ANALISIS KWANTITAS IDEAL
MODA TRANSPORTASI
STUDI KASUS : BECA MOTOR DI KOTA PADANGSIDIMPUAN
T E S I S
Oleh
ERWIN SYAH LUBIS 027020009/AR
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS KWANTITAS IDEAL
STUDI KASUS : BE
ANGSIDIMPUAN
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik
pada Se Utara
Oleh
ERWIN SY H LUBIS
SEKOLAH PASCASARJANA
UN
A
MODA TRANSPORTASI
CA MOTOR DI KOTA PAD
dalam Program Studi Teknik Arsitektur kolah Pascasarjana Universitas Sumatera
A 027020009/AR
IVERSITAS SUMATERA UTAR
MEDAN
Judul Tesis : ANALISIS KWANTITAS IDEAL
TOR DI KOTA Nama Mahasiswa
Menyetujui
Kom ing
(Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD MODA TRANSPORTASI STUDI KASUS : BECA MO PADANGSIDIMPUAN : Erwin Syah Lubis Nomor Pokok : 027020009
Program Studi : Arsitektur
isi Pembimb
) (Ir. N. Vinky Rahman, M.T)
Ketua Program Studi Direktur
r. Nurlisa Ginting, M.Sc)
Ketua Anggota
(I (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B. M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal : 25 April 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD
Anggota : Ir. N. Vinky Rahman, MT
Ir. M. Sofian Asmiza S, M.Sc, PhD
Salmina W. Ginting, ST, MT
ABSTRAK
Setiap kota di seluruh Indonesia mempunyai masalah transportasi yang beda-beda, mulai dari masalah sederhana di kota kecil sampai masalah yang komplek di ibukota
et, dan akibat keberadaan pool / mangkal beca motor
ata persentasi angkutan
ata Kunci : Moda Transportasi, Karakteristik Moda, Penduduk
propinsi dan ibukota negara. Kota Padangsidimpuan yang merupakan bagian kota kecil mempunyai masalah transportasi yang masih tergolong sederhana yaitu masalah moda transportasi umum.
Jumlah beca motor ini sangat memprihatinkan, karena porsi jumlah beca motor yang dibutuhkan melebihi targ
menyebabakan masalah lalulintas disebabkan menggunakan badan jalan untuk parkir. Upaya penekanan jumlah angka tersebut sudah banyak dilakukan dengan oleh pemerintah dan kepolisian dengan merazia izin operasional beca motor untuk setiap
asosiasi, tetapi tidak memampakkan hasil yang diharapkan.
Pada penelitian ini membuktikan bahwa faktor yang sangat dominan dalam penentuan jumlah ideal transportasi umum adalah variabel d
umum yang melayani suatu kawasan, jarak tempuh perjalanan yang akan dilakukan dan jumlah penduduk yang tidak mempunyai kenderaan pribadi
ABSTRACT
very city whole in Indonesia have different transportations’ problem, from simple problem in small city until complex problem in capital province and capital country.
dicab poll make
ation, but the result of it is
on is data presentation of public transportation which serve a
eyword : Moda transportation, characteristic of moda, people E
Padangsidimpuan city which constitute part of small city have transportation which still simple classified that is a moda public transportation’s problem.
The quantity of this pedicab is so be apprehensive, because portion quantity of pedicab which needed is over target and the effect of existence of pe
traffic jam because using the body of highway to parked.
The efforts to pressing that quantity have more do it by government and police. Raid by police operational licenses of pedicab to every associ
not show as a hoped.
In this research improve that factor which very dominant in ideal quantity of public transportation predicti
region, radius travel which will do it and the people quantity which have not a own car.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah syukur pada Allah SWT atas izinNya tesis ini dapat
diseles
dibantu serta didukung oleh berbagai
pihak,
Magister Teknik
idimpuan yang telah membantu penulis
i Susilawati, ST) serta anak-anak tercinta
s oleh Allah SWT. Amin…
Padangsidimpuan, April 2008 aikan sebagai persyaratan akademis di sekolah Pascasarjana Program Studi
Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini penulis banyak
bersama ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD sebagai Ketua Komisi Pembimbing I
dan Ir. N. Vinky Rahman, MT sebagai Komisi Pembimbing II.
2. Staf Pengajar S2 di program Manajemen Pembangunan Kota
Arsitektur Universitas Sumatera Utara.
3. Staf Dinas Perhubungan Kota Padangs
dalam pengambilan data penelitian.
4. Kepada kedua orangtua, istri (Sus
(Azhar Rasyidah Lubis, Aqila Nafisah Lubis dan Salman Naufalsyah Lubis) di Padangsidimpuan yang banyak membantu memberikan dorongan kepada
penulis sehingga terselesaikannya tesis ini.
Semoga semua amal kebaikannya dibala
RIWAYAT HIDUP
ama : ERWIN SYAH LUBIS
ober 1971
jol No. 65 Padangsidimpuan
an
ngsidimpuan Tamat (1978)
ya
N
Tempat/ Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 11 Okt
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Dosen
Alamat : Jln. Imam Bon
Pendidik :
1. Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Pada
2. Sekolah Dasar Muhammadiyah 2 Padangsidimpuan Tamat (1984)
3. Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah 09 Sipirok Tamat (1987)
4. Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah Tasikmala Tamat (1991)
5. Sarjana Teknik Geodesi Unv. Winaya Mukti Bandung Tamat (1998)
DAFTAR ISI
BSTRAK ... i
i B A ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP... iv
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Batasan Masalah ... 5
1.3.Perumusan Masalah ... 5
1.4.Hipotesa ... 6
1.5.Tujuan Penelitian ... 7
1.6.Manfaat Penelitian ... 7
1.7.Metodologi Penelitian ... 8
AB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Transportasi Perkotaan... 12
2.2. Tinjauan Kebutuhan Transportasi ... 15
2.3.1. Pengertian Bangkitan Lalu Lintas... 16
2.3.1.1. Bangkitan Lalulintas : Analisa Kategori ... 17
2.4. Model 2.4.2. M 2.5. S 2.6. S BAB III BAB IV : GA Pemilihan Diskret ... 22
2.4.1. Analisa Regresi Linier... 22
2.4.1.1. Koefisien Determinasi (R2) ... 23
2.4.1.2. Regresi Linier Berganda ... 25
odel Logit Biner Selisih... 29
pasial / Ruang Kota... 31
2.5.1. Fisik Kota ... 33
2.5.2. Teori Spasial Kota... 34
2.5.3 Teori Linkage... 37
tudi Terdahulu... 37
: METODA PENELITIAN ... 40
3.1. Lokasi Penelitian... 40
3.2. Metodologi Penelitian ... 40
3.3. Populasi dan Sampel ... 42
3.4. Metoda Pengumpulan Data Penelitian ... 44
3.5. Metoda Analisis ... 45
MBARAN LOKASI PENELITIAN ... 47
4.1. Gambaran Umum Kota Padangsidimpuan... 47
4.2. Lokasi Penelitian... 51
4.3.1. Angkutan Umum Daerah Perkotaan ... 56
4.3.2. Angkutan Beca Motor ... 58
BAB V : AN BECA MOTOR, DAN SPASIAL ... 62
5.2. S BAB VI : BABA VII : DAFTAR PUST ALISIS KARAKTERISTIK RESPONDEN, KOTA PADANGSIDIMPUAN ... 5.1. Karakteristik Responden ... 62
5.1.1. Penghasilan rata-rata per-rumah tangga... 62
5.1.2. Tujuan Perjalanan... 63
5.1.3. Daerah Tujuan... 64
5.1.4. Waktu Penggunaan Beca Motor ... 65
5.1.5. Frekwensi Penggunaan Beca Motor... 66
5.1.6. Ukuran Rumah Tangga ... 66
pasial Kota Padangsidimpuan ... 67
ANALISIS ANGKUTAN BECA MOTOR ... 70
6.1. Analisis Pemilihan Moda ... 70
6.2. Analisis Bangkitan Lalulintas ... 75
6.3. Analisis Jumlah Optimal Beca Motor ... 80
KESIMPULAN DAN SARAN ... 88
7.1 Kesimpulan ... 88
7.2. Saran... 90
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1.1. Jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan ... 3
2.1.1. Klasifikasi pergerakan orang perkotaan berdasarkan maksud pergerakan ... 13
2.1.2. Jenis dan macam moda transportasi kota menurut karakteristik dan tipe penggunaannya... 14
2.3.1.1. Data tingkat bangkitan lalulintas menurut (Maller, 1985) ... 18
2.3.1.2. Data tingkat bangkitan lalulintas menurut (Black, 1981) ... 19
2.3.1.3. Sub kategori dari 3 kategori (Wootton dan Pick, 1967)... 20
2.5. Perbedaan ciri-ciri desa dan kota ... 32
4.1.1. Luas wilayah administrasi Kota Padangsidimpuan... 48
4.1.2. Jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan ... 49
4.2.1. Distribusi dan kepadatan penduduk ... 54
