• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Kasus Balita Gizi Buruk Pada Keluarga Petani Karet Di Wilayah Binaan Wahana Visi Indonesia Area Development Program Kabupaten Nias Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Kasus Balita Gizi Buruk Pada Keluarga Petani Karet Di Wilayah Binaan Wahana Visi Indonesia Area Development Program Kabupaten Nias Tahun 2013"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DENGAN KASUS BALITA GIZI BURUK PADA KELUARGA PETANI KARET

DI WILAYAH BINAAN WAHANA VISI INDONESIA AREA DEVELOPMENT PROGRAM

KABUPATEN NIAS TAHUN 2013

Oleh:

HENRIKA HETTI DEWI S GULO NIM: 101000017

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DENGAN KASUS BALITA GIZI BURUK PADA KELUARGA PETANI KARET

DI WILAYAH BINAAN WAHANA VISI INDONESIA AREA DEVELOPMENTPROGRAM

KABUPATEN NIAS TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

HENRIKA HETTI DEWI S GULO NIM. 101000017

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA

DENGAN KASUS BALITA GIZI BURUK PADA KELUARGA PETANI KARET DI WILAYAH BINAAN WAHANA VISI INDONESIA AREA DEVELOPMENT PROGRAM KABUPATEN NIAS TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Henrika Hetti Dewi Sriyanti Gulo No. Induk Mahasiswa : 101000017

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Pemintan : Gizi Kesehatan Masyarakat Tanggal Lulus : 27 Januari 2015

Disahkan Oleh Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing Skripsi I Dosen Pembimbing Skripsi II

Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si Dra. Jumirah, Apt, M.Kes NIP.196806161993032003 NIP. 195803151988112001

Medan, Januari 2015 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

(4)

ABSTRAK

Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk. Hal ini terlihat dari masih tingginya angka kematian bayi, balita serta angka kematian ibu. Gizi kurang juga sangat berdampak pada tingkat kecerdasan anak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik keluarga yang meliputi tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahun ibu, jumlah anak dalam keluarga, dan pendapatan keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah binaan Wahana Visi Indonesi Area Development Program di Kabupaten Nias tahun 2013. Jenis penelitian adalah analitik observasional dengan menggunakan desain kasus kontrol. Populasi adalah semua anak balita yang menderita gizi buruk sebagai kasus dan tidak menderita gizi buruk sebagai kontrol di tiga Kecamatan Kabupaten Nias yang merupakan wilayah binaan WVI ADP Nias. Sampel diambil berdasarkan kriteria pencocokan (matching) berdasarkan desa tempat tinggal dan jenis kelamin, dengan jumlah masing masing sampel sebanyak 18 kasus dan 18 kontrol. Analisis data meliputi analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan chi-squa re untu melihat Odds Ratio (OR).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan kasus balita gizi buruk (p=0,003;OR=9,100), pendapatan keluarga dengan kasus balita gizi buruk (p=0,000;OR=0,037). Variabel pendidikan ibu dan jumlah anak dalam keluarga tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan kasus balita gizi buruk.

Diharapkan kepada pihak WVI ADP Nias dan pihak Puskesmas khususnya di Kabupaten Nias agar lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan, penyuluhan tentang pemanfaatan lahan agar mempertahankan ketersediaan pangan di setiap rumah tangga dan memberikan konseling kesehatan terutama kepada ibu yang memiliki balita gizi buruk mengenai pentingnya menjaga gizi anak agar anak tetap sehat serta akibat serta akibat yang terjadi bila anak tidak mendapatkan gizi yang cukup.

(5)

ABSTRACT

Nutrition have important pa rt in human life cycle. The low Index Of Human Development in Indonesia is influenced by the nutrition status and public health. It can be seen from the high infant mortality rates, and children under five, and also maternal mortality. Malnutrition is also impact children’s intelligencies.

This research aims to know the relations between characteristics family with sever malnutrition case of children under five at rubber farmer family in the region's of Wahana Visi Indonesia Area Development Program in Nias island in 2013. This resea rch is observational analytic by using ca se control design. Populations are all children under five, which suffering malnutrition as cases and those who not sever malnutrition as controls in three distric in Nias Island which is the region’s of WVI ADP NIAS. Sample is taken related matching criteria based on village, address, and gender, with 18 cases and 18 controls for each samples. Data analysis comprise univariat analysis and bivariat by using chi-square to find Odds Ratio (OR).

The result of bivariat with chi-square test indicate that there is a meaningful

relation between mother’s knowledge with children under five malnutrition cases (p= 0,003;OR= 9,100), family income with children under five malnutrition (p= 0,000;OR= 0,037). Variable of mother education and children’s amount in family do not show any meaningful relation with children under five malnutrition cases.

WVI is expected that the ADP Nias and the health center, especially in Nia s to better improve health education, counseling about land use in order to maintain the availability of food in every household and provide health counseling, especially to mothers of malnourished children on the importance of keeping the child nutrition for children stay healthy as well as its effects and consequences that occur when children are not getting enough nutrients.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Henrika Hetti D.S Gulo Tempat/Tanggal Lahir : Nias/7 Oktober 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Katolik

Anak ke : 2 dari 5 bersaudara Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jl. Merdeka No.67 Hiliweto Gido, Kabupaten Nias Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1996-1998 : TK Merpati Hiliweto Gido Kabupaten Nias 2. Tahun 1998-2004 : SD Negeri Hiliweto Gido Kabupaten Nias

3. Tahun 2004-2007 : SMP Swasta Pembda 1 Gunungsitoli Kabupaten Nias 4. Tahun 2007-2010 : SMA Swasta Pembda 1 Gunungsitoli Kabupaten Nias 5. Tahun 2010-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Kasus Balita Gizi Buruk Pada Keluarga

Petani Karet Di Wilayah Binaan Wahana Visi Indonesia Area Development Program Kabupaten Nias Tahun 2013”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat

untuk dapat meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan serta doa dari berbagai pihak. Penulis berterimakasih kepada Orangtua Tercinta, Fatisochi Gulo, BA dan Yustina Ndraha untuk segala kasih dan sayangnya serta untuk doa, motivasi, dukungan dan nasehat yang begitu berarti bagi penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada Ibu Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, MSi dan Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian. M.Si., selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU;

(8)

4. Ibu Fitri Ardiani, SKM. MPH dan Ibu Ernawati Nasution, SKM.MKes selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dalam penyelesaian skripsi ini;

5. Seluruh dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat, terkhusus kepada Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat.

6. Bapak Marihot Samosir, ST serta staff dan pegawai di FKM USU yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini;

7. Kakak terkasih Silvia Gulo, S.Si, adik-adik ku Debora Gulo, Dominikus Gulo dan Robert Gulo yang telah memberikan semangat dan doa kepada penulis; 8. Sahabat terbaik yang ku kasihi Yupiter Zendrato, SE yang selalu memberikan

semangat, membantu dalam penulisan skripsi ini, trimakasih atas dukungan, doa serta motivasi untuk ku selama ini;

9. Kepada pimpinan Wahana Visi Indonesia Area Development Program Nias dan seluruh pegawai Wahana Visi Indonesia Area Development Program Nias yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

10. Saudari-saudari ku yang terkasih, PACE E BENE, Mailani Sinaga, SKM, Isri Resta, SKM dan Meyanta Sinaga, SKM yang selalu memberikan nasehat, kritikan, bantuan, dan doa;

(9)

12. Teman seperjuangan di Peminatan Gizi angkatan 2010 yang telah membantu penulis dalam penyelesain skripsi ini, teman-teman PBL dan LKP, serta teman – teman stambuk 2010 atas dukungan, doa, semangat, dan kebersamaan selama ini;

13. Serta semua pihak yang telah berjasa, yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dalam memperkaya materi skripsi ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan pikiran yang berguna bagi semua pihak.

