• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaman Genetik Mutan Kedelai (Glycine max L.) M2 dan M3 Berdasarkan Marka RAPD Serta Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi M3 Hasil Mutasi Kolkisin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Keragaman Genetik Mutan Kedelai (Glycine max L.) M2 dan M3 Berdasarkan Marka RAPD Serta Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi M3 Hasil Mutasi Kolkisin"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAMAN GENETIK MUTAN KEDELAI (Glycine max L.) M2 DAN M3 BERDASARKAN MARKA RAPD SERTA PENGARUH NAUNGAN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI M3 HASIL MUTASI KOLKISIN

THESIS

Oleh:

DWI YULIANA SARAGIH NIM : 117001015

PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KERAGAMAN GENETIK MUTAN KEDELAI (Glycine max L.) M2 DAN M3 BERDASARKAN MARKA RAPD SERTA PENGARUH NAUNGAN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI M3 HASIL MUTASI KOLKISIN

THESIS

Oleh:

DWI YULIANA SARAGIH NIM : 117001015

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian Dalam Program Studi Agroekoteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : KERAGAMAN GENETIK MUTAN KEDELAI (Glycine max L.) M2 DAN M3 BERDASARKAN

MARKA RAPD SERTA PENGARUH NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI M3 HASIL MUTASI KOLKISIN

Mahasiswa : Dwi Yuliana Saragih

N I M : 117001015

Program Studi : Agroekoteknologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

Tanggal Lulus: 23 Januari 2014 Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, MSi

Ketua

Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MP Anggota

Ketua Program Studi

Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP

Dekan Fakultas Pertanian

(4)

Telah Diuji Pada :

Tanggal : 23 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, MSi Anggota : Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MP

Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS

(5)

ABSTRAK

DWI YULIANA SARAGIH. Keragaman Genetik Mutan Kedelai (Glycine max L.) M2 dan M3 Berdasarkan Marka RAPD serta Pengaruh

Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi M3 Hasil Mutasi Kolkisin.

Dibimbing oleh LOLLIE AGUSTINA P.PUTRI sebagai ketua komisi pembimbing dan CHAIRANI HANUM sebagai anggota komisi pembimbing.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman genetik kedelai generasi M2 dan M3 berdasarkan marka RAPD (Random Amplified Polymorphic

DNA) serta pertumbuhan dan perkembangan mutan kedelai generasi M3 hasil mutasi kolkisin pada kondisi naungan.

Sebanyak 13 genotip kedelai meliputi genotip Cikurai, Malikka; genotip mutan Cikurai generasi M2, M3; dan genotip mutan Malikka generasi M2, M3

dianalisis keragaman genetiknya dengan menggunakan marka RAPD dan dilihat pengaruh naungan 50% terhadap pertumbuhan dan produksi empat genotip kedelai meliputi genotip Cikurai, genotip Malikka, genotip mutan M3 Cikurai, dan

genotip mutan M3 Malikka.

Perhitungan koefisien keragaman genetik dan pembentukan dendogram dilakukan dengan bantuan program DARwin 5.05. Analisis data dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial.

Dari 5 genotip M2 dan 4 genotip M3 diperoleh 8 genotip yang tidak mengelompok dengan genotip M0 yaitu genotip M2V1(2), M2V2(1), M2V2(2),

M2V2(3), M3V1(1), M3V1(2), M3V2(1), dan M3V2(2). Naungan 50% berpengaruh

nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah buku, umur berbunga, rasio klorofil a/b 21 HST, kandungan klorofil b 56 HST, luas daun 56 HST, bobot daun spesifik 21 dan 56 HST, jumlah polong persampel, jumlah polong berisi persampel, bobot 100 biji, produksi persampel, dan produksi per plot. Genotip Cikurai dan mutan Cikurai generasi M3 memiliki produksi yang paling tinggi. Nilai duga heritabilitas

berkisar 0.12-1.00 dengan nilai KVG 0.5-29.51 dan nilai KVP 0.98-60.49.

(6)

ABSTRACT

DWI YULIANA SARAGIH. Genetic Diversity Analysis of Soybean Mutant M2 and M3 Based On RAPD Marker and Shading Effect on The Growth

and Production of M3 Colchicine Mutation. Supervised by LOLLIE AGUSTINA

P.PUTRI and CHAIRANI HANUM.

The objective of this research was to analysis genetic diversity of M2 and

M3 generation of soybean using RAPD and growth and production of M3

generation’s colchicine mutation on low light intensity.

A total of 13 soybean genotypes include Cikurai genotypes, Malikka; Cikurai M2 and M3 mutant generation; and Malikka M2 and M3 mutant

generation analyzed using RAPD. Shading effect on the growth and production of 4 soybean genotypes include Cikurai genotype, Malikka genotype, Cikurai M3

mutant generation, and Malikka M3 mutant generation.

The result of this research showed that from 5 M2 genotypes and 4 M3

genotypes was 8 genotypes that are not in a group with M0 genotypes is M2V1(2),

M2V2(1), M2V2(2), M2V2(3), M3V1(1), M3V1(2), M3V2(1), and M3V2(2) genotype.

Using non-factorial randomized block design showed that shading had significant effect on plant height, flowering, ratio of a/b chlorophyll 21 DAP, chlorophyll b 56 DAP, leaf area 56 DAP, specific leaf weight 21 and 56 DAP, number of pods per sample, number of pods containing per sample, 100 seed weight, production per sample, and production per ha. Cikurai genotype and Cikurai M3 mutant generation are the highest production. The estimation of the

heritability coefficientsfrom 0.12 – 1.00 with coefficient of genotypes variations about 0.5 – 29.51 and coefficient of phenotypic variation about 0.98 – 60.49

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dan

program studi Agroekoteknologi, Program Pascasarjana Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu

Dr.Ir.Lollie Agustina P.Putri, MSi sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu

Dr.Dra.Ir.Chairani Hanum, MP sebagai anggota komisi pembimbing. Dan juga

kepada Prof.Dr.Ir.Rosmayati, MS; Lutfi Azis M Siregar, SP, MSc, PhD; Dr.Diana

Sofia, SP, MP sebagai komisi penguji yang telah banyak memberikan saran,

masukan dan bimbingan yang sangat berguna bagi penulis dalam menyelesaikan

tesis ini.

Terima kasih juga penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada ayahanda

Agusman Saragih dan Ibunda Rosdiana br. Pardede, SPd yang telah membesarkan

dan mendidik penulis selama ini serta abang saya dr. Edwin Batara Saragih dan

kedua adik saya Mutiara Saragih dan Marry Inriani Saragih dan teman terdekat

saya Roni Vansaro Gulo, SP yang telah menjadi penyemangat selama masa

perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Tetty Aman

Nasution beserta staff Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan izin serta membantu didalam

menyelesaikan penelitian ini.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Sumatera

(8)

Direktur Pascasarjana USU Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE.,

Dekan Fakultas Pertanian USU Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS dan kepada

Ketua Program Studi Agroekoteknologi Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul rauf, MP serta

segenap dosen Program Magister Agroekoteknologi dan staff tata usaha.

Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada Rintha Meylisa

Gulo, SE., Siti Hardiyanti SP., serta kawan-kawan program studi Magister

Agroekoteknologi angkatan 2011 Fakultas Pertanian USU.

Medan, Maret 2014

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas kehendakNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul

“Keragaman Genetik Mutan Kedelai (Glycine max L.) M2 dan M3 Berdasarkan

Marka RAPD Serta Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi M3

Hasil Mutasi Kolkisin” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat

memperoleh gelar magister pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera

Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen

pembimbing yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan Tesis ini

yaitu kepada Ibu Dr.Ir.Lollie Agustina P.Putri, MSi sebagai ketua komisi

pembimbing dan kepada Ibu Dr.Dra.Ir.Chairani Hanum, MP sebagai anggota

komisi pembimbing.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, dan semoga tulisan ini

dapat bermanfaat.

Medan, Maret 2014

(10)

RIWAYAT HIDUP

Dwi Yuliana Saragih, dilahirkan pada tanggal 2 Juli 1990 di Dolok Silau Simalungun Sumatera Utara Bapak bernama Agusman Saragih dan Ibu Rosdiana

Pardede merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Riwayat pendidikan yang telah dicapai penulis sampai saat ini adalah:

1. Tahun 1995 – 2001, bersekolah di Sekolah Dasar Sw. Sultan Agung

Pematangsiantar.

2. Tahun 2001 – 2004, bersekolah di Sekolah Menengah Pertama Sw.

Sultan Agung Pematangsiantar.

3. Tahun 2004 – 2007, bersekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri 4

Pematangsiantar.

4. Tahun 2007 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, dan lulus tahun 2011 pada Jurusan Budidaya Pertanian Program

Studi Pemuliaan Tanaman.