4.2.2. Jaringan jalan (kilometer) ... 54
6.1.1. Informasi utilitas moda beca motor dengan angkutan kota ... 71
6.1.2. Hitungan mencari α dan β... 73
6.1.3. Hitungan mencari P1... 74
6.2.1. Data responden di Padangsidimpuan Utara ... 76
6.2.2. Data responden di Padangsidimpuan Selatan ... 76
6.2.4. Data responden di Padangsidimpuan Utara dengan tingkat
pergerakan ... 77
6.2.5. Data responden di Padangsidimpuan Selatan dengan tingkat pergerakan ... 78
6.2.6. Jumlah penduduk miskin tahun 2005 Kota Padangsidimpuan 78 6.2.7. Jumlah perusahaan betor terdaftar di Kota Padangsidimpuan . 79 6.3.1 Data untuk mencari persamaan regresi berganda perhitungan jumlah beca motor... 81
6.3.2. Descriptive Statistics ... 83
6.3.3. Correlations ... 84
6.3.4. Variables Entered / Removed (b) ... 84
6.3.5. Model Summary (b) ... 85
6.3.6. ANOVA (b)... 85
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1.1.1. Jumlah penduduk dengan permasalahan transportasi
di perkotaan... 2
1.1.2. Keadaan beca motor di Kota Padangsidimpuan... 4
1.3. Keadaan kemacetan dan parkir beca motor di pusat Kota Padangsidimpuan ... 6
1.7. Diagram Alir Penelitian ... 8
2.3.1.1. Struktur kategori dalam metoda analisis kategori... 20
2.4.1.1. Beberapa jenis simpangan... 24
2.7.1. Pola umum perkembangan lahan perkotaan ... 34
2.5.2.1. Kerangka penggunaan lahan perkotaan ... 35
2.5.2.2. Teori konsentris Burgess 1925... 35
2.5.2.3. Teori Sektor Hoyt 1930-an ... 36
4.1. Peta Kota Padangsidimpuan... 50
4.2.1. Peta BWK Kota Padangsidimpuan ... 51
4.2.2. Peta lokasi penelitian (Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Selatan)... 53
4.2.1. Jaringan jalan di BWK I dan Pusat Kota ... 55
4.3.2.1. Beca motor yang beroperasi di Kota Padangsidimpuan ... 58
4.3.2.2. Pemilihan moda berdasarkan jarak perjalanan... 60
5.1.1. Penghasilan responden per-rumah tangga... 62
5.1.2. Tujuan perjalanan responden ... 63
5.1.3. Daerah tujuan perjalanan responden ... 64
5.1.4. Waktu penggunaan beca motor... 65
5.1.5. Frekwensi penggunaan beca motor oleh responden... 66
5.1.6. Ukuran rumah tangga (yang menggunakan beca motor) ... 66
5.2.1. Perjalanan responden terhadap spasial Kota Padangsidimpuan 67 5.2.2. Linkage kawasan di BWK I Kota Padangsidimpuan... 68
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertambahan penduduk perkotaan di Indonesia dari tahun 1990 sampai
dengan tahun 2000 adalah sekitar 4,3% per tahun, hal ini terjadi akibat urbanisasi
yang tinggi. Searah dengan pertambahan penduduk perkotaan tersebut menyebabkan
kebutuhan sistem transportasi angkutan umum bertambah kira-kira 7,9 % per tahun
dan diperkirakan meningkat hingga 10 % per tahun dalam dasawarsa berikutnya
(Tamin, 2000).
Permasalahan transportasi di Indonesia sudah sedemikian parahnya,
khususnya di beberapa kota besar seperti DKI-Jakarta, Surabaya, Medan dan
Bandung. Kota yang berpenduduk melebihi 1-2 juta jiwa dapat dipastikan
mempunyai permasalahan transportasi. Pada akhir tahun 2000 diperkirakan semua
ibu kota propinsi dan beberapa ibukota kabupaten / kota akan berpenduduk diatas 1-2
juta jiwa, sehingga permasalahan transportasi tidak dapat dihindarkan. Hal ini
menjadi lampu merah bagi para pembina, pemimpin kota yang sedang menjabat
karena mereka dihadapkan kepada permasalahan baru yang memerlukan pemecahan
yang baru pula yaitu permasalahan transportasi perkotaan.
Demikian juga pada beberapa kota kecil yang mempunyai permasalahan
mengantisipasi perkembangan kota di kemudian hari, karena jika dibiarkan terus
menerus maka akan mengakibatkan penumpukan permaslahan yang komplek dan
penyelesaian yang tidak gampang, dengan biaya yang besar dan waktu yang relatif
lama disebabkan oleh variabel permasalahan yang terus bertambah. Pada gambar
1.1.1 dapat dilihat bahwa penduduk kota begitu penuh sesak sehingga lahan kota
dipenuhi oleh bangunan menjulang tinggi, dan menimbulkan masalah transportasi
kota.
Sumber : ESY Photo Collection, 2004
Gambar 1.1.1 : Jumlah penduduk dengan permasalahan transportasi di Perkotaan
Kota Padangsidimpuan adalah salah satu kota kecil yang sedang tumbuh dan
baru berubah status dari kota administratif menjadi kota madya. Kota ini mempunyai
laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dari tahun 1999 hingga akhir tahun 2004
urbanisasi penduduk dari daerah pinggiran dan luar kota Padangsidimpuan, sehingga
sekarang mencapai 181.865 jiwa, dengan luas daerah 11.465.660 ha, dan kota
Padangsidimpuan terbagi atas 6 Kecamatan (Padangsidimpuan Utara,
Padangsidimpuan Selatan, Padangsidimpuan Hutaimbaru, Padangsidimpuan
Batunadua, Padangsidimpuan Tenggara, Padangsidimpuan Angkola Julu).
Tabel 1.1 : Jumlah penduduk kota Padangsidimpuan
Jumlah Penduduk (jiwa / tahun) Kota
2003 2004 2005 2006
Padangsidimpuan 168.536 172.419 177.499 181.865
Sumber : BPS Sumatera Utara, 2007
Moda transportasi umum yang beroperasi di kota Padangsidimpuan adalah
angkutan kota dan beca motor. Masyarakat kota Padangsidimpuan banyak
menggunakan moda transportasi umum beca motor dibandingkan dengan angkutan
kota, hal ini disebakan oleh sistem pelayanan beca motor hampir sama dengan moda
angkutan taksi, dan dapat dikatakan angkutan semi pribadi dimana angkutan ini
melayani “door to door“ dan mengangkut hanya pengguna yang sedang memesan. Sedangkan angkutan kota mempunyai keterbatasan disebabkan mempunyai trayek
Jumlah transportasi umum yang dapat dilihat langsung di kota
Padangsidimpuan, jumlah beca motor lebih tinggi persentasenya (dalam membutuhi
masyarakat) dari pada angkutan kota, hal ini dapat dilihat dari kondisi yang ada di
pusat kota dan depan gang sepanjang jalan arteri kota Padangsidimpuan terdapat
titik-titik pangkalan (pool) beca motor yang digunakan untuk menunggu penumpang, ditambah beca motor yang sedang beroperasi, jumlah keseluruhan diperkirakan
melebihi 2.500 unit beca motor.
Sumber : Data Penelitian, 2007
Keadaan pusat kota Padangsidimpuan penuh sesak dengan beca motor yang
sembarangan parkir dan banyak mengakibatkan timbulnya permasalahan baru
terhadap kota khususnya di pusat kota, berlatar belakang issu inilah peneliti
bermaksud melakukan penelitian terhadap transportasi umum di kota
Padangsidimpuan.
1.2. Batasan Masalah
Banyak masalah yang perlu dikaji pada sektor transportasi umum di kota
Padangsidimpuan, pada kesempatan ini peneliti akan menganalisis kwantitas
optimum beca motor yang beroperasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat kota.
1.3. Perumusan Masalah
Uraian latar belakang tergambar bahwa perkembangan dan pertambahan
jumlah beca motor, sehingga pada kawasan pusat kota banyak terdapat lokasi
pangkalan beca motor yang menggunakan badan jalan yang berdampak pada
Sumber : Data Penelitian, 2007
Gambar 1.3 : Keadaan kemacetan dan parkir beca motor di pusat kota Padangsidimpuan
Bertolak dari masalah jumlah kenderaan beca motor tersebut timbul
pertanyaan berapakah jumlah beca motor ideal yang dibutuhkan oleh penduduk kota
Padangsidimpuan, untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu adanya tindakan dari
semua pihak (pemerintah, penyedia jasa dan penduduk kota) yang sebelumnya harus
dilakukan penelitian yang menghasilkan masukan dan informasi yang sangat
mendukung dalam melakukan tindakan.
1.4. Hipotesa
Secara logika yang terlihat jelas di lapangan bahwa jumlah beca motor banyak
yang parkir menunggu penumpang menjelaskan jumlah tersebut melebihi kebutuhan
1.5. Tujuan Penelitian
1. Menganalisa karakteristik sistem angkutan beca motor.
2. Menganalisis kwantitas optimum angkatan beca motor di kota
Padangsidimpuan.
1.6. Manfaat Penelitian
1. Suatu pembuktian ilmiah yang sangat dibutuhkan untuk menguji teori
transportasi yang berkaitan dan penelitian sebelumnya, sehingga dapat
dilakukan / dibuktikan lagi terhadap kasus yang lain.
2. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi pengusaha angkutan beca motor
dalam mengoptimalkan pengoperasiannya.
3. Memberikan gambaran dan masukan kepada pihak lain yang tertarik dengan
1.7. Metodologi Penelitian
Gambar 1.7 : Diagram Alir Penelitian
BERAPA JUMLAH OPTIMAL BECA MOTOR YANG BEROPERASI DI KOTA
PADANGSIDIMPUAN ?
Hipotesa Penelitian
Batasan Penelitian
Penelitian
Pengumpulan Data
Analisis Data
Kesimpulan
Kuantitas Beca Motor Melebihi kebutuhan
Kebutuhan Angkutan Beca Motor di kawasan perkotaan
Kota Padangsidimpuan
Studi Kasus dengan menggunakan Variabel sama dengan penelitian sebelumnya tapi berbeda kasus
Data Primer :
- Survey Lapangan
- Interview / Kuis Data Skunder :
- Data Kependudukan
- Data Geografis
- Data Betor (Samsat/Dinas)
Analisis Regresi Linier dan Analisis Kategori
Hasil Penelitian
Penelitian ini melalui beberapa tahapan sesuai dengan gambar 1.7 adapun
tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Objek dan Batasan Penelitian
Objek yang dijadikan pada penelitian ini adalah penduduk dan moda transportasi
yang beroperasi di daerah pusat perkotaan atau kawasan BWK I Kota
Padangsidimpuan. Adapun batasan penelitian adalah mencari faktor yang
menentukan jumlah kwantitas beca motor sesuai dengan kebutuhan penduduk
kota.
b. Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan cara / jenis penelitian studi kasus atau
penelitan lapangan yang bertujuan untuk menganalisis faktor penentu jumlah
kwantitas beca motor sesuai dengan kebutuhan penduduk kota. Dalam penelitian
ini dilakukan berdasarkan penelitian sejenis yang telah dilakukan peneliti lain
sebelumnya di daerah lain.
c. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan menggunakan teknik pengambilan data sesuai
dengan prosedur sesuai dengan tujuannya. Adapun pengambilan data penelitian
i. Pengambilan data primer
a. Angket (kuesioner) dilakukan dengan cara survey langsung yaitu membagikan angket yang di-design dengan pertanyaan model
campuran tertutup yang harus diisi oleh pengguna per-rumah
tangga sebanyak 100 angket yang tersebar di dua belas kelurahan.
b. Pemilihan moda dengan selisih utilitas beca motor dengan angkutan kota dilakukan dengan cara observasi langsung dengan
menggunakan langsusng kedua angkutan dan mencatat waktu
menunggu kedua angkutan, waktu perjalanan dan biaya ongkos
perjalan dari zona satu ke zona yang lain.
ii. Pengambilan data sekunder
Dilakukan dengan pencarian data pendukung penelitian berupa dokumen
lewat kantor BPS, Bappeda, Dinas Pekerjaan umum dan Dinas
Perhubungan Kota Padangsidimpuan.
d. Analisis Data
Menganalisis data dilakukan beberapa metoda analisis yaitu, untuk menganalisis
hasil angket yang telah disebarkan dilakukan menggunakan :
i. Untuk mendapatkan jumlah kebutuhan moda transportasi dilakukan
ii. Untuk mendapatkan karakteristik beca motor dilakukan dengan analisis
deskriptif secara grafis.
Sedangkan hasil observasi langsung moda transportasi, untuk mendapatkan
informasi pemilihan moda transportasi umum dilakukan dengan cara analisis regresi
linier, dan analisis jumlah kwantitas beca motor yang dibutuhkan menggunakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Transportasi Perkotaan
Menurut Mosher (1992), bahwa transportasi adalah faktor utama dalam
pembangunan yang berfungsi sebagai penghubung antara wilayah sehingga
aksesibilitas ruang gerak menjadi tinggi. Transportasi juga merupakan salah satu
faktor yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena langsung dirasakan oleh
masyarakat sebagai pengguna.
Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat perkotaan banyak
melakukan aktivitas yang mengakibatkan meningkatnya pergerakan (trip). Tujuan pergerakan yang dilakukan antara lain untuk bekerja, sekolah, rekreasi. Dalam
melaksanakan pergerakan tersebut membutuhkan moda (Sarana Transportasi)
(Catanese, 1979). Adapun moda yang dipergunakan bervariasi antara lain jalan kaki,
angkutan kota, beca motor, mobil pribadi, kereta api, kapal laut dan sebagainya.
Pada tabel 2.1.1 (Ofyar Z. Tamin, 2000) menjelasskan klasifikasi perjalanan
penduduk perkotaan berdasarkan maksud pergerakan dan pada tabel 2.1.2. (Fidel
Miro, 1997) menjelaskan jenis moda transportasi perkotaan berdasarkan tipe
Tabel 2.1.1 : Klasifikasi pergerakan orang perkotaan berdasarkan maksud pergerakan
AKTIVITAS KLASIFIKASI PERJALANAN KETERANGAN
I. EKONOMI
• Mencari nafkah
• Mendapatkan
barang dan pelayanan
1. Ke dan dari tempat kerja
2. Yang berkaitan dengan
bekerja
3. Ke dan dari toko dan keluar untuk keperluan
4. Yang berkaitan dengan
belanja atau bisnis pribadi
Jumlah orang yang bekerja tidak tinggi, sekitar 40-50% penduduk.
Perjalanan yang berkaitan dengan pekerja termasuk :
a. pulang ke rumah
b. mengangkut barang
c. ke dan dari rapat
Pelayanan hiburan dan rekreasi diklasifikasikan secara terpisah tetapi pelayanan medis, hukum, dan kesejahteraan termasuk di sini.
II. SOSIAL
• Menciptakan,
menjaga hubungan pribadi
1. Ke dan dari rumah teman
2. Ke dan dari tempat pertemuan bukan di rumah
Kebanyakan fasilitas terdapat di dalam lingkungan keluarga dan tidak menghasilkan banyak perjalanan.
Butir (2) juga terkombinasi dengan perjalanan dengan maksud hiburan
III. PENDIDIKAN • Ke dan dari Sekolah, kampus dan lain-lain
Hal ini terjadi pada sebahagian besar penduduk yang berusia 5-22 tahun.
Di Negara yang sedang berkembang jumlahnya 85 % penduduk
IV. REKREASI DAN HIBURAN
1. Ke dan dari tempat rekreasi
2. Yang berkaitan dengan
perjalanan dan berkenderaan untuk rekreasi.
Mengunjungi restoran, kunjungan sosial, termasuk perjalanan pada hari libur
V. KEBUDAYAAN 1. Ke dan dari tempat ibadah
2. Perjalanan bukan hiburan ke
dan dari daerah budaya serta pertemuan politik
Perjalanan kebudayaan dan hiburan sangat sulit dibedakan
Tabel 2.1.2 : Jenis dan macam moda transportasi kota menurut karakteristik dan tipe penggunaannya
TIPE PENGGUNAAN (PERUNTUKAN) KARAKTERISTIK
PERIBADI DISEWAKAN UMUM
Sebutan Kenderaan Pribadi Para Transit Mass Transit
Tipe Moda (bentuk
kenderaannya) •
Mobil
• Motor
• Sepeda
• Jalan Kaki
• Taksi
• Mobil Sewa
• Dial-a-Ride
• Ojek
• Becak
• Jitney
• Dokar/Bendi
• Bus, Trolley
Bus, Mobil Penumpang Kecil/Mikrolet, Angkot
• Kereta Api
• Kenderaan
Bawah Tanah
• Kapal Sungai
Tersedia Untuk Penyedia Jasa Penentuan Rute Penentu Jadwal Karcis Pemilik Pemilik
Bebas / Fleksibel
Bebas / Fleksibel
-
Umum
Operator
Bebas / Fleksibel
Bebas / Fleksibel
Negosiasi Umum Operator Tetap (trayek) Tetap (terjadwal) Tetap (Tarif) Daerah Operasi (prasarana yang digunakan) Kerapatan Daerah Konfigurasi / Penentuan Rute Waktu Tujuan Perjalanan
Jalan raya, dan tempat parkir.
Rendah, sedang, rapat
Bebas memencar
Off peak / peak hours / setiap waktu
Rekreasi, belanja, bisnis, sekolah
Jalan raya dan terminal kecil. Rendah, sedang, rapat Bebas memencar Setiap waktu Bisnis, belanja, keperluan khusus lainnya
Jalan raya, rel, jalan bawah tanah, terminal besar, stasiun dan pelabuhan
Padat
Orientasi ke CBD
Peak hours (waktu sibuk)
Bisnis, Sekolah
2.2. Tinjauan Kebutuhan Transportasi
Kota adalah tempat dimana terdapat sekumpulan orang melakukan kegiatan
dimana kegiatan-kegiatan tersebut saling memenuhi kebutuhan. Kegiatan menjadi
suatu kebutuhan bagi setiap penduduk. Karena penduduk kota dan tempat kegiatan
tersebar secara spatial maka untuk melakukan kegiatannya penduduk harus
menempuah suatu jarak tertentu, sehingga terjadilah pergerakan di dalam kota.
