• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta dan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta dan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

 

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influence of government expenditure, private investment, and labor force to the economic growth. This rsearch used time series data from 1989 until 2008. The method that used is Ordinary Least Square (OLS).

The estimated showed that government expenditure, private investment and labor force have positively influence to the economic growth in North Sumatera. Government expenditure and labor force have significant influence to the economic growth in North Sumatera but private investment has no significant to the economic growth in North Sumatera. The R-Square is 95%. It means that the independent variable able to explain the variable dependent is 95%, while the rest 5% are explained by variables are not include in estimation model. F-statistic is bigger than F-table (99,82338 > 5,29), it means that government expenditure, private investment, and labor force together affected on economic growth in North Sumatera, significantly at α = 1%.

Keywords: Economic Growth, Government Expenditure, Private Investment, and Labor Force

 

(3)

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data runtun waktu dari tahun 1989 sampai tahun 2008. Metode yang digunakan adalah regresi kuadrat terkecil.

Hasil estimasi memperlihatkan bahwa pengeluaran pemerintah, investasi swasta dan angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Pengeluaran pemerintah dan angkatan kerja berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara sedangkan investasi swasta berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Koefisien determinasi adalah sebesar 95%. Ini berarti variabel bebas secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 95%, sementara itu sisanya 5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model estimasi. F-hitung > F-tabel (99,82338 > 5,29), ini berarti bahwa pengeluaran pemerintah, investasi swasta dan angkatan kerja secara bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara yang signifikan pada α = 1%.

Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta, dan Angkatan Kerja

 

(4)

 

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi

ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di program strata I

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini adalah “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi

Swasta dan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak baik

berupa dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk memberikan saran dan bimbingan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Inggrita Gusti Sari, Msi selaku dosen penguji I yang telah memberi saran dan

masukan yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku dosen penguji II yang telah

(5)

 

6. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera

Utara khusunya Departemen Ekonomi Pembangunan.

7. Teristimewa kepada Ibunda tersayang M. br Sitanggang atas segala doa, dukungan,

dan kasih sayangnya.

8. Buat saudara-saudaraku yang kukasihi bang Tommy, Ferry, dan Anggi.

9. Sahabat-sahabatku GMTJ (Agnes, Febri, Magdalena, Melia, Tisar, dan Tri)

10. Teman-teman seperjuangan Ida, Isnesia, Maria PS, Linda, Onny, Grace, Juni, Nova,

Yurniawati, Vido, Epi, Sarah, Meigi, Isara, Ayu, Dwi, Ridho, Henry, Simon, Harly,

Frans, Bona dan yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi

ini.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Januari 2011 Hormat Saya

Nita V.P Sinabariba 070501111

 

(6)

 

DAFTAR ISI

ABSTRACT ………... i

ABSTRAK ……….. ii

KATA PENGANTAR ………... iii

DAFTAR ISI ……….. v

DAFTAR TABEL ………. viii

DAFTAR GAMBAR ………. ix

DAFTAR LAMPIRAN ………. x

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Perumusan Masalah ……… 6

1.3 Hipotesis ………. 6

1.4 Tujuan Penelitian ……… 7

1.5 Manfaat Penelitian ……….. 7

BAB II URAIAN TEORITIS ………. 8

2.1 Pertumbuhan Ekonomi ………... 8

2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ……… 8

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempngaruhi Pertumbuhan Ekonomi ….. 9

2.1.3 Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi ………... 13

2.2 Produk Domestik Bruto (PDRB) ………. 19

2.2.1 Metode Perhitungan PDRB ……… 19

(7)

 

2.3 Pengeluaran Pemerintah ………... 21

2.3.1 Pengeluaran Rutin ………. 22

2.3.2 Pengeluaran Pembangunan ……… 23

2.3.3 Teori-Teori Pengeluaran Pemerintah ……… 24

2.4 Investasi Swasta ………. 28

2.4.1 Pengertian Investasi ……….. 28

2.4.2 Jenis-Jenis Investasi ……….. 29

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi ……….. 32

2.5 Angkatan Kerja ………... 34

2.5.1 Pandangan Adam Smith ……….. 36

2.5.2 Pandangan Lewis ………. 36

2.5.3 Pandangan Fei-Ranis ……….. 37

BAB III METODE PENELITIAN ……….. 39

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ……….. 39

3.2 Jenis dan Sumber Data ………... 39

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………. 39

3.4 Pengolahan Data ………. 40

3.5 Model Analisis Data ………... 40

3.6 Test Goodness of Fit ……….. 42

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ………. 45

3.8 Definisi Operasional ……….. 47

BAB IV HASIL DAN ANALISIS ……… 48

(8)

 

4.2 Perkembangan Ekonomi di Sumatera Utara ……… 53

4.3 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Sumatera Utara ………... 57

4.4. Perkembangan Investasi Swasta di Sumatera Utara ... 60

4.5. Perkembangan Angkatan Kerja di Sumatera Utara ... 62

4.6. Analisis dan Pembahasan ………... 65

4.6.1. Interpretasi Model ………... 65

4.6.2. Test of Goodness Fit ... 67

4.6.3. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1. Kesimpulan ... 75

5.2. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

 

(9)

 

DAFTAR TABEL

No. TABEL JUDUL HALAMAN

4.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut 51 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

4.2 Laju Pertumbuhan Riil PDRB Sumatera Utara 52 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008

4.3 PDRB Sumatera Utara dan PDB Indonesia serta 53 Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2004-2008

4.4 Produk Domestik Regional Menurut Lapangan Usaha 56 ADHK Tahun 2000

4.5 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Sumatera 58

Utara Tahun 1989-2008

4.6 Perkembangan Investasi Swasta di Sumatera Utara 60

Tahun 1989-2008

4.7 Perkembangan Angkatan Kerja di Sumatera Utara 63

Tahun 1989-2008

4.8 Hasil Regresi 64

 

(10)

 

DAFTAR GAMBAR

No. GAMBAR JUDUL HALAMAN

2.1 Teori Pertumbuhan Klasik: Penduduk Optimum 15

2.2 Skema Angkatan Kerja 35

3.1 Uji F-statistik 42

3.2 Uji t-statistik 44

3.3 Kurva Durbin-Watson 45

4.1 Laju Pertumbuhan PDRB Sumatera Utara dan PDB Nasional 54

Tahun 2004-2008

4.2 Grafik Pengeluaran Pemerintah di Sumatera Utara 59

Tahun 1989-2008

4.3 Grafik Investasi Swasta di Sumatera Utara Tahun 1989-2008 61 4.4 Grafik Angkatan Kerja di Sumatera Utara Tahun 1989-2008 64

4.5 Kurva Uji F-statistik 67

4.6 Kurva Uji t-statistik terhadap nilai pengeluaran pemerintah 69 4.7 Kurva Uji t-statistik terhadap nilai investasi swasta 70 4.8 Kurva Uji t-statistik terhadap nilai angkatan kerja 71

4.9 Kurva Durbin-Watson 73

 

(11)

 

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN JUDUL

1 Data Variabel

    2 Hasil Regresi

3 Uji Multikolinearitas Pengeluaran Pemerintah (X1), Investasi Swasta (X2), dan Angkatan Kerja (X3)

4 Uji Multikolinearitas Investasi Swasta (X2),

Pengeluaran Pemerintah (X1) dan Angkatan Kerja (X3) 5 Uji Multikolinearitas Angkatan Kerja (X3),

Pengeluaran Pemerintah (X1), dan Investasi Swasta (X2)

 

(12)

 

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influence of government expenditure, private investment, and labor force to the economic growth. This rsearch used time series data from 1989 until 2008. The method that used is Ordinary Least Square (OLS).

