• Tidak ada hasil yang ditemukan

Competitiveness Model of Bioethanol Industry

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Competitiveness Model of Bioethanol Industry"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ekonomi Pembangunan

Volume 14, Nomor 2, Desember 2013, hlm. 214-222

Competitiveness Model of Bioethanol Industry

Muzakar Isa and Kusmiati

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia, Phone +62-271-717417 ext 453, E-mail address: muzakarisa@yahoo.com

Abstract

The need for energy is increasing every year. More than 80% of energy needs met by fossil fuels derived from petroleum and natural gas. To anticipate, the Government issued Presidential Regulation No. 5 of 2006 on the national energy. In this regulation, the govern-ment took steps to saving energy and looking for new sources of energy that are renewable and environmentally friendly. One is bioethanol. This study aims to analyze the competitiveness of bioethanol industry in Bekonang Sukoharjo. This study used mixed methods, namely the incorporation of quantitative and qualitative methods in a single study. The measurement of competitiveness is using Porter's Diamond Model. The results show the competitiveness of bioethanol industry is influenced by business strategy, potential buyers, working capital and innovation. Currently, bioethanol industry competitiveness is low.

Keywords: competitiveness of smes, bioethanol; alternative energy, business strategy JEL Classification Codes: O17, D1, D24

Model Daya Saing Industri Bioetanol

Abstrak

Kebutuhan energi meningkat setiap tahunnya. Lebih dari 80 persen kebutuhan energi dipenuhi oleh bahan bakar fosil yang berasal dari minyak bumi dan gas alam. Untuk mengantisipasinya, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang energi nasional. Dalam peraturan ini, pemerintah mengambil langkah penghematan energi dan mencari sumber energi baru yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Salah satunya adalah bioetanol. Penelitian ini bertujuan menganalisis daya saing industri bioetanol di Bekonang Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini menggunakan mixed method, yaitu penggabungan metode kuantitatif dan kualitatif dalam satu penelitian. Pengukuran daya saing industri menggunakan model Porter’s Diamond. Hasil penelitian menunjukkan bawah daya saing industri bioetanol dipengaruhi oleh strategi bisnis, pembeli potensial, modal kerja dan inovasi. Saat ini daya saing industri bioetanol tergolong masih rendah.

(2)

Pendahuluan

Kebutuhan energi dunia, termasuk Indonesia, terus meningkat setiap tahunnya. Lebih dari 80% kebutuhan energi tersebut dipenuhi oleh bahan bakar fosil yang berasal dari minyak bumi dan gas alam (Samsuri et al., 2007). Untuk mengantisipasi kebutuhan energi yang terus meningkat, Pemerintah Indonesia mengeluar-kan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang energi nasional. Melalui peraturan ini, pemerintah mengambil langkah penghematan energi dan mencari sumber energi baru yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan.

Kebijakan Pemerintah melalui PP Nomor 5 tahun 2006 tersebut, berdampak pada pengha-pusan subsidi minyak tanah menyebabkan terjadinya kenaikan harga dari Rp2.500/liter menjadi Rp9.000/liter. Akibatnya, masyarakat sulit mendapatkan minyak tanah dikarenakan harganya yang semakin mahal dan adanya kelangkaan minyak tersebut. Di sisi lain, kebijakan pemerintah tentang energi nasional ini berdampak positif pada industri bioetanol.

Bioetanol merupakan cairan tidak berwar-na serta bersifat ramah lingkungan dimaberwar-na hasil pembakaran berupa gas-gas pencemar udara, seperti Nx dan CO sangat kecil. Bio-etanol tidak menimbulkan efek rumah kaca seperti bahan bakar fosil karena gas berbahaya seperti CO2 berkurang 22% (Milan 2005). Bioetanol dapat digunakan sebagai pengganti premium/bensin dan kerosin (minyak tanah). Menurut Kusmiyati (2009), pemakaian bio-etanol memiliki efisiensi lebih tinggi daripada minyak tanah karena nyala api yang dihasilkan stabil, tidak terlalu besar dan tidak mudah mati. Bioetanol dapat diproduksi dari bahan baku yang mengandung gula, pati ataupun selulosa.

Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu sentra industri Bioetanol di Indonesia. Sentra industri Bioetanol di Kabupaten Suko-harjo, terletak Desa Bekonang dan Desa Sembung di Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Sentra industri ini terdiri dari 70-an pengrajin yang tergabung dalam KUD Sapta Usaha Mulya Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Usaha bioetanol ini merupakan usaha turun temurun yang dilakukan sejak tahun 1940-an, dimana Bioetanol yang

dipro-duksi memiliki kadar antara 30%-90%. Saat ini mereka mampu memproduksi 1.350.000 liter per tahun pasar industri Bioetanol Kabupaten Sukoharjo ini adalah perusahan rokok, kimia, tekstil, parfum, farmasi, pengolahan ikan, rumah sakit dan apotik yang berada di Provinsi Jawa Barat, Banten, Jakarta, Jawa Tengah, DIY dan Jawa timur dengan omset per tahun sekitar 10 milyar (KUD Sapta Usaha Mulya, 2012).

Berdasarkan data Disperindag Kab. Sukoharjo Tahun 2012, selama kurun waktu lima tahun terakhir sentra industri Bioetanol Bekonang Sukoharjo mengalami peningkatan jumlah unit usaha, tenaga kerja, investasi, produksi dan nilai produksi. Hal ini berarti sentra industri alkohol tersebut memiliki prospek usaha yang baik, baik bagi pengusaha bioetanol, konsumen maupun bagi Pemerintah Kabupaten Sukoharjo. Hasil produksi bioetanol tersebut sangat menjanjikan sebagai bahan bakar masa depan. Selain sebagai bahan bakar, bioetanol dapat digunakan pula dalam industri kosmetika, industri farmasi dan kesehatan, rumah tangga dan UMKM (sebagai bahan bakar genset), pertanian, laboratorium peneli-tian, bahan baku fine chemicals lainnya seperti bioeter dan biodietilasetat, dan sebagainya

Industri bioetanol di Bekonang Sukoharjo telah beberapa kali mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah, seperti bantuan peralatan, modal, dan lain sebagainya. Dalam menjalan-kan usahanya, pengrajin bioetanol dihadapmenjalan-kan pada beberapa permasalahan, yaitu persaingan tidak sehat dengan cara saling bersaing dalam menurunkan harga jual produk antarpelaku usaha, proses produksi sangat bergantung pada jumlah permintaan, kurangnya tenaga terampil, tenaga kerja rata-rata berpendidikan rendah dan sulit untuk diajak bekerja sama (mengikuti pelatihan, dan lain-lain), rendahnya modal yang dimiliki pengrajin, dan rendahnya kemampuan pemasaran. Permasalahan tersebut di atas berpengaruh pada rendahnya daya saing industri bioetanol.

(3)

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Desember 2013: 214-222

216

Harga tetes tebu mencapai Rp660.000 per drum dan diprediksi akan semakin tinggi lagi. Untuk mendapatkan tetes tebu sangat sulit, pembelian langsung ke Pabrik Gula harus dalam jumlah besar, minimal 25 ton dalam sekali pembelian, pembelian kepengepul harus melalui pemesan-an terlebih dahulu (Suhardi, 2010). Kondisi ini mengakibatkan rendahnya daya saing usaha bioetanol di sentra industri Bioetanol di Beko-nang Kabupaten Sukoharjo, sehingga dapat disimpulkan bahwa produk Bioetanol meng-alami penurunan daya saing.

