• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI PENDIDIKAN MASYARAKAT KELURAHAN SEPANG JAYA KECAMATAN KEDATON PADA PEMILIHAN ANGGOTA DPD LAMPUNG TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IDENTIFIKASI PENDIDIKAN MASYARAKAT KELURAHAN SEPANG JAYA KECAMATAN KEDATON PADA PEMILIHAN ANGGOTA DPD LAMPUNG TAHUN 2014"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

IDENTIFICATION OF EDUCATION COMMUNITY VILLAGE AT SEPANG JAYA KEDATON DISTRICT ELECTION

MEMBERS OF DPD LAMPUNG 2014 By

Izie Khutnul Khotimi

Political culture that developed in Indonesia lately eventually gave birth to a tradition of power that is not healthy. Democracy is not controlled by the actor to promote the aspirations of their constituents, but was limited to the arena of enriching themselves and raise the degree of a person, so it becomes a tool of power seeking social prestige politics, economics, law, education, and culture. This study aimed to analyze the identification of public education Sepang Jaya subdistrict Kedaton village in Lampung Council Member Election 2014.

The analysis method used in this research is descriptive qualitative research focusing on identifying community education Sepang Jaya subdistrict Kedaton village in Lampung Council Member Election 2014

Political participation of voters in the election of Members of the DPD Lampung in 2014 in the Village Sepang Jaya subdistrict Kedaton is relatively unfavorable, because of a 7872 voter in Sepang Jaya subdistrict Kedaton village, there are only 4320 voters who came to polling stations to conduct voting participation. Of the 4320 voters who came to polling stations during the elections, with a total of 7872 voters registered as voters remain in the Village Sepang Jaya subdistrict Kedaton, meaning if dipersentasekan only 54.9% of voters who participated in voting, there were 45.1 % or 3552 voters in the village Sepang Jaya subdistrict Kedaton not participate in the voting on the election of Members of the DPD Lampung in 2014, a figure that is very much to levels not participate.

(2)

JAYA KECAMATAN KEDATON PADA PEMILIHAN ANGGOTA DPD LAMPUNG TAHUN 2014

Oleh

Izie Khutnul Khotimi

Budaya politik yang berkembang di indonesia belakangan ini pada akhirnya melahirkan tradisi kekuasaan yang tidak sehat. Demokrasi tidak dikendalikan oleh aktor untuk memperjuangkan aspirasi konstituen masing-masing, tetapi hanya sebatas ajang memperkaya diri dan menaikan derajat seseorang, sehingga kekuasaan menjadi alat mencari gengsi sosial politik, ekonomi, hukum, pendidikan, dan budaya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis identifikasi pendidikan masyarakat Kelurahan Sepang Jaya Kecamatan Kedaton pada Pemilihan Anggota DPD Lampung tahun 2014.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan fokus penelitian pada identifikasi pendidikan masyarakat Kelurahan Sepang Jaya Kecamatan Kedaton pada Pemilihan Anggota DPD Lampung tahun 2014

Partisipasi politik pemilih dalam Pemilihan Anggota DPD Lampung 2014 di Kelurahan Sepang Jaya Kecamatan Kedaton masih terbilang kurang baik, karena dari 7872 pemilih yang ada di Kelurahan Sepang Jaya Kecamatan Kedaton, hanya ada 4320 pemilih yang datang ke TPS untuk melakukan partisipasi pemberian suara. Dari 4320 pemilih yang datang ke TPS pada saat pemilihan berlangsung, dengan total ada 7872 pemilih yang terdaftar sebagai pemilih tetap di Kelurahan Sepang Jaya Kecamatan Kedaton, berarti jika dipersentasekan hanya ada 54,9% pemilih saja yang berpartisipasi dalam pemberian suara, ada 45,1% atau 3552 pemilih di Kelurahan Sepang Jaya Kecamatan Kedaton tidak ikut berpartisipasi dalam pemberian suara pada Pemilihan Anggota DPD Lampung 2014, suatu angka yang sangat banyak untuk tingkat tidak berpartisipasi.

(3)

IDENTIFIKASI PENDIDIKAN MASYARAKAT KELURAHAN SEPANG JAYA KECAMATAN KEDATON PADA PEMILIHAN ANGGOTA DPD

LAMPUNG TAHUN 2014

Oleh

Izie Khutnul Khotimi

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan

Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

Skripsi

Oleh

Izie Khutnul Khotimi 0856021022

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

MOTO

Dan bersabar dalam menggapai sesuatu, karena

sabar tak akan pernah berujung hingga ALLAH

memberi petunjuk dan menggantinya dengan yang

lebih buruk.

(Al-Hadist)

(8)

Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan

karya kecilku ini kepada :

Kedua orang tuaku tercinta A. HILALI,SH dan Ibunda

Nurlena, S.Pd / Sunarti yang dalam sembah

sujudnya tiada henti selalu mendoakanku,

memberikan cinta dan kasih sayangnya, terima

kasih banyak atas pengorbanan yang telah ananda

terima, tidak ada yang dapat ananda berikan,

Semoga Allah membalas semua kebaikan papa dan

mama selama ini.

Untuk saudaraku : Fanie Wirha KEsuma, S.Sos, Yuni

Aryani, SE., Tresia Atriana, S.Sos., Fietra Albajuri,SH.,

dan Nadya Tri May Sari yang telah memjadi

semangat, perhatian dengan penuh sabar dan

penuh kasih saying, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

(9)

IWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung 27 Mei 1989,

anak ketiga dari pasangan Ayahanda A. HILALI,SH dan Ibunda (alm) Nurlena, S.Pd

Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) Tunas Harapan diselesaikan pada tahun 2001, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Al-Azhar Bandar Lampung pada tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di YP UNILA Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2007

(10)
(11)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Budaya politik yang berkembang di indonesia belakangan ini pada akhirnya

melahirkan tradisi kekuasaan yang tidak sehat. Demokrasi tidak dikendalikan oleh

aktor untuk memperjuangkan aspirasi konstituen masing-masing, tetapi hanya

sebatas ajang memperkaya diri dan menaikan derajat seseorang, sehingga

kekuasaan menjadi alat mencari gengsi sosial politik, ekonomi, hukum,

pendidikan, dan budaya.

Demokrasi semata dimaknai sebagai sebuah metode kelembagaan, maka

proses-proses demokrasi diukur dalam parameter “bagaimana suara didapatkan”. Artinya,

demokrasi adalah proses bagaimana untuk mendapatkan legitimasi publik, dalam

hal ini, suara rakyat dalam pemilu. Jangan heran jika pemilu, pilpres, dan pilkada

dianggap sebagai pencapaian brilian dari upaya demokratisasi (Sharma, 2004: 76).

Pemilihan umum merupakan persyaratan minimum negara demokrasi. Suatu

sistem demokrasi dapat dikatakan sudah berjalan ketika terpenuhi beberapa

karateristik, seperti pemilihan umum yang adil dan periodik, pertanggungjawaban

negara di depan rakyat, dan adanya jaminan kebebasan berekspresi dan

(12)

Pada negara demokrasi pemerintahan berlangsung atas persetujuan dari yang

diperintah. Penyelenggaraan negara, khususnya pimpinan eksekutif dan anggota

legislatif dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum. Legitimasi

pemerintahan terutama bukan pada keahlian dan kepintaran mereka tetapi pada

persetujuan dan pilihan rakyat, dalam negara demokrasi, rakyat paling berhak dan

paling mengetahui tentang siapa yang layak menjadi penyelenggara negara,

nasional ataupun daerah. Oleh karena itu suatu negara dapat dikatakan demokrasi,

kalau di negara tersebut terdapat pemilihan umum yang bebas, adil, kompetitif

dan berkala.

Pemilihan pejabat negara secara langsung oleh rakyat yang telah berlangsung

berulang-ulang akan mengkondisikan setiap pejabat negara menjadi pelayan

rakyat. Semakin banyak pejabat negara yang melayani rakyat, dan kebijakan

publik semakin sesuai dengan aspirasi rakyat. Pejabat negara dipilih oleh rakyat

dan mereka harus bertanggung jawab atas tingkah laku mereka, terutama dalam

kaitan dengan pemenuhan janji dan komitmen yang diberikan nya pada waktu

kampanye (Panjaitan, 2013 : 134).