The estimated showed that government expenditure, private investment and labor force have positively influence to the economic growth in North Sumatera. Government expenditure and labor force have significant influence to the economic growth in North Sumatera but private investment has no significant to the economic growth in North Sumatera. The R-Square is 95%. It means that the independent variable able to explain the variable dependent is 95%, while the rest 5% are explained by variables are not include in estimation model. F-statistic is bigger than F-table (99,82338 > 5,29), it means that government expenditure, private investment, and labor force together affected on economic growth in North Sumatera, significantly at α = 1%.

Keywords: Economic Growth, Government Expenditure, Private Investment, and Labor Force

 

(13)

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data runtun waktu dari tahun 1989 sampai tahun 2008. Metode yang digunakan adalah regresi kuadrat terkecil.

Hasil estimasi memperlihatkan bahwa pengeluaran pemerintah, investasi swasta dan angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Pengeluaran pemerintah dan angkatan kerja berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara sedangkan investasi swasta berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Koefisien determinasi adalah sebesar 95%. Ini berarti variabel bebas secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 95%, sementara itu sisanya 5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model estimasi. F-hitung > F-tabel (99,82338 > 5,29), ini berarti bahwa pengeluaran pemerintah, investasi swasta dan angkatan kerja secara bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara yang signifikan pada α = 1%.

Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta, dan Angkatan Kerja

 

(14)

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang

dilaksanakan melalui prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional, yang

memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang berdaya

guna dan berhasil guna dalam dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan

masyarakat, dan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju

masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian

kegiatan yang dilaksanakan secara sadar dan terus menerus untuk mewujudkan keadaan

yang lebih baik secara bersama-sama dan berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

bertujuan untuk mencapai tingkat kemakmuran yang lebih tinggi.

Pembangunan adalah proses perubahan sistem yang direncanakan ke arah

perbaikan yang orientasinya pada modernisasi pembangunan bangsa dan kemajuan sosial

ekonomis (Basri, 2005:15). Menurut Todaro (2003: 93), pembangunan harus dipandang

sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas

struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta

pengentasan kemiskinan.

Salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi

(15)

 

aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu

periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari

berbagai macam industri yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat ekonomi

yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan

pembangunan dimasa yang akan datang. Pertumbuhan menjadi ukuran utama

keberhasilan pembangunan, dan hasil pertumbuhan akan dapat dinikmati masyarakat

paling bawah baik dengan sendirinya maupun campur tangan pemerintah.

Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai perkembangan kegiatan dalam

perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat

bertambah. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro

ekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini

disebabkan karena faktor-faktor produksi yang selalu mengalami pertambahan dalam

jumlah dan kualitasnya (Sukirno, 2008:9). Dalam analisis makro, tingkat pertumbuhan

ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional

riil yang dicapai suatu negara/daerah.

Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi secara rill dari tahun ke tahun

tergambar melalui penyajian PDRB atas harga konsumen secara berkala, yaitu

pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya

apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan. Pertumbuhan biasanya disertai

dengan proses sumber daya dan dana negara.

Pertumbuhan PDRB, sebagai tolak ukur pertumbuhan suatu ekonomi regional

(16)

 

Pengeluaran pemerintah daerah diukur dari total belanja rutin dan belanja pembangunan

yang dialokasikan dalam anggaran daerah. Semakin besar pengeluaran pemerintah daerah

yang produktif maka semakin memperbesar tingkat perekonomian suatu daerah.

Pengeluaran konsumsi pemerintah yang terlalu kecil akan merugikan pertumbuhan

ekonomi, pengeluaran pemerintah yang proporsional akan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi dan pengeluaran konsumsi pemerintah yang boros akan menghambat

pertumbuhan ekonomi. Pada umumnya pengeluaran pemerintah membawa dampak

positif bagi pertumbuhan ekonomi.

Investasi juga merupakan indikator pertumbuhan ekonomi. Investasi merupakan

langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dalam upaya menumbuhkan

perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat

menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan

swasta dalam negeri, tetapi juga investasi asing.

Penerimaan investasi dalam negeri maupun investasi asing merupakan salah satu

pos penerimaan negara yang memberikan kontribusi cukup potensial dalam hal

pembiayaan anggaran dan belanja negara. Laju pertumbuhan perekonomian yang

didasarkan pada alur investasi positif menggambarkan gerak pacu positif dengan

dukungan beberapa faktor penunjang lainnya. Pertumbuhan ekonomi dan hubungannya

dengan keberlanjutan pembangunan diketahui bahwa peningkatan output sektor-sektor

ekonomi riil dapat dibentuk melalui mekanisme pertambahan kapasitas produksi.

Harrod Domar menyatakan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi diperlukan

investasi-investasi baru sebagai stok modal seperti Penanaman Modal Dalam Negeri

(17)

 

akan semakin cepat terjadi pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi secara riil, tingkat

pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada setiap tabungan dan investasi tergantung dari

tingkat produktivitas investasi tersebut. (Todaro, 2000:81)

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi adalah

sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah. Penduduk yang bertambah dari masa

ke masa dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada pertumbuhan

ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dan

pertambahan tersebut memungkinkan daerah itu menambah produksi. Suatu daerah

dipandang menghadapi masalah kelebihan penduduk apabila jumlah penduduk adalah

tidak seimbang dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia. Sebagai akibat dari

ketidakseimbangan ini produktivitas marginal penduduk adalah rendah sekali.

Tenaga kerja merupakan suatu faktor yang mempengaruhi output suatu daerah.

Angkatan kerja yang besar akan terbentuk dari jumlah penduduk yang besar. Namun

pertumbuhan penduduk dikhawatirkan akan menimbulkan efek yang buruk terhadap

pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti bahwa kelebihan jumlah penduduk tidak seimbang

dengan faktor produksi lain yang tersedia dimana penambahan penggunaan tenaga kerja

tidak akan menimbulkan penambahan dalam tingkat produksi. Menurut Todaro

(2000:236) pertumbuhan penduduk yang cepat mendorong timbulnya masalah

keterbelakangan dan membuat prospek pembangunan menjadi semakin jauh.

Selanjutnya dikatakan bahwa masalah kependudukan yang timbul bukan karena

banyaknya jumlah anggota keluarga, melainkan karena mereka terkonsentrasi pada

daerah perkotaan saja sebagai akibat dari cepatnya laju migrasi dari desa ke kota. Namun

(18)

 

memiliki skill akan mampu mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Dari jumlah

penduduk usia produktif yang besar maka akan mampu meningkatkan jumlah angkatan

kerja yang tersedia dan pada akhirnya akan mampu meningkatkan produksi output di

suatu daerah.

