• Tidak ada hasil yang ditemukan

VALIDASI KUALITAS BUAH JAMBU BIJI (Psidium guajava) BERDASARKAN SIFAT FISIK DAN MEKANIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "VALIDASI KUALITAS BUAH JAMBU BIJI (Psidium guajava) BERDASARKAN SIFAT FISIK DAN MEKANIK"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE VALIDATION OF GUAVA FRUIT (PSIDIUM GUAJAVA) QUALITY BASED ON PHYSICAL AND MECHANICAL PROPERTIES

By

Oktaviana1 Sri Waluyo2 Oktafri2 and Tamrin2

1. Graduate of Agricultural Engineering Department, Agriculture Faculty, the University of Lampung 2. Lecturer at the Agricultural Engineering Department, Agriculture Faculty, the University of Lampung

The guava furit quality affects the appeals of customers. Good quality guava fruit has a higher selling price. The guava fruit qualities are classified based on size, ripeness degree, color, and defect. The objectives of this research were to study the physical and mechanical properties of guava and to validate the quality classifications conducted by workers based on the standards. About 150 samples of guava fruits were obtained from a guava cultivation industry in Lampung province. The quality parameters were observeb such as diameter, weight, length, volume, and fruit hardness. Fruit weight in this research met the SNI standard (>450 gram), however fruit weight standard policy possessed by one of guava cultivation industry in Lampung province was not belonging to the industry standard (fruit weight was less than 700-800 gram). The fruit diameter in this research did not meet to SNI quality (less than 100 mm), so that averagely the diameter of the guava fruits belonged to grade D. The results concluded that standards in guava industry belonged to measurement code 3 and 4 according to SNI, because the guava classifications were measured based on subjective justifications of workers when harvesting the guava fruits in the fields, where the average of fruit weights were 500-800 grams with ripeness degree of 60-90%.

(2)

VALIDASI KUALITAS JAMBU BIJI (Psidium guajava) BERDASARKAN SIFAT FISIK DAN MEKANIK

(SKRIPSI)

Oleh

OKTAVIANA NAPITUPULU

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

Gambar 1. Diagram alir Pemtuan Buah Jambu ... 19

Gambar 2. Pengukuran Diameter dan Panjang Buah Jambu ... 21

LAMPIRAN Gambar 3. Sampel Buah Jambu Biji ... 36

Gambar 4. Pengukuran Diameter dan Panjang Buah Jambu Biji ... 36

Gambar 5. Pengukuran Bobot Buah Jambu Biji ... 37

Gambar 6. Pengukuran Volume Buah Jambu Biji ... 37

(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Buah Jambu Biji ... 4

2.2. Budidaya Jambu Biji ... 5

2.3. Kriteria Mutu Buah Jambu Biji ... 8

2.4. Faktor-faktor Pascapanen yang Mempengaruhi Mutu Buah Jambu Biji... 11

2.5. Metode SPSS Anova ... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu ... 18

3.2. Alat dan Bahan ... 18

3.3. Prosedur Penelitian... 19

3.4. Analisis Data ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Sifat Fisik Mekanik Buah Jambu Biji ... 23

4.1.1. Diameter dan Panjang Buah Jambu Biji ... 23

(6)

4.1.3. Volume Buah Jambu Biji ... 27

4.1.4. Kekerasan Buah Jambu Biji... 29

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 33

5.2. Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(7)
(8)

DAFTAR PUSTAKA

Beverly, A. 1993. Controlled Atmosphere Storage of Fruits and Vegetables. Wallingford UK. CAB International Book.

Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Indonesia. Produksi Buah Segar Indonesia. BPS Indonesia.

Gilang, B. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor.

Lakshminarayana, I. 1980. Teknologi Pengolahan Jambu Biji. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Muhtadi, R. 1992. Prospek Berkebun Buah. Insitut Pertanian Bogor.

Pantastico, B. 1975. Faktor-faktor Prapanen yang Mempengaruhi Mutu dan Fisiologi Pascapanen. Fisiologi Lepas Panen. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Pidekso, A. 2009. SPSS 17 Untuk Pengolahan Data Statistik. Penerbit Andi, Jakarta.

Sukmawati, A. 2010. Mempelajari Teknik Pemanenan dan Pengangkutan Buah Jambu Biji di PT. GGP, Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Laporan Praktik Umum, Unila.

Suwarni. 2006. Pengaruh Penyimpanan Beberapa Varietas Jambu Biji (Psidium guajava) Dengan Teknik “Modified Atmosphere Storage”. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Insitut Pertanian Bogor.

Wawan, P. 2011. Langkah-langkah Pascapanen Buah. Grasindo, Jakarta.

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Buah Jambu Biji.

Jambu biji (psidium guajava) adalah salah satu tanaman buah jenis perdu.

Tanaman jambu biji berasal dari Brazilia, Amerika Tengah, menyebar ke Thailand

kemudian ke negara Asia lainnya seperti Indonesia. Tanaman jambu biji di

Indonesia telah dibudidayakan dan menyebar luas di daerah-daerah Pulau Jawa.

Jambu biji sering disebut juga jambu klutuk, jambu siki, atau jambu batu.

Tanaman jambu biji umumnya akan mulai berbuah pada umur 2-3 tahun, dan

dapat lebih cepat berbuah jika metode pembibitannya dilakukan dengan cara

cangkok atau stek. Jambu biji yang telah matang memiliki ciri-ciri umum

misalnya adanya perubahan warna kulit buah yang mencolok sesuai dengan jenis

jambu biji yang ditanam dan bau buah yang kas serta dengan cita rasa yang

umumnya lebih manis dibandingkan dengan buah mentah. Waktu pemanenan

yang tepat dilakukan setelah jambu berwarna hijau pekat menjadi muda ke

putih-putihan.

Berikut adalah nama klasifikasi ilmiah buah jambu biji:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

(10)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae (suku jambu-jambuan)

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L.

2.2. Budidaya Jambu Biji

Provinsi Lampung memiliki beberapa industri yang bergerak di bidang budidaya

buah-buahan. Jenis komoditi yang di budidayakan di antaranya, nanas, pisang

dan buah jambu biji. Budidaya jambu biji umumnya digunakan sebagai salah satu

tanaman rotasi. Varietas jambu biji yang secara intensif di budidayakan oleh

salah satu industri buah di Lampung adalah varietas Mutiara. Luas area budidaya

jambu ini sekitar 12,5 Ha.

Perbanyakan tanaman jambu bangkok yang dibudidayakan pada umumnya

dilakukan dengan cara pencangkokan. Umur cangkokan sampai tumbuh tunas

dan siap untuk ditanam sekitar umur ± 4 bulan. Setelah tumbuh tunas, hasil

cangkokan dapat dipindahkan ke lahan yang telah disiapkan. Pertumbuhan bunga

jambu berusia 1 ½ tahun sejak dimulai penanaman bibit dan pada umur tanaman 2

tahun mulai berbuah.

Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Pertanian

Khusus (SMPK), lahan buah jambu tersebut memiliki jumlah curah hujan antara

2.200 – 3.000 mm per tahun. Areal perkebunan jambu masuk ke dalam zona

(11)

Lokasi perkebunan memiliki rerata temperatur 21 º C – 24 º C dengan kelembaban

relatif berkisar 82 – 91 %. Jenis tanah areal perkebunan didominasi oleh tanah

ultisol yang berwarna kemerah-merahan sampai berwarna kuning, dengan tekstur

lempung liat berpasir, agregat tanah yang kurang mantap dengan pH tanah antara

4,0 – 4,5 serta bahan organik yang tersedia kurang dari 2 %.