5. Agustus 2011 Penulis diterima menjadi mahasiswa S2 di Sekolah

Pasca Sarjana Program Studi Agroekoteknologi, Universitas Sumatera

(11)

DAFTAR ISI

Penelitian I. Identifikasi Molekuler Mutan Kedelai Generasi M2 dan M3 ... 23

Uji Kualitas DNA ... 25

Analisis Data ... 26

Penelitian II. Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Mutan Kedelai Generasi M3 Hasil Mutasi Kolkisin ... 28

(12)

Keragaman Genetik ... 29

Kandungan Klorofil a (mg/l) ... 34\

Jumlah Polong Berisi Persampel (polong) ... 35

Bobot 100 Biji (g) ... 35

Produksi Persampel (g) ... 35

Produksi Perplot (g) ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Identifikasi Molekuler Mutan Kedelai Generasi M2 dan M3 Uji Kualitas DNA ... 37

Uji Kuantitas DNA ... 38

Hasil PCR dengan Marka RAPD ... 39

Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Mutan Kedelai M3 Hasil Mutasi Kolkisin ... 46

Heritabilitas ... 58

Keragaman Genotip dan Fenotip ... 59

Pembahasan Identifikasi Molekuler Mutan Kedelai Generasi M2 dan M3 ... 61

(13)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Kuantitas dan konsentrasi DNA genotip kedelai dengan uji

UV-Spectrofotometer ... 39

2. Persentase polimorfik primer RAPD ... 42

3. Tinggi tanaman beberapa genotip kedelai ... 46

4. Uji progenitas tinggi tanaman M3 dengan M0 ... 46

5. Jumlah buku beberapa genotip kedelai ... 47

6. Uji progenitas jumlah buku M3 dengan M0 ... 47

7. Jumlah cabang beberapa genotip kedelai ... 48

8. Uji progenitas jumlah cabang M3 dengan M0 ... 48

9. Umur berbunga beberapa genotip kedelai ... 49

10. Uji progenitas berbunga M3 dengan M0 ... 49

11. Kandungan Klorofil a, b, dan rasio klorofil a/b 21 HST beberapa genotip kedelai ... 50

12. Uji progenitas kandungan klorofil a, b, dan rasio klorofil a/b 21 HST M3 dengan M0 ... 50

13. Kandungan Klorofil a, b, dan rasio klorofil a/b 56 HST beberapa genotip kedelai ... 51

14. Uji progenitas kandungan klorofil a, b, dan rasio klorofil a/b 56 HST M3 dengan M0 ... 51

15. Rasio tajuk/ akar 21 HST dan 56 HST beberapa genotip kedelai ... 52

16. Uji progenitas rasio tajuk/ akar 21 HST dan 56 HST M3 dengan M0 ... 52

17. Luas daun 21 HST dan 56 HST beberapa genotip kedelai ... 53

18. Uji progenitas luas daun 21 HST dan 56 HST M3 dengan M0 ... 53

19. Bobot daun spesifik 21 HST dan 56 HST beberapa genotip kedelai ... 54

20. Uji progenitas bobot daun spesifik 21 HST dan 56 HST M3 dengan M0 ... 55

(14)

22. Uji progenitas umur panen M3 dengan M0 ... 56

23. Jumlah polong persampel dan jumlah polong berisi persampel beberapa

genotip kedelai ... 56

24. Uji progenitas jumlah polong persampel dan jumlah polong berisi

persampel M3 dengan M0 ... 57

25. Bobot 100 biji, produksi persampel, dan produksi perplot beberapa

genotip kedelai ... 57

26. Uji progenitas bobot 100 biji, produksi persampel, dan produksi perplot

M3 dengan M0 ... 58

27. Nilai duga heritabilitas (h2

) masing-masing genotip per parameter ... 59

28. Koefisien Variabilitas Genotip (KVG) dan Koefisien Variabilitas

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Profil kualitas DNA genotip kedelai dengan gel agarose 0.8% ... 38

2. Profil PCR dengan primer OPD-03 ... 40

3. Profil PCR dengan primer OPD-20 ... 40

4. Profil PCR dengan primer OPH-06 ... 41

5. Profil PCR dengan primer OPH-09 ... 41

6. Profil PCR dengan primer OPN-03 ... 42

7. Faktor analisis (Principal Coordinate Analysis) aksis 1 (horizontal) dan aksis 2 (vertikal) dengan 5 Marka RAPD ... 43

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Deskripsi 2 varietas kedelai ... 82

2. Bagan lahan percobaan ... 84

3. Bagan plot tanaman ... 85

4. Data pengamatan tinggi tanaman pada 2 MST (cm) ... 86

5. Daftar sidik ragam tinggi tanaman pada 2 MST ... 86

6. Data pengamatan tinggi tanaman pada 4 MST (cm) ... 86

7. Daftar sidik ragam tinggi tanaman pada 4 MST ... 86

8. Data pengamatan tinggi tanaman pada 6 MST (cm) ... 87

9. Daftar sidik ragam tinggi tanaman pada 6 MST ... 87

10. Data pengamatan tinggi tanaman pada 8 MST (cm) ... 87

11. Daftar sidik ragam tinggi tanaman pada 8 MST ... 87

12. Data pengamatan jumlah buku 8 MST (buku) ... 88

13. Daftar sidik ragam jumlah buku 8 MST ... 88

14. Data pengamatan jumlah cabang (cabang) ... 88

15. Daftar sidik ragam jumlah cabang ... 88

16. Data pengamatan umur berbunga (HST) ... 89

17. Daftar sidik ragam umur berbunga ... 89

18. Data pengamatan jumlah klorofil a 21 HST (mg/l) ... 89

19. Daftar sidik ragam jumlah klorofil a 21 HST ... 89

20. Data pengamatan jumlah klorofil b 21 HST (mg/l) ... 90

21. Daftar sidik ragam jumlah klorofil b 21 HST ... 90

22. Data pengamatan rasio klorofil a/b 21 HST (mg/l) ... 90

(17)

24. Data pengamatan jumlah klorofil a 56 HST (mg/l) ... 91

38. Data pengamatan bobot daun spesifik 21 HST (g/cm2 ) ... 94

39. Daftar sidik ragam bobot daun spesifik 21HST ... 95

40. Data pengamatan bobot daun spesifik 56 HST (g/cm2 ) ... 95

41. Daftar sidik ragam bobot daun spesifik 56 HST ... 96

42. Data pengamatan umur panen (HST) ... 96

43. Daftar sidik ragam umur panen ... 96

44. Data pengamatan jumlah polong persampel (polong) ... 96

45. Daftar sidik ragam jumlah polong persampel ... 96

46. Data pengamatan jumlah polong berisi persampel (polong) ... 97

47. Daftar sidik ragam jumlah polong berisi persampel ... 97

48. Data pengamatan bobot 100 biji (g) ... 97

49. Daftar sidik ragam bobot 100 biji ... 97

(18)

51. Daftar sidik ragam produksi persampel ... 98

52. Data pengamatan produksi perplot (g) ... 98

53. Daftar sidik ragam produksi perplot ... 98

54. Foto lahan ... 99

55. Foto tanaman 2 MST – 9 MST ... 99

56. Data scoring ... 105

(19)

ABSTRAK

DWI YULIANA SARAGIH. Keragaman Genetik Mutan Kedelai (Glycine max L.) M2 dan M3 Berdasarkan Marka RAPD serta Pengaruh

Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi M3 Hasil Mutasi Kolkisin.

Dibimbing oleh LOLLIE AGUSTINA P.PUTRI sebagai ketua komisi pembimbing dan CHAIRANI HANUM sebagai anggota komisi pembimbing.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman genetik kedelai generasi M2 dan M3 berdasarkan marka RAPD (Random Amplified Polymorphic

DNA) serta pertumbuhan dan perkembangan mutan kedelai generasi M3 hasil mutasi kolkisin pada kondisi naungan.

Sebanyak 13 genotip kedelai meliputi genotip Cikurai, Malikka; genotip mutan Cikurai generasi M2, M3; dan genotip mutan Malikka generasi M2, M3

dianalisis keragaman genetiknya dengan menggunakan marka RAPD dan dilihat pengaruh naungan 50% terhadap pertumbuhan dan produksi empat genotip kedelai meliputi genotip Cikurai, genotip Malikka, genotip mutan M3 Cikurai, dan

genotip mutan M3 Malikka.

Perhitungan koefisien keragaman genetik dan pembentukan dendogram dilakukan dengan bantuan program DARwin 5.05. Analisis data dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial.

Dari 5 genotip M2 dan 4 genotip M3 diperoleh 8 genotip yang tidak mengelompok dengan genotip M0 yaitu genotip M2V1(2), M2V2(1), M2V2(2),

M2V2(3), M3V1(1), M3V1(2), M3V2(1), dan M3V2(2). Naungan 50% berpengaruh

nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah buku, umur berbunga, rasio klorofil a/b 21 HST, kandungan klorofil b 56 HST, luas daun 56 HST, bobot daun spesifik 21 dan 56 HST, jumlah polong persampel, jumlah polong berisi persampel, bobot 100 biji, produksi persampel, dan produksi per plot. Genotip Cikurai dan mutan Cikurai generasi M3 memiliki produksi yang paling tinggi. Nilai duga heritabilitas

berkisar 0.12-1.00 dengan nilai KVG 0.5-29.51 dan nilai KVP 0.98-60.49.

(20)

ABSTRACT

DWI YULIANA SARAGIH. Genetic Diversity Analysis of Soybean Mutant M2 and M3 Based On RAPD Marker and Shading Effect on The Growth

and Production of M3 Colchicine Mutation. Supervised by LOLLIE AGUSTINA

P.PUTRI and CHAIRANI HANUM.

