HUBUNGAN PENYULUHAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA PADA MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS LAMTEUBA KECAMATAN SEULIMUM KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2008
TESIS
Oleh
MARDIAH
067012014/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN PENYULUHAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA PADA MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS LAMTEUBA KECAMATAN SEULIMUM KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2008
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MARDIAH
067012014/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : HUBUNGAN PENYULUHAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA PADA
MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LAMTEUBA KECAMATAN SEULIMUM KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2008
Nama Mahasiswa : Mardiah Nomor Pokok : 067012014
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi, MKM) (Ir.Indra Chahaya, M.Si)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr.Drs.Surya Utama, MS) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B., MSc)
Telah Diuji
Pada tanggal : 17 September 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi, MKM
Anggota : Ir.Indra Chahaya, M.Si.
Drh.Rasmaliah, M.Kes
PERNYATAAN
HUBUNGAN PENYULUHAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA PADA MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS LAMTEUBA KECAMATAN SEULIMUM KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2008
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2008
ABSTRAK
Berbagai upaya pencegahan penyakit malaria telah dilaksanakan beberapa program, di antaranya penyuluhan, penyemprotan rumah (Indoor Residual Spraying),
larvaciding, pengobatan massal, pengobatan radikal dan kelambunisasi, namun angka
malaria tetap saja tinggi. Salah satu upaya pencegahan penyakit malaria adalah melalui peningkatan pengetahuan masyarakat yang dapat diimplikasikan melalui kegiatan penyuluhan.
Dengan rancangan penelitian analitik observasional metode cross sectional, peneliti menganalisis hubungan penyuluhan dengan perilaku pencegahan penyakit malaria pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Lamteuba Kecamatan Seulimum Kabupaten Aceh Besar. Jumlah sampel 233 orang dengan teknik pengambilan sampel simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Metode analisa data yang digunakan adalah
chi-square test dan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat di Kemukiman Lamteuba mayoritas bekerja sebagai petani yaitu 60,1% dan proporsi tertinggi pendidikan masyarakat di Kemukiman Lamteuba adalah SD yaitu 61,4%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara materi, komunikator dan metode penyuluhan dengan perilaku pencegahan malaria yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan. Dari hasil uji regresi logistik maka diperoleh faktor yang paling berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit malaria adalah faktor komunikator.
Disarankan kepada petugas kesehatan di dalam memberikan materi penyuluhan agar menyesuaikan dengan budaya setempat, juga memanfaatkan tokoh-tokoh masyarakat dalam mendampingi petugas penyuluh malaria dalam melaksanakan penyuluhan di lapangan. Selanjutnya Dinas Kesehatan setempat agar dapat meningkatkan kerjasama dengan lintas sektoral terkait dalam hal pencegahan penyakit malaria.
ABSTRACT
Various attempts of malaria prevention such as extension, indoor residual spraying, larvaciding, mass medical treatment, radical medical treatment and mosquito net provision has been implemented, but the rate of malaria prevalence remains high. One of the attempts of malaria prevention is the improvement of community’s knowledge that can be implemented through the activity of extension.
The purpose of this observational analytical study with cross sectional method is to analyze the influence of extention on the change of behavior in malaria prevention in the community living in the work area of Lamteuba Communiy Health Center (Puskesmas), Seulimum Sub-district, Aceh Besar District. The samples for this study are 233 persons who were selected through simple random sampling technique. The data for this study were collected through questionnaire – based interviews and were analyzed by means of Chi-square and logistic regression tests.
The result of this study reveals that the majority (60,1%) of the communities of Kemukiman Lamteuba is traditional farmers and the highest level of their educationis Primary School (61,4%). The result of bivariate analysis shows that there is a significant relationship (p < 0,05) between the materials, communicator and extension method and the behavior of malaria prevention including knowledge, attitude and action. The result of logistic regression test shows that communicator is the factor which is the most related to the behavior of malaria prevention.
