PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KAMBING
DI KABUPATEN KARO
(Studi Kasus : Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo)
SSKKRRIIPPSSII
RONALD.A.SITEPU 030334028 SEP/AGRIBISNIS
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAAN
FAKULTAS PERTANIAAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KAMBING
DI KABUPATEN KARO
(Studi Kasus : Desa Gurukinayan ,Kecamatan Payung,Kabupaten Karo)
SKRIPSI RONALD.A.SITEPU
030334028 SEP/AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Menyelesaikan Studi pada FakultasPertanian, Universitas Sumatera Utara Medan
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
( Ir.Lily Fauzia,M.Si ) ( Ir.Hasudungan Butar-Butar,M.Si )
Ketua Anggota
Diketahui oleh :
(Ir.Luhut Sihombing,MP) Ketua Jurusan
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Terlebih dahulu penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan
yang Maha Pengasih atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Adapun skripsi ini berjudul “ PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA
TERNAK KAMBING DI KABUPATEN KARO” ( Studi Kasus : Desa
Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara) dan
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis menghanturkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada :
− Ibu Ir. Lily Fauzia, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
− Bapak Ir.Hasudungan Butar-Butar,M.Si selaku Anggota Komisi
Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi
ini.
− Bapak Ir. Luhut Sihombing,MP selaku Ketua Departemen Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian USU, Medan.
− Seluruh staff pengajar dan Pegawai Tata Usaha di Fakultas Pertanian
USU, Medan yang turut berperan dalam studi penulis.
− Kepada Kepala Desa Gurukinayan, Bapak Arifin Sembiring yang
− Kepada para peternak sebagai sampel yang bersedia memberikan
informasi selama penulis dalam penelitian, khususnya mama Sekarang
Sembiring
− Kepada rekan-rekan mahasiswa (yang tidak dapat disebut satu per satu)
yang memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan
tulisan ini.
Kemudian ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga,
ayahanda dan ibunda tercinta yang telah memberikan pengorbanan yang tidak
terhingga hingga penulis dapat menyelesaikan studinya. Juga adik saya, Lysa
Sitepu yang turut memberikan dorongan dan doa kepada penulis.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tulisan ini
berguna bagi peternak kambing dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.
Medan, Oktober 2008
DAFTAR ISI 1.1.Latar Belakang……….. 1
1.2.Identifikasi Masalah……….. 7
1.3.Tujuan Penelitian………..…... 7
1.4.Kegunaan Penelitian………... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1.Tinjauan Pustaka………... 9
2.2.Landasan Teori………..14
2.3.Kerangka Pemikiran………..18
2.4.Hipotesis Penelitian……….…..20
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Metode Penentuan Daerah………21
3.2.Metode Penentuan Sampel………21
3.3.Metode Pengumpulan Data………...21
3.4.Metode Analisis Data……….. .22
3.5.Definisi dan Batasan Operasional………... ..25
IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETERNAK KAMBING 4.1.Deskripsi Daerah Penelitian a. Luas dan Kondisi desa………...26
b. Tata guna tanah………...26
c. Keadaan Penduduk………...27
4.2.Karakteristik Peternak Kambing………..28
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
b. Kandang………. 30
c. Pakan Hijauan……… 31
d. Modal………. 32
d.Pengolahan Hasil………. 35
e.Peralatan……….. 35
5.3.Faktor Sosial / Ekonomi a. Kesempatan Kerja………..35
b. Hasil Produksi………... 36
5.4.Analisa Kelayakan a. Nilai R / C Ratio……….39
b. Return of Investment (ROI)………40
5.5.Analisa SWOT a. Faktor internal………...41
b. Faktor eksternal……….43
c. Strategi………...44
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.Kesimpulan……….45
6.2.Saran a. Bagi Peternak………46
b. Bagi Peneliti Selanjutnya………..46
DAFTAR TABEL
NO JUDUL Hal
1.1 PERKEMBANGAN POPULASI KAMBING PER KABUPATEN
SUMATERA UTARA………..4
1.2 PERSENTASE PERKEMBANGAN POPULASI KAMBING DI KABUPATEN KARO………..5
1.3 PERKEMBANGAN POPULASI TERNAK KAMBING PER KECAMATAN DI KABUPATEN KARO………....5
1.4. POPULASI TERNAK KAMBING PER DESA DI KECAMATAN PAYUNG………...6
4.1 TATA GUNA TANAH DESA, TAHUN 2006………...27
4.2 JUMLAH PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DI DESA GURUKINYAN, TAHUN 2006………...27
4.3 KARAKTERISTIK PETERNAK KAMBING………...28
5.1 JUMLAH MODAL USAHA TERNAK KAMBING………...32
5.2 KEBUTUHAN TENAGA KERJA………...33
5.3 KEBUTUHAN TENAGA KERJA UNTUK SATU TAHUN……….36
5.4 TOTAL BIAYA PRODUKSI USAHA TERNAK KAMBING………...37
5.5 RATA-RATA PENERIMA PETERNAK PER TAHUN………...38
5.6 PENDAPATAN USAHA TERNAK KAMBING………...39
5.7 NILAI R/C USAHA TERNAK KAMBING………...39
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Karakter Peternak Kambing
Lampiran 2. Jumlah Dan Nilai Ternak
Lampiran 3. Jumlah Curahan Tenaga Kerja Dan Biaya Tenaga Kerja Pertahun
Lampiran 4. Jumlah dan Nilai Peralatan Ternak Kambing
Lampiran 5. Penyusutan Peralatan dan Kandang
Lampiran 6. Total Biaya Produksi Per Tahun
Lampiran 7. Penerimaan Peternak
Lampiran 8. Nilai Investasi Usaha Ternak Kambing
Lampiran 9. Rata-rata Pendapatan Peternak
Lampiran 10. Nilai R/ C
DAFTAR GAMBAR
NO JUDUL Hal
1. DIAGRAM MATRIKS SWOT………..17
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara agraris dimana mata pencaharian penduduknya
sebahagian besar adalah disektor pertanian. Sektor ini menyediakan pangan bagi
sebagian besar penduduknya dan memberikan lapangan pekerjaan bagi semua
angkatan kerja yang ada. Dengan menyempitnya lahan pertanian yang digarap
petani mendorong para petani untuk berusaha meningkatkan pendapatan melalui
kegiatan lain yang bersifat komplementer. Salah satu kegiatan itu adalah kegiatan
usaha ternak yang secara umum memiliki beberapa kelebihan seperti: sebagai
tambahan sumber pendapatan, untuk memanfaatkan limbah pertanian, sebagai
penghasil daging dan susu, kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk
organik dan kulitnya juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Di pedesaan,
ternak kambing cukup popular sebagai usaha sampingan. Bahkan kambing
dianggap sebagai tabungan keluarga, karena dapat dijual setiap saat, khususnya
ditengah kebutuhan ekonomi yang mendesak (Kanisius, 1993 : 23).
Usaha ternak kambing sudah saatnya dijadikan usaha pokok, karena kambing
relatif cepat berkembang biak dan merupakan salah satu jenis ternak yang akrab
dengan sistem usaha tani di pedesaan. Hampir setiap rumah tangga memelihara
kambing. Sebagian dari mereka menjadikannya sebagai salah satu sumber
penghasilan keluarga. Saat ini pemeliharaan kambing bukan hanya di pedesaan,
kambing yang muncul disebabkan oleh permintaan daging dan susu kambing yang
terus mengalami peningkatan (Sarwono, 2007 : 13 ).
Beternak kambing memang tidak selalu memerlukan uang kontan yang
besar jumlahnya. Petani-ternak skala kecil masih mampu membiayai
pemeliharaan ternak kambing. Di daerah pedesaan, ternak kambing biasanya
dipelihara secara tradisional dengan sistem pemeliharaan:
1. ternak kambing dikandangkan terus-menerus
2. ternak kambing dikandangkan,juga digembalakan pada jam tertentu
3. ternak kambing dilepas di padang pengembalaan sepanjang hari
Cara pemeliharaan kambing yang banyak dilakukan petani-ternak di pedesaan
umumnya dikandangkan. Penggembalaan biasanya dilakukan secara
berpindah-pindah. Kambing yang dipelihara dengan cara dikandangkan, dan pada waktu
tertentu digembalakan atau digembalakan terus-menerus sepanjang hari, hasilnya
lebih baik. Sebab dengan sistem pengelolaan seperti ini, ternak kambing
memperoleh faktor pendukung yang lebih kuat. Ditinjau dari aspek tingkah
lakunya ternak kambing memang hewan gembalaan, dan jika ditinjau dari aspek
tersedianya hijauan pakan ternak kambing yang dilepas di padang penggembalaan
akan bebas dan dapat memilih hijauan pakan sesuai dengan yang disenanginya.
