• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN COPING ADAPTIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN COPING ADAPTIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh

ERLIANI PRATIWI

Masalah penelitian ini adalah copingadaptif siswa yang rendah. Permasalahannya adalah “apakah konseling kelompok dapat meningkatkan coping adaptif pada siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015?. Tujuan penelitian untuk mengetahui penggunaan konseling kelompok dalam meningkatkan coping adaptif pada siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung.

Metode penelitian adalah metode pre-eksperimetal dengan one-group pretest-posttest design.Subjek penelitian sebanyak 10 orang siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan skala coping adaptif dan observasi coping adaptif sebagai pendukungnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konseling kelompok dapat meningkatkan

coping adaptif pada siswa, terbukti dari hasil analisis data menggunakan uji

Wilcoxon, dari hasil pretestdan posttest diperoleh zhitung = –2,807 < ztabel = 1,645 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya konseling kelompok dapat meningkatkan coping adaptif pada siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung. Kemudian, berdasarkan hasil perhitungan rata-rata peningkatan secara keseluruhan adalah sebesar 43,99%. Peningkatan ini juga sesuai dengan hasil observasi perilaku siswa dalam kegiatan sekolah sehari-hari yang semakin berperilaku adaptif dan semakin berkembang menjadi lebih baik.

Kesimpulannya adalah konseling kelompok dapat meningkatkan coping adaptif pada siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015.

Saran yang diberikan adalah (1) Kepada siswa, siswa yang memiliki masalah hendaknya mengikuti kegiatan konseling kelompok yang diberikan oleh guru bimbingan dan konseling (2) Kepada guru bimbingan dan konseling, dapat meningkatkan frekuensi dalam menggunakan konseling kelompok untuk membantu copingadaptif siswa. (3) Para peneliti lain hendaknya mempersiapkan diri dengan baik untuk melakukan berbagai bentuk layanan bimbingan dan konseling khususnya konseling kelompok.

(2)

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN COPING ADAPTIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9 BANDAR

LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh

ERLIANI PRATIWI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)
(4)
(5)
(6)

Penulis lahir di Jakarta tanggal 28 Maret 1992 yang merupakan putri kedua dari lima bersaudara, pasangan Bapak Erpendi dan Ibu Rismayanti.

Penulis menempuh pendidikan formal yang diawali dari: TK YMB (Yayasan Mencerdaskan Bangsa) lulus tahun 1998; SD Negeri 09 Pagi Jakarta sampai kelas IV SD, kemudian dilanjutkan SD 1 Sarirejo lulus tahun 2004; SMP Swadhipa 1 Natar lulus tahun 2007; kemudian melanjutkan ke SMA Swadhipa Natar lulus tahun 2010.

(7)

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT atas terselesaikannya

penulisan skripsi ini, kupersembahkan

karya kecilku ini kepada :

Ayah dan ibuku tersayang, Erpendi dan Rismayanti

yang selalu menyertaiku dalam do anya.

Terimakasih atas kasih sayang dan cintanya

yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat

untuk keberhasilan putra-putrinya.

(8)

Berlomba-lombalah kamu untuk mendapatkan ampunan dari Tuhanmu dan

surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang

beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, yang

diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia

yang besar.

Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri,

semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami

mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.

Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan

tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan

Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.

(9)

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirrabbil’aalamin, segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan rintangan serta kesulitan yang dihadapi, namun berkat bantuan, dukungan dan motivasi serta bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan Konseling Kelompok untuk Meningkatkan Coping Adaptif pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015” ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk mengadakan penelitian.

2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si selaku ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung serta selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan masukan dan mengarahkan demi terselesaikannya skripsi ini.

(10)

6. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan dan Konseling FKIP UNILA terima kasih untuk semua bimbingan dan pelajaran yang begitu berharga yang telah kalian berikan untukku selama perkuliahan.

7. Ibu Dra. Hj. Agustina sebagai kepala SMP Negeri 9 Bandar Lampung yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 8. Ibu Hj. Sri Tanjung, S. Pd selaku guru bimbingan dan konseling, serta staf

tata usaha, seluruh dewan guru dan siswa-siswi SMP Negeri 9 Bandar Lampung yang telah bersedia membantu penulis dalam mengadakan penelitian ini.

9. Siswa-siswi SMP Negeri 5 Bandar Lampung yang telah bersedia menjadi subyek uji coba instrumen dalam mengadakan penelitian ini.

10. Adikku tersayang Erlita Aisyah, Erika Nur Afiah, dan M. Reynaldi Effendi serta seluruh keluarga besarku, terima kasih atas kasih sayang, doa, dan dukungan yang telah diberikan disetiap hariku.

11. Keluargaku SNETS Lampung, Mbak Susi, Uni Diana, Mbak Wisni, Mbak Indah, Ibu Fatih, Ibu Opik, Ibu Deri, Ibu Tyas, Ibu Suryadi, Ibu Lovina, Ibu Junaidi, Ibu Amara dan Tika, Ibu Ahmad, Ibu Daffa, Ibu Dani, Ibu Adel, Ibu Qiqi, dan Nenek Wahyu dan semuanya terima kasih untuk do’a dan semangat kalian yang selalu hadir bersamaku.

12. Keluarga YCHI Autism Center, Ibu Shinta, Ibu Aji, Pak Kholid, Pak Zulfikar, Ibu Nila, dan semuanya yang mendo’akan keberhasilanku.

13. Teman-teman seperjuangan BK 2010, Dina, Efril, Dyah, Ika, Bebby, Nai, Aan Pur, Agus, Nces, Mbak Dita, Bebet, Ayu, Mami, Amel, Mpus, Mbul, Lusi, Desti, Ivana, Ara, Dewi, Suspa, Emil, Mbak Lulu, Natalia, Mei, Putri, Wiwit, Nita, Rani, Nanang, Kak boy, Irsan, Adit, dan semuanya terima kasih untuk kebersamaannya selama ini. Semoga kekeluargaan kita takkan luntur. 14. Sahabat-sahabat seperjuanganku di Desa Jagaraga, Uwo Dian, Ngah Rika,

(11)

Miss Vivi, Miss Okti, Miss Heni, Miss Merry, Miss Hani, Miss Umi, Miss Dani, dan semuanya yang telah memberikan semangat serta motivasinya. 16. Teman–teman mahasiswa Bimbingan dan Konseling (2005-2013) yang tidak

dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak atas masukan, saran, motivasi, serta semangatnya.

17. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih.

Hanya harapan dan doa semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan segalanya dalam mengharapkan keridhaan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat umumnya dan bagi penulis khususnya, anak dan keturunan penulis kelak. Aamiin.

Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis

(12)

PERSETUJUAN

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Identifikasi Masalah ... 7

3. Pembatasan Masalah ... 7

4. Rumusan Masalah ... 7

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

1. Tujuan Penelitian ... 8

2. Kegunaan Penelitian ... 8

C. Kerangka Pemikiran ... 9

D. Hipotesis ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

A. CopingAdaptif dalam Bimbingan dan Konseling ... 14

1. Bidang Bimbingan Pribadi ... 15

2. PengertianCopingAdaptif ... 17

3. JenisCopingAdaptif ... 19

a. Problem-focused coping... 19

b. Emotional-focused coping... 21

4. Faktor yang MempengaruhiCopingAdaptif... 22

5. MekanismeCopingAdaptif... 25

B. Konseling Kelompok ... 26

1. Pengertian Konseling Kelompok ... 26

2. Tujuan Konseling Kelompok ... 28

(13)