Untuk mengukur maju tidaknya perekonomian daerah sebagai hasil dari program

pembangunan daerah yaitu dengan mengamati seberapa besar laju pertumbuhan ekonomi

yang dicapai daerah tersebut yang tercermin dari kenaikan Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB).

Dalam rangka perkembangan ekonomi Sumatera Utara maka pemerintah harus

melakukan pembangunan daerahnya sendiri. Pemerintah Sumatera Utara harus mampu

memanfaatkan seluruh dana yang ada untuk pembangunan ekonomi Sumatera Utara.

Dengan demikian dalam meningkatkan pembangunan ekonomi Sumatera Utara,

pengeluaran pemerintah sangat penting demikian juga dengan investasi swasta dan

sumber daya manusia yang turut berperan dalam menggairahkan iklim perekonomian.

Pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses yang mengukur keberadaan kegiatan

ekonomi yang dilakukan dalam menciptakan output. Hal ini mengandung makna bahwa

untuk menghasilkan sesuatu output dalam suatu proses produksi maka penggunaan

faktor-faktor produksi akan sangat menentukan. Tentunya dilakukan dengan bertitik tolak

kepada prinsip efisiensi sehingga memberikan hasil yang lebih bagi kepentingan

pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Demikian pula keberadaan faktor-fakor produksi untuk

memacu pertumbuhan ekonomi saling berkaitan penggunaanya dalam memacu

(19)

 

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul: “Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta dan

Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dikaji

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi

Sumatera Utara?

2. Bagaimana pengaruh investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera

Utara?

3. Bagaimana pengaruh angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera

Utara?

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang

kebenarannya harus diuji. Berdasarkan permasalahan di atas maka sebagai jawaban

sementara penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi

Sumatera Utara, ceteris peribus.

2. Investasi swasta berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera

Utara, ceteris paribus.

3. Angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera

(20)

 

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan

ekonomi Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui pengaruh investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi

Sumatera Utara

3. Untuk mengetahui pengaruh angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi

Sumatera Utara

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam

disiplin ilmu yang penulis tekuni.

2. Sebagai masukan bagi pemerintah ataupun bagi instansi-instansi yang terkait.

3. Sebagai bahan studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa/i ataupun peneliti

(21)

 

 

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Pertumbuhan Ekonomi

2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam

jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang

ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau

dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologis,

institusional (kelembagaan) dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada.

Defenisi ini memiliki 3 (tiga) komponen: pertama, pertumbuhan ekonomi bangsa

terlihat dari meningkatnya terus menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju

merupakan faktor dalam menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam

penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara

luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian dibidang kelembagaan dan idiologi

sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dapat dimanfaatkan secara tepat

(Jhinghan, 2007:57).

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka

panjang. Perhatikan tekanannya pada tiga aspek, yaitu proses, output perkapita dan

jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu “proses” bukan suatu gambaran

ekonomi pada suatu saat. Disini kita melihat aspek dinamis dari suatu perekonomian,

yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke

waktu. Tekanannya pada perubahan atau perkembangan itu sendiri.

(22)

 

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang sangat penting dalam

melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara.

Dimana pertumbuhan ekonomi ini menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian

akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena

pada dasarnya aktivitas ekonomi adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi

untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu

aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya

pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor

produksi juga akan meningkat.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor yakni faktor

ekonomi dan faktor non ekonomi (Jhingan,2007:67).

1. Faktor Ekonomi

Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang

mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi jatuh atau bangunnya

merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi didalam faktor produksi tersebut.

a. Sumber Alam

Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan suatu perekonomian adalah

sumber daya alam atau tanah. Tanah sebagaimana dipergunakan dalam ilmu ekonomi

mencakup sumber daya alam seperti kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan

hutan, mineral, iklim, sumber air, sumber lautan, dan sebagainya. Dalam dan bagi

(23)

 

yang penting. Suatu negara yang kekurangan sumber alam tidak akan dapat membangun

dengan cepat.

b. Akumulasi Modal

Faktor ekonomi kedua yang penting dalam pertumbuhan adalah akumulasi modal.

Modal berarti persediaan faktor produksi yang secara fisik dapat direproduksi. Apabila

stok modal naik dalam batas waktu tertentu, hal ini disebut akumulasi modal atau

pembentukan modal. Dalam ungkapan Profesor Nurkse, “Makna pembentukan modal

ialah, masyarakat tidak melakukan kegiatannya saat ini sekedar untuk memenuhi

kebutuhan dan keinginan konsumsi yang mendesak, tetapi mengarahkan sebagian

daripadanya untuk pembuatan barang modal, alat-alat dan perlengkapan, mesin dan

fasilitas pengangkutan, pabrik dan peralatannya. Dalam arti ini pembentukan modal

merupakan investasi dalam bentuk barang-barang modal yang dapat menaikkan stok

modal, output nasional dan pendapatan nasional. Jadi pembentukan modalmerupakan

kunci utama menuju pembangunan ekonomi.

Proses pembentukan modal bersifat kumulatif dan membiayai diri sendiri serta

mencakup tiga tahapan yang saling berkaitan. (a) keberadaan tabungan nyata dan

kenaikannya; (b) keberadaan lembaga keuangan dan kredit untuk menggalakan tabungan

dan menyalurkan ke jalur yang dikehendaki; (c) mempergunakan tabungan untuk

investasi barang modal.

c. Organisasi

Organisasi merupakan bagian penting dari proses pertumbuhan. Organisasi

(24)

 

bersifat melengkapi (komplemen) modal, buruh dan membantu meningkatkan

produktivitasnya. Dalam pertumbuhan ekonomi modern, para wiraswastawan tampil

sebagai organisator dan pengambil resiko di antara ketidakpastian. Menurut Schumpeter,

seorang wiraswastawan tidak perlu seorang kapitalis. Fungsi utamanya ialah melakukan

pembaharuan (inovasi).

d. Kemajuan Teknologi

Perubahan teknologi dianggap sebagai faktor penting di dalam proses

pertumbuhan ekonomi. Perubahan itu berkaitan dengan perubahan di dalam metode

produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil dari teknik penelitian baru.

Perubahan pada teknologi telah menaikkan prokduktifitas buruh, modal, dan faktor

produksi yang lain.

e. Pembagian Kerja dan Skala Produksi

Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan produktivitas.

Keduanya membawa ke arah ekonomi produksi skala besar yang selanjutnya membantu

perkembangan industri.

