• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar ?-Cross-Links Telopeptide Pada Wanita Postmenopause Dengan Osteoporosis Atau Osteoporosis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kadar ?-Cross-Links Telopeptide Pada Wanita Postmenopause Dengan Osteoporosis Atau Osteoporosis"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR -CROSS-LINKS TELOPEPTIDE PADA

WANITA POSTMENOPAUSE DENGAN

OSTEOPOROSIS ATAU OSTEOPOENI

TESIS

OLEH :

SOUFNI MORAWATI

DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkankan kehadirat Allah SWT atas Rahmat

dan HidayahNya, sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter

Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

dan dapat menyelesaikan karya tulis (tesis) ini yang berjudul Kadar

-Cross-Links Telopeptide pada Wanita Postmenopause dengan

Osteo

enyampaikan rasa hormat dan

terima

a mengucapkan terima kasih

semog

nan

porosis atau Osteopoeni.

Selama saya mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian penelitian

untuk karya tulis ini, saya telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk,

bantuan dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil dari berbagai

pihak sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan dan karya tulis ini.

Untuk semua itu perkenankanlah saya m

kasih yang tiada terhingga kepada :

Yth, Prof.Dr.Burhanuddin Nasution SpPK-KN,FISH, sebagai

pembimbing saya yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk,

pengarahan, bantuan dan dorongan selama dalam pendidikan dan proses

penyusunan sampai selesainya tesis ini. Say

a Allah membalas semua kebaikannya.

Yth, Prof.Dr. Delfi Lutan Msc, SpOG-K pembimbing II dari

Depertemen Kebidanan dan Kandungan yang sudah banyak memberikan

bimbingan, petunjuk, pengarahan dan bantuan,mulai dari penyusu

(3)

Saya u

i peserta Program Pendidikan Dokter

Spesia

Universitas Sumatera Utara,

yang t

tunjuk, arahan,

elama saya mengikuti pendidikan Spesialis Patologi Klinik dan selama

penyelesaian tesis ini. Hormat dan terimakasih saya ucapkan.

meng capkan terima kasih, semoga Allah SWT membalas semua

kebaikannya.

Yth, Prof.Dr.Adi Koesoema Aman, SpPK-KH, FISH, Ketua

Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara/RSUP H.Adam Malik Medan, yang telah menerima dan memberikan

kesempatan kepada saya sebaga

lis Patologi Klinik dan telah memberikan bimbingan dan pengarahan

selama saya mengikuti pendidikan.

Yth, Prof. DR. Dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, FISH dan Dr.

Ricke Loesnihari SpPK-K, sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran

elah banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi sejak awal

pendidikan sehingga dapat menyelesaikannya.

Yth, Prof.Dr.Herman Hariman, PhD,SpPK-KH, FISH, yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan dalam penelitian ini.

Yth, Prof.Dr Iman Sukiman, SpPK-KH, FISH, Dr. R .Arjuna M

Burhan, DMM, SpPK-K, Dr.Muzahar, DMM, SpPK-K, Dr. Zulfikar Lubis SpPK-K, FISH, Dr. Tapisari Tambunan, SpPK-KH, Dr. Ozar Sanuddin SpPK-K, Dr.Farida Siregar SpPK, Dr.Ulfah Mahidin SpPK , Dr.Chairul

Rahma SpPK dan Dr.Lina SpPK, Dr. Nelly Elfrida Samosir, SpPK,

Semuanya guru-guru saya yang telah banyak memberikan, pe

(4)

sampai selesainya tesis saya ini, terima kasih banyak saya

ucapka

ah memberikan kesempatan dan bantuan untuk

sukses

an kepada saya, sejak mulai pendidikan sampai

selesa

tor Universitas

Yth, Drs. Abdul Jalil Amri Arma M.Kes, yang telah memberikan

bimbingan, arahan dan bantuan di bidang statistik selama saya memulai

penelitian

n.

Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Dr. Maharani

sebagai kepala Departemen Rehabilitasi Medis RSUP H. Adam Malik Medan

beserta stafnya yang tel

nya penelitian ini.

Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada seluruh teman-teman

sejawat Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, para analis dan pegawai, serta

semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas bantuan dan

kerja sama yang diberik

inya tesis saya ini.

Hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala

Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, Bupati Kabupaten Solok

Propinsi Sumatera Barat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat. yang telah memberikan izin bagi saya untuk

mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Ucapan terimakasih juga kepada

(5)

Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan menerima saya

untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik.

Terima kasih yang setulus-tulusnya serta sembah sujud ,saya

sampaikan kepada Ayahanda dan Ibunda , yang telah membesarkan,

mendidik serta memberikan dorongan moril dan materil kepada ananda

selama ini. Semoga Allah SWT membalas semua budi baik dan kasih

sayangnya. Begitu juga ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

bapak dan ibu mertua saya yang memberikan bantuan baik moril maupun

materil kepada saya dan keluarga.

Akhirnya terima kasih yang tiada terhingga saya sampaikan kepada

suami tercinta Drs. Kemas Muhammad Oswizar yang telah mendampingi

saya dengan penuh pengertian, perhatian, memberikan motivasi dan

pengorbanan selama saya mengikuti pendidikan sampai saya dapat

menyelesaikan pendidikan ini. Juga untuk anak-anakku yang tercinta dan

tersayang Muhammad Andrey Kurniawan dan Raihan Muhammad Ozfiari

yang sangat mengerti atas telah banyaknya kehilangan perhatian dan kasih

sayang selama saya mengikuti pendidikan ini.

Akhirul kalam, semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita

semua. Amin Ya Rabbal Alamin

Medan, Desember 2009

Penulis

(6)

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakakang...

1.2. Perumusan Masalah ………...

1.3. Hipotesa Penelitian ………...

1.4. Tujuan Penelitian...

1.5. Penelitian Kerangka...

1.6. ManfaatKonsep...

BAB II .TINJAUAN PUSTAKA

2.1. -CTx...

2.1.1 Fisilogi dan Biosintesa Colagen Type I dalam Tulang...

2.1.2 Kadar serum dan plasma -CTx dan hal yang

mempengaruhi...

2.1.3 Manfaat klinis pemeriksaan -CTx...

2.2.Menopouse...

2.3.3.Fisiologi pembentukan tulang ...

2.3.4.Struktur tulang...

(7)

2.3.4.2. Sel Osteobals...

2.3.4.3. Sel Osteosit...

2.3.4.4. Proses Remodiling Tulang...

2.4. Pemeriksaan bone Mineral Density...

2.4.1. Pemeriksaan Radioisotop ...

2.4.1.1.Singel photon absorbmetry (SPA) ...

2.4.2.2.Dual photon absorpmetry (DPA)………

2.4.2. Quantitative Computerised Tomography (QCT)………...

2.4.3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)………

2.4.4. Dual- energy X ray absorbtiometry (DEXA)………

2.4.5. Sono densitometer (USG) metode Quantitative Ultrasound

(QUS) ...

BAB.III. METODE PENELITIAN

3.1.Disain Penelitian ...

3.2.Tempat dan waktu penelitian ...

3.3. Populasi penelitian...

3.4. Sampel penelitian ...

3.4.1. Kriteria Inklusi Persaratan umum sampel...

3.4.1.1. Kriteria eksklusi ...

3.4.1.2.Kriteria ekslusi... .

3.4.1.3.Batasan operasional ...

3.4.2.Perkiraan besar sampel...

3.4.3.Cara pengambilan sampel...

3.5. Ethical clearence dan Infomed Consent……….

3.5. Prosedur penelitian...

3.7.Bahan dan Cara kerja...

(8)

3.7.4.1. Pemeriksaan -Ctx …...

3.7.4.2. Pemeriksaan kreatinin darah...

3.7.5. Pemantapan kualitas...

3.7.5.1. Kalibrasi Pemeriksaan -CrossLabs ( -Ctx)...

3.7.5.2 . Kontrol kwalitas Peneriksaan -Ctx

3.8.Anlisa data ...

BAB. IV .HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Peserta Penelitian ...

BAB .V .PEMBAHASAN

BAB.VI.KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan ...

6.2.Saran...