Berbeda halnya bila dikandangkan, hijauan pakan serba terbatas dan tergantung
dari pengelolanya. Dengan demikian penggembalaan sendiri akan memberi
pengaruh yang positif terhadap kondisi serta fungsi fisiologis tubuh ternak
kambing untuk memiliki kesanggupan meningkatkan daya tahan tubuh dan fungsi
Nilai ekonomi, sosial, budaya yang diperankan kambing sangat nyata.
Ternak kambing dapat menyumbangkan 14-25% dari total pendapatan keluarga
petani. Potensi ternak kambing untuk agribisnis belum banyak dilirik orang.
Peternak banyak kurang atau belum memperhatikan peluang pasar. Sistem
penjualan ternak masih didasarkan atas kebutuhan uang tunai, sehingga
pengelolaan kambing ternak yang dilakukan tidak menjamin kontinuitas
pendapatan dan sulit meramalkan ketersediaan ternak sebagai barang dagangan.
Nilai positif ternak kambing bagi kepentingan petani di pedesaan, antara lain:
1. Ternak kambing dapat dipotong sewaktu-waktu untuk keperluaan sendiri,
pesta adat, atau menjamu tamu yang datang.
2. Kambing merupakan sumber penghasilan dan tabungan.
3. Kambing mudah dirawat, karena hampir semua jenis tanaman dapat
digunakan sebagai sumber pakan.
4. Kambing dapat berkembang biak dengan cepat.
5. Kotoran kambing yang terkumpul dapat digunakan untuk pupuk sehingga
dapat menyuburkan tanaman dan memperbaiki mutu tanah pertanian.
6. Modal yang diperlukan untuk memulai beternak kambing tidak besar.
(Mulyono dan Sarwono, 2007 : 14-15).
Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah yang potensial untuk usaha
ternak kambing di Sumatera Utara. Populasi ternak kambing disetiap Kabupaten /
Kotamadya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1Perkembangan Populasi Kambing Perkabupaten Sumatera Utara
Sumber : Dinas Perternakan Tingkat II, 2007
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Kabupaten Karo menunjukkan
peningkatan dalam pengembangan ternak kambing dan setiap kecamatan terlihat
adanya peningkatan pemeliharaan ternak kambing dan lebih jelasnya dapat dilihat
Tabel 1.2 Persentase Perkembangan Populasi Kambing di Kab. Karo
Tahun Perkembangan Populasi Kambing Persen(%)
2004 14338 3,67
2005 18883 4,04
2006 19327 3,46
Sumber : Dinas Peternakan Tingkat II, 2007
Dari tabel 1.2 diketahui bahwa persentase perkembangan populasi
kambing di Kab. Karo terbesar pada tahun 2004 sekitar 3,67 % dan tahun 2005
sekitar 4,04 % serta pada tahun 2006 sekitar 3,46 %. Walaupun peningkatan
secara persentase berfluktuasi tetapi jumlah absolutnya setiap tahun bertambah
yaitu tahun 2004 sekitar 14338 ekor dan tahun 2005 sekitar 18883 ekor serta
tahun 2006 sekitar 19327 ekor.
Peningkatan dalam pengembangan ternak kambing dari setiap kecamatan
terlihat adanya peningkatan pemeliharaan ternak kambing dan lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.3 Perkembangan Populasi Ternak Kambing Perkecamatan di Kabupaten Karo
No. Kecamatan Ternak Kambing
Dari tabel diatas terlihat Kecamatan Payung termasuk daerah nomor 2
yang paling banyak populasi ternak kambing yaitu tahun 2005 sekitar 2201 ekor
dan tahun 2006 sekitar 2905 ekor serta tahun 2007 sekitar 3066 ekor. Kecamatan
Payung yang terdiri dari 8 desa ternyata 4 desa diantaranya panduduknya
memelihara kambing.
Untuk lebih jelasnya populasi kambing di setiap desa di kecamatan
Payung dapat dilhat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1.4. Populasi Ternak Kambing Perdesa di Kecamatan Payung
NO. DESA TERNAK KAMBING (EKOR)
1 Batu Karang -
2 Rimo Kayu -
3 Cimbang -
4 Ujung Payung 28
5 Payung 38
6 Suka Meriah 45
7 Guru Kinayan 109
8 Selandi -
JUMLAH 220
Sumber: Kepala Desa Kecamatan Payung tahun 2007
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa populasi kambing terbesar terdapat
di desa Guru Kinayan, walaupun diduga bahwa pelaporan data untuk setiap
daerah belum lengkap dengan jumlah ternak kambing di daerah Guru Kinayan
hanya sekitar 109 ekor. Tetapi perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana ketersediaan input (lahan pengembalaan, kandang, pakan, tenaga
kerja) untuk usaha ternak kambing di daerah penelitian?
2. Bagaimana penerapan teknologi usaha ternak kambing di daerah penelitian?
3. Apakah usaha ternak kambing mampu memberi kesempatan kerja bagi
penduduk ?
4. Seberapa besar sumbangan pendapatan dari usaha ternak terhadap total
pendapatan keluarga?
5. Apakah usaha ternak kambing layak dikembangkan secara ekonomi di daerah
penelitian?
6. Bagaimana strategi pengembangan ternak kambing di masa depan?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui ketersediaan input untuk usaha ternak kambing di daerah
penelitian.
2. Untuk mengetahui penerapan teknologi pada usaha ternak kambing.
3. Untuk mengetahui usaha ternak ternak kambing mampu memberikan
kesempatan kerja bagi penduduk.
4. Untuk mngetahui seberapa besar kontribusi pendapatan dari usaha ternak
5. Untuk mengetahui usaha ternak kambing layak dikembangkan di daerah
penelitian.
6. Untuk mengetahui strategi pengembangan ternak kambing di masa depan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang mengembangkan ternak kambing di
Kecamatan Payung untuk mengembangkan usahanya.
2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian lainnya yang
berhubungan dengan penelitian ini.
3. Bahan informasi dan studi bagi pihak-pihak yang terkait terhadap usaha ternak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
Kambing lokal (Capra aegagrus hicrus) adalah sub spesies dari kambing
liar yang tersebar di Asia Barat Daya dan Eropa. Adapun klasifikasi kambing
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Familia : Bovidae
Sub familia : Caprinae
Genus : Capra
Spesies : C.aegagrus
Sub spesies : C.a.hircus
(Linnaeus, 1758 : 32 )
Kambing merupakan suatu jenis binatang memamah biak yang berukuran
sedang. Kambing liar jantan maupun betina memiliki tanduk sepasang, namun
tanduk pada kambing jantan lebih besar. Umumnya kambing mempunyai jenggot,
dahi cembung, ekor agak keatas, dan kebanyakan berbulu halus dan kasar. Habitat
yang disukainya adalah daerah pegunungan yang berbatu-batu. Dalam
betina yang paling tua. Kambing jantan berfungsi sebagai penjaga keamanan
rombongan. Waktu aktif mencari makanannya siang maupun malam hari.
Makanan utamanya adalah rumput-rumputan dan dedaunan. Kambing berbeda
dengan domba (Linnaeus, 1758 : 32).
Kambing berkembang biak dengan melahirkan dua hingga tiga ekor anak,
setelah bunting selama 150 hingga 154 hari dan dewasa kelaminnya dicapai pada
usia empat bulan. Dalam setahun kambing dapat beranak sampai dua kali.
Menurut jenisnya kambing dapat dibagi empat jenis antara lain:
a. Kambing Kacang
Kambing kacang adalah kambing yang pertama kali ada di Indonesia.