It is suggested that, in providing the extension, the health workers should adjust it to the local culture and make use of the prominent community leaders to accompany the malaria extension workers in implementing the extension in the field. The Health Service of Aceh Besar District is also suggested to be able to improve its cooperation with the related inter-sectoral agencies in malaria prevention.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas semua rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, begitu juga selama mengikuti perkuliahan di Pascasarjana USU sampai penulis menyelesaikan tesis ini dengan judul ”Hubungan Penyuluhan Dengan
Perilaku Pencegahan Penyakit Malaria Pada Masyarakat di Wilayah Kerja
Puskesmas Lamteuba Kecamatan Seulimum Kabupaten Aceh Besar Tahun
2008”. Penulisan tesis ini juga terlaksana sampai selesai berkat peranan, dukungan
dan bantuan banyak pihak, mulai dari pengumpulan materi kepustakaan, penyusunan proposal, kolokium, penelitian di Kecamatan Seulimum, seminar hasil penelitian sampai dengan ujian tesis.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan tidak terhingga kepada :
1. Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B., MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Univeristas Sumatera Utara Medan atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister. 2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan (AKK) Sekolah Pascasarjana Univeristas Sumatera Utara Medan.
4. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Ir. Indra Chahaya, M.Si, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan memberi banyak masukan dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian tesis.
5. Ibu Dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, Ibu Ir. Evinaria, M.Kes, dan Ibu Drh.
Rasmaliah, M.Kes, selaku Penguji yang telah banyak memberikan masukan,
arahan dan bimbingan ilmunya yang sangat berharga dan bermanfaat untuk kesempurnaan tesis ini.
6. Bapak Bupati, Wakil Bupati, Sekda dan seluruh jajaran Pemda Kabupaten Aceh Besar yang telah banyak membantu penulis dalam proses pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
7. Ibu drg. Erni Ramayani, MPh, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar beserta staf yang telah benyak memberi data dan informasi, memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
8. Ibu dr. Nathalina Cristianto, selaku Kepala Puskesmas Lamteuba Kecamatan Seulimum Kabupaten Aceh Besar beserta staf yang telah memberi bantuan kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerjanya.
9. Camat Kecamatan Seulimum Kabupaten Aceh Besar beserta staf yang telah memberi bantuan kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerjanya. 10.Ananda tercinta Denny Fachriza, Jerry Sanova, Frilly Wulandary dan Farandy
11.Ayahanda tercinta Alm.H.Yunus Harun dan Ibunda tercinta Hj. Salbiah Ibrahim yang selalu mendoakan dan memotivasi penulis.
12.Para masyarakat yang menjadi subjek penelitian yang telah meluangkan waktu untuk diwawancarai.
13.Teman-teman mahasiswa-mahasiswi Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Angkatan 2006 yang telah banyak membantu memberikan saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan Tesis ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bertujuan untuk menyempurnakan Tesis ini. Mudah-mudahan Tesis ini bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan mendapatkan berkah dan rahmat dari Allah SWT. Amin ya rabbal ’alamin.
Medan, Agustus 2008 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lubuk pada tanggal 25 Maret 1959, beragama Islam, anak Pertama dari sepuluh bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. H.Yunus Harun dan Ibunda Hj.Salbiah Ibrahim. Mempunyai tiga orang putra Denny Fachriza, Jerry Sanova, Farandy Aristia dan satu orang putri Frilly Wulandary, sekarang menetap di Jl.Banda Aceh – Medan Km.14 Desa Weusiteh Kecamatan Suka Makmur Kabupaten Aceh Besar Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Memulai pendidikan di SD Negeri Lubuk lulus tahun 1972, melanjutkan pendidikan di SMP Negeri Lubuk lulus tahun 1976. Selanjutnya meneruskan pendidikan di Sekolah Perawat Banda Aceh lulus tahun 1980. Melanjutkan pendidikan Bidan di Banda Aceh lulus tahun 1981. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Banda Aceh lulus tahun 1996. Kemudian masuk S-1 Kesehatan Masyarakat di Banda Aceh lulus tahun 2000. Dan melanjutkan lagi S-2 Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara dari tahun 2006.
