• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisisn Efektivitas Kebijakan Moneter terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisisn Efektivitas Kebijakan Moneter terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Heni Riani Br Ginting

090501016

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi

(2)

Lembar Pernyataan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Heni Riani Br Ginting

Nim : 090501016

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisisn Efektivitas Kebijakan Moneter terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” adalah benar karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari buku-buku atau lembaga dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau ditulis sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 08 November 2013

(3)

ABSTRAK

ANALISIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh kebijakan moneter melalui suku bunga SBI terhadap pertumbuhan ekonomi apakah hubungan trsebut mempunyai ketergantungan yang timbal balik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kebijakan moneter dalam tingkat suku bunga SBI terhadap tumbuh kembangnya perekonomian di Indonesia, serta mengetahui hubungan antara kebijakan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Hipotesis dalam penelitian ini ialah terdapat pengaruh negatif antara kebijakan moneter didalam suku bunga SBI terhadap tingkat PDB di Indonesia serta terdapat hubungan ketergantungan yang timbal balik antara kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan data runtun waktu (time series) selama kurun waktu 1998-2009 yang diperoleh dari berbagai sumber seperti : Badan Pusat Statistik (BPS), dan sumber bacaan lainnya seperti buku-buku, jurnal-jurnal dan website-website yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode analisis yang digunakan adalah Vector Autoregression (VAR) dengan menggunakan Uji Asumsi dan Uji Kausalitas Granger serta Estimasi VAR untuk hipotesis pertama dan hipotesis kedua.

Pada hipotesis pertama hasil penelitian mnunjukkan bahwa secara serempak kebijakan moneter didalam suku bunga SBI mempunyai hubungan yang negatif terhadap tingkat PDB di Indonesia. Pada Estimasi VAR menunjukkan terdapat hubungan ketergantungan yang timbal balik antara kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi.

Kata Kunci : Kebijkan Moneter, Suku Bunga SBI dan Pertumbuhan

(4)

ii

The Analysis Effectiveness of the Effect of Monetary Policy Towards the Economic Growth in Indonesia

The problem formulation of the research is: how much the monetary policy by bank interest rate (SBI) gives influence towards the growth of Indonesia economy where the connection has its mutual dependency.

The objective of this research is to find out the influence of monetary policy on SBI interest rate towards the growth and development of economy in Indonesia, and also to see the connection between the monetary policy and the growth of economy in Indonesia.

The hypothesis of the research is: there is a negative impact between the policy on SBI interest rate and the level of PDB in Indonesia, and there is also a mutual dependency connection between the policy and the growth of economy in Indonesia.

Secondary data collection was done with time series data during a period of 1998-2009 which was gained from various sources such as BPS ( Central Statistic Agency), and from other sources such as: books, journals, and websites that are related with the research.

The analysis method used is Vector auto Regression (VAR) by using Assumption test and Causality test of

Granger, and the estimation of VAR on the first and second hypothesis. In the first hypothesis the result of the research shows that the policy shows a negative connection towards the PDB in Indonesia.

In the estimation of VAR it shows that there is a mutual connection between the policy and the economy growth.

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, pemelihara seluruh alam, karena berkah dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan Skripsi ini dari mulai sampai selesai dengan baik.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Skripsi ini adalah : “Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter terhadap Pertumbuhan

Ekonomi di Indonesia”. Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak

menemukan berbagai kesulitan hal ini muncul karena penulis sendiri masih kurang berpengalaman dan kemampuan intelektualnya masih terbatas, namun berkat bantuan berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan juga.

Selama di bangku kuliah sampai masa penyelesaian Skripsi ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh ketulusan hati, penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, MEc selaku dosen pembimbing sekaligus Sebagai Ketua Depertemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Eknomi Universitas Sumatera Utara Medan yang telah banyak meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan mengarahkan Skripsi ini dari awal sampai akhir.

2. Bapak Paidi Hidayat ,SE,MSI selaku dosen pembaca sekaligus sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah meluangkan waktunya memberikan penilaian pada skripsi ini.

(6)

iv

serta semangat selama di bangku perkuliahan sampai masa penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, MSI selaku sekretaris Depertemen Ekonomi Pembangunan sekaligus dosen pengajar yang telah mendidik saya selama menjadi mahasiswi di Fakultas Ekonomi USU.

5. Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya HSB.,Msi selaku penasehat akademik yang tentunya juga telah banyak memberikan pengarahan dan pelajaran pada saya.

6. Bapak Prof Dr. Azhar Maksum. Mec selaku Dekan dan para pembantu Dekan di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

7. Staf Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang turut membimbing saya menyelesaikan Skripsi ini.

8. Teristimewa bagi Kedua Orang Tua saya, Ayahanda dan Ibunda tercinta yang sampai saat ini menjadi pendukung yang luar biasa dalam hidup saya, kedua orang tuan yang tiada henti memberikan dukungan baik doa, material dan juga semangat serta motivasi yang begitu tulus pada saya.

9. Kakak dan Adik saya yang juga selama ini banyak memotivasi saya mengerjakan skripsi ini.

10.Dan terimakasih kepada sahabat saya Fika Turi Br Sebayang yang selama ini telah banyak meluangkan waktu dan tenaga serta fikiran membantu menyelesaikan skripsi ini.

11.Kepada Mis Dewi Murti selaku tentor di Polyace yang telah meluangkan waktunya memberikan masukan didalam skripsi ini.

12.Kepada sahabat-sahabat saya yang dengan segala daya upaya memberikan semangat yang luar biasa, yang senantiasa mendengarkan keluh-kesah saya. Memberikan dukungan yang baik dan tetap semangat pada saya.

(7)

Semoga jasa-jasa baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang baik pula dari Allah Swt . Penulis menyadari sepenuhnya, Skripsi ini masih mempunyai berbagai kekurangan dan kelemahan meskipun penulis telah berupaya sedapat mungkin utuk mengatasi bentuk kekurangan dan kelemahan tersebut. Sehingga dalam Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, seperti kata pepatah mengatakan “Tiada Gading Yang Tak Retak”, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan isi dan analisa yang disajikan di dalam skripsi ini sehingga penulis dapat membuat karya yang lebih baik lagi dimasa-masa yang akan datang.

Akhir kata , semoga Skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Terima Kasih

Medan, 21 Nopember 2013

Penulis

(8)

vi DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK...…i

ABSTRACT ... ...ii

KATA PENGANTAR ... ...iii

DAFTAR ISI ... ...vi

DAFTAR TABEL ... ...ix

DAFTAR GAMBAR ... ...x

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Hipotesis ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II : URAIAN TEORITIS 2.1 Penelitian Terdahulu ... 10

2.2 Kebijakan Moneter ... 11

2.2.1 Mekanisme Transmisi kebijakan Moneter di Indonesia….11 2.2.2 Teori Teori Kebijakan Moneter ... 18

A. Teori Moneter Klasik ... 18

B. Teori Moneter Modern ... 23

2.2.3 Definisi Kebijakan Moneter ... 25

2.2.4 Kerangka Kebijakan Moneter ... 28

(9)

2.2.6 Evektifitass Kebijakan Moneter ... 33

2.3.3 Implementasi kebijakan Moneter Didalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi ... 42

2.4 Hubungan Timbal Blaik Anatara kebijakan Moneter Dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 43

2.5 Keterangan Konseptual ... 44

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... …….45

3.6.1 Uji Stasioneritas Data ... …….47

3.6.2 Penentuan Lag Langht ... …….49

(10)

viii BAB IV : PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Daerah Penelitian... 56

4.1.1 Keadaan Geografis Indonesia ... 56

4.1.2 Perkembangan PDB Indonesia ... 59

4.1.3 Struktur Ekonomi Indonesia ... 63

4.1.4 Perkembangan Suku Bunga SBI ... 65

4.2 Uji Asumsi………... ... ….…68

4.2.1 Ujian Stasioneritas Data (Unit Root Test) ... …….68

4.2.2 Penentuan Lag Langht... …….69

4.3 Uji Kausalitas Granger ... 71

4.4 Estimasi VAR ( Vector Autoregressive) ... 73

4.5. Impulse Response Function (IRF) ... 73

4.6 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... ……79

5.2 Saran ... ……80

DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 44

(12)

x

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 4.1 Perkembangan Laju Perumbuhan Ekonomi ... 60

