• Tidak ada hasil yang ditemukan

Event Marketing Rumah Cantik Citra dan Brand Equity (Studi Korelasional Efektifitas Event Marketing Rumah Cantik Citra Pada Peningkatan Brand Equty Pengunjung Rumah Cantik Citra di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Event Marketing Rumah Cantik Citra dan Brand Equity (Studi Korelasional Efektifitas Event Marketing Rumah Cantik Citra Pada Peningkatan Brand Equty Pengunjung Rumah Cantik Citra di Kota Medan)"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

EVENT MARKETING RUMAH CANTIK CITRA DAN BRAND EQUITY (Studi Korelasional Efektifitas Event Marketing Rumah Cantik Citra Pada Peningkatan Brand Equty Pengunjung Rumah Cantik Citra Di Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan Oleh: ROPESTA SITORUS

060904061

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAKSI

Penelitian yang berjudul Event Marketing Rumah Cantik Citra dan Brand Equity (Studi Korelasional Efektifitas Event Marketing Rumah Cantik Citra Pada Peningkatan Brand Equty Pengunjung Rumah Cantik Citra di Kota Medan) ini dilakukan pada bulan Maret – April 2010, dengan tujuan untuk mengetahui efektifitas event marketing Rumah Cantik Citra dalam meningkatkan brand equity pada pengunjung Rumah Cantik Citra di Kota Medan.

Peneliti menggunakan beberapa teori yang relevan dengan penelitian yaitu: Komunikasi Pemasaran, IMC (integrated marketing communication), Event Marketing, Teori AIDDA, Brand dan Brand Equity. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya, yaitu Efektifitas Event Marketing Rumah Cantik Citra Terhadap Peningkatan Brand Equity Citra.

Untuk mencari jumlah sampel dalam penelitian ini maka dipakai rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90%. Dari 2500 orang populasi, maka didapatlah jumlah responden dalam penelitian ini yaitu berjumlah 96 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan teknik pusposive sampling, responden yang diteliti berdasarkan kriteria tertentu yaitu pengunjung RCC yang telah melakukan minimal tiga kali perawatan kecantikan di RCC.

Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup sejumlah 53 buah dan pertanyaan terbuka sebanyak 4 buah. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tabel tunggal, analisis tabel silang, dan uji hipotesis dengan melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang (Rank Order) oleh Spearman.

Dari uji hipotesis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa event marketing Rumah Cantik Citra efektif dalam meningkatkan brand equity Citra di kalangan pengunjung RCC Medan dengan angka korelasi yang bernilai cukup tinggi atau berarti sebesar 0,423. Dengan demikian hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa Ha diterima yakni : terdapat hubungan event marketing

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur buat berkat dan karunia yang telah diberikan Tuhan Yesus

Kristus Kristus kepada peneliti selama ini. Sungguh besar kuasa dan kemurahan

Nya sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat

meraih gelar kesarjanaan.

Peneliti juga ingin menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada

kedua orang tua, Bapak T. Sitorus dan Ibu S. Panjaitan yang selalu mendoakan,

menjaga, memberikan kasih sayang, semangat, nasehat dan dukungan. Sungguh

tiada kata yang dapat menggambarkan betapa berharganya kedua orang tua bagi

peneliti. Terima kasih juga peneliti ucapkan kepada saudara tercinta, Bang

Soaduon, Kak Friska, Bang Marolop dan semua abang/kakak ipar, untuk setiap

dukungan materi dan moral serta doa yang telah diberikan kepada peneliti.

Pada kesempatan kali ini peneliti juga mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada banyak pihak yang telah banyak membantu:

1. Dekan FISIP USU, Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution.

2. Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, Bapak Drs. Amir Purba,

M.A.

3. Dosen Pembimbing Peneliti, Bapak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si., Phd.

yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan dan

ilmunya dengan sabar bagi peneliti selama menyusun skripsi ini.

4. Ibu Dra. Rusni, M.A., selaku dosen wali peneliti.

5. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan bekal

(4)

6. Mba Retno Rustanti selaku Head of Media Relation and Communication

Support PT. Unilever Indonesia dan Mas Dedy Rusli, sebagai PIC RCC

Medan yang telah memberikan data dan dukungan dalam penyelesaian

skripsi ini.

7. Seluruh staf di RCC Medan, terima kasih buat kemudahan yang didapat

selama penelitian.

8. Kak Icut, Kak Maya, dan Kak Ros yang telah banyak membantu dalam

urusan administrasi.

9. Sahabat-sahabat peneliti, Diana Ningsih Lubis, Rawati Saragih, Ester

Napitupulu, Darma Hutapea. Walaupun terkadang terjadi permasalahan

diantara kita namun penulis sangat menyayangi kalian semua. Terima

kasih atas canda, tawa, dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

Perjalanan hidup masih panjang, semoga kita bisa tetap bersahabat dan

berkumpul kembali dalam keadaan yang lebih baik lagi seperti yang telah

terbiasa kita alami.

10.Buat teman-teman yang telah lebih dulu menyandang gelar sarjana, Dhika

Juli Astika, Sierra, Elisa, Yuli, Kak Hanita, Nelvita, Andi, Mey Ersantiara,

Phina, Efron dan semua sahabat yang telah banyak membantu memberikan

tenaga, ide, dan semangat sejak awal hingga penelitian ini selesai.

11.Terima kasih buat Kak Hanim, Bang Vinsensius Sitepu, dan Kak Ilma

yang telah meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan peneliti seputar

skripsi.

12.Untuk adikku nun di sana, walaupun kita telah terpisah jauh oleh

(5)

13.Jojo, Cecyl, Titin, Olin, Flora, Viqy, Chris, Pangeran, Edo, Shandy, Budi

Harianti, Erin Stella, Rangers serta teman-teman Ilmu Komunikasi

angkatan 2006, 2007, 2008, yang tidak dapat disebut satu persatu, semoga

kita sukses dan terus saling mendukung.

14.Terima kasih juga buat rekan-rekan penghuni kos Bahagia 42, K’ Mega,

B’ Ais, B’ Ronal, Elvis, Mangasi, Sabar, Adrian, Dedy.

15.Seluruh sahabat di Paduan Suara Mahasiswa (PSM) USU, Paduan Suara

Wayahei, UKM Fotografi dan di FISIP USU yang telah memberi doa dan

dukungan.

16.Kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan penulis satu persatu,

penulis mengucapkan terima kasih banyak atas doa dan dukungannya

dalam penyelesaian skripsi ini.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia

menerima saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat bagi para pembaca.

Medan, Juni 2010

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Pembatasan Masalah ... 8

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Kerangka Teori ... 10

1.5.1 Komunikasi Pemasaran ... 10

1.5.2 (IMC) Integrated Marketing Communication ... 12

1.5.3 Event Marketing ... 14

1.5.4 Teori AIDDA ... 15

1.5.5 Brand dan Brand Equity ... 16

1.6 Kerangka Konsep ... 20

1.7 Model Teoritis ... 22

1.8 Operasional Variabel ... 22

1.9 Definisi Variabel Operasional ... 23

1.10 Hipotesis ... 25

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Komunikasi Pemasaran ... 27

2.1.1 Sejarah Komunikasi Pemasaran ... 27

2.1.2 Pengertian Komunikasi Pemasaran ... 28

2.1.3 Tujuan Komunikasi Pemasaran ... 30

(7)

a) Bauran Pemasaran ... 32

b) Bauran Komunikasi Pemasaran ... 39

2.2 IMC (Integrated Marketing Communication) ... 41

2.2.1 Sejarah Integrated Marketing Communication ... 41

2.2.2 Definisi Integrated Marketing Communication ... 43

2.3 Event Marketing ... 47

2. 3.1 Definisi Event Marketing ... 47

2. 3.2 Kekuatan & Keterbatasan Event dan Sponsorship ... 52

2.4 Teori AIDDA ... 53

2.5 Brand dan Brand Equity ... 56

2.5.1 Sekilas Tentang Brand ... 56

2.5.2 Definisi Brand Equity ... 58

2.5.3 Manfaat Brand Equity ... 59

1) Kesadaran Merek ... 60

2) Kesan Kualitas ... 64

3) Asosiasi Merek ... 66

4) Loyalitas Merek ... 71

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 76

3.2 Lokasi Penelitian ... 76

3.3 Populasi dan Sampel ... 76

3.3.1 Populasi ... 76

3.3.2 Sampel ... 77

3.4 Teknik Penarikan Sampel ... 78

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 78

3.6 Teknik Analisis Data ... 79

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 82

4.1.1 Sejarah PT. Unilever Indonesia ... 82

(8)