DAFTAR ISI
1.2 Permasalahan... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Hipotesis... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Penyuluhan... 6
2.2 Komunikasi ... 12
2.3 Perilaku Kesehatan... 17
2.4 Konsep Dasar Pengetahuan... 25
2.5 Sikap (Attitude) ... 29
2.6 Tindakan (Practice) ... 35
2.7 Epidemiologi Malaria... 36
2.8 Landasan Teori... 45
2.9 Kerangka Konsep ... 46
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 47
3.1 Jenis Penelitian... 47
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 47
3.3 Populasi dan Sampel ... 48
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 49
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 54
3.6 Metode Pengukuran ... 56
BAB 4 HASIL PENELITIAN... 62
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 62
4.2 Deskripsi Karakteristik Responden... 64
4.3 Hasil Analisis ... 74
BAB 5 PEMBAHASAN... 78
5.1 Hubungan Materi dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Malaria ... 78
5.2 Hubungan Komunikator dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Malaria ... 80
5.3 Hubungan Metode dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Malaria ... 82
5.4 Perilaku Pencegahan Penyakit Malaria ... 83
5.5 Keterbatasan Penelitian ... 84
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 85
6.1 Kesimpulan ... 85
6.2 Saran ... 86
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
4.1 Distribusi Penduduk Menurut jenis Pekerjaan di Kemukiman
Lamteuba Tahun 2007 ... 64 4.2 Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur, Jenis Pekerjaan
dan Tingkat Pendidikan di Kemukiman Lamteuba Tahun 2007 ... 65 4.3 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pencegahan Penyakit
Malaria Tahun 2008 ... 66 4.4 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pencegahan Penyakit
Malaria Tahun 2008 ... 68 4.5 Distribusi Sikap Responden Tentang Pencegahan Penyakit Malaria
Tahun 2008 ... 69 4.6 Distribusi Sikap Responden Tentang Pencegahan Penyakit Malaria
Tahun 2008 ... 70 4.7 Distribusi Tindakan Responden Tentang Pencegahan Penyakit
Malaria Tahun 2008 ... 71 4.8 Distribusi Tindakan Responden Tentang Pencegahan Penyakit
Malaria Tahun 2008 ... 72 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Pencegahan Malaria
di Kemukiman Lamteuba Kecamatan Seulimum Aceh Besar
Tahun 2008 ... 72 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Materi Penyuluhan Tentang
Pencegahan Penyakit Malaria Tahun 2008 ... 73 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Komunikator Tentang Perilaku
Pencegahan Malaria Berdasarkan Komunikator Tahun 2008 ... 73 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Metode Tentang Pencegahan
4.13 Hubungan Materi Penyuluhan dengan Perilaku Pencegahan Malaria di Kemukiman Lamteuba Kecamatan Seulimum Aceh Besar
Tahun 2008 ... 74 4.14 Hubungan Komunikator dengan Perilaku Pencegahan Malaria di
Kemukiman Lamteuba Kecamatan Seulimum Aceh Besar
Tahun 2008 ... 75 4.15 Hubungan Metode dengan Perilaku Pencegahan Malaria di
Kemukiman Lamteuba Kecamatan Seulimum Aceh Besar
Tahun 2008 ... 76 4.16 Hasil Uji Regresi Logistik Untuk Identifikasi Variabel Independen
yang Paling Berpengaruh Terhadap Perilaku Pencegahan
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi ... 30 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Penyuluhan dengan
Perilaku Pencegahan Penyakit Malaria Pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Lamteuba Kecamatan Seulimum Kabupaten Aceh
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Daftar Pertanyaan / Kuesioner... 89 2. Peta Kabupaten Aceh Besar Propinsi NAD... 96 3. Peta Kemukiman Lamteuba Kecamatan Selimum Kabupaten Aceh
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Malaria ditemukan di lebih dari 100 negara, namun terutama terbatas pada
daerah tropis dari benua Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Penduduk yang berisiko
terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari penduduk dunia. Setiap
tahun jumlah kasus malaria berjumlah 300-500 juta dan mengakibatkan 1,5 s/d 2,7
juta kematian, terutama di Afrika.
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2006,
Indonesia menempati urutan ke-26 dengan jumlah kasus 919,8 per 100.000 orang.
Epidemi bisa ditemukan setiap tahun terutama di luar Pulau Jawa dan Bali, sehingga
masih ditemukan kejadian luar biasa (KLB) di beberapa daerah (www.globalis.com. 7
Januari 2007).
Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, terdapat
15 juta orang di Indonesia menderita malaria dan 38.000 orang meninggal pertahun.
Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular
malaria, dari 376 kabupaten dan 95 kota yang ada di Indonesia 167 Kabupaten/Kota
merupakan wilayah Endemis Malaria. Berdasarkan data profil pemberantasan
penyakit menular dan penyehatan lingkungan pemukiman Depkes RI Tahun 2003,
menunjukkan adanya fluktuasi peningkatan angka malaria untuk wilayah Jawa dan
tahun 1998 menjadi 0,52 per 1000 penduduk pada tahun 1999 dan 0,81 per 1000
penduduk tahun 2000. Angka ini menurun menjadi 0,62 per 1000 penduduk pada
tahun 2001 dan menjadi 0,42 per 1000 penduduk pada tahun 2002 (Almazini, 2007).