Masyarakat dalam Pemilihan Calon Legislatif Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

seharusnya memilih calon legislatif yang memiliki latar belakang pendidikan yang

baik, karena jika figurnya salah maka perjuangan masyarakatpun akan salah.

Selain memiliki prestasi, calon legislatif juga harus bersedia dikontrol saat

berjanji supaya ketika terpilih nanti, calon legislatif tersebut bisa mengingat

janji-janji itu bukan sekedar tertera yang ada pada baliho maupun di stiker. Pada tahun

(13)

3

DPR/DPD/DPRD maupun pemilihan Presiden dan wakil presiden tidak terkecuali

di Provinsi Lampung khususnya Kelurahan Sepang Jaya Kecamatan Kedaton

Kota Bandar Lampung.

Penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Daerah

Kabupaten/Kota Bandar Lampung tertuang dalam Surat KPU Kota Bandar

Lampung Nomor: 270.13/081/KPU.Kota.008.435642/I/2013 tanggal 18 maret

2013 perihal penyampaian daerah pemilihan, untuk Dapil 1 meliputi Kecamatan

Kedaton, Rajabasa, Tanjung Seneng, Labuhan Ratu dengan jumlah kursi 10

dengan jumlah penduduk untuk Kecamatan Kedaton 72.953 jiwa.

Sementara itu Panwaslu Kota Bandar Lampung tetap menerima adanya laporan

atau sengketa terkait penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan anggota DPRD

Kabupaten/Kota Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota,

walaupun secara keseluruhan proses berjalan lancar sesuai ketentuan

undang-undang. Pada saat rekapitulasi pelaksanaan hasil penghitungan suara mulai dari

TPS hingga Rekapitulasi penghitungan suara di tingkat KPUD Kota Bandar

Lampung menyisakan problematika pergeseran suara baik internal partai maupun

eksternal partai.

Permasalahan yang muncul dalam proses pemilihan Calon Legislatif Dewan

Perwakilan Daerah (DPD) di Kelurahan Sepang Jaya Kecamatan Kedaton Kota

Bandar Lampung adalah masih kurangnya partisipasi masyarakat pemilih

terutama pada calon pemilih yang berstatus pelajar maupun mahasiswa yang

(14)

Tabel 1.1 Karaktertistik Pemilih Berdasarkan tingkat pendidikan, suku bangsa, agama, dan pendapatan di Kelurahan Sepang Jaya Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung

Sumber: Panwaslu Kota Bandar Lampung. 2013

Publikasi Statistik Indonesia menyatakan bahwa sebagian besar para pemilih

pemula adalah pekerja dan pengangguran terbuka. Jika mereka bukan angkatan

kerja, maka mereka bersekolah atau mengurus rumah tangga. Dimensi lain yang

diungkapkan publikasi Statistik Indonesia adalah partisipasi sekolah. Proporsi kelompok umur 15-19 dan 20-24 tahun yang masih sekolah lebih banyak

di kota daripada di desa. Sebaliknya, kelompok umur 15-19 dan 20-24 tahun

yang tidak sekolah lagi lebih banyak di desa daripada di kota. Proporsi

penduduk berumur 15-19 dan 20-24 tahun, baik yang berdomisili di kota dan/atau

desa, yang tidak bersekolah lagi lebih banyak daripada mereka yang masih

sekolah. Para pemilih pemula mayoritas dihuni warga negara yang berstatus

pelajar dan mahasiswa. Karena proporsi penduduk berumur 15-19 dan 20-24 yang

berdomisili di perdesaan lebih banyak daripada di kota, maka diperlukan

(15)

5

Secara teoritik ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap seseorang dalam

menjatuhkan pilihannya kepada calon tertentu. Menurut Adman Nursal (2004:

75) bahwa kualitas pemimpin merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

dalam keputusan memilih. Kebenaran pernyataan ini secara empirik dapat

ditunjukan oleh kemenangan Presiden SBY pada pilpres 2009 dimana SBY

merupakan sebuah tokoh yang cukup dikenal (Popular) oleh masyarakat dan juga sebagaiincumbentyang juga diusung oleh partai besar.

Kecenderungan perilaku pemilih ada beberapa pendekatan yang dilihat menurut

Dennis Kavanagh dalam Mukti (2011:2) menyatakan terdapat tiga model untuk

menganalisis perilaku pemilih, yakni pendekatan sosiologis, psikologi sosial, dan

pilihan rasional. Faktor-faktor tersebut merupakan suatu hal yang fenomenal dan

menjadi perhatian masyarakat dalam pemilukada khususnya dikalangan

pemilihyang menjadi dasar dalam menentukan tindakan politiknya, sehingga

faktor ini dapat menjelaskan sebab dan arah perilaku pemilihyang akan dibuktikan

melalui penelitian ini.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan mengindentifikasi karakteristik

pemilih yang dimana memetakan alasan mereka menentukan pilihan dan

mengindentifikasi isu-isu yang terjadi pada basis pemilihan merupakan salah satu

petunjuk penting untuk menentukan strategi, dengan mengindentifikasi

karakteristik pemilihan khususnya pendidikan pemilih. Berdasarkan permasalahan

(16)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah

pada penelitian ini adalah: “Bagaimana identifikasi pendidikan masyarakat

Kelurahan Sepang Jaya Kecamatan Kedaton pada Pemilihan Anggota DPD

Lampung tahun 2014?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis identifikasi pendidikan

masyarakat Kelurahan Sepang Jaya Kecamatan Kedaton pada Pemilihan Anggota

DPD Lampung tahun 2014?.

1.4 Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

dalam bidang Akademik mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan dan

menambah pengetahuan politik, khususnya yang berkaitan dengan pengaruh

pendidikan masyarakat terhadap pemilihan Anggota DPD.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi

masyarakat pada umumnya agar dapat dijadikan bahan evaluasi terhadap

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Pemilihan Umum

2.1.1 Pengertian Pemilihan Umum

Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan

wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat,

dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan

nasional sebagaimana Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Pemilihan umum (Pemilu) menurut Haris (2006:10)

merupakan salah satu bentuk pendidikan politik bagi rakyat, yang bersifat

langsung, terbuka, massal, yang diharapkan bisa mencerdaskan pemahaman

politik dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi.

Dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan

Pemilihan Umum disebutkan dan dijelaskan tentang pengertian Pemilihan

Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah:

“Sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas,rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Hutington dalam Rizkiyansyah (2007:3) menyatakan bahwa sebuah Negara

(18)

umum yang dilaksanakan secara berkala atau periodik untuk melakukan

sirkulasielite”.

Menurut Karim dalam Dani (2006:11) pemilu merupakan sarana

demokrasi untuk membentuk sistem kekuasaan negara yang pada dasarnya

lahir dari bawah menurut kehendak rakyat sehingga terbentuk kekuasaan

negara yang benar–benar memancar ke bawah sebagai suatu kewibawaan

yang sesuai dengan keinginan rakyat dan untuk rakyat.

Menurut Rahman (2002:194), pemilu merupakan cara dan sarana yang

tersedia bagi rakyat untuk menentukan wakil-wakilnya yang akan duduk

dalam Badan Perwakilan Rakyat guna menjalankan kedaulatan rakyat,

maka dengan sendirinya terdapat berbagai sistem pemilihan umum.

Sedangkan, Rizkiyansyah (2007:3) “Pemilihan Umum adalah salah satu

pranata yang paling representatif atas berjalannya demokrasi, tidak pernah

adademokrasi tanpa pemilihan umum”.

Penjelasan di atas menunjukan bahwa pemilihan umum sebagai sarana

terwujudnya demokrasi. Pemilihan umum adalah suatu alat yang

penggunaannya tidak boleh mengakibatkan rusaknya sendi-sendi

demokrasi dan bahkan menimbulkan hal-hal yang menderitakan rak yat,

tetapi harus tetap tegaknya Pancasila dan dipertahankannya

(19)

9

2.1.2 Teori-Teori Pemilihan Umum

Permana dalam Pradhanawati (2005:85) kata kunci dari pemilu langsung

oleh rakyat adalah “kedaulatan rakyat”. Dengan demikian, reputasi

demokrasi tidak diragukan lagi adalah pemaknaan yang sesungguhnya dari

kedaulatan rakyat itu sendiri. Schumpeter (dalam Sorensen, 2003:14)

merumuskan pengertian demokrasi secara sederhana merupakan sebuah

metode politik, sebuah mekanisme untuk memilih pemimpin politik. Warga

negara diberikan kesempatan untuk memilih salah satu di antara

pemimpin-pemimpin politik yang bersaing meraih suara.