4.1.3 Visi, Misi, dan Nilai PT. Unilever Indonesia ... 87

4.1.4 Logo PT. Unilever Indonesia ... 90

4.1.5 Brand – brand yang dikelola oleh PT. Unilever Indonesia ... 90

4.1.6 Brand Citra ... 93

4.1.7 Rumah Cantik Citra (RCC) ... 96

4.1.8 Perawatan Kecantikan yang ditawarkan di RCC ... 100

4.2 Proses Pengumpulan Data ... 101

4.2.1 Tahap Awal ... 101

4.2.2 Pengumpulan Data ... 101

4.3 Teknik Pengolahan Data ... 102

4.4 Analisis Data Tabel Tunggal ... 103

4.4.1 Karakteristik Responden ... 104

4.4.2 Event Marketing Rumah Cantik Citra ... 108

4.4.3 Peningkatan Brand Equity Pengunjung RCC ... 122

4.5 Analisis Data Tabel Silang ... 134

4.6 Penyajian Hipotesis ... 152

4.7 Pembahasan ... 154

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 158

5.2 Saran ... 161

DAFTAR PUSTAKA ... 163

LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

No. Nama Tabel Halaman

1.1 Operasional Variabel ... 23

2.1 Fungsi Pemasaran dan Penciptaan Kegunaan ... 38

4.1 Tim yang menangani RCC Medan ... 99

4.4.1 Usia ... 104

4.4.2 Pekerjaan ... 105

4.4.3 Penghasilan Per Bulan ... . 106

4.4.4 Frekuensi ke RCC dalam sebulan ... 107

4.4.5 Reaksi pertama kali mendengar program kecantikan di RCC ... 108

4.4.6 Keinginan mencoba perawatan kecantikan di RCC ... 109

4.4.7 Pendapat tentang perawatan kecantikan di RCC ... 109

4.4.8 Rangkaian Perawatan Kecantikan ala Asia ... 111

4.4.9 Meminta pijatan yang sama setiap kali ke RCC ... 113

4.4.10 Frekuensi mengikuti kelas soul & spirit theraphy ... 114

4.4.11 Perbandingan harga produk dan layanan di RCC dengan di tempat lainnya ... 115

4.4.12 Kesesuaian harga tiap layanan dan nilai perawatan kecantikan yang didapat ... 115

4.4.13 Pendapat tentang desain interior RCC ... 116

4.4.14 Suasana (aromatheraphy dan musik) di RCC ... 117

4.4.15 Lokasi RCC ... 117

(10)

4.4.17 Frekuensi melihat / mendengar tentang event RCC kota Medan di

media ... 119

4.4.18 Pajangan produk Citra di dalam RCC ... 120

4.4.19 Kemampuan staf RCC dalam menerangkan perawatan

kecantikan di RCC ... 120

4.4.20 Kemampuan Event RCC dalam usaha mengenalkan brand Citra

pada konsumen ... 121

4.4.21 Urutan Nama Produk Perawatan Kecantikan Sesuai Dengan

Yang Paling di Kenal / Ketahui ... 122

4.4.22 Pengetahuan tentang berbagai perawatan kecantikan yang ada di

RCC ... 122

4.4.23 Pilihan produk dan pelayanan di RCC menarik, berkualitas, dan

bervariasi ... 123

4.4.24 Staf di RCC melayani dengan cepat dan tepat ... 124

4.4.25 Staf di RCC berpenampilan rapi dan bersih ... 125

4.4.26 Kualitas pelayanan perawatan kecantikan di RCC memuaskan ...

... 125

4.4.27 Lingkungan di RCC bersih, nyaman dan menyenangkan ... 126

4.4.28 Secara keseluruhan, kualitas Citra untuk membantu wanita

Indonesia mencapai kecantikan jiwa dan raga, sudah baik ... 127

4.4.29 Citra memiliki spesialisasi produk perawatan kecantikan kulit

(11)

4.4.30 Citra mudah diingat sebagai produk perawatan kecantikan kulit

wanita Indonesia berbahan traditional namun dikemas secara

modern ... 128

4.4.31 Citra dikategorikan sebagai produk perawatan kecantikan kulit dan muka untuk kaum muda wanita Indonesia yang mandiri dan modern ... 129

4.4.32 Kepuasan setiap kali berkunjung ke RCC ... 130

4.4.33 Minat atau keinginan untuk datang ke RCC lagi ... 131

4.4.34 Menyarankan Citra dan RCC kepada orang lain ... 132

4.4.35 Mengajak orang lain untuk membeli produk Citra dan datang ke RCC ... 132

4.4.36 Akan tetap memilih produk Citra untuk perawatan kulit dan muka sehari-hari meski periode RCC telah usai ... 133

4.5.1 Hubungan Antara Desain Interior RCC dan Tanggapan Bahwa Lingkungan RCC Bersih, Nyaman dan Menyenangkan ... 136

4.5.2 Hubungan Antara Pendapat Tentang Perawatan Kecantikan di RCC Terhadap Kepuasan Setiap Kali Berkunjung ke RCC ... 138

4.5.3 Hubungan Antara Meminta Pijatan Yang Sama Setiap Kali ke RCC Terhadap Pengetahuan Tentang Perawatan Kecantikan yang Ada di RCC ... 140

4.5.4 Hubungan Antara Reaksi Pertama Kali Mendengar Program Kecantikan di RCC dan Minat Untuk Datang ke RCC Lagi ... 142

4.5.5 Hubungan Pendapat Tentang Kemampuan Event RCC Dalam

(12)

Spesialisasi Produk Perawatan Kecantikan Kulit dan Muka

Wanita Indonesia ... 144

4.5.6 Hubungan Antara Kemampuan Event RCC Dalam Mengenalkan

Brand Citra Pada Konsumen dan Secara Keseluruhan Kualitas

Citra Sudah Baik Dalam Membantu Wanita Indonesia Mencapai

Kecantikan Jiwa-Raga ... 146

4.5.7 Hubungan Antara Keinginan Mencoba Perawatan Kecantikan di

RCC dan Tanggapan Memilih Produk Citra Untuk Perawatan

Kulit dan Muka Sehari-Hari Meski Periode RCC Telah Usai ... 148

4.5.8 Hubungan Antara Perbandingan Harga Produk dan Layanan di

RCC Dengan di Tempat Lainnya Terhadap Tindakan Untuk

Menyarankan Produk Citra dan RCC Kepada Orang Lain ... 150

4.6.1 Hasil Uji Korelasi Spearman Menggunakan Piranti Lunak SPSS

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Nama Gambar Halaman

1.1 Piramida Kesadaran ... 18

1.2 Model Teoritis ... 22

2.1 Tujuan Komunikasi, Respon Khalayak, dan Proses Pembelian ... 31

2.3 Nilai Kesadaran Merek ... 61

2.4 Nilai dari Kesan Kualitas... 65

2.5 Nilai dari Asosiasi Merek ... 66

2.6 Piramida Loyalitas ... 72

2.7 Nilai Loyalitas Merek ... 74

2.8 Menciptakan dan Memelihara Loyalitas Merek ... 75

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner

2. Tabel Foltron Cobol

3. Flyer Rumah Cantik Citra Medan

4. Surat Izin Penelitian

5. Surat Keterangan Melakukan Penelitian

6. Lembar Catatan Bimbingan

(15)

ABSTRAKSI

Penelitian yang berjudul Event Marketing Rumah Cantik Citra dan Brand Equity (Studi Korelasional Efektifitas Event Marketing Rumah Cantik Citra Pada Peningkatan Brand Equty Pengunjung Rumah Cantik Citra di Kota Medan) ini dilakukan pada bulan Maret – April 2010, dengan tujuan untuk mengetahui efektifitas event marketing Rumah Cantik Citra dalam meningkatkan brand equity pada pengunjung Rumah Cantik Citra di Kota Medan.

Peneliti menggunakan beberapa teori yang relevan dengan penelitian yaitu: Komunikasi Pemasaran, IMC (integrated marketing communication), Event Marketing, Teori AIDDA, Brand dan Brand Equity. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya, yaitu Efektifitas Event Marketing Rumah Cantik Citra Terhadap Peningkatan Brand Equity Citra.

Untuk mencari jumlah sampel dalam penelitian ini maka dipakai rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90%. Dari 2500 orang populasi, maka didapatlah jumlah responden dalam penelitian ini yaitu berjumlah 96 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan teknik pusposive sampling, responden yang diteliti berdasarkan kriteria tertentu yaitu pengunjung RCC yang telah melakukan minimal tiga kali perawatan kecantikan di RCC.

Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup sejumlah 53 buah dan pertanyaan terbuka sebanyak 4 buah. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tabel tunggal, analisis tabel silang, dan uji hipotesis dengan melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang (Rank Order) oleh Spearman.