Menghadapi permasalahan yang dihadapi pelaku usaha bioetanol di Bekonang Sukoharjo, perlu dilakukan analisis daya saing industri, sehingga dapat diketahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap daya saingnya. Menurut Porter (1980, dan 1990 dalam Robert J. Bennet dan Colin smith, 2002) , terdapat empat faktor yang mempengaruhi daya saing suatu industri, yaitu: (1) Faktor kondisi (tingkat pendidikan, modal, inovasi, dan kewirausahaan), (2). Kondisi permintaan (pengembangan produk, struktur industri, segmentasi, dan struktur industri), (3) industri pendukung dan terkait (suplier dan konsumen), dan (4). strategi bisnis, struktur modal dan kinerja perusahaan.

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan menganalisis daya saing industri bio-etanol di Bekonang Sukoharjo, serta mengkaji pengembangan usaha Bioetanol melalui diver-sifikasi bahan baku dan inovasi alat guna meningkatkan daya saingnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan mixed method, yaitu penggabungan metode kuantitatif dan kualitatif dalam satu penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data skunder. Data primer diperoleh dari observasi lapangan dan jawaban responden atas rangkaian pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, baik melalui kuesioner maupun indepth interview. Sedangkan data sekunder penelitian ini merupakan data kondisi usaha Bioetanol di Bekonang yang diperoleh dari Dinas Perindus-trian dan Pergadangan Kabupaten Sukoharjo dan KUD Sapta Usaha Mulya Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

Dalam penelitian ini terdapat 13 variabel. Adapun Pengukuran variabel tersebut adalah sebagai berikut:

Pertumbuhan perusahanaan: persentase pertum-buhan atas pendapatan pendapatan dibanding tiga tahun sebelumnya,

Tingkat pendidikan: jumlah tahun pendidikan pemilik usaha,

Modal kerja: jumlah modal yang dibutuhkan dalam setiap produksi,

Level Inovasi: pengalaman perusahaan dalam melakukan strategi baru dalam promosi, men-cari pembeli baru, suplier baru, distribusi baru yang diiukur dengan skala rating,

Kewirausahaan: tingkat pengambilan risiko UKM dalam pengembangan bisnis yang diukur dengan skala rating,

Pertumbuhan pasar: persentase pertumbuhan penjualan dibandingkan 3 tahun sebelumnya,

Pengembangan produk: tingkat pengembangan produk UKM diukur dengan skala rating,

Potensial pembeli: persentase peningkatan per-mintaan dalam tiga tahun,

Struktur industri: Posisi relatif UKM dengan pesaing, yang diukur dengan skala rating,

Jumlah pemasok: jumlah pemasok yang terkait langsung dengan UKM,

Kinerja Bisnis: prosentase keuntungan UKM dalam tiga tahun terakhir,

Strategi bisnis: kemampuan menyusun rencana bisnis, yang diukur dengan skala rating, dan

Struktur modal: Tingkat truktur modal UKM, yang diukur dengan modal dibagi tingkat bunga.

Populasi dalam penelitian ini adalah pengrajin Bioetanol di Bekonang Kabupa-ten Sukoharjo yang tergabung dalam KUD Sapta Usaha Mulya Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Total populasi adalah 70 pengrajin. Pemilihan sampel mengguna-kan metode purposive sampling, yaitu mereka yang telah menjadi pengrajin lebih dari 1 tahun.

Analisis data dilakukan menggunakan metode deskriptif dan metode kuantitatif. Analisis diskriptif bertujuan untuk membuat gambaran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Dalam mengukur keunggulan kompetitif

digunakan metode Porter’s Diamond (1998)

