• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pemohon Ijin Usaha Di Front Office Pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pemohon Ijin Usaha Di Front Office Pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PEMOHON IJIN USAHA DI FRONT OFFICE PADA BADAN

PELAYANAN PERIJINAN TERPADU KOTA MEDAN

OLEH :

JAMILAH 112103103

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KESEKRETARIATAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN TUGAS AKHIR

NAMA : JAMILAH

NIM : 112103103

PROGRAM STUDI : DIPLOMA III KESEKRETARIATAN

JUDUL : PENGARUH KUALITAS PELAYANAN

TERHADAP KEPUASAN PEMOHON IJIN USAHA DI FRONT OFFICE PADA BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU KOTA MEDAN

Tanggal : Juli 2014 KETUA PROGRAM STUDI DIPLOMA III KESEKRETARIATAN

NIP. 19741012 200003 2 003

DR. Beby Karina Fawzeea Sembiring, SE, MM

Tanggal : Juli 2014 DEKAN

NIP. 19560407 198002 1 001

(3)

PENANGGUNG JAWAB TUGAS AKHIR

NAMA : JAMILAH

NIM : 112103103

PROGRAM STUDI : DIPLOMA III KESEKRETARIATAN

JUDUL : PENGARUH KUALITAS PELAYANAN

TERHADAP KEPUASAN PEMOHON IJIN USAHA DI FRONT OFFICE PADA BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU KOTA MEDAN

Medan, Juli 2014 Menyetujui Pembimbing

(4)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pemohon Ijin Usaha

Di Front Office Pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan”.

Penyelesaian Tugas Akhir ini ternyata tidak semudah yang penulis bayangkan sebelumnya dan penulis menyadari bahwa dalam Tugas Akhir ini masih terdapat kesalahan pada penulisan maupun bahasa yang di gunakan oleh penulis.

Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Diploma di Ekonomi. Selama proses penyelesaian Tugas Akhir ini, dimulai dari pelaksanaan magang hingga akhirnya penyelesaian penulis telah banyak menerima bantuan dan bimbingan. penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, yaitu kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DMT&H, M.Sc. (CTM),Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof Dr. Azhar Maksum, M. Ec. Ac. Ak, CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

(5)

Sumatera Utara.

5. Ibu Inneke Qamariah Lubis, SE, M.Si Selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah banyak membimbing, memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, khususnya Dosen DIII Kesekretariatan yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.

7. Teristimewa buat orang tua tersayang dan tercinta Ayahanda Alm. Eriady Kelana Putra dan Ibunda Farida yang telah mengasuh, membesarkan, membimbing dan tidak bosan memberikan kekuatan lahir dan batin yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

8. Seluruh keluarga besar yang selalu memberikan kebahagiaan, nasehat dan dukungan kepada penulis.

9. Sahabat terbaik penulis Aprila Kartini Kesuma yang memberikan persahabatan yang indah mulai dari SD sampai sekarang senantiasa tetap menjadi sahabat yang terbaik dan menjadi pemotivasi bagi penulis.

(6)

ini.

12.Teman-teman kelompok magang, Mutiara Sihombing, Yesica Seniati, dan Sri Fatmah Lubis yang telah memberikan kerjasama dan kesetiakawanan yang baik sewaktu magang. Dan sahabat-sahabat penulis yang selalu mendampingi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir DIII Kesekretariatan Angkatan 2011 lainnya yang tidak di sebutkan satu persatu.

13.Seluruh teman-teman Program Studi Diploma III Kesekretariatan angkatan 2011 yang saling membantu dan memberikan banyak pengalaman berharga selama menjalani perkuliahan bersama.

14.Terima kasih kepada yang telah membantu memberikan arahan, kritik dan saran demi Kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Semoga Allah Yang Maha Kuasa, senantiasa memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada segenap pihak yang telah membantu penulis. Akhir kata, penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Medan, Juli 2014 Penulis

(7)

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Sistematika Pembahasan ... 5

BAB II PROFIL PERUSAHAAN ... 6

A. Sejarah Singkat Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan ... ... 6

B. Profil Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan .. 8

C. Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan ... ... 11

D. Deskripsi jabatan ... ... 14

BAB III PEMBAHASAN ... 18

A. Pengertian Pelayanan ... 18

(8)

E. Konsep Kepuasan ... 34

F. Kepuasan Pelanggan ... 40

G. Pengukuran Kepuasan Pelanggan ... 46

H. Penelitian ... 49

I. Analisis dan Pembahasan Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pemohon Ijin Usaha Di Front Office Pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan ... 52

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64

(9)

No. Judul

(10)

No. Judul Halaman

Gambar I Struktur Organisasi BPPT Kota Medan ... 13

Gambar 2.1 Penilaian Pelanggan Terhadap Kualitas Layanan ... 24

Gambar 2.3 Proses Kepuasan Pelanggan ... 35

Gambar 2.6 Jendela pelanggan ... 39

Gambar 5.1 Konsep Kepuasan Pelanggan ... 42

(11)

No. Judul

1. Kuesioner

(12)

A. Latar Belakang Masalah

Sehubung dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah Kota Medan mempunyai kewenangan yang luas untuk menentukan pengelolaan sumber daya yang terbaik bagi percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah. Guna pelaksanaan otonomi daerah, maka perencanaan pembangunan daerah sangat penting untuk merumuskan strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang bersifat jangka panjang (dua puluh tahun), menengah (lima tahun), dan pendek (satu tahun).

Pemerintah Kota Medan telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2011-2015 yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan dan program pembangunan untuk mewujudkan percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintahan Kota Medan perlu menyusun Rencana Strategi SKPD dengan berpedoman Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Medan Tahun 2011-2015. (Rencana Strategis BPPT Kota Medan:2010:1)

(13)

kepada masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan. Jadi kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat merupakan indikator keberhasilan otonomi daerah. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka Pemerintah Kota Medan membentuk Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Medan.

Salah satu pelayanan publik yang memiliki kualitas kurang baik dimata masyarakat adalah pelayanan perizinan. Pelayanan perizinan dianggap salah satu faktor penghambat masuknya investasi. Hal ini terlihat dari banyaknya tahap-tahap yang harus dilalui sebelum memulai bisnis di Indonesia yaitu sebanyak 12 tahapan. Sementara waktu yang dibutuhkan untuk memulai bisnis mencapai 151 hari atau yang terlama kedua di Asia (Kompas, 14 Februari 2004).

Dalam bidang perijinan pemerintah selalu berupaya melakukan penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan salah satunya yaitu dengan keluarnya suatu kebijakan untuk membentuk unit pelayanan terpadu melalui Permendagri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat. (pasal 1 ayat 11). Dengan adanya unit ini maka untuk mengurus berbagai macam izin, masyarakat hanya perlu datang ke satu tempat sehingga dapat menghemat waktu dan biaya.

(14)

semakin mendorong inisiatif pembentukan unit-unit PPTSP di Indonesia. Hal yang ingin dicapai Permendagri ini pada dasarnya ada dua: pertama, memperluas akses publik terhadap pelayanan perijinan yang berkualitas. Kedua, mendorong peningkatan investasi, dengan menyederhanakan proses-proses perijinan.

Untuk mengintegrasikan proses pelayanan ini, dibutuhkan sistem informasi yang handal yang dapat membantu petugas dalam usaha memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Sistem informasi yang akan dibangun harus dapat memenuhi prinsip Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) yang antara lain, penyelenggaraan perizinan mulai tahap pemohonan sampai penerbitan dokumen dilakukan secara terpadu dalam satu tempat, ada pemilihan antara Front Office dengan Back Office, pemohon hanya bertemu dengan petugas Front Office,

pemohon ke PPTSP hanya pada saat menyerahkan dan mengambil izin dan pembayaran dilakukan lewat kasir khusus atau loket Bank. Serta memperhatikan hal-hal mengelolaan PPTSP dilakukan dengan menggunakan sistem informasi terpadu yang dapat diakses oleh masyarakat luas dan usaha, selain itu juga sistem informasi dapat diakses oleh seluruh unit-unit kerja pemerintah daerah.

