KADAR -CROSS-LINKS TELOPEPTIDE PADA
WANITA POSTMENOPAUSE DENGAN
OSTEOPOROSIS ATAU OSTEOPOENI
TESIS
OLEH :
SOUFNI MORAWATI
DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkankan kehadirat Allah SWT atas Rahmat
dan HidayahNya, sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter
Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
dan dapat menyelesaikan karya tulis (tesis) ini yang berjudul Kadar
-Cross-Links Telopeptide pada Wanita Postmenopause dengan
Osteo
enyampaikan rasa hormat dan
terima
a mengucapkan terima kasih
semog
nan
porosis atau Osteopoeni.
Selama saya mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian penelitian
untuk karya tulis ini, saya telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk,
bantuan dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil dari berbagai
pihak sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan dan karya tulis ini.
Untuk semua itu perkenankanlah saya m
kasih yang tiada terhingga kepada :
Yth, Prof.Dr.Burhanuddin Nasution SpPK-KN,FISH, sebagai
pembimbing saya yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk,
pengarahan, bantuan dan dorongan selama dalam pendidikan dan proses
penyusunan sampai selesainya tesis ini. Say
a Allah membalas semua kebaikannya.
Yth, Prof.Dr. Delfi Lutan Msc, SpOG-K pembimbing II dari
Depertemen Kebidanan dan Kandungan yang sudah banyak memberikan
bimbingan, petunjuk, pengarahan dan bantuan,mulai dari penyusu
Saya u
i peserta Program Pendidikan Dokter
Spesia
Universitas Sumatera Utara,
yang t
tunjuk, arahan,
elama saya mengikuti pendidikan Spesialis Patologi Klinik dan selama
penyelesaian tesis ini. Hormat dan terimakasih saya ucapkan.
meng capkan terima kasih, semoga Allah SWT membalas semua
kebaikannya.
Yth, Prof.Dr.Adi Koesoema Aman, SpPK-KH, FISH, Ketua
Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara/RSUP H.Adam Malik Medan, yang telah menerima dan memberikan
kesempatan kepada saya sebaga
lis Patologi Klinik dan telah memberikan bimbingan dan pengarahan
selama saya mengikuti pendidikan.
Yth, Prof. DR. Dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, FISH dan Dr.
Ricke Loesnihari SpPK-K, sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
elah banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi sejak awal
pendidikan sehingga dapat menyelesaikannya.
Yth, Prof.Dr.Herman Hariman, PhD,SpPK-KH, FISH, yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan dalam penelitian ini.
Yth, Prof.Dr Iman Sukiman, SpPK-KH, FISH, Dr. R .Arjuna M
Burhan, DMM, SpPK-K, Dr.Muzahar, DMM, SpPK-K, Dr. Zulfikar Lubis SpPK-K, FISH, Dr. Tapisari Tambunan, SpPK-KH, Dr. Ozar Sanuddin SpPK-K, Dr.Farida Siregar SpPK, Dr.Ulfah Mahidin SpPK , Dr.Chairul
Rahma SpPK dan Dr.Lina SpPK, Dr. Nelly Elfrida Samosir, SpPK,
Semuanya guru-guru saya yang telah banyak memberikan, pe
sampai selesainya tesis saya ini, terima kasih banyak saya
ucapka
ah memberikan kesempatan dan bantuan untuk
sukses
an kepada saya, sejak mulai pendidikan sampai
selesa
tor Universitas
Yth, Drs. Abdul Jalil Amri Arma M.Kes, yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan bantuan di bidang statistik selama saya memulai
penelitian
n.
Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Dr. Maharani
sebagai kepala Departemen Rehabilitasi Medis RSUP H. Adam Malik Medan
beserta stafnya yang tel
nya penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada seluruh teman-teman
sejawat Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, para analis dan pegawai, serta
semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas bantuan dan
kerja sama yang diberik
inya tesis saya ini.
Hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, Bupati Kabupaten Solok
Propinsi Sumatera Barat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat. yang telah memberikan izin bagi saya untuk
mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Ucapan terimakasih juga kepada
Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan menerima saya
untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik.
Terima kasih yang setulus-tulusnya serta sembah sujud ,saya
sampaikan kepada Ayahanda dan Ibunda , yang telah membesarkan,
mendidik serta memberikan dorongan moril dan materil kepada ananda
selama ini. Semoga Allah SWT membalas semua budi baik dan kasih
sayangnya. Begitu juga ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
bapak dan ibu mertua saya yang memberikan bantuan baik moril maupun
materil kepada saya dan keluarga.
Akhirnya terima kasih yang tiada terhingga saya sampaikan kepada
suami tercinta Drs. Kemas Muhammad Oswizar yang telah mendampingi
saya dengan penuh pengertian, perhatian, memberikan motivasi dan
pengorbanan selama saya mengikuti pendidikan sampai saya dapat
menyelesaikan pendidikan ini. Juga untuk anak-anakku yang tercinta dan
tersayang Muhammad Andrey Kurniawan dan Raihan Muhammad Ozfiari
yang sangat mengerti atas telah banyaknya kehilangan perhatian dan kasih
sayang selama saya mengikuti pendidikan ini.
Akhirul kalam, semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin Ya Rabbal Alamin
Medan, Desember 2009
Penulis
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakakang...
1.2. Perumusan Masalah ………...
1.3. Hipotesa Penelitian ………...
1.4. Tujuan Penelitian...
1.5. Penelitian Kerangka...
1.6. ManfaatKonsep...
BAB II .TINJAUAN PUSTAKA
2.1. -CTx...
2.1.1 Fisilogi dan Biosintesa Colagen Type I dalam Tulang...
2.1.2 Kadar serum dan plasma -CTx dan hal yang
mempengaruhi...
2.1.3 Manfaat klinis pemeriksaan -CTx...
2.2.Menopouse...
2.3.3.Fisiologi pembentukan tulang ...
2.3.4.Struktur tulang...
2.3.4.2. Sel Osteobals...
2.3.4.3. Sel Osteosit...
2.3.4.4. Proses Remodiling Tulang...
2.4. Pemeriksaan bone Mineral Density...
2.4.1. Pemeriksaan Radioisotop ...
2.4.1.1.Singel photon absorbmetry (SPA) ...
2.4.2.2.Dual photon absorpmetry (DPA)………
2.4.2. Quantitative Computerised Tomography (QCT)………...
2.4.3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)………
2.4.4. Dual- energy X ray absorbtiometry (DEXA)………
2.4.5. Sono densitometer (USG) metode Quantitative Ultrasound
(QUS) ...
BAB.III. METODE PENELITIAN
3.1.Disain Penelitian ...
3.2.Tempat dan waktu penelitian ...
3.3. Populasi penelitian...
3.4. Sampel penelitian ...
3.4.1. Kriteria Inklusi Persaratan umum sampel...
3.4.1.1. Kriteria eksklusi ...
3.4.1.2.Kriteria ekslusi... .
3.4.1.3.Batasan operasional ...
3.4.2.Perkiraan besar sampel...
3.4.3.Cara pengambilan sampel...
3.5. Ethical clearence dan Infomed Consent……….
3.5. Prosedur penelitian...
3.7.Bahan dan Cara kerja...
3.7.4.1. Pemeriksaan -Ctx …...
3.7.4.2. Pemeriksaan kreatinin darah...
3.7.5. Pemantapan kualitas...
3.7.5.1. Kalibrasi Pemeriksaan -CrossLabs ( -Ctx)...
3.7.5.2 . Kontrol kwalitas Peneriksaan -Ctx
3.8.Anlisa data ...
BAB. IV .HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Peserta Penelitian ...
BAB .V .PEMBAHASAN
BAB.VI.KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.Kesimpulan ...
6.2.Saran...