Medan, Januari 2015

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita ... 10

2.1.1 Makanan Untuk Anak Balita ... 12

2.2 Masalah Gizi Pada Anak Balita ... 14

2.2.1 Kasus Gizi Buruk Pada Anak Balita ... 16

2.2.2 Faktor Penyebab Terjadinya Gizi Buruk Pada Anak Balita ... 19

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita ... 21

2.3.1 Tingkat Pendidikan Ibu ... 22

2.3.2 Pengetahuan Ibu ... 24

2.3.3 Jumlah Anak Dalam Keluarga... 28

2.4 Status Sosial Ekonomi Keluarga ... 29

2.4.1 Pendapatan Keluarga ... 29

2.5 Pola Asuh dan Status Gizi Anak Balita ... 31

2.5.1 Pola Asuh Makan ... 32

2.5.2 Pola Asuh Kesehatan ... 33

2.6 Penilaian Status Gizi Anak Balita... 33

2.6.1 Antropometri ... 34

2.7 Kerangka konsep ... 37

2.8 Hipotesis ... 38

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 39

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 40

3.2.2 Waktu Penelitian ... 40

(11)

3.3.1 Populasi ... 40

3.3.2 Sampel ... 41

3.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 42

3.4.1 Jenis Data ... 42

3.4.2 Metode Pengumpulan Data ... 42

3.5 Defenisi Operasional ... 42

3.6 Aspek Pengukuran ... 43

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 44

3.7.1 Pengolahan Data ... 44

3.7.2 Analisa Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum WVI ADP Nias ... 48

4.2 Karakteristik Anak dan Ibu Balita Yang Menjadi Sampel Kasus dan Kontrol ... 51

4.2.1 Karakteristik Anak Balita Yang Menjadi Sampel Kasus dan Kontrol ... 51

4.2.2 Karakteristik Ibu Balita Yang Menjadi Sampel Kasus dan Kontrol ... 52

4.3 Hubungan Variabel Independen Dengan Kasus Balita Gizi Buruk ... 56

4.3.1 Pendidikan Ibu ... 56

4.3.2 Pengetahuan Ibu ... 57

4.3.3 Jumlah Anak Dalam Keluarga ... 58

4.3.4 Pendapatan Keluarga ... 59

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Balita Gizi Buruk Di Wilayah Binaan WVI ADP Nias Kecamatan Hilserangkai ... 60

5.2 Hubungan Karakteristik Keluarga Dengan Kasus Gizi Buruk Pada Keluarga Petani Karet Di Wilayah Binaan WVI ADP Nias Kecamatan Hiliserangkai ... 63

5.2.1 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Kasus Balita Gizi Buruk ... 63

5.2.2 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Kasus Balita Gizi Buruk ... 65

5.2.3 Hubungan Jumlah Anak Dalam Keluarga Dengan Kasus Balita Gizi Buruk ... 66

(12)

BAB VI SARAN DAN KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan ... 70 6.2 Saran ... 71

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Penilaian Status Gizi Berdasarkan BB/U, TB/U, BB/TB

(Standart Baku Antropometri WHO-Antro) ... 37 Tabel 4.1 Distribusi Anak Balita Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51 Tabel 4.2 Distribusi Anak Balita Berdasarkan Kelompok Umur ... 51 Tabel 4.3 Distribusi Anak Balita Berdasarkan Kelompok Umur

Ibu Balita ... 52 Tabel 4.4 Distribusi Anak Balita Berdasarkan Pendidikan Ibu ... 53 Tabel 4.5 Distribusi Anak Balita Berdasarkan Pengetahua Ibu ... 53 Tabel 4.6 Distribusi Anak Balita Berdasarkan Jumlah Anak

Dalam keluarga ... 54 Tabel 4.7 Distribusi Anak Balita Berdasarkan Pendapatan

Keluarga ... 55 Tabel 4.8 Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Kasus Balita

Gizi Buruk ... 55 Tabel 4.9 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Kasus Balita

Gizi Buruk ... 56 Tabel 4.10 Hubungan Jumlah Anak Dalam Keluarga

Dengan Kasus Balita Gizi Buruk ... 57 Tabel 4.11 Hubungan Pendapatan Keluarga Dengan Kasus

(14)

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Survei Pendahuluan dari FKM Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

(16)

ABSTRAK

Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk. Hal ini terlihat dari masih tingginya angka kematian bayi, balita serta angka kematian ibu. Gizi kurang juga sangat berdampak pada tingkat kecerdasan anak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik keluarga yang meliputi tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahun ibu, jumlah anak dalam keluarga, dan pendapatan keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah binaan Wahana Visi Indonesi Area Development Program di Kabupaten Nias tahun 2013. Jenis penelitian adalah analitik observasional dengan menggunakan desain kasus kontrol. Populasi adalah semua anak balita yang menderita gizi buruk sebagai kasus dan tidak menderita gizi buruk sebagai kontrol di tiga Kecamatan Kabupaten Nias yang merupakan wilayah binaan WVI ADP Nias. Sampel diambil berdasarkan kriteria pencocokan (matching) berdasarkan desa tempat tinggal dan jenis kelamin, dengan jumlah masing masing sampel sebanyak 18 kasus dan 18 kontrol. Analisis data meliputi analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan chi-squa re untu melihat Odds Ratio (OR).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan kasus balita gizi buruk (p=0,003;OR=9,100), pendapatan keluarga dengan kasus balita gizi buruk (p=0,000;OR=0,037). Variabel pendidikan ibu dan jumlah anak dalam keluarga tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan kasus balita gizi buruk.

Diharapkan kepada pihak WVI ADP Nias dan pihak Puskesmas khususnya di Kabupaten Nias agar lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan, penyuluhan tentang pemanfaatan lahan agar mempertahankan ketersediaan pangan di setiap rumah tangga dan memberikan konseling kesehatan terutama kepada ibu yang memiliki balita gizi buruk mengenai pentingnya menjaga gizi anak agar anak tetap sehat serta akibat serta akibat yang terjadi bila anak tidak mendapatkan gizi yang cukup.

(17)

ABSTRACT

Nutrition have important pa rt in human life cycle. The low Index Of Human Development in Indonesia is influenced by the nutrition status and public health. It can be seen from the high infant mortality rates, and children under five, and also maternal mortality. Malnutrition is also impact children’s intelligencies.

This research aims to know the relations between characteristics family with sever malnutrition case of children under five at rubber farmer family in the region's of Wahana Visi Indonesia Area Development Program in Nias island in 2013. This resea rch is observational analytic by using ca se control design. Populations are all children under five, which suffering malnutrition as cases and those who not sever malnutrition as controls in three distric in Nias Island which is the region’s of WVI ADP NIAS. Sample is taken related matching criteria based on village, address, and gender, with 18 cases and 18 controls for each samples. Data analysis comprise univariat analysis and bivariat by using chi-square to find Odds Ratio (OR).

The result of bivariat with chi-square test indicate that there is a meaningful

relation between mother’s knowledge with children under five malnutrition cases (p= 0,003;OR= 9,100), family income with children under five malnutrition (p= 0,000;OR= 0,037). Variable of mother education and children’s amount in family do not show any meaningful relation with children under five malnutrition cases.