The objective of this research was to analysis genetic diversity of M2 and

M3 generation of soybean using RAPD and growth and production of M3

generation’s colchicine mutation on low light intensity.

A total of 13 soybean genotypes include Cikurai genotypes, Malikka; Cikurai M2 and M3 mutant generation; and Malikka M2 and M3 mutant

generation analyzed using RAPD. Shading effect on the growth and production of 4 soybean genotypes include Cikurai genotype, Malikka genotype, Cikurai M3

mutant generation, and Malikka M3 mutant generation.

The result of this research showed that from 5 M2 genotypes and 4 M3

genotypes was 8 genotypes that are not in a group with M0 genotypes is M2V1(2),

M2V2(1), M2V2(2), M2V2(3), M3V1(1), M3V1(2), M3V2(1), and M3V2(2) genotype.

Using non-factorial randomized block design showed that shading had significant effect on plant height, flowering, ratio of a/b chlorophyll 21 DAP, chlorophyll b 56 DAP, leaf area 56 DAP, specific leaf weight 21 and 56 DAP, number of pods per sample, number of pods containing per sample, 100 seed weight, production per sample, and production per ha. Cikurai genotype and Cikurai M3 mutant generation are the highest production. The estimation of the

heritability coefficientsfrom 0.12 – 1.00 with coefficient of genotypes variations about 0.5 – 29.51 and coefficient of phenotypic variation about 0.98 – 60.49

(21)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Peningkatan produksi kedelai nasional melalui perluasan areal tanam

memiliki potensi yang cukup besar, antara lain melalui penggunaan lahan dibawah

tegakan tanaman perkebunan karet dan kelapa sawit. Menurut Asadi dan Arsyad

(1991), intensitas cahaya berkurang hingga mencapai 75% dibawah tegakan

tanaman perkebunan karet. Kedelai memerlukan radiasi matahari yang optimum

(sekitar 0,3 – 0,8 kal/ cm2/ menit setara 431-1152 kal/ cm2/ hari) dengan spectrum

atau panjang gelombang berkisar 400 – 700 nm untuk mendapatkan hasil bersih

fotosintat yang tinggi. Anderson (2000) juga menjelaskan bahwa tanaman yang

tumbuh di lingkungan bercekaman tersebut sulit mengekspresikan potensial

genetiknya secara utuh untuk tumbuh, berkembang, dan berproduksi secara

maksimum. Sihar (1997) menyatakan bahwa intensitas penyinaran dibawah tajuk

tanaman karet berkisar 50 – 80 % pada umur 3 tahun, 25 – 40 % pada umur 4

tahun dan makin sedikit bila makin tua. Dilaporkan bahwa hasil kedelai menurun

rata-rata 30-60% pada kondisi cekaman naungan. Handayani (2003) juga

melaporkan bahwa akibat cekaman naungan 50%, hasil per hektar tanaman

kedelai menurun 10-40%. Oleh karena itu diperlakuan upaya pemuliaan untuk

memperoleh genotipe atau varietas unggul baru kedelai yang mampu beradaptasi

pada lingkungan bercekaman intensitas cahaya rendah.

Salah satu program pemuliaan tanaman yang dapat digunakan untuk

mendapatkan kultivar atau varietas unggul adalah dengan teknik pemuliaan

mutasi. Penggunaan teknik mutasi dalam program pemuliaan tanaman dilakukan

(22)

perubahan-perubahan genetik. Pada poliploid terjadi penggandaan set kromosom

(Welsh, 1991).

Menurut Hetharie (2003), pemuliaan poliploidi dapat memperbaiki sifat

tanaman dan menambah kejaguran. Tanaman poliploidi mempunyai penampilan

morfologi meliputi daun, bunga, batang, umbi lebih jagur atau vigor dibandingkan

dengan tanaman diploid. Suryo (1995) juga menjelaskan bahwa pemberian

kolkisin dapat meningkatkan bahan-bahan organik di dalam sel seperti protein dan

vitamin serta terjadi peningkatan berat total tanaman dan jumlah sel.

Keragaman genetik sesungguhnya mencerminkan kemampuan adaptasi

tanaman, sehingga dapat dikatakan populasi dengan keragaman genetik yang

tinggi memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi pula. Menurut Stern dan Roche

(2004) nilai adaptasi populasi dari lingkungan yang berbeda-beda menjadi sumber

keragaman fenotip. Adaptasi secara evolusioner diikuti oleh perubahan struktur

genetik. Informasi genetik diubah melalui reaksi-reaksi terhadap seleksi dari

generasi ke generasi, adaptasi yang telah ada ditingkatkan atau mengembangkan

adaptasi yang baru. Menurut Finkeldey (2005), keragaman genetik pada suatu

populasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu mutasi dan aliran gen yang

meningkatkan keragaman genetik.

Marka molekuler merupakan alat yang sangat baik bagi pemulia dan ahli

genetik untuk menganalisis genom tanaman. Marka molekuler juga dapat

diartikan sebagai upaya untuk membedakan karakteristik tanaman pada tingkat

gen. Penggunaan marka molekuler utamanya untuk memonitor variasi susunan

DNA di dalam spesies. Penanda molekuler banyak digunakan dalam analisis

(23)

DNA (RAPD). RAPD digunakan untuk mengidentifikasi genotip tanaman karena memiliki kelebihan dalam pelaksanaan dan analisa.

Hasil penelitian terdahulu (Saragih, 2011) dari mutan M1 Cikurai (V1) dan

mutan M1 Malikka (V2) hasil mutasi kolkisin untuk data vegetatif tidak berbeda

nyata, sedangkan untuk data generatif berbeda nyata seperti pada V1 umur

berbunga lebih cepat dan data produksi jumlah polong berisi yang lebih banyak

pada V2, tetapi V1 memiliki bobot 100 butir yang lebih besar, dan produksi per ha

tertinggi pada V1. Dari hasil penelitian M1, berdasarkan produksi mutan yang

berpotensi sebagai genotip yang toleran pada kondisi naungan adalah V2 .

Selanjutnya (Rahmadani, 2012) pada mutan generasi M2 Cikurai (V1) dan

mutan generasi M2 Malikka (V2) hasil mutasi kolkisin untuk data vegetatif tidak

berbeda nyata, sedangkan data generatif umur berbunga berbeda nyata pada V1

lebih cepat. Umur panen yang paling cepat juga terdapat pada V1. Untuk data

produksi per plot tertinggi yaitu pada V2. Dari hasil penelitian generasi M2,

berdasarkan produksi mutan yang berpotensi sebagai genotip yang toleran pada

kondisi naungan adalah V2.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian selanjutnya guna mengetahui kelanjutan pertumbuhan vegetatif,

generatif, dan produksi dari mutan kedelai generasi M3 serta keragaman genetik

mutan kedelai M2 dan M3 yang dianalisis berdasarkan RAPD.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui keragaman genetik genotip mutan kedelai generasi M2

(24)

pertumbuhan dan perkembangan mutan kedelai generasi M3 hasil mutasi kolkisin

pada kondisi naungan 50%.

Hipotesis Penelitian

Ada keragaman genetik kedelai hasil mutasi kolkisin dan ada pengaruh

kondisi naungan 50% terhadap pertumbuhan dan perkembangan mutan generasi

M3.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dengan mengevaluasi keragaman fenotip dan

genotip beberapa genotip mutan generasi M3 serta mengetahui keragaman genetik

M2 dan M3 antara lain :

1. Mendapatkan keragaman fenotip dan genotip kedelai M3 yang ditanam pada

kondisi naungan.

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai (Glycine max L.)

Botani Tanaman

Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan anggota dari famili Leguminosae, subfamili Papilionideae, dan termasuk ke dalam genus Glycine L. (Johnson dan Bernard, 1963). Bibit kedelai berkecambah dengan tipe

perkecambahan epigeal dengan kotiledon tebal dan berdaging, berwarna kuning

atau hijau. Tanaman ini biasanya tegak dan merupakan herba tahunan yang lebat

dengan tinggi mencapai dua meter dan kadang-kadang agak merambat. Sistem

perakaran tunggang bercabang dengan panjang akar mencapai dua meter. Akar

lateral menyebar secara horizontal hingga 2.5 meter (Giller dan Dashiell, 2010).

Bunga kedelai termasuk bunga sempurna, artinya dalam satu bunga

terdapat alat kelamin jantan dan betina. Bunga dapat melakukan penyerbukan

sendiri, yaitu kepala putik diserbuki oleh tepung sari dari bunga yang sama.

Penyerbukan terjadi sebelum bunga mekar sehingga disebut penyerbukan

kleistogami (penyerbukan tertutup). Karena cara penyerbukannya tertutup,

kemungkinan terjadinya persilangan alami kurang dari 0,5%. Akibatnya suatu

varietas dapat dipertahankan kemurniannya hingga bertahun-tahun

(Sumarno 1983).

Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya

bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk

pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap

(26)

bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan

semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk

polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini

kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning

kecoklatan pada saat masak (Sumarno 1983).

