PEMANFAATAN FERMENTASI HASIL SAMPING INDUSTRI
KELAPA SAWIT DENGAN PROBIOTIK LOKAL
TERHADAP PERFORMANS DOMBA
SKRIPSI
Oleh:
SRI MASTUTI S 100306059
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN FERMENTASI HASIL SAMPING INDUSTRI
KELAPA SAWIT DENGAN PROBIOTIK LOKAL
TERHADAP PERFORMANS DOMBA
SKRIPSI
Oleh:
SRI MASTUTI S 100306059
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Judul Penelitian : Pemanfaatan Fermentasi Hasil Samping Industri Kelapa Sawit dengan Probiotik Lokal terhadap Performans Domba.
Nama : Sri Mastuti S
NIM : 100306059
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ir. Yunilas, M.P
Ketua Anggota
Mengetahui Ketua Program Studi
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si
ABSTRAK
SRI MASTUTI S, 2015 “Pemanfaatan Fermentasi Hasil SampingIndustri Kelapa
Sawit Dengan Probiotik Lokal Terhadap Performans Domba” dibimbing oleh MA’RUF TAFSIN dan YUNILAS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan fermentasi hasil samping industi kelapa sawit dengan probiotik lokal terhadap performans domba. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara selama 3 bulan, dimulai bulan Oktober 2014-Desember 2014. Penelitian ini menggunakan 15 ekor domba dengan bobot awal 15.13±0.64 kg dan rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 3 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan terdiri atas ransum P0=(tanpa fermentasi), P1= (fermentasi isolat hasil limbah sawit), P2= (fermentasi isolat asal cairan rumen kerbau).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan hasil samping industri kelapa sawit fermentasi dengan probiotik lokal memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap konsumsi pakan (702.95±59.576; 866.37±52.062; 698.46±119.52), memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan (78.50±20.91; 112.71±14.12; 78.23±29.96) dan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap konversi pakan. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah pemanfaatan hasil samping industri kelapa sawit fermentasi dengan probiotik lokal yang terbaik adalah fermentasi dengan isolat hasil limbah sawit.
SRI MASTUTI S, 2015 "Utilization Fermented of Oil Palm Industry by product With Local Probiotics on Performances of Sheep" under supervised by MA'RUF TAFSIN and YUNILAS.
This study aims to determine the effect of the use of palm oil industry, a by product fermentate with local probiotics on the performances of sheep. Research conducted at the Laboratory of Animal Biology Animal Husbandry Studies Program, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara for 3 months, starting in October 2014 to December 2014. This study used 15 sheep with initial weight 15.13±0.64 and design used was a completely randomized design (RAL), which consists of 3 treatments and five replications. The treatments consisted of rations P0 = (unfermented), P1 = (fermented isolates palm waste products), P2 = (fermented isolates buffalo rumen fluid).
The results showed that feeding the palm oil industry by product of fermentation with local probiotics provide a significant influence on feed consumption (702.95 ± 59.576; 866.37±52.062; 698.46±119.52), provides significant effect on body weight gain (78.50±20.91; 112.71±14.12; 78.23±29.96) and provide no real influence on feed conversion. The conclusion of this study is the use of palm oil industry byproduct of fermentation with the best local probiotic fermentation to isolate the results of waste oil.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tarutung, 18 Agustus 1991 dari Ayah R.
Simanjuntak dan Ibu T. Br. Panggabean. Penulis merupakan anak ketiga dari lima
bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Tarutung dan pada tahun
yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Penulis memilih program studi peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Peternakan (IMAPET), pada tahun 2013 menjadi Koordinator bidang
Kewirausahaan. Penulis juga pernah menjadi koordinator bidang Aksi dan
Pelayanan di Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP) pada tahun 2013.
Tahun 2014 penulis juga menjadi Asisten Laboratorium Dasar Ternak Perah dan
Ilmu Ternak Perah Program Studi Peternakan FP USU.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Unit Pembibitan
Ternak Unggul (UPTU ) Babi Borong Desa Siaro Kecamatan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul
dari skripsi ini adalah “Pemanfaatan Fermentasi Hasil Samping Industri Kelapa Sawit
dengan Probiotik Lokal terhadap Performans Domba” yang merupakan salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menghanturkan pernyataan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah membesarkan, memelihara dan
mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak
Ma’ruf Tafsin sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Yunilas selaku anggota komisi
pembimbing penulis yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada
penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan
DAFTAR ISI
Tempat danWaktu Penelitian ... 16Bahan dan Alat Penelitian ... 16
Persiapan Kandang dan Peralatan... ... 18
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 28 Saran ... 28
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Produk samping tanaman dan olahan kelapa sawit untuk setiap hektar 5
2. Kebutuhan harian zat-zat pakan untuk ternak domba 11
3. Formulasi ransum percobaan domba 16
4. Rataan konsumsi pakan (bahan kering) pada domba jantan selama
penelitian 19
5. Rataan pertambahan bobot badan domba selama penelitian (g/ekor/hari) 20
ABSTRAK
SRI MASTUTI S, 2015 “Pemanfaatan Fermentasi Hasil SampingIndustri Kelapa
Sawit Dengan Probiotik Lokal Terhadap Performans Domba” dibimbing oleh MA’RUF TAFSIN dan YUNILAS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan fermentasi hasil samping industi kelapa sawit dengan probiotik lokal terhadap performans domba. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara selama 3 bulan, dimulai bulan Oktober 2014-Desember 2014. Penelitian ini menggunakan 15 ekor domba dengan bobot awal 15.13±0.64 kg dan rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 3 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan terdiri atas ransum P0=(tanpa fermentasi), P1= (fermentasi isolat hasil limbah sawit), P2= (fermentasi isolat asal cairan rumen kerbau).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan hasil samping industri kelapa sawit fermentasi dengan probiotik lokal memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap konsumsi pakan (702.95±59.576; 866.37±52.062; 698.46±119.52), memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan (78.50±20.91; 112.71±14.12; 78.23±29.96) dan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap konversi pakan. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah pemanfaatan hasil samping industri kelapa sawit fermentasi dengan probiotik lokal yang terbaik adalah fermentasi dengan isolat hasil limbah sawit.
Kata kunci: performans, domba, hasil samping industri kelapa sawit, probiotik.
SRI MASTUTI S, 2015 "Utilization Fermented of Oil Palm Industry by product With Local Probiotics on Performances of Sheep" under supervised by MA'RUF TAFSIN and YUNILAS.
This study aims to determine the effect of the use of palm oil industry, a by product fermentate with local probiotics on the performances of sheep. Research conducted at the Laboratory of Animal Biology Animal Husbandry Studies Program, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara for 3 months, starting in October 2014 to December 2014. This study used 15 sheep with initial weight 15.13±0.64 and design used was a completely randomized design (RAL), which consists of 3 treatments and five replications. The treatments consisted of rations P0 = (unfermented), P1 = (fermented isolates palm waste products), P2 = (fermented isolates buffalo rumen fluid).
The results showed that feeding the palm oil industry by product of fermentation with local probiotics provide a significant influence on feed consumption (702.95 ± 59.576; 866.37±52.062; 698.46±119.52), provides significant effect on body weight gain (78.50±20.91; 112.71±14.12; 78.23±29.96) and provide no real influence on feed conversion. The conclusion of this study is the use of palm oil industry byproduct of fermentation with the best local probiotic fermentation to isolate the results of waste oil.