Dari uji hipotesis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa event marketing Rumah Cantik Citra efektif dalam meningkatkan brand equity Citra di kalangan pengunjung RCC Medan dengan angka korelasi yang bernilai cukup tinggi atau berarti sebesar 0,423. Dengan demikian hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa Ha diterima yakni : terdapat hubungan event marketing

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam era globalisasi, persaingan bisnis menjadi sangat tajam, baik di

pasar domestik (nasional) maupun di pasar internasional atau global. Tanpa

terkecuali di negara kita, dunia usaha di Indonesia juga berkembang dengan pesat.

Perdagangan bebas AFTA di tahun 2003 dan APEC mulai tahun 2020

memberikan kesempatan para produsen untuk memasarkan produknya secara

bebas. Adanya pasar bebas yang mengakibatkan dunia perdagangan menjadikan

persaingan promosi yang lebih tajam, karena banyaknya jenis produk yang

ditawarkan. Berbagai jenis produk yang ditawarkan sangat berhati-hati dalam

mengisi celah-celah bisnis melalui berbagai macam strategi pemasaran. Hal ini

merupakan tantangan bagi perusahaan terutama perusahaan baru untuk bertahan

di dalam dunia kompetisi ini dan bersaing dengan perusahaan-perusahaan lama

yang telah lebih dahulu dikenal masyarakat. Masing-masing perusahaan berupaya

untuk dikenal, diperhatikan serta diminati banyak orang demi kelangsungan

usahanya.

Mencuri perhatian khalayak merupakan tugas yang tidak mudah.

Diperlukan kerjasama dan komitmen yang tinggi dari perusahaan yang ingin

sukses, dikenal dan diminati banyak orang. Persaingan yang ketat antar

perusahaan membuat para pelaku dunia bisnis tersebut terus melakukan inovasi

dan berani tampil beda dari para pesaingnya. Setiap perusahaan juga harus

(17)

Ada banyak strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam rangka

merebut perhatian dari khalayaknya salah satunya yakni melalui konsep

experiential marketing. Pemikiran Bernd H. Schmitt tentang hubungan antara

produk dan konsumennya yang dituangkan dalam buku Experiential Marketing

(EM) memang sudah lama ada, sejak 1999 (http://202.59.162.82/swamajalah).

Namun, rupanya dari tahun ke tahun ide memberi perhatian khusus terhadap

perilaku dan aspirasi konsumen terus berkembang. Pemikiran dosen di Columbia

Business School New York ini banyak dimanfaatkan untuk mendekati,

mendapatkan dan mempertahankan konsumen loyal. Melalui konsep ini,

perusahaan mencoba melibatkan konsemen melalui emosi, perasaan, mendorong

mereka untuk berpikir, melakukan tindakan, maupun untuk menjalin komunitas.

Keberhasilan mengeksekusi lima elemen ini akan membuat merek tertanam lebih

dalam di hati konsumen. Kini, para produsen beramai-ramai menghadirkan

pengalaman yang unik, positif dan mengesankan kepada konsumen.

Dewasa ini, persaingan perusahaan untuk memperebutkan pelanggan tidak

lagi terbatas pada atribut fungsional produk, melainkan juga sudah dikaitkan

dengan merek yang mampu memberikan citra khusus bagi pemakainya. Merek

dapat diistilahkan dengan ekuitas merek. Untuk memenangi persaingan,

perusahaan harus berusaha untuk berada di deretan terdepan dalam benak

konsumen pada saat konsumen membutuhkan. Untuk mencapai hal tersebut,

produk harus memiliki ekuitas merek yang kuat.

Meskipun porsi anggarannya masih relatif kecil dibandingkan dengan dua

bauran komunikasi utama – iklan dan promosi – namun pengeluaran untuk event

(18)

saat ini porsi brand activation di perusahaan semakin besar. Misalnya billing di

Unilever untuk seluruh aktivitas mereknya anggarannya diperkirakan mencapai

Rp 100 miliar. Sementara itu, Indofood, tahun ini telah memutuskan anggaran

marketing-nya, 70% untuk event dan 30% untuk iklan (MIX (Marketing Xtra)

edisi 07 / VI / Juli 2009).

Event marketing activities (brand activation) adalah salah satu bentuk

promosi merek yang mendekatkan dan membangun interaksi merek dengan

penggunanya melalui aktivitas pertandingan olahraga, hiburan, kebudayaan,

sosial, atau aktivitas publik yang menarik perhatian lainnya (Terence A. Shimp,

2003: 263). Event marketing / brand activation kini semakin diakui sebagai salah

satu cara yang efektif dalam membangun ekuitas merek.

Event marketing memiliki pengaruh yang besar karena keterlibatan

customer di dalamnya. Menurut Sumardy dan Yoris Sebastian, pengamat

marketing, dalam dua tahun terakhir, event atau brand activation memiliki

peranan yang cukup besar dalam kegiatan komunikasi pemasaran. Padahal,

sebelumnya event dianggap sebagai pelengkap kegiatan komunikasi lainnya

karena perusahaan masih banyak mengandalkan kegiatan above the line atau

pemasangan iklan pada media massa.

Dalam perspektif membangun merek, brand activation mempunyai

banyak peluang untuk mencapai keberhasilan. Ini karena event pada dasarnya

diselenggarakan untuk menciptakan suasana hati yang santai dan bahagia. Pada

saat itulah orang lebih mudah menerima pesan persuasi yang disampaikan pemilik

merek (Terence A. Shimp, 2003: 263). Selain itu, seperti yang dikatakan oleh

(19)

terjadi perubahan perilaku konsumen dalam membeli produk. Faktor yang sangat

memengaruhi pembelian produk adalah bagaimana produk tersebut bisa dirasakan

pelanggan. Selama ini pelanggan hanya melihat iklan dan kemasan produk, tapi

tidak bisa merasakan produknya. Akibatnya pola ini bisa berdampak menjadi

pedang bermata dua. Dengan memberikan pengalaman kepada konsumen, citra

bisa meningkat dan loyalitas konsumen terjaga. Karena mereka bisa mendapatkan

customer information yang kuat (http://202.59.162.82/swamajalah).

Tujuan para pemasar menggunakan brand activation atau event marketing

untuk membina hubungan dengan para konsumen, meningkatkan ekuitas merek,

dan memperkuat ikatan dengan dunia perdagangan. Keberhasilan event sangat

tergantung pada kesesuaian antara merek, event, dan pasar sasaran. Karena itu,

sebagaimana halnya dengan setiap keputusan komunikasi pemasaran lainnya, titik

awal brand activation yang efektif adalah menentukan pasar sasaran dan

menjelaskan tujuan yang akan dicapai oleh suatu event. Event pemasaran tidak

akan bernilai kecuali mencapai tujuan dari event tersebut (Terence A. Shimp,

2003: 264).

Salah satu perusahaan yang aktif melakukan event marketing untuk

menjaga loyalitas konsumennya adalah PT. Unilever Indonesia Tbk. Unilever

memperkenalkan wahana bagi konsumennya untuk menggali lebih jauh berkaitan

dengan salah satu produk perawatan kulitnya, Citra. Wahana yang dikenal dengan

sebutan Rumah Cantik Citra (RCC) ini memang tidak menetap di satu tempat,

melainkan berkeliling ke berbagai kota untuk menyambangi konsumennya.

Erni Kertasasmita, Manajer Merek Senior Citra Unilever Indonesia

(20)

perempuan Indonesia meraih kecantikan jiwa-raga. Selain itu, Citra juga

mencerminkan citarasa kecantikan lokal wanita Indonesia yang dikepung oleh

produk perawatan kulit dan muka dari luar negeri karena Citra mengedepankan

bahan baku tradisional yang diolah dan dikemas secara modern. Hal ini sesuai

dengan semangat wanita Indonesia yang semakin modern tanpa harus

menanggalkan kecantikan khas Indonesianya (http://202.59.162.82/swamajalah).

Rumah Cantik Citra adalah suatu perwujudan dari misi Citra pada tahun

2006. Misi tersebut ada dua, yang pertama yakni menjadi merek perawatan kulit

secara menyeluruh. Hal ini dapat dilihat dari daftar produk perawatan kulit yang

dimiliki Citra saat ini yakni untuk perawatan badan; Citra Hand & Body Lotion,

Citra Body Scrub, Citra Liquid Soap dan untuk perawatan muka; Citra Face

Cleanser, Citra Hazeline Moisturizer. Misi yang kedua, Citra ingin membantu

perempuan Indonesia menyeimbangkan kecantikan jiwa dan raga. Berdasarkan

alasan tersebut, Citra memproduksi produk-produknya dengan menambahkan

berbagai wewangian aromatherapy

didesain

sedemikian rupa untuk mengkomunikasikan semua produk-produk perawatan

kulit antara lain melalui desain ruangan ala Cina, Jepang dan Jawa. RCC juga

memberikan terapi kecantikan dengan menggunakan berbagai teknik pijatan

antara lain Shiatsu Massage, Tuina Massage, Himalayan Massage, Javanese

Massage, Ayurveda Massage. Selain itu ada juga kelas Soul & Spirit Theraphy

gratis yang diadakan setiap hari minggu, antara lain; terapi warna, senam refleksi

ala cina, relaksasi, Yogalates, Javanese aura healing, Japanese aura healing,

(21)

dengan tiap-tiap kandungan yang ada dalam produk Citra yakni Mangir dan

Bengkoang dari Jawa (Indonesia), Teh Hijau Jepang, Bubuk Mutiara Cina.