DAFTAR PUSTAKA
38
39
40
40
40
41
44
45
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 2 Struktur Collagen type I 9
Gambar 3 Skema Reaksi Sandwich ECLIA tahap 1 13
Gambar 4 Skema Reaksi Sandwich ECLIA tahap 2 13
Gambar 5 Skema Reaksi Sandwich ECLIA tahap 3 13
Grafik 1 Nilai kualitas kontrol kadar - CTx 44
Grafik 2 Rerata kadar -CTx Berdasarkan Hasil T-Score dengan Alat Quantitave Ultrasound 50
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1 Hasil Kontrol Kualitas Pemeriksaan Kreatinin 41
Tabel 2 Hasil Kalibrasi Kalibrator -CTx 42 Tabel 3 Hasil Kontrol Kualitas Pemeriksaan Kadar -CTx 43 Tabel 4 Karakteristik Wanita Postmenopouse dengan 46
Osteopeni atau Osteoporosis serta
Wanita Pramenopouse tanpa
Osteoporosis atau Osteopeni
Tabel 5 Pengaruh Faktor Kebiasaan terhadap Hasil 47
Nilai T-Score dan Nilai Kadar -CTx
Tabel 6 Rerata Kadar -CTx Wanita Postmenopause 48
dengan Osteoporosis atau Osteopeni dan
wanita Pramenopause yang tidak
Osteoporosis atau Osteopeni
Table 7 Perbedaan Rerata Kadar -CTx pada Wanita 49
Post menopouse dengan Osteoporosis
atau Osteopeni dan wanita Pramenopouse
yang tidak Osteoporosis atau Osteopeni
Table 8 Korelasi Kadar -CTx Berdasarkan Nilai 51
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat persetujuan
Lampiran 2 Status penelitian
Lampiran 3 Surat persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK USU
Lampiran 4 Surat izin Melakukan Penelitian dari Rumah Sakit Umun Haji Adam Malik Medan
Lampiran 5 Tabel Induk
Lampiran 6 Daftar Riwayat Hidup
DAFTAR SINGKATAN
BRU : Bone Remodiling Unit
BMD : Bone Mass Density
BMPs : Bone morphogenic protein
CTx : Crosslinked Telopetide
Cbfa : Core binding factor
CRF : Chronic Renal Failure
E1 : Estradiol
E2 : Estron
ECLIA : Electro Chemiluminescense Immunoassay
ECL : Electro Chemiluminescense
EDTA : Ethilend Diamine Tetraacide
EGFR : Estimation Glomerular Filtration Rate
DEXA :Dual-Energy X ray absobtiometry
FGF : Fibroblast growth factor
FSH : Follicle Stimulating Hormon
HRT : Hormon Replacement Theraphy
INH B : Inhibin B
LH : Lutheineizing Hormon
IL 2 : Interleukin -2
MRI : Magnetic Resonance Imaging
PTH : Parathyroid Hormon
PERMI : Perkumpulan Menopause Indonesia
FER : Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi
OC : Osteocalsin
TPA : Tryplolylamine
QUS : Quantitave Ultrasound
RANK : Receptor Activator Nucler
RANKL : Receptor Activator Nucler Ligant
SPA : Singel photon absorbtimetry
DPA : Dual photon absorpmetry
QCT : Quantitative Computerised Tomography
RINGKASAN
- Cross-links Telopeptide ( - CTx) dengan nama lain -CrossLaps
adalah merupakan degradasi Collagen Type I, yang mengandung -8AA
octapeptides (EKAHD- -GGR) yang dihasilkan dari salah satu siklus
remodeling tulang yaitu pada proses resorbsi tulang oleh osteoklas, yang
kadarnya akan meningkat pada wanita postmenopause, terutama dengan
osteoporosis atau osteopeni yang dibandingkan dengan wanita
pramenopause .
-CTx merupakan salah satu marker tulang untuk menilai penurunan
kepadatan tulang. Beberapa penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan
resorpsi tulang pada wanita postmenopause yang diakibatkan penurunan
hormone estrogen, yang akan beresiko untuk terjadinya osteopeni dan
osteoporosis. Kedua keadaan ini penting untuk dapat dideteksi lebih dini
untuk mecegah terjadinya resiko patah tulang yang tidak memperlihatkan
gejala sebelumnya .
Pada penelitian ini dilihat kemampuan pemeriksaan marker tulang
-CTx dengan metode sandwich ECLIA pada wanita postmenopause dengan
osteoporosis , wanita postmenopause dengan osteopenia yang dihubungkan
dengan penurunan kepadatan tulang secara Quantitative Ultrasound
Penelitian dengan rancangan cross sectional ini dilakukan di RS
H.Adam Malik, Medan sejak bulan Juli sampai dengan September 2009
.melibatkan peserta penelitian yang merupakan wanita postmenopause yang
berobat jalan dan berkunjung untuk skrening kepadatan tulang pada divisi
Rehabilitasi Medis RSUP H Adan Malik /FK USU Medan .
Setelah melalui beberapa tahap untuk penyeleksian peserta penelitian
wanita postmenopause yang masuk dalam kriteria inklusi sebanyak 36 orang
dan dilakukan pemeriksaan skrening kepadatan tulang dan berdasarkan nilai
T-Score dikelompokkan kedalam Osteoporosis 16 orang dan Osteopeni 20
orang , sebagi kontrol wanita pramenopause yang tidak Osteoporosis atau
Osteopeni berjumlah 36 orang .
Pada kelompok postmenapouse dengan Osteoporosis didapatkan
rerata serum -Ctx 0,792 ± 0,244 ng/mL dengan rentang nilai tertinggi 1,260
ng/mL.sedangkan untuk kelompok postmenopause dengan Osteopoeni kadar
-Ctx yang didapatkan 0,625 ± 0,169 ng/mL dengan rentang nilai 0,342
sampai 1,100 ng/mL dan untuk pramenopause yang tidak osteoporosis atau
osteopeni didapati nilai kadar -Ctx adalah 0,248 ± 0,138 ng/mL dengan
rentang nilai terendah 0,079 dan nilai tertinggi 0,745 ng/mL. Dengan uji
statistik ANOVA satu arah perbedaan rerata kadar -CTx (p = 0,001
dengan osteopeni serta wanita pramenopause tidak osteoporosis atau
osteopeni.
Dengan uji dengan korelasi Pearson untuk melihat hubungan antara
kadar -CTx dengan uji kepadatan tulang berdasarkan nilai T-Score,. Untuk
kelompok osteoporosis r = 0,522 dan signifikan p = 0,038. menyimpulkan semakin tinggi kadar -CTx semakin rendah nilai dari T-Score artinya
kepadatan tulang semakin menurun. Tetapi tidak berkorelasi untuk kelompok
postmenopause dengan osteopeni ataupun pramenopause yang tidak
osteoprosis ataupun osteopeni.
Adanya perbedaan bermakna kadar -CTx pada kelompok wanita
postmenapouse dengan osteoporosis atau osteopeni serta wanita
pramenapouse tidak osteoporosis atau osteopenia dan telihatnya hubungan
antara kadar -CTx dengan berdasarkan nilai T-Score kepadatan tulang dari
alat Quantitave Ultrasound membawa kita pada satu kesimpulan bahwa
kadar -CTx akan meningkat pada wanita postmenapouse dengan
osreoporosis dibanding wanita postmenopause dengan osteopeni dan
dibandingkan pada wanita pramenopause yang tidak osteoporosis atau
osteopeni. Peningkatan kadar -CTx ini berkorelasi negatif dengan derajat
penurunan dari nilai T-Score kepadatan tulang secara Quantitative
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
-Cross-links telopeptide ( -CTx) atau - CrossLaps merupakan
fragmen Colagen type I yang mengandung - isomerizad octopeptide
EKADH - - GGR yang merupakan suatu protein heliks yang bersambungan
secara menyilang pada helical protein crosslinked pada C-terminal dan
N-terminal molekul yang dihasilkan dari proses metabolisme tulang dalam siklus
remodeling tulang.1
Tulang adalah jaringan yang hidup dan dipelihara dengan siklus bone
formation oleh osteoblas dan bone resorpstion oleh osteoklas. Proses ini
akan berjalan secara seimbang antara keduanya 2
Keseimbangan akan terganggu pada wanita menopause dimana
kecepatan resorpsi tulang lebih cepat dibandingkan dengan pembentukan
tulang. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan pengurangan densitas
massa tulang pada Bone Remodeling Unit (BRU) 3. Pada keadaan dimana
terjadi peningkatan penyerapan tulang yang banyak terutama pada wanita
menopouse -CTx akan didegradasi dalam jumlah banyak sehingga
kadarnya dalam darah meningkat. Kadar -CTx yang tinggi dalam serum
menunjukkan terjadinya resorpsi tulang yang berlebihan yang beresiko untuk
terjadinya osteoporosis.1,2 Osteoklas berperan pada resorpsi tulang dengan
mensekresi protease yang dapat melarutkan kolagen diantara matriks
adalah pyridinium crosslinks yang dapat diukur dalam urin dan -CTx dalam
serum sebagai peptidanya 4
Menopause berdasarkan rekomendasi WHO tahun 1981 dan telah
diperbaharui kembali oleh Technical Working Party WHO tahun 1994
didefinisikan sebagai : penghentian permanen siklus haid pada wanita yang
disebabkan oleh pengurangan aktifitas folikel ovarium. Diagnosa berdasarkan
pemantauan selama amenorhoe 12 bulan berturut-turut dan tidak terdapat
penyebab lainnya, patologis atau psikologis. 5 Postmenopause dimulai 5
tahun setelah menopause, sedangkan pramenopause terjadi 4-5 tahun
sebelum masa menopause. 3
Pada beberapa penelitian memperlihatkan peningkatan bone
resorption pada wanita postmenopouse. Stephan dkk tahun 1998 meneliti
serum pada wanita post menopouse yang diterapi dengan Hormon
Replacement Therapy (HRT) menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini sensitif
dan spesifik sebagai marker untuk proses resorpsi tulang dan mempunyai
nilai prediksi yang tinggi untuk follow up terapi antiresorptif 9
Penelitian lainnya dari Garnero P dkk tahun 2001 di Prancis yang
melakukan pemeriksaan kadar CTx serum pada wanita pramenopause dan
postmenopause didapati hasil yang meninggi pada wanita postmenopause. 7
Hormon estrogen dalam kadar normal akan memicu aktifitas osteoblas
dalam formasi tulang untuk membentuk kolagen. Kadar estrogen yang sangat
proses resorpsi tulang (osteoklas lebih aktif dari osteobals) sehingga
ancaman terjadinya osteopenia sampai osteoporosis. Kehilangan masa
tulang pada awal menopause sekitar 10% dan berkelanjutan sekitar 2-5%
pertahun. 8
Reiko Okabe dkk 2001 di Jepang mengevaluasi perubahan
-CrossLaps pada pasien-pasien yang menderita penyakit metabolisme tulang
meyimpulkan bahwa -CrossLaps bermanfaat secara potensial untuk
mengkaji keadaan resorpsi tulang, termasuk responnya terhadap terapi
pengganti hormon. 1
Penelitian terbaru dari Aurelie dkk di Prancis thn 2008 memperlihatkan
peningkatan yang signifikan kadar Ctx pada wanita postmenopause dengan
osteoporosis dibanding pada wanita pramenopause normal. Kadarnya
didalam serum akan normal kembali setelah mendapat terapi anti resorptive 6
Osteoporosis adalah keadaan berkurangnya massa tulang dan
berubahnya arsitektur tulang sampai tingkat ambang batas patah tulang,
tanpa keluhan-keluhan klinis.3 Penurunan hormon estrogen merupakan
penyebab lebih cepat terjadinya osteporosis primer pada wanita
postmenopause. Osteoporosis biasanya terjadi pada usia 55-70 tahun dan
sering menyebabkan kolaps tulang belakang, tinggi badan berkurang karena
bengkok, fraktur tulang panggul dan pangkal pergelangan tangan. 10
Saat ini dinyatakan bahwa osteoporosis merupakan penyakit endemik
manusia usia lanjut. Dinyatakan dari tahun 1990 sampai 2025 terjadi
yang mengancam terjadi patah tulang (14,7-20%) pertahun dan kecacatan
dalam kehidupan3. Diperkirakan angka fraktur tulang panggul di dunia
meningkat dari 1,7 juta /tahun 1990 menjadi 6,3 juta/tahun pada tahun 2050.