WVI is expected that the ADP Nias and the health center, especially in Nia s to better improve health education, counseling about land use in order to maintain the availability of food in every household and provide health counseling, especially to mothers of malnourished children on the importance of keeping the child nutrition for children stay healthy as well as its effects and consequences that occur when children are not getting enough nutrients.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk. Hal ini terlihat dari masih tingginya angka kematian bayi, balita serta angka kematian ibu. Gizi kurang juga sangat berdampak pada tingkat kecerdasan anak. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan anak balita. Anak dengan kecerdasan rendah ini dikhawatirkan akan menjadi beban pada masa akan datang. Selain itu gizi juga memiliki hubungan erat dengan kematian anak di bawah 5 tahun. Berdasarkan data yang dilansir dalam Jurnal Lancet tahun 2013, sebanyak 44,7% kematian bayi dan balita disebabkan karena berat bayi lahir rendah (BBLR), kegagalan pemberian ASI, anak balita stunting (pendek), kurus (gizi kurang dan gizi buruk), dan kekurangan vitamin A, mineral dan zink (Kemenkes RI, 2014).

(19)

yang dijumpai diberbagai negara berkembang, yaitu kurang energi protein, kurang vitamin A, kurang yodium, anemia gizi besi dan gizi lebih (Almatsier, 2002).

Masalah gizi ini merupakan kombinasi dari berbagai faktor, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan kurangnya asupan makan, baik secara kuantitas (jumlah konsumsi makanan kurang dari yang dibutuhkan tubuh), maupun secara kualitas (kurangnya asupan makanan bergizi, yaitu makanan yang mengandung sekelompok zat yang esensial bagi kehidupan dan kesehatan). Secara tidak langsung dipengaruhi oleh rendahnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, pola asuh yang kurang memadai. Sebagai pokok masalah di masyarakat adalah rendahnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, serta tingkat pendapatan masyarakat (Depkes, 2005).

Faktor yang mempengaruhi memburuknya keadaan gizi pada anak balita, yaitu pelayanan kesehatan yang tidak memadai, penyakit infeksi, pola asuh, konsumsi makanan yang kurang yang pada akhirnya dapat berdampak pada kematian. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang. Kesemuanya itu berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, dan juga pekerjaan ibu (Adisasmito, 2007).

(20)

konsumsi makan anak dalam pemilihan makanan, selain itu masyarakat masih mengkonsumsi menu makanan kurang seimbang dan beranekaragam. Di samping itu, asumsi masyarakat salah dalam penyediaan makanan sehari-hari, dimana dengan terpenuhinya makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah sudahlah baik, tanpa memperhatikan kuantitas dan kualitas makanan tersebut apakah sudah memenuhi kebutuhan perorangan atau anggota keluarga.

Pemberian makanan yang cukup zat gizinya, yang disesuaikan dengan gizi balita merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan bagi kesehatan anak balita sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal, sehat dan kuat.

(21)

Pemberian makanan pada anak balita sangat ditentukan oleh peran ibu sebagai pengasuh utama khususnya dalam memilih, mengolah, dan memberikan makanan pada anak balita dan hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu. Dengan tingkat pendidikan yang memadai memungkinkan seorang ibu lebih mudah mendapatkan dan memahami berbagi informasi terkait dengan kebutuhan gizi anak balita. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Depkes RI, 2004). Oleh karena itu, tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi sikap dan tindakan ibu dalam memberi makanan bayi.

Masalah gizi kurang dan gizi buruk masih banyak dijumpai di masyarakat Indonesia. Salah satu golongan yang rawan gizi kurang ini adalah anak balita. Konsumsi makanan anak balita masih tergantung pada menu makanan yang disajikan dalam keluarganya, karena golongan ini belum dapat memilih makanannya sendiri sehingga peran ibu sangat dan anggota keluarga lainnya yang ada disekitar sangat berpengaruh terhadap status gizi anak.

(22)

gizi kurang 13,5%. Dengan angka sebesar 21,3% prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Sumatera Utara masih termasuk dalam kategori tinggi. Pada Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2012, dari 1.141.496 balita yang ditimbang, terdapat 42.190 (3,70%) balita yang menderita gizi kurang dan yang menderita gizi buruk ada sebanyak 1.208 (0,11%).

Begitu dominannya peranan ibu bagi kesehatan anak balita terutama dalam pemberian gizi yang cukup, menuntut ibu harus mengetahui dan memahami akan kebutuhan gizi anak balita, untuk itu harusnya seorang ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang kebutuhan gizi anak balita. Namun kenyataanya kebanyakan ibu rumah tangga masih belum memiliki pengetahuan yang cukup baik berkenaan dengan kebutuhan gizi anak balita. Hali ini terkait dengan masih banyaknya permasalahan gizi pada anak balita di Indonesia termasuk di Kabupaten Nias.

Data dari Profil Kesehatan Kabupaten Nias Tahun 2011 terdapat persentase balita gizi buruk di Kabupaten Nias tahun 2011 sebanyak 31 (0,36%) dan balita gizi kurang sebanyak 23,09% dari 13.260 balita. Berdasarkan data baseline hasil survei oleh Wahana Visi Indonesia Area Development Program Nias di Kabupaten Nias pada tahun 2013 Kabupaten Nias mempunyai penduduk 132.860 jiwa dengan 26.568 kepala rumah tangga, laki-laki berjumlah 64.685 jiwa dan wanita berjumlah 66.175 jiwa. Pada umumnya masyarakat di Pulau Nias adalah petani karet (92,11%), sebuah kegiatan masyarakat berbasis pada lahan.

(23)

WVI yang berpusat di Jakarta. WVI ADP Nias hingga saat ini sedang melaksanakan program yang bertujuan untuk melindungi hak anak keluarga miskin selama masa tumbuh kembang, melangsungkan kehidupan dan mengakses fasilitas ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Program ini dilaksanakan melalui kerjasama antara pemerintah, gereja, LSM dan stakeholder di tingkat desa.

Berdasarkan data baseline hasil survei WVI ADP Nias tahun 2013 pada keluarga petani karet di tiga Kecamatan yang merupakan wilayah binaan WVI ADP Nias Kabupaten Nias dari 165 anak balita yang diteliti, jika dilihat dari indeks berat badan menurut umur (BB/U) ditemukan sebanyak 49 anak balita yang mengalami kekurangan gizi (yang tergolong dalam BB kurang 31 orang/18,8% dan anak balita yang tergolong dalam BB sangat kurang berjumlah 18 orang/10,9%). Dengan angka sebesar 29,7% prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten Nias masih termasuk dalam kategori tinggi (standar WHO : 5-9% rendah, 10-19% medium, 20-39% tinggi, >40% sangat tinggi).

(24)

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Indonesia dikenal sebagai negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya berada atau tinggal di pedesaan. Hal ini menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia mata pencarian pokoknya adalah bertani. Demikian juga halnya di Kabupaten Nias khususnya Kecamatan Hiliduho, Kecamatan Botomuzoi, dan Kecamatan Hiliserangkai yang merupakan kecamatan binaan WVI ADP Nias, sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian dan pada umunya adalah petani karet.

(25)

Dari permasalahan di atas, penulis tertarik dan merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai hubungan karakteristik keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah binaan Wahana Visi Indonesia Area Development Program Kabupaten Nias.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan karakteristik keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013. 1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan karakteristik keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah binaan WVI ADP di Kabupaten Nias tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013.

