• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN PUPUK ORGANONITROFOS TERHADAP RESPONS TANAMAN TOMAT RAMPAI {Lycopersicon pimpinellifolium) DALAM POT {POTEXPERIMENT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGUJIAN PUPUK ORGANONITROFOS TERHADAP RESPONS TANAMAN TOMAT RAMPAI {Lycopersicon pimpinellifolium) DALAM POT {POTEXPERIMENT)"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

PENGUJIAN PUPUK ORGANONITROFOS TERHADAP RESPONS TANAMAN TOMAT RAMPAI (Lycopersicon pimpinellifolium) DALAM

POT (POT EXPERIMENT)

Oleh WIDYA GANDI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknologi Pertanian

Pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)

PENGUJIAN PUPUK ORGANONITROFOS TERHADAP

RESPONS TANAMAN TOMAT RAMPAI (

Lycopersicon

pimpinellifolium)

DALAM POT (

POT EXPERIMENT

)

(Skripsi)

Oleh

WIDYA GANDI

JURUSAN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)

Judul Skripsi : PENGUJIAN PUPUK

ORGANONITROFOS TERHADAP RESPONS TANAMAN TOMAT

RAMPAI (Lycopersicon pimpinellifolium) DALAM POT (POT EXPERIMENT) Nama Mahasiswa :

Widya Gandi

Nomor Pokok Mahasiswa : 0814071020 Jurusan : Teknik Pertanian

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc. Ahmad Tusi, S.TP. M.Si NIP. 19611210 198703 1 004 NIP. 19810613 200501 1 001

2. Ketua Jurusan Teknik Pertanian

(14)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc. ...

Sekertaris : Ahmad Tusi, S.TP. M.Si. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Oktafri, M.Si. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP : 19610826 198702 1 001

(15)

PERYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA

Saya adalah _______________________ NPM ________________________ Dengan ini menyatakan bahwa yang tertulis dalam karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya dan dibawah dosen pembimbing. Karya ilmiah ini tidak berisi material yang telah dipublikasikan sebelumnya, atau ditulis oleh orang lain, atau dengan kata lain bukanlah hasil dari plagiat karya orang lain.

Demikianlah peryataan ini saya buat dan dapat dipertanggungjawabkan. Jika di kemudian hari terdapat kecurangan dalam karya ini, maka saya siap

mempertanggungjawabkanya.

Bandar Lampung, 12 Desember 2012 Yang membuat peryataan

Widya Gandi NPM. 0814071020

(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tomat rampai (Lycopersicon pimpinellifolium) merupakan salah satu tanaman sayuran yang sangat bermanfaat bagi tubuh, karena mengandung gizi dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), setiap 100 g tomat rampai mengandung 93,2 % air, 22 kalori, 1 g protein, 0,2 g lemak, 0.4 g serat, 2000 mg vitamin A, 50 mg vitamin C, 0,05 mg vitamin B1, 0,04 mg vitamin B2, dan 29 mg kalsium. Tomat rampai dapat dijadikan menjadi berbagai macam bentuk olahan seperti saus, sambal, jus, dan lain sebagainya.

Produksi tomat nasional periode 2006-2010 mengalami peningkatan dari 629.774 ton menjadi 891.616 ton (BPS, 2010). Peningkatan produksi tersebut dipengaruhi oleh adanya peningkatan luas lahan penanaman, yaitu dari 54.392 ha menjadi 61.154 ha. Hal ini menunjukkan bahwa pasar untuk tomat rampai masih terbuka lebar.

(22)

ditunjang dengan adanya kemajuan teknologi sehingga mampu menciptakan salah satu sarana produksi pertanian yaitu pupuk kimia seperti Urea, TSP, NPK, dan lain-lain. Keberadaan pupuk kimia tersebut mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.

Namun akhir-akhir ini, petani skala kecil sangat sulit untuk mendapatkan pupuk kimia tersebut di pasaran dikarenakan kondisinya yang langka dan harganya yang melambung tinggi (Agromedia, 2010). Hal ini perlu disiasati dengan cara

mengurangi penggunaan pupuk kimia dengan menggunakan pupuk organik yang harganya lebih murah dan ramah lingkungan (Syukur, 2005).

Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari sisa-sisa pelapukan tanaman, binatang, dan manusia. Penggunaan pupuk organik mampu memperbaiki struktur tanah sehingga tanah menjadi gembur dan akar tanaman lebih mudah menembus tanah untuk menyerap unsur hara yang ada di dalam tanah. Keuntungan lain yang didapat ketika menggunakan pupuk organik yaitu tanah akan mempunyai pori-pori dengan daya rekat yang lebih baik sehingga mampu mengikat serta menahan ketersediaan air di dalam tanah.

(23)

Hal penting yang perlu diperhatikan di sini yaitu penggunaan pupuk organik tidak serta merta mampu menggantikan kandungan unsur hara yang ada pada pupuk kimia. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk menguji pupuk organonitrofos dengan beberapa kombinasi pada tanaman tomat rampai dalam pot sebelum diaplikasikan langsung ke lahan pertanian lebih luas yang nantinya diharapkan mampu mengurangi penggunaan pupuk kimia. Penelitian yang sama telah dilakukan pada tanaman padi sawah (Zulaikah, 2012).

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengaruh pupuk organonitrofos terhadap respons tanaman tomat rampai dalam pot.

2. Untuk menentukan pengurangan pupuk kimia dan digantikan dengan pupuk organik (Organonitrofos).

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapat dari penelitian ini yaitu dapat dijadikan sebagai kajian ilmiah dan informasi bagi petani yang akan menggunakan pupuk alternatif organonitrofos untuk budidaya tanaman tomat rampai di lahan.

1.4. Hipotesis

(24)

I. TINJAUAN PUSTAKA

1.1.Tanaman Tomat Rampai

Tomat sampai di Indonesia atas jasa orang Belanda dan mulai dibudidayakan pada tahun 1961. Daerah pengembangannya pada masa itu antara lain Lembang, Pengalengan, Bandung, Tanah Karo, Salatiga, dan Magelang. Kemudian saat ini sudah menyebar dan berkembang di sebagian besar provinsi di Indonesia dengan luas lahan penanaman mencapai 61154 ha (BPS, 2010).

