• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional Di Perairan Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional Di Perairan Indonesia"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN LAUT:

UPAYA PENCEGAHAN PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT

DENGAN ADANYA HAK PELAYARAN INTERNASIONAL

DI PERAIRAN INDONESIA

Pidat o Pengukuhan

Jabat an Guru Besar Tet ap

dalam Bidang Ilmu Hukum Int ernasional pada Fakult as Hukum,

Diucapkan di Hadapan Rapat Terbuka Universit as Sumat era Ut ara

Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 1 April 2006

Oleh:

SUHAIDI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

Ya n g t e r h or m a t ,

Bapak Ment eri Pendidikan Nasional Republik I ndonesia, Bapak Ket ua dan Bapak/ I bu Anggot a Maj elis Wali Am anat Univer sit as Sum at era Ut ara,

Bapak Ket ua dan Bapak/ I bu Anggot a Senat Akadem ik Univer sit as Sum at era Ut ara,

Bapak Ket ua dan Bapak/ I bu Anggot a Dew an Guru Besar Univer sit as Sum at era Ut ara,

Bapak Rekt or Univer sit as Sum at era Ut ara,

Bapak/ I bu Pem bant u Rekt or Universit as Sum at era Ut ara

Para Dekan dan Pem bant u Dekan di lingkungan Universit as Sum at era Ut ara, Ket ua Lem baga dan Unit Kerj a di lingkungan Universit as Sum at era Ut ara, Para Dosen dan Kar yawan ser t a segenap Sivit as Akadem ika Univer sit as Sum at era Ut ara,

Bapak dan I bu para undangan, t em an sej aw at , keluarga dan handai t aulan, para m ahasisw a, dan hadirin yang saya m uliakan.

Assa la m u ’a la ik u m W a r a h m a t u lla h i W a ba r a k a t u h

Puj i syukur k it a panj at kan ke hadirat Allah SWT, karena pada hari yang berbahagia ini kit a diberi- Nya rahm at dan karunia berupa kesehat an sehingga dapat hadir di t em pat ini. Berkat rahm at dan karunia- Nya pulalah, saya pada hari ini berkesem pat an unt uk m enyam paikan pidat o pengukuhan sebagai Guru Besar Tet ap pada Fakult as Hukum USU dalam rapat t erbuka Universit as Sum at era Ut ara, di hadapan m aj elis yang m ulia ini.

Pada kesem pat an ini, saya m engucapkan t erim a kasih khususnya kepada Bapak Ment eri Pendidikan Nasional at as kepercayaan yang dilim pahkan kepada saya unt uk m enj abat Guru Besar dalam bidang I lm u Hukum I nt ernasional sesuai dengan Surat Keput usan Ment eri Pendidikan Nasional Nom or 52661/ A2.7/ KP/ 2005 t erhit ung m ulai t anggal 1 Novem ber 2005.

Hadirin yang t erhorm at ,

Dengan m engharap ridho dari Allah SWT perkenankan saya m enyam paikan pidat o pengukuhan di hadapan Bapak/ I bu para hadirin, yang berj udul:

(3)

PEN D AH U LUAN

Posisi w ilayah I ndonesia m em iliki let ak geografis yang unik. Di sam ping let ak kepulauan I ndonesia yang berada pada garis khat ulist iw a, j uga posisi geografis ini m enurut kenyat aannya adalah negara kepulauan (archipelagic st at e) yang berada pada posisi silang dunia, di ant ara dua benua yait u benua Asia - Aust ralia dan di ant ara dua sam udera yait u Sam udera I ndonesia- Pasifik.1 Dem ikian pula dengan perbandingan w ilayah laut yang lebih luas daripada w ilayah darat annya.2

Sej ak t anggal 16 Novem ber 1994, Konvensi Hukum Laut 1982 (Unit ed Nat ions Convent ion on t he Law of t he Sea 1982) t elah berlaku efekt if (ent er int o for ce) .3 Dengan berlakunya konvensi ini m aka luas wilayah I ndonesia adalah 8.193.250 km ² , yang t erdiri dari 2 .027.087 km ² darat an dan 6.166.163 km ² laut an. Luas w ilayah laut I ndonesia dapat dirinci m enj adi 0,3 j ut a km ² laut t erit orial, 2,8 j ut a km ² perairan nusant ara ( perairan kepulauan) , dan 2,7 j ut a km ² Zona Ekonom i Eksklusif I ndonesia.4 Pada w ilayah laut inilah t erdapat lingkungan laut I ndonesia.

Hadirin yang t erhorm at ,

Pada lingkungan laut t erdapat sum ber kekayaan alam , baik kekayaan alam hayat i m aupun non- hayat i, sebagai sarana penghubung, m edia rekreasi, dan lain sebagainya. Oleh karena it u sangat pent ing unt uk m elindungi lingkungan laut dari ancam an pencem aran, sepert i ancam an pencem aran yang ber sum ber dar i kapal. Hal ini dilakukan agar lingkungan laut dapat dinikm at i secara berkelanj ut an,5 baik bagi generasi sekarang m aupun generasi yang akan dat ang. Dengan dem ikian, t erdapat ket ergant ungan pada sum ber kekayaan alam di laut dalam j um lah dan kualit as yang m em enuhi syarat dan t ersedia secara berkelanj ut an.

Te or i Pe r lin du n ga n Lin gk u n ga n La u t

(4)

Perkem bangan t eori perlindungan lingkungan laut dapat dit elusuri dari pendapat Grot ius, dikenal dengan t eorinya m are liberum , yang m em andang bahw a pem anfaat an lingkungan laut berdasarkan konsepsi t he freedom of t he sea. Pendapat ini dim aksudkan unt uk m em enuhi kebut uhan " pelayaran int ernasional" bagi perdagangan, at au sebagai j us com m unis. Mengenai perikanan, Grot ius m em punyai pandangan yang sej alan dengan konsep kebebasan di laut lepas. Perikanan harus t erbuka bagi sem ua orang, hal ini didasarkan pada pendapat bahw a laut m erupakan sum ber kekayaan yang t idak ada habisnya. Teori ini dit ent ang oleh Selden, dikenal dengan t eori m ar e clausum , ia m enyat akan bahw a argum ent asi yang m enyat akan laut m erupakan sum ber kekayaan yang t idak t erhabiskan (inexhaust ible) sam a sekali t idak ber alasan.7

Selanj ut ny a, Pont anus m engaj ukan t eor i yang m erupakan kom prom i ant ara t eori m are liberum dan m are clausum dengan m em bagi laut dalam dua bagian, yakni laut yang berdekat an dengan pant ai (adj acent sea) dapat j at uh di baw ah pem ilikan at au kedaulat an negara pant ai,8 sedangkan di luar it u laut bersifat bebas. Dalam perkem bangannya, pada abad pert engahan dokt rin kedaulat an m odern didasari oleh 2 ( dua) hal yang m endasar, yait u:9

( 1) pada sat u segi kedaulat an t im bul karena adanya kekhaw at iran dari negara- negara nasional yang baru m erdeka unt uk m enegaskan kem erdekaan t ot al, t erm asuk pengem bangan perekonom iannya, dan m enghilangkan int ervensi bangsa- bangsa feodal at au int ervensi negara- negara besar,

( 2) pada segi lain m erupakan akum ulasi dari negara- negara baru m erdeka unt uk m em bent uk hukum baru bagi pengat uran w ilayahnya.

Dengan berkem bangnya konsepsi t he new econom ic use for t he sea yang pada w akt u it u didasarkan pada anggapan bahw a " all st at e possessed t heir shores in t hose part s of t he sea t hat t ouches t heir shores", hingga sekarang m engalam i perkem bangan yang pesat .10 Oleh sebab it u, dari sudut sej arah lat ar belakang penguasaan kekayaan alam di laut dapat diident ifikasi sekur ang- kurangnya t iga hal pokok:11

(5)

( 2) dokt r in m are liberum dari Grot ius j uga m engakui adanya kebut uhan negara pant ai unt uk m enguasai bagian laut (m ar it im e zone) yang didasarkan pada pract ical need yang kem udian dikenal sebagai laut t erit orial yang j at uh di baw ah kekuasaan negara pant ai, sedangkan lingkungan laut di luarnya m enj adi laut lepas, ( 3) perkem bangan yang t erj adi set elah Perang Dunia I I yang diaw ali

dengan gerakan penguasaan kekayaan alam dan lingkungan laut , berdasarkan Proklam asi Trum an 1945 oleh Am erika Serikat .

Sebagai dasar falsafah dari perlindungan lingkungan laut adalah pert im bangan nilai- nilai dan rasa keadilan secara luas, baik dilihat dari segi m oral m aupun dari segi kehidupan sosial t erhadap negara pant ai dan pengguna laut ( yang m elakukan kegiat an/ usaha di laut ) . Mereka yang m elakukan kegiat an at au usaha unt uk m em peroleh keunt ungan bagi dirinya sendir i adalah w aj ar bila harus m enanggung risiko akibat kegiat annya.