PENDAHULUAN
LatarBelakang
Di Indonesia, tanaman kelapa sawit telah dikenal sejak tahun 1848 yang
pertama kali ditanam di kebun Raya Bogor (Corley, 2003), sementara
pengembangannya sebagai penghasil minyak kelapa sawit yang sangat dibutuhkan
umat manusia dimulai pada tahun 1911. Laju pertumbuhan luas tanam kelapa
sawit setiap tahunnya di Indonesia mencapai 12,6% (Liwang, 2003). Data Ditjen
Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan, luas areal lahan
kelapa sawit di Indonesia pada 2011 mencapai 8.908.000 ha, sementara di 2012
angka sementara mencapai 9.271.000 ha. Menurut Direktorat Jenderal
Perkebunan, pada tahun 2008 Sumatera Utara memiliki lahan perkebunan sawit
seluas 1.017.574 ha, dan pada tahun 2012 memiliki lahan seluas 1.192.466 ha.
Secara umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu
limbah cair, padat dan gas.Hasil samping dari industri kelapa sawit berupa bungkil
inti sawit, pelepah sawit, tandan buah kosong dan lumpur minyak sawit
mempunyai prospek yang baik untuk bahan pakan ternak.Di samping produk
ikutan pengolahan kelapa sawit, vegetasi yang ada dikawasan perkebunan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.
Hasil analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak, Departemen
Peternakan FP USU (2000), pelepah daun kelapa sawit mengandung 6,50%
protein kasar, 32,55% serat kasar, 4,47% lemak kasar, 93,4 bahan kering dan
56,00% TDN. Hasil analisis memperlihatkan bahwa kandungan protein kasar
pelepah daun kelapa sawit cukup rendah yaitu sebesar 6,5 % dengan serat kasar
mempengaruhi kecernaan bahan pakan pada ternak. Bungkil inti sawit
mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dibanding limbah lainnya dengan
kandungan protein kasar 15% dan energi kasar 4.230 kkal/kg sehingga dapat
berperan sebagai pakan penguat (konsentrat). Bungkil Inti Sawit memiliki
kandungan zat makanan Protein kasar 15,14%, Lemak kasar 6,08%, Serat Kasar
17,18%, Kalsium 0,47%, Fosfor 0,72% dan BETN 57,80% serta energi brutonya
5088 kkal/kg (Laboratorium Kimia Makanan Ternak Fak. Peternakan UNPAD,
2005).
Rendahnya nilai gizi dan tingginya kadar serat menyebabkan limbah sawit
tidak umum digunakan sebagai bahan pakan ternak. Usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan penggunaan limbah sawit yaitu dengan memberikan perlakuan
fisik, kimiawi, maupun biologis antara lain teknologi fermentasi. Pengolahan
bahan pakan secara biologi dilakukan dengan enzim melalui bantuan mikrobia
yang sesuai yang disebut proses fermentasi. Kelebihan perlakuan secara biologis
ini adalah waktu singkat dan efisien, tidak tergantung cuaca tetapi perlu kondisi
yang optimum bagi pertumbuhan mikrobia (suhu, kelembaban, pH dan lainnya).
Menurut Fardiaz (1992), teknologi fermentasi adalah proses penyimpanan substrat
dalam keadaan anaerob dengan menambahkan mineral, menanamkan mikroba di
dalamnya, dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu dan waktu tertentu dengan
tujuan untuk meningkatkan nilai gizi terutama kadar protein dan menurunkan
kadar serat. Fermentasi limbah industri dengan mikroba indigenous dapat
meningkatkan kandungan protein dan menurunkan kadar serat
Beberapa sumber mikroba lokal dapat dimanfaatkan sebagai sumber
probiotik guna meningkatkan kualitas bahan pakan seperti limbah pertanian dan
limbah perkebunan, yaitu mikroba lokal yang berasal dari limbah sawit itu sendiri
dan berasal dari cairan rumen yang berpotensi sebagai sumber probiotik. Hasil
isolasi dan identifikasi dari limbah sawit diperoleh bahwa isolat Bacillus spYLB1
berpotensi mendegradasi lignoselulosa dan dapat digunakan sebagai inokulum
fermentasi untuk pakan berserat tinggi (Yunilas et al., 2013). Tafsin dan Yunilas
(2013) diperoleh beberapa bakteri selulolitik dari cairan rumen kerbau yang
memiliki kemampuan mendegradasi serat (selulosa).
Berdasarkan hal tersebut diatas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk penggunaan probiotik lokal bersumber dari limbah sawit dan isolat rumen
sebagai sumber inokulum fermentasi pakan berbasis limbah industri kelapa sawit
untuk dimanfaatkan sebagai pakan domba guna meningkatkan produktivitasnya.
Tujuan Penelitian
Menguji pengaruh pemberian pakan hasil sampingan industri kelapa sawit
yang difermentasi menggunakan probiotik lokal terhadap performans domba
jantan.
Hipotesis Penelitian
Pakan hasil sampingan industri kelapa sawit yang difermentasi dengan
probiotik lokal memberi pengaruh positif terhadap konsumsi pakan, pertumbuhan
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti,
masyarakat dan kalangan akademik tentang pengaruh pemberian hasil sampingan
industri limbah sawit fermentasi dengan probiotik lokal terhadap konsumsi pakan,
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Dalam sistematika taksonomi, tanaman kelapa sawit memiliki klasifikasi
sebagai berikut: Kingdom: Plantae; Division: Embriophyta; Subdivision:
Angiospermae; Class: Monocotyledonae; Ordo: Palmaceae; Famili: Palmales;
Genus: Elaeis; Spesies: Elaeisguineensis Jacq (Kiswanto, 2008).
Tabel 1. Produk samping tanaman dan olahan kelapa sawit untuk setiap hektar
Biomassa Segar (kg) Bahan Kering (%) Bahan Kering (kg)
1 pohon dapat menyediakan sejumlah 22 pelepah per tahun, 1 pelepah, bobot 2,2
kg (hanya 1/3 bagian yang dimanfaatkan), bobot daun per pelepah 0,5 kg, tandan
kosong 23% dari TBS, produksi minyak sawit 4 ton per ha per tahun
(Liwang, 2003).
Kekurangan dari limbah sawit bila digunakan sebagai pakan ternak yaitu
mengandung serat kasar yang cukup tinggi. Untuk mengatasi masalah itu dapat
dilakukan beberapa perlakuan (Mathius, el al., 2003). Serat buah sawit
mempunyai kandungan energi(TDN) 56%. Hal ini menunjukkan potensi namun
kurang disukai ternak. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
mencampur dengan bahan pakan lain menjadi konsentrat atau pakan lengkap
(Suharto, 2004).
Pelepah Sawit
Pelepah sawit merupakan produk perkebunan kelapa sawit yang dapat
diperoleh sepanjang tahun bersamaan dengan panen tandan buah segar. Setiap
pohon kelapa sawit dapat menghasilkan 22 pelepah/tahun dan rataan bobot pelepah per
batang mencapai 2,2 kg (setelah dikupas untuk pakan), sehingga setiap hektar dapat
menghasilkan pelepah segar untuk pakan sekitar 9 ton/ha/tahun atau setara dengan 1,64
ton/ha/tahun bahan kering (Diwyanto etal., 2003).