DAFTAR PUSTAKA

38

39

40

40

40

41

44

45

(9)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2 Struktur Collagen type I 9

Gambar 3 Skema Reaksi Sandwich ECLIA tahap 1 13

Gambar 4 Skema Reaksi Sandwich ECLIA tahap 2 13

Gambar 5 Skema Reaksi Sandwich ECLIA tahap 3 13

Grafik 1 Nilai kualitas kontrol kadar - CTx 44

Grafik 2 Rerata kadar -CTx Berdasarkan Hasil T-Score dengan Alat Quantitave Ultrasound 50

(10)

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1 Hasil Kontrol Kualitas Pemeriksaan Kreatinin 41

Tabel 2 Hasil Kalibrasi Kalibrator -CTx 42 Tabel 3 Hasil Kontrol Kualitas Pemeriksaan Kadar -CTx 43 Tabel 4 Karakteristik Wanita Postmenopouse dengan 46

Osteopeni atau Osteoporosis serta

Wanita Pramenopouse tanpa

Osteoporosis atau Osteopeni

Tabel 5 Pengaruh Faktor Kebiasaan terhadap Hasil 47

Nilai T-Score dan Nilai Kadar -CTx

Tabel 6 Rerata Kadar -CTx Wanita Postmenopause 48

dengan Osteoporosis atau Osteopeni dan

wanita Pramenopause yang tidak

Osteoporosis atau Osteopeni

Table 7 Perbedaan Rerata Kadar -CTx pada Wanita 49

Post menopouse dengan Osteoporosis

atau Osteopeni dan wanita Pramenopouse

yang tidak Osteoporosis atau Osteopeni

Table 8 Korelasi Kadar -CTx Berdasarkan Nilai 51

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat persetujuan

Lampiran 2 Status penelitian

Lampiran 3 Surat persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK USU

Lampiran 4 Surat izin Melakukan Penelitian dari Rumah Sakit Umun Haji Adam Malik Medan

Lampiran 5 Tabel Induk

Lampiran 6 Daftar Riwayat Hidup

(12)

DAFTAR SINGKATAN

BRU : Bone Remodiling Unit

BMD : Bone Mass Density

BMPs : Bone morphogenic protein

CTx : Crosslinked Telopetide

Cbfa : Core binding factor

CRF : Chronic Renal Failure

E1 : Estradiol

E2 : Estron

ECLIA : Electro Chemiluminescense Immunoassay

ECL : Electro Chemiluminescense

EDTA : Ethilend Diamine Tetraacide

EGFR : Estimation Glomerular Filtration Rate

DEXA :Dual-Energy X ray absobtiometry

FGF : Fibroblast growth factor

FSH : Follicle Stimulating Hormon

HRT : Hormon Replacement Theraphy

INH B : Inhibin B

LH : Lutheineizing Hormon

(13)

IL 2 : Interleukin -2

MRI : Magnetic Resonance Imaging

PTH : Parathyroid Hormon

PERMI : Perkumpulan Menopause Indonesia

FER : Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi

OC : Osteocalsin

TPA : Tryplolylamine

QUS : Quantitave Ultrasound

RANK : Receptor Activator Nucler

RANKL : Receptor Activator Nucler Ligant

SPA : Singel photon absorbtimetry

DPA : Dual photon absorpmetry

QCT : Quantitative Computerised Tomography

(14)

RINGKASAN

- Cross-links Telopeptide ( - CTx) dengan nama lain -CrossLaps

adalah merupakan degradasi Collagen Type I, yang mengandung -8AA

octapeptides (EKAHD- -GGR) yang dihasilkan dari salah satu siklus

remodeling tulang yaitu pada proses resorbsi tulang oleh osteoklas, yang

kadarnya akan meningkat pada wanita postmenopause, terutama dengan

osteoporosis atau osteopeni yang dibandingkan dengan wanita

pramenopause .

-CTx merupakan salah satu marker tulang untuk menilai penurunan

kepadatan tulang. Beberapa penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan

resorpsi tulang pada wanita postmenopause yang diakibatkan penurunan

hormone estrogen, yang akan beresiko untuk terjadinya osteopeni dan

osteoporosis. Kedua keadaan ini penting untuk dapat dideteksi lebih dini

untuk mecegah terjadinya resiko patah tulang yang tidak memperlihatkan

gejala sebelumnya .

Pada penelitian ini dilihat kemampuan pemeriksaan marker tulang

-CTx dengan metode sandwich ECLIA pada wanita postmenopause dengan

osteoporosis , wanita postmenopause dengan osteopenia yang dihubungkan

dengan penurunan kepadatan tulang secara Quantitative Ultrasound

(15)

Penelitian dengan rancangan cross sectional ini dilakukan di RS

H.Adam Malik, Medan sejak bulan Juli sampai dengan September 2009

.melibatkan peserta penelitian yang merupakan wanita postmenopause yang

berobat jalan dan berkunjung untuk skrening kepadatan tulang pada divisi

Rehabilitasi Medis RSUP H Adan Malik /FK USU Medan .

Setelah melalui beberapa tahap untuk penyeleksian peserta penelitian

wanita postmenopause yang masuk dalam kriteria inklusi sebanyak 36 orang

dan dilakukan pemeriksaan skrening kepadatan tulang dan berdasarkan nilai

T-Score dikelompokkan kedalam Osteoporosis 16 orang dan Osteopeni 20

orang , sebagi kontrol wanita pramenopause yang tidak Osteoporosis atau

Osteopeni berjumlah 36 orang .

Pada kelompok postmenapouse dengan Osteoporosis didapatkan

rerata serum -Ctx 0,792 ± 0,244 ng/mL dengan rentang nilai tertinggi 1,260

ng/mL.sedangkan untuk kelompok postmenopause dengan Osteopoeni kadar

-Ctx yang didapatkan 0,625 ± 0,169 ng/mL dengan rentang nilai 0,342

sampai 1,100 ng/mL dan untuk pramenopause yang tidak osteoporosis atau

osteopeni didapati nilai kadar -Ctx adalah 0,248 ± 0,138 ng/mL dengan

rentang nilai terendah 0,079 dan nilai tertinggi 0,745 ng/mL. Dengan uji

statistik ANOVA satu arah perbedaan rerata kadar -CTx (p = 0,001

(16)

dengan osteopeni serta wanita pramenopause tidak osteoporosis atau

osteopeni.

Dengan uji dengan korelasi Pearson untuk melihat hubungan antara

kadar -CTx dengan uji kepadatan tulang berdasarkan nilai T-Score,. Untuk

kelompok osteoporosis r = 0,522 dan signifikan p = 0,038. menyimpulkan semakin tinggi kadar -CTx semakin rendah nilai dari T-Score artinya

kepadatan tulang semakin menurun. Tetapi tidak berkorelasi untuk kelompok

postmenopause dengan osteopeni ataupun pramenopause yang tidak

osteoprosis ataupun osteopeni.

Adanya perbedaan bermakna kadar -CTx pada kelompok wanita

postmenapouse dengan osteoporosis atau osteopeni serta wanita

pramenapouse tidak osteoporosis atau osteopenia dan telihatnya hubungan

antara kadar -CTx dengan berdasarkan nilai T-Score kepadatan tulang dari

alat Quantitave Ultrasound membawa kita pada satu kesimpulan bahwa

kadar -CTx akan meningkat pada wanita postmenapouse dengan

osreoporosis dibanding wanita postmenopause dengan osteopeni dan

dibandingkan pada wanita pramenopause yang tidak osteoporosis atau

osteopeni. Peningkatan kadar -CTx ini berkorelasi negatif dengan derajat

penurunan dari nilai T-Score kepadatan tulang secara Quantitative

(17)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

-Cross-links telopeptide ( -CTx) atau - CrossLaps merupakan

fragmen Colagen type I yang mengandung - isomerizad octopeptide

EKADH - - GGR yang merupakan suatu protein heliks yang bersambungan

secara menyilang pada helical protein crosslinked pada C-terminal dan

N-terminal molekul yang dihasilkan dari proses metabolisme tulang dalam siklus

remodeling tulang.1

Tulang adalah jaringan yang hidup dan dipelihara dengan siklus bone

formation oleh osteoblas dan bone resorpstion oleh osteoklas. Proses ini

akan berjalan secara seimbang antara keduanya 2

Keseimbangan akan terganggu pada wanita menopause dimana

kecepatan resorpsi tulang lebih cepat dibandingkan dengan pembentukan

tulang. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan pengurangan densitas

massa tulang pada Bone Remodeling Unit (BRU) 3. Pada keadaan dimana

terjadi peningkatan penyerapan tulang yang banyak terutama pada wanita

menopouse -CTx akan didegradasi dalam jumlah banyak sehingga

kadarnya dalam darah meningkat. Kadar -CTx yang tinggi dalam serum

menunjukkan terjadinya resorpsi tulang yang berlebihan yang beresiko untuk

terjadinya osteoporosis.1,2 Osteoklas berperan pada resorpsi tulang dengan

mensekresi protease yang dapat melarutkan kolagen diantara matriks

(18)

adalah pyridinium crosslinks yang dapat diukur dalam urin dan -CTx dalam

serum sebagai peptidanya 4

Menopause berdasarkan rekomendasi WHO tahun 1981 dan telah

diperbaharui kembali oleh Technical Working Party WHO tahun 1994

didefinisikan sebagai : penghentian permanen siklus haid pada wanita yang

disebabkan oleh pengurangan aktifitas folikel ovarium. Diagnosa berdasarkan

pemantauan selama amenorhoe 12 bulan berturut-turut dan tidak terdapat

penyebab lainnya, patologis atau psikologis. 5 Postmenopause dimulai 5

tahun setelah menopause, sedangkan pramenopause terjadi 4-5 tahun

sebelum masa menopause. 3

Pada beberapa penelitian memperlihatkan peningkatan bone

resorption pada wanita postmenopouse. Stephan dkk tahun 1998 meneliti

serum pada wanita post menopouse yang diterapi dengan Hormon

Replacement Therapy (HRT) menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini sensitif

dan spesifik sebagai marker untuk proses resorpsi tulang dan mempunyai

nilai prediksi yang tinggi untuk follow up terapi antiresorptif 9

Penelitian lainnya dari Garnero P dkk tahun 2001 di Prancis yang

melakukan pemeriksaan kadar CTx serum pada wanita pramenopause dan

postmenopause didapati hasil yang meninggi pada wanita postmenopause. 7

Hormon estrogen dalam kadar normal akan memicu aktifitas osteoblas

dalam formasi tulang untuk membentuk kolagen. Kadar estrogen yang sangat

(19)

