• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar pada mata pelajaran ekonomi di kelas X SMA Darussalam Ciputat Tangerang Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar pada mata pelajaran ekonomi di kelas X SMA Darussalam Ciputat Tangerang Selatan"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN HASIL

BELAJAR PADA MATA PELAJARAN EKONOMI DI KELAS

X SMA DARUSSALAM CIPUTAT TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan IPS Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

WAHYU NUR RAMADHONA 107015001379

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi

Diajukan Untuk Mpmenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan IPS Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

WahyuNur Ramadhona NIM: 107015001379

Pembimbing

Dr. Iwan Purwanto,

M.

Pd NrP. 19730424 200801

t 0l2

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

LEMBAR PENGESAHAI\

SKRIPSI

Skripsi

yang berjudul

Hubungan

Kecerdasan

Emosional

Dengan

Hasil Belajar

Pada

Mata

Pelajaran

Ekonomi

Di

Kelas

X SMA

Darussalam

Ciputat

Tangerang Selatan,

MM.

107015001379,

Jurusan Pendidikan

IPS

Ekonomi, Fakultas

Ilmu

Tarbiyah

darr

Keguruan, Universiyas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Telah

melalui

bimbingan dan

dinyatakan sah sebagai

karya ilmiah

yang berhak untuk diajukan pada siding munaqosah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta,2T

Marct

20t4

Yang mengesahkan Pembimbing

I

Dr. Iwan Purwanto.

M.

Pd
(4)

Ciputat

Tangerang

Selatan

disusun oleh WAHYU NUR RAMADHONA, NIM: 107015001379 diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada 24 Maret

2014 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1

(S.Pd) dalam bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Jakarta,24 Marct2014 Panitia Uj ian Munaqasyah

Ketua Sidang (Ketua Jurusan Pendidikan IPS)

Tanggal

TandaTangan

{fi-n\q

...t...."...

-'t.'--r/

Dr. Iwan Purwanto. M.Pd

NIP. 1 973042420080110T2

Sekretaris Sidang

Drs. Syaripulloh. M.Si

NrP. 1 96709092007 011033

Penguji I

Drs. Syaripulloh. M.Si

NIP. 19670909200701 1033 Penguji

II

Anissa Widiarti. M.Si NrP. I 9820802201 1 012005

l/{:

.?.4

)

I

te

/-

nv

1s

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(5)

SURAT PERNYATAAN

KARYA

SENDIRI

Yang bertandatangan di bawah ini

Wahyu Nur Ramadhona r070t500t379

Pendidikan IPS/ Ekonomi-Akuntansi 2007

JL. Lenteng Agung Timur No. 58 Rt.05 Rw. 02 Jakarta Selatan

MENYATAKAN

DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul "Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Hasil

Belajar Pada Mata Pelajaran Ekonomi Di Kelas X SMA Darussalam Ciputat

Tangerang Selatan" adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama

NIM

Jurusan

Angkatan Tahun

Alamat

Nama

NIP

:

Dr. Iwan Purwanto, M. Pd

:

197 30424200801

I

012

Dosen Jurusan

:

Pendidikan IPS

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap

menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Januari 2014

(6)

v

Darussalam Ciputat Tangerang Selatan. Skripsi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Konsentrasi Ekonomi. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Darussalam Ciputat Tangerang Selatan dari bulan mei sampai bulan september 2013. Yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-I sebanyak 20 orang dan siswa kelas X-III sebanyak 20 orang di SMA Darussalam Ciputat Tangerang Selatan dengan jumlah total 40 siswa. Ini merupakan sebagian populasi yang jumlahnya 120 orang siswa dari kelas X-I, X-II, X-III SMA Darussalam Ciputat Tangerang Selatan. Data tentang kecerdasan emosional diperoleh berdasarkan angket yang diisi oleh siswa SMA Darussalam Ciputat Tangerang Selatan. Sedangkan hasil belajar diperoleh melalui nilai raport. Metode analisis data yang digunakan adalah Korelasi Product Moment dari Pearson dengan taraf 5% adalah 0,758, berarti r hitung lebih besar daripada r tabel. Dengan demikian hipotesis nol yang menyatakan tidak adanya hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar ditolak dan sebaliknya hipotesis alternatif yang menyatakan adanya hubungan antara kecerdasan emosional dengan hasil belajar siswa diterima.

Dari koefisien Product Moment sebesar 0,758%, menghasilkan nilai adjusted r square 56,4%. Ini berarti hubungan kecerdasan emosional siswa dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi memberikan kontribusi sebesar 56,4%. Sedangkan 43,6% hasil belajar ekonomi dipengaruhi faktor-faktor lain seperti kemampuan Intelektual, minat dan bakat siswa.

(7)

vi ABSTRACT

Wahyu Nur Ramadhona (107015001379). The Relationship Between Emotional Intellegence and Economy Achievement At SMA Darussalam Ciputat Tangerang,s Cities South. Thesis. Jakarta: Department of Social Science Education Economic Concentration. Faculty of Tarbiya and Teacher’s Training Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2014.

The aim of this research is to know significant relationship between students emotional intellegence and the students achievement in learning economy.

This research is carried out at SMA Darussalam Ciputat Tangerang,s Cities South starting from may until september 2013. The sample of this research is the students of X-I involve 20 student and X-III involve 20 student class of SMA Darussalam Ciputat Tangerang,s South totally involving 40 students. That sample is taken out from the population which involves 120 students of three class I, X-II, X-III SMA Darussalam Ciputat Tangrang,s Cities South. The data of this research were gathered through questionnaire related to emotional intellegence. The questionnaire is filled by students of SMA Darussalam Ciputat Tangerang,s Cities South. Meanwhile the students achievement gained from the result of the report. In analyzing the data the writer used Product Moment Correlation from person the significance 5% is 0,758, it means that rxy is bigger than t table. So the null hypothesis that state there is no relation between students emotional intellegence and the students achievement is rejected in the other hand alternative hypothesis that there is a relation between students emotional intellegence and students achievement is accepted.

From the Product Moment coefisien is 0,758 is resulted Adjusted r square is 56,4%. It means that the students emotional intellegence and the students achievement in studying economy give contribution is about 56,4% meanwhile 43,6% of students achievement in economy is affected by other factors like Students intellectual, Interest and Talent.

(8)

vii

dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan

kecerdasan emosional dengan hasil belajar pada mata pelajaran ekonomi di kelas

X SMA Darussalam Ciputat” dengan baik dan lancar. Shalawat dan salam semoga

selalu tercurah pada baginda alam, Rasulullah dan junjungan Nabi besar

Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya.

Dalam penyelesaian skripsi ini tentunya penulis tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak yang tanpa lelah memberikan dorongan baik moril maupun

materil. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’I, M.A Ph. D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak. Dr. Iwan Purwanto, M. Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai dosen pembimbing penulis yang telah

membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi dalam keadaan sibuk

maupun santai dan memberikan inspirasi bagi penulis untuk meraih mimpi

dan cita-cita serta kesabaran yang tinggi dalam memberikan pelajaran.

Bersamamu selalu ada jalan dan kemudahan dalam setiap problema. Sungguh

beruntung PIPS memiliki ketua jurusan seperti bapak. Semoga Allah Swt

senantiasa memberikan perlindungan dan kemudahan serta keberhasilan bagi

bapak Iwan Purwanto.