Intensitas kegiatan kota dan intensitas transportasi adalah berkaitan sangat erat.
Proses perencanaan transportasi, kebutuhan akan transportasi dari suatu zona
di dalam kota diwakili dalam langkah Trip Generation, yang terdiri dari bangkitan
dan tarikan pergerakan dari suatu zona yang disebabkan oleh variabel-variabel
demografis dan sosio ekonomis dari zona dimaksud. Perlu diperhatikan pada tahap
trip generasi ini adalah kenyataan bahwa sebagian dari penduduk kota adalah captive
terhadap angkutan umum karena keterbatasan ekonomi, fisik dan hukum sehingga
tidak dapat mengendarai kenderaan pribadi. Adanya kelompok yang tergantung untuk
kelompok yang captive angkutan umum ini sangat beralasan (HUTCHINSON, 1974).
Bangkitan dari penumpang angkutan umum dipengaruhi erat oleh jumlah unit
rumah tangga, dan tarikan penumpang dipengaruhi oleh jumlah lapangan pekerjaan
(CARTER, et.al, 1979), sedangkan sumber yang lain menduga bangkitan penumpang
dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, kepadatan perumahan (PUSHKAREV dan
2.3. Bangkitan Lalu Lintas
Kebutuhan akan angkutan sebenarnya timbul dari kebutuhan pokok manusia,
yaitu kebutuhan akan pangan. Hal ini tampak jelas dalam masyarakat primatif. Dalam
masyarakat modern keadaan tersebut sudah dimotifasi melalui beberapa mata rantai
walaupun hakikatnya masih sama. Usaha memenuhi kebutuhan pangan tidak
dilakukan secara langsung dengan mencari makan, melainkan melalui kerja lain yang
menghasilkan uang, sedangkan usaha mengadakan makanan dilakukan melalui mata
rantai lain. Contohnya, suami pergi bekerja untuk memperoleh penghasilan,
sementara istri pergi belanja untuk menyiapkan makanan bagi keluarga. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan angkutan (yang menimbulkan lalu lintas),
waktu dan uang (Overgaard, 1996, 24).
2.3.1. Pengertian Bangkitan Lalu lintas
Bangkitan lalu lintas adalah banyaknya lalu lintas yang ditimbulkan oleh suatu zone atau daerah per satuan waktu. Jumlah lalu lintas bergantung pada kegiatan
kota, karena penyebab lalu lintas ialah adanya kebutuhan manusia untuk melakukan kegiatan berhubungan dan mengangkut barang kebutuhannya.
Penelaahan bangkitan lalu lintas ini adalah bagian yang amat penting dalam
proses perencanaan perangkutan. Dengan mengetahui bangkitan lalu lintas, maka
Setiap kepergian pasti mempunyai asal, yaitu zone menghasilkan pelakunya
dan tujuan yaitu zone yang menarik pelaku pepergian itu. Secara sederhana dapat dianggap bahwa pepergian pada umumnya diawali dari tempat tinggal dan diakhiri di
tempat tujuan. Jadi ada dua pembangkit lalu lintas, yaitu tempat tinggal sebagai
produsen pepergian dan bukan tempat tinggal sebagai konsumen. Tentu saja ada
kebalikan pepergian. Selain itu, bepergian dari asal ke tujuan selalu mempunyai
lintasan.
Istilah produksi lalu lintas digunakan untuk menyatakan bangkitan lalu lintas zone perumahan dan tarikan lalu lintas untuk zone bukan perumahan. Sekarang
jelaslah kaitan antara penyebab lalu lintas dan tata guna lahan (disini berupa zone dan
bukan perumahan).
Banyaknya lalu lintas dan pepergian antar zone selalu bertambah karena
prasarana hubungan pun terus meningkat, misalnya pembuatan jalan baru dan
penataran jalan lama atau meningkatkan sarana hubungan seperti penambahan jumlah
kenderaan. Pada hakikatnya, usaha meningkatkan prasarana dan sarana adalah
jawaban atas kebutuhan perhubungan antar zone. Disamping itu, sering pula timbul
satu zone lain yang memperoleh manfaat dari padanya.
2.3.1.1 Bangkitan Lalulintas : Analisa Kategori
Metoda analisa kategori dikembangkan pertama kali pada The Puget Sound
Transportation Study pada tahun 1964, dan telah diperbaiki dan sering digunakan.
pemukiman tetapi dapat juga dipakai untuk aplikasi lainya seperti untuk menentukan
jumlah kebutuhan moda transportasi.
Konsep dasarnya sederhana dimana variable yang sama digunakan dalam
analisa kategori adalah :
1. Ukuran keluarga (jumlah orang)
2. Pemilikan kenderaan pribadi
3. Pendapatan keluarga
Data untuk mengilustrasikan tingkat bangkitan lalulintas sangat bervariasi di
[image:33.612.126.517.415.658.2]antara ketiga variable tersebut adalah :
Tabel 2.3.1.1 : Data tingkat bangkitan lalulintas menurut (Marler, 1985)
Kategori Rendah Menengah Tinggi
Total Pendapatan Keluarga * 1,16 1,34 1,63
Kenderaan per-Keluarga ** 1,27 1,38 2,63
Ukuran Keluarga *** 1,23 1,24 1,63
* rendah : Rp 0 s.d 75.000 /bulan
Menengah : Rp. 75.000 – 150.000 / bulan Tinggi : lebih dari Rp. 150.000 / bulan
** rendah : 0 Kenderaan pribadi
Menengah : 1 Kenderaan pribadi
Tinggi : +2 Kenderaan pribadi
*** rendah : 1 – 3 orang pekerja
Menengah : 4-6 orang pekerja
Tinggi : + 6 orang pekerja
Tabel 2.3.1.2 : Data tingkat bangkitan lalulintas menurut (Black, 1981)
Tingkat pendapatan Tingkat pemilikan kenderaan
rendah menengah Tinggi
3,4a 3,7a 3,8a
Tidak ada kenderaan (0)
4,9b 5,0b 5,1b
5,2a 7,3a 8,0a
Satu Kenderaan (1)
6,9b 8,3b 10,2b
5,8a 8,1a 10,0a
Dua atau lebih kenderaan (2+)
7,2b 11,8b 12,9b
Keterangan :
a. Tingkatan ukuran rumah tangga 1 – 3 pekerja b. Tingkatan ukuran rumah tangga 4 + pekerja
Sumber : John Black,1981,70
Dalam pelaksanaan kajian jumlah bangkitan lalulintas dengan menggunakan
analisis ini dapat ditempuh melalui 4 tahapan yaitu :
a. Tahap 1
Penentuan sub kategori dari setiap kategori, seperti yang digunakan pada studi
di West Midlands Transport, UK oleh Wootton dan Pick pada tahun 1967
menjadi 108 kategori dari 3 kategori utama yaitu :
(6 sub katrgori) x (6 sub kategori) x (3 sub kategori) = 108 sub kategori
Dimana sub kategori tersebut dapat dilihat pada table 2.3.1.3 yang ada
Tabel 2.3.1.3 : Sub Kategori dari 3 Kategori (Wootton dan Pick, 1967)
Ukuran Keluarga
1. 0 pekerja dan 1 dewasa tidak pekerja 2. 0 pekerja dan +1 dewasa tidak pekerja 3. 1 pekerja dan 0-1 dewasa tidak pekerja 4. 1 pekerja dan +2 dewasa tidak pekerja 5. 2 pekerja dan 0-1 dewasa tidak pekerja 6. 2 pekerja dan +2 dewasa tidak pekerja Pendapatan Keluarga
a. kurang dari £ 500 pertahun b. £ 500 - £ 1.000
c. £ 1.000 - £ 1.500 d. £ 1.500 - £ 2.000 e. £ 2.000 - £ 2.500 f. lebih dari £ 2.500
Pemilikan Kenderaan Pribadi Keluarga 1. Tidak mempunyai kenderaan pribadi 2. 1 kenderaan pribadi
3. +2 kenderaan pribadi
Sumber : Kebutuhan Transportasi,1992,72-73
+2
Pemilikan Kenderaan pribadi
0
£ 0 - £ 500 £ 500 - £ 1.000 £ 1.000 - £ 1.500 £ 1.500 - £ 2.000 £ 2.000 - £ 2.500 lebih dari £ 2.500
1
Pendapatan per-rumah tangga
0,88 pergerakan
Sumber : Kebutuhan Transportasi, 1992, 73
Gambar 2.3.1.1 : Struktur kategori dalam metoda analisis kategori
b. Tahap 2
Data interview dari setiap keluarga yang telah disurvey haruslah di
diklasifikasi sesuai dengan kategori yang telah ditetapkan yaitu terhadap
(ukuran keluarga, pemilikan kenderaan dan pendapatan keluarga).
c. Tahap 3
Hasil bangkitan lalulintas untuk setiap kategori dari data keluarga dihitung
rata-ratanya dengan cara membagikan jumlah bangkitan dengan jumlah
anggota keluarga.yang ada pada kategori tersebut.
d. Tahap 4
Tahap ke 3 sudah biasa digunakan sebagai estimasi bangkitan lalulintas
per-zone, hal ini dapat dilakukan dengan mengalikan jumlah keluarga dengan
setiap kategori dan hasilnya dijumlahkan sehingga menjadi total bangkitan
lalulintas untuk zona tersebut, dengan kata lain :
∑
==
ni
c c
i
T
H
i
P
1
)
(
Dimana :
Pi = perkiraan jumlah pergerakan yang dihasilkan pada zona i
TC = rata-rata bangkitan lalulintas per-keluarga dalam kategori c
2.4 Model Pemilihan Diskret
Secara umum model pemilihan diskret dapat dinyatakan sebagai berikut
(Ofyar Z. Tamin, 2000, 256) :
“ Peluang setiap individu memilih suatu pilihan merupakan fungsi ciri sosio-ekonomi dan daya tarik pilihan tersebut “
Untuk menyatakan daya tarik suatu alternatif, digunakan konsep utilitas
(didefinisikan sebagai suatu yang diasumsikan setiap individu), alternatif tidak
menghasilkan utilitas, tetapi didapatkan dari karakteristiknya (Lancaster, 1966).