Event Marketing RCC ini mulai digelar pada pertengahan 2006 di Jakarta,

Bandung dan Surabaya, Event ini telah dilakukan beberapa kali selama beberapa

tahun. Awalnya memang kurang ‘menggigit’, namun belakangan event ini

ditunggu para pelanggannya (http://202.59.162.82/swamajalah). Kemudian karena

melihat respon konsumen yang dinilai baik, RCC kembali hadir di Jakarta dari 27

November 2006 sampai 31 Mei 2007, dan dari awal Juli sampai akhir Agustus

2007 RCC di Medan. Selanjutnya RCC kembali diadakan di empat kota besar di

Indonesia, yakni di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan dengan periode yang

lebih panjang dari tahun sebelumnya. Di kota Medan sendiri RCC hadir mulai

bulan Mei 2009 sampai Mei 2010. Dengan menyewa sebuah rumah di daerah Jl.

Dr. Mansyur dan “menyulapnya” menjadi tempat perawatan kecantikan diri yang

nyaman, Citra berusaha untuk mencuri dan mempertahankan hati konsumennya.

Menurut Erni, RCC adalah bagian dari aktivitas brand image building

Citra. Tujuannya, untuk memperkuat citra merek Citra di benak konsumen,

khususnya pencinta produk perawatan kulit dan muka lokal. Citra bukanlah

sekedar produk perawatan tradisional, tapi juga sudah dikemas dan diolah secara

modern seiring dengan kemajuan pola berpikir dan sikap wanita Indonesia itu

sendiri yang semakin mandiri dan modern. Alasan utama kehadiran RCC, agar

konsumen semakin kenal produk-produk Citra dan merasakan efek langsungnya

pada kulit dengan menikmati berbagai macam perawatan spa. Dan, tentu saja

(22)

Menurut survei yang dilakukan oleh majalah marketing, Citra mempunyai

indeks Top Brand 2010 yang paling tinggi dalam kategori Hand & Body Lotion

yakni 54,7%. Angka tersebut jauh di atas pesaingnya yang menduduki peringkat 2

yakni Marina yang muncul dengan indeks 12,8%. Hal ini membuat Hand & Body

Lotion Citra meraih Top Brand Award 2010 dan semakin mengukuhkan posisi

Citra sebagai pemimpin pasar Hand & Body Lotion di Indonesia. Akan tetapi

produk Citra yang lainnya yang juga diandalkan Citra sebagai produk perawatan

kulit belum mendapatkan posisi yang kuat di benak konsumen. Sabun mandi Citra

hanya mendapatkan Top Brand Indeks 2,6 %, namun untuk susu pembersih wajah

Citra mendapatkan posisi keempat dengan indeks 8.0% dipimpin oleh Pond’s,

Viva, dan Ovale (MARKETING, Februari 2010: 60-61).

Peneliti memilih untuk meneliti tentang event marketing Rumah Cantik

Citra karena peneliti merasa bahwa RCC cukup sukses sebagai sebuah event. Hal

ini dibuktikan dengan dibangunnya kembali RCC selama beberapa kali di

beberapa kota di Indonesia. Dari publisitas yang memuat RCC dapat dilihat

bahwa RCC tidak pernah sepi dari pengunjung. Hal ini mengindikasikan bahwa

konsumen sudah mulai aware dan menyukai produk yang ditawarkan. Namun ada

beberapa pengunjung RCC kota Medan yang telah beberapa kali mengunjungi

RCC menyatakan bahwa mereka tidak tertarik untuk tetap menggunakan produk

Citra jika event RCC telah berakhir (Observasi peneliti pada November 2009).

Padahal secara teoretis suatu event bermanfaat selain membina hubungan dengan

(23)

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti seberapa

efektif pengadaan event marketing rumah Cantik Citra dalam mencapai tujuannya

yakni peningkatan brand equity pada pengguna produk Citra di Kota Medan.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

“Apakah event marketing Rumah Cantik Citra efektif dalam meningkatkan brand

equity pada pengunjung Rumah Cantik Citra di Kota Medan?”

1.3 PEMBATASAN MASALAH

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga

dapat mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan

diteliti. Adapun pembatasan masalah tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Penelitian ini menggunakan metode korelasional, yang bersifat mencari

atau menjelaskan hubungan, yakni antara efektifitas program event

marketing Rumah Cantik Citra dalam meningkatkan brand equity pada

pengunjung citra di Kota Medan.

2. Objek penelitian ini adalah pengunjung Rumah Cantik Citra yang berjenis

kelamin perempuan.

3. Pengunjung tersebut minimal telah tiga kali melakukan perawatan

kecantikan di Rumah Cantik Citra.

4. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – April 2010.

1.4 TUJUAN dan MANFAAT PENELITIAN Tujuan Penelitian

(24)

1. Untuk mengetahui kemampuan event marketing Rumah Cantik Citra

dalam mengenalkan merek Citra.

2. Untuk mengetahui pengaruh event marketing Rumah Cantik Citra pada

pengunjungnya.

3. Untuk mengetahui brand equity yang dimiliki pengunjung Rumah Cantik

Citra terhadap brand Citra.

4. Untuk mengetahui efektifitas event marketing Rumah Cantik Citra dalam

meningkatkan brand equity pada pengunjung Rumah Cantik Citra di Kota

Medan.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan

memperkaya bahan referensi, bahan penelitian serta sumber bacaan

khususnya mengenai di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

2. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tempat bagi

penulis untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa kuliah serta

menambah wawasan peneliti tentang efektifitas event marketing suatu

brand terhadap peningkatan brand equity di kalangan konsumennya.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada

pihak-pihak yang membutuhkan khususnya lembaga atau para pelaku

event marketing (brand activation) di dalam mengkomunikasikan suatu

merek kepada konsumen.

(25)

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir

dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka

teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana

masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001:39).

Kerangka teori bermanfaat sebagai dasar dalam menjelaskan berbagai

fenomena-fenomena yang penting dalam bidang yang diteliti. Kerlinger

menyebutkan, teori adalah himpunan konstruk (konsep), defenisi dan proposisi

yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan

relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut

(Rakhmat, 2004:6).

Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan adalah Komunikasi

Pemasaran, IMC (Integrated Marketing Communication) Event Marketing (brand

activation), Teori AIDDA, Brand dan Brand Equity.

1.5.1 Komunikasi Pemasaran

William G. Nickels dalam bukunya Marketing Communication and

Promotion, mendefinisikan komunikasi pemasaran sebagai berikut: proses

pertukaran informasi yang dilakukan secara persuasif sehingga proses pemasaran

dapat berjalan secara efektif dan efisien (Purba, 2006: 126).

Menurut Philip Kotler, pemasaran adalah sebagai proses sosial dan

manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka

butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai

dengan pihak lain (Kotler dan Amstrong, 2004: 7). Berdasarkan definisi tersebut

(26)

permintaan (demands), produk (products), pertukaran (exchange), transaksi

(transactions), dan pasar (markets).

Marketing communication atau komunikasi pemasaran adalah segenap

elemen dan teknik yang diperlukan untuk berkomunikasi dengan pasar, yakni

mulai dari pembuatan kartu nama, label atau merek dagang, pengemasan produk,

sampai pada periklanan, penyelenggaraan kegiatan-kegiatan humas dan pelayanan

purna jual (Jefkins, 1995: 169).

Komunikasi pemasaran adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan antara

pembeli dan penjual yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan

pemasaran perusahaan. Tujuan komunikasi pemasaran mengkomunikasikan

keberadaan produk beserta mutu, komposisi, bentuk, warna, dan mereknya kepada

khalayak sasaran dan diharapkan ada tanggapan balik dari konsumen sebagai

lawan komunikasi. Pada umumnya, tanggapan dari khalayak yang dikehendaki

adalah keputusan untuk membeli dan menghasilkan produk yang dihasilkan

perusahaan.

Marketing mix mendeskripsikan suatu kumpulan alat-alat yang dapat

digunakan untuk mempengaruhi penjualan. Formula tradisional dari marketing

mix ini disebut 4P, yaitu product (produk), price (harga), place (tempat atau

distribusi), dan promotion (promosi / komunikasi pemasaran).

