• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN ADOPSI NILAI NILAI AGAMA ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEBIJAKAN ADOPSI NILAI NILAI AGAMA ISLAM"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN ADOPSI NILAI-NILAI AGAMA (ISLAM) DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

( Studi; Terhadap Pasal 485 RUU KUHP Tentang Hidup Bersama Sebagai Suami Istri Di

Luar Perkawinan Yang Sah)

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembaharuan Hukum Pidana Oleh :

Dr. M Abdul Kholiq, S.H., M.H

Oleh :

NAMA

: ABDUL MUTALIB S.H

N.P.M

: 15912001

BKU

: HUKUM PIDANA

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tugas ini berbicara tentang norma atau nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat kita, yang masih kuat. Sangat wajar tradisi dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat selalu tercermin. Bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan dalam kehidupannya sehari-hari kini mulai mempersoalkan timbulnya fenomena baru dalam kehidupan bermasyarakat yaitu berupa penyimpangan kehidupan di bidang kejahatan seksual. Penyimpangan kesusilaan itu salah satunya adalah hidup bersama tanpa adanya suatu ikatan perkawinan yang terjadi antara seorang pria dan wanita yang kita kenal dengan istilah kumpul kebo.1 Dalam masyarakat

Indonesia kumpul kebo atau hidup bersama tanpa sebuah ikatan yang sah, ini hampir sebagian besar kumpul kebo terjadi pada daerah perkotaan atau metropolitan. Sedangkan kumpul kebo di desa sangat kecil terjadi, salah satu faktor karena masih kuatnya tradisi dan norma yang berlaku disetiap desa. Dari masalah sosial ini tertuang dalam RUU KUHP Bagian Keempat “Zina dan Perbuatan Cabul” pasal 485, yaitu:

Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah, dipidana pdiana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II (Rp. 30juta).

Dengan RUU KUHP ini di harapkan penyakit sosial masyarakat tentang kumpul kebo dapat diatasi di masyarakat. Walaupun baru tahap rancangan undang-undang ini, terdapat pro dan kontra di masyarakat. Rancangan Undang-undang ini semua komponen terlibat diantaranya tokoh agama, tokoh masyarakat dan pihak-pihak yang berkompoten. Usaha pembaharuan KUHP atau kebijakan pembaharu untuk “mengangkat/menetapkan/menunjuk” suatu perbuatan yang semula tidak merupakan tindak pidana menjadi suatu tindak pidana (delik/tindak kriminal) diantaranya kriminalisasi kumpul kebo.

Atas dasar pemikiran tersebut, maka ada beberapa point yang akan dibahas. Diantaranya mengenai; a. Apa tantangan, peluang dan konstruksi formulasi (gagasan) dalam kebijakan RUU KUHP pasal 485 tentang kumpul kebo?

1 Ely Alawiyah Jufri. Kumpul Kebo (Cohabitation) dalam KUHP Indonesia dan rancangan KUHP Nasional.

(3)

Pembaharuan Hukum Pidana.

Pembaharuan hukum pidana sering disebut atau di-identikkan dengan istilah “Politik Hukum Pidana/Kebijakan Hukum Pidana” (Penal Policy/Strafrechts Politiek) atau dengan kata lain, pembaharuan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan/politik hukum pidana.2

Mengkaji kebijakan hukum pidana/politik hukum pidana akan terkait dengan politik hukum.3

menurut Solly Lubis, politik hukum adalah kebijakan politik yang menentukan peraturan hukum apa yang seharusnya berlaku mengatur berbagai hal kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan dasar itu, Prof. Sudarto mengatakan politik hukum merupakan kebijakan negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menerapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan dapat digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.4

Kemudian secara sederhana menurut Dr. Ni’matul Huda, politik hukum adalah kebijakan negara yang dituangkan dalam undang-undang yang dipakai secara nasional dan berbicara desain hukum kedepan.5

Sebelum membahas lebih lanjut tentang pembaharuan hukum pidana, perlu terlebih dahulu dipahami apa yang dimaksud dengan pembaharuan (reform) itu sendiri, yaitu suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi terhadap sesuatu hal yang akan di tempuh melalui kebijakan, artinya harus dilakukan dengan pendekatan kebijakan.