Daun kelapa sawit dapat digunakan sebagai sumber atau pengganti pakan
hijauan. Namun, adanya lidi pada pelepah daun kelapa sawit akan menyulitkan
ternak dalam mengkonsumsinya. Masalah tersebut dapat diatasi dengan
pencacahan yang dilanjutkan dengan pengeringan,
penggilingandanmelakukanfermentasi. Pemanfaatan pelepah daun sawit sebagai
bahan pakan ruminansia disarankan tidak melebihi 30%. Untuk meningkatkan
konsumsi dan kecernaan pelepah daun sawit,dapat ditambahkan produk samping
lain dari kelapa sawit. Pemberian pelepah daun sawit sebagai bahan pakan dalam
jangka panjang, dapat menghasilkan kualitas karkas yang baik (Wayan, 2008).
Komposisi nutrient pelepah sawit adalah sebagai berikut: kandungan
bahan kering 26,70 persen; protein kasar 5,02 persen; lemakkasar 1,07 persen;
seratkasar 50,94; BETN 39,82 persen; TDN 45,00 persen; GE(kkal/kg) 56,00
Kendala pemberian BIS dalam ransum antara lain kandungan serat
kasarnya yang tinggi dan kecernaan protein dan asam amino yang rendah
(Tafsin, 2007). Kandungan nutrisi BIS yang dianalisis di LaboratoriumTeknologi
dan Industri Pakan Univeritas Andalas (2010) adalah: protein kasar 15,40 %,
lemak kasar 6,49 %, serat kasar 19,62 %, Ca 0, 56 %, P 0,64%, dengan energi
metabolisme 2446 kkal/kg.
Haryanto dan Jarmani (2010), menyatakan semakin tinggi BIS dalam
konsentrat semakin meningkat kinerja domba, sementara itu, tingkat optimal
penggunaan BIS sebagai pengganti dedak dalam konsentrat domba adalah
sebesar 30%. Hal serupa juga dilaporkan Mathiuset al., (2003) bahwa BIS
sampai dengan 30% pada konsentrat menunjang pertumbuhan ruminansia
dengan baik.
Carvalho et al., (2005), mengatakan bahwa peningkatan kecernaan BK,
serat dan energi tercerna terjadi seiring dengan meningkatnya kandungan BIS
dalam pakan secara in vivo pada domba jantan. Hal ini sejalan dengan yang
dilaporkan olehKurniasari et al., (2009), dimana nilai kecernaan dipengaruhi oleh
konsumsi energi dan protein.
Lumpur Sawit
Dalam proses pengolahan minyak sawit (CPO) dihasilkan limbah cairan
yang sangat banyak, yaitu sekitar 2,5 m3/ton CPO yang dihasilkan. Limbah ini
mengandung bahan pencemar yang sangat tinggi, yaitu. ‘biochemical oxygen demand’ (BOD) sekitar 20.000-60.000 mg/l (Wenten, 2004). Utomo dan Erwin
(2004) menyatakan bahwa pemanfaatan lumpur sawit (solid) sebagai pakan ternak
musim kemarau, serta meningkatan produktivitas ternak. Banyak penelitian telah
dilaporkan tentang penggunaan lumpur sawit sebagai bahan pakan ternak
ruminansia maupun non-ruminansia. Suharto (2004) menyimpulkan bahwa
kualitas lumpur sawit lebih unggul dari dedak padi.
Menurut penelitian Widjaya dan Utomo (2005) kandungan gizi dari solid
adalah sebagai berikut : protein kasar (PK) 12,63-17,41%; serat kasar (SK)
9,98-25,79%; lemak kasar (LK) 7,12-15,15%; energi bruto (GE) 3.217-3.454 kkal/kg
bahan kering. Produksi solid akan bertambah seiring semakin meningkatnya
produksi tandan buah segar (TBS), dimana produksi solid yang dapat diperoleh
sekitar 3% dari TBS yang diolah. Umumnya pabrik belum memanfaatkan solid
secara optimal bahkan dibuang begitu saja.
Fermentasi
Fermentasi berasal dari bahasa latin ferfere yang artinya mendidihkan,
yaitu berdasarkan ilmu kimia terbentuknya gas-gas dari suatu cairan kimia
yangpengertiannya berbeda dengan air mendidih. Gas yang terbentuk tersebut
diantaranya adalah karbon dioksida(CO2) (Afrianti, 2004). Fermentasi adalah
proses pemecahan senyawa organik yang dengan bantuan mikroorganisme di ubah
menjadi senyawa sederhana. Fermentasi dapat terjadi karena ada aktivitas
mikroorganisme penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai, proses
ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan tersebut. Proses fermentasi pelepah
sawit dilakukan untuk menumbuhkan cita rasa, aroma dan warna, karena selama
Fermentasi merupakan salah satu teknologi untuk meningkatkan nilai gizi
pakan berserat tinggi. Fermentasi dapat menghidrolisis protein, lemak, selulosa,
lignin dan polisakarida lain, sehingga bahan yang difermentasi akan mempunyai
daya cerna yang lebih tinggi, fermentasi akan meningkatkan Total Digestible
Nutrien (TDN) dari bahan menjadi 70%. Dengan tingginya protein sehingga
ketersediaan nitrogen untuk pertumbuhan mikroba menjadi lebih baik. Hampir
80% mikroba rumen membutuhkan nitrogen untuk mensintesis protein tubuhnya.
Pertumbuhan mikroba yang baik akan menyebabkan kecernaan pakan juga
menjadi lebih baik (Anggorodi, 1979).
Upaya untuk memperbaiki kualitas gizi, mengurangi, atau menghilangkan
pengaruh negatif dari bahan pakan tertentu dapat dilakukan dengan penggunaan
mikroorganisme melalui proses fermentasi. Fermentasi juga dapat meningkatkan
nilai kecernaan, menambah rasa dan aroma, serta meningkatkan kandungan
vitamin dan mineral (Winarno, 2000). Faktor-faktor fermentasi antara lain yaitu
pH, waktu, kandungan oksigen, suhu, dan mikroorganisme (Juwita, 2012). Karlina
(2008) menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka akan
menyebabkan kadar keasaman semakin tinggi sehingga pH akan semakin
menurun.
Beberapa manfaat/keuntungan yang dapat diperoleh dari proses pembuatan
produk melalui proses fermentasi adalah, dapat menghilangkan atau mengurangi
zat anti nutrisi, dapat meningkatkan kandungan nutrisi, dapat meningkatkan
kecernaan, dan dapat menaikkan tingkat kesehatan (Aryogi et al., 1999)
Menurut Ramia (2000) probiotik merupakan pakan tambahan dalam bentuk
mikroba hidup yang dapat memberikan pengaruh menguntungkan bagi ternak
inang dengan meningkatkan keseimbangan populasi mikroba dalam saluran
pencernaan ternak. Probiotik merupakan mikroorganisme yang dapat
meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan ternak tanpa mengakibatkan
terjadinya proses penyerapan komponen probiotik dalam tubuh ternak, sehingga
tidak terdapat residu dan tidak terjadi mutasi pada ternak. Manfaat probiotik
sebagai bahan aktif ditunjukkan dengan meningkatkan ketersediaan lemak dan
protein bagi ternak, disamping itu probiotik juga meningkatkan kandungan
vitamin B kompleks melalui fermentasi makanan (Samadi, 2007).
Mikroorganisme yang bisa dimanfaatkan sebagai probiotik adalah bakteri
(Bakteri Asam Laktat, Genus Lactobacillus dan Genus Bifidobacteria) dan fungi
(Saccharomyces cerevisiae), mikrobia yang digunakan sebagai probiotik adalah
bakteri, khamir atau ragi, mould, dan mungkin pada suatu saat termasuk
protozoa dan bahkan metazoan (Soeharsono, 2010).