Tabel 4.2 Laju Perkembangan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha ... 61

Tabel 4.3 Perkembangan PDB di Indonesia ... 62

Tabel 4.4 Perkembangan Suku Bunga SBI ... 67

Tabel 4.5 Hasil Uji Stasionasineritas PDB dan Suku Bunga SBI Menggunakan Akar Unit ... 68

Tabel 4.6 Hasil Penentuan Lag length ... 70

Tabel 4.7 Hasil Uji Kausalitas Granger ... 72

Tabel 4.8 Hasil Estimasi VAR ... 73

Tabel 4.9 Hasil Impulse Response Function PDB dan SBI ... 75

(13)

ABSTRAK

ANALISIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh kebijakan moneter melalui suku bunga SBI terhadap pertumbuhan ekonomi apakah hubungan trsebut mempunyai ketergantungan yang timbal balik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kebijakan moneter dalam tingkat suku bunga SBI terhadap tumbuh kembangnya perekonomian di Indonesia, serta mengetahui hubungan antara kebijakan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Hipotesis dalam penelitian ini ialah terdapat pengaruh negatif antara kebijakan moneter didalam suku bunga SBI terhadap tingkat PDB di Indonesia serta terdapat hubungan ketergantungan yang timbal balik antara kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan data runtun waktu (time series) selama kurun waktu 1998-2009 yang diperoleh dari berbagai sumber seperti : Badan Pusat Statistik (BPS), dan sumber bacaan lainnya seperti buku-buku, jurnal-jurnal dan website-website yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode analisis yang digunakan adalah Vector Autoregression (VAR) dengan menggunakan Uji Asumsi dan Uji Kausalitas Granger serta Estimasi VAR untuk hipotesis pertama dan hipotesis kedua.

Pada hipotesis pertama hasil penelitian mnunjukkan bahwa secara serempak kebijakan moneter didalam suku bunga SBI mempunyai hubungan yang negatif terhadap tingkat PDB di Indonesia. Pada Estimasi VAR menunjukkan terdapat hubungan ketergantungan yang timbal balik antara kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi.

Kata Kunci : Kebijkan Moneter, Suku Bunga SBI dan Pertumbuhan

(14)

ii

The Analysis Effectiveness of the Effect of Monetary Policy Towards the Economic Growth in Indonesia

The problem formulation of the research is: how much the monetary policy by bank interest rate (SBI) gives influence towards the growth of Indonesia economy where the connection has its mutual dependency.

The objective of this research is to find out the influence of monetary policy on SBI interest rate towards the growth and development of economy in Indonesia, and also to see the connection between the monetary policy and the growth of economy in Indonesia.

The hypothesis of the research is: there is a negative impact between the policy on SBI interest rate and the level of PDB in Indonesia, and there is also a mutual dependency connection between the policy and the growth of economy in Indonesia.

Secondary data collection was done with time series data during a period of 1998-2009 which was gained from various sources such as BPS ( Central Statistic Agency), and from other sources such as: books, journals, and websites that are related with the research.

The analysis method used is Vector auto Regression (VAR) by using Assumption test and Causality test of

Granger, and the estimation of VAR on the first and second hypothesis. In the first hypothesis the result of the research shows that the policy shows a negative connection towards the PDB in Indonesia.

In the estimation of VAR it shows that there is a mutual connection between the policy and the economy growth.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hampir semua negara, baik negara yang telah maju maupun negara sedang

berkembang menghadapi masalah dalam memelihara kestabilan serta

pertumbuhan ekonomi. Kestabilan ekonomi mencakup segi kestabilan tingkat

harga, pendapatan serta tingkat kesempatan kerja, masalah kestabilan

pemeliharaan kestabilan bersifat jangka pendek dan masalah pertumbuhan

ekonomi jangka panjang (Wijaya 1991).

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan fenomena penting yang

dialami dunia semenjak dua abad belakangan ini. Dalam periode tersebut dunia

mengalami perubahan yang nyata apabila disbanding sebelumnya. Sampai abad

ke-18 kebanyaakan masyarakat diberbagai negara masih hidup pada tahap

substensi dengan mata pencaharian utamanya disektor pertanian, perikana atau

berburu. Pada masa saat ini keadaan sudah sangat jauh berbeda manusia telah

mengalami kemajuan hal ini jelas terlihat dengan munculnya teknologi-teknologi

pada masa saat ini. Mengenai masalah pertumbuhan ekonomi yang secara

potensial dapat dicapai, dua hal penting yang dapat diingat, yakni faktor- faktor

penentunya serta teori- teori yang menerangkan faktor penting yang menentukan

pertumbuhan ekonomi suatu negara yang menyangkut perkembangan fiskal

produksi barang industri dan jasa yang berlaku di suatu negara

(Sukirno,2004:422-423). Seperti halnya teori Harrod-Domar, pertumbuhan

(16)

keadaan pengerjaan penuh dan barang- barang modal yang terdiri dari

masyarakat penuh, modal tersebut digunakan pula secara penuh, perekonomian

yang terdiri dari sektor rumah tangga dan sektor perusahaan, besarnya tabungan

masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional dalam hal

ini fungsi tabungan dimulai dari titik nol, kecenderungan untuk menabung

besarnya tetap demikian juga rasio antara modal-output. Menurut Harrod-Domar

setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan

nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang –barang modal yang rusak.

Namun demikian untuk menumbuhkan perekonomian tersebut diperlukan

investasi- investasi baru sebagai tambahan stok modal. Artinya jika ingin tumbuh

perekonomian harus menabung dan menginvestasikan suatu proporsi tertentu dan

output totalnya. Semakin banyak tabungan dan investasi pertumbuhan ekonomi

semakin cepat (Linco,2004:64-67).

Disisi lain krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun

1997 mengawali lumpuhnya kegiatan ekonomi, hal ini ditandai dengan penurunan

secara drastis nilai tukar rupiah terhadap dollar, sehingga kondisi tersebut

merambah ke berbagai sektor seperti halnya penutupan beberapa perusahaan,

likuidasi beberapa bank, PHK besar- besaran dan harga sembako yang kian

melonjak serta tingkat inflasi mencapai 65%, diikuti pula kemerosotan nilai IHSG

di pasar modal. Hingga tahun 1998 ekonomi Indonesia terus merosot dan jatuh,

sebagai konsekuensinya Bank Indonesia terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah

terhadap valuta asing khususnya dollar, sehingga nilai tukar ditentukan oleh

(17)

ketidakseimbangan antara laju pertumbuhan sektor moneter dengan laju

pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh ketidakseimbangan jumlah uang yang

beredar tanpa diimbangi pergerakan yang berarti dari sektor perdagangan /jasa

sehingga mengakibatkan nilai uang menjadi turun sementara harga - harga

melonjak naik. Situasi seperti ini menyebabkan terjadi pertumbuhan inflasi. Untuk

menjamin kestabilan moneter tersebut, peranan pemerintah dalam hal ini Bank

Sentral amat sangat diperlukan. Kondisi tersebut merupakan indikator utama yang

melatarbelakangi pemerintah untuk melakukan perombakan kebijakan dibidang

moneter khususnya. Kebijakan moneter tersebut diharapkan menjadi indikator

bagi kondisi perekonomian pada masa itu. Mengingat tujuan kebijakan moneter

sebagai penggerak tumbuh kembangnya perekonomian sehingga menjadi prospek

didalam mencapai kesejahteraan dan kemakmuran rakyat (Friendmen). Kebijakan

moneter dapat berfungsi sebagai stimulus perekonomian karena berkaitan dengan

GDP, nilai tukar, suku bunga, terutama di negara- negara berkembang seperti

Indonesia.

Para pengambil keputusan menggunakan kebijakan moneter sebagai

kebijakan instrumen untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi disuatu negara.

Menurut Miskhin (1995) kebijakan moneter merupakan instrumen penting untuk

mempengaruhi perubahan output, tetapi tidak jarang kebijakan moneter

menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Dengan demikian untuk dapat

melaksanakan kebijakan moneter secara tepat, otoritas moneter perlu menilai

secara akurat waktu dan memahami mekanisme dari kebijakan moneter. Pada

(18)

keputusan, yakni pandangan tradisionalis dan pandangan kredit. Pandangan

tradisionalis menitikberatkan output merespon kebijakan moneter pada tingkat

agregat, dengan berasumsi pasar modal dapat bekerja dengan baik dan otoritas

moneter mengendalikan peredaran uang yang mempengaruhi asset relatif serta

mencakup jalur suku bunga dan asset pada neraca bank. Sementara pandangan

kredit beranggapan pasar modal tidak bekerja secara sempurna. Jalur transmisinya

didasarkan pada supply pinjaman bank yang sensitif terhadap kebijakan moneter.

Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan

ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui

berbagai sasaran seperti mengatur persediaan uang negara, menahan inflasi,

mencapai pekerja penuh. Kebijakan moneter dapat melibatkan standar bunga

pinjaman, kapitalisasi untuk bank bahkan bertindak sebagai peminjam usaha

terakhir baik mlalui persetujuan negoisasi dengan pemerintah. Kebjakan moneter

pada dasarnya merupakan kebijakan yang bertujuan untuk mencapai

keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,

pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal ( keseimbangan neraca

pembanyaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro dalam hal menjaga

stabilisasi ekonomi yang di ukur dengan kesempatan kerja, serta neraca

pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan

perekonomian terganggu, kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan

keadaan tersebut. Pengaruh kebijakan moneter akan dirasakan pertama kali oleh

sektor perbankan yang kemudian ditransfer pada sektor rill (Sukirno, 2004:310).

(19)

agregat moneter didalam mencapai perkembangan kegiatan pertumbuhan ekonomi

dan kinerja yang diediakan. Untuk mencapai tujuan tersebut kebijakan moneter

melakukan instrument tersebut: Operasi Pasar Terbuka, Fasilitas Diskonto, Rasio

Cadangan Wajib Minimum dan Himbauaan Moral. Hal tersebut dimaksudkan

untuk menstabilkan rupiah dan harga- harga barang dan jasa yang tercermin pada

inflasi dan mengarah pada pertumbuhan ekonomi indonesia. Dimana pertumbuhan

ekonomi yang stabil merupakan syarat keberhasilan pembangunan disuatu negara.

Todaro (1990) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan tema

sentral dalam kehidupan ekonomi pada hampir semua negara dewasa ini. Hal ini

dimaksudkan untuk mempercepat pencapaiaan tingkat kesejahteraan hidup yang

lebih baik bagi penduduknya. Dimana pertumbuhan ekonomi merupakamm

masalah ekonomi dalam jangka panjang. Dalam kegiatan perekonomian yang

sebenarnya pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fiskal produksi barang

dan jasa yang berlaku disuatu negara seperti pertamabahan dan jumlah barang

industry , perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah pertambahan

produksi barang dan jasa serta pertambahan produksi modal. Kebijakan moneter

ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena moneter yang

stabil adalah penting bagi pertumbuhan ekonomi yang mantap dan Bank Sentral

memiliki tanggung jawab berkaitan dengan upaya stabilitas moneter.

Seperti halnya negara - negara lain, Indonesia juga memiliki potensi dalam

meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Salah satu cara yang bias ditempuh adalah

melalui stabilitas moneter yang kuat dengan menerapkan kebijakan dibidang

(20)

menunjang pertumbuhan ekonomi yang sesuai dengan yang diharapkan

pemerintah Indonesia. Dalam melihat tingkat pertumbuhan ekonomi dari tahun

ketahun digambarkan dengan penyajian data PDB yang berkaitan dengan

pertumbuhan ekonomi, serta kebijakan moneter didalam suku bunga SBI.

Kebijakan moneter sering kali digunakan untuk menguatkan usaha memajukan

pergantian makro ekonomi melalui pasar keuangan. Dalam analisinya variabel

PDB apakah mempunyai pengaruh terhadap pergerakan suku bunga SBI

sementara didalam analisis lainnya suku bunga SBI memiliki pengaruh terhadap

pertubuhan ekonomi, yakni jika tingkat suku bunga SBI mengalami kenaikan

maka tingkat suku bunga di bank- bank juga akan naik sehingga penanaman

modal dalam bentuk deposito menjadi lebih meningkat sementara tingkat suku

bunga pinjaman perbankan akan naik dan berdampak pada turunnya pendapatan

perusahaan. Hal ini karena pembayaran jumlah bunga hutang akan naik dan

mengakibatkan jumlah produksi berkurang. Perusahaan tidak sanggup melakukan

pembiayaan produksi secara optimal hal tersebuat akan berdampak pada tenaga

kerja. Dalam kondisi yang demikian untuk meminimalkan pembiayaan

perusahaan karena produksi menurun, perusahaan akan melakukan PHK yang

berdampang pada kurangnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan dalam

keadaannya tingkat penggangguran juga akan meningkat.

Kenaikan tingkat suku bunga yang tidak wajar dapat menggangu aktivitas

ekonomi. Bunga yang tinggi mampu menghimpun dana baik dalam bentuk

deposito maupun tabungan dana yang disalurkan melalui kredit. Sementara bunga

(21)

aliran dana keluar negeri akibatnya bank-bank akan kesulitan menghimpun dana.

Begitu juga dengan nilai tukar yang realistis dan perubahannya yang rendah dapat

meningkatkan penurunan kredit untuk usaha yang roduktif sehingga mendorong

pertumbuhan ekonomi. Naik turunya perekonomian suatu negara tidak terlepas

dari kebijakan moneter serta faktor- faktor ekonomi dan non ekonomi.

Kondisi perekonomian yang tinggi merupakan salah satu indikator yang

menunjukkan bahwa PDB mengalami kenaikan. PDB merupakan nilai semua

barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. PDB

merupakan salah satu kekuatan yang mendukung prospek pembangunan ekonomi

di Indonesia. Peningkatan PDB menunjukkan peningkatan dari kesejahteraan dan

harapan hidup masyarakat, sehingga hal tersebut akan meningkatkan kualitas

masyarakat untuk berproduksi serta melakukan investasi. Produksi yang tinggi

diimbangi dengan investasi yang tinggi akan menyebabkan perluasan kesempatan

kerja dan mencapai pembangunan ekonomi.

Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba menganilis sejauh mana target

yang telah dicapai dengan adanya kebijakan moneter yakni didalam pergerakan

suku bunga SBI terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi atau PDB di Indonesia.

Apakah dengan adanya kebijakan moneter tersebut ekonomi Indonesia akan

semakin tumbuh atau malah sama sekali tidak merangsang pertumbuhan ekonomi.

Serta apakah pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan ketergantungan

terhadap kebijakan moneter yang menyangkut suku bunga SBI. Untuk itu penulis

mengambil judul “Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap

(22)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka ada

permasalahan yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan

sebagai salah satu cara untuk mengambil keputusan pada akhir penulisan, terkait

bentuk- bentuk kebijakan moneter yang ada sebelumnya di Indonesia apakah

mempunyai ketergantungan terhadap pertumbuhan ekonomi hingga pada akhirnya

dapat menciptakan pembangunan ekonomi seperti yang diharapkan.

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut ;

1. Apakah kebijakan moneter melalui suku bunga SBI mempengaruhi kenaikan

PDB di Indonesia?

2. Apakah terdapat hubungan ketergantungan timbal balik antara kebijakan

moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia?

1.3Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang

kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan permasalahan dan teori di

atas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh negatif antara kebijakan moneter didalam suku bunga SBI

terhadap tingkat PDB di Indonesia.

2. Terdapat hubungan ketergantungan timbal balik antara kebijakan moneter dan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

(23)

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan moneter dalam tingkat suku bunga SBI

terhadap tumbuh kembangnya perekonomian di Indonesia.

2. Untuk mengetahui hubungan antara Kebijakan Moneter dan Pertumbuhan

Ekonomi di Indonesia.

1.5Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk memperdalam pengetahuan dan menambah wawasan ilmiah penulis

khususnya menyangkut Kebijakan Moneter dan Pertumbuhan Ekonomi di

Indonesia.

2. Sebagai bahan studi dan tambahan literatur dan informasi bagi mahasiswa/i

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen

Ekonomi Pembangunan.

3. Sebagai masukan bagai kalangan mahasiwa/i yang ingin melakukan penelitian

lebih lanjut.