Front office menjadi bagian utama paling penting dari perusahaan adalah

berperan menjaga agar hubungan tamu dengan pihak perusahaan selalu baik, diantaranya mencoba untuk mengantisipasi keluhan dari tamu, mencari celah untuk bertanya secara langsung ke tamu bagaimana tanggapan kesan dari tamu saat datang pertama ke perusahaan, bagaimana kepuasan tamu saat berada di perusahaan. (http://sumarnork.wordpress.com/hotelier/front-office-departement/)

(15)

pengaruh kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Untuk itu diperlukan suatu kajian yang mengenai persepsi masyarakat tentang keberadaan BPPT serta perencanaan dalam pengaruh kualitas pelayanan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis melakukan observasi yang berjudul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pemohon Ijin Usaha Di Front Office Pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah penulisan ini dibatasi pada pertanyaan berikut ini :

a. Bagaimanakah kondisi pelayanan perijinan di Kota Medan berdasarkan aspek-aspek standar minimal pelayanan?

b. Bagaimana pengaruh kepuasan pemohon ijin usaha di front office pada BPPT Kota Medan?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan ini secara umum bertujuan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Secara spesifik penulisan ini bertujuan:

a. Mengetahui kondisi pelayanan perijinan di Kota Medan berdasarkan aspek-aspek standar minimal pelayanan.

b. Menganalisis pengaruh kepuasan pemohon ijin usaha di front office pada BPPT Kota Medan

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini adalah :

(16)

Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pemohon Ijin Usah Di Front Office Pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan.

b. Bagi instansi, mengembangkan teori-teori yang telah diperoleh dibangku kuliah dengan praktek dilapangan mengenai Kepuasan Pemohon Ijin Usah Di Front Office Pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan.

c. Bagi Penulis Selanjutnya, penulisan ini diharapkan di sajikan sebagai bahan refrensi dalam melanjutkan penulisan yang berkaitan dengan judul tugas akhir ini.

E. Sistematika Pembahasan

Laporan penulisan tersebut selanjutnya akan disusun sebagai berikut ini: BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, sistematika pembahasan.

BAB II PROFIL PERUSAHAAN

Bab kedua berisi tentang lokasi objek penulisan yang terdiri dari Sejarah Singkat BPPT, Profil BPPT, Struktur Organisasi BPPT, Deskripsi Jabatan BPPT. BAB III PEMBAHASAN MASALAH

Bab ini berisi tentang Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pemohon Ijin Usaha Di Front Office Pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan, pembahasan jawaban permasalahan serta analisa penulisan.

BAB IV KESIMPULAN dan SARAN

(17)

PROFIL PERUSAHAAN

A. Sejarah Singkat Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan

Pelayanan prima dituangkan pada visi dan misi yang menunjukkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap pelayanan prima aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan suatu keharusan dan tidak dapat diabaikan lagi, karena hal ini adalah merupakan bagian dari tugas dan fungsi pemerintah. Pelayanan prima kepada masyarakat tersebut diatas tertuang antara lain dalam :

1. GBHN Republik Indonesia Tahun 1999 Bab III.

2. INPRES Nomor 1 Tahun 1995 tentang Kualitas Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat.

3. Keputusan Menpan Nomor 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tata laksana Pelayanan Umum.

4. Surat Edaran Menkoswasbangpan Nomor 56/MK.WASPAN/6/1998, antara lain menyebutkan bahwa langkah-langkah perbaikan mutu pelayanan masyarakat diupayakan dengan menerapkan pola pelayanan terpadu (satu atap dan satu pintu) bagi unit-unit kerja kantor pelayanan yang terkait dalam proses atau menghasilkan suatu produk pelayanan. 5. Keputusan Menpan No. KEP/24/M.PAN/2004 tentang Pedoman Umum

(18)

6. Keputusan Menpan No. KEP/24/M.PAN/2004 tentang Petunjuk Teknisi Transparansi dan Akuntabilitas Penyelenggara Pelayanan Publik.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah antara lain ditegaskan bahwa tujuan pemberian otonomi adalah berupaya memberikan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang semakin baik kepada masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan. Jadi kualitas pelayanan paratus pemerintah kepada masyarakat merupakan indikator keberhasilan otonomi daerah. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka Pemerintah Kota Medan membentuk Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Medan. Adapun maksud didirikannya BPPT Kota Medan adalah untuk menyelenggarakan pelayanan perijinan yang prima dan satu pintu. Hal tersebut diharapkan dapat mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi penanaman modal dan investasi dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat Kota Medan. Adapun prinsip dari pelayanan prima adalah sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Menpan Nomor 81 Tahun 1993, antara lain :

Sederhana, jelas, aman, trasnparan, effisien, ekonomis, adil dan tepat waktu.

(19)

1. Mewujudkan pelayanan prima.

2. Melayani kepentingan masyarakat dalam mengurus perijinan dengan baik yang didasarkan pada prinsip-prinsip pelayanan publik, yaitu responsivitas, kesederhanaan, transparansi, dan kepastian hukum.

3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja aparatur Pemerintah Kota Medan, khususnya yang terlibat langsung dengan pelayanan masyarakat. 4. Mendorong kelancaran pemberdayaan ekonomi masyarakat, yang pada

gilirannya masyarakat dapat terdorong untuk ikut berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan pembangunan.

Dalam setiap organisasi ataupun instansi memiliki visi dan misi. Adapun visi dari Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan adalah Terwujudnya Pelayanan Prima Perizinan untuk mewujudkan Medan Kota Metropolitan yang modern, madani dan religius.

Sedangkan, misi dari Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan, antara lain :

1. Mewujudkan pelayanan perijinan yang sederhana, transparan, tepat waktu dan memiliki kepastian hukum.

2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang memiliki daya saing dan berkelanjutan.

B. Profil Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan

(20)

Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah.

Kesederhanaan, kepastian hukum, transparan itulah harapan dari dibentuknya Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan yang merupakan unit kerja pelayanan perijinan dan non perijinan. Dalam rangka Good Governance maka sudah saatnya dilakukan pelayanan kepada masyarakat secara sederhana, jelas, aman, transparan, effisien, ekonomis, adil dan tepat waktu. Hal ini

diharapkan agar dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat serta menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi penanaman modal dan investasi dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat Kota Medan.

(21)

Perijinan kepada Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan tidak berlaku lagi. Adapun ijin yang ditangani mulai bulan Januari 2011 adalah :

1. Ijin Usaha Perdagangan.

2. Ijin Usaha Industri Kecil dan Menengah. 3. Tanda Daftar Perusahaan.

4. Ijin Gangguan Perusahaan Industri.

5. Ijin Gangguan Bukan Perusahaan Industri. 6. Ijin Pelataran Parkir.

7. Ijin Optik.

8. Ijin Kerja Petugas Kesehatan.

9. Ijin Reklame Khusus Umbul-Umbul dan Spanduk. 10.Ijin Usaha Jasa Konstruksi.

11.Ijin Pengelolaan, Pengorbanan, Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah.

Tetapi untuk tanda Daftar Perusahaan, Ijin Gangguan Perusahaan Industri dan Ijin Gangguan Bukan Perusahaan Industri direncanakan aktif pada awal Januari 2011.

(22)

1. Mengurangi kontak petugas dengan para pemohon (masyarakat).

2. Membuat pemisahan yang jelas antara unit penerimaan/verifikasi dokumen (front office) dengan unit pengolah perijinan (back office).