10
Salah satu tujuan pemeriksaan -CTx pada wanita menopause untuk
melihat ada atau tidak peningkatan resorpsi tulang yang beresiko terjadi
penurunan densitas tulang dan mengakibatkan terjadinya osteoporosis. 8
Untuk menilai densitas dari tulang dilakukan pemeriksaan Bone Mineral
Density (BMD), salah satunya dengan Alat Ultrasound Densitometry atau
Quantitative Ultrasound (QUS), yang memiliki potensial untuk mengukur
struktur tulang menggunakan gelombang suara dengan nilai dalam T-score
Bila hasil T-score lebih dari -1 SD dikategorikan normal, antara -1
sampai -2,5 SD disebut osteopeni, dan dibawah -2,5 SD disebut
osteoporosis. Peningkatan kadar -CTx sebagai petanda untuk penyerapan
tulang akan mendahului perubahan masa tulang secara signifikan sebelum
terdeteksi oleh pemeriksaan BMD. Kadar bone resorption (penyerapan
tulang) yang tinggi berhubungan dengan kehilangan masa tulang. 13
Patrick Garnero dkk tahun 2001 melakukan penelitian serum
Cross-linking telopeptide (CTx) pada wanita postmenopause di Jepang dan wanita
pramenopause yang terbagi dalam kelompok umur mendapatkan kadar CTx
yang lebih tinggi pada kelompok wanita postmenopause dan menyimpulkan
Sedangkan Irma Pratiwi tahun 2005 di Bandung telah melakukan
penelitian pada wanita menopause normal, wanita menopause osteopenia
dan osteoporosis. Menyimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara
nilai -CrossLaps ( -CTx) pada wanita menopause normal dibandingkan
dengan wanita menopause osteopenia dan osteoporosis. 14
Tujuan lainnya evaluasi kadar -CTx pada wanita pra dan post
menopause adalah untuk melengkapi pemeriksaan densitas masa tulang.
Selain itu juga untuk mengenal pasien dengan resiko osteoporosis lebih dini.
Saat ini di Medan belum ada penelitian kadar -CTx sebagai
penanda untuk resorbsi tulang, untuk itu peneliti membandingan kadar
-CTx serum wanita postmenopause umur > 55 tahun (minimal 5 tahun sudah
menopause) yang osteoporosis atau osteopenia dengan wanita
pramenopause (umur: 45-50 tahun) yang tidak osteoporosis atau osteopenia,
berdasarkan nilai T-score dari pemeriksaan QUS.
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah yaitu:
1. Apakah ada perbedaan kadar -CTx pada wanita postmenopause
dengan osteoporosis atau osteopenia, dibandingkan dengan wanita
2. Apakah ada hubungan kadar serum -CTx dengan penurunan Bone
Mineral Density berdasarkan pemeriksaan Quantitative Ultrasound
pada penderita osteoporosis atau osteopeni?
1.3.Hipotesa Penelitian
1. Kadar -CTx meningkat pada wanita potmenopause dengan
osteopenia atau osteoporosis.
2. Penurunan nilai BMD berhubungan dengan peningkatan kadar -CTx .
1.4.Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan umum
Mempelihatkan potensi pemeriksaan kadar -CTx pada wanita
postmenopause untuk mendeteksi penurunan densitas tulang.
1.4.2.Tujuan khusus
1. Mengetahui perbedaaan kadar -CTx pada wanita postmenopause
dengan osteoporosis atau osteopeni dibandingkan wanita pramenopause
tanpa osteoporosis atau osteopeni.
2. Menentukan hubungan antara penurunan masa tulang secara
Quantitative Ultrasonografi (QUS) pada wanita postmenopause dengan
osteoporosis atau osteopeni dengan kadar -CTx .
1.5 Manfaat penelitian
• Dengan mengetahui kadar -CTx pada wanita postmenopause
dengan osteoporosis atau osteopeni maka pemeriksaan ini dapat
dipakai sebagai petanda peningkatan penyerapan tulang dan
diharapkan dapat digunakan sebagai penyerta pemeriksaan BMD.
• Bila hubungan ini baik maka -CTx dapat dipakai untuk
menentukan adanya peningkatan penyerapan tulang secara dini,
1.6. Kerangka Konsep yang berkunjung di bagian
fisioterapi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. -Cross-links telopeptide ( -CTx) atau -CrossLaps
Jaringan tulang mempunyai tiga komponen yang terdiri matriks organik
yang disebut osteoid, mineral tulang, dan sel tulang. Collagen type I
menyusun 90% dari matriks tulang dan 10% sisanya terdiri dari
protein-protein lain seperti osteocalsin, osteonectin,dan osteopentin. 2,10,12
Marker biokimia untuk melihat perubahan tulang dapat
menginformasikan secara langsung turnover dari tulang. Marker ini dapat
diukur secara langsung melalui urin maupun darah. Pemeriksaan Bone
turnover ini sudah dimulai sejak 20 tahun yang lalu. 3 Sudah diteliti secara
luas kususnya pada wanita postmenopause untuk memperkirakan terjadinya
fraktur osteoporotik, dengan menilai peningkatan aktivitas osteoklas dan
penurun yang menonjol dari aktifitas osteobals 17,20
Pemeriksaan kadar -CTx menggunakan alat Cobas e 601 kadar -CTx
dalam serum, pengujian ini spesifik untuk fragmen degradasi Collagen Type
I, yang mengandung -8AA octapeptides (EKAHD- -GGR), yang merupakan
protein yang bersambungan secara menyilang pada C- Terminal Telopeptide.
Gambar.1.struktur dari Collagen type I dikutip dari 10
2.1.1 Fisiologi kolagen dari tulang
Kolagen merupakan protein ekstraseluler yang terpenting dalam tubuh,
Kolagen merupakan 65% bagian dari total komponen organik dalam tulang.
Kolagen terdiri dari struktur tripel heliks rantai polipetida yaitu rantai (alfa).
Ada beberapa kolagen yang ditemukan didalam tubuh manusia yang
dikelompokkan menjadi kolagen fibrilar (tipe I,II,III dan V) dan kolagen non
fibrilar. 2,12
Kolagen fibrular tipe I merupakan kolagen terbanyak yang dijumpai
dalam tulang, kulit dan tendon, yang diproduksi oleh osteoblas. Setiap
kolagen tersusun atas rantai yang berbeda, untuk kolagen tipe I terdiri oleh
2 rantai 1 dan 1 rantai 2. 12
Biosintesa dari kolagen terdiri beberapa tahap untuk tahap awal
disintesis di protokolagen, kemudian akan terjadi beberapa modifikasi
dilanjutkan oleh osteoblas akan terjadi hidroksiasi prolin dan lisin membentuk
heliks sebelum disekresikan. Sedangkan C-terminal dan N-terminal
propeptida terpisah bersamaan saat sekskresinya. Tropokolagen yang
merupakan gabungan ketiganya membentuk serabut-serabut kolagen, dan
struktur dasar dari tripel heliks akan diperkuat dengan ikatan (cross-link).