4. Sebagai pertimbangan dalam memproyeksi dan mengambil kebijakan moneter

(24)

10

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Penelitian Terdahuli

Penelitian – penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung didalam

melakukan penelitian berikutnya. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan

dengan penelitian ini telah banyak dilakukan baik penelitian mengenai kebijakan

moneter dan nilai tukar. Penelitian tersebut mengkaji masalah kebijakan moneter

yang memiliki kaitan dengan nilai tukar dan beberapa penelitian yang mempunyai

kaitan dengan kebijakan moneter.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Novita (2013), dengan judul

Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Nilai Tukar Rupiah. Batasan operasional

dalam penelitian tersebut menggunakan tingkat suku bunga sebagai variabel bebas

(X) dan nilai tukar sebagai variabel terikat (Y). penelitian menggunakan Ordinary

Least Square (OLS) serta metode penyimpangan asumsi klasik.

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah kebijakan moneter mempunyai

pengaruh terhadap nilai tukar secara signifikan dan dipengaruhi juga oleh faktor –

faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mahendra (2008),

dengan judul Analisis Kebijakan Moneter terhadap Pertumbuhan Ekonomi di

Indonesia. Batasan operasional dalam penelitian tersebut adalah kredit dan

(25)

(cateries paribus) sementara suku bunga mempunyai hubungan yang negatif

terhadap pertumbuhan ekonomi (cateries paribus).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least

Square (OLS) dan model keseimbangan IS – LM serta pendekatan kointegrasi.

Metode tersebut digunakan untuk melihat hubungan dan perubahan struktur

jangka panjang antara variabel – variabel regresi.

2.2 Kebijakan Moneter

2.2.1 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia

Berbagai variabel yang dapat diamati oleh masyarakat mengenai alur

kebijakan moneter seperti halnya tingkat PDB dan suku bunga SBI mempunyai

hubungan erat dengan volume uang beredar serta hasrat masyarakat memegang

uang baik dengan volume jumlah uang yang beredar, serta hasrat masyarakat

untung memegang uang baik karena berbagai motif maupun harapan atau

perkiraan harga-harga dimasa datang. Sejauh mana perilaku atau hubungan antara

faktor dan jumlah uang yang beredar mengenai defisit anggaran belanja

pemerintah serta komposisi sebab-sebab jumlah uang yang beredar. Dalam

konteks tersebut, mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia diawali

pada masa orde lama, seperti halnya kabinet Sukiman. Pemerintah mengadakan

nasionalisasi ekonomi yang menyangkut nasionalisasi de Javasche Bank menjadi

Bank Indonesia. Pembentukan Bank Indonesia dan pemberlakuan Oeang

Republik Indonesia (ORI) yang merupakan kebijakan moneter untuk mengajak

(26)

12

Pada masa Demokrasi Terpimpin, kebijakan moneter yang dilakukan oleh

pemerintah dalam menangani krisis moneter adalah: Penetapan Presiden

No.7/1965 yang menetapkan pendirian Bank Tunggal Milik Negara dengan tujuan

menyediakan wadah bagi arus perputaran sirkulasi antar bank baik bank sentral

maupun bank umum. Selain itu kebijakan moneter yang ditempuh adalah

Penetapan Presiden RI No.27/1965, tentang pengeluaran uang rupiah baru yang

nilainya 1000 kali dari uang rupiah lama. Namun kebijakan ini menyebabkan

kemunduran ekonomi dan moneter Indonesia karena nilai rupiah yang lama dan

nilai rupiah baru memiliki perbandingan 1:10. Hal tersebut menyebabkan jumlah

pengeluaran pemerintah meningkat dari Rp3miliar menjadi Rp30miliar

(Magdalia:2007).

Seperti halnya Repelita I kebijakan moneter merupakan salah satu

penopang, setelah orde baru mengambil alih pemerintah, dengan menata situasi

moneter perbankan yang kacau pasca periode Orde Lama. Program pertama

pemerintah Orde Baru adalah mencapai stabilitas atau menekankan tingkat inflasi.

Sebelumnya lembaga- lembaga moneter dan keuangan telah mengalami

kemunduran serta penyimpangan dari fungsi asli yang utama. Program Repelita 1

di sektor lembaga moneter dan keuangan adalah: a) mobilisasi tabungan dengan

langkah untuk meningkatkan deposito berjangka, dengan pemberian jaminan

keamanan penawaran berbagai variasi suku bunga, perbaikan pelayanan fasilits

perbankan dan stabilisasi harga di dalam negri; b) penyaluran tabungan kedalam

investasi serta pengarahan alokasi. Tahun 1968 dilontarkan program peningkatan

(27)

harga-harga stabil bunga diturunkan. Dengan demikian pembinaan kredit dilakukan

dengan kebijaksaanaan kredit selektif disertai dengan pengaturan jumlah kredit

melalui besarnya kredit likuiditas. Pada Repelita 1 kredit investasi yang

merupakan kredit jangka panjang membiayai kegiatan ekspansi usaha.

Sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk lebih terbuka dalam kerja sama

ekonomi dan keuangan dengan negara lain, maka tahun 1968, bank- bank asing

yang bergerak di bidang ekspor dan impor mulai diperkenankan beroperasi,

namun sampai Repelita II kegiatan tersebut dibatasi. Selain itu pemerintah juga

melakukan pembentukan - pembentukan lembaga keuangan berupa lembaga

pembiayaan pembangunan maupun perantara penerbitan dan perdagangan surat-

surat berharga. Pada tahun selanjutnya pemerintah juga mendirikan Indonesian

Development Finance Company (IDFC) untuk memberikan kredit jangka

menengah dan jangka panjang serta Private Development Finance Company Of

Indonesian (PDFCI) yang bertujuan untuk mengadakan investasi dalam bentuk

saham serta member bantuan teknis kepada perusahaan –perusahaan nasional.

Sasaran pokok di dalam Repelita II adalah: (a) meningkatkan mobilisasi tabungan

masyarakat melalui lembaga-lembaga keuangan (b)memperluas kesempatan kerja

dan pemerataan pendapatan (c)menunjang usaha pemeliharaan dan peningkatan

kestabilan ekonomi (d)usaha peningkatan sasaran kedudukan ekonomi lemah

(e)meningkatkan efisiensi kerja. Sasaran kebijakan yang menyangkut Replita I

dan Replita II diteruskan dan diintensifkan pada Replita III, namun demikian

situasi dan keadaan social, ekonomi telah menuntut pergeseran tekanan serta

(28)

14

golongan ekonomi lemah menjadi sasaran utama. Kebijakan dan perencanaan

disektor moneter dan perbankan dalam Repelita IV dan V pada dasarnya

merupakan kelanjutan atau penerusan dari pada kebijakan moneter dan perbankan

pada Repelita sebelumnya, yaitu untuk meningkatkan pembangunan dan

memelihara stabilitas ekonomi nasional (Faried :1980).

Pada tahun 1997 terjadi Krisis Moneter yang berdampak luas terhadap

perekonomian nasional. Dimana terdapat kontraksi sebesar -13% (ekonomi

menurun) dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang negatif. Harga- harga

melonjak dan inflasi mencapai 77,6%. Pengangguran meningkat dan penduduk

miskin juga meningkat. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket

bantuan 23 milyar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari

hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan

Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan Septemer. Meskipun

krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November.

Dan efek terakhir memaksa soeharto untuk mundur. Penyebab krisis ini bukanlah

fundamental ekonomi Indonesia yang lemah, tetapi utang swasta luar negeri yang

telah mencapai jumlah yang sangat besar, apalagi nilai tukar dollar AS yang

mengalami peningkatan yang sangat jauh dari nilai nyatanya terhadap rupiah.

Krisis yang berkepanjangan ini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang

sangat tajam, akibat dari serbuan yang mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap

dollar AS (spekulasi) dan jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah

besar, sementara cadangan devisa yang ada tidak cukup kuat untuk mengatasi

(29)

penyebab lainnya yang datangnya saling bersusulan. Di tahun berikutnya, ketika

rupiah menguat terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan

tersebut, efektifitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat

harga mata uang lokal meningkat. Pada sektor perbankan terjadi pula krisis nilai

tukar yang menyebabkan terganggunya fungsi intermediasi, yang pada akhirnya

mendorong terjadinya penarikan uang secara besar-besaran, yang mengakibatkan

fungsi intermediasi macet yang ditandai dengan terganggunya pemberian kredit.

