PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA DERAAN PADA VIABILITAS BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)
Oleh
Madya Dwi Aji Handayani Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA DERAAN PADA VIABILITAS BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)
Oleh
Madya Dwi Aji Handayani
Perlakuan penderaan secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan etanol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi etanol dan lama deraan pada viabilitas benih buncis (Phaseolus vulgaris L.). Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial (3x4) dalam rancangan kelompok teracak lengkap (RKTL) dengan tiga kali ulangan, faktor utama, yaitu konsentrasi etanol (0%, 3%, 6%, dan 9%) dan faktor kedua adalah lama waktu deraan (6, 12, dan 18 jam). Homogenitas ragam diuji dengan Uji Bartlett dan kemenambahan model diuji dengan Uji Tuckey dan untuk melihat perbedaan antarnilai tengah perlakuan dilakukan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada α 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) konsentrasi etanol 9% mampu
Madya Dwi Aji Handayani nyata ditunjukkan oleh kecepatan perkecambahan, kecambah abnormal, dan panjang akar primer. Kombinasi antara konsentrasi etanol 9% dan lama deraan 18 jam menghasilkan nilai viabilitas yang masih bervariasi.
xv 2.1 Informasi Mengenai Buncis Secara Umum ………... 2.2 Pengertian Viabilitas dan Vigor Benih ……….. 2.3 Pengertian Perkecambahan ……… 2.4 Penderaan Secara Kimiawi dengan Etanol ………... 2.5 Identifikasi Kemunduran Benih ……….
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 4.1 Hasil Penelitian ………... 4.2 Pengaruh Konsentrasi Etanol pada Viabilitas
Benih Buncis ……….... 4.3 Pengaruh Lama Penderaan pada Viabilitas Benih
Buncis ………... 4.4 Pengaruh Interaksi Konsentrasi Etanol dan Lama Deraan pada Viabilitas Benih Buncis ………...
4.5 Pembahasan ……….. 4.6 Pembahasan Inti ………...
V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….... 5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran ... PUSTAKA ACUAN ………...
xv DAFTAR TABEL
Tabel teks
1. Data produksi buncis nasional tahun 2006—2011. ………. 2. Analisis ragam pengaruh interaksi konsentrasi etanol dan lama deraan pada viabilitas benih buncis. ……… 3. Pengaruh konsentrasi etanol pada viabilitas benih buncis. ……….. 4. Pengaruh lama penderaan pada viabilitas benih buncis. ………... 5. Pengaruh interaksi konsentrasi etanol dan lama penderaan untuk kecepatan perkecambahan pada viabilitas benih buncis. …………. 6. Pengaruh interaksi konsentrasi etanol dan lama penderaan untuk kecambah abnormal pada viabilitas benih buncis. ………... 7. Pengaruh interaksi konsentrasi etanol dan lama penderaan untuk panjang akar primer pada viabilitas benih buncis. ………...
lampiran
8. Hasil pengamatan variabel kecambah normal total pada viabilitas benih buncis. ……….. 9. Uji homogenitas ragam variabel kecambah normal total pada
viabilitas benih buncis. ………... 10. Analisis ragam untuk variabel kecambah normal total pada viabilitas benih buncis. ………... 11. Hasil pengamatan variabel kecepatan perkecambahan pada
13. Analisis ragam kecepatan perkecambahan pada viabilitas benih buncis. ……… 14. Data variabel benih mati pada viabilitas benih buncis. ... 15. Hasil pengamatan variabel benih mati pada viabilitas benih buncis setelah transformasi (√√x+1 ). ………...
16. Uji homogenitas ragam variabel benih mati pada viabilitas benih buncis setelah transformasi (√√x+1 ). ………
17. Analisis ragam data benih mati pada viabilitas benih buncis setelah transformasi (√√x+1). ...
18. Hasil pengamatan variabel kecambah abnormal pada viabilitas benih buncis. ………...
19. Hasil pengamatan variabel kecambah abnormal pada viabilitas benih buncis hasil transformasi (√√x+1). ...
20. Uji homogenitas ragam variabel kecambah abnormal pada
viabilitas benih buncis hasil transformasi (√√x+1). ………...
21. Analisis ragam variabel kecambah abnormal pada viabilitas benih buncis hasil transformasi (√√x+1). ………
22. Hasil pengamatan variabel panjang akar primer kecambah normal pada viabilitas benih buncis. ……….. 23. Uji homogenitas ragam variabel panjang akar primer kecambah normal pada viabilitas benih buncis. ……….
24. Analisis ragam variabel panjang akar primer kecambah normal pada viabilitas benih buncis. ………..
25. Hasil pengamatan variabel panjang hipokotil kecambah normal pada viabilitas benih buncis. ………..
xv 28. Hasil pengamatan variabel kecambah normal kuat pada viabilitas
benih buncis. ………...
29. Analisis ragam kecambah variabel normal kuat pada viabilitas benih buncis. ………... 30. Hasil pengamatan variabel kecambah normal lemah pada viabilitas benih buncis. ………...
