Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
TRANSPOSISI NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR
SEBAGAI PERSIAPAN IMPLAN DENTAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat Guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
Mardi 050600133
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2009
Mardi
Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental
ix + 30 halaman
Transposisi nervus alveolaris inferior adalah suatu prosedur untuk
memindahkan nervus alveolaris inferior dari posisi semula ke posisi yang baru
dengan tujuan menyediakan tinggi tulang yang lebih adekuat untuk pemasangan
implan dan mengurangi resiko cedera syaraf.
Resiko yang selalu mengikuti prosedur bedah ini adalah kerusakan nervus
alveolaris inferior, yang mengakibatkan gangguan neurosensoris kepada nervus
mentalis, yaitu berupa disfungsi sementara maupun permanen yang biasanya
dikeluhkan pasien, yaitu di bibir bawah dan dagu.
Teknik transposisi nervus alveolaris inferior memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan teknik bedah untuk persiapan implan lainnya, yaitu teknik ini
tidak memakan waktu yang lama dan lebih murah bila ditinjau dari segi biaya, namun
kekurangan teknik ini adalah dapat terjadi gangguan sementara maupun permanen
pada nervus alveolaris inferior dan cabang – cabangnya setelah tindakan operasi.
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan Di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 30 Januari 2009
Pembimbing : Tanda Tangan
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 30 januari 2009
TIM PENGUJI
KETUA : Shaukat Oesmani Hasbi, drg., Sp.BM ANGGOTA : 1. Eddy A. Ketaren,drg.,F.I.C.D
2. Indra Basar Siregar, drg.,M.Kes
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis kepada Tuhan Sang Pencipta Alam atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini telah selesai disusun dengan segala keterbatasan dalam rangka memenuhi kebutuhan penulis untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam penulisan skripsi ini, kiranya tidaklah terlalu berlebihan jika penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada orangtua tercinta, Ayahanda Acap dan Ibunda Marlina yang telah mengorbankan segalanya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana kedokteran gigi di Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan.
Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membimbing, mengarahkan serta memberikan dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini, yaitu kepada :
1. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Eddy A. Ketaren, drg., SpBM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi USU.
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
4. Seluruh staf pengajar di FKG USU, khususnya di Departemen Bedah Mulut atas ilmu dan didikan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
5. Saudara-saudaraku : Syanti, Widya, Megawati yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada saya.
6. Adinda yang kusayangi, Ivanna, dan sahabat-sahabatku Jilly, Eko, Haekal, Fernando, Hanri, Edward, dan teman-teman stambuk 2005 lainnya dan segala pihak yang telah memberikan semangat kepada penulis.
Medan, 15 November 2008 Penulis,
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN...
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI...
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR TABEL... ix
BAB 1 : PENDAHULUAN... 1
BAB 2 : NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR 2.1. Anatomi... 3
2.2. Tipe-tipe cedera saraf... 7
BAB 3 : TRANSPOSISI NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR 3.1. Indikasi... 12
3.2. Kontraindikasi... 15
3.3. Keuntungan... 15
3.4. Kerugian... 16
BAB 4 : PROSEDUR PEMBEDAHAN PADA TRANSPOSISI NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR 4.1. Persiapan pembedahan... 17
4.2. Teknik pembedahan... 19
4.3. Perawatan pasca bedah... 24
4.4. Komplikasi... 25
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
1. Anatomi nervus trigeminus... 6
2. Divisi mandibula dari nervus trigeminus... 7
3. Struktur serabut syaraf... 9
4. Klasifikasi cedera syaraf... 9
5. Foto panoramik prabedah... 18
6. Pembuatan flap... 19
7. Osteotomi di sekitar foramen mandibula dan kanalis mandibula... 20