Badannya kecil, tinggi gumba pada yang jantan 60 sentimeter hingga 65
sentimeter, sedangkan yang betina 56 sentimeter. Bobot pada jantan bisa
mencapai 25 kilogram, sedang yang betina seberat 20 kilogram. Telinganya tegak,
berbulu halus dan pendek. Baik betina maupun yang jantan memiliki dua tanduk
yang pendek.
b. Kambing Etawa
Kambing ini datangnya dari India. Badannya besar, tinggi gumba yang
jantan 90 sentimeter hingga 127 sentimeter dan yang betina hanya mencapai 92
sentimeter. Bobot yang jantan bisa mencapai 91 kilogram, sedangkan betina
hanya mencapai 63 kilogram. Telinganya panjang dan terkulai kebawah. Dahi dan
hidungnya cembung. Baik jantan maupun betina bertanduk pendek. Kambing
c. Kambing Jawarandu/Peranakan Etawa
Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan antara kambing etawa
dengan kambing kacang. Kambing ini memiliki ciri separuh mirip kambing Etawa
dan separuh lagi mirip kambing kacang. Kambing ini dapat menghasilkan susu
sebanyak 1,5 liter/hari.
d. Kambing Saenen
Kambing ini berasal dari Saenen, Swiss. Baik kambing jantan maupun
betinanya tidak memiliki tanduk. Warna bulunya putih atau krem pucat. Hidung,
telinga dan ambingnya berwarna belang hitam. Dahinya lebar, sedangkan
telinganya berukuran sedang dan tegak. Kambing ini merupakan jenis kambing
penghasil susu. (Mulyono dan Sarwono, 2007 : 33-34).
Pemilihan bibit kambing atau bakalan yang akan di pelihara tergantung
dari selera petani-ternak dan kemampuaan modal yang dimiliki. Namun secara
umum yang menjadi pilihan petani-ternak adalah kambing yang umumnya paling
mudah di pasarkan. Pemilihan bibit kambing secara praktis yang di pergunakan
dalam penilaian individual adalah mengamati bentuk luar tubuh, yakni yang
menyangkut bentuk tubuh umum, ukuran vital dari bagian-bagian tubuh, normal
tidaknya pertumbuhan organ kelamin. Syarat yang paling penting untuk seleksi
calon bibit kambing adalah kambing harus sehat, usia masih muda dan tidak
pernah terkena penyakit berbahaya/menular. Secara garis besar syarat-syarat
a. Calon induk
1. tidak memiliki kecacatan fisik
2. bentuk perut normal
3. telinga kecil hingga sedang
4. berbulu halus dan bersih
5. roman muka baik
6. ekor tumbuh normal
7. usia tidak lebih dari satu tahun
8. berat tubuh sekitar 20-45 kg
b. Calon pejantan/pemacak
1. tidak memiliki kecacatan fisik
2. bentuk tubuh baik dan normal
3. kaki kokoh dan otot-otot kuat
4. telinga kecil hingga sedang
5. berbulu halus dan bersih
6. memiliki scrontum yang lebih besar dan tumbuh normal
7. usia tidak lebih dari satu tahun
8. berat tubuh sekitar 20-25 kg
(Kanisius, 1993:36).
Sebelum beternak kambing, pertama kali yang perlu disiapkan adalah
membangun kandang. Kandang merupakan tempat istirahat dan berteduh bagi
kambing. Kandang yang baik berfungsi memudahkan dalam pemeliharaan ternak
vaksinasi. Lokasi kandang sebaiknya dipilih di tempat yang teduh, tetapi cukup
mendapatkan sinar matahari di waktu pagi. Kondisi kandang adalah bentuk atau
model kandang yang bisa membantu ternak terhindar dari gangguan alam secara
langsung seperti hembusan angin, terpaan hujan, dan sengatan terik matahari.
Untuk mendapatkan kandang yang optimal di perlukan perencanaan konstruksi
yang baik. Model kandang untuk kambing umumnya berbentuk panggung yang di
bangun di atas permukaan tanah sehingga terdapat kolong di bawah kandang.
Tinggi kolong dari permukaan tanah sekitar 0,5m (Sarwono, 2007 : 22).
Konstruksi kandang yang baik adalah kokoh, kuat, dan tahan lama.
Kandang yang baik adalah kandang yang memiliki ventilasi lancar, dindingnya
kuat dan baik, atap tidak bocor, serta lantainya tidak mudah lembab. Atap
kandang berfungsi untuk melindungi ternak dari panas matahari, hujan dan angin.
Bahan atap dapat dibuat dari genting, asbes, ijuk, atau rumbia. Lantai kandang di
buat dari bilah-bilah bambu, papan, atau lapisan semen. Agar tidak menimbulkan
kecelakaan bagi ternak, sebaiknya lantai dibuat rata, datar, tidak licin, tidak terlalu
keras dan tajam, serta tidak tembus air. Lantai kandang dibuat sejajar dengan
papan lantai dengan lebar celahnya antara 1-1,5 cm sehingga kotoran dan air
kencing dapat jatuh ke bawah. Selain itu, lantai bercelah juga memudahkan
pengumpulan kotoran dan pembersihan kandang. Keadaan lantai harus selalu
bersih, kering, tidak becek atau lembab, dan mudah di bersihkan. Kambing jantan
dan betina sebaiknya dipelihara secara terpisah. Begitu juga anak-anak kambing
setelah lepas sapih, yaitu berumur 2-4 bulan. Kandang untuk pejantan dibuat
khusus dengan ukuran 125 cm x 150 cm/ekor atau minimal 150 cm2 luas
cm x 125 cm/ekor. Untuk induk betina yang sedang bunting tua atau siap
melahirkan anak, sebaiknya ditempatkan di kandang yang khusus yang berukuran
125 cm x 150 cm x175 cm/ekor. Anak kambing lepas sapih yang berusia 2-4
bulan harus dibuat kandang tersendiri berukuran 100 cm x 125 cm x 175 cm/ekor
atau dibuat seperti kandang kambing betina yang pelihara secara kelompok, yaitu
tanpa dinding penyekat sehingga anak-anak kambing lebih bebas bergerak.
(Sarwono, 2007:22).
2.2. Landasan Teori
Sektor pertanian sejak awal masa pembangunan merupakan sektor yang
mampu menyerap tenaga kerja paling besar. Mungkin hal tersebut disebabkan
oleh besarnya penduduk yang tinggal di pedesaan dan berprofesi sebagai petani.
( Silitonga C , 1995 : 9 )
Salah satu gejala ekonomi yang sangat penting dan sangat dan perilaku
petani baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen adalah harga. Suatu
barang mempunyai harga karena dua sebab yaitu barang itu berguna dan
jumlahnya terbatas. Suatu barang merupakan barang ekonomi dalam ilmu
ekonomi dinyatakan barang tersebut mempunyai permintaan dan penawaran.
Suatu barang mempunyai permintaan karena barang tersebut berguna, sedangkan
barang tersebut mempunyai penawaran karena jumlahnya terbatas ( Mubyarto,
1996 : 16 ).
Untuk dapat merencanakan dan merencanakan proyek yang efektif harus
mempertimbangkan banyak aspek yang secara bersama-sama menentukan
Seluruh aspek-aspek ini saling berhubungan. Suatu putusan mengenai suatu aspek
akan mempengaruhi putusan-putusan terhadap aspek- aspek lainnya (Mubyarto,
1996:18).
Return on Investment (ROI ) merupakan analisa untuk mengetahui tingkat
keuntungan usaha sehubungan dengan modal yang digunakan. Besar kecilnya
ROI ditentukan oleh tingkat perputaran modal dan keuntungan bersih yang
dicapai.
Laba Bersih
ROI = x 100% Investasi
Semakin besar keuntungan yang diterima makan semakin besar tingkat
pengembalian modal, dan sebaliknya. Kelayakan usaha diketahui dengan
membandingkan ROI dengan tingkat suku bunga pinjaman. Suatu usaha
dikatakan layak apabila ROI lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman dan
tidak layak apabila ROI lebih kecil dari tingkat suku bunga pinjaman
(Downey dan
1. Tahap pengumpulan data, Erickson, 1992 : 46).
Proses penyusunan perencanaan strategis melalui tiga tahap,yaitu:
2. Tahap analisis,
3. Tahap pengambilan keputusan.
(Rangkuti, 2003 : 23)
Tahap pengumpulan data ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan
pengumpulan data, tetapi juga suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis.