Giger-Reverdin et. al., (1996), menyatakan suplementasi ragi hidup
sebagai probiotik dapat membantu meningkatkan produksi asam lemak susu pada
kambing perah, sehingga probiotik dapat memperbaiki kualitas produk ternak.
Sedangkan penggunaan EM (effective microorganisme) pada air minum pada
level 2 % memberikan efek yang menguntungkan terhadap kecernaan dinding sel
tanaman (ADF dan NDF) sehingga pemanfaatan pakan yang berserat yang tinggi
dapat dilakukan (Syomiti, et. al., 2010).
(Auclair, 2009). Pendapat lain oleh Chiquette (2009), menyimpulkan bahwa
penggunaan ragi hidup sebagai probiotik dapat meningkatkan populasi bakteri
selulitik dalam rumen, menjaga kestabilan pH rumen, meningkatkan degradasi
serat di rumen, mengurangi bakteri patogen, meningkatkan produksi susu dan
meningkatkan total bakteri. Selanjutnya, penggunaan strain kembar
Saccharomyces cerevisiae hidup yang dicampur dengan mikroorganisme rumen
dan difermentasi dengan secara in vitro dapat menurunkan laktat, sedikit metan
dan hidrogen dengan pemberian hay dan konsentrat (Lila, et. al., 2004).
Cairan Rumen
Rumen pada dasarnya adalah fermentor alami yang mengubah bahan serat
menjadi protein mikroba yang mampu menjadi sumber protein untuk
meningkatkan produksi daging dan susu. Efisiensi transfer nitrogen oleh
ruminansia 20–30% kesusu dan 10–20% kedaging (Dewhurt, et al.,2000).
Jumlah populasi mikroba didalam cairan rumensepuluh kali lebih banyak
dari pada jumlah populasi mikroba yang terdapat didalam feses dan ini akan
mempengaruhi kecernaan BK substrat secara keseluruhan (Todar, 1998). Arora
(1995) dan Gustafsson dan Palmquist (1993), menyatakan bahwa kandungan
amonia rumen berkorelasi positif dengan sintesis protein mikroba, yaitu bila
terjadi peningkatan konsentrasi ammonia (NH3) dan VFA dalam rumen maka
sintesis protein mikroba juga turut meningkat pula.
Domba Hair Sheep
Domba Hair Sheep adalah bangsa domba yang diperoleh dari persilangan
Sumatera Utara bekerja sama dengan Small Ruminant-Collaborative Research
Support Program (SR-CRSP) sejak tahun 1986. Komposisi darahnya adalah 50 %
domba lokal Sumatera, 25 % domba St. Croix ( Virgin Island) dan 25 % domba
Barbados Blackbelly. Beberapa keuntungan atau kelebihan yang diperoleh dari
domba Sungei Putih antara lain : (1) Produktivitasnya lebih tinggi dari pada
domba lokal Sumatera (± 40 % lebih tinggi). Hal ini ditandai dengan laju
pertumbuhan yang tinggi, tetapi jumlah anak per kelahiran, interval beranak dan
mortalitas anak yang relative rendah, (2) Adaptasi yang baik terhadap lingkungan
termasuk resisten terhadap parasit internal, (3) Karkasnya lebih besar, dengan
kualitas pakan yang baik, rata-rata bobot hidup domba jantan muda adalah 20 kg
pada umur 7 bulan dan 30 kg pada umur 11 bulan, (4) Wolnya lebih sedikit dari
pada domba Lokal Sumatera, domba lokal ekor tipis dan domba Priangan. Domba
Hair Sheep merupakan salah satu bangsa domba yang dapat diandalkan untuk
menunjang pengembangan sistem integrasi lahan perkebunan serta peternakan
dengan perkebunan baik konsumsi dalam negeri maupun tujuan ekspor
(Gatenby and Batubara, 1994).
Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan
apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Jumlah konsumsi pakan
merupakan faktor penentu paling yang menentukan jumlah nutrient yang didapat
oleh ternak dan berpengaruh terhadap tingkat produksi (Parakkasi, 1995).
dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti
bau, rasa, tektur, dan temperatur.
Konsumsi pakan yang rendah akan menyebabkan kekurangan zat makanan
yang dibutuhkan ternak, dan akibatnya akan menghambat penimbunan lemak dan
daging. Apabila kebutuhan untuk pokok sudah terpenuhi, kelebihan gizi yang
dikonsumsi akan ditimbun sebagai jaringan lemak dan daging (Anggorodi, 1994).
Tillman et al. (1991), menyatakan bahwa hubungan daya cerna dengan
konsumsi adalah meningkatnya daya cerna menyebabkan meningkatnya
konsumsi. Disamping dipengaruhi oleh kandungan nutrien, konsumsi juga
dipengaruhi oleh laju alir pakan (McDonald et al., 1995). Laju alirpakan
dipengaruhi oleh konsumsi air minum.
Tabel 2. Kebutuhan harian zat-zat pakan untuk ternak domba
BB
Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot
badan melalui penimbangan berulang-ulang, yaitu setiap hari, setiap minggu atau
misalnya setiap minggu atau setiap bulan akan dapat mengetahui besarnya
pertambahan bobot badan ternak (Tillman et al., 1998).
Ransum merupakan faktor terbesar yangmempengaruhi laju pertumbuhan
ternak, hal tersebut ditunjukkan oleh PBB persatuan waktunya. Dalam keadaan
yang sama, besarnya PBB ternak, akan sebanding dengan jumlah ransum yang
dikonsumsi (Tillman et al., 1983).
Rata-ratapertambahan bobot badan (PBB) lokal yang dipelihara di
peternakan rakyat berkisar 30 gram/hari,melalui perbaikan teknologi pakan
PBBdomba lokalmampu mencapai 57 – 132 g/ekor (Prawotoet al.,2001). Purbowati (2007), melaporkan domba yang diberi complete feed (17,35%)
protein kasar) dalam bentuk pelet 5,6% bobot badanmenghasilkan PBB 164
g/hari.
Pemanfaatan protein selain terkait dengan level pemberian pakan
juga terkait dengan bobot badan ternak. Ternak yang berbobot badan rendah
dan masuk masa pertumbuhan membutuhkan protein lebih tinggi dibandingkan
ternak dewasa yang telah masuk masa penggemukkan (Orskov, 1992). Protein
mula-mula akan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup pokok, selanjutnya
kelebihanprotein yang ada pada ternak yang berbobot badan rendah cenderung
akan dimanfaatkan untuk proses pertumbuhan. Protein dalam tubuh ternak salah
satunya berfungsi untuk pertumbuhan/pembentukan jaringan baru
(Anggorodi, 1994).
yang sama. Konversi pakan merupakan suatu indikator yang dapat menerangkan
tingkat efisiensi penggunaan pakan, dimana semakin rendah angkanya berarti
semakin baik konversi pakan tersebut (Anggorodi, 1990).
Kualitas pakan menentukan konversi pakan. Pakan yang berkualitas baik
dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Penggunaan pakan
akan semakin efisiensi bila jumlah pakan yang dikonsumsi minimal namun
menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi (Martawidjayaet al., 1999).