31. Hasil pengamatan variabel kecambah normal lemah pada viabilitas benih buncis hasil transformasi (√√x+1). ………..
32. Uji homogenitas ragam variabel kecambah normal lemah pada viabilitas benih buncis hasil transformasi (√√x+1). ... 33. Analisis ragam variabel kecambah normal lemah pada viabilitas benih buncis hasil transformasi (√√x+1). ………..
34. Hasil pengamatan variabel bobot kering kecambah normal pada viabilitas benih buncis. ………...
35. Uji homogenitas ragam variabel bobot kering kecambah normal pada viabilitas benih buncis. ………..
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang dan Masalah
Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan terluas diantara empat spesies phaseolus yang diusahakan dan semuanya berasal dari Amerika. Terdapat dua jenis buncis berdasarkan tipe pertumbuhannya dan kebiasaan panennya, yaitu buncis tipe tegak dan tipe menjalar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Peningkatan produksi buncis mempunyai arti penting dalam menunjang peningkatan gizi masyarakat, sekaligus berdaya guna bagi usaha mempertahankan kesuburan dan produktivitas tanah. Kacang buncis merupakan salah satu sumber protein nabati yang murah dan mudah dikembangkan. Kacang
P.vulgaris yang dapat dimakan merupakan sumber protein (buncis mengandung
20 sampai 28 persen protein) dan kalori yang penting dalam makanan manusia di negara-negara tropik dan subtropik yang sedang berkembang, terutama di benua Amerika 47 persen produksi dunia) di sebelah timur dan sebelah selatan (16% produksi dunia) rata-rata per kapita konsumsi buncis (1975—1977) adalah 15 kg/tahun (berkisar dari 3 sampai 50 kg) untuk negara-negara penghasil utama, masing-masing Amerika Latin dan Afrika.
2 begitu besar, rata-rata hasil biasanya kurang dari 1,4 ton/ha di kebanyakan negara berkembang (Tohari, 1996).
Tabel 1. Data produksi buncis nasional tahun 2006—2011.
Tahun Produksi Produksi (ton/th)
2006 269,532
2007 266,79
2008 266,551
2009 290,993
2010 336,494
2011 334,659
Berdasarkan data statistik produksi buncis nasional dari tahun 2006—2011 bahwa terjadinya penurunan produksi buncis dari tahun 2010 ke tahun 2011 (1,835 ton/th). Penurunan produksi buncis dikarenakan sedikitnya lahan produksi buncis dan pengembangan industri benih buncis lokal yang masih minim,
sehingga produksi benih buncis dinilai prospek untuk dikembangkan di Indonesia. Guna memenuhi kebutuhan gizi masyarakat yang salah satunya dapat diperoleh dari sayuran buncis tersebut, maka diperlukan upaya itensifikasi melalui tindakan penggunaan benih unggul yang utamanya memiliki viabilitas tinggi.
3 Pengujian viabilitas dan vigor benih menggunakan etanol telah banyak dilakukan baik dengan uap maupun larutan. Penderaan kimiawi merupakan suatu metode pengusangan benih secara buatan. Merupakan teknologi pengusangan secara cepat dan terkontrol yang digunakan untuk mengetahui pengaruh lama waktu dan konsentrasi senyawa kimia yang dapat menurunkan viabilitas dan vigor benih, sehingga benih mengalami penurunan viabilitas dan vigornya. Penggunaan etanol sebagai uji deraan kimiawi pada benih bertujuan untuk mengetahui kualitas fisiologis benih. Kegunaan etanol pada uji viabilitas benih ialah sebagai pelarut kimiawi yang dapat menyebabkan kemunduran benih. Penelitian yang dilakukan oleh Agustin (2010), bahwa pada benih kedelai telah terjadi penurunan viabilitas saat didera dengan konsentrasi etanol 9% dan lama penderaan 12 jam. Etanol diketahui dapat menurunkan viabilitas pada benih melalui indikasi fisiologi kemunduran benih, yaitu daya berkecambah dan vigor.
Peran etanol dalam pengujian viabilitas benih ialah pada konsentrasi tertentu dapat memundurkan benih secara artifisial dan merusakkan dinding sel benih. Deraan etanol menimbulkan devigorasi akibat masuknya uap etanol ke dalam benih. Kerusakan yang diakibatkan oleh etanol, yaitu terjadinya disintegrasi membrane dan menyebabkan rembesan yang lebih banyak keluar dari dalam sel. Kebocoran terjadi akibat rusaknya plasmalema. Benih yang masih vigor dapat mengatur dirinya untuk menyerap etanol tanpa terkendali (Pian, 1981).
4 pengadukan, konsentrasi etil alkohol (etanol) dan interaksi konsentrasi etanol dengan lama perlakuan mempengaruhi dalam pendugaan tingkat kemunduran benih (Pian, 1981).