Data dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal yang diperoleh
- Matrik faktor strategi eksternal
- Matrik faktor strategi internal
(Rangkuti, 200 : 23).
Tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam
model-model kua ntitatif perumusan strategi. Model ini digunakan adalah matrik
SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Treaths) (Rangkuti, 2003: 24).
Matrik ini menggambarkan dengan jelas peluang dan ancaman eksternal
yang dihadapi dalam perusahaaan dan disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini menghasilkan empat sel alternative
strategis, yaitu :
a. Strategi SO ( Strength-Opportunity)
Strategi berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan
seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b. Strategi ST ( Strength-Treaths)
Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk
mengatasi ancaman.
c. Strategi WO ( Weakness-Opportunity)
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada.
d. Strategi WT ( Weakness-Treaths)
Strategi ini didasrakan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha
Gambar 1: Diagram Matrik SWOT
IFAS
EFAS
Strength (S) Weakness (W)
Opportunity (O) Strategi (S)
Ciptakan strategi yang
Treaths (T) Strategi ST
Ciptakan strategi yang
Opportunities (O) : Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal
Treaths (T) : Tentukan 5-10 faktor ancaman internal
Strength (S) : Tentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal
Weakness (W) : Tentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal
(Rangkuti, 2003:25-26).
Tahap akhir analisis kasus adalah memformulasikan keputusan yang akan
diambil. Keputusan didasarkan atas justifikasi yang dibuat secara kualitatif
maupun kuantitatif, terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dengan penggunaan
model tercanggih maupun tradisional. Keputusan yang berbobot hanya dapat
dibuktikan oleh waktu artinya, keputusan yang akan diambil akan benar-benar
Beberapa hal yang ikut membantu kemungkinan perbaikan periode
prospek suatu produk antara lain adalah : kemampuan produsen untuk memenuhi
permintaan pasar, jenis komoditi yang sesuai dengan keinginan konsumen,
kemampuan memenuhi mutu sesuai keinginan pasar, menyediakan komoditi yang
sesuai dengan permintaan, ketetapan dalam pengiriman dan tingkat harga yang
sesuai (Nazarudin, 1993 : 25).
2.3. Kerangka Pemikiran
Berhasilnya usaha ternak sangat dipengaruhi oleh ketersedian input
misalnya: bibit, lahan/kandang, pakan, modal, tenaga kerja dan peralatan.
Demikian juga seberapa besar pengaruh usaha terhadap faktor sosial peternak
dapat dilihat dari kemampuan usaha tersebut untuk dapat member kesempatan
kerja dan seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak tersebut.
Pendapatan peternak akan meningkat apabila usaha tersebut memberikan
keuntungan dan sebaliknya pendapatan akan turun apabila usaha ternak tersebut
mengalami kerugian. Selain pruduktivitas ternak, pendapatan peternak juga sangat
dipengaruhi oleh faktor ekonomi yaitu permintaan dan harga. Apabila permintaan
suatu komoditi meningkat maka harga akan naik dan apabila harga naik maka
permintaan akan turun.
Adanya masalah-masalah yang dihadapi bukan berarti usaha tersebut tidak
layak, karena setiap usaha tidal luput dari berbagai masalah/hambatan, yang perlu
diperhatikan adalah sejauh mana hal-hal yang menguntungkan mampu menutupi
setiap hambatan dan masalah. Semua faktor dalam kegiatan ini, mulai dari
SWOT. Apabila semua factor tersebut mendukung pengembangan usaha ternak
kambing maka usaha tersebut layak. Apabila salah satu saja tidak mempengaruhi
maka bukan berarti tidak layak, akan tetapi usaha tersebut tidak mendapatkan
hasil yang optimal.
Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan : = Mempengaruhi
Gambar 2: Skema Kerangka Pemikiran
Peternak kambing
2.4. Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, maka hipotesa dirumuskan
sebagai berikut:
1. Input (lahan pengembalaan, kandang, pakan, tenaga kerja, modal, tenaga
kerja) untuk usaha ternak kambing tersedia di daerah penelitian.
2. Penerapan teknologi usaha ternak kambing di daerah penelitian masih
sederhana.
3. Usaha ternak kambing mampu member kesempatan kerja bagi penduduk.
4. Usaha ternak kambing memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga.
5. Usaha ternak kambing layak dikembangkan secara ekonomi di daerah
penelitian.
6. Strategi pengembangan ternak kambing antara lain dengan memperbaiki
ketersediaan input, teknologi dan mengaktifkan lembaga-lembaga yang terkait
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Guru Kinayan Kecamatan Payung
Kabupaten Karo yang ditentukan secara purposive . Penentuan desa ini karena di
Kecamatan Payung tersebut yang paling banyak populasi ternak kambing.
3.2 Metode Penentuan Sampel
Populasi dari penelitian adalah petani sekaligus beternak kambing dengan
melakukan sensus sesuai dengan petunjuk kepala desa setempat dengan jumlah
sekitar 30 responden. Penentuan jumlah sampel tersebut dilakukan secara acak
sederhana ( simple random ) dimana ukuran sampel telah memberikan ragam
sampel yang stabil atau homogen ( Sugiarto,2003 :10 ).
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan para
peternak kambing dengan menyediakan daftar pertanyaan yang telah
dipersiapkan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi yang ada
3.4 Metode Analisa Data
Hipotesis 1 diuji dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan
mengamati sejauh mana ketersediaan input (lahan pengembalaan, kandang, pakan,
tenaga kerja, modal, peralatan) di daerah penelitian.
Hipotesis 2 diuji dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan
mengamati sejauh mana penerapan teknologi pada usaha ternak kambing di
daerah penelitian.
Hipotesis 3 diuji dengan analisa deskriptif, yaitu dengan mengamati
seberapa besar tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usaha ternak kambing.
Hipotesis 4 diuji dengan perhitungan pendapatan dengan rumus sebagai
berikut:
Pd = TR - TC
Keterangan :
Pd = Pendapatan usaha ternak(Rp)
TR = Total Penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)
(Soekartawi, 1994 :32).
Dengan kriteria:
- Jika pendapatan Usaha ternak ≥ 50 % dari pendapatan keluarga, maka
kontribusi besar
- Jika pendapatan Usaha ternak < 50% dari total pendapatan, maka kontribusi
Hipotesis 5 diuji dengan menggunakan metode analisis R/C Ratio dan
ROI (Return of Invesment).
R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal perbandingan
atau nisbah antara penerimaan dan biaya. Secara matematika dapat dituliskan
sebagai berikut:
a = R/C
R = Py.y
C = FC + VC
a = ( Py . Y ) / ( FC + VC )
R = penerimaan (Rp)
C = biaya (Rp)
Py = harga output(Rp)
Y = output (Rp)
FC = biaya tetap(fixed cost) (Rp)
VC = biaya tidak tetap ( variable cost) (Rp)
Ketentuan:
Jika R/C ≥ 1 , maka layak untuk dikembangkan.
Jika R/C < 1, maka tidak layak untuk dikembangkan(Soekartawi, 1994 : 32-33).
Return Of Investment (ROI) merupakan suatu ukuran ratio untuk mengetahui
tingkat pengembalian modal usaha. Komponen pada analisis ini adalah
Rumus yang digunakan:
Pendapatan Bersih(Net Income)
ROI = x 100% Total Aset (modal)
Keterangan:
Jika ROI > tingkat suku bunga bank yang berlaku , maka usaha ini efisien untuk
dilaksanakan.
Jika ROI < tingkat suku bunga bank yang berlaku, , maka usaha ini tidak efisien
untuk dilaksanakan (Sunarjono, 2000 : 34).
Hipotesis 6 diuji dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan
Matrik SWOT. Matrik ini akan menggambarkan secara jelas bagaimana peluang
dan ancaman eksternal yang dihadapi peternak kambing di daerah penelitian dan
disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Berdasarkan
gambaran tersebut kita akan dapat melihat bagaimana prospek pengembangan
usaha ternak kambing di daerah penelitian.