C. Penggunaan Konseling Kelompok untuk MeningkatkanCoping

Adaptif Pada Siswa ... 40

III. METODE PENELITIAN... 44

A. Desain Penelitian ... 44

B. Subyek Penelitian ... 46

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 46

1. Variabel Penelitian ... 46

2. Definisi Operasional Variabel ... 47

D. Fokus Penelitian ... 47

E. Teknik Pengumpulan Data ... 48

1. SkalaCopingAdaptif (Teknik Pokok) ... 48

2. ObservasiCopingAdaptif (Teknik Pelengkap) ... 49

F. Pengujian Instrumen Penelitian ... 50

1. Uji Validitas ... 50

2. Analisis Butir Soal ... 50

3. Uji Reliabilitas ... 51

G. Teknik Analisis Data ... 52

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Hasil Penelitian ... 54

1. Subyek Penelitian ... 54

2. Observasi ... 55

3. Pemilihan dan Pengarahan Observer ... 55

4. Pretest ... 56

5. Kegiatan Konseling kelomppok ... 58

6. Pelaksanaan Kegiatan Konseling kelompok ... 59

7. Deskripsi DataCopingAdaptif Siswa Sebelum dan Setelah Diberikan Perlakuan Konseling kelompok ... 61

8. Deskripsi Hasil ... 67

9. Uji Hipotesis ... 102

B. Pembahasan ... 103

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 109

A. Kesimpulan ... 109

1. Kesimpulan Statistik ... 109

2. Kesimpulan Penelitian ... 109

B. Saran ... 110

(14)

Tabel Halaman

3.1 Kriteria bobot nilai pada skala psikologi ... 49

4.1 Daftar Subyek Penelitian ... 54

4.2 Data Observer... 56

4.3 KriteriaCopingAdaptif ... 57

4.4 Hasil Rata-RataPretest ... 57

4.5 Hasil Rata-RataPosttest... 62

4.6 Hasil Perhitungan Rata-RataPretestdanPosttestKeseluruhan ... 63

(15)

Lampiran Halaman

1. Daftar Pertanyaan Wawancara ... 111

2. Data Masalah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung ... 113

3. Kesimpulan Masalah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung 118 4. Kisi-kisi SkalaCopingAdaptif ... 121

5.Blue PrintSkalaCopingAdaptif ... 124

6. SkalaCopingAdaptif ... 125

7. Hasil Penilaian Uji Ahli ... 127

8. Kisi-Kisi ObservasiCopingAdaptif ... 132

9. Lembar Observasi ... 133

10. Hasil Observasi ... 134

11. Uji Reliabilitas ... 154

12. Uji Validitas Item ... 155

13. Laporan Proses dan Hasil Uji Coba Instrumen ... 156

14. DataPretest ... 159

15. DataPosttest... 160

16. UjiWilcoxon ... 161

17. Tabel Distribusi z (Normal Baku)... 162

18. Modul ... 164

(16)

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pemikiran penelitian ... 12

2.1 Tahap Pembentukan ... 36

2.2 Tahap Peralihan ... 37

2.3 Tahap Kegiatan ... 38

2.4 Tahap Pengakhiran ... 39

3.1 One-Group Pretest-Posttest Design ... 44

4.1 Diagram Hasil Rata-RataPretest CopingAdaptif ... 58

4.2 Diagram Hasil Rata-RataPosttest CopingAdaptif ... 62

(17)

A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang

Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. Perubahan secara biologis maksudnya adalah perubahan yang mencakup perkembangan fisik, perubahan secara kognitif maksudnya adalah perubahan yang meliputi pikiran, inteligensi dan bahasa, kemudian perubahan secara sosio emosional maksudnya adalah perubahan dalam berhubungan dengan orang lain, dalam emosi, kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003).

(18)

Individu dalam rentang kehidupannya akan selalu berhadapan dengan berbagai masalah. Hanya saja masalah yang dihadapi oleh individu satu akan memiliki bentuk dan tingkat kesulitan yang berbeda dengan yang lainnya. Begitupun dengan siswa SMP Negeri 9 Bandar Lampung yang memiliki masalah dalam hidupnya.

Ragam dari masalah yang timbul pada siswa sangatlah banyak, sebagaimana yang peneliti temukan pada SMP Negeri 9 Bandar Lampung yaitu Ada siswa yang sering membolos sekolah, beberapa siswa yang sering membolos dari mata pelajaran, terdapat siswa yang sering tidak mengerjakan tugas sekolah, ada siswa yang sering merokok di sekolah, beberapa siswa memilih untuk tidak memikirkan dan mencari jalan keluar, terdapat siswa yang sering melawan guru, beberapa siswa mencari hiburan jika memiliki masalah, ada siswa merasa minder dengan teman sekolah, terdapat siswa sering merasa pusing saat memiliki masalah, beberapa siswa mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran, terdapat siswa yang pesimis dengan masalahnya, dan beberapa siswa tidak mencari solusi untuk hasil belajarnya yang rendah.

(19)

Adapun faktor hubungan antar keluarga yang tidak harmonis. Siswa mengaku bahwa orang tua sering bertengkar di rumah dan sering kali mendapat perlakuan fisik dari ayah seperti, dipukul. Hal itu membuat mereka tidak nyaman berada di rumah. Sehingga mereka melampiaskan kekesalan dengan merokok, bermain PS, dan bermain internet diluar.

Keutuhan dalam struktur keluarga berperan penting terhadap perkembangan sosial anak. Menurut Gerungan, 2004 bahwa apabila orang tuanya sering berselisih dan menyatakan sikap saling bermusuhan dengan disertai tindakan-tindakan yang agresif, keluarga tersebut tidak dapat dikatakan utuh. Mereka juga tidak pernah mengungkapkan apa yang sedang mereka alami atau mereka rasakan kepada orang tua mereka.

Kemudian faktor ekonomi keluarga, dimana beberapa siswa minder dengan kondisi ekonomi keluarga yang lemah dan belum bisa menerima keadaan saat ini. Faktor lainnya yaitu hubungan dengan guru yang kurang baik. Siswa mengaku seringkali dimarahi karena tidak mengerjakan tugas. Saat itu, mereka tidak menyukai gurunya dan sering menghindari tugas pelajaran dengan membolos.

(20)

Dilihat dari beberapa penyebab masalah yang terjadi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung tersebut dikarenakan copingadaptif yang rendah dimana siswa belum mampu untuk mengatasi masalah dan kondisi stresnya secara adaptif sehingga berpengaruh pada perilaku dan prestasi akademik mereka. Siswa yang tidak mampu mengatasi masalah mereka lama-kelamaan akan semakin terpuruk dan stress sehingga harus mulai menghadapi dan menyesuaikan diri dengan stres yang ia alami.

Pengertian copingmenurut Lazarus dan Folkman (Santrock, 2003) adalah usaha individu baik secara kognitif maupun tingkah laku dalam mengurangi tuntutan internal maupun eksternal yang dinilai melebihi kapasitas individu tersebut. Oleh sebab itu, copingadaptif tidak memiliki pengertian secara tersendiri. Coping adaptif merupakan indikator dari

copingitu sendiri, dimana terdapat dua indikator yang barkaitan satu sama lain yaitu problem-focused copingdan emotional-focused coping(Lazarus dan Folkman, dalam Santrock, 2003).

Coping yang adaptif merujuk pada indikator problem-focused coping

karena siswa akan berorientasi pada masalahnya. Oleh karena itu, coping

adaptif adalah usaha untuk mengurangi stressor, dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru untuk digunakan mengubah situasi, keadaan, atau pokok permasalahan.

Untuk itu, coping adaptif bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 9 bandar

Lampung sangatlah penting, mengingat hal tersebut dapat berpengaruh

(21)

hidupnya diperlukan sebuah bantuan yang dapat membuat mereka mampu mecari solusi dan cara yang tepat untuk permasalahan diri mereka. Sebagai lembaga yang mengakomodir peran remaja sebagai siswa atau peserta didik, sekolah memiliki peran sentral dalam mendukung perkembangan siswa. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan di sekolah. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa layanan bimbingan dan konseling di sekolah juga turut bertanggung jawab dalam mendukung pengembangan karakteristik yang mendukung peningkatan

copingadaptif.