proses resorpsi tulang (osteoklas lebih aktif dari osteobals) sehingga

ancaman terjadinya osteopenia sampai osteoporosis. Kehilangan masa

tulang pada awal menopause sekitar 10% dan berkelanjutan sekitar 2-5%

pertahun. 8

Reiko Okabe dkk 2001 di Jepang mengevaluasi perubahan

-CrossLaps pada pasien-pasien yang menderita penyakit metabolisme tulang

meyimpulkan bahwa -CrossLaps bermanfaat secara potensial untuk

mengkaji keadaan resorpsi tulang, termasuk responnya terhadap terapi

pengganti hormon. 1

Penelitian terbaru dari Aurelie dkk di Prancis thn 2008 memperlihatkan

peningkatan yang signifikan kadar Ctx pada wanita postmenopause dengan

osteoporosis dibanding pada wanita pramenopause normal. Kadarnya

didalam serum akan normal kembali setelah mendapat terapi anti resorptive 6

Osteoporosis adalah keadaan berkurangnya massa tulang dan

berubahnya arsitektur tulang sampai tingkat ambang batas patah tulang,

tanpa keluhan-keluhan klinis.3 Penurunan hormon estrogen merupakan

penyebab lebih cepat terjadinya osteporosis primer pada wanita

postmenopause. Osteoporosis biasanya terjadi pada usia 55-70 tahun dan

sering menyebabkan kolaps tulang belakang, tinggi badan berkurang karena

bengkok, fraktur tulang panggul dan pangkal pergelangan tangan. 10

Saat ini dinyatakan bahwa osteoporosis merupakan penyakit endemik

manusia usia lanjut. Dinyatakan dari tahun 1990 sampai 2025 terjadi

(20)

yang mengancam terjadi patah tulang (14,7-20%) pertahun dan kecacatan

dalam kehidupan3. Diperkirakan angka fraktur tulang panggul di dunia

meningkat dari 1,7 juta /tahun 1990 menjadi 6,3 juta/tahun pada tahun 2050.

10

Salah satu tujuan pemeriksaan -CTx pada wanita menopause untuk

melihat ada atau tidak peningkatan resorpsi tulang yang beresiko terjadi

penurunan densitas tulang dan mengakibatkan terjadinya osteoporosis. 8

Untuk menilai densitas dari tulang dilakukan pemeriksaan Bone Mineral

Density (BMD), salah satunya dengan Alat Ultrasound Densitometry atau

Quantitative Ultrasound (QUS), yang memiliki potensial untuk mengukur

struktur tulang menggunakan gelombang suara dengan nilai dalam T-score

Bila hasil T-score lebih dari -1 SD dikategorikan normal, antara -1

sampai -2,5 SD disebut osteopeni, dan dibawah -2,5 SD disebut

osteoporosis. Peningkatan kadar -CTx sebagai petanda untuk penyerapan

tulang akan mendahului perubahan masa tulang secara signifikan sebelum

terdeteksi oleh pemeriksaan BMD. Kadar bone resorption (penyerapan

tulang) yang tinggi berhubungan dengan kehilangan masa tulang. 13

Patrick Garnero dkk tahun 2001 melakukan penelitian serum

Cross-linking telopeptide (CTx) pada wanita postmenopause di Jepang dan wanita

pramenopause yang terbagi dalam kelompok umur mendapatkan kadar CTx

yang lebih tinggi pada kelompok wanita postmenopause dan menyimpulkan

(21)

Sedangkan Irma Pratiwi tahun 2005 di Bandung telah melakukan

penelitian pada wanita menopause normal, wanita menopause osteopenia

dan osteoporosis. Menyimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara

nilai -CrossLaps ( -CTx) pada wanita menopause normal dibandingkan

dengan wanita menopause osteopenia dan osteoporosis. 14

Tujuan lainnya evaluasi kadar -CTx pada wanita pra dan post

menopause adalah untuk melengkapi pemeriksaan densitas masa tulang.

Selain itu juga untuk mengenal pasien dengan resiko osteoporosis lebih dini.

Saat ini di Medan belum ada penelitian kadar -CTx sebagai

penanda untuk resorbsi tulang, untuk itu peneliti membandingan kadar

-CTx serum wanita postmenopause umur > 55 tahun (minimal 5 tahun sudah

menopause) yang osteoporosis atau osteopenia dengan wanita

pramenopause (umur: 45-50 tahun) yang tidak osteoporosis atau osteopenia,

berdasarkan nilai T-score dari pemeriksaan QUS.

1.2. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dirumuskan beberapa masalah yaitu:

1. Apakah ada perbedaan kadar -CTx pada wanita postmenopause

dengan osteoporosis atau osteopenia, dibandingkan dengan wanita

(22)

2. Apakah ada hubungan kadar serum -CTx dengan penurunan Bone

Mineral Density berdasarkan pemeriksaan Quantitative Ultrasound

pada penderita osteoporosis atau osteopeni?

1.3.Hipotesa Penelitian

1. Kadar -CTx meningkat pada wanita potmenopause dengan

osteopenia atau osteoporosis.

2. Penurunan nilai BMD berhubungan dengan peningkatan kadar -CTx .

1.4.Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan umum

Mempelihatkan potensi pemeriksaan kadar -CTx pada wanita

postmenopause untuk mendeteksi penurunan densitas tulang.

1.4.2.Tujuan khusus

1. Mengetahui perbedaaan kadar -CTx pada wanita postmenopause

dengan osteoporosis atau osteopeni dibandingkan wanita pramenopause

tanpa osteoporosis atau osteopeni.

2. Menentukan hubungan antara penurunan masa tulang secara

Quantitative Ultrasonografi (QUS) pada wanita postmenopause dengan

osteoporosis atau osteopeni dengan kadar -CTx .

(23)

1.5 Manfaat penelitian

• Dengan mengetahui kadar -CTx pada wanita postmenopause

dengan osteoporosis atau osteopeni maka pemeriksaan ini dapat

dipakai sebagai petanda peningkatan penyerapan tulang dan

diharapkan dapat digunakan sebagai penyerta pemeriksaan BMD.

• Bila hubungan ini baik maka -CTx dapat dipakai untuk

menentukan adanya peningkatan penyerapan tulang secara dini,

(24)

1.6. Kerangka Konsep yang berkunjung di bagian

fisioterapi

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. -Cross-links telopeptide ( -CTx) atau -CrossLaps

Jaringan tulang mempunyai tiga komponen yang terdiri matriks organik

yang disebut osteoid, mineral tulang, dan sel tulang. Collagen type I

menyusun 90% dari matriks tulang dan 10% sisanya terdiri dari

protein-protein lain seperti osteocalsin, osteonectin,dan osteopentin. 2,10,12

Marker biokimia untuk melihat perubahan tulang dapat

menginformasikan secara langsung turnover dari tulang. Marker ini dapat

diukur secara langsung melalui urin maupun darah. Pemeriksaan Bone

turnover ini sudah dimulai sejak 20 tahun yang lalu. 3 Sudah diteliti secara

luas kususnya pada wanita postmenopause untuk memperkirakan terjadinya

fraktur osteoporotik, dengan menilai peningkatan aktivitas osteoklas dan

penurun yang menonjol dari aktifitas osteobals 17,20

Pemeriksaan kadar -CTx menggunakan alat Cobas e 601 kadar -CTx

dalam serum, pengujian ini spesifik untuk fragmen degradasi Collagen Type

I, yang mengandung -8AA octapeptides (EKAHD- -GGR), yang merupakan

protein yang bersambungan secara menyilang pada C- Terminal Telopeptide.

(26)

Gambar.1.struktur dari Collagen type I dikutip dari 10

2.1.1 Fisiologi kolagen dari tulang

Kolagen merupakan protein ekstraseluler yang terpenting dalam tubuh,

Kolagen merupakan 65% bagian dari total komponen organik dalam tulang.

Kolagen terdiri dari struktur tripel heliks rantai polipetida yaitu rantai (alfa).

Ada beberapa kolagen yang ditemukan didalam tubuh manusia yang

dikelompokkan menjadi kolagen fibrilar (tipe I,II,III dan V) dan kolagen non

fibrilar. 2,12

Kolagen fibrular tipe I merupakan kolagen terbanyak yang dijumpai

dalam tulang, kulit dan tendon, yang diproduksi oleh osteoblas. Setiap

kolagen tersusun atas rantai yang berbeda, untuk kolagen tipe I terdiri oleh

2 rantai 1 dan 1 rantai 2. 12

Biosintesa dari kolagen terdiri beberapa tahap untuk tahap awal

disintesis di protokolagen, kemudian akan terjadi beberapa modifikasi

dilanjutkan oleh osteoblas akan terjadi hidroksiasi prolin dan lisin membentuk

(27)

heliks sebelum disekresikan. Sedangkan C-terminal dan N-terminal

propeptida terpisah bersamaan saat sekskresinya. Tropokolagen yang

merupakan gabungan ketiganya membentuk serabut-serabut kolagen, dan

struktur dasar dari tripel heliks akan diperkuat dengan ikatan (cross-link).