Salah satu penghasil buah jambu di provinsi Lampung tersebut melakukan

berbagai upaya-upaya dalam memelihara buah jambu bangkok agar tetap terjaga

kualitas dan kuantitasnya, sehingga diperlukan pemeliharaan yang baik

diantaranya :

1. Pengapuran

Jenis kapur yang digunakan di lahan adalah kapur dolomite, karena paling

sesuai dan lebih efisien serta harga kapur relatif terjangkau. Pemberian dosis

kapur sebanyak 200 gram per tanaman setiap 6 bulan sekali, disebarkan

secara merata dengan menggunakan tangan dari ujung plot tanaman.

2. Pemupukan

Jenis pupuk yang digunakan untuk penanaman buah jambu adalah pupuk

organik, urea, TSP, KCL, NPK. Pemberian pupuk pada umur tanaman

kurang dari satu tahun dilakukan dengan mencampurkan pupuk urea, pupuk

TSP, dan KCL, masing-masing pupuk sebanyak 30 gram yang ditaburkan di

sekeliling setiap tanaman dan menambahkan pupuk organik sebanyak 20

kg/ha. Pada tanaman buah jambu bangkok yang berumur 1-3 tahun,

pemupukan dilakukan dengan memberikan takaran yang sama pada NPK dan

(12)

3. Pengairan

Pada lahan buah jambu bangkok, pengairan biasanya dilakukan pada saat

musim kemarau sebanyak 4 kali dalam seminggu. Pengairan tidak dilakukan

pada saat musim hujan dikarenakan kebutuhan air buah jambu biji sudah

terpenuhi.

4. Penyemprotan Pestisida

Penyemprotan pestisida dan insektisida dilakukan satu kali dalam sebulan.

Hal ini bertujuan untuk mengendalikan tanaman jambu bangkok dari hama

dan penyakit.

Pemanenan buah jambu biji dilakukan secara manual oleh para pekerja pemetik

buah setelah tanaman berumur 2 tahun dengan menggunakan peralatan yang

minimum, karena demi kemudahan dalam melaksanakan tugas serta kelancaran

maupun kecepatan dalam melakukan grading atau inspeksi di lapangan, meskipun

terkadang diperlukan alat bantu dalam memberikan hasil yang akurat seperti alat

pengukur warna atau ukuran buah jambu biji. Berikut tahapan-tahapan dalam

proses pemanenan buah jambu bangkok di tempat sebuah penghasil buah jambu

adalah :

1. Pemetikan Buah

Memetik buah jambu dengan cara menggunting tangkai buah

menggunakan gunting pangkas, kemudian buah dikumpulkan di sekitar

(13)

2. Pengangkutan ke Pool Buah

Buah jambu diangkut dengan tandu dari potongan drum yang dibawa oleh

dua orang lalu dikumpulkan di tepi plot.

3. Pengupasan Bagging dan Penyortiran

Menggupas bagging jambu dan langsung dilakukan penyortiran buah.

Penyortiran buah dilakukan untuk memisahkan buah yang yang akan

dikirm ke Jakarta (buah segar/fresh fruit) dan ke pabrik.

4. Penggemasan (Packaging)

Untuk fresh fruit dikemas dengan menggunakan plastik bening, kemudian

dimasukkan ke dalam peti kayu, sedangkan jambu yang dikirim ke pabrik

tidak perlu dikemas (packaging).

5. Pengangkutan (Transport)

Fresh fruit yang sudah dimasukkan ke dalam peti diangkut ke dalam truk

untuk dikirim ke Jakarta dan buah yang akan dikirim ke pabrik diangkut

dengan bin traktor.

1.3. Kriteria Mutu Buah Jambu Biji

Mutu buah sangat dipengaruhi oleh tingkat ketuaan panen, dan kandungan nutrisi

atau zat gizinya. Mutu yang baik diperoleh bila panen dilakukan pada tingkat

ketuaan yang tepat. Penanganan setelah panen juga menentukan mutu dan nilai

jual buah jambu biji. Cara penanganan yang tidak baik akan menurunkan mutu

(14)

Pemanenan buah jambu biji juga tergantung jarak tempuh daerah pemasaran.

Untuk jarak pemasaran yang jauh, panen dilakukan pada saat buah masih hijau

dengan tingkat kematangan yang hampir mendekati matang sempurna agar buah

tidak rusak dalam perjalanan. Sebaiknya buah dipanen pada umur 109-114 hari

setelah buah mekar untuk konsumsi segar (Suwarni, 2006).

Adapun ciri buah panen jambu biji adalah warna kulit sudah berubah dari hijau

tua menjadi hijau muda dan mengkilap, aroma sudah menjadi harum, rasa buah

sudah manis menjadi yang dapat diukur dengan menggunakan alat refraktrometer

brix, tekstur daging buah agak lunak atau dapat diuji dengan menggunakan

rheometer.

Standar yang digunakan dalam menetapkan ketentuan tentang mutu, ukuran,

toleransi, penampilan, pengemasan, pelabelan, rekomendasi dan higienis pada

buah jambu biji (Psidium guajava L.) adalah SNI 7418:2009. Untuk semua kelas

buah, ketentuan minimum yang harus dipenuhi antara lain utuh, penampilan

segar, padat, layak dikonsumsi, bersih, bebas dari benda-benda asing, bebas dari

memar yang menyebabkan perubahan rasa dan penampilan, bebas dari hama dan

penyakit, bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal, kecuali pengembunan

sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin, bebas dari aroma dan

rasa asing, dan bebas dari memar.

Dalam SNI 7418:2009 menggolongkan dalam 3 (tiga) kriteria kelas buah jambu

(15)

 Kelas super

Jambu biji berkualitas paling baik (super) yaitu bebas dari cacat kecuali

cacat sangat kecil pada permukaan.

 Kelas A

Jambu biji berkualitas baik, dengan cacat yang diperbolehkan sebagai

berikut:

- cacat sedikit pada kulit seperti lecet, tergores atau kerusakan

mekanis lainnya.

- cacat tersebut tidak mempengaruhi isi buah. Total area yang cacat

tidak lebih dari 5% dari luas total seluruh permukaan buah.

 Kelas B

Jambu biji berkualitas baik, dengan cacat yang diperbolehkan sebagai

berikut:

- cacat sedikit pada kulit seperti lecet, tergores atau kerusakan

mekanis lainnya.

- cacat tersebut tidak mempengaruhi isi buah. Total area yang cacat

tidak lebih dari 10% dari luas total seluruh permukaan buah.

Kualitas buah jambu akan lebih bernilai jika mencantumkan lebel dari standar

SNI pada produk yang dihasilkan. Sehingga para konsumen akan memilih produk

yang terbaik dan aman untuk dikonsumsi. Ketentuan mengenai ukuran

didasarkan pada SNI 7418:2009. Kode ukuran ditentukan berdasarkan bobot atau

diameter maksimum buah yang diukur secara melintang, sesuai dengan Tabel 2

(16)

Tabel 2. Kode Ukuran Berdasarkan Bobot Menurut SNI 7418:2009.