Syarat Tumbuh Iklim

Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 300 C. Bila

suhu lingkungan sekitar 400 C pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan

rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai menjadi berkurang. Suhu yang

terlalu rendah (100 C), seperti pada daerah subtropik, dapat menghambat proses

pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Suhu optimal untuk pembentukan

bunga yaitu 24 – 250 C (Tindall, 1983).

Kebutuhan cahaya bagi kedelai untuk mencapai fotosintesis maksimal

adalah berkisar antara 0.3 – 0.8 kal/cm2/menit atau setara dengan 432 – 1152

kal/cm2/hari (Salisbury dan Ross, 1992).

Kondisi iklim yang cocok umumnya adalah daerah dengan kelembaban

udara (RH) rata-rata 65% dan curah hujan paling optimum antara 100-200

mm/bulan. Kedelai membutuhkan setidaknya 500 mm air selama musim

pertumbuhan untuk perkembangan yang baik dengan konsumsi air dalam kondisi

(27)

Tanah

Pada umumnya kedelai menghendaki tanah yang berstruktur remah

dengan keasaman sedang (pH 5-7). Nilai pH ideal bagi pertumbuhan kedelai

6.0-6.8. Apabila pH diatas 7.0 kedelai mengalami klorosis sehingga tanaman

menjadi kerdil dan daunnya menguning. Sementara pada pH di bawah 5.0 kedelai

mengalami keracunan Al, Fe, dan Mn, sehingga pertumbuhannya terganggu

(Baharsjah, 1992).

Varietas

Untuk mempertahankan kemurnian agar seragam dan keunggulannya tetap

di miliki, perlu mempelajari sifat-sifat morfologis tanaman seperti tipe

tumbuh,warna hipokotil, warna bunga, warna bulu, umur berbunga, dan sifat-sifat

kuantitatif seperti tinggi tanaman, ukuran biji, dan ukuran daun. Pengenalan atau

identifikasi varietas unggul adalah suatu teknik untuk menentukan apakah yang

dihadapi tersebut adalah benar varietas unggul yang dimaksudkan.

Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mempergunakan alat pegangan berupa

deskripsi varietas (Gani, 2000).

Varitas unggul kedelai mempunyai keunggulan tertentu dibanding dengan

varietas lokal, keunggulan dapat berupa hasil yang lebih tinggi, batang lebih

pendek (genjah) lebih tahan terhadap hama/penyakit dan lain-lain. Kedelai yang

unggul untuk suatu daerah belum tentu unggul didaerah lain tergantung kepada

topografi, iklim dan cara tanam (Departemen Pertanian, 1990).

Tingkat hasil suatu tanaman ditentukan oleh interaksi faktor genetis

(28)

ketersediaan air, dan pengelolaan tanaman. Tingkat hasil varietas unggul yang

tercantum dalam deskripsi umumnya berupa angka rata-rata dari hasil yang

terendah dan tertinggi pada beberapa lokasi dan musim. Potensi hasil varietas

unggul dapat saja lebih tinggi atau lebih rendah pada lokasi tertentu dengan

penggunaan masukan dan pengelolaan tertentu pula (Gani, 2000).

Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu

lingkungan untuk mendapatkan genotip unggul pada lingkungan tersebut. Pada

umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap

genotip. Respon genotip terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam

penampilan fenotipe dari tanaman bersangkutan (Darliah et. al, 2001).

Mutasi Kolkisin

Mutasi adalah perubahan yang terjadi secara struktural pada material

genetik yang merupakan bagian dari fenomena dasar kehidupan. Bila mutasi tidak

pernah terjadi, maka material kehidupan tidak akan mengalami perkembangan dan

beradaptasi terhadap berbagai kondisi ekologis yang ada. Berdasarkan sejarah,

mutasi telah terjadi secara spontan, yang disebabkan oleh sejumlah fenomena

alamiah seperti radiasi kosmik atau sinar ultraviolet (Nasir, 2002).

Pemuliaan mutasi adalah mutasi buatan untuk mendapatkan varietas

tanaman yang unggul. Istilah pemuliaan mutasi kadang-kadang digunakan untuk

menunjukkan pemakaian mutagen oleh pemulia tanaman dalam usahanya untuk

menciptakan keragaman dari mutasi buatan. Ini berlawanan dengan pemuliaan

konvensional dimana pemulia tanaman bergantung pada keragaman alami dan

keuntungannya diperoleh dari rekombinasi gen, kadang-kadang dibantu dengan

(29)

Kepekaan terhadap perlakuan kolkisin amat berbeda diantara species

tanaman. Oleh karena itu baik konsentrasi maupun waktu perlakuan akan berbeda

pula, bahkan untuk bagian tanaman yang berbeda akan lain pula dosis dan

waktunya. Untuk biji kedelai yang cepat berkecambah, biji direndam dalam

larutan selama 1 – 5 hari sebelum tanam (Poespodarsono, 1988).

Larutan kolkisin efektif pada konsentrasi 0,001-1,00 ppm dengan lama

perlakuan 3-24 jam, tetapi pada benih yang berkulit keras seperti benih

kacang-kacangan konsentrasi 0,2 ppm lebih dianjurkan. Konsentrasi 0,2 ppm yang lebih

umum dipakai untuk semua tanaman dengan lama perlakuan antara 24-96 jam

(Haryanti et. al,2009).

Apabila kolkisin digunakan pada konsentrasi yang tepat maka jumlah

kromosom akan meningkat, sehingga tanaman bersifat poliploid. Tanaman yang

bersifat poliploid menghasilkan ukuran morfologi lebih besar dibandingkan

tanaman diploid. Kolkisin akan bekerja efektif pada konsentrasi 0,01-1 ppm untuk

jangka waktu 6-72 jam, namun setiap jenis tanaman memiliki respon yang

berbeda-beda (Suryo, 1995).

Kolkisin berfungsi sebagai mutagen untuk individu poliploid. Adapun cara

kerja kolkisin yaitu kolkisin akan masuk kedalam biji (2n) dan menyebabkan

terhambatnya kerja mikrotubulus. Kerja mikrotubulus terhambat, berarti

menghambat terbentuknya benang spindel dan kromosom yang siap membelah

akan mengalami gagal berpisah sehingga sel tidak akan mengalami pembelahan.

Hal ini menyebabkan biji mempunyai genom 4n (Sadida et. al, 2010).

Sifat umum tanaman poliploid adalah memiliki ukuran bagian-bagian

(30)

Tanaman poliploid juga memiliki ukuran sel, diameter buluh-buluh pengangkutan,

dan ukuran stomata yang lebih besar. Bertambahnya diameter buluh-buluh

pengangkutan akibat pemberian kolkisin, menyebabkan diameter batang tanaman

yang lebih besar (Suryo, 1995).

Secara umum pengaruh poliploid bagi tanaman adalah sebagai berikut :

1. Inti dan isi sel lebih besar (stomata dan tepung sari)

2. Daun dan bunga bertambah besar. Pertambahan ukuran ini ada batasnya,

sehingga bila terjadi penambahan terus pada jumlah kromosom tidak

menyebabkan penambahan secara berlanjut.

3. Dapat terjadi perubahan senyawa kimia, termasuk peningkatan atau perubahan

pada macam atau proporsi karbohidrat, protein, vitamin, atau alkaloid.

4. Laju pertumbuhan menjadi lebih lambat dibanding dengan tanaman diploid dan

berbunganya juga terlambat.

5. Meiosis sering tidak teratur, sehingga terjadi kromosom yang tidak

berpasangan.

6. Menurunnya fertilitas pada poliploid merupakan hal penting untuk diperhatikan

pada pemuliaannya. Penurunan ini dapat terjadi pada daya hidup butir tepung

sari dan jumlah biji. Derajat penurunan tergantung dari spesies

(Poespodarsono, 1988).

Peranan poliploidi dalam pemuliaan tanaman sangat banyak, antara lain

untuk mendapatkan buah tanpa biji (seedless) seperti semangka tanpa biji dan

anggur tanpa biji yang menggunakan metode triploid (3x), memasukkan gen

ketahanan terhadap penyakit maupun stress lingkungan dengan metode

(31)

tertentu seperti dengan menggunakan metode trisomik yang dapat menentukan

kromosom mana yang membawa lokus karena suatu fenotip akan dipengaruhi

oleh kromosom yang terlibat dalam aneuploidi (Suryo, 1995).

Daun merupakan organ fotosintesis utama, sehingga menentukan jumlah

asimilat yang dihasilkan yang diperlukan selama pertumbuhan dan perkembangan

tanaman. Kloroplast pada tanaman berkembang dari struktur mikro yang

terdeferensiasi yang disebut proplastid. Menurut Adams et. al (1970) proplastid ikut membelah selama mitosis. Pada saat benih diperlakukan dengan kolkisin,

mitosis pada sel-sel embrio diikuti dengan pembelahan proplastid, meskipun

kromosom yang telah mengganda mungkin gagal berpisah pada anaphase akibat

rusaknya formasi mikrotubula penyusun benang-benang spindel oleh kolkisin,

sehingga menghasilkan tanaman yang mempunyai kadar klorofil yang lebih

tinggi.