2. Faktor Non ekonomi

Faktor non ekonomi bersama-sama faktor ekonomi saling mempengaruhi

kemajuan perekonomian. Dalam kenyataan, faktor non ekonomi pada umumnya

mempengaruhi faktor ekonomi yang dibicarakan diatas. Oleh karena itu, factor non

(25)

 

a. Faktor Sosial

Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pendidikan

dan kebudayaan barat kearah penalaran (reasioning) dan skeptisme. Ia menanamkan

semangat kembara yang menghasilkan berbagai penemuan baru dan akhirnya

memunculkan kelas pedagang baru. Kekuatan faktor ini menghasilkan perubahan

pandangan, harapan, struktur, dan nilai-nilai sosial. Orang dibiasakan menabung dan

berinvestasi, dan menikmati risiko untuk memperoleh laba. Mereka mengembangkan apa

yang oleh Lewis disebut, “hasrat untuk berhemat” dalam rangka memaksimumkan output

berdasarkan input tertentu. Kebebasan agama dan ekonomi kian mendorong perubahan

pandangan dan nilai sosial. Unit keluarga terpisah menggantikan sistem keluarga

bersama; ini sangat membantu pertumbuhan ekonomi modern.

b. Faktor Manusia

Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi tidak semata-mata tergantung pada sumber daya manusia saja

tetapi lebih menekankan pada efisiensi mereka. Peningkatan GNP perkapita berkaitan

erat dengan pengembangan faktor manusia sebagaimana terlihat dalam efisiensi atau

produktivitas yang melonjak di kalangan tenaga buruh. Inilah yang oleh para ahli

ekonomi modern disebut pembentukan modal insan, yaitu, ”proses peningkatan ilmu

pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan seluruh penduduk negara yang bersangkutan.”

Proses ini mencakup kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial pada umumnya.

Tetapi jumlah penduduk yang melonjak cepat merupakan penghambat bagi

pembangunan ekonomi. Dengan pendapatan perkapita dan tingkat pembentukan modal

(26)

 

penduduk tersebut. Sekalipun output meningkat sebagai hasil teknologi yang lebih baik

dan pembentukan modal, peningkatan ini akan ditelan oleh kenaikan jumlah penduduk.

Alhasil tak ada perbaikan dalam laju pertumbuhan nyata perekonomian.

c. Faktor Politik dan Administratif

Faktor politik dan administratif juga membantu pertumbuhan ekonomi modern.

Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju merupakan hasil dari stabilitas politik dan

administrasi yang kokoh. Struktur politik dan administrasi yang lemah merupakan

penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara terbelakang. Administrasi yang

kuat, efisien, dan tidak korup, dengan demikian amat penting bagi pembangunan

ekonomi.

2.1.3 Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi

A. Teori Klasik

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik ada empat faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu : jumlah penduduk, jumlah stok

barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan.

Walaupun menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada banyak faktor,

ahli-ahli ekonomi klasik terutama menitikberatkan perhatiaannya kepada pengaruh

pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik hukum hasil tambahan yang

semakin berkurang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ini berarti pertumbuhan

ekonomi tidak akan terus menerus berlangsung. Pada permulaannya, apabila penduduk

(27)

 

yang dibuat adalah tinggi. Maka para pengusaha akan mendapatkan keuntungan yang

besar. Ini akan menimbulkan investasi baru, dan pertumbuhan ekonomi terwujud.

Keadaan seperti itu tidak akan terus menerus berlangsung. Apabila penduduk sudah

terlalu banyak, pertambahannya akan menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena

produktivitas setiap penduduk telah menjadi negatif. Maka kemakmuran masyarakat

menurun kembali. Ekonomi akan mencapai tingkat perkembangan yang sangat rendah.

Apabila keadaan ini dicapai, ekonomi dikatakan telah mencapai keadaan tidak

berkembang (Stasionary State). Pada keadaan ini pendapatan pekerja hanya mencapai

tingkat cukup hidup (subsistence). Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik setiap

masyarakat tidak akan mampu menghalangi terjadinya keadaan tidak berkembang

tersebut.

Berdasarkan kepada teori pertumbuhan ekonomi klasik di atas, dikemukakan

suatu teori yang menjelaskan perkaitan di antara pendapatan per kapita dan jumlah

penduduk. Teori tersebut dinamakan teori penduduk optimum.

Dari uraian mengenai teori pertumbuhan ekonomi klasik dapat dilihat bahwa

apabila terdapat kekurangan penduduk, produksi marginal adalah lebih tinggi daripada

pendapatan perkapita. Maka pertambahan penduduk akan menaikkan pendapatan

perkapita. Akan tetapi apabila pemduduk sudah semakin banyak, hukum hasil lebih yang

semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marginal akan

mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan

perkapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya.

Penduduk yang terus bertambah akan menyebabkan pada suatu jumlah penduduk

(28)

 

ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimum. Jumlah penduduk pada waktu

itu dinamakan penduduk optimum. Secara grafik teori penduduk optimum dapat

ditunjukkan seperti dalam Gambar 2.1. Kurva Ypk menunjukkan tingkat pendapatan

perkapita pada berbagai jumlah penduduk, dan M adalah puncak kurva tersebut. Maka

penduduk optimal adalah jumlah penduduk sebanyak N0, dan pendapatan perkapita yang

paling maksimum adalah Y0.

Gambar 2.1 Teori Pertumbuhan Klasik: Penduduk Optimum

B. Teori Schumpeter

Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di dalam

menciptakan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori itu ditunjukkan bahwa para pengusaha

merupakan golongna yang akan terus menerus membuat pembaharuan atau inovasi dalam

kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi: memperkenalkan barang-barang baru,

mempertinggi efisiensi dalam memproduksikan suatu barang, memperluas pasar suatu

Y’PK 

YPK  M

N0  N1 

Jumlah penduduk Y0 

(29)

 

barang ke pasaran-pasaran yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru

dan mengadakan perubahan-perubahan dalam organisasi perusahaan dengan tujuan

mempertinggi keefisienan kegiatan perusahaan. Berbagai kegiatan inovasi ini akan

memerlukan investasi baru.

Di dalam mengemukakan teori pertumbuhannya Schumpeter memulai analisanya

dengan memisahkan bahwa perekonomian sedang dalam keadaan tidak berkembang.

Tetapi keadaan ini tidak akan berlangsung lama. Pada waktu keadaan tersebut berlaku,

segolongan pengusaha menyadari tentang berbagai kemungkinan untuk mengadakan

inovasi yang menguntungkan. Didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan dari

mengadakan pembaharuan tersebut, merekan akan meminjam modal dan akan melakukan

peminjaman modal. Investasi yang baru ini akan meninggikan tingkat kegiatan ekonomi

negara. Maka pendapatan masyarakat akan bertambah dan tingkat konsumsi menjadi

bertambah tinggi. Kenaikan tersebut akan mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk

menghasilkan lebih banyak barang dan melakukan penanaman modal baru.

Menurut Schumpeter makin tinggi tingkat kemajuan suatu ekonomi semakin

terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Maka pertumbuhan ekonomi akan

menjadi bertambah lambat jalannya. Pada akhirnya akan mencapai tingkat “keadaan tidak

berkembang” atau “stationary state”. Akan tetapi berbeda dengan pandangan klasik,

dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat

pertumbuhan yang tinggi. Seperti telah diterangkan, menurut pandangan klasik tingkat

tersebut dicapai pada waktu perekonomian telah berada kembali pada tingkat pendapatan

(30)

 

C. Teori Harrod-Domar

Dalam menganalisis mengenai masalah pertumbuhan ekonomi, teori

Harrod-Domar bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu

perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka

panjang. Teori Harrod-Domar didasarkan pada asumsi:

a. perekonomian bersifat tertutup

b. hasrat menabung (Marginal Provensity to Save) adalah konstan

c. proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale)

d. tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat

pertumbuhan penduduk.