Model pemilihan diskret ini secara umum dapat di kalibrasi dengan analisis
regresi atau sejenisnya variable tidak bebasnya merupakan peluang yang tidak
diamati (bernilai antara 0 dan 1), sedangkan pengamatannya berupa pilihan setiap
individu (bernilai 0 atau 1).
2.4.1. Analisis Regresi Linier
Analisis regresi linear adalah metode statistik yang dapat digunakan untuk
mempelajari hubungan antarsifat permasalahan yang sedang diselidiki. Model analisis
regresi linear dapat memodelkan hubungan antara dua variabel atau lebih. Pada
dengan satu atau lebih variabel bebas (xi). dalam kasus yang paling sederhana,
hubungan secara umum dapat dinyatakan dalam persamaa berikut :
Y = A + BX
Dimana : Y = variabel tidak bebas X = variabel bebas
A = konstanta regresi B = koefisien regresi
Parameter A dan B dapat diperkirakan dengan menggunakan metode kuadrat
terkecil yang meminimumkan total kuadrat residual antara hasil model dengan hasil
pengamatan. Nilai parameter A dan B bisa didapatkan dari persamaan berikut :
(
)
( ) ( )
( )
( )
X B Y A X X N Y X Y X N B I I I iI i I
I I i i − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − =
∑
∑
∑
∑ ∑
2 2Y dan X adalah nilai rata-rata dari Yi dan Xi
2.4.1.1Koefisien Determinasi (R2)
Gambar 2.6.1.1 memperlihatkan garis regresi dan beberapa data yang
digunakan untuk mendapatkannya. Jika tidak terdapat nilai ramalan terbaik
adalah
i
x Yi
i
y . Akan tetapi, gambar memperlihatkan bahwa untuk xi galat metode
tersebut akan tinggi : (Yi - ). Jika xi diketahui, ternyata ramalan terbaik diketahui,
ternyata ramalan terbaik Yi menjadi dan hal memperkecil galat menjadi ( ).
i
Yˆ
i
Sumber : Ofyar Z. Tamin, 2000
Gambar 2.4.1.1 : Beberapa jenis simpangan
Dari gambar diatas didapatkan :
(
Yi −Yi)
=(
Yˆi −Yi)
+(
Yi −Yˆi)
Jika kita kuadratkan total simpangan tersebut dan menjumlahkan semua nilai i
dapat :
(
∑
− 2i i Y
Y
)
=∑
(
ˆ −)
2i
i i Y
Y +
∑
(
−)
i
i i Y
Y ˆ 2
Simpangan total Simpangan terdefinisi Simpangan tidak terdefinisi
Simpangan total Simpangan terdefinisi Simpangan tidak terdefinisi
Y
Yˆ1− = simpangan terdefinisi
1
Y − = simpangan
efinisi
x b a Yˆ1 = ˆ+ ˆ
X 1
ˆ
Y
terd
Y1
Yˆ
karena
(
Yˆi −Yi)
=bˆxi, mudah dilihat bahwa variasi terdefinisi merupakan fungsikoefesien determinasi didefinisikan sebagai nisbah antara variasi terdefinisi
dengan variasi total :
(
)
(
)
∑
∑
−
−
=
i
i i i
i i
Y
Y
Y
Y
R
22
2
ˆ
Koefisien ini mempunyai batas limit sama dengan satu (perfect
explanation) dan nol (no explanation); nilai antara kedua batas limit ini ditafsirkan
sebagai persentase total variasi yang dijelaskan oleh analisis regresi-linear.
2.4.1.2.Regresi-Linear-Berganda
Konsep ini merupakan pengembangan lanjut dari uraian diatas, khususnya
pada kasus yang mempunyai lebih banyak variabel bebas dan patameter b. Hal ini
sangat diperlukan dalam realitas yang menunjukkan bahwa beberapa variabel tata
guna lahan secara simulkan ternyata mempunyai bangkitan pergerakan. Persamaan
dibawah ini memperlihatkan bentuk umum metode analisis regresi-linear-berganda.
ˆ
Y= A + B
1X
1+ B
2X
2+….+ B
zX
zDimana :
Y = variabel tidak bebas
X1……Xz = variabel bebas
A = konstanta regresi
Apabila regresi-linear-berganda adalah suatu metode statistik. Untuk
menggunakannya, terdapat beberapa asumsi yang perlu diperhatikan :
1. Nilai variabel, khususnya variabel bebas, mempunyai nilai tertentu atau
merupakan nilai yang didapat dari hasil survei tanpa kesalahan berarti.
2. Variabel tidak bebas (Y) harus mempunyai hubungan korelasi linear dengan
variabel bebas (X). jika hubungan tersebut tidak linear, transformasi linear
harus dilakukan, meskipun batasan ini akan mempunyai implikasi lain dalam
analisis residual.
3. Efek variabel bebas pada variabel tidak bebas merupakan penjumlahan, dan
harus tidak ada korelasi yang kuat antara sesama variabel bebas.
4. Variasi variabel tidak bebas terhadap garis regresi harus sama untuk semua
nilai variabel bebas.
5. Nilai variabel tidak bebas harus tersebar atau minimal mendekati normal.
6. Nilai variabel bebas sebaiknya merupakan besaran hal baru harus
diproyeksikan.
Solusinya tetap sama, tetapi lebih kompleks sehingga beberapa hal baru harus
dipertimbangkan sebagai berikut :
1. Multikolinear
Hal ini terjadi karena adanya hubungan linear antar-variabel pada kasus ini
beberapa persamaan yang mengandung tidak saling bebas dan tidak dapat
dipecahkan secara unik.
2. Jumlah parameter ‘b’ yang dibutuhkan
Untuk memutuskan hal ini, beberapa faktor harus dipertimbangkan :
a. Apakah ada alasan teori yang kuat sehingga harus melibatkan variabel itu
atau apakah variabel itu penting untuk proses uji dengan model tersebut?
b. Apakah variabel itu signifikan dan apakah tanda koefesien parameter yang
didapat sesuai dengan teori ?
Jika diragukan, tetapkan salah satu cara, yaitu menghilangkan variabel itu dan
melakukan proses regresi lagi untuk melihat efek dibuangnya variabel itu
terhadap variabel lainnya yang masih digunakan oleh model tersebut. Jika
ternyata tidak terlalu terpengaruh, variabel itu dibuang saja sehingga kita
mendapatkan model yang lebih sederhana dan dapat ditaksir secara lebih tepat.
3. Koefesien determinasi
Bentuknya sama dengan persamaan sebelumnya, akan tetapi, pada kasus ini
tambahan variabel biasanya meningkatkan nilai bˆ R2yang telah dikoreksi :
[
2 /( 1)]
[
( 1)/( 1)2 = − − − − −
K N N
N K R
R
]
4. Koefesien korelasi
Koefesien korelasi ini digunakan untuk menentukan korelasi antara variabel tidak
bebas dengan variabel bebas atau antara sesama variabel bebas. Koefesien
korelasi ini dapat dihitung dengan berbagai cara yang salah satunya adalah
persamaan berikut :
( )
( ) ( )
( )
( )
( )
( )
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − =∑
∑
∑
∑
∑
∑ ∑
i i i i i i i ii i i
i i i i Y Y N X X N Y X Y X N r 2 2 2 2
Nilai r = 1 berarti bahwa korelasi antara variabel y dan x adalah positif
(meningkatkannya nilai x akan mengakibatkan meningkatnya nilai y). Sebaliknya
, jika nilai r = -1, berarti korelasi antara variabel y dan x adalah negatif
(meningkatnya nilai x akan mengakibatkan menurunnya nilai y). nilai r = 0
menyatakan tidak ada korelasi antar variabel.
5. Uji t-tes
Uji t-tes dapat digunakan untuk dua tujuan : untuk menguji signifikasi nilai
koefesien korelasi (r) dan untuk menguji signifikansi nilai koefesien regresi.
