ANALISA METODE-METODE PERENCANAAN
PERKERASAN STRUKTURAL RUNWAY BANDAR UDARA
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan
Memenuhi Syarat Untuk Menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
MUHAMMAD YUSUF
040404078
BIDANG STUDI TRANSPORTASI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
ABSTRAK
Metode perencanaan perkerasan struktural pada landasan pacu bandar udara yang umum digunakan adalah metode US Corporation Of Engineer yang lebih dikenal dengan metode CBR, metode FAA (Federal Aviation Administration), metode LCN (Load Classification Number) dari Inggris, metode Asphalt Institute dan metode Canadian Departement Of Transportation. Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisa kelebihan dan kekurangan masing-masing metode yang digunakan, sehingga dapat dilakukan suatu evaluasi metode perencanaan perkerasan struktural yang sesuai kebutuhan perencanaan.
Perencanaan untuk lapisan struktural landasan pacu menggunakan metode FAA (Federal Agency Administration), CBR (California Bearing Ratio) dan LCN (Load Classification Number). Berdasarkan hasil analisis dari metode-metode perencanaan struktur perkerasan lentur yang digunakan diperoleh bahwa metode CBR dan FAA memiliki tebal lapisan pondasi bawah yang sama besar, yaitu sebesar 18 cm, sedangkan untuk metode CBR dan LCN memiliki tebal lapisan pondasi yang sama besar, yaitu sebesar 41 cm. Untuk tebal lapisan permukaan yang paling besar dihasilkan dengan menggunakan metode LCN, yaitu sebesar 33 cm.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT, yang
telah memberikan Rahmat dan Inayah-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan tugas akhir ini yang merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk
memperoleh gelar sarjana Teknik dari Universitas Sumatera Utara. Adapun judul
Tugas Akhir ini adalah :
“ANALISA METODE-METODE PERENCANAAN PERKERASAN
STRUKTURAL RUNWAY BANDAR UDARA”
Pada kesempatan ini, dengan rasa yang tulus dan ikhlas penulis menyampaikan
rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada kedua
orang tua penulis yang telah memberikan doa, kasih sayang dan materil yang
senantiasa mengalir tanpa batas selama kuliah dan proses penyelesaian Tugas Akhir
ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku ketua Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc, selaku Kordinator tugas akhir
bidang studi Transportasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Yusandy Aswad, ST, MT, selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu, pikiran dan bimbingan dalam penyelesaian Tugas
5. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, Bapak Irwan Suranta Sembiring, ST, MT dan
Bapak Ir. Joni Harianto, selaku pembanding yang telah memberi kritik, saran
dan masukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
6. Bapak dan Ibu Staf pengajar, yang telah membimbimg dan mendidik selama
masa studi pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
7. Seluruh Pegawai Administrasi ( Bg Amin, Bg Edi, Bg Zul, Bg Budi, Bg Mail,
Bg Nawi, Bg Bandi, Kak Dina, Kak Linche dan pegawai lainnya ) yang telah
memberikan bantuan dan motivasi yang tiada henti bagi saya.
8. Teristimewa, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda L. Nasution dan ibunda M.
Tanjung serta Ibunda R. Tanjung atas seluruh bantuan, dukungan , do’a dan
pengertiannya yang tak terhingga kepada penulis selama ini.
9. Kakak dan adik-adik saya yang sangat saya sayangi ( Kak Laila, Ijah,
Fauziah, Manaf, Karim, Jamal, Tika, Fikri, Halim dan Aini ) serta semua
anggota keluarga dan kerabat yang selalu memberi dukungannya dalam
bentuk do’a dan motivasi selama ini kepada saya.
10.Untuk seluruh keluarga saya di Medan, Uakanda Basyri Nasution, abanganda
Rahmat Saleh Nasution, Bg Akhir, Bang Haris, Kak Mega, Kak Yanti dan
keluarga lainnya yang tak bisa saya sebutkan satu persatu namanya disini.
11.Rekan-rekan saya seperjuangan di Departemen Teknik Sipil khusus angkatan
2004 ( Soleman, Rangga, Ani, Erick, Acha, Amek, Benny 05, Ichal, Indra,
Swadaya 05, Nando, Helmi, Samuel dan rekan-rekan lainnya yang tak bisa
12.Rekan-rekan saya seperjuangan di kampung dan di Gang Taqwa khususnya
Cabank, Syukron, Mila, Dahlia, Yenny, Sobar, Basid, Raja Oloan, Edward
dan yang lainnya atas dukungannya dalam bentuk do’a dan motivasi selama
ini kepada saya.
13.Para abang dan kakak-kakak senior serta adik-adik junior Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
14.Kepada semua pihak yang telah membantu penulisan tugas akhir ini, yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu, saya mengucapkan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan, baik penulisan maupun pembahasan oleh karena
keterbatasan, pengalaman dan refrensi yang dimiliki. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran-saran dan kritik demi perbaikan masa mendatang.
Akhir kata semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya
pada bidang teknik sipil, Wassalam.
Medan, Agustus 2010
Hormat Saya,
DAFTAR ISI
HALAMAN
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... .. x
DAPTAR TABEL...xi
DAPTAR GRAFIK...xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1. Umum ... 1
I.2. Latar Belakang ... 2
I.3. Maksud dan Tujuan ... 3
I.4. Metodologi Pembahasan ... 4
I.5. Sistematika Penulisan ... 4
BAB II STUDI PUSTAKA ... ...7
2.1. Pendahuluan ... ...7
2.2. Fasilitas Pendukung Bandar Udara ... ...9
2.3. Konfigurasi Bandar Udara...13
2.3.1. Landasan Pacu...13
2.3.1.1. Landasan Pacu Tunggal...15
2.3.1.2. Landasan Pacu Pararel...15
2.3.1.3. Landasan Pacu Dua Jalur...15
2.3.1.4. Landasan Pacu yang Berpotongan...16
2.3.2. Landasan Hubung...16
2.3.3. Apron Tunggu...16
2.4. Karakteristik Pesawat Terbang...17
2.5. Geometrik Landasan Pacu...20
2.6. Struktur Perkerasan Landasan Pacu...24
2.6.1. Stuktur Perkerasan Lentur...25
2.6.2. Stuktur Perkerasan Kaku...28
2.7. Sistem Drainase Bandar Udara...28
2.8. Metode-Metode Perencanaan Perkerasan...29
2.8.1. Metode CBR...30
2.8.1.1. Tanah Dasar...30
2.8.1.2. Menentukan Equivalent Single Wheel Load...31
2.8.1.3. Menentukan Pesawat Rencana...31
2.8.1.4. Menentukan Lalu-Lintas Pesawat...31
2.8.1.5. Menentukan Tebal Perkerasan...32
2.8.1.6. Syarat Tebal Minimum Untuk Lapisan...33
2.8.2. Metode Federal Aviation Administration...34
2.8.2.1. Klasifikasi Tanah...34
2.8.2.2. Menentukan Tipe Roda Pendaratan Utama...39
2.8.2.3. Menentukan Pesawat Rencana...41
2.8.2.4. Menentukan Beban Roda Pendaratan Utama...42
2.8.2.5. Menentukan Nilai Ekivalen Keberangkatan Tahunan...42
2.8.2.6. Menentukan Tebal Perkerasan Total...43
2.8.2.8. Material yang Digunakan untuk Perkerasan...49
2.8.3. Metode Perencanaan Perkerasan LCN...50
2.8.3.1. Equivalent Single Wheel Load...51
2.8.3.2. Pesawat Rencana...52
2.8.3.3. Garis Kontak Area Pesawat...52
2.8.3.4. Menentukan Tebal Perkerasan...52
BAB III METODOLOGI...53
3.1. Metode CBR...53
3.1.1. Menentukan Pesawat Rencana...53
3.1.2. Menentukan Lalu-Lintas Pesawat...53
3.1.3. Menentukan Equivalent Single Wheel Load...54
3.1.4. Menentukan Tebal Perkerasan...55
3.2. Metode FAA...56
3.2.1. Menentukan Pesawat Rencana...56
3.2.2. Menentukan Jumlah Keberangkatan Tahunan Pesawa...56
3.2.3. Menentukan Single Gear Departure...57
3.2.4. Menentukan Beban Roda Setiap Pesawat...57
3.2.5. Menentukan Keberangkatan Tahunan Ekivalen...58
3.2.6. Menentukan Tebal Perkerasan...59
3.3. Metode LCN...60
3.3.1. Menentukan Pesawat Rencana...60
3.3.2. Menentukan Equivalent Single Wheel Load...60
3.3.3. Menentukan Garis Kontak Area Pesawat...61
BAB IV ANALISIS……….66
4.1. Data Pesawat Rencana...66
4.2. Data Runway...67
4.3. Kondisi Tanah Dasar...67
4.4. Perencanaan Perkerasan Lentur...67
4.4.1. Perencanaan Perkerasan Lentur dengan Metode CBR...67
4.4.1.1. Menentukan Equivalent Single Wheel Load...68
4.4.1.2. Menghitung Tebal Perkerasan...69
4.4.2. Perencanaan Perkerasan Lentur dengan Metode FAA...76