"Spe cia l Ar e a" da la m Pe r lin du n ga n Lin gk u n ga n La u t

Negara pant ai dibolehkan m elindungi lingkungan laut nya dengan m enet apkan ket ent uan- ket ent uan khusus guna m encegah t erj adinya pencem aran dari kapal dalam hal sit uasi- sit uasi khusus, m isalnya dengan alasan t eknis yang diakui berkait an dengan persyarat an m enyangkut bidang ekologi dan oseanografi, dem ikian pula dengan penggunaan sum ber-sum ber dan sifat - sifat khusus dari lalu lint as pelayaran.12 Juga didasarkan pada sifat lingkungan laut nya yang unik, berdasarkan pert im bangan adanya sist em nilai khusus dalam set iap negara (t he syst em of values prevailing in each count ry) . 13

Unt uk perlindungan lingkungan laut pada daerah yang sangat luas, kem ungkinan t erdapat w ilayah- w ilayah lingkungan laut t ert ent u yang m enj adi priorit as, karena t idak m ungkin unt uk m elindungi w ilayah lingkungan laut secara keseluruhan. Wilayah pant ai yang sensit if dapat lebih diut am akan, pada w ilayah ini diperlukan upaya perlindungan yang lebih ket at dibanding dengan w ilayah laut lainnya.14

(6)

seaw at er, e.g. in pow er st at ions, desalinat ion plant s, am enit y beaches, yacht ing and ot her r ecreat ional facilit ies.16 Dengan dem ikian, konsep special areas didasark an pada oceanographical, ecological, and t he part icular charact er of it s t raffic yang didasarkan pada penelit ian yang m endalam m enyangkut aspek- aspek lingkungan.17

Adapun dasar pert im bangan yang diperoleh dari penelit ian- penelit ian, dapat diket ahui bahw a lingkungan laut m em ang sangat rent an t erhadap zat pencem ar (special environm ent al sensit ive) . Dengan dem ikian, negara yang akan m em buat ket ent uan khusus pada lingkungan laut nya, harus disert ai dengan bukt i- bukt i yang dapat dipert anggungj aw abkan secara ilm iah, j uga disert ai dengan t eknik yang m endukung dan inform asi yang akurat . 18 Ket ent uan- ket ent uan khusus t ersebut harus pula diiringi dengan kew aj iban-kew aj iban unt uk m engakom odasi kepent ingan- kepent ingan int ernasional m elalui perairan nasional, m isalnya dalam bent uk adanya hak lint as bagi kapal- kapal asing.19

Ket ent uan- ket ent uan khusus bagi pencegahan, pengurangan, dan pengendalian pencem aran lingkungan laut yang bersum ber dari kapal harus diberit ahukan kepada I MO (I nt ernat ional Mar it im e Organizat ion) , sebagai organisasi yang berkom pet en.20 Fakt or- fakt or yang perlu m enj adi pert im bangan m enurut I MO m eliput i:21

( a) availabilit y of local knowledge,

( b) t he pract icalit y of prot ect ing a part icular resour ce, ( c) relat ive im port ance of com pet ing dem ands,

( d) variat ions in priorit ies due t o seasonal fact or s, such as fish and bird breeding season and holiday season,

( e) alt erat ions m ight be necessary t o t hese priorit ies if som e resour ces are im pact ed before defences can be est ablished.

(7)

Ket ent uan- ket ent uan int ernasional m em ang t elah m engubah pola pendekat an t erhadap perlindungan lingkungan laut . Ket ent uan- ket ent uan sebelum nya m ensyarat kan pendekat an um um unt uk sem ua rezim kelaut an t anpa m elihat bagaim ana kondisi lingkungan laut suat u negara. Sedangkan pendekat an sekarang m erupakan "new special approaches t o cer t ain areas" .23 Adanya perkem bangan yang baru dan pent ing adalah dengan dit erim anya konsep "special ar eas" m enyangkut j um lah m aksim um yang diizinkan bagi buangan kapal ke laut pada daerah- daerah t ert ent u,24 disebut special prot ect ed area ( daerah perlindungan khusus) . Daerah perlindungan khusus dit et apkan berdasarkan krit eria "w here for recognized t echnical reason in relat ions t o it s oceano- graphical and ecological condit ions and t o t he par t icular charact er of it s t raffic t he adopt ion of special m andat or y m et hods for t he prevent ion of sea pollut ion by oil is required". Pada saat ini w ilayah laut yang diakui sebagai special area m eliput i Laut Medit erania,25 Laut Hit am , Laut Balt ik, Laut Merah, Teluk Per sia, dan lain sebagainya.26

Perkem bangan m enyangkut klaim negara at as special area pada daerah lingkungan laut adalah keberhasilan yang diperlihat kan oleh Aust ralia dengan perhat iannya yang cukup besar unt uk m em bukt ikan adanya " adequat e pow ers" unt uk m elindungi "The Great Barrier Reef" . Usaha Aust ralia ini m encapai kesuksesan dengan t ercapainya "I nt ernat ional Agreem ent in 1971 t o Am andem ent s t o OI LPOL" dengan alasan "near est land" . Nearest land dalam perset uj uan ini m erupakan "t he out er edge of The Great Barrier Reef" .27

Bagi I ndonesia dengan kondisi lingkungan laut yang unik, sebenarnya dapat m engat ur sebagian w ilayah laut nya sebagai "special area" . Diat ur secara khusus dengan t idak m enyim pang dari ket ent uan- ket ent uan int ernasional, sepert i Konvensi Hukum Laut 1982, OI LPOL 1954 berikut am andem ennya, dan MARPOL 1973/ 78 berikut am andem ennya.

Pe n e r a pa n Alu r Lin t a s Ke pu la u a n I n don e sia ( ALKI ) pa da Pe r a ir a n I n don e sia

Pengakuan int ernasional m elalui Konvensi Hukum Laut 1982 at as negar a kepulauan I ndonesia,28 m em baw a konsekuensi dengan kew aj iban unt uk m em berikan akom odasi bagi pelayaran int ernasional pada perairannya dalam bent uk:29

(8)

Konsep hak lint as alur laut kepulauan ( I ndonesia m enyebut lint as alur laut kepulauannya dengan " Alur Laut Kepulauan I ndonesia" - ALKI ) , m erupakan hal yang baru di dalam ket ent uan t ent ang kelaut an.

Set elah I ndonesia m erat ifikasi Konvensi Hukum Laut 1982 m elalui UU No. 17 Tahun 1985 t anggal 13 Desem ber 1985, m aka I ndonesia m ulai m em ikirkan dan berusaha unt uk m enet apkan alur- alur laut kepulauan I ndonesia ( ALKI ) m elalui perairan nusant ara I ndonesia.31

Penet apan ALKI harus sesuai dengan konsep yang t erdapat pada Konvensi Hukum Laut 1982,32 di m ana "all ships and aircraft s" m em peroleh "r ight of archipelagic sea lanes passage" .33 I ndonesia dalam m em berikan hak lint as alur kepulauan at as perairan kepulauannya harus m encakup sem ua t em pat lew at yang biasa dipakai unt uk pelayaran dan penerbangan int ernasional (all norm al passage rout es used as rout es for int er nat ional navigat ion or overflight s) , dengan cat at an bahw a j ika di sat u t em pat ada beberapa t em pat lew at yang kira- kira sam a kem udahannya, m aka cukuplah sat u saj a dit et apkan sebagai alur (duplicat ion of rout es of sim ilar convenience bet w een t he sam e ent ry and exit point s shall not be necessary) .34

Dengan dem ikian, sebagai negara kepulauan dengan posisi adanya hak pelayaran int ernasional m enj adikan posisi lingkungan laut I ndonesia berpot ensi t ercem ar. Dalam rangka m endukung posisi Negara Kesat uan Republik I ndonesia ( NKRI ) dari segala ancam an, t erm asuk ancam an dari pencem aran yang bersum ber dari kapal asing, diperlukan upaya- upaya m aksim al unt uk m enent ukan alur- alur laut pada perairan kepulauan I ndonesia. Dalam penet apan ALKI perlu diperhit ungkan j angan sam pai m erugikan kepent ingan nasional I ndonesia at as pem anfaat an kekayaan laut nya dan dari segala ancam an pencem aran yang bersum ber dari kapal yang dapat m erugikan negara. Unt uk m encegah hal dem ikian, diperlukan upaya- upaya penelit ian dan ident ifikasi yang m endalam pada kaw asan yang akan dij adikan ALKI .

Penelit ian dan ident ifikasi yang m endalam di kaw asan yang dilew at i ALKI , ant ara lain m eliput i:35

( 1) int ensit as lalu lint as lokal at au yang m em ot ong ALKI ,

( 2) lokasi daerah- daerah penangkapan ikan yang padat dan int ensif, ( 3) lokasi daerah- daerah eksplorasi dan eksploit asi m igas yang sedang

berlangsung,

(9)

( 5) lokasi daerah- daerah w isat a, khususnya pant ai- pant ai dan pulau- pulau w isat a yang berdekat an dengan ALKI ,

( 6) lokasi- lokasi daer ah yang sensit if di bidang lingkungan laut ,

( 7) ident ifikasi kem am puan fasilit as yang ada di sepanj ang ALKI unt uk m enghadapi segala kem ungkinan, baik pencem aran lingkungan laut m aupun pengam anan dan penegakan hukum .

Sesuai dengan persyarat an yang m enyebut kan bahw a t he coast al st at e is required only t o t ake int o account t he recom m endat ions of t he com pet ent int ernat ional organizat ion, w hereas a st at e boudering an archipelagic st at e m ay designat e sea lanes and prescribe t raffic separat ion schem es or subst it ut e t hem only aft er t hey have been adopt ed by t he com pet ent int ernat ional organizat ion and agreed t o by t he st at e concerne.36 Pada t anggal 15 Februari 1996, I ndonesia secara form al t elah m engusulkan kepada I MO m engenai penet apan t iga ALKI besert a cabang- cabangnya di perairan I ndonesia,37 yait u: ALKI I di bagian Ut ara bercabang m enuj u Singapura ( I A) , dan m enuj u Laut Cina Selat an, ALKI I I m elalui Selat Lom bok m enuj u Laut Sulaw esi, dan ALKI I I I di bagian selat an bercabang t iga m enj adi ALKI I I I A, I I I - B, I I I - C, dan yang di bagian ut ara I I I - D bercabang m enuj u Laut Sulaw esi ( I I I - E) dan Sam udera Pasifik.38

Usul I ndonesia dalam penet apan ALKI ini t elah dibahas dalam Sidang Kom it e Keselam at an Pelayaran ke- 67 (Marit im e Safet y Com m it t ee/ MSC- 67) pada bulan Desem ber 1996 dan Sidang Sub- Kom it e Keselam at an Navigasi I MO ke- 43 ( NAV- 43) di London pada bulan Juli 1997. Sidang Maj elis I MO ke- 20 pada bulan Desem ber 1997 t elah m enyet uj ui prosedur dan ket ent uan- ket ent uan m engenai penet apan ALKI sekaligus m engesahkan MSC- 67 unt uk m em bahas usul I ndonesia. Jika m em enuhi syarat , MSC- 67 dapat dit erim a t anpa perlu lagi dibaw a kepada sidang m aj elis I MO ke- 21 t ahun 1999.39 Pada t anggal 19 Mei 1998, Sidang Pleno Marit im e Safet y Com m it t ee ( MSC- 69) I MO secara resm i t elah m enerim a (adopt) t iga ALKI yang diusulkan I ndonesia.40

I ndonesia adalah negara kepulauan pert am a yang m engusulkan penet apan

alur laut kepulauannya sesuai dengan Konvensi Hukum Laut 1982.41

I ndonesia sebelum nya sudah pernah m enet apkan alur laut bagi kapal- kapal penangkap ikan asing unt uk m elint asi perairan I ndonesia, yait u m elalui Selat Lom bok dan Selat Makassar, nam un dalam kerangka hak lint as dam ai bagi pelay aran int ernasional.42

(10)

dengan alur laut at au skem a pem isah lalu lint as lainnya, "an archipelagic st at e m ay, w hen circum st ances require, aft er giving due publicit y t heret o, subst it ut e ot her sea lanes or t r affic separ at ion schem e for any sea lanes or t raffic separat ion schem es previously designat ed or prescr ibed by it " .43 Alur laut dan skem a pem isah t ersebut harus sesuai dengan ket ent uan int ernasional yang dit erim a secara um um . Jika I ndonesia berniat m enggant i alur laut / skem a pem isah lalu lint as, m aka I ndonesia harus m engaj ukan usulan t ersebut kepada I MO.44

Hak pelayaran int ernasional yang diberikan pada kapal- kapal asing sudah past i m enim bulkan pot ensi pencem aran pada lingkungan laut I ndonesia. Dengan m em berikan keleluasaan yang lebih besar bagi pelayaran int ernasional m elalui hak lint as alur laut kepulauan dibanding hak lint as dam ai, j ust ru akan m enim bulkan pot ensi pencem aran yang lebih besar pada lingkungan laut I ndonesia.