3. Menciptakan transparansi dan kepastian waktu penyelesaian ijin pada kertas tanda terima resmi dokumen.

4. Mempublikasikan prosedur dan persyaratan perijinan secara luas. 5. Mempercepat proses perijinan dengan memotong rantai birokrasi. 6. Menyediakan kotak saran.

C. Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan

Berdasarkan peraturan Walikota Medan Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rincian Tugas Pokok Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan, dimana di dalamnya salah satunya mengatur Struktur Organisai Badan Pelayanan Perijinan (BPPT) Kota Medan yaitu pada Bab II pasal 2 dimana Organisasi Badan terdiri dari :

a. Sekretariat

b. Bagian Tata Usaha, Membawahkan : 1. Sub Bagian Umum

2. Sub Bagian Keuangan

3. Sub Bagian Penyusunan Program c. Bidang Pelayanan Perijinan I

(23)

g. Tim Teknisi

(24)

Sumber : Sub Bagian Umum BPPT Kota Medan 2010

GAMBAR I

STRUKTUR ORGANISASI BPPT KOTA MEDAN Sekretariat

Bidang Pelayanan Perijinan I (Usaha Perdagangan dan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu

(25)

D. Deskripsi Jabatan 1. Sekretariat/Badan

a. Badan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.

b. Badan sebagaimana dimaksud didukung oleh sekretariat yang dipimpin oleh Kepala.

c. Kepala sekretariat sebagaimana dimaksud karena jabatannya adalah Kepala Badan.

Sekretariat/Badan mempunyai tugas pokok melaksanakan koordinasi dan menyelenggarakan pelayanan administrasi di bidang perijinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simplikasi, keamanan dan kepastian.

2. Bagian Tata Usaha

Bagian Tata Usaha dipimpin oleh Kepala Bagian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan.

Tugas pokok Bagian Tata Usaha melaksanakan sebagian tugas Badan lingkup ketatausahaan yang meliputi pengelolaan administrasi umum, keuangan dan penyusunan program :

1) Sub Bagian Umum

(26)

2) Sub Bagian Keuangan

Dipimpin oleh Kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Tata Usaha dan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Bagian Tata Usaha lingkup pengelolaan administrasi keuangan.

3) Sub Bagian Penyusunan Program

Dipimpin oleh Kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Tata Usaha lingkup penyusunan program dan laporan.

3. Bidang Pelayanan Perijinan I

Bidang Pelayanan Perijinan I dipimpin oleh Kepala Bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan.

Bidang Pelayanan Perijinan I mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagain tugas Badan lingkup pelayanan perijinan yang berkaitan dengan Usaha, Perdagangan, dan Prindustrian.

4. Bidang Pelayanan Perijinan II

Bidang Pelayanan Perijinan II dipimpin oleh Kepala Bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan.

(27)

5. Bidang Pelayanan Perijinan III

Bidang Pelayanan Perijinan III dipimpin oleh Kepala Bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan.

Bidang Pelayanan Perijinan III mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Badan lingkup pelayanan perijinan yang berkaitan dengan Tata Ruang, Perhubungan dan Lingkup Hidup.

6. Bidang Pelayanan Perijinan IV

Bidang Pelayanan Perijinan IV dipimpin oleh Kepala Bidang, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan.

Bidang Pelayanan Perijinan IV mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Badan lingkup pelayanan perijinan yang berkaitan dengan Konstruksi, Kesehatan dan Lain-lain.

7. Tim Teknis

Tim Teknis mempunyai tugas :

a. Meneliti permohonan ijin.

b. Mengadakan rapat pembahasan permohonan ijin.

c. Melaksanakan peninjauan lokasi/lapangan terhadap permohonan ijin apabila diperlukan.

(28)

e. Memberikan sarana-sarana atau pertimbangan-pertimbangan kepada Kepala Badan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan fungsi Badan. f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan

tugas dan fungsinya.

8. Kelompok Jabatan Fungsional

a. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah Tenaga Fungsiaonal yang diatur dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undang. b. Setiap kelompok Jabatan Fungsional dipimpin oleh Tenaga Fungsional

Senior yang dihunjuk.

c. Jumlah Tenaga Fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.

(29)

A. Pengertian Pelayanan

Menurut Boediono (2003), pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar tercipta kepuasan dan keberhasilan. Hakikat pelayanan umum

yang berkualitas adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah di bidang pelayanan umum.

b. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna (efektif dan efisien).

c. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.

Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus. Secara sederhana definisi kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya. Dengan demikian, yang dikatakan kualitas di sini adalah kondisi dinamis yang bisa menghasilkan :

(30)

c. Suatu proses yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. d. Lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

Untuk menciptakan kualitas, pelayanan harus diproses secara terus-menerus dan prosesnya mengikuti jarum jam, yaitu dimulai dari apa yang dilakukan, menjelaskan bagaimana mengerjakannya, memperlihatkan bagaimana cara mengerjakan, diakhiri dengan menyediakan pembimbingan, dan mengoreksi, sementara mereka mengerjakan.

Kasmir (2005:25) menyatakan dasar-dasar pelayanan yang harus dipahami dan dimengerti seorang customer service, pramuniaga, public relation, satpam atau kasir adalah :

a. Berpakaian dan berpenampilan rapi dan bersih.

b. Percaya diri, bersikap akrab dan penuh dengan senyum.

c. Menyapa dengan lembut dan berusaha menyebutkan nama jika sudah kenal. d. Tenang, sopan, hormat, serta tekun mendengarkan setiap pembicaraan. e. Berbicara dengan bahasa yang baik dan benar.

f. Bergairah dalam melayani nasabah dan tunjukkan kemampuannya. g. Jangan menyela atau memotong pembicaraan.

h. Mampu meyakinkan pelanggan serta memberikan kepuasan.

i. Jika tidak sanggup menangani permasalahan yang ada, minta bantuan. j. Bila belum dapat melayani, beritahukan kapan akan dilayani.

(31)

Pelayanan publik juga diartikan, sebagai pemberi layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Dengan demikian, pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh pengelenggara Negara. Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakikatnya Negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

Oleh sebab itu menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Bab V, pasal 17 menyebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.

2. Kejelasan

(32)

3. Kepastian dan tepat waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

4. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. Sehingga hasil dari yang diinginkan oleh masyarakat sesuai.

5. Tidak diskriminatif

Tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gander, dan status ekonomi.

6. Bertanggung jawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

7. Kelengkapan sarana dan prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika.

8. Kemudahan akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi komunikasi dan informatika.

9. Kejujuran

(33)

masyarakat dalam menyelesaikan persoalan/keluhan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

10.Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan

Aparat penyelenggara pelayanan harus disiplin, sopan, ramah, dan memberikan pelayanan dengan ikhlas, sehingga penerima pelayanan merasa dihargai hak-haknya.

11.Keamanan dan kenyamanan

Proses produk dan pelayanan publik dapat memberikan rasa aman, nyaman dan kepastian hukum.

B. Konsep Kualitas Layanan

Konsep kualitas layanan pada dasarnya memberikan persepsi secara konkrit mengenai kualitas suatu layanan. Konsep kualitas layanan ini merupakan suatu revolusi secara menyeluruh, permanen dalam mengubah cara pandang manusia dalam menjalankan atau mengupayakan usaha-usahanya yang berkaitan dengan proses dinamis, berlangsung, terus menerus di dalam memenuhi harapan, keinginan dan kebutuhan. Hal ini sesuai dengan teori ”Quality” yang dikemukakan oleh Marcel (2003:192) bahwa keberhasilan suatu tindakan jasa ditentukan oleh kualitas. Kualitas merupakan apresiasi tertinggi dari tindakan pelayanan.

(34)

dinamis, berlangsung, terus menerus dalam memenuhi kepuasan pelanggan. Teori ”tujuan” yang dikembangkan oleh Samuelson (2000:84) bahwa tujuan adalah asumsi kepuasan yang disesuaikan dengan tingkat kualitas layanan.