Konversi pakan, khususnya ternak ruminansia kecil, dipengaruhi oleh
kualitas pakan, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses
metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak. Makin baik kualitas pakan yang
dikonsumsi ternak, akan diikuti dengan PBB yang lebih tinggi dan makin efisien
penggunaan pakannya (Kusmandi et al., 1992; Juarini et al., 1995). Sementara
itu,menurut Haryanto et al. (1992), nilai kecernaan yang rendah, menyebabkan
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini
berlangsung selama 3 bulan dimulai dari Oktober 2014 sampai Desember 2014.
Bahan dan Alat
Bahan
Domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 15 ekor
domba Hair Sheep jantan dengan berat badan awal 15.13±0.64. Bahan pakan yang
digunakan meliputi pelepah daun kelapa sawit, bungkil inti sawit, lumpur sawit,
bungkil kelapa, bungkil kedelai, dedak, urea, molases, garam, mineral, air minum
yang diberikan secara adlibitum, dan obat-obatan seperti kalbazen, B kompleks
dan hematopan. Isolat yang digunakan adalah isolat asal limbah sawit dan isolat
asal cairan rumen kerbau.
Alat
Kandang individual 15 unit beserta perlengkapannya, tempat pakan dan
tempat minum 15 buah, timbangan kapasitas 50 kg dengan kepekaan 50 g,
timbangan berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang pakan,
mesin chopper untuk mencincang pelepah sawit, grinder untuk menghaluskan
pakan, terpal untuk alas fermentasi pakan, alat pembersih kandang seperti sapu
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah eksperimen menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan 5 ulangan, yaitu:
P0= pakan kontrol (hasil samping industri kelapa sawit tanpa fermentasi)
P1= pakan fermentasi menggunakan isolat asal limbah sawit
P2= pakan fermentasi menggunakan isolat asal cairan rumen kerbau
Kombinasi unit perlakuan dalam ulangan sebagai berikut:
P2U5 P0U5 P2U1
P2U3 P1U2 P0U5
P0U4 P1U5 P1U3
P2U2 P2U4 P1U4
P1U1 P0U2 P0U3
Tabel 3. Formulasi ransum percobaan domba
Nama Bahan P0 (%) P1 (%) P2 (%)
Limbah Industri Klp.sawitTanpa Fermentasi 50 - -
Limbah Industri Klp.Sawit Fermentasi I* - 50 -
Limbah Industri Klp.Sawit Fermentasi II** - - 50
Dedak 38,8 39,8 39,8
B. Kelapa 3.5 3 3
B. Kedelai 1.5 1 1
Molases 3,5 3,5 3,5
Urea 1,2 1,2 1,2
Mineral 1 1 1
Garam 0,5 0,5 0,5
PK 13,73 14,87 14,29
SK 15,73 14,17 15,07
LK 9,93 6,45 5,83
TDN 67,36 65,16 64,95
Ket: Perbandingan Pelepah:BIS:Lumpur Sawit=4:3:3
*Fermentasi dengan isolat asal limbah sawit ** Fermentasi dengan isolat rumen
Peubah Yang Diamati
a. Konsumsi Pakan (g)
Konsumsi pakan yang akan diperoleh dengan menghitung selisih jumlah
pakan yang diberikan dengan sisa pakan setiap harinya dan dinyatakan dengan
gram per ekor per hari.
Konsumsi pakan= Pakan yang diberikan – pakan yang sisa
b. Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/hari)
Pertambahan bobot badan dihitung dengan cara membagi selisih bobot
badan (bobot badan akhir-bobot awal) dibagi waktu pengamatan.
PBBH= bobot akhir-bobot awal (g/ekor) Lama pemeliharaan (hari)
c. Konversi Ransum
Konversi pakan dihitung berdasarkan perbandingan jumlah pakan (gram)
Pelaksanan Penelitian
Persiapan Kandang dan Peralatan
Kandang dan semua peralatan dibersihkan dan dicuci, kemudian dilakukan
pengapuran pada lantai dan dinding kandang sebelum proses pemeliharaan.
Selanjutnya kandang dan semua peralatan disemprot dengan rhodalon (dosis
10ml/2,5 liter air)
Pengacakan Domba
Domba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 15 ekor,
penempatan domba dengan sistem acak yang tidak membedakan bobot badan
domba dan sebelumnya sudah dilakukan penimbangan bobot badan domba.
Pemberian Pakan dan Air Minum
Pakan yang diberikan adalah pakan hasil limbah sawit segar dan hasil
fermentasi, air minum yang diberi secara adlibitum, air di ganti setiap harinya dan
tempat air dicuci bersih. Sisa pakan ditimbang untuk mengetahui konsumsi ternak
tersebut. Sebelum dilaksanakan penelitian diadakan adaptasi selama tiga minggu.
Pengambilan Data
Pengambilan data setiap hari untuk konsumsi ransum dengan menimbang
ransum yang tersisa atau terbuangdan penimbangan berat badan dilakukan setiap
minggu, demikian juga dengan konversi ransum diambil datanya pada setiap
minggu dan diambil datanya selama 3 bulan.
Data yang diperoleh akan di analisis, dan jika perlakuan berpengaruh nyata
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Pakan
Konsumsi ransum terus meningkat seiring dengan pertambahan kebutuhan
zat-zat nutrisi untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan ternak. Konsumsi
dapat dihitung dengan pengurangan jumlah yang diberikan dengan sisa pakan
tersebut dan pakan yang diberikan dalam bentuk bahan kering. Tingkat konsumsi
bahan kering dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: bobot badan, umur dan
kondisi stress yang diakibatkan oleh lingkungan.
Hasil penelitian diperoleh rataan konsumsi total domba setiap perlakuan
selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Rataan konsumsi pakan (bahan kering) pada domba jantan selama penelitian
Perlakuan Ulangan Rataan
1 2 3 4 5
P0 696.46 712.09 610.93 719.24 776.02 702.95B P1 831.19 826.91 941.65 900.56 831.55 866.37A P2 622.04 710.77 770.57 542.92 845.98 698.46B Ket. Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.01)
Tabel 4 di atas dapat di lihat bahwa rataan konsumsi ransum dalam bahan
kering pada perlakuan P0 sebesar 702.95 (g/ekor/hari), perlakuan P1 sebesar
866.37 (g/ekor/hari) dan perlakuan P2 sebesar 698.46 (g/ekor/hari). Rataan
konsumsi ransum tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (ransum fermentasi dengan
isolat asal limbah sawit) yaitu sebesar 866.37 (g/ekor/hari) dan rataan konsumsi
terendah terdapat pada perlakuan P2 (ransum fermentasi dengan isolat asal cairan
Berdasarkan analisis keragaman diketahui bahwa pemberian ransum hasil
samping industri kelapa sawit fermentasi dengan probiotik lokal pada domba
memberikan pengaruh yang sangat nyata (P˂0,01) terhadap konsumsi ransum. Hasil uji lanjut dengan Duncan menujukkan perlakuan P1 berbeda sangat
nyata dengan perlakuan P0. Hal ini dikarenakan ransum dari perlakuan P1
memiliki warna yang menarik yaitu kecoklatan dibandingkan warna dari ransum
P0 yang memiliki warna kuning pucat, aroma dari ransum P1 lebih wangi
dibandingkan ransum P0 yang tidak ada aroma, dan rasa dari ransum P1 yang
lebih enak dari ransum P0 karena pakan hasil fermentasi dari isolat asal limbah
sawit memiliki rasa asam. Karena fermentasi dapat menambahkan rasa dan aroma,
hal ini sesuai dengan pernyataan (Winarno, 2000), yang menyatakan fermentasi
dapat meningkatkan nilai kecernaan, menambah rasa dan aroma, serta
meningkatkan kandungan vitamin dan mineral. Hal ini termasuk oleh pengaruh
palatabilitas dari ransum yang meliputi bau, rasa, tekstur, dan temperatur. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Departemen Pertanian (2002), yang menyatakan bahwa
yang dapat menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk
mengkonsumsinya adalah palatabilitas yaitu sifat performans bahan-bahan sebagai
akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang
dicerminkan oleh organoleptiknya seperti bau, rasa, tekstur, dan temperatur.