Berkenaan dengan hal tersebut, konselor sekolah memiliki tanggungjawab etis untuk memfasilitasi perkembangan pribadi, sosial dan akademik seluruh siswa di sekolah tersebut sampai level tertinggi melalui layanan bimbingan dan konseling yang bermutu dan tepat sasaran. Oleh karena itu, perlunya guru Bimbingan dan Konseling atau konselor membantu siswa untuk dapat meningkatkan coping adaptif mereka yang dapat diberikan melalui bimbingan dan konseling. Dalam hal ini bimbingan dan konseling pada bidang pribadi.

Menurut Aqib (2012) mengatakan bahwa tujuan bimbingan dan konseling adalah agar siswa dengan kemampuan yang dimilikinya dapat:

1) Mengatasi kesulitan dalam memahami dirinya sendiri

2) Mengatasi kesulitan dalam memahami lingkungannya yaitu lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat

3) Mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalahnya

(22)

5) Memperoleh bantuan secara tepat dari pihak-pihak di luar sekolah untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang tidak dapat dipecahkan di sekolah

Siswa dituntut untuk tidak hanya bertahan dalam kondisi atau situasi yang tertekan, tetapi mencari cara untuk mengatasi masalahnya secara adaptif yang dalam hal ini sebagai coping adaptif. Untuk meningkatkan coping

adaptif dapat diberikan bantuan melalui bimbingan dan konseling dimana didalamnya terdapat konseling kelompok.

Menurut Prayitno (2004), melalui konseling kelompok, hal-hal yang mengganggu atau menghimpit perasaan dapat diungkapkan, dilongggarkan, diringankan melalui berbagai cara; pikiran yang suntuk, buntu, atau beku dicairkan dan didinamikkan melalui berbagai masukkan dan tanggapan baru; persepsi dan wawasan yang menyimpang atau sempit dapat diluruskan dan diperluas melalui pencairan, penyadaran dan penjelasan; sikap yang tidak objektif, terkukung dan tidak terkendali, serta tidak efektif digugat dan didobrak; kalau perlu diganti dengan yang baru yang lebih efektif.

Dengan memberikan konseling kelompok, diharapkan dapat meningkatkan

(23)

2. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, identifikasi masalah penelitian ini adalah: 1. Beberapa siswa yang sering membolos sekolah untuk mengihindari

tugas sekolah

2. Terdapat siswa yang sering membolos dari mata pelajaran untuk menghindari guru tertentu

3. Ada siswa yang sering tidak mengerjakan tugas sekolah 4. Beberapa siswa sering merokok di sekolah

5. Terdapat siswa yang sering melawan guru

6. Beberapa siswa bermaingamejika memiliki masalah 7. Ada siswa tidak mau bergabung dengan teman sebayanya 8. Terdapat siswa sering merasa pusing saat memiliki masalah 9. Beberapa siswa mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran

3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah penggunaan konseling kelompok untuk meningkatkan

coping adaptif pada siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015.

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah maka masalah dalam penelitian ini adalah terdapat anak yang memiliki coping

(24)

meningkatkancopingadaptif pada siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015?

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas maka dapat tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan konseling kelompok dalam meningkatkan

coping adaptif pada siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini secara umum terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Kegunaan teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk menambah khasanah keilmuan Bimbingan dan Konseling serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan sebagai referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian serupa yang dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Kegunaan praktis

(25)

C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah dasar dari penelitian yang disintesiskan dari fakta-fakta hasil observasi dan telaah kepustakaan yang memuat mengenai teori, dalil atau konsep-konsep. Ragam masalah yang dihadapi oleh siswa semakin banyak baik itu yang berhubungan dengan pribadi, sosial, belajar maupun masalah karir. Apabila masalah tersebut tidak dapat diatasi oleh siswa, maka akan timbul rasa ketidaknyamanan, kecemasan, stress, dan sebagainya sehingga akan mempengaruhi prestasi akademik dan tugas perkembangan mereka.

Siswa yang tidak mampu mengatasi masalah mereka lama-kelamaan akan semakin terpuruk dan stress sehingga harus mulai menghadapi dan menyesuaikan diri dengan stres yang ia alami. Segala macam bentuk tuntutan baik secara eksternal maupun internal membutuhkan respon yang adaptif dari remaja. Ketidak berhasilan individu dalam mengatasi masalah atau stressor mengakibatkan gangguan gangguan psikologis yaitu perubahan fungsi tubuh, muncul reaksi maladatif, menjadi tidak bergairah, tidak bersemangat sehingga dapat mempengaruhi kesehatannya. (Smet 1994).

(26)

berusaha untuk mengatasi stress yang mereka alami secara adaptif yang disebut dengancopingadaptif.

Pengertian coping menurut Lazarus dan Folkman (Santrock, 2003) adalah usaha individu baik secara kognitif maupun tingkah laku dalam mengurangi tuntutan internal maupun eksternal yang dinilai melebihi kapasitas individu tersebut. Oleh sebab itu, coping adaptif tidak memiliki pengertian secara tersendiri.Coping adaptif merupakan indikator daricopingitu sendiri, dimana terdapat dua indikator yang barkaitan satu sama lain yaitu problem-focused copingdanemotional-focused coping (Lazarus dan Folkman, dalam Santrock, 2003).

Coping yang adaptif merujuk pada indikator problem-focused coping karena siswa akan berorientasi pada masalahnya. Oleh karena itu, coping adaptif adalah usaha untuk mengurangi stressor, dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru untuk digunakan mengubah situasi, keadaan, atau pokok permasalahan. Dengan coping adaptif, siswa akan berorientasi pada pemecahan masalah dengan keterampilan yang baru dan mencari solusi dari masalahnya sehingga siswa menjalani hidup dengan optimis dan lebih percaya diri dalam mengahapi masa depan.

(27)

karena secara umum tujuan penyelenggaraan bimbingan dan konseling adalah membantu siswanya menemukan pribadinya dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut (Sukardi. 2008).

Dalam bimbingan dan konseling terdapat beberapa bidang salah satunya bidang pribadi, dimana guru bimbingan dan konseling membantu siswa agar memiliki pemahaman tentang karakteristik dirinya, kemampuan mengembangkan potensi dirinya, dan memecahkan masalah-masalah yang dialaminya (Sukardi, 2008). Sedangkan jenis layanan yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memberikan layanan konseling kelompok. Di dalam konseling kelompok terdapat komunikasi interaksi antara kawan sebaya yang menjadi salah satu sumber dukungan untuk meningkatkan

copingadaptif siswa.

Menurut Mahler, Dinkmeyer & Munro (Wibowo, 2005) menyatakan bahwa: Kemampuan yang dikembangkan melalui konseling kelompok yaitu:

a. pemahaman tentang diri sendiri yang mendorong penerimaan diri dan perasaan diri berharga,

b. interaksi sosial, khususnya interaksi antarpribadi serta menjadi efektif untuk situasi-situasi sosial,

c. pengambilan keputusan dan pengarahan diri,

d. sensitivitas terhadap kebutuhan orang lain dan empati, e. perumusan komitmen dan upaya mewujudkannya.

(28)

secara kooperatif terhadap perbedaan pendapat sehingga memperoleh solusi, melibatkan standar-standar perilaku yang dapat diterima bersama. Interaksi dan komunikasi tersebut juga terdapat dalam konseling kelompok. Dimana, mereka akan saling berinteraksi, berkomunikasi, memberikan pendapat satu sama lain, dan memecahkan masalah secara bersama-sama.