(26)

3. Untuk mengetahui hubungan jumlah anak dalam keluarga dengan status gizi anak balita di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013.

4. Untuk mengetahui tingkat pendapatan keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013.

1.4Manfaat Penelitian

1. Menambah wawasan penulis tentang hubungan karakteristik ibu dan tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet.

2. Sebagai bahan masukan terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan balita gizi buruk di wilayah kerja binaan WVI ADP Nias di Kabupaten Nias. 3. Sebagai bahan informasi bagi WVI ADP Nias di Kabupaten Nias tentang

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak Balita

Anak balita usia 1-5 tahun (usia prasekolah) merupakan usia dalam daur kehidupan dimana pertumbuhan tidak sepesat pada masa bayi, tetapi aktivitasnya banyak, masa yang menentukan dalam tumbuh kembangnya, yang akan menjadi dasar terbentuknya manusia seutuhnya. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Hal ini dikarenakan pada masa balita pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Balita yang dalam masa pertumbuhan ini merupakan kelompok yang rentan terhadap adanya perubahan dalam konsumsi makanan. Balita juga merupakan kelompok umur yang rawan dengan gizi dan penyakit, kelompok yang paling rawan menderita akibat gizi, kurang kalori protein. Ada beberapa faktor yang menyebabkan usia ini rawan gizi dan kesehatan, antara lain : (Adriani, 2012)

1. Anak balita usia 1-5 tahun masih berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa.

2. Biasanya anak sudah mempunyai adik, atau ibunya sudah bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

(28)

4. Anak sudah biasa mengurusi dirinya sendiri seperti bermain dan termasuk dalam pemilihan makanan, sehingga kadang kala ibu tidak begitu memperhatikan lagi makanan anak.

Untuk mencegah anak balita ini mengalami masalah gizi, maka perlu dipelajari pentingnya peranan gizi dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. Adapun yang menjadi kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang, yaitu : kasih sayang dan perlindungan yang optimal, imunisasi dasar dan suplementasi kapsul vitamin A, pendidikan dan pengasuhan dini pada orang tua terlebih pada ibunya, perawatan kesehatan dan pencegahan kecacatan dan cedera, mendapatkan lingkungan yang sehat dan aman dan mendapat makanan bergizi seimbang, sejak lahir sampai enam bulan hanya diberi ASI saja, sesudah enam bulan sampai dua tahun ASI ditambah makanan pendamping ASI (Istiany, 2003).

(29)

2.1.1 Makanan Untuk Anak Balita

a. ASI

ASI adalah makanan yang kaya campuran makanan yang sangat mengandung gizi. ASI merupakan makanan utama paling baik bagi bayi hingga umur dua tahun, dan dianjurkan memberikannya secara ekslusif selama enam bulan pertama. ASI (air susu ibu) memiliki unsur-unsur yang memenuhi semua kebutuhan bayi selama periode sekitar 6 bulan, tetapi harus diperhatikan pertumbuhan bayi pada periode tersebut, karena tidak semua ibu memproduksi ASI yang cukup. Selain itu ASI juga merupakan makanan yang higienis, murah, mudah diberikan dan sudah tersedia bagi bayi. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi sehingga dapat menyebabkan susah buang air besar pada bayi. Proses pembuatan susu formula yang tidak steril menyebabkan bayi rentan terkena diare. Hal ini akan menjadi pemicu terjadinya kurang gizi pada anak dan akibat dari kurang gizi anak lebih mudah terserang penyakit infeksi (Depkes, 2004).

(30)

Pemberian ASI dianjurkan sampai anak berumur 2 tahun. Pemberian ASI merupakan hal yang sangat membantu bagi ibu dan anak bukan hanya memberikan asupan nutrisi dan energi yang memadai, tetapi juga asuhan psikososial melalui pembentukan ikatan kasih sayang dengan ibu dan anak juga kesehatan melalui unsur imunologik yang ada pada ASI. Tidak ada jadwal khusus untuk pemberian ASI pada bayi (Soekidjo, 2011).

b. Makanan Pendamping ASI

Status gizi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia karena sangat mempengaruhi kecerdasan, produktivitas, dan kreativitas. Dalam upaya peningkatan status gizi pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi lainnya bayi diberikan makanan pendamping ASI. Sesudah bayi berusia 6 bulan, pemberian ASI saja tidak dapat memberikan energi yang cukup serta nutrisi untuk meningkatkan tumbuh-kembang anak secara optimal. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan yang diberikan kepada bayi selain ASI, karena kebutuhan bayi yang semakin meningkat. Selain melengkapi zat-zat gizi yang kurang juga mengembangkan kemampuan bayi menerima berbagai macam makanan dengan rasa dan bentuk yang berbeda-beda, mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan serta melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi yang tinggi (Depkes RI, 2003).

(31)

makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang (Depkes, 2000).

Menurut WHO, tanda-tanda bayi siap diberikan MP-ASI, yaitu : bayi sudah bisa duduk dengan sempurna, bayi sudah dapat menyangga kepala dengan lehernya yang baik, bayi merasa lapar walaupun sudah diberikan ASI, bayi sudah bisa menggerakkan lidahnya, jika bayi sudah dapat memindahkan makanannya ke bagian belakang mulut dan menelannya. Makanan tambahan biasanya diberikan pada trimester kedua atau bayi 6 bulan ke atas, untuk mempertahankan pertumbuhan anak dengan kecepatan yang sama. Makanan bayi sebisa mungkin harus : (Gibney, dkk) - padat energi dan nutrisi

- harus lebih bervariasi, terutama dalam pemilihan bahan makanan - mudah didapat dan disiapkan oleh keluarga

- dapat diterima secara budaya

-memiliki tekstur yang tepat menurut usia dan perkembangan anak - bersih dan aman untuk dikonsumsi

(32)

2.2 Masalah Gizi Pada Anak Balita

Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, dinyatakan juga sebagai keadaan tubuh yang merupakan akibat dari konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi dengan 4 klasifikasi yaitu status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Pada masa balita gizi sangat penting untuk pertumbuhan. Konsumsi makan juga berpengaruh terhadap status gizi anak. Status gizi baik terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisk, perkembangan otak, kemampuan kerja dan keehatatan secara optimal. Sedangkan status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Gizi buruk merupakan bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi, merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dan makanan sehari-hari yang terjadi dalam waktu yang cukup lama. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah yang berlebihan sehingga menimbulakan efek toksis atau membahayakan kesehatan tubuh (Istiany, 2013).

Terdapat beberapa masalah gizi terutama pada anak yang dapat mengganggu perkembangan optimal fisik dan mental anak, yaitu : (Adriani, 2012)

- Gizi kurang, gizi buruk, dan gizi lebih - Anemia defisiensi besi (anemia gizi besi) - Kekurangan vitamin A

(33)

Masalah gizi disamping merupakan sindroma yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga juga merupakan aspek pengetahuan, sikap perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Sementara dari penelitian lain menemukan bahwa di dalam rumah tangga di pedesaan, gizi kurang pada anak balita diduga kebiasaan memberikan makanan pada anak yang kurang memenuhi syarat (Sajogyo, 1996).

Secara garis besar, masalah gizi pada anak balita merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara antara asupan dan keluaran zat gizi, yaitu asupan yang melebihi keluaran dan sebaliknya, disamping kesalahan dalam memilih makanan untuk dikonsumsi yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan pengasuh dalam hal ini terutama ibu anak balita (Sunarti, 2004).