Konsep kualitas layanan pada dasarnya adalah suatu standar kualitas yang harus dipahami di dalam memberikan pelayanan yang sebenarnya tentang pemasaran dengan kualitas layanan. Hal tersebut bukan hanya bersifat cerita atau sesuatu yang mengada-ada, tetapi harus disesuaikan dengan suatu standar yang layak, seperti standar ISO (International Standardization Organization), sehingga dianggap sebagai suatu kondisi yang sehat untuk tujuan atau pemakaian, memiliki keselarasan dengan spesifikasi, kebebasan dengan segala kekurangannya, membentuk kepuasan pelanggan, memiliki kredibilitas yang tinggi dan merupakan kebanggaan.

Yong dan Loh (2003:146) memberikan suatu pengertian bahwa konsep kualitas layanan adalah suatu kecocokan untuk penggunaan (fitness for yours) yang bertujuan untuk menemukan suatu pemikiran yang jelas dari proses pemikiran yang melahirkan adanya suatu pemahaman yang tidak sulit untuk dipahami, karena tujuannya jelas dan prosesnya merupakan continue quality improvement (proses yang berkelanjutan).

(35)

diharapkan dan dirasakan ditentukan oleh kualitas layanan. Kualitas layanan tersebut terdiri dari daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan. Selain itu, pelayanan yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh berbagai persepsi komunikasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu dan komunikasi eksternal, persepsi inilah yang memengaruhi pelayanan yang diharapkan (Ep = Expectation) dan pelayanan yang dirasakan (Pp = Perception) yang membentuk adanya konsep kualitas layanan. Lebih jelasnya dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Sumber : Parasuraman (2001:162)

Gambar 2.1

(36)

Parasuraman (2001:165) menyatakan bahwa konsep kualitas layanan adalah suatu pengertian yang kompleks tentang mutu, tentang memuaskan atau tidak memuaskan. Konsep kualitas layanan dikatakan bermutu apabila pelayanan yang diharapkan lebih kecil daripada pelayanan yang dirasakan (bermutu). Dikatakan konsep kualitas layanan memenuhi harapan, apabila pelayanan yang diharapkan sama dengan yang dirasakan (memuaskan). Demikian pula dikatakan persepsi tidak memenuhi harapan apabila pelayanan yang diharapkan lebih besar daripada pelayanan yang dirasakan (tidak bermutu).

Konsep kualitas layanan dari harapan yang diharapkan seperti dikemukakan di atas, ditentukan oleh empat faktor, yang saling terkait dalam memberikan suatu persepsi yang jelas dari harapan pelanggan dalam mendapatkan pelayanan. Keempat faktor tersebut adalah:

1. Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication), faktor

ini sangat menentukan dalam pembentukan harapan pelanggan atas suatu jasa/pelayanan. Pemilihan untuk mengkonsumsi suatu jasa/pelayanan yang bermutu dalam banyak kasus dipengaruhi oleh informasi dari mulut ke mulut yang diperoleh dari pelanggan yang telah mengkonsumsi jasa tersebut sebelumnya.

2. Kebutuhan pribadi (personal need), yaitu harapan pelanggan bervariasi

tergantung pada karakteristik dan keadaan individu yang memengaruhi kebutuhan pribadinya.

3. Pengalaman masa lalu (past experience), yaitu pengalaman pelanggan

(37)

harapannya untuk memperoleh pelayanan jasa yang sama di masa kini dan yang akan datang.

4. Komunikasi eksternal (company’s external communication) yaitu

komunikasi eksternal yang digunakan oleh organisasi jasa sebagai pemberi pelayanan melalui berbagai bentuk upaya promosi juga memegang peranan dalam pembentukan harapan pelanggan.

Berdasarkan pengertian di atas terdapat tiga tingkat konsep kualitas layanan yaitu:

1. Bermutu (quality surprise), bila kenyataan pelayanan yang diterima

melebihi pelayanan yang diharapkan pelanggan.

2. Memuaskan (satisfactory quality), bila kenyataan pelayanan yang diterima

sama dengan pelayanan yang diharapkan pelanggan.

3. Tidak bermutu (unacceptable quality), bila ternyata kenyataan pelayanan

yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan pelanggan.

Sesungguhnya kualitas layanan merupakan kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik dan kualitas hasil yang diterima oleh pelanggan dalam rangka memenuhi tingkat kepuasannya.

(38)

(ease of use), estetika (esthetics) dan sebagainya, seperti kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik dan kualitas hasil.

Dalam definisi tentang kualitas, baik yang konvensional maupun yang strategis, dikatakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok berikut:

1. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan jasa, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan jasa itu.

2. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.

Berdasarkan pengertian dasar tentang kualitas di atas, tampak bahwa kualitas selalu berfokus pada pelayanan pelanggan (customer service focused quality). Dengan demikian jasa-jasa didesain sedemikian rupa serta pelayanan

diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Karena kualitas mengacu kepada segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu jasa yang dihasilkan baru dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dimanfaatkan dengan baik, serta dijasasi (dihasilkan) dengan cara yang baik dan benar.

(39)

1. Kualitas desain, pada dasarnya mengacu kepada aktivitas yang menjamin bahwa jasa baru atau jasa yang dimodifikasi, didesain sedemikian rupa untuk memenuhi keinginan dan harapan pelanggan serta secara ekonomis layak untuk dikerjakan. Dengan demikian, kualitas desain adalah kualitas yang direncanakan. Kualitas desain itu akan menentukan spesifikasi jasa dan merupakan dasar pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pelayanan, spesifikasi penggunaan, serta pelayanan purna jual. Kualitas desain pada umumnya merupakan tanggungjawab pada Bagian Riset dan Pengembangan (R&D), Rekayasa Proses (Process Engineering), Riset Pasar (Market Research) dan bagian-bagian lain yang berkaitan.

2. Kualitas Konformansi mengacu kepada pembuatan jasa atau pemberian jasa layanan yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya pada tahap desain itu. Dengan demikian kualitas konformansi menunjukkan tingkat sejauh mana jasa yang dibuat memenuhi atau sesuai dengan spesifikasi jasa. Pada umumnya, bagian-bagian jasa, perencanaan dan pengendalian jasasi, pembelian dan pengiriman memiliki tanggungjawab utama untuk kualitas konformansi itu.

3. Kualitas pemasaran dan pelayanan purna jual berkaitan dengan tingkat sejauh mana dalam menggunakan jasa itu memenuhi ketentuan-ketentuan dasar tentang pemasaran, pemeliharaan dan pelayanan purna jual.

(40)

jasa akan komparatif dengan unsur-unsur yang mendukungnya, yaitu: (1) adanya jasa jasa yang sesuai dengan bentuk pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan, (2) penyampaian informasi yang kompleks, terformalkan dan terfokus di dalam penyampaiannya, sehingga terjadi bentuk-bentuk interaksi antara pihak yang memberikan pelayanan jasa dan yang menerima jasa, dan (3) memberikan penyampaian bentuk-bentuk kualitas layanan jasa sesuai dengan lingkungan jasa yang dimiliki oleh suatu organisasi jasa.

C. Unsur-unsur Kualitas Layanan

Setiap organisasi modern dan maju senantiasa mengedepankan bentuk-bentuk aktualisasi kualitas layanan. Kualitas layanan yang dimaksud adalah memberikan bentuk pelayanan yang optimal dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, harapan dan kepuasan dari masyarakat yang meminta pelayanan dan yang meminta dipenuhi pelayanannya. Parasuraman (2001:26) mengemukakan konsep kualitas layanan yang berkaitan dengan kepuasan ditentukan oleh lima unsur yang biasa dikenal dengan istilah kualitas layanan “RATER” (responsiveness, assurance, tangible, empathy dan reliability). Konsep kualitas layanan RATER intinya adalah membentuk sikap dan perilaku dari pengembang pelayanan untuk memberikan bentuk pelayanan yang kuat dan mendasar, agar mendapat penilaian sesuai dengan kualitas layanan yang diterima.