3. Bapak Prof. Dr. Rusmin Tumanggor sebagai dosen penasehat akademik yang

begitu baik dan selalu mengerti kesulitan mahasiswa yang mencari dosen

namun begitu bertemu dengan bapak, bapak sangat mudah memberi kita ACC.

4. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan IPS yang telah mengajarkan dan

memberikan ilmunya kepada penulis selama kuliah. Semoga Allah membalas

(9)

viii

5. Pimpinan Perpustakaan, para staf dan para karyawan, baik perpustakaan utama

Syarif Hidayatullah maupun perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

yang telah memberikan kemudahan dalam penggunaan sarana perpustakaan.

6. Bapak Marul Waid, S.Ag, Kepala Sekolah SMA Darussalam Ciputat terima

kasih telah mengizinkan dan memudahkan penulis dalam melakukan

penelitian.

7. Ibu Nur Asma, S.E M.M yang telah memberikan bantuan dan kesempatan

kepada penulis untuk melakukan penelitian di kelas X SMA Darussalam

Ciputat Tangerang Selatan.

8. Orang Tua tercinta terutama seorang Ibu Fatimah yang dengan penuh kasih

sayang, perhatian dan ketulusan yang selalu diberikan kepada penulis.

Memberikan dorongan moril maupun materiil dan doa yang selalu diberikan

demi kesuksesan dan tercapainya cita-cita penulis.

9. Adikku tersayang Annisa Dwi Pangestuti terima kasih atas motivasi dan

doanya.

10.Teman-teman seperjuangan Nur Arifin, Maulana Sulthon Amsyirvan,

Lukman Efendi, Imam Fathoni, Hendra Iryanto, Fitri Azma, Abdul Hafidz,

Fitri cremen yang selalu memberikan motivasi dan bantuan kepada penulis,

terima kasih kawan sukses selalu untuk kalian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang tak bisa

penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi

ini. Ungkapan kata memang takkan cukup untuk kebaikan kalian semua. Semoga

Allah membalasnya dengan segala kebaikan dan pahala yang berlipat.

Penulis mengakui dan menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh

pada kesempurnaan, baik dari segi isi, sususnan kalimat dan sistematika

penulisannya. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi perbaikan selanjutnya agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan

yang terdahulu. Segala kesempurnaan, penulis kembalikan kepada Allah SWT,

(10)

ix

lurus ridho Allah Swt dan di akhirat kelak mendapatkan tempat yang layak di

sisi-Nya. Amin.

Jakarta, 21 maret 2014

Penulis

(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ……… …. v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ……….. xiii

DAFTAR BAGAN ………. xiv

DAFTAR GAMBAR ……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xvi

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Identifikasi Masalah ………. 5

C. Pembatasan Masalah ……… 5

D. Rumusan Masalah ………... 5

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….…. 6

1. Tujuan Penelitian ... …. 6

2. Manfaat Penelitian ... …. 6

BAB II Kajian Teoritis, Kerangka Berfikir, dan Perumusan Hipotesis ... …. 8

A. Deskripsi Teoritik ... …. 8

1. Hakikat Kecerdasan Emosional... 8

(12)

xi

……….

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar …….. 22

c. Sasaran Dan Obyek Penilaian ……… 27

d. Jenis Alat Penilaian Hasil Belajar ………. 28

e. Fungsi Dan Tujuan Penilaian Hasil Belajar ……….. 29

C. Hakikat Belajar Ekonomi ... 30

D. Kerangka Berpikir ……….. 33

E. Hipotesis Penelitian ……… 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….. 34

A. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 34

B. Metode Penelitian ……… 34

C. Populasi Dan Sampel ……….. 35

D. Variabel Penelitian ……….. 35

1. Kecerdasan Emosional ……… 36

2. Hasil Belajar Ekonomi ………. 36

E. Teknik Pengumpulan Data ……….. 37

1. Metode dan Instrumen Penelitian ……….. 37

F. Teknik Analisis Data ……… 40

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN……… 47

A. Gambaran Umum Sekolah ……….. 47

B. Deskripsi Data ………. 53

1. Deskripsi Data Kecerdasan Emosional ……… 53

2. Deskripsi Data Hasil Belajar ………... 57

(13)

xii

D. Pembahasan ……….. 62

BAB V PENUTUP ……….. 64

A. Kesimpulan ……… 64

B. Saran ……….. 65

DAFTAR PUSTAKA

(14)

xiii

Tabel 3.1 Skala Kecerdasan Emosional

Tabel 3.2 Skala Hasil Belajar

Tabel 3.3 Skor Butir Angket

Tabel 3.4 Kaidah Reliabilitas Guilford

Tabel 3.5 Interpretasi Nilai r

Tabel 4.1 Jenis Ekstrakulikuler SMA Darussalam

Tabel 4.2 Prestasi Siswa Bidang Akademik dan Non Akademik

Tabel 4.4 Deskripsi Data Kecerdasan Emosional

Tabel 4.6 Frekuensi Kecerdasan Emosional

Tabel 4.7 Indek Tingkat Kecerdasan Emosional

Tabel 4.9 Deskripsi Data Hasil Belajar Ekonomi

Tabel 4.10 Frekuensi Skor Hasil Belajar

Tabel 4.11 Indek Tingkat Hasil Belajar

Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Korelasi Antara Kecerdasan Emosional Dan Hasil

(15)

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

Bagan 4.3 Struktur Organisasi SMA Darusslam Tahun Pelajaran 2010/2011

(16)
[image:16.595.99.500.150.608.2]

xv

Gambar Halaman

Gambar 1. Histogram Distribusi Frekuensi Pengelolaan Kelas (X)

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Kuesioner Variabel Kecerdasan Emosional

LAMPIRAN 2 Instrumen Skala Kecerdasan Emosional

LAMPIRAN 3 Nilai Rapor Hasil Belajar Siswa

LAMPIRAN 4 Wawancara Guru

LAMPIRAN 5 Wawancara Murid

LAMPIRAN 6 Uji Validitas Butir Kecerdasan Emosional

LAMPIRAN 7 Uji Referensi

LAMPIRAN 8 Lembar Pengesahan Judul Skripsi

LAMPIRAN 9 Surat Bimbingan Skripsi

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan memiliki peranan penting dalam rangka memelihara eksistensi

setiap bangsa di dunia sepanjang masa. Pendidikan sangat menentukan bagi

terciptanya peradaban masyarakat yang lebih baik. Untuk itulah perwujudan

masyarakat yang berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan,

terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subjek yang makin

berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri, dan

berdaya saing dengan bangsa-bangsa di dunia.

Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, menyatakan tentang pentingnya proses belajar mengajar untuk menjadikan masyarakat yang baik sesuai dengan tujuan undang-undang tersebut. Pernyataan tersebut tertuang pada pasal 1 ayat (1), BAB Ketentuan Umum: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1 Tujuan utama pendidikan ialah mengembangkan pengetahuan, sikap dan

keterampilan secara simultan dan seimbang. Sehingga terjadi suatu hubungan baik

antara masing-masing kecakapan yang menjadi tujuan dari pendidikan tersebut.