3.5 Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kekeliruan dalam pembahasan hasil penelitian ini
,maka dibuat beberapa definisi dengan batasan operasional sebagai berikut :
1. Sampel adalah petani yang mengusahakan ternak kambing.
2. Produksi adalah output baik berupa susu dan daging kambing untuk dijual
3. Tujuan utama usaha peternakan adalah penjualan daging sedangkan susu
dijual pada saat tertentu (permintaan ada)
4. Penerimaan adalah harga jual dikali produksi ternak kambing.
5. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk usaha peternakan
kambing
6. Pendapatan adalah total penerimaan dikurangi total biaya produksi
7. Prospek pengembangan ternak kambing adalah peluang peningkatan atau
keberhasilan atas usaha ternak kambing.
Batasan operasional
1. Daerah penelitian adalah desa Guru Kinayan Kec. Payung Kab. Karo
2. Waktu penelitian adalah tahun 2008
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETERNAK KAMBING
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
a. Luas dan Kondisi Desa
Desa Gurukinayan berada di Kecamatan Payung, Kabupaten Karo
Sumatera Utara. Desa ini mempunyai luas wilayah desa 1130 km2 dengan batas
wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Suka Meriah
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Payung
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Selandi
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat
Desa ini berjarak 7 km dari pusat pemerintahan Kecamatan Payung dan
berjarak 24 km dari ibukota Kabupaten Karo dan berjarak 104 km dari ibukota
Propinsi Sumatra Utara yaitu Medan. Desa ini berada diatas permukaan laut 850
s/d 1200 meter.
b. Tata Guna Tanah
Berdasarkan penggunaan tanah Desa Gurukinayan dapat dilihat pada tabel
Tabel 4.1 Tata Guna Tanah Desa, Tahun 2006
No Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase (%)
1 Tanah Sawah 75 6,64
2 Tanah Kering 548 48,50
3 Bangunan / Pekarangan 8 0,70
4 Lainnya 499 44,16
Jumlah 11130 100,00
Sumber : Kecamatan Payung Dalam Angka 2007
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan produktif terbesar
untuk pertanian (tanah sawah, tanah kering) sekitar 55,14 % , hal ini disebabkan
desa penelitian merupakan daerah pertanian dengan mata pencaharian sebagai
petani.
c. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Desa Gurukinayan adalah 2207 jiwa dengan jumlah
Kepala keluarga ( kk ) sebanyak 643 kk. Jumlah penduduk menurut kelompok
umur kelompok umur dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Gurukinayan,
Tahun 2006
Kelompok Umur Jumlah
( Jiwa )
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa usia wajib sekolah relatif besar
sekitar 21,16 % dan lansia sekitar 6,89 % serta usia produktif didaerah penelitian
relative besar sekitar 72,68 % ( usia 10 s/d 64 tahun ) yang merupakan modal
dasar yang dimiliki desa untuk mengadakan pembangunan dengan menggali
potensi desa yang ada.
4.2 Karakteristik Peternak Kambing
Adapun karakteristik peternak yang menjadi sampel dalam penelitian ini
meliputi jumlah ternak, umur, pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga,
pengalaman beternak dan skala usaha yang dikelola, dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel: 4.3 Karakteristik Peternak Kambing
Uraian
Strata I ( 1 – 20 ) ekor
Strata II ( >20 ) ekor
Rata-rata Rentang Rata-rata Rentang
Jumlah ternak (ekor) 12,33 2 – 20 30,22 21 – 50
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah ternak strata I adalah
12 ekor per peternak dengan umur rata-rata 42 tahun dan strata II adalah 30 ekor
per peternak dengan umur rata-rata 43 tahun. Dari umur peternak tersebut dapat
dikategorikan masih umur produktif sehingga dapat diasumsikan bahwa peternak
kambing masih sangat potensial dalam mengelola usaha ternak.
Pendidikan formal yang pernah diikuti peternak kambing rata-rata 8 tahun
(tidak tamat SMP ) baik strata I dan strata II. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan peternak masih relatif rendah. Demikian juga jumlah tanggungan
rata-rata strata-rata I adalah 4,52 jiwa dan strata-rata II adalah 3,67 jiwa. Sedangkan
pengalaman beternak strata I adalah 3,37 tahun dan strata II adalah 5.56 tahun.
Dengan demikian, pengalaman peternak strata II lebih memadai dari peternak
strata I atau sudah cukup berpengalaman. Dan pendapatan keluarga untuk strata I
sekitar Rp 13.357.000,- /tahun dan strata II sekitar Rp 16.315.000,- , dimana
kontribusi usaha ternak kambing untuk pendapatan keluarga strata I sekitar 41,18
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Faktor Produksi / Input a. Bibit
Peternak kambing didaerah penelitian memperoleh bibit dari peternak di
desa itu sendiri atau desa tetangga yaitu campuran dari kambing kacang dan
etawa, dimana kambing etawa sebagai jantan dan kambing kacang sebagai induk.
Harga bibit bervariasi antara Rp 300.000,- s/d Rp 350.000,- per ekor . Cara
perkawinan yang dilakukan peternak adalah kawin secara alamiah dimana
kambing jantan diperoleh secara pinjam dengan bayaran memberi anakan ( bibit )
dengan harga yang lebih murah sesuai dengan jumlah anak kambing tersebut.
Demikian juga kebutuhan bibit hingga saat penelitian masih dapat dipenuhi di
daerah penelitian dan seluruh peternak yang ada di daerah penelitian memiliki
jenis bibit kambing campuran.
b. Kandang
Di daerah penelitian kandang dibangun dengan arah Utara- Selatan, agar
sinar matahari pada waktu pagi hari tetap masuk kandang dan tidak begitu panas.
Sinar matahari pada pagi hari mengandung sinar ultraviolet sangat penting untuk
membasmi dan membantu pembentukan vitamin pada ternak kambing. Didalam
usaha ternak kambing kebutuhan kandang sangat penting sekali sebagai pelindung
panas, hujan, dingin dan tiupan angin yang sangat kencang. Di daerah penelitian
kandang kambing terbuat dari atap rumbia/ nipah karena harga lebih murah dan
begitu menyerap panas matahari sehingga kondisi kandang tidak terlalu panas
pada siang hari dan tidak terlalu dingin pada malam hari. Dinding terbuat dari
papan dan kayu ataupun bambu, dengan melakukan pembatas kandang antara satu
dengan lainnya serta lantai terbuat dari bambu juga. Perkandangan kambing
sebahagian besar di belakang rumah penduduk dan ada juga di ladang. Di daerah
penelitian ukuran kandang 2,5 x 5 m dengan kapasitas 20 ekor dan kandang dibagi
3 ( tiga ) bagian untuk pemisahan kambing sesuai dengan kondisi kambing ( anak
dan induk dipisahkan ). Dengan demikian, rata-rata kepadatan kambing 1,6
ekor/m2 sedangkan ukuran kepadatan yang baik adalah 1,5 m2 per ekor ( induk )
dan anak 0,04 m2 per ekor ( Mulyono, 2007 : 27 )
Di daerah penelitian kebersihan kandang cukup baik, dimana kebersihan
kandang dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari pada saat pemberian
makanan ( pakan hijauan ). Kebersihan kandang sangat perlu untuk kesehatan
ternak kambing untuk menjaga kelembaban kandang.
c. Pakan Hijauan
Pakan hijauan merupakan makanan pokok bagi ternak kambing. Ternak
kambing memperoleh pakan di kandangnya sendiri, karena peternak yang
mengambil ke lokasi perladangan yaitu pagar-pagar ladang dan ada juga khusus
tanaman hijauan di tempat tertentu ( ladang ).