Setiap variabel yang mempunyai koefesien regresi yang tidak signifikan secara
2.4.2. Model Logit–Biner-Selisih
Model ini adalah model pemilihan disket yang paling mudah dan sering
digunakan. Model logit-biner digunakan untuk pemilihan moda yang terdiri dari dua
alternatif moda saja, dalam hal ini ada dua jenis yang sering digunakan yaitu model
logit-biner-selisih dan model logit-biner-nisbah yang dapat diselesaikan dengan
menggunakan metoda penaksiran regresi-linier. Parameter yang paling sering
digunakan menjadi variable adalah waktu perjalan dan biaya perjalan. (Ofyar Z.
Tamin, 2000, 245).
Pada model logit-biner-selisih ini diasumsikan bahwa C1 dan C2 merupakan
bagian yang diketahui biayanya dari setiap moda dan pasangan asal-tujuan. Jika
didapat informasi proporsi pemilihan setiap moda untuk setiap pasangan (i, d), P1 dan
P2 maka kita dapat menghitung nilai dan dengan menggunakan analisis
regresi-linier, setelah indicator (i, d) dihilangkan untuk penyederhanaan, proporsi P1 setiap
pasangan (i, d) untuk moda 1 adalah :
))
(
exp(
1
1
1 2 1
C
C
P
−
+
+
=
β
α
Dimana : P1 = Proporsi pemilihan moda 1
dan = Hasil kalibrasi data dari regresi-linier
Dengan mengasumsikan ΔC = C2 - C1 dan melakukan beberapa
penyederhanaan dapat ditulis kembali sebagai berikut :
1
))
exp(
1
(
1
+
+
Δ
C
=
P
α
β
1
)
exp(
1
1
+
P
+
Δ
C
=
P
α
β
1 1
exp(
C
)
1
P
P
α
+
β
Δ
=
−
)
exp(
1
1 1C
P
P
Δ
+
=
−
α
β
Atau dapat ditulis kembali menjadi bentuk logaritma natural :
C
P
P
e
⎥
=
+
Δ
⎦
⎤
⎢
⎣
⎡ −
α
β
1 11
log
Kita mempunyai data P1, C1 dan C2 sehingga parameter dan yang tidak
diketahui nilainya dapat dihitung dengan menggunakan regresi-linier dengan variable
tidak bebasnya adalah ⎥
⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − 1 1 1 log P P
e , variabel bebasnya adalah ΔC , garis
2.5. Spasial / Ruang Kota
Kota adalah sebuah istilah atau kata yang sudah sangat populer di kalangan
masyarakat awam maupun masyarakat yang memperdalam studinya mengenai kota.
Dalam pemahaman awam, kota merupakan suatu tempat yang berasosiasi dengan
kompleks pertokoan besar yang berjajar-jajar, keramaian lalu lintas yang luar biasa
dan bangunan yang berjubel.
Ada beberapa defenisi kota yang ditinjau dari berbagai sisi, antara lain :
1. Kota ditinjau dari segi fisik morfologi
Dalam morfologi kota, suatu kota dapat didefenisikan sebagai suatu daerah
tertentu dengan karakteristik pemanfaatan lahan non pertanian, pemanfaatan lahan
mana sebagian besar tertutup oleh bangunan baik bersifat residensial maupun non
residensial (secara umum tutupan bangunan/ building coverage, lebih besar dari
tutupan vegetasi/ vegetation coverage), kepadatan bangunan khususnya
perumahan yang tinggi, pola jaringan jalan yang kompleks, dalam satuan
pemukiman yang kompak/ contigous (dan relatif lebih besar dari satuan
permukiman ke desaan yang disekitarnya).
2. Kota ditinjau dari segi jumlah penduduk
Kota adalah daerah tertentu dalam wilayah negara yang mempunyai aglomerasi
jumlah penduduk minimal yang telah ditentukan dan penduduk mana bertempat
tinggal pada satuan permukiman yang kompak. Alasan utama yang muncul
mengapa batasan ini digunakan adalah adanya kenyataan bahwa sejumlah
mengakibatkan muncul dan tumbuhnya fungsi-fungsi tertentu sebagaimana
layaknya sebuah kota.
3. Kota ditinjau dari segi sosio kultural
Menurut Sujarto (1970), kota merupakan kesatuan masyarakat yang heterogen
dan masyarakat kota mempunyai tuntutan kebutuhan yang lebih banyak bila
dibandingkan dengan penduduk pedesaan, sebagaimana gambaran perbedaan kota
[image:47.612.122.526.281.673.2]dengan desa.
Tabel 2.5. Perbedaan Ciri-Ciri Desa dan Kota
No Unsur Pembeda Desa Kota
1 Mata pencaharian Agraris homogen Non agraris heterogen
2 Ruang kerja Terbuka/ lapangan Ruang tertutup
3 Musim/ cuaca Penting/
menentukan
Tidak penting
4 Keahlian/ keterampilan
Umum/ menyebar Spesialisasi dan
mengelompok 5 Jarak rumah dengan
tempat kerja
Dekat (relatif) Jauh (terpisah) – relatif
6 Kepadatan penduduk Rendah Tinggi
7 Kepadatan rumah Rendah Tinggi
8 Kontak sosial Frekuensi rendah Frekuensi tinggi
9 Strata sosial Sederhana Kompleks
10 Kelembagaan Terbatas Kompleks
11 Kontrol sosial Adat/ tradisi
berperanan besar
Adat/ tradisi tidak
berperanan besar, tetapi UU/ peraturan tertulis berperanan besar
12 Sifat Masyarakat Gotong royong Individualisme
13 Mobilitas penduduk Rendah Tinggi
14 Status sosial stabil Tidak stabil
2.5.1. Fisik Kota
Komunitas secara fisik adalah daerah binaan di perkotaan yang terletak saling
berdekatan, meluas dari pusatnya hingga ke daerah pinggiran kota. Radius jarak dari
pusat kota ke pinggiran kota bervariasi dan menggambarkan besarnya sebuah kota.
Kota secara fisik terdiri atas tiga tingkatan, yaitu bangunan-bangunan dan
kegiatannya yang berada di atas atau dekat permukaan tanah, instalasi-instalasi di
bawah tanah, termasuk beberapa utilitas di bawah permukaan tanah; dan
kegiatan-kegiatan dalam ruang.
Bentuk kota secara keseluruhan mencerminkan lokasi geografiknya dan
aransemen medan geografi-fisiknya, Branch (1996) mengemukakan contoh pola
perkembangan kota pada medan datar dalam bentuk ilustrasi seperti:
a. Topografi,
b. bangunan,
c. jalur transportasi,
d. ruang terbuka,
e. kepadatan bangunan,
f. iklim lokal,
g. vegetasi tutupan,
h. kualitas estetika.
Jalur-jalur transportasi dan utilitas kota merupakan pembentuk pola
lokasi dan sepanjang jalur-jalur lalu-lintas primair dan di tempat-tempat konsentrasi
pelanggan komersial.
Radial Menerus Radial Tidak Menerus Radial Tidak Menerus
Grid Menerus Radial Konsentris Linier Menerus
Menerus
[image:49.612.120.492.181.474.2]Sumber : Raldi H, 2001
Gambar 2.7.1. : Pola Umum Perkembangan Lahan Perkotaan
2.5.2. Teori Spasial Kota
Tiga model spasial klasik dan struktur perkotaan ditujukan dalam pola tata
guna tanah yang ditimbulkan oleh tiga faktor penggunaan lahan yang berinteraksi
Sumber : Sofyan, Daim,1991
Gambar 2.5.2.1. : Kerangka Penggunaan Lahan Perkotaan
Akibat dari aksi ketiga factor tersebut menghasilkan corak spasial kota yaitu :
a. Teori Konsentris
Teori ini merupakan hasil penelitian Burgess terhadap struktur kota besar
Chicago pada tahun 20-an yang kemudian dibukukan dengan nama The City (1925).
Aktivitas
Manusia Lokasi
Perumahan Penghasilan Rendah
Perumahan Penghasilan Sedang
Perumahan Penghasilan Tinggi
Kawasan Para Penglaju Pabrik-Pabrik Ringan Pusat Perdagangan
Sumber : Hari, 2001
b. Teori Sektor
Teori ini dikemukakan oleh Homer Hoyt setelah mengadakan riset pada tahun
30-an melanjutkan penelitian yang dilakukan oleh Burgess pada teori ini dia
memberikan koreksi pada teori konsentris dan menamakannya teori sector
[image:51.612.138.508.239.484.2]Sumber : Hari, 2001
Gambar 2.5.2.3. : Teori Sektor Hoyt 1930-an
c. Teori Inti Berganda
Teori ini pertama kali dikemukan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945
yang kemudian di bukukan dengan judul Readings in Urban Geography, mereka
mengemukakan bahwa tidak selamanya kota berbentuk konsentris dan sector tetapi
suatu tempat / Negara ada fenomena yang begitu komplek, banyak kawasan / daerah
yang kenyataannya ada yaitu lokasi pabrik besar, pusat perdagangan di pinggiran
kota, perumahan penglaju dan lokasi industri di luar kota.