Hal ini sesuai dengan pendapat Prayitno (2004) yang mengatakan bahwa melalui konseling kelompok, hal-hal yang mengganggu atau menghimpit perasaan dapat diungkapkan, dilongggarkan, diringankan melalui berbagai cara; pikiran yang suntuk, buntu, atau beku dicairkan dan didinamikkan melalui berbagai masukkan dan tanggapan baru; persepsi dan wawasan yang menyimpang atau sempit dapat diluruskan dan diperluas melalui pencairan, penyadaran dan penjelasan; sikap yang tidak objektif, terkukung dan tidak terkendali, serta tidak efektif digugat dan didobrak; kalau perlu diganti dengan yang baru yang lebih efektif. Melalui kondisi dan proses berperasaan, berpikir, berpersepsi dan berwawasan yang terarah, luwes dan luas serta dinamis kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi dan bersikap dapat dikembangkan dalam konseling kelompok sehinggacopingadaptif meningkat

Dengan demikian pola pikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 1: Kerangka pemikiran penelitian

CopingAdaptif

rendah Konseling

Kelompok

(29)

D. Hipotesis

Arikunto (2006) menyebutkan bahwa hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Maka hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah:

Ha : Konseling kelompok dapat meningkatkan coping adaptif pada siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015.

(30)

Berdasarkan ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini maka dapat dijelaskan bawah tinjauan pustaka adalah teori-teori yang relevan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang objek yang akan diteliti. Dengan demikian, dalam penelitian ini diperlukan teori-teori yang mendukung variabel yang akan diteliti. Berikut akan dibahas mengenai (1) coping adaptif dalam bimbingan dan konseling (2) konseling kelompok, (3) penggunaan konseling kelompok untuk meningkatkancopingadaptif pada siswa.

A. CopingAdaptif dalam Bimbingan dan Konseling

(31)

sampai level tertinggi melalui layanan bimbingan dan konseling yang bermutu dan tepat sasaran.

1) Bidang Bimbingan Pribadi

Salah satu bidang bimbingan dalam bimbingan dan konseling adalah bimbingan pribadi. Bimbingan pribadi bisa dimaknai sebagai suatu bantuan dari pembimbing kepada terbimbing (individu) agar dapat mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi dalam mewujudkan pribadi yang mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik (Tohirin, 2014). Hal ini sejalan dengan permasalahan siswa dengan coping adaptif yang rendah. Dimana siswa tidak dapat memecahkan masalahnya yang berakibat pada sikap dan perilakunya di sekolah.

(32)

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan pribadi adalah salah satu kegiatan layanan bimbingan untuk siswa agar dapat mengembangkan dirinya sehingga mantap dan mandiri serta mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki untuk membantu konseling atau siswa dalam memahami keadaan dirinya baik fisik maupun psikis, memahami akan makna diri sebagai makhluk Tuhan serta pemahaman akan segala kelebihan dan potensi diri yang dimiliki demi tercapainya kualitas hidup yang lebih baik.

(33)

keadaan batinnya sendiri, misalnya persoalan-persoalan yang menyangkut hubungannya dengan Tuhan.

Prayitno (1995) bahwa tujuan bimbingan pribadi adalah membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani. Dilanjut dengan Sukardi (2008) menyatakan bahwa bimbingan pribadi bertujuan membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani.

Dari pendapat tersebut bimbingan pribadi bisa diarahkan juga untuk membantu seseorang dalam memahami keadaan dirinya, baik kekurangan maupun kelebihan atau potensi-potensi yang bisa dikembangkan untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik dan membantu anak didik agar dapat menguasai tugas-tugas perkembangan sesuai dengan tahap perkembangannya secara optimal.

2) PengertianCopingAdaptif

(34)

semakin terpuruk. Oleh karena itu dibutuhkan copingyang adptif pada dirinya.

Menurut Lazarus (dalam Santrock, 2007), coping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.Coping merupakan semua usaha secara kognitif dan prilaku untuk mengatasi, mengurangi, dan tahan terhadap tuntutan-tuntutan (distres demands).Coping adaptif pada dasarnya menggambarkan proses aktivitas kognitif yang disertai dengan aktivitas perilaku.

Hal tersebut didukung oleh Stone (dalam Putrianti, 2007) yang mengatakan bahwa copingadaptif adalah proses dinamik dari suatu pola perilaku atau pikiran-pikiran seseorang yang secara sadar digunakan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan dalam situasi yang menekan atau menegangkan. Lebih lanjut Murphy (dalam Passer, 2007) menyatakan bahwa tingkah laku copingadaptif sebagai segala usaha mengatasi suatu situasi baru yang secara potensial dapat mengancam, menimbulkan frustasi, dan tantangan.

(35)

3) JenisCopingAdaptif

Menurut Lazarus (Santrock, 2007)coping memiiki dua fungsi umum, yaitu fungsinya dapat berupa fokus ketitik permasalahan, serta melakukan regulasi emosi dalam merespon masalah.

a. Problem-focused coping

Problem-focused copingadalah usaha untuk mengurangi stressor, dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru untuk digunakan mengubah situasi, keadaan, atau pokok permasalahan. Individu akan cendrung menggunakan stategi ini apabila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi. Smet (1994).

Lazarus & Folkman (Sarafino,2006) menyatakan bahwa individu cenderung untuk menggunakan Problem-focused coping dalam menghadapi masalah yang menurut individu itu dapat dikontrolnya.

Problem-focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stress, dan dipaparkan oleh Folkman dan Lazurus (Safaria dan Nofrans, 2009) bahwa aspek-aspek yang digunakan individu di bagi menjadi tiga, yaitu:

a) Confrontative coping; usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko.

b) Seeking social support; yaitu usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain. c) Planful problem solving; usaha untuk mengubah keadaan yang

(36)

Menurut Lazarus, indikator yang menunjukan strategi yang berorientasi padaproblem-focused copingyaitu :

a) Instrumental action(tindakan secara langsung)

Individu melakukan usaha dan merencanakan langkah-langkah yang mengarah pada penyelesaian masalah secara langsung serta menyusun rencana untuk bertindak dan melakukannya.

b) Cautiousness(kehati-hatian)

Individu berfikir, meninjau, dan mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah, hati-hati dalam merumuskan masalah, meminta pendapat orang lain, dan mengevaluasi strategi yang pernah diterapkan sebelumnya.

c) Negotiation

Individu melakukan beberapa usaha untuk membicarakan serta mencari cara penyelesaian masalah dengan orang lainyang terlibat didalamnya dengan harapan masalah dapat terselesaikan. Usaha yang dapat dilakukan mengubah pikiran dan pendapat seseorang melakukan perundingan atau kompromi untukmendapatkan sesuatu yang positif dari situasi.

Problem-focused coping dianggap sebagai strategi yang adaptif dan lebih efisien. Hal ini sesuai dengan sebuah rangkuman yang diberikan akhir-akhir ini terhadap 39 riset menyatakan bahwa Problem-focused coping berkaitan dengan perubahan ke arah positif setelah individu mengalami trauma dan kesulitan (Linley & Joseph, 2004 dalam Santrock, 2007).

Pada penelitian ini, coping yang adaptif akan cenderung menggunakan

Problem-focused coping.Oleh karena itu, siswa yang memiliki coping

(37)

b.Emotional-focused coping

Emotional-focusedcoping adalah suatu masalah suatu usaha untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi yang sangat menekan.