Metabolisme benih yang berkaitan dengan proses kehidupan umumnya
menjabarkan proses perkecambahan benih dan proses devigorasi (kemunduran). Garis metabolism merupakan keterkaitan antara proses perkecambahan dan secara kuantitatif menggambarkan proses yang terjadi dalam kurun waktu. Proses metabolisme merupakan proses biokimiawi yang terjadi baik yang merombak bahan organik kompleks menjadi lebih sederhana dan menghasilkan energi, maupun sebaliknya menyusun bentukan bahan organik yang sederhana menjadi lebih kompleks yang semuanya memerlukan energi. Kegiatan metabolisme tersebut diatur oleh kegiatan enzim yang pembentukan enzimnya tersendiri termasuk proses metabolisme juga.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan, maka penelitian ini dirancang untuk menjawab masalah-masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Pada konsentrasi etanol berapakah benih buncis mengalami penurunan viabilitas?
2. Pada lama waktu deraan berapakah benih buncis mengalami penurunan viabilitas?
5 1.2 Tujuan Percobaan
Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah maka, percobaan ini bertujuan untuk:
(1) Mengetahui konsentrasi etanol yang menurunkan viabilitas benih buncis.
(2) Mengetahui lama penderaan yang menurunkan viabilitas benih buncis.
(3) Mengetahui kombinasi konsentrasi etanol dan lama deraan dalam menurunkan viabilitas benih buncis.
1.3Landasan Teori
Benih adalah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usaha tani, yaitu memiliki fungsi agronomis/komponen agronomi. Sedangkan, benih bermutu ialah benih yang telah dinyatakan sebagai benih yang berkualitas tinggi dari jenis tanaman unggul (Katasapoetra,1992). Ciri utama benih dikatakan berbeda dari biji ialah memiliki daya hidup yang disebut sebagai viabilitas (Sadjad dkk., 1999). Sedangkan, viabilitas ialah daya hidup benih yang dapat ditunjukkan oleh gejala metabolisme atau gejala pertumbuhan. Viabilitas benih merupakan salah satu faktor penentu mutu fisiologis benih dan ditentukan oleh daya berkecambah dan vigor benih.
6 tahun 1964 secara intuitif Sadjad menemukan bahwa benih jagung yang
diperlakukan dalam larutan etil alkohol mengalami kemunduran (Pian, 1981). Menurut Kartasapoetra (1992), benih akan mengalami kecepatan kemundurannya tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara dan suhu. Sedangkan, tingkat kemunduran benih tergantung pada lama perlakuan,
konsentrasi etil alkohol, cara pemngadukan dan lama pengadukan (Pian 1981). Penelitian penyempurnaan pengusangan cepat selanjutnya dengan menggunakan uap etil alkohol terus dilaksanakan. Dengan menggunakan etil alkohol dalam bentuk uap, laju kemunduran benih ternyata lebih homogen. Menurut
Anonymous dalam Pian (1981), pendugaan daya simpan dapat menghindari kekecewaan yang timbul akibat hilangnya viabilitas benih koleksi yang telah dikumpulkan dengan korbanan tenaga, biaya, dan waktu, sehingga metode uji kekuatan tumbuh benih dapat didekati dengan menggunakan analogi terhadap kecenderungan garis hubungan antara nilai kekuatan tumbuh benih dengan laju kemunduran benih yang diuji.
7 diketahui dapat menurunkan kualitas benih yaitu mendenaturasi protein dan
mengendapkannya, sedangkan protein merupakan bagian utama dari struktur setiap enzim. Air merupakan faktor yang menentukan di dalam kehidupan tumbuhan. Tanpa adanya air, tumbuhan tidak bisa melakukan berbagai macam proses kehidupan apapun. Persentase air mempengaruhi peranan yang terpenting dalam proses perkecambahan biji, kira-kira 70 persen atau lebih daripada berat protoplasma sel hidup terdiri dari air. Apabila konsentrasi air di luar biji
direndahkan (konsentrasi larutan di luar biji dinaikkan), maka air akan berkurang atau sama sekali tidak akan masuk ke dalam biji. Jadi, semakin kecil konsentrasi air (bertambah tinggi konsentrasi larutan) di luar biji, akan menyebabkan
sedikitnya air yang masuk ke dalam biji yang direndam (Sadjad, 1993).
Lama deraan berkaitan dengan lama proses perkecambahan yang kemudian menyebabkan devigorasi (kemunduran). Deraan menggunakan etanol
menimbulkan devigorasi akibat masuknya uap atau senyawa alkohol ke dalam benih. Secara logis, benih yang mengalami lama deraan lebih lama akan
8 padahal dengan Pian (1981), melalui cara lain deraan 50 menit sudah
menunjukkan devigorasi secara nyata. Berdasarkan hal tersebut, dapat
disimpulkan bahwa deraan etanol terhadap devigorasi sangat bersifat kondisional, baik kondisi benih itu sendiri maupun lingkungan deraan.