2.2.1 Kasus Gizi Buruk Pada Anak Balita

(34)

Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit infeksi. Jika anak sering sakit dan tidak ditangani dengan benar dapat mengganggu proses tumbuh kembangnya, daya tahan tubuh menurun. Apabila daya tahan tubuh menurun anak akan menjadi rentan terhadap penyakit, anak menjadi susah makan karena nafsu makan menurun atau hilang, dan sebaliknya. Hal ini dapat mengakibatkan kecukupan kebutuhan asupan gizi dalam tubuh berkurang sehingga anak dapat mengalami gizi kurang ataupun gizi buruk (Supariasa, 2008).

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum terselesaikan sampai saat ini. Gizi buruk banyak dialami oleh anak dibawah lima tahun (balita). Masalah gizi buruk dan kekurangan gizi telah menjadi keprihatinan dunia sebab penderita gizi buruk umumnya adalah balita dan anak-anak yang tidak lain adalah generasi penerus bangsa (Adisasmito, 2007).

Masalah gizi timbul karena berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau pengetahuan, sosial ekonomi, dan keadaan lingkungan sekitar dan juga karena kurangnya kesadaran masyarakat tentang gizi. Peran ibu sangat penting dalam status gizi anak, mulai dari perhatian pemberian makan yang baik dan cukup, pemilihan makanan yang tepat untuk anak dan perawatan yang baik untuk anak (Almatsier, 2011).

(35)

Konsumsi makanan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan akan zat-zat gizi. Konsumsi makanan itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan secara kompleks seperti tersedianya bahan makanan, status ekonomi, segi-segi sosial budaya, serta status kesehatan (WKNPG,1997).

Ada dua istilah dalam penggolongan gizi buruk : (Achadi, 2012) 1. Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah istilah yang yang digunakan pertama kali oleh Afrika, artinya sindroma perkembangan anak dimana anak tersebut disapih tidak mendapatkan ASI sesudah satu tahun karena menanti kelahiran bayi berikutnya. Dengan begitu anak mengalami kekurangan protein baik dari segi kualitas dan kuantitas.

Gejala umum kwashiorkor adalah antara lain :  Pertumbuhan dan mental anak mundur,  Perkembangan mental menjadi apatis  Edema dibagian kaki

 Muka gemuk seperti bulan  Otot menyusut (kurus)

 Depigmentasi rambut dan kulit

 Karakteristik di kulit : timbul sisik (flaky paint dermatosis), mudah terkelupas  Mudah infeksi dan diare

2. Marasmus

(36)

tidak cukup mendapat makanan jenis zat pangan manapun, baik protein maupun zat pemberi tenaga.

Gejala umum marasmus adalah antara lain :  Kurus kering

 Tampak hanya tulang dan kulit

 Otot dan lemak bawah kulit atropi (mengecil)  Wajah seperti orang tua

 Berkerut/keriput  Diare umum terjadi

Masalah penyebab terjadinya marasmus :  Masalah sosial

 Kemiskinan  Infeksi

 Mikroorganisme pathogen penyebab diare  Kecepatan pertumbuhan melambat

2.2.2 Faktor Penyebab Terjadinya Gizi Buruk Pada Anak Balita

(37)

sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat. Gizi buruk yang ditandai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus dan kwashiorkor.

Faktor yang mempengaruhi memburuknya keadaan gizi, yaitu pelayanan kesehatan yang tidak memadai, penyakit infeksi, pola asuh, konsumsi makanan yang kurang yang pada akhirnya dapat berdampak pada kematian.

Sumber : Adisasmito (2007).

(38)

untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat bertumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental, dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor penyebabab tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan, dann keterampilan, terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, semakin baik pola pengasuhan anak, dan semakin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. (Adisasmito, 2007).

(39)

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita

Faktor yang mempengaruhi status gizi telah diperkenalkan UNICEF dan telah digunakan untuk menilai status gizi yang dikutip dari materi Aksi Pangan dan Gizi Nasional (Depkes RI, 2000) sebagai berikut :

1. Makanan anak dan penyakit infeksi yang diderita anak. Penyebab kurang baiknya status gizi tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit anak. Anak yang mendapatkan makanan yang baik tapi sering sakit (diare atau demam) dapat mempengaruhi status gizi balita.

2. Ketahanan pangan keluarga. Pola asuh serta pelayanan kesehatan dan lingkungan merupakan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keuarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pola pengasuhan keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang secara optimal baik fisik, mental dan sosial.

2.3.1 Tingkat Pendidikan Ibu

(40)

gizi pada anak. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik/cara mempraktekkan pola asuh dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana cara menjaga kesehatan anak, pendidikannya dan sebagainya (Soetjiningsih, 1995).

Pendidikan orangtua khususnya pendidikan ibu berpengaruh terhadap kemampuannya dalam menerima informasi dari luar, terutama dalam pengasuhan anak, cara merawat anak yang baik, bagaimana menjaga anak agar tetap sehat dan mengajari anak dengan benar. Pendidikan ibu juga sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anak balitanya, pengetahuan yang diperoleh ibu sangat menentukan dalam memilih jenis makanan yang dikonsumsi oleh balitanya dan anggota keluarga lainnya. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada balita relative tinggi bila pendidikan ibu tinggi (Depkes RI, 2000).

Angka melek huruf ibu merupakan salah satu indikator penting yang membawa pengaruh positif terhadap anak. Hal ini dapat memudahkan ibu untuk memperoleh dan menyerap informasi yang ada khususnya dalam hal kesehatan dan gizi anak. Pendidikan gizi ibu bertujuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya makanan yang tersedia. Dari hal terebut dapat diasumsikan bahwa tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada balita relatif tinggi bila pendidikan gizi ibu tinggi (Kemenkes, 2013).

(41)

Ibu yang pendidikannya lebih rendah atau tidak berpendidikan biasanya mempunyai anak yang lebih banyak dibandingkan dengan yang berpendidikan lebih tinggi. Selain itu, ibu yang berpendidikan rendah lebih susah diajak untuk mendapatkan dan menyerap informasi yang ada. Ibu yang mempunyai pengetahuan baik tentang pangan dan gizi, maka dalam hal pemilihan makanan keluarga akan memperhatikan faktor gizi termasuk memperbaiki keadaan gizi balita. Dan balita yang mengalami pertumbuhan yang lambat/balita dengan status gizi buruk juga berisiko 3 kali lebih besar berasal dari ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah (Paudel, 2012). 2.3.2 Pengetahuan Ibu

Masalah gizi pada anak balita merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi, yaitu asupan yang melebihi keluaran dan sebaliknya, masalah ini berkaitan dalam memilih makanan untuk dikonsumsi anak balita, kesalahan tersebut sangat berkaitan dengan tingkat pengetahuan pengasuh dalam hal ini terutama ibu anak balita.

(42)

makanan yang seimbang dan beragam untuk kebutuhan gizi anak. Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi tentunya dapat berpengaruh terhadap masalah gizi kurang pada anak balita. Kurangnya gizi pada balita dapat disebabkan sikap atau perilaku ibu yang menjadi faktor dalam pemilihan makanan yang tidak benar. Pemilihan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan yang cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat menyebabkan kesalahan pemilihan makanan terutama untuk anak balita (Mardiana, 2005).

Pengetahuan yang diperoleh akan memberikan sikap yang menguntungkan bagi dirinya, keluarga dan masyarakat. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, memperhatikan kebersihan anak balita, dan memberi kasih sayang yang tulus tentunya berawal dari pengetahuan yang baik. Kesemuanya itu berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, dan status pekerjaan ibu (Adisasmito, 2007).