Pemberian makanan ada yang melakukan 2 x sehari yaitu pagi ( 1000 –
1100 ) dan sore hari ( 1500- 1600 ), tetapi sebahagian besar peternak memberi
makan di sore hari hanya peternak populasi sedikit yang memberi makan 2 kali
sehari. Penyediaan pakan hijauan tergantung pada peternak, ada yang
air minum untuk ternak kambing pada saat musim kemarau selalu diberikan
setiap hari tetapi musim penghujan hal ini tidak dilakukan karena air sudah cukup
dari pakan hijauannya.
d. Modal
Adapun modal untuk usaha ternak kambing adalah modal investasi
( tanah, kandang dan peralatan) dan modal operasional ( pakan hijauan, air ).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.1 Jumlah Modal Usaha Ternak Kambing ( Ribuan Rupiah)
Strata
Sumber : Data primer ,2008. ( Diolah dari Lampiran 8)
Dari tabel dapat dilihat bahwa modal usaha ternak kambing untuk strata I
sekitar Rp 1.431.100,- per tahun dan strata II sekitar Rp 2.9554.670,- per tahun.
Modal peternak tersebut merupakan modal sendiri atau pinjaman dari keluarga
mereka. Pada awalnya mereka beternak dalam skala kecil, setelah modal kembali
mereka memperbanyak ternaknya. Modal investasi awal yang paling besar adalah
kandang dan tanah. Pada umumnya mereka menempatkan kandang kambing di
belakang rumah untuk menghindari pencurian kambing pada malam hari. Dengan
demikian modal untuk peternakan kambing di daerah penelitian tersedia.
e. Tenaga Kerja
Di daerah penelitian pada umumnya tenaga kerja untuk ternak kambing adalah
pria ( kepala rumah tangga ) dan untuk lebih jelasnya kebutuhan tenaga kerja
untuk ternak kambing dapat dilihat sbb:
Tabel 5.2 Kebutuhan Tenaga Kerja ( HKP/Tahun)
No Jenis Pekerjaan
Kebutuhan TK ( HKP/Tahun )
STRATA I STRATA II
Peternak Per 12 ekor
Peternak Per 30 ekor
1 Pengambilan Pakan 38,76
49,61
Sumber: Data primer, 2008 ( Diolah dari Lampiran 3)
Dari tabel dapat dilihat bahwa kebutuhan tenaga kerja ( TK ) untuk strata
I adalah 88,37 HKP/tahun per 12 ekor dan strata II adalah 134,77 HKP/tahun per
30 ekor . Tetapi kebutuhan tenaga kerja tersebut dilakukan oleh pemilik ternak
kambing sehingga biaya tenaga kerja tidak pernah diterima secara langsung oleh
pemilik ternak.
f. Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk usaha ternak kambing cukup sederhana
seperti ember, sabit, cangkul, beko, sapu lidi, dan tali. Ember digunakan untuk
mengangkat air dan tempat minuman ternak; sabit untuk memotong pakan
hijauan; cangkul untuk mengambil kotoran ternak dari bawah kandang; beko
untuk mengangkat pakan hijauan dan kotoran ternak; sapu lidi untuk
penyabitan ke sekitar kandang. Peralatan-peralatan tersebut dapat diperoleh di
pekan terdekat di daerah penelitian dengan harga yang terjangkau.
Dengan penjelesan atau keterangan di atas peneliti menyimpulkan bahwa
faktor produksi/ input untuk ternak kambing tersedia didaerah penelitian. Dengan
demikian hipotesisis 1 yang mengatakan bahwa “ Input untuk usaha ternak
kambing tesedia di daerah penelitian diterima”.
5.2 Teknologi
a. Bibit
Peternak mempunyai jenis bibit ternak kambing campuran ( kambing etawa dan
kambing kacang ). Cara perkawinan yang dilakukan peternak adalah kawin secara
alamiah yaitu proses pemasukan sperma pada alat kelamin betina yang dilakukan
pejantan itu sendiri/ kontak langsung. Perkawinan antara induk dan pejantan
terjadi di kandang itu sendiri ( tanpa pengawasan ).
b. Pakan
Seluruh pakan yang diberikan berasal dari tanaman hijauan yang diambil dari
lokasi perladangan peternak. Jenis pakan hijauan yang diberikan adalah jenis
gajah, kalendra, rambatan dsb dan ternak kambing dapat memperoleh pakan di
kandangnya sendiri. Banyaknya pakan hijauan yang diberikan tergantung pada
populasi ternak kambing.
c. Obat-obatan
Peternak kambing di daerah penelitian umumnya memberikan obat-obatan bila
ternak kambing sudah menunjukkan tanda-tanda terserang penyakit, dimana
penyakit yang sering timbul adalah penyakit kulit ( kurap ) pada mulut dan badan,
sedangkan masuk angin peternak mengoleskan afitson ke perut kambing atau
menyayat sedikit kuping kambing hingga mengeluarkan sedikit darah.
d. Pengolahan Hasil
Hasil utama peternak kambing di daerah penelitian adalah daging dan anakan
untuk bibit. Pengolahan daging , susu dan kulit kambing di daerah penelitian
belum ada.
e. Peralatan
Di daerah penelitian peternak kambing mempergunakan peralatan yang cukup
sederhana seperti ember, sabit, cangkul, beko, sapu lidi dan tali.
Peralatan-peralatan tersebut dapat diperoleh di pecan-pekan terdekat di daerah penelitian
dan Kabanjahe dengan harga yang terjangkau. Ada juga peralatan yang diperoleh
diladang peternak sendiri misalnya bambu untuk kandang ternak.
Dari keterangan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa penggunaan
teknologi di daerah penelitian tidak ada, mulai dari penyediaan bibit, penyediaan
pakan, pemakaian obat-obatan, pengolahan hasil dan penggunaan alat-alat.
Dengan demikian hipotesis 2 yang menyatakan bahwa “ Penerapan teknologi di
daerah penelitian masih sederhana " diterima.
5.3.Faktor Sosial/ Ekonomi
a. Kesempatan Kerja
Sesuai dengan penelitian, usaha ternak kambing yang ada di daerah
Adapun kebutuhan tenaga kerja untuk satu tahun adalah sebagai berikut :
Tabel 5.3 Kebutuhan Tenaga Kerja untuk Satu Tahun
No JENIS PEKERJAAN KEBUTUHAN TK (HKP/TAHUN)
STRATA I STRATA II
Sumber: Data primer, 2008 (Diolah dari Lampiran 2)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kebutuhan Tenaga Kerja (TK) per
tahun pada Strata I adalah 88,37 HKP/tahun per 12 ekor dan kebutuhan TK per
tahun pada Strata II adalah 134,77 HKP/tahun per 30 ekor.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa usaha peternak kambing
di daerah penelitian dapat memberikan kesempatan kerja bagi penduduk ,
walaupun tidak memberikan peluang dengan cukup besar. Dengan demikian
hipotesis 3 yang mengatakan bahwa “ Usaha ternak kambing mampu memberi
kesempatan kerja “ diterima.
b. Hasil Produksi
Hasil utama peternakan kambing di daerah penelitian adalah daging
(kambing dewasa) dan anakan, dimana umur dewasa yang layak dijual 1 tahun
(25-30)kg dan anakan berumur 4 bulan. Selain itu kotoran kambing dapat
digunakan untuk pupuk tanaman dengan perkiraan 30 ekor kambing dewasa dapat
menghasilkan 10 kaleng kotoran setiap minggu dengan harga 1 kaleng Rp5000,-.
1. Biaya Produksi
Biaya produksi dalam pengelolahan usaha ternak kambing meliputi biaya
pembelian bibit, biaya penyusutan, biaya pemeliharaan. Biaya penysutan terdiri
dari biaya kandang dan alat-alat, biaya pemeliharaan terdiri dari pengadaan pakan
hijauan atau biaya pengambilan pakan hijauan dengan menggunakan sepeda
motor atau kendaraan roda empat (BBM). Untuk lebih jelasnya biaya produksi
usaha ternak kambing dapat dilihat sbb:
Tabel 5.4 Total Biaya Produksi Usaha Ternak Kambing (Rupiah)
No Jenis Biaya Jumlah Biaya (Rupiah)
Strata I Strata II
1.
2.
3.