Sedangkan hukum pidana itu sendiri menurut Pompe, dengan membandingkan hukum pidana dengan hukum tata negara, hukum perdata dengan bidang hukum lainnya, bahwa hukum pidan sebagai suatu keseluruhan dari peraturan-peraturan yang sedikit banyaknya bersifat umum

2 Materi Pak Dr. M. Abdul kholiq. SH., M.H. “Pembaharuan Hukum Pidana”

3 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barakatullah, politik hukum pidana: Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan

Dekriminalisasi. (Menurut, Sudarto dalam bukunya “Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat: Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana”, Penerbit Sinar Baru, Bandung, 1983… istilah Politik dipakai dalam berbagai arti, yaitu: 1. Perkatan politiek dalam bahasa belanda berarti sesuatu yang berhubungan dengan Negara; 2. Berarti berbicara masalah kenegaraan atau yang berhubungan dengan Negara.) Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005, hlm. 11.

4 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barakatullah, politik hukum pidana: Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan

Dekriminalisasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005, hlm. 12)

(4)

yang terdiri dari keadaan konkret, abstrak dan aturan-aturan. Namun apa yang disampaikan oleh Pompe terlalu sumir.6

Kemudian, dikemukakan oleh Moeljatno yang menyatakan bahwa hukum pidana; bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan. Kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan sanksi pidana dan dengan cara sebagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan.7 Jadi, hukum pidana sebagai aturan hukum dari suatu

negara yang berdaulat, berisi perbuatan yang dilarang atau perbuatan yang diperintahkan, disertai dengan sanksi pidana bagi yang melanggar atau yang tidak mematuhi, kapan dan dalam hal apa sanksi pidana itu dijatuhkan dan bagaimana pelaksanaan pidana tersebut yang pemberlakuanya dipaksa oleh negara. Dengan demikian ini meliputi baik hukum pidana materiil maupun hukum pidana formil.

Berkaitan dengan masalah pembaharuan hukum pidana, menurut Prof. Barda Nawawi Arif yaitu:

Pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya mengandung makna, suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio-politik, sosio-filosofik, dan sosio-kultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan social, kebijakan kriminal, dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia.8

Dalam hal ini pembaharuan hukum yang akan ditempuh adalah hukum pidana (penal reform). Jadi pembaharuan hukum pidana tersebut pada hakekatnya mengandung makna suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio-politik, sosio-filosofik, dan sosio-kultural masyarakat yang melandasi kebijakan social, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum.9

Pembaharuan hukum pidana ini didasarkan pada alasan-alasan. Bahwa, pertama; KUHP dipandang tidak lagi sesuai dengan dinamika perkembangan hukum pidana nasional, kedua; Perkembangan hukum pidana diluar KUHP, baik berupa hukum pidana khusus maupun hukum pidana administrasi telah menggeserkan keberadaan system hukum pidana dalam KUHP.

6 Prof. Eddy O.S, 2014. Prinsip-prinsip hukum pidana. Penerbit Atma Jaya Yogyakarta. Hlm. 12 7 Moeljatno. 2009, Asas-asas hukum pidana, Reneka Cipta. Hlm. 1

(5)

Keadaan ini telah mengakibatkan terbentuknya lebih dari satu system hukum pidana yang berlaku dalam system hukum pidana nasional, ketiga; Dalam beberapa hal juga terjadi duplikasi norma hukum pidana antara norma hukum pidana dalam KUHP dengan norma hukum pidana dalam undang-undang di luar KUHP.

Kemudian menurut Dr. M. Abdul Kholik, pembaharuan hukum Pidana yaitu kebijakan Negara dalam memperbaharui ketentuan hukum pidana yang berlaku (sebagai ius constitutum) untuk menghasilkan hukum pidana baru yang lebih baik yang memenuhi syarat-syarat (ada 5

5. Kesesuaian dengan situasi yang dibutuhkan masyarakat sebagai adessat hukum yang baik pada saat hukum dibuat maupun sesudahnya (ius constituendum)

Kemudian untuk meng-kriminalisasi11 perbuatan tertentu termasuk atau tidak termasuk

dalam ketentuan pidana. Maka, dengan menggunakan cara interpretasi12 (Penafsiran) yang

ditinjau dari kebijakan hukum pidana dalam pembaharuan hukum nasional dengan maksud untuk mengetahui dasar kebijakan dibentuk formulasi kumpul kebo dalam perundang-undangan.

