pesan komunikasi, khususnya jika berkaitan dengan kepentingannya, akan sesuai dengan sikapnya, kepercayaannya dan nilai-nilainya. Tanggapannya terhadap pesan komunikasi itu akan diubah oleh tatanan psikologisnya.(Effendy 2003 : 316).

II.2. Komunikasi dan Komunikasi Massa

Komunikasi pasti terjadi pada setiap manusia, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Hidup dengan makhluk lain otomatis membuat makhluk hidup harus berkomunikasi. Komunikasi harus dipandang dari dua sudut pandang, yaitu komunikasi dalam pengertian secara umum dan secara paradikmatik.

(33)

tersebut, seperti dalam kalimat “Kita berbagi pikiran”, “Kita mendiskusikan makna”, dan “Kita mengirimkan pesan”. (Mulyana, 2001:41-42)

Komunikasi secara umum dibagi dua, yakni pengertian komunikasi secara etimologis dan secara terminologis. Secara etimologis atau menurut asal katanya,

komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio yang diambil dari kata communis yang artinya sama atau dimaksud dengan sama makna. Maka komunikasi yang dimaksudkan disini akan berlangsung bila ada kesamaan arti diantara dua atau lebih orang yang berkomunikasi. Sedangkan secara terminologis maksudnya adalah komunikasi melibatkan sejumlah orang, dan lebih dikenal dengan sebutan komunikasi manusia atau komunikasi sosial. Disini hanya akan dibahas tentang komunikasi yang hanya terjadi pada manusia-manusia yang bermasyarakat.

(34)

Komunikasi secara paradigmatis mengandung tujuan tertentu baik lisan maupun tulisan, baik langsung maupun melalui media. Tujuan disini maksudnya adalah memberikan informasi, merubah sikap, pendapat, maupun perilaku dari komunikan. Menurut Harold Lasswell cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut; Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ? atau Siapa, Mengatakan Apa, Dengan Saluran Apa, Kepada Siapa, Dengan Pengaruh Bagaimana? Jadi komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Jelasnya, jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang lain kepadanya, maka komunikasi berlangsung. Dengan kata lain, hubungan diantara mereka bersifat komunikatif (Effendy 2004 : 3-4 ).

Selain komunikasi itu dilakukan secara langsung atau dikenal dengan komunikasi tatap muka, komunikasi juga berlangsung dengan menggunakan media, dikenal dengan nama komunikasi massa. Yang dimaksudkan dengan komunikasi massa ialah komunikasi yang menggunakan media massa, baik itu media cetak maupun elektronik.

(35)

Jadi yang diartikan komunikasi massa ialah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak, yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan. Pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televisi dan film, tidak tampak oleh si komunikator. Dengan demikian, maka jelas bahwa komunikasi massa atau komunikasi melalui media massa sifatnya “satu arah” “one way trafic”. Begitu pesan disebarkan oleh komunikator, tidak diketahuinya apakah pesan itu diterima, dimengerti, atau dilakukan oleh komunikan. Seperti halnya wartawan surat kabar, penyiar radio, penyiar televisi, atau sutradara film tidak mengetahui nasib pesan yang disampaikan kepada khalayak itu. Tetapi meskipun demikian akan selalu ada akibat dari pesan yang disampaikan oleh seseorang baik itu secara langsung maupun tidak (melalui media). (Effendy 1992 : 50)

Untuk lebih jelasnya lagi dapat kita paparkan karakteristik komunikasi massa, yaitu: (Effendy 2003: 81-83)

a. Komunikasi massa bersifat umum

Maksudnya adalah pesan yang disampaikan melalui media massa adalah terbuka untuk semua orang. Meskipun pesan komunikasi massa bersifat umum dan terbuka, sama sekali terbuka juga jarang diperoleh, disebabkan faktor yang bersifat paksaan yang timbul karena struktur sosial. Penyiaran terhadap faktor tersebut dapat dilakukan secara resmi sejauh bersangkutan dengan larangan dalam bentuk hukum, terutama yang berhubungan dengan penyiaran ke luar negeri.

b. Komunikan bersifat heterogen

(36)

demikian orang-orang yang tersangkut tadi tidak saling mengenal, berinteraksi secara terbatas, dan tidak terorganisasikan. Komposisi komunikan tersebut tergeser-geser terus-menerus, serta tidak mempunyai kepemimpinan atau perasaan identitas.

