HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN HASIL
BELAJAR PADA MATA PELAJARAN EKONOMI DI KELAS
X SMA DARUSSALAM CIPUTAT TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan IPS Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Oleh:
WAHYU NUR RAMADHONA 107015001379
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
Skripsi
Diajukan Untuk Mpmenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan IPS Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Oleh:
WahyuNur Ramadhona NIM: 107015001379
Pembimbing
Dr. Iwan Purwanto,
M.
Pd NrP. 19730424 200801t 0l2
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PENGESAHAI\
SKRIPSI
Skripsi
yang berjudul
Hubungan
Kecerdasan
Emosional
DenganHasil Belajar
Pada
Mata
Pelajaran
Ekonomi
Di
Kelas
X SMA
Darussalam
Ciputat
Tangerang Selatan,
MM.
107015001379,Jurusan Pendidikan
IPS
Ekonomi, Fakultas
Ilmu
Tarbiyah
darrKeguruan, Universiyas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.Telah
melalui
bimbingan dan
dinyatakan sah sebagaikarya ilmiah
yang berhak untuk diajukan pada siding munaqosah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta,2T
Marct
20t4
Yang mengesahkan Pembimbing
I
Dr. Iwan Purwanto.
M.
PdCiputat
Tangerang
Selatan
disusun oleh WAHYU NUR RAMADHONA, NIM: 107015001379 diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada 24 Maret2014 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1
(S.Pd) dalam bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta,24 Marct2014 Panitia Uj ian Munaqasyah
Ketua Sidang (Ketua Jurusan Pendidikan IPS)
Tanggal
TandaTangan{fi-n\q
...t...."...-'t.'--r/
Dr. Iwan Purwanto. M.Pd
NIP. 1 973042420080110T2
Sekretaris Sidang
Drs. Syaripulloh. M.Si
NrP. 1 96709092007 011033
Penguji I
Drs. Syaripulloh. M.Si
NIP. 19670909200701 1033 Penguji
II
Anissa Widiarti. M.Si NrP. I 9820802201 1 012005
l/{:
.?.4
)
I
te
/-
nv
1s
Mengetahui:
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
SURAT PERNYATAAN
KARYA
SENDIRIYang bertandatangan di bawah ini
Wahyu Nur Ramadhona r070t500t379
Pendidikan IPS/ Ekonomi-Akuntansi 2007
JL. Lenteng Agung Timur No. 58 Rt.05 Rw. 02 Jakarta Selatan
MENYATAKAN
DENGAN SESUNGGUHNYABahwa skripsi yang berjudul "Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Hasil
Belajar Pada Mata Pelajaran Ekonomi Di Kelas X SMA Darussalam Ciputat
Tangerang Selatan" adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
Nama
NIM
Jurusan
Angkatan Tahun
Alamat
Nama
NIP
:
Dr. Iwan Purwanto, M. Pd:
197 30424200801I
012Dosen Jurusan
:
Pendidikan IPSDemikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.
Jakarta, Januari 2014
v
Darussalam Ciputat Tangerang Selatan. Skripsi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Konsentrasi Ekonomi. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Darussalam Ciputat Tangerang Selatan dari bulan mei sampai bulan september 2013. Yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-I sebanyak 20 orang dan siswa kelas X-III sebanyak 20 orang di SMA Darussalam Ciputat Tangerang Selatan dengan jumlah total 40 siswa. Ini merupakan sebagian populasi yang jumlahnya 120 orang siswa dari kelas X-I, X-II, X-III SMA Darussalam Ciputat Tangerang Selatan. Data tentang kecerdasan emosional diperoleh berdasarkan angket yang diisi oleh siswa SMA Darussalam Ciputat Tangerang Selatan. Sedangkan hasil belajar diperoleh melalui nilai raport. Metode analisis data yang digunakan adalah Korelasi Product Moment dari Pearson dengan taraf 5% adalah 0,758, berarti r hitung lebih besar daripada r tabel. Dengan demikian hipotesis nol yang menyatakan tidak adanya hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar ditolak dan sebaliknya hipotesis alternatif yang menyatakan adanya hubungan antara kecerdasan emosional dengan hasil belajar siswa diterima.
Dari koefisien Product Moment sebesar 0,758%, menghasilkan nilai adjusted r square 56,4%. Ini berarti hubungan kecerdasan emosional siswa dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi memberikan kontribusi sebesar 56,4%. Sedangkan 43,6% hasil belajar ekonomi dipengaruhi faktor-faktor lain seperti kemampuan Intelektual, minat dan bakat siswa.
vi ABSTRACT
Wahyu Nur Ramadhona (107015001379). The Relationship Between Emotional Intellegence and Economy Achievement At SMA Darussalam Ciputat Tangerang,s Cities South. Thesis. Jakarta: Department of Social Science Education Economic Concentration. Faculty of Tarbiya and Teacher’s Training Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2014.
The aim of this research is to know significant relationship between students emotional intellegence and the students achievement in learning economy.
This research is carried out at SMA Darussalam Ciputat Tangerang,s Cities South starting from may until september 2013. The sample of this research is the students of X-I involve 20 student and X-III involve 20 student class of SMA Darussalam Ciputat Tangerang,s South totally involving 40 students. That sample is taken out from the population which involves 120 students of three class I, X-II, X-III SMA Darussalam Ciputat Tangrang,s Cities South. The data of this research were gathered through questionnaire related to emotional intellegence. The questionnaire is filled by students of SMA Darussalam Ciputat Tangerang,s Cities South. Meanwhile the students achievement gained from the result of the report. In analyzing the data the writer used Product Moment Correlation from person the significance 5% is 0,758, it means that rxy is bigger than t table. So the null hypothesis that state there is no relation between students emotional intellegence and the students achievement is rejected in the other hand alternative hypothesis that there is a relation between students emotional intellegence and students achievement is accepted.
From the Product Moment coefisien is 0,758 is resulted Adjusted r square is 56,4%. It means that the students emotional intellegence and the students achievement in studying economy give contribution is about 56,4% meanwhile 43,6% of students achievement in economy is affected by other factors like Students intellectual, Interest and Talent.
vii
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan
kecerdasan emosional dengan hasil belajar pada mata pelajaran ekonomi di kelas
X SMA Darussalam Ciputat” dengan baik dan lancar. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurah pada baginda alam, Rasulullah dan junjungan Nabi besar
Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya.
Dalam penyelesaian skripsi ini tentunya penulis tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak yang tanpa lelah memberikan dorongan baik moril maupun
materil. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Nurlena Rifa’I, M.A Ph. D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak. Dr. Iwan Purwanto, M. Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai dosen pembimbing penulis yang telah
membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi dalam keadaan sibuk
maupun santai dan memberikan inspirasi bagi penulis untuk meraih mimpi
dan cita-cita serta kesabaran yang tinggi dalam memberikan pelajaran.
Bersamamu selalu ada jalan dan kemudahan dalam setiap problema. Sungguh
beruntung PIPS memiliki ketua jurusan seperti bapak. Semoga Allah Swt
senantiasa memberikan perlindungan dan kemudahan serta keberhasilan bagi
bapak Iwan Purwanto.