4.4.2.1. Menentukan Jumlah Keberangkatan Pesawat...76
4.4.2.2. Menentukan Pesawat Rencana...76
4.4.2.3. Menentukan Single Gear Departure...76
4.4.2.4. Menghitung Beban Roda Setiap Pesawat...77
4.4.2.5. Menghitung Beban Roda dari Pesawat Rencana...79
4.4.2.6. Menghitung Keberangkatan Tahunan Ekivalen...79
4.4.2.7. Menentukan Tebal Perkerasan...82
4.4.3. Metode Perencanaan Perkerasan Lentur LCN...92
4.4.3.1. Menentukan Equivalent Single Wheel Load...92
4.4.3.2. Menentukan Garis Kontak Area Pesawat...93
4.4.3.3. Menentukan Tebal Perkerasan...93
4.5. Data Perencanaan Landasan Pacu Pesawat Ringan………...97
4.6. Analisis Lalu Lintas Pesawat Rencana………98
4.6.1. Analisis Lalu-Lintas Pesawat Rencana………....98
4.8. Analisis Keuntungan dan Kerugian dari Metode-Metode...101
4.9. Analisis Persamaan dari Metode-Metode yang Digunakai……...103
4.10. Analisis Perbedaan dari Metode-Metode yang Digunakan…….104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….105
5.1. Kesimpulan……….105
5.2. Saran………...106
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
1.1. Diagram Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir...6
2.1. Diagram sistem penerbangan...10
2.2. Sistem Runway...14
2.3. Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda tunggal...39
2.4. Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda ganda...39
2.5. Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda tandem ganda...40
2.6. Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda ganda dobel...40
3.1. Susunan roda pendaratan utama pada satu sisi konfigurasi...55
3.2. Flowchart Metode CBR………..63
3.3. Flowchart Metode FAA………..64
3.4. Flowchart Metode LCN………..…65
4.1. Susunan roda pendaratan utama pada satu sisi konfigurasi...68
4.2. Potongan Melintang Desain Lapisan perkerasan dengan Metode CBR (CBR tanah dasar 5)...…...71
4.3. Potongan Melintang Desain Lapisan perkerasan dengan Metode CBR (CBR tanah dasar 10)...73
4.4. Potongan Melintang Desain Lapisan perkerasan dengan Metode CBR (CBR tanah dasar 12)...75
4.5. Potongan Melintang Desain Lapisan perkerasan dengan Metode FAA (CBR tanah dasar 5)...84
4.7. Potongan Melintang Desain Lapisan perkerasan dengan Metode FAA
(CBR tanah dasar 12)...90
4.8. Susunan roda pendaratan utama pada satu sisi konfigurasi...91
4.9. Potongan Melintang Desain Lapisan perkerasan dengan Metode LCN (CBR tanah dasar 5; CBR Subbase 10; CBR Base 12 )...96
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN 2.1. Klsifikasi Bandar Udara oleh ICAO...202.2. Tabel kelas pesawat yang berhubungan dengan perencanaan geometrik....20
2.3. Syarat tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan...33
2.4. Syarat tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan...33
2.5. Syarat tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan...34
2.6. Klafifikasi Tanah Dasar untuk perencanaan Perkerasan oleh FAA...36
2.7. Faktor konversi keberangkatan tahunan pesawat menjadi keberangkatan tahunan ekivalen pesawat rencana……….40
2.8. Persentase pengali untuk mendapatkan tebal total perkerasan…………...51
4.1. Data perkiraan pesawat rencana...68
4.2. Tabel Hasil Desain Perkerasan dengan metode CBR (CBR tanah dasar 5)...72
4.3. Tabel Hasil Desain Perkerasan dengan metode CBR (CBR tanah dasar 10)...74
4.5. Data Perkiraan lalu-lintas pesawat...78
4.6. Tabel Angka Keberangkatan yang Telah Dikonversikan...79
4.7. Perhitungan Angka Keberangkatan Tahunan Ekivalen...84
4.8. Tabel Hasil Desain Perkerasan dengan Metode FAA
(CBR tanah dasar 5)...86
4.9. Tabel Hasil Desain Perkerasan dengan Metode FAA
(CBR tanah dasar 10)...89
4.10. Tabel Hasil Desain Perkerasan dengan Metode FAA
(CBR tanah dasar 12)...93
4.11. Tabel Hasil Desain Perkerasan metode LCN
(CBR tanah dasar 5; CBR Subbase 10; CBR Base 12)...99
DAFTAR GRAFIK
GRAFIK HALAMAN
2.1. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...47
2.2. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Ganda...48
2.3. Kurva Perencanaa Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda tandem ganda...49
2.4. Kurva Perencanaa Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Dual Tandem...50
3.1. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...61
3.2. Load Classification Number untuk perencanaan perkerasan flexible...64
3.3. Kurva perencanaan perkerasan flexible...64
4.1. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...84
4.2. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...85
4.3. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...87
4.4. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...88
4.5. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...91
4.6. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...92
4.7. Load Classification Number untuk perencanaan perkerasan flexible...96
ABSTRAK
Metode perencanaan perkerasan struktural pada landasan pacu bandar udara yang umum digunakan adalah metode US Corporation Of Engineer yang lebih dikenal dengan metode CBR, metode FAA (Federal Aviation Administration), metode LCN (Load Classification Number) dari Inggris, metode Asphalt Institute dan metode Canadian Departement Of Transportation. Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisa kelebihan dan kekurangan masing-masing metode yang digunakan, sehingga dapat dilakukan suatu evaluasi metode perencanaan perkerasan struktural yang sesuai kebutuhan perencanaan.
Perencanaan untuk lapisan struktural landasan pacu menggunakan metode FAA (Federal Agency Administration), CBR (California Bearing Ratio) dan LCN (Load Classification Number). Berdasarkan hasil analisis dari metode-metode perencanaan struktur perkerasan lentur yang digunakan diperoleh bahwa metode CBR dan FAA memiliki tebal lapisan pondasi bawah yang sama besar, yaitu sebesar 18 cm, sedangkan untuk metode CBR dan LCN memiliki tebal lapisan pondasi yang sama besar, yaitu sebesar 41 cm. Untuk tebal lapisan permukaan yang paling besar dihasilkan dengan menggunakan metode LCN, yaitu sebesar 33 cm.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Umum
Bandar udara merupakan salah satu infrastruktur penting yang diharapkan
dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Bandar udara berfungsi
sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari transportasi udara ke
transportasi darat atau sebaliknya.
Meningkatkan pergerakan penumpang dan barang diharapkan dapat
menciptakan peningkatan perekonomian. Pertumbuhan lalu-lintas udara secara
langsung berpengaruh menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan
meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi yang dapat menjangkau
daerah-daerah yang jauh atau sulit terjangkau oleh transportasi darat.
Untuk meningkatkan pelayanan transportasi udara, maka perlu dibangun
bandar udara yang mempunyai kualitas baik secara struktural maupun fungsional.
Membangun bandar udara baru maupun peningkatan yang diperlukan sehubungan
dengan penambahan kapasitas penerbangan, tentu akan memerlukan metode efektif
dalam perencanaan agar diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, memenuhi unsur
keselamatan pengguna dan tidak menggangu ekosistem.
Dalam suatu pekerjaan pembangunan bandar udara, yang menjadi penentu
tercapainya keberhasilan pekerjaan salah satunya adalah dari segi perencanaannya.
Oleh karena itu diperlukan tenaga ahli yang mampu membuat perencanaan bandar
I.2 Latar Belakang
Runway merupakan titik perpindahan pergerakan transportasi udara dan
transportasi darat sehingga dapat dikatakan bahwa runway merupakan elemen kunci
infrastruktur bandar udara. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan yang matang
untuk mempertahankan fungsi dari fasilitas bandara tersebut selama umur
rencananya.
Dalam perencanaan runway pada bandar udara, dibutuhkan data-data
mengenai karakteristik suatu pesawat yang akan beroperasi di bandar udara itu, data
pergerakan lalu-lintas pesawat dan kondisi alam serta geografis lokasi bandar udara.