(4)

men-jawab

mbuhan Pasar

Pembeli P k+ 3 Struktu

Hasil d

Pengrajin

bioetanol d m merupakan

roduksi bio g dengan pe rdapat bebe

roduksi bio an 90%. Ka berkisar a rasi Sapta Us erdasarkan l

r 1, 30%

erasi lebih da apa pengrajin Berdasark kan bahwa ajin baru, a

a secara ntu dari pelak

data Primer dio

Gambar 1. Kate di Be

endidikan P masih sangat

di Bekonang n usaha turu oetanol den saha Mulya, lamanya us

pengrajin ari 50 tahun n telah bero kan hasil

30% peng antara 1 sa umum ada ku usaha di

olah (2012)

egori Umur Us ekonang Suko

Pengrajin Bi t rendah. Seb n SD, bahkan

garuhi daya daya saing sebagai ber

Kerja + 3 In

ategi Bisnis +

2 Pengemba

4 Segmenta

ahasan

Sukoharjo s un temurun, ngan kadar an teknologi

rajin yang gan kadar a oduksi usaha 00 liter per

2012). aha sebagai

bioetanol n, bahkan ter

operasi selam

oetanol di besar 41% re n terdapat ba

saing.

mber: data Prim

Gambar 2. Ka Usaha

Usaha b esar belum DUI, TDP, elum memili ya termasuk naga kerjan % pengrajin

ang, dan s naga kerja se

mber: data Prim

Gambar 3. Ju Bi

aya saing Us

aya saing

mer diolah (2012)

ategori Tingk a Bioetanol di

ioetanol di memiliki le SIUP, NPW iki legalitas u jenis usaha nya secara u

arkan gamb n memiliki te r 27% peng k 2 orang, s ga kerja seba memiliki ten sebesar 2% ebanyak 5-6

mer diolah (2012)

umlah Tenaga ioetanol Bekon Bekonang Su

Bekonang

ar 3, dijelask enaga kerja s grajin memil sebesar 14% anyak 3 oran naga kerja s

pengrajin orang.

)

Kerja di Sent nang Sukohar

Bioetanol pat dijelaska ertama, kine

kan sampai pendidikan %

berpen-n Pelaku ukoharjo

sebagian ha seperti erk. Selain ka umum-ana jumlah

umlah 1-5 kan bahwa sebanyak 1 liki tenaga pengrajin ng, sebesar ebanyak 4 memiliki

tra Usaha rjo

(5)

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Desember 2013: 214-222

218

dijelaskan oleh struktur modal dan strategi bisnis. Kedua, pertumbuhan pasar dijelaskan oleh pembeli potensial, pengembangan produk, struktur industri dan segmentasi. Ketiga. Pertumbuhan perusahaan dijelaskan oleh tingkat pendidikan, modal kerja, inovasi dan kewirausahaan.

a. Kinerja usaha Bioetanol

Kinerja Usaha Bioetanol di Sentra Industri Bioetanol Bekonang dapat diestimasi melalui persamaan berikut ini.

Kinerja Usaha Bioetanol =

+ 1 Struktur Modal + 2 Strategi Bisnis + ε.

Tabel 1. Hasil Estimasi Persamaan Kinerja Usaha Bioetanol

Variabel Independen Koefisien

Strategi Bisnis Structur Modal

0,722* 0,144***

F statistik 8,140* R2 = 0,437

*** Tidak signifikan pada level 5% ** Significan pada level 5% * Significant pada level 1%

Sumber: Hasil Estimasi Data Primer (2012)

Kinerja usaha Bioetanol di Bekonang Suko-harjo secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh strategi bisnis. Strategi bisnis yang dilakukan pengrajin terlihat dari banyaknya pengrajin bioetanol sudah melakukan penilaian atas hasil kerja yang telah dicapai, membuat target yang akan dicapai, dan membuat rencana kerja periode mendatang. Rahayu Puji Suci (2009) menjelaskan bahwa strategi bisnis merupakan kemampuan pengusaha/ perusaha-an dalam perusaha-analisis lingkungperusaha-an eksternal dperusaha-an internal perusahaan, perumusan (formulasi) strategi, pelaksanaan (implememtasi) rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan, serta melakukan evaluasi untuk mendapatkan umpan balik dalam merumuskan strategi yang akan datang.