Penelitian Abmelah (2013) pada pengamatan paremeter panjang tanaman,

bobot polong per tanaman dan diameter biji yang diperoleh pada perlakuan

kolkisin memberikan pengaruh yang nyata. Rataan tertinggi panjang tanaman

terdapat pada perlakuan tanpa kolkisin 0 ppm yakni sebesar 259.63 cm, sedangkan

yang terendah terdapat pada perlakuan 200 ppm yakni sebesar 166.32 cm, pada

parameter bobot polong per tanaman rataan tertinggi terdapat pada perlakuan

tanpa kolkisin 0 ppm yakni sebesar 103.24 g, sedangkan rataan terendah terdapat

pada perlakuan kolkisin 200 ppm yakni sebesar 41.82.

Penggunaan kolkisin untuk tujuan yang mempunyai arti penting, karena

harganya cukup mahal. Disamping untuk tujuan pemuliaan biasanya digunakan

(32)

karena merubah kromosom yang berakibat berubahnya sifat tanaman

(Poespodarsono, 1988).

Intensitas Cahaya

Cahaya matahari merupakan sumber utama energi bagi kehidupan, tanpa

adanya cahaya matahari kehidupan tidak akan ada. Bagi pertumbuhan tanaman

ternyata pengaruh cahaya selain ditentukan oleh kualitasnya ternyata ditentukan

intensitasnya. Intensitas cahaya adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu

tanaman per satuan luas dan per satuan waktu (kal/cm2/hari). Dengan demikian

pengertian intensitas yang dimaksud sudah termasuk lama penyinaran, yaitu lama

matahari bersinar dalam satu hari. Pada dasarnya intensitas cahaya matahari akan

berpengaruh nyata terhadap sifat morfologi tanaman. Hal ini dikarenakan

intensitas cahaya matahari dibutuhkan untuk berlangsungnya penyatuan CO2 dan

air untuk membentuk karbohidrat (Asadi et. al, 1997).

Tanaman yang mendapatkan cahaya matahari dengan intensitas yang

tinggi menyebabkan lilit batang tumbuh lebih cepat, susunan pembuluh kayu lebih

sempurna, internodia menjadi lebih pendek, daun lebih tebal tetapi ukurannya

lebih kecil dibanding dengan tanaman yang terlindung. Beberapa efek dari cahaya

matahari penuh yang melebihi kebutuhan optimum akan dapat menyebabkan layu,

fotosistesi lambat, laju respirasi meningkat tetapi kondisi tersebut cenderung

mempertinggi daya tahan tanaman (Lukitasari, 2005).

Tanaman hijau memanfaatkan cahaya matahari melalui proses fotosintesis.

Chozin (1998) melaporkan bahwa intensitas cahaya di bawah tegakan karet umur

(33)

50%, sedangkan pada tegakan karet berumur empat tahun sudah melebihi

intensitas cahaya dalam paranet 75%.

Pendapat di atas diperkuat oleh Baharsyah et. al, (1985) bahwa cahaya matahari sangat besar peranannya dalam proses fisiologis yaitu fotosintesis,

respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, pembukaan dan penutupan stomata,

berbagai pergerakan tanaman dan perkecambahan. Penyinaran matahari

mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan hasil tanaman melalui proses

fotosintesis. Hubungan antara penyinaran matahari dengan hasil adalah kompleks

terutama untuk kedelai yang memang pada dasarnya merupakan tanaman yang

menyukai cahaya matahari penuh.

Wrigley (1982) menyatakan bahwa ada keuntungan dan kerugian pada

kondisi ternaungi, yaitu:

1. Keuntungan

- Tanaman yang menaungi berperan sebagai pemecah angin, dimana angin

dengan hembusan udara panas dapat meningkatkan transpirasi dan berbahaya

bagi tanaman.

- Kisaran suhu daun dan tanah rendah dibawah naungan.

- Kelembaban relatif tinggi.

- Kelembaban permukaan tanah rendah dan sangat pentig bagi tanaman pada

saat musim kering.

- Penaung mengurangi dampak buruk dari air hujan.

2. Kerugian

- Naungan akan mengurangi intensitas sinar matahari, sehingga mengganggu

(34)

- Penaung menyebabkan intensitas cahaya yang diterima kanopi daun menjadi

lebih kecil. Akibatnya berpengaruh terhadap proses metabolisme tanaman

seperti fotosintesis

Perlakuan dengan pemberian naungan pada kedelai akan mempengaruhi

sifat morfologi tanaman. Morfologi kedelai yang bisa dipengaruhi oleh naungan

adalah batang tidak kokoh, karena garis tengah batang lebih kecil sehingga

tanaman menjadi mudah rebah seperti diungkapkan Adisarwanto (1999). Hal ini

tidak berlaku bagi tanaman yang toleran naungan karena cenderung lebih efisien

dalam pemanfaatan cahaya. Pada batas naungan tertentu proses fisiologis didalam

tanaman toleran tersebut tidak terlalu dipengaruhi naungan sehingga tanaman

tumbuh normal, tidak terjadi etiolasi dan kerebahan yang tentunya tidak

mempengaruhi hasil (Asadi dan Arsyad ,1991).

Asadi et. al (1997) menjelaskan bahwa adaptasi tanaman terhadap naungan dicirikan oleh: a) peningkatan luas daun dan penurunan penggunaan

metabolit, b) penurunan jumlah transmisi dan refleksi cahaya. Penurunan

intensitas cahaya akibat naungan juga akan menurunkan rasio klorofil a/b, tetapi

akan meningkatkan jumlah relatif klorofil. Pemberian naungan pada tanaman akan

berdampak terhadap proses metabolism dalam tubuh tanaman dan akhirnya akan

berdampak terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, terutama karena

kurangnya intensitas cahaya yang diterima tanaman tersebut (Baharsyah,1980).

Widiastuti et. al (2004) juga menyatakan bahwa pemberian perlakuan naungan pada berbagai stadi pertumbuhan berpengaruh nyata terhadap jumlah

bunga per tanaman, jumlah polong per tanaman, berat biji, dan produksi biji

(35)

memberikan hasil yang lebih baik apabila diaplikasikan pada awal pengisian

polong dibandingkan dengan awal tanam atau awal berbunga.

Tanaman yang mendapat cekaman naungan cenderung mempunyai jumlah

cabang sedikit dan batang yang lebih tinggi dibanding tanaman yang ditanam

dalam kondisi tanpa naungan. Perubahan tinggi batang tanaman pada beberapa

tanaman akibat naungan sudah tampak mengalami etiolasi pada naungan lebih

dari 25%. Etiolasi yang terjadi pada sebagian besar tanaman akibat naungan

disebabkan karena adanya produksi dan distribusi auksin yang tinggi,sehingga

merangsang pemanjangan sel yang mendorong meningkatnya tinggi tanaman

(Gatut, 2001).

Sel penutup memiliki klorofil di dalam selnya sehingga cahaya matahari

akan sangat berpengaruh buruk pada klorofil. Larutan klorofil yang dihadapkan

pada sinar kuat akan tampak berkurang hijaunya. Daun-daun yang terkena

langsung umumnya akan tampak kekuning-kuningan, salah satu cara untuk dapat

menentukan kadar klorofil adalah dengan metoda spektofotometri

(Dwijiseputro, 1981).

Menurut Praba et. al, dengan penurunan intensitas cahaya kandungan klorofil memperlihatkan peningkatan yang sama dengan peningkatan klorofil

dibawah naungan 10% sampai 50%, dilaporkan oleh Singh et. al (1988), Liu et. al (1984) bahwa peningkatan klorofil merupakan cara tanaman padi untuk

memperkaya sistem asimilasi dalam mempoduksi hasil fotosintesis dan

menyarankan bahwa total klorofil dan rasio klorofil a/b dapat digunakan menjadi

suatu parameter untuk menyeleksi varietas yang efisien fotosintesis pada cahaya

(36)

Kandungan klorofil pada tanaman sangat dipengaruhi oleh intensitas

cahaya. Tanaman yang ternaungi mempunyai klorofil lebih banyak dibandingkan

tanaman yang tidak ternaungi. Hasil penelitian pada kedelai menunjukkan bahwa

tanaman yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah memiliki jumlah klorofil

lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang peka (Wirnas, 2005).

Genotipe yang toleran naungan mempunyai daun yang lebih lebar dan

tipis,kandungan klorofil b yang lebih tinggi dan rasio klorofil a/b yang lebih

rendah dari pada genotip peka. Perubahan karakter morfologi dan fisiologi daun

tersebut merupakan bentuk mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman

naungan. Dengan demikian karakter morfologi daun dapat memberikan faktor

besar dalam perbaikan adaptasi kedelai terhadap cekaman naungan

(Kisman, 2008).