Pengertian demokrasi menunjukan bahwa keikutsertaan rakyat merupakan

kunci utama dalam menjalankan sistem pemerintahan yang demokrasi.

Keikutsertaan rakyat dalam sistem pemerintahan bisa dilakukan secara

langsung oleh rakyat itu sendiri maupun melalui perwakilan hal tersebut

dapat terwujud dengan dilaksanakannya Pemilihan Umum di Negara

Indonesia.

Henry B. Mayo (dalam Budiarjo, 2006: 117) memberikan definisi

demokrasi sebagai berikut:

(20)

Pendapat Mayo tersebut oleh Budiarjo (2006: 118) disimpulkan “bahwa

demokrasi tidak hanya merupakan suatu sistem pemerintahan, tetapi juga

suatu gaya hidup serta tata masyarakat tertentu, karena itu juga

mengandung unsur-unsur moril. Dalam rangka itu dapat dikatakan bahwa

demokrasi didasari oleh beberapa nilai (values)". Adapun nilai-nilai dalam demokrasi tersebut menurut Mayo (dalam Budiarjo, 2008: 118) adalah:

1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga (institutionalized peaceful statement of conflict),

2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah (peacefull change in a changing society),

3. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur (orderly succession of rules),

4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum (minimum of coercion),

5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman(diversity, 6. Menjamin tegaknya keadilan.

Lary Diamond, Juan J Linz dan Seymour Martin Lipset (dalam Sorensen,

2003:19) memaknai demokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan yang

memenuhi tiga kondisi-kondisi berikut :

1. Kompetisi yang luas dan bermakna di antara individu dan kelompok

organisasi (khususnya partai-partai politik) pada seluruh posisi

kekuasaanpemerintah yang efektif, dalam jangka waktu yang teratur

dan meniadakan penggunaan kekerasan;

2. Tingkat partisipasi politik yang inklusif dalam pemilihan pemimpin dan

kebijakan, paling tidak melalui pemilihan bebas secara teratur, dan

tidak ada kelompok sosial (dewasa) utama yang disingkirkan;

3. Tingkat kebebasan politik dan sipil, yaitu kebebasan berpendapat,

(21)

11

organisasi, yang cukup untuk memastikan integritas partisipasi dan

kompetisi politik.

Berdasarkan nilai-nilai beserta kondisi-kondisi demokrasi di atas maka

dalam pemilihan umum juga terdapat nilai-nilai dan kondisi-kondisi

tersebut. Pemilihan umum dapat dikatakan sebagai suatu“pesta demokrasi”

di negara Indonesia. Mencermati praktik Pemilu dalam sistem politik

modern, Eef Saefullah Fatah (dalam Rizkiyansyah, 2007:4) menyatakan

bahwa:

“Pemilu dapat dibedakan menjadi dua tipe.Pertama, Pemilu sebagai formalitas politik, yakni, Pemilu hanya dijadikan alat legalisasi pemerintahan nondemokratis. Pemilunya sendiri dijalankan secara tidak demokratis; Kedua, yakni Pemilu sebagai alat demokrasi, Pemilu dijalankan secara jujur, bebas, bersih, kompetitif, dan adil. Pemerintah yang menyelenggarakan Pemilu bahkan kerap kali menerima kenyataan bahwa Pemilu yang mereka adakan justru menyingkirkan mereka dari tampuk kekuasaan.”

Pemilu kepala daerah yang dilaksanakan di Indonesia saat ini merupakan

pemilu yang ditempatkan pada tipe kedua yaitu pemilu sebagai alat

demokrasi untuk menciptakan suatu pemerintahan yang refresentatif yang

dijalankan secara jujur, bebas, bersih, kompetitif dan adil, berbeda dengan

pemilu-pemilu yang dilaksanakan pada zaman orde baru. Pemilu pada

zaman orde baru merupakan pemilu tipe pertama yaitu sebagai formalitas

politik untuk melegalisasi pemerintahan Soeharto.

Fungsi pemilu antara lain seperti yang diungkapkan oleh Sanit (dalam Pito,

2007:307) yang mengklasifikasikan ada empat fungsi pemilihan umum,

(22)

dan pendidikan politik. Selain fungsi yang diungkapkan oleh Sanit, pemilu

juga memiliki fungsi seperti yang diungkapkan oleh Aurel Croisant (dalam

Pito, 2007:306) yang menyatakan secara fungsional pemilu harus

memenuhi tiga tuntutan yaitu:

1. Pemilu harus mewakili rakyat dan kehendak politik pemilih 2. Pemilu harus dapat mengintegrasikan rakyat

3. Keputusan. Sistem pemilu harus menghasilkan mayoritas yang cukup besar guna menjamin stabilitas pemerintahan dan kemampuannya untuk memerintah (governabilitas).

Berdasarkan penjelasan para ahli, dapat disimpulkan bahwa melalui pemilu

sistem demokrasi dapat diwujudkan. Legitimasi kekuasaan yang diperoleh

pemerintah menjadi kuat dan absah karena hal tersebut merupakan hasil

pikiran rakyat yang memiliki kedaulatan. Selain sebagai mekanisme

demokrasi, pemilu ini juga memiliki tujuan sebagai pendidikan politik

rakyat yang dapat menumbuhkembangkan kesadaran rakyat akan hak dan

kewajiban politiknya.

Makna demokrasi dapat disimpulkan bahwa untuk mewujudkan system

demokrasi salah satunya adalah melalui pemilihan umum yang melibatkan

partisipasi politik warga negara sebanyak-banyaknya. Partisipasi politik

merupakan kriterium penting demokrasi. Krisis partisipasi politik terjadi

jika tindakan-tindakan tidak tertampung atau tersalurkan melalui dewan

perwakilan, media massa, organisasi- organisasi sosial politik lembaga

pemerintahan atau lembaga-lembaga yang sah lainnya.

Krisis partisipasi menurut Kusumowidagdo (dalam Rais, 1986: 158),

(23)

13

menganggap tidak sah tuntutan-tuntutan atau tingkah laku

individu-individu atau kelompok yang ingin berperanserta dalam sistem politik

(Negara). Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan krisis partisipasi

(Kusumowidagdo, dalam Rais, 1986: 158) yaitu:

1. Jika elite pemerintah menganggap dirinya saja yang berhak memerintah oleh karena itu menolak tuntutan-tuntutan kelompok-kelompok sosial politik untuk berperan serta dalam pemerintahan.

2. Jika organisasi-organisasi yang dibentuk kelompok-kelompok masyarakat untuk menyalurkan kepentingan mereka dianggap tidak sah oleh pemerintah.

3. Cara-cara yang digunakan kelompok-kelompok masyarakat dianggap tidak sah oleh elite pemerintahan

4. Jika jenis tuntutan yang dikemukakan kelompok-kelompok masyarakat dianggap tidak sah oleh pemerintah.

Sistem yang demokratis, tujuan dari pelaksanaan pemilu pun harus

mencerminkan adanya kehendak dan patisipasi rakyat. Pemilihan Umum

memiliki beberapa tujuan. Menurut Surbakti (2009:181) ada tiga hal dalam

tujuan Pemilu, yaitu:

1. Sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintah dan alternatif kebijakan umum.

2. Pemilu juga dapat dikatakan sebagai mekanisme memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat yang terpilih melalui partai-partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi tetap terjamin

3. Pemilu merupakan sarana memobilisasikan dan atau menggalang dukungan rakyat terhadap negara dan pemerintah dengan jalan ikut serta dalam proses politik.

Berdasarkan pemaparan dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa demokrasi

saat ini merupakan sistem pemerintahan yang memperhatikan hak-hak yang

dimiliki oleh rakyat. Baik hak untuk ikut serta dalam pemerintahan maupun

haknya sebagai warga sipil. Dalam demokrasi, rakyat harus diikutsertakan

(24)

dalam menentukan seorang pemimpin. Salah satu upaya untuk

mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan adalah melalui pemilihan

umum.