Struktur modal berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja bisnis usaha Bioetanol di Bekonang Sukoharjo. Modal peng-rajin secara umum bersumber dari modal sendiri, dan baru 17% pengrajin yang sebagian

sumber modalnya dari lembaga keuangan, baik Bank maupun koperasi. Secara matematis, hubungan kinerja bisnis, struktur modal, dan strategi bisnis adalah sebagai berikut:

b. Pertumbuhan Pasar Usaha Bioetanol di

Bekonang Sukoharjo

Pertumbuhan Pasar Usaha Bioetanol di Sentra Industri Bioetanol Bekonang dapat diestimasi melalui persamaan berikut ini.

Pertumbuhan Pasar =

+ 1 Pembeli Potensial + 2 Pengembangan

Produk + 3 Struktur Industri + 4 Segmentasi

Table 2. Hasil Estimasi Persamaan Pertumbuhan Pasar Usaha Bioetanol

Variabel Independen Koefisien

Pembeli Potential Pengembangan Produk Struktur Industri Segmentasi pasar

0,638* 0,197*** 0,041*** 0,100***

F statistik 27,419* R2 = 0,763

*** Tidak signifikan pada level 5% ** Significan pada level 5% * Significant pada level 1%

Sumber: Hasil Estimasi Data Primer (2012)

Pertumbuhan pasar usaha Bioetanol di Bekonang Sukoharjo positif dan signifikan dipengaruhi oleh pembeli potensial. Pertum-buhan permintaan bioetanol Bekonang terlihat sangat bagus. Apalagi seiring diproduksinya bioetanol dengan kadar di atas 90%, maka potensialnya semakin meningkat. Hasil ini didukung oleh Ansofino (2012) yang menjelas-kan potensial permintaan (pembeli) berpenga-ruh positif terhadap pertumbuhan pasar.

Aspek pengembangan produk, struktur industri dan segmentasi berpengaruh positif tetapi signifikan atas pertumbuhan pasar

bio-etanol Bekonang. Pertama, pengembangan

produk bioetanol di Bekonang terlihat masih kurang. Selama ini mayoritas pengrajin masih mengandalkan bahan baku tetes tebu dan peralatan yang seadanya. Baru sedikit pengrajin yang mencoba melakukan diversifikasi bahan baku, dan peningkatan teknologi yang diguna-kan.

(6)

pengrajin bioetanol dengan pesaing) belum optimal. Peralatan yang digunakan pengrajin bioetanol terlihat masih sederhana. Hal ini berpengaruh pada kualitas bioetanol yang dihasilkan menjadi belum maksimal. Rata-rata bioetanol yang dihasilkan memiliki kadar 30%, baru sedikit pengrajin yang menghasilkan bioetanol di atas 90%. Belum maksimalnya hasil produksi tersebut akhirnya berpengaruh pada belum optimalnya hasil penjualan dan jumlah konsumen yang terlayani. Dan ketiga, segmen-tasi atau variasi produk bioetanol belum dike-lola dengan baik. Setiap pengrajin bioetanol di Bekonang rata-rata hanya memproduksi 1 jenis produk saja. Mayoritas pengrajin bioetanol memproduksi kadar 30%. Hal ini berdampak pada masih kecilnya segmentasi konsumen yang terlayani.

c. Pertumbuhan Usaha

Pertumbuhan usaha bioetanol di Sentra Indus-tri Bioetanol Bekonang dapat dihitung melalui persamaan berikut ini:

Pertumbuhan Perusahaan =

+ 1Pendidikan + 2 Modal Kerja + 3 Inovasi

+ 4 Kewirausahaan

Table 3. Hasil Estimasi Persamaan Pertumbuhan Usaha Bioetanol

Variabel Independen Koefisien

Pendidikan Modal kerja Inovasi

Risiko Modal (Kewirausahaan)

0,271*** 0,467** 0,280** 0,173***

F statistik 5,250* R2 = 0,350

*** Tidak signifikan pada level 5%, ** Significan pada level 5%, * Significant pada level 5%

Sumber: Hasil Estimasi Data Primer (2012)