1.1.1. Morfologi Tanaman Tomat Rampai

Buah tomat rampai berbentuk bulat kecil atau oval dan berukuran lebih kecil dari buah tomat. Buah tomat rampai yang sudah tua berwarna merah cerah atau merah kekuningan. Tomat rampai memiliki batang berukuran ramping, bercabang, dan berbulu halus dengan pola pertumbuhan bervariasi dari tegak hingga agak merayap. Tomat rampai memiliki sistem perakaran yang luas, sebagian besar pada kedalaman 30 cm. Daun tomat rampai berbentuk majemuk, menyirip, bergerigi, dan sering kali keriting (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Dalam sistem taksonomi, tanaman tomat rampai diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

(25)

Kelas : Dicotyledonae Subkelas : Metachlamidae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Lycopersicon

Spesies : Lycopersicon Pimpinellifolium.

1.1.2. Karakteristik dan Persyaratan Benih Tomat Rampai

Benih tomat rampai berbentuk pipih, dan diselimuti daging buah, serta berukuran panjang 3-5 mm dan lebar 2-4 mm. Warna benihnya ada yang putih , putih kekuunuing-kuningan, da nada juga yang kecokelatan. Benih inilah yang akan digunakan untuk perbanyakan tanaman. Pada setiap bakal buah tomat rampai terdapat 240-1000 bakal biji. Dari jumlah trersebut yang dapat berkembang menjadi biji yaitu sekitar 20-50 % (Pitojo, 2005).

(26)

1.1.3. Penyiapan Benih Tomat Rampai

Pengadaan benih tomat dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan cara membeli benih yang telah siap tanam atau dengan membuat benih sendiri. Apabila pengadaan benih dilakukan dengan membeli, hendaknya membeli pada toko pertanian yang terpercaya menyediakan benih-benih yang bermutu baik dan telah bersertifikat. Kebutuhan benih untuk setiap satu hektar lahan berkisar antara 500-1000 gram sesuai dengan kebutuhan jarak tanam.

1.1.4. Penyemaian Benih Tomat Rampai

Benih atau biji-biji tomat yang telah terpilih sebelum disemaikan sebaiknya didesinfektan terlebih dahulu. Caranya, benih direndam kedalan larutan fungisida agar mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit mati. Ada beberapa cara menyemai pada bedeng persemaian. Cara pertama, benih tomat ditaburkan merata pada permukaan bedeng, kemudian ditutup tanah tipis-tipis. Bedeng dibuat guritan sedalam 1 cm dengan jarak antar guritan 5 cm, lalu biji ditaburkan kedalan guritan secara merata dan tidak saling tumpuk, kemudian ditutup kembali dengan tanah tipis-tipis.

Cara kedua, dengan menanamkan benih pada lubang-lubang tanam yang dibuat dengan jarak 5 cm dan kedalaman lubang tanam sekitar 1 cm. Dalam satu lubang tanam dapat diisikan 1 atau 2 benih, kemudian ditutup tanah tipis-tipis.

Cara ketiga, penyemaian dapat langsung dilakukan pada kantong-kantong polybag yang telah diisi media tanam berupa tanah dan pupuk kandang dengan

(27)

benih dengan kedalaman sekitar 1 cm. Setelah biji ditanam, media semai sebaiknya dibasahi dengan air. Kemudian, media semai diberi naungan guna menekan penguapan dan menghindari sengatan matahari dan terpaan hujan secara langsung.

1.1.5. Pemeliharaan dan Pemindahan Bibit

Selama awal pertumbuhan, pemeliharaan bibit tanaman di persemaian harus dilakukan secara intensif dengan pengawasan berkelanjutan. Pemeliharaan bibit meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan, pemupukan, serta pencegahan dan pemberantasan penyakit (Wiryanta, 2002).

Penyiraman dilakukan sejak benih ditaburkan ke bedeng pesemaian sampai tanaman siap dipindah ke kebun. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore hari. Penyiraman sebaiknya dilakukan dengan menggunakan

alat/gembor yang memiliki lubang halus, agar tidak merusak bibit tanaman yang baru tumbuh.

Penyiangan dapat dilakukan dengan cara langsung mencabuti tanaman

pengganggu tanpa peralatan. Penyiangan sebaiknya dilakukan seperlunya saja dengan melihat keadaan tanaman.

Pada media persemaian selain diberikan pupuk kandang, sebaiknya juga diberikan pupuk kimia NPK secukupnya sebagai pupuk tambahan yang diberikan setelah benih tumbuh menjadi bibit.

(28)

yang sering menyerang dari golongan cendawan. Pencegahan hama dan penyakit dapat dilakukan dengan cara sterilisasi tanah. Pemberantasan hama dan penyakit yang menyerang bibit dapat dilakukan dengan cara menyemprotkan insektisida dan fungisida.

Pemindahan bibit tomat dapat dipindahkan ke kebun setelah berumur 14 hari di persemaian atau setelah bibit memiliki daun sebanyak 4 helai. Pada saat

dilakukan penanaman ke kebun, sebaiknya dilakukan seleksi lagi terhadap bibit-bibit yang tumbuh agar diperoleh tanaman yang baik pertumbuhannya dan memiliki daya produktivitas tinggi dalam menghasilkan buah. Untuk itu, bibit yang dipilih sebaiknya yang berpenampilan menarik dan baik., yaitu

penampakannya segar dan daun-daunnya tidak rusak. Pilihlah bibit yang kuat, yaitu tegak pertumbuhannya dan pilihlah bibit yang sehat, artinya bibit tidak terserang hama dan penyakit.

Waktu yang baik untuk menanam bibit tomat di kebun adalah pagi atau sore hari. Pada saat itu keadaan cuaca belum panas sehingga mencegah kelayuan pada tanaman. Ketika memindah bibit di kebun, hendaknya memperhatikan cara-cara yang baik dan benar. Pemindahan bibit yang ceroboh dapat merusak perakaran tanaman, sehingga pada saat bibit telah ditanam maka akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan bahkan mati.

1.2.Syarat Pertumbuhan 1.2.1. Iklim

(29)

tanaman, terutama di daerah yang tidak terdapat irigasi teknis. Curah hujan yang tinggi dapat menghambat proses persarian atau jatuhnya serbuk sari ke kepala putik.

Kekurangan sinar matahari menyebabkan tanaman tomat mudah terserang penyakit, baik parasit maupun non parasit. Sinar matahari berintensitas tinggi akan menghasilkan vitamin C dan karoten (provitamin A) yang lebih tinggi. Penyerapan unsur hara yang maksimal oleh tanaman tomat akan dicapai apabila pencahayaan selama 10-12 jam/hari, sedangkan intensitas cahaya yang

dikehendaki adalah 0,25 mj/m2 per jam.