Dalam komunikasi pemasaran, promosi merujuk pada semua bentuk

komunikasi yang digunakan oleh organisasi untuk memberitahukan sesuatu dan

mempengaruhi tingkah laku membeli dari pelanggan yang sudah ada dan

(27)

harus dirancang untuk memberitahukan pelanggan mengenai manfaat dan nilai

dari produk atau jasa yang ditawarkan.

Program atau strategi komunikasi pemasaran total sebuah perusahaan bisa

terdiri dari iklan (advertising), penjualan langsung (direct selling), penjualan

pribadi (personal selling), promosi penjualan (sales promotion), aktivitas

hubungan masyarakat yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan iklan

dan pemasarannya serta publisitas (Public Relation & Publicity) (Kotler dan

Amstrong, 1997: 77). Hal ini sering disebut dengan bauran promosi (Promotion

Mix).

1.5.2 IMC (Integrated Marketing Communication)

Ada dua faktor yang mengubah wajah komunikasi pemasaran dewasa ini.

Pertama, seiring terbagi-baginya pasar massal, pemasar mulai menjauh dari

pemasar massal. Semakin lama mereka semakin mengembangkan program

pemasaran terfokus yang dirancang untuk membangun hubungan yang lebih erat

dengan pelanggan di pasar mikro yang cakupannya lebih sempit. Kedua, pesatnya

perkembangan teknologi informasi semakin mempercepat gerakan ke arah

pemasaran yang tersegmentasi. Teknologi informasi dewasa ini membantu

pemasar untuk tetap dekat dengan kebutuhan pelanggan – informasi mengenai

konsumen di tingkat individu dan rumah tangga tersedia dalam jumlah yang jauh

lebih banyak daripada yang pernah ada sebelumnya. Teknologi baru juga

menyediakan jalur komunikasi baru untuk menjangkau segmen pelanggan yang

lebih kecil dengan pesan yang lebih disesuaikan (Kotler & Amstrong, 2001: 134).

Pergeseran dari pemasar massal ke pemasaran tersegmentasi berdampak

(28)

generasi baru komunikasi massa, pergeseran ke arah pemasaran satu-satu pun

akan melahirkan generasi baru yakni upaya komunikasi yang lebih khusus dengan

sasaran yang lebih tinggi (Kotler & Amstrong, 2001: 134-135).

Dengan adanya lingkungan komunikasi yang baru ini pemasar harus

memikirkan ulang peran berbagai jenis media dan alat-alat bauran promosi.

Meskipun secara umum bentuk-bentuk promosi memiliki fungsi yang sama

namun, tetapi bentuk-bentuk tersebut dapat dibedakan berdasarkan tugas-tugas

khususnya.

Perubahan lingkungan bisnis yang sarat dengan ketidakpastian dan

perkembangan teknologi di zaman modern saat ini dan pemasaran telah dipandang

dan didudukkan secara strategis dalam proses bisnis, dengat mengingat bahwa

komunikasi merupakan determinant faktor dari pemasaran, bahkan, menurut

pandangan Shimp (2003) dengan mengutip pemikiran Schultz, Tannebaum, dan

Lauterborn (1996: 46), telah mengklaim bahwa pemasaran di era reformasi ini

adalah komunikasi dan komunikasi adalah pemasaran, di mana keduanya tidak

pernah bisa dipisahkan. Dengan demikian, sudah seharusnyalah komunikasi

pemasaran juga dipandang sebagai “proses bisnis strategis”. Dari titik inilah

konsep IMC mulai berkembang, yang melakukan revisi kritis terhadap

keseluruhan pemikiran dan pendekatan komunikasi dalam konteks bisnis dan

pemasaran modern (Estaswara, 2008 : 11 ).

Menurut Estaswara, IMC merupakan proses dan konsep manajemen pesan

untuk menyelaraskan persepsi tentang nilai merek melalui interaksi dengan semua

significant audience perusahaan dalam jangka panjang dengan

(29)

efisiensi dan efektifitas kinerja bisnis dan pemasaran dalam mencapai tujuannya

(Estaswara, 2008 : 224-225 ).

1.5.3 Event Marketing

Salah satu cara yang ampuh dalam menyampaikan pesan sebuah brand

adalah dengan mengajak customer dan potential customer untuk terlibat dalam

sebuah event yang diselenggarakan perusahaan. Hal ini dijelaskan oleh Tom

Duncan dalam bukunya “IMC: Using Advertising & Promotion to Build Brands”,

“event marketing is a significant situation or promotional happening that has a

central focus and chapters the attention and involvement of the target audience.”

Event marketing yang diselenggarakan harus memiliki pengaruh (impact) serta

memberikan kesan mendalam kepada setiap orang yang hadir sehingga customer

maupun potential customer bisa cukup lama mengingat pengalaman yang

menyenangkan tersebut.

Salah satu bentuk aktivitas pemasaran kategori below the line (lini bawah)

yakni berupa aktivitas merek (brand activation). Marketing event (brand

activation) adalah salah satu bentuk promosi merek yang mendekatkan dan

interaksi merek dengan penggunanya melalui aktivitas pertandingan olahraga,

hiburan, kebudayaan, sosial, atau aktivitas publik yang menarik perhatian lainnya.

Dalam konsep Connected Marketing seperti yang dikemukakan penulisnya, Justin

Kirby dan Paul Marsden, event atau brand activation merupakan salah satu upaya

dalam menciptakan buzz marketing atau pembicaraan (word of mouth) yang

positif tentang perusahaan, produk atau jasa oleh media dan publik (MIX

(30)

Adapun beberapa fungsi event marketing antara lain memperkenalkan

suatu merek produk tertentu, menjaga dan meningkatkan loyalitas pelanggan,

memperkenalkan keunggulan suatu produk, dan juga terjadinya penjualan saat

event.

Selain fungsi-fungsi diatas, menurut

terdapat beberapa fungsi lain dari event marketing yang digunakan perusahaan,

yaitu:

- Memperkuat brand positioning dan image sebuah merek.

- Untuk menarik pelanggan pesaing (brand switching).

- Menunjukkan kelebihan dibandingkan kompetitor.

- Menjaga dan meningkatkan loyalitas dari pelanggan.

- Menciptakan brand awareness yang tinggi dan instan.

1.5.4 Teori AIDDA

Sehubungan dengan uraian di atas, maka teori yang juga dipandang

mendekati permasalahan penelitian ini adalah AIDDA. Teori AIDDA atau biasa

dikenal dengan sebutan A-A Procedure adalah akronim dari kata-kata attention

(perhatian), interest (minat), desire (hasrat), decision (keputusan), action

(tindakan). Proses penahapan komunikasi ini mengandung maksud bahwa

komunikasi hendaknya dimulai dengan membangkitkan perhatian. Dalam

hubungan ini, komunikator harus menimbulkan daya tarik. Apabila perhatian

komunikan telah terbangkitkan, hendaknya disusul dengan upaya menumbuhkan

minat atau interest. Minat adalah kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik

tolak bagi timbulnya hasrat atau desire untuk melakukan suatu kegiatan yang

(31)

dengan datangnya keputusan atau decision, yakni untuk melakukan kegiatan atau

action sebagaimana diharapkan komunikator (Effendy, 1992: 304-305).

Berkaitan dengan menumbuhkan tindakan membeli atau mengkonsumsi

merek Citra, tahapan selektivitas masyarakat sebagai sikap penentuan pilihan

mereka dapat dilihat melalui tahapan-tahapan konsep AIDDA, yang digambarkan

sebagai berikut:

Attention; dalam tahap ini, kegiatan mulai dilakukan dengan maksud untuk

menumbuhkan perhatian khalayak terhadap event Rumah Cantik Citra

(RCC).

Interest; ini adalah tahap kedua di mana khalayak tidak hanya menaruh

perhatian terhadap event RCC tetapi juga mulai tertarik atau berminat.

Desire; dalam tahap ini khalayak telah mempunyai motivasi untuk

mendatangi RCC dan mencoba perawatan diri yang ditawarkan di event

tersebut.

Decision; pada tahap ini sikap sesungguhnya khalayak terhadap event

mulai terlihat. Di tahap ini juga konsumen mengambil keputusan untuk

menyukai atau membenci hal tersebut.

Action; ini merupakan tahap akhir dari formula ini. Pada tahap ini

tercermin action atau tindakan khalayak untuk menggunakan merek yang

telah dicobanya melalui event RCC (Kurniawati, 2006: 19).