Unt uk m engant isipasi kondisi posisi geografis I ndonesia dan adanya hak pelayaran int ernasional pada perairan I ndonesia, m enim bulkan pert anyaan apakah unt uk m elindungi lingkungan laut nya dari ancam an pencem aran, I ndonesia dapat m encegah berlayarnya suat u kapal, t erut am a kapal asing yang diident ifikasi dapat m encem ari lingkungan laut ?

Konsep pencegahan pencem aran m erupakan penggunaan proses, prakt ik bahan energi guna m enghindarkan at au m engurangi t im bulnya pencem aran. Pencegahan pencem aran secara fundam ent al m engalihkan fokus perlindungan lingkungan dari penanggulangan m elalui end- of pipe yang reakt if dengan pengolahan pencem aran set elah t erj adinya

pencem aran ke pem ikiran front - of process yang prevent if dengan

m enekankan bahw a pencem aran seharusnya t idak boleh t erj adi,45 t erm asuk pencem aran lingkungan laut sebagai akibat adanya sarana pelayar an int ernasional pada w ilayah per airan suat u negara.

(11)

Walaupun m asyarakat int ernasional sudah berusaha unt uk m engam bil t indakan posit if guna m enghindari risiko t erj adinya pencem aran dari pengirim an "ult rahazardous radioact ive cargo" , baik langkah yuridis m aupun non- yuridis, nam un pot ensi t erj adinya pencem aran lingkungan laut m erupakan hal yang dikhaw at irkan oleh negara pant ai. Terlebih lagi j alur pelayaran t ersebut dilihat dari segi kondisi lingkungannya m erupakan j alur yang pot ensial t erj adinya pencem aran. Perbedaan at as persepsi risiko dari pengirim an "ult rahazardous radioact ive cargo" pada m asyarakat int ernasional t erhadap lingkungan laut t elah m enim bulkan problem at ika.

Di sat u pihak, adanya indust ri nuklir yang m enginginkan pengirim an at as zat t er sebut m elalui laut berdasarkan hak- hak pelayaran int er nasional yang dibenarkan dalam Konvensi Hukum Laut 1982. Selanj ut nya ada negara-negara pant ai yang perairannya m erupakan rut e dari pelayaran, padahal lingkungan laut nya m erupakan salah sat u sum ber kekayaan alam , baik sum ber kekayaan hayat i m aupun non- hayat i. Pada pihak lainnya t erdapat " t he int ernat ional agencies" yang m enet apkan st andar packing at as kapal-kapal ( saat ini disebut t ype B st andard) yang m engangkut m at erial ult rahazar dous radioact ive cargo. I nt ernat ional agencies yang bert anggung j aw ab dalam hal ini adalah I nt ernat ional At om ic Energy Agency ( I AEA) . Selanj ut nya t erdapat organisasi- organisasi lingkungan int ernasional sebagai pem erhat i m asalah lingkungan.

Walaupun sudah t erdapat badan int ernasional yang bert anggung j aw ab at as st andar packing, nam un kekhaw at iran m asyarakat int ernasional m asih besar akan t im bulnya bencana. Kesalahan pada "t he cont ainm ent syst em" dapat m engakibat kan bencana serius. Bencana serius ini dapat t erj adi j ika t erdapat kebocoran pada kont ainer yang m engangkut bahan r adio akt if.47 Unt uk m engant isipasi pert anyaan- pert any aan dari organisasi-organisasi lingkungan, dan j uga dari negara- negara pant ai m aka I AEA m elakukan suat u "coordinat ed research pr ogram " dalam rangka m em perkuat "t ype B st andard" . Hal ini dilakukan agar penggunaan t ype B st andar d cukup am an bagi perlindungan m anusia dan lingkungan.48

(12)

under t he t erm s of Art icle 19. While, t he environm ent al risk of such a voyage m ay be high, t he LOS only recognises t hat a voyage is not innocent if an " act of w ilful or serious pollut ion cont rary t o t his convent ion" accur s. Sedangkan alasan lain yang dapat dibenarkan adalah adanya persyarat an bagi kapal asing bert enaga nuklir dan kapal yang m engangkut nuklir at au bahan lain yang karena sifat nya berbahaya dan beracun, j ika m elaksanakan hak lint as dam ai m elalui laut t erit orial, harus m em baw a dokum en dan m em at uhi t indakan pencegahan khusus yang dit et apkan oleh perj anj ian int ernasional.50

Alasan pem benaran lainnya t ent ang keberat an negara pant ai at as pelayaran kapal yang dikat egorikan m engangkut “ult rahazar dous radioact ive cargo" adalah dengan adanya prinsip yang dinam akan " Precaut ionary Principle" . Precaut ionary Principle j uga dit erapkan pada Deklarasi Rio 1992. Penerapan Precaut ionary Principle adalah dalam rangka m elindungi hak- hak negara pant ai at as lingkungan laut ny a pada j alur- j alur pelayar an int ernasional, yang m ana pelayaran t ersebut m erupakan "hazardous t ransport s" .51 Nam un perlu diket ahui bahw a Precaut ionary Pr inciple t idak dapat dit erapkan dalam sem ua risk regulat ion.52

Precaut ionary Principle j uga t elah diadopsi oleh The 1990 Bergen Minist er ial Declarat ion on Sust ainable Developm ent yang m enyat akan bahw a, "environm ent al m easures m ust ant icipat e, prevent and at t ack t he causes of environm ent al degradat ion. Where t here are t hreat s of serious or irreversible dam age, lack of full scient ific cert ainly should not be used as a reason for post poning m easures t o prevent environm ent al degradat ion" .53

Manakala negara- negara pant ai m em punyai dasar yang kuat unt uk m enduga bahw a kegiat an- kegiat an yang direncanakan dalam yurisdiksi at au di baw ah pengaw asannya dapat m enim bulkan pencem aran yang berart i at au perubahan yang m enonj ol dan m erugikan t erhadap lingkungan laut , negara- negara t ersebut harus sedapat m ungkin m enilai efek pot ensial dari kegiat an t ersebut t erhadap lingkungan, dan harus m enyam paikan laporan hasil penilaian t erm aksud kepada I MO.54

(13)

( 1) m em enuhi ket ent uan int ernasional yang dit erim a secara um um , prosedur dan prakt ik t ent ang keselam at an di laut , dan pencegahan t ubrukan di laut ,

( 2) m em enuhi ket ent uan int ernasional yang dit erim a secara um um , prosedur dan prakt ik t ent ang pencegahan, pengurangan, dan pengendalian pencem aran yang berasal dari kapal.

I ndonesia dapat m enolak kapal asing yang m engangkut bahan- bahan yang berbahaya dan beracun lainnya sepert i nuklir,56 j ika kapal t ersebut t idak m em berit ahukan dan berkonsult asi m engenai j alur yang akan dilaluinya, prosedur t ent ang em ergency, dan ket ent uan t ent ang t anggung j aw ab (liabilit y ar rangem ent s) yang t erdapat pada kapal.57 Ket ent uan ini sudah diadopsi oleh I ndonesia m elalui Perat uran Pem erint ah No. 37 Tahun 2002 t ent ang Hak dan Kew aj iban Kapal dan Pesaw at Udara Asing dalam m elaksanakan Hak Lint as Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan yang Dit et apkan. Perat uran pem erint ah ini m erupakan ket ent uan pelaksana sepert i yang t erm uat dalam UU No. 6 Tahun 1996 t ent ang Perairan I ndonesia.

Upaya pencegahan pencem aran lingkungan laut dapat dilakukan I ndonesia dengan pert im bangan yang didasarkan at as Konvensi Hukum Laut 1982 dan Precaut ionary Principle ( Prinsip Kehat i- hat ian) , j uga didasarkan at as ket ent uan- ket ent uan Nasional I ndonesia sepert i UU No. 6 Tahun 1996 dan Perat uran Pem erint ah No. 37 Tahun 2002. Di sam ping rasio unt uk kepent ingan negara pant ai, sebenarnya rasio ini j uga berlaku bagi keselam at an kapal dalam pelayarannya, dan pada akhirnya j uga dem i kepent ingan m asyarakat int ernasional secara keseluruhan.

Yu r isdik si Pe n e ga k a n H u k u m Lin gk u n ga n La u t

Perubahan- perubahan dengan adanya yurisdiksi penegakan hukum pada negara pelabuhan (port st at e) dan negara pant ai (coast al st at e) disam ping negara bendera (flag st at e) , pada aw alnya m erupakan perdebat an panj ang dari m asyarakat int ernasional. Hal ini m er upakan langkah revisi yang cukup radikal t erhadap hukum yang ada sebelum nya. Dalam kerangka revisi at as yurisdiksi penegakan hukum t erdapat dua hal yang pokok.58

(14)

int ernasional at as kelaikan kapalnya unt uk ber layar. Jika kapal- kapal yang m em akai benderanya m elakukan pelanggaran, m aka negara bendera harus m enj am in adanya penghukum an yang m em adai at as pelanggaran t ersebut .