Suhu udara rata-rata harian yang optimal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah ± 18 0C (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Jika suhu terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan tanaman. Pada musim hujan, kelembaban akan meningkat dan akan merangsang munculnya mikroorganisme pengganggu tanaman sehingga resiko terserang bakteri dan cendawan cenderung tinggi.

1.2.2. Media Tanam 1.2.2.1. Tanah

(30)

pertumbuhan yang baik, tanah sedikit gembur dan banyak mengandung humus serta pengairan yang cukup mulai awal tanam sampai waktu panen.

1.2.2.2. Batu Split

Penggunaaan batu split sebagai media tanam tidak jauh berbeda dengan pasir. Namun, batu split memiliki pori-pori makro lebih banyak daripada pasir. Batu split sering digunakan sebagai media untuk budidaya tanaman secara hidroponik. Penggunaan media ini akan membantu peredaran larutan unsur hara dan udara serta pada prinsipnya tidak menekan pertumbuhan akar. Batu split memiliki kemampuan mengikat air yang relatif rendah sehingga mudah basah namun cepat kering kembali jika penyiraman tidak dilakukan secara rutin.

1.3.Komponen Siklus Hidrologi dan Neraca Air

Secara garis besar neraca air merupakan penjelasan tentang hubungan antara aliran ke dalam (In flow) dan aliran ke luar (out flow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu dari proses sirkulasi air. Neraca air juga dapat didefinisikan sebagai selisih antara jumlah air yang diterima oleh tanaman dan kehilangan air dari tanaman beserta tanah melalui proses evapotranspirasi.

Kesetimbangan air merupakan hubungan antara berbagai input dan output dari suatu daerah. Terdapat hubungan kesetimbangan dari metode Penman-Mounteith sebagai berikut (Allen, dkk, 1998):

ET= I + P – RO –DP + CR ± ∆ SF ± SW………(1) Keterangan:

(31)

I : Irigasi

Gambar 1. Bagan Alir Siklus Hidrologi (Arsyad, 1989) Infiltrasi

Perkolasi Aliran Bawah Permukaan

Cadangan Bawah Tanah

Aliran Air

Bawah Tanah Aliran Sungai

Evaporasi Evapotranspirasi

(32)

Gambar 1 diatas menjelaskan bagaimana siklus hidrologi berlangsung. Di atas zona jenuh dalam tanah disebut neraca air bawah (ground water table). Di atas neraca air merupakan daerah lapisan tanah yang disebut kapiler tepi. Tanah dengan kelembaban dan struktur yang baik dapat mendekati ketinggian beberapa meter atau lebih, tetapi pada tanah pasir jarang mencapai 27-30 cm. Pada

beberapa tanah ketinggian neraca air berfluktuasi tergantung dari lamanya periode basah dan kering. Fluktuasi tersebut merupakan akibat dari perbedaan presipitasi, transpirasi, evaporasi dan suhu. Perbedaan laju transpirasi selama pergantian siang dan malam juga mengakibatkan perbedaan dalam tingkat neraca air. Siang hari neraca air akan turun lebih rendah disertai peningkatan air selama malam hari. Pergantian siang dan malam pada DAS yang mempunyai kemiringan sangat berat mempunyai tingkatan neraca air yang tinggi atau neraca air jarang dimana kapiler tepi dapat dicapai akar pohon.

Kedalaman tanah mencerminkan volume dari ruang tumbuh untuk akar tanaman yang berada di atas lapisan perbatasan. Dampak dari tingginya neraca air pada pertumbuhan pohon dapat diduga melalui kedalaman horison yang bertekstur yang baik atau kedalaman dari horison yang tidak teratur (menunjukan aerasi yang buruk) yang terjadi kira-kira 75 cm ke bawah permukaan. Tanpa kehadiran

(33)

yang lebih rendah. Neraca air pada zona perakaran dapat dideskripsikan secara lengkap seperti pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Deskripsi Neraca Air Pada Zona Perakaran Keterangan:

I : Irigasi (mm) P : Presipitasi (mm)

SFI : Aliran permukaan masuk kedalam sistem/ zona perakaran (mm) LI : Aliran bawah permukaan horizontal kedalam sistem (mm) GW : Rembesan air tanah kedalam sistem (mm)

ET : Evapotranspirasi (mm)

RO : Aliran permukaan keluar sistem (mm)

LO : Aliran bawah permukaan horizontal keluar sistem (mm) L : Lindi (mm)

DP : Perkolasi dalam (mm)

Selanjutnya, prinsip konservasi masa pada volume terkendali dapat diformulasikan dalam Persamaan 2.

(34)

Keterangan:

∆S : Perubahan kadar lengas tanah dalam volume terkendali, selama interval waktu tertentu (mm)

Drz : Zona perakaran dibawah permukaan tanah (mm)

θf, θi : Kadar lengas tanah di akhir dan awal interval waktu tertentu (desimal)

Aliran masuk, keluar : Aliran masuk dan keluar volume terkendali selama satu interval waktu (mm)

Dari Gambar 2, aliran masuk dan keluar dapat dirumuskan menjadi;

Aliran masuk = I +P +SFI + LI +GW………. (3)

dan

Aliran keluar = ET + RO + LO + L +D……….. (4)

Jika Persamaan 3 dan 4 disubtitusikan ke dalam Persamaan 2, maka Persamaan neraca air menjadi seperti pada Persamaan 5 berikut.

∆S = I + P + SFI + LI + GW + ET + RO + LO + L + DP….….… (5)

Dalam kondisi kadar lengas dibawah kapasitas lapang, ET dapat dihitung dengan

Persamaan 5, melalui perhitungan ∆S dengan Persamaan 2 dan setelah θidan θf

diukur secara langsung di lapang. Sementara, komponen-komponen hidrologi yang lain dapat dianggap nol.

(35)

(1998) menyatakan bahwa aliran kapiler air tanah (GW) berpengaruh nyata hanya jika kedalam air tanah (water table) cukup dangkal.

Kondisi iklim yang cukup berbeda dengan dugaan sementara bahwa pengaruh aliran kapiler dari air tanah (GW) cukup besar, sehingga tidak dapat diabaikan. Jika kadar air di zona perakaran berada di antara titik kritis dan kapaitas lapang, maka dapat dipastikan bahwa kadar lengas di lapisan bawahnya lebih tinggi atau bahkan masi jenuh sehingga terjadi aliran kapiler ke atas. Aliran kapiler inilah kemudian yang dapat berkontribusi dapat menaikkan kadar lengas di zona perakaran sehingga evapotranspirasi yang terukur menjadi tampak lebih rendah dari yang sebenarnya.