10 Materi Pak Dr. M. Abdul kholiq. SH., M.H. “Pembaharuan Hukum Pidana”

11 Prof. Dr. Teguh Prasetyo, SH, M.Si. “Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana”… bahwa reaksi masyarakat

terhadap kejahatan sebagai perbuatan negatif, kejahatan yang terjadi dalam masyarakat tentunya mendapat reksi dari masyarakat tempat itu terjadi. Reksi ini bisa berupa reaksi formal maupun reaksi informa;dalam reaksi fomal artinya dalam masalah ini akan ditelaah proses bekerjanya hukum pidana manakala terjadi pelanggaran terhadap hukum pidana tersebut. Proses ini berjalan sesuai dengan mekanisme system peradilan pidana, yakni proses dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan sampai pelaksanaan putusan pengadilan di penjara (lembaga pemasyarakatan). Kemudian reaksi informal atau reaksi masyarakat umum terhadap kejahatan itu berkaitan bukan saja terhadap kejahatan yang sudah diatur dalam hukum pidana (pelanggaran menimbulkan reaksi formal) yang dapat menyebabkan tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat. Artinya, masyarakat menganggap perbuatan itu jahat (melanggar norma agama, kesopanan, kesusilaan) tetapi perbuatan itu belum diatur oleh hukum pidana. Hal ini nantinya berpengaruh dalam menetapkan “kriminalisasi”, begitu pula dalam kerangka “dekriminalisasi” serta “depenalisasi”. Nusa Media. Hlm.13

12 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana... Berpendapat lebih luas, menjelaskan perlu kiranya disadari

(6)

Dalam pembahasan ini menggunanakan teori penemuan hukum, baik lewat penafsiran (interpretasi).13 Interpretasi bertujuan untuk mengetahui pengertian objektif yang termaktub

dalam aturan-aturan hukum.14 Dalam hal ini mengunakan metode interpretasi (penafsiran)

gramatikal yaitu menafsirkan kata-kata dalam undang-undang (pasal 485 RUU KUHP tentang kumpul kebo) sesuaia dengan kaidah bahasa dan kaidah hukum tata bahasa.

Jadi pembaharuan hukum pidana ditentukan dengan kebijakan hukum pidana itu sendiri, artinya pembaharuan dapat diarahkan melalui kebijakan hukum pidana, atau adanya kebijakan hukum pidana berarti telah mengadakan suatu pembaharuan hukum pidana.

Nilai-nilai Agama ( Islam ) Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia.

Agama mempunyai makna penting bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Sejak dahulu nenek moyang mempunyai pandangan bahwa kehidupan tidak hanya kehidupan di dunia melainkan ada kehidupan yang lain sesudahnya, mengenal kepercayaan akan adanya roh-roh, pendeknya mempercayai adanya sesuatu yang dianggap sebagai supra natural. Hal ini merupakan benih-benih sikap keberagaman yang berkembang dan ada hingga kini. Agama berperan penting dan menjadi motivasi ketika bangsa Indonesia berjuang mengusir penjajah dalam rangka mencapai kemerdekaan. Hal tesbut sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga, yang berbunyai:15

“atas kehendak rahmat ALLAH Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaan”.

Agama merupakan sistem sosial yang mewujudkan prilaku-prilaku para pemeluknya dalam realitas sosial yang berinteraksi dengan realitas-realitas sosial lainya. Pengaturan dan pembinaan pernyataan keimanan diwadahi dalam agama yang mengejewantahkan dalam bentuk-bentuk kaidah agama, doa-doa, peribadatan, temasuk lembaga-lembaga keagamaan, pola-pola kelakuan tertentu bentuk tempat ibadah, kegiatan dakwa, yang keseluruhannya berlaku dan berkembang

13 Eddy O.S Hiariej, Asas Legalitas Dan Penemuan Hukum Dalam Hukum Pidana. Jakarta: Erlangga, 2009.

Hlm. 55

(7)

dalam masyarakat. Dengan demikian agama merupakan keseluruhan pribadi manusia.16 Oleh

karena itu agama dapat dilihat fungsinya dalam masyarakat.

