• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Kreditur dalam Penyelesaian Sengketa atas Kredit Macet yang Terjadi pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (Studi pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk cabang Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Kreditur dalam Penyelesaian Sengketa atas Kredit Macet yang Terjadi pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (Studi pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk cabang Medan)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN KREDITUR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ATAS KREDIT MACET YANG

TERJADI PADA PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH

(Studi pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk cabang Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi

Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Disusun Oleh:

Annisa Lokita Lubis 060200023

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Dagang

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN KREDITUR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ATAS KREDIT MACET YANG

TERJADI PADA PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH

(Studi pada PT. Bank Mandiri cabang Medan) SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Disusun Oleh: Annisa Lokita Lubis

060200023

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Dagang

Disetujui oleh,

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

NIP. 196204211988031004 Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, dan kemudahan yang telah dilimpahkannya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Kreditur dalam Penyelesaian Sengketa atas Kredit Macet yang Terjadi pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (studi pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk cabang Medan)”. Salawat dan salam semoga selalu tercurah pada Nabi Muhammad SAW beserta ahlibaitnya yang suci.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan akademik untuk menyelesaikan program studi Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

1. Bapak Prof. Dr. Runtung S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Dosen Pembimbing I;

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan I; 3. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., DFM, selaku Pembantu Dekan II; 4. Bapak M. Husni, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III;

5. Bapak Prof. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Ketua Departemen Hukum Perdata sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I;

6. Bapak Zulkarnain Mahfudz, S.H., C.N. selaku Dosen Pembimbing II; 7. Ibu Puspa Melati, SH, M. Hum, selaku Ketua Program Kekhususan

Hukum Dagang;

8. Pak Sunarto Ady Wibowo, S.H., M.Hum, selaku dosen wali penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh dosen beserta Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya dan membantu Penulis selama menjalani perkuliahan;

10.Instansi terkait, dalam hal ini PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk cabang Medan yaitu pada para pegawai di bagian Consumer Loans dan dari bagian Collection.

(5)

12.Sahabat dan teman – teman di kampus, Putri ‘Putput’ Hafwany Pasaribu SH., Nina ‘Niwa’ Wanda Hasibuan, Dina ‘Cuit cuit’ Kristina Sitepu SH., Khairuna ‘Uunnana’ Malik Hasibuan SH., Lesly ‘LesCi’ Saviera SH., serta sahabat dan teman – teman seperjuangan di kos 418 jamin ginting, Rizka ‘KaBong’ Mauliyan Pulungan, SH., Netti ‘Chiz Ochiz’ Octris Pratiwi, Nur Sari ‘Wi’ Dewi Marpaung, dan teman – teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

13.BTM Aladdinsyah, S.H., yang pernah jadi tempat paling menyenangkan selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan telah mengenalkan penulis dengan beragam pribadi menarik di dalamnya, terutama teman – teman pengurus masa periode 2007 – 2008.

14. Teman – teman Mahasiswa / i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara angkatan 2006 : Muhammad ‘wak’ Heru, Inda Dian, Herman Chandra ‘Hace’, SH., Maria Afriyanti Pasaribu, Dea Laura, Nina Wanda Hasibuan, Ayu Nasution, SH., dan teman – teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu bersama – sama berbagi semangat untuk menyelesaikan skripsi.

15.Senior dan junior Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang juga selalu memberikan semangat kepada penulis.

(6)

Mengingat bahwa sifat ilmu pengetahuan adalah dinamis dan akan terus mengalami perkembangan, sementara skripsi ini tidak dapat dikatakan sempurna maka Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan sebelumnya Penulis memohon maaf bilamana terdapat kekurangan dan kesalahan lain yang tidak berkenan di hati.

Akhir kata Penulis mendoakan semoga Allah SWT memberikan kelancaran dalam menjalankan hidup dikemudian hari. Harapan Penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada khususnya dan Masyarakat pada umumnya.

Medan, Mei 2010

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

ABSTRAK ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 4

D. Keaslian Penulisan ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 5

F. Metode Penelitian ... 12

(8)

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK DAN KREDIT PERBANKAN

A. Bank

1. Pengertian Bank...15

2. Asas, Fungsi, dan Tujuan Bank...17

3. Jenis – jenis Bank...19

B. Kredit 1. Pengertian Kredit Perbankan...26

2. Tujuan dan Fungsi Kredit Perbankan...29

3. Dasar – dasar Pemberian Kredit Perbankan...32

4. Penggolongan Kredit Bank...38

5. Klausula dalam Perjanjian Kredit Bank...40

BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI KREDIT PEMILIKAN RUMAH A.Pengertian Kredit Pemilikan Rumah...48

B.Jenis Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah...49

C.Persyaratan Kredit Pemilikan Rumah...55

(9)

BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP KREDITUR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ATAS KREDIT MACET YANG TERJADI PADA PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH

A.Kebijakan Pengawasan Kredit...69

B.Sebab – sebab Timbulnya Kredit Macet...72

C.Tindakan Hukum Penyelematan dan Penyelesaian Kredit Macet...83

D.Perlindungan Terhadap Kreditur dalam Penyelesaian Sengketa Kredit Macet yang Terjadi pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah...90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...105

B. Saran...107

DAFTAR PUSTAKA...x

(10)

ABSTRAK

Kebutuhan akan rumah merupakan kebutuhan pokok hidup manusial, akan tetapi memiliki rumah bukanlah hal yang mudah. Mengingat harganya yang semakin melambung tinggi, banyak masyarakat yang kesulitan memperoleh rumah. Terutama masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah. Bank sebagai lembaga pembiayaan membantu pemerintah mengurangi kesulitan ekonomi masyarakat berkaitan dengan masalah tersebut. Bank memberikan Kredit Pemilikan Rumah yang dapat digunakan untuk membeli rumah dengan berhutang pada bank. Terbukti kredit tersebut cukup efektif membantu masyarakat. Namun pada praktiknya, perjalanan kredit ini tidak selalu lancar. Pada hakikatnya masyarakat yang meminjam pada bank adalah yang ekonominya lemah, mungkin saja pada suatu waktu terjadi bencana atau hal – hal di luar perkiraan yang menyebabkan mereka tidak dapat membayar kembali hutangnya pada bank. Maka akan terjadi sengketa yang disebut kredit macet. Bank tentunya sudah memprediksi akan timbulnya keadaan seperti ini, bagaimana bank mempersiapkan dirinya untuk menghadapi keadaan demikian? Upaya apa yang dapat dilakukan bank untuk mengusahakan pinjamannya kembali?

Penulisan skripsi ini menggunakan metode gabungan antara metode penelitian hukum normatif yang mempergunakan sumber data sekunder, yaitu dari peraturan perundang – undangan yang berhubungan, buku – buku yang berkaitan, serta buku – buku yang memuat pendapat para sarjana hukum dan metode penelitian hukum empiris yang memperoleh data dari sumber data primer, yaitu wawancara dan penelitian yang dilakukan di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk cabang Medan.

(11)

ABSTRAK

Kebutuhan akan rumah merupakan kebutuhan pokok hidup manusial, akan tetapi memiliki rumah bukanlah hal yang mudah. Mengingat harganya yang semakin melambung tinggi, banyak masyarakat yang kesulitan memperoleh rumah. Terutama masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah. Bank sebagai lembaga pembiayaan membantu pemerintah mengurangi kesulitan ekonomi masyarakat berkaitan dengan masalah tersebut. Bank memberikan Kredit Pemilikan Rumah yang dapat digunakan untuk membeli rumah dengan berhutang pada bank. Terbukti kredit tersebut cukup efektif membantu masyarakat. Namun pada praktiknya, perjalanan kredit ini tidak selalu lancar. Pada hakikatnya masyarakat yang meminjam pada bank adalah yang ekonominya lemah, mungkin saja pada suatu waktu terjadi bencana atau hal – hal di luar perkiraan yang menyebabkan mereka tidak dapat membayar kembali hutangnya pada bank. Maka akan terjadi sengketa yang disebut kredit macet. Bank tentunya sudah memprediksi akan timbulnya keadaan seperti ini, bagaimana bank mempersiapkan dirinya untuk menghadapi keadaan demikian? Upaya apa yang dapat dilakukan bank untuk mengusahakan pinjamannya kembali?