c. Media massa menimbulkan keserempakan

Yang dimaksud dengan keserempakan ialah keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah. Radio dan televisi dalam hal ini melebihi media tercetak, karena yang terakhir dibaca pada waktu yang berbeda dan lebih selektif.

d. Hubungan komunikator-komunikan bersifat non-pribadi

Dalam komunikasi massa, hubungan antara komunikator dan komunikan bersifat non-pribadi, karena komunikan yang anonim dicapai oleh orang-orang yang dikenal hanya dalam peranannya yang bersifat umum sebagai komunikator. Sifat non-pribadi ini timbul disebabkan teknologi dari penyebaran yang massal dan sebagian lagi dikarenakan syarat-syarat bagi peranan komunikator yang bersifat umum. Yang terakhir ini, umpamanya mencakup keharusan untuk objektif dan tanpa prasangka dalam memilih dan menanggapi pesan komunikasi yang mempunyai norma-norma penting.

II.3. Opini Publik

(37)

berlandaskan pada norma. Oleh sebab itu masalah kebenaran adalah mutlak karena telah ada ukuran-ukuran untuk menentukan apa kebenaran itu. (Sumarno 1990 : 1, 12)

Opini adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial. Opini tersebut timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang kontroversial yang menimbulkan pendapat berbeda-beda. (Sastropoetro, 1990 : 41)

Opini timbul sebagai suatu jawaban terbuka terhadap suatu persoalan atau isu. Subyek dari suatu opini biasanya adalah masalah baru. Opini berupa reaksi pertama dimana orang mempunyai perasaan ragu-ragu dengan sesuatu yang lain dari kebiasaan, ketidakcocokan dan adanya perubahan penilaian. Unsur-unsur ini mendorong orang untuk saling mempertahankannya. (Djoenarsih 1984 : 31)

Sedangkan perkataan publik melukiskan sekelompok manusia yang berkumpul secara spontan yang memiliki syarat-syarat :

d. Dihadapi oleh suatu persoalan (issue)

e. Berbeda pendapatnya mengenai persoalan ini dan berusaha untuk menanggulangi persoalannya

f. Sebagai akibat keinginan mengadakan diskusi dengan mencari jalan keluar. (Susanto 1985 : 47)

Disini publik masih merupakan bentuk spontan yang tidak berbentuk, yang tidak diorganisasikan. Pokok persoalan dari pembentukan publik demikian ini adalah bahwa mereka menghadapi persoalan, diikat (sementara) oleh persoalan yang minta pemecahan. (Susanto 1985: 48)

(38)

mendiskusikannya dan berusaha untuk mengatasinya. Ketika isu atau opini itu keluar maka jelas sekali bahwa komunikasi yang dilakukan oleh komunikator melalui media menghasilkan efek dan efek komunikasi massa inilah yang dikenal dengan sebutan opini publik. Dan proses munculnya opini ini harus melalui beberapa tahap, yaitu ; efek kognitif, efek afektif, dan efek konatif. (Effendy 2003 : 318-319)

Efek kognitf berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti menjadi mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas. Contoh pesan komunikasi melalui media massa yang menimbulkan efek kognitif antara lain berita, tajuk rencana, artikel dan sebagainya. Efek afektif berkaitan dengan perasaan. Akibat dari pemberitaan di media itu yang akhirnya menimbulkan perasaan tertentu pada khalayak, dan perasaan ini hanya bergejolak didalam hati saja. Dan yang terakhir adalah efek konatif, dimana efek ini berkaitan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang memiliki kecenderungan memunculkan sebuah tindakan atau kegiatan. Efek konatif tidak langsung muncul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan harus melalui efek kognitf dan efek afektif terlebih dulu. Dan opini publik merupakan hasil akhir dari proses tersebut dan masuk pada efek konatif. (Effendy 2003 : 318-319)

Jika kita lihat lebih dalam lagi yang namanya opini publik itu sangat berkaitan erat dengan sikap dari individu, baik secara pribadi maupun kelompok. Dan pada dasarnya yang membentuk opini publik itu adalah sikap pribadi seseorang maupun sikap kelompoknya, karena itu sikap akan ditentukan oleh pengalaman individu dan kelompoknya.