Hal pokok kedua adalah bahw a kekuat an t ugas yang dibebankan pada negara bendera saj a t idak cukup unt uk m elakukan penegakan hukum . Unt uk m em pert inggi keefekt ifan penegakan hukum , m aka upaya ini dapat dilakukan oleh negara pelabuhan sebagai pelengkap ut am a pada kekuat an yurisdiksi negara bendera. Yurisdiksi negara pelabuhan di sam ping t idak m em bahayakan bagi navigasi, j uga lebih m em udahkan usaha pengadaan fasilit as unt uk m elakukan invest igasi dan m engum pulkan fakt a- fakt a.59 Dalam hal t anggung j aw ab negara bendera t erhadap kapal yang berlayar dengan m em akai benderanya t erdapat kasus yang m enarik, yait u Sa in t V in ce n t a n d t h e Gr e n a din e s v . Gu in e a Ca se ( 1 9 9 7) .60

Penam bahan yurisdiksi penegakan hukum pada negara pant ai didasarkan oleh akibat yang dirasakan oleh negara pant ai j ika t erj adi pencem aran lingkungan laut . Nam un perlu pula diperhat ikan bahw a sebelum negara pant ai at au negara pelabuhan m elaksanakan penegakan hukum t erhadap kapal asing, negara bendera harus diberi kesem pat an unt uk m elaksanakan yurisdiksi sert a kewaj ibannya sesuai dengan ket ent uan- ket ent uan int ernasional. Ket ent uan ini j elas m enim bulkan kont radiksi j ika kapal t ersebut m elakukan pencem aran pada lingkungan laut suat u negara pant ai yang m em erlukan t indakan segera dalam penanggulangan pencem aran lingkungan laut .

MARPOL 73/ 78 m ensyarat kan yurisdiksi penegakan hukum dengan 3 cara, yait u:

( 1) m engadakan inspeksi unt uk m enj am in " m inim um t echnical st an-dard",

( 2) m em onit or kapal- kapal bagi pem enuhan "discharge st andards" , ( 3) m enghukum kapal- kapal yang m elakukan pelanggaran t erhadap

st andar yang t elah dit ent ukan dalam MARPOL.

Negara bendera m elaksanakan inspeksi dalam kurun w akt u 5 ( lim a) t ahun

agar kapal yang m em akai benderanya m em peroleh I nt ernat ional Oil

(15)

Negara pelabuhan j uga m em iliki kew enangan unt uk m enginspeksi kapal-kapal yang berlabuh di negaranya dengan m elihat apakah kapal-kapal- kapal-kapal t ersebut t elah m em enuhi st andardisasi yang t erdapat pada MARPOL dengan m elihat sert ifikat I OPP. Negara pelabuhan dapat m elakukan inspeksi m enyeluruh j ika kapal t ersebut t idak m em punyai sert ifikat , j uga j ika ada keraguan t erhadap kondisi kapal yang pada w akt u it u sudah t idak sesuai lagi dengan st andar MARPOL sepert i yang t ert uang dalam sert ifikat I OPP.61 Perist iwa m enarik dalam hal perlunya negara pelabuhan m em perket at penegakan hukum dengan m elakukan inspeksi t erhadap kapal- kapal yang m em asuki pelabuhan suat u negara adalah perist iw a Er ik a Ca se ( 1 9 9 9 ).62

Kom ponen kedua dalam penegakan hukum berdasarkan MARPOL adalah m onit oring. MARPOL m ensyarat kan set iap negara dapat bekerj asam a unt uk m endet eksi kapal- kapal yang m elakukan pelanggaran. Dalam hal m em onit or "ships's oil record book" suat u kapal, negara pelabuhan diber i w ew enang selam a kapal t ersebut berada dalam w ilayah yurisdiksiny a. Cont oh pengaw asan yang baik diperlihat kan oleh The Aust r alian Marit im e Safet y Aut horit y ( AMSA) , suat u badan pengaw asan di pelabuhan- pelabuhan negara Aust ralia. AMSA m em punyai program unt uk m engaw asi dan m enginspeksi kapal- kapal asing yang singgah di pelabuhan- pelabuhan Aust ralia. Dem ikian j uga dengan kapal- kapal berbendera Aust ralia yang akan m elakukan pelayaran ant arnegara. Jika kapal- kapal t ersebut laik layar dit inj au dari segala aspek, m aka AMSA dapat m enerbit kan suat u sert ifikat at aupun dapat dit erbit kan oleh badan lain dengan perset uj uan AMSA.63

Kom ponen ket iga dari penegakan hukum pada MARPOL adalah penghukum an. Penghukum an dilakukan bagi kapal- kapal yang "illegally discharged oil" . Kew aj iban invest igasi bagi kapal dilakukan oleh negara bendera dengan m elakukan prosedur hukum . Dengan sem angat kerj asam a, negara bendera harus segera m enginform asikan laporan pelanggaran t ersebut kepada negara- negara lainnya. Negara bendera harus m em berikan hukum an yang cukup keras t erhadap pelanggaran ket ent uan MARPOL.

Dalam perist iw a kapal t anker Erika ( 1999) , The I nt ernat ional Associat ion of I ndependent Tanker Ow ner ( I NTERTANKO) berpendapat bahw a m asalahnya bukan t erlet ak pada “ suit able regulat ion” , t et api kekurangannya t erlet ak pada adequat e im plem ent at ion of t he exist ing body of int ernat ional rules

governing t anker safet y and pollut ion prevent ion. Dengan dem ik ian, diperlukan suat u im plem ent asi yang t egas t erhadap ket ent uan- ket ent uan

(16)

Organizat ion ( I MO) . Kekurangan dari im plem ent asi sangat berhubungan dengan persyarat an keselam at an pelayaran. Perm asalahan akan t erj aw ab j ika dilakukan pengket at an dalam inspek si t erhadap kapal- kapal yang akan m elakukan pelayaran.

Prosedur t erhadap inspeksi kapal- kapal m erupakan kunci dari bagian m at a rant ai responsibilit y shipowner, classificat ion societ ies, chart eres, flag st at es, and port st at es t erhadap lingkungan laut negara pant ai. Classificat ion societ ies m erupakan prinsip yang st andar dari st rukt ur kapal dan esensial sist em m esin kapal, dalam hal ini m erupakan pengakuan dari t echnical basis for delivering safer ships and cleaner seas.

Negara pelabuhan m erupakan kunci dan berinisiat if dalam m em prom osikan keselam at an pelayaran dengan m elakukan inspeksi sebagai Port St at e Cont rol ( PSC) t erhadap kapal- kapal yang berlabuh di negaranya. Terlebih lagi dalam m asa periodik dari t anggung j aw ab negara bendera unt uk m elakukan inspeksi t erhadap suat u kapal m erupakan peranan inspeksi yang dilakukan negara pelabuhan.

Perkem bangan posit if lain set elah Erika Case adalah dengan segera Perancis m em buat ket ent uan- ket ent uan yang lebih keras t ent ang keselam at an dan navigasi di laut , dan lebih disiplinnya pola inspeksi at as kapal- kapal t anker yang sudah t ua pada pelabuhan- pelabuhan laut Perancis. Pelabuhan laut Perancis diinst ruksikan unt uk lebih bert anggung j aw ab dalam m em onit or st rukt ur kapal yang singgah secara m enyeluruh, dan unt uk selanj ut nya m enginform asikan t em uan t ersebut pada negara bendera dari kapal.64

Sebagai upaya perbandingan dalam m engant isipasi dan pengaw asan t erhadap ket ent uan- ket ent uan MARPOL 73/ 78, dapat dilihat kebij akan publik negara Am erika Ser ikat yang m em punyai sist em "Por t St at e Cont rol ( PSC) ,65 Vessel Traffic Service ( VTS)66, dan Alcohol Test ing of Vessel Capt ains".67

(17)

Koor din a si An t a r - in st a n si da la m Pe n e ga k a n H u k u m

Perlindungan lingkungan laut , baik it u berupa pencegahan m aupun penanggulangan pencem aran yang bersum ber dari kapal m encakup kegiat an berbagai bidang dari inst ansi t er kait . I nst ansi t er kait pada m asing-m asing negara dapat saj a berbeda. Naasing-m un secara uasing-m uasing-m , upay a perlindungan lingkungan laut akan t erkait dengan:69

( 1) m ilit ary ( or naval) depart m ent

( 2) m arit im e t ransport ( civil) depart m ent ( 3) environm ent prot ect ion depart m ent ( 4) coast guard

( 5) nat ional com m it t ee

Walaupun di set iap negara berbeda dalam hal inst ansi yang berw enang,70 nam un yang diperlukan adalah perlindungan lingkungan laut dapat m encapai sukses, sehingga sangat diperlukan adanya usaha- usaha koordinasi yang t erpadu ant ar inst ansi yang t er kait .

Koordinasi ant arlem baga yang m enangani m asalah- m asalah lingkungan laut am at lah pent ing, t idak hanya unt uk m enyusun perat uran perundang-undangan yang dibut uhkan bagi efekt ivit as perlindungan lingkungan laut , t et api t erut am a bagi penegakan (enforcem ent) hukum .71 Kenyat aannya dapat dilihat bahw a m asing- m asing inst ansi pada set iap negara m em punyai w ew enang yang t erbat as dan berbeda, m isalnya m enyangkut kew enangan inst ansi di laut dan inst ansi di pelabuhan. Sehingga diperlukan suat u form ula dengan m em bent uk koordinat or/ badan yang lebih luas.

Sekurang- kurangnya, badan t ersebut harus m erupakan aut horit y body dengan " expert " yang m em punyai skill yang diperlukan dalam upaya perlindungan lingkungan laut . Keahlian yang diperlukan dalam bidang m arine salvage, ship operat ions, m et er ology and ocenography, aircr aft operat ion, scient ific expert ise of various kinds, fisheries, environm ent prot ect ion, civil engineering, and legal.72

Sebelum t indakan di lapangan dilakukan, m aka hal yang harus dilakukan adalah:73

(18)

( 2) m engident ifikasi t ingkat risiko wilayah yang t er kena pencem ar an, ( 3) m engident ifikasi beberapa pr iorit as bagi daerah pant ai unt uk

dilakukan perlindungan dan pem bersihan dari pencem aran,

( 4) m engorganisir kecukupan peralat an penanggulangan pencem aran, sedangkan t indakan t ersebut m eliput i:74

( a) j ika m em ungkinkan dilakukan aksi pencegahan at au

m engurangi penyebaran zat pencem ar dari sum bernya, ( b) jika perairan pada lingkungan pant ai t idak t erancam

pencem aran, m aka dilakukan m onit oring t erhadap lapisan zat pencem ar,

( c) usahakan pem ulihan lingkungan laut dari zat pencem ar, ( d) perlindungan m aksim al t erhadap daerah yang sensit ip dari

zat pencem ar (key r esour ces) , ( e) pem bersihan t erhadap garis pant ai,

( f) at au beberapa kom binasi upaya penanggulangan.