Ikatan ini terdiri dari piridinolin dan deoksipiridinolin yang terutama terletak

pada C-Terminal dan N-terminal dimana struktur tripel heliks digantikan

dengan domain non tripel yang disebut telopeptida. Telopeptida merupakan

protein yang kaya akan asam amino prolin dan lisin. 17,20,24

Pada proses turnover kolagen ikatan pyridinium dan deoksipiridinolin

atau peptida yang mengandung keduanya akan dilepaskan dan

diekskresikan lewat urin. Pengukuran keduanya didalam urin sebagai

petanda resorbsi tulang28 . Didalam jaringan tulang kolagen bereaksi dengan

komponen jaringan lainnya termasuk proteoglikan,glikoprotein, dan mineral,

dan hanya kolagen type I yang mengalami mineralisasi di tulang.

Proses degradasi kolagen membutuhkan pelepasan dari mineral,

karena mineral melindungi kolagen dari proses denaturasi. Hasil degradasi

matriks tulang yang meliputi beberapa peptida dan asam amino, akan dilepas

kealiran darah dan urin. Degradasi Collagen Type I, yang mengandung

(28)

2.1.2. Kadar dan assay -CTx/ -Crosslaps a. Kadar -CTx / -Crosslaps

Nilai batas pengukuran -CrossLaps : 0,010-6,00 ng/mL atau 10-6000 pg/mL

Pramenopause : 0,299 ng/mL dan untuk postmenopause 0,556 ng/ mL. 10,31

P.Garnero tahun 2001 meneliti kadar -CrossLaps pada 254 wanita

pramenopause dengan rentang umur 34-50 tahun didapat kadar -Crosslaps

0,299 ng/mL dan 429 postmenopause dengan rentang umur 54-80 tahun

adalah : 0.556 ng/mL

P.Garnero tahun 2001 juga telah melakukan penelitian terhadap

-CrossLaps untuk melihat stabilitas serum dan plasma EDTA. Yang dilakukan

terhadap 10 subjek sehat didapat nilai yang tetap stabil pada tempratur

ruangan 4ºC, bahkan setelah sebelumnya diinkubasi selama 24 jam1

Penyimpanan pada suhu - 30ºC tidak menurun secara signifikan selama 12

minggu baik sampel menggunakan EDTA atau tanpa menggunakan EDTA.

Dan tetap stabil setelah dibekukan dan dicairkan berulang hingga sembilan

kali sebelum konsentarasi -CrossLaps dilakukan pengukuran pada kedua

sampel 1

Penelitian juga dilakukan pada penderita gangguan metabolisme

tulang pada penderita hiperparathyroidism, Chronic Renal Failure (CRF)

,malignancy. Didapat hampir 100 % pasien memiliki serum -CTx yang

melebihi batas atas interval reverensi, didapati juga korelasi yang baik

(29)

Kadar -CrossLaps pada wanita postmenopause dengan osteoporosis

yang mendapat terapi penggantian estrogen didapati penurunan kadar

-CrossLaps setelah 3 dan 6 bulan terapi. 1,6 .

b.Assay

Tekhnik pemeriksaan sandwich electro chemiluminescense

immunoassay menggunakan fase solid berlapis streptavadin bersamaan

dengan antibodi monoklomal berlebel kompleks ruthenium untuk mendeteksi

analitnya. 31,42

Pada inkubasi tahap pertama, antigen pada sampel, antibodi poliklonal

biotinilasi dan antibodi monoclonal spesifik -Crosslaps dilabel dengan

kompleks ruthenium membentuk kompleks sandwich. 31,42

(30)

Pada inkubasi kedua, setelah penambahan mikropartikel paragmatik

berlapis streptavidin dan monoclonal terjadi komplek antigen-antibodi yang

terikat dengan mikropartikel melalui interaksi antara biotin dengan

streptavidin. 31,42 .

Gambar 4. Skema reaksi Sandwich ECLIA Tahap Kedua (dikutip dari 42) Keterangan :

Campuran reaksi ini diaspirasi kedalam sel pengukur eletrokimia dan

senyawa yang tidak terikat dicuci dan dibuang oleh buffer procell, sedangkan

kompleks imun yang terbentuk ditangkap secara magnetis. Dalam reaksi

Electro Chemiluminescent (ECL) terjadi reaksi antara kompleks ruthenium

dengan TPA (trypropylamine) yang distimulasi secara elektrik untuk

menghasilakan emisi cahaya. Jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding

(31)

Gambar 5. Skema Reaksi Sandwich ECLIA Tahap Kedua (dikutip dari 42)

Keterangan :

2.1.3. Manfaat klinis pemeriksaan -CTx

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan terlihat eratnya

hubungan kadar -CTx dengan terjadinya osteoporosis terutama pada

wanita post menopause. Selain -CTx memberikan hasil yang sangat

bermanfaat secara potensial untuk mengkaji keadaan resorpsi tulang juga

termasuk responnya terhadap terapi pengganti estrogen. 1

2.2. Menopause

Pada tahun 1990, populasi wanita menopause di seluruh dunia

dilaporkan mencapai jumlah 476 juta jiwa, 40% di antaranya berada di

(32)

2030 sebanyak 1.200 juta dengan distribusi di negara berkembang sebesar

76%. Data yang didapatkan dari daerah Asia Tenggara juga menunjukkan

fenomena serupa. Umur di negara barat seperti populasi wanita menopause

Amerika Serikat dan United Kingdom adalah 51,4 dan 50,9 tahun. Untuk

negara Asia, ternyata didapatkan nilai yang tidak jauh berbeda. Sebuah studi

yang dilakukan pada 7 negara Asia Tenggara memperlihatkan usia median

terjadinya menopause yaitu 51,09 tahun. Untuk Indonesia sendiri, laporan

tahun 1990 menyebutkan terjadi menopause pada usia 50 tahun.Studi yang

diadakan di Malaysia terhadap 3 jenis etnik yaitu Melayu, Cina dan India,

menyebutkan bahwa menopause terjadi pada usia 50,7 tahun.23

2.2.1. Definisi

Menurut Technical Working Party WHO tahun 1994 menopause

didefinisikan sebagai : penghentiaan permanen siklus haid pada wanita yang

disebabkan oleh pengurangan aktifitas folikel ovarium. Diagnosa berdasarkan

pemantauan selama amenorhoe 12 bulan berturut-turut dan tidak terdapat

penyebab lainnya, patologis atau psikologis. 5

2.2.2.Tahapan menopause

Kilmakterium adalah tahap awal penurunan fungsi ovarium, yang

ditandai dengan menstruasi yang tidak teratur dengan dijumpai gejala

(33)

berlangsung selama 30 tahun (usia 35-65 tahun), dan dibagi menjadi 3

bagian untuk kepentingan klinis, yaitu: 3,4

1. Klimakterium awal (35-45 tahun) pada masa ini mulai terjadi

keluhan gangguan haid oleh karena kadar esterogen mulai rendah

2. Masa perimenopause (46-55 tahun) terbagi pada tahap

pramenopause (umur 45-50), menopause (umur 50 tahun),

postmenopause (umur > 55 tahun) pada masa ini sudah dijumpai

keluhan klinis defiseiensi estrogen pada vasomotor, flour albus,

dispareunia, osteopenia, dan osteoporosis.

3. Klimakterium akhir ( 56-65 tahun) pada masa ini didapati kadar

estrogen yang sangat rendah sampai tidak ada. Dengan ancaman

masalah jantung, aterotrombosis, serta fraktur oleh karena

osteoporosis.

2.2.3.Perubahan hormon estrogen

Perubahan pada hipotalamus berperan pada siklus menstruasi yang

teratur menjadi tidak teratur dapat dialami wanita dalam dua hingga delapan

tahun sebelum terjadinya menopause. Selama masa tersebut, folikel indung

telur, yang mematangkan ovum, akan mengalami tingkat kerusakan yang

semakin cepat hingga jumlah cadangan folikel akan habis. Penurunan kadar

Inhibin B (INH-B) yang merupakan protein dimeric yang merefleksikan

(34)

(Follicle Stimulating Hormone) mencapai 20 kali. 8,20,21 Tanda awal

peningkatan kadar hormon FSH yang diukur pada pada fase folikular siklus

menstruasi lebih tinggi dibandingkan masa reproduktif wanita, efek

penurunan hormon steroid ovarium dan peningkatan GnRH akan juga

meningkatkan LH (Lutheineizing Hormon) 3-5 kali. 20,24

Estrogen utama yang dihasilkan oleh wanita sebelum menopause,

disebut Estradiol (E2) merupakan estrogen aktif yang sering disebut 17

-estradiol salah satunya berfungsi mengatur siklus dari haid. Sedangkan

Estron (E1) yang dibentuk oleh ovarium sesudah menopause berasal dari

lemak tubuh. Pada masa pramenopause estron dihasilkan oleh ovarium akan

diubah ke bentuk aktif menjadi estradiol, oleh karena ovarium masih

berfungsi dengan baik. Aktifitasnya sama seperti estradiol, dan berasal dari

konversi androstenodion yang diproduksi kelenjar adrenal dengan asal utama

dari jaringan adiposa. Kadar androgen juga akan menurun sektar 50 % tetapi

tidak sebesar penurunan kadar estrogen. Pada masa menopause maupun

postmenopause, estradiol ini akan turun kadarnya sampai 90%

mengakibatksan aterisia folikel.8,24

Kadar testoteron turun sampai 30% secara nyata selama

pramenopause. Sebaliknya kadar progesteron sangat menurun selama

postmenopause, bahkan jauh sebelum terjadinya perubahan-perubahan pada

estrogen atau testoteron dan ini merupakan hal yang paling penting bagi

(35)

hormon reproduksi tetap memegang peran yang penting. Estrogen dan

androgen (seperti halnya testoteron) adalah penting, untuk mempertahankan

tulang yang sehat dan kuat. 8,21

2.3. Osteoporosis

2.3.1. Definisi

Menurut WHO Osteoporosis adalah suatu penyakit metabolik tulang

ditandai berkurangnya massa tulang dan arsitektur jaringan tulang sampai

tingkat di bawah ambang batas patah, yang mengakibatkan peningkatan

fragilitas tulang ,sehingga akhirnya terjadi fraktur. 3,12,15.25.