1

Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang

(19)

2

Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk

pengetahuan, namun disisi lain mengesampingkan pengembangan sikap atau nilai

dan perilaku dalam pembelajarannya. “Penyelenggaraan pendidikan dewasa ini

terlihat lebih menekankan pada segi pengembangan intelektual peserta didik, dan

masyarakat kita pada umumnya beranggapan bahwa hanya dengan kecerdasan

intelektual seorang anak mampu menghadapi tantangan era globalisasi di masa

depan”.2

Masalah-masalah emosional kurang mendapatkan perhatian serius dari para

konseptor pendidikan dan pemerhati pendidikan lainnya selama ini, bahkan hal ini

berdampak pada rendahnya kecerdasan emosional siswa. Para tokoh dan

akademisi pendidikan cenderung meremehkan dan memarjinalkan pengaruh

emosional dalam kehidupan belajarnya, kaum akademisi saat ini seakan-akan

meyakini otaknya sebagai satu-satunya kekuatan yang paling dominan dalam

belajar. Padahal itu juga belum tentu yang terbaik. “Banyak contoh disekitar kita

membuktikan bahwa orang yang memiliki gelar tinggi belum tentu sukses

berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali mereka yang berpendidikan formal lebih

rendah, ternyata lebih berhasil di dunia pekerjaan”.3

Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan

menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang

tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang

tinggi, karena intelegensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan

dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan hasil belajar yang optimal.

Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan

siswa yang tidak dapat meraih hasil belajar yang setara dengan kemampuan

intelegensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan intelegensi tinggi tetapi

memperoleh hasil belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun

kemampuan intelegensinya relatif rendah, dapat meraih hasil belajar yang relatif

2

Lawrence E. Shapiro, Kiat-kiat Mengajarkan Kecerdasan Emosional Anak, (Jakarta:

gramedia, 1997) h. 7

3

Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional Dan

Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun Islam,

(20)

tinggi. Itu sebabnya taraf intelegensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang

menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang

mempengaruhinya. Menurut Goleman dalam bukunya emotional intellegence

mengungkapkan bahwa “kecerdasan (IQ) hanya menyumbang 20 % bagi

kesuksesan, sedangkan 80 % adalah sumbangan faktor-faktor kekuatan lain,

diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni

kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati,

mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama”.4

Dalam proses belajar siswa kecerdasan itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat

berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata

pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua intelegensi itu

saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci

keberhasilan belajar siswa di sekolah. Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu

mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya

dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional

intellegence siswa.

Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis

struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux

menunjukkan bahwa ”dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu

mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan

individu dalam hasil belajar, membangun kesuksesan karir, mengembangkan

hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya

dalam kalangan remaja”.5 Dalam kalangan remaja masa kini dimana arus

globalisasi membuat kemajuan dalam segala aspek sekaligus membawa

potensi-potensi yang dapat membahayakan perkembangan emosional. Pergaulan yang

sudah semakin bebas dikalangan remaja ini disebabkan karena kurangnya

kecerdasan emosional di kalangan remaja. Kenakalan remaja masa kini dapat

berbentuk seperti perkelahian antar pelajar, penyebaran narkotika, pemakaian obat

bius, minuman keras, meningkatnya kasus kehamilan di kalangan remaja putri

4

Daniel Goleman, Emotional Intellegence, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997) h. 44

5

(21)

4

merupakan bentuk bentuk kenakalan remaja yang disebabkan oleh kurangnya

kecerdasan emosional yang terbenyuk pada diri remaja-remaja masa kini. Selain

itu dalam proses terbentuknya kecerdasan emosional ini juga berasal dari

beberapa faktor seperti pengetahuan atau informasi positif serta arahan dari orang

tua yang diberikan kepada siswa, orang tua harus memperhatikan tumbuh

kembang anak secara periodik dan tetap fokus kepada segala perkembangan kecil

yang dialami anak agar memahami siswa tersebut.

Memang harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan

mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin

tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia

mereka. Namun fenomena yang ada menunjukkan bahwa tidak sedikit orang yang

dengan IQ tinggi yang hasil belajarnya rendah, dan ada banyak orang dengan IQ

sedang yang dapat mengungguli hasil belajar orang yang dengan IQ tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan hasil belajar seseorang.

Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian

orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel

Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata

cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun

beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak

kalah penting dengan IQ.

Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang

mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi (to manage our emotional life

with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the

appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran

diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

Orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi atau

ber-IQ tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan,

terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit

mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung

dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini

(22)

memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung

akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustasi, tidak

mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan

cenderung putus asa bila mengalami stress.

Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ

rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Secara sosial mantap,

mudah bergaul dan jenaka, tidak mudah takut atau gelisah. Mereka

berkemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orang-orang atau

permasalahan, untuk memikul tanggung jawab, dan mempunyai pandangan moral;

mereka simpatik dan hangat dalam hubungan-hubungan mereka, bersikap tegas

dan mengungkapkan perasaan mereka secara langsung, memandang dirinya

sendiri secara positif, mudah bergaul, ramah serta mereka mampu menyesuaikan

diri dengan beban stress.

Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik untuk menyelidiki dalam

bentuk karya ilmiah dengan judul ”HUBUNGAN KECERDASAN

EMOSIONAL DENGAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN EKONOMI DI KELAS X SMA DARUSSALAM CIPUTAT TANGERANG

SELATAN”

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa masalah yang dapat

diidentifikasi diantaranya yaitu:

1. Kecerdasan emosional yang masih belum menjadi prioritas utama dalam

tujuan pendidikan

2. Hasil belajar dalam mata pelajaran ekonomi kurang maksimal.

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari timbulnya salah penafsiran terhadap judul, maka

diberikan batasan masalahnya yaitu sebagai berikut:

1. Kecerdasan emosional yang mencakup dimensi mengenali emosi diri,

(23)

6

dan membina hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional yang

masih belum menjadi prioritas utama dalam tujuan pendidikan.

2. Hasil belajar dalam mata pelajaran ekonomi yang kurang maksimal.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan

masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara

kecerdasan emosional dengan hasil belajar siswa semester ganjil di kelas X

SMA Darussalam Ciputat Tangerang Selatan tahun pelajaran 2013-2014?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah di rumuskan, maka kegiatan penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis bagaimana hubungan kecerdasan emosional dengan

hasil belajar siswa semester ganjil di kelas X SMA Darussalam Ciputat Tangerang

Selatan tahun pelajaran 2013-2014.

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi dalam upaya

meningkatkan mutu pendidikan khususnya dalam meningkatkan prestasi di SMA

Darussalam Ciputat. Adapun secara detail manfaat yang diharapkan dari

penelitian ini diantaranya:

1. Manfaat atau kegunaan teoritis

a. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan masukan atau informasi bagi perkembangan ilmu

pengetahuan mengenai hubungan kecerdasan emosional siswa dengan

hasil belajar ekonomi.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

psikologi pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada

serta dapat memberi gambaran mengenai hubungan tingkat

kecerdasan emosional dengan hasil belajar siswa SMA.

(24)

penelitian berikutnya yang sejenis.