Jika t um pahan zat pencem ar sedikit , m aka upaya penanggulangannya dapat dilakukan pada t ingkat lokal/ nasional. Jika pencem aran yang t erj adi berskala besar, m aka upaya penanggulangannya diperlukan pada t ingkat regional dan t ingkat int ernasional. Keberhasilan dalam penegakan hukum secara regional diperlihat kan oleh negara- negara Eropa dengan dit andat anganinya "Mem orandum of Underst anding on Port St at e Cont rol" ( MoU PSC) . Dengan dem ikian, diperlukan adanya kew enangan dari badan koordinat or unt uk m engkoordinasikan m asalah perlindungan lingkungan laut dengan badan/ inst ansi yang berw enang dari negara lain.75

Adanya koordinasi t erpadu dengan dasar hukum yang past i, m aka t erhindar adanya ego sekt oral dari m asing- m asing inst ansi sehingga upaya pencegahan pencem aran lingkungan laut dapat dilakukan. Jika pun t erj adi pencem aran lingkungan laut , t indakan aksi dapat segera dilakukan, sehingga zat pencem ar j angan sam pai m eluas pada w ilayah laut lainnya. Tindakan segera j uga diperlukan agar dam pak dari pencem aran dapat dim inim alkan.

UCAPAN TERI M A KASI H

Bapak Rekt or, Bapak Dekan, Anggot a Senat Akadem ik, Anggot a Dew an Guru Besar Univer sit as Sum at era Ut ara, sert a hadirin yang saya horm at i.

(19)

selalu m em berikan pet unj uk- Nya dalam m elangkah j alan kehidupan. Selawat beriring salam disam paikan kepada j unj ungan kit a Nabi Muham m ad SAW.

Penghargaan dan ucapan t erim a kasih yang t ulus saya sam paikan kepada Bapak Pr of. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, DSA( K) , selaku Rekt or Universit as Sum at era Ut ara yang t elah banyak m em bant u dan m endorong saya unt uk m engikut i perkuliahan S3 sam pai ke j enj ang Guru Besar yang acara pengukuhannya diselenggarakan pada hari ini. Sem oga Allah SWT t et ap m em berikan pet unj uk dan kem udahan kepada Bapak dalam m em im pin keluarga dan Universit as Sum at era Ut ara yang kit a cint ai.

Ucapan t erim a kasih j uga saya t uj ukan kepada Bapak/ I bu anggot a Senat Akadem ik, Dew an Guru Besar Universit as Sum at era Ut ara, Tim Penilai Kenaikan Pangkat Universit as Sum at era Ut ara, yang t elah m em berikan perset uj uannya at as pengusulan saya sebagai Guru Besar.

Selanj ut nya ucapan t erim a kasih j uga saya sam paikan kepada m ant an Dekan Fakult as Hukum USU, I bu Prof. Rehngena Purba, S.H., M.S., Bapak Hasnil Basri Siregar, S.H. yang t elah banyak m endor ong saya dalam m enapak j enj ang akadem is. Khusus kepada Bapak Dekan Fakult as Hukum USU, Bapak Prof. Dr. Runt ung, S.H., M.Hum ., t erim a kasih at as bant uan dan dorongannya sehingga saya dapat berdiri di sini. Kepada Bapak Prof. Sanw ani Nasut ion, S.H., yang t elah m em bim bing saya di bidang akadem ik, dengan penuh kesabaran m em ot ivasi saya, saya ucapkan t erim a kasih. Juga kepada sem ua Guru Besar Fakult as Hukum USU yang t elah berkenan unt uk m enilai kelaikan saya sebagai guru besar, saya ucapkan t erim a kasih. Kepada Prof. Muham m ad Daud, S.H. dan Prof. M. Abduh, S.H., t erim a kasih at as nasihat dan doanya. Buat Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S. t erim a kasih at as doa dan dorongan sem angat nya, j uga buat Prof. Dr. Bism ar Nasut ion, S.H., M.H. t erim a kasih at as bant uannya selam a ini. Khusus kepada I bu Nurhaina Burhan, S.H. t erim a kasih at as dorongan sem angat dan doanya.

(20)

Suria Ningsih, S.H., M.Hum ., Nurm alaw at i, S.H., M.Hum ., Sunart o A.W., S.H., M.Hum ., Syafruddin, S.H., M.H., D.FM, M. Husni, S.H., M.Hum ., sert a t em an- t em an sej aw at st af pengaj ar lainnya yang t idak dapat disebut kan nam anya sat u per sat u. Terim a kasih j uga saya sam paikan kepada seluruh st af pegaw ai Fakult as Hukum USU at as doa dan bant uannya.

Selanj ut ny a t erim a kasih j uga saya sam paikan kepada Dr. Januari Siregar, S.H., M.Hum ., Dr. Triono Eddy, S.H., M.Hum ., Dr. I dham , S.H., M.Hum .,

Dr. Dj affar Albram , S.H., M.Hum ., Dr. Dayat Lim bong, S.H., M.Hum ., Dr. I m an Jauhari, S.H., M.Hum ., Dr. Laily Washliat i, S.H., M.Hum ., Dr. Oloan Sit orus, S.H., M.Hum ., Dr. Solem an Mant aibordir, S.H., M.Hum .,

Dr. Supandi, S.H., M.Hum ., Kam aruddin Aldian Pinem , S.H., M.Hum ., Syahril Sofyan, S.H., M.Kn., Kunt o Prast i Trenggono, S.H., at as doa dan bant uannya.

Ucapan t erim a kasih j uga saya sam paikan kepada Prof. Erm an Raj agukguk, S.H., LLM, Ph.D., Prof. Hikm ahant o Juw ana, S.H., LLM, Ph.D

,

dengan kesabaran dan m ot ivasi yang Bapak berikan, dit am bah dengan bim bingan dalam perkuliahan dan penelit ian disert asi, saya dapat m encapai gelar dokt or dan selanj ut nya m endapat kan gelar profesor. Sebagai pem bim bing dalam penyusunan disert asi, saya sangat sim pat ik dengan car a- cara Bapak dalam m em berikan bim bingan. I nsya Allah, cara dem ikianlah yang saya t erapkan dalam m em bim bing para m ahasisw a. Selanj ut ny a, rasa horm at dan t erim a kasih saya hat urkan kepada Bapak Prof. Dr. M. Solly Lubis, S.H., kem at angan ilm u Bapak sangat berkesan pada diri saya, sehingga saya banyak belaj ar dari Bapak.

Ucapan t erim a kasih t ak lupa saya sam paikan kepada sem ua guru- guru saya pada pendidikan form al m aupun non- form al, m ulai dari t am an kanak-kanak, sekolah dasar sam pai perguruan t inggi, j uga guru- guru agam a/ m engaj i saya di Madrasah Quba dan Madrasah Al- ‘Ulum . Sem oga am al ibadah yang beliau- beliau kerj akan dit erim a Allah SWT dan diam puni dosa- dosanya, am in.

(21)

I bunda Hj . Rost ina, dengan segala pengorbanan dan doa yang t ulus dari kedua orang t ua, ananda sam pai kapan pun t idak dapat m em balas budi baik yang Bapanda dan I bunda berikan. Khusus buat Bapanda, w alaupun Bapanda saat ini sudah t idak berada dit engah- t engah kit a, nam un ananda yakin bahw a t ercapainya ananda sepert i saat ini adalah berkat doa dari Bapanda bersam a dengan ket ulusan doa I bunda. Ya Allah am punilah dosa kedua orang t uaku, t erim alah sem ua am al ibadahnya, am in.

Terist im ew a buat ist r i t ercint a Seri Rasm i, S.H., sert a ananda Sabt ia, Novi Aisha, dan Riadhi Alhayyan, banyak sudah pengorbanan kalian dalam saya m enapak kehidupan ini. Pernah t idak m enghiraukan kalian saat Papa hanyut dalam perkuliahan dan penelit ian, pernah t idak m em perhat ikan kalian saat dalam kesibukan perkuliahan dan uj ian, nam un Papa yakin kalian sem ua selalu m endoakan Papa agar berhasil, doa dan pengorbanan kalian yang t ulus unt uk Papa t elah m em buahkan hasil. Sem oga kit a sem ua selalu dit unj uki Allah SWT pada j alan yang benar, am in.

Buat sem ua yang t elah m em bant u saya, yang t idak dapat disebut kan sat u persat u. Buat seluruh panit ia dalam acara ini, saya ucapkan t erim a kasih. Buat seluruh adik- adik m ahasisw a, pacu t erus sem angat m u dalam m enim ba ilm u. Sem oga Allah SWT m em berikan ganj aran berupa pahala dan kebaikan pada kit a sem ua. Ya Allah…berikan selalu pet unj uk- Mu kepada kam i, am puni seluruh dosa- dosa kam i, am in.

Hadirin yang t erhorm at ,

Dem ikianlah orasi ilm iah ini, sem oga berm anfaat . Terim a kasih at as kesabaran kit a sem ua dan m ohon m aaf j ika t erdapat kesalahan dan t ut ur kat a yang t idak pada t em pat nya. Sem oga diridhoi Allah SWT, am in ya Rabbal’alam in.

Wabillahi t aufiq w alhidayah.

(22)

CATATAN KAKI

1

Posisi geografis wilayah negara I ndonesia m erupakan t elaahan geost rat egis yang

didasarkan pada kondisi riil w ilayah I ndonesia. Lihat M. Solly Lubis, Kesat uan

Hukum Nasional dan Wawasan Nusant ara dalam Rangka Menghadapi Globalisasi Dunia dan Pem bangunan Jangka Panj ang, ( Padang: Pusat Kaj ian Kebudayaan Universit as Bung Hat t a, 1992) , h. 55.

2

Let ak seluruh kepulauan I ndonesia m enurut t at a pet a dunia berada di ant ara 6°

08' Lint ang Ut ara dan 11° 15' Lint ang Selat an. Liha t At j e Misbach Muhj iddin, St at us

Hukum Perairan Kepulauan I ndonesia dan Hak Lint as Kapal Asing, ( Bandung: Alum ni, 1993) , h. 18- 19.