Kode Ukuran Bobot (gram)

1 > 450

2 351 – 450

3 251 – 350

4 201 – 250

5 151 – 200

6 101 – 150

7 61 – 100

8 35 – 60

9 <35

Sumber : Standar Nasional Indonesia 7418. 2009

Tabel 3.Kode Ukuran Berdasarkan Diameter Menurut SNI 7418:2009.

Sumber : Standar Nasional Indonesia 7418. 2009

2.4. Faktor-faktor Pascapanen yang Mempengaruhi Mutu Buah

Cara dan waktu pemetikkan buah jambu biji yang tepat berpengaruh terhadap

massa penyimpanan dan pengangkutan sehingga memberikan nilai tambah untuk

siap dipasarkan. Berikut ini merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi mutu

buah setelah pascapanen:

1. Tingkat ketuaan buah

Menurut Pantastico (1975) bentuk buah yang baik ditandai adanya perubahan

warna pada dasar buah, tumbuhnya bulu-bulu pada bagian biji dan

pembentukan lentisel pada kulit buah merupakan beberapa perubahan yang

menyertai proses pemasakan buah, disamping itu bobot buah rata-rata juga Kode Ukuran Diameter (millimeter)

1 > 100

2 96 – 100

3 86 – 95

4 76 – 85

5 66 – 75

6 54 – 65

7 43 – 53

8 30 – 42

(17)

terus meningkat hingga tiba saat panen (Lakshminarayana, 1980). Panen

buah yang dilakukan lebih awal akan mengakibatkan mutu buah pada saat

pematangan tidak maksimal. Sebaliknya, bila panen dilakukan terlalu lambat,

daya simpan buah menjadi sangat pendek. Tingkat ketuaan yang tepat dapat

ditentukan dengan menghitung umur buah, tampilan buah, ukuran, bentuk,

warna kulit, warna daging buah, tekstur, aroma, rasa dan kandungan kimiawi

buah.

Beberapa cara untuk menentukan tingkat ketuaan buah dapat dilakukan

sebagai berikut :

a. Secara visual buah jambu terlihat dipermukaan kulit seperti ada lapisan

lilin, perubahan warna kulit dari hijau gelap menjadi hijau cerah atau

kekuningan, bentuk buah tampak padat berisi, aroma buah yang khas

dan bila dimasukkan dalam air akan terapung serta penambahan ukuran

buah.

b. Secara kimiawi tingkat ketuaan dapat dianalisis dengan kadar padatan

terlarut total (obrix), kadar gula, kadar pati dan rasio gula asam.

c. Secara fisik dengan mengukur bobot jenisnya (specific gravity), tingkat

kekerasan dan kemudahan dipetik.

d. Secara fisiologis tingkat ketuaan diukur dengan laju respirasi.

e. Komputasi tingkat ketuaan buah jambu biji dengan menghitung umur

(18)

2. Pemanenan

Pemanenan merupakan kegiatan untuk mengumpulkan buah secepat mungkin

dari lahan pertanaman pada tingkat ketuaan yang tepat dengan tingkat

kerusakan, kehilangan hasil dan biaya yang minimum serta harus dijaga agar

tidak mengalami kerusakan mekanis. Pemanenan yang keliru dan kurang

hati-hati akan mempengaruhi mutu pemasaran secara langsung. Memar dan

luka mekanis pada saat pemanenan akan menimbulkan bercak kecoklatan dan

kehitaman selama dalam penyimpanan, disamping itu luka-luka pada kulit

buah akan menjadi pintu masuk bagi mikroba penyebab pembusukan.

Winarno (1986) menyarankan untuk tidak melakukan pemanenan buah

selama waktu hujan atau segera sesudah hujan. Kegiatan panen sebaiknya

dilakukan pada saat suhu dingin. Waktu pagi hari segera setelah embun

kering merupakan saat panen yang baik. Pemanenan yang dilakukan siang

hari pada saat hari panas akan mengakibatkan kehilangan air yang tinggi,

berkerut dan layu. Cara panen juga akan menentukan keragaman tingkat

ketuaan hasil panenan, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap mutu buah.

Memar, lecet pada permukaan dan terpotong sebagai akibat pemanenan

secara mekanis akan mempercepat kehilangan cairan buah.

Cara pemanenan buah-buahan dapat dilakukan dengan tangan ataupun secara

mekanis menggunakan alat. Setiap jenis buah yang berbeda akan

memerlukan cara panen yang juga berbeda. Pemanenan cara mekanis akan

mempercepat waktu panen, biaya lebih rendah dan tenaga kerja yang lebih

(19)

menggunakan tangan, galah berkantong atau digunting tangkainya. Buah

hasil pemetikan dikumpulkan dalam keranjang plastik atau keranjang bambu.

Pemetikan buah hendaknya disesuaikan dengan waktu konsumsi. Buah yang

sudah matang di pohon dipetik untuk segera dikonsumsi, sedangkan untuk

kebutuhan penyimpanan atau pemasaran buah dipanen pada saat sudah cukup

tua tetapi belum matang. Pemanenan pada sore hari dilakukan untuk

buah-buah yang akan dijual di pasar lokal. Dengan demikian pada waktu malam

hari dilakukan sortasi, grading dan pengemasan untuk dipasarkan pada pagi

hari berikutnya. Pemanenan pada pagi hari dilakukan untuk buah yang akan

dipasarkan ke lokasi yang lebih jauh. Sortasi, grading dan pengemasan

dilakukan pada waktu sore hari dan buah siap diangkut pada malam hari.

Pengangkutan pada malam hari dapat melindungi komoditas dari kerusakan

akibat udara panas di siang hari. Cara dan waktu panen yang kurang baik

dapat mengakibatkan kerusakan mekanis dan fisiologis. Pemilihan cara

panen sering dibatasi oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomis, logistik,

dan cuaca (Beverly, 1993).

3. Penanganan Pascapanen

Penanganan pascapanen buah-buahan dilakukan untuk tujuan penyimpanan,

transportasi dan pemasaran. Pada umumnya kegiatan penanganan

pascapanen dilakukan dalam bangsal penanganan (Packinghouse Operation =

PHO). Rangkaian kegiatan utama penanganan pascapanen terdiri dari

pemilihan (sorting), pemisahan berdasarkan ukuran (sizing), pemilihan

(20)

panjang proses penanganan ataupun penundaan penanganan akan

mengakibatkan kehilangan dan kerusakan seperti susut bobot, pembusukan,

serta penurunan nilai gizi yang semakin besar.

Untuk menilai tingkat mutu suatu komoditas dapat dibedakan menjadi

komponen mutu eksternal dan mutu internal. Komponen mutu eksternal

adalah penampilan secara langsung dan merupakan penilaian pertama yang

dapat memberi gambaran tingkat mutu suatu komoditas, walaupun tidak

selalu penampakan mutu dari luar merupakan refleksi mutu internal atau

kondisi didalamnya. Namun demikian di dalam pemasaran mutu tampilan

merupakan faktor yang sangat penting, karena konsumen akan lebih dulu

menilai hal yang terlihat langsung. Beberapa hal yang mempengaruhi mutu

eksternal terdiri dari bentuk, ukuran, warna, kesegaran, kebersihan dan

kerusakan fisik maupun mikrobiologis.