8. Retraksi nervus alveolaris inferior... 21
9. Insersi implan... 22
10. Cangkok tulang setelah implan ditanam... 23
11. Penjahitan. ... 23
12. Gambaran setelah 8 bulan pembedahan... 24
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
BAB 1 PENDAHULUAN
Implan dental telah dikenal sejak tahun 1940. Tipe implan dental di saat itu masih tipe cobalt chrome subperiostal implant. Implan dental terus berkembang, dan pada tahun 1960 dikenalkan titanium blade implant. Pada tahun 1977, Profesor Branemark menemukan implan dental tipe osteointegration (endosseus) yang diyakini mengungguli tipe – tipe implan sebelumnya dikarenakan oleh tingkat keberhasilannya yang tinggi. Oleh karena itu, osteointegrasi implan masih dipakai sampai sekarang ini.1,2
Indikasi dari pemasangan implan dental adalah intoleransi atau ketidakstabilan gigi tiruan dalam rongga mulut yang parah, pencegahan terhadap resopsi linggir pada pasien muda atau di bawah 45 tahun dan resopsi pada satu rahang yang antagonisnya gigi asli dengan prognosis baik, developmental anomalies ( oligodontia dan celah palatum ), trauma yang menyebabkan kehilangan gigi dan jaringan pendukung gigi, kehilangan seluruh gigi pada satu sisi rahang yang sulit ditangani dengan cara yang lain, dan cacat maksilofasial.1
Kontraindikasi dari pemasangan implan adalah pasien dengan penyakit diabetes yang tidak terkontrol, riwayat merokok yang berat, penyinaran rahang sebelum pemasangan implan, kelainan psikologis, resopsi tulang yang parah pada pasien yang menolak prosedur cangkok tulang.2
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
memperbaiki kondisi mulut pasien sebelum dipasangkan implan dental. Teknik-teknik tersebut adalah pencangkokan tulang ( augmentasi maksila / mandibula dan bone graft ) dan pemindahan batang syaraf mandibula ( transposisi nervus alveolaris inferior, atau yang disebut juga dengan lateralisasi atau reposisi nervus alveolaris inferior ).1,2,3,4,5
Transposisi nervus alveolaris inferior pertama kali dikenalkan oleh Jensen dan Nock di tahun 1987. Sejak diperkenalkannya teknik ini, banyak pasien yang sebelumnya kontraindikasi untuk pemasangan implan dental, oleh karena resopsi mandibula yang parah, menjadi dapat dipasangkan implan dental.6
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
BAB 2
NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR
Nervus alveolaris inferior adalah cabang yang terbesar dari divisi poterior dari nervus mandibularis yang menginervasi gigi – geligi dan jaringan pendukungnya di regio mandibula.8
2.1 Anatomi
Nervus mandibularis atau divisi ketiga dari syaraf trigeminus, cabang yang terbesar berasal dari bagian inferior ganglion semilunar ( Gasseri ) yang merupakan syaraf sensoris dan cabang yang kecilnya merupakan syaraf motorik yang sebagian bercampur satu sama lain di bawah ganglion. 8,9
Nervus mandibularis terbagi atas cabang yang kecil anterior dan cabang yang besar posterior. Cabang anterior adalah syaraf motoris utama, kedalamnya hampir seluruh portio yang asli yaitu nervus masentrikus, nervus temporalis profundi, dan nervus pterigoideus eksternus, yang mengandung hanya beberapa serabut yang tidak motoris, yaitu syaraf sensoris sejati muskulus buksinatorius. Cabang anterior ini lebih kecil dari cabang posterior dan mensuplai otot – otot pengunyahan, kulit, membran mukosa pipi, gingiva bukal dan molar rahang bawah. 8,9
Cabang – cabang dari bagian anterior nervus mandibularis ini adalah:8,9
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
bagian lateral dan bawah melalui insisura mandibula ke permukaan medial muskulus masseter dan memberikan satu dan dua hubungan untuk persendian rahang.
b. Nervus temporalis profundi. Nervus ini mula – mula berjalan lateral seperti nervus Massentrikus dan kemudian membelok vertikal ke atas dan akhirnya terpencar beranastomose dengan yang lain dalam muskulus temporalis.
c. Nervus buksinatorius, berjalan ke bawah, ke depan dan ke lateral. Nervus ini berada di antara kedua kepala dari muskulus pterigoideus eksternal yang mana setentang dari dataran oklusal gigi molar dua dan gigi molar tiga mandibula. Nervus ini memberikan cabang – cabangnya melalui muskulus buksinatorius kepada membran mukosa daripada pipi, ke kulit sudut mulut dan kulit yang menutupi muskulus buksinatorius.
