• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh penjepitan tali pusat (Delayed Cord Clamping) terhadap hematologi bayi baru lahir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "pengaruh penjepitan tali pusat (Delayed Cord Clamping) terhadap hematologi bayi baru lahir"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Masalah Penelitian

Peran oksigenasi dari plasenta ke paru-paru bayi mengalami peralihan pada masa setelah bayi lahir dan sebelum plasenta dilahirkan. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui plasenta masih berjalan dan darah masih ditransfusikan ke bayi. Hal tersebut dapat mempengaruhi hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), menambah volume darah atau eritrosit, serta dapat mencegah hipovolemi dan hipotensi pada bayi baru lahir (Santosa, 2008).Perbedaan waktu pemotongan tali pusat dapat memberikan dampak pada bayi baru lahir. Disebutkan bahwa pemotongan tali pusat yang segera, menjadi penyebab utama anemia pada bayi baru lahir, sedangkan di lain pihak, beberapa peneliti mendapatkan efek berbeda jika dilakukan penundaan pemotongan tali pusat, diantaranya adalah kejadian ikterus dan polisitemia (Hutton, 2007).

Waktu penjepitan dan pemotongan tali pusat memegang peranan penting dalam menentukan kecukupan zat besi pada bayi baru lahir. Kontroversi saat memotong tali pusat yang tepat dan manfaat untuk bayi baru lahir masih menjadi perdebatan para ahli dan menunda pemotongan tali pusat masih dianggap suatu tindakan yang berbahaya pada manajemen aktif kala tiga, beberapa penelitian membuktikan berbagai manfaat menunda pemotongan tali pusat pada bayi baru lahir baik dari segi mencegah anemia maupun pengaruh jangka panjang untuk perkembangan selanjutnya dari bayi baru lahir. Penjepitan tali pusat merupakan salah satu tindakan dari manajemen aktif kala tiga.(Gabbe, 2007)

Penundaan penjepitan tali pusat dapat menyediakan tambahan darah sebanyak 80-100 ml pada bayi baru lahir (Gabbe, 2007) Penundaan waktu penjepitan tali pusat sekitar 2-3 menit dapat memberikan redistribusi darah diantara plasenta dan bayi, memberikan bantuan placental transfusion yang didapatkan oleh bayi sebanyak 35-40 ml/kg dan mengandung 75 mg zat besi

(2)

sebagai hemoglobin, yang mencukupi kebutuhan zat besi bayi pada 3 bulan pertama kehidupannya. Sebaliknya penjepitan tali pusat secara dini (kurang lebih 10-15 detik setelah kelahiran) dapat menghalangi sebagian besar jumlah zat besi yang masuk ke dalam tubuh bayi. Penundaan penjepitan tali pusat juga dapat meningkatkan penyimpanan zat besi saat lahir sehingga dapat mencegah terjadinya anemia defisiensi besi (Milena, 2012)

Lebih dari 50 % bayi di negara berkembang diperkirakan mengalami anemia pada tahun pertama kehidupannya. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang sering terjadi pada bayi dengan kejadian tertinggi pada umur 6 sampai 24 bulan (Gillespie, 2006) Menurut penelitian yang dilakukan oleh Riffat Jaleel terdapat 50% bayi mengalami anemia pada usia 12 bulan. Dalam survey nya di India di dapatkan 70% bayi usia 6 sampai 11 bulan mengalami anemia. Anemia defisiensi besi pada bayi baru lahir juga sering dilaporkan terjadi pada penduduk di daerah endemik malaria. Di daerah sub-Saharan Afrika terdapat lebih dari 75% bayi mengalami anemia sebelum usia 6 bulan (Abalos, 2008) Masalah anemia defisiensi besi pada bayi merupakan masalah kesehatan serius karena akan mengganggu perkembangan mental dan kognitif untuk perkembangan selanjutnya setelah dewasa.Lozoff melaporkan bahwa bayi dengan anemia defisiensi besi dapat mengalami gangguan perkembangan sistem saraf pusat. Lozoff juga menyebutkan bahwa zat besi merupakan zat atau nutrisi penting untuk proses myelinisasi (Aldaous, 2006) Masalah anemia defisiensi besi merupakan masalah sosioekonomi dan kesehatan yang berkepanjangan (Gillespie, 2006) Penyimpanan cadangan zat besi saat lahir adalah faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan bayi dan insiden anemia defisiensi besi (PAHO,2007) Anemia defisiensi besi pada masa bayi mengindikasikan cadangan besi saat lahir tidak adekuat. Ibu hamil di negara berkembang sering mengalami anemia dan persalianan preterm atau bayi dengan berat badan lahir rendah sering terjadi(Gabbe,2007)

(3)

penelitian terbaru mendapatkan bahwa 41 bayi baru lahir berusia 0-6 bulan (39,4%) menderita anemia dan 40 bayi diantaranya (97,6%) menderita anemia karena defisiensi besi (Ringoringo, 2009) Bayi yang lahir dari ibu yang menderita anemia mempunyai kadar hemoglobin yang lebih rendah dibandingkan bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita anemia. Faktor risiko lain adalah jenis kelamin bayi, apakah bayi minum ASI atau susu formula yang telah difortifikasi besi, pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga yang rendah, jumlah paritas tinggi serta jarak kelahiran dekat. (Susilowati, 2005)

Tingginya angka prevalensi anemia pada bayi baru lahir, berhubungan dengan tidak cukupnya penyimpanan cadangan zat besi pada bayi (Artha,2013). Penundaan pemotongan tali pusat ditemukan dapat mengatasi hal tersebut, karena bayi mendapat tambahan zat besi sebesar 40-50 mg/kg saat lahir sehingga dapat mencegah kekurangan zat besi bahkan hingga bayitersebut mencapai usia satu tahun (Committee on Obstetric Practice of The American Academy of Pediatric, 2012).

(4)

Angka kejadian polisitemia di Rumah Sakit Hasan Sadikin dilaporkan sebesar 8,4%. Persentase kejadian tersebut terbilang tinggi dan disimpulkan sebagai akibat dari penambahan volume darah karena penundaan pemotongan tali pusat (Adilia, 2011). Sesuai dengan review Mc Donald (2013) yang meninjau dari beberapa penelitian yang berlangsung dari tahun 1989 hingga tahun 2006, peningkatan risiko polisitemia memang terjadi pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat. Salah satunya diambil dari penelitian oleh Aziz, dkk (2006) yang menemukan kejadian polisitemia pada kelompok bayi dengan penundaan waktu pemotongan tali pusat selama 2 menit. Efek samping lainnya dari penundaan pemotongan tali pusat adalah ditemukan lebih banyak bayi yang memerlukan fototerapi akibat hiperbilirubinemia dibandingkan dengan kelompok pemotongan tali pusat segera (Emhamed, 2004). Seperti pada penelitian Tanmoun (2013) yang menemukan peningkatan bilirubin serum hingga 15 mg/dL pada bayi usia 48 jam yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat dan bayi tersebut memerlukan fototerapi.