(41)

dengan kehandalannya (reliability) menjalankan tugas pelayanan yang diberikan secara konsekuen untuk memuaskan yang menerima pelayanan.

Berdasarkan inti dari konsep kualitas layanan “RATER” kebanyakan organisasi kerja yang menjadikan konsep ini sebagai acuan dalam menerapkan aktualisasi layanan dalam organisasi kerjanya, dalam memecahkan berbagai bentuk kesenjangan (gap) atas berbagai pelayanan yang diberikan oleh pegawai dalam memenuhi tuntutan pelayanan masyarakat. Aktualisasi konsep “RATER” juga diterapkan dalam penerapan kualitas layanan pegawai baik pegawai pemerintah maupun non pemerintah dalam meningkatkan prestasi kerjanya.

Lebih jelasnya dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi kualitas layanan dengan menerapkan konsep “RATER” yang dikemukakan oleh Parasuraman (2001:32) sebagai berikut:

1. Responsiveness (Daya Tanggap), yang ditandai dengan keinginan

melayani konsumen dengan cepat.

2. Assurance (Jaminan), yang ditandai tingkat perhatian terhadap etika dan moral dalam memberikan pelayanan.

3. Tangibles (Bukti Fisik), yang ditandai dengan penyediaan yang menandai

sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

4. Empathy (Empati), yang ditandai tingkat kemauan untuk mengetahui

keinginan dan kebutuhan konsumen.

(42)

D. Kualitas Pelayanan Publik

Secara teoritis, tujuan pelayanan publik menurut Sinambela, dkk (2010:6) pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari :

1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberian dan penerimaan pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apa pun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain.

6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

(43)

yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Menurut Sinambela, dkk (2010:6) definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti :

1. Kinerja (performance) 2. Keandalan (reliability)

3. Mudah dalam penggunaan (ease of use) 4. Estetika (esthetics), dan sebagainya.

Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).

Selain peningkatan kualitas pelayanan melalui pelayanan prima, pelayanan yang berkualitas juga dapat dilakukan dengan konsep “layanan sepenuh hati”. Layanan sepenuh hati yang digagas oleh Patricia Patton dalam Sinambela, dkk (2010:8) dimaksudkan layanan yang berasal dari diri sendiri yang mencerminkan emosi, watak, keyakinan, nilai, sudut pandang, dan perasaan. Oleh karena itu, aparatur pelayanan dituntut untuk memberikan layanan kepada pelanggan dengan sepenuh hati. Layanan seperti ini tercermin dari kesungguhan aparatur untuk melayani. Kesungguhan yang dimaksudkan, aparatur pelayanan menjadikan kepuasan pelanggan sebagai tujuan utamanya.

(44)

Untuk mencapai hal ini, aparatur pelayanan tidak boleh menghindari dari prinsip pelayanan dilakukan sepenuh hati.

Paradigma pelayanan publik di Indonesia haruslah diubah. Berbagai fenomena pelayanan publik harus diperbaiki, sehingga pelayanan publik dapat dioptimalkan.

Layanan sepenuh hati, juga bisa membantu kita menyisihkan waktu untuk memahami orang lain dan peduli terhadap perasaan mereka. Nilai yang sebenarnya dalam layanan sepenuh hati menurut Patton dalam Sinambella, dkk (2010:9) terletak pada kesungguhan empat sikap “P” yaitu :

1. Passionate (gairah) 2. Progressive (progresif) 3. Proactive (proaktif) 4. Positive (positif)

Patricia Patton lebih jauh mengemukakan bahwa dalam melakukan pelayanan sepenuh hati terdapat tiga paradigma pengikat yang seyogianya dipahami oleh aparatur pelayanan. Paradigma tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana memandang diri sendiri

(45)

2. Bagaimana memandang orang lain

Pekerjaan pembungkus makanan menghargai orang lain, para konsumen dan barang yang dibelinya. Hal ini dapat dilihat dari caranya mengepak makanan dan sikap dalam memperlakukan para konsumennya. Ia tidak hanya ramah dan profesional, namun juga mampu menjalin hubungan emosional dengan setiap konsumen.

3. Bagaimana memandang pekerjaan

Pekerjaan pembungkus makanan menjadikan pekerjaannya penting dan khusus. Ia menambah nilai pekerjaannya dengan cara mengemas barang belanjaan konsumen dengan efisien dan penuh perhatian. Ia bangga terhadap dirinya sendiri karena selama ini belum pernah barang yang dibungkusnya pecah atau rusak.

E. Konsep Kepuasan

(46)

Menurut Keagen dalam buku karya Tjiptono (2004:24) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan ditentukan oleh dua hal yaitu keluhan dan harapan pelanggan terhadap jasa yang diterima. Apabila menerima perlakuan yang baik, sesuai dan memuaskan pelanggan akan merasa terpenuhi harapannya, ditandai dengan adanya perasaan senang. Sedangkan apabila penerimaan perlakuan kurang baik, tidak sesuai, memberi kesan negatif dan tidak memuaskan, dianggap bahwa pelayanan yang diberikan tidak sesuai harapan, yang menyebabkan pelanggan mengeluh, keluhan tersebut menandakan bahwa pelanggan merasa kecewa.

Rangkuti (2003:40) kepuasan pelanggan terhadap suatu jasa ditentukan oleh tingkat kepentingan pelanggan sebelum menggunakan jasa dibandingkan dengan hasil persepsi pelanggan terhadap jasa tersebut setelah pelanggan merasakan kinerja jasa tersebut. Lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2.3 berikut:

Sumber : Rangkuti (2003:40)

Gambar 2.3

Proses Kepuasan Pelanggan

Desired Service

Adequate Service Persepsi Pelanggan

Pelanggan sangat puas

Pelanggan sangat tidak puas Harapan

Pelanggan

(47)

Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah kualitas layanan yang terdiri dari 5 (lima) dimensi pelayanan yaitu:

1. Responsiveness (daya tanggap)

2. Assurance (jaminan)

3. Tangibles (bukti fisik)

4. Empathy (empati)

5. Reliability (kehandalan)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan dan ekspektasi pelanggan menurut Gaspersz (2003:35) terdiri dari:

1. “Kebutuhan dan keinginan” yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan pelanggan ketika ia sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen jasa. Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginannya besar, harapan atau ekspektasi pelanggan akan tinggi, demikian pula sebaliknya. 2. Pengalaman masa lalu (terdahulu) ketika menggunakan jasa pelayanan

dari organisasi jasa maupun pesaing-pesaingnya.

3. Pengalaman dari teman-teman, yang menceritakan mengenai kualitas layanan jasa yang dirasakan oleh pelanggan itu. Hal ini jelas mempengaruhi persepsi pelanggan terutama pada jasa-jasa yang dirasakan berisiko tinggi.

(48)

pelanggan. Kampanye yang berlebihan dan secara aktual tidak mampu memenuhi ekspektasi pelanggan akan mengakibatkan dampak negatif terhadap persepsi pelanggan tentang pelayanan jasa yang diberikan.

Penyelenggaraan suatu pelayanan, baik kepada pelanggan internal maupun eksternal, pihak penyedia dan pemberi pelayanan harus selalu berupaya untuk mengacu kepada tujuan utama pelayanan yaitu kepuasan pelanggan (consumer satisfaction).