Hal ini juga ditunjukkan oleh (Arimbi 2011) yang melakukan penelitian

evapotranspirasi pada lahan kering dan bera, dilaboratorium lapang Universitas Lampung. Evapotranspirasi yang diukur di lapang selalu lebih rendah dari

perhitungan teoritis FAO meskipun nilai Kc sudah dikalibrasi dengan faktor suhu, kecepatan angin, kelembaban dan tinggi rerumputan sesuai dengan yang

dianjurkan (Allen et. al, 1998). Berdasarkan hasil tersebut, perlu dilakukan pengukuran tersendiri terhadap aliran kapiler tersebut, sehingga perhitungan dapat lebih realistis.

(36)

1.3.1. Evapotranspirasi

Proses evaporasi dan transpirasi pada tanaman secara teoritis bisa dipisahkan, tetapi di lapangan sangat sulit dipisahkan. Oleh karena itu kedua proses ini disatukan dan disebut sebagai Evapotranspirasi. Evapotranspirasi adalah proses gerakan air dari sistem tanah ke tanaman kemudian ke atmosfir (transpirasi) dan gerakan air dari sistem tanah ke permukaan tanah kemudian ke atmosfir

(evaporasi). Pada setiap saat dimana terjadi kontak antara air dan udara maka terjadi proses penguapan (Indarto, 2010). Dua unsur utama untuk berlangsungnya evaporasi adalah energi (radiasi) matahari dan air. Evapotranspirasi menentukan laju penyerapan air oleh tanaman serta lau pembentukan jaringan tanaman. Jika laju evapotranspirasi lebih besar daripada laju penyerapan air oleh akar tanaman, maka tanaman akan mengalami kelayuan, dan jika berlanjut akan menyebabkan kematian bagi tanaman yang bersangkutan (Mawardi, 2011 ).

Ada tiga konsep dalam menentukan evapotranpirasi yaitu: ETc, ETo, dan ETc adjusment. Evapotranspirasi potensial (ETo) diukur berdasarkan data klimat harian dan dihitung menggunakan rumus empiris Penman-Mounteith (Allen dkk, 1998) yang terdapat pada Persamaan 6.

( – ) -

………. (6)

Keterangan:

ETo : Evapotranpirasi acuan (mm/hari)

T : Temperatur harian pada ketinggian 2 m (oC) U2 : Kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s) es : Tekanan uap air jenuh (kPa)

(37)

γ : Konstanta psikometrik (kPa/oC)

: Gradien tekanan uap jenuh terhadap suhu udara (kPa/ oC) Rn : Radiasi bersih (Mj m-2hari -1)

G : Panas spesifik untuk penguapan (Mj m-2hari -1)

Evaporasi diukur dalam satuan mm/hari. Banyaknya evaporasi dapat diukur dengan dua cara yaitu menggunakan rumus empiris Penman dan Panci Evaporasi yang terdapat pada Persamaan 7.

... (7)

Keterangan:

E : evaporasi (mm/hari)

ea: tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/Hg) ed : tekanan uap sebenarnya (mm/Hg)

V : kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah (mil/hari)

Secara sederhana banyaknya evaporasi dihitung dengan rumus :

Banyaknya evaporasi = air yang dituangkan + curah hujan (jika ada) – air yang tersisa keesokan harinya : luas (314 cm2)

Evapotranspirasi pada tanaman tertentu (ETc) dihitung dengan menggunakan rumus yang terdapat pada persamaan 8 :

ETc = (ET tanaman acuan) ET0* (koefisien tanaman) Kc ... (8)

Istilah standar telah dikembangkan sebagai acuan pada berbagai model ET dan koefisien tanaman.

(38)

ETc = (Epan) (Kp)

ETc = (ETp) (Cet)

Keterangan:

ETo : ET acuan (sekitar 4 sampai 7 inchi tinggi rumput)

ETp : ET Potensial (tumbuhan makanan kuda yang belum dipangkas) Epan : Evaporasi dari panci evaporasi

ETc : Evapotranspirasi tanaman

Kpan : Koefisien untuk mengkonfersi Epan ke ETo Kp: Koefisien untuk mengkonfersi Epan ke ETc Kc : Koefisien untuk mengkonfersi ETo ke ETc Cet : Koefisien untuk mengkonfersi ETp ke ETc

1.3.2. Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan untuk memenuhi atau menggantikan kehilangan air akibat evapotranspirasi (ET) dari tanaman bebas penyakit dan tumbuh dilahan yang luas dimana kondisi tanah dan air tanah tidak terjadi faktor pembatas dan berpotensi mencapai produksi

maksimal. Kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh iklim, air tanah, metode irigasi, dan praktek budidaya.

Tanaman secara fisiologis mengandung air antara 60-95 persen yang dimanfaatkan untuk proses-proses fotosintesa, transportasi unsur kimia, transportasi hasil fotosintesa, pertumbuhan dan transpirasi. Sedangkan untuk metabolisme/pertumbuhan, tanaman hanya memerlukan air kurang dari 1 % dan selebihnya ± 99 % air menguap akibat pemanasan sinar matahari.

(39)

yang tersedia menjadi pembatas. Air tanah yang segera tersedia (RAW) didefinisikan sebagai faktor (p) yang mana total air tanah yang tersedia dapat dihabiskan tanpa menyebabkan Eta menjadi berkurang dari ETm dan besarnya faktor (p) dipengaruhi oleh iklim, evapotranspirasi, tanah, jenis tanaman dan tinggi pertumuhan tanaman. Air sangat penting bagi hidup tanaman dan sering menjadi faktor pembatas utama untuk produksi tanaman. Untuk pertumbuhan yang baik dan ekonomis, setiap tanaman harus mencapai keseimbangan antara permintaan dan suplai air yang tersedia (Liyantono, 2002).

1.3.3. Irigasi

Irigasi merupakan usaha penambahan air kedalam lapisan tanah yang mengalami kekurangan (defisit) air akibat proses evapotranspirasi. Irigasi secara umum mengandung arti sebagai pemberian atau penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Irigasi mempunyai tujuan utama untuk menciptakan kondisi lengas tanah dalam tanah yang optimum bagi pertumbuhan tanaman.