Emotional-focusedcopingcendrung dilakukan apabila individu tidak mampu atau merasa tidak mampu mengubah kondisi yang stressful, yang dilakukan individu adalah mengatur emosinya. Folkman dan Lazarus (dalam Hurlock, 2002) mengidentifikasikan beberapa aspek

Emotional-focusedcopingyang didapat dari penelitian-penelitiannya. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut :

a) Seeking social emotional support, yaitu mencoba untuk memperoleh dukungan secara emosional maupun sosial dari orang lain.

b) Distancing, yaitu mengeluarkan upaya kognitif untuk melepaskan diri dari masalah atau membuat sebuah harapan positif.

c) Escape avoidance, yaitu mengkhayal mengenai situasi atau melakukan tindakan atau menghindar dari situasi yang tidak menyenangkan. Individu melakukan fantasi andaikan permasalahannya pergi dan dan mencoba untuk tidak memikirkan mengenai masalah dengan tidur atau menggunakan alkohol yang berlebihan.

d) Self control, yaitu mencoba untuk mengatur perasaan diri sendiri atau tindakan dalam hubungannya untuk menyeesaikan masalah. e) Accepting responsibility, yaitu menerima untuk menjalankan

masalah yang dihadapinya sementara mencoba untuk memikirkan jalan keluarnya.

f) Positive reappraisal, yaitu mencoba untuk membuat suatu arti positif dari situasi dalam masa perkembangan kepribadian, kadang-kadang dengan sifat yang religius.

(38)

menunjukan strategi yang berorientasi pada Emotional focused coping

yaitu :

a) Escapism(pelarian dari masalah)

Usaha yang dilakukan individu untuk menghindari masalah dengan cara berkhayal atau membayangkan hasil yang akan terjadi atau menghayal seandainya ia berada dalam situasi yang lebih baik dari situasi yang dialaminya.

b) Minimalization(meringankan beban masalah)

Usaha yang dilakukan individu untuk menghindari masalah dengan cara menolak memikirkan masalah dan menganggap seakan-akan masalah tersebut tidak ada dan menekan masalah menjadi seringan mungkin.

c) Self blame(menyalahkan diri sendiri)

Perasaan menyesal, menghukum dan menyalahkan diri sendiri atas tekanan masalah yang terjadi atau strategi lainnya yang bersifat pasif yang ditujukan kedalam dirinya sendiri.

d) Seeking meaning(mencari arti)

Usaha individu untuk mencari makna atau hikmah dari kegagalan yang dialami dan melihat hal-hal lain yang penting dalam kehidupan.

4) Faktor yang mempengaruhicopingadaptif

Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu (Mu’tadin, 2002) yaitu:

a. Kesehatan Fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar. Oleh karena itu, ketika seseorang bermasalah haruslah tetap menjaga kesehatan sehingga menjadi siap untuk mencari jalan keluar dari permasalahannya.

b. Perkembangan kognitif

(39)

c. Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib(eksternal locus of control)yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan

(helplessness)yang akan menurunkan kemampuan strategi

copingtipe:problem-solving focused coping. d. Keterampilan Memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.

e. Keterampilan sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.

f. Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya. g. Jenis Kelamin

(40)

Secara umum respon coping antara pria dan wanita hampir sama, tetapi wanita lebih lemah atau lebih sering menggunakan penyaluran emosi daripada pria.

h. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seesorang akan semakin tinggi pula kompleksitas kognitifnya, demikian pula sebaliknya. Oleh karenanya seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih realistis dan aktif dalam memecahkan masalah.

i. Perkembangan Usia

Struktur psikologis seseorang dan sumber-sumber untuk melakukan

copingakan berubah menurut perkembangan usia dan akan membedakan seseorang dalam merespons tekanan. Pada usia muda akan menggunakanProblem-focused copingsedangkan pada usia yang lebih tua akan menggunakan emotion focusedcoping. Hal ini disebabkan pada orang yang lebih tua memiliki anggapan bahwa dirinya tidak mampu melakukan perubahan terhadap masalah yang dihadapi sehingga akan bereaksi dengan mengatur emosinya daripada pemecahan masalah.

j. Status Sosial Ekonomi

Seseorang dengan status sosial ekonomi rendah akan menampilkan

(41)

5) MekanismeCopingAdaptif

Mekanisme coping adaptif menunjuk pada baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Mekanisme coping adaptif merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.Menurut Lazarus (King, 1999),

copingterbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang dimulai sejak awal timbulnya stressor dan saat mulai disadari dampak stressor tersebut. Kemampuan belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal, sehingga yang berperan bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stressor tetapi juga kondisi temperamen individu, persepsi, serta kognisi terhadap stressor tersebut.

(42)

Sarafino (1998) mengemukakan bahwa proses coping adaptif bukanlah peristiwa tunggal, karena proses ini melibatkan transaksi dengan lingkungan. Hal ini sesuai dengan Skinner (Suciyani, 2004) yang mengatakan bahwa coping adaptif dapai melalui pengaturan emosi, perilaku, dan orientasi yang hal ini terdapat dalam konseling kelompok.

B. Konseling Kelompok

1) Pengertian Konseling Kelompok

Menurut Walgito (Zainal, 2012) mengemukakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Pendapat tersebut didukung oleh Natawijaya (Wibowo, 2005) bahwa konseling sebagai usaha bantuan untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam interaksinya dengan masalah-masalah yang dihadapinya saat ini dan saat yang akan datang.

(43)

Konseling kelompok bersifat memberikan kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti bahwa konseling kelompok memberikan dorongan dan motivasi kepada individu untuk membuat perubahan-perubahan dengan memanfaatkan potensi secara maksimal sehingga dapat mewujudkan diri.

Menurut Prayitno (1995) menjelaskan bahwa:

“Konseling kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh

sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Maksudnya, semua peserta kegiatan kelompok saling berinteraksi, bekerjasama, bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, memberi saran, dan lain-lain serta apa yang dibicarakan akan bermanfaat bagi

setiap anggota kelompok.”

Dalam pelaksanaannya, konseling kelompok diajak untuk aktif berbicara dan interaktif dalam menganggapi pembicaraan yang sedang berlangsung. Hal ini sesuai dengan Sukardi (2008) yang menyatakan bahwa konseling kelompok adalah layanan bimbingan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok.Hal ini didukung oleh Nurihsan (Edi, 2013) yangmengemukakan bahwa konseling kelompok adalah suatu bantuan kepada individu dalam situasi kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, serta diarahkan pada pemberian kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya.

(44)

secara efektif sehingga individu tersebut dapat menjalankan tugas perkembangannya dengan baik.

2) Tujuan Konseling Kelompok

Prayitno (2004) menjelaskan tujuan konseling kelompok, adalah sebagai berikut:

1) Tujuan Umum

Tujuan umum kegiatan konseling kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Dalam kaitan ini, sering menjadi kenyataan bahwa kemampuan bersosialisasi atau berkomunikasi seseorang sering terganggu perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang tidak objekstif, sempit dan tidak terkendali serta tidak efektif.

2) Tujuan Khusus

Secara khusus, konseling kelompok bertujuan untuk membahas topik-topik tertentu yang mengandung permasalahan aktual (hangat) dan menjadi perhatian peserta. Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, sikap yang menunjang diwujudkanya tingkah laku yang lebih efektif.

Adapun tujuan dari konseling kelompok menurut Sukardi (2008) meliputi: 1) Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang

banyak

2) Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman sebayanya

(45)

4) Mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok

Sedangkan menurut Bennett (Edi, 2013) tujuan konseling kelompok yaitu: 1) Memberikan kesempatan pada siswa belajar hal-hal penting yang

berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial.

2) Memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok dengan:

a. Mempelajari masalah-masalah manusia pada umumnya.

b. Menghilangkan ketegangan emosi, menambah pengertian mengenai dinamika kepribadian, dan mengarahkan kembali energi yang terpakai untuk memecahkan kembali energi yang terpakai untuk memecahkan masalah tersebut dalam suasana yang pemisif.

c. Untuk mencapai tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan efektif daripada melalui kegiatan bimbingan individual.

d. Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif.

Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan konseling kelompok adalah untuk membantu individu agar dapat memecahkan masalahnya, membantu menemukan dirinya sendiri , mengarahkan diri, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga dapat menjalani kehidupan yang bahagia.