Pertumbuhan usaha Bioetanol di Bekonang Sukoharjo secara positif dan signifikan dipe-ngaruhi oleh inovasi dan modal kerja. Menurut Ginanjar Suendro (2010), inovasi produk yang semakin tinggi akan mempengaruhi kinerja bisninya dan selanjutnya meningkatkan keung-gulan bersaing berkelanjutan. Di sisi lain, Nelly dkk (2001) berpendapat bahwa inovasi produk menunjukkan pada pengembangan dan penge-nalan produk baru. Inovasi produk dapat berupa perubahan desain, komponen dan

arsitektur produk. Drucker (1954, dalam Berthon dkk 1999) menyatakan bahwa inovasi produk merupakan satu hal yang potensial untuk menciptakan pemikiran dan imajiinasi orang yang pada akhirnya menciptakan pelanggan. Menurut Dourgerty (1996) inovasi produk merupakan suatu cara yang penting bagi perusahaan agar tetap dapat beradaptasi dengan pasar, teknologi, serta pesaingan.

Wahyono (2002) mengajukan dua konsepsi inovasi yaitu 1) keinovatifan dan 2) kapasitas untuk berinovasi. Keinovasian adalah fikiran tentang keterbukaan utuk gagasan baru sebagai sebuah kultur perusahaan. Sedangkan kapasi-tas untuk berinovasi adalah kemampuan per-usahaan untuk menggunakan atau menerapkan gagasan, proses, atau produk baru secara berhasil.

Selain aspek inovasi, modal kerja juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan usaha. Modal kerja usaha biotanol, dilihat dari jumlahnya tidak begitu besar. Modal kerja yang ada dipenuhi dari tabungan pribadi dan pinjaman dari lembaga keuangan yang ada di sekitar wilayah Bekonang. Modal kerja sangat penting diguna-kan untuk membeli bahan baku dan gaji karya-wannya. Sebagai catatan, pengrajin bioetanol memiliki bargaining yang rendah terhadap konsumen, yang tercermin dari pola pembayar-an konsumen ypembayar-ang selalu mencicil dalam membayar.

(7)

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Desember 2013: 214-222

220

akan berpengaruh positif pula terhadap kinerja usaha atau sebaliknya. Kedua, Pendidikan Pengrajin Bioetanol di Bekonang masih sangat rendah. Sebesar 41% responden berpendidikan SD, bahkan terdapat banyak responden yang menempuh pendidikan sampai kelas 3 SD saja, selanjutnya 32% berpendidikan SMP, 23% berpendidikan SMA dan 4% berpendidikan Diploma. Isa (2009) menjelaskan bahwa pendi-dikan pengusaha berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja usaha kecil.

d. Industri pendukung dan terkait (suplier dan konsumen)

Usaha bioetanol memiliki daya saing yang masih rendah. Hal ini terlihat dari posisi suplier bahan baku dan konsumenya. Suplier bahan baku setiap pengrajin jumlahnya sedikit. Rata-rata suplier pengrajin hanya dua orang dan pengrajin banyak yang menilai kualitas bahan baku yang ada kurang baik. Hal ini menunjuk-kan pengrajin Bioetanol tidak memiliki kekuat-an ykekuat-ang baik dalam melakukkekuat-an tawar menawar bahan baku. Selain itu, pengrajin mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan baku yang berkualitas dan kesulitan dalam pengawasan kualitas bahan baku tetes tebu karena minimal-nya jumlah pemasok bahan baku.

Konsumen bioetanol adalah industri di wilayah Solo dan sekitarnya. Saat ini pola pembelian yang dilakukan konsumen adalah dengan cara membeli produk langsung dari rumah pengrajin. Adapun secara garis besar cara pembayaran konsumen dengan cara kredit atau tempo. Saat ini pengrajin belum melaku-kan pengembangan pemasaran produk guna meningkatkan usahanya.