Ikatan ini terdiri dari piridinolin dan deoksipiridinolin yang terutama terletak
pada C-Terminal dan N-terminal dimana struktur tripel heliks digantikan
dengan domain non tripel yang disebut telopeptida. Telopeptida merupakan
protein yang kaya akan asam amino prolin dan lisin. 17,20,24
Pada proses turnover kolagen ikatan pyridinium dan deoksipiridinolin
atau peptida yang mengandung keduanya akan dilepaskan dan
diekskresikan lewat urin. Pengukuran keduanya didalam urin sebagai
petanda resorbsi tulang28 . Didalam jaringan tulang kolagen bereaksi dengan
komponen jaringan lainnya termasuk proteoglikan,glikoprotein, dan mineral,
dan hanya kolagen type I yang mengalami mineralisasi di tulang.
Proses degradasi kolagen membutuhkan pelepasan dari mineral,
karena mineral melindungi kolagen dari proses denaturasi. Hasil degradasi
matriks tulang yang meliputi beberapa peptida dan asam amino, akan dilepas
kealiran darah dan urin. Degradasi Collagen Type I, yang mengandung
2.1.2. Kadar dan assay -CTx/ -Crosslaps a. Kadar -CTx / -Crosslaps
Nilai batas pengukuran -CrossLaps : 0,010-6,00 ng/mL atau 10-6000 pg/mL
Pramenopause : 0,299 ng/mL dan untuk postmenopause 0,556 ng/ mL. 10,31
P.Garnero tahun 2001 meneliti kadar -CrossLaps pada 254 wanita
pramenopause dengan rentang umur 34-50 tahun didapat kadar -Crosslaps
0,299 ng/mL dan 429 postmenopause dengan rentang umur 54-80 tahun
adalah : 0.556 ng/mL
P.Garnero tahun 2001 juga telah melakukan penelitian terhadap
-CrossLaps untuk melihat stabilitas serum dan plasma EDTA. Yang dilakukan
terhadap 10 subjek sehat didapat nilai yang tetap stabil pada tempratur
ruangan 4ºC, bahkan setelah sebelumnya diinkubasi selama 24 jam1
Penyimpanan pada suhu - 30ºC tidak menurun secara signifikan selama 12
minggu baik sampel menggunakan EDTA atau tanpa menggunakan EDTA.
Dan tetap stabil setelah dibekukan dan dicairkan berulang hingga sembilan
kali sebelum konsentarasi -CrossLaps dilakukan pengukuran pada kedua
sampel 1
Penelitian juga dilakukan pada penderita gangguan metabolisme
tulang pada penderita hiperparathyroidism, Chronic Renal Failure (CRF)
,malignancy. Didapat hampir 100 % pasien memiliki serum -CTx yang
melebihi batas atas interval reverensi, didapati juga korelasi yang baik
Kadar -CrossLaps pada wanita postmenopause dengan osteoporosis
yang mendapat terapi penggantian estrogen didapati penurunan kadar
-CrossLaps setelah 3 dan 6 bulan terapi. 1,6 .
b.Assay
Tekhnik pemeriksaan sandwich electro chemiluminescense
immunoassay menggunakan fase solid berlapis streptavadin bersamaan
dengan antibodi monoklomal berlebel kompleks ruthenium untuk mendeteksi
analitnya. 31,42
Pada inkubasi tahap pertama, antigen pada sampel, antibodi poliklonal
biotinilasi dan antibodi monoclonal spesifik -Crosslaps dilabel dengan
kompleks ruthenium membentuk kompleks sandwich. 31,42
Pada inkubasi kedua, setelah penambahan mikropartikel paragmatik
berlapis streptavidin dan monoclonal terjadi komplek antigen-antibodi yang
terikat dengan mikropartikel melalui interaksi antara biotin dengan
streptavidin. 31,42 .
Gambar 4. Skema reaksi Sandwich ECLIA Tahap Kedua (dikutip dari 42) Keterangan :
Campuran reaksi ini diaspirasi kedalam sel pengukur eletrokimia dan
senyawa yang tidak terikat dicuci dan dibuang oleh buffer procell, sedangkan
kompleks imun yang terbentuk ditangkap secara magnetis. Dalam reaksi
Electro Chemiluminescent (ECL) terjadi reaksi antara kompleks ruthenium
dengan TPA (trypropylamine) yang distimulasi secara elektrik untuk
menghasilakan emisi cahaya. Jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding
Gambar 5. Skema Reaksi Sandwich ECLIA Tahap Kedua (dikutip dari 42)
Keterangan :
2.1.3. Manfaat klinis pemeriksaan -CTx
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan terlihat eratnya
hubungan kadar -CTx dengan terjadinya osteoporosis terutama pada
wanita post menopause. Selain -CTx memberikan hasil yang sangat
bermanfaat secara potensial untuk mengkaji keadaan resorpsi tulang juga
termasuk responnya terhadap terapi pengganti estrogen. 1
2.2. Menopause
Pada tahun 1990, populasi wanita menopause di seluruh dunia
dilaporkan mencapai jumlah 476 juta jiwa, 40% di antaranya berada di
2030 sebanyak 1.200 juta dengan distribusi di negara berkembang sebesar
76%. Data yang didapatkan dari daerah Asia Tenggara juga menunjukkan
fenomena serupa. Umur di negara barat seperti populasi wanita menopause
Amerika Serikat dan United Kingdom adalah 51,4 dan 50,9 tahun. Untuk
negara Asia, ternyata didapatkan nilai yang tidak jauh berbeda. Sebuah studi
yang dilakukan pada 7 negara Asia Tenggara memperlihatkan usia median
terjadinya menopause yaitu 51,09 tahun. Untuk Indonesia sendiri, laporan
tahun 1990 menyebutkan terjadi menopause pada usia 50 tahun.Studi yang
diadakan di Malaysia terhadap 3 jenis etnik yaitu Melayu, Cina dan India,
menyebutkan bahwa menopause terjadi pada usia 50,7 tahun.23
2.2.1. Definisi
Menurut Technical Working Party WHO tahun 1994 menopause
didefinisikan sebagai : penghentiaan permanen siklus haid pada wanita yang
disebabkan oleh pengurangan aktifitas folikel ovarium. Diagnosa berdasarkan
pemantauan selama amenorhoe 12 bulan berturut-turut dan tidak terdapat
penyebab lainnya, patologis atau psikologis. 5
2.2.2.Tahapan menopause
Kilmakterium adalah tahap awal penurunan fungsi ovarium, yang
ditandai dengan menstruasi yang tidak teratur dengan dijumpai gejala
berlangsung selama 30 tahun (usia 35-65 tahun), dan dibagi menjadi 3
bagian untuk kepentingan klinis, yaitu: 3,4
1. Klimakterium awal (35-45 tahun) pada masa ini mulai terjadi
keluhan gangguan haid oleh karena kadar esterogen mulai rendah
2. Masa perimenopause (46-55 tahun) terbagi pada tahap
pramenopause (umur 45-50), menopause (umur 50 tahun),
postmenopause (umur > 55 tahun) pada masa ini sudah dijumpai
keluhan klinis defiseiensi estrogen pada vasomotor, flour albus,
dispareunia, osteopenia, dan osteoporosis.
3. Klimakterium akhir ( 56-65 tahun) pada masa ini didapati kadar
estrogen yang sangat rendah sampai tidak ada. Dengan ancaman
masalah jantung, aterotrombosis, serta fraktur oleh karena
osteoporosis.