Penulisan skripsi ini menggunakan metode gabungan antara metode penelitian hukum normatif yang mempergunakan sumber data sekunder, yaitu dari peraturan perundang – undangan yang berhubungan, buku – buku yang berkaitan, serta buku – buku yang memuat pendapat para sarjana hukum dan metode penelitian hukum empiris yang memperoleh data dari sumber data primer, yaitu wawancara dan penelitian yang dilakukan di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk cabang Medan.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang komunitas terkecil manusia, yaitu keluarga. Namun seiring kemajuan teknologi, perkembangan ekonomi, dan pertambahan manusia itu sendiri, lahan untuk perumahan semakin berkurang. Berkurangnya lahan bagi perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Membangun ataupun membeli rumah memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang cukup, walaupun kebutuhannya akan rumah sudah cukup mendesak.

Secara prinsip, pembelian rumah bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu secara tunai maupun secara kredit. Siapa pun bisa mendapatkan rumah secara tunai bila memiliki uang yang nilainya sama dengan harga rumah yang diinginkan. Misal, bila harga rumah tunai beserta tanah dan bangunan rumah adalah Rp 210 juta, maka rumah tersebut bisa dibayar tunai bila mempunyai uang tunai sebesar Rp 210 juta ditambah biaya – biaya yang timbul untuk jual beli. Tetapi, masyarakat tingkat ekonomi menengah ke bawah seringkali tidak memiliki uang tunai sebesar itu. Jumlah uang cash yang mereka punya mungkin hanya sebesar 50%, 40%, dan bahkan hanya 30%.

(13)

bersama – sama oleh pemerintah maupun rakyatnya. Karena bila semakin banyak rakyat tak berumah, tentunya akan menambah kawasan kumuh di negara ini. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, maka pemerintah melalui lembaga perbankan membantu rakyatnya, terutama golongan ekonomi lemah, untuk mendapatkan rumah. Dengan bantuan tersebut, diharapkan dapat mengurangi kawasan kumuh sebagai akibat kesulitan mendapatkan rumah, sekaligus meningkatkan pembangunan negeri ini.

Bank sebagai lembaga keuangan negara, menjalankan fungsinya membantu pemerintah meningkatkan pembangunan melalui layanan kredit yang berkenaan dengan permasalahan di atas. Kredit konsumsi ini, oleh bank diberikan untuk membiayai barang – barang kebutuhan atau konsumsi tahan lama seperti rumah dan kendaraan. Dalam kasus ini, kredit konsumsi dimaksud, dikenal dengan KPR atau Kredit Pemilikan Rumah. Kredit Pemilikan Rumah atau KPR bank adalah solusi yang sangat diharapkan bagi sebagian besar masyarakat. Dimana kredit tersebut telah terbukti membantu rakyat mendapatkan rumah lebih mudah dari sebelumnya. Dewasa ini, KPR berkembang dengan banyak jenisnya, dan permintaannya yang semakin meningkat.

(14)

lapisan dan tingkat kehidupan, yang dapat meresahkan masyarakat, bahkan merusak sendi perekonomian suatu negara. Bisa dibayangkan jika terjadi kredit macet yang cukup besar, maka bank tersebut akan lumpuh bahkan terancam tidak mampu memenuhi semua kewajiban keuangannya apabila karena perusahaan dilikuidasi (insolvable) dan tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya, terutama kewajiban jangka pendeknya (illiquid), karena sebagian besar dana masyarakat yang dititipkan pada bank, tertahan di tangan para debitur bank1. Karena itu, kredit macet bagi dunia perbankan merupakan penyakit berbahaya yang dapat membuat lumpuhnya suatu bank.

Untuk itu, dalam menyalurkan kreditnya, bank juga melakukan penelitian atas peminjamnya. Para calon debitur diwajibkan mengisi formulir tertentu yang diajukan bank sekaligus memenuhi persyaratannya. Kemudian bank akan mempertimbangkan mengenai beberapa hal, termasuk kesanggupan calon debitur untuk membayar kembali pinjamannya. Meskipun demikian, masalah kredit macet bukan masalah yang mudah dielakkan. Maka diperlukan suatu pengaturan mengenai perlindungan terhadap bank selaku kreditur atas kasus kredit macet pada perjanjian kreditnya.

Mengacu pada permasalahan tersebut di atas, maka penulis mencoba untuk mengangkat dan menuangkannya dalam skripsi berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Kreditur dalam Penyelesaian Sengketa atas Kredit Macet yang terjadi pada Perjajian Kredit Pemilikan Rumah”.

(15)

B. Perumusan Masalah

1. Upaya – upaya apa yang dapat dilakukan bank untuk mengatasi kredit macet yang akan timbul pada kredit pemilikan rumah?

2. Bagaimana bank melakukan analisis terhadap permohonan kredit pemilikan rumah yang diajukan?

3. Bagaimana perlindungan terhadap kreditur atas sengketa kredit macet yang terjadi pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah atau KPR?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian yaitu :

1. Untuk mengetahui upaya – upaya yang dapat dilakukan bank untuk mengatasi kredit macet yang akan timbul pada kredit pemilikan rumah. 2. Untuk mengetahui analisis yang dilakukan bank terhadap permohonan

kredit pemilikan rumah yang diajukan.

3. Untuk mengetahui perlindungan terhadap kreditur atas sengketa kredit macet yang terjadi pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah atau KPR?

Manfaat penelitian dari penulisan skripsi ini antara lain :

1. Secara teoretis :

a. Mengetahui mengenai perjanjian Kredit Pemilikan Rumah.

(16)

c. Mangetahui pengaturan perlindungan pada bank selaku kreditur atas penyelesaian kredit macet pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. d. Memperkaya dan menambah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum

pada umumnya, dan bidang hukum perbankan khususnya.

2. Manfaat secara praktis yaitu agar dalam praktiknya, dapat bermanfaat dalam mencari solusi penyelesaian kredit macet bank. Terutama mengenai perlindungan terhadap bank selaku kreditur dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah atau KPR.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan atas ide, gagasan, dan pemikiran penulis sendiri. Pemilihan judu l diambil berdasarkan beberapa penulisan ilmiah oleh mahasiswa / i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun belum ada judul yang sama dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Kreditur atas Penyelesaian Sengketa Kredit Macet pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah.”

E. Tinjauan Kepustakaan

Mengupas tentang perjanjian kredit, sepatutnya dipahami terlebih dahulu pengertian tentang perjanjian pada umumnya. Pengertian tentang perjanjian seperti dikemukakan oleh beberapa pakar di bawah ini :

(17)

“suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal."2

“perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.”

Wirjono Projodikoro :

3

Subekti mengatakan bahwa, dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam. Sebagaimana diatur oleh KUH Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769.

Pasal 1313 KUH Perdata, memberikan rumusan sebagai berikut :

“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Dari perumusan Pasal 1313 KUH Perdata, dapat disimpulkan bahwa perjanjian atau persetujuan dalam pasal tersebut adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian melahirkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disamping sumber lainnya, yaitu undang – undang.