1.5.5 Brand dan Brand equity

Praktik branding telah berlangsung berabad-abad. Kata “brand” dalam

bahasa Inggris berasal dari kata “brandr” dalam bahasa Old Norse, yang berarti

(32)

waktu itu, pemilik peternakan menggunakan “cap” khusus untuk menandai ternak

miliknya dan membedakan dari ternak milik orang lain. Melalui cap seperti ini

konsumen menjadi lebih mudah mengidentifikasikan ternak-ternak berkualitas

yang ditawarkan oleh para peternak bereputasi bagus. Manfaat merek sebagai

pedoman yang memudahkan konsumen memilih produk tetap berlaku hingga saat

ini. Menurut Kotler merek dipandang sebagai bagian dari produk sehingga

branding dianggap sebagai aktivitas yang memberi nilai tambah bagi produk

(Tjiptono, 2005: 10).

Selanjutnya, ada beberapa pengertian brand equity yang dikemukakan

oleh beberapa ahli. Menurut Susanto dan Wijanarko (2004: 127) ekuitas merek

adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek,

nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh

suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan.

Kemudian menurut East (1997: 29), “Brand equity or brand strength is

the control on purchase exerted by a brand, and, by virtue of this, the brand as an

asset that can be exploited to produce revenue” yang berarti ekuitas merek atau

kekuatan merek adalah kontrol dari pembelian dengan menggunakan merek, dan,

kebaikan dari merek, merek sebagai aset yang dapat dimanfaatkan untuk

menghasilkan pendapatan.

Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2004: 292), “Brand equity is

the positive differential effect that knowing the brand name has on customer

response to the product or service”, yang artinya ekuitas merek adalah efek

diferensiasi yang positif yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap

(33)

menambah atau mengurangi nilai dari brand itu sendiri yang dapat diketahui dari

respon konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual.

Susanto dan Wijanarko (2004) yang mengadaptasi teori Aaker,

menyatakan bahwa brand equity dapat dikelompokkan ke dalam beberapa

kategori:

a. Brand awareness, adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk

mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari

kategori merek tertentu. Sedangkan pendapat lain dari East (1997: 29),

“Brand awareness is the recognition and recall of a brand and its

differentiation from other brands in the field” yang berarti adalah pengakuan

dan pengingatan dari sebuah merek dan pembedaan dari merek yang lain yang

ada di lapangan. Jadi brand awareness adalah kemampuan konsumen untuk

mengingat suatu brand dan yang menjadikannya berbeda bila dibandingkan

dengan brand lainnya.

Bagan piramida brand awareness

Sumber: David A. Aaker (1997: 92) Puncak

pikiran

Pengingat an kembali

merek

Pengenalan merek

[image:33.595.229.393.497.701.2]
(34)

Ada 4 tingkatan brand awareness seperti yang dapat dilihat pada gambar

di atas, yaitu:

1. Tidak menyadari merek (Unaware of brand); tingkat yang paling rendah

dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari

adanya suatu merek.

2. Pengenalan merek (Brand recognition); tingkat minimal dari kesadaran

merek. Hal ini penting pada saat pembeli memilih suatu merek pada

saat melakukan pembelian.

3. Pengingatan kembali terhadap merek (Brand recall); didasarkan pada

permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu

kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa

bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu

dibantu untuk memunculkan merek tersebut.

4. Puncak pikiran (Top of mind); apabila seseorang ditanya secara

langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan orang tersebut dapat

menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak

disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain,

merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada

di dalam benak konsumen.

b. Perceived quality, yaitu persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas

atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang

diharapkan.

c. Brand association, adalah sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai

(35)

tingkat kekuatan. Keterikatan pada suatu merek akan lebih kuat apabila

dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk

mengkomunikasikannya.

d. Brand loyalty; merupakan ukuran kesetiaan seorang pelanggan pada sebuah

merek.

Menurut Susanto dan Wijanarko (2004: 2), dalam menghadapi persaingan

yang ketat, merek yang kuat merupakan suatu pembeda yang jelas, bernilai, dan

berkesinambungan, menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan dan sangat

membantu strategi pemasaran. Keller menyatakan brand equity adalah keinginan

seseorang untuk melanjutkan menggunakan suatu brand atau tidak. Pengukuran

dari brand equity sangatlah berhubungan kuat dengan kesetiaan dan bagian

pengukuran dari pengguna baru menjadi pengguna yang setia. Brand equity baru

terbentuk jika pelanggan mempunyai tingkat awareness yang dan familiaritas

yang tinggi terhadap sebuah merek dan memiliki asosiasi merek yang kuat, positif

dan unik dalam memorinya (Tjiptono, 2005: 39).

1.6 KERANGKA KONSEP

Kerangka merupakan hasil pemikiran yang rasional yang merupakan

uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian

yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa

(Nawawi, 2001:40).

Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti

yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak

kejadian, keadaan, kelompok atau individu, yang menjadi pusat perhatian ilmu

(36)

yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban

sementara dari masalah yang diuji kebenarannya.

Pembatasan konsep dalam penelitian ini tidak saja untuk menghindari

salah maksud dalam memahami konsep penelitian dalam penelitian, tetapi

batasan konsep diperlukan untuk penjabaran variabel penelitian maupun

indikator variabel (Bungin, 2005:92).

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas (X)

Variabel bebas adalah segala gejala, faktor, atau unsur yang menentukan

atau mempengaruhi munculnya variabel kedua yang disebut variabel

terikat. Tanpa variabel ini maka variabel berubah sehingga akan muncul

variabel terikat yang berbeda atau yang lain bahkan sana sekali tidak ada

atau tidak muncul (Nawawi, 2001:57). Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah aktivitas event marketing atau brand activation Rumah Cantik

Citra.

2. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor maupun unsur yang ada

ataupun muncul dipengaruhi atau ditentukan adanya variabel bebas dan

bukan karena adanya variabel lain (Nawawi, 2001:57). Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah brand equity.

3. Variabel antara (Z)

Sejumlah gejala yang tak dapat dikontrol tetapi dapat diperhitungkan

dalam pengaruhnya terhadap variabel bebas (Nawawi, 2001: 58). Variabel

(37)

terikat yang berfungsi sebagai penguat atau pelemah hubungan antar

variabel terikat. Variabel antara pada penelitian ini adalah karakteristik

responden

1.7 MODEL TEORETIS

Berdasarkan kerangka konsep di atas maka dapat dibentuk model teoretis

sebagai berikut:

Gambar 1.2 Model Teoritis

1.8 OPERASIONAL VARIABEL

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di

atas, maka untuk lebih memudahkan penelitian diperlukan suatu operasional

variabel terkait yaitu sebagai berikut:

Variabel Bebas (X) Event Marketing Rumah Cantik Citra

Variabel Terikat (Y)

Brand Equity

Variabel Antara (Z)

(38)
[image:38.595.145.517.152.479.2]

Tabel 1.1 Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Operasioanal

1. Variabel Bebas (X)

Event Marketing Rumah Cantik Citra

1. Product (produk) 2. Price (harga)

3. Place (tempat / distribusi) 4. Promotion (promosi /

komunikasi pemasaran)

2. Variabel Terikat (Y)

Brand equity

1. Brand awareness 2. Perceived quality 3. Brand associations 4. Brand loyalty

3. Variabel Antara (Z)

Karakteristik Responden

1. Usia

2. Pekerjaan

3. Pendapatan / Uang saku

4. Frekuensi

1.9 DEFINISI VARIABEL OPERASIONAL

Definisi operasional merupakan unsur yang memberitahukan bagaimana

caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1995: 46). Dengan kata lain,

defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah atau semacam petunjuk

pelaksana bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Maka variabel-variabel

dalam operasionalisasi penelitian ini didefinisikan sebagai berikut:

(39)

a. Product (produk), yaitu sesuatu yang ditawarkan oleh Rumah

Cantik Citra kepada pelanggannya sebagai pertimbangan untuk

mengkonsumsinya.

b. Price (harga), yaitu besarnya nilai yang harus dikeluarkan oleh

konsumen untuk membeli produk beserta persyaratannya.

c. Place (tempat / distribusi), yaitu berkaitan dengan kemudahan

konsumen dalam memperoleh produk.

d. Promotion (promosi / komunikasi pemasaran), yaitu informasi

yang dipublikasikan kepada masyarakat tentang keberadaan

Rumah Cantik Citra dan fasilitas yang ditawarkan guna

merangsang konsumen untuk melakukan perawatan kecantikan di

Rumah Cantik Citra.

2. Variabel terikat (brand equity), terdiri dari:

1. Brand awareness, yaitu kemampuan konsumen untuk mengingat suatu

brand dan yang menjadikannya berbeda bila dibandingkan dengan

brand lainnya.

Tingkatan brand awareness (kesadaran merek) yaitu:

a. Unaware of brand; konsumen tidak menyadari akan adanya suatu

merek.

b. Brand recognition (pengenalan merek); responden dibantu dengan

pilihan merek.

c. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek); merek yang

(40)

d. Top of mind (puncak pikiran); responden menyebut nama merek

tersebut pertama kali.