Selain untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, air irigasi mempunyai kegunaan lain, seperti (a) mempermudah pengolahan tanah, (b) mengatur suhu tanah dan iklim mikro, (c) membersihkan tanah dari kadar garam atau asam yang terlalu tinggi, (d) membersihkan kotoran-kotoran dari selokan (sanitasi). Jadi kegiatan irigasi ini merupakan kegiatan memanipulasi kondisi (kandungan) air di dalam lapisan olah tanah atau daerah perakaran tanaman.

(40)

penyediaan atau pasokan (supply) air kedalam tanah. Air yang ditambahkan ini bisa berasal dari air permukaan, dapat pula dari air tanah. Cara pemberiannya bisa melalui atas permukaan (overhead), dengan pencurahan atau dengan penggenangan (flooding, basin,dan furrow) atau bisa pula melalui bawah permukaan (Mawardi, 2011).

Untuk menentukan irigasi dapat menggunakan rumus pada Persamaan 9 :

……….. (9)

Dimana:

I : Irigasi (mL)

KA : Kadar air tanah (%) FC : Kapasitas lapang (%)

Drz : Kedalaman zona perakaran (cm)

Peran irigasi dalam peningkatan produksi pertanian tak diragukan lagi terutama untuk daerah yang curahya hujan kurang. Terdapat tiga pusat kegiatan dala irigasi yaitu (a) kegiatan yang berhubungan dengan pengambilan, pengangkutan,

pengambilan dan pemberian ke lahan yang membutuhkan, (b) kegiatan yang berhubungan dengan manajemen operasi irigasi, dan (c) kegiatan yang berhubungan dengan organisasi dan kelembagaan irigasi.

1.4.Sifat Fisika Tanah

1.4.1. Kerapatan Tanah (Bulk Density)

Bulk density adalah merupakan petunjuk kepadatan tanah. Semakin padat tanah

(41)

meneruskan air atau semakin sulit penetrasi akar di dalam tanah. Bulk density termasuk pori-pori tanah dengan rumus sebagai berikut.

Kerapatan tanah dihitung dengan rumus yang terdapat pada Persamaan 10 (Tim Dosen Mata Kuliah DDIT, 2011).

... (10) Keterangan:

ρb : kerapatan tanah (g/cm3)

msoven : Berat kering tanah oven pada suhu 105oC selama 24 jam (g)

Vt : Volume total tanah (cm3)

1.4.2. Tekstur Tanah

Tekstur tanah ialah perbandingan relatife (dalam persen) fraksi-fraksi pasir berukuran 2mm – 50µm, debu berukuran 50 – 2µm, dan liat berukuran < 2µm. Secara kualitatif tekstur tanah dapat dinyatakan dalam derajat kekasaran dan kehalusan tanah melalui perabaan dengan tangan. Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang permanen (bersifat tetap) dan menentukan sifat-sifat fisika dan kimia tanah lainnya seperti struktur, konsistensi, resim lengas, permeabilitas, laju infiltrasi, erodibilitas, kemudahan pengolahan, penetrasi akar tanaman, kesuburan tanah, dan sebagainya (Mawardi, 2011).

(42)

1.4.3. Struktur Tanah

Struktur merupakan kombinasi atau pengaturan dan organisasi partikel tanah primer (pasir, debu dan lempung) dan partikel sekunder (ped atau agregat). Struktur tanah merupakan butiran majemuk yang terdiri dari sejumlah butir tunggal yang diikat oleh bahan organik, liat, hidroksida Al dan Fe, dan atau flokulasi kation tertentu. Struktur tanah terkondisi oleh tekstur tanah, bahan organik dan bahan semen serta perbandingan beberapa kation yang tersedia. Struktur tanah sangat dipengaruhi oleh perubahan cuaca, aktifitas biologis mikro organisme dan praktek-praktek pengolahan dan manajemen tanah. Penampang struktur tanah tampak samping dapat dilihat pada Gambar 3.

(43)

Keterangan :

O horizon : tanah humus

A horizon : tanah lapisan atas (Topsoil)

E horizon : lapisan ini terbuat dari pasir dan lapisan lumpur (Eluviation layer)

B horizon : terdiri dari lempung dan kandungan mineral seperti besi, alumunium dan lain-lain

C horizon : lapisan bebatuan kecil yang terletak antara subsoil dengan bedrock (Regolith)

R bedrock : bebatuan kasar yang merupakan lapisan terbawah dari struktur tanah.

1.4.4. Kadar Air Tanah

Air tanah merupakan salah satu sifat fisik yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman dan aspek-aspek kehidupan manusia lainnya. Penetapan kadar air tanah dapat dilakukan secara langsung melalui pengukuran perbedaan berat tanah (metode gravimetri). Didalam tanah, air berada pada ruang pori tanah, terikat pada padatan tanah (baik organic maupun anorganik), serta menjadi bagian anasir (komponen) mineral. Air dapat ditahan matriks tanah akibat adesi langsung molekul air ke permukaan tanah, ikatan osmotik pada lapisan ganda (double layer), serta ikatan kapiler dari pori tanah.

(44)

kondisi tanah yang jenuh air. Kondisi tanah jenuh memiliki sifat lunak, lekat dan liat. Sedangkan tanah kering adalah tanah yang sama sekali tidak terairi, tanah kering dicirikan oleh tanahnya bersifat kering, retak-retak, keras dan kasar bila diraba. Untuk tanah lembab dicirikan pada kondisi air tanah yang optimum yaiti terjadi penggenangan sampai batas kapasitas lapang atau kondisi remah.

(Hardjowigeno, 1993) mengungkapkan bahwa kadar air dalam tanah Alfisol dapat dinyatakan dalam persen volume yaitu persen volume air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan air pada pertumbuhan pada volume tanah tertentu. Cara penetapan kadar air tanah dapat digolongkan dengan beberapa cara penetapan kadar air tanah dengan gravimetric, tegangan atau hisapan, hambatan listrik dan pembauran neutron.

Untuk mengetahui keadaan air tanah dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman, maka perlu ditetapkan kadar air tanah dalam keadaan : (1) kadar air total, (2) kapasitas lapang, dan (3) titik layu permanen. Kadar air tanah total adalah kadar air tanah yang diperoleh dengan pengeringan tanah kering udara di dalam oven pada suhu 105o C hingga bobotnya tetap. Kadar air tanah dapat dinyatakan dalam bentuk persen berat tanah dan dalam bentuk persen volume tanah.