2.1.3 Asas dan Sistem Pemilihan Umum

Pemilihan umum di Indonesia menganut asas “Luber” yang merupakan

singkatan dari “Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia”. Asas “Luber”

sudah ada sejak zaman Orde Baru. Kemudian di era reformasi berkembang

pula asas“Jurdil” yang merupakan singkatan dari “Jujur dan Adil”.Adapun

yang dimaksud dengan asas“Luber danJurdil”dalam pemilu. Asas“Luber

dan Jurdil” pemilu menurut UU No. 10 tahun 2008, tentang Pemilihan

Umum anggota DPR, DPD dan DPRD. Dalam UU No. 10 Tahun 2008,

asas pemilihan umum meliputi:

1. Langsung, artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.

2. Umum, artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak di pilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).

3. Bebas, artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun.

4. Rahasia, artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (secret ballot).

5. Jujur, dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(25)

15

Sedangkan dalam UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan

Pemilihan Umum, asas dalam pemilihan umum terdapat dalam Pasal 2

yaitu:

Menurut Rahman (2002:177) sistem pemilihan umum biasanya diatur

dalam perundang-undangan, setidak-tidaknya mengandung tiga variabel

pokok, yaitu :

1. Penyuaraan (balloting), artinya tata cara yang harus diikuti pemilih yang berhak dalam memberikan suara.

2. Daerah pemilihan umum(electoral district), artinya ketentuan yang mengatur berapa jumlah kursi wakil rakyat untuk setiap daerah pemilihan.

3. formula pemilihan, artinya rumus yang digunakan untuk menentukan siapa atau partai politik apa yang memenangkan kursi di suatu daerah pemilihan”.

Konstitusi Indonesia mengatur mengenai pemilihan umum di Indonesia di

dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22E, untuk menjamin hak rakyat

indonesia dalam memilih pemimpin dan wakil pilihan mereka. Dalam

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22E dijelaskan pemilihan umum

dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap

lima tahun sekali sesuai dengan UU No. 22 tahun 2007 tentang

(26)

Ari Darmastuti dan Tabah Maryanah (2004:48) menjelaskan ada beberapa

prinsip-prinsip pemilihan umum yang perlu dijamin, yaitu :

1. Keadilan.

Prinsip ini sangat diperlukan agar seluruh rakyat memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih. Selain itu prinsip ini juga diperlukan agar seluruh peserta pemilihan umum, baik yang berupa partai politik, perorangan, maupun independen mendapat perlakuan yang sama dari pelaksanaan pemilihan umum. Tanpa keadilan, maka tidak ada jaminan bahwa kedaulatan rakyat dapat direalisasikan.

2. Kejujuran.

Kejujuran bukan hanya perlu ditujukan kepada pelaksanaan pemilihan umum sehingga hasil pemilihan umum akan sah (legitimate) karena tidak terjadi kecurangan administrasi dan perhitungan, tetapi juga perlu ditujukan juga oleh para peserta pemilu (baik partai, perorangan, maupun kelompok independen) dan para pemilih.

3. Umum.

Prinsip ini mengandung pengertian bahwa seluruh rakyat tanpa kecuali memiliki hak untuk memilih. Prinsip umum ini dikemukakan untuk menjamin hilangnya berbagai faktor yang pada masa lalu sering menjadi dasar diskriminasi, antara lain karena faktor status sosial, warna kulit dan ras, jenis kelamin, agama, pandangan politik dan sebagainya.

4. Bebas

Prinsip ini sangat esensial untuk menjamin agar pemilu tidak dilaksanakan dengan cara intimidasi. Rakyat harus memiliki kebebasan mengekspresikan pilihan politiknya karena prinsip ini akan menjamin diperolehnya informasi tentang kehendak rakyat yang sesungguhnya, berkenaan dengan siapa-siapa yang dipercaya menjadi wakil atau menjadi pejabat politik oleh rakyat, sekaligus apa ideologi, program dan aktivitas politik yang dipilih oleh sebagian besar rakyat.

5. Kerahasiaan

Kerahasiaan pilihan adalah prinsip pemilu yang sangat penting karena prinsip ini menjamin pemilih tidak akan mendapat intimidasi karena pilihan politiknya.

6. Langsung

Rakyat harus langsung memilih pilihan politiknya. Karena itu administrasi pemilu dirancang sedemikian rupa sehingga setiap orang termasuk penyandang cacat, dapat langsung memilih tanpa perlu mewakilkannya kepada orang lain.

Di Indonesia telah berulang kali diselenggarakan pemilihan umum yang

disebut sebagai pesta demokrasi rakyat Indonesia, baik sewaktu orde lama,

(27)

17

dikenal bermacam-macam sistem pemilu, akan tetapi umumnya berkisar

pada dua prinsip pokok yaitu sistem distrik (single-member constituency dan sistem proporsional/perwakilan berimbang (multi-member constituency).(Budiarjo, 2008:461)

Sistem distrik (single-member constituency diselenggarakan berdasarkan lokasi daerah pemilihan, dalam arti tidak membedakan jumlah penduduk,

tetapi berkiblat pada tempat yang sudah ditentukan. Jadi daerah yang

sedikit penduduknya memiliki wakil yang sama dengan daerah yang padat

penduduknya. Oleh karena itu, sudah barang tentu akan banyak suara yang

terbuang., tetapi karena wakil yang akan dipilih adalah orangnya langsung,

maka pemilih akan akrab dengan wakilnya (personen stelse), data distrik biasanya memiliki satu wakil (Syafiie, 2005: 136-137).

Adapun keuntungan dengan menggunakan sistem distrik menurut Budiarjo

(2006:466) adalah sebagai berikut:

1. Sistem ini lebih mendorong ke arah integritas partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu;

2. Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat dibendung;

3. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh komunitasnya, sehingga hubungan dengan konstituen lebih erat;

4. Bagi partai besar sistem ini menguntungkan karena melalui distortion effect dapat meraih suara dari pemilih-pemilih lain, sehingga memperoleh kedudukan mayoritas;

5. Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen, sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain;

(28)

Selain keuntungan, dalam menggunakan sistem distrik ini, Budiarjo

(2006:467) juga mengungkapkan beberapa kelemahannya. Kelemahan

tersebut antara lain:

1. Sistem ini kurang memperhatikan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik;

2. Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik,kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali;

3. Sistem distrik dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural karena terbagi dalam kelompok etnis, religious, dan tribal;

4. Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan distrik serta warga distriknya, daripada kepentingan nasional.

Penggunaan sistem distrik ini lebih cocok pada negarayang masyarakatnya

homogen dan hanya memiliki dua partai (dwi party). Sistem distrik ini lebih cenderung mengarah pada desentralisasi. Di Indonesia sistem distrik

ini digunakan dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, pemilihan

umum untuk memilih anggota DPD. Sistem proporsional/perwakilan

berimbang (multi-member constituency)berkiblat kepada jumlah penduduk yang akan menjadi peserta pemilih. Sistem ini dimaksud untuk

menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik. Rizkiyansyah

(2007:7) menyatakan bahwa:

(29)

19

Pada sistem ini setiap suara, dalam arti bahwa suara lebih yang diperoleh

oleh suatu partai atau golongan dalam sesuatu daerah pemilihan dapat

ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai atau golongan itu

dalam daerah pemilihan lain, untuk menggenapkan jumlah suara yang

diperlukan guna memperoleh kursi tambahan. Sama halnya dengan sistem

distrik,sistem proporsional ini juga memiliki kelebihan dan kelemahan.

Mengutip pendapat Budiarjo (2006: 467), bahwa kelebihan sistem ini

adalah:

1. Sistem proporsional dianggap refresentatif, karena jumlah kursi dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang diperoleh dalam pemilihan umum;

2. Sistem proporsional dianggap lebih demokratis dalam arti lebih

egalitariankarena praktis tanpa ada distorsi.

Sedangkan untuk kelemahannya, penulis pun masih mengutip pendapat

Budiarjo (2006: 469). Kelemahan dalam sistem proporsional ini antara lain:

1. Sistem ini kurang mendorong partai-partai untuk berintegrasi atau bekerja sama satu sama lain dan memanfaatkan persamaan-persamaan yang ada, tetapi sebaliknya, cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan;

2. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai. Jika timbul konflik dalam suatu partai anggotanya cenderung memisahkan diri dan mendirikan partai baru;

3. Sistem proporsional memberikan kedudukan yang kuat pada pemimpin partai;

4. Wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatannya dengan konstituennya;

(30)

Pada sistem pemilu proporsional yang diutamakan dan dikampanyekan

adalah program atau ideologi partai-partai politik tersebut. Berbeda dengan

system distrik yang lebih mengutamakan kepopuleran seseorang . Sistem

proporsional ini di Indonesia digunakan pada saat penyelenggaraan pemilu

untuk memilih anggotaDPR dan DPRD.