Atas dasar asumsi tersebut Harrod Domar membuat analisis yang menyimpulkan

bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat

diserap oleh pasar) hanya biasa tercapai apabila terpenuhi syarat keseimbangan g = k = n.

Dimana:

g = growth (tingkat pertumbuhan output)

k = capital (tingkat pertumbuhan modal)

n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Teori Harrod-Domar sangat perlu diperhatikan bagi daerah yang masih

terbelakang karena pada daerah yang masih terbelakang biasanya barang modal sangat

terbatas sehingga sulit untuk melakukan konversi antar barang modal dengan tenaga

kerja. Untuk wilayah seperti ini, sektor yang hasil produksinya kurang menguntungkan

untuk diekspor (karena biaya angkut tinggi atau tidak tahan lama) maka peningkatan

(31)

 

turun sehingga merugikan produsen. Oleh karena itu sebaiknya pertumbuhan berbagai

sektor diatur secara seimbang, sehingga peningkatan produksi di suatu sektor dapat

diserap oleh sektor lainnya.

D. Teori Neo-Klasik

Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Solow (1970) dari Amerika

Serikat dan Swan (1956) dari Australia. Model Solow-Swan menggunakan unsur

pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output

yang saling berinteraksi. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi

yang memungkinkan adanya substitusi antar kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan

demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan yang mantap dalam model Solow-Swan

kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara modal dan tenaga kerja. Hal

ini berarti adanya fleksibilitas dalam rasio modal output dalam rasio modal tenaga kerja.

Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat

menciptakan keseimbangan sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri

atau mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijaksanaan fiskal

dan kebijaksanaan moneter. Hal ini membuat teori mereka dan pandangan para ahli

lainnya yang sejalan dengan pemikiran mereka dinamakan teori neo-klasik.

Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal,

bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat

dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas perkapita meningkat.

Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori klasik menunjukkan agar kondisi

selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna,

(32)

 

kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan

termasuk perpindahan orang, barang dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang,

modal, tenaga kerja dan perlunya penyebaran luas informasi pasar.

2.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB digunakan untuk berbagai tujuan, tetapi yang terpenting adalah untuk

mengukur kinerja perekonomian.

2.2.1. Metode Perhitungan PDRB

1. Metode Langsung

A. Pendekatan produksi

Pendekatan dengan cara ini dimaksudkan untuk menghitung netto barang dan jasa

yang di produksi oleh seluruh sektor ekonomi selama setahun disemua wilayah. Barang

dan jasa yang di produksi ini dimulai dari harga produsen yaitu harga yang belum

termasuk biaya transport dan pemasaran karena biaya transport akan dihitung sebagai

pendapatan sektor transport, sedang biaya pemasaran akan dihitung sebagai pendapatan

sektor perdagangan.

Nilai barang dan jasa pada harga produsen ini merupakan nilai produksi bruto

(NPB), sebab masih termasuk didalamnya biaya-biaya barang dan jasa-jasa yang dipakai

dan dibeli dari sektor lain.

Untuk menghindari perhitungan dua kali (double account), maka biaya-biaya

barang dan jasa-jasa harus dikeluarkan sehingga diperoleh nilai produksi netto atau

(33)

 

B. Pendekatan Pendapatan

PDRB dirumuskan jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi

(berupa gaji dan upah, bunga, sewa dan laba) yang ikut serta dalam proses produksi suatu

wilayah/region dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun, berdasarkan pengertian

diatas, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, anak

keuntungan, semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.

C. Pendekatan Pengeluaran

PDRB dihitung jumlah seluruh komponen pengeluaran akhir, meliputi

pengeluaran konsumsi rumah tangga dan swasta yang tidak mencari keuntungan,

pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto serta ekspor

netto (yaitu ekspor dikurangi impor) didalam suatu wilayah/region dengan jangka

tertentu/setahun. Dengan metode ini, penghitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan

akhir dan barang dan jasa yang diproduksi.

2. Metode Tidak Langsung

Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai

tambah kedalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional.

Sebagai alokator digunakan yang paling besar tergantung atau erat kaitannya dengan

produktifitas kegiatan ekonomi tersebut.

Pemakaian masing-masing metode pendekatan sangat tergantung pada data yang

tersedia. Pada kenyataannya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling menunjang

(34)

 

daerah, sedangkan metode tidak langsung akan merupakan koreksi dalam pembanding

bagi data daerah.

2.2.2. PDRB Menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan

Pendapatan regional suatu propinsi dapat dipakai untuk mengukur kenaikan

tingkat pendapatan masyarakat. Kenaikan itu dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu:

- Kenaikan pendapatan yang benar-benar dapat menaikkan daya beli penduduk

(kenaikan riel).

- Kenaikan pendapatan yang disebabkan oleh karena inflasi, kenaikan pendapatan yang

disertai kenaikan harga pasar tidak menaikkan daya beli penduduk dan kenaikan

semacam ini merupakan kenaikan pendapatan yang semu (tidak riel).

Oleh karena itu berdasarkan kenyataan diatas, untuk mengetahui kenaikan

pendapatan yang sebenarnya (riel) maka faktor inflasi harus dieliminir.

Pendapatan regional dengan faktor inflasi (faktor inflasi belum dihilangkan)

merupakan pendapatan regional dengan harga yang berlaku. Sedangkan pendapatan

regional dimana faktor inflasi tidak lagi diperhitungkan disebut dengan pendapatan

regional atas harga konstan.

2.3. Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan salah salah satu aspek penggunaan sumber

daya ekonomi yang secara langsung dikuasai dan dimiliki oleh pemerintah dan secara

(35)

 

Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan

menjadi:

1. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan

ekonomi di masa-masa yang akan datang.

2. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi

masyarakat.

3. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.

4. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih

luas.

Di Indonesia, pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menurut dua klasifikasi,

yaitu:

a. pengeluaran rutin pemerintah, yaitu pengeluaran untuk pemeliharaan atau

penyelenggaraan roda pemerintahan sehari-hari. Termasuk dalam pengeluaran tutin

adalah belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom, bunga dan cicilan

utang dan lain-lain.

b. pengeluaran pembangunan, yaitu pengeluaran untuk pembangunan, baik fisik, seperti

jalan, jembatan, gedung-gedung dan pembelian kendaraan, maupun pembangunan

non fisik spiritual seperti misalnya penataran, training dan sebagainya.

2.3.1 Pengeluaran Rutin

Anggaran belanja rutin memegang peranan yang penting untuk menunjang

kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan

(36)

 

setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan

untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan

pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain dapat diupayakan

melalui penajaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan

pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen/lembaga negara non-departemen. Dan

pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap.