2. Manfaat atau kegunaan praktis

a. Bagi peneliti, mendapatkan informasi secara mendalam tentang

hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar terutama dalam

pembelajaran ekonomi.

b. Bagi guru, menumbuhkan kesadaran kepada guru bahwa kecerdasan

emosional bagi peserta didik sangatlah penting karena merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa.

c. Bagi institusi sekolah, agar menjaga kualitas prestasi belajar siswa

dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut.

d. Bagi jurusan pendidikan IPS, menambah pengetahuan dan wawasan

dalam bidang pendidikan IPS.

e. Bagi peneliti lain, diharapkan penelitian tentang hubungan kecerdasan

emosional dengan hasil belajar siswa bisa berguna serta dipahami

(25)

8

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teoritik

1. Hakikat Kecerdasan Emosional a. Pengertian Emosi

Emosi sejak lama dianggap memiliki kedalaman dan kekuatan sehingga

dalam bahasa latin, misalnya, emosi dijelaskan sebagai motus anima yang arti

harfiahnya berarti “jiwa yang menggerakkan kita”.6 Akar kata emosi adalah

movere, kata kerja bahasa latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”.7

Emosi mempunyai peran dalam peningkatan proses konstruksi pikiran dalam

berbagai bentuk pengalaman kehidupan manusia. Salovey dan Mayers

mendefinisikan emosi sebagai ”respon terorganisasi, termasuk sistem fisiologis,

yang melewati berbagai batas sub-sistem psikologis, misalnya kognisi, motivasi,

dan pengalaman”.8 Pengertian ini menunjukkan bahwa emosi merupakan respon

6

Robert K.Cooper dan Ayman Sawaf, Executive EQ, penerjemah Alex Tri Kantjono Widodo

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. xiv

7

Daniel Goleman, Emotional Intellegence, Penerjemah T. Hermaya (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2000), h. 7

8

Tekad Wahyono, memahami kecerdasan emosi melalui kerja sistem limbic, (Surabaya:

(26)

atas stimulus yang diperoleh dari lingkungan sekitar yang terorganisasi dengan

baik yang melewati sub-sistem psikologis.

Cow dan Crow dalam Hartati menyebutkan bahwa ”emosi merupakan suatu

keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner

adjustment terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan

individu”.9 Emosi pada definisi ini berperan dalam pengambilan keputusan yang

menentukan kesejahteraan dan keselamatan individu.

Ibda menyebutkan bahwa ”emosi merupakan suatu perasaan dan

pikiran-pikiran khasnya –suatu keadaan biologis dan psikologis- dan serangkaian

kecenderungan untuk bertindak”.10 Sedangkan Sarlito Wirawan Sartono dalam

Syamsu berpendapat bahwa ”emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang

yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas

(mendalam)”.11

Dari beberapa pendapat di atas, maka emosi merupakan suatu respon atas

rangsangan yang diberikan –baik dari lingkungan maupun dari dalam diri individu

sendiri- sehingga individu dapat menentukan pilihan dalam hidup yang

menentukan kehidupannya.

Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai

berikut; “pertama, lebih bersifat subyektif daripada peristiwa psikologis lainnya,

seperti pengamatan dan berpikir. Kedua, bersifat fluktuatif (tidak tetap), dan

ketiga, banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera”.12

9

Netty Hartati, M.Si. Dkk, Islam dan Psikologi (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2004), h.90

10

Fatimah Ibda, Emotional Intellegence Dalam Dunia Pendidikan (Banda Aceh: Fakultas

Tarbiyah, IAIN Ar-Raniry, Jurnal Didaktika, Vol. 2 No. 2, 2000), h. 132

11

Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, (Bandung: Rosda Karya,

2004), h. 115

12

(27)

10

Terdapat dua macam pendapat tentang terjadinya emosi yaitu pendapat

navistik dan pendapat empiristik. “Pendapat navistik beranggapan bahwa emosi

pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir, sementara pendapat empiristik

beranggapan bahwa emosi dibentuk oleh pengalaman dan proses belajar”.13

Sebagian orang menganggap bahwa perasaan dan emosi adalah sama. Namun

Sabri dalam bukunya mengungkapkan bahwa antara perasaan dan emosi adalah

berbeda. “Pada perasaan terdapat kesediaan kontak dengan situasi luar (baik

positif maupun negatif), sedangkan pada emosi kontak itu seolah-olah menjadi

retak atau terputus (misalnya terkejut, ketakutan, mengantuk, dan lain

sebagainya)”.14

b. Pengertian Kecerdasan

Kecerdasan merupakan suatu kemampuan tertinggi dari jiwa makhluk hidup

yang hanya dimiliki oleh manusia. Kecerdasan ini diperoleh manusia sejak lahir,

dan sejak itulah potensi kecerdasan ini mulai berfungsi mempengaruhi tempo dan

kualitas perkembangan individu, dan manakala sudah berkembang, maka

fungsinya akan semakin berarti lagi bagi manusia yaitu akan mempengaruhi

kualitas penyesuaian diri dengan lingkungannya.

Kemampuan kecerdasan dalam fungsinya yang disebutkan terakhir bukanlah

kemampuan genetis yang dibawa sejak lahir, melainkan merupakan kemampuan

hasil pembentukan atau perkembangan yang dicapai oleh individu.

Kecerdasan merupakan kata benda yang menerangkan kata kerja atau

keterangan. “Seseorang menunjukkan kecerdasannya ketika ia bertindak atau

berbuat dalam suatu situasi secara cerdas atau bodoh; kecerdasan seseorang dapat

13

Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar Dalam

Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 168

14

(28)

dilihat dalam caranya orang tersebut berbuat atau bertindak”.15 “Kecerdasan juga

merupakan istilah umum untuk menggambarkan kepintaran atau kepandaian

orang”.16 Beberapa ahli mencoba merumuskan definisi kecerdasan diantaranya

adalah:

Suharsono menyebutkan bahwa ”kecerdasan adalah kemampuan untuk

memecahkan masalah secara benar, yang secara relatif lebih cepat dibandingkan

dengan usia biologisnya”.17

Gardner dalam rose mengemukakan bahwa ”kecerdasan adalah kemampuan

untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam

satu latar belakang budaya atau lebih”.18

Definisi dari Suharsono dan Gardner menyebutkan bahwa kecerdasan

merupakan suatu kemampuan individu untuk memecahkan masalahnya. Jika

Suharsono menilai kecerdasan dari sudut pandang waktu, sementara Gardner

menilainya dari sudut pandang tempat.

Amstrong berpendapat bahwa kecerdasan merupakan kemampuan untuk

menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu

seseorang. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta tuntunan yang

diajukan oleh kehidupan kita dan bukan tergantung pada nilai IQ, Gelar dari

perguruan tinggi atau reputasi bergengsi.

Sedangkan Super dan Cites dalam Dalyono mengemukakan definisi

kecerdasan sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar

dari pengalaman. “Hal ini didasarkan bahwa manusia hidup dan berinteraksi di

dalam lingkungannya yang kompleks. Untuk itu ia memerlukan kemampuan untuk

15

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 115

16

Munandir, Ensiklopedia Pendidikan, (Malang: Um Press, 2001), h. 122

17

Suharsono, Mencerdaskan Anak, (Depok: Inisiasi Press, 2003), h. 43

18

Colin Rose dan Malcom J. Nicholl, Cara Belajar Cepat Abad XXI, penerjemah Dedy

(29)

12

menguasai diri dengan lingkungannya demi kelestarian hidupnya. Hidupnya bukan

hanya untuk kelestarian pertumbuhan, tetapi juga untuk perkembangan pribadinya.

Karena itu manusia harus belajar dari pengalamannya”.19

Definisi di atas, oleh Garret dipandang terlalu luas, umum dan kurang

operasional. Dengan mempelajari definisi itu orang mungkin masih dapat

mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan konsep itu. Oleh karena itu, Garret

memberi definisi bahwa ”kecerdasan setidak-tidaknya mencakup kemampuan

yang diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang memerlukan pengertian

serta menggunakan symbol-simbol”.20

Dari beberapa pengertian kecerdasan yang telah dikemukakan maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk

memberikan solusi terbaik dalam penyelesaian masalah yang dihadapinya sesuai

dengan kondisi ideal suatu kebenaran.