Barata (2001:15), sebagai pihak yang melayani tidak akan mengetahui apakah pelanggan yang dilayani puas atau tidak, karena yang dapat merasakan kepuasan dari suatu layanan hanyalah pelanggan yang bersangkutan. Tingkat kepuasan yang diperoleh para pelanggan biasanya sangat berkaitan erat dengan standar kualitas barang atau jasa yang dinikmati serta layanan lain berupa layanan pra-jual, saat transaksi.

Ukuran standar kualitas yang ditentukan oleh produsen barang atau jasa belum tentu sama dengan ukuran standar kualitas yang ditentukan oleh pelanggan. Misalnya, apabila dalam memberikan pelayanan yang sama kepada pelanggan yang berbeda, maka tingkat kepuasan yang dirasakan oleh masing-masing pelanggan akan berbeda. Dalam hal ini, tentu saja pernyataan pelanggan akan sangat beragam, tergantung citarasa yang bersangkutan.

(49)

tentu saja sifatnya subyektif dan kita tidak akan pernah tahu secara pasti apakah pernyataan dari pelanggan itu benar-benar tulus atau hanya sekedar basa-basi.

Peningkatan kepuasan pelanggan dapat dipahami dari ekspektasi pelanggan dari suatu alat yang disebut jendela pelanggan (customer window) yang diperkenalkan oleh ARBOR Inc. dalam suatu riset pasar dan TQM yang mendesain beberapa inti simple grid yang mewakili inti dari Jendela Pelanggan. Jendela Pelanggan membagi karakteristik pelayanan jasa ke dalam empat kuadrat, yaitu:

1. Pelanggan menginginkan karakteristik itu, tetapi ia tidak mendapatkannya. 2. Pelanggan menginginkan karakteristik itu, dan ia mendapatkannya.

3. Pelanggan tidak menginginkan karakteristik itu, tetapi ia mendapatkannya. 4. Pelanggan tidak menginginkan karakteristik itu, dan ia tidak

(50)

Lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2.6 di bawah ini:

Sumber : Oemi (1995:155)

Gambar 2.6 Jendela Pelanggan

Menggunakan jendela pelanggan sebagai alat analisis, dapat mengetahui apakah posisi jasa berada di kotak A, B, C atau D. Posisi terbaik apabila berada dalam kotak B (Bravo), hal ini pelanggan memperoleh apa yang diinginkannya dari mengkonsumsi jasa yang ditawarkan, sehingga pelanggan akan puas. Apabila posisi berada dalam kotak A (Attention), dalam hal ini membutuhkan perhatian karena pelanggan tidak memperoleh apa yang diinginkannya, sehingga pelanggan menjadi tidak puas.

(51)

Jika posisi berada dalam kotak C (Cut or Communicate), maka harus menghentikan penawaran atau berusaha mendidik pelanggan tentang manfaat dari karakteristik jasa yang ditawarkan, karena dalam posisi ini pelanggan memperoleh apa yang tidak diinginkannya. Sedangkan apabila posisi berada di dalam kotak D (Don’t Worry Be Happy), maka tidak menjadi masalah karena pelanggan tidak memperoleh apa yang tidak diinginkannya.

Teori-teori di atas dengan kaitannya terhadap tingkat kepuasan pelanggan, dapat tercermin dari adanya perasaan senang, tidak mengeluh dan mendapatkan pelayanan yang konsisten. Apabila pihak pengembang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan, maka penerapan kualitas layanan dapat diterima dengan baik oleh pelanggan.

F. Kepuasan Pelanggan

(52)

Dalam Nasution, M.N. (2004:104) banyak pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan pelanggan. Day (dalam Tse dan Wilton, 1988:204) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasana pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian/diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Engel, et al. (1990) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. Sedangkan pakar pemasaran Kotler (1994) dalam Tjiptono (2001:146) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.

(53)

Sumber : Tjiptono, Fandy (2001:147)

Gambar 5.1.

Konsep Kepuasan Pelanggan

Pelanggan mengeluh karena tidak puas. Ia tidak pusa karena harapannya tidak terpenuhi. Dengan demikian semakin tinggi harapan para pembelian seorang pelanggan, maka semakin besar kemungkinan ia tidak puas terhadap jasa yang dikonsumsinya. Oleh karena itu kunci komunikasi dalam pemasaran jasa adalah manajemen harapan pelanggan.

Dalam hal terjadi ketidakpuasan, ada beberapa kemungkinan tindakan yang bisa dilakukan pelanggan (lihat Gambar 5.4), yaitu :

Tujuan Perusahaan

PRODUK

Nilai Produk Bagi Pelanggan

Tingkat Kepuasan Pelanggan

Kebutuhan dan Keinginan Pelangganm

(54)

Sumber : Tjiptono, Fandy (2001:157)

Gambar 5.4

Kemungkinan-Kemungkinan Pemecahan Masalah Pelanggan Yang Tidak Puas

Tidak Komplain Komplain

Membeli Lagi Service Encounter

Hasil

(55)

1. Tidak melakukan apa-apa

Pelanggan yang tidak puas tidak melakukan complain, tetapi mereka praktis tidak akan membeli atau menggunakan jasa perusahaan yang bersangkutan lagi.

2. Melakukan komplain

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seorang pelanggan yang tidak puas akan melakukan komplain atau tidak, yaitu :

a. Derajat kepentingan konsumsi yang dilakukan. Hal ini menyangkut derajat pentingnya jasa yang dibutuhkan untuk mengkonsumsi jasa, serta social visibility. Apabila derajat kepentingan, biaya, dan waktu yang dibutuhkan (dalam mengkonsumsi jasa) relatif tinggi, maka kuat kecenderungannya bahwa pelanggan akan melakukan komplain.

b. Tingkat ketidakpuasan pelanggan. Semakin tidak puas seorang pelanggan, maka makin besar kemungkinannya ia melakukan komplain.

c. Manfaat yang diperoleh. Apabila manfaat yang diperoleh dari penyampaian komplain besar, maka semakin besar pulak kemungkinan pelanggan akan melakukan komplain.

(56)

e. Sikap pelanggan terhadap keluhan. Pelanggan yang bersikap positif terhadap penyampaian keluhan biasanya sering menyampaikan keluhannya karena yakin akan manfaat positif yang akan diterimanya. f. Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi. Faktor ini mencakup

waktu yang dibutuhkan, dan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan komplain. Apabila tingkat kesulitannya tinggi, maka pelanggan senderung tidak akan melakukan komplain.

g. Peluang keberhasilan dalam melakukan komplain. Bila pelanggan merasa bahwa peluang keberhasilannya dalam melakukan komplain sangat kecil, maka ia cenderung tidak akan melakukannya. Hal sebaliknya terjadi apabila dirasakan peluangnya besar.

Komplain yang disampaikan berkenaan dengan adanya ketidakpuasan dapat dikelompokkan menjadi tiga katagori, yaitu :

1. Voice response. Katagori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan

secara langsung dan/atau meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan. Bila pelanggan melakukan hal ini, maka perusahaan masih mungkin memperoleh beberapa manfaat.

2. Private response. Tindakan yang dilakukan antara lain

memperingatkan atau memberitahu kolega, teman, atau keluarganya mengenai pengalamannya dengan jasa atau perusahaan yang bersangkutan. Umumnya tindakan ini sering dilakukan dan dampaknya sangat besar bagi citra perusahaan.

3. Third-party response. Tindakan yang dilakukan meliputi usaha

(57)

atau secara langsung mendatangi lembaga konsumen, instansi hukum, dan sebagainya. Tindakan seperti ini sangat ditakuti oleh sebagian besar perusahaan yang tidak memberi pelayanan baik kepada pelanggannya atau perusahaan yang tidak memiliki prosedur penanganan keluhan yang baik.

G. Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk melakukan mengukur dan menentukan kepuasan pelanggannya (juga pelanggan perusahaan pesaing).