2.2.3.Perubahan hormon estrogen
Perubahan pada hipotalamus berperan pada siklus menstruasi yang
teratur menjadi tidak teratur dapat dialami wanita dalam dua hingga delapan
tahun sebelum terjadinya menopause. Selama masa tersebut, folikel indung
telur, yang mematangkan ovum, akan mengalami tingkat kerusakan yang
semakin cepat hingga jumlah cadangan folikel akan habis. Penurunan kadar
Inhibin B (INH-B) yang merupakan protein dimeric yang merefleksikan
(Follicle Stimulating Hormone) mencapai 20 kali. 8,20,21 Tanda awal
peningkatan kadar hormon FSH yang diukur pada pada fase folikular siklus
menstruasi lebih tinggi dibandingkan masa reproduktif wanita, efek
penurunan hormon steroid ovarium dan peningkatan GnRH akan juga
meningkatkan LH (Lutheineizing Hormon) 3-5 kali. 20,24
Estrogen utama yang dihasilkan oleh wanita sebelum menopause,
disebut Estradiol (E2) merupakan estrogen aktif yang sering disebut 17
-estradiol salah satunya berfungsi mengatur siklus dari haid. Sedangkan
Estron (E1) yang dibentuk oleh ovarium sesudah menopause berasal dari
lemak tubuh. Pada masa pramenopause estron dihasilkan oleh ovarium akan
diubah ke bentuk aktif menjadi estradiol, oleh karena ovarium masih
berfungsi dengan baik. Aktifitasnya sama seperti estradiol, dan berasal dari
konversi androstenodion yang diproduksi kelenjar adrenal dengan asal utama
dari jaringan adiposa. Kadar androgen juga akan menurun sektar 50 % tetapi
tidak sebesar penurunan kadar estrogen. Pada masa menopause maupun
postmenopause, estradiol ini akan turun kadarnya sampai 90%
mengakibatksan aterisia folikel.8,24
Kadar testoteron turun sampai 30% secara nyata selama
pramenopause. Sebaliknya kadar progesteron sangat menurun selama
postmenopause, bahkan jauh sebelum terjadinya perubahan-perubahan pada
estrogen atau testoteron dan ini merupakan hal yang paling penting bagi
hormon reproduksi tetap memegang peran yang penting. Estrogen dan
androgen (seperti halnya testoteron) adalah penting, untuk mempertahankan
tulang yang sehat dan kuat. 8,21
2.3. Osteoporosis
2.3.1. Definisi
Menurut WHO Osteoporosis adalah suatu penyakit metabolik tulang
ditandai berkurangnya massa tulang dan arsitektur jaringan tulang sampai
tingkat di bawah ambang batas patah, yang mengakibatkan peningkatan
fragilitas tulang ,sehingga akhirnya terjadi fraktur. 3,12,15.25.
Keadaan ini dapat terjadi baik pada pria maupun wanita dengan
prevalensi osteoporosis dapat terjadi pada 1 dari 3 wanita usia lanjut. Pada
wanita menopause kadar estrogen mulai menurun sehingga mulai terjadi
gangguan keseimbangan antara bone resorption ( penyerapan tulang ) oleh
osteoklas dan bone formation ( pembentukan tulang ) oleh osteoblas 3,12,15.24 .
Di Indonesia data yang pasti mengenai jumlah osteoporosis belum
ditemukan. Data retrospektif osteoporosis yang dikumpulkan di UPT Makmal
Terpadu Imunoendokrinologi, FKUI dari 1690 kasus osteoporosis, ternyata
yang pernah mengalami patah tulang femur dan radius sebanyak 249 kasus
(14,7%) 12 Demikian pula angka kejadian pada fraktur hip, tulang belakang
dan wrist di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2001-2005, meliputi 49
dari total 83 kasus fraktur hip pada wanita usia >60 tahun. Terdapat 8 dari 36
Dimana sebagian besar terjadi pada wanita >60 tahun dan disebabkan oleh
kecelakaan rumah tangga.16
2.3.2. Klasifikasi
Osteoporosis diklasifikasikan atas:
1. Osteoporosis primer: dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Dihubungkan dengan faktor resiko meliputi merokok, aktifitas, berat badan
rendah, alkohol, ras kulit putih/asia, riwayat keluarga, postur tubuh, dan
asupan kalsium yang rendah 16
a. Tipe I (post manopausal):
Terjadi 5-20 tahun setelah menopause (55-75 tahun). Ditandai oleh
fraktur tulang belakang tipe crush, Colles’ fraktur, dan berkurangnya
gigi geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat
tersebut. Dimana jaringan terabekular lebih responsif terhadap
defisiensi estrogen 16,25
b. Tipe II (senile):
Terjadi pada pria dan wanita usia ≥70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang
kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut.16, 24
2. Osteoporosis sekunder: dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Penyebabnya meliputi gangguan tiroid hiperparatiroidisme, hipertirodisme,
2.3.3. Fisiolgi pembentukan tulang
Tulang dibentuk didalam kandungan mulai trimester 3 kehamilan yang
disebut tulang woven, setelah lahir menjadi tulang lameral yang hanya
mengandung 25 gr kalsium dan selanjutnya berkembang terus karena
pengaruh lokal dan sistemik dan meningkatkan kalsium sampai 1000 gr saat
tulang mencapai kematangan 3,12,13.
Masa tulang terbentuk dari masa bayi sampai mencapai puncaknya
sewaktu usia dewasa, nilai ini ditentukan oleh faktor genetik ,nutrisi,kegiatan
fisik,dan penyakit. Makin tinggi nilai masa tulang ini dicapai akan semakin
makin baik, setelah puncak dicapai pada umur 30 tahun, maka kurva akan
mendatar (plateau) dan kemudin sekitar umur 40 tahun kurva mulai menurun.
Kecepatan laju penurunan sekitar ±1% per tahun 3,27.
Selama perkembangannya tulang terus membutuhkan kalsium yang
sangat tinggi sampai masa pubertas dimana proses kematangn hormon
reproduksi, estrogen pada wanita dan testosteron pada laki-laki. Karena
pengaruh anabolik dan prekursor estrogen terjadilah proses bone remodeling
atau pergantian masa tulang.
Proses remodeling ini melalui 2 tahap yaitu oleh tahap bone formation
atau pembentukan tulang oleh osteoblas dan tahap bone resorption resorpsi
atau penyerapan tulang oleh osteoklas. Sebagai puncak pembentukan terjadi
pada wanita usia 30 tahun dan akan mengalami penurunan pada masa
2.3.4 Struktur tulang
Tulang merupakan connective tissue yang kaku yang terdiri dari sel
fiber, dan material gelatin yang disebut ground substance dan sejumlah besar
mineral pada tulang yang matur. Pembentukan jaringan yang baru dimulai
dengan produksi matriks organik oleh sel tulang. Matriks tulang terdiri dari
ground substance,kolagen dan protein lain.
2.3.5. Sel tulang
2.3.5.1.Sel Osteoklas
Adalah sel tulang yang bertanggung jawab terhadp proses resorpsi
tulang, berasal dari sel hematopoitik /fagosit mononuklear. Differensiasi pada
fase awal membutuhkan faktor transkripsi PU-1 yang merubah sel progenitor
menjadi sel mieloid, adanya rangsangan M-CSF, sel sel ini akan berubah
menjadi sel sel monositik berproliferasi dan mengekspresikan reseptor RANK
dengan adanya RANK Ligan (RANKL) sel ini akan berdiferensiasi menjadi
osteoklas. Berbeda dengan sel makrofag osteoklas mengekspresikan beribu
ribu sel RANK, kalsitonin dan vibronektin. Selesai proses resorpsi osteoklas
akan mengalami apoptosis oleh pengaruh esterogen. Pada keadaan
defisiensi estrogen, menopause atau ovarektomi, apoptosis akan terhambat
Proses remodiling tulang diatur oleh sejumlah hormon dan faktor –
faktor lainnya .Hormon yang berperan pada proses ini hormon paratiroid
(PTH) ,insulin ,kalsitonin,glukokotikoid ,hormon tiroid .
2.3.5.2. Sel Osteoblas
Adalah sel yang bertanggung jawab terhadap proses formasi tulang,
yaitu berfungsi dalam sistem matriks tulang yang disebut osteoid yaitu
komponen protein dari jaringan tulang. Osteoblas berasal dari stromal stem
cell atau conetive tissue mesenchymal stem cell yang berkembang menjadi
osteoblas, kondrosit, sel otot, adiposit, dan sel ligamen. Untuk proses
diferensiasi dan maturasi sel osteoblas dibutuhkan faktor pertumbuhan lokal
seperti fibroblast growth factor (FGF), bone morphogenic protein (BMPs)
selain itu juga faktor transkripsi, yaitu core binding factor I (Cbfa 1)
Prekursor osteoblas ini akan berpoliferasi dan berdiferensiasi menjadi
preosteoblas dan kemudian menjadi osteoblas yang matur. Osteoblas selalu
tampak melapisi matriks tulang (osteoid) yang diproduksi sebelum
dikalsifikasi 3,17 . Membran plasma osteoblas kaya akan fosfatase alkali dan
receptor untuk hormon partiroid dan prostglandin tetapi tidak memiliki resptor
untuk kalsitonin.Osteoblast juga mengekspresikan berbagai sitokin seperti
colony stimulating factor I (CSF I ) dan reseptor anti nuclear factor kB ligand
2.3.5.3. Sel Osteosit
Sel osteosit merupakan sel yang mempunyai prosesus yang sngat
panjang yang akan berhubungan dengan prosesus osteosit yang lain dan
juga dengan bone lining cell 7,11.didalam matrik osteosit terletak pada lakuna
dan prosesusnya terletak pada kanalikuli .Lakuna dan kanalikuli berhubungan
satu sama lain termasuk lakuna kanalikuli dari osteosit lainnya membentuk
jaringan yang disebut sistem lakunakanalikular (LCS) .sistem ini berperan
pada mekanisme penyebran rangsang mekanik dan kimia yang diterima
tulang melalui transduksi mekano-bio-elektro-kemikal.jaringan LCS yang
sangat penting untuk kehidupan tulang yang sehat .Osteosit berperan
sebagai mekanosensor bagi jaringan tulang .pada tulang yang osteoporotik
terjadi diskoneksi antara prosesus tersebut transduksi mekano bio elektri dan
remodiling tidak berjalan sempurna ,tulang akan kehilangan kemampuan
melakukan formasi setelah resorpsi berlangung.