3

Konvensi Hukum Laut 1982 m erupakan perw uj udan dari usaha m asyarakat int ernasional unt uk m engat ur m asalah kelaut an secara m enyeluruh, t erm asuk

m engat ur m asalah perlindungan lingkungan laut dari segala sum ber pencem aran. Perkem bangan dari konvensi ini adalah t elah dideposit kannya rat ifikasi yang ke 60 oleh negara Guyana pada t anggal 16 Novem ber 1993. Dengan dem ikian,

t ercapailah persyarat an unt uk m em berlakukan Konvensi Hukum Laut 1982 sepert i yang t elah diam anat kan Pasal 308 KHL 1982 yait u 12 ( dua belas) bulan set elah

pendeposit an inst rum en rat ifikasi yang ke 60. Lihat Unit ed Nat ions Press Release,

" Un Convent ion on t he Law of t he Sea Receiv es Sixt iet h Rat ificat ion t o Ent er I nt o

Mocht ar Kusum aat m adj a, Perlindungan dan Pelest arian Lingkungan Laut Dilihat

dari Sudut Hukum I nt ernasional, Regional, dan Nasional, ( Jakart a: Sinar Grafika dan Pusat St udi Wawasan Nusant ara, 1992) , h. 7- 8.

6

Daud Silalahi, Hukum Lingkungan dalam Sist em Penegakan Hukum Lingkungan

I ndonesia, ( Bandung: Alum ni, 1992) , h. 130- 131.

Vecchio m enyat akan bahwa perlunya negara- negara m engakui saling sederaj at .

Lihat Mocht ar Kusum aat m adj a, Pengant ar Hukum I nt ernasional, ( Bandung:

Binacipt a, 1981) , h. 17- 19. Lihat pula W. Friedm ann, Teori & Filsafat Hukum ,

Hukum & Masalah- m asalah Kont em porer ( Susunan I I I) , ( Jakart a: PT Raj a Grafindo Persada, 1994) , h. 246- 247.

9

Lord Lloyd Of Ham pst ead, M.D.A. Freem an, I nt roduct ion To Jurisprudence,

(23)

10

M. Daud Silalahi, Pengat uran Hukum Lingkungan Laut I ndonesia dan

I m plikasinya Secara Regional, ( Jakart a: Pust aka Sinar Harapan, 1992) , h. 224- 226.

11

Com m it t ee on Shipborne Wast es Marine Board, Com m ission on Engineering and Technical Syst em s Nat ional Research Council, " Clean Ships Clean Port s Clean

Ocean" , Nat ional Academ y Press, Washingt on, D.C, ( 1995) , h. 50- 51.

Marine Pollution Legislation, (06-06-2000), < http: / / www.amsa. gov.an/ me/ pn324.HTM.

18 Lihat Pasal 211 ayat ( 6) KHL 1982.

19

Konvensi Hukum Laut 1982 m er upakan ket ent uan- ket ent uan dengan prinsip keseim bangan ant ara kepent ingan negara pant ai dan kepent ingan negara m arit im .

Lihat Jeffrey S. Dehner, Vesse Dehner, Jeffrey S., " Vessel- Source Pollut ion and

Public Vessel: Sovereign I m m unit y V. Com pliance, I m plicat ions for I nt ernat ional

Environm ent al Law " , Em ory I nt ernat ional Law Review, ( 1995) , h. 12.

20

I MO harus pula m enindaklanj ut inya dengan m enelit i pengaj uan ket ent uan khusus dari negara pant ai t ersebut paling lam bat 12 bulan set elah m ener im a

pem berit ahuan secara resm i. Ket ent uan khusus ini j uga belum berlaku sam pai 15 ( lim a belas) bulan set elah penyam paian pem berit ahuan kepada I MO. Ket ent uan ini

j uga harus diberit ahukan kepada negara- negara t et angga yang laut nya berdam pingan dengan laut yang akan diat ur secara khusus t ersebut . Lihat Pasal 211 ayat ( 7) KHL 1982.

Penelit ian yang dilakukan pada Laut Medit erania sam pai dij adikan sebagai "special area" dim ulai dengan adanya " The Medit erranean Act ion Plan" ant ara t ahun

1975- 1980. UNEP ( Unit ed Nat ions Environm ent Program m e) dan negara- negara

regional laut m edit erania bekerj asam a dalam m enunj ang keberhasilan rencana aksi ini y ang didukung oleh para saint is kelaut an. Lihat Haas, Pet er M., " I nt ernat ional Cooperat ion: Building Regim es for Nat ural Resources and t he

Environm ent " , Massachuset t s I nst it ut e of Technology Alum ni Associat e Technology

Review, ( Januari 1990) , h. 5- 6.

26

I MOs Web Sit e- Sum m ary of St at us of Convent ion, ( 24- 06- 2000) , < ht t p: / / www.

(24)

27 Marine Pollut ion Legislat ion, ( 06- 06- 2000) , < ht t p: / www.am sa.gov.an/ m e/

pn324.HTM.

28

Pada perairan I ndonesia t erdapat hak pelayaran int ernasional, hal ini m erupakan proses akom odasi ant ara kepent ingan negara kepulauan I ndonesia dan

negara pengguna laut . Akom odasi kepent ingan ini t er j adi pada w akt u proses perundingan dalam pem bent ukan Konvensi Hukum Laut 1982. Am erika Ser ikat yang j uga ikut dalam perundingan pem bent ukan Konvensi Hukum Laut 1982,

berpendapat bahwa walaupun Am erika Serikat belum m er at ifikasi konvensi, nam un t et ap m engakui adanya hak- hak negara pant ai at as perairannya, sepanj ang negara- negara t ersebut m enghorm at i hak- hak negara lain pada perairannya

dibawah kerangka hukum int ernasional, berupa hak kebebasan berlayar (freedom

of t he sea) . Lihat " Right s and Freedom s in I nt ernat ional Wat ers" , Superint endent of Docum ent s Depart m ent of St at e Bullet in, ( Vol. 86, 1986) , h. 1- 2.

29 Pasal 52 dan Pasal 53 KHL 1982.

30

Hak- hak t ersebut t erdapat pada laut t erit orial dan perairan kepulauan I ndonesia. Pada laut t erit or ial, I ndonesia m em punyai kedaulat an unt uk m enet apkan lebar laut t erit orialnya sam pai bat as yang t idak m elebihi 12 m il laut , diukur dari

garis pangkal. Pada laut t erit orial kapal- kapal asing m em punyai hak lint as dam ai. Lihat Pasal 3 dan 19 KHL 1982. Selanj ut nya, negara pant ai j uga m em punyai hak berdaulat at as j alur laut sej auh 200 m il laut pada Zona Ekonom i Eksklusif, j uga

kedaulat an at as dasar laut dan t anah di bawahnya hingga j arak 200 m il laut , at au

dapat m elebihi ini berdasarkan " specified circum st ance” . Lihat Ocean and Law of

The Sea- - Convent ion Overview, ( 14- 06- 2000) , < ht t p: www.un.org/ Dept s/ los/

( 12) KHL 1982, kapal- kapal asing boleh m elaksanakan lint as alur laut kepulauan "t hrough t he rout es norm ally used for int ernat ional navigat ion".

33

I ndonesia m engakui keberadaan hak pelayaran int ernasional m enyangkut " right

of innocent passage". Kasus t erj adi pada t anggal 23 Desem ber 1985. Sebuah kapal asing berbendera Taiwan berbobot 200 t on, t anpa m em iliki dokum en im grasi yang

sah, baik visa m aupun securit y clearence t elah m em asuki dan berada di w ilay ah

t erit orial negara Republik I ndonesia, t epat nya di perairan Laut Arafuru sebelah selat an Kepulauan Arafuru, Kabupat en Maluku Tenggara t anpa izin.

Pengadilan Negeri di Am bon dalam put usan No. 27/ Pid/ B/ 1986/ PN.AB m em ber ikan keput usan ant ara lain t erdakw a bersalah t elah m elakukan delik pelanggaran t anpa

hak berlayar m em asuki wilayah perairan I ndonesia. Selanj ut nya dalam put usan Pengadilan Tinggi No. 04/ Pid/ B/ 1987/ PT.MAL di Am bon t elah m enguat kan put usan Pengadilan Negeri. Pada Pengadilan Tinggi j uga t erungkap bahwa kapal nelay an

Taiwan ini sedang berlayar di perairan I ndonesia dalam rangka perj alanan m enuj u

ke Aust ralia guna m em perpanj ang foreign fishing boat lisence yang t elah habis

m asa berlakunya. Ternyat a kem udian dalam put usan Mahkam ah Agung, t elah

(25)

dalam m enerapkan hukum at as kasus ini. Put usan Mahkam ah Agung didasari at as pert im bangan yang ant ara lain m enyebut kan bahw a kapal asing t ersebut t idak t erbukt i m elakukan penangkapan ikan at au m endarat at au berlabuh at au m enet ap di dalam wilayah Republik I ndonesia.

Kapal asing t ersebut t erbukt i hanya berlayar m enum pang lew at di t erit orial I ndonesia, t anpa adanya bukt i bahwa kapal t ersebut sedang m elakukan sesuat u di wilayah negara Republik I ndonesia. Dalam pengert ian " m enum pang lew at " yang

dem ikian it u t elah diakui oleh hukum int ernasional sebagai suat u " right of innocent

passage". Hak t ersebut diakui oleh hukum int ernasional dan dij alankan sert a

dipat uhi oleh sem ua negara. Lihat Put usan Mahkam ah Agung Republik I ndonesia

No. 1303 K/ Pid/ 1987.

34

Hasj im Dj alal, “ Penent uan "Sea Lanes" ( ALKI ) Melalui Perairan Nusant ar a

I ndonesia", paper pada Penat aran Hukum Laut I nt ernasional, Unpad, Bandung,

1996, h. 4- 6. int ernat ional body responsible for est ablishing and adopt ing m easures on an int ernat ional level concerning ships rout eing syst em s for use by all ships. Lihat

Safet y of, and Right t o Navigat e, ( 02- 04- 2002) , ht t p: / / w ww .un.org/ Dept s/ losiy o/

ALKI akan berlaku m inim al set elah enam bulan sej ak diundangkan oleh I ndonesia. Pengundang ALKI dapat dilakukan I ndonesia m elalui suat u perat uran pem erint ah. Lihat Pasal 18 ayat ( 3) UU No. 6 Tahun 1996.