Mengenai fungsi agama ini, D Hendropuspito. Mengajukan adanya lima fungsi agama yaitu fungsi edukasi, fungsi penyelamatan, fungsi pengawasan sosial, fungsi memupuk persaudaraan, dan fungsi transformatif. Agama berfunsgsi meberikan bimbingan dan pengajaran yang otoritatif, bahkan mengenai hal-hal yang sakral tidak dapat salah, ini merupakan fungsi edukatif dari agama. Fungsi penyelamatan berkaitan dengan agama meberikan jaminan memperoleh keselamatan baik di dunia maupun sesudah mati yang dibutuhkan manusia menurut nalurinya. Selanjutnya, fungsi pengawasan sosial merupakan fungsi agama untuk menjaga tertib sosial dengan menyelenggarakan kepatuhan terhadap norma-norma, dan jika terjadi penyimpangan agama mengancam dengan sanksi. Norma-norma ini sebagai ketentuan moral yang memiliki kekuatan mengawasi perilaku para pemeluknya. Selanjutnya agama mempunyai fungsi pemupuk persaudaraan diantara orang-orang yang berasal dari beraneka suku bangsa, golongan yang dapat disatukan dalam suatu keluarga besar umat beragama yang beriman. Fungsi yang lain adalah transformatif; fungsi yang berhubungan dengan usaha mengubah bentuk kehidupan bermasyarakat yang lama menjadi bentuk yang baru. Hal ini dapat berarti mengganti nilai-nilai yang lama dengan menanamkan nilai-nilai baru.17

Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Di Indonesia; Hukum islam (syari’at) memiliki dua dimensi yang terkandung yaitu dimensi abstrak dan konkret. Wujud dari dimensi abstrak adalah segala perintah dan larangan Allah serta Rasulnya, dan dimensi konkret wujudnya adalah tingkah laku manusia.18 Bukan hanya itu saja di dalam hukum Islam juga kaya akan

substansi yang berinternalisasi dan terinstitusionalisasi dalam berbagai pranata sosial dikehidupan masyarakat islam dan masyarakat Indonesia.19 oleh karena itu hukum islam menjadi

16 Hary Susanto, Memeluk Agama, Menemukan Kebebasan, dalam I Wibowo dan B Herry Priyono (edt),

Sesudah Filsafat: Esai-Esai Untuk Franz Magnis Suseno, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hal. 302.

17 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, Yoyakarta: Kanisius, 1989, hal. 40-55

18 Drs. Makhrus Munajat, M.Hum. “Hukum Pidana Islam Di indonesia”. Dalam islam perbuatan atau tindakan

yang dilarang oleh syara’ karena dapat menimbulkan bahaya bagi jiwa, harta, keturunan dan akal (intelegensi) disebut Jinayah/Jarimah. Yogyakarta: TERAS. Hlm. 2

(8)

hukum yang hidup dan berkembang dan berlaku serta dipatuhi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia disamping undang-undang tertulis.20

Dalam perkembangan dan pengkajian hukum islam di Indonesia, terdapat beberapa teori yang menjadi landasan berlakunya hukum islam di Indonesia. Adapun teori-teori tersebut diantaranya:

a. Teori ajaran Islam tentang hukum Islam:Dari teori ini tersirat bahwa islam mengajarkan kepada para pemeluknya untuk berhukum pada hukum islam seperti yang disebutkan dalam firman Allah ( 1:5 ) yang didalamnya menggambarkan permohonan orang islam untuk berjalan di jalan yang lurus termasuk di bidang hukum.21

b. Teori penerimaan otoritas hukum22

c. Teori Receptie In Complexiu / penerimaan hukum Islam sepenuhnya:23 Teori ini muncul

pada tanggal 25 Mei 1876 yang oleh Belanda dituangkan dalam bentuk peraturan Resolutie der Indische Regeering yang pada tahun 1885 nya oleh Belanda kembali diberikan dasar hukumnya dalam Regeering Regalement. 24

Kemudian pertanggungjawaban pidana dalam hukum islam (syari’at) adalah pembebanan seseorang dengan akibat perbuatan atau tidak adanya perbuatan yang dikerjakannya (unsur objektif) dengan kemauan sendiri, dimana orang tersebut mengatahui dan akibat dari perbuatannya (unsur subjektif).25 pembebanan tersebut dikarenakn perbuatan yang dilakukan itu

adalah terlah menimbulkan sesuatu yang bertentangan dengan hukum, dalam arti perbuatan yang dilarang secara syari’at, baik dilarang melakukan atau dilarang meninggalkan.