(39)

1. Fakta yang dipakai sebagai titik tolak dari perumusan opini publik, diberi nilai baik oleh masyarakat luas.

2. Dalam penggunaan fakta (Atau keadaan dimana suatu sikap justru diambil karena tidak adanya fakta), orang sampai pada kesimpulan dan kesepsakatan akan tindakan yang harus diambil untuk memecahkan masalah.

Doob menyebut pendapat harus dinyatakan sebagai actual publik opinion. Pendapat harus dinyatakan sebelum dinilai karena segala sesuatu yang belum melalui proses komunikasi masih merupakan proses yang ada pada diri seseorang. Dalam hubungannya dengan hal ini perlu diperhatikan pendapat Irish dan Protho mengenai pendapat yaitu, bahwa pernyataan yang telah mengalami proses komunikasi disebut opinion sedangkan bila perasaan tadi belum dinyatakan, maka ia masih merupakan attitude (sikap). Selanjutnya sebagai unsur ketiga disebutkan bahwa diperluksn adanya issue atau masalah agar sesuatu dapat dinilai sebagai pendapat umum. Issue bahkan harus merupakan issue sosial. (Susanto, 1985)

Suatu pendapat akan menjadi issue apabila ia mengandung unsur memungkinkan pro dan kontra suatu pendapat tentang suatu kejadian yang telah dinyatakan. Dengan sendirinya, pendapat memiliki obyek dan tujuan tertentu dan karena menggandung unsur pro dan kontra maka dengan demikian ia akan menimbulkan adanya pendapat baru yang menyenangkan atau tidak baginya. (Susanto, 1985)

II.4. Televisi dan Berita

(40)

acara-acara dan juga tayangan yang sangat sesuai dengan seleranya masyarakat akan semakin membuat masyarakat semakin menganggap televisi adalah segalanya dan bisa menemani kesendiriannya.

Mengapa bisa demikian? Hal ini disebabkan oleh karena televisi memiliki kelebihan dibandingkan media lainnya yaitu terdiri atas gambar, naskah dan audio/suara (Tebba 2005 : 67-83).

1. Gambar

Gambar merupakan unsure pertama dalam berita televise. Gambar itulah yang menjadi kekuatan berita televise, karena gambar ikut berbicara, bahkan kadang lebih berbicara daripada naskah dan audio. Tetapi gambar berita televise harus memiliki sejumlah unsure agar menarik.

1. Aktualitas.

Maksudnya adlah gambar yang disajikan harus aktual atau baru. 2. Sinkronisasi

Gambar yang ditayangkan harus sesuai dengan naskah berita yang diinformasikan agar sesuai antara naskah dengan gambarnya.

3. Simbolis

Gambar simbolis berarti bukan gambar yang sesungguhnya, tetapi hanya menggambarkan kejadian yang diberitakan. Ini terjadi karena gambar yang sesungguhnya sulit didapat. Sedangkan kalau berita itu sangat penting, maka harus diupayakan untuk tayang. Seperti grafik kenaikan harga atau juga saham.

4. Ilustrasi

(41)

simbolis tidak tersedia. Ilustrasi itu bisa berupa gambar hidup, animasi atau grafik.

5. Dokumentasi

Dokumentasi gambar adakalanya diperlukan kalau peristiwa itu sangat penting, sementara tidak tersedia gambarnya yang aktual, sinkron dan simbolis. Ini juga menunjukkan bahwa berita yang sangat penting harus tayang walaupun tidak tersedia gambar yang aktual, sinkron dan simbolis.

a. Dokumentasi peristiwa, yaitu gambar dokumentasi dari suatu

peristiwa yang sudah pernah ditayangkan dan hendak ditayangkan kembali. Gambar dokumentasi biasanya ditayangkan karena sifat kejadian yang sangat kuat, sehingga kejadiannya sering dikenang dan setiap kali dikenang gambarnya ditayangkan kembali.

b. Dokumentasi simbolis, yaitu gambar dokumentasi yang bersifat simbolis dari berita yang disampaikan. Misalnya berita tentang turun naiknya nilai tukar rupiah terhadap dolar tidak tersedia gambar yang sesuai, maka lalu diberi gambar dokumentasi tempat penukaran uang.