Beberapa metode perencanaan perkerasan struktural yang paling banyak
digunakan meliputi metode US Corporation Of Engineer yang lebih dikenal dengan
metode CBR, metode FAA (Federal Aviation Administration), metode LCN dari
Inggris, metode Asphalt Institute dan metode Canadian Departement Of
Transportation. Akan tetapi tidak semua metode yang ada layak digunakan untuk
setiap kondisi, karena itu perlu dilakukan analisa dan kajian yang seksama mengenai
keuntungan dan kerugian atau akurasi dari masing-masing metode tersebut sesuai
dengan kondisi Indonesia ( Basuki, 1986 ).
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dan ditinjau dalam perencanaan lapangan
terbang antara lain : Tipe pengembangan lingkungan sekitar, kondisi atmosphir,
kemiringan runway, ketinggian altitude, kemudahan untuk mendapat transport darat,
tersedianya tanah untuk pengembangan, adanya lapangan terbang lain, halangan
sekeliling, pertimbangan ekonomis dan tersedianya fasilitas-fasilitas penunjang
I.3 Permasalahan
Tugas akhir ini membahas tentang perencanaan runway bandar udara
Mandailing Natal, dimana titik permasalahannya terletak pada perbedaan kondisi
lapangan yang dapat berupa kondisi keadaan tanah, daya dukung tanah, konfigurasi
roda pendaratan, kontak area pesawat dan jenis tanah yang ditemukan di lapangan.
Berdasarkan perbedaan kondisi diatas maka perlu adanya dilakukan perencanaan
runway yang sesuai menurut kondisi yang ditemukan di lapangan, kemudian mencari
gambaran tentang metode-metode untuk perencanaan runway apabila digunakan
beberapa metode prosedur perencanaan.
I.4 Pembatasan Masalah
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis membatasi masalah pada
perencanaan struktural tebal perkerasan flexible pada landasan pacu khususnya
landasan pacu untuk pesawat ringan. Adapun metode yang digunakan untuk
menentukan tebal perkerasan flexible yaitu metode US Corporation Of Engineers
(metode CBR), metode FAA dan metode ICAO (LCN).
I.5 Maksud dan Tujuan
Tugas akhir ini bermaksud untuk mendapatkan gambaran tentang
metode-metode untuk perencanaan runway apabila digunakan beberapa prosedur
perencanaan dengan menggunakan metode analisa ICAO ( LCN ), metode FAA, dan
metode CBR dalam menentukan perencanaan perkerasan struktural pada suatu
runway.
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisa kelebihan dan
evaluasi metode perencanaan perkerasan struktural yang sesuai kebutuhan, artinya
perlu adanya prakiraan untuk memproyeksikan gabungan pesawat terbang dan tipe
kegiatan penerbangan di suatu bandar udara, disamping itu perlu untuk
mengidentifikasi pesawat terbang yang direncanakan untuk menentukan unsur-unsur
geometrik dan rancangan struktur, tipe dan besarnya fasilitas-fasilitas fisis,
kebutuhan alat bantu navigasi dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan di suatu bandar
udara. Hasil akhir yang diperoleh diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi
aplikasi prosedur perencanaan yang dibahas untuk digunakan sesuai dengan kondisi
lapangan.
Adapun perbedaan tugas akhir ini dengan tugas akhir sebelumnya adalah
menyangkut metode yang digunakan, konfigurasi landasan pacu, CBR rencana,
pesawat yang direncanakan (jenis pesawat rencana) dan aplikasi bandara yang
ditinjau. Untuk aplikasi perhitungan menggunakan contoh data dari lapangan terbang
pada bandar udara Padang Bolak, Tapanuli Selatan. Dimana keberangkatan tahunan
pesawat yang dimaksud disini adalah masih berupa analisa saja, karena belum
beroperasi sepenuhnya (Bandara Madina).
I.6 Metodologi Pembahasan
Dalam penulisan tugas akhir ini, metodologi yang digunakan adalah studi
literatur, dengan mencari bahan-bahan referensi dari buku ajar (Text Book), standar
perencanaan yang relevan, jurnal maupun buku-buku petunjuk teknis yang sesuai
dengan pembahasan penulisan kemudian menganalisa, membandingkan dan menulis
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang : Umum, latar belakang, maksud dan tujuan
penulisan, metodologi pembahasan yang digunakan dan sistematika penulisan.
BAB II. STUDI PUSTAKA
Bab ini meliputi pengambilan teori-teori serta rumus-rumus dari beberapa
sumber bacaan yang mendukung analisis perencanaan. Pada bab ini juga akan
membahas gambaran umum komponen-komponen pada bandar udara dan prosedur
perencanaan perkerasan struktural pada landasan pacu. Adapun prosedur yang
dibahas adalah : Metode analisa ICAO ( LCN ), metode FAA, dan metode CBR.
BAB III. METODOLOGI
Bab ini akan membahas tentang langkah-langkah kerja yang akan dilakukan
dengan cara membahas data-data metodologi perencanaan pada penulisan ini.
BAB IV. ANALISIS
Bab ini berisikan pembahasan hasil perhitungan dari bab metodologi secara
detail dan menganalisa kelebihan serta kelemahan dari masing-masing metode
perencanaan yang digunakan.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan logis berdasarkan analisis data, temuan dan
bukti yang disajikan sebelumnya, kemudian menjadi dasar untuk menyusun suatu
Gambar 1.1 Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir Tujuan
Untuk menganalisis kelebihan dan kekurangan masing-masing metode yang digunakan, sehingga dapat melakukan suatu evaluasi perencanaan perkerasan struktural yang sesuai kebutuhan.
Studi Pustaka
Metodologi Pembahasan yang Digunakan
Menentukan Struktural Perkerasan
Analisis Data
Kesimpulan dan Saran Pesawat Rencana
Metode CBR
Parameter yang digunakan : • ESWL
Parameter yang digunakan : • CBR
• Berat kotor lepas landas pesawat • Ekivalen
keberangkatan tahunan pesawat
Metode LCN
Parameter yang digunakan : • CBR
• ESWL • Menentukan
garis Kontak area
pesawat
Aspek-Aspek yang Perlu Ditinjau dalam Perencanaan Runway • Temperature, ketinggian altitude, kemiringan runway • Kondisi angin permukaan, kondisi permukaan runway • Kondisi atmosphir, pertimbangan halangan sekeliling dll.
Pengumpulan Data
• Lalu lintas pesawat, material yang digunakan • Konfigurasi landasan pacu, keadaan tanah dasar
Pengolahan Data
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan
dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dari campuran aspal
dengan agregat, digelar di atas suatu permukaan material granular mutu tinggi
disebut perkerasan lentur, sedangkan perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton (
Portland Cement Concrete ) disebut perkerasan “Rigid” ( FAA, 2009 ).
Pada struktur perkerasan bekerja muatan roda pesawat terjadi sampai beberapa
juta kali selama periode rencana. Setiap kali muatan ini lewat, terjadi defleksi lapisan
permukaan dan lapisan dibawahnya. Pengulangan beban (repetisi) menyebabkan
terjadinya retakan yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan /kegagalan total.
Perkerasan dibuat dengan tujuan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman
pada segala kondisi cuaca, serta ketebalan dari setiap lapisan harus cukup aman
untuk menjamin bahwa beban pesawat yang bekerja tidak merusak perkerasan
lapisan di bawahnya ( Basuki, 1986 ).
Perkerasan lentur terdiri dari satu lapisan bahan atau lebih yang digolongkan
sebagai lapisan permukaan, lapisan pondasi, dan lapisan pondasi bawah yang terletak
di atas lapisan tanah dasar yang telah dipersiapkan. Lapisan tanah dasar dapat berupa
galian atau timbunan. Lapisan permukaan terdiri dari bahan berbitumen yang
berfungsi untuk memberikan permukaan yang halus yang dapat memikul
beban-beban yang bekerja dan berpengaruh pada lingkungan untuk jangka waktu
operasional tertentu untuk menyebarkan beban yang bekerja kelapisan dibawahnya.
pengikat atau tanpa pengikat yang berfungsi memikul beban yang bekerja dan
menyebarkan ke lapisan-lapisan dibawahnya ( Yoder dan Witczak, 1975 ).
Fungsi perkerasan adalah untuk menyebarkan beban ke tanah dasar dan semakin
besar kemampuan tanah dasar untuk memikul beban, maka tebal lapisan perkerasan
yang dibutuhkan semakin kecil. Karena keseluruhan struktur perkerasan didukung
sepenuhnya oleh tanah dasar, maka identifikasi dan evaluasi terhadap struktur tanah
dasar adalah sangat penting bagi perencanaan tebal perkerasan.