(43)

lain. Dari pengalaman yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.

Pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu (Notoadmojo, 2003) : 1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalaman pengetahuan tingkat ini adaah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau yang diterima, oeh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menjelaskan objek tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

4. Analisis (Analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atu objek ke dalam bagian-bagian yag masih ada kaitannya antara satu dengan yang lain. 5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian tertentu menjadi bentuk yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

(44)

Menurut Suharjo (2006) hal yang meyakinkan pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan :

1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan da kesejahteraan.

2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal, pemeliharaan dan energi.

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar mengunakan pangan dengan baik dengan baik bagi kesejahteraan gizi.

Berdasarkan penelitian Turnif (2008) di Kecamatan Sidikalang menyebutkan bahwa dari 64 ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan baik terdapat 92,05 % memiliki anak dengan status gizi baik. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu status gizi anak juga semakin baik.

2.3.3 Jumlah Anak Dalam Keluarga

Banyaknya anak dalam keluarga mengakibatkan beratnya beban tanggungan keluarga baik secara sosial (pola pengasuhan anak), maupun secara ekonomi yang selanjutnya berpengaruh terhadap status gizi anak. Perhatian ibu untuk anak jadi berkurang karena anak yang lain minta diperhatikan akhirnya anak tidak semua mendapat perhatian dari ibunya. Jumlah anak dalam keluarga berhubungan dengan beban pekerjaan rumah tangga dan juga berpengaruh terhadap kemampuan fisiologis tubuh ibu untuk menyediakan gizi yang baik bagi anaknya (Hanafi, 2010).

(45)

Sebab dengan bertambahnya anak maka biaya yang tersedia untuk penyediaan makanan bagi tiap-tiap anggota keluarga menjadi berkurang (Husaini, 1987).

Chaterine Lee (1989), berpendapat bahwa besar kecilnya jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap pembagian pangan pada masing-masing anggota keluarga. Pada keluarga yang memiliki balita, dengan jumlah anggota keluarga yang besar bila tidak didukung dengan seimbangnya persediaan makanan di rumah akan berpengaruh terhadap pola asuh yang secara langsung mempengaruhi konsumsi pangan yang diperoleh masing-masing anggota keluarga terutama balita yang membutuhkan makanan pendamping ASI (Bidasari, 2011).

Pertumbuhan yang lambat berisiko 4 kali lebih besar berasal dari keluarga yang memiliki anak lebih dari 2 orang (Chandra, 2011).

2.4 Pendapatan Keluarga

Pertumbuhan fisik anak balita dipengaruhi oleh faktor genetik, beberapa hormon yang mempengaruhi hormon pertumbuhan penyakit akut dan kronis. Selain faktor tersebut ada pula faktor makanan atau pola konsumsi pangan dan keadaan status sosial ekonomi keluarga (Soetjiningsih, 1995). Juga hasil penelitian dari Depkes RI (1985) menunjukkan bahwa kesehatan anak bukan hanya dipengaruhi oleh waktu yang kurang bagi ibu pekerja untuk memelihara bayinya tetapi tergantung pula pada tingkat pendapatan orangtua untuk pengadaan makanan tambahan serta biaya pemeliharaan anak.

(46)

keluarga terutama yang berstatus ekonomi rendah beranggapan bahwa menu makanan yang sehat dan bergizi itu harganya mahal, padahal tidak selamanya makanan yang sehat dan bergizi itu mahal. Perubahan pendapatan keluarga dapat mempengaruhi perubahan pola asuh gizi yang secara langsung berpengaruh terhadap konsumsi pangan balita. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan penurunan kuantitas pangan yang dibeli (Farida, 2004).

Status sosial ekonomi selain pendidikan, dan pekerjaan orangtua juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan keluarga, apabila akses pangan ditingkat rumah tangga terganggu, terutama akibat kemiskinan, maka penyakit kurang gizi (malnutrisi) pasti akan muncul. Bagi negara-negara yang sedang mengalami trasnsisi gizi seperti Indonesia, masalah yang dihadapi juga mencakup kegemukan yang dialami anak-anak sekolah akibat kemakmuran orangtuanya (Khomsan,2012).

(47)

Standar hidup layak dihitung dari pendapatan per kapita (tingkat ekonomi). Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Tingkat pendapatan akan menunjukkan jenis pangan yang akan dibeli. Status sosial ekonomi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan karena orang dengan pendidikan tinggi semakin besar peluangnya untuk mendapatkan penghasilan yang cukup supaya bisa berkesempatan untuk hidup dalam lingkungan yang baik dan sehat, sedangkan pekerjaan orangtua yang lebih baik akan membuat orang tua selalu sibuk bekerja sehingga tidak tertarik untuk memperhatikan masalah yang dihadapi anak-anaknya, padahal sebenarnya anak-anak tersebut benar-benar membutuhkan kasih sayang orangtua (Adriani, 2012).

(48)

Menurut Berg (1985), pola perbelanjaan keluarga yang ekonomi rendah dan yang tingkat ekonomi yang berstatus menengah ke atas memiliki perbedaan. Pada keluarga kurang mampu biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatan tambahannya untuk membeli makanan terutama beras, sedangkan keluarga kaya sudah tentu akan lebih kurang dari jumlah itu. Bagian untuk makan padi-padian akan menurun dan untuk makanan yang dibuat dari susu akan bertambah jika keluarga beranjak kependapatan menengah ke atas, pada keluarga yang mampu semakin tinggi pendapatan semakin bertambah pula persentase pertambahan perbelanjaan termasuk untuk buah-buahan, sayur-sayuran, dan jenis makanan lainnya. Pendapatan keluarga juga tergantung pada jenis pekerjaan suami.

2.5 Pola Asuh dan Status Gizi Anak Balita

Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak balita adalah pengasuhan yang diberikan oleh orangtuanya. Di tingkat rumah tangga, keadaan gizi anak balita dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga dalam menyediakan pangan di dalam jumlah dan jenis yang cukup serta pola asuh anak yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pengetahuan, perilaku dan keadaan kesehatan rumah tangga, dan dalam hal ini peran yang sangat penting adalah ibu balita (Soekirman, 2000).

(49)

lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Engle et al (1997) mengemukakan bahwa pola asuh meliputi 6 hal yaitu :

- perhatian / dukungan ibu terhadap anak

- pemberian ASI atau makanan pendamping pada anak - rangsangan psikososial terhadap anak

- persiapan dan penyimpanan makanan

- praktek kebersihan atau higiene dan sanitasi lingkungan

- perawatan balita dalam keadaan sakit seperti mencari pelayanan kesehatan dengan segera.

Akibat pola pengasuhan anak balita yang kurang memadai dapat menyebabkan anak kekurangan gizi. Kekurangan gizi pada masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial dan intelektual yang sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Selain itu kekurangan gizi pada anak balita dapat menyebabkan terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Pada masa ini juga, anak masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya. Pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangatlah penting untuk perkembangan anak (Santoso, 2005).

2.5.1 Pola Asuh Makan

(50)

dimakan oleh anak. Pola asuh makan yang diberikan oleh ibu akan sangat berpengaruh terhadap status gizi anak balita. Pola asuh makan anak akan selalu terkait dengan pemberian makan anak dan juga berkaitan dengan kebiasaan makan anak yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan yang pada akhirnya akan memberikan sumbangan terhadap status gizi anak balita (Karyadi, 2000).