(45)

Selisih antara kadar air pada kapasitas lapang dan titik layu permanen disebut air tersedia.

Kadar air tanah gravimetrik dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan 11 (Tim Dosen Mata Kuliah DDIT, 2011).

………. (11)

Keterangan:

θm : kadar air gravimetrik (% m/m, m = massa)

mw : berat air (berat sampel tanah basah – berat sampel tanah kering

oven)

ms oven : berat sampel tanah kering oven

Kadar air gravimetrik dapat dikonversi menjadi kadar air volumetrik dengan menggunakan Persamaan 12 (Tim Dosen Mata Kuliah DDIT, 2011).

……… (12)

Dimana :

θw : kadar air volumetrik (%V/V, V = volume) ρb : berat isi tanah (g/cm3)

ρw : berat jenis air (g/cm3) θm : kadar air gravimetrik

1.5.Pupuk Anorganik

(46)

Pupuk anorganik dibagi menjadi dua golongan yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk.

Pupuk tunggal adalah pupuk yang mengandung satu jenis nutrien pokok seperti N (Nitrogen), P (Posfor) dan K (Kalium). Pupuk majemuk disebut juga pupuk campuran yaitu pupuk yang mengandung dua atau tiga nutrien utama yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen, kalium, posfor dalam satu pupuk. Hal ini bertujuan agar pupuk yang diberikan pada tanaman atau tanah, dapat memberikan dua atau tiga kegunaan sekaligus. Pupuk tersebut dinamakan pupuk NPK, PK, NP, dan NK.

1.5.1. Urea

Pupuk Urea adalah pupuk kimia yang mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi. Urea berupa senyawa kimia organik : CO (NH2)2 berbentuk kristal putih, tetapi dalam perdagangan berbentuk butir-butir bulat tengah ± 1 mm. Kadar N-nya 45 – 46%, untuk perhitungan-perhitungan kasar diambil 45%. Keuntungan memakai urea yaitu membuat daun tanaman lebih hijau segar dan banyak mengandung butir hijau daun (chlorophyl) yang mempunyai peranan sangat panting dalam proses fotosintesa, mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, cabang dan lain-lain) dan menambah kandungan protein tanaman.

1.5.2. SP36

(47)

dan sistem perakaran yang baik, memacu pembentukan bunga dan masaknya buah/biji, mempercepat panen, memperbesar prosentase terbentuknya bunga menjadi buah/biji dan menambah daya tahan tanaman terhadap gangguan hama. Namun kekurangannya dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, lama pemasakan dan produksi tanaman rendah.

1.5.3. NPK

Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur hara utama lebih dari dua jenis. Dengan kandungan unsur hara Nitrogen 15 % dalam bentuk NH3, fosfor 15 % dalam bentuk P2O5, dan kalium 15 % dalam bentuk K2O. Sifat Nitrogen (pembawa nitrogen ) terutama dalam bentuk amoniak akan menambah keasaman tanah yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno, 1993).

1.5.4. Pupuk KCl (Kalium Klorida)

Pembuatan pupuk KCl melalui proses ekstraksi bahan baku (deposit K) yang kemudian diteruskan dengan pemisahan bahan melalui penyulingan untuk menghasilkan pupuk KCl. Kalium klorida (KCl) merupakan salah satu jenis pupuk kalium yang juga termasuk pupuk tunggal. Kandungan utama dari endapan tambang kalsium adalah KCl dan sedikit K2SO4. Kekurangan hara kalium

(48)

I. METODELOGI PENELITIAN

1.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada pertengahan bulan Januari – April 2012 di

Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Analisis sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Politeknik Negri

Lampung.

1.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah ember hitam (volume 20 lt air), cangkul, ayakan 5 mm, timbangan (ketelitian 1 gram), timbangan digital (ketelitian 1mg), gelas ukur, oven, desikator, mistar ukur, alat tulis, kalkulator dan peralatan pencatat data klimat. Bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah benih tomat, tanah tegalan, batu split, ijuk, air, pupuk organonitrofos, Urea, NPK, SP36,dan KCl. Tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu tanah tegalan yang berasal dari daerah Kemiling, Bandar Lampung. Pemilihan

(49)

1.3. Metode Penelitian

Dosis pemupukan yang sesuai dengan menggunakan pupuk kimia untuk budidaya tanaman tomat berkisar antara 400-600 kg/ ha (Nazari, 2012). Perlakuan yang diberikan berdasarkan pedoman dosis pemupukan tersebut. Pada penelitian ini perlakuan dibuat dengan mengurangi jumlah pupuk kimia pada masing-masing perlakuan dengan menggantinya dengan pupuk Organonitrofos, dimana jumlah kombinasi antara pupuk kimia dan Organonitrofos pun berbeda pada masing-masing perlakuan.

Pupuk organonitrofos dibuat dari 70-80 % kotoran sapi dan 20-30 % batuan fosfat dengan penambahan mikroba penambat N dan pelarut P (Nugroho, dkk, 2012). Perlakuan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 4 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu:

A : Kontrol (tanpa pupuk)

B : Urea 250 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCl 100 kg/ha C : Organonitrofos 5000 kg/ha

D : Urea 150 kg/ha, SP36 50 kg/ha, KCl 100 kg/ha, NPK 50 kg/ha, Organonitrofos 100 kg/ha

E : Urea 150 kg/ha, SP36 50 kg/ha, KCl 50 kg/ha, NPK 50 kg/ha, Organonitrofos 150 kg/ha

F : Urea 100 kg/ha, SP36 50 kg/ha, KCl 50 kg/ha, NPK 100 kg/ha, Organonitrofos 200 kg/ha

(50)

Tabel 1. Jumlah Kandungan Pupuk per Hektar (Hasil Perhitungan)

Perlakuan Kombinasi pupuk (kg/ha) Jumlah Kandungan Pupuk (g/pot)

N P

A Kontrol/tanpa pupuk - -

B Urea 250 + SP36 100 + KCL 100 2,87 0,9

C Organonitrofos 5000 3,75 2,0

D Urea 150 + SP36 50 +KCL 100 + NPK 50 + Organik 100

1,91 0,63

E Urea 150 + SP36 50 + KCL 50 + NPK 50 + Organik 150

1,91 0,63

F Urea 100 + SP36 50 + KCL 50 + NPK 100 + Organik 200

1,27 0,82

G Urea 100 + SP36 50 + KCl 50 + NPK 100 + Organik 250

1,27 0,82

Keterangan:

1. Kandungan persentase N pada Urea = 46%, NPK = 15 %, dan Organonitrofos = 3%.

(51)

1.4. Pelaksanaan Penelitian

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Persiapan media tanam

Penanaman Persiapan bibit rampai

Persemaian bibit rampai sampai umur 14 hari

Pemberian pupuk

Pengamatan (jika sudah sampai pada kondisi titik kritis diberi air

irigasi)

Pemberian air, sampai didapatkan kondisi kapasitas lapang (FC)

Analisis

Selesai Sortasi bibit (1 minggu

kemudian)

(52)

1.4.1. Persiapan Media Tanam

Media tanam disiapkan dengan cara mengayak tanah dengan menggunakan ayakan yang memiliki diameter 5 mm dan mencuci batu split. Tahap selanjutnya, 5 kg batu split dimasukkan kedalam ember hitam yang telah diberi lubang pada bagian bawahnya dan pada bagian dasarnya sudah dialasi dengan ijuk. Terakhir, 8 kg tanah dimasukkan kedalam ember tersebut.

1.4.2. Pembibitan dan Penanaman

Bibit tomat rampai didapat dari tempat persemaian benih dengan kondisi baik yang siap ditanam di lahan atau kebun. Penanaman dilakukan dengan

memindahkan bibit yang berumur tanam 14 hari dari tempat persemaian atau sudah memilki 4 helai daun kedalam ember plastik dengan jumlah 2 batang/pot dengan posisi di tengah ember. Setelah seminggu ditanam di pot, bibit diseleksi yang paling baik untuk dipilih satu saja yang akan dilanjutkan tanamnya hingga panen dan untuk mengetahi responnya terhadap masing-masing perlakuan.

1.4.3. Pemeliharaan Tanaman Tomat Rampai

Adapun hal-hal yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Penyulaman

-Dari kedua bibit yang ditanam dalam ember, apabila kedua bibit tersebut rusak atau mati, maka perlu dicabut dan disulam dengan bibit cadangan. b. Pemupukan

(53)

Namun untuk pupuk urea, pemupukan dilakukan dengan 2 tahap yaitu pada awal tanam dan pada saat telah berbunga masing-masing 50 %. c. Penyemprotan Insektisida dan Fungisida

-Penyemprotan dilakukan apabila terdapat tanda-tanda terserang penyakit dan jamur.

d. Penyiangan dan Penggemburan

-Penyiangan dilakukan setiap ada gulma yang mulai tumbuh. Sedangkan, penggemburan tanah di pot dilakukan setiap 1 minggu sekali guna

memperbaiki aerasinya.

1.4.4. Pemberian Air Irigasi

Air irigasi hanya diberikan apabila kondisi tanahnya sudah pada titik kritis kemudian dikembalikan ke kondisi kapasitas lapang.

1.5. Pengamatan dan Pengambilan Data

(54)

Penentuan nilai FC juga dilakukan dengan uji di lapangan. Hal ini dimaksudkan untuk memverifikasi data yang sudah didapatkan dengan menggunakan chart. Pengukuran FC di lapangan dilakukan yaitu dengan cara menyiramkan air ke tanah yang ada di dalam pot sampai kondisi jenuh, kemudian ditunggu sampai tidak menetes lagi melalui lubang drainasenya dan diukur dengan menggunakan Soil Moisture Meter dan ditimbang beratnya sehingga berat tanah tersebut dapat

dikatakan berat kapasitas lapang. Kemudian, kita dapat menentukan berat tanah

pada kondisi θc dan PWP nya, dilakukan dengan cara tanah yang ada didalam pot

pada kondisi kapasitas lapang dibiarkan dan setiap harinya diukur dengan menggunakan Soil Moisture Meter sampai didapatkan besarnya % yang sama pada data yang diperoleh dari chart kemudian ditimbang. Semua berat air tanah tersebut dimaksudkan agar kita dapat mengetahui naik dan turunnya jumlah air yang ada pada media tanam.

Variabel yang diamati pada penelitian di lapangan yaitu, laju evapotranspirasi, irigasi, tinggi tanaman, bobot brangkasan atas dan bawah, hasil produksi buah tomat rampai, dan water productivity.

a. Laju Evapotranspirasi Selama Masa Penanaman

(55)

b. Irigasi Selama Masa Penanaman

Pemberian air dilakukan pada pagi hari dan hanya diberikan apabila tanahnya sudah berada pada kondisi titik kritis (θc = (FC+PWP) : 2) dan besarnya sama dengan besarnya evapotranspirasi atau dikembalikan pada kondisi awal sebelum terjadi evapotranspirasi (kondisi kapasitas lapang). Prosedur pemberian air pada penelitian ini yaitu sebelumnya harus diukur terlebih dahulu kadar airnya dengan menggunakan Soil Moisture Meter pada fase vegetatif dan dengan metode gravimetri pada fase generative supaya dapat diketahui layak atau tidaknya untuk diberikan air irigasi, jika kondisi kadar airnya sudah menurun dari kadar air kemarin dan berada pada titik kritis maka layak untuk diberikan air irigasi.

c. Mengamati Dan Mengukur Pertumbuhan Tinggi Tanaman Tomat Rampai

Tinggi tanaman diukur setiap 1 minggu sekali. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur tinggi tanaman dengan mistar ukur dari pangkal bawah batang tanaman sampai ke titik tertinggi tanaman.

d. Menimbang Hasil Panen Buah Tomat Rampai Dan Berat Berangkasan Tanaman

(56)

e. Water Productivity

Nilai water productivity (hasil produksi/irigasi) didapatkan dengan menghitung besarnya jumlah hasil produksi dibagi dengan jumlah irigasi selama penanaman pada masing perlakuan.

1.6. Analisis Data

(57)
(58)

. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan pupuk organonitrofos mampu mengurangi penggunaan dan menggantikan sebagian peran dari pupuk kimia.

2. Perlakuan pupuk C (Organonitrofos 5000 kg/ha) merupakan perlakuan yang menghasilkan respon tanaman terbaik diantara seluruh perlakuan. 3. Penggunaan kombinasi pupuk kimia dan organonitrofos menghasilkan

produksi tomat rampai yang lebih tinggi atau baik dibandingkan dengan penggunaan pupuk kimia murni.