Cabang posterior hampir seluruhnya bersifat sensoris hanya sedikit yang membawa serabut motoris. Cabang – cabang bagian posterior nervus mandibularis yaitu:8
a. Nervus aurikulotemporal, muncul agak di bawah foramen oval dari linggir posterior nervus mandibularis. Nervus ini mula – mula berjalan ke belakang dan agak ke bawah permukaan medial muskulus pterigoideus eksternus dan prosesus kondiloideus mandibula di atas arteri maksilaris interna, membelok ( melengkung ) di sekeliling kolum prosesus kondiloideus, mula – mula ke bagian lateral, kemudian ke atas malalui kelenjar parotis atau tertutup oleh kelenjar parotis dan akhirnya menuju bersama – sama dengan arteri temporalis superfisialis, ke atas kulit pelipis.
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
pterigoideus internus dan ramus mandibula sedikit mebelok ke bawah dan ke depan melalui bagian bawah muskulus milopharingeus dan di bawah membrana mukosa dasar mulut, berjalan ke depan di atas muskulus milohioideus dan kelenjar submaksilaris mengelilingi duktus submaksilaris sebelah lateral dan ke bawah berpencar menjadi cabang – cabang terminalnya. Di atas muskulus pterigoideus bergabung dengan khorda timpani yang menghampiri nervus ini dengan membuat sudut yang tajam dari belakang dan atas. Nervus lingualis merupakan serabut – serabut sensoris yang asli dan serabut – serabut perasa ( pengecap ) dari dua pertiga anterior lidah dan juga menginervasi lingual dari mandibula.
c. Nervus alveolaris inferior adalah cabang yang terbesar dari cabang divisi poterior dari syaraf mandibula, mula – mula melalui permukaan medial dari muskulus pterigoideus eksternus dan dari arteri maksilaris interna, kemudian di antara ramus mandibula dan muskulus pterigoideus internus, sedikit membengkok, dan ke bawah menuju ke foramen mandibula kemudian ke bagian depan di dalam kanalis mandibula bersama – sama dengan arteri dan vena, dekat dengan foramen mental, nervus alveolaris inferior terbagi atas nervus mental dan cabang kecil gigi insisivus yang mana berlanjut menyusuri tulang dan ginggiva bagial labial.
Nervus alveolaris inferior mengadakan cabang – cabang:8
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
2. Rami dentalis inferior dan rami gingivalis inferior, yang berjalan di dalam kanalis mandibula yang menginervasi gigi molar, premolar, prosesus alveolaris dan periosteum dan masuk ke tiap – tiap akar gigi yang akhirnya membentuk pleksus dentalis inferior di atas nervus mandibularis.
3. Nervus mentalis, adalah cabang yang terbesar, meninggalkan kanalis mandibula melalui foramen mentalis, ditutupi muskulus triangularis. Nervus ini membelah menjadi rami labialis inferior yang berjalan ke bagian atas untuk kulit dan membrana mukosa bibir bawah.
Gambar 1. Anatomi nervus trigeminus.