Gardner membagi kecerdasan menjadi tujuh macam yaitu, ”kecerdasan

linguistik, kecerdasan logis matematis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan

musikal, kecerdasan kinestetik-tubuh, kecerdasan interpersonal dan kecerdasan

intrapersonal”.21

Kecerdasan-kecerdasan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : kecerdasan

linguistik yaitu kemampuan membaca, menulis dan berkomunikasi dengan

kata-kata atau bahasa. Kecerdasan logis-matematis yaitu kemampuan berfikir (menalar)

dan menghitung, berfikir logis dan sistematis. Kecerdasan visual-spasial yaitu

kemampuan berfikir menggunakan gambar, memvisualisasikan hasil masa depan.

Kecerdasan musikal yaitu kemampuan mengubah atau mencipta music, dapat

bernyanyi dengan baik atau memahami dan mengapresiasi musik serta menjaga

ritme. Kecerdasan kinestetik-tubuh yaitu kemampuan menggunakan tubuh secara

19

M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 182

20

Ibid, h. 183

21

(30)

terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan barang serta dapat

mengemukakan gagasan dan emosi. Kecerdasan interpersonal yaitu kemampuan

bekerja secara efektif dengan orang lain dan berempati. Kecerdasan intrapersonal

yaitu kemampuan menganalisis diri sendiri, membuat rencana dan menyusun

tujuan yang akan dicapai.

Kecerdasan dikemukakan oleh Gardner ini dikenal juga sebagai multiple

intelligence. Pembagian kecerdasan oleh gardner ini telah membuka paradigma

baru dari sebuah kata kecerdasan. Karena berdasarkan

pembagian-pembagian.kecerdasan menurutnya, ternyata cerdas bukan semata dapat memiliki

skor tinggi sewaktu ujian namun cerdas itu beranekaragam.

Kecerdasan orang banyak ditentukan oleh struktur otak. Otak besar dibagi dalam dua belahan otak yang disambung oleh segumpal serabut yang disebut corpus callosum. belahan otak kanan menguasai belahan kiri badan dan sebaliknya belahan otak kiri menguasai belahan kanan badan. Belahan otak kiri bertugas utuk mersepon hal-hal yang sifatnya linier, logis dan teratur sementara otak belahan kanan bertugas untuk imaginasi dan kreativitas.22

c. Hakikat Kecerdasan Emosional

Setiap individu memiliki emosi. Emosi mempunyai ranah tersendiri dalam

bagian hidup individu. Seseorang yang dapat mengelola emosinya dengan baik

artinya emosinya cerdas hal ini lebih dikenal dengan suatu istilah “kecerdasan

emosional”. Beberapa ahli mencoba merumuskan definisi dari kecerdasan

emosional. Diantaranya Arief Rahman yang menyebutkan bahwa ”kecerdasan

emosional adalah metability yang menentukan seberapa baik manusia mampu

menggunakan keterampilan-keterampilan lain yang dimilikinya, termasuk

intelektual yang belum terasah”.23

22

Conny R. Semiawan, Belajar dan Pembelajaran Dalam Taraf Pendidikan Usia Dini,

(Jakarta: Prenhallindo, 2002), h. 11-12

23

Pusat Pengembangan Tasawuf Positif, Menyinari Relung-relung Ruhani, (Jakarta: Hikmah,

(31)

14

Bar-On seperti dikutip oleh Stein dan Book mengemukakan bahwa

”kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan, kompetensi dan kecakapan non-kognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk

berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan”.24

Dua definisi tentang kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Rahman

dan dan Bar-On lebih menekankan pada hasil yang didapat oleh individu jika

menggunakan kemampuan emosionalnya secara optimal.

Salovey dan Mayer dikutip oleh Stein dan Book mengemukakan bahwa

”kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu fikiran, memahami perasaan dan

maknanya serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu

perkembangan emosi dan intelektual”.25

Goleman dalam Nggermanto mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah

”kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan

baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain”.26

Dari beberapa definisi para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk

dapat menggunakan perasaaannya secara optimal guna mengenali dirinya sendiri

dari lingkungan sekitarnya.

Kecerdasan emosional yang dimaksudkan oleh peneliti adalah kemampuan

individu untuk mengenali perasaannya sehingga dapat mengatur dirinya sendiri

dan menimbulkan motivasi dalam dirinya untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

24

Steven J. Stein & Howard E. Book, Ledakan EQ, penerjemah Trinanda Rainy Januarsari, (Bandung: Kaifa, 2002), h. 157-158

25

Ibid, h. 159

26

(32)

Sementara di lingkungan sosial dia mampu berempati dan membina hubungan

baik terhadap orang lain.

Emosi manusia dikoordinasi oleh otak. Bagian otak yang mengatur emosi adalah sistem limbiks. Struktur-struktur dalam sistem limbic mengelola beberapa aspek emosi, yaitu pengenalan emosi melalui ekspresi wajah, tendensi berperilaku dan penyimpanan memori emosi. Folkerts menjelaskan bahwa sistem limbic terdiri atas empat struktur, yaitu: thalamus dan hiphotalamus, amigdala, hipokamus dan lobus frontalis.27

Thalamus menerima informasi dari lingkungan sekitar yang ditangkap oleh indera, sedang hypothalamus mengambil informasi dari bagian tubuh yang lain. Amigdala menginterpretasikan dan sekaligus menyimpannya sebagai arti emosi. Hipokamus mendukung kerja amigdala dalam menyimpan memori emosi, mengkonsolidasi memori non-emosi secara detail dan menyampaikan memori tersebut ke jaringan memori yang berbeda di otak. Lobus frontalis bertanggung jawab dalam pengaturan emosi sehingga memunculkan emosi yang tepat.28

Kinerja otak sebagai pusat koordinasi dapat dijabarkan sebagai berikut;

informasi-informasi yang diterima alat indera akan dibawa oleh thalamus melewati

sinapsis tunggal menuju amigdala, sedang sebagian besar lainnya dikirim ke

neokorteks. Percabangan tersebut memungkinkan amigdala dapat memberikan

respon emosi tanpa pengolahan informasi dan analisis dari neokorteks. Kasus

tersebut disebut Goleman sebagai “pembajakan emosi”.29

Terdapat beberapa hal yang dapat dicatat pada pembahasan tentang anatomi

pembajakan emosi, yaitu:30

1) Amigdala berperan sebagai sumber emosi.

Hipocampus dan amigdala merupakan bagian penting dalam ingatan dan

pembelajaran otak. Amigdala sendiri merupakan spesialis masalah-masalah

emosional yang jika dipisahkan dari otak maka seseorang tidak dapat menangkap

27

Tekad Wahyono, op.cit, h. 38-39

28

Ibid, h, 39

29

Ibid,h. 40

30

(33)

16

makna emosional atau mengalami kebutaan afektif. Le Doux adalah orang pertama

yang menemukan peran amigdala dalam otak emosional, yang menjelaskan bahwa

amigdala mampu mengambil alih kendali apa yang kita kerjakan bahwa sewaktu

otak sedang berpikir. Hal ini menumbangkan gagasan lama tentang sistem limbic

dengan menempatkan amigdala pada pusat tindakan dan struktur limbic lainnya

pada peran yang amat berbeda.

2) Inti kecerdasan emosi.

Amigdala bereaksi berdasarkan kognitif bawah sadar, yaitu menangkap

stimulus dari lingkungan sehingga mengetahui identitas apa yang diterima serta

memutuskan menyukai atau tidak baru kemudian memberi pendapat tentangnya.