2. Perceived quality; yaitu persepsi pelanggan terhadap keseluruhan

kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud

yang diharapkan.

3. Brand association; yaitu sesuatu yang berkaitan dengan ingatan

mengenai sebuah produk.

4. Brand loyalty; merupakan ukuran kesetiaan seorang pelanggan pada

sebuah merek.

3. Variabel antara (karakteristik responden), terdiri dari :

a. Usia, yakni umur responden.

b. Pekerjaan, yaitu bidang kerja responden sehari-hari.

c. Pendapatan / Uang saku, yaitu jumlah uang saku yang

diterima/dimiliki responden, baik per hari, per minggu atau per

bulan.

d. Frekuensi, yaitu frekuensi responden mengunjungi rumah cantik

citra selama satu bulan.

1.10 HIPOTESIS

Secara etimologis hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu hypo dan thesis.

Hypo berarti kurang dan thesis berarti pendapat. Jadi hipotesis merupakan

kesimpulan yang belum sempurna, sehingga disempurnakan dengan membuktikan

kebenaran hipotesis yaitu dengan menguji hipotesis dengan data di lapangan

(Bungin, 2005:90). Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

(41)

Ho: Tidak terdapat hubungan event marketing Rumah Cantik Citra dengan

peningkatan brand equity Citra di kalangan pengunjung RCC Kota Medan.

Ha: Terdapat hubungan event marketing Rumah Cantik Citra dengan

(42)

BAB II

URAIAN TEORETIS

2.1 Komunikasi Pemasaran

2.1.1 Sejarah Komunikasi Pemasaran

Harsono Suwardi menyatakan bahwa dasar dari pemasaran adalah

komunikasi dan pemasaran bisa akan begitu powerful jika dipadukan dengan

komunikasi yang efektif dan efisien. Bagaimana menarik konsumen atau khalayak

menjadi aware, kenal dan mau membeli suatu produk atau jasa lewat saluran

komunikasi adalah bukan sesuatu yang mudah (Prisgunanto, 2006: vii).

Sejarah menunjukkan, bahwa Butler dari University of Chicago adalah

orang yang pertama mengadopsi konsep pemasaran dari riset-riset penjualan pada

tahun 1906. Beliau mengambil istilah-istilah tersebut dari kajian ilmu ekonomi

dari pemikiran teoritik Ricardo dan Adam Smith. Pada perkembangannya

semenjak tahun 1949, pemasaran (marketing) dianggap lebih luas, tidak hanya

menyangkut unsur-unsur penjualan saja, maka kemudian mulailah masuk

berbagai unsur didalamnya. Kemudian Borden pada tahun 1964 memperkenalkan

konsep barunya tentang marketing mix. Setelah itu, kajian komunikasi pemasaran

sudah dipastikan dikenal banyak orang, setelah terdapat pengembangan dan

penemuan-penemuan, baru diketahui bahwa komunikasi pemasaran itu bersifat

multidisipliner (Prisgunanto, 2006:28).

Pada pertengahan abad ke-18, seorang pelaku pasar (marketer) bernama

Josiah Wedgwood membangun program perluasan promosi penjualan dengan

(43)

raja-raja Eropa. Kegiatan ini akhirnya menjadi kegiatan rutin dan gaya sajian

tradisi istana yang diikuti oleh kalangan bangsawan dan kerabat istana waktu itu

(Prisgunanto, 2006:29).

Promosi penjualan gaya tersebut sebenarnya menyadur atau mengadopsi

dari gaya program promosi penjualan pedagang Cina abad 600 SM, di mana para

pengecor dan pengrajin logam di sana berlomba-lomba memberikan hasil

terbaiknya kepada kaisar Zhou yang berkuasa waaktu itu. Tercatat bahwa banyak

karya terbaik yang disimpan oleh kaisar Zhou, seperti lonceng, pernik-pernikk

perunggu untuk acara keagamaan, hiasan dan cetakan untuk prototype ‘cap’

legalitas kerajaan, dan lain sebagainya. Kegiatan itu dilakukan bertepatan dengan

sajian santap malam raja dan kerabat ketika beliau sedang bersantai dengan

kerabat istana.

2.1.2 Pengertian Komunikasi Pemasaran.

Kebanyakan orang mungkin menempatkan komunikasi pemasaran berada

di bawah periklanan dan promosi, namun pada perkembangannya saat ini,

komunikasi pemasaaran muncul sebagai suatu bentuk komunikasi yang lebih

kompleks dan berbeda. Pada akhirnya, banyak akademisi dan praktisi

mendefinisikan komunikasi pemasaran yaitu semua elemen-elemen promosi dari

marketing mix yang melibatkan komunikasi antarorganisasi dan target audience

pada segala bentuknya yang ditujukan untuk performance pemasaran

(Prisgunanto, 2006:8).

Komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha

menyebarkan informasi, mempengaruhi / membujuk, dan mengingatkan pasar

(44)

loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan (Tjiptono,

1995:219).

William G. Nickels dalam bukunya Marketing Communication and

Promotion (1984) mendefinisikan komunikasi pemasaran sebagai berikut: proses

pertukaran informasi yang dilakukan secara persuasif sehingga proses pemasaran

dapat berjalan secara efektif dan efisien (Purba, dkk, 2006: 126).

Kegiatan komunikasi pemasaran merupakan rangkaian kegiatan untuk

mewujudkan suatu produk, jasa, ide, dengan menggunakan bauran pemasaran

(promotion mix) yaitu : iklan (advertising), penjualan tatap muka (personal

selling), promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat dan

publisitas (public relation and publicity) serta pemasaran langsung (direct

marketing) (Purba, dkk, 2006: 126 – 127).

Banyak ahli yang sepakat bahwa konsep inti komunikasi pemasaran

adalah pertukaran (exchange). Alasan yang mendasari bahwa konsep inti

pemasaran adalah pertukaran yaitu bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan satu

individu dengan individu yang lainnya merupakan pertukaran. Tidak ada individu

yang mendapatkan sesuatu tanpa memberikan sesuatu baik langsung ataupun

tidak langsung. Alasan terjadinya pertukaran adalah untuk memuaskan kebutuhan.

Pertukaran yang terjadi baik langsung maupun tidak langsung memerlukan

komunikasi yang membawa peran. Dengan demikian komunikasi memegang

peranan penting dalam proses pertukaran. Pada tingkat dasar komunikasi dapat

menginformasikan dan membuat konsumen potensial menyadari akan produk

yang ditawarkan. Komunikasi dapat berusaha membujuk konsumen agar berhasrat

(45)

Peran lain dari komunikasi adalah untuk membedakan (differenting) produk yang

ditawarkan oleh satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Upaya ini dilakukan

dengan mengkomunikasikan kepada konsumen bahwa produk yang ditawarkan

berbeda dengan produk lainnya yang sejenisnya.

2.1.3 Tujuan Komunikasi Pemasaran

Komunikasi pemasaran meliputi tiga tujuan utama, yaitu untuk

menyebarkan informasi (komunikasi informatif), mempengaruhi untuk melakukan

pembelian atau menarik konsumen (komunikasi persuasif), dan mengingatkan

khalayak untuk melakukan pembelian ulang (komunikasi mengingatkan kembali).

Respon atau tanggapan konsumen sebagai komunikan meliputi (Tjiptono,

1997: 220):

a) Efek kognitif, yaitu membentu kesadaran informasi tertentu.

b) Efek afektif, yakni memberikan pengaruh untuk melakukan sesuatu. Yang

diharapkan adalah reaksi pembelian.

c) Efek konatif atau perilaku yaitu membentuk pola khalayak menjadi

perilaku selanjutnya. Perilaku yang diharapkan adalah pembelian ulang.

Secara umum ada tiga tingkatan dasar untuk hirarki efek dalam praktik

komunikasi pemasaran (Prisgunanto, 2006: 69). Hal ini dapat dianggap sebagai

tahapan dan posisi di mana pelanggan atau khalayak merespon dan memahami

suatu produk dari hasil interaksi mereka lewat komunikasi pemasaran. Tahapan

tersebut terbagi dalam beberapa tingkatan berikut:

1) Tahap knowings (mengetahui / kenal)

2) Tahap feelings (merasakan / hasrat)

(46)

Guna keperluan persamaan dalam pengukuran efek komunikasi

pemasaran, digunakan standarisasi tingkat efek-efek model dari keterlibatan

respon pelanggan dari komunikasi pemasaran. Ada banyak versi yang ditawarkan

para ahli komunikasi pemasaran dalam mengetahui tingkat pemahaman dan

pengetahuan pelanggan dalam konsep tingkatan efek (Hierarchy of effects

concept). Namun yang dipilih untuk digunakan dalam penelitian ini adalah konsep

AIDDA; Attention (mendapatkan perhatian), Interest (mempertahankan minat),

Desire (menimbulkan keinginan), Decision (membuat keputusan) Action

(memperoleh perlakuan).