(42)

d. Dokumentasi profil, yaitu dokumentasi gambar seseorang yang tidak sesuai dengan kejadian yang dialami. Misalnya ada artis ditahan polisi karena kasus narkoba atau kasus lain gambarnya ditahanan belum dapat, maka boleh ditayangkan gambarnya yang lain, seperti ketika menyanyi atau lagi akting atau lainnya.

6. Estetika

Gambar berita televisi harus bersifat estetis supaya enak dipandang mata. Estetika itu meliputi komposisi, fokus dan warna. Tetapi estetika gambar berita tidak mutlak. Karena ketika mengambil gambar di medan perang atau bentrokan yang berdarah antara aparat keamanan dengan pengunjuk rasa biasanya tidak sempat memperhatikan unsur estetisnya. Karena dalam hal seperti itu, gambar apapun yang diambil mengenai kejadiannya sudah bagus.

II. Naskah

Unsur kedua dari televisi adalah naskah. Naskah berita televisi sebagaimana naskah berita pada umumnya juga harus memenuhi unsur berita 5W + 1H (what, who, where, why dan how).dilihat dari bentuk penyajiannya naskah berita televisi dibagi atas dua, yaitu naskah reading dan naskah voice over. Naskah reading adalahnaskah berita yang seluruh isinya mulai dari lead sampai tubuhnya dibaca oleh presenter. Dalam bentuk penyajian ini lead berita menyatu dengan tubuhnya.

(43)

orang lain, biasanya reporter atau siapa pun yang suaranya cukup baik. Jadi, kalau menggunakan contoh berita di atas lead dibaca oleh presenter, sedang tubuhnya dibaca oleh orang lain dengan direkam lebih dahulu.

III. Audio atau suara

Untuk terakhir dalam berita televisi adalah audio atau suara. Audio tidak kalah pentingnya dibanding dengan naskah dan gambar. Walaupun suatu berita ada naskah dan gambarnya, namun jika tidak ada bunyi (on), maka bisa jadi berita tersebut tidak jelas maksudnya. Ada dua unsur audio dalam berita televisi, yaitu atmosfir dan narasi.

1. Atmosfir

Atmosfir adalah suatu suasana dari suatu peristiwa yang gambarnya diberitakan.

Suatu atmosfir sangat penting menyertai suatu gambar. Tanpa atmosfir sebuah gambar akan kehilangan ruhnya. Pada prinsipnya setiap gambar yang ditayangkan dan gambar itu mempunyai atmosfir, maka atmosfir itu harus diperdengarkan. Misalnya mengambil gambar perang, dimana banyak pesawat tempur dan tank melepaskan tembakan, maka bunyi atau suara atmosfir ledakan tembakan senjata itu harus diperdengarkan. 2. Narasi

(44)

melaporkan berita harus menguasai teknik artikulasi atau pengucapan kata dan intonasi atau gaya mengucapkan kata-kata dengan baik.

Jelaslah dibenak kita bahwa dalam suatu tayangan yang akan dimunculkan maka harus juga diperhatikan cara penyajian ketiga unsur diatas tadi. Dengan demikian akan terbentuklah tayangan yang baik dan memuaskan bagi penontonnya. Dan akan terasa kurang jika ada unsur-unsur yang kurang dari yang harus diperhatikana itu. Televisi menyajikan berbagai tayangan seperti berita , entertainment, sinetron, film, dll.

Berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa, yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, entah karena ia luar biasa atau entah karena ia mencakup segi-segi human interest, seperti human, emosi dan ketegangan. Namun ada beberapa konsep berita yang dapat dikembangkan yaitu berita itu sebagai laporan tercepat, rekaman fakta-fakta obyektif, interpretasi, sensasi, minat insani, ramalan dan sebagai gambar. (Effendi, 1993 : 131-134). Melalui berita kita dapat mengetahui apa yang terjadi di luar kota, luar pulau dan bahkan kita dapat mengetahui kejadian di luar negeri. Kita juga dapat mengetahui kebijakan-kebijakan apa saja yang dikeluarkan oleh pemerintah yang pastinya akan berkaitan dengan kehidupan rakyatnya.

(45)

Dari situ dapat dikatakan didalam sebuah berita harus ada unsur-unsur tertentu didalamnya yang membuatnya menjadi istimewa.