(5)

pemotongan tali pusat (BKKBN, 2011). Kebiasaan praktik pemotongan tali pusat segera adalah karena kekhawatiran terhadap ikterus (Varney, 2009). Padahal kejadian anemia pun tidak kalah penting untuk diteliti karena akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi tersebut, mengingat juga bahwa pemeriksaan rutin atas Hb, Ht dan zat besi pada bayi baru lahir yang menjadi indikator anemia jarang sekali dilakukan jika tanpa indikasi

1.2 Perspektif Teori

(6)
[image:6.595.134.501.88.242.2]

Gambar 1.1 Rerata Level Hemoglobin pada bayi Aterm dan Preterm

Penjepitan tali pusat merupakan salah satu tindakan dari manajemen aktif kala tiga, tindakan lain adalah injeksi oksitosin intramuscular segera setelah bayi lahir, peregangan tali pusat terkendali dan pemijatan uterus setelah plasenta lahir. Penjepitan tali pusat ini tidak pernah disebutkan konsensus pasti kapan waktu penjepitan yang tepat. Pengertian segera memotong tali pusat mengacu kepada waktu dari bayi lahir sampai dengan terpotongnya tali pusat adalah 1 menit dan menunda penjepitan tali pusat atau penjepitan tali pusat lambat dimaksudkan bahwa waktu setelah bayi lahir sampai dengan terpotongnya tali pusat diperkirakan 2 – 3 menit atau sampai tidak ada denyut ditali pusat(Mercer, 2006)

Bayi segera diletakkan di perut ibu atau segera di letakkan dialat penghangat agar bisa di evaluasi lebih dalam apakah resusitasi diperlukan. Segera setelah tali pusat dipotong dilakukan peregangan tali pusat terkendali untuk melahirkan plasenta. Peregangan tali pusat terkendali diyakini mampu mengurangi darah yang hilang, mempersingkat kala tiga, dan meminimalisir waktu dimana ibu berisiko untuk perdarahan post partum(Rheneen, 2007)

(7)

1.3 Pertanyaan Penelitian

Adakah pengaruh penundaan penjepitan tali pusat ( delayed cord clamping ) terhadap hematologi bayi baru lahir aterm ?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Membuktikan pengaruh penundaan penjepitan tali pusat ( delayed cord clamping ) terhadap hematologi bayi baru lahir aterm

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis kadar hemoglobin, hematokrit, zat besi dan billirubin pada bayi baru lahir aterm tanpa penundaan penjepitan tali pusat ( delayed cord clamping )

2. Menganalisis kadar hemoglobin, hematokrit,zat besi dan billirubin pada bayi baru lahir aterm dengan penundaan penjepitan tali pusat ( delayed cord clamping )

3. Menganalisis pengaruh penjepitan tali pusat( delayed cord clamping ) terhadap hematologi bayi baru lahir aterm

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian dapat memperkaya khasanah kajian teori penundaan penjepitan tali pusat (Delayed Cord Clamping) dalam penanganan anemia pada bayi.

1.5.2 Manfaat Terapan

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Penjepitan Tali Pusat

A. Tranfusi Plasenta

Pada saat dalam kandungan, janin brhubungan dengan ibunya melalui plasenta dimana tali pusat memiliki rerata panjang 55 cm dengan diameter 0,8 cm sampai 2 cm, biasanya berisi dua pembuluh darah arteri umbilikalis dan satu pembuluh darah vena umbilikalis dimana diameter arteri lebih kecil dibanding vena(Cunningham, 2005) Adapun nilai normal untuk darah tali pusat tertera pada table 2.2

Pembuluh darah plasenta berisi sekitar 150 ml darah. Penundaan penjepitan tali pusat dapat meningkatkan volume darah, dan sejumlah darah yang diterima oleh bayi bergantung pada saat tali pusat dijepit setelah melahirkan (Phillip, 2004)

Tabel 2.1 Nilai normal hematologis untuk darah tali pusat (Brugnara,1998)

Parameter Mean ± SD

Hb (g/dl) Ht (%)

Eritrosit (x 106/mm3)

MCV (fL) MCH (Pg) MCHC (g/dl)

15,3 ± 1,3 49 ± 5 4,3 ± 0,9

1,2 ± 6 36,2 ± 2,2 30,9 ± 1,3

Selama periode fetus/ janin, plasenta memegang peran oksigenasi otak, setelah lahir, paru akan mengambil alih fungsi oksigenasi plasenta tersebut.Masa setelah bayi lahir dan sebelum plasenta dilahirkan, terjadilah peralihan peran penyuplai oksigen dari plasenta ke paru bayi. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui plasenta masih berlanjut sampai dengan berfungsinya paru sebagai penyuplai oksigen bayi. Darah plasenta, selama masa tersebut, masih ditransfusikan ke bayi ( disebut transfusi palsental ), mempengaruhi Hb dan Ht bayi baru lahir,

(9)

dapat menambah volume darah bayi, sehingga otak tetap mendapat suplai oksigen yang cukup. Tiga metode untuk membuktikan adanya transfusi plasental, yaitu : pengukuran volume darah plasental residual/ Residual Placental Blood Flow (RPBV), pengukuran volume darah bayi atau sel darah merah/ eritrosit, dan pengukuran Ht(Phillip,2004) Jika bayi setelah lahir diletakkan di bawah atau sejajar introitus vagina selama 3 menit dan sirkulasi fetoplasental tidak segera di putus dengan pemasangan klem, kurang lebih 80 ml darah mungkin dapat dialirkan dari plasenta ke bayi. Hal di atas menyediakan sekitar 50 mg besi ( Fe ) sehingga dapat menurunkan frekuensi anemia defisiensi besi pada masa kehidupan bayi(Mercer, 2000)

Faktor-faktor yang mempengaruhi transfusi plasental

Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi transfusi plasental sebagai berikut :

1. Status gizi ibu

Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janinnya. Pertumbuhan fetus dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya kecukupan suplai nutrisi fetus dari ibu melalui plasenta( Mutalazimah, 2005). Ibu hamil dengan gizi buruk tentu akan berpengaruh terhadap kualitas janinnya. Status gizi ibu hamil dapat diukur secara antropometri, disamping dengan pengukuran secara laboratorium, misal kadar Hb ibu. Pemeriksaan berat badan dalam hubungan dengan tinggi badan dapat dinilai/ diassesmen menggunakan index massa tubuh (IMT) . IMT dinyatakan = berat badan(kg) / tinggi badan(meter)2 . Status gizi ibu berdasarkan IMT

(10)

2. Asfiksia intrauterin.

Transfusi plasental tampaknya mungkin terjadi sebelum persalinan pada janin mengalami asfiksia intra uterin. Bayi-bayi tersebut walaupun tali pusat dijepit dini mempunyai RPBV minimal. Asfiksia intrauterin dapat mengakibatkan peningkatan volume darah, massa eritrosit dan Ht secara bermakna, tetapi keadaan ini tidak dijumpai pada asfiksia intrapartum(Phillip, 2004)

3. Respirasi

Respirasi memegang peranan penting dalam transfer darah dari plasenta ke bayi.Penelitian menggunakan binatang, mencatat bahwa bayi domba baru lahir, kandungan darah dalam paru mengalami peningkatan dua kali lipat setelah onset respirasi. Aliran masuk/ inflow darah ke dalam pembuluh darah paru (pembentukan kapiler) menghasilkan terjadinya pengembangan paru. Paru yang mengembang menghasilkan vascular bed yang besar sehingga darah dapat mengalir secara fisiologis. Penelitian hubungan antara RPBV dan durasi respirasi sebelum dilakukan penjepitan tali pusat, menyimpulkan bahwa transfusi plasental adalah sebuah konsekuensi yang tidak dapat dielakkan dari permulaan proses pengembangan paru, namun ahli obstetri dan ahli anak, hanya memiliki sedikit perhatian terhadapnya(Phillip, 2004)

4. Waktu Penjepitan tali pusat setelah kelahiran

Terdapat perbedaan yang besar jumlah darah yang berhasil ditransfusikan ke bayi-bayi aterm ketika dilakukan penjepitan dini (≤ detik) dibandingkan dengan penjepitan tunda (5 menit) pada saat bayi biasanya menangis.

(11)

5. Gravitasi ( posisi bayi )

Bayi dengan posisi lebih rendah dari plasenta, memiliki RPBV minimal. Posisi bayi 40 cm di bawah introitus vagina ibu, sebagian besar transfusi plasental telah terjadi dalam waktu 30 detik saja(Oski, 1996). Ketika bayi letakkan pada 15 cm diatas introitus vagina selama 1 menit, bayi-bayi tersebut tetap mendapatkan transfusi plasental 60%, sama dengan yang didapatkan oleh bayi yang digendong selama kurun waktu yang sama. Hal tersebut merupakan kenyataan yang berlawanan dengan keyakinan beberapa peneliti, aliran darah membalik dari bayi ke plasenta tampaknya tidak terjadi ketika bayi tersebut digendong tinggi, hal ini diperkirakan dikarenakan oleh peningkatan tekanan tonus uterus(Phillip, 2004)

6. Kontraksi uterus

Setelah bayi lahir, kontraksi uterus dapat berlangsung selama beberapa menit untuk mengeluarkan plasenta. Kontraksi ini dapat memfasilitasi terjadinya transfusi plasental. Pemberian oksitosin postnatal segera setelah kelahiran dapat meningkatkan kontraksi uterus secara lebih lanjut dan mungkin mempercepat transfusi plasental jika penjepitan tali pusat ditunda(Phillip, 2004)

B. Waktu Penjepitan tali Pusat

Tali pusat adalah tali yang menghubungkan janin ke plasenta yang berfungsi dalam menyalurkan nutrisi dari ibu ke janin. Tali pusat mulai terbentuk pada minggu kelima usia kehamilan dan terus berkembang seiring dengan perkembangan janin. Sampai pada usia matang janin (37-40 minggu), ukuran tali pusat mencapai panjang 50 cm dan diameter 2 cm (Benson, 2008).