2.3.6. Proses Remodeling Tulang
Proses remodeling tulang diatur oleh osteoblas dan osteoklas yang
tersusun dalam struktur yang disebut Bone Remodeling Unit (BRU) struktur
dari BRU terdiri dari osteoklas didepan diikuti oleh sel osteoblas dibelakang
nya dan ditengah-tengah terdapat kapiler , jaringan saraf dan jaringan ikat.
tulang kortikal maupun tulang trabekular. Pada tulang trabekular BRU mulai
bekerja dimana sel osteoklas meresorpsi tulang dengan memahat dan
menggali kemudian sel osteoblas akan menutup bekas galian tadi dengan
mengganti sel sel yang rusak dengan membentuk matris tulang (sel kolagen
tipe 1) dengan pengaruh hormon estrogen salah satunya .Proses remodeling
ini juga akan diatur oleh sejumlah hormon lainnya. Hormon yang
berpengaruh pada proses ini adalah hormon paratiroid, glukokortikoid,
hormon sex dan hormon tiroid dll.11,17
Proses yang sama juga terjadi pada tulang trabekular, penyerapan
tulang akan terjadi dalam 3 minggu. Sedangkan proses pembentukan sel
tulang butuh waktu 3 bulan dan masa BRU hidup lebih lama dari osteobals
dan osteoklas 6-9 bulan, sehingga diperlukan lebih banyak sel osteoblas
yang dibentuk oleh sum-sum tulang sel progenitor hematopoitik 3,11, 14
Defisiensi estrogen menyebabkan penurunan masa tulang secara
signifikan. Defisiensi estrogen dipikirkan mempengaruhi level sirkulasi sitokin
spesifik seperti IL-1, tumor nekrosing faktor, koloni granulosit-makrofag
stimulating faktor dan IL-6. Bersama sitokin ini meningkatkan resorpsi tulang
melalui peningkatan recruitment, diferensiasi dan aktifasi sel osteoklas.9
Pada beberapa tahun pertama postmenopause terjadi penurunan
masa tulang yang cepat sebesar 5 % per tahun pada tulang trabekular dan
2-3% per tahun pada tulang kortikal. Hal ini disebabkan meningkatnya
aktifitas osteoklas. Selanjutnya didominasi oleh osteoblas dan hilangnya
Osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh hormon sistemik dan sitokin
seperti faktor lokal lain (growth factor, protaglandin dan leukotrien, PTH,
kalsitonin, estrogen dan 1,25-dihydrocyvitamin D3 [1,25-(OH)D3]. PTH
bekerja pada osteoblas dan sel stroma, dimana mensekresi faktor soluble
yang menstimulasi pembentukan osteoklas dan resorbsi tulang oleh
osteoklas. Sintesis kolagen oleh osteoblas distimulasi oleh paparan pada
PTH yang intermiten, sementara paparan terus menerus pada PTH
menghambat sintesis kolagen. PTH berperan penting pada aktivasi enzim
ginjal , hidroksilase yang menghidroksilat 25-(OH)D3 menjadi 1,25-(OH)2D3.9
2.4. Pemeriksaan Bone Mineral Density
Pemeriksaan ini berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko
fraktur, berbagai penelitian menunjukkan peningkatan resiko pada densitas
masa tulang yang menurun secara progresif dan terus menerus.
Pemeriksaan densitas masa tulang ini merupakan pemeriksaan yang akurat
dan presisi hingga dapat dijadikan sebagi prognosis, prediksi fraktur, dan
bahkan diagnosis osteoporosis 12,43
Beberapa metode pemeriksaan yang dapat dipakai untuk menilai
2.4.1.Pemeriksaan radioisotop
Menggunakan sinar foton radionuklida terdapat 2 jenis pemeriksaan:
2.4.1.1. Singel photon absorbtimetry (SPA)
Sumber sinal berasal dari foton dari sinar 1-125 dengan dosisi
200 mci, yang diperiksa pada tulang perifer radius dan
calcaneus.
2.4.1.2. Dual photon absorpmetry (DPA)
Sumber sinar berasal dari radionuklida GA-135 sebanyak 1,5 CI
yang mempunyai energi (44 kev dan 100 kev) digunakan untuk
mengukur vertebra dan kolum femoris 3,11,20
2.4.2. Quantitative Computerised Tomography (QCT)
Merupakan salah satu metode yang dapat menilai mineral tulang
secara volumetrik dan trabekulasi tulang radius, tibia, dan vertebra.
Keuntungan pemeriksaan ini tidak diengaruhi oleh korteks dan artefak
kalsifikasi osteosit. Keuntungan tidak diperhitungkan berat badan dan tinggi
badan. Sedangkan kerugian nya paparan radiasi yang tinggi dari
pemeriksaan lainya . 3,11,20
2.4.3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Dapat mengukur struktur trabekular dan kepadatannya. Tidak
memakai radiasi, hanya dengan lapangan magnet yang sangat kuat,
2.4.4. Dual-Energy X ray absobtiometry (DEXA)
Pemeriksaan prinsip kerjanya hampir sama dengan SPA dan DPA
bedanya menggunakan radiasi sinar X yang sangat rendah. Memiliki dua
jenis X ray absorbtiometry yaitu SXA single Xray absorbtiometry dan
SXA-DEXA-Dual energi X ray absobtimety. Metode ini sangat sering digunakan
untuk pemeriksaan osteoporosis baik pada pria maupun wanita, mempunyai
presisi dan akurasi yang tinggi . 11,20,44
Hasil yang diberikan pada pemeriksaan DEXA berupa
• Densitas masa tulang mineral tulang pada area yang dinilai satuan
bentuk gram per centimeter.
• Kandungan mineralnya tulang dalam satuan gram
• Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal
rata-rata densitas pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan
dalam skor standar deviasi (Z score atau T-score)
2.4.5. Sono densitometer (USG) metode Quantitative Ultarsound (QUS)
Salah satu metode yang lebih murah dengan menilai densitas masa
tulang perifer menggunakan gelombang suara ultra yang menembus tulang
dinilai atenuasi kekuatan dan daya tembus melewati tulang dengan
ultrasound broad band dan kekakuan (stiffnes) dan tanpa ada resiko radiasi.
Adanya elastisitas tulang terbukti dengan adanya kecepatan tembus
Pemeriksaan ini merupakan suatu metode yang mempunyai
,keuntungan tidak hanya gampang dibawa bawa tetapi juga tidak ada radiasi
ukuran kecil, pengukuran cepat dan relatif murah. 16 Lokasi pemeriksaan
pada daerah sedikit jaringan lunak yaitu dilakukan pada tulang calcaneus
tibia dan bisa juga pada jari tangan. Parameter - parameter diatas diketahui
berkurang pada pasien osteoporosis .dan yang lebih penting parameter
sonografi dapat merupakan prediktor resiko fraktur vetebra. Alat ini
mempunyai tingkat akurasi 20%. 16,43
Densitas tulang terbaca sebagai nilai T-score . Beberapa hal perlu
diketahui dalam menganalisa hasil skrening densitometer, diantaranya:
Pengertian T-Score, keabsahan hasil skrening dan interpretasi hasil16
T-Score : Merupakan nilai perbandingan kandungan densitas mineral tulang
seseorang bila dibandingkan dengan nilai puncak optimalisasi pembentukan
masa tulang (peak bone mass), yang lazimnya tercapai pada usia 30-35
tahun.
WHO menetapkan batasan nilai sebagai berikut 3,11,15,20 :
Kategori Diagnostik T-score
Normal T>-1 SD
Osteopenia -2,5< T<-1 SD
Osteoporosis (tanpa fraktur) T<-2.5 SD
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1.Desain penelitian
Penelitian dilakukan secara observasional analitik dengan cara Cross-
Sectional ( potong lintang).
3.2.Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK-USU/RSUP
H.Adam Malik Medan mulai bulan Juni - september 2009 bekerjasama
dengan Departemen Kebidanan Kandungan dan Pusat Rehabilitasi Medik
FK-USU/RSUP.H.Adam Malik Medan.
3.3.Populasi penelitian
1. Wanita postmenapuse yang berkunjung ke pusat rehabilitasi medis
baik yang sudah terdiagnosa osteopeni atau osteoporotik < 6 bulan
atau kiriman poliklinik/pribadi telah ditegakkan osteopeni atau
osteoporosis. Setelah dilakukan pemeriksaan BMD memakai alat QUS
memenuhi kriteria penelitian.