Mutu internal merupakan kondisi di dalam komoditas, terutama menyangkut

mutu konsumsi (eating quality) yang meliputi tekstur, cita rasa dan nilai gizi.

Tekstur atau tingkat kekerasan merupakan faktor penting yang berkaitan erat

dengan tingkat kesegaran buah saat dinikmati. Sedangkan citarasa

merupakan tanggapan atas rasa dan aroma beberapa komponen dalam suatu

komoditas hortikultura. Komponen nilai gizi jarang berperan sebagai

pertimbangan pertama pada tahap awal tetapi biasanya akan menjadi bahan

(21)

2.5. Metode SPSS Anova

Analisis varian (Anova) adalah suatu metode untuk menguraikan keragaman total

data menjadi komponen-komponen yang mengukur berbagai sumber keragaman.

Anova digunakan apabila terdapat lebih dari dua variabel. Dalam literatur

Indonesia metode ini dikenal dengan berbagai nama lain, seperti analisis ragam,

sidik ragam, dan analisis variansi. Ia merupakan pengembangan dari masalah

Behrens-Fisher, sehingga uji-F juga dipakai dalam pengambilan keputusan.

Analisis varians pertama kali diperkenalkan oleh Sir Ronald Fisher, bapak

statistika modern. Dalam praktek, analisis varians dapat merupakan uji hipotesis

(lebih sering dipakai) maupun pendugaan (estimation, khususnya di bidang

genetika terapan) (Pidekso, 2009).

Secara umum, analisis varians menguji dua varians (atau ragam) berdasarkan

hipotesis nol bahwa kedua varians itu sama. Varians pertama adalah varians antar

contoh (among samples) dan varians kedua adalah varians di dalam

masing-masing contoh (within samples). Dengan ide semacam ini, analisis varians

dengan dua contoh akan memberikan hasil yang sama dengan uji-t untuk dua

rerata (mean).

Supaya valid dalam menafsirkan hasilnya, analisis varians menggantungkan diri

pada empat asumsi yang harus dipenuhi dalam perancangan percobaan:

1. Data berdistribusi normal, karena pengujiannya menggunakan uji

F-Snedecor.

2. Varians dikenal sebagai homoskedastisitas, karena hanya digunakan satu

(22)

3. Masing-masing contoh saling independen, yang harus dapat diatur dengan

perancangan percobaan yang tepat.

4. Komponen-komponen dalam modelnya bersifat aditif (saling menjumlah).

Analisis varians relatif mudah dimodifikasi dan dapat dikembangkan untuk

berbagai bentuk percobaan yang lebih rumit. Selain itu, analisis ini juga masih

memiliki keterkaitan dengan analisis regresi. Akibatnya, penggunaannya sangat

luas di berbagai bidang, mulai dari eksperimen laboratorium hingga eksperimen

periklanan, psikologi, dan kemasyarakatan.

Sering kali kita menghadapi banyak rata-rata (lebih dari dua rata-rata). Apabila

mengambil langkah pengujian perbedaan rata-rata tersebut satu persatu (dengan t

test) akan memakan waktu dan tenaga yang banyak. Di samping itu, akan

menghadapi risiko salah yang besar. Untuk itu, telah ditemukan cara analisis

yang mengandung kesalahan lebih kecil dan dapat menghemat waktu serta tenaga

yaitu dengan Anova pada dasarnya pola sampel dapat dikelompokkan menjadi:

1. Seluruh sampel, baik yang berada pada kelompok pertama sampai dengan

yang ada di kelompok lain, berasal dari populasi yang sama. untuk kondisi

ini hipotesis nol terbatas pada tidak ada efek dari treatment (perlakuan).

2. Sampel yang ada di kelompok satu berasal dari populasi yang berbeda

dengan populasi sampel yang ada di kelompok lainnya. Untuk kondisi ini,

hipotesis nol dapat dikatakan bahwa tidak ada efek treatment antar

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Buah Jambu Biji.

Jambu biji (psidium guajava) adalah salah satu tanaman buah jenis perdu.

Tanaman jambu biji berasal dari Brazilia, Amerika Tengah, menyebar ke Thailand

kemudian ke negara Asia lainnya seperti Indonesia. Tanaman jambu biji di

Indonesia telah dibudidayakan dan menyebar luas di daerah-daerah Pulau Jawa.

Jambu biji sering disebut juga jambu klutuk, jambu siki, atau jambu batu.

Tanaman jambu biji umumnya akan mulai berbuah pada umur 2-3 tahun, dan

dapat lebih cepat berbuah jika metode pembibitannya dilakukan dengan cara

cangkok atau stek. Jambu biji yang telah matang memiliki ciri-ciri umum

misalnya adanya perubahan warna kulit buah yang mencolok sesuai dengan jenis

jambu biji yang ditanam dan bau buah yang kas serta dengan cita rasa yang

umumnya lebih manis dibandingkan dengan buah mentah. Waktu pemanenan

yang tepat dilakukan setelah jambu berwarna hijau pekat menjadi muda ke

putih-putihan.

Berikut adalah nama klasifikasi ilmiah buah jambu biji:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

(24)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae (suku jambu-jambuan)

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L.

2.2. Budidaya Jambu Biji

Provinsi Lampung memiliki beberapa industri yang bergerak di bidang budidaya

buah-buahan. Jenis komoditi yang di budidayakan di antaranya, nanas, pisang

dan buah jambu biji. Budidaya jambu biji umumnya digunakan sebagai salah satu

tanaman rotasi. Varietas jambu biji yang secara intensif di budidayakan oleh

salah satu industri buah di Lampung adalah varietas Mutiara. Luas area budidaya

jambu ini sekitar 12,5 Ha.

Perbanyakan tanaman jambu bangkok yang dibudidayakan pada umumnya

dilakukan dengan cara pencangkokan. Umur cangkokan sampai tumbuh tunas

dan siap untuk ditanam sekitar umur ± 4 bulan. Setelah tumbuh tunas, hasil

cangkokan dapat dipindahkan ke lahan yang telah disiapkan. Pertumbuhan bunga

jambu berusia 1 ½ tahun sejak dimulai penanaman bibit dan pada umur tanaman 2

tahun mulai berbuah.

Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Pertanian

Khusus (SMPK), lahan buah jambu tersebut memiliki jumlah curah hujan antara

2.200 – 3.000 mm per tahun. Areal perkebunan jambu masuk ke dalam zona

(25)

Lokasi perkebunan memiliki rerata temperatur 21 º C – 24 º C dengan kelembaban

relatif berkisar 82 – 91 %. Jenis tanah areal perkebunan didominasi oleh tanah

ultisol yang berwarna kemerah-merahan sampai berwarna kuning, dengan tekstur

lempung liat berpasir, agregat tanah yang kurang mantap dengan pH tanah antara

4,0 – 4,5 serta bahan organik yang tersedia kurang dari 2 %.

Salah satu penghasil buah jambu di provinsi Lampung tersebut melakukan

berbagai upaya-upaya dalam memelihara buah jambu bangkok agar tetap terjaga

kualitas dan kuantitasnya, sehingga diperlukan pemeliharaan yang baik

diantaranya :

1. Pengapuran

Jenis kapur yang digunakan di lahan adalah kapur dolomite, karena paling

sesuai dan lebih efisien serta harga kapur relatif terjangkau. Pemberian dosis

kapur sebanyak 200 gram per tanaman setiap 6 bulan sekali, disebarkan

secara merata dengan menggunakan tangan dari ujung plot tanaman.