(12)

misalnya bernafas (Sodikin, 2008)

Waktu pemotongan tali pusat ialah waktu pemutusan aliran darah dari plasenta ke bayi baru lahir saat kelahiran seluruh tubuh bayi baru lahir oleh penolong bersalin dengan cara pemotongan tali pusat (Adilia, 2011).

Belum terdapat kesepakatan mengenai waktu pemotongan tali pusat pada bayi baru lahir, namun secara umum, waktu pemotongan tali pusat dibagi menjadi dua, yaitu waktu pemotongan tali pusat segera dan penundaan waktu pemotongan tali pusat. Mengenai definisi dari masing masing tersebut diantara para ahli masih belum ada kesepakatan (Rabe, 2004).

a. Pemotongan Tali Pusat Segera

Definisi pemotongan tali pusat segera tidak jelas dalam kebanyakan studi kecuali pada McDonnell 1997 di mana waktu yang tepat untuk pemotongan tali pusat adalah lima detik dan menurut Ultee 2008 mencatat bahwa waktu pemotongan tali pusat segera adalah pada 13,4 detik (Mc Donald, 2013).

Pemotongan tali pusat segera didefinisikan sebagai pemotongan tali pusat yang dilakukan segera setelah bayi baru lahir hingga sebelum satu menit untuk bayi baru lahir cukup bulan dan pemotongan tali pusat yang dilakukan sesegera mungkin untuk bayi prematur (Wickham, 2006). Pemotongan tali pusat kurang dari 15 detik dikategorikan sebagai pemotongan tali pusat segera (Setiawan, 2009).

b. Penundaan Pemotongan Tali Pusat

(13)

Penundaan pemotongan tali pusat adalah pemotongan yang dilakukan setelah bayi baru lahir bernafas secara teratur, yang ditemukan rata-rata 94 detik setelah bayi lahir (Philip, 2004). Sedangkan menurut Setiawan (2009), pemotongan tali pusat di antara waktu 30 detik sampai 5 menit adalah termasuk dalam kategori penundaan pemotongan tali pusat.

Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa penundaan pemotongan tali pusat adalah pemotongan tali pusat yang dilakukan setelah pulsasi tali pusat berhenti sampai 3 menit pertama setelah melahirkan (Hutton, 2007). Namun menurut Aziz (2006), penundaan pemotongan tali pusat adalah pemotongan tali pusat dalam 2 menit pertama setelah bayi lahir karena transfusi darah dalam jumlah bermakna sudah terjadi dalam waktu tersebut.

Perdebatan mengenai waktu pemotongan tali pusat masih berlangsung hingga kini (Tanmoun, 2013). Kebiasaan melakukan pemotongan tali pusat segera berhubungan dengan praktik obstetri modern. Pendukung praktik tersebut mengkhawatirkan efek samping akibat transfusi plasenta termasuk gawat pernafasan, polisitemia, sindrom hiperviskositas, dan hiperbilirubinemia. Padahal jika ingin mendukung transfusi fisiologis setelah persalinan sebelum plasenta dilahirkan, bayi baru lahir akan mendapatkan volume darah yang mempengaruhi status hematologi bayi baru lahir terutama hemoglobin dan hematokrit dalam mencegah anemia bayi baru lahir (Varney, 2009)

(14)

2.1.2 Pengaruh Waktu Pemotongan Tali Pusat Terhadap Status Hematologi Bayi Baru Lahir Cukup Bulan

Pada saat dalam kandungan janin berhubungan dengan ibunya melalui tali pusat yang merupakan bagian dari plasenta. Setelah bayi lahir, sebelum plasenta dilahirkan, darah plasenta selama masa tersebut masih ditransfusikan ke bayi (disebut transfusi palsenta) dan dapat menambah volume darah bayi baru lahir serta berpengaruh terhadap status hemoglobin dan hematokrit bayi baru lahir (Philip, 2004).

Volume darah bayi meningkat pada penundaan pemotongan tali pusat dibandingkan dengan pemotongan tali pusat segera. Rata-rata volume darah saat satu setengah jam setelah lahir pada bayi dengan penundaan pemotongan tali pusat adalah 78 ml/kg BB dibanding 98,6 ml/kgBB pada bayi dengan penundaan pemotongan tali pusat (Miller, 2005).

(15)

Berikut adalah status hematologi bayi baru lahir cukup bulan dilihat berdasarkan perbedaan waktu pemotongan tali pusat :

1. Hemoglobin

Penundaan pemotongan tali pusat akan meningkatkan jumlah eritrosit yang ditransfusikan ke bayi, hal tersebut tercermin dalam peningkatan kadar hemoglobin bayi baru lahir (Susilowati, 2009).

Ditemukan bayi usia 7 jam yang dilakukan pemotongan tali pusat segera (kurang dari 1 menit) memiliki kadar hemoglobin lebih sedikit dibandingkan dengan bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat. Begitupun saat pemeriksaan ulang pada bayi tersebut di usia 2 dan 3 bulan (Hutton, 2007).

Penelitian lain menemukan bayi yang dilakukan pemotongan tali pusat segera setelah bayi baru lahir, dalam 48 jam memiliki kadar hemoglobin sebesar 16,1 g/dL sedangkan pada bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat, kadar hemoglobin lebih tinggi yaitu sebesar 17,8 g/dL (Tanmoun, 2013).

Studi kolaborasi Cochrane (2013) mengemukakan bahwa peningkatan hemoglobin yang signifikan terjadi pada bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat dalam rentang waktu 1-3 menit akibat dari transfusi plasenta dan penambahan volume darah sebesar 30-50%.

Penelitian pada bayi saat berusia 72 jam, bayi dengan penundaan pemotongan tali pusat memiliki rerata volume darah sekitar 93 ml/kg dan massa eritrosit 49 ml/kg, sedangkan pada pemotongan tali pusat segera bayi memiliki rerata volume darah 82 ml/kg, dan masa eritrosit 31 ml/kg sehingga penundaan pemotongan tali pusat dapat meningkatkan hemoglobin selama satu minggu pertama kelahiran (Susilowati, 2009).

2. Hematokrit

(16)

dilakukan pemotongan tali pusat 5 menit setelah bayi lahir, didapat penambahan secara bermakna pada nilai hematokrit dan volume sel darah merah. Hal tersebut juga ditemukan pada pemotongan tali pusat 1 menit setelah bayi baru lahir (Adilia, 2011).

Kadar hematokrit pada bayi yang dilakukan pemotongan tali pusat dengan segera adalah sebesar 47,8% sedangkan pada bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat memiliki kadar hematokrit sebesar 53,5% (Lubis, 2008)

Bayi baru lahir usia 2 jam, didapat kadar hematokrit berkisar 0,44-0,53 pada bayi dengan pemotongan tali pusat segera (kurang dari 15 detik) dan 0,58-0,70 pada bayi dengan penundaan pemotongan tali pusat(2 menit). Pada kelompok pemotongan tali pusat segera, hematokrit menurun secara signifikan setelah 24 jam, menjadi berkisar antara 0,37-0,48 pada bayi dengan pemotongan tali pusat segera dan 0,54-0,67 pada bayi dengan penundaan pemotongan tali pusat. (Aziz, 2006).