3. Bapak Prof. Dr. Rusmin Tumanggor sebagai dosen penasehat akademik yang
begitu baik dan selalu mengerti kesulitan mahasiswa yang mencari dosen
namun begitu bertemu dengan bapak, bapak sangat mudah memberi kita ACC.
4. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan IPS yang telah mengajarkan dan
memberikan ilmunya kepada penulis selama kuliah. Semoga Allah membalas
viii
5. Pimpinan Perpustakaan, para staf dan para karyawan, baik perpustakaan utama
Syarif Hidayatullah maupun perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
yang telah memberikan kemudahan dalam penggunaan sarana perpustakaan.
6. Bapak Marul Waid, S.Ag, Kepala Sekolah SMA Darussalam Ciputat terima
kasih telah mengizinkan dan memudahkan penulis dalam melakukan
penelitian.
7. Ibu Nur Asma, S.E M.M yang telah memberikan bantuan dan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan penelitian di kelas X SMA Darussalam
Ciputat Tangerang Selatan.
8. Orang Tua tercinta terutama seorang Ibu Fatimah yang dengan penuh kasih
sayang, perhatian dan ketulusan yang selalu diberikan kepada penulis.
Memberikan dorongan moril maupun materiil dan doa yang selalu diberikan
demi kesuksesan dan tercapainya cita-cita penulis.
9. Adikku tersayang Annisa Dwi Pangestuti terima kasih atas motivasi dan
doanya.
10.Teman-teman seperjuangan Nur Arifin, Maulana Sulthon Amsyirvan,
Lukman Efendi, Imam Fathoni, Hendra Iryanto, Fitri Azma, Abdul Hafidz,
Fitri cremen yang selalu memberikan motivasi dan bantuan kepada penulis,
terima kasih kawan sukses selalu untuk kalian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang tak bisa
penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi
ini. Ungkapan kata memang takkan cukup untuk kebaikan kalian semua. Semoga
Allah membalasnya dengan segala kebaikan dan pahala yang berlipat.
Penulis mengakui dan menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
pada kesempurnaan, baik dari segi isi, sususnan kalimat dan sistematika
penulisannya. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan selanjutnya agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan
yang terdahulu. Segala kesempurnaan, penulis kembalikan kepada Allah SWT,
ix
lurus ridho Allah Swt dan di akhirat kelak mendapatkan tempat yang layak di
sisi-Nya. Amin.
Jakarta, 21 maret 2014
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ……… …. v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ……….. xiii
DAFTAR BAGAN ………. xiv
DAFTAR GAMBAR ……….. xv
DAFTAR LAMPIRAN ……….. xvi
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Identifikasi Masalah ………. 5
C. Pembatasan Masalah ……… 5
D. Rumusan Masalah ………... 5
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….…. 6
1. Tujuan Penelitian ... …. 6
2. Manfaat Penelitian ... …. 6
BAB II Kajian Teoritis, Kerangka Berfikir, dan Perumusan Hipotesis ... …. 8
A. Deskripsi Teoritik ... …. 8
1. Hakikat Kecerdasan Emosional... 8
xi
……….
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar …….. 22
c. Sasaran Dan Obyek Penilaian ……… 27
d. Jenis Alat Penilaian Hasil Belajar ………. 28
e. Fungsi Dan Tujuan Penilaian Hasil Belajar ……….. 29
C. Hakikat Belajar Ekonomi ... 30
D. Kerangka Berpikir ……….. 33
E. Hipotesis Penelitian ……… 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….. 34
A. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 34
B. Metode Penelitian ……… 34
C. Populasi Dan Sampel ……….. 35
D. Variabel Penelitian ……….. 35
1. Kecerdasan Emosional ……… 36
2. Hasil Belajar Ekonomi ………. 36
E. Teknik Pengumpulan Data ……….. 37
1. Metode dan Instrumen Penelitian ……….. 37
F. Teknik Analisis Data ……… 40
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN……… 47
A. Gambaran Umum Sekolah ……….. 47
B. Deskripsi Data ………. 53
1. Deskripsi Data Kecerdasan Emosional ……… 53
2. Deskripsi Data Hasil Belajar ………... 57
xii
D. Pembahasan ……….. 62
BAB V PENUTUP ……….. 64
A. Kesimpulan ……… 64
B. Saran ……….. 65
DAFTAR PUSTAKA
xiii
Tabel 3.1 Skala Kecerdasan Emosional
Tabel 3.2 Skala Hasil Belajar
Tabel 3.3 Skor Butir Angket
Tabel 3.4 Kaidah Reliabilitas Guilford
Tabel 3.5 Interpretasi Nilai r
Tabel 4.1 Jenis Ekstrakulikuler SMA Darussalam
Tabel 4.2 Prestasi Siswa Bidang Akademik dan Non Akademik
Tabel 4.4 Deskripsi Data Kecerdasan Emosional
Tabel 4.6 Frekuensi Kecerdasan Emosional
Tabel 4.7 Indek Tingkat Kecerdasan Emosional
Tabel 4.9 Deskripsi Data Hasil Belajar Ekonomi
Tabel 4.10 Frekuensi Skor Hasil Belajar
Tabel 4.11 Indek Tingkat Hasil Belajar
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Korelasi Antara Kecerdasan Emosional Dan Hasil
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
Bagan 4.3 Struktur Organisasi SMA Darusslam Tahun Pelajaran 2010/2011
xv
Gambar Halaman
Gambar 1. Histogram Distribusi Frekuensi Pengelolaan Kelas (X)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Kuesioner Variabel Kecerdasan Emosional
LAMPIRAN 2 Instrumen Skala Kecerdasan Emosional
LAMPIRAN 3 Nilai Rapor Hasil Belajar Siswa
LAMPIRAN 4 Wawancara Guru
LAMPIRAN 5 Wawancara Murid
LAMPIRAN 6 Uji Validitas Butir Kecerdasan Emosional
LAMPIRAN 7 Uji Referensi
LAMPIRAN 8 Lembar Pengesahan Judul Skripsi
LAMPIRAN 9 Surat Bimbingan Skripsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan memiliki peranan penting dalam rangka memelihara eksistensi
setiap bangsa di dunia sepanjang masa. Pendidikan sangat menentukan bagi
terciptanya peradaban masyarakat yang lebih baik. Untuk itulah perwujudan
masyarakat yang berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan,
terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subjek yang makin
berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri, dan
berdaya saing dengan bangsa-bangsa di dunia.
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, menyatakan tentang pentingnya proses belajar mengajar untuk menjadikan masyarakat yang baik sesuai dengan tujuan undang-undang tersebut. Pernyataan tersebut tertuang pada pasal 1 ayat (1), BAB Ketentuan Umum: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1 Tujuan utama pendidikan ialah mengembangkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan secara simultan dan seimbang. Sehingga terjadi suatu hubungan baik
antara masing-masing kecakapan yang menjadi tujuan dari pendidikan tersebut.