Marka RAPD

RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) merupakan metode perbanyakan genom yang paling sering digunakan karena sangat mudah dan

membutuhkan jumlah DNA genom yang tidak terlalu banyak. RAPD banyak

digunakan untuk menganalisis keanekaragaman karakter genetik dalam berbagai

penelitian dengan pertimbangan antara lain tidak membutuhkan latar belakang

pengetahuan tentang genom yang akan dianalisis, primer yang digunakan bersifat

universal (dapat digunakan untuk prokariot maupun eukariot), mampu

menghasilkan karakter yang relatif tidak terbatas jumlahnya, bahan-bahan yang

digunakan relatif lebih murah, preparasi lebih mudah, dan memberikan hasil lebih

cepat dibandingkan dengan analisis molekuler lainnya. Metode RAPD mampu

(37)

tersebut akan berikatan utas tunggal genom yang satu dan pada utas DNA

pasangannya dengan arah berlawanan. Selama situs penempelan primer masih

berada pada jarak yang dapat diamplifikasi pada umumnya tidak lebih dari 5000

pasangan basa (pb), maka akan diperoleh produk DNA amplifikasi

(Weising et. al, 1995).

Salah satu keuntungan pemakaian analisis keragaman genetik tanaman

dengan menggunakan teknik molekuler yang memanfaatkan teknologi amplifikasi

PCR adalah kuantitas DNA yang diperlukan hanya sedikit. Disamping itu, dalam

pelaksanaan teknik RAPD tingkat kemurnian DNA yang dibutuhkan tidak perlu

terlalu tinggi atau dengan kata lain teknik amplifikasi PCR relatif toleran terhadap

tingkat kemurnian DNA. Walaupun demikian, dalam suatu teknik isolasi DNA

masih diperlukan suatu tahapan untuk meminimalkan senyawa-senyawa

kontaminan yang dapat mengganggu reaksi PCR seperti polisakarida dan

metabolit sekunder. Hal ini disebabkan keberadaan polisakarida dan metabolit

sekunder dalam sel tanaman sering menyulitkan dalam isolasi asam nukleat.

Adanya polisakarida dan senyawa metabolit sekunder dalam sel tanaman sering

menyulitkan dalam proses isolasi adam nukleat. Struktur polisakarida yang mirip

dengan asam nukleat akan menyebabkan polisakarida tersebut akan mengendap

bersama dengan asam nukleat (Wilkins dan Smart, 1996).

Dalam program pemuliaan tanaman, diperlukan identifikasi baik karakter

morfologi maupun molekuler untuk menguji keragaman genotip klon-klon yang

akan dipilih untuk tetua persilangan. Pemakaian teknik RAPD memiliki resolusi

yang sebanding dengan RFLP dalam hal analisis kekerabatan antar genotip dan

(38)

membantu dalam analisis keragaman genteik tanaman yang tidak diketahui latar

belakang genomnya. Analisis RAPD hanya memerlukan sejumlah kecil DNA

sehingga sangat sesuai untuk spesies tanaman berkayu. RAPD memerlukan biaya

lebih rendah dibandingkan biaya untuk uji kekerabatan berdasarkan analisis DNA

yang lain. Metode RAPD menggunakan primer dengan ukuran sepuluh basa

sering digunakan untuk studi kekerabatan, identifikasi varietas, pemetaan genetik,

analisis struktur DNA organisme dan finger printing suatu individu organisme.

Teknik RAPD menggunakan primer acak maupun spesifik telah terbukti dapat

digunakan sebagai penanda molekuler untuk berbagai karakter agronomis penting.

Pemakaian marka molekuler RAPD banyak digunakan untuk menyusun

kekerabatan beberapa individu dalam spesies maupun kekerabatan antar spesies.

Penggunaan kekerabatan ini dapat dijadikan rujukan dalam pemuliaan persilangan

untuk mendapatkan keragaman yang tinggi dari hasil suatu persilangan penanda

RAPD yang efektif dalam mengevaluasi silsilah bahan, sementara SSR sangat

penting untuk mengenali perbedaan antara karakteristik kuantitatif

(Maftuchah, 2001).

Keragaman Genotip dan Fenotip

Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program

pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan

manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan teknik seleksi atau

dapat dimanfaatkan dalam program persilangan yang canggih untuk mendapatkan

kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan antara dua individu yang

mempunyai faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini

(39)

perhatian utama para pemulia tanaman, karena melalui pengelolaan yang tepat

dapat dihasilkan varietas baru yang lebih baik (Welsh, 1991).

Fenotip suatu karakter adalah hasil interaksi antara genotip dan

lingkungan. Dengan demikian, varians fenotip adalah penjumlahan varians

genotip dan varians lingkungan dalam suatu populasi adalah nol, maka varians

fenotip sama dengan varians genotip. Nilai yang diobservasi atau nilai suatu

karakter yang diukur pada suatu individu disebut nilai fenotip dari individu

tersebut. Fenotip adalah penampilan (dalam bentuk karakter fisik, biokimia,

fisiologi, dll) dari suatu individu tanaman yang merupakan hasil dari pengaruh

genotip dan lingkungan. Genotip adalah konstitusi genetik yang dimiliki oleh

suatu individu (Malau, 1995).

Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika

mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh

terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan

lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa

keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh

perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas

didalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan

dimana individu berada (Allard, 2005).

Keragaman merupakan hal penting dalam pemuliaan karena dapat

ditemukan berbagai sumber gen untuk perbaikan suatu sifat tanaman. Gen-gen

tersebut dapat ditransfer ke tanaman dengan cara konvensional maupun rekayasa

(40)

poliploidi. Poliploidi adalah keadaan sel dengan penambahan satu atau lebih

genom dari genom normal 2n=2x (Hetharie, 2003).

Heritabilitas

Fehr (1987) menyebutkan bahwa heritabilitas adalah salah satu alat ukur

dalam sistem seleksi yang efisien yang dapat menggambarkan efektivitas seleksi

genotipe berdasarkan penampilan fenotipenya. Hanson (1963) menyatakan nilai

heritabilitas dalam arti luas menunjukkan genetik total dalam kaitannya

keragaman genotip, sedangkan menurut Poespodarsono (1988), bahwa makin

tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin besar pengaruh genetiknya dibanding

lingkungan.

Variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi.

Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu

dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang

diharapkan akan besar. Sedangkan pendugaan nilai heritabilitas tinggi

menunjukkan bahwa faktor pengaruh genetik lebih besar terhadap penampilan

fenotip bila dibandingkan dengan lingkungan. Untuk itu informasi sifat tersebut

lebih diperankan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat

diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya

(Mardjono dan Sudarmo, 2007).

Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya pengukuran heritabilitas

antara lain karakteristik populasi, sampel genotip yang diteliti, metode

perhitungan, seberapa luasnya evaluasi genotip, adanya ketidakseimbangan pautan

yang terjadi, dan tingkat ketelitian selama penelitian. Nilai duga heritabilitas

(41)

pengaruh genetik yang diwariskan kepada keturunannya. Nilai duga heritabilitas

berkisar antara 0,0 – 1,0, nilai duga heritabilitas sebesar 1,0 menunjukkan bahwa

semua variasi penampilan tanaman yang ditimbulkan disebabkan oleh faktor

genetik sedangkan nilai duga heritabilitas 0,0 menunjukkan bahwa tidak satupun

dari variasi tanaman yang muncul dalam populasi tersebut disebabkan oleh faktor

(42)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian di Laboratorium dan

penelitian di Lapangan.

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara dan di Desa Tumpatan Nibung, Batang Kuis, Medan

dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl yang dimulai pada bulan April 2013 hingga

November 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk penelitian molekuler adalah daun yang

berasal dari kecambah mutan kedelai generasi M2 (M2), dan mutan kedelai

generasi M3 (M3), CTAB (Promega H6269), Polyvinil Polypirolidone (PVPP)

(Promega 77627) 0.1 g, buffer CTAB, buffer TAE, buffer TE, Kloroform

Isoamilalkohol 24:1 (KIAA), NaCl, NaOH, Na-EDTA, Hcl p.a, alcohol 100% dan

70%, Isopropanol dingin, aquades, ß-mercaptoetanol 2%, agarose (promega

V3121), primer oligonukleotida, master mix (promega M7122), DNA ladder

(G210A), kertas tissue, dan bahan yang digunakan untuk penelitian di lapangan

adalah kedelai Varietas Cikurai, Varietas Malikka, Mutan M3 Cikurai, Mutan M3

Malikka sebagai objek yang diamati.

Alat yang digunakan dalam penelitian di Laboratorium adalah centrifuge

(eppendorf 5415), vortex, frezer, tabung eppendorf 2.0 ml, 1.5 ml, dan 50 ul, mikropipet ukuran 1-50 µl, 100-500 µl, dan 200-1000 µl, sarung tangan karet, tip

(43)

BIOSAN), oven, pH meter, pengaduk magnetik, alat-alat gelas (gelas ukur, baker

glass, Erlenmeyer, dll), UV-transilluminator (UV Tec Cambridge 20 UV), elektroforesis (Power PAC 3000, BIO RAD), PCR (Therma Cycler), Gel-Doc (U Cambridge), power supply, dan alat yang digunakan pada penelitian di lapangan adalah cangkul, parang, meteran, handspryer, papan nama, papan perlakuan,pacak

sample, timbangan, buku tulis, kalkulator, penggaris, paranet 50 %, dan polybag.

Metode Penelitian

Penelitian I. Identifikasi Molekuler Mutan Kedelai Generasi M2 dan M3

Penelitian ini adalah untuk melihat perubahan genetik pada mutan kedelai

generasi M2 dan M3 varietas Cikurai dan Malikka akibat perlakuan kolkisin dan

mempermudah proses penapisan (screening) yang akan dilakukan pada generasi selanjutnya.