Peningkatan hematokrit pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat juga ditemukan pada penelitian oleh Thawinkarn (2008) dan Santosa (2008). Pada penelitian tersebut ditemukan kadar hematokrit pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat adalah 41,6-60,6% sedangkan pada kelompok pemotongan tali pusat segera adalah 37,6-54,7%

3. Zat Besi

Kadar Hb dan eritrosit yang cukup memungkinkan tingkat oksigenasi yang optimal dan dapat menyediakan sumber Fe yang sangat bermanfaat bagi bayi. Sumber Fe yang cukup, sangat penting untuk kehidupan selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan sel akan Fe, termasuk produksi eritrosit. Fe sebagai salah satu mikronutrien penting bagi sel. Besi adalah nutrien yang penting tidak hanya untuk pertumbuhan normal, kesehatan dan kelangsungan hidup anak, tetapi juga untuk perkembangan mental, motorik dan fungsi kognitif (Irsa, 2002).

(17)

vagina selama 3 menit dan sirkulasi fetoplasental tidak segera diputus dengan pemasangan klem, kurang lebih 80 ml darah mungkin dapat dialirkan dari plasenta ke bayi. Hal di atas menyediakan sekitar 50 mg besi (Fe) sehingga dapat menurunkan frekuensi anemia defisiensi besi pada masa kehidupan bayi (Cunningham, 2005).

Beberapa peneliti menemukan bahwa penundaan pemotongan tali pusat telah terbukti bermanfaat menghasilkan kadar ferritin dan Hb yang lebih tinggi serta menurunkan secara signifikan terjadinya anemia pada masa bayi (Mc Donald, 2013). Penundaan pemotongan tali pusat merupakan strategi yang murah dan efektif untuk menurunkan kejadian anemia pada bayi terutama pada negara berkembang (WHO, 2012).

Penundaan pemotongan tali pusat 2 hingga 3 menit dapat memberikan penambahan volume darah sekitar 25-35 ml/kgBB. Dengan asumsi konsentrasi besi dalam hemoglobin sekitar 3,4 mg/g, kira-kira pada bayi dengan berat 3 kg, akan menerima 46-60 mg zat besi. Jika kita memperkirakan bahwa bayi yang baru lahir membutuhkan sekitar 0,7 mg zat besi per hari untuk pertumbuhan dan perkembangan, pemeliharaan kadar hemoglobin dan tingkat mioglobin serta enzim dalam otot dan jaringan lain. Kadar zat besi sebesar 46-60 mg akan bertahan hingga 1-3 bulan pertama kehidupannya (Chaparro, 2011).

Penelitian lain pun menyebutkan bahwa bayi dengan berat 3,2 kg yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat dan memiliki hemoglobin darah sebesar 170 g/dL, akan menambahkan kadar zat besi sebesar 75 mg ke dalam penyimpanan zat besinya sehingga cukup untuk kebutuhan bayi hingga 3 bulan (Chaparro, 2006).

Untuk kadar zat besi bayi baru lahir yang dilihat berdasarkan level feritin dalam penyimpanan zat besi. Ditemukan pada usia 2 hingga 3 bulan, bayi dengan pemotongan tali pusat segera memiliki kadar feritin yang lebih rendah (<50µg/L), begitupun saat usia bayi 6 bulan (Hutton, 2007).

(18)

ditemukan pada bayi dengan pemotongan tali pusat segera, karena bayi tersebut tidak mendapatkan penambahan volume darah sebesar 40% dari transfusi plasenta (Hutchon, 2012).

4. Bilirubin

Sel darah merah bayi baru lahir memiliki umur yang singkat, yaitu rata-rata 80 hari (berbeda dari umur sel darah merah orang dewasa yaitu 120 hari). Penggantian sel yang cepat ini menghasilkan lebih banyak hasil metabolit akibat penghancuran sel termasuk bilirubin, yang harus dimetabolisme. Muatan bilirubin yang berlebihan ini menyebabkan ikterus fisiologis yang terlihat pada bayi baru lahir (Varney, 2009).

Bagi bayi cukup bulan, dengan waktu pemotongan tali pusat 5 menit setelah bayi baru lahir dengan waktu pemotongan tali pusat kurang dari 15 detik didapat bilirubin serum bayi baru lahir rata-rata adalah 7,7 mg/dL dan 3,2 mg/dL. Dalam penelitian tersebut tidak ditemukan bayi yang memerlukan fototerapi pada usia lebih dari 3 hari (Adilia, 2011).

Pada bayi baru lahir cukup bulan, kejadian ikterus lebih banyak terjadi pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat,akibat penambahan sel darah merah dan ketika terjadi pemecahan eritrosit, lebih banyak bilirubin yang dihasilkan. Sedangkan pada bayi kurang bulan yang juga dilakukan penundaan pemotongan tali pusat, tidak ditemukan kejadian ikterus (Hutchon, 2012).

(19)

bayi dari 15 bayi memiliki nilai bilirubin serum > 15 mg/dL pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat, sedangkan pada kelompok pemotongan tali pusat segera, tidak ditemukan adanya peningkatan bilirubin abnormal yang abnormal. Namun, setelah dilihat perbedaannya secara bermakna, peningkatan bilirubin yang menyebabkan hiperbilirubinemia tidak terbukti secara signifikan.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutton (2007), tidak terdapat perbedaan kadar bilirubin yang signifikan dari dua kelompok waktu pemotongan tali pusat bahkan hingga bayi berusia 72 jam dan tidak ditemukan bayi yang memerlukan fototerapi dari kelompok penundaan tali

2.2 Landasan Teori

2.2.1.Sirkulasi Darah Janin dan Bayi Baru Lahir A.Sirkulasi Darah Janin

(20)

Sumber: Yorkshire and Humber Congenital Cardiac Network (2012) Gambar 2.1 Sistem Kardiovaskuler Janin

Darah teroksigenasi yang kembali dari plasenta, dengan PO (tekanan oksigen) sekitar 30-35 mmHg mengalir ke janin melalui vena umbilikalis. Sekitar 50% darah vena umbilikalis masuk ke sirkulasi hepatis, sedang sisanya melintasi hati dan bergabung dengan vena kava inferior melalui duktus venosus, tempat ia sebagian bercampur dengan darah vena kava inferior yang kurang teroksigenasi yang berasal dari bagian bawah tubuh janin. Kombinasi tubuh bagian bawah ini ditambah dengan aliran darah vena umbilikalis (PO2 sekitar 26-18 mmHg) masuk atrium kanan dan diarahkan secara khusus melewati foramen ovale ke atrium kiri. Kemudian darah ini mengalir ke dalam ventrikel kiri dan dikeluarkan ke dalam aorta asendens. Darah vena kava superior janin yang sangat kurang teroksigenasi (PO2 12-14 mmHg) masuk atrium kanan, secara khusus melintasi trikuspidalis bukannya foramen ovale, dan mengalir terutama ke ventrikel kanan.

(21)
[image:21.595.180.495.114.441.2]

asendens (10% dari curah jantung janin) mengalir melewati isthmus aorta ke aorta desendens.

Gambar 2.2 Sirkulasi Janin

(22)

Sumber: Okymehtn (2012) Gambar 2.3 Krista Dividens

B. Sirkulasi Darah Peralihan

Pada saat lahir, pengembangan mekanik paru-paru dan kenaikan PO2 arterial menyebabkan penurunan tahanan vaskuler pulmonal cepat. Secara serentak penghentian sirkulasi plasenta bertahanan rendah megakibatkan penambahan tahanan vaskuler sistemik. Curah darah dari ventrikel kanan sekarang mengalir seluruhnya ke dalam sirkulasi pulmonal dan karena tahanan vaskuler pulmonal lebih rendah daripada tahanan vaskuler sistemik, shunt melalui duktus arteriosus berbalik dan menjadi dari kiri ke kanan. Selama perjalanan beberapa hari setelah lahir, PO2 arterial yang tinggi mengkontriksi duktus arteriosus dan ia menutup, akhirnya menjadi ligamentum arteriosum. Kenaikan volume aliran darah pulmonal yang kembali ke atrium kiri menaikkan volume dan tahanan atrium kiri cukup untuk secara fungsional menutup foramen ovale, walaupun foramen dapat tetap terbuka dengan probe-paten selama bertahun-tahun.