1
Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang
2
Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk
pengetahuan, namun disisi lain mengesampingkan pengembangan sikap atau nilai
dan perilaku dalam pembelajarannya. “Penyelenggaraan pendidikan dewasa ini
terlihat lebih menekankan pada segi pengembangan intelektual peserta didik, dan
masyarakat kita pada umumnya beranggapan bahwa hanya dengan kecerdasan
intelektual seorang anak mampu menghadapi tantangan era globalisasi di masa
depan”.2
Masalah-masalah emosional kurang mendapatkan perhatian serius dari para
konseptor pendidikan dan pemerhati pendidikan lainnya selama ini, bahkan hal ini
berdampak pada rendahnya kecerdasan emosional siswa. Para tokoh dan
akademisi pendidikan cenderung meremehkan dan memarjinalkan pengaruh
emosional dalam kehidupan belajarnya, kaum akademisi saat ini seakan-akan
meyakini otaknya sebagai satu-satunya kekuatan yang paling dominan dalam
belajar. Padahal itu juga belum tentu yang terbaik. “Banyak contoh disekitar kita
membuktikan bahwa orang yang memiliki gelar tinggi belum tentu sukses
berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali mereka yang berpendidikan formal lebih
rendah, ternyata lebih berhasil di dunia pekerjaan”.3
Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan
menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang
tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang
tinggi, karena intelegensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan
dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan hasil belajar yang optimal.
Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan
siswa yang tidak dapat meraih hasil belajar yang setara dengan kemampuan
intelegensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan intelegensi tinggi tetapi
memperoleh hasil belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun
kemampuan intelegensinya relatif rendah, dapat meraih hasil belajar yang relatif
2
Lawrence E. Shapiro, Kiat-kiat Mengajarkan Kecerdasan Emosional Anak, (Jakarta:
gramedia, 1997) h. 7
3
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional Dan
Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun Islam,
tinggi. Itu sebabnya taraf intelegensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang
menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang
mempengaruhinya. Menurut Goleman dalam bukunya emotional intellegence
mengungkapkan bahwa “kecerdasan (IQ) hanya menyumbang 20 % bagi
kesuksesan, sedangkan 80 % adalah sumbangan faktor-faktor kekuatan lain,
diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni
kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati,
mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama”.4
Dalam proses belajar siswa kecerdasan itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat
berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata
pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua intelegensi itu
saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci
keberhasilan belajar siswa di sekolah. Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu
mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya
dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional
intellegence siswa.
Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis
struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux
menunjukkan bahwa ”dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu
mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan
individu dalam hasil belajar, membangun kesuksesan karir, mengembangkan
hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya
dalam kalangan remaja”.5 Dalam kalangan remaja masa kini dimana arus
globalisasi membuat kemajuan dalam segala aspek sekaligus membawa
potensi-potensi yang dapat membahayakan perkembangan emosional. Pergaulan yang
sudah semakin bebas dikalangan remaja ini disebabkan karena kurangnya
kecerdasan emosional di kalangan remaja. Kenakalan remaja masa kini dapat
berbentuk seperti perkelahian antar pelajar, penyebaran narkotika, pemakaian obat
bius, minuman keras, meningkatnya kasus kehamilan di kalangan remaja putri
4
Daniel Goleman, Emotional Intellegence, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997) h. 44
5
4
merupakan bentuk bentuk kenakalan remaja yang disebabkan oleh kurangnya
kecerdasan emosional yang terbenyuk pada diri remaja-remaja masa kini. Selain
itu dalam proses terbentuknya kecerdasan emosional ini juga berasal dari
beberapa faktor seperti pengetahuan atau informasi positif serta arahan dari orang
tua yang diberikan kepada siswa, orang tua harus memperhatikan tumbuh
kembang anak secara periodik dan tetap fokus kepada segala perkembangan kecil
yang dialami anak agar memahami siswa tersebut.
Memang harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan
mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin
tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia
mereka. Namun fenomena yang ada menunjukkan bahwa tidak sedikit orang yang
dengan IQ tinggi yang hasil belajarnya rendah, dan ada banyak orang dengan IQ
sedang yang dapat mengungguli hasil belajar orang yang dengan IQ tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan hasil belajar seseorang.
Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian
orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel
Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata
cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun
beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak
kalah penting dengan IQ.
Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi (to manage our emotional life
with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the
appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran
diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi atau
ber-IQ tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan,
terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit
mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung
dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini
memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung
akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustasi, tidak
mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan
cenderung putus asa bila mengalami stress.
Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ
rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Secara sosial mantap,
mudah bergaul dan jenaka, tidak mudah takut atau gelisah. Mereka
berkemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orang-orang atau
permasalahan, untuk memikul tanggung jawab, dan mempunyai pandangan moral;
mereka simpatik dan hangat dalam hubungan-hubungan mereka, bersikap tegas
dan mengungkapkan perasaan mereka secara langsung, memandang dirinya
sendiri secara positif, mudah bergaul, ramah serta mereka mampu menyesuaikan
diri dengan beban stress.
Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik untuk menyelidiki dalam
bentuk karya ilmiah dengan judul ”HUBUNGAN KECERDASAN
EMOSIONAL DENGAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN EKONOMI DI KELAS X SMA DARUSSALAM CIPUTAT TANGERANG
SELATAN”
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa masalah yang dapat
diidentifikasi diantaranya yaitu:
1. Kecerdasan emosional yang masih belum menjadi prioritas utama dalam
tujuan pendidikan
2. Hasil belajar dalam mata pelajaran ekonomi kurang maksimal.
C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari timbulnya salah penafsiran terhadap judul, maka
diberikan batasan masalahnya yaitu sebagai berikut:
1. Kecerdasan emosional yang mencakup dimensi mengenali emosi diri,
6
dan membina hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional yang
masih belum menjadi prioritas utama dalam tujuan pendidikan.
2. Hasil belajar dalam mata pelajaran ekonomi yang kurang maksimal.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan
masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara
kecerdasan emosional dengan hasil belajar siswa semester ganjil di kelas X
SMA Darussalam Ciputat Tangerang Selatan tahun pelajaran 2013-2014?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah di rumuskan, maka kegiatan penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis bagaimana hubungan kecerdasan emosional dengan
hasil belajar siswa semester ganjil di kelas X SMA Darussalam Ciputat Tangerang
Selatan tahun pelajaran 2013-2014.
F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan khususnya dalam meningkatkan prestasi di SMA
Darussalam Ciputat. Adapun secara detail manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini diantaranya:
1. Manfaat atau kegunaan teoritis
a. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan atau informasi bagi perkembangan ilmu
pengetahuan mengenai hubungan kecerdasan emosional siswa dengan
hasil belajar ekonomi.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
psikologi pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada
serta dapat memberi gambaran mengenai hubungan tingkat
kecerdasan emosional dengan hasil belajar siswa SMA.
penelitian berikutnya yang sejenis.