Penyusutan alat dan kandang
Pengambilan Pakan / BBM
Tenaga Kerja
Total 5.138.250 8.983.470
Sumber: Data primer, 2008 (Diolah dari Lampiran 6)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa biaya rata-rata per tahun setiap
peternak pada strata I sebesar Rp 5.138.250,- dan strata II sebesar Rp 8.983.470,-,
dengan pengertian bahwa biaya tenaga kerja secara langsung tidak pernah
diberikan karena pemilik ternak yang melakukan pekerjaan tersebut, sehingga
merupakan penambahan pendapatan. Selain itu dapat juga disimpulkan dari
keterangan tersebut diatas semakin banyak ternak yang dipelihara semakin sedikit
2. Penerimaan
Penerimaan adalah besarnya hasil yang diperoleh peternak dari usaha
ternak (pertambahan nilai ternak, penjualan anakan/ kambing dewasa dan kotoran
ternak). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.5 Rata-rata Penerimaan Peternak ( Rupiah Per Tahun)
No Jenis Penerimaan Jumlah Penerimaan(Rp)
Strata I Strata II
1 Pertambahan Nilai Ternak 1.475.000 3.827.780
2 Penjualan Ternak 4.800.000 6.733.330
3 Kotoran 702.860 1.560.000
Total 6.977.860 12.121.110
Sumber: Data primer, 2008 (Diolah dari Lampiran 2 dan 7)
Dari tabel dapat dilihat bahwa penerimaan pada strata I sebesar Rp
6.977.860,- dan Strata II sebesar Rp 12.121.110,-. Dengan demikian, semakin
banyak jumlah ternak semakin banyak penerimaan.
3. Pendapatan Peternak
Pendapatan utama peternak berasal dari penjualan kambing dewasa dan
anakan serta kotoran ternak. Adapun pendapatan yang diperoleh peternak adalah
total penerimaan dikurangi total biaya produksi. Tabel dibawah ini menunjukkan
Tabel 5.6 Pendapatan Usaha Ternak Kambing (Rupiah Per Tahun)
No Strata I Jumlah Pendapatan
Peternak(Rp)
1 I 1.865.760
3.137.650
2 II
Sumber: Data primer, 2008 (Diolah dari Lampiran 9)
Dari tabel dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah pendapatan peternak
kambing per tahun untuk strata I adalah Rp 1.865.760,- sekitar 41,18 %
kontribusinya terhadap pendapatan keluarga atau < 50 % yang berarti
kontribusinya kecil dan strata II Rp 3.137.650,- sekitar 50,15 % kontribusinya
terhadap pendapatan keluarga atau > 50 % yang berarti kontribusinya besar.
Dengan demikian hipotesis 4 yang mengatakan bahwa “usaha ternak
kambing dapat memberi kontribusi terhadap pendapatan peternak “diterima.
5.4 Analisis Kelayakan
1. Nilai R/C Ratio
Untuk melihat aspek kelayakan untuk dikembangkan atau tidak,
digunakan analisis R/C Ratio atau dikenal sebagai perbandingan ( nisbah ) antara
penerimaan dan biaya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.7 Nilai R/C Usaha Ternak Kambing
No STRATA PENERIMAAN
( Rupiah)
BIAYA ( Rp 000,-)
R/C
2 II 12.121.110 8.983.460 1,35
Sumber: Data primer, 2008 (Diolah dari Lampiran 10)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai R/C 1 maka usaha ternak
kambing di daerah penelitian layak dikembangkan atau dapat memberikan
keuntungan pada peternak.
2. Return on Investment ( ROI )
Return on Investment ( ROI ) digunakan untuk mengetahui tingkat
pengembalian modal. Besar kecilnya ROI ditentukan oleh tingkat modal dan
keuntungan bersih yang diperoleh.
Adapun nilai ROI dari usaha ternak kambing di daerah penelitian adalah
sbb :
Tabel 5.8 Nilai ROI Usaha Ternak Kambing
No STRATA NILAI ROI (%)
1 I 130,31
2 II 106.95
Sumber : Data primer, 2008 (diolah dari Lampiran 8 dan 11)
Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai ROI pada strata I sebesar 130,31 %
dan srata II sekitar 106,95 %. Nilai ROI tersebut diatas suku bunga bunga bank (
13,5 % ) menunjukkan bahwa usaha ternak kambing di Desa Gurukinayan layak
untuk dikembangkan. Dengan demikian hipotesis 5 yang menyatakan”usaha
ternak kambing di daerah penelitian layak untuk dikembangkan “diterima.
Analisa SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan. Analisa SWOT didasarkan pada logika yang
dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (0pportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman
(Threats).
Matrix Analisa SWOT
Internal Faktor Kekuatan (S) Kelemahan (W)
• Pemasaran baik
• Lahan cukup tersedia
• Kotoran ternak untuk pupuk tanaman
• Modal tersedia
• Peternak sudah pengalaman
• Tenaga Kerja sedikit
• Peralatan sederhana
• Membuka diri untuk masyarakat luas
a. Faktor Internal
Adapun faktor internal yang menjadi kekuatan dari usaha peternakan
kambing di daerah penelitian adalah pemasaran baik, dimana pembeli datang ke
daerah tersebut. Sehingga tidak kesulitan dalam hal pemasaran dan sangat
membantu para petani.
Modal utama dari usaha ternak kambing ini adalah lahan untuk pembuatan
kandang ukuran 2,5 x 5 m dengan kapasitas 20 ekor. Dengan demikian
pemenuhan lahan sebagai modal utama peternakan tersebut cukup mudah, karena
peternak memiliki tanah sendiri dengan luas yang relatif sempit/ sedikit. Kotoran
ternak kambing sangat membantu petani dalam hal pertanian karena kotoran
tersebut dicampur dengan pupuk organik sehingga memberikan hasil yang
maksimal untuk pertanian.
Pengalaman peternak cukup memadai dalam hal pengetahuan untuk
merawat ternak kambing khusus masalah penyakit. Tenaga kerja yang dibutuhkan
dalam usaha ternak kambing sangat kecil, contoh: kebutuhan tenaga kerja Strata II
per tahun 145,25 HKP dengan demikian rata-rata per hari 0,40 HKP. Untuk
peternak kambing 20 ekor keatas hanya dibutuhkan TK yang bekerja 2,8 jam per
hari.
Peralatan-peralatan yang dibutuhkan peternak kambing cukup sederhana
dan mudah didapatkan di daerah penelitian. Adapun peralatan tersebut yaitu
ember,beko, sabit, cangkul, tali, sapu lidi dan semuanya dapat diperoleh di daerah
penelitian atau ada juga yang membeli langsung ke Kabanjahe dan harganya
terjangkau oleh peternak sendiri.
Faktor kelemahan dari faktor internal usaha ternak kambing di daerah
penelitian adalh pengambilan pakan. Pakan dengan jumlah relatif besar tidak
mencukupi dari pagar tanaman, sehingga harus mengumpulkan/ menyabitnya ke
daerah-daerah yang kurang produktif sehingga menambah ongkos pengabilan
(BBM). Dan jika pengambilan pakan hijauan sembarangan akan menimbulkan
perselisihan antar sesama peternak. Kelemahan lainnya adalah pengetahuan
tentang penyakit tentang perut kembung. Maka satu-satunya usaha yang dilakukan
peternak adalah memberikan pakan tepat waktu sehingga tidak terjadi
keterlambatan untuk makan (pagi dan sore) dan membersihkan kandang setiap
hari atau kandang harus bersih dan kering. Dengan demikian, hipotesis 6 yang
menyatakan bahwa “ penyediaan input ( pakan ) merupakan masalah ” diterima
b. Faktor Eksternal
Peluang (O)
Faktor eksternal yang merupakan peluang bagi peternak dalam
pengembangan usahanya adalah pemasaran kulit kambing dan susu kambing. Hal
ini dapat dilakukan peternak jika pengetahuan peternak cukup tentang manfaat
susu kambing dan kulit kambing.
Dengan adanya kawin campur antara kambing kacang ( betina ) dan
kambing etawa ( jantan ) di daerah penelitian maka bibit yang tersedia cukup baik,
sehingga perlu dilakukan suatu usaha dalam penyediaan khusus bibit untuk
desa-desa sekitarnya yang dapat menambah pendapatan peternak. Dan lahan di daerah
penelitian cukup memadai dan memungkinkan pengembangan usaha dan
pengadaan bahan untuk kandang mudah diperoleh di daerah penelitian.