Coutsoukis P. The trigeminal nerve. 2007
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
Gambar 2. Divisi mandibula dari nervus trigeminus. Coutsoukis P. The trigeminal nerve. 2007
2.1 Tipe-tipe Cedera Syaraf
< http://www.theodora.com/anatomy/the trigeminal nerve.html>
Sampai saat ini tidak ada sistem klasifikasi yang dapat menggambarkan variasi-variasi dari cedera syaraf. Kebanyakan sistem klasifikasi mengukur derajat cedera syaraf berdasarkan gejala-gejala, patologi, dan prognosis. Di tahun 1943, Seddon memperkenalkan sistem klasifikasi cedera syaraf berdasarkan tiga tipe utama dan menilai ada atau tidak kontinuitas dari syaraf tersebut. Tiga tipe tersebut adalah :10,11
1. Neuropraxis
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
syaraf yang paling ringan. Neuropraxis dapat disebabkan oleh lesi biokimia yang diakibatkan oleh kontusio atau cedera berupa getaran di serabut syaraf. Terjadi kehilangan fungsi syaraf sementara yang reversibel terjadi dalam berjam-jam atau berbulan-bulan ( pada umumnya 6-8 minggu ). Gangguan pada fungsi motorik biasanya lebih banyak dibandingkan dengan fungsi sensorik. Regenerasi spontan terjadi dalam waktu 1 – 4 bulan.
2. Axonotmesis.
Axonotmesis melibatkan kehilangan kontinuitas dari akson dan pembungkus myelin, jaringan ikat syaraf tidak ikut terlibat ( jaringan encapsulating, epineurium dan
perineurium ). Oleh karena kehilangan sambungan akson, degenerasi wallerian terjadi.
Kehilangan kedua fungsi motorik dan sensorik lebih cenderung mengarah ke axonotmesis daripada neuropraxia, dan penyembuhan terjadi hanya melalui regenerasi dari akson, yaitu proses yang memerlukan waktu. Axonotmesis merupakan kerusakan yang lebih hebat daripada neuropraxia. Lesi proksimal dapat tumbuh ke arah distal secepat 2 sampai 3 mm sehari dan lesi distal selambat 1,5 mm sehari. Regenerasi memerlukan waktu beberapa minggu. Penyembuhan terjadi dalam 4-9 bulan.
3. Neurotmesis
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
neurotmesis terdapat kehilangan seluruhnya fungsi motorik, sensorik, dan autonom. Untuk kasus neurotmesis lebih baik menggunakan klasifikasi yang baru, yang lebih lengkap, disebut dengan sistem Sunderland.
Gambar 3. Struktur serabut syaraf.
Jurewicz R. Nerve Injury Classification. 2007 <http://nervestudy.com/topics/nerveinjuryclass.htm>
Gambar 4. Klasifikasi cedera syaraf. Animous. Injury. 2009
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
Klasifikasi cedera syaraf menurut sistem Sunderland adalah :10,11 1. First-degree
Disebut juga neuropraxia, berupa kerusakan pada serabut myelin, hanya terjadi gangguan konduksi syaraf tanpa terjadinya degenerasi Wallerian. Syaraf akan sembuh dalam hitungan hari setelah cedera, atau sampai dengan empat bulan. Penyembuhan akan sempurna tanpa ada masalah motorik dan sensorik.
2. Second-degree
Disebut juga axonotmesis, terjadi diskontinuitas myelin dan aksonal, tidak melibatkan jaringan encapsulating, epineurium dan perineurium, juga akan sembuh sempurna. Bagaimanapun, penyembuhan akan terjadi lebih lambat dari pada cedera
first-degree.
3. Third-degree
Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, dan endoneurium. Cedera juga akan sembuh dengan lambat, tetapi penyembuhannya hanya sebagian. Penyembuhan akan tergantung pada beberapa faktor, seperti semakin rusak syaraf, semakin lemah pula penyembuhan yang terjadi.
4. Fourth-degree
Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, endoneurium, dan perineurium. Cedera derajat ini terjadi bila terdapat skar pada jaringan syaraf, yang menghalangi penyembuhan.