2. Manfaat atau kegunaan praktis
a. Bagi peneliti, mendapatkan informasi secara mendalam tentang
hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar terutama dalam
pembelajaran ekonomi.
b. Bagi guru, menumbuhkan kesadaran kepada guru bahwa kecerdasan
emosional bagi peserta didik sangatlah penting karena merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa.
c. Bagi institusi sekolah, agar menjaga kualitas prestasi belajar siswa
dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut.
d. Bagi jurusan pendidikan IPS, menambah pengetahuan dan wawasan
dalam bidang pendidikan IPS.
e. Bagi peneliti lain, diharapkan penelitian tentang hubungan kecerdasan
emosional dengan hasil belajar siswa bisa berguna serta dipahami
8
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teoritik
1. Hakikat Kecerdasan Emosional a. Pengertian Emosi
Emosi sejak lama dianggap memiliki kedalaman dan kekuatan sehingga
dalam bahasa latin, misalnya, emosi dijelaskan sebagai motus anima yang arti
harfiahnya berarti “jiwa yang menggerakkan kita”.6 Akar kata emosi adalah
movere, kata kerja bahasa latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”.7
Emosi mempunyai peran dalam peningkatan proses konstruksi pikiran dalam
berbagai bentuk pengalaman kehidupan manusia. Salovey dan Mayers
mendefinisikan emosi sebagai ”respon terorganisasi, termasuk sistem fisiologis,
yang melewati berbagai batas sub-sistem psikologis, misalnya kognisi, motivasi,
dan pengalaman”.8 Pengertian ini menunjukkan bahwa emosi merupakan respon
6
Robert K.Cooper dan Ayman Sawaf, Executive EQ, penerjemah Alex Tri Kantjono Widodo
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. xiv
7
Daniel Goleman, Emotional Intellegence, Penerjemah T. Hermaya (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2000), h. 7
8
Tekad Wahyono, memahami kecerdasan emosi melalui kerja sistem limbic, (Surabaya:
atas stimulus yang diperoleh dari lingkungan sekitar yang terorganisasi dengan
baik yang melewati sub-sistem psikologis.
Cow dan Crow dalam Hartati menyebutkan bahwa ”emosi merupakan suatu
keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner
adjustment terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan
individu”.9 Emosi pada definisi ini berperan dalam pengambilan keputusan yang
menentukan kesejahteraan dan keselamatan individu.
Ibda menyebutkan bahwa ”emosi merupakan suatu perasaan dan
pikiran-pikiran khasnya –suatu keadaan biologis dan psikologis- dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak”.10 Sedangkan Sarlito Wirawan Sartono dalam
Syamsu berpendapat bahwa ”emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang
yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas
(mendalam)”.11
Dari beberapa pendapat di atas, maka emosi merupakan suatu respon atas
rangsangan yang diberikan –baik dari lingkungan maupun dari dalam diri individu
sendiri- sehingga individu dapat menentukan pilihan dalam hidup yang
menentukan kehidupannya.
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai
berikut; “pertama, lebih bersifat subyektif daripada peristiwa psikologis lainnya,
seperti pengamatan dan berpikir. Kedua, bersifat fluktuatif (tidak tetap), dan
ketiga, banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera”.12
9
Netty Hartati, M.Si. Dkk, Islam dan Psikologi (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2004), h.90
10
Fatimah Ibda, Emotional Intellegence Dalam Dunia Pendidikan (Banda Aceh: Fakultas
Tarbiyah, IAIN Ar-Raniry, Jurnal Didaktika, Vol. 2 No. 2, 2000), h. 132
11
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, (Bandung: Rosda Karya,
2004), h. 115
12
10
Terdapat dua macam pendapat tentang terjadinya emosi yaitu pendapat
navistik dan pendapat empiristik. “Pendapat navistik beranggapan bahwa emosi
pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir, sementara pendapat empiristik
beranggapan bahwa emosi dibentuk oleh pengalaman dan proses belajar”.13
Sebagian orang menganggap bahwa perasaan dan emosi adalah sama. Namun
Sabri dalam bukunya mengungkapkan bahwa antara perasaan dan emosi adalah
berbeda. “Pada perasaan terdapat kesediaan kontak dengan situasi luar (baik
positif maupun negatif), sedangkan pada emosi kontak itu seolah-olah menjadi
retak atau terputus (misalnya terkejut, ketakutan, mengantuk, dan lain
sebagainya)”.14
b. Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan merupakan suatu kemampuan tertinggi dari jiwa makhluk hidup
yang hanya dimiliki oleh manusia. Kecerdasan ini diperoleh manusia sejak lahir,
dan sejak itulah potensi kecerdasan ini mulai berfungsi mempengaruhi tempo dan
kualitas perkembangan individu, dan manakala sudah berkembang, maka
fungsinya akan semakin berarti lagi bagi manusia yaitu akan mempengaruhi
kualitas penyesuaian diri dengan lingkungannya.
Kemampuan kecerdasan dalam fungsinya yang disebutkan terakhir bukanlah
kemampuan genetis yang dibawa sejak lahir, melainkan merupakan kemampuan
hasil pembentukan atau perkembangan yang dicapai oleh individu.
Kecerdasan merupakan kata benda yang menerangkan kata kerja atau
keterangan. “Seseorang menunjukkan kecerdasannya ketika ia bertindak atau
berbuat dalam suatu situasi secara cerdas atau bodoh; kecerdasan seseorang dapat
13
Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar Dalam
Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 168
14
dilihat dalam caranya orang tersebut berbuat atau bertindak”.15 “Kecerdasan juga
merupakan istilah umum untuk menggambarkan kepintaran atau kepandaian
orang”.16 Beberapa ahli mencoba merumuskan definisi kecerdasan diantaranya
adalah:
Suharsono menyebutkan bahwa ”kecerdasan adalah kemampuan untuk
memecahkan masalah secara benar, yang secara relatif lebih cepat dibandingkan
dengan usia biologisnya”.17
Gardner dalam rose mengemukakan bahwa ”kecerdasan adalah kemampuan
untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam
satu latar belakang budaya atau lebih”.18
Definisi dari Suharsono dan Gardner menyebutkan bahwa kecerdasan
merupakan suatu kemampuan individu untuk memecahkan masalahnya. Jika
Suharsono menilai kecerdasan dari sudut pandang waktu, sementara Gardner
menilainya dari sudut pandang tempat.
Amstrong berpendapat bahwa kecerdasan merupakan kemampuan untuk
menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu
seseorang. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta tuntunan yang
diajukan oleh kehidupan kita dan bukan tergantung pada nilai IQ, Gelar dari
perguruan tinggi atau reputasi bergengsi.
Sedangkan Super dan Cites dalam Dalyono mengemukakan definisi
kecerdasan sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar
dari pengalaman. “Hal ini didasarkan bahwa manusia hidup dan berinteraksi di
dalam lingkungannya yang kompleks. Untuk itu ia memerlukan kemampuan untuk
15
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 115
16
Munandir, Ensiklopedia Pendidikan, (Malang: Um Press, 2001), h. 122
17
Suharsono, Mencerdaskan Anak, (Depok: Inisiasi Press, 2003), h. 43
18
Colin Rose dan Malcom J. Nicholl, Cara Belajar Cepat Abad XXI, penerjemah Dedy
12
menguasai diri dengan lingkungannya demi kelestarian hidupnya. Hidupnya bukan
hanya untuk kelestarian pertumbuhan, tetapi juga untuk perkembangan pribadinya.