3) Fungsi Konseling Kelompok

Menurut Edi (2013), dalam konseling kelompok terdapat dua fungsi, yakni:

(46)

b. Fungsi Layanan Preventif, merupakan layanan yang diarahkan untuk mencegah terjadinya persoalan pada diri individu. Setiap individu memiliki potensi dalam dirinya termasuk potensi dalam memecahkan masalah. Hanya saja tidak semua individu dapat mengendalikan secara tepat. Oleh karena itu perlu ada pengarahan dan bimbingan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

4) Komponen Konseling Kelompok

Prayitno (2004) menjelaskan bahwa dalam konseling kelompok terdapat tiga komponen yang berperan, yaitu pemimpin kelompok, peserta atau anggota kelompok dan dinamika kelompok.

1) Pemimpin kelompok

Pemimpin kelompok adalah komponen yang penting dalam konseling kelompok Dalam hal ini pemimpin bukan saja mengarahkan perilaku anggota sesuai dengan kebutuhan melainkan juga harus tanggap terhadap segala perubahan yang berkembang dalam kelompok tersebut. Dalam hal ini menyangkut adanya peranan pemimpin konseling kelompok, serta fungsi pemimpin kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh Prayitno (2004), menjelaskan pemimpin kelompok adalah orang yang mampu menciptakan suasana sehingga anggota kelompok dapat belajar bagaimana mengatasi masalah mereka sendiri.

(47)

langsung terhadap kegiatan konseling kelompok, memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok, memberikan tanggapan (umpan balik) tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok, baik yang bersifat isi maupun proses kegiatan kelompok, dan sifat kerahasian dari kegiatan kelompok itu dengan segenap isi dan kejadian-kejadian yang timbul di dalamnya menjadi tanggung jawab pemimpin kelompok.

2) Anggota kelompok

Keanggotaan merupakan salah satu unsur pokok dalam kehidupan kelompok. Tanpa anggota tidaklah mungkin ada kelompok. Tidak semua kumpulan orang atau individu dapat dijadikan anggota konseling kelompok. Untuk terselenggaranya konseling kelompok seorang konselor perlu membentuk kumpulan individu menjadi sebuah kelompok yang memiliki persyaratan sebagaimana seharusnya. Besarnya kelompok (jumlah anggota kelompok), dan homogenitas atau heterogenitas anggota kelompok dapat mempengaruhi kinerja kelompok. Sebaiknya jumlah anggota kelompok tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil.

3) Dinamika kelompok

(48)

mencapai tujuan kelompok. Interaksi yang interpersonal inilah yang nantinya akan mewujudkan rasa kebersamaan di antara anggota kelompok, menyatukan kelompok untuk dapat lebih menerima satu sama lain, lebih saling mendukung dan cenderung untuk membentuk interaksi yang berarti dan bermakna di dalam kelompok.

Menurut Prayitno (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas kelompok antara lain :

“Tujuan dan kegiatan kelompok; jumlah anggota; kualitas pribadi

masing-masing anggota kelompok; kedudukan kelompok; dan kemampuan kelompok dalam memenuhi kebutuhan anggota untuk saling berinteraksi sebagai kawan,kebutuhan untuk diterima,

kebutuhan akan rasa aman, serta kebutuhan akan bantuan moral.”

Kehidupan kelompok dijiwai oleh dinamika kelompok yang akan menentukan gerak dan arah pencapaian tujuan kelompok. Konseling kelompok memanfaatkan dinamika kelompok sebagai media dalam upaya membimbing anggota kelompok dalam mencapai tujuan. Kelompok yang hidup adalah kelompok yang dinamis, bergerak dan aktif berfungsi untuk memenuhi suatu kebutuhan dan mencapai suatu tujuan.

(49)

masing-masing anggota kelompok, juga sangat ditentukan oleh peranan anggota kelompok.

5) Asas-Asas dalam Konseling Kelompok

Menurut Munro, Manthei & Small (Prayitno, 2004) Kerahasiaan, kesukarelaan, dan keputusan diambil oleh klien sendiri merupakan tiga dasar etika dasar konseling. Dalam kegiatan konseling kelompok etika tersebut harus diterapkan.

1) Asas kerahasiaan

Segala sesuatu yang dibahas dan muncul dalam kegiatan kelompok hendaknya menjadi rahasia kelompok yang hanya boleh diketahui oleh anggota kelompok dan tidak disebarluaskan ke luar kelompok.

2) Asas kesukarelaan

Kesukarelaan anggota kelompok dimulai sejak awal rencana pembentukan kelompok oleh konselor (Pemimpin Kelompok). Kesukarelaan terus-menerus dibina melalui upaya pemimpin kelompok mengembangkan syarat-syarat kelompok yang efektif dan penstrukturan tentang layanan konseling kelompok. Kesukarelaan akan dapat mewujudkan peran aktif diri mereka masing-masing untuk mencapai tujuan layanan.

3) Asas-asas lain

(50)

mengembangkan proses dan isi pembahasan secara keseluruhan. Dinamika kelompok dalam konseling kelompok semakin intensif dan efektif apabila semua anggota kelompok secara penuh menerapkan asas kegiatan dan keterbukaan.

6) Kegiatan Dalam Konseling Kelompok

Prayitno (2004) mengungkapkan bahwa kegiatan konseling kelompok ialah pemberian informasi serta penyelesaian masalah yang dihadapi para anggota kelompok. Kegiatan konseling kelompok berupaya menyampaikan informasi yang tepat mengenai masalah pendidikan, pekerjaan, pemahaman diri, penyesuaian diri, serta masalah antar pribadi.Informasi yang diperoleh bertujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman individu dan pemahaman terhadap orang lain. Selain itu, informasi bertujuan agar individu mampu meningkatkan potensi pada dirinya serta mampu menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan informasi yang diperolehnya.

7) Tahapan Dalam Penyelenggaraan Konseling Kelompok

Menurut Prayitno (2004) ada beberapa tahapan yang perlu dilaksanakan dalam penyelenggaraan konseling kelompok, yaitu:

a. Tahap pembentukan

(51)

kelompok merupakan tahap awal yang sangat berpengaruh dalam proses konseling selanjutnya.

b. Tahap peralihan

Tahap peralihan yaitu tahapan untuk mengalihkankegiatan awal kelompok ke bagian berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok.

c. Tahap kegiatan

Tahap kegiatan yaitu tahapan “kegiatan inti” untuk membahas

topik-topik tertentu untuk mengentaskan masalah pribadi anggota kelompok.

d. Tahap pengakhiran

Tahap pengakhiran yaitu tahapan akhir kegiatan untuk melihat kembali apa yang telah dilakukan dan dicapai oleh kelompok serta merencanakan kegiatan selanjutnya.

(52)

Tahap 1: Pembentukan

Gambar 2.1. Tahap Pembentukan dalam Konseling Kelompok

Pada tahap ini para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun keseluruhan anggota (Giyono, 2010).

Tema: - Pengenalan - Pelibatan diri - Pemasukan diri

Kegiatan:

1. Mengungkapkan pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangka pelayanan konseling kelompok.

2. Menjelaskan (a) cara-cara, dan (b) asas-asas kegiatan 5. Tumbuhnya suasana bebas dan

terbuka.

6. Dimulainya pembahasan tentang tingkah laku dan perasaan dalam kelompok

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK 1. Menampilkan diri secara utuh dan terbuka

2. Menampilkan penghormatan kepada orang lain, hangat, tulus, bersedia membantu dan penuh empati

3. Sebagai contoh

(53)

Tahap II: Peralihan

Gambar 2.2. Tahap Peralihan dalam Konseling Kelompok

Tahap peralihan ini merupakan “ jembatan” antara tahap pertama dan tahap

ketiga. Pada tahap ini tugas pemimpin kelompok adalah membantu para anggota untuk mengenali dan mengatasi halangan, kegelisahan, keengganan, sikap mempertahankan diri dan sikap ketidaksabaran yang timbul pada saat ini.