Hanya peristiwa yang mempunyai ukuran-ukuran tertentu baru dapat disebut sebagai berita. Semakin besar peristiwa dan semakin besar dampak yang ditimbulkannya, lebih memungkinkan dihitung sebagai peristiwa. Dalam kerja media, peristiwa tidak dapat langsung disebut sebagai berita, tetapi dia harus dinilai terlebih dahulu apakah peristiwa tersebut mempunyai nilai berita. Nilai berita tersebut menyediakan standar dan ukuran bagi wartawan sebagai kerja dari praktik jurnalistik sebuah berita yang mempunyai unsur nilai berita paling tinggi memungkinkan untuk ditempatkan dalam headline, sedangkan berita tidak mempunyai unsur nilai berita atau setidaknya tidak berdampak besar akan dibuang. Penentuan nilai berita ini merupakan prosedur pertama bagaimana peristiwa dikonstruksi (Eriyanto, 2002:104). Secara umum berita ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Prominance Nilai berita diukur dari kebesaran peristiwanya. Peristiwa yang diberitakan adalah peristiwa yang dipandang penting. Mis: Kecelakaan yang menewaskan ratusan orang lebih dipandang sebagai berita daripada kecelakaan yang hanya menewaskan satu orang.

(46)

Conflict/Controversi Peristiwa yang mengandung konflik. Misalnya konflik Timor Leste

Unusual Berita yang mengandung peristiwa yang tidak biasa, peristiwa yang jarang terjadi. Misalnya bayi lahir dengan bobot 6 Kg

Proximity Peristiwa yang dekat lebih layak diberitakan dibanding dengan peristiwa yang jauh, baik dari fisik maupun emosional dengan khalayak. Misalnya bencana tsunami 2004 yang terjadi di Aceh akan lebih bernilai bagi warga Aceh yang sedang bermukim di luar negeri daripada orang Indonesia sendiri yang tidak punya saudara di Aceh.

Sumber: Eriyanto, 2002: 106-107

Pada umumnya berita berasal dari peristiwa tetapi tidak semua peristiwa dapat menjadi berita. Bagaimana suatu peristiwa menjadi pemberitaan suatu media dapat menjelaskan isi media tersebut. Dalam studi media ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan isi media (Sudibyo, 2001: 2-4):

1. Pendekatan politik ekonomi (The political-economy approach)

(47)

dominan menguasai pemberitaan. Mengapa media memberitakan dengan cara seperti itu dan mengabaikan cara pemberitaan yang lain? Jawabannya dicari dengan melihat kepentingan ekonomi, kepentingan politik, dan kepentingan modal dibalik sebuah media.

2. Pendekatan Organisasi (Organisasional approach)

Pendekatan ini bertolak belakang dengan pendekatan ekonomi politik. Dalam pendekatan ekonomi politik, isi media diasumsikan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan eksternal diluar diri pengelola media. Pengelola media dipandang bukan sebagai entitas yang aktif, dan ruang lingkup pekerjaan mereka dibatasi berbagai struktur yang mau tidak mau memaksanya untuk memberi fakta dengan cara tertentu. Pengelola media dipandang tidak bisa mengekspresikan pandangan personalnya. Sebaliknya, kekuatan eksternal di luar konteks pengelolaan medialah yang menentukan apa yang seharusnya diwartakan dan diwacanakan.

(48)

dan tidak ditentukan oleh kekuatan di luar media. Media dianggap otonom dan menentukan apa yang boleh dan tidak boleh, apa yang baik atau buruk, dan apa yang layak atau tidak layak untuk diberitakan.