Karena itu manusia harus belajar dari pengalamannya”.19
Definisi di atas, oleh Garret dipandang terlalu luas, umum dan kurang
operasional. Dengan mempelajari definisi itu orang mungkin masih dapat
mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan konsep itu. Oleh karena itu, Garret
memberi definisi bahwa ”kecerdasan setidak-tidaknya mencakup kemampuan
yang diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang memerlukan pengertian
serta menggunakan symbol-simbol”.20
Dari beberapa pengertian kecerdasan yang telah dikemukakan maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk
memberikan solusi terbaik dalam penyelesaian masalah yang dihadapinya sesuai
dengan kondisi ideal suatu kebenaran.
Gardner membagi kecerdasan menjadi tujuh macam yaitu, ”kecerdasan
linguistik, kecerdasan logis matematis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan
musikal, kecerdasan kinestetik-tubuh, kecerdasan interpersonal dan kecerdasan
intrapersonal”.21
Kecerdasan-kecerdasan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : kecerdasan
linguistik yaitu kemampuan membaca, menulis dan berkomunikasi dengan
kata-kata atau bahasa. Kecerdasan logis-matematis yaitu kemampuan berfikir (menalar)
dan menghitung, berfikir logis dan sistematis. Kecerdasan visual-spasial yaitu
kemampuan berfikir menggunakan gambar, memvisualisasikan hasil masa depan.
Kecerdasan musikal yaitu kemampuan mengubah atau mencipta music, dapat
bernyanyi dengan baik atau memahami dan mengapresiasi musik serta menjaga
ritme. Kecerdasan kinestetik-tubuh yaitu kemampuan menggunakan tubuh secara
19
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 182
20
Ibid, h. 183
21
terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan barang serta dapat
mengemukakan gagasan dan emosi. Kecerdasan interpersonal yaitu kemampuan
bekerja secara efektif dengan orang lain dan berempati. Kecerdasan intrapersonal
yaitu kemampuan menganalisis diri sendiri, membuat rencana dan menyusun
tujuan yang akan dicapai.
Kecerdasan dikemukakan oleh Gardner ini dikenal juga sebagai multiple
intelligence. Pembagian kecerdasan oleh gardner ini telah membuka paradigma
baru dari sebuah kata kecerdasan. Karena berdasarkan
pembagian-pembagian.kecerdasan menurutnya, ternyata cerdas bukan semata dapat memiliki
skor tinggi sewaktu ujian namun cerdas itu beranekaragam.
Kecerdasan orang banyak ditentukan oleh struktur otak. Otak besar dibagi dalam dua belahan otak yang disambung oleh segumpal serabut yang disebut corpus callosum. belahan otak kanan menguasai belahan kiri badan dan sebaliknya belahan otak kiri menguasai belahan kanan badan. Belahan otak kiri bertugas utuk mersepon hal-hal yang sifatnya linier, logis dan teratur sementara otak belahan kanan bertugas untuk imaginasi dan kreativitas.22
c. Hakikat Kecerdasan Emosional
Setiap individu memiliki emosi. Emosi mempunyai ranah tersendiri dalam
bagian hidup individu. Seseorang yang dapat mengelola emosinya dengan baik
artinya emosinya cerdas hal ini lebih dikenal dengan suatu istilah “kecerdasan
emosional”. Beberapa ahli mencoba merumuskan definisi dari kecerdasan
emosional. Diantaranya Arief Rahman yang menyebutkan bahwa ”kecerdasan
emosional adalah metability yang menentukan seberapa baik manusia mampu
menggunakan keterampilan-keterampilan lain yang dimilikinya, termasuk
intelektual yang belum terasah”.23
22
Conny R. Semiawan, Belajar dan Pembelajaran Dalam Taraf Pendidikan Usia Dini,
(Jakarta: Prenhallindo, 2002), h. 11-12
23
Pusat Pengembangan Tasawuf Positif, Menyinari Relung-relung Ruhani, (Jakarta: Hikmah,
14
Bar-On seperti dikutip oleh Stein dan Book mengemukakan bahwa
”kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan, kompetensi dan kecakapan non-kognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan”.24
Dua definisi tentang kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Rahman
dan dan Bar-On lebih menekankan pada hasil yang didapat oleh individu jika
menggunakan kemampuan emosionalnya secara optimal.
Salovey dan Mayer dikutip oleh Stein dan Book mengemukakan bahwa
”kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu fikiran, memahami perasaan dan
maknanya serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu
perkembangan emosi dan intelektual”.25
Goleman dalam Nggermanto mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah
”kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan
baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain”.26
Dari beberapa definisi para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk
dapat menggunakan perasaaannya secara optimal guna mengenali dirinya sendiri
dari lingkungan sekitarnya.
Kecerdasan emosional yang dimaksudkan oleh peneliti adalah kemampuan
individu untuk mengenali perasaannya sehingga dapat mengatur dirinya sendiri
dan menimbulkan motivasi dalam dirinya untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
24
Steven J. Stein & Howard E. Book, Ledakan EQ, penerjemah Trinanda Rainy Januarsari, (Bandung: Kaifa, 2002), h. 157-158
25
Ibid, h. 159
26
Sementara di lingkungan sosial dia mampu berempati dan membina hubungan
baik terhadap orang lain.
Emosi manusia dikoordinasi oleh otak. Bagian otak yang mengatur emosi adalah sistem limbiks. Struktur-struktur dalam sistem limbic mengelola beberapa aspek emosi, yaitu pengenalan emosi melalui ekspresi wajah, tendensi berperilaku dan penyimpanan memori emosi. Folkerts menjelaskan bahwa sistem limbic terdiri atas empat struktur, yaitu: thalamus dan hiphotalamus, amigdala, hipokamus dan lobus frontalis.27
Thalamus menerima informasi dari lingkungan sekitar yang ditangkap oleh indera, sedang hypothalamus mengambil informasi dari bagian tubuh yang lain. Amigdala menginterpretasikan dan sekaligus menyimpannya sebagai arti emosi. Hipokamus mendukung kerja amigdala dalam menyimpan memori emosi, mengkonsolidasi memori non-emosi secara detail dan menyampaikan memori tersebut ke jaringan memori yang berbeda di otak. Lobus frontalis bertanggung jawab dalam pengaturan emosi sehingga memunculkan emosi yang tepat.28
Kinerja otak sebagai pusat koordinasi dapat dijabarkan sebagai berikut;
informasi-informasi yang diterima alat indera akan dibawa oleh thalamus melewati
sinapsis tunggal menuju amigdala, sedang sebagian besar lainnya dikirim ke
neokorteks. Percabangan tersebut memungkinkan amigdala dapat memberikan
respon emosi tanpa pengolahan informasi dan analisis dari neokorteks. Kasus
tersebut disebut Goleman sebagai “pembajakan emosi”.29
Terdapat beberapa hal yang dapat dicatat pada pembahasan tentang anatomi
pembajakan emosi, yaitu:30
1) Amigdala berperan sebagai sumber emosi.