Terhadap perjanjian kredit terdapat beberapa pandangan, yaitu :

4

Mirip dengan pendapat Subekti adalah pendapat Marhais Abdul Hay5

2

Subekti. 1984, Hukum Perjanjian. Jakarta : Intermasa, hlm 1.

3

Wirjono Projodikoro. 1993. Asas-Asas Hukum Perjanjian. Bandung : Sumur, hlm 9.

4

Subekti. 1982. Jaminan – Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia. Bandung : Alumni, hlm 3.

5

Marhais Abdul Hay. 1975. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung : Pradnya Paramita, hlm 67.

(18)

Mariam Darus Badrulzaman6

Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Djuhaendah Hasan

tidak sependapat dengan Subekti dan Marhais Abdul Hay, karena berdasarkan kenyataan perjanjian kredit itu memiliki identitas sendiri yang berbeda dengan perjanjian pinjam uang.

7

Perbedaan antara perjanjian pinjam meminjam dengan perjanjian kredit terletak pada beberapa hal, antara lain

yang menyatakan perjanjian kredit tidak tepat dikuasai oleh ketentuan bab XIII buku III KUH Perdata, sebab antara perjanjian pinjam meminjam dengan perjanjian kredit terdapat beberapa perbedaan.

8

1. Perjanjian kredit selalu bertujuan, dan tujuan tersebut biasanya berkaitan dengan program pembangunan. Biasanya dalam pemberian kredit sudah ditentukan tujuan penggunaan uang yang akan diterima tersebut, sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam tidak ada ketentuan tersebut, dan debitur dapat menggunakan uangnya secara bebas.

:

2. Dalam perjanjian kredit, sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah bank atau lembaga pembiayaan dan tidak dimungkinkan diberikan oleh individu. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, pemberian pinjaman dapat oleh individu.

3. Pengaturan yang berlaku bagi perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. Bagi perjanjian pinjam meminjam, berlaku ketentuan

6

Mariam Darus Badrulzaman. 1983. Perjanjian Kredit Bank. Bandung : Alumni, hlm 11.

7

(19)

umum dari buku III bab XIII KUH Perdata. Sedangkan bagi perjanjian kredit, akan berlaku ketentuan dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Paket Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Ekonomi terutama Bidang Perbankan, Surat Edaran Bank Indonesia ( SEBI ) dan sebagainya.

4. Pada perjanjian kredit, telah ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman harus disertai bunga, imbalan, atau pembagian hasil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, hanya berupa bunga saja dan bunga ini pun baru ada jika diperjanjikan.

5. Pada perjanjian kredit, bank harus mempunyai keyakinan akan kemampuan debitur untuk melakukan pengembalian kredit yang diformulasikan dalam bentuk jaminan, baik materiil, maupun immateriil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, jaminan merupakan pengamanan bagi kepastian perlunasan hutang, dan ini pun ada apabila diperjanjikan, juga jaminan itu hanya merupakan jaminan secara fisik atau materiil saja.

Pendapat lain dikemukakan oleh Sutan Remy Sjahdeini9

a. Sifat konsensual dari suatu perjajian kredit merupakan ciri pertama yang membedakannya dari perjanjian pinjam meminjam uang yang bersifat riil. Perjanjian kredit adalah perjanjian loan of money menurut hukum Inggris , yaitu bahwa perjanjian kredit bukanlah perjanjian riil seperti halnya perjanjian pinjam meminjam. Perjanjian kredit mempunyai ciri – ciri yang berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. Ciri – ciri pembeda itu adalah :

9

(20)

yang dapat bersifat riil maupun konsensual, tetapi bukan perjanjian peminjaman uang menurut hukum Indonesia yang bersifat riil. Bagi perjanjian kredit, yang jelas – jelas mencantumkan syarat – syarat tangguh, tidak dapat dibantah lagi bahwa perjanjian itu merupakan perjanjian yang konsensual sifatnya. Setelah perjanjian kredit ditandatangani oleh bank dan nasabah debitur, nasabah debitur belum berhak menggunakan atau melakukan penarikan kredit. Atau sebaliknya, setelah ditandatangani kredit oleh kedua belah pihak, belumlah menimbulkan kewajiban bagi bank untuk menyediakan kredit sebagaimana yang diperjanjikan. Hak nasabah debitur untuk dapat menarik atau kewajiban bank untuk menyediakan kredit, masih bergantung pada terpenuhinya semua syarat yang ditentukan di dalam perjanjian kredit. b. Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur tidak dapat

(21)

pinjam meminjam atau perjanjian pinjam mengganti. Oleh karena itu, pada perjanjian kredit bank, tidak berlaku ketentuan – ketentuan ke XIII buku III KUH Perdata.

c. Yang membedakan perjanjian kredit bank dari perjanjian peminjaman uang adalah mengenai syarat cara penggunaanya. Kredit bank hanya dapat digunakan menurut cara tertentu, yaitu dengan menggunakan Cek atau perintah pemindahbukuan. Cara lai hampir dapat dikatakn tidak mungkin atau tidak diperbolehkan. Pada perjanjian peminjaman uang biasa, uang yang dipinjamkan diserahkan seluruhnya oleh kreditur ke dalam kekuasaan mutlak nasabah debitur. Kredit selalu diberikan dalam bentuk rekening koran yang penarikan dan penggunaannya selalu berada dalam pengawasan bank.

Selanjutnya, Remy Sjahdeini menyimpulkan bahwa perjanjian kredit memiliki pengertian secara khusus, yakni :

“perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, yang mewajibkan nasabah – nasabah debitur untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.”10

Dari pengertian perjanjian kredit di atas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian kredit merupakan kesepakatan yang dibuat antara bank selaku kreditur dengan nasabah selaku debitur mengenai pinjaman dana untuk dijadikan modal dalam suatu usaha yang akan dijalankan debitur, dengan pengembalian dana tersebut pada waktunya yang ditentukan disertai bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha debitur.

10

(22)

Dalam praktiknya, perjanjian kredit ini disetujui oleh bank hanya berdasarkan kepercayaan bahwa debitur akan segera melunasi utangnya pada waktunya tertentu yang telah ditentukan. Oleh karena itu, bank sebelum menyepakati suatu perjanjian kredit harus memiliki keyakinan mengenai kesanggupan, kemampuan, dan kemauan debitur untuk melunasi utangnya. untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha debitur. Namun sekalipun bank telah melakukan penilaian yang ketat terhadap para calon debiturnya, kredit yang diberikan selalu mengandung risiko.

Risiko yang mungkin akan dihadapi, terutama oleh pihak perbankan selaku kreditur adalah apa yang biasa sdikenal dengan istilah kredit macet. Yakni suatu keadaan dimana seorang nasabah atau debitur tidak mampu membayar lunas kredit bank pada waktunya11

. Keadaan yang demikian dalam hukum perdata disebut wanprestasi atau ingkar janji. Sebagaimana telah diketahui bahwa kredit merupakan perjanjian pinjam uang, maka debitur yang tidak dapat membayar lunas utangnya setelah jangka waktunya habis, adalah wanprestasi.

(23)

lama akan semakin bertambah besar. Sedangkan bagi bank, dampaknya lebih serius karena selain dana yang disalurkan untuk kredit berasal dari masyarakat, kredit macet juga mengakibatkan bank kekurangan dana sehingga mempengaruhi kegiatan usaha bank. Bank yang terganggu kesehatannya, akan sulit melayani permintaan nasabah, seperti permohonan kredit, penarikan tebungan, dan deposito. Keadaan yang demikian akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bank hingga manjadi berkurang. Bahkan bukannya tidak mungkin izin usaha bank dicabut pemerintah dan dilikuidasi.

F. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, jenis penelitiannya adalah penelitian hukum normatif dan empiris. Penelitian hukum normatif didapat dari kajian terhadap peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan permasalahan. Sedangkan penelitian hukum empiris merupakan bahan – bahan yang dikumpulkan melalui wawancara.

(24)

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab yang masing – masing bab permasalahannya diuraikan tersendiri dalam beberapa sub bab yang lebih kecil. Namun masing – masing pembahasan saling berkaitan antara satu dan lainnya, sehingga mencerminkan keutuhan materi skripsi ini dengan gambaran sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dibahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK DAN KREDIT PERBANKAN

Pada bab ini, diuraikan lagi mengenai bank, yaitu mengenai pengertian bank, asas, fungsi, dan tujuan bank, serta jenis – jenis bank, juga diuraikan mengenai kredit, yaitu pengertian kredit perbankan, tujuan dan fungsi kredit perbankan, dasar – dasar pemberian kredit bank, penggolongan kredit bank, klausula dalam perjanjian kredit bank, serta penjelasan mengenai perjanjian kredit bank.

BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI KREDIT PEMILIKAN RUMAH

(25)

BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP KREDITUR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ATAS KREDIT MACET YANG TERJADI PADA PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH

Disini akan diuraikan mengenai kebijakan pengawasan kredit, sebab – sebab timbulnya kredit macet, tindakan hukum penyelamatan dan penyelesaian kredit macet, dan perlindungan terhadap kreditur atas sengketa yang terjadi pada perjanjian kredit pemilikan rumah.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(26)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK DAN KREDIT PERBANKAN

A. Bank

1. Pengertian Bank

Bank merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank. Peranan bank adalah menghimpun dan menyalurkan dana dari dan ke masyarakat (sebagai lembaga intermediary). Peran sebagai penghimpun dana, dilakukan bank dengan melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank. Peran sebagai penyalur dana dilakukan bank dengan melayani masyarakat yang membutuhkan pinjaman uang dari bank, misalnya untuk keperluan modal usaha, keperluan pembangunan, dan keperluan-keperluan lainnya. Dalam pembicaraan sehari – hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan, dan deposito.

Istilah bank berasal dari kata Italia Banco yang artinya bangku. Bangku inilah yang digunakan oleh banker untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku kemudian berkembang dan populer menjadi bank.

(27)

pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.

Kamus besar Bahasa Indonesia merumuskan bank sebagai usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

Pengertian lainnya, yaitu dari kamus istilah hukum Fockema Andrea menyatakan yang dimaksud dengan bank ialah “suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada pihak ketiga. Berhubung dengan adanya cek yang hanya dapat diberikan kepada bankir sebagai tertarik, maka bank dalam arti luas adalah orang atau lembaga yang dalam pekerjaannya secara teratur menyediakan uang untuk pihak ketiga.”12

“badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada pihak – pihak yang membutuhkan dalam bentuk kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”

Menurut Hermansyah pada dasarnya bank adalah :

13

12

Hermansyah, 2008. Hukum Perbankan Nasional Indonesia, edisi revisi, Jakarta : Kencana, hal. 8.

13

Ibid. hal 8.

(28)

Dari pengertian di atas, terlihat bahwa usaha bank lebih terarah tidak semata – mata memutar uang untuk mencari keuntungan perusahaan, tetapi undang – undang menghendaki agar taraf hidup rakyat dapat ditingkatkan. Hal ini merupakan salah satu tanggung jawab bank dalam rangka mewujudkan cita – cita negara kita untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari – hari, bank tidak boleh terlepas dari kegiatan pembangunan. Setiap kegiatan bank harus berhasil – guna bagi kepentingan masyarakat.

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara, dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Dapat dikatakan bahwa sistem perbankan adalah suatu sistem yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara, dan proses melaksanakan kegiatan usahanya secara keseluruhan.

2. Asas, Fungsi, dan Tujuan Bank

(29)

menjalankan kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas dan wewenangnya masing – masing secara cermat, teliti, dan professional, sehingga memperoleh kepercayaan dari masyarakat.15

Pasal 3 Undang – undang Perbankan No. 7 Tahun 1992, merumuskan mengenai fungsi perbankan, yaitu bahwa fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

Selain itu, bank dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya, harus selalu mematuhi seluruh peraturan perundang – undangan yang berlaku secara konsisten, dengan didasari oleh itikad baik.

16

Perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang strategis dan tidak semata – mata berorientasi ekonomi, tetapi juga berorientasi pada hal – hal yang nonekonomis seperti masalah menyangkut stabilitas nasional yang mencakup antara lain stabilitas politik dan stabilitas sosial. Pasal 4 Undang – undang Perbankan menyebutkan “perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.” Artinya bahwa bank tidak cukup hanya menjalankan kegiatannya saja, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, tetapi juga mempunyai tujuan yang jelas demi kepentingan pembangunan nasional. Meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan stabilitas nasional

Hal ini mencerminkan fungsi bank sebagai perantara pihak – pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak – pihak yang kekurangan dan memerlukan dana.

15

Gatot Supramono, 1995. Perbankan dan Masalah Kredit suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta : Djambatan, hal. 2.

16

(30)

merupakan sasaran perbankan dalam melakukan kegiatan sebagaimana fungsinya tersebut di atas.

Keberhasilan perbankan dalam memainkan peranannya dalam pembangunan nasional tentu akan dapat mewujudkan kehidupan rakyat yang lebih baik dari sebelumnya.

3. Jenis – jenis Bank

Praktik perbankan di Indonesia saat ini yang diatur oleh Undang – undang Perbankan, memiliki beberapa jenis bank. Adapun jenis bank dewasa ini dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain segi fungsinya, segi bentuk badan usaha, segi kepemilikannya, segi status, segi cara menentukan harga, dan segi menurut target pasar.

1. Jenis bank dilihat dari segi fungsinya

Menurut Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskan oleh Undang – undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, maka jenis perbankan terdiri dari 2 jenis, yaitu :

a. Bank Umum

(31)

dapat dilakukan di seluruh wilayah. Bank umum lebih dikenal dengan istilah bank komersial (commercial bank).

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank perkreditan rakyat merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya, kegiatan BPR jauh lebih sempit dibandingkan kegiatan bank umum. Kegiatan BPR hanya meliputi kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana saja, bahkan dalam menghimpun dana BPR dilarang menerima simpanan giro. Begitu pula dalam hal jangkauan wilayah operasi, BPR hanya dibatasi dalam wilayah – wilayah tertentu saja. Larangan lainnya bagi BPR adalah ikut kliring serta transaksi valuta asing.

2. Jenis Bank menurut Bentuk Badan Usaha

Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dan / atau menyalurkan dana dari atau ke masyarakat harus memperoleh ijin usaha terlebih dahulu sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Bank Indonesia.

Untuk memperoleh ijin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat, suatu lembaga keuangan wajib memenuhi persyaratan mengenai :

(32)

d. Keahlian di bidang perbankan. e. Kelayakan rencana kerja.

Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa : a. Perseroan Terbatas.

b. Koperasi.

c. Perusahaan Daerah.

Bentuk hukum suatu Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa :

a. Perusahaan Daerah. b. Koperasi.

c. Perseroan Terbatas, atau

d. Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 3. Jenis Bank menurut Kepemilikan

Ditinjau dari segi kepemilikan, maksudnya adalah personil atau lembaga yang memiliki bank. Kepemilikan ini dapat dilihat dari akta pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan.