Adapun keterkaitan antara tujuan komunikasi dan respon khalayak

berkaitan dengan tahap-tahap dalam proses penerimaan pesan dapat dilihat pada

gambar berikut:

[image:46.595.111.548.441.642.2]

Tujuan Komunikasi Respon Khalayak Proses Pembelian

Gambar 2.1 Tujuan Komunikasi, Respon Khalayak, dan Proses Pembelian

Komunikasi pemasaran dalam konteks ini juga harus lebih diartikan

sebagai kemampuan manusia dalam menyatukan pemikiran antara komunikator Attention

Interest

Desire

Decision

Action Informing

Persuading

(47)

dengan komunikan atau orang yang ditujukan dalam menerima pesan. Hasil akhir

dari komunikasi adalah adanya perubahan sikap lawan bicara atau komunikasi

yang diartikan sebagai sikap menerima komunikan akan pesan yang dibawa oleh

komunikator dalam pertukaran dimaksud. Diharapkan, komunikan akan menerima

pesan, terpengaruh, bahkan mengikuti apa yang diajukan oleh si komunikator

yakni membeli atau mendapatkan barang tersebut dalam keperluan memuaskan

keingintahuan dan rasa penasaran mereka (Prisgunanto, 2006:10).

2.1.4 Bauran Pemasaran Dan Bauran Komunikasi Pemasaran a) Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran atau strategi pemasaran merupakan kombinasi dari

berbagai tahapan atau elemen yang diperlukan mulai dari tahap perencanaan

sampai dengan eksekusi atau pelaksanaan keseluruhan operasi pemasaran

(Jefkins, 1997:8).

Konsep dasar 4P dalam bauran pemasaran untuk pertama kalinya

diperkenalkan E.Jerome Mc.Carthy, yang kemudian dikembangkan oleh Philip

Kotler. Prinsip 4P ini pada dasarnya membagi bauran pemasaran menjadi empat

bagian utama yakni product (produk), place (tempat), price (harga), promotion

(promosi).

1. Produk (Product)

Menurut Rewoldt & Scott sebuah produk yaitu sesuatu hal (baik yang

disukai maupun yang tidak disukai) yang diterima orang pada sesuatu pertukaran;

ia merupakan suatu kompleks sifat-sifat yang berwujud atau tidak berwujud dan

(48)

1989:346). Sebuah produk dapat berupa: ide, service, barang, kombinasi ketiga

macam hal yang dikemukakan.

Di dalam definisi tersebut tercakup: servis bantuan yang berkaitan dengan

barang-barang, seperti misalnya: Instalasi, Jaminan-jaminan, Informasi tentang

produk, Janji untuk menyelenggarakan perbaikan-perbaikan atau pemeliharaan

(Winardi, 1989:346).

Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk

diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai

pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan (Tjiptono,

1997:95).

Produk adalah suatu sifat yang kompleks baik yang dapat diraba maupun

tidak dapat diraba, termasuk bungkus, warna, harga, prestise perusahaan dan

pengecer, pelayanan perusahaan dan pengecer, yang diterima oleh pembeli untuk

memuaskan keinginan atau kebutuhannya (Swastha, 1997:165).

Produk mengandung unsur-unsur meliputi merek, kemasan, jaminan

(garansi), pelayanan, dan sebagainya. Merek merupakan nama, istilah, tanda,

simbol/barang, desain, warna, gerak, atau kombinasi atribut-atribut produk

lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan diferensiasi terhadap

produk asing (Tjiptono, 1997:106).

Dalam kegiatan pemasaran, keberadaan produk juga harus didukung oleh

kemasan (packaging). Unsur lain dalam sebuah produk adalah label dan layanan

pelengkap (supplementary services) yang dapat berupa informasi, konsultasi,

order taking (meliputi aplikasi keanggotaan pada program tertentu,jasa

(49)

transportasi,dll ), caretaking (terdiri dari perhatian dan perlindungan atas barang

milik pelanggan yang mereka bawa misalnya penanganana bagasi, penitipan

tas,dll), exceptions (meliputi permintaan khusus sebelumnya penyampaian

produk), billing (laporan verbal mengenai jumlah rekening rekening mesin yang

memperlihatkan jumlah rekening, self billing), pembayaran (pengurangan

otomatis atas rekening nasabah, kontrol,dll).

Unsur berikutnya adalah jaminan yakni janji yang merupakan kewajiban

produsen atas produknya kepada konsumen, di mana para konsumen akan diberi

ganti rugi bila produk ternyata tidak bisa berfungsi sebagaimana yang diharapakan

atau dijanjikan.

2. Harga (Price)

a. Definisi harga

Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin)

yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan

pelayanannya (Swastha, 1997:241).

Secara sederhana, istilah harga dapat diartikan sebagai jumlah uang

(satuan moneter) dan/atau aspek lain (non moneter) yang mengandung utilitas /

kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk (Tjiptono,

2008:465).

b. Dimensi Harga

Harga merupakan pernyataan nilai dari suatu produk. Nilai adalah rasio

atau perbandingan antara persepsi terhadap manfaat dengan biaya-biaya yang

(50)

jumlah manfaat potensial (seperti kualitas, citra dan kenyamanan berbelanja) yang

diharapkan konsumen pada tingkat harga tertentu.

Harga merupakan aspek yang tampak jelas bagi para pembeli. Bagi

konsumen yang tidak terlalu paham hal-hal teknis pada pembelian produk

otomotif dan elektronik, kerap kali harga menjadi satu-satunya faktor yang dapat

mereka mengerti.

Harga adalah determinan utama permintaan. Sesuai dengan hukum

permintaan, semakin mahal harga, semakin sedikit jumlah permintaan atas

produk. Meskipun demikian, itu tidak berlaku pada semua situasi.

Harga berkaitan langsung dengan pendapatan dan laba. Harga adalah

satu-satunya unsur bauran pemasaran yang mendatangkan pemasukan bagi perusahaan

yang pada gilirannya berpengaruh pada besar kecilnya laba dan pangsa pasar yang

diperoleh. Harga bersifat fleksibel, artinya dapat disesuaikan dengan cepat. Harga

adalah elemen yang paling mudah diubah dan diadaptasikan dengan dinamika

pasar. Harga juga mempengaruhi citra dan strategi positioning. Konsumen

senderung mengasosiasikan harga dengan tingkat kualitas produk. Harga yang

mahal dipersepsikan mencerminkan kualitas yang tinggi dan sebaliknya.

3. Promosi (Promotion)

1) Definisi Promosi

Promosi yakni arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk

mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan

pertukaran dalam pemasaran (Swastha, 1996:237).

Promosi adalah semua jenis kegiatan pemasaran yang ditujukan untuk

(51)

Kedua definisi tersebut pada pokoknya sama meskipun titik beratnya

berbeda. Definisi pertama lebih menitikberatkan pada penciptaan pertukaran,

sedangkan definisi kedua lebih menitikberatkan pada dorongan permintaan. Kita

telah mengetahui bahwa pertukaran itu akan terjadi karena adanya permintaan

(dan juga penawaran); dan dari segi lain, permintaan itu akan mendorong

terjadinya pertukaran.

2) Tujuan promosi

Tujuan utama dari promosi adalah menginformasikan, mempengaruhi dan

membujuk, serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan bauran

pemasarannya. Secara rinci ketiga tujuan promo

Gambar

Gambar 1.1 Piramida Kesadaran
Tabel 1.1
Gambar 2.1 Tujuan Komunikasi, Respon Khalayak, dan Proses Pembelian
Tabel 2.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berikut ini beberapa sistem struktur atas yang akan digunakan untuk bangunan. gelanggang remaja, yaitu

Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot

Rangkaian LCD Pada rangkaian di atas dapat dilihat bahwa pin 15 harus diberi dioda, fungsinya sebagai penyearah tegangan yang masuk pada LCD, LCD sendiri memiliki

Skripsi ini kami tulis dengan judul  STUDI PENGURANGAN SAMPAH  DI  TPS  GADANG  KOTA  MALANG  UNTUK  MENGURANGI  BEBAN  VOLUME  SAMPAH  DI  TPA  SUPIT  URANG  

Hasil optimasi sumber inhibitor katepsin terbaik dari bagian kulit, daging dan organ dalam ikan bandeng dan patin diperoleh pada bagian daging yang diekstraksi pada suhu 80 o

Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila

Hamid Habbe (2012) Pengaruh Rasio Kesehatan Bank Terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah dan Bank Konvensional di Indoensia BOPO, NOM, NPF, FRD, NIM, NPL, LDR

perorangan, kelompok kecil dankelompok besar tersebut bahwa media pembelajaran menggunakan media spesimen kupu-kupu yang dikembangkan dalam penelitian ini