Hipocampus dan amigdala merupakan bagian penting dalam ingatan dan
pembelajaran otak. Amigdala sendiri merupakan spesialis masalah-masalah
emosional yang jika dipisahkan dari otak maka seseorang tidak dapat menangkap
27
Tekad Wahyono, op.cit, h. 38-39
28
Ibid, h, 39
29
Ibid,h. 40
30
16
makna emosional atau mengalami kebutaan afektif. Le Doux adalah orang pertama
yang menemukan peran amigdala dalam otak emosional, yang menjelaskan bahwa
amigdala mampu mengambil alih kendali apa yang kita kerjakan bahwa sewaktu
otak sedang berpikir. Hal ini menumbangkan gagasan lama tentang sistem limbic
dengan menempatkan amigdala pada pusat tindakan dan struktur limbic lainnya
pada peran yang amat berbeda.
2) Inti kecerdasan emosi.
Amigdala bereaksi berdasarkan kognitif bawah sadar, yaitu menangkap
stimulus dari lingkungan sehingga mengetahui identitas apa yang diterima serta
memutuskan menyukai atau tidak baru kemudian memberi pendapat tentangnya.
Hal ini dapat menjelaskan mengapa emosi begitu penting bagi nalar yang efektif di
dalam pengambilan keputusan. Adanya pengaruh dari fungsi amigdala terhadap
neokorteks inilah yang merupakan inti kecerdasan emosional.
3) Mekanisme kerja kecerdasan emosi.
Lobus prefrontal bagian kanan yang terletak pada ujung lain dari sirkuit
prefrontal merupakan tempat perasaan-perasaan negatif (takut, marah, benci dan
sebagainya.) lobus prefrontal bagian kiri merupakan bagian yang berfungsi untuk
mematikan atau mengatur emosi-emosi yang tidak menyenangkan. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa lobus prefrontal merupakan saklar peredam ledakan
amigdala atau menjadi manajer emosi dengan tugas menghambat sinyal-sinyal
yang telah dikirim amigdala dan pusat-pusat limbic lainnya.
4) Dinamika IQ dikalahkan EI
Korteks prefrontal merupakan wilayah yang bertanggung jawab terhadap
“ingatan kerja”, yaitu kemampuan atensi untuk menyimpan fakta-fakta penting dalam pikiran yang berguna untuk penyelesaian masalah. Lobus prefrontal ini
terkait dengan sirkuit otak limbic. Kaitan antara sirkuit prefrontal amigdala inilah
yang merupakan titik temu antara nalar dan emosi. Dengan demikian kemurungan
emosional yang terus menerus dapat mengganggu kemampuan kerja intelektual
Kecerdasan rasional saja tidak menyediakan kemampuan untuk menghadapi
gejolak yang ditimbulkan oleh kesulitan hidup.
“Kecerdasan emosilah yang memotivasi kita untuk mencari manfaat dan potensi unik kita dan mengaktifkan aspirasi dan nilai-nilai yang paling dalam,
mengubahnya dari apa yang kita fikirkan menjadi apa yang kita jalani”.31
Kecerdasan emosional Reuvan Bar On dibagi menjadi lima, yaitu:32
1) Ranah intrapribadi memiliki lima skala yaitu; kesadaran diri, sikap asertif,
kemandirian, penghargaan diri dan aktualisasi diri.
2) Ranah antarpribadi memiliki 3 skala yaitu; empati, tanggung jawab social
dan hubungan antar pribadi.
3) Ranah penyesuaian diri/orientasi kognitif memiliki tiga skala yaitu; uji
realitas, sikap fleksibel dan pemecahan masalah.
4) Ranah pengendalian stress memiliki dua skala yaitu; ketahanan
menanggung stress dan pengendalian impuls.
5) Ranah suasana hati/afeksi memiliki dua skala yaitu; optimism dan
kebahagiaan.
Hal ini serupa dengan pendapat Segal bahwa wilayah EQ adalah ”hubungan
pribadi dan antarpribadi; EQ bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri,
kepekaan social dan kemampuan adaptasi sosial”.33
Salovey memperluas kecerdasan emosional menjadi lima wilayah utama,
yaitu :
31
Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, Executive EQ, Loc.cit.
32
A. V. Aryaguna Setiadi, Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Keberhasilan
Bermain Game, (Surabaya: Universitas Surabaya, Anima, Indonesia Psychological Journal, 2001, Vol. 17, No, 1), h. 44-45
33
Jeanne Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional, penerjemah Ary Nilandari, Bandung: Kaifa,
18
1) Empati
Merasakan yang dirasakan oleh orang lain dan memahami perspektif,
menumbuhkan hubungan saling percaya serta menyelaraskan diri dengan
berbagai macam orang.
2) Kesadaran diri
Mengetahui apa yang kita rasakan dan mengunakannya untuk
memandu pengambilan keputusan diri sendiri serta memiliki tolok ukur
yang realistis atas kemampuan dan kepercayaan diri yang kuat.
3) Pengaturan diri
Menangani emosi kita sehingga berdampak positif terhadap
pelaksanaan tugas; peka terhadap kata hati dan sanggup menunda
kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali
dari tekanan emosi.
4) Motivasi
Menggunakan hasrat untuk menggerakkan dan menuntun menuju
sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif
serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
5) Keterampilan Sosial
Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain
dan dengan cermat membaca situasi, jaringan sosial dan berinteraksi
dengan lancar serta menggunakan keterampilan ini untuk mempengaruhi
orang lain.
Senada dengan pendapat di atas, Shapiro juga menyebutkan kualitas-kualitas
kecerdasan emosional, diantaranya; “empati, mengungkapkan dan memahami
disukai, kemampuan memecahkan masalah antar-pribadi, ketekunan,
kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat”.34
Ketika berbicara mengenai urgensitas kecerdasan emosional yang dimiliki
seseorang dalam kehidupan, Suharsono mengungkapkan beberapa keuntungan
kecerdasan emosional sebagai berikut:
pertama, kecerdasan emosional jelas mampu menjadi alat untuk pengendalian diri, sehingga seseorang tidak terjerumus ke dalam tindakan-tindakan bodoh yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Kedua, kecerdasan emosional bias diimplementasikan sebagai cara yang sangat baik untuk memasarkan atau membesarkan ide, konsep atau bahkan sebuah produk. Ketiga, kecerdasan emosional adalah modal penting bagi seseorang untuk mengembangkan bakat kepemimpinan dalam bidang apapun. Karena setiap model kepemimpinan sesungguhnya membutuhkan visi, misi, konsep, program dan yang tak kalah pentingnya adalah dukungan dan partisipasi dari para anggota.35
B. Hasil Belajar Siswa 1. Konsep Hasil Belajar
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (Product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya aktivitas atau proses yang
mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Sedangkan pengertian
belajar menurut beberapa pakar pendidikan sebagai berikut:
a. Menurut Gagne, belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan
yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut
bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara
alamiah.