4. Nilai water productivity (hasil produksi/irigasi) yang paling tinggi ditunjukkan oleh perlakuan C yaitu sebesar 2,68 gram/ml.

5.2. Saran

(59)
(60)

DAFTAR PUSTAKA

Agromedia. Kondisi Kelangkaan Pupuk Subsidi di Pasaran. Mei. 2010. Diakses pada 26 Juni 2011 http://www.agromedia.go.id. Indonesia.

Allen, R. G., L. S. Pereira., D. Raes., dan M. Smith. 1998. Crop Evapotranspiration - Guidelines for Computing Crop Water

Requirements - FAO Irrigation and Drainage Paper 56. FAO. Rome. 15 pp.

Ali, U. Rusdiansyah, dan Sabarudin. 2004. Soil Fertility and Crop Production. J. Budidaya Pertanian. Vol 10 , No.2 : 104-112.

Anjani, D., J. 2012. Pengujian Pupuk Organonitofos terhadap Respons Tanaman Tomat Rampai di Lahan Plot. (Draft Skripsi). Laboratorium Lapangan Terpadu. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung Arimbi, D. 2011. Analisis Air di Lahan Bera. (Skripsi). Universitas Lampung.

Bandar Lampung.

Arsyad , S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Ketiga. IPB Press. Bogor. 124 hlm.

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai . Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 74 hlm.

BPS. Data Produksi Tanaman Tomat Nasional. Desember. 2010. diakses 19 Januari 2012 http://www.bps.go.id. Indonesia.

Crawford. J.H. 2003 . Composting of Agricultural Waste. In: Biotechnology Applications and Research, Paul N and P.Ouellette (ed). p. 68-77.

(61)

Hendro, P, dan E. Sulistyono. 2010. Pengaruh Hujan terhadap Produktivitas dan Pengelolaan Air Tanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di PT. Pagilaran. Batang. Jawa Tengah. IPB. Bogor. 84 hlm.

Indarto. 2010. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Bumi Aksara. Jakarta. 66 hlm.

Kurnia, S., Y. Prihatin, S. Rochayati, Sutono dan H. Suganda. 2001.

Perkembangan dan Penggunaan Pupuk Organik di Indonesia. Rapat Koordinasi Penerapan Penggunaan Pupuk Berimbang dan Peningkatan Penggunaan Pupuk Organik. Direktorat Pupuk dan Pestisida, Direktorat Jendral Bina Sarana Pertanian, Jakarta. 27 hlm.

Liyantono, P. 2002. Prosedur Desain Irigasi Tetes (Trickle Irrigation). Fakultas Teknik Pertanian. Jurusan Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. 32 hlm. Mawardi, M. 2011. Asas Irigasi dan Konservasi Air. Bursa Ilmu. Jogjakarta. 94

hlm.

Mujahidin, M. 2011. Pengembangan Irigasi . Bursa ilmu. Jogjakarta. 76 hlm. Nazari, A. P. D. 2012. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) dengan Dosis Pupuk Kimia yang Berbeda. J. Agrista. Vol 5, No. 1 : 23-29.

Nugroho, S.G.; Dermiati, J. Lumbanraja, S. Triyono, dan H. Ismono. 2012. Optimum Ratio of Fresh Manure and Grain of Phosphate Rock Mixture in a Formulated Compost for Organomieral NP Fertilizer. J. Trop Soil vol 17, No. 2 : 121-128.

Oldeman L. R., I. Las, and Muladi. 1980. The Agroclimatic Maps of Kalimantan, Maluku, Irian Jaya and Bali, West and East Nusa Tenggara.

Contributions No.60, Central Research Institute for Agriculture, Bogor. 221 hlm.

Pitojo, S. 2005. Benih Tomat. Kanisius. Yogyakarta. 94 hlm.

Rubatzky, V.E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi, dan Gizi Edisi 2. Penerbit ITB. Bandung. 292 hlm.

(62)

Schwab, G.O., R.K. Frevert, T.W. Edminster, and K.K. Barnes. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. John Wiley and Sons, Inc. N.Y. USA. 525 pp.

Susanto, S. 2005. Handout Hidrologi. Fakultas Teknologi Pertanian. UGM. Yogyakarta. 46 hlm

Syukur, A. 2005. Penyerapan Posfor oleh Tanaman Jagung di Tanah Pasir Pantai Bugel dalam Kaitannya dengan Tingkat Frekuensi Penyiraman dan Pemberian Bahan Organik. J. Ilmu Tanah Dan Lingkungan Vol 5, No.2 : 20-26

Tim Dosen Mata Kuliah DDIT. 2011. Penuntun Praktikum Mata Kuliah Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 37 hlm.

Wiryanta, W.T.B. 2002. Bertanam Tomat. Agro Media Pusat. Jakarta. 101 hlm.

Zulaikah, S. 2012. Pengukuran Laju Evapotranspirasi pada Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa l.) dengan Pemberian Beberapa Kombinasi Pupuk.

Gambar

Gambar 1.  Bagan Alir Siklus Hidrologi (Arsyad, 1989)
Gambar 2.  Deskripsi Neraca Air Pada Zona Perakaran
Tabel 1.  Jumlah Kandungan Pupuk per Hektar (Hasil Perhitungan)
Gambar 1.  Diagram Alir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini membahas tentang pengaruh edukasi, sosialisasi, dan himbauan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan di KPP

Puji dan syukur kepada tuhan yang maha esa, tuhan yesus kristus dan roh kudus yang telah memberikan rahmat dan berkat-nya hingga selesainya tugas akhir ini dengan

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH KEPUASAN

The aim of this research is to identify the most common speech acts used in disharmonic condition in “The Young Victoria” movie based on Searle’s Speech Acts

bagian luar, setelah mngaspirasinya terlebih dahulu. 34) Memindahkan klem pada tali pusat. 35) Meletakan satu tangan diatas kain yang ada diperut ibu, tepat. diatas tulangg pubis,

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan nilai t hitung dan nilai probabilitas f hitung maka dapat disimpulkan bahwa variabel X1 (Inflasi), X2 (Suku bunga BI7DRR),

diberlakukan oleh timeshare tradisional (misalnya Anda terbatas pada minggu yang sama, pada saat tahun yang sama, di apartemen yang sama, di resor yang sama), Anggota Utama Club

Oleh karena tidak dijelaskannya secara tegas mengenai permasalahan dalam pemberian wasiat wajibah ini kepada isteri yang non muslim dalam al-Quran, Hadis maupun KHI maka dari itu