2
3
4 3
Keterangan
3 1 = Central Bisnis Distric
1 3 2 = Pabrik Ringan
3 = Perumahan Penghasilan Rendah
4 = Perumahan Penghasilan Sedang
5 = Perumahan Penghasilan Tinggi
5 3
4
2.5.3. Teori Linkage
Kawasan atau lokasi di perkotaan mempunyai keterkaitan dengan lokasi
lainnya di kota tersebut, sebagaimana pendapat Fumihiko Maki (1964) dalam buku
Inverstigations in Collective Form yang berbunyi :
Linkage is simply the glue of the city. It is the act by which we unite all the layers of activity and resulting form in the city.
Dia melihat keterkaitan antar ruang / lokasi di suatu kota merupakan lem perekat kota
yang merupakan aksi yang dilakukan oleh seluruh penduduk kota dalam melakukan
aktivitas dan juga merupakan hasil dari bentuk kota itu sendiri.
Kota merupakan suatu yang komplek dan rumit, maka perkembangan kota
sering mempunyai kecenderungan membuat orang merasa tersesat dalam gerakan di
daerah kota yang belum mereka kenal, hal ini akan terjadi pada kota yang tidak
mempunyai linkage (Markus Z, 1999).
Linkage ini dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu linkage visual, linkage
structural dan linkage bentuk kolektif.
2.6. Studi Terdahulu
Studi tentang moda transportasi umum banyak dilakukan, tetapi kebanyakan
penelitian dipusatkan pada moda yang banyak menampung penumpang dan yang
paling kecil adalah angkutan kota, tetapi terhadap taksi lebih sedikit dan terlebih
terhadap angkutan beca dayung, beca motor. Kebayakan penelitian terhadap beca,
ekonomis. Adapun penelitian yang terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini
antara lain :
a. Penelitian Pertaksian (Kota Bandung Jawa Barat) pada tahun 1993 oleh
Nurbakti dkk.
Pada penelitian ini diterangkan bahwa penghitungan jumlah menggunakan
analisis metode regresi-linier-berganda, dengan variabel bebasnya
kependudukan, tingkat penghasilan, kepemilikan kenderaan, dan ukuran
radius kota yang terbangun.
b. Optimasi Jumlah Angkutan Umum Penumpang (Angkutan Banjarmasin
Kalimantan Selatan) pada tahun 1994 oleh Norman Ruslan.
Pada penelitian ini jumlah angkutan umum ini berdasarkan besar nilai dari
jumlah kenderaan keseluruhan yang mempunyai trayek yang sama, frekwensi
keberangkatan dan rasio keberangkatan setiap angkutan yang antri.
c. Pemodelan Kebutuhan Penumpang Captive Angkutan Umum (Kota Surabaya
Jawa Timur) pada tahun 1995 oleh Wahyu Herijanto
Pada penelitian ini penentuan jumlah kebutuhan angkutan umum dengan
perhitungan analisa bangkitan pergerakan model gravity, dan perhitungan
generalized cost yang dikeluarkan penumpang, perhitungan menggunakan
metode regresi-linier berganda. Variabel yang digunakan sosio-ekonomi
masyarakat, waktu menunggu, waktu berjalan kaki, waktu perjalanan, ongkos
d. Analisis Tingkat Kebutuhan Angkutan Taksi (Kota Bandung Jawa Barat)
pada tahun 2000 oleh Titi Kurniati
Pada penelitian ini penghitungan kebutuhan taksi menggunakan metoda MCA
(multiple classification analysis) melalui tingkat bangkitan pergerakan dan
Stated Preference dengan pendekatan multi regresi, variabel yang digunakan adalah umur penumpang, pekerjaan, penghasilan, kepemilikan kenderaan
pribadi, factor daya tampung taksi, alasan pemilihan dan frekwensi
penggunaan taksi. Variabel biaya adalah yang paling besar pengaruhnya
terhadap kebutuhan taksi.
e. Rencana Operasi Bus Berjadwal (Depansar Bali) pada tahun 2000 oleh
Suryawan.
Pada penelitian ini jumlah bus yang dibutuhkan berdasarkan waktu regulasi,
waktu tempuh dan antrian bus.
f. Analisis Telaah Pengoperasian Angkutan Ojek (studi kasus : Kabupaten
Semarang) pada tahun 2000 oleh Ir. Drs. Djoko Setijowarno, MT.
Pada penelitian ini membahas BOK (biaya operasional kenderaan) dianalisis
menggunakan analisis SWOT
g. Jurnal Urban Poor Consortium 2007 (www.urbanpoor.or.id), memberikan
karateristik beca antara lain adalah anti kecepatan, jarak pendek, membawa
manusia dan barang, berada di perumahan, pasar, sekolah, rumah sakit dan
BAB III
METODA PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan perkotaan kota Padangsidimpuan dengan
wilayah kecamatan Padangsidimpuan Utara dengan Padangsidimpuan Selatan.
3.2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertitik awal dari masalah yang menjadi latar
belakang kemudian memperjelas apa yang akan dikaji setelah itu maka dapat
dilaksanakan beberapa tahapan pekerjaan yaitu :
a. Mengajukan hipotesa terhadap penelitian : “Jumlah Beca Motor melebihi dari
kebutuhan masyarakat kota Padangsidimpuan”
b. Menentukan Batasan kajian yaitu hanya masalah penentuan jumlah beca
motor yang dibutuhkan masyarakat
c. Melakukan penelitian dengan mempelajari cara penelitian sebelumnya yang
berkaitan dengan cara penentuan jumlah angkutan dan mempelajari jenis
d. Melaksanakan pengumpulan data primer yang dilakukan secara langsung
dilapangan dan mengumpulkan data seunder yang didapatkan dari instansi
dan dinas pemerintahan kota Padangsidimpuan.
e. Setelah seluruh data didapatkan maka dilakukan pengolahan yang didahului
dengan mengklasifikasi data sesuai dengan kategori masing-masing data,
setelah itu data yang telah diklasifikasikan dianalisis dengan metode
regresi-linier untuk mendapatkan informasi pemilihan moda angkutan dan penentuan
jumlah angkutan beca motor, dan metode analisis kategori untuk mendapatkan
jumlah bangkitan pergerakan yang akhirnya didapatkan jumlah yang
melakukan perjalanan menggunakan beca motor.
f. Setelah didapatkan jumlah angkutan beca motor yang dibutuhkan masyarakat
maka dibandingkan dengan jumlah yang ada sekarang, dengan ini maka
terlihat apakah hipotesa terpenuhi atau tidak.
g. Pekerjaan selanjutnya melakukan kesimpulan dari penelitian dan membuat
suatu rekomendasi untuk angkuatan umum beca motor yang beroperasi di
kota Padangsidimpuan.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk kota Padangsidimpuan yang
Padangsidimpuan Selatan), sedangkan sample yang digunakan adalah secara acak
terhadap penduduk perkotaan (rumah tangga).
Penelitian ini mengambil sampel minimum dikarenakan waktu dan biaya yang
terkendala, sehingga sampel yang diambil adalah masyarakat pengguna jasa angkutan
beca motor per-rumah tangga yang terdapat di dua kecamatan tersebut dengan rincian
sebagai berikut :
a. Kecamatan Padangsidimpuan Utara (40 responden)
1. Batang Ayumi Jae = 9 responden
2. Kamcar = 7 responden
3. Panyanggar = 8 responden
4. Sadabuan = 7 responden
5. Timbangan = 9 responden
b. Kecamatan Padangsidimpuan Selatan (60 responden)
1. Wek V = 10 responden
2. Ujung Padang = 14 responden
3. Sitamiang Baru = 5 responden
4. Silandit = 8 responden
6. Kampung Darek = 8 responden
7. Aek Tampang = 7 responden
Sedangkan untuk sample perhitungan pemilihan moda berdasarkan utilitas
(waktu menunggu, waktu perjalanan dan biaya ongkos) yang menjadi karakteristik
moda angkutan kota dan beca motor adalah :
a. Asal = Pusat Kota (PK) Tujuan = Padangmatinggi (PM)
b. Asal = Pusat Kota (PK) Tujuan = Sitamiang (ST)
c. Asal = Pusat Kota (PK) Tujuan = Sadabuan lewat Sigiring-giring (SB-1)
d. Asal = Pusat Kota (PK) Tujuan = Sadabuan lewat Sitataring (SB-2)
3.4. Metoda Pengumpulan Data Penelitian
Data yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah :
1. Data rumah tangga yang berkaitan dengan kepemilikan kenderaan,
pendapatan bulanan, ukuran rumah tangga.