2.2 Tinjauan Tentang Perilaku Memilih

Perilaku merupakan sifat alamiah manusia yang membedakannya atas manusia

lain, dan menjadi ciri khas individu atas individu yang lain. Dalam konteks

politik, Perilaku dikategorikan sebagai interaksi antara pemerintah dan

masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah, dan diantara kelompok dan individu

dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakkan

keputusan politik pada dasarnya merupakan Perilaku politik.

Menurut Ramlan Surbakti (1999:11) ditengah masyarakat, individu berperilaku

dan berinteraksi, sebagian dari Perilaku dan interaksi dapat ditandai akan berupa

Perilaku politik, yaitu Perilaku yang bersangkut paut dengan proses politik.

Sebagian lainnya berupa Perilaku ekonomi, keluarga, agama, dan budaya.

Termasuk kedalam kategori ekonomi, yakni kegiatan yang menghasilkan barang

dan jasa, menjual dan membeli barang dan jasa, mengkonsumsi barang dan jasa,

menukar, menanam, dan menspekulasikan modal. Namun, hendaklah diketahui

pula tidak semua individu ataupun kelompok masyarakat mengerjakan kegiatan

(31)

21

Memilih ialah suatu aktifitas yang merupakan proses menentukan sesuatu yang

dianggap cocok dan sesuai dengan keinginan seseorang atau kelompok, baik yang

bersifat eksklusif maupun yang inklusif. Memilih merupakan aktifitas

menentukan keputusan secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Surbakti

(1999: 11) menilai Perilaku memilih ialah keikutsertaan warga Negara dalam

pemilihan umum merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, yakni

apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum.

Perilaku pemilih merupakan realitas sosial politik yang tidak terlepas dari

pengaruh faktor eksternal dan internal. Secara eksternal Perilaku politik

merupakan hasil dari sosialisasi nilai-nilai dari lingkungannya, sedangkan secara

internal merupakan tindakan yang didasarkan atas rasionalitas berdasarkan

pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi Perilaku pemilih. Misalnya saja isu-isu

dan kebijakan politik, tetapi pula sekelompok orang yang memilih kandidat

karena dianggap representasi dari agama atau keyakinannya, sementara kelompok

lainnya memilih kandidat politik tertentu karena dianggap representasi dari kelas

sosialnya bahkan ada juga kelompok yang memilih sebagai ekspresi dari sikap

loyal pada ketokohan figur tertentu. Sehingga yang paling mendasar dalam

mempengaruhi Perilaku pemilih antara lain pengaruh elit, identifikasi kepartaian

sistem sosial,media massa dan aliran politik. Pemilu, sebagai medium pilihan

publik, seyogyanya mengkondisikan seluruh pihak yang terlibat untuk belajar

berbagi peran sehingga tidak semuanya harus berpusat pada salah satu aktor atau

(32)

Proses pemilihan kepala daerah/Pilkada. Seiring dengan konstalasi politik di era

reformasi penguatan demokrasi yang legitimate sebagai harapan dari ending transisi demokrasi, semakin dapat dirasakan oleh masyarakat melalui pelaksanaan

pemilihan kepala daerah/pilkada secara langsung. Sebagai konsekuensi logis dari

perubahan atmosfir politik tersebut, maka dinamika dan intensitas artikulasi

politik pun makin tampak ditengah ranah kehidupan sosial politik.

Secara khusus perubahan yang terjadi dalam sistem pemilu kepala daerah, yakni

dari sistem pengangkatan langsung oleh pejabat pusat, kemudian menjadi sistem

pemilihan perwakilan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang

senantiasa mengandung kultur vested interest (kepentingan pribadi) di kalangan elit, dan akhirnya menjadi pemilihan secara langsung oleh rakyat. Dengan

demikian, pemilu kepala daerah secara langsung merupakan indikator

pengembalian hak-hak dasar masyarakat di daerah dengan memberikan

kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen politik lokal secara demokratis

(Ambo Upe, 2008: 44-45).

Para ilmuwan politik kontempoter berpandangan bahwa Perilaku politik berarti

suatu kegiatan yang berkenaan dengan proses dan pelaksanaan keputusan politik

dan yang melakukan kegiatan tersebut ialah pemerintah dan masyarakat. Warga

Negara memang tidak memiliki fungsi menjalankan pemerintahan, tetapi mereka

memiliki hak untuk mempengaruhi orang yang menjalankan fungsi pemerintahan

(33)

23

Salah satu wujud dari Perilaku sosial dalam kehidupan masyarakat adalah

Perilaku politik sebagai Perilaku yang bersangkut paut dengan proses politik,

untuk membedakannya dari Perilaku ekonomi, keluarga, agama dan budaya.

Sedangkan politik adalah interaksi antara pemerintah dengan masyarakat dalam

rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang

kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah (Anwar Arifin,

2011: 45).

Secara lebih rinci Popkin dalam Anwar Arifin (2011: 45) membedakan antara

pilihan politik sebagai wujud Perilaku politik dengan pilihan pribadi terhadap

produk-produk konsumtif sebagaimana dalam Perilaku ekonomi. Menurutnya ada

empat hal yang membedakan Perilaku tersebut.Pertama, memilih kandidat politik tidak langsung dirasakan manfaatnya sebagaimana pilihan terhadap pilihan

konsumtif, melainkan manfaatnya diperoleh dimasa depan. Kedua, pilihan politik merupakan tindakan kolektif dimana kemenangan ditentukan oleh perolehan suara

terbanyak. Jadi pilihan seseorang senantiasa mempertimbangkan pilihan orang

lain. Ketiga, pilihan politik senantiasa diperhadapkan dengan ketidakpastian utamanya politisi untuk memenuhi janji politiknya. Keempat, pilihan politik membutuhkan informasi yang intensif demi tercapainya manfaat dimasa depan.

Dari beberapa karakteristik tentang Perilaku memilih tersebut, yang tentunya akan

berimplikasi dalam pemberian suara pada proses pemilihan umum (Pemilu).

Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang

yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan

(34)

45) membedakan dua tipe karakter utama pemilih yang ekstrovert dan introvert. Introvert berbalik kedalam diri manusia itu sendiri, kepada dunia ide tidak peduli

dengan pendapat orang lain seorang ekstrovert berminat dengan sesuatu yang

berada disekirarnya, dalam kekayaan, prestise, persetujuan sosial, dan

konformitasi.

Pendekatan Perilaku pemilih dalam kehidupan suatu masyarakat selalu terdapat

pola-pola dan cara-cara tertentu yang dianut oleh warga masyarakat. Pola dan

cara-cara tersebut merupakan tingkah laku masyarakat itu dalam kehidupan

sehari-hari. Seseorang yang sukarela atau dengan terpaksa melakukan atau tidak

melakukan sesuatu tindakan yang diharapkannya, maka keputusan yang

diambilnya itu amat dipengaruhi oleh pola dan cara fikir yang dianutnya. Hal

tersebut di atas tentu tidak bisa dilepaskan dari kondisi psikis dan pola pikir tokoh

masyarakat, terlebih lagi oleh kuatnya dorongan dalam rangka memperebutkan

ataupun mempertahankan sumber-sumber yang dianggap perlu. Dengan

demikian, dalam melihat Perilaku politik seseorang perlu menggunakan beberapa

pendekatan. Dalam menganalisis Perilaku pemilih dapat digunakan tiga

pendekatan, yaitu pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan

rasional.

1. Pendekatan Sosiologis, pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa kharakteristik sosial dan pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai

pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan pilihan pemilih.