(23)

hanya pada bagian atas tubuh dan otak, sekarang harus menghantarkan seluruh curah jantung sistemik (sekitar 350 ml/kg/men), penambahan curah hampir 200%. Kenaikan yang mencolok pada pekerjaan ventrikel kiri ini dicapai melalui gabungan isyarat hormonal dan metabolik, termasuk penambahan katekolamin (Nelson, 2000).

Aliran darah dari plasenta berhenti pada saat tali pusat diklem. Tindakan ini meniadakan suplai oksigen plasenta dan menyebabkan terjadinya serangkaian reaksi selanjutnya. Reaksi-reaksi ini dilengkap oleh reaksi-reaksi yang terjadi dalam paru sebagai respon terhadap tarikan napas pertama (Varney, 2009).

Sebelum Lahir Setelah Lahir

[image:23.595.155.508.429.760.2]

Sumber : Frases (2009)

Gambar : 2.4 Skema Perubahan Kardiovaskuler

C. Sirkulasi Darah Neonatus

(24)

bulan adalah 75/50 mmHg.

Penurunan tahanan vaskuler pulmonal mencolok terjadi karena vasodilatasi aktif (terkait PO2) maupun pasif (terkait mekanik) dengan mulainya ventilasi. Pada neonatus normal, penutupan duktus arteriosus dan penurunan tahanan vaskuler pulmonal menyebabkan penurunan tekanan arteria pulmonalis dan ventrikel kanan. Penurunan tahanan pulmonal dari tingkat janin yang tinggi ke tingkat “dewasa” pada bayi biasanya terjadi pada hari 2-3 pertama tetapi dapat diperpanjang selama 7 hari atau lebih. Lewat umur beberapa minggu pertama, tahanan vaskuler pulmonal bahkan menurun lebih lanjut akibat perubahan bentuk vaskularisasi pulmonal, meliputi penipisan otot polos vaskuler dan penambahan pembuluh darah baru.

Curah jantung neonatus (sekitar 350 ml/kg/men) turun sesudah umur 2 bulan pertama sampai 150 ml/kg/men, kemudian turun lagi secara perlahan-lahan sampai mencapai curah jantung sekitar 75 ml/kg/men. Persentase hemoglobin janin yang tinggi yang ada pada neonatus sebenarnya dapat mengganggu penghantaran oksigen ke jaringan neonatus, sehingga memerlukan penambahan curah jantung untuk penghantaran oksigen yang cukup ke jaringan.

Pada neonatus cukup bulan, oksigen merupakan faktor pengendali penutupan duktus yang paling penting, bila PO2 darah yang lewat melalui duktus mencapai sekitar 50 mmHg, dinding duktus berkontriksi, mekanisme kontriksi duktus yang diaktifkan oksigen belum sepenuhnya dimengerti. Pengaruh oksigen pada otot polos duktus mungkin langsung diperantarai oleh pengaruhnya pada sintesis prostaglandin. Umur kehamilan juga tampak memainkan peran penting, duktus bayi prematur kurang tanggap terhadap oksigen walaupun otot-ototnya berkembang (Nelson, 2000).

2.3. Hematologi Bayi Baru Lahir Cukup Bulan

(25)

berkaitan dengan darah. Sistem hematologi terdiri dari semua sel-sel darah, sumsum tulang tempat sel tumbuh matang, dan jaringan lomfoid tempat sel darah disimpan jika tidak bersirkulasi (Corwin, 2009).

Komponen sel dan plasma darah mengalami perubahan yang dramatis dari janin ke bayi. Hal ini terutama berlaku di beberapa bulan kehidupan pertamanya sebagai bayi dalam masa transisi dari lingkungan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin (Elzouki, 2012).

Nilai darah pada bayi baru lahir lebih bervariasi daripada nilai pada orang dewasa atau anak yang lebih tua. Bidan harus menyadari rentang nilai untuk keadaan normal terhadap perawatan bayi baru lahir (Varney, 2009).

2.3.1 Hemoglobin

(26)

Jenis hemoglobin normal yang ditemukan pada manusia ialah HbA yang kadarnya kira-kira 98% dari keseluruhan hemoglobin, HbF yang kadarnya tidak lebih dari 2% pada anak berumur lebih dari 1 tahun dan HbA2 yang kadarnya tidak lebih dari 3%. Pada bayi baru lahir kadar HbF masih sangat tinggi yaitu kira-kira 90% dari seluruh hemoglobin bayi tersebut. Pada perkembangan selanjutnya kadar HbF ini akan berkurang hingga pada umur 1 tahun dan kadarnya tidak lebih dari 2% (Hassan, 1985).

Hem dibentuk dalam semua sel tubuh dan bukan saja merupakan bagian penting dari hemoglobin tetapi juga merupakan bagian dari sitokrom dan enzim pernafasan yang penting. Persenyawaannya terdiri dari cincin porifirin dengan atom Fe di tengahnya (Elzouki, 2012).

Hemoglobin dapat mengikat oksigen (O2) atau karbonmonoksida (CO) dalam keadaan besi tereduksi (ferro), sedangkan dalam bentuk teroksidasi (ferri), hemoglobin tidak dapat mengikat oksigen, tapi mudah mengikat anion. Fungsi hemoglobin ialah mengangkut oksigen (O2) ke jaringan tubuh dan CO2 dari jaringan ke paru (Wahidiyat I, 2005).

Bayi baru lahir dilahirkan dengan nilai hemoglobin yang tinggi. Konsentrasi hemoglobin normal memiliki rentang dari 13,7 sampai 20,0 g/dL. Gomella (2004) memberikan batasan, pada saat lahir nilai normal Hb bayi baru lahir dengan usia kehamilan > 34 minggu adalah 14 – 20 g/dL, dengan nilai rata-rata 17 g/dL.

Hemoglobin janin memiliki afinitas yang tinggi terhadap oksigen, suatu efek yang menguntungkan bagi janin. Selama beberapa hari pertama kehidupan, nilai hemoglobin sedikit meningkat, sedangkan volume plasma menurun. Hemoglobin kemudian turun perlahan tetapi terus-menerus pada 7 sampai 9 minggu pertama setelah bayi lahir, disebut anemia fisiologis (Varney, 2009).

(27)

2-3 bulan. Anemia fisiologis merupakan adaptasi dari bayi baru lahir akibat peningkatan tekanan O2 dari 25-30 mmHg saat janin menjadi 90-95 mmHg, yang menyebabkan serum eritropoitin menurun sehingga produksi eritrosit juga menurun (Chapman, 2010).

Anemia fisiologis jika tidak diperhatikan dan diatasi, dengan tidak memberikan asupan nutrisi yang cukup, akan terus berlangsung hingga bayi usia 6 bulan dan bukan lagi menjadi hal yang fisiologis (Chaparro, 2006).

Sedangkan untuk anemia selama masa neonatus (0-28 hari kehidupan) pada bayi dengan umur kehamilan > 34 minggu ditentukan berdasar kadar Hb < 13 g/dL (darah vena sentral) atau 14,5 g/dL (darah arteri). Menurut Varney (2009) nilai hemoglobin awal pada bayi baru lahir sangat dipengaruhi oleh waktu pemotongan tali pusat dan posisi bayi baru lahir segera setelah lahir.

2.3.2 Hematokrit

Hematokrit pada prinsipnya dihitung berdasarkan perbandingan persentase volume eritrosit/volume darah (Rachmawati, 2003). Berdasarkan beberapa penelitian nilai normal hematokrit bayi baru lahir berkisar antara 51,3-56,0% (Oski, 1996). Sumber lain menyebutkan nilai hematokrit bayi baru lahir antara 45 dan 65% (Linderkamp O, 2004).

(28)

kadar hematokrit meningkat > 65%, disebut polisitemia.

Polisitemia pada bayi baru lahir didefinisikan sebagai peningkatan kadar hematokrit > 65%. Polisitemia dihubungkan dengan peningkatan jumlah eritrosit dalam pembuluh darah dan sering dihubungkan dengan kelainan/gangguan pada neonatus. Gangguan akibat polisitemia yang dihubungkan dengan peningkatan viskositas darah yaitu terjadinya gangguan kinetika aliran darah. Hal tersebut bermanifestasi aliran darah yang lambat dan terjadi endapan darah dan merupakan predisposisi terjadinya mikrotrombi dan penurunan oksigenasi jaringan (Susilowati, 2009). Risiko polisitemia meningkat pada bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu dengan diabetes dan bayi kembar serta yang mengalami twin to twin transfusi (Aziz, 2006).