Koesnadi Hardj asoem ant ri, Hukum Perlindungan Lingkungan Konservasi Sum ber

Daya Alam Hayat i dan Ekosist em nya, ( Yogyakart a: Gadj ahm ada Universit y Press, 1995) , h. 242- 243.

46

Akat suki Maru Case yang t erj adi pada t ahun 1992 m em perlihat kan suat u

prakt ik kont roversial dari pengir im an "ult rahazardous radioact ive cargo" . Kapal

Akat suki Maru, berbendera Jepang, sedang m elakukan pelayaran dengan m em baw a plut onium dari Jepang m enuj u Eropa. Adapun rut e- rut e yang dilalui kapal t ersebut

m eliput i perairan The Cape of Good Hoope, t hrough The I ndian Ocean t o t he sout h

(26)

negara pada kawasan yang akan dilalui kapal Akat suki Maru khawat ir dengan rut

e-rut e t ersebut , dan t idak siap unt uk m em bolehkan kapal Akat suki Maru m elalui laut

t erit orial, perairan kepulauan, selat , dan ZEE suat u negara. Kekhaw at iran ini

disebabkan j ika t er j adi kecelakaan t erhadap kapal Akat suki Maru, dapat

m enim bulkan kerusakan bagi lingkungan laut . Tiga negara t epi Selat Malaka, yait u

I ndonesia, Malaysia, dan Singapura j uga keberat an j ika kapal Akat suki Maru

m elalui Selat Malaka. Lihat Mart in Tsam enyi, Max Herrim an, ( ed) , Right s and

Responsibilit ies in t he Marit im e Environm ent : Nat ional and I nt ernat ional Dilem m as,

Aust ralia: t he Universit y of Wollongong, 1996, h. 22- 24.

47

Salah sat u " t he key issues" yang m enj adi perm asalahan adalah rekom endasi

yang dikeluarkan oleh The I nt ernat ional At om ic Energy Agency ( I AEA) yang disebut

dengan 't ype B st andard'. Tipe B st andar m erupakan st andar yang

direkom endasikan unt uk " t he packing and t ransport" dengan sej um lah m at er ial

yang dianggap cukup unt uk m elindungi m asyarakat dan lingkungan selam a

pelayaran. Lihat Edw in S. Lym an, " The Sea Shipm ent of Radioact ive Mat erials:

Safet y and Environm ent al Concern". dalam Ed Lym an- - MMI Sea Transport Paper

( 18- 07- 2000) , ht t p: / / ww w.nci.org/ el- m alaysia.ht m .

48

I bid. 49

Van Deveer, St acy D., " Prot ect ing Europe's Seas" , Heldref Publicat ions

Environm ent, ( No. 6; Vol 42, 2000) , h. 3.

Deklarasi Rio 1992 m ensyarat kan unt uk pem akaian Precaut ionary Principle

hanya bagi 't hreat s of serious or irreversible environm ent al dam age'. The

Precaut ionary Principle is a principle which st at es t hat in cases where t here are t hreat s t o hum an healt h or t he environm ent t he fact t hat t here is scient ific uncert aint y over t hose t hreat s should not be used as t he reason for not t aking act ion t o prevent harm. The Precaut ionary Principle relevan dengan risk regulat ion,

dapat diart ikan sebagai body of regulat ion concerned wit h prot ect ing t he

environm ent or hum an healt h from t he risks arising from indust rial act ivit y. Pr insip ini awalnya berasal dari Jerm an pada dekade t ahun 1970- an, dan dipopulerkan

dalam kerangka hukum lingkungan int ernasional pada dekade t ahun 1990- an. Lihat

Elizabet h Fisher, " I s t he Precaut ionary Principle Just iciable?” , Journal of

Environm ent al Law, Oxford Universit y Press, ( V. 13, N. 3, 2001) , h. 316.

53 Melda Kam il A. Ariadno, "Prinsip-Prinsip dalam Hukum Lingkungan I nternasional” ,

Hukum dan Pem bangunan, ( N. 2, Tahun XXI X), April 1999, h. 119-120.

di perairannya yang t idak m em akai " double hull" . Hal ini dilakukan agar t idak

(27)

" Crisis Over Oil Tanker Design Moves Toward Resolut ion", I nform at ion Access

bunkering vessel di wilayah pant ai Afrika Barat sedang m elakukan suplai m inyak pada t iga kapal penangkap ikan berlisensi Guinea unt uk m enangkap ikan pada

Zona Ekonom i Eksklusif- nya. Pengisian t ersebut t erj adi pada w ilayah ZEE Guinea sekit ar 22 m il dar i Pulau Alcat raz. Keesokan harinya, sebuah kapal pat roli Guinea

m enahan kapal The Saiga yang sudah berada di luar ZEE Guinea. Dalam

pengej aran sebelum nya dua awak kapal The Saiga m engalam i luka t em bak.

Selanj ut nya kapal The Saiga dibawa ke Conakry, kapal dan awak kapal dit ahan,

sedangkan kargonya dipindahkan dan nakhoda kapal (m ast er) dit unt ut t elah

m elakukan pelanggaran bea cukai (cust om s violat ions) . Pada w akt u t erj adi

penahanan, pem ilik kapal The Saiga adalah a Cyprus com pany, m anaged by a

Scot t ish com pany, and chart ered t o a Swiss com pany, sedangkan pem ilik kargo

adalah Swiss com pany. Kapal t anker The Saiga m em punyai regist rasi sem ent ara

(provisionally regist rat ed) di St . Vincent pada t anggal 12 Maret 1997. Regist rasi ini

akan berakhir 6 ( enam ) bulan kem udian, dan direncanakan The Saiga akan

m endapat kan regist rasi perm anen (perm anent regist rat ion) pada t anggal 28

Novem ber 1997. Sebelum nya kapal ini m em punyai regist rasi Malt a. Pada t anggal

13 Novem ber 1997, St . Vincent m engaj ukan perm ohonan agar The Saiga berikut

awak kapalnya segera dibebaskan berdasarkan Pasal 292 KHL 1982. Pada t anggal 4

Desem ber 1997, The I nt ernat ional Tribunal for The Sea (The Tribunal) m em int a

agar kapal The Saiga berikut awaknya dibebaskan. Negara Guinea m enolak

perm int aan pengadilan t ersebut unt uk m em bebaskan kapal besert a awaknya. Pada

t anggal 10 Desem ber 1997 negara Guinea m engaj ukan t unt ut an bahwa The Saiga

t elah m elakukan t indakan krim inal, j uga m enyebut kan bahw a St . Vincent

bert anggung j awab secara perdat a (civilly liable) . Pada t anggal 17 Desem ber 1997

pengadilan t ingkat pert am a Conakry m em ut uskan bahwa nakhoda kapal bersalah. Selanj ut nya pada t anggal 22 Desem ber 1997 St . Vincent m enent ang put usan t ersebut dengan m engaj ukan pendapat bahwa hal ini bert ent angan dengan

Konvensi Hukum Laut 1982, dem ikian pula dalam hal legalit as penahanan dan

penunt ut annya. Pada t anggal 13 Januari 1998, St . Vincent m em ohon pada The

Tribunal unt uk m enent ukan provisional m easures pending const it ut ion of t he arbit ral t ribunal. Pada t anggal 3 Februari 1998, pengadilan t ingkat banding (The Court of Appeal of Conakry) j uga berpendapat bahwa nakhoda kapal bersalah secara t idak sah m elakukan im por, m em beli dan m enj ual m iny ak di Republik

Guinea dan m enghukum sang nakhoda 6 ( enam ) t ahun penj ara, dan

(28)

paym ent of t he fine. Pada t anggal 11 Maret 1998 Guinea dan St . Vincent set uj u t o t ransfer t he arbit ral proceedings t o The Tribunal ( The 1998 Agreem ent) . Pada

t anggal 28 Februari 1998 Guinea m em bebaskan The Saiga berikut nakhoda dan

awak kapalnya. Pada t anggal 11 Maret 1998 t he Tribunal m enent ukan t indakan

sem ent ara (provisional m easures) dengan m enet apkan bahwa Guinea dapat

m enahan diri unt uk m em bicarakan enforcing any j udicial or adm inist rat ive m easure

against t he M/ V Saiga, it s m ast er and t he ot her m em bers of t he crew, it s ow ners or operat ors.

Selam a persidangan berlangsung, Guinea keberat an m enerim a klaim dar i St .

Vincent dengan alasan bahwa kapal The Saiga t idak m em ilik i regist rasi St . Vincent

pada wakt u t erj adi penangkapan, t idak adanya ket erkait an ant ara St . Vincent dan kapal. Dengan dem ikian kerugian individual dan perusahaan yang diakibat kan kapal

The Saiga bukanlah didasarkan at as nasionalit as dari St . Vincent . Pada t anggal 1

Juli 1999, The Tribunal dengan suara 18 berbanding 2, m em berikan suat u

keput usan: " ...rej ect ed t hose argum ent s and found t hat Guinea had violat ed t he

right s of St . Vincent under t he Convent ion: ( 1) in arrest ing, det aining, and seizing The Saiga, det aining it s crew, confiscat ing it s cargo, and prosecut ing and convict ing t he m ast er, ( 2) in arrest ing The Saiga in cont ravent ion of t he Convent ion's provisions on hot pursuit , and ( 3) in using excessive force cont rary t o int ernat ional law while st opping and arrest ing The Saiga. Lihat Bernard H. Oxm an, " I nt ernat ional Decisions" , dalam Am erican Journal of I nt ernat ional Law, ( V. 94, N. 1, 2000) , h. 140- 143.