Pendekatan sosiologis dilandasi oleh pemikiran bahwa determinan pemilih

(35)

25

Dengan kata lain, pendekatan ini didasarkan pada ikatan sosial pemilih dari

segi etnik, ras, agama, keluarga dan pertemanan yang dialami oleh agen

pemilih secara historis. Pengelompokan sosial seperti umur (tua-muda), jenis

kelamin (laki-perempuan) agama dan semacamnya dianggap mempunyai

peranan yang cukup menentukan dalam membentuk pengelompokan sosial

baik secara formal seperti keanggotaan seseorang dalam organisasi-organisasi

keagamaan, organisasi-organisasi profesi, dan sebagainya, maupun

kelompok-kelompok informal seperti keluarga, pertemuan, ataupun kelompok-kelompok-kelompok-kelompok

kecil lainnya, merupakan sesuatu yang sangat vital dalam memahami Perilaku

politik seseorang, karena kelompok-kelompok inilah yang mempunyai

peranan yang sangat besar dalam menentukan sikap, persepsi dan orientasi

seseorang.

Pendekatan psikologis, pendekatan ini pada dasarnya melihat sosialisasi sebagai determinasi dalam menentukan Perilaku politik pemilih, bukan

kharakteristik sosiologis. Pendekatan ini menjelaskan bahwa sikap seseorang

merupakan refleksi dari keperibadian seseorang yang menjadi variabel yang

cukup menentukan dalam mempengaruhi Perilaku politik seseorang. Oleh

karena itu, pendekatan psikologi menekankan pada tiga aspek psikologis

sebagai kajian utama, yaitu ikatan emosional pada suatu partai politik,

orientasi terhadap isu-isu dan orientasi terhadap kandidat.

a. Sikap merupakan fungsi kepentingan, artinya penilaian terhadap suatu

objek diberikan berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan orang

(36)

b. Sikap merupakan fungsi penyesuaian diri artinya seseorang bersikap

tertentu merupakan akibat dari keinginan orang itu untuk sama atau tidak

sama dengan tokoh yang dijadikan panutan.

c. Sikap merupakan fungsi eksternalisasi dan pertahanan diri, artinya sikap

seseorang itu merupakan upaya utuk mengatasi konflik batin dan tekanan

psikis dan eksternalisasi diri seperti proyeksi, idealisasi, rasionalisasi dan

identifikasi.

Kedua pendekatan tersebut di atas melihat bahwa Perilaku pemilih bukanlah

keputusan yang dibuat pada saat menjelang atau ketika berada dibilik suara,

tapi sudah ditentukan jauh sebelumnya, bahkan sebelum kampanye dimulai.

Oleh karena itu tidak cukup menjelaskan Perilaku politik dengan hanya

menggunakan kedua pendekatan tersebut, tetapi juga dibutuhkan pendekatan

rasional.

2. Pendekatan rasional, melihat bahwa pemilih akan menentukan pilihan berdasarkan penilaiannya terhadap isu-isu politik dan kandidat yang diajukan,

artinya para pemilih dapat menentukan pilihannya berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan rasional. Dengan demikian, Perilaku pemilih berdasarkan

pertimbangan rasional tidak hanya berupa memilih alternatif yang paling

menguntungkan (maximum gained) atau mendatangkan kerugian yang paling

sedikit, tetapi juga dalam memilih alternatif yang menimbulkan resiko yang

paling kecil yang penting mendahulukan selamat. Oleh karena itu,

diasumsikan para pemilih mempunyai kemampuan untuk menilai isu-isu

(37)

27

ditampilkan. Penilaian rasional terhadap isu politik atau kandidat ini dapat

didasarkan pada jabatan, informasi dan pribadi yang populer atas prestasi yang

dimilikinya.

Beberapa pendekatan di atas sama-sama berasumsi bahwa memilih merupakan

kegiatan yang otonom, dalam arti tanpa desakan dan paksaan dari pihak lain. Namun, dalam kenyataan di Negara-negara berkembang Perilaku memilih bukan

hanya ditentukan oleh pemilih sebagaimana disebutkan oleh beberapa pendekatan

di atas, tetapi dalam banyak hal justru ditentukan oleh tekanan kelompok,

intimidasi, dan paksaan dari kelompok atau pemimpin tertentu.

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya sehingga

menjadi suatu tolak ukur dari sebuah penelitian baru yang menjelaskan

variabel-variabel berpengaruh atau mempunyai hubungan maupun tidak.

1. Perilaku Pemilih di Kabupaten Sukabumi (Studi Kasus Perilaku Pemilih pada

Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Sukabumi secara Langsung Tahun

2005 dikecamatan Pelabuhan Ratu, Cisaat dan Jampangkulon Kabupaten

Sukabumi). Kushartono, 2006. Pertama, identifikasi partai politik hanya

berperan pada saat pencalonan Bupati / wakil Bupati, setelahnya partai politik

pengaruhnya tidak begitu besar. Kedua, kandidat berinteraksi langsung

dengan pemilih. Ketiga, isu dan kebijakan yang disusung pasangan calon

menjadi hal yang cukup penting. Keempat, pemilih dengan kondisi sosial

ekonomi yang mapan akan melihat figur kandidat dan isu yang ditawarkan,

(38)

keuntungan sesaat yang diperoleh.

2. Pemilihan Umum dan perilaku pemilih (study kasus pada perilaku pemilih

dikota madya Jogjakarta dan kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah pada

pemilihan Umum 1971 -1987) Kristiadi, 1993. Pertama, interaksi sosial

antara pimpinan dan anggota masyarakat masih paternalistik. Kedua,

identifikasi kepartaian masyarakat cenderung mengikuti identifikasi

kepartaian tokoh panutannya. Ketiga, struktur sosial dan media massa tidak

mempunyai pengaruh langsung terhadap perilaku memilih seseorang. Oleh

karena itu, panutan dan identifikasi kepartaian adalah variabel-variabel yang

berpengaruh terhadap perilaku memilih seseorang.

3. Kampanye dan Perilaku Pemilih dalam Pilpres di Indonesia Tahun 2009. LSI

2008, pertama, karena kepribadian kandidat (candidat Image). Kedua Isu dan kebijakan yang ditawarkan. Ketiga, identifikasi partai, dan keempat,

karena popularitas calon Presiden berpengaruh terhadap perilaku pemilih.

2.4 Kerangka Pikir Penelitian

Karakteristik pemilih yang di mana memetakan alasan mereka menentukan

pilihan dan mengindentifikasi isu-isu yang terjadi di basis pemilihan merupakan

salah satu petunjuk penting untuk menentukan strategi. dengan mengindentifikasi

karakteristik pemilihan khususnya tingkat pendidikan. Karakteristik pemilih bisa

mengindentifikasi apakah daerah pemilihan di mana anda menjadi calon legislatif

(39)

29

Kerangka pikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut;

Gambar 1

Kerangka Pikir Penelitian

Pemilih Calon Legislatif

Pendidikan S1

Pendidikan S2

Kecenderungan memilih a. Kampenye

b. Profil calon legislatif c. Partisipasi calon legislatif d. Program calon legislatif

Kecenderungan memilih a. Kampenye

(40)

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini bertujun untuk mengetahui bagaimana identifikasi pendidikan

masyarakat Kelurahan Sepang Jaya Kecamatan Kedaton pada Pemilihan Anggota

DPD Lampung tahun 2014, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian

deskriptif yang didasarkan pada kualitatif.

Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta

situasi-situasi, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,

pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan

pengaruh-pengaruh dari suatu fenomenal, dalam penelitian kualitatif,

pengumpulan data tidak dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang

ditemukan pada saat penelitian dilapangan, oleh karena itu, analisis data yang

dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan kemudian

dapat dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori, dengan demikian dalam

penelitian kualitatif, analisis data dilakukan untuk membangun hipotesis dan teori.

Berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan, peneliti mencoba untuk

menggambarkan bagaimanakah identifikasi pendidikan masyarakat Kelurahan

Sepang Jaya Kecamatan Kedaton pada Pemilihan Anggota DPD Lampung tahun

(41)

31

3.2 Fokus Penelitan

Pada sebuah penelitian sangat penting adanya fokus penelitian karna fokus

penelitian akan dapat membatasi studi yang diteliti. Memfokuskan dan membatasi

pengumpulan data dapat dipandang manfaatnya sebagai reduksi data menghindari

pengumpulan data yang berlimpah. Adapun fokus penelitian ini berfokus pada

identifikasi pendidikan masyarakat Kelurahan Sepang Jaya Kecamatan Kedaton

pada Pemilihan Anggota DPD Lampung tahun 2014.