3. Pendekatan Kulturalis (culturalis approach)

Pendekatan ini merupakan gabungan antara pendekatan ekonomi politik dan pendekatan organisasi. Proses produksi berita disini dilihat sebagai mekanisme yang rumit yang melibatkan faktor internal media (ritinitas organisasi media) sekaligus juga faktor eksternal diluar diri media. Mekanisme yang rumit itu ditunjukkan dengan bagaimana perdebatan yang terjadi dalam ruang pemberitaan. Pendekatan kulturalis ini mungkin lebih memadai untuk menjelaskan perkembangan pers pasca Orde Baru ‘Revolusi Mei”, dimana para pengelola media mencoba melepaskan diri dari batasan-batasan yang sebelumnya membelenggu kinerja mereka. Persoalan kemudian, apakah pada perkembangan selanjutnya pers dapat sepenuhnya mempraktekkan ide-ide tentang profesionalisme dan etika jurnalis ideal? Pers telah masuk dalam era industri kapitalisme global, ada sejumlah kompromi yang harus dilakukan dengan kaidah-kaidah pasar. Dengan kata lain, dinamika internal redaksi sebuah media di era pasca-Orde Baru tetap tidak sepenuhnya menjadi entitas otonom, karena ada kekuatan-kekuatan ekonomi yang turut mempengaruhi.

(49)
(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

3.1.1 Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) merupakan fakultas ke sembilan di lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU). Prakarsa pendirian FISIP USU berasal dari beberapa dosen dalam bidang Ilmu Sosial, Administrasi dan Manajemen yang berada di Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum pada tahun 1979. Prakarsa pendirian FISIP USU berasal dari beberapa dosen dalam bidang Ilmu Sosial, Administrasi, dan Manajemen yang berada di Fakultas Ekonomi, dan Fakultas Hukum pada tahun 1979.

Persiapan proposal pendirian dilakukan oleh Drs. M. Adham Nasution, Asma Affan MPA, Dr. AP. Parlindungan, S.H, M.Solly Lubis, S.H dan beberapa dosen lainnya. Berdasarkan proposal tersebut Rektor USU Dr. AP Parlindungan, S.H memperjuangkan agar di USU didirikan FISIP. Pada tahun 1980 mulanya FISIP USU merupakan Jurusan Ilmu Pengetahuan Masyarakat di Fakultas Hukum USU. Para pendiri FISIP ini sepakat untuk mengangkat Drs. M. Adham Nasution sebagai Ketua Jurusan dan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Rektor USU Nomor 1181/PT05/C.80 tertanggal 1 Juli 1980.

(51)

perkuliahan selanjutnya dilaksanakan sore hari di gedung tersebut. Walaupun Jurusan Ilmu Pengetahuan Masyarakat merupakan salah satu jurusan di Fakultas Hukum USU, namun kegiatan perkuliahan dan kegiatan administrasi jurusan tidak dilaksanakan di Fakultas Hukum USU. Kegiatan administrasi dilaksanakan di salah satu ruangan BAAK USU yang sekarang merupakan gedung Fakultas Sastra USU. Selanjutnya pada tanggal 7 April 1983 kegiatan administrasi jurusan dipindahkan ke gedung Biro Rektor yang sekarang merupakan gedung Pusat Komputer. Jurusan Ilmu Pengetahuan Masyarakat merupakan ‘embrio’ (cikal bakal) berdirinya FISIP USU.

Berkat perjuangan dan usaha, yang dilakukan pendiri FISIP USU, maka dua tahun kemudian tahun 1982, keluarlah Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 36 tahun 1982 tanggal 7 September 1982. Dalam Surat Keputusan tersebut dicantumkan Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Sumatera Utara yang merupakan fakultas ke- 9 di USU. Semua mahasiswa yang terdaftar pada Jurusan Ilmu Pengetahuan Masyarakat tersebut menjadi mahasiswa FISIP USU.

(52)

waktu itu mahasiswa yang kuliah di FISIP USU belum dibagi ke dalam jurusan-jurusan, karena ketentuan jurusan yang akan dibuka di FISIP USU belum ada.

Setelah Jurusan Ilmu Pengetahuan Masyarakat Fakultas Hukum USU ditetapkan menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, maka secara otomatis pula Drs. M. Adham Nasution sebagai Ketua Jurusan sudah habis masa jabatannya dan pada FISIP USU yang baru berdiri belum mempunyai Dekan. Dalam rangka pengembangan FISIP USU tersebut, maka dibentuklah satu panitia persiapan pemilihan Dekan FISIP USU dengan Surat Keputusan Rektor USU Nomor 573/PT05/C.82 tertanggal 19 Oktober 1982. tujuan dari pembetukan panitia tersebut adalah untuk memilih Dekan yang akan memimpin FISIP USU. Dalam rapat tersebut dengan suara bulat menyetujui Drs. M. Adham Nasution sebagai Pejabat Sementara Dekan FISIP USU.