2. Pemupukan

Jenis pupuk yang digunakan untuk penanaman buah jambu adalah pupuk

organik, urea, TSP, KCL, NPK. Pemberian pupuk pada umur tanaman

kurang dari satu tahun dilakukan dengan mencampurkan pupuk urea, pupuk

TSP, dan KCL, masing-masing pupuk sebanyak 30 gram yang ditaburkan di

sekeliling setiap tanaman dan menambahkan pupuk organik sebanyak 20

kg/ha. Pada tanaman buah jambu bangkok yang berumur 1-3 tahun,

pemupukan dilakukan dengan memberikan takaran yang sama pada NPK dan

(26)

3. Pengairan

Pada lahan buah jambu bangkok, pengairan biasanya dilakukan pada saat

musim kemarau sebanyak 4 kali dalam seminggu. Pengairan tidak dilakukan

pada saat musim hujan dikarenakan kebutuhan air buah jambu biji sudah

terpenuhi.

4. Penyemprotan Pestisida

Penyemprotan pestisida dan insektisida dilakukan satu kali dalam sebulan.

Hal ini bertujuan untuk mengendalikan tanaman jambu bangkok dari hama

dan penyakit.

Pemanenan buah jambu biji dilakukan secara manual oleh para pekerja pemetik

buah setelah tanaman berumur 2 tahun dengan menggunakan peralatan yang

minimum, karena demi kemudahan dalam melaksanakan tugas serta kelancaran

maupun kecepatan dalam melakukan grading atau inspeksi di lapangan, meskipun

terkadang diperlukan alat bantu dalam memberikan hasil yang akurat seperti alat

pengukur warna atau ukuran buah jambu biji. Berikut tahapan-tahapan dalam

proses pemanenan buah jambu bangkok di tempat sebuah penghasil buah jambu

adalah :

1. Pemetikan Buah

Memetik buah jambu dengan cara menggunting tangkai buah

menggunakan gunting pangkas, kemudian buah dikumpulkan di sekitar

(27)

2. Pengangkutan ke Pool Buah

Buah jambu diangkut dengan tandu dari potongan drum yang dibawa oleh

dua orang lalu dikumpulkan di tepi plot.

3. Pengupasan Bagging dan Penyortiran

Menggupas bagging jambu dan langsung dilakukan penyortiran buah.

Penyortiran buah dilakukan untuk memisahkan buah yang yang akan

dikirm ke Jakarta (buah segar/fresh fruit) dan ke pabrik.

4. Penggemasan (Packaging)

Untuk fresh fruit dikemas dengan menggunakan plastik bening, kemudian

dimasukkan ke dalam peti kayu, sedangkan jambu yang dikirim ke pabrik

tidak perlu dikemas (packaging).

5. Pengangkutan (Transport)

Fresh fruit yang sudah dimasukkan ke dalam peti diangkut ke dalam truk

untuk dikirim ke Jakarta dan buah yang akan dikirim ke pabrik diangkut

dengan bin traktor.

1.3. Kriteria Mutu Buah Jambu Biji

Mutu buah sangat dipengaruhi oleh tingkat ketuaan panen, dan kandungan nutrisi

atau zat gizinya. Mutu yang baik diperoleh bila panen dilakukan pada tingkat

ketuaan yang tepat. Penanganan setelah panen juga menentukan mutu dan nilai

jual buah jambu biji. Cara penanganan yang tidak baik akan menurunkan mutu

(28)

Pemanenan buah jambu biji juga tergantung jarak tempuh daerah pemasaran.

Untuk jarak pemasaran yang jauh, panen dilakukan pada saat buah masih hijau

dengan tingkat kematangan yang hampir mendekati matang sempurna agar buah

tidak rusak dalam perjalanan. Sebaiknya buah dipanen pada umur 109-114 hari

setelah buah mekar untuk konsumsi segar (Suwarni, 2006).

Adapun ciri buah panen jambu biji adalah warna kulit sudah berubah dari hijau

tua menjadi hijau muda dan mengkilap, aroma sudah menjadi harum, rasa buah

sudah manis menjadi yang dapat diukur dengan menggunakan alat refraktrometer

brix, tekstur daging buah agak lunak atau dapat diuji dengan menggunakan

rheometer.

Standar yang digunakan dalam menetapkan ketentuan tentang mutu, ukuran,

toleransi, penampilan, pengemasan, pelabelan, rekomendasi dan higienis pada

buah jambu biji (Psidium guajava L.) adalah SNI 7418:2009. Untuk semua kelas

buah, ketentuan minimum yang harus dipenuhi antara lain utuh, penampilan

segar, padat, layak dikonsumsi, bersih, bebas dari benda-benda asing, bebas dari

memar yang menyebabkan perubahan rasa dan penampilan, bebas dari hama dan

penyakit, bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal, kecuali pengembunan

sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin, bebas dari aroma dan

rasa asing, dan bebas dari memar.

Dalam SNI 7418:2009 menggolongkan dalam 3 (tiga) kriteria kelas buah jambu

(29)

 Kelas super

Jambu biji berkualitas paling baik (super) yaitu bebas dari cacat kecuali

cacat sangat kecil pada permukaan.

 Kelas A

Jambu biji berkualitas baik, dengan cacat yang diperbolehkan sebagai

berikut:

- cacat sedikit pada kulit seperti lecet, tergores atau kerusakan

mekanis lainnya.

- cacat tersebut tidak mempengaruhi isi buah. Total area yang cacat

tidak lebih dari 5% dari luas total seluruh permukaan buah.

 Kelas B

Jambu biji berkualitas baik, dengan cacat yang diperbolehkan sebagai

berikut:

- cacat sedikit pada kulit seperti lecet, tergores atau kerusakan

mekanis lainnya.

- cacat tersebut tidak mempengaruhi isi buah. Total area yang cacat

tidak lebih dari 10% dari luas total seluruh permukaan buah.

Kualitas buah jambu akan lebih bernilai jika mencantumkan lebel dari standar

SNI pada produk yang dihasilkan. Sehingga para konsumen akan memilih produk

yang terbaik dan aman untuk dikonsumsi. Ketentuan mengenai ukuran

didasarkan pada SNI 7418:2009. Kode ukuran ditentukan berdasarkan bobot atau

diameter maksimum buah yang diukur secara melintang, sesuai dengan Tabel 2

(30)
[image:30.595.108.495.117.236.2]

Tabel 2. Kode Ukuran Berdasarkan Bobot Menurut SNI 7418:2009.

Kode Ukuran Bobot (gram)

1 > 450

2 351 – 450

3 251 – 350

4 201 – 250

5 151 – 200

6 101 – 150

7 61 – 100

8 35 – 60

9 <35

Sumber : Standar Nasional Indonesia 7418. 2009

Tabel 3.Kode Ukuran Berdasarkan Diameter Menurut SNI 7418:2009.