3.3 Jenis Data Penelitian

3.3.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dengan cara menggali dari

sumper informasi (informan) dan dari catatan lapangan yang relevan dengan

masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, informan-informan dipilih dengan

mendasar pada subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data serta

bersedia memberikan informasi data.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang digunakan untuk mendukung dan mencari fakta

yang sebenarnya hasil dari wawancara mendalam yang telah dilakukan maupun

mengecek kembali data yang sudah ada sebelumnya. Data tersebut bersumber dari

(42)

3.4 Penentuan Informan

Pada penelitian kualitatif, informasi merupakan data yang diperoleh di lokasi

penelitian, dalam naskah atau dokumen, dan dari informan yang telah ditunjuk

sebagai kunci pengayaan sumber data. Informan dalam penelitian ini di khususkan

pada masyarakat Kelurahan Sepang Jaya dalam Pemilihan Umum Legislatif 2014

di Kecamatan Kedaton.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat sehingga mampu menjawab

permasalahan penelitian, maka pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

3.5.1 Angket

Angket merupakan daftar pertanyaan yang disusun oleh peneliti untuk menggali

permasalahan yang diteliti yaitu mengenai identifikasi pendidikan masyarakat

Kelurahan Sepang Jaya Kecamatan Kedaton pada Pemilihan Anggota DPD

Lampung tahun 2014

3.5.2 Wawancara mendalam(indepth interview)

Yaitu metode yang digunakan untuk mendapatkan keterangan pribadi dan untuk

memperoleh informasi lengkap dengan informan dengan lisan maupun tulisan

secara langsung dengan bertatap muka dengan informan, hal ini bertujuan untuk

memperoleh kejelasan dari sumber-sumber data dokumentasi yang belum

dipahami oleh penelitim serta untuk memperoleh pengertian maupun penjelasan

(43)

33

3.6 Teknik Pengolahan Data

Setelah data diperoleh dari lapangan terkumpul maka tahap berikutnya ialah

mengolah data tersebut. Adapun teknik yang digunakan dalam pengolahan data

sebagaimana yang disebutkan( Lexy J. Moleong, 2006:151) meliputi:

1. Editing

Editing yaitu teknik mengolah data dengan cara meneliti kembali data yang

berhasil diperoleh dalam rangka menjamin validitasnya serta dapat segera

diproses lebih lanjut. Tahapan editing yang telah dilakukan oleh penulis dalam

penelitian ini menyajikan hasil wawancara dan observasi berupa

kalimat-kalimat yang kurang baku disajikan dengan menggunakan kalimat-kalimat baku dan

bahasa yang mudah dipaham.

2. Interpretasi

Interpretasi merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih

mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakuakan.

Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian

secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi akurat yang diperoleh

dilapangan.

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biglen yang dikutip Lexy J Moleong

(2006) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesisnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan

(44)

lain. Analisis data merupakan cara seseorang peneliti dalam mengelola data yang

telah terkumpul sehingga mendapatkan suatu kesimpulan dari penelitiannya,

karena data yang diperoleh dari suatu penelitian tidak dapat digunakan begitu saja,

analisis

Prosedur analisis data kualitatif dibagi dalam lima langkah Afifuddin (2012: 159)

yaitu:

1. Mengorganisasi data. Cara ini dilakukan dengan membaca berulang-ulang

data yang ada sehingga peneliti dapat menemukan data yang ada sehingga

peneliti dapat menemukan data yang sesuai dengan penelitiannya dan

membuang data yang tidak sesuai.

2. Membuat kategori, menetukan tema, dan pola. Dalam hal ini, peneliti

menentukan kategori yang merupakan proses yang cukup rumit karna peneliti

harus mampu mengelompokkan data yang ada kedalam suatu kategori dengan

masing-masing sehingga pola keteraturan data menjadi terlihat secara jelas.

3. Menguji hipotesis yang muncul dengan menggunakan data yang ada. Setelah

proses pembuatan kategori, peneliti melakukan pengujian kemungkinan

berkembangnya suatu hipotesis dan mengujinya dengan menggunakan data

yang tersedia.

4. Mencari eksplanasi alternatif data proses berikutnya ialah peneliti memberikan

keterangan yang masuk akal data yang ada dan peneliti harus mampu

menerangkan data tersebut dengan didasarkan pada hubungan logika makna

yang terkandung dalam data tersebut.

5. Menulis laporan. Penulisan laporan merupakan bagian analisis kualitatif yang

(45)

35

frase dan kalmat serta pengertian secara tepat yang dapat digunakan untuk

mendeskripsikan data dan hasil analisisnya.

Analisis data merupakan cara seorang peneliti dalam mengelola data yang telah

terkumpul sehingga mendapatkan suatu kesimpulan dari penelitiannya, karna data

yang diperoleh dari suatu penelitian tidak dapat dipergunakan begitu saja, analisis

data menjadi bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena dengan

analisis data tersebut dapat lebih berarti dan bermakna dalam memecahkan

masalah penelitian.

3.8 Teknik Keabsahan Data

Keabsahan data dimaksud untuk memperoleh tingkat kepercayaan yang berkaitan

dengan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian, mengungkapkan dan

memperjelas data dengan fakta-fakta aktual di lapangan. Dalam penelitian

kualitatif keabsahan data lebih bersifat sejalan seiring denganproses penelitian itu

berlangsung. Keabsahan data kualitatif harus dilakukan sejak awal pengambilan

data, yaitu sejak melakukan reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan

atau verifikasi (Afifuddin, 2012: 159)

Untuk memperoleh keabsahan data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan

dengan cara menjaga kredibilitas, transferabilitas dan dependabilitas yang

maksudnya adalah:

1. Validitas internal (Kredibilitas)

Validitas internal merupakan ukuran tentang kebenaran data yang diperoleh

(46)

variabel yang sesungguhnya. Bila ternyata instrumen tidak mengukur apa

yang seharusnya diukur maka data yang diperoleh tidak sesuai dengan

kebenaran, sehingga hasil penelitiannya juga tidak dapat dipercaya, atau

dengan kata lain tidak memenuhi syarat validitas.

Menurut Nasution (2006:114), validitas internal (kredibilitas) dapat dilakukan

dengan: memperpanjang masa observasi, melakukan pengamatan terus

menerus, trianggulasi data, membicarakan dengan orang lain (peer debriefing), menganalisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi, dan mengadakanmember check.

Dalam melakukan penelitian ini, untuk mencapai kredibilitas peneliti

melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Memperpanjang masa observasi, Memperpanjang masa observasi

dimaksudkan untuk mendeteksi dan memperhitungkan distorsi yang

mungkin merusak data. Distorsi bisa terjadi karena unsur kesengajaan

seperti bohong, menipu, dan berpura-pura oleh subyek, informan, key

informan. Unsur kesengajaan dapat berupa kesalahan dalam mengajukan

pertanyaan, motivasi, hanya untuk menyenangkan atau menyedihkan

peneliti.

b. Pengamatan terus menerus, Dengan pengamatan terus menerus dan

kontinyu, peneliti akan dapat memperhatikan sesuatu dengan lebih cermat,

terinci dan mendalam. Pengamatan yang terus menerus, akhirnya akan

dapat menemukan mana yang perlu diamati dan mana yang tidak perlu

(47)

37

terus menerus dilakukan untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian

tentang fokus yang diajukan.

c. Trianggulasi data, Tujuan trianggulasi data dilakukan dalam penelitian ini

adalah untuk mengecek kebenaran data dengan membandingkan data yang

diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian di lapangan.

Trianggulasi data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan

sumber dan metode, artinya peneliti membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda dalam metode kualitatif. Trianggulasi data dengan sumber ini

antara lain dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh

dari hasil wawancara dengan informan dan key informan. Trianggulasi data dilakukan dengan cara, pertama, membandingkan hasil pengamatan

pertama dengan pengamatan berikutnya. Kedua, membandingkan data

hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Membandingkan data hasil

wawancara pertama dengan hasil wawancara berikutnya. Penekanan dari

hasil perbandingan ini bukan masalah kesamaan pendapat, pandangan,

pikiran semata-mata. Tetapi lebih penting lagi adalah bisa mengetahui

alasan-alasan terjadinya perbedaan.

d. Membicarakan dengan orang lain (peer debriefing), Mendiskusikan hasil data dengan orang lain yang paham dengan penelitian yang sedang

dilakukan.

e. Menganalisis kasus negatif, Menganalisis kasus negatif maksudnya adalah

mencari kebenaran dari suatu data yang dikatakan benar oleh suatu sumber

(48)

f. Menggunakan bahan referensi sebagai pembanding dan untuk

mempertajam analisa data.

g. Mengadakan member check. Tujuan mengadakan member check adalah agar informasi yang telah diperoleh dan yang akan digunakan dalam

penulisan laporan dapat sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan,

dankey informan. Untuk itu dalam penelitian ini member checkdilakukan setiap akhir wawancara dengan cara mengulangi secara garis besar

jawaban atau pandangan sebagai data berdasarkan catatan peneliti tentang

apa yang telah dikatakan oleh responden. Tujuan ini dilakukan adalah agar

responden dapat memperbaiki apa yang tidak sesuai menurut mereka,

mengurangi atau menambahkan apa yang masih kurang. Member check dalam penelitian ini dilakukan selama penelitian berlangsung-sewaktu

wawancara secara formal maupun informal berjalan.