Hal ini dapat menjelaskan mengapa emosi begitu penting bagi nalar yang efektif di

dalam pengambilan keputusan. Adanya pengaruh dari fungsi amigdala terhadap

neokorteks inilah yang merupakan inti kecerdasan emosional.

3) Mekanisme kerja kecerdasan emosi.

Lobus prefrontal bagian kanan yang terletak pada ujung lain dari sirkuit

prefrontal merupakan tempat perasaan-perasaan negatif (takut, marah, benci dan

sebagainya.) lobus prefrontal bagian kiri merupakan bagian yang berfungsi untuk

mematikan atau mengatur emosi-emosi yang tidak menyenangkan. Oleh karena

itu, dapat dikatakan bahwa lobus prefrontal merupakan saklar peredam ledakan

amigdala atau menjadi manajer emosi dengan tugas menghambat sinyal-sinyal

yang telah dikirim amigdala dan pusat-pusat limbic lainnya.

4) Dinamika IQ dikalahkan EI

Korteks prefrontal merupakan wilayah yang bertanggung jawab terhadap

“ingatan kerja”, yaitu kemampuan atensi untuk menyimpan fakta-fakta penting dalam pikiran yang berguna untuk penyelesaian masalah. Lobus prefrontal ini

terkait dengan sirkuit otak limbic. Kaitan antara sirkuit prefrontal amigdala inilah

yang merupakan titik temu antara nalar dan emosi. Dengan demikian kemurungan

emosional yang terus menerus dapat mengganggu kemampuan kerja intelektual

(34)

Kecerdasan rasional saja tidak menyediakan kemampuan untuk menghadapi

gejolak yang ditimbulkan oleh kesulitan hidup.

“Kecerdasan emosilah yang memotivasi kita untuk mencari manfaat dan potensi unik kita dan mengaktifkan aspirasi dan nilai-nilai yang paling dalam,

mengubahnya dari apa yang kita fikirkan menjadi apa yang kita jalani”.31

Kecerdasan emosional Reuvan Bar On dibagi menjadi lima, yaitu:32

1) Ranah intrapribadi memiliki lima skala yaitu; kesadaran diri, sikap asertif,

kemandirian, penghargaan diri dan aktualisasi diri.

2) Ranah antarpribadi memiliki 3 skala yaitu; empati, tanggung jawab social

dan hubungan antar pribadi.

3) Ranah penyesuaian diri/orientasi kognitif memiliki tiga skala yaitu; uji

realitas, sikap fleksibel dan pemecahan masalah.

4) Ranah pengendalian stress memiliki dua skala yaitu; ketahanan

menanggung stress dan pengendalian impuls.

5) Ranah suasana hati/afeksi memiliki dua skala yaitu; optimism dan

kebahagiaan.

Hal ini serupa dengan pendapat Segal bahwa wilayah EQ adalah ”hubungan

pribadi dan antarpribadi; EQ bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri,

kepekaan social dan kemampuan adaptasi sosial”.33

Salovey memperluas kecerdasan emosional menjadi lima wilayah utama,

yaitu :

31

Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, Executive EQ, Loc.cit.

32

A. V. Aryaguna Setiadi, Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Keberhasilan

Bermain Game, (Surabaya: Universitas Surabaya, Anima, Indonesia Psychological Journal, 2001, Vol. 17, No, 1), h. 44-45

33

Jeanne Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional, penerjemah Ary Nilandari, Bandung: Kaifa,

(35)

18

1) Empati

Merasakan yang dirasakan oleh orang lain dan memahami perspektif,

menumbuhkan hubungan saling percaya serta menyelaraskan diri dengan

berbagai macam orang.

2) Kesadaran diri

Mengetahui apa yang kita rasakan dan mengunakannya untuk

memandu pengambilan keputusan diri sendiri serta memiliki tolok ukur

yang realistis atas kemampuan dan kepercayaan diri yang kuat.

3) Pengaturan diri

Menangani emosi kita sehingga berdampak positif terhadap

pelaksanaan tugas; peka terhadap kata hati dan sanggup menunda

kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali

dari tekanan emosi.

4) Motivasi

Menggunakan hasrat untuk menggerakkan dan menuntun menuju

sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif

serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.

5) Keterampilan Sosial

Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain

dan dengan cermat membaca situasi, jaringan sosial dan berinteraksi

dengan lancar serta menggunakan keterampilan ini untuk mempengaruhi

orang lain.

Senada dengan pendapat di atas, Shapiro juga menyebutkan kualitas-kualitas

kecerdasan emosional, diantaranya; “empati, mengungkapkan dan memahami

(36)

disukai, kemampuan memecahkan masalah antar-pribadi, ketekunan,

kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat”.34

Ketika berbicara mengenai urgensitas kecerdasan emosional yang dimiliki

seseorang dalam kehidupan, Suharsono mengungkapkan beberapa keuntungan

kecerdasan emosional sebagai berikut:

pertama, kecerdasan emosional jelas mampu menjadi alat untuk pengendalian diri, sehingga seseorang tidak terjerumus ke dalam tindakan-tindakan bodoh yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Kedua, kecerdasan emosional bias diimplementasikan sebagai cara yang sangat baik untuk memasarkan atau membesarkan ide, konsep atau bahkan sebuah produk. Ketiga, kecerdasan emosional adalah modal penting bagi seseorang untuk mengembangkan bakat kepemimpinan dalam bidang apapun. Karena setiap model kepemimpinan sesungguhnya membutuhkan visi, misi, konsep, program dan yang tak kalah pentingnya adalah dukungan dan partisipasi dari para anggota.35

B. Hasil Belajar Siswa 1. Konsep Hasil Belajar

Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang

membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (Product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya aktivitas atau proses yang

mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Sedangkan pengertian

belajar menurut beberapa pakar pendidikan sebagai berikut:

a. Menurut Gagne, belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan

yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut

bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

alamiah.

34

Lawrence E Shapiro, Mengajarkan Emotional Intellegence Pada Anak, penerjemah; Alex

Tri Kantjono, (Jakarta: Gramedia, 2001), h. 5

35

Suharsono, Akselerasi Intelegensi; Optimalkan IQ, EQ dan SQ, (Depok: Inisiasi Press,

(37)

20

b. Menurut Travers, belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian

tingkah laku.

c. Menurut Cronbach, learning is shown by a change in behaviour as a

result of experience (belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil

dari pengalaman).

d. Menurut Harold Spears, learning is to observe, to read, to imitate, to

try something themselves, to listen, to follow direction. (belajar adalah

mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar, dan

mengikuti arah tertentu).

Menurut Dimyati dan Mudjiono, “hasil belajar merupakan hal yang dapat

dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil

belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila

dibandingkan pada saat sebelum belajar”.36 Tingkat perkembangan mental tersebut

terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari

sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

Menurut Ngalim Purwanto, “hasil belajar adalah hasil tes yang digunakan

untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang digunakan untuk menilai hasil-hasil

pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa dalam waktu tertentu”.37

Menurut Oemar Hamalik “hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar

akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu

menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”.38

Berdasarkan Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif,

psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:

36

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 250-251.