Sumber : Standar Nasional Indonesia 7418. 2009

2.4. Faktor-faktor Pascapanen yang Mempengaruhi Mutu Buah

Cara dan waktu pemetikkan buah jambu biji yang tepat berpengaruh terhadap

massa penyimpanan dan pengangkutan sehingga memberikan nilai tambah untuk

siap dipasarkan. Berikut ini merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi mutu

buah setelah pascapanen:

1. Tingkat ketuaan buah

Menurut Pantastico (1975) bentuk buah yang baik ditandai adanya perubahan

warna pada dasar buah, tumbuhnya bulu-bulu pada bagian biji dan

pembentukan lentisel pada kulit buah merupakan beberapa perubahan yang

menyertai proses pemasakan buah, disamping itu bobot buah rata-rata juga Kode Ukuran Diameter (millimeter)

1 > 100

2 96 – 100

3 86 – 95

4 76 – 85

5 66 – 75

6 54 – 65

7 43 – 53

8 30 – 42

[image:30.595.111.494.312.429.2]
(31)

terus meningkat hingga tiba saat panen (Lakshminarayana, 1980). Panen

buah yang dilakukan lebih awal akan mengakibatkan mutu buah pada saat

pematangan tidak maksimal. Sebaliknya, bila panen dilakukan terlalu lambat,

daya simpan buah menjadi sangat pendek. Tingkat ketuaan yang tepat dapat

ditentukan dengan menghitung umur buah, tampilan buah, ukuran, bentuk,

warna kulit, warna daging buah, tekstur, aroma, rasa dan kandungan kimiawi

buah.

Beberapa cara untuk menentukan tingkat ketuaan buah dapat dilakukan

sebagai berikut :

a. Secara visual buah jambu terlihat dipermukaan kulit seperti ada lapisan

lilin, perubahan warna kulit dari hijau gelap menjadi hijau cerah atau

kekuningan, bentuk buah tampak padat berisi, aroma buah yang khas

dan bila dimasukkan dalam air akan terapung serta penambahan ukuran

buah.

b. Secara kimiawi tingkat ketuaan dapat dianalisis dengan kadar padatan

terlarut total (obrix), kadar gula, kadar pati dan rasio gula asam.

c. Secara fisik dengan mengukur bobot jenisnya (specific gravity), tingkat

kekerasan dan kemudahan dipetik.

d. Secara fisiologis tingkat ketuaan diukur dengan laju respirasi.

e. Komputasi tingkat ketuaan buah jambu biji dengan menghitung umur

(32)

2. Pemanenan

Pemanenan merupakan kegiatan untuk mengumpulkan buah secepat mungkin

dari lahan pertanaman pada tingkat ketuaan yang tepat dengan tingkat

kerusakan, kehilangan hasil dan biaya yang minimum serta harus dijaga agar

tidak mengalami kerusakan mekanis. Pemanenan yang keliru dan kurang

hati-hati akan mempengaruhi mutu pemasaran secara langsung. Memar dan

luka mekanis pada saat pemanenan akan menimbulkan bercak kecoklatan dan

kehitaman selama dalam penyimpanan, disamping itu luka-luka pada kulit

buah akan menjadi pintu masuk bagi mikroba penyebab pembusukan.

Winarno (1986) menyarankan untuk tidak melakukan pemanenan buah

selama waktu hujan atau segera sesudah hujan. Kegiatan panen sebaiknya

dilakukan pada saat suhu dingin. Waktu pagi hari segera setelah embun

kering merupakan saat panen yang baik. Pemanenan yang dilakukan siang

hari pada saat hari panas akan mengakibatkan kehilangan air yang tinggi,

berkerut dan layu. Cara panen juga akan menentukan keragaman tingkat

ketuaan hasil panenan, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap mutu buah.

Memar, lecet pada permukaan dan terpotong sebagai akibat pemanenan

secara mekanis akan mempercepat kehilangan cairan buah.

Cara pemanenan buah-buahan dapat dilakukan dengan tangan ataupun secara

mekanis menggunakan alat. Setiap jenis buah yang berbeda akan

memerlukan cara panen yang juga berbeda. Pemanenan cara mekanis akan

mempercepat waktu panen, biaya lebih rendah dan tenaga kerja yang lebih

(33)

menggunakan tangan, galah berkantong atau digunting tangkainya. Buah

hasil pemetikan dikumpulkan dalam keranjang plastik atau keranjang bambu.

Pemetikan buah hendaknya disesuaikan dengan waktu konsumsi. Buah yang

sudah matang di pohon dipetik untuk segera dikonsumsi, sedangkan untuk

kebutuhan penyimpanan atau pemasaran buah dipanen pada saat sudah cukup

tua tetapi belum matang. Pemanenan pada sore hari dilakukan untuk

buah-buah yang akan dijual di pasar lokal. Dengan demikian pada waktu malam

hari dilakukan sortasi, grading dan pengemasan untuk dipasarkan pada pagi

hari berikutnya. Pemanenan pada pagi hari dilakukan untuk buah yang akan

dipasarkan ke lokasi yang lebih jauh. Sortasi, grading dan pengemasan

dilakukan pada waktu sore hari dan buah siap diangkut pada malam hari.

Pengangkutan pada malam hari dapat melindungi komoditas dari kerusakan

akibat udara panas di siang hari. Cara dan waktu panen yang kurang baik

dapat mengakibatkan kerusakan mekanis dan fisiologis. Pemilihan cara

panen sering dibatasi oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomis, logistik,

dan cuaca (Beverly, 1993).

3. Penanganan Pascapanen

Penanganan pascapanen buah-buahan dilakukan untuk tujuan penyimpanan,

transportasi dan pemasaran. Pada umumnya kegiatan penanganan

pascapanen dilakukan dalam bangsal penanganan (Packinghouse Operation =

PHO). Rangkaian kegiatan utama penanganan pascapanen terdiri dari

pemilihan (sorting), pemisahan berdasarkan ukuran (sizing), pemilihan

(34)

panjang proses penanganan ataupun penundaan penanganan akan

mengakibatkan kehilangan dan kerusakan seperti susut bobot, pembusukan,

serta penurunan nilai gizi yang semakin besar.

Untuk menilai tingkat mutu suatu komoditas dapat dibedakan menjadi

komponen mutu eksternal dan mutu internal. Komponen mutu eksternal

adalah penampilan secara langsung dan merupakan penilaian pertama yang

dapat memberi gambaran tingkat mutu suatu komoditas, walaupun tidak

selalu penampakan mutu dari luar merupakan refleksi mutu internal atau

kondisi didalamnya. Namun demikian di dalam pemasaran mutu tampilan

merupakan faktor yang sangat penting, karena konsumen akan lebih dulu

menilai hal yang terlihat langsung. Beberapa hal yang mempengaruhi mutu

eksternal terdiri dari bentuk, ukuran, warna, kesegaran, kebersihan dan

kerusakan fisik maupun mikrobiologis.

Mutu internal merupakan kondisi di dalam komoditas, terutama menyangkut

mutu konsumsi (eating quality) yang meliputi tekstur, cita rasa dan nilai gizi.

Tekstur atau tingkat kekerasan merupakan faktor penting yang berkaitan erat

dengan tingkat kesegaran buah saat dinikmati. Sedangkan citarasa

merupakan tanggapan atas rasa dan aroma beberapa komponen dalam suatu

komoditas hortikultura. Komponen nilai gizi jarang berperan sebagai

pertimbangan pertama pada tahap awal tetapi biasanya akan menjadi bahan

(35)

2.5. Metode SPSS Anova

Analisis varian (Anova) adalah suatu metode untuk menguraikan keragaman total

data menjadi komponen-komponen yang mengukur berbagai sumber keragaman.