34
Lawrence E Shapiro, Mengajarkan Emotional Intellegence Pada Anak, penerjemah; Alex
Tri Kantjono, (Jakarta: Gramedia, 2001), h. 5
35
Suharsono, Akselerasi Intelegensi; Optimalkan IQ, EQ dan SQ, (Depok: Inisiasi Press,
20
b. Menurut Travers, belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian
tingkah laku.
c. Menurut Cronbach, learning is shown by a change in behaviour as a
result of experience (belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil
dari pengalaman).
d. Menurut Harold Spears, learning is to observe, to read, to imitate, to
try something themselves, to listen, to follow direction. (belajar adalah
mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar, dan
mengikuti arah tertentu).
Menurut Dimyati dan Mudjiono, “hasil belajar merupakan hal yang dapat
dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar”.36 Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Menurut Ngalim Purwanto, “hasil belajar adalah hasil tes yang digunakan
untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang digunakan untuk menilai hasil-hasil
pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa dalam waktu tertentu”.37
Menurut Oemar Hamalik “hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar
akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”.38
Berdasarkan Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif,
psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
36
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 250-251.
37
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 84
38
a. Ranah Kognitif
Dalam ranah kognitif terdiri dari knowledge (pengetahuan, ingatan),
comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application
(menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan
evaluation (menilai).
b. Ranah Afektif
Dalam ranah afektif terdiri dari receiving (sikap menerima), responding
(memberikan respon), valving (nilai), organization (organisasi),
characterization (karakterisasi).
c. Ranah Psikomotor
Dalam ranah psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized.
Selain itu, psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik,
sosial, manajerial, dan intelektual.
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor
karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus
menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Disamping itu Hasil belajar perlu dievaluasi.
Evaluasi dimaksudkan sebagai cermin untuk melihat kembali apakah tujuan yang
ditetapkan telah tercapai dan apakah proses belajar mengajar telah berlangsung
efektif untuk memperoleh hasil belajar.
Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam
mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah
memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik
22
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan
karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses
belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah
ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif,
maupun psikomotorik.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Pada dasarnya, hasil belajar siswa yang baik dalam kegiatan pembelajaran di
sekolah bukan hanya disebabkan oleh kecerdasan siswa itu saja, akan tetapi masih
ada hal lain yang juga menjadi faktor penentu yang tidak dapat dipisahkan dalam
mencapai keberhasilan siswa. Adapun faktor-faktor tersebut secara garis besar
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: yang bersumber dari dalam diri manusia
yang belajar, yang disebut sebagai faktor internal dan faktor yang bersumber dari
luar diri manusia yang belajar, yang disebut faktor eksternal.
a. Faktor yang bersumber dalam diri manusia yang belajar dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu faktor biologis dan psikologis. Yang dikategorikan faktor
biologis antara lain usia dan kematangan kesehatan, sedangkan yang
dikategorikan sebagai faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, minat,
dan kebiasaan belajar.
b. Faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar dapat
diklasifikasikan menjadi dua juga, yaitu faktor manusia (human) dan faktor
seperti alam, hewan, dan lingkungan fisik.39
Sedangkan menurut H. Ahmadi dan Joko Tri Prasetyo merumuskan bahwa
yang mempengaruhi hsil belajar siswa adalah:
a. Faktor raw input (faktor murid atau anak itu sendiri), di mana anak
memiliki kondisi yang berbeda dalam:
39
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, (Jakarta: Rineka Cipta,
1) Kondisi fisiologis Yang termasuk kondisi fisiologis siswa adalah
kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan
sebagainya.
2) Kondisi psikologis Sedangkan kondisi psikologis siswa mencakup
minat, kecerdasan, dan motivasi, serta kemampuan-kemampuan
kognitif, seperti persepsi, ingatan, dan pikiran.
b. Faktor environmental input (faktor lingkungan), baik itu lingkungan
alam maupun lingkungan sosial. Faktor environmental input yang di
dalamnya antara lain:
1) Kurikulum
2) Program/bahan pengajaran
3) Sarana dan fasilitas
4) Guru/tenaga pengajar40
Maka secara keseluruhan dari faktor-faktor yang disebutkan di atas sangat
berkaitan erta dan saling mendukung satu sama lainnya.
Dari sekian banyak faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, dapat
digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Faktor-faktor stimulus belajar
Yang dimaksud dengan stimulus belajar di sini yaitu segala hal di luar
individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Stimulus
dalam hal ini, mencakup material, penugasan, serta suasana lingkungan
eksternal yang harus diterima dan dipelajari oleh pelajar. Berikut ini
dikemukakan beberapa hal yang berhubungan dengan faktor-faktor stimulus
belajar:
1) Panjangnya bahan pengajaran
Bahan pelajaran yang terlalu panjang atau terlalu banyak dapat
menyebabkan kesulitan individu dalam belajar. Kesulitan individu
40
Abu Ahmadi dan Joko Prasetyo, Strategi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia,
24
tidak semata-mata karena panjangnya waktu untuk belajar, melainkan
lebih berhubungan dengan faktor kelelahan serta kejemuan si pelajar
dalam menghadapi atau bahan pelajaran yang banyak itu.
2) Kesulitan bahan pelajaran
Tiap-tiap bahan pelajaran mengandung tingkat kesulitan bahan
pelajaran dan mempengaruhi kecepatan belajar. Semakin sulit suatu
bahan pelajaran, semakin lambatlah orang mempelajarinya.
Sebaliknya, semakin mudah bahan pelajaran, maka semakin cepat
orang dalam mempelajarinya.
3) Berartinya bahan pelajaran
Belajar memerlukan modal pengalaman yang diperoleh dari
belajar waktu sebelumnya. Modal pengalaman itu dapat berupa
penguasaan bahasa, pengetahuan, dan prinsip-prinsip. Modal
pengalaman ini menentukan keberartian dari bahan yang dipelajari di
waktu sekarang. Bahan yang berarti adalah bahan yang dapat dikenali.
Bahan yang berarti memungkinkan individu untuk belajar, karena
individu dapat mengenalnya.
4) Berat ringannya tugas
Mengenai berat ringannya suatu tugas, hal ini erat hubungannya
dengan tingkat kemampuan indivisu. Tugas-tugas yang terlalu ringan
atau mudah adalah mengurangi tantangan belajar, sedangkan
tugas-tugas yang terlalu berat atau sukar membuat individu kapok (jera)
untuk belajar.
5) Suasana lingkungan eksternal
Suasana lingkungan eksternal menyangkut banyak hal, antara lain:
“cuaca (suhu udara, mendung), waktu (pagi, siang, sore, malam), kondisi tempat (kebersihan), letak sekolah, penerangan (berlampu,
sikap dan reaksi individu dalam aktifitas belajarnya, sebab individu
yang belajar adalah interaksi dengan lingkungannya”.41
b. Faktor-faktor metode belajar
Metode mengajar yang dipakai oleh guru sangat mempengaruhi metode
belajar yang dipakai oleh si pelajar. Dengan perkataan lain, metode yang
dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan yang berarti bagi proses belajar.
Faktor-faktor metode belajar menyangkut hal-hal berikut ini :
1) Kegiatan berlatih atau praktek
2) Overlearning dan drill
Untuk kegiatan yang bersifat abstrak seperti menghafal atau
mengingat, maka overlearning sangat diperlukan untuk mengurangi
kelupaan dalam mengingat keterampilan-keterampilan yang pernah
dipelajari.