Faktor eksternal yang menjadi ancaman bagi peternak adalah adanya
persaingan dalam hal pakan oleh peternak lembu dan selain itu pencuri ternak
pada malam hari. Dalam hal ini belum terlihat adanya kerja sama antar sesama
peternak dalam hal keamanan.
c. Strategi
SO strategi
Dengan melihat kekuatan (S) dan peluang (O) maka untuk
mengembangkan ternak kambing di daerah penelitian adalah dengan cara
memaksimalkan lahan yang tersedia/ada. Dan perlu informasi tentang
pengetahuan manfaat susu kambing untuk kesehatan yang dapat menambah
pendapatan peternak.
WO Strategi
Dengan melihat kelemahan(W) dan peluang (O) yang ada maka strategi
yang perlu dilakukan adalah menanami lahan-lahan yang kurang produktif dengan
tanaman-tanaman yang dapat dikomsumsi ternak kambing. Selain itu perlu adanya
kedisplinan bagi peternak dalam hal pemberian pakan (pagi dan sore) pada waktu
yang sudah ditentukan dan pembersihan kandang yang benar dan perlu tukar
informasi antar sesama peternak kambing dalam hal perawatan dan pemasaran.
ST Strategi
Dengan melihat kekuatan (S) dan ancaman (T) yang ada dalam usaha
ternak kambing di daerah penelitian maka strategi yang perlu dilakukan adanya
kerja sama yang baik antara sesama peternak baik dalam pengadaan pakan hijauan
di lahan yang kurang produktif dan keamanan ternak untuk mendapatkan hasil
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Faktor produksi tersedia dan dapat diperoleh dengan mudah di daerah
penelitian yaitu lahan, bahan kandang, modal, peralatan, tenaga kerja dan
bibit.
2. Tidak ada penggunaan teknologi dalam pakan dan obat-obatan yang
digunakan untuk usaha ternak
3. Usaha ternak kambing memberi kesempatan kerja bagi keluarga
khususnya bagi kepala rumah tangga ( bapak atau pria dewasa ).
4. Usaha ternak kambing untuk setiap strata dapat memberi kontribusi
terhadap pendapatan keluarga dimana pendapatan peternak per tahun strata
I sebesar Rp 1.865.760. dan strata II sebesar Rp.3.137.650,- .
5. Dilihat dari nilai R/C ratio maka usaha ternak kambing layak untuk
dikembangkan, dimana untuk strata I nilai R/C ratio adalah 1,36 dan strata
II nilai R/C ratio adalah 1,35 .
5. Masalah yang dihadapi dalam usaha ternak kambing dalam skala besar
6. Strategi pengembangan sesuai dengan analisa SWOT adalah memperluas
usaha ternak dengan menanam pakan di lahan kurang produktif.
7. Usaha ternak kambing di desa Gurukinayan mempunyai prospek dan layak
untuk dikembangkan.
6.2 Saran
a. Bagi Peternak
1. Agar peternak lebih teliti dalam penyediaan kambing jantan untuk
memperoleh bibit yang lebih baik lagi untuk penyediaan bibit bagi
peternak didesa-desa sekitarnya.
2. Dinilai dari R/C dan ROI yang meningkat maka peternak disarankan
untuk meningkatkan skala usahanya dengan penanaman pakan hijauan
di lahan kurang produktif.
3. Agar peternak lebih terbuka untuk memberi informasi kepada pihak
lain sehingga pihak lain tersebut mampu mengusahakan ternak
kambing.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya agar diteliti nilai tambah dari kulit dan susu
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik 2007. Sumatera Utara Dalam Angka.
Badan Pusat Statistik 2007. Kecamatan Payung dalam Angka.
Downey W.D.dan Erickson S.P., 1992.Manajemen Agribisnis. Diterjemahkan
oleh Rochi dayat G.S dan Alfonsus S. Erlangga, Jakarta.
Linnaeus,1758.Teknik Beternak Kambing.Wikipedia Indonesia.
Mubyarto,1996. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3S,Jakarta.
Mulyono dan Sarwono,2007.Beternak Kambing.Penebar Swadaya, Jakarta.
Murtidjo,A.B,1993. Kambing Sebagai Ternak Potong Dan Perah. Kanisius,
Yogyakarta.
Rangkuti,F., 2006. Analisis SWOT . Gramedia, Jakarta.
Sarwono,B., 2007. BeternakKambing Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sarwono B. dan Mulyono S., 2007. Penggemukan Kambing Potong. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Silitonga C. dkk,1995. Perkembangan Ekonomi Pertanian Nasional.
Perhepi,Jakarta.
Singarimbun M.,1995. Metode Penelitian Survey. LP3S, Jakarta.
Sujana,2003. Metoda Statistika. Bandung.
Sukartawi,1994. PembangunanPertanian. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sukartawi,1995. Analisis Usaha Tani
No
. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Lampiran 1 : Karakteristik Peternak Kambing
Umur
Pendapatan/Tahun ( Rp. 000,- )
30 70 50 12 1 6 12000 11000 23100
Total 393 272 75 33 50 73200 73640 146840
Rataan 43,67 30,22 8,33 3,67 5,56 8133,33 8182,22 16315,56
Lampiran 2 : Jumlah Dan Nilai Ternak
30 30 11000 20 25000 50 36000 20 10000 30 35000 50 45000 9000
Lampiran 3 : Jumlah Curahan Tenaga Kerja Dan BiayaTenaga Kerja Pertahun
Lama Pekerjaan (jam) Jumlah HKP
Total HKP
29 32 547,5 730 68,44 91,25 159,69 6387,6
Lampiran 4 : Jumlah dan Nilai Peralatan Ternak Kambing
No
Jumlah Ternak (ekor)
000,-Keterangan :
1. Ember (harga 1 ember Rp 6.000) 4. Sabit (harga 1 sabit Rp10.000) 2. Cangkul (harga 1 cangkul Rp 45.000) 5. Sapu Lidi (harga 1 sapu lidi Rp 3000) 3. Beko (harga 1 beko Rp 175.000) 6. Tali (harga seutas tali Rp 6.000)
Lampiran 5 : Penyusutan Peralatan dan Kandang
No Jumlah Ternak
Nilai Pembuatan / Pembelian (Rp
000,-) Umur Pemakaian (Thn) Nilai Penyusutan (Rp 000,-)
2. Cangkul (harga 1 cangkul Rp 45.000)
3. Sabit (harga 1 sabit Rp 10.000)
4. Ember (harga 1 ember Rp 6.000)
5. Tali (harga seutas tali Rp 6.000)
6. Sapu Lidi (harga 1 sapu lidi Rp 6000)
7. Beko (harga beko Rp. 175.000)
Lampiran 6 : Total Biaya Produksi Pertahun
No Jumlah Ternak (Ekor)
Biaya Produksi (Ribuan Rp) Total
(Ribuan Rp)
Penyusutan Alat + kandang
Pengambilan
Pakan (BBM) Tenaga Kerja
Lampiran 7 : Penerimaan Peternak/Tahun
24 3350 6000 1500 10850
Rataan 3827,78 6733,33 1560,00 12121,11
Lampiran 8 : Nilai Investasi Usaha Ternak Kambing
No Jumlah Ternak (Ekor)
Nilai Investasi (Rp 000,-)
24 25 2400 288 2688
Lampiran 9 : Rata-rata Pendatan Peternak
No Jumlah Ternak (Ekor)
Per tahun (Ribuan) Pendapatan
24 25 10850 8207,73 1,32
Lampiran 11 : Nilai ROI Usaha Ternak Kambing
No Jumlah
Ternak
Laba Bersih Investasi ROI (%)=
(Rp. 000) (Rp. 000) (Laba Bersih/Investasi)
23 25 2292,77 2688 85,30
24 25 2642,27 2688 98,30
25 25 2533,87 2688 94,27
26 30 3419,87 2688 127,23
27 30 2657,47 2688 98,86
28 30 3975,87 2688 147,91
29 32 3546,07 2688 131,92
30 50 5015,27 5088 98,57
Total 272 28238,83 26592 962,54