Kemudian pada tanggal 1 Maret 1983 terbitlah Surat Keputusan Rektor tentang Pengangkatan saudara Drs. M. Adham Nasution sebagai pejabat Sementara Dekan FISIP USU dengan Nomor 64/PT05/SK/C.83. sedangkan Pejabat Sementara Para Pembantu Dekan yang diangkat sebagai pejabatnya adalah:

1. Pembantu Dekan I : T. Daoed Ahmad, S.H. 2. Pembantu Dekan II : Drs. Haniful Chair Nasution 3. Pembantu Dekan III : Dra. Nurlela Ketaren

Pada Tahun Akademi 1982/1983 jumlah mahasiswa yang diterima pada FISIP USU adalah sebanyak 73 orang.

(53)

Pada bulan Oktober 1983 FISIP USU yang untuk pertama kalinya melantik sebanyak 24 orang sarjana muda dari mahasiswa angkatan 1980/1981. Sedangkan pelantikannya diadakan di Gelanggang Mahasiswa Jalan Universitas Kampus USU Medan.

Sesuai dengan perkembangannya sebagai suatu fakultas, FISIP USU mengusulkan agar dapat membuka beberapa jurusan. Pada tahun 1983 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0535/0/83 tentang jenis dan jumlah Fakultas di lingkungan USU, disebutkan bahwa FISIP USU terdiri dari lima jurusan yaitu:

1. Jurusan Ilmu Administrasi Negara 2. Jurusan Ilmu Komunikasi

3. Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial 4. Jurusan Sosiologi

5. Jurusan Antropologi

Namun demikian, pembukaan kelima jurusan tersebut dilakukan secara bertahap hal ini disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Mengingat juga terbatasnya jumlah tenaga pengajar (dosen) yang ada, dan terbatasnya disiplin ilmu yang dimiliki dosen pada masing-masing jurusan, maka jurusan yang pertama dibuka adalah Jurusan Ilmu Administrasi dan Ilmu Komunikasi.

Bagi mahasiswa angkatan 1980/1981 yang sebelumnya tidak memiliki jurusan sampai semester VI, maka pada semester VII mereka diwajibkan untuk memilih salah satu dari dua jurusan yang ada.

(54)

jumlah mahasiwa yang diterima pada Tahun Akademik 1983/1984 yaitu sebanya 74 orang.

Setelah tiga tahun berdiri yaitu pada tahun 1983 Drs M. Adham Nasution yang sebelumnya adalah sebagai Pejabat Sementara Dekan, diangkat menjadi Dekan FISIP USU yang pertama berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 77121/C.I/83 dengan masa periode 1983-1986.

Pada periode ini Dekan sebagai pimpinan fakultas menunjuk para pembantunya yaitu sebagai berikut:

1. Pembantu Dekan I : Dra. Arnita Zainuddin 2. Pembantu Dekan II : Drs. Haniful Chair Nasution 3. Pembantu Dekan III : Drs. Arifin Siregar

Pada tahun 1983 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 4/K. Tahun 1982 Drs. M. Adham Nasution diangkat sebagai Guru Besar pertama pada FISIP USU.

Melalui Proyek Pengembangan Pendidikan Tinggi (P3T) di USU, maka pada tahun 1984 gedung FISIP USU telah selesai dibangun di Jalan Dr. A. Sofyan No. 1 Kampus USU. Dengan selesainya gedung baru tersebut, maka pada tanggal 18 Agustus 1984 baik itu kegiatan perkuliahan maupun kegiatan administrasi yang menunjang pendidikan dan pengajaran dipindahkan ke gedung baru tersebut.

Pada Tahun Akademik 1984/1985 mahasiswa yang diterima melalui SIPENMARU berjumlah 71 orang pada dua jurusan yaitu Jurusan Ilmu Administrasi dan Jurusan Ilmu Komunikasi.

(55)

nama Suwardi Lubis, Mukti Sitompul, dan Ahmad Daud Siregar. Sedangkan 7 orang dari Jurusan Ilmu Administrasi yaitu atas nama Zakaria, Marlon Sihombing, Ridwan Rangkuti, Rasyudin Ginting, Tunggul Sihombing, Henry Lubis, dan Panca Ria Sembiring. Pelantikan terhadap kesepuluh orang ini diadakan pada 8 Maret1985 di Gedung Perkuliahan FISIP USU.