Pada perencanaan perkerasan pada runway, memiliki konsep dasar yang sama
dengan perencanaan perkerasan pada jalan raya, dimana perencanaan berdasarkan
beban yang bekerja dan kekuatan bahan yang digunakan untuk mendukung beban
yang bekerja. Namun, pada aplikasi sesungguhnya, tentu terdapat perbedaan pada
perencanaan perkerasan runway dan jalan raya, yaitu :
1. Jalan raya dirancang untuk kendaraan yang berbobot sekitar 9000 lbs,
sedangkan runway dirancang untuk memikul beban pesawat yang rata-rata
berbobot jauh lebih besar yaitu sekitar 100.000 lbs.
2. Jalan raya direncanakan mampu melayani perulangan beban (repetisi)
1000-2000 truk per harinya. Sedangkan ruway direncanakan untuk melayani
repetisi beban 20.000 sampai 40.000 kali selama umur rencana.
3. Tekanan ban pada kendaran yang bekerja kira-kira 80-90 psi. Sedangkan
pada runway tekanan ban yang bekerja diatasnya adalah mencapai 400 psi.
4. Perkerasan jalan raya mengalami distress yang lebih besar karena beban
bekerja lebih dekat ke tepi lapisan, berbeda pada runway dimana beban
Ada beberapa metode perencanaan perkerasan bandar udara walaupun tidak
terdapat satu metode yang banyak digunakan dan diterima oleh banyak pihak, namun
terdapat beberapa metode yang dapat diajukan. Metode-metode tersebut adalah :
Metode ICAO ( LCN ), metode FAA dan metode CBR.
2.2 Fasilitas Pendukung Bandar Udara
Sebuah bandar udara adalah suatu komponen yang saling berkaitan antara satu
komponen dengan yang lainnya, sehingga analisa dari satu kegiatan tanpa
memperhatikan pengaruhnya terhadap kegiatan yang lain bukan merupakan
pemecahan yang memuaskan.
Sebuah bandar udara melingkupi kegiatan yang sangat luas, yang mempunyai
kebutuhan yang berbeda-beda, bahkan kadang berlawanan, seperi misalnya kegiatan
keamanan yang membatasi sedikit mungkin hubungan antara land side dan air side,
sedangkan kegiatan pelayanan memerlukan sebanyak mungkin pintu terbuka dari
land side ke air side agar pelayanan berjalan lancar.
Sistem bandar udara dibagi dua, yaitu :
1. Sisi darat ( land side )
2. Sisi udara ( air side )
Sistem bandar udara dari sisi darat terdiri dari sistem jalan penghubung (jalan
masuk bandara), lapangan parkir, dan bangunan terminal. Sedangkan sistem bandar
udara dari sisi udara terdiri dari taxiway, holding pad, exit taxiway, runway, terminal
angkasa, dan jalur penerbangan di angkasa ( Horonjeff dan McKelvey, 1993 ).
Dalam sistem lapangan terbang, sifat-sifat kendaraan darat dan kendaraan
udara mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perencanaan bandar udara.
mulai dari keluar rumah sampai ke tempat tujuan, tetapi tidak berpengaruh terhadap
lama waktu perjalanan darat ataupun udara. Dengan alasan lain, jalan masuk menuju
lapangan terbang perlu mendapatkan perhatian dalam pembuatan rancangan bandar
udara. Berikut adalah gambar fasilitas pendukung sistem penerbangan pada bandar
udara :
Gambar 2.1 Diagram sistem penerbangan
Sumber : Sandhyavitri dan Taufik, ( 2005 ).
Beberapa istilah kebandar-udaraan yang perlu diketahui adalah sebagai berikut
( Basuki, 1986;Sandhyavitri dan Taufik, 2005 ) :
• Airport, yaitu area daratan atau air yang secara regular dipergunakan untuk
kegiatan take-off and landing pesawat udara. Diperlengkapi dengan fasilitas
untuk pendaratan, parkir pesawat, perbaikan pesawat, bongkar muat
building untuk mengakomodasi keperluan penumpang dan barang dan
sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi.
• Airfield, yaitu area daratan atau air yang dapat dipergunakan untuk kegiatan
take-off and landing pesawat udara, fasilitas untuk pendaratan, parkir
pesawat, perbaikan pesawat dan terminal building untuk mengakomodasi
keperluan penumpang pesawat.
• Aerodrom, yaitu area tertentu baik di darat maupun di air (meliputi
bangunan sarana dan prasarana, instalasi infrastruktur, dan peralatan
penunjang) yang dipergunakan baik sebagian maupun keseluruhannya
untuk kedatangan, keberangkatan penumpang dan barang, pergerakan
pesawat terbang. Namun aerodrom belum tentu dipergunakan untuk
penerbangan yang terjadwal.
• Aerodrom reference point, yaitu letak geografi suatu aerodrom.
• Landing area, yaitu bagian dari lapangan terbang yang dipergunakan untuk
take off dan landing, tidak termasuk terminal area.
• Landing strip, yaitu bagian yang berbentuk panjang dengan lebar tertentu
yang terdiri atas shoulders dan runway untuk tempat tinggal landas dan
mendarat pesawat terbang.
• Runway (r/w), yaitu bagian memanjang dari sisi darat bandara yang
disiapkan untuk lepas landas dan tempat mendarat pesawat terbang.
• Taxiway (t/w), yaitu bagian sisi darat dari bandara yang dipergunakan
• Apron, yaitu bagian bandara yang dipergunakan oleh pesawat terbang
untuk parkir, menunggu, mengisi bahan bakar, mengangkut dan
membongkar muat barang dan penumpang. Perkerasannya dibangun
berdampingan dengan terminal building.
• Holding apron, yaitu bagian dari bandara yang berada didekat ujung
landasan yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari
semua instrumen dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan juga
untuk tempat menunggu sebelum take off.
• Holding bay, yaitu area diperuntukkan bagi pesawat untuk melewati
pesawat lainnya atau berhenti.
• Terminal Building, yaitu bagian dari bandara yang difungsikan untuk
memenuhi berbagai keperluan penumpang dan barang, mulai dari tempat
pelaporan tiket, imigrasi, penjualan ticket, ruang tunggu, cafetaria,
penjualan souvenir, informasi, komunikasi, dan sebagainya.
• Turning area, yaitu bagian dari area di ujung landasan pacu yang
dipergunakan oleh pesawat untuk berputar sebelum lepas landas.
• Over run (o/r), yaitu bagian dari ujung landasan yang dipergunakan untuk
mengakomodasi keperluan pesawat gagal lepas landas. Over run biasanya
terbagi 2 (dua) : (i) Stop way : bagian over run yang lebarnya sama dengan
runway dengan diberi perkerasan tertentu, dan (ii) Clear way: bagian over
• Fillet, yaitu bagian tambahan dari perkerasan yang disediakan pada
persimpangan runmway atau taxiway untuk menfasilitasi beloknya pesawat
terbang agar tidak tergelincir keluar jalur perkerasan yang ada.
• Shoulders, yaitu bagian tepi perkerasan baik sisi kiri kanan maupun muka
dan belakang runway, taxiway dan apron.
2.3 Konfigurasi Bandar Udara
Konfigurasi bandar udara adalah jumlah dan arah orientasi dari landasan serta
penempatan bangunan terminal termasuk lapangan parkirnya yang relatif terhadap
landasan pacu.
Jumlah landasan bergantung pada volume lalu-lintas dan orientasi landasan,
tergantung pada arah angin dominan yang bertiup, tetapi kadang juga bergantung
pada luas tanah yang tersedia bagi pengembangan. Karena orientasi utama dalam
bandar udara adalah landasan pacu (runway), maka penempatan landasan hubung
(Taxiway) pun harus benar-benar tepat sehingga lokasinya memberi kemudahan
dalam melayani penupang. Orientasi yang paling penting dalam perencanaan bandar
udara adalah: Landasan pacu (Runway, landasan hubung (Taxiway) dan tempat parkir
( Apron ).
2.3.1 Landasan Pacu ( Runway )
Runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oleh pesawat terbang
untuk mendarat (landing) dan melakukan lepas landas (take off). Menurut Horonjeff
(1994), sistem runway terdiri dari terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan
(shoulder), bantal hembusan (blast pad), dan daerah aman runway (runway end
a) Memenuhi persyaratan pemisahan lalu lintas udara.
b) Meminimalisasi gangguan akibat operasional suatu pesawat dengan pesawat
lainnya, serta akibat penundaan pendaratan.
c) Memberikan jarak landas hubung yang sependek mungkin dari daerah
terminal menuju landasan pacu.
d) Memberikan jumlah landasan hubung yang cukup sehingga pesawat yang
mendarat dapat meninggalkan landasan pacu yang secepat mungkin dan
mengikuti rute yang paling pendek ke daerah terminal.