TAHAP II PERALIHAN

Tema: Pembangunan jembatan antara tahap pertama dan tahap Tujuan:

1. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya. 2. Menawarkan atau mengamati

apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga). 3. Membahas suasana yang terjadi. 4. Meningkatkan kemampuan

keikutsertaan anggota.

5. Kalau perlu kembali kebeberapa aspek tahap pertama (tahap pembentukan)

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK 1. Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka. 2. Tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau

mengambil alih kekuasaannya.

3. Mendorong dibahasnya suasana perasaan.

(54)

Tahap III: Kegiatan

Gambar 2.3. Tahap Kegiatan dalam Konseling Kelompok

Tahap kegiatan merupakan tahap inti dari kegiatan konseling kelompok dengan suasana yang ingin dicapai, yaitu terbahasanya secara tuntas permasalahan yang dihadapi oleh anggota kelompok dan terciptanya suasana untuk mengembangkan diri, baik yang menyangkut pengembangan kemampuan berkomunikasi maupun menyangkut pendapat yang dikemukakan oleh kelompok. Tahap ini disimpulkan berhasil jika semua solusi yang mungkin telah dipertimbangkan dan diuji menurut

TAHAP III 3. Ikut sertanya seluruh anggota

secara aktif dalam 1. Sebagai pengatur lalu lintas yang sabar dan terbuka 2. Aktif tetapi tidak banyak bicara

(55)

konsekuensinya dapat diwujudkan. Solusi-solusi tersebut harus praktis, dapat direalisasikan dan pilihan akhir harus dibuat setelah melakukan pertimbangan dan diskusi yang tepat.

Tahap IV: Pengakhiran

Gambar 2.4. Tahap Pengakhiran dalam

Gambar 2.4. Tahap Pengakhiran dalam Konseling Kelompok

Gambar 2.4. Tahap Pengakhiran dalam Konseling Kelompok

Pada tahap pengakhiran terdapat dua kegiatan yaitu penilaian (evaluasi) dan tindak lanjut (follow up). Tahap ini merupakan tahap penutup dari serangkaian kegiatan konseling kelompok dengan tujuan telah tuntasnya masalah yang dibahas oleh kelompok tersebut. Dalam kegiatan kelompok

TAHAP IV PENGAKHIRAN

Tema: Penilaian dan Tindak Lanjut Tujuan:

1. Terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan. 2. Terungkapnya hasil kegiatan

kelompok yang telah dicapai yang dikemukakan secara mendalam 1. Tetap mengusahakan suasana hangat, bebas dan terbuka.

2. Memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas keikutsertaan anggota.

(56)

berpusat pada pembahasan dan penjelasan tentang kemampuan anggota kelompok untuk menetapkan hal-hal yang telah diperoleh melalui layanan konseling kelompok dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu pemimpin kelompok berperan untuk memberikan penguatan (reinforcement) terhadap hasil-hasil yang telah dicapai oleh kelompok tersebut. Berdasarkan penjelasan tahapan konseling kelompok diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan konseling kelompok berjalan secara sistematis, dan sesuai dengan tahap-tahapannya agar hasil dari layanan konseling kelompok akan lebih efektif.

C. Penggunaan Konseling Kelompok untuk Meningkatkan Coping Adaptif pada Siswa

(57)

stress sehingga harus mulai menghadapi dan menyesuaikan diri dengan stres yangia alami.

Mereka memilih untuk menghindar dari kebingungan dan ketidaknyamanan mereka di sekolah dengan membolos dan melakukan hal-hal yang mereka anggap bisa membuat mereka nyaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Ebata & Moos (Santrock, 2003) yang mengatakan bahwa individu yang tertekan lebih menggunakan strategi menghindar daripada individu yang tidak tertekan.

Remaja, khususnya siswa SMP tidak akan akan dapat menyelesaikan masalahnya dengan hanya menghindar atau bertahan pada masalah yang dihadapinya tanpa mencari cara atau strategi untuk menyelesaikan masalahnya. Strategi yang dimaksud merupakan upaya untuk mengelola situasi yang membebani, memperluas usaha untuk memecahkan masalah dan berusaha untuk mengatasi stress yang mereka alami secara adaptif yang disebut dengancopingadaptif.

(58)

Coping yang adaptif merujuk pada indikator problem-focused coping karena siswa akan berorientasi pada masalahnya. Oleh karena itu, coping adaptif adalah usaha untuk mengurangi stressor, dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru untuk digunakan mengubah situasi, keadaan, atau pokok permasalahan. Dengan coping adaptif, siswa akan berorientasi pada pemecahan masalah sebagai cara mengatasi stresnya,

mengurangi masalah dengan dengan cara mempelajari keterampilan yang baru dan mencari solusi dari masalah.

Untuk membantu siswa dalam meningkatkan coping adaptif dirinya diperlukan bantuan dari sekolah yang dapat melalui guru Bimbingan dan Konseling. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, guru bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan dalam rangka membantu menyelesaikan permasalahan tersebut karena secara umum tujuan penyelenggaraan bimbingan dan konseling adalah membantu siswanya menemukan pribadinya dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut (Sukardi. 2008).

(59)

kelompok.Di dalam konseling kelompok terdapat komunikasi interaksi antara kawan sebaya yang menjadi salah satu sumber dukungan social dari peer groupuntuk meningkatkancopingadaptif siswa.

Menurut Santrock (2007) ketika berinteraksi dengan kawan-kawan sebaya, anak-anak belajar untuk merumuskan dan menyatakan pendapat mereka sendiri, menghargai cara pandang kawan-kawan lain, melakukan negoisasi secara kooperatif terhadap perbedaan pendapat sehingga memperoleh solusi, melibatkan standar-standar perilaku yang dapat diterima bersama.Interaksi dan komunikasi tersebut juga terdapat dalam konseling kelompok. Dimana, mereka akan saling berinteraksi, berkomunikasi, memberikan pendapat satu sama lain, dan memecahkan masalah secara bersama-sama.

(60)

A. Desain Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan tujuan tertentu. Penggunaan metode dimaksudkan agar kebenaran yang diungkap benar-benar dapat dipertanggung jawabkan dan memiliki bukti ilmiah yang akurat dan dapat dipercaya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-eksperimental

dengan alasan karena tidak menggunakan kelompok kontrol dan subyek tidak dipilih secara random.

Desain penelitian yang digunakan peneliti adalah desain one-group pretest-posttest design, yaitu suatu teknik untuk mengetahui efek sebelum dan sesudah perlakuan (Suryabrata, 2012). Dalam desain ini subjek dikenakan perlakuan dengan dua kali pengukuran. Pengukuran yang pertama dilakukan sebelum diberi layanan konseling kelompok dan pengukuran kedua dilakukan setelah diberi layanan konseling kelompok. Desain penelitian yang digunakan peneliti digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 :One-group pretest-posttest design(Suryabrata, 2012)

O1 X O2

Pengukuran

(pretest) perlakuan

(61)

Keterangan:

O1 : Pengukuran pertama berupa pretest untuk mengukur tingkat coping

adaptif siswa sebelum diberi perlakuan yang diukur dengan menggunakan skalacopingadaptif.

X : Pelaksanaan konseling kelompok terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung.

O2 : Pengukuran kedua berupa posttest untuk mengukur tingkat coping

adaptif siswa sesudah diberi perlakuan yang diukur dengan menggunakan instrument skalacopingadaptif.

Untuk memperjelas eksperimen dalam penelitian ini disajikan tahap-tahap rancangan eksperimen yaitu:

1. Melakukan pretest yaitu dengan memberikan skala coping adaptif kepada siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung yang telah diwawancarai sebelum diadakan perlakuan yaitu memberikan konseling kelompok. 2. Memberikan perlakuan (treatment) yaitu dengan memberi perlakuan pada

siswa dengan memberikan konseling kelompok.