2. Validitas Eksternal (Transferabilitas)

Validitas eksternal berkenaan dengan masalah generalisasi, yakni sampai

dimanakah generalisasi yang dirumuskan juga berlaku bagi kasus-kasus lain

diluar penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti tidak dapat menjamin

keberlakuan hasil penelitian pada subyek lain. Hal ini disebabkan karena

penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk menggeneralisir, karena dalam

penelitian kualitatif tidak menggunakan sampling acak, atau senantiasa

(49)

39

3. Dependabilitas

Dependabilitas atau reliabilitas instrumen adalah indeks yang menunjukkan

sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas

menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan

ulang terhadap gejala yang sama dengan alat pengukur yang sama. Untuk

dapat mencapai tingkat reliabilitas dalam penelitian ini, maka dilakukan

dengan tekhnik ulang ataucheck recheck.

4. Objektivitas

Dalam penelitian kualitatif peneliti harus berusaha sedapat mungkin

memperkecil faktor subyektifitas. Penelitian akan dikatakan obyektif bila

(50)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

Halaman

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat dan Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Pemilihan Umum... 7

2.2 Tinjauan Tentang Perilaku Memilih ... 20

2.3 Penelitian Terdahulu ... 27

2.4 Kerangka Pikir Penelitian ... 28

III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 30

3.2 Fokus Penelitian ... 31

3.3 Jenis Data Penelitian ... 31

3.4 Penentuan Informan ... 32

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.6 Teknik Pengolahan Data ... 33

3.7 Teknik Analisis Data ... 33

(51)

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ... 40

4.2 Gambaran Umum Kecamatan Kedaton ... 42

4.3 Gambaran Umum Kelurahan Sepang Jaya ... 43

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian ... 45

5.2 Pembahasan ... 52

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan ... 99

6.2 Saran... 101

(52)

4.1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung

Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah

yang dijadikan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, politik, pendidikan,

kebudayaan dan juga sebagai pusat perekonomian di Provinsi Lampung. Provinsi

Lampung memiliki letak yang strategis karena merupakan pintu gerbang antara

Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa. Sebagai Ibukota provinsi, Bandar Lampung

memiliki keuntungan karena setiap kegiatan baik dari pemerintahan, politik,

pendidikan, kebudayaan dan perekonomian lebih cepat bertumbuh dibanding

dengan kabupaten-kabupaten lain yang berada di Provinsi Lampung.Kota Bandar

Lampung memiliki luas wilayah 197,22 km2 yang terdiri dari 13 kecamatan dan

98 kelurahan. Secara geografis, Kota Bandar Lampung terletak pada 5020’

-5030’ Lintang Selatan dan 105028’ - 105037’ Bujur Timur. Secara administratif,

batas wilayah Bandar Lampung adalah:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Selatan.

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Lampung.

3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Gedung Tataan dan Kecamatan

Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran.

(53)

41

Selatan.

Kota Bandar Lampung terletak pada ketinggian 0 – 700 meter diatas permukaan

laut dengan empat karakteristik topografi yang dimiliki, yaitu:

1. Daerah pantai yaitu sekitar Teluk Betung bagian Selatan dan Panjang.

2. Daerah perbukitan yaitu sekitar Teluk Betung bagian Utara.

3. Daerah dataran tinggi serta sedikit bergelombang terdapat di sekitar Tanjung

Karang bagian Barat yang dipengaruhi oleh gunung Balau serta perbukitan

Batu Serampok dibagian Timur Selatan.

4. Teluk Lampung dan pulau-pulau kecil bagian Selatan.

Sebagian wilayah Kota Bandar Lampung merupakan daerah perbukitan, seperti

Gunung Kunyit, Gunung Kelutum, Gunung Banten, Gunung Kucing, dan Gunung

Kapuk. Luas wilayah yang datar hingga landai meliputi 60% total wilayah, landai

hingga miring meliputi 35% total wilayah, dan sangat miring hingga curam

meliputi 4% total wilayah.

Penduduk yang tinggal di Kota Bandar Lampung terdiri dari berbagai macam

suku. Jumlah penduduk yang berada di setiap kecamatan di Bandar Lampung juga

beraneka ragam sesuai dengan besarnya luas wilayah setiap kecamatan dan

pertumbuhan yang secara alami terjadi baik kelahiran maupun kematian serta

perpindahan penduduk.

Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung pada tahun 2011 adalah 891.374 jiwa.

Jumlah penduduk tertinggi berada di Kecamatan Teluk Betung Selatan yaitu

(54)

penduduk di Kecamatan Teluk Betung Selatan dengan luas wilayah yang tidak

terlalu besar tidak terlepas karena wilayah tersebut merupakan pusat

pemerintahan dan perekonomian di Bandar Lampung, dicirikan dengan

banyaknya gedung-gedung perkantoran dan bangunan pertokoan. Jumlah

penduduk terendah berada di Kecamatan Tanjung Senang yaitu berjumlah 41.672

jiwa. Jumlah penduduk terendah berada di Kecamatan tanjung senang yaitu

berjumlah 16, 87 jiwa dengan luas wilayah 11, 63 jiwa, dimana kecamatan ini

merupakan kecamatan yang baru berkembang, dicirikan adanya perumnas baru,

fasilitas transportasi, jasa dan fasilitas pendidikan yang belum memadai.

Kecamatan Tanjung Karang pusat merupakan kecamatan dengan kepadatan

penduduk tertinggi yaitu 10.953 jiwa/km2, sedangkan Kecamatan Kemiling

merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah yaitu 2.613jiwa/km2.

4.2 Gambaran Umum Kecamatan Kedaton .

Kecamatan Kedaton merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Bandar

Lampung. Kecamatan Kedaton memiliki luas wilayah 1.088 Ha, yang secara

administratif berbatasan dengan :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Natar

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Karang Pusat

3. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang Lampung

Selatan

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Karang Barat

Sebagian besar Kecamatan Kedaton adalah daerah daratan dan diantaranya daerah

Gambar

Tabel 1.1 Karaktertistik Pemilih Berdasarkan tingkat pendidikan, sukubangsa, agama, dan pendapatan di Kelurahan Sepang JayaKecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung
Gambar 1Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat di Kecamatan Pamatang Sidamanik yang sudah terdaftar sebagai pemilih tetapi tidak ikut dalam memilih pada pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Secara Langsung Tahun

Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan wujud pemilihan variasi kode bahasa pada masyarakat tutur di Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kiaracondong, Kota

TENTANG DERAJAT KEPENTINGAN PEMILIHAN LOKASI RUMAH SUSUN (Studi Kasus: Kelurahan Babakan Sari, Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung).

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perilaku politik pemilih perempuan dan faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan umum legislatif tahun 2014 di

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaksanaan reses DPRD Kbupaten Simalungun Periode 2014 – 2019 (Studi Kasus : Daerah Pemilihan II Kelurahan Sebelawan, Kecamatan

Penelitian ini difokuskan pengaruh sosialisasi partai politik terhadap partisipasi pemilih umum pada pemilihan Bupati 2017 di Kelurahan Busoa Kecamatan Batauga Kabupaten

Dari tabel 5.3.3.1 di atas dapat dilihat bahwa perilaku pemilih masyarakat Kecamatan Dayun dalam Pemilihan Umum legislatif berdasarkan indikator money politic pada

PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI DAN DPRD KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2014. PROVINSI KECAMATAN KABUPATEN DESA/KELURAHAN ALAMAT KETERANGAN UMUR/USIA (THN) STATUS