Konfigurasi runway ada bermacam-macam, dan konfigurasi itu biasanya
merupakan kombinasi dari beberapa macam konfigurasi dasar (basic configuration).
Konfigurasi dasar itu adalah :
a) Landasan Pacu Tunggal
b) Landasan Pacu Paralel
c) Landasan Pacu Dua Jalur
d) Landasan Pacu yang Berpotongan
e) Landasan Pacu V-terbuka
Gambar 2.2 Sistem Runway
2.3.1.1 Landasan Pacu Tunggal
Konfigurasi ini merupakan konfigurasi yang paling sederhana. Kapasitas
runway jenis ini dalam kondisi VFR berkisar diantara 50 sampai 100 operasi per jam,
sedangkan dalam kondisi IFR kapasitasnya berkurang menjadi 50 sampai 70 operasi,
tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang dan alat-alat bantu navigasi
yang tersedia.
2.3.1.2 Landasan Pacu Paralel
Kapasitas sistem ini sangat tergantung pada jumlah runway dan jarak
diantaranya. Untuk runway sejajar berjarak rapat, menengah dan renggang
kapasitasnya per jam dapat bervariasi di antara 100 sampai 200 operasi dalam
kondisi-kondisi VFR, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang.
Sedangkan dalam kondisi IFR kapasitas per jam untuk yang berjarak rapat berkisar
di antara 50 sampai 60 operasi, tergantung pada komposisi campuran pesawat
terbang. Untuk runway sejajar yang berjarak menengah kapasitas per jam berkisar
antara 60 sampai 75 operasi dan untuk yang berjarak renggang antara 100 sampai
125 operasi per jam.
2.3.1.3 Landasan Pacu Dua Jalur
Runway dua jalur dapat menampung lalu lintas paling sedikit 70 persen lebih
banyak dari runway tunggal dalam kondisi VFR dan kira-kira 60 persen lebih banyak
dari runway tunggal dalam kondisi IFR.
2.3.1.4 Landasan Pacu yang Berpotongan
Kapasitas runway yang bersilangan sangat tergantung pada letak
persilangannya dan pada cara pengoperasian runway yang disebut strategi (lepas
dan ambang (threshold) pendaratan, kapasitasnya makin rendah. Kapasitas tertinggi
dicapai apabila titik silang terletak dekat dengan ujung lepas landas dan ambang
pendaratan.
2.3.1.5 Landasan Pacu V-terbuka
Runway V terbuka merupakan runway yang arahnya memencar (divergen)
tetapi tidak berpotongan. Strategi yang menghasilkan kapasitas tertinggi adalah
apabila operasi penerbangan dilakukan menjauhi V.
2.3.2 Landasan Hubung
Fungsi utama dari landasan hubung (taxiway) adalah untuk memberikan jalan
masuk dari landasan pacu ke daerah terminal dan hanggar pemeliharaan atau
sebaliknya.
Landasan hubung diatur sedemikian rupa sehingga pesawat yang baru
mendarat tidak mengganggu gerakan pesawat yang sedang bergerak perlahan untuk
lepas landas. Pada bandar udara yang sibuk dimana pesawat yang akan menuju
landasan pacu diduga akan bergerak serentak dalam dua arah, harus disediakan
landasan hubung yang sejajar satu sama lain. Pada bandar udara yang sibuk, landasan
hubung harus terletak di berbagai tempat di sepanjang landasan pacu, sehingga
pesawat yang baru mendarat dapat meninggalkan landasan pacu secepat mungkin
sehingga landasan pacu dapat digunakan oleh pesawat yang lain.
2.3.3 Apron Tunggu (Holding Apron)
Apron tunggu yaitu bagian dari bandar udara yang berada didekat ujung
landasan yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari semua
instrumen dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan juga untuk tempat
Apron tunggu harus dibuat ditempat yang sangat dekat dengan ujung
landasan pacu agar dapat mengadakan pemeriksaan akhir sebelum pesawat
lepas-landas. Apron harus cukup luas, diperhitungkan agar mampu dipakai untuk 2
pesawat terbang yang bisa saling bersimpangan, sehingga apabila pesawat tidak
dapat lepas landas karena adanya kerusakan mesin, maka pesawat lainnya yang siap
lepas landas dapat mendahuluinya. Juga dimungkinkan untuk melakukan
perbaikan-perbaikan kecil pada pesawat yang akan lepas landas. Apron tunggu harus dirancang
untuk dapat menampung dua atau bahkan empat pesawat sekaligus dan menyediakan
tempat yang cukup sehingga pesawat dapat saling mendahului.
2.4 Karakteristik Pesawat Terbang
Sebelum kita merancang sebuah bandar udara lengkap dengan fasilitasnya,
dibutuhkan pengetahuan tentang spesisikasi pesawat terbang secara umum untuk
merencanakan prasarananya.
Pesawat yang digunakan untuk operasional penerbangan mempunyai
kapasitas bervariasi mulai dari 10 hingga 1000 penumpang. Pesawat terbang ”
General Aviation” dikategorikan sebagai pesawat-pesawat terbang berukuran kecil
jika memiliki daya angkut berkisar 50 orang.
Beberapa karakteristik dari penerbangan umum tipikal maupun pesawat
terbang komuter (commuter) jarak pendek, termasuk yang digunakan pada
kepentingan perusahaan. Untuk menyadari bahwa karakter-karakter tersebut, seperti
berat kosong, kapasitas penumpang, dan panjang landasan pacu tidak dapat dibuat
secara tepat dalam pembuatan tabel tersebut karena terdapat banyak faktor yang
dapat mengubah nilai-nilai didalamnya. Ukuran roda pendaratan utama dan tekanan
guna perencanaan lanjut. Karakter yang dijelaskan di atas adalah perlu untuk
perencanaan bandar udara. Berat pesawat terbang memiliki peran penting untuk
menentukan tebal perkerasan landasan pacu, landas hubung, taxiway, dan perkerasan
appron. Bentangan sayap dan dan panjang badan pesawat mempengaruhi ukuran
appron, yang akan mempengaruhi susunan gedung-gedung terminal. Ukuran pesawat
juga menentukan lebar landasan pacu, landas hubung dan jarak antar keduanya, serta
mempengaruhi jari-jari putar yang dibutuhkan saat pesawat akan parkir. Kapasitas
penumpang mempunyai pengaruh penting dalam menentukan pengadaan
fasilitas-fasilitas yang ada di dalam terminal. Panjang landasan pacu mempengaruhi sebagian
besar daerah yang dibutuhkan suatu bandar udara.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik lapangan
terbang adalah :
a) Karakteristik dan ukuran pesawat yang direncanakan akan beroperasi di
bandar udara
b) Perkiraan volume penumpang
c) Kondisi meteorologi (rata-rata temperatur udara maksimum dan rata-rata
kecepatan angin)
d) Elevasi permukaan bandar udara
e) Kondisi lingkungan setempat, misalnya ketinggian gedung-gedung eksisting
Dilihat dari faktor-faktor diatas, maka faktor tersebut hampir sama dengan
parameter dalam menentukan suatu panjang landasan pacu (runway), karena itu
setiap bandar udara harus memiliki data-data tersebut diatas.
Seperti halnya dalam karakteristik kemampuan pesawat yang berpengaruh
langsung terhadap penentuan panjang landasan pesawat dan temperatur yang juga
mempengaruhi panjang landasan, bila suatu temperatut tinggi, maka diperlukan
landasan yang lebih panjang.
Kondisi lingkungan lapangan terbang yang berpengaruh terhadap panjang
landasan pacu (runway) adalah temperatur, angin permukaan, kemiringan landasan
pacu, ketinggian lapangan terbang dari permukaan laut dan kondisi permukaan
landasan. Seberapa jauh hal-hal diatas mempengaruhi panjang landasan pacu, hanya
merupakan pendekatan, namun demikian analisa terhadap hal-hal diatas akan
menguntungkan terhadap perhitungan landasan pacu.
Selanjutnya untuk semua perhitungan panjang landasan pacu dipakai standar
yang disebut ARFL (Aeroplane Reference Field Length), yaitu landasan pacu
minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas, pada kondisi berat landas maksimum
(maximum take off weight), elevasi muka laut, kondisi atmosfer normal, keadaan
tanpa ada angin yang bertiup landasan pacu tanpa kemiringan ( kemiringan = 0 ).