Dalam hal ini mengakibatkan banyak bank yang rugi, kondisi tersebut diperberat

lagi dengan banyaknya hutang bank dalam bentuk valuta asing sehingga beban-

beban hutang tersebut semakin besar dalam bentuk rupiah. Pada masa krisis

moneter tahun 1997 nilai tukar mencapai 17.000/dollar dan itu merupakan titik

yang terendah. Berbagai tantangan pun dilakukan untuk memperbaiki krisis

moneter, dimulai dari pembentukan kebijakan didalam menstabilkan nilai tukar

rupiah pada tingkat yang wajar dan merendam tingginya inflasi didalam

pemulihan ekonomi. Selain itu kebijakan moneter juga diarahkan untuk

mempercepat penyehatan bank- bank untuk mengendalikan kepercayaan baik

didalam dan di luar negeri terhadap bank- bank Nasional. Dimana dana

masyarakat harus dijamin sehingga penyalurran kredit juga dapat berjalan dengan

lancar didalam mempercepat kegiatan produksi, sehingga dunia usaha kembali

berjalan dan mengakibatkan peningkatan kesempatan kerja, mengurangi

pengagguran dan mengurangi jumlah kemiskinan. Krisis yang berkelanjutan telah

mengakibatkan perbankan nasional menjadisemakin rawan. Pada sisi yang lain

(30)

16

16 bank pada bulan November 1997. Upaya penyehatan dan permberdayaan

sektor perbankan telah menyita perhatian yang sangat besar. Hal ini dikarenakan

pentingnya peranan perbankan dalam proses kebangkitan ekonomi secara

keseluruhan. Di samping peranannya dalam penyelenggaraan transaksi

pembayaran nasional dan internasional serta menjalankan fungsi intermediasi

(penyaluran dana dari penabung/pemilik dana ke investor), sektor perbankan juga

berfungsi sebagai alat transmisi kebijakan moneter. Dengan industri perbankan

yang pada umumnya mengalami kesulitan, transmisi kebijakan moneter melalui

sektor perbankan tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Hal ini

mengakibatkan kebijakan moneter kurang efektif dalam mencapai sasarannya.

Dengan demikian, sangat sulit dibayangkan format pemulihan ekonomi nasional

melalui program stabilisasi makroekonomi apabila sektor perbankan tetap berada

dalam kesulitan yang parah. Upaya pemberdayaan perbankan dapat

dikelompokkan ke dalam empat aspek, yaitu rekapitalisasi bank-bank,

restrukturisasi kredit perbankan, pengembangan infrastruktur perbankan, dan

penyempurnaan pelaksanaan fungsi pengawasan bank. Dengan menggunakan

kerangka kebijakan moneter Bank Indonesia pada periode awal krisis ekonomi,

terutama selama tahun 1998, menerapkan kebijakan moneter ketat untuk

mengembalikan stabilitas moneter. Kebijakan moneter ketat tersebut tercermin

pada pertumbuhan tahunan sasaran indikatif uang primer yang terus ditekan dari

level tertinggi 69,7% pada bulan September 1998 menjadi 11,2% pada bulan Juni

1999. Kebijakan moneter ketat terpaksa dilakukan karena dalam periode itu

(31)

meningkat sangat pesat melalui penerapan kebijakan moneter ketat dibantu

dengan upaya pemulihan kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional

mulai memberikan hasil positif sejak triwulan IV 1998. Pertumbuhan uang

beredar yang melambat dan suku bunga simpanan di perbankan yang tinggi telah

menyebabkan depresiasi rupiah berangsur surut. Sejak pertengahan tahun 1998

nilai tukar rupiah terhadap USD cenderung menguat dan kemudian bergerak

relatif stabil selama tahun 1999, hingga akhir 1999 lebih banyak disebabkan oleh

meredanya tekanan permintaan valas sejalan dengan terkendalinya jumlah uang

beredar dan turunnya ekspektasi inflasi. Bahkan, laju inflasi bulanan yang sempat

mencapai 12,67% pada bulan Februari 1998, mencatat angka negatif atau deflasi

dalam bulan Oktober 1998.

Deflasi tersebut kemudian berlanjut sebanyak tujuh kali berturut-turut

selama periode Maret – September 1999. Dengan perkembangan tersebut, laju

inflasi selama tahun 1999 hanya mencapai 2,0%, jauh lebih rendah daripada laju

inflasi selama tahun 1998 yang mencapai 77,6%. Berarti Indonesia telah berhasil

mengelakkan bahaya hiperinflasi yang sempat mengancam selama paruh pertama

1998. Dalam perkembangan selanjutnya, laju inflasi yang sangat rendah dan nilai

tukar rupiah yang telah jauh menguat dibandingkan di masa puncak krisis telah

memberikan ruang gerak bagi Bank Indonesia untuk memperlonggar kebijakan

moneter dan mendorong penurunan suku bunga domestik. Sebagai cerminan

kebijakan moneter yang agak longgar, pertumbuhan tahunan sasaran indikatif

uang primer yang sebelumnya terus diturunkan hingga mencapai 11,2% pada Juni

(32)

18

Maret 2000. Sejalan dengan itu, suku bunga SBI 1 bulan yang selama ini menjadi

patokan (benchmark) bagi bank-bank terus menurun dari level tertinggi 70,58%

pada September 1998 menjadi 11,0% pada akhir April 2000. Penurunan suku

bunga SBI yang cukup tajam itu diikuti oleh suku bunga pasar uang antarbank

(PUAB) dan simpanan perbankan dengan laju penurunan yang hampir sama.

Tanda-tanda awal kebangkitan ekonomi Indonesiamulai muncul sejak triwulan I

1999 ketika PDB riil dalam triwulan tersebut untuk pertama kalinya sejak 1997

mencatat pertumbuhan triwulanan positif (Burhanudin: 2003).

2.2.2. Teori-Teori Kebijakan Moneter

A.Teori Moneter Klasik

Teori moneter klasik Jean Bebtisesy, Irving Fisher, Alfred Marsall

merupakan tiga tokoh utama dalam moneter klasik yang menganut aliran ekonomi

makro sebelum Keynes. Teori-teori moneter mereka agak berbeda satu sama lain,

namun mempunyai kesamaan dasar dan diberi nama “Teori Kuantitas mengenai

uang. Dalam moneter klasik Jean Bebtisesy, hukum yang dikemukakan adalah

“Penawaran akan selalu menciptakan permintaan”. Jumlah pengeluaran

masyarakat secara keseluruhan adalah menunjang produksi pada keadaan

kesempatan kerja penuh. Sementara potensi output yang dihasilkan tergantung

pada teknologi dan jumlah tenaga kerja. Semakin tinggi teknologi, jumlah tenaga

kerja dan kualitas tenga kerja makan output potensial yang dihasilkan akan

semakin besar pula. Sehingga terwujud mekanisme pasar seperti yang disebutkan

oleh Adam Smith sebagai universal land, upah dan harga yang bebas yang

(33)

penawaran melalui prinsip las payer. Berbeda dengan ekonomi klasik yang

mengaggap tabungan masyarakat tidak hilang dari peredaran , karena tabungan itu

akan dipinjam para pengusaha untuk investasi dan masyarakat penabung

menmperoleh bunga.

Menurut teori klasik tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga,

semakin tinggi tingkat bunga semakin tinggi keinginan untuk menabung.

Sedangkan didalam investasi justru sebaliknya, semakin tinggi tingkat bunga,

maka keinginan investasi akan semakin rendah . teori tersebut sebenarnya

merupakan teori permintaan dan sekaligus penawaran akan uang, beserta intraksi

antara keduanya. Fokus dari teori ini adalah pada hubungan penawaran uang (

jumlah uang yang beredar) dengan nilai uang ( tingkat harga). Hubungan antara

kedua variabel tersebut dijabarkan lewat teori mengenai permintaan akan uang.

Perubahan jumlah uang beredar atau penawaran berintraksi uang dengan

permintaan akan uang dan selanjutnya menentukan nilai uang. (Boediono,:1980).