3. Melakukan posttest setelah pemberian perlakuan dengan tujuan untuk mengetahui hasil apakah coping adaptif sebagai bentuk resiliensi siswa dapat meningkat dengan menggunakan konseling kelompok. Posttest ini juga akan dilakukan dengan cara meminta siswa untuk mengisi instrumen skalacopingadaptif.

(62)

B. Subyek Penelitian

Arikunto (2006) mengemukakan bahwa, subjek penelitian merupakan subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti atau sasaran peneliti. Subjek penelitian ini didapat berdasarkan penjaringan menggunakan skala coping adaptif yang ditunjang dengan hasil wawancara dengan guru BK SMP Negeri 9 Bandar Lampung. Pengambilan subjek ini ditentukan dengan menggunakan teknik

Purposive Sampling. Teknik ini dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya kriteria tertentu yaitucopingadaptif yang rendah. Setelah itu didapat 10 orang subyek yang lanjutkan dengan wawancara secara perorangan.

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Menurut Suryabrata (2012) variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen), yaitu: a. Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas pada penelitian ini yaitu konseling kelompok.

(63)

2. Definisi Operasional Variabel a. DefinisiCopingAdaptif

Coping adaptif adalah usaha untuk mengurangi stressor, dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru untuk digunakan mengubah situasi, keadaan, atau pokok permasalahan.

Coping tidak terlepas dari dua indikatornya yaitu problem-focused coping dan emotional-focused coping. Dalam hal ini, coping adaptif yang tinggi merujuk pada problem-focused coping sedangkan coping

adaptif yang rendah merujuk padaemotional-focused coping.

b. Konseling Kelompok

Definisi operasional konseling kelompok dalam penelitian ini adalah upaya pemberian bantuan kepada individu atau peserta didik dalam proses interpersonal yang dinamis yang akan membantu individu dalam dinamika kelompok untuk mengatasi masalah yang dihadapinya dan bisa berfungsi secara efektif sehingga dapat individu tersebut menemukan kepuasan dalam kehidupannya. Kegiatan konseling kelompok terdiri dari empat tahapan, yaitu pembentukan, peralihan, kegiatan, dan pengakhiran.

D. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah penggunaan konseling untuk meningkatkan

(64)

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data untuk memperoleh data yang sejelas-jelasnya. Menurut Arikunto (2006), metode pengumpulan data ialah “cara memperoleh data.” Peneliti akan menggunakan beberapa metode atau cara untuk memperoleh data-data yang diperlukan. Berdasarkan uraian tersebut maka dalam penelitian ini penulis menggunakan cara-cara sebagai berikut dalam mengumpulkan data:

1) SkalaCopingAdaptif (Teknik Pokok)

Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset atau penelitian (Arikunto, 2006). Skala ini menilai sikap atau tingkah laku yang diinginkan oleh para peneliti dengan cara mengajukan beberapa pernyataan kepada responden (Sukardi, 2003).

(65)

ragu-ragu (R) skornya 3, sesuai (S) skornya 2, sangat sesuai (SS) skornya 1.

Tabel 3.2 Kriteria bobot nilai pada skala Likert

No. Pernyataan

Pada skala coping adaptif ini dikategorikan menjadi 3 yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengkategorikannya, terlebih dahulu ditentukan besarnya interval dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: : interval : nilai tertinggi : nilai terendah K : jumlah kategori

2) ObservasiCopingAdaptif (Teknik Pelengkap)

Hadi (Suryabrata, 2012) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Observasi digunakan sebagai teknik pelengkap yang merupakan indikator turunan dari skala coping adaptif dimana pelaksanaan dilakukan setelah

(66)

mengamati perilaku siswa yang berkaitan dengan perilaku copingadaptif.. Saat pelaksanaan observasi, observer akan mengamati perilaku siswa dalam satu hari selama jam sekolah berlangsung. Dalam pengamatan tersebut akan diperhatikan perilaku-perilaku yang menjadi target pengamatan muncul pada siswa (sesuai dengan lembar observasi). Peneliti menggunakan dua observer yaitu siswa yang berada satu kelas dan merupakan teman dekat subjek.

F. Pengujian Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas

Validitas merupakan kepercayaan terhadap instrumen penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan validitas isi (Content Validity). Arikunto (2006) berpendapat bahwa untuk menguji validitas isi dapat digunakan pendapat para ahli (judgement experts). Para ahli yang dimintai pendapatnya adalah tiga orang dosen Bimbingan dan Konseling FKIP Unila yaitu Ari Sofia, S.Psi.,M.A.,Psi., Citra Maharani Abriani, M.Pd.,Kons., dan Yohana Oktarina, S.Pd., M.Pd. Hasil uji ahli menunjukkan bahwa ada 6 butir soal yaitu butir nomor 7, 16, 23, 29, 35, dan 39 dinyatakan kurang tepat karena penggunaan bahasa yang kurang tepat sehingga perlu diperbaiki.

2. Analisis Butir Soal

Setelah dilakukan Judgement experts, peneliti menganaliisis hasil

(67)

untuk menghitung Content Validity Coefficient yang didasarkan pada penilaian panel ahli sebanyak n orang terhadap suatu aitem mengenai sejauh mana aitem tersebut mewakili konstruk yang diukur.” Penilaian dilakukan dengan cara memberikan angka antara 1 (sangat tidak mewakili atau sangat tidak relevan ) sampai 4 (sangat mewakili atau sangat relevan). Berikut adalah formula dari Aiken’s V dalam Azwar (2013:134):

V =

S / [n(c-1)]

n : Jumlah panel penilai (expert)

lo : Angka Penilaian Validitas Terendah (dalam hal ini = 1) c : Angka Penilaian Validitas Tertinggi (dalam hal ini = 4) r : Angka Yang Diberikan Seorang Penilai

s : r–lo

Kriteria validitas isi : 0,8 - 1,000 : sangat tinggi 0,6 - 0,799 : tinggi

0,4 - 0,599 : cukup tinggi 0,2 - 0,399 : rendah

< 0,200 : sangat rendah

Berdasarkan hasil perhitungan, butir soal berada dalam kriteria 0,6 –0,799 dengan demikian, butir soal dikategorikan tinggi.

3. Uji Reliabilitas

Dalam penelitian ini uji reliabilitas dihitung dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social Science) 16 dengan analisis reliabilitas analysis scale (alpha). Tingkat reliabilitas alat ukur berupa skala penghargaan diri dapat dilihat dengan menggunakan rumus alpha:

Gambar

Gambar 1: Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2.1. Tahap Pembentukan dalam Konseling Kelompok
Gambar 2.2. Tahap Peralihan dalam Konseling Kelompok
Gambar 2.3. Tahap Kegiatan dalam Konseling Kelompok
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM RELOKASI PERMUKIMAN RT 3/36 &amp; RT 3/37 KELURAHAN MOJOSONGO 4.1.. Karakteristik Kebijakan Relokasi Permukian Pemukiman

Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, dengan menggunakan sample dalam penelitian yaitu laporan laba rugi dan neraca yang berisi data pendapatan premi dan rentabilitas dan laba dari

Sebagai seorang cucu pedagang Minang yang berjaya di Semenanjung Tanah Melayu, Othman Abdullah pernah merantau ke Mekkah selama lima tahun belajar agama di Masjidil

23. Suatu proses yang cenderung untuk meningkatkan solidaritas disebut... Tindakan yang dilakukan berdasarkan kebiasaan yang berlaku di masyarakat dan kadang-kadang

Pengoperasian alat tangkap huhate target utamanya ikan cakalang. Huhate adalah jenis alat tangkap yang terdiri dari joran, tali pancing, dan mata pancing yang tidak

November 2017 pukul 15.00 WIB di

Pengertian atau defenisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri merupakan senyawa, yang pada umumnya beruwujud