Perbedaan dalam menentukan kebutuhan panjang landasan pacu (runway),
disebabkan oleh faktor-faktor lokal, yang mempengaruhi kemampuan pesawat.
Panjang landasan pacu yang dibutuhkan oleh pesawat sesuai dengan kemampuannya
menurut perhitungan pabrik yang disebutkan ARFL. Maka bila ada suatu landasan
yang dipertanyakan terhadap kemampuan pesawat yang akan mendarat di landasan
2.5 Geometrik Landasan Pacu
International Civil Aviation Organization (ICAO), dan Federal Aviation
Administration (FAA) telah memberikan ketentuan dan kriteria-kriteria dalam
membuat perancangan bandar udara yang meliputi fasilitas-fasilitas yang tersedia,
lebar, kemiringan (gradien), jarak pisah landasan pacu, landsan hubung, dan hal-hal
lainnya yang berhubungan dengan daerah pendaratan yang dipengaruhi oleh variasi
prestasi pesawat, cara penerbang, dan kondisi cuaca. Ketentuan yang diberikan oleh
FAA hampir sama dengan ketentuan yang diberikan oleh ICAO, yang memberikan
keseragaman fasilitas-fasilitas bandar udara yang ada di Amerika Serikat, dan
memberikan pedoman bagi para perencana bandar udara dan operator pesawat
terbang mengenai fasilitas-fasilitas yang harus disediakan pada masa yag akan
datang. Klasifikasi pelabuhan udara oleh ICAO untuk mengadakan penyeragaman
itu ditunjukkan dengan kode A, B, C, D, dan E. Dasar dari pembagian kelas-kelas ini
adalah didasarkan pada pengelompokan panjang runway (landasan pacu) bandara
tersebut saja, tidak berdasarkan pada fungsi dari bandara tersebut.
Tabel 2.1 Klasifikasi Bandar Udara oleh ICAO
Tanda Kode Panjang Runway (ft)
Panjang Runway (m)
A >7.000 >2.133
B 5.000-7.000 1.524-2.133
C 3.000-5.000 914-1.524
D 2.500-3.000 762-914
E 2.000-2.500 610-762
Dimensi pesawat adalah dasar utama dalam perencanaan geometrik bandar
udara. Untuk dimensi yang berhubungan dengan perencanaan runway, pesawat
dikelompokkan berdasarkan dimensinya masing-masing menjadi 4 kelas. Kelas-kelas
ini berdasarkan pada dimensi wings-pan ( lebar sayap), under carriage width (lebar
bagian bawah), wheel-treat atau wheel-base (jarak antara kepala dengan roda dan
roda dengan badan). Masing-masing kelas itu dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :
Tabel 2.2 Tabel kelas pesawat yang berhubungan dengan perencanaan geometrik
Group Jenis-Jenis Pesawat
I B 727-100, B 737-100, B 737-200, DC 9.30, DC. 9-40
II BAC 111 (kebanyakan pesawat-pesawat bermesin 2dan 3)
III DC 8S, B 707, B 720, B 727-200, DC 10, L 10H
IV Jenis pesawat yang lebih besar dari group III
Sumber : Basuki, ( 1986 ).
Elemen-elemen landasan pacu meliputi :
• Perkerasan struktur (structural pavement), berfungsi untuk mendukung beban
yang bekerja pada runway yaitu beban pesawat sehingga mampu melayani
lalu-lintas pesawat.
• Bahu landasan (shoulder), yang terletak berdekatan dengan tepi perkerasan
yang berfungsi untuk menahan erosi akibat hembusan mesin jet dan
menampung peralatan untuk pemeliharaan saat kondisi darurat.
• Bantalan hembusan (blast pad), adalah suatu area yang dirancang khusus
untuk mencegah erosi permukaan pada ujung-ujung landasan pacu akibat
ini ditanami dengan rumput. ICAO menetapkan panjang bantal hembusan
100 kaki, sedangkan FAA menetapkan panjang bantal hembusan harus 100
kaki untuk penggunaan pesawat kelas I, 150 kaki untuk penggunaan pesawat
kelas II, 200 kaki untuk penggunaan pesawat kelas III dan IV dan , dan 400
kaki untuk kelompok rancangan V dan VI.
• Daerah aman untuk landasan pacu (runway safety area) adalah daerah yang
bersih tanpa benda-benda yang mengganggu, dimana terdapat saluran
drainase, memiliki permukaan yang rata, dan mencakup bagian perkerasan,
bahu landasan, bantalan hembusan, dan daerah perhentian, apabila
diperlukan. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung peralatan
pemeliharaan saat keadaan darurat juga harus mampu menjadi tempat aman
bagi pesawat seandainya pesawat keluar dari jalur landasan pacu. ICAO
menetapkan bahwa daerah aman landsan pacu harus lurus sepanjang 275 kaki
dari setiap ujung landasan pacu untuk runway yang menggunakan pesawat
rencana kelas III dan IV, dan untuk seluruh landsan pacu dengan
operasi0operasi instrumentasi. FAA menetapkan bahwa daerah aman landsan
pacu harus memiliki panjang 240 kaki dari ujung landasan pacu untuk
pesawat kecil dan 1000 kaki untuk seluruh rancangan kelas pesawat rencana.
• Perluasan area aman (safety area extended), dibuat apabila dianggap perlu,
yang bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya
kecelakaan yang disebabkan karena pesawat mengalami undershoot ataupun
overuns. Panjang area ini normalnya adalah 800 kaki, tetapi itu bukan suatu
ukuran baku karena bergantung pada kebutuhan lokal dan luas area yang
Menurut ICAO, ada 5 faktor koreksi yang mempengaruhi perencanaan panjang
runway, yaitu :
1. Faktor koreksi ketinggian dari muka air laut ( Altitude of the Airport), kalau
letak pelabuhan udara semakin tinggi dari muka air laut, maka udara semakin
tipis, temperatur semakin kecil, sehingga panjang landasan pacu harus
semakin panjang.
2. Faktor koreksi temperatur, keadaan temperatur di bandar udara pada tiap
tempat tidaklah sama. Makin tinggi temperatur di suatu bandar udara, maka
semakin panjang landasan pacu yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena
semakin tinggi temperatur udara maka semakin kecil density nya, yang
mengakibatkan daya desak pesawat berkurang. Sehingga dituntut panjang
runway yang lebih panjang.
3. Faktor koreksi gradient (kemiringan memanjang), dimana tanjakan pada
landasan akan menyebabkan kebutuhan akan landasan pacu yang lebih panjang
dan pada landasam pacu yang datar. Begitu juga sebaliknya, apabila landasan
menurun maka panjang landasan pacu dapat lebih pendek. Sebagai
standardisasi untuk runway, tiap 1% kenaikan gradien landasan akan
membutuhkan penambahan panjang landasan pacu sebanyak 7% sampai
dengan 10%.
4. Faktor koreksi angin (Surface wind), dimana apabila kondisi arah angin sejajar
dengan arah gerak pesawat maka kebutuhan akan panjang landasan akan
semakin besar, sebaliknya apabila arah angin berlawanan dengan arah gerak
5. Faktor koreksi kondisi permukaan landasan, dimana apabila pada permukaan
landasan pacu terdapat genangan air, maka pada saat pesawat akan mengudara
akan mengalami hambatan kecepatan, sehingga dibutuhkan landasan pacu yang
lebih panjang.
2.6 Struktur Perkerasan Landasan Pacu
Perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih
lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan terpilih. Perkerasan dapat berupa aggregat
bermutu tinggi yang diikat dengan aspal yang disebut perkerasan lentur, atau dapat
juga plat beton yang disebut perkerasan kaku.
Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman
pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setap lapisan harus cukup aman untuk
menjamin bahwa beban pesawat yang bekerja tidak merusak lapisan dibawahnya.
Perkerasan lentur dapat terdiri dari satu lapisan atau lebih yang digolongkan
sebagai permukaan (surface course), lapisan pondasi atas (base course), dan lapisan
pondasi bawah (subbase course) yang terletak di antara pondasi atas dan lapisan
tanah dasar (subgrade) yang telah dipersiapkan.