Sementara itu pandangan Irving Fisher mengenai moneter adalah

berdasarkan pada falsafah hukum Say bahwa ekonomi selalu berada dalam

keadaan full emploiyment, oleh karena itu Fisher mengemukakan teori ;

Dalam setiap transaksi selalu ada penjual dan pembeli. Jumlah uang yang

dibayarkan oleh pembeli harus sama dengan jumlah uang yang diterima oleh

penjual. Dan hal ini berlaku untuk seluruh perekonomian dalam suatu periode

tertentu nilai dari barang / jasa yang dibeli harus sama dengan nilai dari barang /

(34)

20

jasa-jasa yang dijual. Nilai dari barang-barang yang dijual sama dengan volume

transaksi(T) dikalikan dengan harga rata- rata dari barang tersebut (P). Di lain

pihak nilai dari barang yang ditransaksikan harus pula sama dengan volume ung

yang bertukar dalam periode tersebut (V). MV = PT adalah suatu identitas yang

dikembangkan oleh Irving Fisher menjadi suatu teori moneter, dimana transaksi

velocity of circulation merupakan suatu variabel yang ditentukan oleh

faktor-faktor kelembagan yang ada dalam suatu masyarakat, dan dalam jangka pendek

serta biasa dianggap konstan. T atau volume transaksi, dalam suatu periode

tertentu ditentukan oleh tingkat output masyarakat dan dapat dianggap

mempunyai nilai tertentu untuk sesuatu tahun, dengan demikian rumus diatas

berubah menjadi ;

Dimana VT merupakan laju kecepatan transaksi dan variabel yang

dipengaruhi oleh faktor – faktor yang ada dan dianggap tetap dalam jangka

pendek, dengan T yang ditentukan oleh pendapatan nasional dan mempunyai nilai

tertentu dalam satu tahun (Boediono,:1980).

Marshall yang sering diistilahkan dengan pendapat Cambridge dalam

moneter klasik, seeperti halnya teori Fisher dan teori klasik- klasik lainnya,

berpokok pangkal pada fumgsi uang sebagai alat tukar umum, perbedaannya

hanya terletak pada tekanan dalam teori “permintaan akan uang”. Dalam teori ini,

mengatakan bahwa kegunaan dari pemegang kekayaan dalam bentuk uang adalah

karena uang memiliki bentuk yang likuid sehingga dengan mudah dapat

(35)

ditukarkan dengan barang lain. Dilain pihak memegang kekayaan dalam bentuk

uang berarti mengorbankan kemungkinan mendapatkan penghasilan dalam bentuk

bunga atau keuntungan capital. Cambridge lebih menekankan pada permintaan

akan uang selain dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor – faktor

kelembagaan, tingkat bunga dan besar kekayaan serta ramalan juga

mempengaruhi permintaan akan uang seseorang dan dengan demikian juga

mempengaruhi permintaan akan uang dari masyarakat secara keseluruhan. Teori

Cambridge menganggap bahwa, cateris paribus permintaan akan uang adalah

proporsional dengan tingkat pendapatan nasional, dengan:

Dimana: k bagian dari transaksi , P tingkat harga rata- rata , T jumlah

transaksi yang terjadi dan M jumlah uang yang beredar. Teori Cambridge

mengatakan jika tingkat bunga naik, kecenderungan masyarakat mengurangi

uang, meski volume transaksi yang mereka rencanakan tetap. Demikian juga

faktor harapan mempengaruhi, seandainya di masa datang diharapkan akan ada

kenaikan tingkat bunga, maka masyarakat akan cenderung mengurangi jumlah

surat berharga yang dipegangnya dan menambah jumlah uang tunai, sehingga

mempengaruhi transaksi jangka pendek. Teori Cambridge selangkah lebih maju

dari teori Fisher meski keduanya tergolong teori klasik.

Pelopor pembaharuan Teori Kuantitas (Klasik) sesudah Keynes adalah Prof

Milton Friendmen yang menginterpertasikan pengembangan lanjut dari aspek

(36)

22

lain, yaitu konsepsi bahwa teori perimntaan uang hanyalah satu penerapan lanjut

dari teori umum mengenai permintaan dalam ekonomi mikro, sedangkan prinsip

dasarnya pemilihan antara alternatif oleh konsumen. Friedmen menganggap uang

sama dengan benda-benda yang bernilai seperti obligasi, tanah dll, yang

dirumuskan:

Dalam pandangan Milthon permintaan akan uang disamakan dengan modal,

dimana ada 3 faktor penentu uang, yaitu:

1. Pendapatam dan harga berbagai jenis barang

2. Selera dalam menentukan jumlah kekayaan

3. Jumlah kekayaan.

Selain dipengaruhi oleh pendapatan, harga, tingkat bunga dan selera,

permintaan uang juga dipengaruhi oleh factor-faktor lain, seperti ;

1. Kekayaan masyarakat

2. Tersedianya Fasilitas Kredit

3. Harapan tentang harga

4. Cara pembayaran yang berlaku

5. Tersedianya beberapa bentuk kekayaan

Teori moneter menurut Milton adalah merupakan teori permintaan uang

bukan teori mengenai tingkat output, bukan juga mengenai money income serta

bukan merupakan penetuan tingkat harga. Dalam teori tersebut tingkat return

(37)

dibandingkan dengan masing- masing bentuk aktiva yang berusaha memperoleh

manfaat total yang maksimum dari kekayaan (W). Secara teoris dapat dikatakan

seseorang mencapai tingkat retun yang maksimum apabila Marginal Return dari

semua aktiva yang dipegang adalah sama. Secara empiries permintaan akan uang

adalah suatu hubungan yang stabil dari pada hubungan lainnya, seperti halnya

teori yang diungkapkan oleh Keynes. Penerapan dasar dari teori ini, yaitu

pendapatan adalah penghasilan yang bersumber dari pemilikan kekayaan, dan

sebaliknya kekayaan tidak lain adalah nilai dari pendapatan dimasa datang. Yang

terpenting dalam teori moneter Milton adalah pada usaha melakukan integrasi

konsepsional antara kekayaan (wealth) dan pendapatan (income) sebagai variabel

yang mempengaruhi perilaku pemilik kekayaan, sementara Keynes mengabaikan

pengaruh tersebut karena analisanya hanya dalam jangka pendek (Johnson,:1962).

Teori moneter Friedmen merupakan suatu inovasi dalam teori ekonomi yang

menyangkut capital dan juga merupakan konsep manfaat dari setiap bentuk aktiva

bagi pemilik kekayaan. Model teori Milton menggunakan berbagai asumsi

diantaranya: mengabaikan pandangan luar negri yakni melakukan ekonomi

tertutup, Milton juga mengabaikan peranan fiskal dari pemerintah dan juga

mengabaikan gangguan stokastik.

B.Teori Moneter Modern

The General Theory of Employment, Intrest, and Money merupakan buku

pemikiran Keynes setelah zaman klasik. Dalam buku tersebut Keynes

menitikberatkan berbagai usaha penanggulangan depresi ekonomi ketika tingkat

(38)

24

teori klasik mengasumsikan perekonomian ekuilibrium yang disertai dengan full

employment. Dalam hal ini Keynes mengatakan perlunya campur tangan

pemerintah dalam mencapai sasaran ekonomi serta kebijakan moneter harus

didasari juga oleh kebijakan fiskal, dimana hal tersebut tidak terdapat di dalam

teori moneter klasik. Pada dasarnya Keynes menghubungkan antara sektor rill dan

moneter melaui jumlah penawaran dan jumlah permintaan uang dalam masyarakat

yang menentukan tingkat bunga yang berlaku yang juga menentukan tingkat

investasi sebagai penentu tingkat pendapatan. Dalam teori ini, ada tiga motif yang

mendasari permintaan uang masyarakat, yaitu:

1. Motif transaksi, besarnya permintaan uang dalam memenuhi kebutuhan

bergantung pada tingkat pendapatan. Dalam rumusanya : MT = k.Y dimana

MT dalah kebutuhan uang untuk transaksi, k adalah proposi konstan, 0< k <1.

Dimana peningkatan konsumsi tidak akan sebesar peningkatan pendapatan.

2. Motif berjaga – jaga, motif ini muncul karena ketidakpastian masa depan,

kebutuhan berjaga – jaga akan dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan, bagi

orang- orang yang berpendapatan tinggi, kebutuhan untuk berjaga- jaga lebih

tinggi. Hal tersebut dirumuskan: M1 = MT+ MP = f(Y)……….

Dimana M1 adalah permintaan uang yang dilandasi motif transaksi, MP =

permintaan uang untuk berjaga – jaga, dan MT adalah permintaan yang

dilandasi oleh transaksi.