Perbedaan antara perlakuan P1 dengan P2 dikarenakan oleh factor
palatabilitas juga. Yaitu aroma dari ransum perlakuan P1 lebih wangi dari ransum
perlakuan P2. Ransum dari perlakuan P2 memiliki aroma kurang sedap karena
Departemen Pertanian (2002) yang menyatakan bahwa yang dapat menumbuhkan
daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya adalah palatabilitas
yaitu sifat performans bahan-bahan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi
yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya
seperti bau, rasa, tekstur, dan temperatur.
Perlakuan P0 dan P2 menunjukkan notasi yang sama karena nilainya yang
tidak terlalu berbeda. Karena perlakuan P0 dan perlakuan P2 memiliki
kekurangan. Yaitu ransum P0 memiliki warna yang tidak menarik dan ransum P2
yang memiliki aroma tidak sedap sehingga ternak tidak memiliki ketertarikan
untuk mengkonsumsi ransum perlakuan P0 dan P1. Karena faktor utama yang
mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Menurut Faverdin et al. (1995) palatabilitas merupakan faktor utama yang
menjelaskan perbedaan konsumsi bahan kering antar pakan.
Tingginya konsumsi dari perlakuan P1 dikarenakan sifat fisik dari ransum
tersebut lebih unggul yaitu lebih wangi, lebih enak, dan memiliki warna lebih
menarik karena fermentasi dapat menambah rasa dan aroma. Hal ini sesuai
dengan penyataan(Winarno, 2000), yang menyatakan fermentasi juga dapat
meningkatkan nilai kecernaan, menambah rasa dan aroma, serta meningkatkan
kandungan vitamin dan mineral. Bentuk ransum yang lebih halus juga
mempengaruhi yang termasuk dalam sifat fisik pakan. Karena ransum yang halus
menyebabkan laju makanan masuk kedalam rumen menjadi lebih cepat sehingga
meningkatkan konsumsi ransum juga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parakkasi
(1995), yang menyatakan tingkat konsumsi bahan kering dipengaruhi oleh
makanan yang dapat mempengaruhi kecernaan yang selanjutnya mempengaruhi
konsumsi.
Pertambahan Bobot Badan
Pengukuran pertambahan bobot badan dihitung berdasarkan selisih dari
penimbangan bobot badan akhir dikurangi dengan bobot badan awal dibagi
dengan jumlah waktu selama pengamatan. Pengukuran bobot badan dilakukan
setiap minggu dan dalam satuan g/ekor/hari. Rataan pertambahan bobot badan
domba selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Rataan pertambahan bobot badan domba selama penelitian (g/ekor/hari)
Perlakuan Ulangan Rataan
1 2 3 4 5
P0 67.74 105.12 49.76 82.14 87.74 78.50B P1 114.76 96.07 103.45 133.21 116.07 112.71A P2 39.75 79.17 100.36 58.56 113.33 78.23B Ket. Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.005)
Tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan pertambahan bobot badan tertinggi
terdapat pada perlakuan P1 (pakan dengan fermentasi isolat asal limbah sawit)
yaitu sebesar 112.71 g/ekor/hari dan rataan pertambahan bobot badan terendah
terdapat pada perlakuan P2 (pakan dengan fermentasi isolat asal cairan rumen
kerbau) yaitu sebesar 78.23 g/ekor/hari dan hampir sama dengan perlakuan P0
(pakan kontrol tanpa fermentasi) yaitu sebesar 78.50 g/ekor/hari.
Analisis keragaman pertambahan bobot badan menunjukkan bahwa
pemberian pakan hasil samping industri kelapa sawit fermentasi dengan probiotik
lokal pada domba memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap
Pemberian ransum hasil samping industri kelapa sawit fermentasi dengan
probiotik lokal dapat meningkatkan pertambahan bobot badan yang berbeda
nyata, maka untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji Duncan.
Perlakuan P1 menunjukkan perbedaan dengan kenaikan angka rataan
pertambahan bobot badan yang lebih baik, sehingga pemanfaatan hasil samping
industri kelapa sawit fermentasi dengan isolat hasil limbah sawit dapat digunakan
sebagai pakan ternak domba. Hal ini terlihat dari perlakuan P1 (fermentasi
menggunakan isolat asal limbah sawit) dengan angka pertambahan bobot badan
tertinggi yaitu sebesar 112.71±14.12 g/ekor/hari dapat digunakan sebagai pakan,
suplemen makanan dan sumber protein sehingga peningkatan pertambahan bobot
badan harian semakin baik.
Perbedaan pertambahan bobot badan pada domba tersebut dikarenakan
oleh konsumsi yang berbeda dan probiotik pada isolat asal limbah sawit yang
terdiri dari bakteri bacillus sp YLB1 yang memiliki kemampuan untuk
mendegradasi lignoselulosa sehingga ternak lebih mudah untuk mencerna serat.
Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh kecernaan dari ransum perlakuan yang
cukup tinggi sehingga domba mampu mencerna pakan dengan baik yang
digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup pokok dan pertambahan bobot
badan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soegijono (2010), yang menyatakan
bahwa probiotik merupakan pakan aditif berupa mikroba hidup yang dapat
meningkatkan keseimbangan dan fungsi pencernaan hewan inang, memanipulasi
mikroba saluran pencernaan untuk tujuan peningkatan kondisi kesehatan serta
tersebut juga dikarenakan fermentasi limbah industri dengan mikroba indigenous
dapat meningkatkan kandungan protein dan menurunkan kadar serat
(Yunilaset al., 2013).
Perbedaan pertambahan bobot badan harian pada perlakuan ini juga
disebabkan karena konsumsi ternak pun berbeda. Sehingga mengakibatkan
penyerapan zat nutrisi yang berbeda pula, sedangkan untuk pertumbuhan dan
pertambahan bobot badan yang baik diperlukan zat nutrisi yang optimal. Hal
ini sesuai dengan pendapat Wahyu (1992), yang menyatakan bahwa tingkat
konsumsi ransum berpengaruh terhadap bobot badan mingguan. Tingkat konsumsi
yang rendah akan mengakibatkan zat-zat nutrisi makanan yang terkonsumsi juga
rendah sehingga mengakibatkan pertumbuhan yang tidak optimal yang
menyebabkan penurunan bobot badan. Hal ini didukung oleh pendapat Ensminger
(1990), yang menyatakan bahwa keadaan atau kondisi dan pengaruh-pengaruh
sekitarnya dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan produksi
ternak.
Pertambahan bobot badan harian pada penelitian ini lebih baik dari
penelitian Rahmat (2015) yang mendapatkan PBB sebesar 49.79 g/ekor/hari dan
juga dari penelitian Aqbari (2015) yang mendapatkan PBB sebesar 50.8
g/ekor/hari.