37

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 84

38

(38)

a. Ranah Kognitif

Dalam ranah kognitif terdiri dari knowledge (pengetahuan, ingatan),

comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application

(menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis

(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan

evaluation (menilai).

b. Ranah Afektif

Dalam ranah afektif terdiri dari receiving (sikap menerima), responding

(memberikan respon), valving (nilai), organization (organisasi),

characterization (karakterisasi).

c. Ranah Psikomotor

Dalam ranah psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized.

Selain itu, psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik,

sosial, manajerial, dan intelektual.

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor

karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus

menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya. Disamping itu Hasil belajar perlu dievaluasi.

Evaluasi dimaksudkan sebagai cermin untuk melihat kembali apakah tujuan yang

ditetapkan telah tercapai dan apakah proses belajar mengajar telah berlangsung

efektif untuk memperoleh hasil belajar.

Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam

mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah

memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik

(39)

22

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan

karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses

belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah

ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif,

maupun psikomotorik.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Pada dasarnya, hasil belajar siswa yang baik dalam kegiatan pembelajaran di

sekolah bukan hanya disebabkan oleh kecerdasan siswa itu saja, akan tetapi masih

ada hal lain yang juga menjadi faktor penentu yang tidak dapat dipisahkan dalam

mencapai keberhasilan siswa. Adapun faktor-faktor tersebut secara garis besar

dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: yang bersumber dari dalam diri manusia

yang belajar, yang disebut sebagai faktor internal dan faktor yang bersumber dari

luar diri manusia yang belajar, yang disebut faktor eksternal.

a. Faktor yang bersumber dalam diri manusia yang belajar dapat diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu faktor biologis dan psikologis. Yang dikategorikan faktor

biologis antara lain usia dan kematangan kesehatan, sedangkan yang

dikategorikan sebagai faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, minat,

dan kebiasaan belajar.

b. Faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar dapat

diklasifikasikan menjadi dua juga, yaitu faktor manusia (human) dan faktor

seperti alam, hewan, dan lingkungan fisik.39

Sedangkan menurut H. Ahmadi dan Joko Tri Prasetyo merumuskan bahwa

yang mempengaruhi hsil belajar siswa adalah:

a. Faktor raw input (faktor murid atau anak itu sendiri), di mana anak

memiliki kondisi yang berbeda dalam:

39

Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, (Jakarta: Rineka Cipta,

(40)

1) Kondisi fisiologis Yang termasuk kondisi fisiologis siswa adalah

kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan

sebagainya.

2) Kondisi psikologis Sedangkan kondisi psikologis siswa mencakup

minat, kecerdasan, dan motivasi, serta kemampuan-kemampuan

kognitif, seperti persepsi, ingatan, dan pikiran.

b. Faktor environmental input (faktor lingkungan), baik itu lingkungan

alam maupun lingkungan sosial. Faktor environmental input yang di

dalamnya antara lain:

1) Kurikulum

2) Program/bahan pengajaran

3) Sarana dan fasilitas

4) Guru/tenaga pengajar40

Maka secara keseluruhan dari faktor-faktor yang disebutkan di atas sangat

berkaitan erta dan saling mendukung satu sama lainnya.

Dari sekian banyak faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, dapat

digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:

a. Faktor-faktor stimulus belajar

Yang dimaksud dengan stimulus belajar di sini yaitu segala hal di luar

individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Stimulus

dalam hal ini, mencakup material, penugasan, serta suasana lingkungan

eksternal yang harus diterima dan dipelajari oleh pelajar. Berikut ini

dikemukakan beberapa hal yang berhubungan dengan faktor-faktor stimulus

belajar:

1) Panjangnya bahan pengajaran

Bahan pelajaran yang terlalu panjang atau terlalu banyak dapat

menyebabkan kesulitan individu dalam belajar. Kesulitan individu

40

Abu Ahmadi dan Joko Prasetyo, Strategi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia,

(41)

24

tidak semata-mata karena panjangnya waktu untuk belajar, melainkan

lebih berhubungan dengan faktor kelelahan serta kejemuan si pelajar

dalam menghadapi atau bahan pelajaran yang banyak itu.

2) Kesulitan bahan pelajaran

Tiap-tiap bahan pelajaran mengandung tingkat kesulitan bahan

pelajaran dan mempengaruhi kecepatan belajar. Semakin sulit suatu

bahan pelajaran, semakin lambatlah orang mempelajarinya.

Sebaliknya, semakin mudah bahan pelajaran, maka semakin cepat

orang dalam mempelajarinya.

3) Berartinya bahan pelajaran

Belajar memerlukan modal pengalaman yang diperoleh dari

belajar waktu sebelumnya. Modal pengalaman itu dapat berupa

penguasaan bahasa, pengetahuan, dan prinsip-prinsip. Modal

pengalaman ini menentukan keberartian dari bahan yang dipelajari di

waktu sekarang. Bahan yang berarti adalah bahan yang dapat dikenali.

Bahan yang berarti memungkinkan individu untuk belajar, karena

individu dapat mengenalnya.

4) Berat ringannya tugas

Mengenai berat ringannya suatu tugas, hal ini erat hubungannya

dengan tingkat kemampuan indivisu. Tugas-tugas yang terlalu ringan

atau mudah adalah mengurangi tantangan belajar, sedangkan

tugas-tugas yang terlalu berat atau sukar membuat individu kapok (jera)

untuk belajar.

5) Suasana lingkungan eksternal

Suasana lingkungan eksternal menyangkut banyak hal, antara lain:

“cuaca (suhu udara, mendung), waktu (pagi, siang, sore, malam), kondisi tempat (kebersihan), letak sekolah, penerangan (berlampu,

(42)

sikap dan reaksi individu dalam aktifitas belajarnya, sebab individu

yang belajar adalah interaksi dengan lingkungannya”.41

b. Faktor-faktor metode belajar

Metode mengajar yang dipakai oleh guru sangat mempengaruhi metode

belajar yang dipakai oleh si pelajar. Dengan perkataan lain, metode yang

dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan yang berarti bagi proses belajar.

Faktor-faktor metode belajar menyangkut hal-hal berikut ini :

1) Kegiatan berlatih atau praktek

2) Overlearning dan drill

Untuk kegiatan yang bersifat abstrak seperti menghafal atau

mengingat, maka overlearning sangat diperlukan untuk mengurangi

kelupaan dalam mengingat keterampilan-keterampilan yang pernah

dipelajari.

3) Resitasi selama belajar

Kombinasi kegiatan membaca dengan resitasi sangat bermanfaat

untuk meningkatkan kemampuan membaca itu sendiri, maupun untuk

menghafal bahan pelajaran.

4) Pengenalan tentang hasil-hasil belajar

Pengenalan seseorang terhadap hasil atau kemajuan belajarnya

adalah penting, karena dengan mengetahui hasil-hasil yang sudah

dicapai, seseorang akan lebih berusaha meningkatkan hasil belajar

selanjutnya.

5) Belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian

Belajar mulai dari keseluruhan kebagian-bagian lebih

menguntungkan daripada belajar mulai dari bagian-bagian. Hal ini

41

(43)

26

dapat dimaklumi, karena dengan mulai dari keseluruhan individu

menemukan set yang tepat untuk belajar.

6) Penggunaan modalitas indra

Modalitas indra yang dipakai oleh masing-masing individu dalam

belajar tidak sama. Sehubungan dengan itu ada tiga impresi yang

penting dalam belajar, yaitu oral, visula dan kinestetik.

7) Bimbingan dalam belajar

Bimbingan yang terlalu banyak diberikan oleh guru atau orang lain

cenderung membuat si pelajar menjadi tergantung. Bimbingan dapat

diberikan dalam batas-batas yang diperlukan dalam individu.