Anova digunakan apabila terdapat lebih dari dua variabel. Dalam literatur

Indonesia metode ini dikenal dengan berbagai nama lain, seperti analisis ragam,

sidik ragam, dan analisis variansi. Ia merupakan pengembangan dari masalah

Behrens-Fisher, sehingga uji-F juga dipakai dalam pengambilan keputusan.

Analisis varians pertama kali diperkenalkan oleh Sir Ronald Fisher, bapak

statistika modern. Dalam praktek, analisis varians dapat merupakan uji hipotesis

(lebih sering dipakai) maupun pendugaan (estimation, khususnya di bidang

genetika terapan) (Pidekso, 2009).

Secara umum, analisis varians menguji dua varians (atau ragam) berdasarkan

hipotesis nol bahwa kedua varians itu sama. Varians pertama adalah varians antar

contoh (among samples) dan varians kedua adalah varians di dalam

masing-masing contoh (within samples). Dengan ide semacam ini, analisis varians

dengan dua contoh akan memberikan hasil yang sama dengan uji-t untuk dua

rerata (mean).

Supaya valid dalam menafsirkan hasilnya, analisis varians menggantungkan diri

pada empat asumsi yang harus dipenuhi dalam perancangan percobaan:

1. Data berdistribusi normal, karena pengujiannya menggunakan uji

F-Snedecor.

2. Varians dikenal sebagai homoskedastisitas, karena hanya digunakan satu

(36)

3. Masing-masing contoh saling independen, yang harus dapat diatur dengan

perancangan percobaan yang tepat.

4. Komponen-komponen dalam modelnya bersifat aditif (saling menjumlah).

Analisis varians relatif mudah dimodifikasi dan dapat dikembangkan untuk

berbagai bentuk percobaan yang lebih rumit. Selain itu, analisis ini juga masih

memiliki keterkaitan dengan analisis regresi. Akibatnya, penggunaannya sangat

luas di berbagai bidang, mulai dari eksperimen laboratorium hingga eksperimen

periklanan, psikologi, dan kemasyarakatan.

Sering kali kita menghadapi banyak rata-rata (lebih dari dua rata-rata). Apabila

mengambil langkah pengujian perbedaan rata-rata tersebut satu persatu (dengan t

test) akan memakan waktu dan tenaga yang banyak. Di samping itu, akan

menghadapi risiko salah yang besar. Untuk itu, telah ditemukan cara analisis

yang mengandung kesalahan lebih kecil dan dapat menghemat waktu serta tenaga

yaitu dengan Anova pada dasarnya pola sampel dapat dikelompokkan menjadi:

1. Seluruh sampel, baik yang berada pada kelompok pertama sampai dengan

yang ada di kelompok lain, berasal dari populasi yang sama. untuk kondisi

ini hipotesis nol terbatas pada tidak ada efek dari treatment (perlakuan).

2. Sampel yang ada di kelompok satu berasal dari populasi yang berbeda

dengan populasi sampel yang ada di kelompok lainnya. Untuk kondisi ini,

hipotesis nol dapat dikatakan bahwa tidak ada efek treatment antar

(37)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan November 2011

bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, Jurusan Teknik

Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit rheometer (Sun

Compac-100II), kaliper (ketelitian dua digit), timbangan mekanik (Triple beam,

Ohaus), satu unit komputer dengan software SPSS, dan gelas ukur. Total jambu

biji yang digunakan sebagai sampel sebanyak 150 buah yang dipilih secara semi

acak agar sampel buah yang diuji memiliki rentang kisaran kualitas yang lebar

dan jumlah sampel untuk masing-masing kelas kualitas diupayakan seimbang.

Buah jambu biji segar yang digunakan sebagai sampel diperoleh dari salah satu

penghasil buah jambu biji di Provinsi Lampung.

(38)

Tahapan penelitian diuraikan sebagai berikut:

[image:38.595.101.568.103.718.2]

Buah jambu yang dihasilkan oleh industri telah sesuai dengan SNI

Gambar 1. Diagram alir Pemutuan Buah Jambu

1. Persiapan Penelitian

Mulai

Pengukuran / analisis sifat fisik dan mekanik

(pengukuran diameter, panjang, bobot, volume

Hasil pengukuran sifat fisik dan mekanik

Mutu pada standar perusahaan Mutu buah dalam SNI

Selesai Apakah standar mutu

buah jambu pada industri buah terhadap

Jika tidak

Jika iya

Perlu dilakukan penyesuaian standar setara SNI

serta diberikan sosialisasi dan pelatihan secara

berkelanjutan mengenai standar mutu buah jambu

biji Pengambilan sampel buah di industri buah jambu

(39)

Sebanyak 150 buah biji jambu sampel dikelompokkan ke dalam empat grade

kualitas: A, B, C, dan D. Justifikasi pengelompokkan didasarkan atas

keputusan penilaian mutu yang dilakukan oleh pekerja. Untuk

masing-masing grade diupayakan sebanyak lebih kurang 37-38 sampel. Kriteria

mutu jambu biji yang digunakan ditunjukkan sebagaimana Tabel 4 di bawah

[image:39.595.132.486.297.358.2]

ini:

Tabel 4. Pembagian Mutu Jambu Biji

Kelas Buah Berat (kg) Kematangan (%)

A 0,70 – 0,80 80 – 90

B 0,70 – 0,80 70 – 90

C 0,60 – 0,80 60 – 90

D 0,50 – 0,80 60 – 90

Sumber : Sukmawati, 2010

Kelas mutu buah jambu yang dipetik sebagaimana disebutkan pada Tabel 4

merupakan justifikasi mutu oleh pekerja dan ini yang akan divalidasikan di

dalam penelitian ini dengan standar mutu SNI atau standar perusahaan.

Selain berat dan tingkat kematangan. mutu buah jambu biji juga didasarkan

atas ada tidaknya cacat pada buah. Buah kelas A adalah buah yang memiliki

kualitas bagus dengan ukuran besar dan tingkat kematangan maksimal serta

pada permukaan kulit tidak terdapat bercak penyakit atau rusak. Adapun

kelas D adalah buah yang mengalami cacat pada permukaan kulitnya (sekitar

50%) baik karena rusak dan busuk karena terserang penyakit. Pengambilan

data untuk setiap sampel meliputi pengukuran bobot, pengukuran diameter

dan panjang, pengukuran volume, dan kekerasan buah.

(40)

1. Penentuan Diameter dan Panjang Buah Jambu

Pengukuran diameter dan panjang buah jambu dilakukan dengan kaliper.