Interaksi antara konsentrasi etanol dengan lama deraan menurunkan vibailitas benih. Pada konsentrasi tertentu etanol memundurkan viabilitas benih dengan mengendapkan protein serta enzim. Penelitian yang dilakukan oleh Pranoto dalam Pian (1981) menyatakan bahwa selain benih jagung, benih tembakau dan benih kedelai juga mengalami kemunduran jika diperlakukan dengan etil alkohol. Sadjad juga menyatakan bahwa kemunduran benih tergantung pada lama
perlakuan, konsentrasi etil alkohol, dan lama pengadukan (Pian, 1981).
1.4Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, maka disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah.
9 dapat diserap oleh benih dan pada konsentrasi tertentu akan berpengaruh buruk terhadap tampilan vigor benih. Uap etanol diketahui dapat menyebabkan perubahan sifat molekul makro yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim, membran sel, mitokondria serta organel-organel sel lainnya yang berperan dalam metabolisme perkecambahan.
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi etanol dan lama deraan yang menurunkan viabilitas benih buncis. Etanol digunakan dalam metode pengusangan cepat terkontrol dikarenakan pada dasarnya benih yang mengalami masa simpan semakin lama kandungan etanol dalam benih akan meningkat dan viabilitasnya akan semakin menurun. Kelebihan etanol dalam pengusangan cepat ialah etanol merupakan senyawa kimia yang relatif murah yang dapat digunakan sebagai pelarut dan mudah larut dalam air. Kelarutan etanol dalam air disebabkan oleh ikatan hidrogen antara alkohol dan air. Etanol memiliki kelarutan dalam air tidak terhingga, sehingga dapat digunakan sebagai pelarut (Fessenden dan Joan, 1990).
10 Pentingnya air dalam perkecambahan benih ialah dalam jumlah yang cukup
mampu merombak cadangan makanan sehingga terjadi proses perkecambahan. Ketersediaan air dalam benih berbeda-beda dalam suatu benih. Menurut
Agustrina (2006), pada kondisi dimana konsentrasi pada seluruh bagian dalam sistem itu sama, maka tidak akan terjadi netto gerakan (net movement) dan difusi seolah-olah terhenti (kesetimbangan dinamik tercapai).
Konsentrasi etanol yang semakin meningkat di luar benih menyebabkan pergerakan larutan dari konsentrasi tinggi ke ke konsentrasi rendah, sehingga etanol dalam jumlah yang besar akan masuk melalui hilum dan menembus kulit benih sehingga terjadi proses pembengkakan sel –sel benih. Kerusakan benih yang ditimbulkan alkohol yang tinggi adalah terjadi disintegrasi membran. Semakin tinggi konsentrasi etanol terlarut dalam benih, mengakibatkan aktivitas enzimatis dalam benih menurun, sehingga metabolisme dalam benih menurun dan terjadi kebocoran membran. Aktivitas enzim berkorelasi positif dengan viabilitas benih. Konsentrasi larutan etanol yang masuk ke dalam membran sel benih dan lama waktu deraan akan mempengaruhi viabilitas benih buncis yaitu
mengakibatkan denaturasi protein dan enzim.
11 dilakukan oleh Tatipata dkk. (2004) kadar protein membran dalam mitokondria yang tinggi menghasilkan daya berkecambah dan vigor benih kedelai tinggi dan sebaliknya. Maka, disederhanakan penderaan secara kimiawi tanpa menggunakan MPC IPB 77-1 dengan mengurangi persentase konsentrasi etanol yang digunakan. Percobaan ini dilakukan untuk melihat: 1) apakah dengan konsentrasi etanol (0%, 3%, 6%, dan 9%) sudah menurunkan viabilitas benih buncis, 2) apakah dengan lama deraan (6 jam, 12 jam, dan 18 jam) mampu menurunkan viabilitas benih buncis, dan 3) melihat kombinasi antara konsentrasi etanol dan lama deraan yang menurunkan viabilitas benih buncis.
1.5Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah disusun, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Konsentrasi etanol yang berbeda yang diderakan pada benih buncis menyebabkan perbedaan viabilitas benih buncis.
2. Lama waktu deraan dengan konsentrasi etanol yang berbeda –beda akan menyebabkan perbedaan pada viabilitas benih buncis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1Informasi Mengenai Buncis Secara Umum
Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari Amerika. Buncis merupakan tanaman musim panas yang memiliki tipe pertumbuhan membelit dan merambat. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), selain bentuk merambat, ada juga bentuk kerdil determinate dan
indeterminate. Tipe merambat indeterminate dan tegak memiliki percabangan
yang lebih banyak dan, dengan jumlah buku pembungaan lebih banyak, memiliki potensial hasil yang lebih besar. Bentuk semak determinate merupakan tipe buncis yang pendek beberapa jenis tipe ini memiliki ciri tinggi yang tidak lebih tinggi dari 60 cm. Daun pada tanaman buncis beranak-daun-tiga menyirip.