Pembebanan juga dikarenakan pebuatan itu sendiri dikerjakan berdasarkan keinginan dan kehendak yang timbul dalam dirinya bukan dorongan yang ditimbulkan oleh orang lain secara paksa (dipaksakan). Maka dapat disimpulakan bahwa dalam syari’at (hukum) islam pertanggungjawaban itu didasarkan pada tiga hal:

20 Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), hlm., 52. 21 Arena Hukum, No, 18, Tahun:5, Nov 2002, hlm,13

22 Ichtijanto, Hukum Islam di Indonesia. teori ini telah disepakati oleh seluru imam dalam mazhab hukum

islam dimana di dalamnya menegaskan bahwa siapapun yang telah menyatakan sebagai orang islam/muslim dengan mengucapkan 2 kalimat syahadat maka ia kan terikat dan patuh serta taat kepada hukum dan ajaran islam. Artinya secara sosiologis, orang-orang yang sudah beragama Islam menerima otoritas hukum islam yaitu taat kepada hukum islam. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1995

23 Sayuti Thalib, Receptie a Contrario “hubungan antara hukum adat dan hukum Islam”, Teori ini dikemukakan

oleh Loedewijk Willm Cristian Van Den Berg (1845-1927), yang menyatakan bahwa bagi orang Islam sepenuhnya berlaku penuh hukum Islam karena ia telah memeluk agama Islam walaupun dalam pelaksanaannya terdapat penyimpangan-penyimpangan. Jakarta:Academika, 1980. hlm. 7

(9)

1. Adanya perbuatan yang dilarang

2. Perbuatan itu dikerjakan dengan perbuatan sendiri 3. Pelaku mengetahui akibat dari perbuatan itu.

Apabila adanya tiga hal tersebut diatas, maka pertanggungjawaban itu ada pada orang yang melakukan perbuatan pidana (kejahatan,tercela). Jika sebaliknya, maka tidak ada perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan.

kebijakan adopsi nilai-nilai agama (islam) dalam pembaharuan hukum pidana indonesia terhadap pasal 485 RUU KUHP tentang hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah.

Tantangan; guru besar hukum pidana Universitas Indonesia, Andi Hamzah menyatakan sulit untuk memperkarakan kasus kumpul kebo. Kumpul kebo termasuk ke dalam delik aduan. Kemudian dikhawatirkan diberlakukannya pasal ini akan membuat sebagian masyarakat di Indonesia tidak setuju. Karana di Indonesia ada tiga daerah yang membolehkan kumpul kebo, yaitu Bali, minahasa, dan Mentawai.26

secara pasti data pelaku kumpul kebo di Indonesia belum bisa dipastikan secara kuantitatif, namun masalah sosial kumpul kebo ini jelas ada. Dalam mengkriminalisasi masalah sosial ini, terbagi dua pendapat tentang pasal kumpul kebo, yaitu kubu yang pro dan kubu yang kontra. Kubu, yang kontra berargumen pasal kumpul kebo ini tidak bias diatur dalam undang-undang karena masalah kumpul kebo adalah masalah pribadi dan hak asasi manusia dan negara Indonesia bukan negara agama tapi negara beragama. disisi lain kelompok pro menyatakan pasal kmpul kebo ini sangat tepat diterapkan di Indonesia sekarang ini, karena sebagai negara yang berbudaya kiranya masalah kumpul kebo ini harus mendapat perhatian pemerintah, sehingga tidak merusak tatanan social, kesusilaan dan norma agama yang kita anut di negara ini. Dalam teori kriminalisasi dasar pembenaran untuk mengkriminalisasikan suatu perbuatan dalam perspektif moral adalah karena perbuatan tersebut bersifat immoral. Artinya, perbuatan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai moral atau kaidah-kaidah moral atau mengganggu perasaan moral yang hidup dalam masyarakat.27

(10)

Disisi lain, dalam draf rancangan KUHP tersebut, pelaku kumpul kebo baru bisa dijerat dengan KUHP ini jika ada pengaduan dari pihak keluarga salah satu pasangan ini. Pernyatan John Stuart Mill dalam teori liberal individualistik, menegaskan; kekuasaan negara dibatasi oleh kebebasan warganegara. Negara hanya boleh campur tangan terhadap kehidupan pribadi warganegara bila warganegara tersebut merugikan kepentingan orang lain. Artinya, yang dimaksud orang yang dirugikan dalam pasal 485 tentang kumpul kebo adalah orang tua dari salah satu pelaku kumpul kebo. Jadi kebebasan individu tidak boleh dibatasi oleh negara sepanjang individu yang bersangkutan tidak merugikan individu lainnya.28