Terbagi atas :

a. Bank Milik Negara / Pemerintah

(33)

propinsi, contoh : BPD DKI Jakarta, BPD Jawa Barat, BPD Jawa Tengah, BPD Jawa Timur, dan sebagainya.

b. Bank Milik Swasta Nasional

Untuk bank jenis ini, seluruh atau sebagian sahamnya dimiliki oleh swasta nasional, serta akta pendiriannya didirikan oleh swasta pula. Contoh bank milik swasta nasional antara lain ; Bank Sentral Asia, Bank Danamon, Bank Lippo, Bank Niaga, Bank Bali, dan sebagainya.

c. Bank Milik Koperasi

Kepemilikan saham – saham bank untuk kategori ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Sebagai contoh ; Bank Umum Koperasi Indonesia.

d. Bank Milik Asing

Kategori bank jenis ini, merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing ataupun pemerintah asing. Dengan demikian, jelas bahwa kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing. Contoh bank swasta asing antara lain ; ABN AMRO Bank, Deutsche Bank, American Express Bank, Bank of America, dan sebagainya.

e. Bank Milik Campuran

(34)

4. Jenis Bank menurut Status

Kedudukan atau status menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal, maupun kualitas pelayanannya. Oleh Karena itu, untuk memperoleh status tersebut diperlukan penilaian – penilaian dengan kriteria tertentu. Status bank yang dimaksud adalah :

a. Bank Devisa

Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. Misalnya, transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, pembukaan dan pembayaran letter of credit atau L / C dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi

bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia. b. Bank Non Devisa

Merupakan bank yang belum mempunyai ijin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi, bank non devisa merupakan kebalikan daripada bank devisa, dimana transaksi yang dilakukan masih dalam batas – batas negara.

5. Jenis Bank menurut Cara Menentukan Harga

Kategori jenis bank ini dilihat dari segi atau caranya menentukan harga, baik harga jual maupun harga beli, terbagi atas dua kelompok, yaitu :

(35)

Sebagian besar bank di Indonesia merupakan jenis bank yang konvensional. Metode yang digunakan adalah menetapkan bunga tertentu baik untuk simpanan maupun kredit. Penentuan ini dikenal dengan spread based. Apabila suku bunga simpanan lebih tinggi dari pinjaman, dikenal

dengan istilah negative spread. Selain itu untuk jasa – jasa tertentu, menetapkan biaya – biaya dalam nominal atau persentase tertentu. Sisitem biaya ini dikenal dengan istilah fee based.

b. Bank berdasarkan Prinsip Syariah

Bank sejenis ini belum lama beroperasi di Indonesia sedangkan untuk negara – negara di Timur Tengah telah dikenal secara lama. Bank dengan prinsip syariah ini memiliki aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. Dalam penentuan harga bagi bank dengan Prinsip Syariah dikenal dengan pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil, prinsip penyertaan moda, jual beli barang dengan memperoleh keuntungan, pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain.

5 . Jenis Bank menurut Target Pasar

(36)

Kegiatannya dapat lebih efisien, antara lain karena :

a. Pelayanan, jasa – jasa, dan iklan yang diberikan oleh bank lebih sesuai dengan karakteristik nasabah

b. Proporsi kredit bermasalah lebih sedikit

c. Manajemen dan karyawan lebih terbiasa dan berpengalaman berinteraksi dengan nasabahnya.

Bank berdasarkan target pasar dapat digolongkan menjadi :

a. Retail Bank

Bank yang menfokuskan pelayanan dan transaksi kepada nasabah – nasabah retail (skala kecil). Yang dimaksud dengan retail adalah nasabah – nasabah individual, perusahaan dan lembaga lain yang skalanya kecil.

b. Corporate Bank

Bank yang menfokuskan pelayanan dan transaksi kepada nasabah – nasabah yang berskala besar. Umumnya nasabah besar berbentuk korporasi, maka disebut corporate bank. Walaupun namanya corporate bukan berarti hanya perusahaan tetapi juga perorangan. Pelayanan dan jasa – jasa juga diberikan secara terkait dengan direksi, karyawan secara individual.

c. Retail – Corporate Bank

(37)

menspesifikan pada skala tertentu saja tetapi juga melihat peluang baik di antara kedua skala tersebut apakah dapat dimasuki oleh bank jenis ini.17

B. Kredit

1. Pengertian Kredit Perbankan

Kredit dalam neraca bank merupakan penggunaan dana, namun bagi perusahaan yang mendapat bantuan dari bank, kredit merupakan sumber dana. Bahkan dikatakan kredit sebagai sumber dana pembangunan, karena kredit merupakan sumber dana bagi berbagai lapisan masyarakat, yang secara makro merupakan unsur dalam pembangunan ekonomi sebuah negara.

Kata kredit berasal dari bahasa Romawi credere yang berarti percaya, atau credo, atau creditum yang berarti saya percaya.

Menurut Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Pasal 1 angka 11, memberikan penjelasan bahwa “kredit” adalah :

“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.18

17

Munir Fuadi, 2006. Hukum tentang Pembiayaan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, hal. 38.

18

Undang – undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 butir 11.

Dr. Johannes Ibrahim dalam bukunya Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif, menyatakan bahwa yang patut

(38)

Pertama, Kredit dapat berupa uang, atau tagihan yang nilainya diukur dengan

uang, misalnya bank memberikan kredit untuk pembellian rumah atau mobil. Kedua, adanya kesepakatan antara bank atau kreditur dengan penerima kredit atau

nasabah debitur, yang dituangkan dalam suatu perjanjian atau akad kredit, dimana tercakup hak dan kewajiban masing – masing pihak. Ketiga, adanya perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip syariah. Bagi bank berdasarkan prinsip konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah berupa imbalan atau bagi hasil.19

“merupakan perjanjian pinjam meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur. Dalam perjanjian ini, bank sebagai kreditur percaya terhadap nasabahnya dalam jangka waktu yang disepakatinya akan dikembalikan (dibayar lunas).”

Gatot Supramono memberikan pengertian kredit :

20

Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit didasarkan atas kepercayaan, sehingga pemberian kredit pada dasarnya merupakan pemberian kepercayaan. Dalam hal ini, kredit hanya akan diberikan bila benar – benar diyakini bahwa calon peminjam dapat mengembalikan kepercayaan tersebut tepat pada waktunya

19

(39)

dan syarat – syarat lain yang disepakati antara peminjam dan kreditor. Dengan demikian, kredit memiliki beberapa unsur sebagai berikut21

a. Kepercayaan, adalah keyakinan dari kreditur bahwa kepercayaan (prestasi) yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar – benar diterima kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Dalam hal ini, terdapat keterlibatan dua pihak, yaitu pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit (debitur). Selanjutnya, dari unsur kepercayaan ini juga termuat adanya penyerahan barang, jasa, atau uang dari pemberi kredit kepada penerima kredit.

:

b. Waktu, adalah suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di masa mendatang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai uang, bahwa uang yang ada saat ini lebih tinggi dari yang akan diterima di masa yang akan datang. c. Risiko, adalah suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari

adanya jangka waktu yang memisahkan prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit diberikan, semakin besar tingkat risikonya. Hal ini karena adanya unsur ketidakpastian di masa mendatang, yang menyebabkan munculnya unsur risiko. Unsur resiko inilah yang mendasari jaminan dalam pemberian kredit.

21

(40)

d. Prestasi, adalah objek kredit, yang dalam praktiknya tidak hanya berbentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang dan jasa. Namun karena kehidupan modern tidak terlepas dari adanya uang, maka transaksi – transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering dijumpai dalam praktik perkreditan. Sebagai contoh adalah fasilitas penyaluran pupuk oleh pabrik pupuk melalui agen atau distributor dengan tujuan akhir adalah para petani, atau fasilitas lain perkreditan berupa penyaluran produk semen, minyak, gas, dan barang – barang lainnya. Namun, terkait dengan perkreditan, maka yang didokumentasikan adalah nilai barang tersebut dalam bentuk uang.

e. Adanya unsur bunga atau margin sebagai kompensasi bagi pemberi kredit merupakan perhitungan atas beberapa komponen seperti biaya modal (cost of fund), biaya umum (overhead cost), biaya atau premi risiko dan lain – lain.