Konversi Pakan
Konversi pakan adalah banyaknya pakan yang dikonsumsi oleh ternak
bobot badan domba yang dihitung selama penelitian. Rataan konversi pakan
selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Rataan konversi pakan domba selama penelitian
Perlakuan Ulangan Rataan
Tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan konversi pakan tertinggi terdapat pada
perlakuan P0 (pakan kontrol tanpa fermentasi) yaitu sebesar 14.27 dan rataan
konversi terendah terdapat pada perlakuan P1 (pakan dengan fermentasi isolat
hasil limbah sawit) yaitu sebesar 9.40.
Perlakuan P1 dengan tingkat konsumsi dan pertambahan bobot badan yang
lebih tinggi dan tingkat konversi yang lebih rendah menunjukkan pemanfaatan
asal samping industri kelapa sawit fermentasi dengan probiotik lokal yaitu dengan
isolat hasil limbah sawit lebih efisien, dengan angka konversi P1 yang terbaik
yaitu 9,40 artinya adalah untuk menaikkan 1 kg bobot badan domba dibutuhkan
pakan sebanyak 9-10 kg.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan hasil samping industri
kelapa sawit fermentasi dengan probiotik lokal terhadap konversi pakan domba
dapat dilihat melalui analisis keragaman konversi pakan selama penelitian.
Analisis keragaman konversi pakan diperoleh hasil bahwa pemberian pakan hasil
samping industri kelapa sawit fermentasi dengan probiotik lokal memberikan
pengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap konversi pakan domba. Meskipun dalam
penelitian ini angka konversi pakan tidak berbeda nyata, tetapi pada perlakuan P1
mendapatkan angka konversi sebesar 8.3-11.4. Pertambahan bobot badan harian
domba pada penelitian ini cukup baik yang berarti bahwa pakan yang dikonsumsi
dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menjadikan sebagai produk berupa
pertambahan bobot badan. Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh kecernaan dari
ransum perlakuan yang cukup tinggi sehingga domba mampu mencerna pakan
dengan baik yang digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup pokok dan
pertambahan bobot badan harian. Dimana hal ini sesuai dengan pernyataan
Sutardi (1990), yang menyatakan bahwa konversi pakan sangat dipengaruhi oleh
kondisi ternak, daya cerna ternak, jenis kelamin, bangsa, kualitas dan kuantitas
pakan, juga faktor lingkungan.
Konversi pakan menunjukkan hasil yang tidak cukup bagus yang berarti
bahwa banyaknya jumlah pakan yang dikonsumsi tidak berarti pula pertambahan
bobot badan harian tinggi. Semakin sedikit jumlah pakan untuk menaikkan tiap kg
bobot badan berarti semakin baik kualitas pakan tersebut. Tetapi pada perlakuan
P2 ternak pada ulangan 1 memiliki nilai konversi yang tinggi. Hal itu terjadi
karena konsumsi rataan ternak yang rendah yaitu 622.04 g/ekor/hari tetapi pakan
yang dikonsumsi tidak dicerna secara optimal sehingga menghasilkan
pertambahan bobot badan harian yang rendah yaitu 39.75 g/ekor/hari. Hal ini
sesuai dengan pendapat Card dan Nesheim (1997), yang menyatakan bahwa
konversi ransum tergantung pada beberapa faktor antara lain kadar protein, energi
metabolisme dalam ransum, kecernaan, besar tubuh, bangsa ternak, umur,
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Fermentasi hasil samping industri kelapa sawit menggunakan probiotik
lokal berpengaruh positif terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan
konversi pakan.
Saran
Sebaiknya fermentasi untuk pemanfaatan hasil samping industri kelapa
sawit yang digunakan adalah dengan isolat asal limbah sawit yqang dapat
berpengaruh posotif terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, L. H. 2004. Keunggulan Makanan Fermentasi.www.pikiranrakyat.com.
Anggorodi, R., 2000. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Arora, S. P. 1995. Microbial Digestion in Ruminants. Indian Council of Agricultural Research, New Delhi.
Aryogi, Wijono, Wahyono, dan U. Umiyasih, 1999. Pengkajian Pemanfaatan Probiotik Bioplus pada Usaha Penggemukan Sapi Potong Kondisi Peternakan Rakyat. Buletin Peternakan Edisi Khusus. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: 78-84.
Auclair, E., 2009. Yeast as an example of the mode of action of probiotics in monogastric and ruminant species. http://www.wcds.afns.ualberta.ca/Pro ceedings/2009/Manuscr pts/RoleOfProbiotics.pdf. (Diakses pada tanggal 07 Desember 2010).
Aqbari, D. 2015. Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi Dengan Penambahan Berbagai Level Biomol+ Terhadap Penggemukan Domba Local Jantan. USU Press, Medan.
Card, L. E and Neisheim, M. C., 1997. Poultry Production 11 Ed. Lea and Febiger. Philadelphia, New York.
Carvalho, L.P.F., D.S.P. Melo, C.R.M. Pereira, M.A.M. Rodrigues, A.R.J. Cabrita and A.J.M. Fonseca. 2005. Chemical composition, in vivo digestibility, N degradability and enzimatic intestinal digestibility of five protein supplements. Anim. Feed Sci. Technol. 119: 171-178.
Chiquette, J., 2009. The Role of Probiotics in Promoting Dairy Production. WCDS Advances in Dairy Technology Volume 21: 143-157.
Native Cattle. Pakistan Journal of Nutrition 10 (12):1115-1120.
Departemen Pertanian. 2002. Teknologi Tepat Guna: Budidaya Peternakan, Jakarta. http://www.Iptek.net.id/eng/index<1September 2004>
Diwyanto, K., D. Sitompul, I. Marti, I.W. Mathius dan Soentoro, 2003. Pengkajian Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu, 9-10 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 1-22.
Ensminger, M.L. 1990. Feed and Nutrition. 2nd Edition. The Ensminger Publ. Co., California.
Faverdin P, Baumont R, and Ingvartsen KL. 1995. Control and Prediction of Feed Intake in Rumi nants. In: M. Journet, E. Grenet, M-H. Farce, M. Theriez, and C. Demarquilly (eds), Proceedings of the IV th International Symposium on The Nutrition of Herbivores. Recent Development in the Nutrition of Herbivores. INRA. Paris. Pp. 95-120.
Gatenby, R. and L. P. Batubara, 1994. Management of sheep in the humid tropics experiences in North Sumatera. Second Symp. On sheep production in Malaysia. 22-24 November.
Giger-Reverdin, S. N. Bezaulta, D. Sauvanta, and G. Bertinb, 1996. Effects of a probiotic yeast in lactating ruminants: interaction with dietary nitrogen level. Journal Animal Feed Technology. Volume 63 (1) : 149-162.
Gustafsson, A. H. dan D. L. Palmquist. 1993. Diurnal variation of rumen Penelitian Ternak Ruminansia Kecil. Balai Penelitian Ternak. Bogor. p 44-48.
Haryanto, B. dan S.N. Jarmani, 2010. Performans domba sebagai respons terhadap pemberian pakan mengandung bungkil inti sawit terproteksi molases. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 3- 4 Agustus 2010. Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm. 544-549.
Jalaludin, S., Y.W. Ho, N. Abdullah and H. Kudo, 1991a. Strategis for Animal Improvement In Shoutheast Asia. In: Utilization of feed Resources in Relation to Utilization and Physiology of Ruminants in the Tropics. Trop Agric.
Jalaludin, S., Z.A. Jelan, N. Abdullah and Y.W. Ho.,1991b. Recent Development in the Oil Palm By Product Based Ruminant Feeding System. MSAP, Penang, Malaysia.