Kemudian dalam perspektif hukum islam Teori ajaran Islam tentang hukum Islam: teori ini tersirat bahwa islam mengajarkan kepada para pemeluknya untuk berhukum pada hukum islam seperti yang disebutkan dalam firman Allah ( 1:5 ) yang didalamnya menggambarkan permohonan orang islam untuk berjalan di jalan yang lurus termasuk di bidang hukum.29 Teori

penerimaan otoritas hukum: teori ini telah disepakati oleh seluru imam dalam mazhab hukum islam dimana di dalamnya menegaskan bahwa siapapun yang telah menyatakan sebagai orang islam/muslim dengan mengucapkan 2 kalimat syahadat maka ia kan terikat dan patuh serta taat kepada hukum dan ajaran islam.30artinya secara sosiologis, orang-orang yang sudah beragama

Islam menerima otoritas hukum islam yaitu taat kepada hukum islam. Dan Teori Receptie In Complexiu / penerimaan hukum Islam sepenuhnya: Teori ini dikemukakan oleh Loedewijk Willm Cristian Van Den Berg (1845-1927), yang menyatakan bahwa bagi orang Islam sepenuhnya berlaku penuh hukum Islam karena ia telah memeluk agama Islam walaupun dalam pelaksanaannya terdapat penyimpangan-penyimpangan.31 Teori ini muncul pada tanggal 25

Mei1876 yang oleh Belanda dituangkan dalam bentuk peraturan Resolutie der Indische Regeering yang pada tahun 1885nya oleh Belanda kembali diberikan dasar hukumnya dalam Regeering Regalement.32

Sayangnya, hukuman penjara dalam pasal 485 tentang kumpul kebo ini masih bisa ditawar. Pengguna frase ‘atau’ pidana denda, membuat pilihan hakim apakah akan dipenjara atau

28 ibid

29 Arena Hukum, No, 18, Tahun:5, Nov 2002, hlm,13

30 Ichtijanto, Hukum Islam di Indonesia, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1995

31 Sayuti Thalib, Receptie a Contrario (hubungan antara hukum adat dan hukum Islam, Jakarta:Academika,

(11)

didenda. Kemudian disisi lain frase dalam pasal 485 ini seakan-akan melegalkan kumpul kebo yang dilakukan sesama jenis alias homoseks.

Peluang; dengan dikriminalisasinya masalah kumpul kebo ini dalam rancangan KUHP, maka masalah prilaku social ini akan mendapatkan pengaturan hukum secara jelas. Bukankah selama ini banyak ditemukan pasangan kumpul kebo diberbagai tempat kost dikota-kota besar di Indonesia, ketika mereka berhasil terjaring aparat dan digelandang kekantor polisi hanya diberikan pengarahan sehingga tidak menimbulkan efek jerah, namun dengan adanya kriminalisasi pelaku kumpul kebo ini ditemukan diancam hukuman 1 tahun penjara.

Secara fundamental, agama dan prinsip ketuhanan yang Maha Esa menempati kedudukan yang dominan dalam system hukum nasional sebagai keseluruhan. Silah Ketuhanan yang Maha Esa itu sendiri adalah sila pertama dan utama serta merupakan sila pemersatu dan menyinari keempat sila lainnya dalam pancasila. Karena itu, dalam alam pemikiran hukum di Indonesia dimana pancasila dipandang sebagai sumber dari segala sumber hukum, agama dan asas Ketuhanan yang Maha Esa itu juga merupakan prinsip pertama dan utama, dan berfungsi memberikan arah orientasi nilai kepada system hukum yang sedang dan akan dibangun di Indonesia.

Pentingnya arti agama secara umum, menjadi pertimbangan utama dalam usaha pembaharuan hukum pidana di Indonesia, khususnya dalam rangka pembentukan KUHP baru yang dewasa ini sedang dikaji dan dirancang oleh pemerintah. Terkait dengan RUU KUHP pasal 485 tentang kumpul kebo, bahwa pasangan kumpul kebo dipidana tak perlu pembukrtian adanya hubungan seks. Kata, Prof. Mudzakir “di Belanda, kumpul kebo tidak masalah, disini tidak boleh. Bagi anak-anak kost bagaimana? Ya jangan hidup sekamar layaknya suami istri. Menikah saja dari pada di pidana.33 kemudian dengan disahkan pasal tentang kumpul kebo, akan

mengurangi banyaknya tindak pidana aborsi.