Pengukuran panjang dilakukan tiga kali pada orientasi yang berbeda. Nilai

reratanya digunakan sebagai analisa. Sedangkan pengukuran diameter

dilakukan pada tiga tempat yang berbeda mengikuti panjang buah

[image:40.595.182.480.250.426.2]

sebagaimana diberikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Pengukuran Diameter dan Panjang

2. Volume dan Bobot Buah Jambu

Volume buah jambu biji diukur dengan metode water displacement yaitu

mencelupkan buah jambu ke dalam sebuah wadah berisi air yang penuh

hingga bagian permukaannya. Volume air yang tumpah dari wadahnya

tersebut kemudian diukur dengan gelas ukur dan nilainya dianggap setara

dengan volume buah sampel. Sedangkan bobot buah jambu ditentukan

(41)

3. Penentuan Kekerasan Buah

Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan rheometer dengan

probe berbentuk bola berdiameter 1,0 cm. Pengukuran dilakukan

sebanyak tiga kali pada daging buah pada tempat yang berbeda. Data yang

digunakan sebagai analisis adalah nilai rata – rata ketiga pengukuran.

3.4. Analisis Data

Setelah diketahui nilai dari pengukuran sifat fisik dan mekanik buah jambu biji

(volume, bobot, panjang, diameter, dan kekerasan) untuk seluruh sampel buah,

selanjutnya dilakukan analisis untuk menguji nilai-nilai parameter buah terhadap

kelompok kualitas buah.

Hasil pengelompokan kualitas buah jambu yang dilakukan secara manual,

selanjutnya diuji konsistensinya dengan metode Anova (Analisis variansi).

Parameter sifat fisik dan mekanik buah jambu biji (diameter, panjang, bobot,

volume, dan kekerasan) digunakan sebagai input dan kelas kualitas sebagaimana

dijabarkan dalam Tabel 1 sebagai output. Analisis dilakukan satu arah dengan

(42)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor usaha yang masih cukup prospektif

terutama di provinsi Lampung. Salah satu produk pertanian yang menjadi andalan

provinsi Lampung ialah buah jambu biji. Pada tahun 2010 produksi jambu biji

mencapai 3.895 ton (BPS, 2010), dan merupakan produksi terbesar ke dua untuk

wilayah Sumatera.

Jambu biji dapat dimanfaatkan melalui berbagai cara, di antaranya sebagian

dipasarkan dalam bentuk segar sebagai buah tangan, atau diproses menjadi

berbagai produk turunan seperti jus, selai, asinan, dan lain-lain. Cara pemanenan

yang baik dapat mempengaruhi kualitas buah jambu biji yang telah dipanen untuk

sampai kepada konsumen.

Penyortiran buah jambu biji akan memungkinkan memperoleh jambu biji pada

beberapa grade kualitas. Jambu biji berkualitas baik mempunyai harga jual lebih

tinggi sehingga dapat dipasarkan di toko-toko besar (supermarket). Kriteria mutu

jambu biji umumnya dilihat pada ukuran, tingkat kematangan, warna, dan ada

tidaknya cacat. Tabel 1 disajikan contoh kriteria pemutuan buah jambu biji yang

(43)
[image:43.595.110.485.114.242.2]

Tabel 1. Kelas Mutu Jambu Biji

Grade Berat (kg) Kematangan (%) Permukaan Kulit

A 0,70 – 0,80 80 – 90 Tidak ada bercak

penyakit kulit atau luka B 0,70 – 0,80 70 – 90 Ada bercak penyakit atau

luka 5% C 0,60 – 0,80 60 – 90 Ada bercak atau penyakit

15 - 20% D 0,50 – 0,80 60 – 90 Ada bercak atau penyakit

25- 35% Sumber : Sukmawati, 2010

Tingkat penerimaan pasar (konsumen) sangat dipengaruhi oleh kualitas produk

yang ditawarkan, Sebagai suatu kegiatan agribisnis, bagian kontrol kualitas

memegang peranan penting di dalam mengontrol kualitas produk yang akan

dilepas ke pasar sesuai dengan standar yang digunakan. Pemilahan buah jambu

biji berdasarkan grade tersebut menjadi bahan dasar untuk mengetahui buah

jambu biji yang siap dipasarkan.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mempelajari sifat fisik dan mekanik buah jambu biji sebagai parameter

klasifikasi kualitas.

2. Melakukan validasi pengelompokkan kualitas yang dilakukan oleh pekerja

(44)

1.3. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengelompokan grade buah jambu biji yang dilakukan oleh pekerja terhadap

kriteria kualitas buah jambu biji mengikuti standar mutu yang sudah

ditetapkan.

2. Pemutuan buah jambu biji di setiap kelompok grade secara konsisten

digunakan oleh pekerja, dimana hipotesisnya adalah :

µAì = µBì = µCì = µDì

µAì ≠ µBì ≠ µCì ≠ µDì

dimana, µ adalah nilai rerata variabel yang dianalisis, dengan nilai subskrip A, B,

C, dan D yang merupakan simbol kualitas jambu biji dan ì adalah salah satu

kriteria kualitas yang diuji yaitu panjang, diameter, bobot, volume, dan kekerasan

buah.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi di dalam pengembangan

metode klasifikasi dan sortasi buah jambu biji berdasarkan sifat fisik dan mekanik

(45)

VALIDASI KUALITAS JAMBU BIJI (Psidium guajava) BERDASARKAN SIFAT FISIK DAN MEKANIK

(SKRIPSI)

Oleh

OKTAVIANA NAPITUPULU

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(46)

Judul Skripsi : VALIDASI KUALITAS JAMBU BIJI (Psidium guajava) BERDASARKAN SIFAT FISIK DAN MEKANIK

Nama Mahasiswa : Oktaviana Napitupulu

Nomor Pokok Mahasiswa : 0714071056

Jurusan : Teknik Pertanian

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Sri Waluyo, S.TP., M.Si., PhD. Ir. Oktafri, M.Si.

NIP.19703111997031002 NIP. 196410221989031004

2. Ketua Jurusan Teknik Pertanian

(47)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Sri Waluyo, S.TP., M.Si., PhD. ...

Sekretaris : Ir. Oktafri, M.Si. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Tamrin, M.S. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.

NIP. 19610826 198702 1 001

Gambar

Tabel 2.  Kode Ukuran Berdasarkan Bobot Menurut SNI 7418:2009.
Tabel 2.  Kode Ukuran Berdasarkan Bobot Menurut SNI 7418:2009.
Gambar  1.  Diagram alir Pemutuan Buah Jambu
Tabel 4.  Pembagian Mutu Jambu Biji
+3

Referensi

Dokumen terkait

pada pembuluh darah arteri maka darah yang mengalir ke penis berkurang sehingga kemampuan penis untuk ereksi berkurang (Wimpie, 2008). Selain itu disfungsi ereksi

Peneliti melihat bahwa guru masih menerangkan materi pembelajaran IPS secara abstrak tanpa media pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan mengaplikasi. Penelitian ini

Jika diterjemahkan secara bebas, audit internal merupakan suatu fungsi penilaian yang objektif dan sistematis oleh auditor internal tentang kegiatan dan pengendalian dalam

Dalam karya ilmiah ini untuk masalah keamanan sudah diterapkan dengan memanfaatkan server OS mikrotik sebagai autentikasi sebelum pelanggan melakukan akses

Berdasarkan metode yang dipakai tersebut ada beberapa tahap pengolahan citra yang dilakukan untuk memproses citra wajah masukan, dan akan melakukan proses pelatihan citra sehingga

JUMLAH DOSEN MENGIKUTI SEMINAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL KEADAAN DESEMBER 2017.

Analisis terhadap faktor yang mempengaruhi capaian akademik akan memberikan informasi pada pihak institut mengenai pengaruh latar belakang dan demografi mahasiswa