Saat ini di sekitar industri Bioetanol di Bekonang sudah ada koperasi yaitu: KUD Sapta Usaha Mulya Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Keberadaan koperasi ini belum optimal dalam membantu pengrajin dalam mengelola usahanya, baik dalam menyediakan bahan baku, pengadaan peralatan, koordinator penyediaan modal, maupun pemasarannya.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan sebagaimana di atas disimpulkan sebagai ber-ikut:

Model daya saing pengrajin bioetanol di sentra industri bioetanol Bekonang dapat dijelaskan oleh aspek kinerja usaha, Pertum-buhan pasar dan PertumPertum-buhan usaha. (1) Kinerja usaha Bioetanol secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh strategi bisnis, (2) Pertumbuhan pasar usaha Bioetanol secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh pembeli potensial, dan (3) Pertumbuhan usaha Bioetanol secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh inovasi dan modal kerja.

Daya saing pengrajin etanol di sentra industri bioetanol Bekonang tergolong rendah. Kekuatan tawar pengrajin terhadap pesaing, konsumen dan suplier sangat lemah. Koperasi yang ada belum berjalan optimal sebagai lem-baga induk dalam mengelola industri bioetanol di Bekonang.

Kadar produk bioetanol di Bekonang seca-ra umum masih 30%. Dengan ini, pengem-bangan produk dengan meningkatkan kadar bioetranol masih terbuka lebar.

Bahan baku bioetanol terpaku pada tetes tebu, dimana saat ini mulai langka dan harganya yang tinggi. Maka diversifikasi bahan baku sangat layak untuk dilakukan di usaha ini, antara lain dengan bahan baku umbi iles-iles.

Berdasarkan simpulan sebagaimana di atas, diajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

(8)

dilihat dari luas lahan kehutanan yang dipakai mencapai 640.000 hektar (Dinas Pertanian, 2009), maka jika produksi umbi iles-iles sebesar 30-40 ton/hektar dapat dihasilkan 25,6 juta ton umbi iles-iles. Selama ini umbi iles-iles kurang dimanfaatkan secara maksimal oleh masyara-kat. Oleh karena itu akan sangat mengun-tungkan apabila dapat mengubah umbi iles-iles menjadi suatu produk yang mempunyai nilai guna salah satunya dengan untuk dijadikan bahan baku pembuatan bioetanol.

Perlu adanya pengembangan teknologi (peralatan) dalam meningkatkan kadar alkohol. Untuk mendapatkan bioetanol dengan kadar yang lebih tinggi perlu dilakukan pengem-bangan teknologi. Salah satu arternatif yang ada adalah menggunakan teknologi membran.

Perlu mengotimalkan peran KUD Sapta Usaha Mulya Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo guna pengembangan usaha bioetanol di Bekonang. KUD dapat berperan koordinator dan membatu pengrajin (anggotanya) dalam mengatasi kekurangan modal, peralatan, bahan baku dan pemasaran.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada DP2M DIKTI atas bantuan Dana Hibah Pene-litian RAPID tahun anggaran 2012. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada saudara Sidik Permono, Agus Wahyudi, dan Andre Veno dari Pusat Studi Penelitian dan Pengem-bangan Manajemen dan Bisnis (PPMB) Fakultas Ekonomi UMS yang telah membantu dalam pencairan data pada penelitian ini.

Daftar Pustaka

Ansofino. 2012. Grand Desain Industri Unggul-an dalam RUnggul-angka Menuju PerubahUnggul-an Struktural Perekonomian Sumatera Barat,

Menara Ilmu Vol. I No.27, Jan 2012.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Sukoharjo, 2012. Data Sentra UKM Kabu-paten Sukoharjo. Disperindag.

Dinas Pertanian. 2009. http://www.deptan. go.id.

Imelda M, Wulansari A, Poerba Y.S. 2008. “Regenerasi Tunas dari Kultur Tangkai

Daun Iles-iles (Amorphophallus muelleri

Blume)”. Biodiversitas, Vol 9 (3).