Kotler (1994) dalam Tjiptono (2001:148) mengemukakan 4 metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu :

1. Sistem keluhan dan saran

Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Tidak semua pelanggan yang tidak puas lantas akan menyampaikan keluhannya. Bisa saja mereka langsung beralih pemasok dan tidak akan membeli lagi jasa perusahaan.

2. Survai kepuasan pelanggan

(58)

(signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para

pelanggannya.

3. Ghost shopping

Dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing.

4. Lost customer analysis

Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Yang diharapkan adalah akan diperolehnya informasi penyebab terjadinya hal tersebut.

Peters (dalam Fandy, 1995:106) mengemukakan, terdapat sepuluh kunci sukses dalam mengukur kepuasan pelanggan. (dalam M.N. Nasution 2004:122)

1. Frekuensi survai. Survai formal dilakukan setiap 2 atau 3 bulan sekali dan survai informal setiap bulan sekali.

2. Format. Pelaksanaan survai dilaksanakan pihak ketiga di luar perusahaan. 3. Isi. Pertanyaan hendaknya standar yang dapat dikuantifikasikan.

4. Desain isi. Harus mendesain survai secara sistematis dalam memperhatikan setiap pandangan yang ada.

5. Melibatkan setiap orang/karyawan. Semua fungsi dan tingkatan organisasi harus dilibatkan dalam survai.

(59)

7. Kombinasi berbagai ukuran. Ukuran-ukuran yang dipergunakana dibatasi pada skor kuantitatif gabungan dan beberapa individu kelompok/tim, fasilitas (pabrik atau kantor operasi atau tokoh), dan divisi.

8. Hubungan dengan kompesasi dan reward. Hasil pengukuran kepuasan pelanggan dikaitkan dengan sistem kompensasi.

9. Penggunaan ukuran secara simbolik. Ukuran kepuasan pelanggan dibuat dalam kalimat sederhana dan mudah diingat, serta ditempatkan di setiap bagian organisasi.

10.Bentuk pengukuran lainnya. Deskripritif kualitatif mengenai hubungan karyawan dengan pelanggan harus mencakup penilaian sampai sejauh mana karyawan memiliki orientasi pada kepuasan pelanggan.

Dari 10 kunci sukses pengukuran kepuasan pelanggan di atas, maka kunci untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan, baik internal maupun eksternal adalah komunikasih secara terus-menerus. Komunikasi natarkaryawan (pelanggan internal) adalah menyampaikan informasi, seperti spesifikasi, standar, prosedur, dan metode kerja, serta menyediakan sarana bagi karyawan untuk menyampaikan pandangan dan idenya. Untuk mendorong dan memudahkan komunikasi tersebut, digunakan mekanisme gugus mutu (quality circles), tim antarbagian, pembicaraan santai pada rehat kopi, dan lain-lain. Sedangkan perusahaan pelanggan eksternal antara lain disebabkan adanya teknologi baru, persaingan pasar, perubahan selera, perubahan sosial, dan konflik internasional.

(60)

penting oleh para pelanggan/penumpang. Dalam hal ini digunakan Skala Likert untuk menilai tingkat kepentingan pelanggan, yang terdiri dari sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju,dan sangat tidak setuju.

H. Penelitian 1. Metode Penelitian

Hadari Nawawi menjelaska metode yang digunakan dalam usaha untuk menangkap gejala-gejala alam dan gejala sosial dalam kehidupan manusia dengan mempergunakan prosedur kerja yang sistematis, teratur, tertib, dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Dari penjelasan diatas dapat peneliti simpulkan bahwa adalah suatu kegiatan ilmiah dalam memecahkan masalah dengan cara sistematis yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dan jenis penelitian adalah studi kasus yang didukung oleh survei dengan mengumpulkan data melalui pemberian pertanyaan kuisioner kepada responden.

2. Populasi dan Sampel

(61)

Jika kita hanya akan meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut disebut penelitian sampel. Menurut Sugiyono (2010:215) sampel adalah sebagian dari populasi itu. Populasi itu misalnya penduduk diwilayah tertentu, jumlah pegawai pada organisasi tertentu, jumlah guru dan murid di sekolah tertentu dan sebagainya. Sementara itu, Margono (2010:121) mengemukakan bahwa sampel adalah sebagai bagian dari populasi, sebagai contoh (monster) yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu. Senada dengan itu, Sudjana (2005:6) mengemukakan bahwa sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi. Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa sampel adalah sebagian bagian dari populasi yang diambil.

Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling yaitu penunjukan langsung responden sesuai kebutuhan penelitian. Jadi besar sampel dalam penelitian ini ditetapkan 30 responden pemohon ijin usaha pada BPPT Kota Medan.

3. Kuesioner

Menurut Sutrisno Hadi (2004:177) metode kuesioner dalam bentuknya yang langsung mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-reports, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.

Adapun anggapan-anggapan yang dipegang oleh peneliti menggunakan metode ini ialah :

a. Bahwa subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.

(62)

c. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Peneliti menyimpulkan, kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara tertulis yang diberikan kepada responden dengan maksud untuk memperoleh data yang akurat dan valid.

4. Metode Pengumpulan Data

Data primer biasanya dikumpulkan melalui wawancara maupun kuesioner. Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah melalui data angket kuisioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner ini mencantumkan identitas responden yang terdiri dari jenis kelamin, usia, dan pendidikan terakhir yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden. Karakteristik Responden dalam buku :

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. b. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia.

(63)

I. Analisis dan Pembahasan Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pemohon Ijin Usaha Di Front Office Pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan

1. Analisis Deskriptif

Penelitian ini menjelaskan secara deskriptif hasil dari Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pemohon Ijin Usaha Di Front Office Pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan, sebagai berikut : sangat setuju (SS), setuju (S), kurang setuju (KS), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).

Dari penyebaran kuesioner yang telah di lakukan, maka diperoleh penilaian kualitas pelayanan terhadap kepuasan pemohon ijin usah yang di analisiskan sebagai berikut:

1) Variable Kualitas Pelayanan a. Dimensi Daya Tanggap

No. SS % S % KS % TS % STS % Jumlah

%

1. 12 40 18 60 0 0 0 0 0 0 100%

2. 12 40 18 60 0 0 0 0 0 0 100%

3. 11 36.7 19 63.3 0 0 0 0 0 0 100%

4. 9 30 13 43.3 8 26.7 0 0 0 0 100%

1. Pada pertanyaan mengenai pengantrian dalam

(64)

2. Pada pertanyaan mengenai menerima panggilan dalam pengurusan surat ijin usaha menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju sebesar 60% kemudian sisanya sebesar 40% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dikarenakan responden tidak terlalu lama menerima panggilan pada saat pengurusan surat ijin usaha. 3. Pada pertanyaan mengenai tidak memberikan berdiri lama ketika tempat

penuh menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju sebesar 63,3% kemudian sisanya sebesar 36,7% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dikarenakan responden tidak berdiri lama ketika tempat penuh pada saat pengurusan surat ijin usaha. 4. Pada pertanyaan mengenai tidak pegawai BPPT memiliki waktu luang

untuk membantu pemohon ijin usaha menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju sebesar 43,3% kemudian ada sebesar 30% menjawab sangat setuju dan sisanya sebesar 26,7% menjawab kurang setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dikarenakan pegawai BPPT memiliki waktu luang kepada pemohon ijin usaha ketika pengurusan surat ijin usaha.

(65)

1. Pada pertanyaan mengenai pengetahuan tentang pengurusan surat ijin usaha menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju sebesar 76,7% kemudian sisanya sebesar 23,3% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dikarenakan responden merasa pegawai BPPT memiliki pengetahuan tentang pengurusan surat ijin usaha. 2. Pada pertanyaan mengenai kebersihan dan kesegaran kantor BPPT

menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju sebesar 76,7% kemudian sisanya sebesar 23,3% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dikarenakan menurut responden bahwa kebersihan dan kesegaran kantor BPPT dapat membuat kenyamanan terhadap pemohon ijin usaha.