Keadaan ini dapat terjadi baik pada pria maupun wanita dengan

prevalensi osteoporosis dapat terjadi pada 1 dari 3 wanita usia lanjut. Pada

wanita menopause kadar estrogen mulai menurun sehingga mulai terjadi

gangguan keseimbangan antara bone resorption ( penyerapan tulang ) oleh

osteoklas dan bone formation ( pembentukan tulang ) oleh osteoblas 3,12,15.24 .

Di Indonesia data yang pasti mengenai jumlah osteoporosis belum

ditemukan. Data retrospektif osteoporosis yang dikumpulkan di UPT Makmal

Terpadu Imunoendokrinologi, FKUI dari 1690 kasus osteoporosis, ternyata

yang pernah mengalami patah tulang femur dan radius sebanyak 249 kasus

(14,7%) 12 Demikian pula angka kejadian pada fraktur hip, tulang belakang

dan wrist di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2001-2005, meliputi 49

dari total 83 kasus fraktur hip pada wanita usia >60 tahun. Terdapat 8 dari 36

(36)

Dimana sebagian besar terjadi pada wanita >60 tahun dan disebabkan oleh

kecelakaan rumah tangga.16

2.3.2. Klasifikasi

Osteoporosis diklasifikasikan atas:

1. Osteoporosis primer: dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Dihubungkan dengan faktor resiko meliputi merokok, aktifitas, berat badan

rendah, alkohol, ras kulit putih/asia, riwayat keluarga, postur tubuh, dan

asupan kalsium yang rendah 16

a. Tipe I (post manopausal):

Terjadi 5-20 tahun setelah menopause (55-75 tahun). Ditandai oleh

fraktur tulang belakang tipe crush, Colles’ fraktur, dan berkurangnya

gigi geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat

tersebut. Dimana jaringan terabekular lebih responsif terhadap

defisiensi estrogen 16,25

b. Tipe II (senile):

Terjadi pada pria dan wanita usia ≥70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang

kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut.16, 24

2. Osteoporosis sekunder: dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Penyebabnya meliputi gangguan tiroid hiperparatiroidisme, hipertirodisme,

(37)

2.3.3. Fisiolgi pembentukan tulang

Tulang dibentuk didalam kandungan mulai trimester 3 kehamilan yang

disebut tulang woven, setelah lahir menjadi tulang lameral yang hanya

mengandung 25 gr kalsium dan selanjutnya berkembang terus karena

pengaruh lokal dan sistemik dan meningkatkan kalsium sampai 1000 gr saat

tulang mencapai kematangan 3,12,13.

Masa tulang terbentuk dari masa bayi sampai mencapai puncaknya

sewaktu usia dewasa, nilai ini ditentukan oleh faktor genetik ,nutrisi,kegiatan

fisik,dan penyakit. Makin tinggi nilai masa tulang ini dicapai akan semakin

makin baik, setelah puncak dicapai pada umur 30 tahun, maka kurva akan

mendatar (plateau) dan kemudin sekitar umur 40 tahun kurva mulai menurun.

Kecepatan laju penurunan sekitar ±1% per tahun 3,27.

Selama perkembangannya tulang terus membutuhkan kalsium yang

sangat tinggi sampai masa pubertas dimana proses kematangn hormon

reproduksi, estrogen pada wanita dan testosteron pada laki-laki. Karena

pengaruh anabolik dan prekursor estrogen terjadilah proses bone remodeling

atau pergantian masa tulang.

Proses remodeling ini melalui 2 tahap yaitu oleh tahap bone formation

atau pembentukan tulang oleh osteoblas dan tahap bone resorption resorpsi

atau penyerapan tulang oleh osteoklas. Sebagai puncak pembentukan terjadi

pada wanita usia 30 tahun dan akan mengalami penurunan pada masa

(38)

2.3.4 Struktur tulang

Tulang merupakan connective tissue yang kaku yang terdiri dari sel

fiber, dan material gelatin yang disebut ground substance dan sejumlah besar

mineral pada tulang yang matur. Pembentukan jaringan yang baru dimulai

dengan produksi matriks organik oleh sel tulang. Matriks tulang terdiri dari

ground substance,kolagen dan protein lain.

2.3.5. Sel tulang

2.3.5.1.Sel Osteoklas

Adalah sel tulang yang bertanggung jawab terhadp proses resorpsi

tulang, berasal dari sel hematopoitik /fagosit mononuklear. Differensiasi pada

fase awal membutuhkan faktor transkripsi PU-1 yang merubah sel progenitor

menjadi sel mieloid, adanya rangsangan M-CSF, sel sel ini akan berubah

menjadi sel sel monositik berproliferasi dan mengekspresikan reseptor RANK

dengan adanya RANK Ligan (RANKL) sel ini akan berdiferensiasi menjadi

osteoklas. Berbeda dengan sel makrofag osteoklas mengekspresikan beribu

ribu sel RANK, kalsitonin dan vibronektin. Selesai proses resorpsi osteoklas

akan mengalami apoptosis oleh pengaruh esterogen. Pada keadaan

defisiensi estrogen, menopause atau ovarektomi, apoptosis akan terhambat

(39)

Proses remodiling tulang diatur oleh sejumlah hormon dan faktor –

faktor lainnya .Hormon yang berperan pada proses ini hormon paratiroid

(PTH) ,insulin ,kalsitonin,glukokotikoid ,hormon tiroid .

2.3.5.2. Sel Osteoblas

Adalah sel yang bertanggung jawab terhadap proses formasi tulang,

yaitu berfungsi dalam sistem matriks tulang yang disebut osteoid yaitu

komponen protein dari jaringan tulang. Osteoblas berasal dari stromal stem

cell atau conetive tissue mesenchymal stem cell yang berkembang menjadi

osteoblas, kondrosit, sel otot, adiposit, dan sel ligamen. Untuk proses

diferensiasi dan maturasi sel osteoblas dibutuhkan faktor pertumbuhan lokal

seperti fibroblast growth factor (FGF), bone morphogenic protein (BMPs)

selain itu juga faktor transkripsi, yaitu core binding factor I (Cbfa 1)

Prekursor osteoblas ini akan berpoliferasi dan berdiferensiasi menjadi

preosteoblas dan kemudian menjadi osteoblas yang matur. Osteoblas selalu

tampak melapisi matriks tulang (osteoid) yang diproduksi sebelum

dikalsifikasi 3,17 . Membran plasma osteoblas kaya akan fosfatase alkali dan

receptor untuk hormon partiroid dan prostglandin tetapi tidak memiliki resptor

untuk kalsitonin.Osteoblast juga mengekspresikan berbagai sitokin seperti

colony stimulating factor I (CSF I ) dan reseptor anti nuclear factor kB ligand

(40)

2.3.5.3. Sel Osteosit

Sel osteosit merupakan sel yang mempunyai prosesus yang sngat

panjang yang akan berhubungan dengan prosesus osteosit yang lain dan

juga dengan bone lining cell 7,11.didalam matrik osteosit terletak pada lakuna

dan prosesusnya terletak pada kanalikuli .Lakuna dan kanalikuli berhubungan

satu sama lain termasuk lakuna kanalikuli dari osteosit lainnya membentuk

jaringan yang disebut sistem lakunakanalikular (LCS) .sistem ini berperan

pada mekanisme penyebran rangsang mekanik dan kimia yang diterima

tulang melalui transduksi mekano-bio-elektro-kemikal.jaringan LCS yang

sangat penting untuk kehidupan tulang yang sehat .Osteosit berperan

sebagai mekanosensor bagi jaringan tulang .pada tulang yang osteoporotik

terjadi diskoneksi antara prosesus tersebut transduksi mekano bio elektri dan

remodiling tidak berjalan sempurna ,tulang akan kehilangan kemampuan

melakukan formasi setelah resorpsi berlangung.

2.3.6. Proses Remodeling Tulang

Proses remodeling tulang diatur oleh osteoblas dan osteoklas yang

tersusun dalam struktur yang disebut Bone Remodeling Unit (BRU) struktur

dari BRU terdiri dari osteoklas didepan diikuti oleh sel osteoblas dibelakang

nya dan ditengah-tengah terdapat kapiler , jaringan saraf dan jaringan ikat.