Lapisan permukaan terdiri dari campuran bahan berbitumen (biasanya aspal)
dan agregat, yang tebalnya bervariasi tergantung dari kebutuhan. Fungsi utamanya
adalah untuk memberikan permukaan yang rata agar lalu-lintas menjadi aman dan
nyaman dan juga untuk memikul beban yang bekerja diatasnya dan meneruskannya
kelapisan yang ada dibawahnya. Lapisan pondasi atas dapat terdiri dari material
berbutir kasar dengan bahan pengikat (misalnya dengan aspal atau semen) atau tanpa
bahan pengikat tetapi menggunakan bahan penguat (misalnya kapur). Lapisan
menyebarkannya ke lapisan yang ada dibawahnya. Lapisan pondasi bawah dapat
terdiri dari batu alam yang dipecahkan terlebih dahulu atau yang alami. Seringkali
digunakan bahan sirtu (batu-pasir) yang diproses terlebih dahulu atau bahan yang
dipilih dari hasil galian di tempat pekerjaan. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak
setiap perkerasan lentur memerlukan lapisan pondasi bawah. Sebaliknya perkerasan
yang tebal dapat terdiri dari beberapa lapisan pondasi bawah.
2.6.1 Stuktur Perkerasan Lentur ( Flexible Pavement )
Menurut Basuki, ( 1986 ) dalam buku ”Merancang Merencanakan Lapangan
Terbang”, perkerasan flexible adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat elastis,
maksudnya adalah perkerasan akan melendut saat diberi pembebanan. Adapun
struktur lapisan perkerasan lentur sebagai berikut :
1. Tanah dasar (Sub Grade)
Tanah dasar (sub grade) pada perencanaan tebal perkerasan akan menentukan
kualitas konstruksi perkerasan sehingga sifat–sifat tanah dasar menentukan kekuatan
dan keawetan konstruksi landasan pacu.
Banyak metode yang dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar,
dari cara yang sederhana sampai kepada cara yang rumit seperti CBR (California
Bearing Ratio), MR (Resilient Modulus), dan K (Modulus Reaksi Tanah Dasar). Di
Indonesia daya dukung tanah dasar untuk kebutuhan perencanaaan tebal lapisan
perkerasan ditentukan dengan menggunakan pemeriksaan CBR.
Penentuan daya dukung tanah dasar berdasarkan evaluasi hasil pemeriksaan
laboratorium tidak dapat mencakup secara detail (tempat demi tempat), sifat – sifat
daya dukung tanah dasar sepanjang suatu bagian jalan. Koreksi–koreksi perlu
disesuaikan dengan kondisi tempat. Koreksi–koreksi semacam ini akan di berikan
pada gambar rencana atau dalam spesifikasi pelaksanaan.
Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu
akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar
air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya,
atau akibat pelaksanaan.
d. Lendutan dan lendutan selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari
macam tanah tertentu.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkanya, yaitu pada tanah berbutir kasar ( Granular Soil ) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.
2. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course) adalah bagian dari konstruksi
perkerasan landasan pacu yang terletak di antara tanah dasar ( Sub Grade ) dan
lapisan pondasi atas ( Base Course ).
Menurut Horonjeff dan McKelvey, ( 1993 ) fungsi lapisan pondasi bawah adalah
a. Bagian dari konstruksi perkerasan yang telah mendukung dan menyebarkan
beban roda ke tanah dasar.
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang murah agar lapisan – lapisan
selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).
c. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapisan pondasi atas.
3. Lapisan Pondasi Atas ( Base Coarse )
Lapisan pondasi atas ( Base Coarse ) adalah bagian dari perkerasan landasan
pacu yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan.
Fungsi lapisan pondasi atas adalah sebagai berikut :
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban lapisan dibawahnya.
b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
c. Bantalan terhadap lapisan pondasi bawah.
4. Lapisan Permukaan ( Surface Course )
Lapisan permukaan (Surface Course) adalah lapisan yang terletak paling atas.
Lapisan ini berfungsi sebagai berikut :
a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai stabilitas
yang tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
b. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke
c. Lapisan aus ( wearing Course ), lapisan yang langsung menderita gesekan
akibat rem kendaraan sehingga mudah nenjadi aus.
d. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga lapisan bawah
yang memikul daya dukung lebih kecil akan menerima beban yang kecil juga.
Penggunaan lapisan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, di
samping itu bahan aspal sendiri memberikan tegangan tarik, yang berarti
mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan
untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan kegunaanya, umur rencana serta
pentahapan konstruksi agar tercapai manfaat yang sebesar – besarnya dari biaya yang
dikeluarkan.
2.6.2 Stuktur Perkerasan Kaku ( Rigid Pavement )
Perkerasan kaku adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat dimana saat
pembebanan berlangsung perkerasan tidak mengalami perubahan bentuk, artinya
perkerasan tetap seperti kondisi semula sebelum pembebanan berlangsung. Sehingga
dengan sifat ini, maka dapat dilihat apakah lapisan permukaan yang terdiri dari plat
beton tersebut akan pecah atau patah. Perkerasan kaku ini biasanya terdiri dua
lapisan yaitu :
a. Lapisan permukaan (surface course) yang dibuat dari plat beton
b. Lapisan pondasi (base course)
Pada perkerasan kaku biasanya dipilih untuk : Ujung landasan, pertemuan
antara landasan pacu dan taxiway, apron dan daerah-daerah lain yang dipakai untuk
parkir pesawat atau daerah-daerah yang mendapat pengaruh panas blast jet dan
2.7 Sistem Drainase Bandar Udara
Sistem drainase adalah aspek yang sangat penting dalam perencanaan bandar
udara. Drainase yang baik akan menjamin dan menjaga umur perkerasan. Drainase
yang kurang baik akan menimbulkan genangan air pada permukaan yang dapat
membahayakan pesawat yang akan melakukan pendaratan dan lepas landas.Fungsi
dari sistem drainase bandar udara adalah sebagai berikut :
a. Mengalirkan dan membuang air permukaan dan bawah tanah yang berasal
dari tanah di sekitar bandar udara.
b. Membuang air permukaan yang berasal dari permukaan bandar udara.
2.8 Metode-Metode Perencanaan Perkerasan
Dalam merencanakan perkerasan suatu landasan pacu, terdapat berbagai
metode-metode yang digunakan untuk mendesain perkerasannya. Pola
penyelesaiannya pun berbeda-beda pula, namun semuanya sama-sama bertujuan
untuk menghasilkan desain perkerasan yang aman dan terjamin.
Beberapa pertimbangan dalam desain perkerasan landasan pacu meliputi :
a. Prosedur pengujian bahan untuk subgrade dan komponen-komponen
lainnya harus akurat dan teliti.
b. Metode yang dipakai harus sudah dapat diterima umum dan sudah
terbukti telah menghasilkan desain perkerasan yang memuaskan.
c. Dapat dipakai untuk mengatasi persoalan-persoalan perkerasan landasan
Adapun beberapa metode yang digunakan untuk merencanakan suatu
perkerasan landasan pacu terurai di bawah ini.
2.8.1 Metode California Division of Highway (CBR )
Pada sejarah singkatnya, metode CBR pertama kali digunakan oleh
California Division of Highway yaitu badan pengembangan jalan milik pemerintah
negara bagian California di Amerika serikat. Metode ini adalah berdasarkan atas
investigasi kekuatan daya dukung tanah dasar. Investigasi ini meliputi 3 jenis utama
kegagalan yang terjadi pada perkerasan, yaitu : (1) pergeseran lateral material pada
lapisan pondasi akibat adanya penyerapan air oleh lapisan perkerasan, (2) penurunan
yang terjadi pada lapisan di bawah perkerasan, dan (3) lendutan yang berlebihan
pada perkerasan akibat adanya beban yang berkerja.
Metode ini bertujuan untuk mendesain suatu perkerasan yang kokoh yang
dibuat dari bahan bahan material yang dipersiapkan. Sehingga untuk memprediksi
karakter atau sifat material yang akan digunakan untuk perkerasan maka pada tahun
1929 diperkenalkan suatu test uji bahan yang disebut test uji CBR (California
Bearing Ratio). Uji CBR dilakukan pada banyak jenis material yang dianggap
representatif terhadap material yang akan digunakan untuk bahan pondasi.
CBR adalah persentase perbandingan antara kuat penetrasi suatu material uji
terhadap kuat penetrasi bahan standar berupa batu pecah yang memiliki CBR 100
persen. Kemudian karena metode ini memiliki prosedur yang sederhana, korps
insinyur dari Angkatan Darat Amerika Serikat mengadopsi metode ini untuk
mendesain perkerasan lapangan udara dan jalan raya untuk kebutuhan yang
Penggunaan metode ini memungkinkan perencanaan untuk menentukan
ketebalan lapisan sub base, base, dan surface yang diperlukan untuk memakai
kurva-kurva desain, dengan prosedur pengujian test terhadap tanah yang sederhana.