2. Sebagai pembanding diambil Kelompok wanita pramenapause tanpa
osteopeni atau osteoporosis berdasarkan pemeriksaan QUS
3.4. Sampel penelitian
3.4.1.Persaratan umum sampel 3.4.1.1Kriteria Inkusi
1. Wanita postmenopause umur >55 tahun ( minimal 5 tahun
sudah menopause), dengan osteopeni atau osteoporosis
setelah pemeriksaan Quantitative Ultrasound (QUS).
2. Wanita pramenopause umur 45-50 tahun tanpa osteopeni
atau osteoporosis setelah pemeriksaan QUS.
3.3.1.2.Kriteria Ekslusi
Peserta dikeluarkan dari penelitian jika :
1. Peserta amenorhoenya oleh karena pengangkatan uterus .
2. Terdapat riwayat atau menderita hipertiroid
3. Penderita gagal ginjal diketahui dari anamnese dan
pemeriksaan Estimation Glomerular Filtration Rate (EGFR).
4. Penggunaan glukortikoid jangka panjang > 6 bulan
(prednison > 7,5 mg/hari) 37 .
3.3.1.3. Batasan operasional
1. Menopause
Wanita dikatakan menopause berdasarkan rekomendasi
Working Party WHO tahun 1994 didefinisikan sebagi :
Penghentiaan permanen siklus haid pada wanita yang
disebabkan oleh pengurangan aktifitas folikel ovarium.
Diagnosa berdasarkan pemantauan selama amenorhoe 12
bulan dengan berturut-turut dan tidak terdapat penyebab
lainnya, patologis atau psikologis 5
Berdasarkan pembagian kronologis kehidupan wanita
disampaikan pada kursus Kongres Menopausal Treatmen,
Kongres Nasional II Perkumpulan Menopause Indonesia
(PERMI), dan Temu Ilmiah II Fertilitas dan Endokrinologi
Reproduksi (FER), Surabaya Februari 2005. Masa
perimenopause (usia 46-55), diawali pramenopause umur 45-50
tahun diakhiri dengan masa postmenopause (usia 55-65 tahun)
dikutip dari 3
.
2. Osteoporosis
Ditentukan berdasarkan pemeriksaan :
a. Bone Mass Density (kepadatan masa tulang )
Dengan menggunakan Quantitative Ultrasound (QUS) untuk
mengukur kepadatan masa tulang. Pemeriksaan ini
berdasarkan pengukuran tidak langsung dari anatomi
(tumit), untuk mengukur jumlah kepadatan massa tulang
Dinyatakan osteopenia jika nilai T- score: -2,5 <T< -1 SD
Dinyatakan osteoporosis jika nilai T- score :T< -2,5 SD
3. Gagal ginjal
Berdasarkan riwayat penyakit seperti menderita hemodialisa
reguler, pemeriksaan fisik, riwayat Hipertensi dan EFGR.
Ditentukan berdasarkan penetapan Estimation Glomerular
Filtration Rate (EGFR) yang direkomendasikan The National
Kidney Foundation ,dengan kalkulasi Cockroft-Gault 36 .
EGFR (mL/menit) = (140 – umur) x BB(kg) X( 0,85 ) 72 X Scr (mg/dL)
Keterangan: Scr : Serum Kreatinin
Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan EGFR ≤ 40 ml /menit 36 4. Penderita hipertiroid
Dilakukan pisik diagnostik mengunakan wayne indeks .
Penilaian dikatakan Hypertyroid jika Nilai Wayne indeks ≥ 20
No Tanda Ada Tidak Ada
1. Tyroid teraba +1 -3
2. Bising Tyroid +2 -2
3. Exoptalmus +2 -
4. Kelopak mata tertinggal gerak bola mata
Dalam penelitian ini nilai kadar -CTx dihubungkan dengan
penurunan kepadatan tulang dengan alat QUS yang disebabkan
oleh peningkatan resorpsi tulang, yang oleh keadaan
postmenopause. Kadar -CrossLaps dihitung dalam ng/mL.
3.4.2. Perkiraan Besar Sampel
Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan
besar sampel yang akan diteliti dipakai rumus uji hipotesa terhadap
rerata dua populasi, dalam hal ini untuk dua kelompok berpasangan,
n = (z + z ) Sd 2 d
Dimana :
z = Nilai baku normal tabel Z yang besarnya tergantung oleh nilai
untuk nilai = 0,05 z = 1,96
z = Nilai baku normal tabel Z yang besarnya tergantung oleh nilai
untuk nilai = 0,15 z = 1,036
Sd = Simpang baku dari selisih rerata didapat dari kepustakaan 6 :
n1 = 254 S1= 0,137(ng/mL) X1 = 0,299
n2 = 429 S2 = 0,226(ng/mL) X2 =0,556
= √ (n1-1) Sd12 + (n2-1)2 n1+n2 -2
= √ (254-1) (0,137)2 + (429-1) (0,226)2
254+ 429 -2
= 1,0014
d = Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna ditentukan d = 0,5
jumlah sampel yang dibutuhkan :
n = (1,96 + 1,036 ) 1,0014 2 0,5
n ≥ 36,00 47 ≈ 36
3.4.3Cara pengambilan Sampel
3.5. Ethical clearence dan Infomed Consent
Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Inform consent
diminta secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili oleh
keluarganya yang bersedia ikut dalam penelitian setelah mendapat
penjelasan mengenai maksud dan tujuan dari penelitian ini.
3.6.Prosedur penelitian
Wanita postmenopause yang datang ke pusat rehabilitasi medik baik
pribadi ataupun kiriman poliklinik yang sudah pernah dilakukan
pemeriksaan BMD dengan memakai (QUS) ataupun akan dilakukan
pemeriksaan QUS, didiagnosa dengan osteopeni atau osteoporosis.
Kemudian dijelaskan maksud dan tujuan penelitian, dan diminta
persetujuan tertulis untuk menjadi peserta penelitian. Selanjutnya sebagai
perbandingan lain diambil wanita yang pramenopause umur 45-50 tahun
dan dilakukan pemeriksaan yang sama, dan tidak osteopeni ataupun
osteoporosis.
1. Dilakukan anamnese meliputi :
• Lamanya sudah tidak menstruasi bukan dikarenakan oleh sebab
penyakit dan kejadian patologis
• Tidak menderita gangguan kelenjar tiroid dan dilakukan anamnese
• Tidak menderita penyakit ginjal kronik
• Obat-obatan yang dikonsumsi dalam jangka waktu lama, terutama
Glukokortikoid > 6 bulan terutama prednison >7.5 mg /hari 36
• Pekerjaan /aktifitas sehari hari
• Riwayat minum alkohol
• Riwayat merokok
2. Dilakukan pemeriksan fisik,meliputi:
• Berat badan dan tinggi badan, ditentukan dengan IMT
• Pemeriksaan fisik untuk Wayne Indeks
3.Pemeriksaan Bone Mineral Density (BMD) dengan menggunakan alat
Quantitative Ultrasound (QUS) untuk menilai kepadatan tulang.
4.Pengambilan sampel darah vena yang sebelumnya puasa selama 12
jam dipisahkan serumnya dilakukan pemeriksaan kreatinin darah dan
sebagian dimasukkan kedalam aliquot dan disimpan dalam freezer -30º
C sampai waktu pemeriksaan -CTx
5.Pemeriksaan kadar -CTx secara serentak terhadap sampel darah dari
pasien-pasien yang masuk kriteria penelitian.
3.7. Bahan dan Cara Kerja
3.7.1. Anamnese dan pemeriksaan fisik
Anamnese dilakukan dengan cara wawancara meliputi lama sudah
dan pemeriksaan fisik meliputi tekanan darah dan pemeriksaan
gangguan tiroid .seluruh data dan hasil pemeriksaan dicatat dalam status
penelitian.
3.7.2. Pemeriksaan Bone Mineral Density (BMD)
Untuk pemeriksaan ini dilakukan memakai Quantitative Ultrasound
dengan mendapatkan nilai T-score sebagai nilai dari kepadatan
tulang.
3.7.3. Pengambilan dan pengolahan sampel darah
Pemeriksaan kadar -CTx menggunakan sampel darah vena yang
sebelumnya puasa selama 12 jam. Sampel diambil dari penderita yang
telah ditetapkan masuk dalam kelompok postmenopause dengan
osteopeni atau osteporosis dan kelompok pramenopause tanpa osteopeni
atau osteoporosis.