Jumlah keseluruhan alumni yang dihasilkan FISIP USU pada tahun 1985 adalah sebanyak 36 orang terdiri dari 25 orang Jurusan Ilmu Administrasi dan 11 orang Jurusan Ilmu Komunikasi.

Pada Tahun Akademik 1985/1986, karena kedua jurusan tersebut dianggap sudah mapan, maka pada tahun akademik ini dibuka pula Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial.

Pada Tahun Akademik 1985/1986 FISIP USU melakukan kerjasama dengan Departemen Dalam Negeri yaitu dalam rangka pendidikan lanjutan bagi pegawai Depdagri yang memiliki Ijazah Sarjana Muda sebagai mahasiswa Tugas Belajar untuk mengikuti perkuliahan pada jenjang strata-I atau Sarjana. Pada tahun pertama FISIP USU menerima mahasiswa Tugas Belajar sebanyak 26 orang.

Kemudian pada Tahun Akademik 1986/1987 FISIP USU menambah lagi dua jurusan yaitu Jurusan Sosiologi dan Jurusan Antropologi. Mahasiswa Jurusan Antropologi yang diterima adalah mahasiswa pindahan dari Fakultas Sastra USU berdasarkan Surat Keputusan Rektor USU Nomor 163/PTO5/SK/Q.86 tanggal 14 Mei 1986.

(56)

perkuliahan pada semester VIII, mereka tetap mengikuti perkuliahan di Fakultas Sastra USU sampai selesai pendidikannya.

Pada Tahun Akademik 1986/1987 jumlah mahasiswa yang diterima di FISIP USU sebanyak 375 orang terdiri dari 333 orang mahasiswa Reguler dan 42 orang mahasiswa Tugas Belajar.

Setelah menjalani periode pertama yaitu tahun 1983-1986 sebagai Dekan FISIP USU, maka pada tahun 1986 tersebut Prof. M. Adham Nasution diusulkan kembali menjadi Dekan FISIP USU. Selanjutnya melalui Surat Keputusan Mendikbud Nomor 79511/A.2/C/1986, tanggal 23 Oktober 1986 mengangkat kembali Prof. M. Adham Nasution sebagai Dekan FISIP USU untuk kedua kalinya yaitu periode 1986-1989.

Pada periode ini Dekan sebagai pimpinan Fakultas menunjuk para pembantunya yaitu sebagai berikut:

Pembantu Dekan I : Nurhaina Burhan, S.H Pembantu Dekan II : Drs. Armyn Sipahutar Pembantu Dekan III : Dra. Irmawati Soeprapto

Pada Tahun Akademi 1987/1988 FISIP USU telah memiliki lima jurusan yaitu Ilmu Administrasi, Ilmu Komunikasi, Ilmu Kesejahteraan Sosial, Sosiologi, dan Antropologi.

Jumlah mahasiswa yang diterima pada Tahun Akademik 1987/1988 adalah sebanyak 205 orang. Terdiri dari 161 orang mahasiswa Reguler dan 44 orang mahasiswa Belajar.

Gambar

Tabel 2 Mahasiswa Ilmu Komunikasi
Tabel 3 Mahasiswa  Ilmu Kesejahteraan Sosial
Tabel 9 Penarikan Jumlah Sampel per Jurusan
Tabel 11 Jurusan Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Optimum utilization of any climate prediction products in agriculture will require basic and applied agrometeorological research, including understanding of the

Budaya Lokal yang relevan dengan efektifitas kepemimpinan Tantangan budaya bagi Kepempinan yang efektif Tantangan budaya bagi Kepempinan yang efektif Peran Budaya lokal sebagai

rational strategies for change that are informed by shared values and serve the organization’s vision and purpose. • Strategies are ways of pursuing the vision

Organisational change should be conceptualised in terms of both content and process:. • Process – how change occurs (speed, sequence of activities, decision making and

organizational changes effectively or to contribute to the effective management of change initiatives and programmes in an organization... What managing sustainable

[r]

Our aim is to establish an Education Centre “Save the Children Life” and thus to provide illustrative simulations of different natural disasters using modern digital

[r]