Faktor faktor yang mempengaruhi hemoglobin dan hematokrit bayi baru lahir :

A. Asal sampel darah

Darah kapiler mempunyai hemoglobin lebih tinggi dibanding dengan darah vena, namun antar peneliti tidak sama nila perbedaannya. Beberapa jam setelah lahir, terdapat perbedaan ± 5% antara kadar Hb kapiler dibanding dengan darah vena (Oski, 1996).

B. Waktu pengambilan sampel darah

(29)

C. Kadar hemoglobin ibu

Pengaruh ibu anemia pada kadar besi bayi tidak begitu besar. Pada ibu hamil, besi ditransport melalui plasenta secara efisien sehingga bayi yang cukup bulan dan sehat mempunyai cadangan besi yang cukup. Telah banyak diketahui kekurangan besi pada ibu hamil hanya mempunyai efek yang ringan pada besi di dalam janin dan neonatus, sebab transfer besi dari ibu ke janin cukup baik, kecuali ibu hamil mengalami kekurangan besi yang berat. D. Waktu pemotongan tali pusat

Di dalam plasenta diperkiraan mengandung sejumlah 75-125 cc darah saat lahir, atau kurang lebih 1/4 sampai 1/3 volume darah fetus. Kurang lebih 1/3 darah plasenta ditransfusikan dalam waktu 15 detik pertama setelah lahir dan setengahnya dalam 1 menit pertama setelah lahir (Oski, 1996). Sebagian besar bayi sehat mendapatkan transfusi plasental dengan jumlah yang besar dalam 45 detik setelah lahir (Philip 2004).

Volume darah bayi meningkat pada penundaan pemotongan tali pusat dibandingkan dengan pemotongan tali pusat segera. Rata-rata volume darah saat satu setengah jam setelah lahir pada bayi dengan penjepitan dini 78 ml/kgBB dibanding 98,6 ml/kgBB pada bayi dengan penundaan pemotongan tali pusat.

[image:29.595.172.511.89.273.2]

Sumber: Sloan (2012)

(30)

Gambar di atas memperlihatkan terjadinya aliran darah dari plasenta sebelum dilahirkan ke bayi dan sebelum dilakukan pemotongan tali pusat. Semakin lama pemotongan tali pusat dilakukan maka aliran darah yang terlihat semakin berkurang.

Penundaan waktu pemotongan tali pusat selama 1 menit dapat menambah volume darah bayi baru lahir sebesar 80 ml dan sebesar 100 ml pada penundaan waktu pemotongan tali pusat selama 3 menit (Varney, 2009).

E. Faktor lain

Faktor lain yang mempengaruhi kadar Hb dan Ht bayi baru lahir adalah umur kehamilan, kehamilan ganda, bayi dengan ibu diabetes melitus, berat lahir, bayi kecil masa kehamilan (KMK) (Philip, 2004), hipertensi, pre-eklamsi/eklamsi (Prawirohardjo, 2010).

Setiap faktor yang mempengaruhi proses terjadinya transfusi plasenta akan mempengaruhi kadar Hb dan Ht bayi baru lahir, seperti durasi respirasi, asfiksia intrauterin, pengaruh gravitasi/posisi bayi, kontraksi uterus dan kelainan plasenta lainnya seperti infark, hematom dan solutio plasenta (Santosa, 2008).

2.3.3 Fe (Zat Besi)

Jumlah Fe pada bayi kira kira 400 mg yang terbagi sebagai berikut: masa eritrosit 60%, feritin dan hemosiderin 30%, mioglobin 5-10%, hemenzim 1% dan besi plasma 0,1%. Pengangkutan Fe dari rongga usus hingga menjadi transferin, yaitu suatu ikatan Fe dan protein di dalam darah terjadi di dalam beberapa tingkat.

(31)

diabsorpsi oleh sel mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan feritin dan sebagian masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein yang disebut transferin. Selanjutnya transferin ini akan dipergunakan untuk sintesis hemoglobin. Sebagian dari transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama bila makanan mengandung Fe yang larut, sedangkan fosfat, oksalat dan fitrat menghambat absorpsi Fe (Hassan, 1985).

Eksresi Fe dari tubuh sangat sedikit. Fe yang dilepaksan pada pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesa hemoglobin, jadi di dalam tubuh yang normal kebutuhan akan Fe sangat sedikit, namun pada bayi baru lahir, dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi menggunakan Fe dalam jumlah besar dan cepat untuk mengimbangi kecepatan tumbuh dan bertambahnya volume darah tubuh.

Menjelang usia 4 bulan cadangan Fe bayi berkurang 50% (Santosa, 2008). Cadangan Fe tubuh dalam 2 bentuk, yaitu feritin dan hemosiderin. Cadangan Fe disimpan terutama di hepar, sel retikuloendotelial dan sumsum tulang. Di hepar sebagian besar Fe disimpan di parenkim (hepatosit) dan sebagian kecil di sel-sel retikuloendotelial (sel Kupffer).

Di sumsum tulang dan limpa Fe disimpan terutama di sel-sel retikuloendotelial. Cadangan Fe berfungsi sebagai reservoir untuk memberi Fe pada sel-sel yang sangat membutuhkan, terutama pada pembentukan hemoglobin (Fleming RE, 2005).

(32)

kehidupannya. Batas rata-rata penyebaran zat ini menurun hampir 65% dalam setengah bulan menjadi 25% dalam 1 tahun. Anemia berdasarkan kadar zat besi adalah < 100 µg/dl (Kee, 1995).

Nilai rata-rata serum feritin dalam kandungan zat besi yang cukup pada bayi sangat tinggi saat kelahiran, yaitu 160 µg/dl dan meningkat selama 1 bulan pertama, kemudian menurun menjadi 30 µg/dl dalam 1 tahun pertama kehidupannya (Segel, 2011).

2.3.4 Bilirubin

(33)

sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Inilah yang menjadi dasar pencegahan kernicterus dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg/dL pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai (Hassan, 1985). Diketahui bahwa pada setiap bayi baru lahir akan terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek dalam serum secara fisiologis, timbul dalam minggu pertama kehidupannya, biasanya dimulai pada hari kedua atau hari ketiga, dengan kadar puncak 5-6 mg/dL pada hari ke 4-5 dan akan menurun secara spontan.

Ikterus atau hiperbilirubinemia adalah peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg/dL atau lebih setiap 24 jam atau konsentrasi bilirubin serum sewaktu 12,5 mg/dL pada bayi cukup bulan (Prawirohardjo, 2010).

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir, disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar dapat dibagi sebagai berikut : a. Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

b. Gangguan dalam proses „uptake‟ dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase.

c. Gangguan transportasi

(34)

Bagan 2.1 Peta Teori

Bayi Baru Lahir Aterm FaktorPlasenta

Besarnya diameter Solutio Plasenta Plasenta Preria Morfololgi Infark, Hematom Faktor Ibu Usia Kehamilan Kontraksi Uterus IMT (Status Gizi)

Tekun Darah Gula Darah TranfusiPlasenta Faktor Bayi BB Gemelli Asfiksi Durasi Respirasi Posisi setelah lahir

Penundaan Penjepitan Tali Pusat Haematologi Bayi Kadar Hb Kadar Ht Zat Besi Bilirubin bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. d. Gangguan dalam eksresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain (Hassan, 1985).