3) Resitasi selama belajar
Kombinasi kegiatan membaca dengan resitasi sangat bermanfaat
untuk meningkatkan kemampuan membaca itu sendiri, maupun untuk
menghafal bahan pelajaran.
4) Pengenalan tentang hasil-hasil belajar
Pengenalan seseorang terhadap hasil atau kemajuan belajarnya
adalah penting, karena dengan mengetahui hasil-hasil yang sudah
dicapai, seseorang akan lebih berusaha meningkatkan hasil belajar
selanjutnya.
5) Belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian
Belajar mulai dari keseluruhan kebagian-bagian lebih
menguntungkan daripada belajar mulai dari bagian-bagian. Hal ini
41
26
dapat dimaklumi, karena dengan mulai dari keseluruhan individu
menemukan set yang tepat untuk belajar.
6) Penggunaan modalitas indra
Modalitas indra yang dipakai oleh masing-masing individu dalam
belajar tidak sama. Sehubungan dengan itu ada tiga impresi yang
penting dalam belajar, yaitu oral, visula dan kinestetik.
7) Bimbingan dalam belajar
Bimbingan yang terlalu banyak diberikan oleh guru atau orang lain
cenderung membuat si pelajar menjadi tergantung. Bimbingan dapat
diberikan dalam batas-batas yang diperlukan dalam individu.
8) Kondisi-kondisi intensif 42
c. Faktor-faktor individual
Faktor individual sangat besar pengaruhnya terhadap belajar seseorang.
Adapun faktor-faktor individual itu menyangkut hal-hal berikut:
1) Kematangan
2) Faktor usia kronologis
3) Faktor perbedaan jenis kelamin
4) Pengalaman sebelumnya
5) Kapasitas mental
6) Kondisi kesehatan jasmani
7) Kondisi kesehatan rohani
8) Motivasi
Jadi, faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar terdiri dari dua jenis
yaitu: yang bersumber dari dalam diri manusia yang belajar (faktor internal)
dan yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar (faktor eksternal).
42
Maka dapat disimpulkan dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Secara keseluruhannya
sangat berkaitan erat dan saling mendukung satu sama lainnya.
3. Sasaran dan Obyek Penilaian
Langkah pertama yang dilakukan guru dalam mengadakan penilaian adalah
menetapkan apa yang menjadi sasaran atau obyek penilaian. Sasaran ini penting
diketahui agar memudahkan guru dalam menyusun alat evaluasi. Pada umumnya
ada tiga sasaran pokok penilaian, yakni:
a. Segi tingkah laku, artinya segi menyangkut sikap, minat, perhatian,
keterampilan siswa sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
b. Segi isi pendidikan, artinya penguasaan bahan pengajaran yang diberikan
guru dalam proses belajar mengajar.
c. Segi yang menyangkut proses belajar mengajar. Proses tersebut perlu
diadakan penilaian secara obyektif dari guru, sebab baik tidaknya belajar
dan mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar.43
Hasil belajar sebagai obyek penelitian pada hakikatnya menilai penguasaan
siswa terhadap tujuan-tujuan instruksional. Hasil belajar sebagai obyek penelitian
dapat dibedakan ke dalam berbagai kategori antara lain keterampilan dan
kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita.
Maka dapat disimpulkan bahwasannya dalam mengadakan penelitian ada tiga
sasaran yang harus diperhatikan diantaranya segi tingkah laku, segi isi materi, dan
segi yang menyangkut belajar dan mengajar. Ketiga sasaran pokok di atas harus
dievaluasi secara menyeluruh, artinya jangan hanya menilai segi penguasaan
materi, tapi juga harus menilai segi perubahan tingkah laku dan proses belajar
mengajar itu sendiri secara adil. Dengan menetapkan sasaran di atas maka seorang
guru akan mudah menetapkan evaluasinya.
43
28
4. Jenis Alat Penilaian Hasil Belajar
Secara garis besar, alat penilaian atau evaluasi yang digunakan dapat
digolongkan menjadi dua macam, yaitu tes dan non tes.
a. Tes
“Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang
seseorang dengan cara yang dikatakan tepat atau cepat”.44
Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa maka dibedakan atas
tiga macam tes, yaitu:
1) Tes diagnostik, yaitu tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan
siswa, sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat
dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
2) Tes formatif, yaitu dari kata “form” yang merupakan dasar dari istilah
“formatif” maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana siswa telah terbentuk setelah mengikuti program tertentu.
3) Tes sumatif, yaitu “tes yang dilaksanakan setelah berakhirnya
pemberian kelompok program atau sebuah program yang lebih besar.
Dalam pengalaman sekolah, tes formatif disamakan dengan ulangan
harian, sedangkan tes sumatif disamakan dengan ulangan umum yang
biasanya dilaksanakan pada akhir catur wulan atau semester”.45
b. Non tes
Untuk menilai aspek tingkah laku, jenis non tes lebih sesuai digunakan
sebagai alat evaluasi, seperti menilai aspek sikap, minat, karakteristik, dan
lain-lain. Alat penilaian jenis non tes ini antara lain:
1) Observasi, yaitu pengamatan kepada tingkah laku pada suatu tertentu.
44
Amir dan Indra Kusuma, Evaluasi Pendidikan, Jilid I, h. 27.
45
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2) Wawancara, yaitu komunikasi langsung antara yang mewawancarai
dan yang diwawancarai.
3) Studi kasus, yaitu mempelajari individu dalam periode tertentu secara
terus-menerus untuk melihat perkembangannya.
4) Rating scale (skala penilaian), yaitu salah satu alat penilaian yang
menggunakan skala yang telah disusun dari ujung yang negatif sampai
yang positif, sehingga si penilai tinggal membubuhi tanda cek saja.
5) Check list, hampir menyerupai rating scale hanya saja pada check list
tidak perlu disusun kriteria atau skala dari yang negatif sampai yang
positif, cukup dengan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang akan
kita minta dari yang dievaluasi.
6) Inventory, yaitu daftar pertanyaan yang disertai alternatif jawaban
diantara setuju, kurang setuju, atau tidak setuju.46
Maka dapat disimpulkan, kedua jenis alat penilaian tersebut sangat baik
digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar, dan hendaknya para guru
dapat menempatkan penggunaan alat penilaian ini dengan tepat agar dapat
memperoleh data yang akurat dan obyektif dalam menilai hasil belajar para
siswanya.
5. Fungsi dan Tujuan Penilaian Hasil Belajar
Penilaian atau evaluasi adalah suatu cara yang sistematik dalam menganalisa
suatu pekerjaan sehingga kita mengetahui sampai seberapa jauh pekerjaan itu
dapat memperoleh hasil yang memuaskan dengan mempergunakan bahan-bahan
dan cara-cara tertentu. “Adapun alat yang digunakan untuk mengadakan penilaian
diantaranya tes dan non tes”.47
46
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, h. 30.
47
Dedeh Sukarsih dan Kadarsah, Beberapa Jenis Penilaian yang Dilaksanakan oleh Guru Di
30
Adapun fungsi penilaian