(41)

tulang kortikal maupun tulang trabekular. Pada tulang trabekular BRU mulai

bekerja dimana sel osteoklas meresorpsi tulang dengan memahat dan

menggali kemudian sel osteoblas akan menutup bekas galian tadi dengan

mengganti sel sel yang rusak dengan membentuk matris tulang (sel kolagen

tipe 1) dengan pengaruh hormon estrogen salah satunya .Proses remodeling

ini juga akan diatur oleh sejumlah hormon lainnya. Hormon yang

berpengaruh pada proses ini adalah hormon paratiroid, glukokortikoid,

hormon sex dan hormon tiroid dll.11,17

Proses yang sama juga terjadi pada tulang trabekular, penyerapan

tulang akan terjadi dalam 3 minggu. Sedangkan proses pembentukan sel

tulang butuh waktu 3 bulan dan masa BRU hidup lebih lama dari osteobals

dan osteoklas 6-9 bulan, sehingga diperlukan lebih banyak sel osteoblas

yang dibentuk oleh sum-sum tulang sel progenitor hematopoitik 3,11, 14

Defisiensi estrogen menyebabkan penurunan masa tulang secara

signifikan. Defisiensi estrogen dipikirkan mempengaruhi level sirkulasi sitokin

spesifik seperti IL-1, tumor nekrosing faktor, koloni granulosit-makrofag

stimulating faktor dan IL-6. Bersama sitokin ini meningkatkan resorpsi tulang

melalui peningkatan recruitment, diferensiasi dan aktifasi sel osteoklas.9

Pada beberapa tahun pertama postmenopause terjadi penurunan

masa tulang yang cepat sebesar 5 % per tahun pada tulang trabekular dan

2-3% per tahun pada tulang kortikal. Hal ini disebabkan meningkatnya

aktifitas osteoklas. Selanjutnya didominasi oleh osteoblas dan hilangnya

(42)

Osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh hormon sistemik dan sitokin

seperti faktor lokal lain (growth factor, protaglandin dan leukotrien, PTH,

kalsitonin, estrogen dan 1,25-dihydrocyvitamin D3 [1,25-(OH)D3]. PTH

bekerja pada osteoblas dan sel stroma, dimana mensekresi faktor soluble

yang menstimulasi pembentukan osteoklas dan resorbsi tulang oleh

osteoklas. Sintesis kolagen oleh osteoblas distimulasi oleh paparan pada

PTH yang intermiten, sementara paparan terus menerus pada PTH

menghambat sintesis kolagen. PTH berperan penting pada aktivasi enzim

ginjal , hidroksilase yang menghidroksilat 25-(OH)D3 menjadi 1,25-(OH)2D3.9

2.4. Pemeriksaan Bone Mineral Density

Pemeriksaan ini berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko

fraktur, berbagai penelitian menunjukkan peningkatan resiko pada densitas

masa tulang yang menurun secara progresif dan terus menerus.

Pemeriksaan densitas masa tulang ini merupakan pemeriksaan yang akurat

dan presisi hingga dapat dijadikan sebagi prognosis, prediksi fraktur, dan

bahkan diagnosis osteoporosis 12,43

Beberapa metode pemeriksaan yang dapat dipakai untuk menilai

(43)

2.4.1.Pemeriksaan radioisotop

Menggunakan sinar foton radionuklida terdapat 2 jenis pemeriksaan:

2.4.1.1. Singel photon absorbtimetry (SPA)

Sumber sinal berasal dari foton dari sinar 1-125 dengan dosisi

200 mci, yang diperiksa pada tulang perifer radius dan

calcaneus.

2.4.1.2. Dual photon absorpmetry (DPA)

Sumber sinar berasal dari radionuklida GA-135 sebanyak 1,5 CI

yang mempunyai energi (44 kev dan 100 kev) digunakan untuk

mengukur vertebra dan kolum femoris 3,11,20

2.4.2. Quantitative Computerised Tomography (QCT)

Merupakan salah satu metode yang dapat menilai mineral tulang

secara volumetrik dan trabekulasi tulang radius, tibia, dan vertebra.

Keuntungan pemeriksaan ini tidak diengaruhi oleh korteks dan artefak

kalsifikasi osteosit. Keuntungan tidak diperhitungkan berat badan dan tinggi

badan. Sedangkan kerugian nya paparan radiasi yang tinggi dari

pemeriksaan lainya . 3,11,20

2.4.3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Dapat mengukur struktur trabekular dan kepadatannya. Tidak

memakai radiasi, hanya dengan lapangan magnet yang sangat kuat,

(44)

2.4.4. Dual-Energy X ray absobtiometry (DEXA)

Pemeriksaan prinsip kerjanya hampir sama dengan SPA dan DPA

bedanya menggunakan radiasi sinar X yang sangat rendah. Memiliki dua

jenis X ray absorbtiometry yaitu SXA single Xray absorbtiometry dan

SXA-DEXA-Dual energi X ray absobtimety. Metode ini sangat sering digunakan

untuk pemeriksaan osteoporosis baik pada pria maupun wanita, mempunyai

presisi dan akurasi yang tinggi . 11,20,44

Hasil yang diberikan pada pemeriksaan DEXA berupa

• Densitas masa tulang mineral tulang pada area yang dinilai satuan

bentuk gram per centimeter.

• Kandungan mineralnya tulang dalam satuan gram

• Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal

rata-rata densitas pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan

dalam skor standar deviasi (Z score atau T-score)

2.4.5. Sono densitometer (USG) metode Quantitative Ultarsound (QUS)

Salah satu metode yang lebih murah dengan menilai densitas masa

tulang perifer menggunakan gelombang suara ultra yang menembus tulang

dinilai atenuasi kekuatan dan daya tembus melewati tulang dengan

ultrasound broad band dan kekakuan (stiffnes) dan tanpa ada resiko radiasi.

Adanya elastisitas tulang terbukti dengan adanya kecepatan tembus

(45)

Pemeriksaan ini merupakan suatu metode yang mempunyai

,keuntungan tidak hanya gampang dibawa bawa tetapi juga tidak ada radiasi

ukuran kecil, pengukuran cepat dan relatif murah. 16 Lokasi pemeriksaan

pada daerah sedikit jaringan lunak yaitu dilakukan pada tulang calcaneus

tibia dan bisa juga pada jari tangan. Parameter - parameter diatas diketahui

berkurang pada pasien osteoporosis .dan yang lebih penting parameter

sonografi dapat merupakan prediktor resiko fraktur vetebra. Alat ini

mempunyai tingkat akurasi 20%. 16,43

Densitas tulang terbaca sebagai nilai T-score . Beberapa hal perlu

diketahui dalam menganalisa hasil skrening densitometer, diantaranya:

Pengertian T-Score, keabsahan hasil skrening dan interpretasi hasil16

T-Score : Merupakan nilai perbandingan kandungan densitas mineral tulang

seseorang bila dibandingkan dengan nilai puncak optimalisasi pembentukan

masa tulang (peak bone mass), yang lazimnya tercapai pada usia 30-35

tahun.

WHO menetapkan batasan nilai sebagai berikut 3,11,15,20 :

Kategori Diagnostik T-score

Normal T>-1 SD

Osteopenia -2,5< T<-1 SD

Osteoporosis (tanpa fraktur) T<-2.5 SD

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1.Desain penelitian

Penelitian dilakukan secara observasional analitik dengan cara Cross-

Sectional ( potong lintang).

3.2.Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK-USU/RSUP

H.Adam Malik Medan mulai bulan Juni - september 2009 bekerjasama

dengan Departemen Kebidanan Kandungan dan Pusat Rehabilitasi Medik

FK-USU/RSUP.H.Adam Malik Medan.

3.3.Populasi penelitian

1. Wanita postmenapuse yang berkunjung ke pusat rehabilitasi medis

baik yang sudah terdiagnosa osteopeni atau osteoporotik < 6 bulan

atau kiriman poliklinik/pribadi telah ditegakkan osteopeni atau

osteoporosis. Setelah dilakukan pemeriksaan BMD memakai alat QUS

memenuhi kriteria penelitian.

2. Sebagai pembanding diambil Kelompok wanita pramenapause tanpa

osteopeni atau osteoporosis berdasarkan pemeriksaan QUS

(47)

3.4. Sampel penelitian

3.4.1.Persaratan umum sampel 3.4.1.1Kriteria Inkusi

1. Wanita postmenopause umur >55 tahun ( minimal 5 tahun

sudah menopause), dengan osteopeni atau osteoporosis

setelah pemeriksaan Quantitative Ultrasound (QUS).

2. Wanita pramenopause umur 45-50 tahun tanpa osteopeni

atau osteoporosis setelah pemeriksaan QUS.

3.3.1.2.Kriteria Ekslusi

Peserta dikeluarkan dari penelitian jika :

1. Peserta amenorhoenya oleh karena pengangkatan uterus .

2. Terdapat riwayat atau menderita hipertiroid

3. Penderita gagal ginjal diketahui dari anamnese dan

pemeriksaan Estimation Glomerular Filtration Rate (EGFR).

4. Penggunaan glukortikoid jangka panjang > 6 bulan

(prednison > 7,5 mg/hari) 37 .