61 I bid. 62

Pada t anggal 12 Desem ber 1999, kapal t anker Erika dengan bobot 37.238 dw t

m engalam i kebocoran sehingga m enum pahkan heavy fuel oil cargo sebanyak lebih

kurang 15.000 t on. Tum pahan m inyak yang m enyebabkan pencem aran lingkungan

laut m encapai radius 100 km pada t he m out h of t he river loire ( Perancis) . Pada

awalnya kebocoran t angki hanya kecil dan akan dapat diat asi m elalui r em ot e

operat ed underwat er vehicle. Nam un akibat cuaca buruk, dit am bah angin kencang sehingga bant uan t idak dapat dilaksanakan dalam wakt u cepat . Pada t anggal 25 Desem ber 1999, t um pahan m inyak sudah m encapai pant ai Perancis yang m enyebabkan burung- burung laut t erkena t um pahan m inyak. Dalam suat u laporan

pada bulan Januari 2000 dari t he French Tranport Minist ry's Marine Accident

I nvest igat ion Bureau, m enyim pulkan bahwa pecahnya kapal t anker Erika

kem ungkinan t erbesar adalah sebagai akibat st rukt ur kapal sudah keropos (corrosion) . Kapal t anker Erika sudah berusia 24 t ahun pada saat t erj adi per ist iwa

dan berbendera Malt a. Sedangkan pem iliknya adalah The Savarese Fam ily of

Sorrent o ( I t ali) t hrough Tevere Shipping Com pany of Vallet t a. Pada saat t erj adinya

perist iwa kebocoran, operat or kapal sebagai pihak yang m encart er adalah The

I t alian Com pany Panship Managem ent & Services dalam rangka m engangkut kargo

m inyak dari Dunkrik in Nort hern France m enuj u Livorno I t aly. Regist ro I t aliano

Navale ( RI NA) dan t elah m elakukan survei t ahunan t erhadap kapal t anker Erika

(29)

pert engahan t ahun 1970- an oleh Kasada dockyard di Jepang. dalam suat u cat at an

( record) yang dibuat oleh Direkt orat Kelaut an Norw egia, m enunj ukkan bahw a kapal

t anker Erika t elah m elakukan a port st at e cont rol ( PSC) inspect ion baik oleh negara

bendera m aupun oleh negara pelabuhan.

Di pelabuhan Port o Torres pada bulan Mei 1999. The Erika was inspect ed and

approved, by nearly all kinds of cont rols, ranging from flag st at e and class cont rol, including various safet y m anagem ent audit s t o port st at e cont rol inspect ions of various profundit y and privat e indust ry vet t ing m echanism s est ablished t o ensure t he suit abilit y of t he ships for t he t rade. Nam un dalam inspeksi yang dilakukan sebelum nya oleh PSC Aut horit ies pada pelabuhan Novorossiysk di Rusia,

sebenarnya kapal Erika sudah m enunj ukkan adanya 'som e deficiencies'. Lihat The

Erica Accident and I ssues Raised, ( 15- 05- 2002) , ht t p: / / w w w.int ert anko.com / conferences/ t ankerevent 2000/ erika. Lihat pula Charles B. Anderson, Colin de la

Rue, "Liabilit y of Chart erer and Cargo Owners for Pollut ion from Ships, Tulane

Marit im e Law Journal. ( Tulane Universit y School of Law, V. 26, N. 1, 2001) , h. 4.

63

The Aust ralian Marit im e Safet y Aut horit y ( AMSA) m anages t he Nat ional Plan, w orking w it h St at es/ Nort hern Territ ory ( NT) governm ent s, t he shipping, oil, explorat ing and chem ical indust ries, em ergency services and fire brigades t o m axim ise Aust ralia's m arine pollut ion response capabilit y. Funding, equipm ent and t raining program s t o support Nat ional Plan act ivit ies are coordinat ed by AMSA on advice from t he Nat ional Plan Advisory Com m it t ee ( NPAC) . Lihat Oil spill in t he Aust ralia Marine Environm ent : Environm ent al Consequences and response Technologies, ( 12- 05- 2002) , ht t p: / / www.am sa.gov.au/ m e/ nat pran/ R&D/ paper 33.

PSC m erupakan badan yang berw enang unt uk m elakukan inspeksi dan pengawasan t erhadap kapal- kapal yang m asuk pada salah sat u pelabuhan negara di Am er ika Serikat . Hal ini dilakukan unt uk m elakukan penegakan hukum at as

st andar- st andar int ernasional t ent ang keselam at an kapal dan pencegahan t erhadap pencem aran. Lihat Talley, Wayne, " Vessel Dam age Severit y of Tanker Accident s" ,

The Logist ics and Transport at ion Review, ( Vol. 31; No. 3, 1995) , h. 191.

66

VTS m erupakan sist em yang didisain unt uk m encegah kapal- kapal t idak bert abrakan, m isalnya dengan m elakukan kont ak radio di ant ara pusat - pusat VTS

dan sist em pengoperasian kapal- kapal. I bid.

67

Tes alkohol t erhadap kapt en kapal j uga dilakukan oleh sist em VTS. Konsent rasi alkohol pada darah kapt en kapal agar diperbolehkan unt uk m engoperasikan kapal

(30)

71 Sunaryat i Hart ono, " Pengem bangan dan Pem baharuan Hukum Lingkungan

Nasional" , Makalah Pada Sem inar Hukum Lingkungan, Jakart a: Kant or Ment eri

LH-Bapedal, ( 1996) , h. 9.

72

I MO, Manual on Oil Pollut ion, Sect ion I I …, op.cit, h. 4- 6.

73

I bid. 74

I bid.

75

(31)

D AFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Dj alal, Hasj im . 1979. Perj uangan I ndonesia di Bidang Hukum Laut. Percet akan Ekonom i, Bandung.

Friedm ann, W. 1994. Teori & Filsafat Hukum , Hukum & Masalah- Masalah Kont em porer ( Susunan I I I ) . 1994. P.T. Raj a Grafindo Persada, Jakar t a.

Hardj asoem ant ri, Koesnadi. 1995. Hukum Perlindungan Lingkungan

Konser vasi Sum ber Daya Alam Hayat i dan Ekosist em nya. Gadj ahm ada Universit y Press, Yogyakart a.

I MO, Manual Oil Pollut ion. 1988. Sect ion I I Cont ingency Planning, London.

Kusum aat m adj a, Mocht ar. 1982. Pengant ar Hukum I nt ernasional. Buku I - Bagian Um um . Binacipt a, Bandung.

Kusum aat m adj a, Mocht ar. 1992. Per lindungan dan Pelest arian

Lingkungan Laut Dilihat dari Sudut Hukum I nt ernasional, Regional, dan Nasional. Sinar Grafika dan Pusat St udi Waw asan Nusant ara, Jakart a.

Lloyd Of Ham pst ead, Lord, Freem an, M.D.A. 1985. I nt roduct ion t o Jurisprudence. St evens & Sons Lt d., London.

Lubis, M. Solly. 1992. Kesat uan Hukum Nasional dan Waw asan

Nusant ara dalam Rangka Menghadapi Globalisasi Dunia dan Pem bangunan Jangka Panj ang. Univ. Bung Hat t a, Padang.

Muhj iddin, At j e Misbach. 1993. St at us Hukum Perairan Kepulauan I ndonesia dan Hak Lint as Kapal Asing. Alum ni, Bandung.

Silalahi, Daud. 1992. Hukum Lingkungan dalam Sist em Penegakan

Hukum Lingkungan I ndonesia. Penerbit Alum ni, Bandung.

(32)

Tsam enyi, Mart in, Herrim an, Max, ( ed) . 1996. Right s and Responsibilit ies in t he Mar it im e Envir onm ent : Nat ional and I nt ernat ional Dilem m ast he. Univer sit y of Wollongong, Aust ralia.

B. ARTI KEL

Anderson, Charles B., Rue, Colin de la, " Liabilit y of Chart erer and Cargo Owners for Pollut ion from Ships” , Tulane Marit im e Law Jour nal, Tulane Universit y School of Law , V. 26, N. 1, 2001.

Boyle, Alan E, “ Marine Pollut ion Under t he Law of t he Sea Convent ion” , The Am erican Journal of I nt ernat ional Law , April, 1985.

Com m it t ee on Shipborne Wast es Marine Board, Com m ission on Engineering and Technical Syst em s Nat ional Research Council, “ Clean Ships Clean Port s Clean Ocean” , Nat ional Academ y Press, Washingt on DC, 1995.

Cross, Michael, Ham er, Mick, “ How t o Seal a Supert anker, I m proving Ship Design t o Prevent Oil Spills”, New Scient ist, Vol. 133, No. 1812, Mar ch, 1992.

Dehner, Jeffrey S., " Vessel- Source Pollut ion and Public Vessel: Sovereign I m m unit y V. Com pliance, I m plicat ions for I nt ernat ional Environm ent al Law " , Em ory I nt ernat ional Law Review, 1995.

Dickey, Alan, “ Crisis Over Oil Tanker Design Moves Tow ard Resolut ion” , I nform at ion Access Com pany, a Thom son Corporat ion Com pany, 1991.

Dj alal, Hasj im , " Penent uan " Sea Lanes" ( ALKI ) Melalui Perair an Nusant ara I ndonesia" , paper pada Penat aran Hukum Laut I nt ernasional, Unpad, Bandung, 1996.

Fisher, Elizabet h, " I s t he Precaut ionar y Pr inciple Just iciable ?, Journal of Environm ent al law , Oxfor d Univ ersit y Press, V. 13, N. 3, 2001.

Referensi

Dokumen terkait

 Banyaknya lulusan Fakultas Kedokteran dari perguruan tinggi lain yang dapat menjadi pesaing alumni FKIK UNTAD. No Judul Kekuatan Kelemahan Peluang

Wawancara ( Interview ) sering digunakan dalam penelitian, istilah ini menggambarkan sebuah teknik dalam melakukan pengumpulan data yang dilakukan dengan melaksanakan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan program “Manajemen Bangsal” di asrama terhadap pencapaian nilai UHAP I mahasiswa semester II

Dari hasil penelitian yang ada, secara umum dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai aktivitas olahraga dengan tingkat stres siswa kelas XI

alat-alat laboratorium yang akan digunakan dalam kegiatan praktikum. Diharapkan agar kedua pihak UNNES dan SD Negeri Kalibanteng Kidul 02 dapat. selalu menjalin

Berdasarkan gambar 2 diatas, terlihat bahwa bagian batang merupakan bagian yang mempunyai nilai prosentase biomassa paling tinggi (47,54 %), hal ini sesuai dengan penelitian

Mengisi matrik perbandingan berpasangan yaitu dengan menggunakan bilangan untuk merepresentasikan kepentingan relatif dari satu elemen terhadap elemen lainnya yang dimaksud dalam

(1) Dapat digunakan untuk membuktikan dua besaran fisika setara jika keduanya memiliki dimensi yang sama dan keduanya termasuk besaran skala atau keduanya termasuk