2. Tujuan dan Fungsi Kredit Perbankan

(41)

tersebut. Dalam hal ini muncul komponen keamanan (safety) dan keuntungan (profitability) dalam sebuah transaksi perkreditan.

Sementara itu, karena pada umumnya perbankan memperoleh dana dari masyarakat dan kegiatannya diawasi oleh pemerintah, beberapa tujuan kredit dapat ditambahkan sebagai berikut22

a. Menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan (kepentingan pemerintah).

:

b. Meningkatkan kegiatan perusahaan / perorangan yang didanai (peminjam) guna terpenuhinya kebutuhan usaha dan kebutuhan lainnya (kepentingan masyarakat).

c. Memperoleh laba untuk kelangsungan hidup perusahaan, sehingga dapat memperluas usaha dan pelayanannya (kepentingan pemilik modal bank / lembaga kredit).

Dari tujuan di atas, fungsi atau kegunaan kredit dapat diberikan sebagai berikut23

a. Meningkatkan daya guna, peredaran, dan lalu lintas uang.

:

Peningkatan daya guna uang terjadi karena para pemilik uang atau modal meminjamkan langsung kepada pengusaha yang membutuhkan uang / modal, atau dapat menyimpan uang atau modalnya di lembaga kredit untuk dipinjamkan kepada para pengusaha yang membutuhkannya. Sementara itu, kredit yang diberikan melalui rekening giro dapat

22

Nasroen Yabasari dan Nina Kurnia Dewi. 2007. Penjaminan Kredit, Mengantar UKMK Mengakses Pembiayaan, Bandung : Alumni, hal. 38.

23

(42)

menciptakan pembayaran baru seperti cek, bilyet giro, wesel dan peredaran uang tunai di masyarakat.

b. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang.

Dengan mendapatkan kredit, pengusaha (peminjam atau debitur) dapat memproses bahan baku menjadi bahan jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi lebih. Selain itu, kredit dapat pula menigkatkan peredaran barang melalui penjualan langsung atau penjualan secara kredit, sehingga peredaran barang meningkat.

c. Kredit merupakan salah satu alat untuk terpeliharanya stabilias ekonomi. Stabilitas ekonomi dapat dijaga melalui pengendalian inflasi, rehabilitasi sarana, dan kebutuhan masyarakat. Karena kredit diarahkan untuk sektor – sektor yang produktif secara selektif termasuk untuk peningkatan ekspor dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat, maka kredit secara tidak langsung dapat menjaga stabilitas suatu negara.

d. Meningkatkan kegairahan berusaha dan peningkatan pendapatan.

Bantuan kredit yang diberikan oleh lembaga kredit kepada perorangan / perusahaan akan mampu meningkatkan aktivitas usaha yang bersangkutan. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila profit ini secara kumulatif dikembangkan lagi ke struktur permodalan, peningkatan ini akan berlangsung terus menerus. Secara tidak langsung hal itu terkait dengan peningkatan pendapatan dan penerimaan pajak yang pada akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat.

(43)

Bank – bank besar di luar negeri yang memiliki jaringan usaha atau negara – negara lain yang lebih maju, dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit secara langsung atau tidak langsung kepada para pengusaha dalam negeri atau kepada pemerintah. Bantuan – bantuan tersebut tercermin dalam bentuk kredit dengan syarat – syarat ringan, yaitu bunga murah dan jangka waktu kredit yang panjang. Melalui bantuan kredit antar negara, hubungan antara negara pemberi kredit dengan negara penerima kredit menjadi semakin erat. Dengan kata lain, kredit dapat meningkatkan hubungan internasional.

Kredit atau fasilitas lain sebagaimana didefinisikan di atas mengandung hal penting yang menjadi landasan hukum suatu bentuk kredit atau pembiayaan, yaitu perjanjian kredit. Perjanjian kredit yang dimaksud adalah persetujuan pinjam meminjam secara tertulis antara bank atau lembaga penyedia fasilitas pembiayaan (sebagai kreditur), dan pihak lain yang menerima kredit (sebagai debitur / nasabah kreditur).

3. Dasar – dasar Pemberian Kredit Bank

Dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank wajib memperhatikan hal – hal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berbunyi24

24

Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 8 ayat (1) dan (2).

:

(44)

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

Pasal 8 ayat (2) :

Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketenuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Berkaitan dengan itu, menurut penjelasan Pasal 8 ayat (2) dikemukakan bahwa pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank dalam pemberian kredit dan pembiayaan adalah sebagai berikut25

a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.

:

b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur. c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit

atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

(45)

e. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah Debitur dan / atau pihak – pihak terafiliasi.

f. Penyelesaian sengketa.

Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan (2) di atas merupakan dasar atau landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Lebih dari itu, karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari bank, maka dalam ketentuan tersebut juga mengandung dan menerapkan prinsip kehati – hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Unddang – undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah di kemudian hari, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 4P dan Formula 5C.

Formula 4P dapat diuraikan sebagai berikut26

a. Personality

:

Dalam hal ini, pihak bank mencari data secara lengkap mengenai kepribadian si pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat hidupnya, pengalamnnya dalam berusaha, pergaulan dalam masyarakat, dan lain – lain. Hal ini diperlukan untuk menentukan persetujuan kredit yang diajuka n oleh pemohon kredit.

26

(46)

b. Purpose

Selain mengenal kepribadian (personality) dari pemohon kredit, bank juga harus mencari data tentang tujuan atau penggunaan kredit tersebut sesuai line of business kredit bank yang bersangkutan.

c. Prospect

Dalam hal ini, bank harus melakukan analisis secara cermat dan mendalam tentang bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit, misalnya apakah usaha yang akan dijalankan oleh pemohon kredit mempunyai prospek di kemudian hari ditinjau dari aspek ekonomi dan kebutuhan masyarakat.

d. Payment

Bahwa dalam penyaluran kredit, bank harus mengetahui dengan jelas mengenai kemampuan dari pemohon kredit untuk melunasi utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang ditentukan.

Mengenai Formula 5C, dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Character

Bahwa calon nasabah debitur mempunyai watak, moral, dan sifat – sifat pribadi yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan kemauan dari calon nasabah debitur untuk memenuhi dan menjalankan usahanya. Informasi ini dapat diperoleh oleh bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan informasi dari usaha – usaha yang sejenis.

(47)

Yang dimaksud dengan capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospek masa depan, sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan, yang menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan. Pengukuran kemampuan ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, misalnya pendekatan materiil, yaitu melakukan penilaian terhadap keadaan neraca, laporan rugi laba, dan arus kas (cash flow) usaha dari beberapa tahun terakhir. Melalui pendekatan ini, tentu dapat diketahui pula mengenai tingkat solvabilitas, likuiditas, dan rentabilitas usaha serta tingkat risikonya. Pada umumnya untuk menilai capacity seseorang didasarkan pada pengalamannnya di dunia bisnis yang dihubungkan dengan pendidikan dari calon nasabah debitur, serta kemampuan dan keunggulan perusahaan dalam melakukan persaingan usaha dengan pesaing lainnya.

c. Capital

Dalam hal ini, bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah semata – mata didasarkan pada besar kecilnya modal, akan tetapi lebih difokuskan kepada bagaimana disribusi modal ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif.

(48)

Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang

merupakan sarana pengaman (back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah debitur dikemudian hari, misalnya terjadi kredit macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa utang kredit, baik utang pokok maupun bunganya.

e. Condition of Economy

Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut.