3. Motif spekulasi, uang dianggap sebagai salah satu alternatif bentuk asset dan

bentuk asset- asset lainnya, seperti obligasi baik yang beresiko maupun yang

(39)

Kebijakan moneter yang didimaksudkan oleh Keynes adalah pengaruh

jumlah uang yang beredar oleh otoritas moneter untuk mencapai tujuan ekonomi.

Dalam tingkat pendapatan yang equaliubrium yang rendah dari tingkat

pendapatan rill, kebijaksanaan menambah jumlah uang yang beredar akan

mengakibatkan terjadinya pergeseran kurva LM kekanan yang mempengaruhi

eqiuliubrium. Meningkatnya jumlah uang yang beredar akan mengakibatkan

turunnya tingkat bunga di pasar, penurunan tingkat bunga akan mendorong

investasi yang juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara yang

ditandai dengan peningkatan pendapatan perkapita dan berkurangnya jumlah

pengangguran. Dengan kata lain sektor moneter mempengaruhi tingkat bunga.

Efektivitas kebijaksanaan moneter akan mencapai tujuannya apabila

mempengaruhi tingkat pendapatan dan employment, dimana jumlah uang yang

beredar mampu mempengaruhi tingkat bunga, dan tingkat bunga tersebut mampu

mempengaruhi tingkat investasi yang terjadi.

2.2.3 Definisi Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan tindakan yang dilakukan oleh penguasa

moneter ( biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan

kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat (

Nopirin, 1992;45). Bank sentral adalah lembaga yang berwanang mengambil

langkah kebijakan moneter untuk mempengaruhi jumlah uang beredar. Kebijakan

moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro.

Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi

(40)

26

pembangunan, dan keseimbangan neraca pembayaran (Iswardono, 1997 : 126).

Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya

peningkatan output keseimbangan. Dengan kata lain, kebijakan moneter adalah

proses di mana pemerintah, bank sentral, atau otoritas moneter suatu negara

kontrol suplai (i) uang, (ii) ketersediaan uang, dan (iii) biaya uang atau suku

bunga untuk mencapai menetapkan tujuan berorientasi pada pertumbuhan dan

stabilitas ekonomi. Kebijakan Moneter bertumpu pada hubungan antara tingkat

bunga dalam suatu perekonomian, yaitu harga di mana uang yang bisa dipinjam,

dan pasokan total uang. Kebijakan moneter menggunakan berbagai alat untuk

mengontrol salah satu atau kedua, untuk mempengaruhi hasil seperti pertumbuhan

ekonomi, inflasi, nilai tukar dengan mata uang lainnya dan pengangguran.

Dimana mata uang adalah di bawah monopoli penerbitan, atau dimana ada sistem

diatur menerbitkan mata uang melalui bank-bank yang terkait dengan bank

sentral, otoritas moneter memiliki kemampuan untuk mengubah jumlah uang

beredar dan dengan demikian mempengaruhi tingkat suku bunga (untuk mencapai

kebijakan gol). Sementara menurut Bank Sentral kebijakan moneter adalah upaya

untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan

dengan tetap mempertahankan kestabilan harga.

Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter

berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan

barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan

kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara

(41)

suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai

tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami

kesulitan likuiditas. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur

dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar.

Keberhasilan dari kebijakan moneter merupakan pengaruh besar terhadap

pertubuhan ekonomi, dimana kebijakan moneter merupakan kebijakan yang

bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi yang akan tercapai apabila keadaan

ekonomi stabil, dimana arus perputaran barang dan uang berjalan seimbang dan

terkendali. Selain itu kebijakan moneter juga bertujuan untuk menjaga kestabilan

harga, dengan mengatur jumlah uang yang beredar oleh bank sentral, sehingga

tingkat harga dari waktu ke waktu relatif akan terkendali. Jika keadaan harga

stabil, masyarakat akan percaya bahwa membeli barang sekarang akan sama

dengan membeli barang pada masa yang akan datang. Meningkatkan kesempatan

kerja juga merupakan tujuan kebijakan moneter, dimana stabilitas ekonomi yang

baik akan memndorong peningkatan investor untuk mengmbangkan investasi-

investasi baru, yang akan membuka lapangan pekerjaan yang berdampak pada

pengurangan angka pengangguran di Indonesia. Tujuan terakhir dari kebijakan

oneter adalah memperbaiki neraca perdagangan dan pembayaran menjadi surplus

atau minimal berimbang. Bentuk kebijakan moneter dalam hal ini adalah

pemerintah melakukan devaluasi sehingga diharapkan nilai ekspor meningkat dan

(42)

28

2.2.4 Kerangka Kebijakan Moneter

Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut sebuah

kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka

ini telah diterapkan secara formal sejak tahun 2005. Sebelum kerangka tersebut

diterapkan awalnya Bank indonesia menggunakan kebijakan moneter uang primer

(bas money) sebagai sasaran kebijakan moneter. ITF merupakan kerangka

kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman dari Bank indonesia

kepada publik mengenai target dan sasaran inflasi yang ingin dicapai dalam

beberapa periode ke depan. Dalam kerangka kerja ini kebijakan moneter juga

ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara

operasional, kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bungan

kebijakan yang diharapkan akan mempengaruhi suku bunga pasar uang dan suku

bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada

akhirnya akan mempengaruhi output dan inflasi.

Dalam pelaksanaannya Bank indonesia memiliki kewenangan untuk

melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sarana- sarana moneter baik

melalui jumlah uang yang beredar ataupun suku bunga, tujuan dari kebijakan

tersebut adalah diutamakan untuk menekan laju inflasi. Secara operasional,

pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan

instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun

valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum,

dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan

(43)

Kerangka kebijakan moneter inflation target framework dilakukan melalui

evaluasi bagaimana perkembangan inflasi kedepan apakah masih sesuai dengan

sasaran inflasi yang diharapkan. System nilai tukar yang telah dilepaskan di tahun

1997 memerlukan jangka nominal bagi Bank Indonesia baik menyangkut indeks

harga, nilai tukar maupun jumlah unang yang beredar. Dengan adanya kebijakan

moneter masyarakat dapat membuat ekspetasi inflasi yang diperlukan dalam

usahanya, serta Bank Indonesia secara konsisten dapat mencapai target inflasi

dan meningkatkan kredit yang disalurkan pada masyarakat.

Kerangka kebijakan moneter dengan mengunakan jangkar nominal ITF

dilakukan agar masyarakat diharapkan dapat memahami arah inflasi, ITF juga

merupakan kebijakan yang memfokuskan pada inflasi serta dapat meningkatkan

transparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter serta dapat mengontrol jumlah

peredaran uang. Setiap periode Bank Indonesia akan mengevaluasi apakah

proyeksi inflasi kedepan masih sesuai dengan sasaran, sehingga dapat

menggambarkan kondisi inflasi ke depan. Jika proyeksi inflasi sudah tidak

kompatibel dengan sasaran, Bank Indonesia melakukan respon dengan

menggunakan instrumen yang dimiliki. Misalnya jika proyeksi inflasi telah

melampaui sasaran, maka Bank Indonesia akan cenderung melakukan pengetatan

moneter.

Selain inflation target framework (ITF) kerangka kebijakan moneter yang

diterapkan oleh Bank Indonesia adalah BI Rate yang merupakan suku bunga

(44)

30

diumumkan kepada publik. BI rate berfungsi untuk megelola likuiditas dipasar

uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter yang dicerminkan

pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank. Pergerakan di suku

bunga PUBAB diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga

deposito dan suku bunga kredit perbankan.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank

Indonesia pada umumnya akan menaikan BI Rate apabila inflasi diperkirakan

melampaui sasaran, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila

inflasi kedepan berada dibawah sasaran yang ditetapkan. Respon kebijakan

moneter dinyataan dalam perubahan BI Rate secara konsisten dan bertahap dalam

kelipatan 25basis poin. Dalam kondisi ini akan menunjukkan intensi Bank

Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian inflasi. Kenaikan BI Rate sebesar

25 basis poin akan mengakibatkan kenaikan sukubunga dan akan merugikan

sektor perbankan. Tidak hanya perbankan, harga saham perbankan juga akan

berpotensi menurun, namun disisi lain perbankan juga akan mengalami kesulitan

untuk melakukan proses intermediasi.