Pengambilan Sampel Daun

Sampel daun yang digunakan adalah daun yang berasal dari kecambah

genotip mutan kedelai generasi M2 dan M3.

Isolasi dan Pemurnian DNA

Isolasi DNA dilakukan dengan dengan metode CTAB yang dimodifikasi

memakai β-mercaptoethanol, PVPP, dan nitrogen cair saat penggerusan (Toruan dan Hutabarat, 1997).

Daun kedelai ditimbang masing-masing 0.2 g. Daun dipotong halus

dengan gunting secara melintang. Kemudian daun dimasukkan kedalam mortar

untuk digerus. Potongan daun yang ada dalam mortar ditambah buffer CTAB.

(44)

buffer CTAB, kemudian digerus kembali hingga benar-benar lumat. Daun

dipindahkan kedalam tabung mikro 2 ml, ditambah 1 ml buffer ekstrak CTAB dan

10 µl ß-mercapthoehtanol, kemudian divortex hingga rata. Tabung tersebut

diinkubasi kedalam penangas air bersuhu 650C selama 30 menit, setiap 10 menit

tabung dikocok perlahan secara regular. Setelah selesai dipanaskan dimasukkan

larutan KIAA 1 ml kedalam tabung. Kemudian tabung dikocok lagi hingga

homogen. Tabung disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 13.000 rpm.

Fase atas dipindahkan ke tabung mikro lain 2 ml dan ditambah larutan

KIAA 1 ml dan kembali disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan yang sama.

Supernatant dipindahkan ke tabung mikro 1.5 ml dan ditambah isopropanol dingin

1 ml. Tabung dikocok perlahan dan diperhatikan adanya benang-benang halus

putih yang muncul. Bila benang-benang halus putih sudah tampak jelas disimpan

pada suhu 40C selama 30 menit. Setelah 30 menit cairan isopropanol dibuang dan

benang-benang halus dalam tabung ditinggalkan lalu dikering anginkan.

Kemudian kedalam tabung ditambahkan 100 µl buffer TE dan dispin manual agar

terbentuk suspense antara pellet dengan buffer TE (Orozco-Castillo et. al, 1994). Bila masa inkubasi selesai, ke dalam tabung ditambahkan 1 ml etanol

dingin 100% yang berisi suspense DNA dalam buffer TE dan dikocok kembali

secara perlahan dan disimpan pada suhu 40C selama 30 menit. Tabung

disentrifugasi kembali selama 5 menit pada kecepatan 13.000 rpm. Selanjutnya

fase atas dibuang, tabung dikeringanginkan kemudian ditambah 100 µl buffer TE

dan pellet DNA disuspensikan ke dalam buffer. Stock DNA yang diperoleh

(45)

Uji Kualitas DNA

Uji kualitas DNA dilakukan dengan elektroforesis metode standar dengan

5 µl stok DNA ditambah 1 µl loading dye kedalam sumur gel agarose 0.8% yang

ditambahkan 1 µl etidium bromida.

Contoh DNA yang telah disiapkan dimasukkan kedalam sumur gel.

Setelah semua lubang sumur gel berisi selanjutnya dielektroforesis. Running

elektroforesis dilakukan pada kondisi 70 volt selama 60 menit. Visualisasi DNA

yang telah dielektroforesis dilakukan dengan UV transluminator dan

didokumentasikan.

Kualitas DNA dinyatakan baik bila hasil elektroforesis menunjukkan pola

pita yang terang dan focus. Artinya DNA yang dihasilkan cukup solid, utuh dan

mempunyai konsentrasi yang tinggi.

Amplifikasi/ Genotyping

Amplifikasi mengikuti prosedur baku analisis RAPD, sesuai prosedur

William et. al, (1990). Amplifikasi dilakukan dengan menggunakan 5 primer RAPD polimorfik yang digunakan berasal dari Sigma-Aldrich polimorfik.

Persiapan awal amplifikasi adalah mencairkan komponen untuk running

PCR yaitu paket PCR produksi Promega dalam kotak berisi pecahan es.

Kemudian dibuat larutan master yang terdiri atas : ddH2O 9,5 µl x 14 = 133 µl,

Go Green Tag 12,5 µl x 14 = 175 µl, Primer 1 µl x 14 = 14 µl. Dari tube diambil

23 µl ke tube yang lain sehingga diperoleh 13 tube untuk PCR dan ditambahkan

masing-masing DNA sebanyak 2 µl. Kemudian tabung dispin manual. Tabung

berisi stok DNA dan campuran master dimasukkan dalam blok sampel di mesin

(46)

Biosystems di desain waktu, suhu, dan jumlah siklus termal 45 kali (3 jam 51 menit). Proses amplifikasi PCR dapat dilihat pada tabel 1.

Setelah reaksi PCR selesai DNA hasil amplifikasi disimpan dalam suhu

40C bila sedang tidak digunakan.

Tabel 1. Proses Amplifikasi PCR

No Tahapan Suhu Waktu Jumlah Siklus

1 Denaturasi awal 940C 2 menit 1

2 Denaturasi 940C 1 menit 45

3 Annealing 370C 1 menit 45

4 Ekstension 720C 2 menit 45

5 Ekstension akhir 720C 10 menit 1

6 Kondisi akhir PCR 40C Tak terbatas 1

Elektroforesis

Sebelum dilakukan elektroforesis disiapkan gel agarose konsentrasi 1,5%

(b/v) dengan 2.5 µl etidium bromide.

Running elektroforesis dilakukan pada kondisi 70 volt selama 80 menit. Visualisasi DNA yang telah di elektroforesis dilakukan dengan UV transluminator

dengan cara meletakkan gel pada UV transluminator dan jika pita/ band molekul

DNA kelihatan terang maka didokumentasikan.

Analisis Data

Penentuan Skoring Marka RAPD

Untuk menentukan keragaman genetik, produk PCR-RAPD diskoring

berdasarkan muncul tidaknya pita DNA. Pita yang muncul pada gel diasumsikan

sebagai alel RAPD. Keragaman alel RAPD ditentukan dari perbedaan migrasi alel

(47)

profil pita diterjemahkan kedalam data biner. Pita yang muncul diberi kode l (ada)

dan 0 (tidak ada).

Penentuan Ukuran Pasangan Basa

Ukuran fragmen basa (pasangan basa = bp) produk PCR ditentukan

dengan log jarak menggunakan program regresi linier. Fragmen DNA standar

(DNA landder) digunakan sebagai absis (x) dan log jarak migrasi sebagai ordinat

(y). Dari persamaan ini ditentukan ukuran pasangan basa dari fragmen produk

PCR berdasarkan log jarak dari fragmen tersebut.

Matriks ketidaksamaan (dissimilarity) tiap kombinasi pasangan dihitung berdasarkan Dissmilarity Index Simple Matching pada bootsraps 1000, sesuai rumus :

ploidi dan m1 merupakan jumlah alel yang umum diantara I dan j untuk lokus l.

Matriks jarak atau ketidaksamaan genetik untuk semua kombinasi pasangan

individu dapat dilakukan dengan dua tipe analisis deskriptif dari keragaman : (1)

Principal Coordinates Analysis (PCoA), suatu jenis analisis faktorial pada tabel ketidaksamaan untuk mendapatkan group origin utama, dan (ii) Neighbour-Joining Tree (NJtree) berdasarkan Saitou dan Nei (1978) untuk memperoleh gambaran dari kekerabatan diantara individu-individu. Perhitungan dan analisis

deskriptif ini menggunakan software DARwin5.05 (Perrier dan

(48)

Penelitian II. Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Mutan Kedelai Generasi M3 Hasil Mutasi Kolkisin

Penelitian ini menggunakan metode RAK (Rancangan Acak Kelompok)

Non Faktorial. Genotip yang diuji yaitu Genotip Cikurai, Genotip Malikka,

Genotip Mutan M3 Cikurai, dan Genotip Mutan M3 Malikka.

G1 (M0V1) : Genotip Cikurai

Jumlah seluruh tanaman : 200 tanaman

Jumlah polybag : 200 polybag

Data yang dikumpulkan , dianalisis dengan sidik ragam model linear

Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial yaitu sebagai berikut:

(49)

εij = Efek galat percobaan pada blok ke-i terhadap perlakuan genotip ke-j.

Jika data yang dianalisis dengan sidik ragam berbeda nyata, maka

dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) menggunakan software

SAS 9.1.

Keragaman Genetik

Keragaman dihitung setelah terlebih dahulu menghitung varians fenotip

(σ2P) dan varians genotip (σ2G). Untuk menghitung varians fenotip (σ2P) dan

varians genotip (σ2G) disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Model Sidik Ragam dan Nilai Kuadrat Tengah

Sumber

Dari hasil analisis varians genotipe dan varians antar genotipe didapat :

Koefisien Varians Genotipe (KVG) dan Koefisien Varians Penotip (KVP) dengan

menggunakan rumus :

Murdaningsih et. al (1990) mengatakan bahwa Koefisien Varians Genotipe (KVG) yang telah diperoleh dari keseluruhan sifat agronomi dan hasil

dapat diklasifikasikan rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.