5. Fifth-degree
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 1. Klasifikasi cedera syaraf 11 Derajat cedera
syaraf
Myelin Akson endoneurium perineurium epineurium
I; Neuropraksia +/- tidak tidak tidak tidak
II; Axonotmesis ya ya tidak tidak tidak
III ya ya ya tidak tidak
IV ya ya ya ya tidak
V; Neurotmesis ya ya ya ya ya
Tabel 2. Cedera syaraf, penyembuhan, dan tindakan bedah 11 Derajat cedera
syaraf
Penyembuhan spontan
Waktu penyembuhan Tindakan bedah
First
neupraxia
penuh Berlangsung dalam hitungan hari sampai 4 bulan setelah cedera
Tidak perlu
Second
Axonotmesis
penuh Regenerasi terjadi kira – kira 1 inci per bulan
Tidak perlu
Third parsial Regenerasi terjadi kira – kira 1 inci per bulan
Tidak perlu atau neurolisis
Fourth Tidak ada Setelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira – kira 1 inci per bulan
Tidak ada Setelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira – kira 1 inci per bulan
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
BAB 3
TRANSPOSISI NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR
Transposisi nervus alveolaris inferior adalah suatu prosedur untuk memindahkan nervus alveolaris inferior dari posisi semula ke posisi yang baru dengan tujuan menyediakan tinggi tulang yang lebih adekuat untuk pemasangan implan dan mengurangi resiko cedera syaraf.12
Transposisi nervus alveolaris ini sangat berguna ketika melakukan penanaman implan, sebuah upaya yang membuat setiap posisi di rahang bawah menjadi dapat ditanamkan implan.13
Resiko yang selalu mengikuti prosedur bedah ini adalah kerusakan nervus alveolaris inferior, yang mengakibatkan gangguan neurosensoris kepada nervus mentalis. Oleh karena prosedur bedah tranpsosisi ini dapat dikatakan sedikit sulit, maka sebaiknya dilakukan kepada pasien dalam kondisi teranastesi umum untuk mengeliminasi pergerakan pasien dan mendapatkan akses yang maksimal.13
Transposisi nervus alveolaris inferior juga mengakibatkan kehilangan sensasi dari cabang insisivus. Ini tidak menjadi masalah pada pasien edentulous di regio anterior mandibula, tetapi dapat mengakibatkan beberapa gangguan dan sensasibilitas periodontal gigi yang masih ada di regio anterior mandibula.13
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
selalu terkait dengan tingginya angka kegagalan implan mengarahkan perkembangan teknik transposisi nervus alveolaris inferior yang memungkinkan dipakainya tulang inferior dari kanal mandibula, sehingga didapatkan stabilitas yang lebih besar. Disamping untuk implan yang lebih panjang, transposisi nervus alveolaris inferior juga menyediakan pemakaian implan yang lebih banyak, yang akan meningkatkan kekuatan dari protesa akhir.13
Kesulitan utama di klinik yang berhubungan dengan transposisi nervus alveolaris inferior adalah disfungsi sementara maupun permanen yang biasanya dikeluhkan pasien, yaitu di bibir bawah dan dagu.13
3.1 Indikasi
Transposisi nervus alveolaris inferior diiindikasikan untuk :1,2,3,6,7,12,14,15,16,17 1. Bedah prepostetik
Kerusakan pada syaraf mentalis, karena tekanan dari gigi palsu, dapat terjadi, bila foramen mentalis terletak pada permukaan superfisialis dari puncak alveolar, walaupun sayap gigi palsu sudah dipendekkan. Penyebab paraestesia dari bibir, yang terjadi selama pengunyahan, biasanya mudah untuk didiagnosa. Faktor penyebab dari gejala neuralgia yang hebat dapat tidak terdiagnosa, terutama bila pasien sulit untuk menunjukkan asal rasa sakit. Tekanan digital pada syaraf, dapat memperhebat rasa sakit yang ada.
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
2. Bedah orthognasi
Pada kasus – kasus bedah orthognasi seperti bedah rahang untuk memperbaiki protrusi mandibula, prosedur pembedahan dapat menyebabkan parasthesia di bibir dan di daerah dagu. Untuk mengatasi masalah ini, syaraf di sekitar daerah yang akan dioperasi direposisi selama prosedur pembedahan.
3. Gangguan nervus alveolaris inferior
Reposisi nervus alveolaris inferior dapat digunakan untuk rigid fixation pada fraktur mandibula yang mengakibatkan gangguan pada nervus alveolaris inferior.