3. Pada pertanyaan mengenai citra pelayanan yang diberikan BPPT menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju sebesar 56,7% kemudian ada sebesar 13,3% menjawab sangat setuju dan sisanya sebesar 30% menjawab kurang setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dikarenakan citra pelayanan yang diberikan BPPT kepada pemohon ijin usaha cukup baik.

4. Pada pertanyaan mengenai rasa aman dan nyaman menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju sebesar 73,3% kemudian ada sebesar 20% menjawab sangat setuju dan sisanya sebesar 6,7% menjawab kurang setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju terhadap rasa aman dan nyaman pada saat berada di kantor BPPT.

(66)

kemudian sisanya sebesar 36,7% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dikarenakan sudah merasa bahwa pegawai PBBT bersikap sopan dan sabar kepada pemohon ijin usaha pada saat pengurusan surat ijin usaha.

c. Dimensi Bukti Fisik

No SS % S % KS % TS % STS % Jumlah

1. Pada pertanyaan mengenai tempat yang nyaman menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju sebesar 76,7% kemudian sisanya sebesar 23,3% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju karena merasa BPPT memiliki tempat yang nyaman bagi pemohon ijin usaha pada saat pengurusan surat ijin usaha.

2. Pada pertanyaan mengenai lokasih BPPT menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju sebesar 60% kemudian sisanya sebesar 40% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dikarenakan lokasi BPPT mudah ditemukan.

(67)

4. Pada pertanyaan mengenai fasilitas perlengkapan seperti kursi, meja, toilet, dll menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju sebesar 60% kemudian sisanya sebesar 40% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dikarenakan fasilitas yang disediakan BPPT bersih dan dalam keadaan baik.

5. Pada pertanyaan mengenai penampilan pegawai BPPT menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju sebesar 70% dan sisanya sebesar 30% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju karena menilai bahwa pegawai BPPT berpenampilan bersih dan rapi.

1. Pada pertanyaan mengenai pemberian perhatian secara individu kepada setiap pemohon ijin usaha menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju sebesar 60% kemudian ada sebesar 10% menjawab sangat setuju dan sisanya sebesar 30% menjawab kurang setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju terhadap perhatian yang diberikan secara individu kepada setiap pemohon ijin usaha.

(68)

menjawab setuju sebesar 53,3% kemudian ada sebesar 10% menjawab sangat setuju dan sisanya sebesar 36,7% menjawab kurang setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dengan pemberian kesungguhan dalam merespon permintaan pemohon ijin usaha saat pengurusan surat ijin usaha.

3. Pada pertanyaan mengenai pemberian pelayanan yang sama tanpa memandang status sosial menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju sebesar 46,7% kemudian ada sebesar 10% menjawab sangat setuju dan sisanya sebesar 43,3% menjawab kurang setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dikarenakan pemberian pelayanan terhadap pemohon ijin usaha tanpa memandang status sosial.

4. Pada pertanyaan mengenai jam buka menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju sebesar 86,7% kemudian sisanya sebesar 13,3% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dikarenakan jam buka kantor BPPT sesuai sengan yang diinginkan pemohon ijin usaha.

(69)

menjawab setuju sebesar 83,3% kemudian sisanya sebesar 16,7% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dikarenakan responden merasa pegawai BPPT memiliki pemahaman kemudahan prosedur pelayanan untuk pengurusan surat ijin usaha.

2. Pada pertanyaan mengenai cekatan dalam menangani kebutuhan pelayanan pemohon ijin usaha menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju sebesar 56,7% kemudian ada sebesar 13,3% menjawab sangat setuju dan sisanya sebesar 30% menjawab kurang setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dikarenakan responden merasa pegawai BPPT cekatan dalam menangani kebutuhan pelayanan untuk pengurusan surat ijin usaha. 3. Pada pertanyaan mengenai perhitungan administrasi menunjukkan bahwa

mayoritas responden menjawab setuju sebesar 86,7% kemudian ada sebesar 10% menjawab sangat setuju dan sisanya sebesar 3.3% menjawab kurang setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dikarenakan responden yakin akan keakuratan perhitungan administrasi pengurusan surat ijin usaha.

(70)

2) Variable Kepuasan Konsumen

1. Pada pertanyaan mengenai pelayanan cepat dan tepat menunjukkan bahwa responden menjawab setuju sebesar 76,7% dan sisanya sebesar 23,3% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dalam kecepatan dan ketepatan pelayanan dalam pengurusan surat ijin usaha. 2. Pada pertanyaan mengenai kemampuan yang dimiliki pegawai BPPT

menunjukkan bahwa responden menjawab setuju sebesar 60% dan sisanya sebesar 40% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju dikarenakan pemohon ijin usaha menilai kemapuan yang dimiliki pegawai BPPT dalam memberikan pelayanan pengurusan surat ijin usaha. 3. Pada pertanyaan mengenai kesopanan menunjukkan bahwa responden

(71)

4. Pada pertanyaan mengenai keramahan menunjukkan bahwa responden menjawab setuju sebesar 60% dan sisanya sebesar 40% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden berpendapat bahwa pegawai BPPT bersikap ramah kepada setiap pemohon ijin usaha pada saat pengurusan surat ijin usaha.

5. Pada pertanyaan mengenai keamanan, kenyamanan dan kebersihan menunjukkan bahwa responden menjawab setuju sebesar 70% dan sisanya sebesar 30% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden berpendapat bahwa kantor BPPT memiliki keamanan, kenyamanan dan kebersihan. 6. Pada pertanyaan mengenai citra pelayanan menunjukkan bahwa responden

menjawab setuju sebesar 76,7% dan sisanya sebesar 23,3% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden berpendapat merasa puas dengan citra pelayanan yang diberikan kepada pemohon ijin usaha.

7. Pada pertanyaan mengenai tanggung jawab petugas memunjukkan bahwa responden menjawab setuju sebesar 60% dan sisanya sebesar 20% menjawab sangat setuju. Mayoritas responden berpendapat petugas di BPPT mempunyai tanggung jawab kepada pemohon ijin usaha pada saat pengurusan surat ijin usaha.

Gambar

GAMBAR I
Gambar 2.1
Gambar 2.3
Jendela PelangganGambar 2.6
+4

Referensi

Dokumen terkait

Merujuk makna happiness menurut Seligman, setidaknya ada 3 aspek yang dapat dijelaskan hubunganya dengan spiritualitas dan happiness remaja akhir, yakni (1) emosi positif

Seiring dengan beberapa perubahan yang dibuat oleh kerajaan bagi mempercepatkan Malaysia mencapai status Negara Maju, RFN Ke-2 memasti perancangan gunatanah negara berada di

Bila dalam waktu tersebut tidak ada sanggahan dari peserta lelang, maka keputusan ini dinyatakan sah dan tidak dapat diganggu gugat.. Demikian pengumuman ini di sampaikan,

Demikian Penyampaian kami, atas perhatian dan kerjasamanya disampaikan terima kasih3. Bapak Rektor

Akan tetapi bagaimana cara untuk menyingkapkan diri tersebut, berapa banyak yang bisa diungkapkan, bagaimana cara untuk menying- kapkan diri, melalui wahana apa penyingkapan

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin PKU Muhammadiyah Kartasura diperoleh informasi dari tenaga kesehatan bahwa Balai Pengobatan

In a recent paper (Fusiello and Crosilla, 2015) a Procrustean formulation of the bundle block adjustment has been presented, with a solution based on alternating least squares..

kelayakan buku ajar berbasis Problem-based learning (PBL) pada materi sistem pencernaan manusia untuk melatihkakn berpikir kritis siswa SMP secara empiris