8) Kondisi-kondisi intensif 42

c. Faktor-faktor individual

Faktor individual sangat besar pengaruhnya terhadap belajar seseorang.

Adapun faktor-faktor individual itu menyangkut hal-hal berikut:

1) Kematangan

2) Faktor usia kronologis

3) Faktor perbedaan jenis kelamin

4) Pengalaman sebelumnya

5) Kapasitas mental

6) Kondisi kesehatan jasmani

7) Kondisi kesehatan rohani

8) Motivasi

Jadi, faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar terdiri dari dua jenis

yaitu: yang bersumber dari dalam diri manusia yang belajar (faktor internal)

dan yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar (faktor eksternal).

42

(44)

Maka dapat disimpulkan dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

belajar sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Secara keseluruhannya

sangat berkaitan erat dan saling mendukung satu sama lainnya.

3. Sasaran dan Obyek Penilaian

Langkah pertama yang dilakukan guru dalam mengadakan penilaian adalah

menetapkan apa yang menjadi sasaran atau obyek penilaian. Sasaran ini penting

diketahui agar memudahkan guru dalam menyusun alat evaluasi. Pada umumnya

ada tiga sasaran pokok penilaian, yakni:

a. Segi tingkah laku, artinya segi menyangkut sikap, minat, perhatian,

keterampilan siswa sebagai akibat dari proses belajar mengajar.

b. Segi isi pendidikan, artinya penguasaan bahan pengajaran yang diberikan

guru dalam proses belajar mengajar.

c. Segi yang menyangkut proses belajar mengajar. Proses tersebut perlu

diadakan penilaian secara obyektif dari guru, sebab baik tidaknya belajar

dan mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar.43

Hasil belajar sebagai obyek penelitian pada hakikatnya menilai penguasaan

siswa terhadap tujuan-tujuan instruksional. Hasil belajar sebagai obyek penelitian

dapat dibedakan ke dalam berbagai kategori antara lain keterampilan dan

kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita.

Maka dapat disimpulkan bahwasannya dalam mengadakan penelitian ada tiga

sasaran yang harus diperhatikan diantaranya segi tingkah laku, segi isi materi, dan

segi yang menyangkut belajar dan mengajar. Ketiga sasaran pokok di atas harus

dievaluasi secara menyeluruh, artinya jangan hanya menilai segi penguasaan

materi, tapi juga harus menilai segi perubahan tingkah laku dan proses belajar

mengajar itu sendiri secara adil. Dengan menetapkan sasaran di atas maka seorang

guru akan mudah menetapkan evaluasinya.

43

(45)

28

4. Jenis Alat Penilaian Hasil Belajar

Secara garis besar, alat penilaian atau evaluasi yang digunakan dapat

digolongkan menjadi dua macam, yaitu tes dan non tes.

a. Tes

“Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang

seseorang dengan cara yang dikatakan tepat atau cepat”.44

Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa maka dibedakan atas

tiga macam tes, yaitu:

1) Tes diagnostik, yaitu tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan

siswa, sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat

dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.

2) Tes formatif, yaitu dari kata “form” yang merupakan dasar dari istilah

“formatif” maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana siswa telah terbentuk setelah mengikuti program tertentu.

3) Tes sumatif, yaitu “tes yang dilaksanakan setelah berakhirnya

pemberian kelompok program atau sebuah program yang lebih besar.

Dalam pengalaman sekolah, tes formatif disamakan dengan ulangan

harian, sedangkan tes sumatif disamakan dengan ulangan umum yang

biasanya dilaksanakan pada akhir catur wulan atau semester”.45

b. Non tes

Untuk menilai aspek tingkah laku, jenis non tes lebih sesuai digunakan

sebagai alat evaluasi, seperti menilai aspek sikap, minat, karakteristik, dan

lain-lain. Alat penilaian jenis non tes ini antara lain:

1) Observasi, yaitu pengamatan kepada tingkah laku pada suatu tertentu.

44

Amir dan Indra Kusuma, Evaluasi Pendidikan, Jilid I, h. 27.

45

Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,

(46)

2) Wawancara, yaitu komunikasi langsung antara yang mewawancarai

dan yang diwawancarai.

3) Studi kasus, yaitu mempelajari individu dalam periode tertentu secara

terus-menerus untuk melihat perkembangannya.

4) Rating scale (skala penilaian), yaitu salah satu alat penilaian yang

menggunakan skala yang telah disusun dari ujung yang negatif sampai

yang positif, sehingga si penilai tinggal membubuhi tanda cek saja.

5) Check list, hampir menyerupai rating scale hanya saja pada check list

tidak perlu disusun kriteria atau skala dari yang negatif sampai yang

positif, cukup dengan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang akan

kita minta dari yang dievaluasi.

6) Inventory, yaitu daftar pertanyaan yang disertai alternatif jawaban

diantara setuju, kurang setuju, atau tidak setuju.46

Maka dapat disimpulkan, kedua jenis alat penilaian tersebut sangat baik

digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar, dan hendaknya para guru

dapat menempatkan penggunaan alat penilaian ini dengan tepat agar dapat

memperoleh data yang akurat dan obyektif dalam menilai hasil belajar para

siswanya.

5. Fungsi dan Tujuan Penilaian Hasil Belajar

Penilaian atau evaluasi adalah suatu cara yang sistematik dalam menganalisa

suatu pekerjaan sehingga kita mengetahui sampai seberapa jauh pekerjaan itu

dapat memperoleh hasil yang memuaskan dengan mempergunakan bahan-bahan

dan cara-cara tertentu. “Adapun alat yang digunakan untuk mengadakan penilaian

diantaranya tes dan non tes”.47

46

Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, h. 30.

47

Dedeh Sukarsih dan Kadarsah, Beberapa Jenis Penilaian yang Dilaksanakan oleh Guru Di

(47)

30

Adapun fungsi penilaian

Gambar

Gambar 2. Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Ekonomi (Y)
Tabel 3.1
Tabel 3.2 Skala Hasil Belajar
Tabel 3.3 Skor Butir Angket
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra.. Predikat-objek dalam Bahasa Indonesia: Keselarasan

Pengembangan Program Perkuliahan Metodologi Penelitian Berbasis Experiential Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Riset Kependidikan Sains Mahasiswa Calon Guru

CYNTHYA LESTARI RUMAHORBO : Structure and Composition Variety In Agroforestry Systems Based On Kemenyan In Forest Area Batangtoru West Block Adiankoting District of North

PENGEMBANGAN LKPD PEMBELAJARAN PADA MATERI FUNGI BERBASIS PENDEKATAN.. SETS UNTUK

syarat atau Ketentuan/Perubahan dianggap tidak ada dan syarat atau ketentuan yang berlaku adalah yang tercantum dalam Dokumen Pengadaan /Standar Bidding. Document (SBD)

Hasil Survei Penggunaan Garam Iodium Rumah- Tangga 7 menunjukkan bahwa persentase ruta yang mengonsumsi garam mengandung cukup iodium di perdesaan hanya sekitar 70

Jadi, dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa syariat yang dibawa oleh Nabi-nabi dan Rasul-rasul terdahulu telah disempurnakan oleh syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad

Sesuai ketentuan yang ber laku, maka Panitia Pengadaan Bar ang/ Jasa Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin akan melakukan kegiatan Pembuktian Kualifikasi kepada peser ta lelang