2. Frekwensi rumah tangga menggunakan angkutan beca motor ( hari
/ mingguan)
3. Data survey langsung penggunaan angkutan kota dengan angkutan
beca motor terhadap impedansi transportasi (waktu tempuh,
ongkos, waktu menunggu ) dari zone a ke zone b.
b. Data sekunder penelitian meliputi :
1. Data kependudukan (BPS Padangsidimpuan, BPS Sumut)
2. Data Geografis (Bappeda, Dinas PU Padangsidimpuan)
3. Data Beca motor (Samsat dan Dinas Perhubungan
Padangsidimpuan)
Metoda pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan dengan cara :
tertutup yang harus diisi oleh pengguna per-rumah tangga sebanyak 100
angket.
b. Pemilihan moda dengan selisih utilitas beca motor dengan angkutan kota dilakukan dengan cara observasi langsung dengan menggunakan langsusng
kedua angkutan dan mencatat waktu menunggu kedua angkutan, waktu
perjalanan dan biaya ongkos perjalan dari zona satu ke zona yang lain.
c. Data sekunder dilakukan dengan pencarian data pendukung penelitian berupa dokumen lewat kantor BPS, Bappeda, Dinas Pekerjaan umum dan
Dinas Perhubungan Kota Padangsidimpuan.
3.5. Metoda Analisis
Penelitian ini melakukan analisis terhadap data primer dan data sekunder yang
berkaitan, adapun metoda analisis yang diterapkan adalah :
1. Pemilihan moda angkutan dilakukan analisis regresi linier dengan data yang diambil dari hasil kuesioner untuk mendapat model matematis pemilihan
modanya, setelah itu baru diberikan simulasi data untuk mendapatkan
2. Bangkitan lalulintas yang dilakukan per-rumah tangga pada setiap zone dilakukan analisis kategori yang sebelumnya data diambil dari data hasil
kuesioner yang telah diklasifikasikan sesuai kategori yang telah ditetapkan
untuk mendapatkan nilai tingkat bangkitan yang terdapat pada tabel yang
kemukakan oleh John Black, setelah itu dilakukan perkalian antara nilai
tingkat bangkitan dengan jumlah per-rumah tangga dan ditotal seluruhnya.
3. Karakteristik beca motor dengan fisik kota Padangsidimpuan dilakukan analisa spasial yang melibatkan data yang dihasilkan dari hasil kuesioner dan
BAB IV
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Kota Padangsidimpuan
Kota Padangsidimpuan secara geografis terletak antara 1° 08’ 07” sampai 1°
28’ 19” Lintang Utara dan 99° 13’ 53” sampai 99° 21’ 31” Bujur Timur, dimana
ketinggian rata-rata permukaan tanah 325 - 750 meter diatas permukaan laut.
Kemiringan tanah rata berkisar antara 2 – 8 % . Secara administrasi wilayah terletak
di tengah-tengah kabupaten Tapanuli Selatan, ini disebabkan oleh asal kota
Padangsidimpuan merupakan ibukota kabupaten Tapanuli Selatan, dan pada tahun
2001 dimekarkan menjadi Pemerintah Kota yang berdiri sendiri atau berpisah dari
kabupaten asal yaitu kabupaten Tapanuli Selatan, dimana batas wilayah kota sebagai
berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Padangsidimpuan Barat,
Kabupaten Tapanuli Selatan.
2. Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Padangsidimpuan Timur,
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Batang Angkola, Kabupaten
Tapanuli Selatan
4. Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Siais, Kabupaten Tapanuli
Selatan
Kota Padangsidimpuan mempunyai luas wilayah sesuai dengan Surat
Keputusan sewaktu pemekaran seluas 11.465,660 hektar yang terbagi atas 5
kecamatan, 20 kelurahan dan 58 desa.
Tabel 4.1.1 Luas Wilayah Administrasi Kota Padangsidimpuan
No Kecamatan Luas Wilayah (Ha) Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Padangsidimpuan Tenggara
Padangsidimpuan Selatan
Padangsidimpuan Batunadua
Padangsidimpuan Utara
Padangsidimpuan Hutaimbaru
Padangsidimpuan Angkola Julu
2.975,000
686,535
3.975,000
749,125
1.782,500
1.297,500
25,95
5,99
34,67
6,53
15,55
11,32
Kota Padangsidimpuan 11.465,660 100
Adapun data penduduk kota Padangsidimpuan yang didapatkan dari BPS kota
Padangsidimpuan dan BPS Sumatera Utara adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1.2 Jumlah Penduduk Kota Padangsidimpuan
Jumlah penduduk (jiwa / tahun) No Kecamatan
1991 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1 Padangsidimpuan
Tenggara
- - - 20,335 25,334 23,715
2 Padangsidimpuan
Selatan
44,910 50,519 48,596 54,005 53,672 61,082
3 Padangsidimpuan
Batunadua
- - - 13,782 15,245 15,522
4 Padangsidimpuan
Utara
52,595 48,470 51,624 53,565 52,771 70,347
5 Padangsidimpuan
Hutaimbaru
- - - 14,393 14,720 14,265
6 Padangsidimpuan
Angkola Julu
- - - 6,612 6,796 6,936
97.505 98.989 100.220 162.692 168.536 172.419 177.499 181.865
ASAHAN MANDAILING NATAL SAMOSIR SAM UDER A H IN DIA
N I A S
GUNUNG S ITOLI SIBOLGA DAIRI SIDIKALANG BARUS BALIGE Danau Toba TAP. UTARA TOBA P . Sam
osir
TARUTUNG
PANYABUNGAN
Ke Bukit Tinggi
Ke R i a u
PADANG SIDEMPUAN TAP. SELATAN
RANTAU PRAPAT LABUHAN BATU
PROP. RIA
PROP. SUMATERA BARAT U
LANGKAT
KARO
PROP. NAD Ke Langsa SIMALUNGUN DELI SERDANG MEDAN BINJAI KABAN JAHE T. TINGGI P. SIANTAR S E
L A T M
A L A K
A T. BALAI KISARAN Simirik Goti Simatohir Mompang Silandit Lubuk Manik Rimba Soping Pudun Jae Sihitang Huta Padang Panyanggar Losung B
Batu Nadua Jae Huta Imbaru
Siloting
Hanopan
Labuhan Labo Losung
Bt Ayuni Julu Simasom
Baruas
PAL IV Pijar Koling Joring Lombang
Lembah Lubuk Raya
WEK VI
Ujung Gurap Joring Natobang
Bargot Topong Batu Nadua Julu
Singali
Perkebunan Pijar Koling
Labuhan Rasoki Aek Tuhul Purwodadi Aek Tampang Pijar Koling Sidangkal WEK I Batu Layan Manunggang Julu Sabungan Sipabangun Tinjoman Lama Aek Najaji Sitamiang Baru Pal IV Maria
Manegen Sabungan Jae WEK V Pudun Julu Sigulang Ujung Padang Bonan Dolok Manunggang Jae Salambue Purba Tua Tarutung Baru Batang Bahal Sadabuan Padang Matinggi Bincar Tano Bato
Kayu Ombun Sitamiang
Gunung Hasahatan
Partihaman Saroha
Pintu Langit Jae
Huta Lombang Tobat
Huta Koje WEK II
Huta Limbong Padang Matinggi Lestari
Kantin WEK IV Bt.Ayuni Jae WEK III Timbangan Aek Bayur Mompang Silandit Lubuk Manik Rimba Soping Pudun Jae Sihitang Huta Padang Panyanggar Losung Batu
Batu Nadua Jae Huta Imbaru
Siloting
Hanopan
Labuhan Labo Losung
Bt Ayuni Julu Simasom
Baruas
PAL IV Pijar Koling Joring Lombang
Lembah Lubuk Raya
WEK VI
Ujung Gurap Joring Natobang
Bargot Topong Batu Nadua Julu
Singali
Perkebunan Pijar Koling
Labuhan Rasoki Aek Tuhul Purwodadi Aek Tampang Pijar Koling Sidangkal WEK I Batu Layan Manunggang Julu Sabungan Sipabangun Tinjoman Lama Aek Najaji Sitamiang Baru Pal IV Maria
Manegen Sabungan Jae WEK V Pudun Julu Sigulang Ujung Padang Bonan Dolok Manunggang Jae Salambue Purba Tua Tarutung Baru Batang Bahal Sadabuan Padang Matinggi Bincar Tano Bato
Kayu Ombun Sitamiang
Gunung Hasahatan
Partihaman Saroha
Pintu Langit Jae
Huta Lombang Tobat
Huta Koje WEK II
Huta Limbong Padang Matinggi Lestari
Kantin WEK IV Bt.Ayuni Jae WEK III Timbangan Aek Bayur atu 1° 20 '00 " 1° 22 '3 0" 1° 25 '00" 1° 27 '3 0"
99°12'30" 99°15'00" 99°17'30" 99°20'00" 99°22 '
K EC.PADAN GSI DI M PU AN BARAT K AB.T APAN U LI SELAT AN
K EC.PADAN GSI DI M PU AN T I M U R K AB.T APAN U LI SELAT AN
K EC.SI AI S K AB.T APAN U LI SELAT AN
K EC.AN GK OLA K AB.T APAN U LI SELAT AN
PADAN GSI DI M PU AN AN GK OLA JU LU
H U T AI M BARU
PADAN GSI DI M PU AN U T ARA
PADAN GSI DI M PU AN SELAT AN
PADAN GSI DI M PU AN RA BAT U N ADU A
T EN GGA
[image:65.612.110.555.111.698.2]Sumber : Bappeda Kota Padangsidimpuan