2.5.2 Pola Asuh Kesehatan

Pola asuh kesehatan merupakan faktor yang mempengaruhi status kesehatan anak balita. Pola asuh kesehatan merupakan cara dan kebiasaan orangtua/keluarga melayani kebutuhan kesehatan anak balita yang bersifat mencegah seperti pemberian imunisasi, pemantauan pertumbuhan balita secara teratur, dan pola asuh ketika anak dalam keadaan sakit. Jika anak dalam keadaan sakit segeralah membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan (Engle at al, 1997).

Pola asuh kesehatan anak balita bukan hanya dilihat dari tindakan ibu dalam hal pemberian imunisasi, pemantauan pertumbuhan balita secara teratur, ataupun pola asuh ketika anak dalam keadaan sakit melainkan juga keadaan rumah yang layak untuk anak, memiliki tempat bermain yang cukup luas dan bebas polusi, konstruksi bangunan tidak membahayakan penghuninya dan anak merasa nyaman tinggal di dalam rumah (Soetjiningsih, 1995).

2.6 Penilaian Status Gizi Anak Balita

(51)

status gizi yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia dan biofisik yang disebut dengan penilaian status gizi secara langsung (Supariasa, 2008).

2.6.1 Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Penilaian antropometri dilakukan melalui pengukuran dimensi fisik dan komposisi kasar tubuh. Jika ditinjau dari sudut pandang gizi, maka pengukuran antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penilaian dilakukan terhadap berat badan (BB), panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB), lingkar kepala, lingkar lengan atas (LLA), dan lipatan kulit atau tebal lemak bawah kulit (Adriany, 2012).

Untuk menilai status gizi anak balita menggunakan beberapa indeks antropometri yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks yang diperkenalkan oleh WHO (2005) yaitu indeks massa tubuh (IMT). Indeks BB/U merupakan total berat badan termasuk air, lemak, tulang, dan otot. Indeks tinggi badan menurut umur adalah pertumbuhan linier dan LLA, pengukuran terhadap otot, lemak, dan tulang pada area yang diukur (Supariasa, 2002).

Kelebihan dan kelemahan antropomerti : I. Kelebihan Antopometri

- Relatif murah - Objektif

(52)

- Tidak menimbulkan rasa sakit pada responden

- Cepat sehingga dapat dilakukan pada populasi yang cepat

II. Kelemahan Antropometri

- Membutuhkan data referensi yang relevan

- Hanya mendapatkan dua pertumbuhan, yaitu obesitas dan malnutrisi, tidak dapat memperoleh informasi karena kekurangan defisiensi zat gizi mikro. - Kesalahan yang muncul seperti kesalahan pada peralatan, kesalahan pada

peneliti (kesalahan pengukuran, pembacaan dan pencatatan). - Kesulitan dalam pengukuran.

[image:52.612.82.501.420.617.2]

Dalam menggunakan semua indeks antropometri tersebut, WHO menyarankan menggunakan standar deviasi unit disebut juga Z-Score.

Tabel 2.1. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB (Standart Baku Antropometeri WHO-Antro).

No. Indeks yang dipakai Batas Pengelompokan (Ambang Batas)

Kategori Status Gizi

1 BB/U < -3 SD Gizi buruk

Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Sangat Pendek Pendek Normal Tinggi Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk - 3 s/d <-2 SD

- 2 s/d +2 SD > +2 SD

2 TB/U < -3 SD

- 3 s/d < -2SD - 2 s/d + 2SD > +2 SD

3 BB/TB < -3 SD

(53)

i. Berat badan menurut umur (BB/U)

Berat badan salah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kenutuhan gizi terjamin. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan, atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan merupakan parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal dimana kondisi kesehatan dalam keadaan baik, keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal dimana kondisi keadaan kesehatan kurang baik maka terdapat dua kemungkinan perkembangan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat. Berdasarkan karakteristik berat badan tersebut, maka berat badan menurut umur digunakan sebagai gambaran status gizi seseorang saat ini (Supariasa, 2002). ii. Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Menurut Beaton dan Bengoa dalam buku Supariasa (2002), indeks tinggi badan menurut umur memberikan gambaran status gizi masa lampau yang juga erat kaitannya dengan status sosial ekonomi.

(54)

iii. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

[image:54.612.88.546.265.417.2]

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan, merupakan indeks yang independen terhadap umur. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini. 2.7Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

2.8 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara karakteristik keluarga (tingkat pendidikan, pengetahuan, waktu ibu bersama anak, dan jumlah anak dalam keluarga, pendapatam keluarga) dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet.

Karakteristik Keluarga - Tingkat Pendidikan

Ibu

- Pengetahuan ibu - Jumlah Anak Dalam

Keluarga

- Pendapatan Keluarga

Kasus Balita Gizi Buruk Pada Keluarga Petani Karet

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian studi analitik observasional yaitu untuk melihat hubungan antara karakteristik keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet, dengan menggunakan data sekunder.

Desain penelitian yang digunakan adalah kasus-kontrol untuk melihat hubungan karakteristik keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet.

[image:55.612.120.514.378.539.2]

Dalam penelitian studi kasus kontrol, dibuat alur penelitian sebagai berikut :

Gambar 3.1 Bagan desain penelitian kasus-kontrol Faktor Risiko (-)

Kasus

(menderita gizi buruk)

Kontrol

(tidak menderita gizi buruk) Faktor Risiko (+)

(56)

Keterangan :

Kasus Kontrol (balita yang menderita gizi buruk dan balita normal) 1. Faktor Risiko (+)

- Tingkat pendidikan rendah - Pengetahuan ibu kurang - Jumlah anak > 2

- Tingkat pendapatan keluarga rendah 2. Faktor Risiko (-)

- Tingkat pendidikan baik - Pengetahuan ibu baik - Jumlah anak 1-2

- Tingkat pendapatan keluarga tinggi. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias yang merupakan wilayah binaan WVI ADP Nias yang memiliki kasus balita gizi buruk. Lokasi ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa permasalahan gizi kurang dan gizi buruk di Kecamatan ini masih tergolong tinggi.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2014. 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

(57)

3.3.2 Sampel 1. Sampel Kasus

Sampel kasus dalam penelitian ini adalah adalah anak balita yang menderita gizi buruk pada keluarga petani karet di Kabupaten Nias, yaitu sebanyak 18 orang.

2. Sampel Kontrol

Sampel kontrol dalam penelitian ini adalah balita sehat yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias. Sampel diambil sebanding dengan jumlah sampel kasus dengan perbandingan 1 : 1, maka jumlah kontrol sebanyak 18 orang.

Kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel : a. Kriteria Kasus

Balita yang memiliki indeks Z-Score BB/U < -3 SD. b. Kriteria Kontrol

Balita yang memiliki indeks Z-Score BB/U -2 SD s/d +2 SD. c. Kriteria Pencocokan (Matching).

Pencocokan (matching) merupakan prasyarat pada penelitian kasus-kontrol. Pencocokan (matching) dilakukan untuk mengatasi permasalahan keragaman yang berlebihan pada kelompok kasus kontrol (Gibney, 2010).

(58)

3.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder yang meliputi : anak balita, pengetahuan ibu, pendidikan ibu, umur ibu, pekerjaan orangtua, jumlah anak, dan pendapatan keluarga.

3.4.2 Metode Pengumpulan Data

Metode dalam pengumpulan data yaitu dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari hasil survei/data baseline Wahana Visi Indonesia Area Development Program Nias tahun 2013.