Juarini, E., I. Hasan, B. Prabowo, dan A. Thahar., 1995. Penggunaan konsentrat komersial dalam ransum domba di pedesaan dengan agroekosistem campuran di Jawa Barat. Pros. Seminar Nasional Sains danTeknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak. Bogor. p 182-187.
Juwita, R. (2012). Studi Produksi Alkohol Dari Tetes Tebu (Saccharum officinarum L) Selama Proses Fermentasi (Doctoral dissertation).
Karlina, S. 2008. Pengaruh Fermentasi Ragi Tape Dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Tape Ubi Jalar. Skripsi. Universitas Sumatra Utara.
Kartolo, R. 2015. Penggunaan Pelepah Kelapa Sawit Yang Difermentasi Dengan Mikroba Lokal Pada Domba Lokal Jantan. USU Press, Medan.
Kiswanto. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Balai Besar Pengkajian Dan
Pengembangan Teknologi Pertanian (Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian). Bandar Lampung.
Kurniasari, F., N.A. Rahmadani, R. Adiwinarti, E. Purbowati, E. Riantoand A. Purnomoadi, 2009.Pengaruh level konsentrat terhadap pemanfaatan energi pakan dan produksi nitrogen mikroba pada sapi Peranakan Ongole. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13-14 Agustus 2009. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 419-424.
Kusmandi, H. Pulungan, dan B. Haryanto, 1992. Manfaat nutrisi rumput lapangan dengan tambahan konsentrat pada domba. Pros. Optimalisasi Sumberdaya dalam Pembangunan Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani. ISPI Cabang Bogor dan Balai Penelitian Ternak. Bogor. p. 12-15.
Martawidjaya, M. B. Setiadi dan S. S. Sitorus, 1999. Pengaruh Tingkat Protein Energi Ransum Terhadap Kinerja Produksi Kambing Kacang Muda. Balai Penelitian Ternak, Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner.
Mathius, W., D. Sitompul, B. P. Manurung dan Widjaja, Asmi., 2003. Produk samping tanaman dan pengolahan buah kelapa sawit sebagai bahan dasar pakan komplit : Suatu tinjauan. Prosiding. Loka karya Nasional: Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi.Bengkulu, 9-10 September 2003. P. 120-128.
Mathius, I-W. 2009. Produk samping industri kelapa sawit dan teknologi pengayaan bahan pakan sapi yang terintegrasi. Didalam: FAGI, A.M. dan Subandryo dan I-W. Rusastra. Sistem Integrasi Ternak Tanaman Padi, Sawit dan Cacao. LIPI, Press, Jakarta. hlm. 65-103.
McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalg, and C. A. Morgan, 1995. Animal Nutrition. Fifth Edition. Longman Scientific and Technical Publisher.
Naswir.2003. Pemanfaatan Urine Sapi Yang Difermentasi Sebagai Nutrisi Tanaman. www.tumoutou.net.hmt.
National Research Council (NRC). 1995. Nutrient Requirement Of Poultry, 9th Revised Edition. National Academy Press, Washington DC.
Orskov, E. R., 1992. Protein Nutrition in Ruminants. Edisi ke-2. Harcount Brace Jovanovich, Publishers, London.
Parakasi, A., 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung.
Parakasi , A., 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia, UI Press, Jakarta
Parakasi, A., 1995. Ilmu Nutrisi Ruminansia Pedaging. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Pertanian. IPB: Bogor.
Prawoto, J. A., C. M. S. Lestari, dan E. Purbowati. 2001. Keragaan dan kinerja produksi domba lokal jantan yang dipelihara intensif dengan memanfaatkan ampas tahu sebagai pakan campuran. Abstrak Hasil. Hasil Penelitian Tahun 1998/1999. Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro. Semarang. Hal 68-70 (Abstr).
Ramia, I.K., 2000. Suplementasi Probiotik dalam Ransum Berprotein Rendah terhadap Penampilan Itik Bali. Majalah Ilmiah Peternakan . Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar: 45-54.
Samadi. 2007. Proboitik Pengganti Anti Biotik dalam Pakan Ternak. Fakultas Pertanian Prodi Peternakan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Sumber :http:/www.indo.net.id . Diakses 8 Juli 2010
Soegijono, 2010. Pemanfaatan Bakteri Bacillus Megaterium Sebagai Probiotik Untuk Meningkatkan Aktivitas Enzim Pencernaan Dan Respon Pertumbuhan Udang Vannamei Litopenaeus Vannamei). http://soegijono.wordpress.com/2010/01/27/ konservasi/ .
Soeharsono., 2010. Probiotik Basis Ilmiah. Widya Padjajaran.Bandung.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh: B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suharto, 2004. Pengalaman pengembangan usaha. system integrasi sapi-kelapa sawit di Riau. Pros. Lokakarya Nasional. Hal. 57-63. Dept. Pertanian, Pemda Prov. Bengkulu dan P.T. Agricinal. Bengkulu.
Sutardi, T. 1990. Landasan Ilmu Nutrien. Departemen Ilmu Makanan Ternak. IPB, Bogor.
Syomiti, M., M. Wanyoike, R.G. Wahome and J.K.N. Kuria, 2010. In sacco probiotic properties of effective microorganisms (EM) in forage degradability. Livestock Research for Rural Development 22 (1) 2010.
Tafsin, M., 2007. Polisakarida Mengandung Mangan dari Bungkil Inti Sawit Sebagai Anti Mikroba Salmonella Thypimurium Pada Ayam. Media Peternakan. USU, Medan.
Tafsin, M., dan Yunilas.2013. Penggunaan Probiotik Lokal pada Ransum Berbasis Tongkol Jagung untuk Domba.(Laporan Penelitian), LP3M USU. Medan.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Ptawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo, 1983. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fapet. UGM, Yogyakarta.
Tillman, A. D., Hari H., Soedomo R., Soeharto P., dan Soekanto L., 1991. Ilmu MakananTernak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan UGM-Press.
Utomo, B.N, dan Erwin W., 2004. Limbah Padat Pengolahan Minyak Sawit sebagai Sumber Nutrisi Ternak Ruminansia. Jurnal Litbang Pertanian 23(1), Hal 22-28. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. Palangkaraya.
Wahyu, J., 1992. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas.UGM. Press, Yogyakarta.
Wanapat , Metha., K. Boonnop., C. Promkot and A. Cherdton., 2011. Effects of alternative protein sources on rumen microbes and productivity of dairy cows. Maejo International Journal science and Technology 5 (1) :13-23.
Wayan, I, M,, 2008. Perkebunan Kelapa Sawit Dapat Menjadi Basis Pengembangan Sapi Potong. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian Pusat Penelitiandan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Wenten, I.G, 2004. Solusi terpadu program zero waste effluent dan integrasi kebun ternak dalam industri CPO. Dalam: B. Haryanto, I.W. Mathius, B.R. Prawiradiputra, D. Lubis, A. Priyanti dan A. Djajanegara (Eds.). Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Pros. Sem. Nas. Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Prov. Bali dan Crop-Animal System research network (CASREN), Bogor.
Widjaja, E. dan B.N. Utomo., 2005. Pemanfaatan limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang berupa solid untuk pakan ternak (sapi, domba dan ayam potong). Success Story Pengembangan Teknologi Inovatif Spesifik Lokasi. Badan Litbang Pertanian. Buku I. hlm. 173-185.
Winarno, F. G. 2000. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.