Berkaitan dengan prinsip pemberian kredit di atas, pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur berpedoman kepada 2 prinsip, yaitu27

a. Prinsip kepercayaan

:

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur selalu didasarkan kepada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur yang bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

b. Prinsip kehati – hatian (prudential principle)

(49)

prinsip kehati – hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang – undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.

4. Penggolongan Kredit Bank

Istilah penggolongan kredit bank dalam bagian ini adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan penggolongan kredit berdasarkan kolektilibitas kredit yang menggambarkan kualitas kredit tersebut. Mengenai pengaturan kolektibilitas kredit terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 / 2 / PBI / 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Ketentuan tersebut selanjutnya untuk beberapa pasal telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8 / 2 / PBI / 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 / 2 / PBI / 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.

Menurut ketentuan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia No. 7 / 2 / PBI / 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, kualitas kredit dibagi menjadi 5 (lima) kolektibitas, yaitu : lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet28

1. Kredit lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria :

. Mengenai masing – masing kualitas kredit tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Pembayaran angsuran pokok dan / bunga tepat,

28

(50)

b. Memiliki mutasi rekening yang aktif, atau

c. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai. 2. Kredit dalam perhatian khusus, yaitu apabila memenuhi kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan / atau bunga yang belum melampaui 90 hari, atau

b. Kadang – kadang terjadi cerukan, atau c. Mutasi rekening relatif rendah, atau

d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan, atau e. Didukung oleh pinjaman baru.

3. Kredit kurang lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan / atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari, atau

b. Sering terjadi cerukan, atau

c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah, atau

d. Terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 (sembilan puluh) hari, atau

e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur, atau f. Dokumentasi pinjaman yang lemah.

4. Kredit yang diragukan, yaitu apabila memenuhi kriteri :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh hari), atau

b. Sering terjadi cerukan yang bersifat permanen, atau

(51)

d. Terjadi kapitalisasi bunga, atau

e. Dokumentasi hukum yang lemah, baik untuk perjanjian kredit maupun peningkatan jaminan.

5. Kredit macet, apabila memenuhi kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan / atau bunga yang telah melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari, atau

b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru, atau

c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.

5. Klausul dalam Perjanjian Kredit Bank

Perjanjian kredit memuat serangkaian klausul atau covenant, dimana sebagian besar dari klausul atau covenant tersebut, merupakan upaya untuk melindungi pihak kreditur dalam pemberian kredit yang merupakan serangkaian persyaratan yang diformulasikan dalam kondisi – kondisi kredit dari segi finansial dan hukum29

29

Johannes, Ibrahim, 1994. Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif, Bandung : CV Utomo, hal. 113.

(52)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia30

Selanjutnya pengertian dari klausul atau covenant

, klausul merupakan ketentuan tersendiri dari suatu perjanjian, yang salah satu pokok atau pasalnya diperluas atau membatasi.

31

Jadi, yang dimaksud dengan covenant adalah suatu persetujuan atau janji oleh penerima kredit dalam suatu perjanjian untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan – tindakan tertentu. Suatu covenant yang menentukan tindakan – tindakan yang harus dilakukan disebut positive atau affirmative covenant, sedangkan covenant yang menentukan tindakan – tindakan yang tidak boleh dilakukan disebut negative covenant

dimaksud adalah :

“Courts have defined the term ‘covenant’ to mean any agreement to perform, or not perform, an act. Generally, the loan agreement ‘covenant’ is any formal agreement of the borrower, contained in a loan agreement or other document execute pursuant to loan agreement, to take or refrain from taking actions during all or part of the term of the loan. The discussion below does not include agreements of the borrower simply to repay indebtedness, but rather pertains to other obligations and agreements of the borrower”.

(artinya : Pengadilan telah menetapkan istilah 'perjanjian' berarti perjanjian untuk melakukan, atau tidak melakukan tindakan. Secara umum, klausul perjanjian pinjaman adalah persetujuan formal peminjam, yang terdapat dalam perjanjian pinjaman atau dokumen lainnya untuk melaksanakan sesuai dengan perjanjian pinjaman, melakukan atau menghentikan semua atau sebagian tindakan dari jangka waktu pinjaman. Kesepakatan tidak hanya termasuk perjanjian peminjam untuk melunasi hutang, tetapi lebih berkaitan dengan kewajiban lainnya dan kesepakatan peminjam).

32

30

Kamus Besar Bahasa Indonesia :Edisi Ketiga. 2005. Jakarta : Balai Pustaka.

31

Ibid, hal. 113

(53)

Perjanjian kredit sekurang – kurangnya berisi klausul – klausul33

a. Klausul – klausul tentang maksimum kredit, jangka waktu kredit, tujuan kredit, bentuk kredit, dan batas waktu tarik.

sebagai berikut :

b. Klausul – klausul tentang bunga, kesepakatan biaya dan denda kelebihan tarik.

c. Klausul tentang kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas rekening pinjaman nasabah debitur.

d. Klusul tentang representations and warranties, yaitu klausul yang berisi pernyataan – pernyataan debitur atas fakta – fakta yang menyangkut status hukum, keadaan keuangan, dan aset nasabah debitur pada saat kreditur derealisasi.

e. Klausul tentang conditions precedent, yaitu klausul tentang syarat – syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh nasabah debitur sebelum bank menyediakan kredit untuk digunakannya.

f. Klausul tentang agunan kredit dan asuransi barang – barang agunan. g. Klausul tentang berlakunya syarat – syarat dan ketentuan – ketentuan

hubungan rekening koran bagi perjanjian kredit yang bersangkutan.

h. Klausul tentang affirmative covenant, yaitu klausul yang berisi janji – janji nasabah debitur untuk tidak melakukan hal – hal tertentu selama perjanjian kredit berlaku.

33

(54)

i. Klausul tentang negative covenant, yaitu klausul yang berisi janji – janji nasabah debitur untuk tidak melakukan hal – hal tertentu selama perjanjian kredit berlaku.

j. Klausul tentang financial covenant, yaitu klausul yang berisi janji debitur untuk menyampaikan laporan keuangan sesuai yang diminta oleh bank. k. Klausul tentang event of default, yaitu klausul yang memberikan hak

secara sepihak kepada bank untuk mengakhiri kredit atas peristiwa – peristiwa yang ditentukan oleh bank serta sekaligus menagih pagu kredit tersisa.

l. Klausul tentang arbitrase, yaitu klausul yang berisi penyelesaian perselisihan di antara para pihak, baik arbitrase nasional atupun internasional.

m. Klausul – klausul bunga rampai atau miscellaneous provisions, yaitu klausul – klausul yang berisi syarat – syarat dan ketentuan – ketentuan yang belum tertampung secara khusus di dalam klausul – klausul yang ada.

6. Perjanjian Kredit Bank

Perjanjian adalah suatu peristiwa, dimana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing – masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut di dalam perjanjian itu.

(55)

berakhirnya perjanjian jaminan adalah bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang dari bank kepada nasabah debitur.

Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan itu, maka memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur, sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku (standard contract), dimana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam

posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau tawar – menawar.

Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut. Tetapi apabila debitur menolak, ia tidak perlu menandatangani perjanjian kredit tersebut.

Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang khusus, baik oleh bank sebagai kreditur, maupun oleh nasabah sebagai debitur. Karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan, dan penatalaksanaan kredit tersebut. Berkaitan dengan itu, menurut Ch. Gatot Wardoyo, perjanjian kredit mempunyai fungsi – fungsi sebagai berikut :

1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok.