4. Neoplasma mandibula
Pada tindakan bedah mengangkat massa neoplasma dari posterior mandibula dapat mengakibatkan terganggunya nervus alveolaris inferior sehingga dapat menimbulkan komplikasi – komplikasi yang berhubungan dengan gangguan syaraf. Transposisi nervus alveolaris inferior sebaiknya dilakukan dalam tindakan bedah ini.
5. Implan dental
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
Transposisi nervus alveolaris inferior untuk keperluan implan diindikasikan untuk kasus – kasus berikut ini:
a. Terdapat kekurangan volume tulang di daerah superior dari nervus alveolaris inferior ( tinggi linggir minimal harus 1-2 mm dari struktur vital seperti sinus maksilaris dan nervus alveolaris inferior ).
b. Atropi mandibula yang parah ( kertinggian corpus mandibula < 8 mm ). c. Keadaan anatomi rongga mulut pasien yang khusus, seperti pada kasus elongasi gigi antagonis.
d. Paranervus implan tidak dapat dilakukan. e. Prosedur lainnya tidak dapat dilakukan.
3.2 Kontraindikasi
Kontraindikasi prosedur transposisi nervus alveolaris inferior adalah :18 a. Gangguan sistem imun.
b. Diabetes melitus yang tidak terkontrol. c. Osteoporosis.
d. Pasien yang sedang menjalani kemoterapi dan radioterapi.
3.3 Keuntungan
Keuntungan transposisi nervus alveolaris inferior adalah :4,7,13,19
a. Insersi implan dapat diperdalam sehingga stabilisasi yang baik pada tulang dapat tercapai.
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
c. Tidak memerlukan anastesi umum.
d. Tidak memerlukan radiografi secara terus – menerus sehingga terhindar dari bahaya radiasi dan biaya radiografi yang mahal.
e. Biaya yang diperlukan lebih sedikit daripada prosedur yang lain.
3.4 Kerugian
Kerugian transposisi nervus alveolaris inferior adalah :4,19,20
a. Resiko terjadi paraesthesia atau hipoesthesia permanen setelah tindakan bedah cukup tinggi.
b. Tindakan bedah ini memerlukan ahli bedah yang berpengalaman dalam melakukan bedah syaraf.
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
BAB 4
PROSEDUR PEMBEDAHAN PADA TRANSPOSISI NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR
Resopsi tulang yang progresif dapat terjadi setelah tindakan pencabutan gigi dan mengakibatkan atropi mandibula yang sedang sampai berat. Dalam keadaan ini, ketinggian tulang menjadi inadekuat pada daerah posterior mandibula sampai foramen mentalis, sehingga sering menghambat prosedur insersi implan. Salah satu pendekatan yang digunakan agar terhindar dari cedera syaraf saat insersi implan adalah dengan mereposisi nervus alveolaris inferior ke lateral dan implan dapat ditanam medial dari syaraf. Reposisi nervus alveolaris inferior meningkatkan jumlah tulang yang tersedia untuk insersi implan sehingga insersi implan dapat diperdalam yang mengakibatkan stabilisasi implan dapat tercapai.12
4.1.1 Persiapan Pembedahan
Sebelum dilakukannya tindakan bedah, evalusai anatomi kanal mandibula dan foramen mentalis pasien harus dilakukan. Beberapa hal harus diperhatikan adalah sebagai berikut:18
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
2. Pada arah vertikal jarak antara kanal ke permukaan dimulai dari foramen mentalis adalah 17 mm dan berkurang sampai 7,3 mm di regio molar, kemudian meningkat kembali di daerah paling posterior.
3. Kanal mempunyai diameter 3.7 mm dan berkurang sampai 2,9 mm di foramen mentalis.
Jalur nervus alveolaris inferior dan posisi dari foramen mentalis di evaluasi secara radiografi, dengan memakai ortopanthommography atau foto panoramik (gambar 5). Kemudian ketebalan tulang dievaluasi, pengukuran ini dibutuhkan untuk menentukan posisi kanal mandibula.18
Gambar 5. Foto panoramik prabedah.
Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition
for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
4.2 Teknik Pembedahan
Prosedur pembedahan pada transposisi nervus alveolaris inferior meliputi:12,17 1. Anastesi
Penyuntikan anastesi lokal dilakukan dengan teknik blok mandibula dan pemberian sedatif intravenous direkomendasikan agar pasien tenang selama prosedur pembedahan.
2. Pembuatan Flap
Flap periosteal dibuat di sekitar daerah foramen mentalis, meliputi daerah anterior dari foramen mentalis dan daerah yang akan dilakukan insersi implan di posterior. Kemudian flap dikuakkan sehingga serabut syaraf yang keluar dari foramen mentalis dapat terlihat (gambar 6).
Gambar 6. Pembuatan Flap.
Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition
for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/
39RevistaATO-Lower alveolar bundle transposition.pdf
3. Pembuangan tulang
>15 Oktober 2008
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
inferior dibuang dengan menggunakan kuret. Osteotomi yang dilakukan haruslah seminimal mungkin, untuk mencegah terjadinya fraktur mandibula. Tulang – tulang yang hancur dikumpulkan dengan bone collector selama osteotomi dilakukan (gambar 7).
Gambar 7. Osteotomi di sekitar foramen mandibula dan kanalis mandibula.
Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition
for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/
39RevistaATO-Lower alveolar bundle transposition.pdf
4. Retraksi syaraf
>15 Oktober 2008
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
retraksi yang minimal dan hanya sekali saja untuk menghindari terjadinya cedera syaraf (gambar 8).
Gambar 8. Retraksi nervus alveolaris inferior.
Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition
for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/
39RevistaATO-Lower alveolar bundle transposition.pdf
5. Insersi Implan
>15 Oktober 2008
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
Gambar 9. Insersi implan.
Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition
for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/
39RevistaATO-Lower alveolar bundle transposition.pdf
6. Cangkok tulang dan pengembalian posisi syaraf
>15 Oktober 2008
Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009
Gambar 10. Cangkok tulang setelah implan ditanam.
Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition
for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/
39RevistaATO-Lower alveolar bundle transposition.pdf
Gambar 11. Penjahitan.
Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition
for implan fixation. 2006 <
>15 Oktober 2008
7. Penjahitan
Mukoperiosteal flap diposisikan kembali kemudian dijahit (gambar 11).
4.1.2 Perawatan Pasca Bedah
Setelah tindakan operasi, pasien kemudian diresepkan obat - obatan antibiotik, anti inflamasi, dan analgesik. Pasien juga diberitahukan bahwa akan terjadi gangguan fungsi syaraf pada regio pembedahan yang akan berlangsung sementara. Parasthesia akibat gangguan fungsi syaraf tersebut dan perkembangannya dievaluasi secara terus – menerus, dan kontrol radiografi untuk memperlihatkan hasil insersi implan terus dilakukan.18
Gambar 12. Gambaran setelah 8 bulan pembedahan.
Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition
Gambar 13. Foto panoramik paska tindakan bedah.
Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition
for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/ 39RevistaATO-Lower alveolar bundle transposition.pdf>15 Oktober 2008
4.1.3 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang telihat pada pasien yaitu:3,4,6,12,16,17 1. Osteomielitis
Osteomielitis dapat terjadi disebabkan oleh kontak langsung antara jaringan dan bakteri pada saat tindakan bedah.
2. Kegagalan implan
3. Gangguan syaraf
Gangguan syaraf yang terjadi dapat berupa paresthesia ( kehilangan sensasi yang bersifat sementara ), hypothesia ( berkurangnya intensitas sensasi yang dirasakan ), atau anasthesia ( sama sekali kehilangan sensasi ) yang sementara maupun permanen.