2.3.2 Pengeluaran Pembangunan

Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk

membiayai program-program pembangunan, sehingga anggarannya selalu disesuaikan

dengan dana yang berhasil dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai

bidang sesuai dengan prioritas yang direncanakan dalam Repelita. Dalam Pelita I,

misalnya pembangunan dititikberatkan pada sektor pertanian dan industri yang

mendukung pertanian, dan dalam Pelita II tetap dititikberatkan pada sektor pertanian

dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku, dan

seterusnya.

Selain membiayai pengeluaran sektoral melalui departemen/lembaga, pengeluaran

pembangunan juga membiayai proyek-proyek khusus daerah yang dikenal sebagai

proyek Inpres (Instruksi Presiden), baik yang dilaksanakan oleh pusat maupun

masing-masing daerah. Proyek-proyek Inpres ini terdiri atas bantuan pembangunan desa, bantuan

pembangunan Dati II, bantuan pembangunan Dati I, Inpres Sekolah Dasar, Inpres

Kesehatan, Inpres Pemugaran Pasar, Inpres Penghijauan dan Inpres Jalan/Jembatan.

(37)

 

dan Bangunan (PBB) yang penentuannya diserahkan kepada daerah. Besarnya alokasi

anggaran untuk bantuan pembangunan daerah dipengaruhi oleh kemampuan keuangan

negara serta beberapa faktor yang disesuaikan dengan masing-masing wilayah, seperti

banyaknya penduduk dan luas wilayah. Dengan demikian proyek-proyek yang akan

dibangun dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah,

sejalan dengan pembangunan di daerah lain.

Sementara itu ada tiga pos utama pada sisi pengeluaran, yaitu:

a. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa

b. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai

c. Pengeluaran pemerintah untuk pembayaran transfer.

2.3.3 Teori Teori Pengeluaran Pemerintah

A. Teori W.W. Rostow dan Musgrave

W.W. Rostow dan Musgrave menghubungkan perkembangan pengeluaran

pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yaitu tahap awal, tahap menengah

dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi

pemerintah terhadap total invetasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus

menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi. Pada tahap

menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar tetap tinggal landas, namun pada tahap ini

peranan investasi swasta sudah semakin besar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap

(38)

 

kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa

publik dalam jumlah yang lebih banyak. Selain itu pada tahap ini perkembangan ekonomi

menyebabkan terjadinya hubungan antarsektor yang semakin kompleks. Misalnya

pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri akan

menimbulkan semakin tingginya pencemaran atau polusi. Pemerintah harus turun tangan

untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat.

Teori perkembangan peranan pemerintah yang dikemukakan oleh Musgrave dan

Rostow adalah suatu pandangan yang ditimbulkan dari pengamatan berdasarkan

pembangunan ekonomi yang dialami oleh banyak negara, tetapi tidak didasarkan oleh

suatu teori tertentu. Selain itu tidak jelas apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi

dalam tahap demi tahap, ataukah beberapa tahap dapat terjadi secara simultan.

B. Pandangan Adolp Wagner

Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran

pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap GNP yang juga didasarkan

pula pengamatan di negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke 19.

Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu hukum, akan tetapi dalam

pandangannya tersebut tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan pertumbuhan

pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah pengertian dalam pertumbuhan secara relatif

ataukah secara absolute. Apabila yang dimaksud oleh Wagner adalah perkembangan

pengeluaran pemerintah secara relatif sebagimana teori Musgrave, maka hukum Wagner

adalah sebagai berikut: dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita

(39)

 

tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju, tetapi hukum tersebut

memberi dasar akan timbulnya kegagalan pasar dan eksternalitas. Wagner menyadari

bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan antara industri denagn industri,

hubungan industri dengan masyarakat dan sebagainya menjadi semakin rumit dan

kompleks. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi

semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan

yang timbul dalam masyarakat, hukum pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.

C. Pandangan Peacock dan Wiseman

Teori Peacock dan Wiseman didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah

senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka

membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang

semakin besar tersebut. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu

teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat

dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh

pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa

pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka

mempunyai suatu tingkat kesediaanmasyarakat untuk membayar pajak. Tingkat toleransi

pajak ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara

semena-mena.

Teori Peacock dan Wiseman adalah sebagai berikut: Perkembangan ekonomi

menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak

(40)

 

juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal meningkatnya GNP

menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan

pengeluaran pemerintah semakin besar. Apabila keadaan normal tersebut terganggu,

misalnya karena adanya perang maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya

untuk membiayai perang. Karena itu, penerimaan pemerintah dari pajak juga meningkat,

dan pemerintah meningkatkan penerimaannya tersebut dengan cara menaikkan tarif pajak

sehingga dana swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Keadaan ini

disebut efek pengalihan yaitu adanya suatu gangguan sosial yang menyebabkan aktivitas

swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Perang tidak bisa dibiayai dengan pajak,

sehingga pemerintah juga harus meminjam dari negara lain untuk membiayai perang.

D. Pandangan Keynes

Keynes berpendapat tingkat kegiatan dalam perekonomian ditentukan oleh

pembelanjaan agregat. Pada umumnya pembelanjaan agregat dalam suatu periode

tertentu adalah kurang dari pembelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai

tingkat full employment. Keadaan ini disebabkan karena investasi yang dilakukan para

pengusaha biasanya lebih rendah dari tabungan yang akan dilakukan dalam

perekonomian full employment. Keynes berpendapat sistem pasar bebas tidak akan dapat

membuat penyesuaian-penyesuaian yang akan menciptakan full employment. Untuk

mencapai kondisi tersebut diperlukan kebijakan pemerintah.

Tiga bentuk kebijakan pemerintah yaitu kebijakan fiskal, moneter, dan

pengawasan langsung. Kebijakan fiskal melalui pengaturan anggaran pengeluaran dan

(41)

 

mengurangi pengeluaran pemerintah dan meningkatkan pajak. Sebaliknya apabila

pengangguran serius maka pemerintah berusaha menambah pengeluaran dan berusaha

mengurangi pajak. Kebijakan moneter dilakukan dengan mempengaruhi jumlah uang

beredar dan tingkat suku bunga. Pengawasan langsung dilakukan dengan membuat

peraturan-peraturan.

2.4 Investasi Swasta

2.4.1 Pengertian Investasi

Investasi didefinisikan sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli

barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan

terutama dan menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan

digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Dengan perkataan lain,

dalam teori ekonomi, investasi berarti kegiatan pembelanjaan untuk meningkatkan

kapasitas memproduksi sesuatu dalam perekonomian. (Sukirno, 2000:366)

Investasi bersumber dari dana masyarakat yang ditabung dari lembaga-lembaga

keuangan untuk kemudian disalurkan kepada perusahaan-perusahaan. Kalau konsumsi

dikeluarkan rumah tangga untuk membeli barang-barang dan jasa untuk mendapatkan

kepuasan (utility), maka investasi ditanamkan oleh perusahaan-perusahaan dalam usaha

memperoleh laba atau profit yang sebesar-besarnya.