(56)

3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

Kebanyakan ahli hukum menyebut perjanjian kredit sebagai perjanjian baku. Di dalam prakteknya, setiap bank telah menyediakan blanko atau formulir perjanjian kredit yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu. Blanko perjanjian kredit ini diserahkan kepada pihak debitur untuk disetujui dan tanpa memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lain untuk melakukan negosiasi atas syarat – syarat yang disodorkannya. Perjanjian demikian dikenal dengan perjanjian standar atau perjanjian baku.

Mariam Darus Badrulzaman34

Meskipun demikian, Johannes Ibrahim dalam bukunya Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif menyebutkan bahwa perjanjian bank

tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian baku, dengan pertimbangan bahwa , menegaskan bahwa perjanjian (standar) kredit terdiri atas dua bagian, yaitu “ perjanjian induk” (hoofcontract, mantelcontract) dan “perjanjian tambahan” (hulpcontract, algemeene voorwarden). Perjanjian induk mengatur hal – hal yang pokok dan perjanjian tambahan menguraikan apa yang terdapat dalam perjanjian induk.

35

a. Dalam praktik sebelum nasabah debitur menandatangani perjanjian kredit, bank menyerahkan terlebih dahulu surat penawaran ( offering letter ) atas fasilitas pinjaman atau kredit yang telah disetujuinya. Surat penawaran :

34

(57)

dimaksudkan sebagai suatu pendahuluan untuk dasar perundingan yang menyebutkan secara ringkas, besar dan jenis fasilitas yang akan diberikan, bunga, jaminan yang disyaratkan, provisi, dan syarat lain yang dianggap penting sehubungan dengan perjanjian pemberian pinjaman.

b. Surat penawaran dimaksudkan dalam butir ( 1 ) dapat diterima, ditolak, atau terdapat perubahan – perubahan disesuaikan dengan keinginan calon debitur. Di sini masih dimungkinkan untuk diadakan negosiasi antara pihak bank dengan calon debitur.

c. Dengan mempertimbangkan surat penawaran dan persyaratan – persyaratan yang tercantum di dalamnya, bila debitur tidak berkeberatan lagi, berarti telah menyatakan menerima penggunaan format perjanjian yang ditawarkan bank. d. Subjek dan objek dari perjanjian kredit bank, selalu berbeda, disesuaikan

dengan kebutuhan calon debitur. Sehingga perjanjian kredit bank tidak mungkin memiliki suatu pola yang sama walaupun terdapat kesamaan yang satu dan lainnya.

(58)

dan perundang – undangan membatasi sebagai kaidah hukum yang bersifat mengatur ( aanvullend, optional ) saja.36

(59)

BAB III

TINJAUAN UMUM MENGENAI KREDIT PEMILIKAN RUMAH

A. Pengertian Kredit Pemilikan Rumah

Kredit Pemilikan Rumah atau KPR adalah kredit yang digunakan untuk membeli rumah atau untuk kebutuhan konsumtif lainnya, dengan agunan berupa rumah. Kredit Perumahan Rakyat atau biasa disebut dengan KPR Bank adalah program atau fasilitas pinjaman dari bank untuk membeli rumah secara kredit, yang dianggap sebagai salah satu solusi membantu masyarakat untuk memiliki rumah idaman sendiri bilamana tidak tersedia uang tunai. Sedangkan pada PT. Bank Mandiri tempat penulis mengadakan penelitian, KPR didefinisikan sebagai kredit yang diberikan kepada perorangan atau individual untuk membiayai pembelian rumah tinggal / rumah toko (ruko) / rumah kantor (rukan) / rumah susun hunian (apartemen) / rumah susun non hunian (kios).

Agunan yang diperlukan untuk KPR adalah rumah yang akan dibeli itu sendiri untuk KPR pembelian. Sedangkan untuk KPR Multiguna atau KPR Refinancing yang menjadi agunan adalah rumah yang sudah dimiliki.

(60)

B. Jenis Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah

Secara umum yang dapat dibiayai oleh Kredit Pemilikan Rumah adalah pembelian rumah ready stock atau indent, pembangunan di atas lahan / kaveling yang dimiliki dan renovasi rumah yang sudah dimiliki calon peminjam. Sedangkan jenisnya tidak hanya rumah tinggal saja, tetapi bisa berupa rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan), sampai apartemen dan rumah susun (rusun).

Namun ada juga bank yang hanya fokus terhadap pembiayaan kredit pemilikan rumah tertentu, misalnya pembelian rumah tinggal atau ruko. Berikut beberapa jenis keperluan yang dapat dibiayai KPR oleh bank, antara lain :

1. Pembelian melalui pengembang

Pembelian rumah melalui pengembang (developer) terdiri dari rumah sudah jadi (ready stock) atau memesan terlebih dahulu untuk dibangun sesuai peta kaveling yang ditawarkan oleh pemegang (indent).

2. Pembelian rumah bekas pakai

Pembelian rumah bekas pakai merupakan pembelian rumah / ruko / rukan bekas pakai. Dalam beberapa kasus, pembeli bisa saja mendapat rumah bekas pakai dengan letak yang stategis di pusat kota, akses bagus, dan harganya beli yang murah karena pemilik atau penjual yang bersangkutan pindah kota atau karena sedang butuh uang cepat.

3. Pembangunan rumah sendiri

(61)

Sama seperti pembangunan rumah / rukan / ruko di atas tanah kaveling sendiri.

5. Pembelian apartemen / rumah susun.

Pada PT. Bank Mandiri tempat penulis melakukan penelitian, terdapat 8 jenis pembiayaan KPR, yaitu KPR biasa, KPR Take Over, KPR Top Up, KPR Duo, KPR Flexibel, KPR Angsuran Berjenjang, KPR Konstruksi, dan KPR House Ownership Program. Berikut penjelasan dari masing – masing produk KPR di

atas :

1. KPR (Kredit Pemilikan Rumah)

Kredit Pemilikan Rumah merupakan kredit yang diberikan pada perorangan atau individual untuk membiayai pembelian rumah tinggal / rumah toko (ruko) / rumah kantor (rukan) / rumah susun hunian (apartemen) / rumah susun non hunian (kios). Limit kredit pada KPR biasa adalah minimum Rp 45.000.000,- (empat puluh lima juta rupiah) dan maksimum Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). Sedangkan jangka waktu kreditnya maksimum 15 (lima belas) tahun untuk pembelian rumah tinggal dan maksimum 10 (sepuluh) tahun untuk pembelian rumah toko (ruko) / rumah kantor (rukan) / rumah susun hunian (apartemen) / rumah susun non hunian (kios).

2. KPR Take Over

(62)

sebesar limit kredit baru sesuai perhitungan Bank (lebih besar dari outstanding terakhir di bank asal) sehingga sekaligus dapat digunakan

untuk pemenuhan kebutuhan lainnya. Limit kredit KPR Take Over minimum Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan maksimum Rp 5.000.000.000,- (lima mili

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta pemahaman terhadap pelaksanaan eksekusi objek jaminan hak tanggungan menurut Undang-Undang

Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan penyelesaian kredit macet dengan jaminan hak tanggungan di PT Bank Bukopin, Tbk Cabang yaitu; (1) Pelaksanaan eksekusi

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan, cara penyelesaian apabila terdapat kredit macet dengan jaminan

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih serta penyayang yang telah melimpahkan segala nikmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

7 Hak Tanggungan adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang di maksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

Yang menjadi pihak dalam Kredit Pemilikan Rumah Bank Sumut Cabang Kabanjahe adalah debitur dan Kreditur yaitu Bank Sumut,calon debitur harus memenuhi syarat, yaitu Warga

tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam undnag- undnag nomor 5 tahun 1960

Bentuk Perlindungan Hukum yang diperoleh pihak kreditur ketika debitur wanprestasi dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan menurut Undang-Undang