Isa, Muzakar. 2003. Studi Komunitas industri Mebel di Serenan Klaten, Dikti:Laporan Penelitian Dosen Muda

Isa, Muzakar, 2009. Analisis Klaster dengan Value Chain Analysis: Studi Kasus pada Klaster Mebel Rotan di Surakarta, Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 11, No. 2

KUD Sapta Usaha Mulya Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo, 2012. Profil Peng-rajin Bioetanol di Sentra Industri Bioetanol Bekonang Sukoharjo, KUD Mojolaban Kusmiyati. 2009, “Pemanfaatan Umbi Iles-Iles

Sebagai Bahan Baku Bioetanol untuk Bahan Bakar Alternatif di Pedesaan”, Laporan kegiatan fasilitas pelaksanaan

Riset Unggulan Daerah. Surakarta: LPPM UMS.

Kusmiyati, Arifin., A., G. 2010. Konversi Umbi Iles-Iles Menjadi Bioetanol dengan Metode Konversi dan SSF (Sakarifikasi dan Fer-mentasi Secara Serentak). Simposium Nasional Rapi IX 2010.

Kusmiyati, Indah, K. 2011. “Konversi Umbi Iles-Iles Menjadi Bioetanol dengan Metode Hidrolisis Enzim dan Fermentasi Terpisah Menggunakan Bakteri Zymomonas Mobilis. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 2011. Li, Tiger dan Roger J. Calantone, 1998, “The Impact of Market Knowledge Competence on New Product advantage: Conceptualization and Empirical Examinatio,” Journal of Marketing, Vol. 62. Hal. 13-29.

Milan J. M. 2005, “Bioethanol Production: Status and Prospects”. Journal of the Science of food and Agriculture. Vol. 10, 42-56.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Energi Nasional

Porter, M.E. 1998. The Competitive Advantage of Nations. London: Macmilan Press Ltd.

(9)

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Desember 2013: 214-222

222

(Studi pada Industri Kecil Menengah Bordir di Jawa Timur), Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.11, No. 1, Maret 2009: 46-58.

Robert J. Bennet dan Colin Smith. 2002. Com-petitive Conditions, ComCom-petitive Advan-tage and the location of SMEs, Jounal of Small Business and Enterprise Development, Vol. 9. Number 1, 2002, pp 73-86.

Samsuri, M, Gozan, Mardias, R, Baiquni, M, Hermansyah, H, Wijanarko, A, Prasetyo, B, Nashikin, M. 2007. “Pemanfaatan Selu-losa Bagas Untuk Produksi Etanol Melalui Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak dengan Enzim Xylanase”. Makara. Vol.11, Pp. 17-24.

Suhardi, 2010. “Harga Tetes Tebu Melambung Tinggi”. Solopos 13 Februari 2010. Http: //www.solopos.com/2010/sukoharjo/ha

rga-tetes-tebu-melambung-tinggi-14650, diakses pada hari selasa 31 Mei 2011 Pukul 13:30 WIB.

Sumarwoto. 2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume); Deskripsi dan Sifat-sifat Lainnya, Biodiversitas,Vol 6 (3): 185-190 ISSN: 1412-033X.

Tatang Hernas Soerawidjaj, 2011, Peluang, Potensi dan Rintangan Pengembangan Indus-tri Bahan Bakar Nabati di Indonesia. Maka-lah Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS), 8–10 Nopember 2011, Hotel Bidakara, Jakarta.

Gambar

Gambar 2. KaUsaha ategori Tingka Bioetanol diat Pendidikan Bekonang Sun Pelaku ukoharjo
Table 2. Hasil Estimasi Persamaan Pertumbuhan  Pasar Usaha Bioetanol
Table 3. Hasil Estimasi Persamaan Pertumbuhan    Usaha Bioetanol

Referensi

Dokumen terkait

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,