13 membesar, panjangnya berkisar dari 8 hingga 20 cm atau lebih, dengan lebar mulai kurang dari 1 cm (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
2.2 Pengertian Viabilitas dan Vigor Benih
Benih memiliki ciri utama jika dibedakan dengan biji, kalau benih memiliki daya hidup yang disebut dengan viabilitas. Namun, apa pun fungsi suatu benih, senantiasa mendambakan benih vigor, tidak sekadar benih yang hidup (viable). Benih yang vigor akan menghasilkan produk di atas normal kalau ditumbuhkan pada kondisi optimum. Benih vigor yang mampu menumbuhkan tanaman normal pada kondisi alam suboptimum dikatakan memiliki kekuatan tumbuh (Sadjad, Murniati, dan Ilyas, 1999). Pengertian viabilitas secara tidak langsung menurut Sadjad ialah sama dengan gejala hidup. Namun, fenomena tumbuh benih bukan merupakan satu-satunya parameter untuk menandakan gejala hidup. Gejala hidup sudah dapat terlihat dari hasil proses metabolisme, yaitu berupa peningkatan laju pernapasan benih. Gejala metabolisme yang segera tampak sesudah hidrasi terjadi oleh proses imbibisi ialah perombakan bahan-bahan cadangan dalam benih (Sadjad, 1994).
Viabilitas benih menurut Mugnisjah (1990) ialah daya hidup benih yang dapat ditunjukkan oleh gejala metabolisme atau gejala pertumbuhannya atau
14 air, 2. ketersediaan hara, 3. serta kondisi dan keadaan lingkungan yang
mendukung. Viabilitas benih merupakan salah satu penentu mutu fisiologis benih dan ditentukan oleh daya berkecambah dan vigor benih. Daya berkecambah mencerminkan kemampuan benih untuk dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang suboptimum. Sedangkan vigor benih merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih kuat tumbuh di lapangan dalam kondisi yang tidak ideal. Sifat-sifat benih yang bervigor baik mencakup dua faset, yaitu memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi dan memiliki daya simpan yang tinggi. Deteksi viabilitas benih yang didasarkan kebocoran elektrolit dari sejumlah benih termasuk metode tidak langsung. Pertumbuhan kecambah atau bibit pada
pendeteksian viabilitas disebut indikasi viabilitas langsung, sedangkan indikasi aktivitas enzim, disebut viabilitas tidak langsung (Sadjad, 1994).
15 2.3 Pengertian Perkecambahan
Perkecambahan (Bewley dan Black, 1994) adalah memulai dengan pengambilan air oleh benih (absorpsi) dan mengakhiri dengan dimulainya pemanjangan oleh poros yang berkenaan dengan janin, yang pada umumnya disebut dengan calon akar. Menurut analis benih pengertian perkecambahan adalah muncul dan
berkembangnya struktur-struktur esensial dari embrio benih yang untuk dari jenis benih tersebut menunjukkan kemampuan untuk membentuk tanaman normal yang
favourable (Pramono, 2011). Kebanyakan tumbuhan mencurahkan sebagian
besar biomassanya pada tajuk sehingga penyerapan garam mineral sebagian dikendalikan oleh aktivitas tajuk (Frank & Cleon, 1995). Air dalam
perkecambahan benih memegang peranan penting. Air dalam benih digunakan untuk aktivasi enzim, penguraian, translokasi, dan penggunaan bahan-bahan cadangan makanan. Tanpa adanya air, tumbuhan tidak bisa melakukan berbagai macam proses kehdupan apapun kira-kira 70% atau lebih daripada berat
protoplasma sel hidup terdiri dari air (Sadjad, 1993). Air memiliki tetapan dielektrik yang sangat tinggi sehingga memiliki kemampuan yang sangat besar sebagai pelarut senyawa polar (Rochmah, 2006)
2.4 Penderaan Secara Kimiawi dengan Etanol
Uji pengusangan cepat merupakan salah satu uji vigor daya simpan benih. Uji tersebut tergolong dalam metode uji vigor benih dengan lingkungan
16 Uji ini bermanfaat untuk menduga berapa lama lagi benih dapat disimpan
sehingga sangat berguna bagi produsen, pedagang atau penyalur benih.
Etanol adalah sejenis cairan tidak berwarna yang mudah menguap, memiliki aroma yang khas, dan termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal. Alkohol digunakan sebagai pelarut dan regensia dalam laboratorium. Alkohol berbobot molekul rendah larut dalam air. Kelarutan dalam air tersebut langsung disebabkan oleh ikatan hidrogen antara alkohol dan air. Etanol memiliki kelarutan dalam air tidak terhingga (Fessenden dan Joan, 1990).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pian (1981), diketahui bahwa etanol dapat menurunkan kualitas benih yaitu mendenaturasi protein dan
mengendapkannya. Konsentrasi etanol yang tidak terlalu tinggi dan suhu rendah etanol dapat mengendapkan protein serta enzim tanpa pengaruh buruk denaturasi (Pian, 1981).