2.2.5 Instrument Kebijakan Moneter

Dalam mencaai kebijakan dan sasaran moneter Bank indonesia sebagai

otoritas moneter melakukan perencanaan atau membuat suatu kebijakan program

pengendalian jumlah uang beredar, baik yang mengarah pada kebijakan moneter

ekspansi maupun kontraktif. Kebijakan ekspansi dilaksanakan untuk memberikan

(45)

melebihi jumlah yang ditargetkan maka akan dilaksanakan kebijakan pengetatan

atau kontraktif.

Kebijakan moneter yang mengarah pada sasaran dan tujuan akhir dapat

dilaksanankan melalui berbagai instrumen moneter, baik instrumen langsung

maupun instrumen tak langsung. Instrumen langsung yaitu merupakan kebijakan

dari bank sentral untuk dapat secara langsung mempengaruhi jumlah uang yang

beredar , melalui penetapan tingkat bunga, pengeluaran kredit, penurunan nilai

mata uang dan sebagainya. Sementara instrumen kebijakan moneter dalam yang

tidak langsung meliputi tindakan bank sentral yang secara tidak langsungdapat

mempengaruhi sasaran moneter kearah yang diinginkan.

Adapun instrumen kebijakan moneter yang tidak langsung meliputi ;

1. Operasi pasar Terbuka ( Open Market Operation)Operasi Pasar Terbuka atau

Open Market Operation adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan

cara menjual atau membeli surat berharga pemerintah. Pemerintah akan membeli

surat berharga pemerintah untuk menambah jumlah uang beredar, sebaliknya

pemerintah akan menjual surat berharga kepada masyarakat bila ingin mengurangi

jumlah uang yang beredar. Surat berharga pemerintah yang digunakan Bank

Indonesia didalam mengendalikan jumlah uang beredar di indonesia antara lain ;

Sertifikat Bank indonesia (SBI).

A. Pengertian dan Sejarah SBI adalah Sertifikat Bank Indonesia( SBI) adalah

surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang

(46)

32

merupakan mekanisme yang digunakan oleh Bank sentral didalam mengontrol

kestabilan nilai mata uang yaitu rupiah. Kelebihan jumlah uang yang beredar

dapat diserap melalui penjualan SBI oleh bank Indonesia dengan tingkat suku

bunga yang berlaku dipasar. Penjualan SBI dilakukan melalui lelang, dimana

BI mengumumkan rencana lelang tersebut selambat-lambatnya satu hari kerja

sebelum pelaksanaan lelang, pemenang lelang adalah yang mengajukan

penawaran tingkat diskonto yang terendah sampai jumlah SBI lelang yang

diumumkan tercapai. SBI mempunyai karakteristik yakni jangka waktu

maksimum 12bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk jangka

waktu 1 bulan dan 3 bulan,denominasi terendah Rp 50 jutaa sampai Rp. 100

Milyar.

B. Tujuan SBI diterbitkan dan dijual oleh Bank Indonesia dengan tujuan untuk

mengurangi kelebihan jumlah uang primer yang beredar, karena kelebihan

jumlah uang primer yang beredar dapat mengurangi kstabilan nilai rupiah.

Penerbitan SBI memiliki dasar hukum yaitu surat keputuan Direksi Bank

Indonesia No. 31/ 67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1990 tentang penerbitan dan

perdagangan SBI serta investasi Rupiah. Sejalan dengan penerbitan SBI,

penjualan SBI diprioritaskan pada lembaga perbankan, tetapi tidak tertuup

kemungkinan masyarakat baik perorangan maupun perusahaan untuk dapat

memiliki SBI.

2. Politik Diskonto Politik Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah

pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank

(47)

uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang

bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya

menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3. Rasio Cadangan Wajib. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)

Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan

memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada

pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio

cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan

rasio.

2.2.6 Efektivitas Kebijakan Moneter

Efektifitas merupakan ukuran yang menyatakan seberapa jauh target baik

kuanitas, kualitas maupun waktu yang telah dicapai. Dimana makin besar

persentase target yang dicapai maka semakin tinggi efektifitasnya (Hidayat:1986).

Kebijakan moneter mempengaruhi pengeluaran agregat secara tidak langsung,

dengan mengubah jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga. Jika bank sentral

mengubah jumlah uang beredar, maka sama saja dengan menggeser kurva

permintaan agregat melalui mekanisme transmisi. Pandangan-pandangan yang

mempelajari hubungan perilaku utama diubah menjadi pandangan mengenai

kekuatan relatif yang ada pada kebijakan moneter.

Kebijakan moneter mempunyai efektivitas yang besar terhadap

pekembangan ekonomi karena berhubungan dengan kehidupan masyrakat dalam

arti luas. Kebijakan moneter diarahkan pada pengaruran jumlah uang yang

(48)

34

Pengaturan jumlah uang beredar mempengaruhi nilai uang dan suku bunga.

Untuk mencantumkan suatu kebijakan haruslah ada suatu landasan dasar, yakni

permintaan dan penawaran uang. Dimana money supply merupakan bank sentral

dan bank umum, serta money deman yang merupakan pihak pemerintah, swasta

dan masyarakat,. Kebijakan moneter mempunyai 3 terminologi yakni; target dari

suatu kebijakan, indicator sejauh mana dapat tercapai dan sarana yang digunakan

unuk mencapai target tersebut.

2.3 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Evaluasi teori pertumbuhan ekonomi dimulai dari teori – teori pertumbuhan

linear yang diungkapkan oleh Adam Smith, Karl Marx dan Rostow. Teori

pertumbuhan ekonomi pada masa itu melihat pertumbuhan ekonomi terbatas

karena adanya sifat kelangkaan pada sumber daya alam dan kemiskinan para

pekerja. Pada awalnya ekonom, sebelum Adam Smith melihat dunia dalam

hubungan statis, dimana kemakmuran diartikan hanya mengakumulasikan emas

dan perak, dan peran negara adalah mengumpulkan sebanyak-banyaknya logam

mulia. Namun Adam Smith tidak setuju dengan pemikiran tersebut, dia

menganggap kemakmuran Negara diperoleh dari kemampuannya untuk

menggunakan sumber daya alam dan manusia untuk menghasilkan tingkat

produksi yang lebih baik dengan meneknkan adanya spesialisasi individu dan

pembagian kerja. Ekonom klsik lainnya, David Ricardo memperkenalkan konsep

diminishing return dan marginal product yang kemudian akan digunakan pada

teori- teori pertumbuhan ekonomi. Ricardo berpendapat ketika sebuah negara

(49)

dan para tuan tanah akan menjadi makmur akibat langkanya tanah. Karl Marx

melihat laba hanya akan tercipta melalui eksploitasi pekerja. Dia menyimpulkan

bahwa depresi yang datang secara periodik akan meruntuhkan kapitalisme dan

menimbulkan sosialime. (Kuncoro :2010:7). Pertumbuhan ekonomi berkaitan

dengan kenaikan output perkapita. Dalam hal ini berkaitan dengan output total

(PDB) dan jumlah penduduk, karena output perkapita adalah output total dibagi

dengan jumlah penduduk. Jadi, kenaikan output perkapita harus dianalisis dengan

melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak, dan jumlah penduduk

di pihak lain, pertumbuhan ekonomi mencakup PDB total dan pertumbuhan

penduduk. Menurut Prof. Simon Kuznets, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi

sebagai ”kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk

menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya.

Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian

kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya”.

Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran kuantitatif yang menggambarkan

perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. (Sukirno:2006:9). Perkembangan

tersebut selalu dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan pendapatan

nasional pada tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Menurut

Teori neo-klasik pertumbuhan ekonomi menunjukkan agar kondisi selalu

diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna,

perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam model ekonomi klasik,

Gambar

Gambar 2.1 kerangka konseptual
Gambar 4.1 Letak Astronomis Indonesia Sumber data : BPS Sumatera Utara
Table 4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi menurut Lapangan Usaha Tahun 2009
Tabel 4.3  Perkembangan PDB di Indonesia tahun 1998-2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PERAGA GARIS DAN SUDUT PADA MATERI GARIS DAN SUDUT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII MTs NURUL..

Data yang diperoleh yaitu data primer seperti laju sedimentasi, pegambilan data terumbu karang serta pengukuran fisik-kimia perairan dikawasan pulau Pramuka

To conduct th e ; specific mutu ally-agreed cooperative projects defined in accordance with th e provision of Articl e 3 of this Lol, th e Parties will

[r]

[r]

[r]

[r]

[r]