2.4 Peta Teori

Masa setelah bayi lahir dan sebelum plasenta dilahirkan, terjadilah peralihan peran penyuplai oksigen dari plasenta ke paru bayi. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui plasenta masih berlanjut sampai dengan berfungsinya paru sebagai penyuplai oksigen bayi. Darah plasenta, selama masa tersebut, masih ditransfusikan ke bayi ( disebut transfusi palsental ),

(35)
(36)

Penundaan Penjepitan

Tali Pusat Kadar Hematologi Bayi Baru Lahir Aterm BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Tali pusat adalah tali yang menghubungkan janin ke plasenta yang berfungsi dalam menyalurkan nutrisi dari ibu ke janin. Tali pusat mulai terbentuk pada minggu kelima usia kehamilan dan terus berkembang seiring dengan perkembangan janin. Sampai pada usia matang janin (37-40 minggu), ukuran tali pusat mencapai panjang 50 cm dan diameter 2 cm (Benson, 2008) Di dalam plasenta diperkiraan mengandung sejumlah 75-125 cc pertama setelah lahir dan setengahnya dalam 1 menit pertama setelah lahir (Oski, 1996). Sebagian besar bayi sehat mendapatkan transfuse plasental dengan jumlah yang besar dalam 45 detik setelah lahir (Philip 2004). Bayi-bayi yang mendapatkan transfusi plasental mengalami peningkatan jumlah eritrosit, Hb, Ht dan volume darah.

Volume darah bayi meningkat pada penundaan pemotongan tali pusat dibandingkan dengan pemotongan tali pusat segera. Rata-rata volume darah saat satu setengah jam setelah lahir pada bayi dengan penjepitan dini 78 ml/kgBB dibanding 98,6 ml/kgBB pada bayi dengan penundaan pemotongan tali pusat. Penundaan waktu pemotongan tali pusat selama 1 menit dapat menambah volume darah bayi baru lahir sebesar 80 ml dan sebesar 100 ml pada penundaan waktu pemotongan tali pusat selama 3 menit (Varney, 2009).

(37)

3.2 Hipotesis

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Abalos E. Effect of timing of umbilical cord clamping of term infants on maternal and neonatal outcomes. : RHL commentary, The WHO Reproductive Health Library; Geneva: World Health Organization. 2008

Adilia, L., Tari, N. R., Primantara, D. (2011) Perbandingan Klem Tali Pusat Dini Dan Lambat Pada Bayi. Sari Pustaka, Universitas Padjajaran.

Aldous MB. Delayed Umbilical Cord Clamping Improves Iron Status at 6 Months of Age. AAP Grand Rounds 2006;16;31

Andersson, O., Hellstrom, L., Andersson, D., & Domellof, M. (2011) Effect Of Delayed Versus Early Umbilical Cord Clamping On Neonatal Outcomes And Iron Status At 4 Months: A Randomised Controlled Trial. BMJ, 343 (10), pp 1-12.

Astrianti, L. R., Pangemanan, W. T., Bernolian, N., & Yakub, K. (2012) Neonatal Haemoglobin and Haematocrit Leve on Delayed Cord Clamping. Indones J Obstet Gynecol, 36 (1), pp 24-27.

Artha, Kurniawan (2013) Penundaan Penjepitan Tali Pusat sebagai Strategi yang Efektif untuk menurunkan Insiden Anemia Defisiensi Besi pada Bayi Baru Lahir, Bagian/SMF Obstetri dan Ginaekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

Aziz, Samir F. (2006) Early Cord Clamping and Its Effect on some Hematological Determinants of Blood Viscosity in Neonatus [Internet]. Tersedia di: <http://www.obgyn.net/articles/early-cord-clamping-and-its-effect-some-hematological-determinants-blood-viscosity-neonates> [Diakses 17 September 2013].

Benson, Ralph C. & Martin L. Pernoll (2008) Buku Saku Obstetric Dan Ginekologi Edisi 9. Jakarta: EGC

Beutler, Ernest. ed. (2007) Williams Hematology 6th Edition. New York: Mc Graw Hill Medical Publishing Division

Cernadas, J. M. C., Carroli, G., Pellegrini, L., Otano, L., Ferreira, M., Ricci, C., Casas, O., Giordano, D., & Lardizabal, J. (2006) The Effect of Timing of Cord Clamping on Neonatal Venous Hematocrit Values and Clinical Outcome at Term: A Randomized, Controlled Trial. Pediatrics, 117 (4), pp e779-e786.

Chaparro, C. M., Neufeld, L. M., Alavez, G. T., Cedilo, R. E., & Dewey, K. G. (2006) Effect Of Timing Of Umbilical Cord Clamping on Iron Status in Mexican Infants: a Randomised Controlled Trial. Lancet, 367, pp 1997-2004.

Chaparro, Camila M. (2011) Timing Of Umbilical Cord Clamping: Effect On Iron Endowment Of The Newborn And Later Iron Status. Nutritions Reviews, 69 Suppl 1, pp S30-S36.

Chapman, R. L. & Colson, E. R. (2010) Perinatal Physiology [Internet]. Tersedia di: <http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch271/ch271a.html> [Diakses 23 Oktober 2013]

Committee on Obstetric Practice. (2012) Timing of Umbilical Cord Clamping After Birth. Committee Opinion, (543), pp 1-5.

Corwin, Elizabeth L. (2009) Buku Saku Patofisiologi Ed. 3. Jakarta : EGC

(39)

Cunningham, F. Gary (2006) Obstetri William Edisi 21 Volume 2. Jakarta : EGC Dewi, Vivian N. (2010) Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta:

Salemba Medika

Elzouki, Abdelaziz Y ed. (2012) Textbook of Clinical Pediatrics Second Edition. New York: Springer Heidellbergh Dordrecht

Emhamed MO, Rheenen P, & Brabin BJ. (2004) The Early Effects Of Delayed Cord Clamping In Term Infants Born To Libyan Mothers [Internet]. Tersedia di: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15510946> [Diakses 17 Oktober 2013]

Fraser, Diane M. & Cooper, Margaret A. (2009) Myles Buku Ajar Bidan Edisi 14. Jakarta: EGC

Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. Fetal Physiology in : Obstetrics Normal and Problem Pregnancies, 5th Editon. Churchill Livingstone Elsevier. 2007 Gillespie S, Johnston JL. Expert Consultation on Anemia: Determinants and

Interventions. Ottawa: The Micronutrient Initiative, 2006

Hassan, Rusepno ed. (1985) Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Hutchon, D. J. R. (2012) Immediate Or Early Cord Clamping Vs Delayed Clamping. Journal of Obstetric and Gynaecology, 32, pp 724-729.

Hutton EK. & Hassan ES. (2007) Late vs Early Clamping of The Umbilical Cord in Full Term Neonates Systemic Review and Meta Analysis of Controlled Trials. JAMA, 297 (11), pp 1241-1252.

Irsa L. (2002) Gangguan Kognitif Pada Anemia Defisiensi Besi. Sari Pediatri, 4 pp 114-118.

JNPK-KR/POGI (2004) Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik

JNPK-KR/POGI (2008) Asuhan Persalinan Normal Dan Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik

Johnston, Peter et al. (2004) The Newborn Child Ninth Edition. Edinburgh: Churchill Livingstone

Kartono D dan Lamid A. Keadaan Kegemukan di Kelurahan Kebon Kelapa, Bogor Berdasarkan Indeks Massa Tubuh. CDK 1997;120: 5-7. Kee, Joyce (1995) Buku Saku Laboratorium dan Diagnostik. Jakarta: EGC

Kohn, Amitai (2013) Time to Delay: A Literature Review of Delayed Cord Clamping. J Neonatal Biol, 2 (119) pp 1-5.

Kosim, M. S., S, Qodri, & Sudarmanto, D. (2009) Pengaruh Waktu Penjepitan Tali Pusat Terhadap Kadar Hemoglobin dan Hematokrit Bayi Baru Lahir. Sari Pediatri, 10 (5) pp 331-337.

Lubis, Muara P. (2008) Dampak Penundaan Pengkleman Tali Pusat Terhadap Peningkatan Hemoglobin Dan Hematokrit Bayi Pada Persalinan Normal. Tesis, Universitas Sumatra Utara

Matallana, Catalina de Paco (2007) Wait A Few Minute Before Cord Clamping

[Internet]. Tersedia di:

<http://www.sciencedaily.com/releases/2007/05/070509081554.htm> [Diakses 18 September 2013]

(40)

Review of Randomized Controlled Trials. Indian Pediatrics, 48 pp 123-129.