2.5 Identifikasi Kemunduran Benih
Kemunduran benih adalah suat proses perubahan yang terjadi dalam benih, yaitu perubahan yang bersifat irreversible (tidak dapat balik) yang berakibat
menurunnya viabilitas dan berakhir pada kematian benih. Konsep umum kemunduran benih yang disampaikan oleh Delouche (1973) dalam Pramono (2011): 1) kemunduran benih adalah proses yang tidak dapat dihindari/terelakkan
(ineroxable). Laju kemunduran dapat ditahan dengan cara menyimpan benih pada
17
(irreversible). Sekali benih mengalami kemunduran, proses anabolik tidak dapat
balik. Selain proses kemunduran benih, gejala kemunduran benih secara
fisiologis ditandai dengan menurunnya aktivitas enzim yang berhubungan dengan perombakan cadangan makanan, adanya penurunan konsumsi O2, CO2, dan
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lahan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Produksi Benih Bidang Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Januari—Agustus 2012.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih buncis varietas Dwell yang dipanen pada Bulan Juni 2012 dari pertanaman di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan. Benih Sumber untuk pertanaman tersebut merupakan benih yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), Lembang, Provinsi Jawa Barat; larutan etanol dengan konsentrasi 0%, 3%, 6%, 9%; dan air.
19 3.3 Metode Penelitian
Untuk menguji kesahihan data, maka disusun perlakuan secara faktorial 4x3 dalam rancangan kelompok teracak lengkap (RKTL) dengan tiga kali ulangan. Konsentrasi etanol (0%, 3%, 6%, dan 9%) merupakan faktor pertama dalam rancangan ini dan lama deraan (6 jam, 12 jam, dan 18 jam) sebagai faktor kedua. Homogenitas ragam diuji dengan Uji Bartlett dan kemenambahan model diuji dengan Uji Tuckey dan untuk melihat perbedaan antarnilai tengah perlakuan dilakukan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada α 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Penanaman
a. Penyiapan media tanam
Penyiapan lahan tanam dilakukan pada tanggal 26 Januari 2012 dengan menyiapkan tanah ke dalam polybag berukuran 15 kg dan pemberian pupuk kandang sapi pada lapisan atas tanah. Jumlah polybag yang disiapkan sebanyak 54 polybag dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm.
b. Penyiapan benih
20 c. Penanaman
Penanaman diakukan pada tanggal 20 Febuari 2012 dengan cara menanam 3 butir benih ke dalam lubang tanam pada polybag.
d. Pemeliharaan
Pemeliharaan dalam percobaan ini meliputi pemupukan, penyiraman, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pengadukan dan pencampuran pupuk kandang pada tanggal 6 Febuari 2012. Pengendalian gulma dilakukan pada tanggal 27 Januari 2012.
e. Pemanenan
Pemanenan dilakukan pada Bulan Juni 2012 dengan memilih polong yang sudah tua dengan ciri polong berwarna cokelat.
3.4.2 Penderaan Benih dengan Larutan Etanol
Proses perlakuan penderaan benih dengan larutan etanol meliputi proses persiapan benih, penderaan dengan etanol, dan pengujian perkecambahan benih.
3.4.2.1 Penyiapan Benih
Benih yang digunakan dalam penelitian merupakan benih yang baru saja dipanen dengan ciri polong buncis berwarna coklat dan kulit kering. Kemudian benih dijemur hingga kering dan dirontokkan dari polongnya. Kemudian benih disortasi dan disiapkan sebanyak 3600 butir yang akan dibagi ke dalam 36 satuan
21 berkecambah, sedangkan 50 butir benih untuk pengujian keserempakan
perkecambahan pada viabilitas benih buncis.
3.4.2.2 Penderaan Benih dengan Larutan Etanol
1. Meletakkan kertas merang dengan konsentrasi etanol untuk setiap konsentrasi perlakuan, sehingga diperlakukan kertas merang lembab etanol konsentrasi 0%, 3%, 6%, dan 9%. Pembuatan konsentrasi etanol dilakukan dengan menggunakan rumus:
Rumus: M1V1=M2V2
Keterangan: M1= konsentrasi etanol yang digunakan
V1= volume etanol yang dicari
M2= konsentrasi etanol yang dicari
V2= volume air yang digunakan
V1-V2= volume air dikurangi volume etanol yang didapat
2. Pada kertas merang yang dilembabkan dengan konsentrasi etanol benih buncis diletakkan sebanyak 50 butir dalam bentuk diguling, kemudian ditutup dan dibiarkan selama 6 jam, 12 jam, dan 18 jam deraan, baru kemudian ditiriskan. Sehingga, benih sudah mendapatkan perlakuan deraan konsentrasi etanol dengan lama deraan yang berbeda.
22 dengan waktu pengamatan dari variabel yang diamati melalui Uji Kecepatan Perkecambahan (UKP) dan Uji Keserempakan Perkecambahan (UKsP).