Kriteria rendah < 25% dari KVG yang terbesar

Kriteria sedang ≥ 25% - ≤ 50% dari KVG yang terbesar

(50)

Kriteria sangat tinggi ≥ 75% dari KVG yang terbesar

Untuk menentukan luas sempitnya variasi genetik suatu karakter yang

mempunyai koefisien variasi genetik relatif yang rendah dan sedang digolongkan

sebagai karakter yang bervariabilitas sempit, sedangkan koefisien variasi genetik

tinggi dan sangat tinggi digolongkan sebagai karakter yang bervariabilitas sedang.

Heritabilitas

Nilai heritabilitas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

p

e = varians lingkungan

Menurut Mangoendjojo (2003), heritabilitas dikatakan :

- tinggi --- bila nilai H > 50%

- sedang --- bila nilai H terletak antara 20%-50%, dan

- rendah --- bila nilai H < 20%.

Uji Progenitas

Untuk membedakan atau membandingkan dua macam perlakuan (uji beda

rata-rata) umumnya dilakukan uji t (t test) pada prinsipnya berbeda nyata atau

tidaknya perlakuan tersebut dapat diketahui dari perbandingan t hitung dengan t

(51)

t hitung = Y2−Y1

√ S²

jika: t hitung ≤ t.05 (dbe) → tn (H0 terima)

t hitung ≥ t.05 (dbe) → * (H1 tolak)

keterangan:

S² = KT eror

Y1 = nilai rata-rata pada Mutan 1 (M1)

Y2 = nilai rata-rata pada Mutan 2 (M2)

n = Ulangan

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Lahan

Areal pertanaman yang akan digunakan dibersihkan dari gulma yang

tumbuh pada areal tersebut. Kemudian dibuat plot percobaan dengan ukuran

200cm x 70cm. Parit drainase dibuat dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar

ulangan 50 cm.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah polybag yang berukuran 30 x 40 cm .

Polybag diisi dengan tanah top soil dan kompos dengan perbandingan 2 : 1.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan cara Genotip kacang kedelai dimasukkan

kedalam lubang tanam sedalam 2 cm sebanyak dua butir perlubang kemudian

(52)

Persiapan Naungan

Naungan yang digunakan yaitu paranet 50%, dengan ketinggian naungan

2 m dan total paranet yang dibutuhkan adalah 100 m3. Naungan di aplikasikan

pada saat tanaman berumur 21 HST sampai panen.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran kebutuhan pupuk

kedelai yaitu 50 kg Urea/ha (0.6 g/lubang tanam), 100 Kg SP-36/ha (1.2 g/lubang

tanam), dan 50 kg KCl/ha (0.6 g/lubang tanam). Pemupukan Urea dilakukan

dalam 2 tahap yakni pada saat penanaman sebanyak setengah dosis anjuran dan

setengah dosis lagi diberikan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam

(hst) sedangkan pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada saat penanaman.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan pagi atau sore hari. Apabila terjadi hujan maka tanaman tidak perlu disiram.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang mati dengan tanaman cadangan yang masih hidup. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman

berumur 2 minggu setelah tanam (MST).

Penjarangan

(53)

Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam

(MST).

Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antara gulma dengan tanaman. Penyiangan gulma dilakukan secara manual atau

menggunakan cangkul dengan membersihkan gulma yang ada di lahan penelitian.

Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan.

Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan

insektisida Decis 2.5 EC dengan dosis 0.5 cc/liter air, sedangkan pengendalian

penyakit dilakukan dengan menyemprotkan fungisida Dithane M-4.5 dengan

dosis 1 cc/liter air. Masing- masing disemprotkan pada tanaman yang terserang.

Panen

Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut batang tanaman tersebut

dengan menggunakan tangan. Adapun kriteria panennya adalah sebagian besar

daun telah menguning dan gugur, keadaan tanaman terlihat 99% telah menguning

atau kering.

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal sampai titik tumbuh dengan menggunakan meteran, pengamatan tinggi tanaman kedelai ini di mulai

setelah tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST). Selang waktu 2 minggu

(54)

Jumlah Cabang (cabang)

Jumlah cabang ditetapkan dengan cara menghitung seluruh cabang utama yang ada pada setiap tanaman. Pengamatan jumlah cabang diamati pada akhir

pertumbuhan.

Umur Berbunga (HST)

Umur berbunga dihitung saat bunga pertama sudah muncul dalam satu tanaman.

Jumlah Buku (buku)

Pengamatan jumlah buku dimulai setelah tanaman berumur 2 MST sampai

tanaman berumur 8 MST.

Kandungan Klorofil a (mg/l)

Daun yang digunakan yaitu daun yang telah membuka sempurna (daun

kedua dan ketiga dari pucuk) dipanen pada saat tanaman berumur 21 HST dan 56

HST. Analisis kandungan klorofil dilakukan dengan metode Arnon (1949).

Kandungan Klorofil b (mg/l)

Daun yang digunakan yaitu daun yang telah membuka sempurna (daun

kedua dan ketiga dari pucuk) dipanen pada saat tanaman berumur 21 HST dan 56

HST. Analisis kandungan klorofil dilakukan dengan metode Arnon (1949).

Rasio Klorofil a dan b (mg/l)

Diperoleh dengan membagikan jumlah klorofil a dengan jumlah klorofil b.

Rasio Tajuk dan Akar (g)

Diperoleh dengan membagikan berat kering akar dengan berat kering tajuk.

(55)

Luas Daun (cm2)

Luas daun dihitung dengan menggunakan leaf area meter. Daun yang

diamati yaitu daun yang telah membuka sempurna (daun kedua dan ketiga dari

pucuk) dipanen pada saat tanaman berumur 21 HST dan 56 HST.

Bobot Daun Spesifik (g/ cm2)

Bobot daun spesifik dihitung dengan cara membagikan berat kering daun

dengan luas daun yang di ukur dengan menggunakan leaf area meter.

Umur Panen (HST)

Pengamatan umur panen dihitung ketika tanaman telah mencapai warna polong matang ± 95% yang ditandai dengan warna kecokelatan pada polong.

Jumlah Polong Persampel (polong)

Perhitungan jumlah polong dilakukan dengan menghitung semua polong

pada masing-masing tanaman sampel yang dilakukan setelah tanaman tersebut

dipanen.

Jumlah Polong Berisi Per sampel (polong )

Dihitung jumlah polong berisi tiap tanaman, yaitu polong yang berisi biji,

pada saat tanaman telah matang penuh, dihitung setelah panen.

Bobot 100 biji (g)

Penimbangan dilakukan dengan menimbang 100 biji dari masing masing

perlakuan dengan menggunakan timbangan analitik.

Produksi per Sampel (g)

Perhitungan produksi per sampel dilakukan dengan cara menimbang bobot

buah per tanaman sampel setiap perlakuan dengan menggunakan timbangan

(56)

Produksi per Plot (g)

Perhitungan produksi per plot dilakukan dengan cara menimbang bobot

Gambar

Tabel 1. Model Sidik Ragam dan Nilai Kuadrat Tengah
tabel (daftar) (Sastosupardi,2004).
Gambar 1.  Profil kualitas DNA genotip kedelai dengan gel agarose 0.8% Keterangan : A1, A2 (tanpa mutasi Varietas Cikurai); B1, B2 (tanpa mutasi Varietas Malikka); C1, C2 (mutan M2 Varietas Cikurai); D1, D2 (mutan M2 Varietas Malikka); E1, E2 (mutan M3 Varietas Cikurai); dan F1, F2 (mutan M3 Varietas Malikka)
Tabel 1.  Kuantitas dan konsentrasi DNA genotip kedelai dengan uji               UV-Spectrofotometer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kerapatan mangrove, struktur komunitas gastropoda dan hubungan antara biota (gastropoda) dengan habitatnya (mangrove)

Tahap pertama adalah pembuatan pembibitan dilakukan dengan pengisian polibag ukuran 8 x 15 cm dengan tanah yang sudah dicampurkan dengan pupuk kompos, dengan

Objek penelitian ini adalah Lembaga Pengumpul Zakat (LPZ) BAZDA Provinsi Jambi dan LAZ RSIM serta 150 Orang Masyarakat Muslim pemberi derma. Pengumpulan data

Kinerja Universitas untuk Persfektif Pemangku Kepentingan (Stakeholders Perspective) belum mencapai apa yang diharapkan pada Rencana Strategi Bisnis 2008-2012,

Ini berkemungkinan pengendali makanan kurang mendapat pendedahan berkaitan kepentingan amalan kebersihan diri dan kesannya terhadap penyakit bawaan makanan atau keselamatan

Dalam penelitian ini peneliti ingin menyelidiki peningkatan kemampuan kepercayaan diri siswa melalui pembelajaran inkuiri terbimbing pada konsep asam basa dengan

Terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi wasting dengan prestasi belajar pada siswa Sekolah Dasar Negeri 01 Guguk Malintang Kota.. Padang Panjang dengan

pengurus dan eksekutif BWUM Sumatera Barat telah ditentukan melalui pengelompokan kerja yang telah ditetapkan sesuai dengan bidang masing-masing akan tetapi dalam