Konstruksi Formulasi kebijakan delik kumpul kebo dalam RUU KUHP pasal 485, yaitu “Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah, dipidana pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori

33

(12)

II”. Dalam teori kriminalisasi dasar pembenaran untuk mengkriminalisasikan suatu perbuatan dalam perspektif moral adalah karena perbuatan tersebut bersifat immoral. Artinya, perbuatan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai moral atau kaidah-kaidah moral atau mengganggu perasaan moral yang hidup dalam masyarakat

karna itu pengaturan proses pengaduan kumpul kebo ini harus diatur ulang oleh DPR, dimana setiap orang yg melihat,menyaksikan sendiri perbuatan kumpul kebo punya hak untuk melakukan pelaporan kepada aparat penegak hukum,karna itu delik kumpul kebo ini harus dalam bentuk laporan sehingga pelakunya bisa dijerat hukum.

Kesimpulan

(13)

Daftar Pustaka

Arena Hukum, No, 18, Tahun:5, Nov 2002.

Ahmad Hanafi, Azas-azas Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1967. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Januari 2010. Dr. Salman Luthan.Bahan kulia “Teori Hukum Pidana Materil”.

Drs. Makhrus Munajat, M.Hum. “Hukum Pidana Islam Di indonesia”. Yogyakarta: TERAS. Eddy O.S Hiariej, Asas Legalitas Dan Penemuan Hukum Dalam Hukum Pidana. Jakarta:

Erlangga, 2009.

Ely Alawiyah Jufri. Kumpul Kebo (Cohabitation) dalam KUHP Indonesia dan rancangan KUHP Nasional. Perputakaan Universitas Indonesia.

Hary Susanto, Memeluk Agama, Menemukan Kebebasan, dalam I Wibowo dan B Herry Priyono (edt), Sesudah Filsafat: Esai-Esai Untuk Franz Magnis Suseno, Yogyakarta: Kanisius, 2006.

Hendro Puspito, Sosiologi Agama, Yoyakarta: Kanisius, 1989.

Ichtijanto, Hukum Islam di Indonesia. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1995 Materi Pak Dr. M. Abdul kholiq. SH., M.H. “Pembaharuan Hukum Pidana”. Moeljatno. Asas-asas hukum pidana, Reneka Cipta. 2009.

Ni’matul Huda, Politik Hukum, Catatan Perkuliahan, Kamis 19 Maret 2015.

Prof. Eddy O.S. Prinsip-prinsip hukum pidana. Penerbit Atma Jaya Yogyakarta. 2014. Prof. Dr. Teguh Prasetyo, SH, M.Si. “Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana”. Nusa Media. P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993. Rachman Lathief dalam Arena Hukum No.18, 5 Nov 2002, Malang,

Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1995.

Sayuti Thalib, Receptie a Contrario “hubungan antara hukum adat dan hukum Islam”, Jakarta:Academika, 1980.

Sayuti Thalib, Receptie a Contrario (hubungan antara hukum adat dan hukum Islam, Jakarta:Academika, 1980, hlm. 7

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barakatullah, politik hukum pidana: Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005.

(14)

Internet

http://nasional.tempo.co/read/news/2013/03/23/063468926/pakar-sulit-memperkarakan-kumpul-kebo

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan bahwa jumlah ALTB pada peternakan ayam pedaging di Desa Mengesta Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan di tempat minum ayam sebanyak 389,78

Penataan Penataan Ruang Pulau Sulawesi bertujuan untuk mewujudkan: (a) Pusat pengembangan ekonomi kelautan berbasis keberlanjutan pemanfaatan sumber daya kelautan dan

Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap prestasi belajar diantaranya Harefa (2013) dengan judul penelitiannya adalah Pengaruh Motivasi Belajar dan Kebiasaan

Produk hasil pengembangan ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu produk dapat menyesuaikan dengan layar android yang dimiliki dan media pembelajaran ini dapat digunakan

Melalui penelitian sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa data kualitas udara di Kota Surabaya memiliki pola musiman dan penelitian menggunakan metode GSTAR tidak dapat

Untuk membuktikan hipotesis tersebut data terlebih dahulu diuji dengan tiga analisis yakni uji normalitas, uji kesamaan varian (homogenitas) dan selanjutnya uji

Perbedaan yang jelas antara ketentuan yang ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik dengan Buku ke III Kompilasi Hukum