Mc Donald SJ. P, Middleton. T, Dowswell. & PS, Morris (2013) Effect Of Timing Of Umbilical Cord Clamping Of Term Infants On Maternal And Neonatal Outcomes (Review). The Cochrane Collaboration, Issue 7 pp 1-92. Mercer JS, Nelson CC dan Skovgaard RL. Umbilical cord clamping: beliefs and

practices of american nurse-midwives. Jaurnal of Midwifery & Women’s Health 2000;45:58-66

Mercer JS, Debra EO. Delayed cord clamping increases infants iron stores. The Lancet 2006; Vol 367.

Mercer JS., Betty RV, Margaret MM, James FP, Michael W, William OH. Delayed Cord Clamping in Very Preterm Infants Reduces the Incidence of Intraventricular Hemorrhage and Late-Onset Sepsis: A Randomized, Controlled Trial. Pediatrics 2006;117;1235-1242

Milena Garofalo,Haim A. Abenhaim, Early Versus Delayed Cord Clamping in Term and Preterm Births: A Review, Department of Obstetrics and Gynecology, Jewish General Hospital, McGill University, Montreal QC 2012

Moore, K. L., & Persaud, T. V. N. (2008) Before We Are Born: Essential of Embriology and Birth Defect, Seventh Edition. Philadelphia: Sauders Elseiver

Mutalazimah. Hubungan lingkar lengan atas (LILA) dan kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil dengan berat bayi lahir di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi 2005;6: 114 – 126. Nelson, Waldo E. ed. (2000) Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Obesity. Dalam: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Larry GHI dan Wenstrom KD, Penyunting. Williams Obstetrics. Edisi ke-22. New York: McGraw-Hill 2005.h.1007-1016

Okymehtn (2012) Fetal and Neonatal Physiologi [Internet]. Tersedia di: <http://zavantag.com/docs/1632/index-2960.html> [Diakses 23 September 2013]

Oski FA, Naiman JL. (1996) Hematologic Problems In The Newborn Edisi Kedua. Philadelphia

Pan American Health Organization. Beyond Survival: Integrated delivery care practices for long-term maternal and infant nutrition, health and development. Washington, D.C.: PAHO 2007

Philip, Alistair G. S. & Saroj Saigal (2004) When Should We Clamp the Umbilical Cord. Neo Reviews, 5 (4) pp 142-154.

Prawirohardjo, Sarwono (2010) Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Rabe H., JL., Diaz R., L, Duley, & T, Dowswell (2012) Effect Of Timing Of Umbilical Cord Clamping And Other Strategies To Influence Placental Transfusion At Preterm Birth On Maternal And Infant Outcomes (Review). The Cochrane Collaboration, Issue 8, pp 1-84.

(41)

Ringoringo, Harapan P. (2009) Insidens Defisiensi Besi dan Anemia Defisiensi Besi pada Bayi Berusia 0-12 Bulan di Banjarbaru Kalimantan Selatan. Sari Pediatri, 11 (1) pp 8-14.

Ringoringo, HP. & Windiastuti, E. (2006) Profil Parameter Hematologik dan Anemia Defisiensi Zat Besi Berumur 0-6 Bulan di RSUD Banjarbaru. Sari Pediatri, 7 (4) pp 214-218.

Santosa, Qodri (2008) Pengaruh Waktu Penjepitan Tali Pusat Terhadap Kadar Hemoglobin dan Hematokrit Bayi Baru Lahir. Tesis, Universitas Diponegoro.

Setiawan, Wawan (2009) Perbandingan Waktu Penjepitan Tali Pusat Segera Dan Waktu Penjepitan Tali Pusat Lambat Pada Bayi Premature Di RSHS. Tesis, Universitas Padjadjaran.

Shirvani, F., Radfar, M., Hashemieh, M., Soltanzadeh, M. H., Khaledi, H., & Mogadam, M. A. (2010) Effect of Timing of Umbilical Cord Clamp on Newborns Iron Status and its Relation to Delivery Type. ‟ Archives of Iranian Medicine, 13 (5) pp 420-425.

Sinly, Evan P. (2012) Anak Indonesia Kekurangan Zat Besi Dan Seng [Internet]. Tersedia di: <http://sinlyevanputra6.wordpress.com/2012/12/29/anak-indonesia-kekurangan-zat-besi-dan-seng/> [Diakses 12 September 2013] Siregar, Olga R., Lubis, B. M., Lubis, M. P., Lubis, B., & Tjipta, G. D. (2012)

Delayed Cord Clamping For Prevention of Iron Deficiency Anemia in Term Infants. Paediatrica Indonesiana, 52 (4) pp 223-228.

Sloan, Mark (2012) Common Objections to Delayed Cord Clamping [Internet]. Tersedia di: <http://www.scienceandsensibility.org/?p=5730> [Diakses 2 September 2013]

Sodikin (2008) Buku Saku Perawatan Tali Pusat. Jakarta: EGC

Susilowati (2009) Pengaruh Waktu Pengikatan Tali Pusat Terhadap Indeks Eritrosit Bayi Baru Lahir. Tesis, Universitas Sumatera Utara.

Susilowati H, Suwarti S, Ernawati F, Sukraniti DP, Putri SD, Sudirman H. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada bayi usia 2,3 dan 4 bulan. Bogor: Puslitbang Gizi dan Makanan Balitbang Kesehatan Depkes; 2005.

Tanmoun MD, Nuanpun (2013) The Hematological Status between Early and Delayed Cord Clamping after Normal Delivery in Term Infants at Damnoen Saduak Hospital. Thai Journal of Obtetric and Gynaecology, 21 (2) pp 63-70

Thawinkarn, S., Swadpanich, U., Patipannawat, S., & Chandrakachorn, W (2008) Early versus Delayed Cord-Clamping in Term-Infants Born at Khon Kaen Regional Hospital. Thai Journal of Obtetric and Gynaecology, 16 (1) pp 3-11.

Ultee K, Swart J, van der Deure H, Lasham C, van Baar A. Delayed cord clamping in preterm infants delivered at 34 to 36 weeks gestation: A randomized controlled trial. Archives of Disease in Childhood. Fetal and neonatal edition 2007

Varney, Helen (2008) Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC

(42)

Wickham, Sara ed. (2006) Midwifery: Best Practice Volume 4. Edinburgh: Elsevier Limited.

World Health Organization (2012) WHO Recommendations for the Prevention and Treatment of Postpartum Haemorrhage. Geneva: WHO, 2012.

Yorkshire and Humber Congenital Cardiac Network (2012) The Normal Fetal

Circulation [Internet]. Tersedia di:

Gambar

Gambar 1.1 Rerata Level Hemoglobin pada bayi Aterm dan Preterm
Gambar 2.2 Sirkulasi Janin
Gambar : 2.4 Skema Perubahan Kardiovaskuler
Gambar 2.5 Tali Pusat yang Dibiarkan Selama 15 Menit

Referensi

Dokumen terkait

• Indeks koil tali pusat mempunyai hubungan terhadap luaran berat badan bayi lahir, dengan hubungan yang berbanding terbalik. Indeks

Berdasarkan telaah literatur mengenai pengaruh waktu pemotongan tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan, didapat bahwa waktu pemotongan tali

Hasil penelitian : diketahui lama pemotongan tali pusat dengan metode pemotongan segera sebanyak 21 bayi (52,5%) pada kategori normal dan metode lotus birth seluruhnya 40

Beberapa penelitian menyatakan penjepitan tali pusat segera setelah bayi lahir (5 sampai 10 detik atau dalam 30 menit pertama) dibandingkan dengan menunda

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan melakukan observasi/pengamatan secara langsung pada perawatan tali pusat bayi baru lahir dengan menggunakan bahan

Hasil penelitian : diketahui lama pemotongan tali pusat dengan metode pemotongan segera sebanyak 21 bayi (52,5%) pada kategori normal dan metode lotus birth seluruhnya 40

Penentuan waktu penjepitan tali pusat pada bayi baru lahir dapat merupakan hal yang sangat penting terhadap kadar hemoglobin yang dapat mempengaruhi perkembangan bayi

Simpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan antara perawatan tali pusat terbuka dan kasa kering dengan lama pelepasan tali pusat pada bayi baru lahir.. Kata Kunci