Darah diambil sebanyak 5 cc, dari vena mediana cubiti, pasien
malamnya puasa 10-12 jam. Darah dimasukkan dalam tabung tanpa
antikoagulan. Setelah didiamkan selama lebih kurang 30 menit, kemudian
disentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit. Dari serum yang
dipisahkan dilakukan pemeriksaan kreatinin darah, dan sebagian
dimasukkkan dalam aliquot dan disimpan dalam freezer -30°C, sampai
3.7.4. Pemeriksaan Sampel Darah 3.7.4.1 . Pemeriksaan -cross Laps 10,31
Dilakukan serentak setelah terkumpul sejumlah sampel. Dengan alat
Cobas Elecsys 601 (Cobas e 601), menggunakan metode
Electrochemiluminescence sandwich immunoassay (ECLIA). Sampel yang
beku dicairkan pada suhu ruangan. Reagensia, kalibrator dan kontrol juga
dibuat menjadi suhu ruangan (20-25°C), dan disiapkan menjadi larutan kerja
sesuai petunjuk pada leaflet. Reagensia diletakkan pada disk reagensia,
kalibrator pada disk sampel. Lakukan kalibrasi reagen. Letakkan kontrol dan
sampel pada disk sampel. Lakukan pemeriksan sampel.
Prinsip pemeriksaan ECLIA tahapan sebagai berikut :
• Inkubasi pertama : antigen dari sampel (50 µL), antibodi biotinilasi
poliklonal spesifik CrossLaps dan antibodi monokonal spesifik
-CrossLaps yang telah dilabel dengan kompleks ruthenium membentuk
kompleks sandwich .
• Inkubasi kedua : Setelah penambahan mikropartikel yang dilapisi oleh
streptavadin terjadi kompleks antigen antibodi melalui interaksi biotin
dan sterptavadin.
• Gabungan reaksi ini diaspirasikan kedalam sel pengukur elektrokimia
dimana substansi yang tidak terikat dicuci dan kemudian dipindahkan
oleh buffrer procell. Sedangkan kompleks imun yang terbentuk
kemudian menginduksi emisi cahaya chemiluminesncent yang diukur
dengan photomultiplier.
• Hasilnya ditentukan melalui kurva kalibrasi yang digenerasikan secara
spesifik dengan instrumen dengan cara kalibrasi 2 titik terhadap kurva
master yang tersedia melalai barcode reagensia.
• Jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding lurus dengan kadar analit
dalam sampel. 31
3.7.4.2. Pemeriksaan kreatinin darah35
Dilakukan dengan alat Automatic analyzer Cobas Integra 400 plus
dan pemeriksaan kreatinin dengan metode Jaffe tanpa deproteinisasi.
Prinsip reaksi adalah :
pH Alkali
Creatinin + picrid acid complex creatinin picrid acid (merah-oranye)
Kalkulasi konsentrasi analit secara otomatis dengan mengalikan faktor
konversi : µmol/L X 0,0113 = mg/dL
3.7.5. Pemantapan Kualitas
Pemantapan kualitas dilakukan untuk menjamin ketepatan hasil
pemeriksaan dalam batas yang dapat dipercaya (valid). Sebelum dilakukan
pemeriksaan harus dilakukan kalibrasi terhadap alat-alat yang digunakan
Kalibrasi autometic analyzer Rohce/Cobas Integra 400 plus untuk
pemeriksaan kreatinin menggunakan C.f.a.s (calibrator for autometic system )
yang dilarutkan dengan 5 ml steril water .
Kontrol kualitas menggunakan kontrol normal Precinom U dan. Kontrol
kualitas dilakukan setiap hari pada setiap awal pemeriksaan sedang kontrol
abnormal Precipath U yang dilakukan jika dadapati hasil yang tinggi dan tidak
masuk dalam nilai kontrol.
Tabel 1. Hasil Kontrol kualitas pemeriksaan kreatinin
Pemeriksaan Nilai control Nilai target Range
14 -07-09
Nilai kontrol kualitas dalam 6 kali pemeriksaan kreatinin keseluruhanya
berada pada batas yang dpat dierima (acceptabel range 0,93-1,35)
3.7.5.1.Kalibrasi Pemeriksaan -CrossLaps ( -CTx)
Kalibrasi pemeriksaan -CTx pada alat cobas e 601 analyzers
menggunakan calset Elecsys -CTx Cat.No 11776576 terdiri dari kalibrator 1(
konsentrasi . Nilai kadar kalibrator spesifik lot dicantumkan dalam kode
barcode dan juga dicetak pada lembaran barcode kalibrator
Kedua kalibrator sudah siap pakai menjadi larutan kerja yang disimpan
dalam botol kusus (CalSet vial)
Prinsip kalibrasi adalah mengukur 2 kalibrator dan Analyzer akan
mencocokkan dengan kurva master. Kurva master kalibrasi dibuat oleh pabrik
Roche Diagnostic sewaktu memproduksi reagen, yang dikodekan dalam
barcode 2 dimensi sesuai dengan kemasan reagen kemudian informasi ini
akan ditransferkan ke analyzer
Selama penelitian kalibrasi hanya dilakukan satu kali pada waktu
membuka reagen, dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Kalibrasi Kalibrator -CTx
Test Module Calibration
type
Unit Date Calibration
lot
Regent lot
CrossL E-2 Rodbard ng/mL 01/08/2009 15112201 00182353
3.7.5.2.Kontrol Kualitas Pemeriksaan -CTx
Kontrol kualitas menggunakan PreciControl Bone Cat.No.03142949
yang mengandung serum control lyophilized dengan bahan dasar serum
kuda memakai 3 nilai konsentrasi PC BONE1, PC BONE2, PC BONE 3.
PreciContol bone dibuat menjadi larutan kerja, dengan melarutkan
setiap botol dengan menambahkan 2,0 ml steril water, dan dibiarkan selama
15 menit hingga larut dan dicampur dengan hati hati untuk menghindari
terbentuknya gelembung3 .
Nilai rentang target dari pabrik Roche digunakan untuk memantau
akurasi pemeriksaan -Ctx pada Cobas e 601. Hasil pemeriksaan
precicontrol adalah sebagai berikut:
Tabel 3.Hasil Kontrol Kualitas Pemeriksaan Kadar -CTx
Date R.lot No. PC
Selama penelitian kontrol kualitas dilakukan sebanyak 2 kali
bersamaan dengan sampel yang diperiksa. Dalam 2 kali pemeriksaan
sampel, nilai kontrol PC-BONE 1, PC-BONE 2 dan PC BONE 3 tidak
Grafik 2. Nilai kualitas kontrol kadar - CTx
3.8. Analisa data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi
15,0. Gambaran karakteristik penderita dan kelompok pembanding
disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.
1. Untuk melihat perbedaaan kadar -CTx pada wanita postmenopause
dengan osteopeni atau osteoporosis dibandingkan wanita
pramenopause tanpa osteoporosis atau osteopeni digunakan uji
ANOVA satu arah, karena varian datanya sama.
2. Untuk melihat hubungan antara penurunan masa tulang teknik QUS
pada wanita postmenopause dengan osteoporosis atau osteopeni
dengan kadar -CTx, dinilai dengan uji T berpasangan oleh karena
data kedua kelompok diamati berdistribusi normal. Kenormalan
distribusi data diuji dengan uji Kolmogorof Smirnov. Untuk melihat
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar -CTx pada wanita
postmenopause dengan osteoporosis atau osteopeni yamg dilaksanakan
mulai tanggal 12 juli sampai 31 september 2009 . Subjek penelitian
didapatkan dari wanita postmenopause kiriman poliklinik/pribadi yang
berkunjung ke pusat rehabilitasi medis Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam
Malik Medan. Sedangkan sebagai kelompok pembanding adalah wanita
pramenopause yang tidak osteoporosis atau osteopeni.
Penderita yang bersedia sebagai subjek pada penelitian dilakukan
anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, setelah
sebelumnya dilakukan pemeriksaan kepadatan tulang menggunakan QUS.
Pada awal penelitian didapati sebanyak 36 sampel wanita, postmenopause
yang terdirir dari 16 orang osteoporosis dan 20 orang osteopeni berdasarkan
nilai skrening kepadatan tulang .
Sebagai kelompok pembanding adalah wanita pramenopause yang tidak
osteoporosis dan osteopeni, sebanyak 36 orang
Peserta penelitian dengan rentang umur 40 sampai dengan 70 tahun. Hasil
Tabel 4. Karakteristik Wanita Postmenopause dengan Osteopeni atau Osteoporosis serta Wanita Pramenopause tanpa Osteoporosis atau Osteopeni.
S: Signifikan , NS: Non Signifikan p <0,05 LFG: laju filtrasi glomerulus
4.1 Gambaran Umum Peserta Penelitian
Gambaran demogarafi, klinis dan laboratorium pada ketiga kelompok
peserta penelitian tersusun dalam tabel 4. Disini terlihat perbedaan umur
yang bermakna antara ketiga kelompok , dimana umur rata-rata kelompok
osteoporosis sebanyak 16 orang adalah 65±7,4 tahun dan kelompok
osteopeni sebanyak 20 orang adalah 61±5,7 tahun sedangkan pada
kelompok normal sebanyak 36 orang adalah 46± 2,7 tahun.
Tidak terlihat perbedaan bermakna untuk tinggi badan dan Indek Masa
Tubuh pada ketiga kelompok dimana pada kelompok osteoporosis tinggi
badan adalah 154,9 ± 5,9 cm pada kelompok osteopeni tinggi badan 154 ±