2.8.1.1 Tanah Dasar
Sampel tanah dasar untuk pengujian CBR diuji dalam laboratorium untuk
menentukan nilai CBR. Pengujian dilakukan dengan melakukan pemadatan dengan
kadar air tertentu. Dalam penentuan nilai CBR, apabila pada tiap area yang dari
sampel tanah didapat nilai CBR yang berbeda, maka perencanaan tebal perkerasan
ditentukan berbeda-beda sesuai dengan nilai CBR dari tanah pada area tersebut.
2.8.1.2 Menentukan Equivalent Single Wheel Load ( ESWL )
ESWL adalah nilai yang menunjukkan beban roda tunggal yang akan
menghasilkan respon dari struktur perkerasan pada satu titik tertentu di dalam
struktur perkerasan,dimana besarnya sama dengan beban yang dipikul pada titik roda
pendaratan. Dalam penentuan nilai ESWL biasanya prosedur perhitungannya
berdasarkan tegangan vertikal, lendutan dan regangan.
2.8.1.3 Menentukan Pesawat Rencana
Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang
beroperasi dan besar MSTOW (Maksimum Structural Take Off Weight) dan data
jumlah keberangkatan tiap jenis pesawat yang berangkat tersebut. Lalu dipilih jenis
pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar. Pemilihan pesawat
rencana ini pada dasarnya bukanlah berasumsi harus berbobot paling besar, tetapi
Pesawat rencana kemudian ditetapkan sebagai pesawat yang membutuhkan
tebal perkerasan yang paling besar dan tidak perlu pesawat yang paling besar yang
beroperasi di dalam bandara.
2.8.1.4 Menentukan Lalu-Lintas Pesawat
Pada metode CBR, jumlah total repetisi beban pesawat rencana yang telah
dihitung dalam bentuk ESWL selama umur rencana digunakan untuk menghitung
tebal perkerasan total. Total repetisi pesawat rencana tersebut mencakup data
keberangkatan dan kedatangan pesawat rencana. Dari data yang diperoleh maka
dapat ditentukan jumlah lintasan pesawat tahunan yang direncanakan dengan cara
mengalikan jumlah penerbangan setiap minggunya dalam satu tahun.
2.8.1.5 Menentukan Tebal Perkerasan
Metode ini dikembangkan berdasarkan teori yang telah diteliti dan
pendekatan empiris. Untuk mendapatkan tebal perkerasan total, metode ini
memberikan persamaan sebagai berikut :
t =
dimana : t = Tebal perkerasan yang dibutuhkan (inci)
P = Beban pesawat yang dipikul roda ( pound)
Penelaahan yang baru dilakukan baru-baru ini terhadap perkerasan yang
menerima beban mewakili beban poros roda pendaratan utama pesawat berat dengan
susunan banyak roda menunjukkan bahwa tebal perkerasan yang terdapat pada
pengulangan-pengulangan beban yang lebih besar adalah kurang memadai. Oleh
karenanya persamaan di atas diperbaharui lagi menjadi :
t =
(
)
dimana : t = Ketebalan perkerasan yang dibutuhkan (inci)
P = Beban yang dipikul oleh roda setelah dihitung ESWL.
C = Faktor repetisi beban
P = Tekanan Udara pada Roda ( psi )
2.8.1.6 Syarat Tebal Minimum Untuk Lapisan Pondasi dan Permukaan
• Pembebanan Berat
Tabel 2.3 Syarat Tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan
Traffic Area
Tebal Minimum (in)
Base ( CBR 100) Base (CBR 80)
Permukaan Base Total Permukaan Base Total
Tabel 2.4 Syarat Tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan
Traffic Area
Tebal Minimum (in)
Base ( CBR 100) Base (CBR 80)
Permukaan Base Total Permukaan Base Total
A
Tabel 2.5 Syarat tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan
Traffic Area
Tebal Minimum (in)
Base ( CBR 100) Base (CBR 80)
Permukaan Base Total Permukaan Base Total B
2.8.2 Metode Federal Aviation Administration (FAA, 2009)
Metode perencanaan FAA yang dibahas pada bab ini adalah metode
perencanaan yang mengacu pada standar perencanaan perkerasan FAA Advisory
Circular (AC) 150/5320-6E (FAA, 2009). Metode ini adalah pengembangan
perencanaan perkerasan berdasarkan metode CBR.
2.8.2.1 Klasifikasi Tanah
Metode yang dikembangkan oleh Federal Aviation Administration (FAA) ini
pada dasarnya menggunakan statistik perbandingan kondisi lokal dari tanah, sistem
drainase dan cara pembebanan untuk berbagai tingkah laku beban. Klasifikasi tanah
a) Butiran yang tertahan pada saringan no. 10.
b) Butiran yang lewat saringan no. 10 tetapi ditahan no. 40.
c) Butiran yang lewat saringan no. 40 tetapi tertahan saringan no. 200.
d) Butiran yang lewat saringan no. 200.
e) Liquid Limit.
f) Plasticity Index.
Klasifikasi tanah diatas hanya membutuhkan analisa mekanis (analisa
saringan) serta penentuan liquid limit dan plasticity index. Namun untuk
menentukan baik buruknya jenis tanah kita tidak hanya mendasarkan kepada analisa
laboratorium, tetapi memerlukan penelitian di lapangan terutama yang berhubungan
dengan drainase, kemampuan melewatkan air permukaan.
Drainase yang jelek akan menghasilkan subgrade yang tidak stabil, dengan
sistem drainase yang baik, maka akan menghindarkan subgrade dari genangan air,
topografi, jenis tanah, dan muka air tanah akan berpengaruh pada sistem drainase di
lapangan. Drainase yang jelek akan menghasilkan subgrade yang labil, dengan
sistem drainase yang baik maka menghindarkan subgrade dari genangan air dan akan
menjaga kestabilan subgrade.
FAA telah membuat klasifikasi tanah, untuk perencanaan perkerasan yang
dibagi dalam 13 kelas dari E1 sampai E13. Klasifikasi ini diambil dari Airport
Paving FAA, Advisory Circular, adalah sebagai berikut :
• Group E1
Adalah jenis tanah yang mempunyai gradasi tanah yang baik, kasar,
negara-negara beriklim dingin tanah grup E1 tidak terpengaruh oleh salju yang
merugikan, biasanya terdiri dari pasir bergradasi baik, kerikil tanpa
butiran-butiran halus.
• Group E2
Jenis tanah mirip dengan grup E1, tetapi kandungan pasirnya lebih sedikit,
dan mungkin mengandung presentase lumpur dan tanah liat yang lebih banyak.
Tanah dalam kelas ini bisa menjadi tidak stabil apabila sistem drainasenya
tidak baik.
• Group E3 dan E4
Terdiri dari tanah yang berbutir halus, tanah berpasir dengan gradasi lebih jelek
dibanding dengan grup E1 dan E2. Grup ini terdiri dari pasir berbutir halus
tanpa daya kohesi, atau tanah liat berpasir dengan kualitas pengikatan mulai
Tabel 2.6 Klafifikasi Tanah Dasar untuk Perencanaan Perkerasan oleh FAA
% Bahan lebih kecil dari saringan no. 10
E13 TANAH GAMBUT, TIDAK BISA DIGUNAKAN
Sumber : Basuki, ( 1986 ).
Terdiri dari tanah yang bergradasi yang jelek, dengan kandungan lumpur dan
tanah liat campuran lebih dari 35% tetapi kurang dari 45%, dengan plastisitas
index antara 10-15.
• Group E6
Terdiri dari lumpur yang berpasir dengan index plastisitas yang sangat rendah.
Jenis ini relatif stabil bila kering atau pada moisture content rendah.
Stabilitasnya akan kurang bahkan hilang dan menjadi sangat lembek dalam
keadaan basah, maka sangat sukar dipadatkan kecuali jika moiture content nya
betul-betul dikontrol dengan sangat teliti sesuai kebutuhan.
• Group E7
Termasuk didalamnya tanah liat berlumpur, tanah liat berpasir, pasir berlempung
dan lumpur berlempung, mempunyai rentang konsitensi kaku sampai lunak
ketika kering dan plastis ketika basah.
• Group E8
Mirip dengan E7, tetapi pada liquid limit yang lebih tinggi akan menghasilkan
derajat pemampatan yang lebih besar, pengembangan pengerutan dan stabilitas
yang lebih rendah dibawah kondisi kelembaban yang kurang menguntungkan.
• Group E9
Terdiri dari campuran lumpur dan tanah liat sangat elastis dan sangat sulit