3.5 Defenisi Operasional

1. Balita adalah anak yang berumur 12-59 bulan.

2. Pendidikan ibu adalah pendidikan formal terakhir dari ibu/responden.

3. Pengetahuan ibu adalah hasil tahu setelah ibu melakukan pengindraan terhadap sesuatu yang berkaitan dengan gizi.

4. Jumlah anak dalam keluarga adalah banyaknya anak dalam keluarga yang masih di biayai orangtua.

5. Status sosial ekonomi keluarga adalah dilihat dari pendapatan keluarga atau penghasilan perbulan keluarga responden.

(59)

3.6 Aspek Pengukuran

5. Pendidikan ibu adalah tingkat formal responden yang didapatkan responden : a. Baik, jika tingkat pendidikan SMP sampai tingkat perguruan tinggi. b. Rendah, jika tingkat pendidikan SD dan tidak tamat SD.

6. Pengetahuan ibu

Data pengetahuan gizi responden diperoleh dari hasil wawancara dengan ibu balita, menggunakan kuesioner. Untuk pertanyaan yang benar diberikan skor 12,5 dengan total 100 dan untuk jawaban yang salah diberikan skor 0 kemudian dijumlahkan untuk memperoleh skor total. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka pengetahuan gizi responden dikategorikan sebagai berikut (Nasikhah dan Margawati, 2012).

- Kurang, jika skor jawaban yang dicapai responden <70% dari skor maksimal.

- Baik, jika skor jawaban yang dicapai responden ≥70% dari skor

maksimal.

7. Jumlah anak dalam keluarga adalah jumlah anak yang masih dibiayai orangtua (BKKBN, 2013).

(60)

8. Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan keluarga dalam satu bulan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga/kebutuhan pokok. Penghasilan dibagi menjadi dua kategori berdasarkan UMP (Upah Minimum provinsi Sumatera Utara) :

a. Tinggi = (≥ Rp 1.375.000 di atas UMP) b. Rendah = (< Rp 1.375.000 di bawah UMP) 3.7 Pengolahan dan Analisa Data

3.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing

Data yang dikumpulkan kemudian diperiksa, bila terdapat kesalahan dalam pengumpulan data segera diperbaiki (editing) dengan cara memeriksa jawaban yang kurang.

b. Coding

Memberi angka atau tanda pada setiap jawaban.

c. Tabulating

(61)

3.7.2 Analisa Data

Analisis data untuk penelitian ini menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian yaitu kasus balita gizi buruk, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, jumlah anak dalam keluarga, dan pendapatan keluarga.

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (independen) dengan variabel terikat (dependen) dengan menggunakan chi square. Analisis ini akan menghasilkan ada atau tidaknya hubungan antara karakteristik ibu dan tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet dengan taraf signifikan 95%.

Selain itu, digunakan juga perhitungan Odd Ratio (OR) yaitu rasio perbandingan pajanan di antara kelompok kasus terhadap pajanan kelompok kontrol untuk melihat estimasi resiko terjadinya outcome. Estimasi Confidence Interval (CI) untuk OR ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%.

Interpretasinya adalah :

a. Bila OR = 1 berarti variabel yang diduga menjadi faktor risiko ternyata tidak ada pengaruhnya terhadap kejadian efek/faktor yang diteliti bukan merupakan faktor resiko dengan terjadinya outcome.

b. Bila OR > 1 berarti faktor yang diteliti merupakan faktor resiko yang menyebabkan terjadinya outcome.

c. Bila OR < 1 berarti ada hubungan faktor resiko dengan terjadinya outcome

(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1Gambaram Umum Wahana Visi Indonesia Area Development Program Kabupaten Nias

Wahana Visi Indonesia (WVI) adalah organisasi kemanusiaan Kristen yang bekerja bersama masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Wahana Visi Indonesia Area Development Program Nias (WVI ADP Nias) merupakan bagian dari WVI yang berpusat di Jakarta.

WVI (World Vision Indonesia) di Pulau Nias, di Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara dan Kabupaten Nias Barat Provinsi Sumatera Utara, telah dan sedang melaksanakan program pemberdayaan masyarakat sejak terjadinya gempa dan tsunami tahun 2005. Program ini didirikan sebagai bentuk kemitraan dengan masyarakat untuk melakukan kerjasama dengan anggotanya yang direpresentasikan melalui berbagai kelompok. Kelompok masyarakat ini adalah sebagai stake holder

(63)

Tujuan umum program ini adalah untuk melindungi hak anak keluarga miskin selama masa tumbuh kembang, melangsungkan kehidupan dan mengakses fasilitas ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Program ini dilaksanakan melalui kerjasama antara pemerintah, gereja, LSM dan stakeholder di tingkat desa.

Kabupaten Nias saat ini sedang menuju perkembangan dan perlu dibantu agar dapat berkembang lebih cepat, diantaranya dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Oleh sebab itu WVI ADP Nias mengambil peran dalam membantu masyarakat Nias khususnya di tiga Kecamatan yang menjadi wilayah binaaan dengan tujuan untuk kesejahteraan anak hingga usia sekolah. Kecamatan yang merupakan wilayah binaan WVI ADP Nias adalah Kecamatan Hiliduho, Botomuzoi, dan Hiliserangkai yang merupakan kecamatan yang masih tergolong miskin. Ketiga Kecamatan ini masih tergolong Kecamatan miskin dimana tingkat pendapatan keluarga rata-rata masih rendah/di bawah UMP.

(64)

Berdasarkan data baseline hasil survei WVI ADP Nias tahun 2013 pada keluarga petani karet di tiga Kecamatan yang merupakan wilayah binaan WVI ADP Nias Kabupaten Nias dan setelah dilakukan pengolahan data untuk melihat indeks status gizi anak balita maka dari tiga Kecamatan tersebut balita yang mengalami gizi buruk hanya terdapat di satu Kecamatan yaitu Kecamatan Hiliserangkai sedangkan dua Keamatan lainnya memiliki balita gizi kurang, dari 165 anak balita yang diteliti, jika dilihat dari indeks berat badan menurut umur (BB/U) ditemukan

Gambar

Tabel 2.1. Penilaian  Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB (Standart Baku Antropometeri WHO-Antro)
Gambar 2.1  Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 3.1 Bagan desain penelitian kasus-kontrol
Tabel 4.1. Distribusi Anak Balita Berdasarkan Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Distribusi frekuensi berdasarkan kepatuhan diet sesudah pemberian pendidikan kesehatan pada penderita hipertensi di Desa Tambar Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang

Undang-undang ini memuat ketentuan umum sebagai berikut: Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi

Pengujian terhadap konstruksi mata jaring dinding dasar mendapatkan bahwa konstruksi mata jaring berbentuk persegi panjang dengan ukuran l dan w = 2,4 × 2,8 (cm) adalah

Perjalanan demokrasi di Indonesia dimulai dengan Demokrasi Liberal yang diterapkan pada tahun 1950 dimana saat itu terjadi banyak sekali pergantian kabinet, dimana kabinet paling

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang positif antara Persepsi Citra Merek dengan Keputusan Pembeliandeterjen Daia pada Warga RW 004, Jakarta

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Elektronika..

Sebagai lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia, pesantren memiliki ciri khas dalam menjalankan sistem pendidikannya. Sistem Pendidikan Islam yang

Sarah for putting up with nocturnal typing and daily zombification; Lawrence Miles for letting me loose on his creations from Alien Bod- ies (yes, I know he’d signed away the rights