Investasi atau sering juga disebut penanaman modal merupakan pengeluaran

perusahaan secara keseluruhan untuk membeli barang-barang modal riel, baik untuk

mendirikan perusahaan-perusahaan baru maupun untuk memperluas usaha-usaha yang

(42)

 

Dalam prakteknya, dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang

dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi meliputi

pengeluaran/perbelanjaan yaitu:

1. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi

lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan

2. Perbelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, dan lainnya.

3. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang

yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan pendapatan

nasional.

Para pelaku investasi adalah pemerintahm, swasta, dan kerja sama antara

pemerintah dan swasta. Investasi pemerintah umumnya dilakukan tidak dengan maksud

mendapatkan keuntungan, tetapi tujuannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,

seperti jalan raya, jembatan, rumah sakit dan sebagainya. Bagi swasta lebih tertarik pada

jenis investasi yang ditujukan untuk memperoleh laba yang biasanya didorong karena

adanaya pertambahan pendapatan.

Adapun ciri-ciri dari barang-barang investasi antara lain:

a. Memiliki manfaat yang umumnya lebih dari satu tahun

b. Nilainya relatif besar dibandingkan dengan nilai output yang dihasilkan

c. Manfaat dari penggunaan barang tersebut dapat dirasakan untuk jangka waktu yang

(43)

 

2.4.2 Jenis-Jenis Investasi

Menurut Nasution (1998:105) secara umum di dalam pembangunan ekonomi

terdapat 4 (empat) jenis investasi, yaitu:

a. Investasi yang terdorong (induced investment) dan Investasi otonom (autonomous

investment)

Investasi yang terdorong (induced investment) yaitu investasi yang sangat

dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, baik itu pendapatan daerah maupun pendapatan

pusat atau nasional. Investasi ini diadakan akibat adanya pertambahan permintaan,

pertambahan permintaan yang mana adalah akibat pertambahan pendapatan. Jelasnya

apabila pendapatan bertambah maka pertambahan permintaan akan digunakan untuk

tambahan konsumsi, sedangkan pertambahan konsumsi pada dasarnya adalah tambahan

permintaan, dan apabila ada tambahan permintaan maka akan mendorong berdirinya

pabrik baru atau memperluas pabrik lama untuk dapat memenuhi tambahan permintaan

tersebut.

Investasi otonom yakni investasi yang dilakukan oleh pemerintah karena

disamping biayanya cukup besar juga investasi ini tidak memberikan keuntungan, dimana

besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan, baik itu pendapatan daerah ataupun

pendapatan pusat atau nasional tetapi dapat berubah karena adanya perubahan

factor-faktor di luar pendapatan seperti tingkat teknologi, kebijaksanaan pemerintah, harapan

para pengusaha dan sebagainya.

Investasi ini dilakukan secara bebas, artinya investasi ini diadakan bukan karena

pertambahan permintaan efektif. Besarnya investasi otonom tidak tergantung pada besar

(44)

 

yang tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional. Dengan perkataan lain tinggi

rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan. Contohnya investasi bendungan untuk saluran irigasi tidak akan

memberikan keuntungan langsung kepada pemerintah, tetapi dengan irigasi akan

meningkatkan produksi hasil pertanian.

b. Public Investment dan Private Investment

Public investment adalah investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh

pemerintah. Yang dimaksud dengan pemerintah disini adalah pemerintah pusat/daerah

yang bersifat resmi.

Sedangkan private investment adalah investasi yang dilakukan oleh swasta,

dimana keuntungan yang menjadi prioritas utama berbeda dengan pubic investment yang

diarahkan untuk melayani dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak.

c. Domestic Investment dan Foreign Investment

Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri, sedangkan foreign

investment adalah penanaman modal asing. Suatu negara yang memiliki banyak sekali

faktor-faktor produksi alam namun tidak memiliki faktor produksi modal yang cukup

untuk mengolah sumber-sumber yang dimilikinya itu, akan mengundang modal asing

ini agar sumber-sumber yang ada dapat dimanfaatkan sepenuhnya.

d. Gross Investment dan Net Investment

Gross investment adalah total seluruh investasi yang diadakan atau dilaksanakan

pada suatu waktu. Jadi mencakup segala jenis investasi, baik itu autonomous maupun

(45)

 

negara atau daerah pada atau selama suatu periode waktu tertentu dinamakan gross

investment.

Net investment adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan. Apabila

misalnya investasi bruto tahun ini 30 juta sedangkan penyusutan yang terjadi selama

tahun lalu 10 juta, maka investasi nettonya adalah sebesar 20 juta.

2.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi investasi adalah sebagai berikut:

1. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan

Ramalan mengenai keuntungan masa depan akan memberikan gambaran

kepada pengusaha mengenai jenis-jenis usaha yang prospektif dan dilaksanakan di

masa depan, dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk memenuhi

tambahan barang-barang modal yang diperlukan.

2. Tingkat bunga

Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberkan

keuntungan kepada para pengusaha, dan para investor hanya akan menanamkan

modalnya apabila tingkat pengembalian modal dari modal yang ditanam, yaitu

berupa persentase keuntungan netto (belum dikurangi dengan tingkat bunga yang

dibayar), modal yang diperoleh lebih besar dari tingkat bunga.

Seorang investor mempunysi dua pilihan di dalam menggunakan modal

yang dimilikinya yaitu: pertama, dengan meminjamkan atau membungakan uang

tersebut (deposito) ; kedua, dengan menggunakannya untuk investasi. Dalam hal

(46)

 

pilihan terbaik adalah mendepositokan uang tersebut, dan akan menggunakannya

untuk investasi apabila tingkat keuntungan yang diperoleh adalah lebih besar dari

tingkat bunga yang akan dibayar.

3. Ramalan mengenai keadaan ekonomi dimasa depan

Dengan adanya ramalan tentang kondisi dimasa depan akan dapat

menentukan tingkat investasi yang akan tercipta dalam perekonomian. Apabila

ramalan di masa depan adalah baik maka investasi akan naik. Sebaliknya, apabila

ramalan kondisi ekonomi dimasa akan datang adalah buruk, maka investasi akan

rendah.

4. Kemajuan teknologi

Dengan adanya temuan-temuan teknologi (inovasi), maka akan semakin

banyak kegiatan pembaharuan yang akan dilakukan oleh pengusaha, sehingga

makin tinggi tingkat investasi yang dicapai.

5. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya

Dengan bertambahnya pendapatan nasional maka tingkat pendapatan

masyarakat akan meningkat, daya beli masyarakat juga meningkat, total agregat

demand meningkat yang pada akhirnya akan mendorong tumbuhnya investasi lain

(included investment).

6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan

Semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan, maka akan

mendorong para pengusaha untuk menyediakan sebahagian dari keuntungan yang

(47)

 

7. Situasi politik

Kestabilan politik suatu negara akan menjadi pertimbangan tersendiri bagi

para investor terutama para investor asing untuk menanamkan modalnya.

Mengingat bahwa investasi memerlukan suatu jangka waktu yang relatif lama

untuk memperoleh kembali modal yang ditanam dan memperoleh keuntungan.

Sehingga stabilitas politik jangka panjang akan sangat diharapkan oleh investor.

2.5 Angkatan Kerja

Angkatan Kerja adalah jumlah penduduk usia kerja yang mencari pekerjaan dan

sedang bekerja, termasuk dalam kelompok ini adalah usia produktif yang mencari kerja.