3.3.1.3. Batasan operasional

1. Menopause

Wanita dikatakan menopause berdasarkan rekomendasi

(48)

Working Party WHO tahun 1994 didefinisikan sebagi :

Penghentiaan permanen siklus haid pada wanita yang

disebabkan oleh pengurangan aktifitas folikel ovarium.

Diagnosa berdasarkan pemantauan selama amenorhoe 12

bulan dengan berturut-turut dan tidak terdapat penyebab

lainnya, patologis atau psikologis 5

Berdasarkan pembagian kronologis kehidupan wanita

disampaikan pada kursus Kongres Menopausal Treatmen,

Kongres Nasional II Perkumpulan Menopause Indonesia

(PERMI), dan Temu Ilmiah II Fertilitas dan Endokrinologi

Reproduksi (FER), Surabaya Februari 2005. Masa

perimenopause (usia 46-55), diawali pramenopause umur 45-50

tahun diakhiri dengan masa postmenopause (usia 55-65 tahun)

dikutip dari 3

.

2. Osteoporosis

Ditentukan berdasarkan pemeriksaan :

a. Bone Mass Density (kepadatan masa tulang )

Dengan menggunakan Quantitative Ultrasound (QUS) untuk

mengukur kepadatan masa tulang. Pemeriksaan ini

berdasarkan pengukuran tidak langsung dari anatomi

(tumit), untuk mengukur jumlah kepadatan massa tulang

(49)

Dinyatakan osteopenia jika nilai T- score: -2,5 <T< -1 SD

Dinyatakan osteoporosis jika nilai T- score :T< -2,5 SD

3. Gagal ginjal

Berdasarkan riwayat penyakit seperti menderita hemodialisa

reguler, pemeriksaan fisik, riwayat Hipertensi dan EFGR.

Ditentukan berdasarkan penetapan Estimation Glomerular

Filtration Rate (EGFR) yang direkomendasikan The National

Kidney Foundation ,dengan kalkulasi Cockroft-Gault 36 .

EGFR (mL/menit) = (140 – umur) x BB(kg) X( 0,85 ) 72 X Scr (mg/dL)

Keterangan: Scr : Serum Kreatinin

Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan EGFR ≤ 40 ml /menit 36 4. Penderita hipertiroid

Dilakukan pisik diagnostik mengunakan wayne indeks .

Penilaian dikatakan Hypertyroid jika Nilai Wayne indeks ≥ 20

(50)

No Tanda Ada Tidak Ada

1. Tyroid teraba +1 -3

2. Bising Tyroid +2 -2

3. Exoptalmus +2 -

4. Kelopak mata tertinggal gerak bola mata

Dalam penelitian ini nilai kadar -CTx dihubungkan dengan

penurunan kepadatan tulang dengan alat QUS yang disebabkan

oleh peningkatan resorpsi tulang, yang oleh keadaan

postmenopause. Kadar -CrossLaps dihitung dalam ng/mL.

3.4.2. Perkiraan Besar Sampel

Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan

besar sampel yang akan diteliti dipakai rumus uji hipotesa terhadap

rerata dua populasi, dalam hal ini untuk dua kelompok berpasangan,

(51)

n = (z + z ) Sd 2 d

Dimana :

z = Nilai baku normal tabel Z yang besarnya tergantung oleh nilai

untuk nilai = 0,05 z = 1,96

z = Nilai baku normal tabel Z yang besarnya tergantung oleh nilai

untuk nilai = 0,15 z = 1,036

Sd = Simpang baku dari selisih rerata didapat dari kepustakaan 6 :

n1 = 254 S1= 0,137(ng/mL) X1 = 0,299

n2 = 429 S2 = 0,226(ng/mL) X2 =0,556

= √ (n1-1) Sd12 + (n2-1)2 n1+n2 -2

= √ (254-1) (0,137)2 + (429-1) (0,226)2

254+ 429 -2

= 1,0014

d = Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna ditentukan d = 0,5

jumlah sampel yang dibutuhkan :

n = (1,96 + 1,036 ) 1,0014 2 0,5

n ≥ 36,00 47 ≈ 36

3.4.3Cara pengambilan Sampel

(52)

3.5. Ethical clearence dan Infomed Consent

Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Inform consent

diminta secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili oleh

keluarganya yang bersedia ikut dalam penelitian setelah mendapat

penjelasan mengenai maksud dan tujuan dari penelitian ini.

3.6.Prosedur penelitian

Wanita postmenopause yang datang ke pusat rehabilitasi medik baik

pribadi ataupun kiriman poliklinik yang sudah pernah dilakukan

pemeriksaan BMD dengan memakai (QUS) ataupun akan dilakukan

pemeriksaan QUS, didiagnosa dengan osteopeni atau osteoporosis.

Kemudian dijelaskan maksud dan tujuan penelitian, dan diminta

persetujuan tertulis untuk menjadi peserta penelitian. Selanjutnya sebagai

perbandingan lain diambil wanita yang pramenopause umur 45-50 tahun

dan dilakukan pemeriksaan yang sama, dan tidak osteopeni ataupun

osteoporosis.

1. Dilakukan anamnese meliputi :

• Lamanya sudah tidak menstruasi bukan dikarenakan oleh sebab

penyakit dan kejadian patologis

• Tidak menderita gangguan kelenjar tiroid dan dilakukan anamnese

(53)

• Tidak menderita penyakit ginjal kronik

• Obat-obatan yang dikonsumsi dalam jangka waktu lama, terutama

Glukokortikoid > 6 bulan terutama prednison >7.5 mg /hari 36

• Pekerjaan /aktifitas sehari hari

• Riwayat minum alkohol

• Riwayat merokok

2. Dilakukan pemeriksan fisik,meliputi:

• Berat badan dan tinggi badan, ditentukan dengan IMT

• Pemeriksaan fisik untuk Wayne Indeks

3.Pemeriksaan Bone Mineral Density (BMD) dengan menggunakan alat

Quantitative Ultrasound (QUS) untuk menilai kepadatan tulang.

4.Pengambilan sampel darah vena yang sebelumnya puasa selama 12

jam dipisahkan serumnya dilakukan pemeriksaan kreatinin darah dan

sebagian dimasukkan kedalam aliquot dan disimpan dalam freezer -30º

C sampai waktu pemeriksaan -CTx

5.Pemeriksaan kadar -CTx secara serentak terhadap sampel darah dari

pasien-pasien yang masuk kriteria penelitian.

3.7. Bahan dan Cara Kerja

3.7.1. Anamnese dan pemeriksaan fisik

Anamnese dilakukan dengan cara wawancara meliputi lama sudah

(54)

dan pemeriksaan fisik meliputi tekanan darah dan pemeriksaan

gangguan tiroid .seluruh data dan hasil pemeriksaan dicatat dalam status

penelitian.

3.7.2. Pemeriksaan Bone Mineral Density (BMD)

Untuk pemeriksaan ini dilakukan memakai Quantitative Ultrasound

dengan mendapatkan nilai T-score sebagai nilai dari kepadatan

tulang.

3.7.3. Pengambilan dan pengolahan sampel darah

Pemeriksaan kadar -CTx menggunakan sampel darah vena yang

sebelumnya puasa selama 12 jam. Sampel diambil dari penderita yang

telah ditetapkan masuk dalam kelompok postmenopause dengan

osteopeni atau osteporosis dan kelompok pramenopause tanpa osteopeni

atau osteoporosis.

Darah diambil sebanyak 5 cc, dari vena mediana cubiti, pasien

malamnya puasa 10-12 jam. Darah dimasukkan dalam tabung tanpa

antikoagulan. Setelah didiamkan selama lebih kurang 30 menit, kemudian

disentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit. Dari serum yang

dipisahkan dilakukan pemeriksaan kreatinin darah, dan sebagian

dimasukkkan dalam aliquot dan disimpan dalam freezer -30°C, sampai

(55)

3.7.4. Pemeriksaan Sampel Darah 3.7.4.1 . Pemeriksaan -cross Laps 10,31

Dilakukan serentak setelah terkumpul sejumlah sampel. Dengan alat

Cobas Elecsys 601 (Cobas e 601), menggunakan metode

Electrochemiluminescence sandwich immunoassay (ECLIA). Sampel yang

beku dicairkan pada suhu ruangan. Reagensia, kalibrator dan kontrol juga

dibuat menjadi suhu ruangan (20-25°C), dan disiapkan menjadi larutan kerja

sesuai petunjuk pada leaflet. Reagensia diletakkan pada disk reagensia,

kalibrator pada disk sampel. Lakukan kalibrasi reagen. Letakkan kontrol dan

sampel pada disk sampel. Lakukan pemeriksan sampel.

Prinsip pemeriksaan ECLIA tahapan sebagai berikut :

• Inkubasi pertama : antigen dari sampel (50 µL), antibodi biotinilasi

poliklonal spesifik CrossLaps dan antibodi monokonal spesifik

-CrossLaps yang telah dilabel dengan kompleks ruthenium membentuk

kompleks sandwich .

• Inkubasi kedua : Setelah penambahan mikropartikel yang dilapisi oleh

streptavadin terjadi kompleks antigen antibodi melalui interaksi biotin

dan sterptavadin.