3.4.3. Pengujian Perkecambahan Benih
1. Uji Kecepatan Perkecambahan (UKP) dilakukan sebagai berikut:
a.) Meletakkan kertas merang dengan air, sehingga diperlakukan kertas merang lembab oleh air.
b.) Pada masing-masing kertas merang diletakkan benih buncis sebanyak 50 butir pada masing-masing perlakuan, yaitu diperlakukan dengan kertas merang lembab oleh konsentrasi etanol 0%, 3%, 6%, dan 9% dengan deraan selama 6 jam, 12 jam, dan 18 jam.
c.) Kemudian, kertas merang digulung dan diberi nama berdasarkan masing-masing perlakuan baru kemudian ditanam dalam alat pengecambah benih dengan metode Uji Kertas Digulung Didirikan dalam Plastik (UKDdP).
d.) Pada hari ketiga dilakukan pengamatan pertama, yaitu melihat persentase kecambah normal, abnormal, dan benih mati. Pengamatan dilakukan hingga hari kelima. Kemudian, dilakukan pencacatan data dan perhitungan.
2. Uji Keserempakan Perkecambahan (UKsP) dilakukan sebagai berikut:
23 b.) Pada masing-masing kertas merang diletakkan benih buncis sebanyak 50 butir
pada masing-masing perlakuan, yaitu diperlakukan dengan kertas merang lembab oleh etanol konsentrasi 0%, 3%, 6%, dan 9% dengan deraan selama 6 jam, 12 jam, dan 18 jam.
c.) Kemudian, kertas merang digulung dan diberi nama berdasarkan masing-masing perlakuan baru kemudian ditanam dalam alat pengecambah benih dengan metode Uji Kertas Digulung Didirikan dalam Plastik (UKDdP).
d.) Pada hari keempat dilakukan pengamatan, yaitu melihat persentase
kecambah normal kuat, kecambah normal lemah, dan benih mati. Pengamatan lainnya juga meliputi pengukuran panjang akar primer dan panjang hipokotil kecambah normal. Kemudian, dilakukan pencacatan data dan perhitungan. Maka, diperoleh jumlah kecambah normal.
e.) Kecambah normal tersebut dipisahkan dari kotiledonnya kemudian disimpan dalam kertas dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 70oC selama 3 x 24 jam. Selanjutnya, kecambah normal kering tersebut ditimbang menggunakan timbangan elektrik.
3.4.4. Variabel Pengamatan
24 kecambah normal lemah, panjang akar primer kecambah normal, panjang
hipokotil kecambah normal, dan bobot kering kecambah normal.
Variabel-variabel yang diamati adalah sebagai berikut:
a.)Kecepatan Perkecambahan. Pengamatan dilakukan pada hari ketiga sampai
dengan hari kelima dengan menghitung persentase kecambah normal yang tumbuh per hari. Kecepatan berkecambah dapat diketahui dengan rumus:
KP =
∑
5 (%KN) i= 3 TiKeterangan: % KN = persentase kecambah normal pengamatan hari ke-i Ti = Hari pengamatan sampai dengan hari ke-i
b.) Kecambah normal total. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah kecambah normal, yaitu kecambah dengan ciri pumula dan akar primer yang lengkap dan tumbuh normal pada hari ketiga hingga hari ketujuh pengamatan dibagi dengan benih yang ditanam (50 butir) dikali dengan 100%.
KNT= Σkecambah normal X 100% 50 butir
c.) Benih mati. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah benih mati,
yaitu bukan kecambah (tidak tumbuh bagian akar maupun plumula dapat berupa benih mati, maupun busuk oleh cendawan) pada hari ketiga hingga hari ketujuh pengamatan dibagi dengan jumlah benih yang ditanam (50 butir) dikali dengan 100%.
25
d.) Kecambah abnormal. Pengukuran dilakukan dengan mengamati kecambah
selain kecambah normal, yaitu memiliki kekurangan pada bagian diantaranya: tidak sempurnanya panjang akar primer dan/ atau hipokotil tidak tumbuh normal pada hari ketiga hingga hari ketujuh pengamatan dibagi dengan jumlah benih yang ditanam (50 butir) dikali dengan 100%.
BM= Σkecambah abnormal X 100% 50 butir
e.) Kecambah normal kuat. Pengamatan dilakukan pada hari keempat setelah
penanaman dengan menghitung jumlah kecambah normal kuat yang tumbuh, yaitu kecambah dengan akar primer dan plumula yang tumbuh sempurna (tanpa cacat). Kecambah normal kuat dihitung dengan rumus:
KNK= Σkecambah normal kuat X 100% 50 butir
f.) Kecambah normal lemah. Pengamatan dilakukan pada hari keempat setelah
penanaman dengan menghitung jumlah kecambah normal lemah, yaitu kecambah dengan akar primer dan plumula yang tumbuh dengan tidak sempurna (kecambah abnormal) dibagi dengan jumlah benih yang ditanam (50 butir) dikali 100%.