Angkatan kerja menurut Badan Pusat Statistika adalah “bagian dari tenaga kerja yang

benar-benar terlibat atau bekerja atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan tersebut”.

Angkatan kerja secara tradisional dianggap merupakan faktor positif yang

memacu pertumbuhan ekonomi, semakin besar angkatan kerja maka semakin banyak

pula tenaga kerja yang produktif. Angkatan kerja dapat dibedakan menjadi dua

kelompok, yaitu penduduk yang bekerja dan penduduk yang tidak bekerja atau sedang

mencari pekerjaaan. Dengan demikian, angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang

sedang bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan

merupakan potensi penduduk yang akan masuk ke pasar kerja.

Angka yang sering digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), yang merupakan rasio antara angkatan dan

tenaga kerja. Semakin besar jumlah penduduk dan TPAK-nya maka semakin besar pula

(48)

 

ekonomi. Faktor-faktor yang mempengaruhi TPAK adalah: umur, status perkawinan,

tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal (kota/desa), pendapatan, dan agama.

Pertambahan penduduk bukanlah merupakan suatu masalah, melainkan

sebaliknya justru merupakan unsur penting yang memacu pembangunan ekonomi.

Populasi yang besar adalah dasar pasar potensial yang menjadi sumber permintaan akan

berbagai macam barang dan jasa yang kemudian akan menggerakkan bebagai macam

kegiatan ekonomi sehingga menciptakan skala ekonomis produk yang menguntungkan

semua pihak. Penduduk berfungsi ganda dalam perekonomian, dalam konteks

pembangunan pandangan terhadap penduduk menjadi terpecah dua, ada yang

mengatakan penduduk yang besar akan menghambat pembangunan serta beban dari

pembangunan dan sebagian ahli mengatakan bahwa penduduk dianggap sebagai pemicu

pembanguanan. Jumlah penduduk yang besar akan memperkecil pendapatan perkapita

dan akan menimbulkan masalah ketenaga kerjaan dan dalam kaca mata modern

penduduk justru dipandang sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi.

Bertitik tolak dalam masalah penduduk dan angkatan kerja baik secara kuantitatif

maupun kualitatif wajib diberi perhatian yang utama dalam ekonomi pembangunan

karena kenaikan jumlah penduduk secara otomatis akan menaikkan jumlah angkatan

kerja. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional

dianggap salah satu faktor yang positif yang memacu pertumbuhan ekonomi, jumlah

(49)

 

2.5.1. Pandangan Adam Smith

Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi utama yang

menetukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya kalau

tidak ada sumber daya manusia (SDM) yang mengolahnya, sehinngga bermanfaat bagi

kehidupan.

Smith juga melihat bahwa alokasi SDM yang efektif adalah awal pertumbuhan

ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk

menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan kata lain, alokasi SDM yang efektif

merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.

Gambar 2.2. Skema Angkatan Kerja Jumlah Penduduk Total

Penduduk di luar usia kerja Penduduk dalam

usia kerja

Bukan Angkatan Kerja

Angkatan Kerja

Di Bawah usia kerja

Di Atas usia kerja

Masih Sekolah

Ibu Rumah Tangga

lain lain

(50)

 

2.5.2. Pandangan Lewis

Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu masalah,

melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada suatu sektor akan memberi andil

terhadap pertumbuhan produksi dan penyediaan kerja di sektor lain. Ada dua struktur di

dalam perekonomian, yaitu subsisten terbelakang dan kapitalis modern. Pada sektor

subsisten terbelakang, tidak hanya terdiri dari sektor pertanian, tetapi juga sektor informal

seperti pedagang kaki lima dan pengecer koran. Pekerja di sektor subsisten terbelakang

mayoritas berada di wilayah pedesaan. Sektor subsisten terbelakang memiliki kelebihan

penawaran pekerja dan tingkat upah yang relatif lebih rendah daripada sektor kapitalis

modern. Lebih rendahnya upah pekerja di pedesaan akan mendorong pengusaha di

wilayah perkotaan untuk merekrut pekerja dari pedesaan dalam pengembangan industri

modern perkotaan. Selama berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan penawaran

pekerja di sektor subsisten terbelakang akan diserap.

Bersamaan dengan terserapnya kelebihan pekerja di sektor industri modern, maka

pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat. Selanjutnya peningkatan upah

ini akan mengurangi ketimpangan tingkat pendapatan antara perkotaan dan pedesaan.

Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran pekerja tidak

memberikan masalah pada pembangunan ekonomi. Sebaliknya kelebihan pekerja justru

merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan

pekerja dari sektor subsisten terbelakang ke sektor kapitalis modern berjalan lancar dan

(51)

 

2.5.3. Pandangan Fei-Ranis

Teori Fei-Ranis berkaitan dengan negara berkembang yang mempunyai ciri-ciri

kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar penduduknya

bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk

yang tinggi.

Menurut Fei-Ranis, ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi

kelebihan buruh yakni:

1) Para penganggur semu (yang tidak menambah produksi pertanian) dialihkan ke

sektor industri dengan upah institusional yang sama.

2) Tahap di mana pekerja pertanian menambah produksi, tetapi memproduksi lebih

kecil dari upah institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sektor industri.

Tahap ini ditandai dengan awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian

menghasilkan produksi lebih besar daripada perolehan upah institusional. Dan dalam

hal ini, kelebihan pekerja terserap ke sektor jasa dan industri yang terus-menerus

Gambar

Grafik Pengeluaran Pemerintah di Sumatera Utara
Gambar 2.1 Teori Pertumbuhan Klasik: Penduduk Optimum
Gambar 2.2. Skema Angkatan Kerja
Gambar 3.2 : Uji t-statistik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Regresi antara Variabel Dependen dengan Variabel Independen menunjukan nilai bahwa nilai F-hitung lebih besar dari F- tabel (4,499 > 2,81) sehingga secara bersama-sama

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh realisasi Investasi (PMA dan PMDN), tenaga kerja dan belanja pemerintah daerah terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara

Hal ini berarti bahwa kontribusi pengeluaran pemerintah dan investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Bitung adalah sebesar 33,3 % sedangkan sisanya sebesar 63,7

Sedangkan dalam model jangka pendek terdapat enam variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu investasi swasta, belanja modal, subsidi,

Dengan kata lain, pemerintah memiliki kewajiban mutlak dalam mengumpulkan sumber-sumber dana (penerimaan) untuk membiayai seluruh pengeluaran yaitu pengeluaran rutin (belanja

- Variabel investasi swasta mempunyai nilai elastistas sebesar 0,478 terhadap tingkat kemiskinan, sedangkan pengeluaran pemerintah sebesar -0,110 terhadap tingkat kemiskinan, hal

- Variabel investasi swasta mempunyai nilai elastistas sebesar 0,478 terhadap tingkat kemiskinan, sedangkan pengeluaran pemerintah sebesar -0,110 terhadap tingkat kemiskinan, hal

Kesempatan Kerja, Belanja Daerah dan Investasi secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan dengan nilai F