• Gabungan reaksi ini diaspirasikan kedalam sel pengukur elektrokimia

dimana substansi yang tidak terikat dicuci dan kemudian dipindahkan

oleh buffrer procell. Sedangkan kompleks imun yang terbentuk

(56)

kemudian menginduksi emisi cahaya chemiluminesncent yang diukur

dengan photomultiplier.

• Hasilnya ditentukan melalui kurva kalibrasi yang digenerasikan secara

spesifik dengan instrumen dengan cara kalibrasi 2 titik terhadap kurva

master yang tersedia melalai barcode reagensia.

• Jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding lurus dengan kadar analit

dalam sampel. 31

3.7.4.2. Pemeriksaan kreatinin darah35

Dilakukan dengan alat Automatic analyzer Cobas Integra 400 plus

dan pemeriksaan kreatinin dengan metode Jaffe tanpa deproteinisasi.

Prinsip reaksi adalah :

pH Alkali

Creatinin + picrid acid complex creatinin picrid acid (merah-oranye)

Kalkulasi konsentrasi analit secara otomatis dengan mengalikan faktor

konversi : µmol/L X 0,0113 = mg/dL

3.7.5. Pemantapan Kualitas

Pemantapan kualitas dilakukan untuk menjamin ketepatan hasil

pemeriksaan dalam batas yang dapat dipercaya (valid). Sebelum dilakukan

pemeriksaan harus dilakukan kalibrasi terhadap alat-alat yang digunakan

(57)

Kalibrasi autometic analyzer Rohce/Cobas Integra 400 plus untuk

pemeriksaan kreatinin menggunakan C.f.a.s (calibrator for autometic system )

yang dilarutkan dengan 5 ml steril water .

Kontrol kualitas menggunakan kontrol normal Precinom U dan. Kontrol

kualitas dilakukan setiap hari pada setiap awal pemeriksaan sedang kontrol

abnormal Precipath U yang dilakukan jika dadapati hasil yang tinggi dan tidak

masuk dalam nilai kontrol.

Tabel 1. Hasil Kontrol kualitas pemeriksaan kreatinin

Pemeriksaan Nilai control Nilai target Range

14 -07-09

Nilai kontrol kualitas dalam 6 kali pemeriksaan kreatinin keseluruhanya

berada pada batas yang dpat dierima (acceptabel range 0,93-1,35)

3.7.5.1.Kalibrasi Pemeriksaan -CrossLaps ( -CTx)

Kalibrasi pemeriksaan -CTx pada alat cobas e 601 analyzers

menggunakan calset Elecsys -CTx Cat.No 11776576 terdiri dari kalibrator 1(

(58)

konsentrasi . Nilai kadar kalibrator spesifik lot dicantumkan dalam kode

barcode dan juga dicetak pada lembaran barcode kalibrator

Kedua kalibrator sudah siap pakai menjadi larutan kerja yang disimpan

dalam botol kusus (CalSet vial)

Prinsip kalibrasi adalah mengukur 2 kalibrator dan Analyzer akan

mencocokkan dengan kurva master. Kurva master kalibrasi dibuat oleh pabrik

Roche Diagnostic sewaktu memproduksi reagen, yang dikodekan dalam

barcode 2 dimensi sesuai dengan kemasan reagen kemudian informasi ini

akan ditransferkan ke analyzer

Selama penelitian kalibrasi hanya dilakukan satu kali pada waktu

membuka reagen, dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Kalibrasi Kalibrator -CTx

Test Module Calibration

type

Unit Date Calibration

lot

Regent lot

CrossL E-2 Rodbard ng/mL 01/08/2009 15112201 00182353

(59)

3.7.5.2.Kontrol Kualitas Pemeriksaan -CTx

Kontrol kualitas menggunakan PreciControl Bone Cat.No.03142949

yang mengandung serum control lyophilized dengan bahan dasar serum

kuda memakai 3 nilai konsentrasi PC BONE1, PC BONE2, PC BONE 3.

PreciContol bone dibuat menjadi larutan kerja, dengan melarutkan

setiap botol dengan menambahkan 2,0 ml steril water, dan dibiarkan selama

15 menit hingga larut dan dicampur dengan hati hati untuk menghindari

terbentuknya gelembung3 .

Nilai rentang target dari pabrik Roche digunakan untuk memantau

akurasi pemeriksaan -Ctx pada Cobas e 601. Hasil pemeriksaan

precicontrol adalah sebagai berikut:

Tabel 3.Hasil Kontrol Kualitas Pemeriksaan Kadar -CTx

Date R.lot No. PC

Selama penelitian kontrol kualitas dilakukan sebanyak 2 kali

bersamaan dengan sampel yang diperiksa. Dalam 2 kali pemeriksaan

sampel, nilai kontrol PC-BONE 1, PC-BONE 2 dan PC BONE 3 tidak

(60)

Grafik 2. Nilai kualitas kontrol kadar - CTx

3.8. Analisa data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi

15,0. Gambaran karakteristik penderita dan kelompok pembanding

disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.

1. Untuk melihat perbedaaan kadar -CTx pada wanita postmenopause

dengan osteopeni atau osteoporosis dibandingkan wanita

pramenopause tanpa osteoporosis atau osteopeni digunakan uji

ANOVA satu arah, karena varian datanya sama.

2. Untuk melihat hubungan antara penurunan masa tulang teknik QUS

pada wanita postmenopause dengan osteoporosis atau osteopeni

dengan kadar -CTx, dinilai dengan uji T berpasangan oleh karena

data kedua kelompok diamati berdistribusi normal. Kenormalan

distribusi data diuji dengan uji Kolmogorof Smirnov. Untuk melihat

(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar -CTx pada wanita

postmenopause dengan osteoporosis atau osteopeni yamg dilaksanakan

mulai tanggal 12 juli sampai 31 september 2009 . Subjek penelitian

didapatkan dari wanita postmenopause kiriman poliklinik/pribadi yang

berkunjung ke pusat rehabilitasi medis Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam

Malik Medan. Sedangkan sebagai kelompok pembanding adalah wanita

pramenopause yang tidak osteoporosis atau osteopeni.

Penderita yang bersedia sebagai subjek pada penelitian dilakukan

anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, setelah

sebelumnya dilakukan pemeriksaan kepadatan tulang menggunakan QUS.

Pada awal penelitian didapati sebanyak 36 sampel wanita, postmenopause

yang terdirir dari 16 orang osteoporosis dan 20 orang osteopeni berdasarkan

nilai skrening kepadatan tulang .

Sebagai kelompok pembanding adalah wanita pramenopause yang tidak

osteoporosis dan osteopeni, sebanyak 36 orang

Peserta penelitian dengan rentang umur 40 sampai dengan 70 tahun. Hasil

(62)

Tabel 4. Karakteristik Wanita Postmenopause dengan Osteopeni atau Osteoporosis serta Wanita Pramenopause tanpa Osteoporosis atau Osteopeni.

S: Signifikan , NS: Non Signifikan p <0,05 LFG: laju filtrasi glomerulus

4.1 Gambaran Umum Peserta Penelitian

Gambaran demogarafi, klinis dan laboratorium pada ketiga kelompok

peserta penelitian tersusun dalam tabel 4. Disini terlihat perbedaan umur

yang bermakna antara ketiga kelompok , dimana umur rata-rata kelompok

osteoporosis sebanyak 16 orang adalah 65±7,4 tahun dan kelompok

osteopeni sebanyak 20 orang adalah 61±5,7 tahun sedangkan pada

kelompok normal sebanyak 36 orang adalah 46± 2,7 tahun.

Tidak terlihat perbedaan bermakna untuk tinggi badan dan Indek Masa

Tubuh pada ketiga kelompok dimana pada kelompok osteoporosis tinggi

badan adalah 154,9 ± 5,9 cm pada kelompok osteopeni tinggi badan 154 ±

Gambar

Gambar 2  Struktur Collagen type I
Tabel 1 Hasil Kontrol Kualitas Pemeriksaan Kreatinin
Tabel Induk
Gambar 1.Skema Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul : Kajian Morfologis dan Kelimpahan Ikan Sili (Famili : Mastacembelidae) di Sungai Seruai Desa NamuSuro Provinsi Sumatera Utara. Nama :

Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang bathil dan sesungguhnya orang-orang mukmin mengikuti yang haq dari Tuhan mereka.

Pengaruh Program Sekolah berwawasan lingkungan Terhadap Kognitif Afektif dan Psikomotorik Lingkungan Hidup Siswa Sekolah Dasar di Kota Medan(Studi Kusus di SD

Kufr Meninggalkan atau Tidak Mengerjakan Tuntunan Agama 61 E. Menjauhi Sifat

melakukannya kecuali dengan sesuatu yang ditakdirkan Allah kepadamu, dan seandainya mereka bersatu untuk mencelakakan kamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan dapat

Analisis Statistik Kadar Kolesterol Total Mencit Setelah Pemberian Diet Kuning Telur Dan Ekstrak Daun Pirdot Selama 30 Hari. Kadar Kolesterol Total Hari

Semua ini tidak dibenarkan dalam Islam, karena dukun-dukun tersebut tidak beriman kepada Allah; mereka adalah pendusta dan pembohong yang mengaku mengetahui hal-hal ghaib, dan

Enter Model 1 Variables Entered Variables Removed Method.. All requested