26
g.) Panjang hipokotil. Pengukuran dilakukan pada kecambah normal yang
berasal dari pengujian keserempakan tumbuh. Satuan pengukuran yang digunakan adalah sentimeter. Panjang hipokotil diukur dari titik tumbuh hingga plumula.
h.) Panjang hipokotil dan panjang akar primer. Pengukuran dilakukan pada
kecambah normal yang berasal dari pengujian keserempakan tumbuh. Satuan pengukuran yang digunakan adalah sentimeter. Panjang akar primer diukur dari titik tumbuh (pangkal batang) hingga bagian ujung akar primer.
i.) Bobot kering kecambah normal. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
V.KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Konsentrasi etanol 9% mampu menurunkan viabilitas benih buncis yang ditunjukkan oleh menurunnya kecambah normal total, bobot kering kecambah normal, dan meningkatnya benih mati.
2. Lama waktu deraan 18 jam dapat menurunkan viabilitas benih buncis yang ditunjukkan oleh variabel kecambah normal kuat.
3. Pengaruh interaksi konsentrasi etanol dan lama deraan nyata ditunjukkan oleh kecepatan perkecambahna, kecambah abnormal, dan panjang akar primer. Kombinasi antara konsentrasi etanol 9% dan lama deraan 18 jam menghasilkan nilai viabilitas yang masih bervariasi.
5.2 Saran
PUSTAKA ACUAN
Agustin, H. 2010. Hubungan Antara Kandungan Antosianin dengan Ketahan Benih Terhadap Pengusangan Cepat Beberapa Varietas Kedelai. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 1-10.
Agustrina, R. dan T. Tripeni. 2006. Fisiologi Tumbuhan I. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 110 hlm.
Allen, J. St. Angelo, dan R. L. Ory. 1982. Lipid Degradation During Seed Deterioration. (Symposium). Soutphern Regional Research Center, ARS, U.S. Department of Agriculture. New Orleans. LA 70179.
Aryati, V. 2011. Metode Pengusangan Cepat Terkontrol Untuk Mengidentifikasi Secara Dini Genotipe Padi Gogo (Oryza Sativa L.)Toleran Kekeringan. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. 1-25.
Badan Pusat Statistik. 2012. Data Produksi Buncis Tahun 1997―2010. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55 .html. 6 Maret 2012.
Bewley, J. D., M. Black. 1994. Seeds: Physiology of Development and
Germination. Plenum Press. New York, NY (USA). 445 hlm.
Buckley, W. T. dan J. Huang. 2011. An Ethanol-based Seed Vigour Assay for
Canola. Brandon Research Centre. Agriculture and Agri-food Canada. J.
Seed Sci. & Technol. 39:510-526.
Copeland, L. O. dan M. B. McDonald. 2001. Principle of Seed Science and
Technology. Fourth Edition. Kluwer Academic Publishers. London.
England. 447 pp.
Fessenden, R. J. dan J. S. Fessenden. 1990. Kimia Organik Jilid I. Erlangga. Jakarta. 590 hlm.
45 Miyoshi, K. And T. Sato. 1997. The Efects of Ethanol on Germination of Seeds
of Japonica and Indica Rice (Oryza sativaL.)Under Anaerobic and
Aerobic Conditions. J. Annals of Botany. 79: 391- 395.
Mugnisjah, W. Q. dan A. Setiawan. 1990. Pengantar Produksi Benih. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 204 hlm.
Pian, Z. A. 1981. Pengaruh Uap Etil Alkohol Terhadap Viabilitas Benih Jagung
(Zea mays L.) dan Pemanfaatannya Untuk Menduga Daya Simpan.
(Disertasi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pramono, E. 2009. Daya Simpan Dugaan 90% (DSD-90) dari Intensitas Pengusangan Cepat Kimiawi dengan Uap Etanol (IPCKU) pada Benih Kacang Tanah(Arahis hypogea L.). Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Unila. 1-7 hlm.
Pramono, E. 2011. Kemunduran Benih . (Diktat). Program Studi Agroteknologi. Universitas Lampung. Lampung.
Rubatzky, E. V., Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2, Prinsip, Produksi, dan Gizi. ITB. Bandung.(Terjemahan).
Sadjad, S., E. Murniati, dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih
(Dari Komparatif ke Simulatif). PT Grasindo bekerja sama dengan PT
Sang Hyang Seri. Jakarta. 100 hlm.
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 144 hlm.
. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. PT Grasindo. Jakarta. 145 hlm.
Tohari. 1996. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 405hlm.
Tatipata, A., P. Yudono, A. Purwantoro, W. Mangoendidjojo. 2004. Kajian Aspek Fisiologi dan Biokimia Deteriorasi Benih Kedelai dalam
Penyimpanan. J. Ilmu Pertanian. XI (2):76-87.
Wafiroh, S. 2010. Pengujian Vigor Benih Menggunakan Metode Pengusangan Cepat Terkontrol dan Korelasinya Terhadap Daya Tumbuh dan Vigor Bibit Wijen. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura
2010. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
46 Zanzibar, M. dan N. Herdiana. 2007. Pengaruh Perlakuan Pengusangan dengan
Uap Etanol terhadap Penurunan Kualitas Fisiologi Benih Akor, Merbau