4. Fraktur mandibula
BAB 5 KESIMPULAN
Transposisi nervus alveolaris inferior mempunyai banyak kegunaan, dapat dilakukan pada kasus – kasus insersi implan, bedah preprostetik ( menurunkan batang syaraf mentalis ), bedah orthognasi ( lower border shaving dan total mandibular subapikal osteotomi ), anastomosis atau memperbaiki gangguan nervus alveolaris inferior, dan pemeliharaan nervus alveolaris inferior pada bedah neoplasma di posterior mandibula.
Ketika resopsi tulang di regio poterior mandibula yang sedang sampai berat terjadi, reposisi nervus alveolaris inferior menambah jumlah tulang yang tersedia untuk insersi implan yang panjang dan mengurangi resiko terjadinya gangguan saraf.
Pada umumnya, pasien yang menjalani transposisi nervus mandibula bersamaan dengan insersi implan mengalami parastesia, tetapi parasthesia ini akan hilang secara spontan.
DAFTAR RUJUKAN
1. Coutthard P, Horrer K, Sloan P, Treaker E, eds. Master dentistry : oral and
maxillofacial surgery, radiology, pathology, dan oral medicine. London :
Churchil Livingstone, 2003 : 90.
2. Dym H, Ogle OE, Wettan HL. Atlas of minor oral surgery. United State of America : W.B. Sounders Company, 2001 : 232.
3. Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE, eds. maxillofacial surgery vol 2nd. London : Churchil Livingstone, 2007 : 1586-7.
4. Peterson LJ, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR, eds. Contemporary cral and
maxillofacial surgery 4th ed. New Delhi : Elsevier, 2003 : 321-41.
5. Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJE. Textbook of general oral and oral
surgery. London : Churchil Livingstone, 2003 : 296-7.
6. Luna AHB, Moraes M. Endosseous implant placement in conjunction with
inferior alveolar nerve transposition : a report of an unusual complication and
surgical management. Brazil:Quintessence Publishing Co, 2008:133-6.
7. Hashemi HM. A modified technique of inferior alveolar nerve repositioning :
result in 11 patients. Iran : Departemen of Oral and Maxillofacial Surgery,
2005:1-4.
8. Grey H. The Trigeminal Nerve. 2008
< http://www.bartleby.com/107/200.html> ( 16 Januari 2009 ).
10. Tavares MP. Neurosurgery. 2005
< http://www.medstudents.com.br/neuroc/neuroc4.htm> ( 15 Oktober 2008). 11. Animous. Nerve Injury Classification. 2007
<http://nervestudy.com/topics/nerveinjuryclass.htm> ( 15 Oktober 2008). 12. Garg AK, Morales MJ. Lateralization of the inferior alveolar nerve with
simultaneous implant placement : surgical techniques. Florida:GARG,
1998:1197-1204.
13. Marrison A, Chiarot M, Kirby S. Mental nerve function after inferior alveolar
nerve transposition for placement of dental implant. Canada:J Can Dent Assoc,
2002:46-50.
14. Zarb GA, Bolender CI, eds. prosthodontic treatment for edentulous patiens 12th
ed. New Delhi : Mosby, 2004 : 234.
15. Hopkins R. Atlas berwarna bedah mulut preprostetik (A colour atlas of
preprosthetic oral surgery). Alih Bahasa. Lilian Yuwono. Jakarta : EGC, 1989 :
72-3.
16. Zoller JE, Neugebouer J. Lateralization of the nervus alveolaris inferior for the
placement of implant in special anatomical situations. Paris:Beauty and Speed,
2004:26-9.
17. Levitt DS. Apicoectomy of an endosseous implant to relieve parasthesia : a case
18. Kubilus R, et al. Traumatic damage to the inferior alveolar nerve sustained in
course of dental implantation : possibility of prevention. Stomatologija:Baltic
Dental and Maxillofacial Journal, 2004:6:106-10.
19. Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition
for implan fixation. <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos
/39RevistaATO-Lower_alveolar bundle_transposition.pdf
20. Pelayo JL, Diago MP, Bowen MP. Intraoperative complications during oral
implanology. Spain:Medicina Oral S, 2008:E239-43.