Hasill survey Malario Metric di beberapa Kabupaten di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam pada tahun 2006 menunjukkan bahwa Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam termasuk dalam kategori endemis malaria dimana masih ditemukan
adanya plasmodium falcifarum, vektor anopheles dan kasus indigenous serta hasil
Parasite Rate (PR) sebesar 2,4%. Jumlah kasus positif berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium 3.339 kasus dengan rincian sebagai berikut : Plasmadium
falcifarum 1.783 kasus, Plasmodium vivax 1.357 kasus dan mix 199 kasus terdiri dari
101 plasmodium Falcifarum dan 98 kasus plasmodium vivax (Profil Kesehatan
Provinsi NAD, 2006).
Kabupaten Aceh Besar merupakan kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam yang dinyatakan sebagai daerah endemis malaria. Data dari survey
Malario Metric menunjukkan bahwa kabupaten Aceh Besar termasuk dalam kategori
endemis malaria dengan jumlah kasus klinis 1.449 kasus, positif 724 kasus dengan
klasifikasi plasmodium falcifarum 441 kasus, Plasmodium vivax 276 kasus, dan mix
7 kasus yang terdiri dari 5 kasus plasmodium falcifarum dan 2 kasus Plasmodium
vivax (Dinas Kesehatan Aceh Besar, 2006).
Salah satu kecamatan yang dinyatakan sebagai daerah endemis malaria adalah
Kecamatan Seulimum tepatnya di Kemukiman Lamteuba. Kemukiman Lamteuba
ditemui kasus ini, baik kasus baru ataupun kasus lama yang terulang kembali.
Menurut data Dinas Kesehatan Aceh Besar tahun 2007, angka kekambuhan dari
malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax di daerah ini cukup tinggi,
kurang lebih 53% kasus malaria tertiana yang ditemukan adalah kasus lama yang
terulang kembali, sedangkan 47%nya adalah kasus baru. Kecenderungan
menunjukkan bahwa dari hasil pemeriksaan darah jari masyarakat di Desa Lamteuba
ditemukan tingginya parasit rate >2 % hal ini menunjukkan bahwa daerah tersebut
adalah daerah endemis malaria. Berdasarkan data kunjungan pasien Puskesmas
Lamteuba sejak tahun 2005 hingga Januari 2007 telah ditemukan 1251 kasus malaria
positif pada semua umur (pemeriksaan menggunakan tes kit malaria), yang terdiri
dari 16% Malaria Tropica, 82% Malaria Tertiana, dan 2% Mix Malaria. Dari kasus
tersebut diketahui bahwa penderita terbanyak adalah laki-laki dewasa yaitu 795 orang
atau 63,54% (Data Puskesmas Arafat-Lamteuba, 2007).
Dalam upaya pencegahan penyakit malaria, telah dilaksanakan beberapa
program, di antaranya penyuluhan, penyemprotan rumah (Indoor Residual Spraying),
larvaciding, pengobatan massal, pengobatan radikal dan kelambunisasi, namun angka
malaria tetap saja tinggi.
Salah satu upaya pencegahan penyakit malaria adalah melalui peningkatan
pengetahuan masyarakat yang dapat diimplikasikan melalui kegiatan penyuluhan.
Namun hingga saat ini belum diketahui hubungan penyuluhan dengan perilaku
pencegahan penyakit malaria pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Lamteuba
1.2Permasalahan
Kecenderungan menunjukkan bahwa tingginya parasit rate >2% di Kecamatan
Seulimum merupakan suatu fenomena yang harus dicari jalan keluarnya. Salah satu
aspek yang diduga berhubungan langsung dalam pencegahan penyakit malaria adalah
aspek perilaku yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian
ini adalah bagaimanakah hubungan penyuluhan dengan perilaku pencegahan penyakit
malaria pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Lamteuba Kecamatan
Seulimum Kabupaten Aceh Besar.
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penyuluhan dengan
perilaku pencegahan penyakit malaria pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Lamteuba Kecamatan Seulimum Kabupaten Aceh Besar.
1.4Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan penyuluhan terhadap
perilaku pencegahan penyakit malaria pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Lamteuba Kecamatan Seulimum Kabupaten Aceh Besar dan faktor yang paling
1.5Manfaat Penelitian
Setelah dilaksanakannya penelitian ini maka diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Dalam pengembangan pengetahuan nantinya akan diperoleh informasi hubungan
penyuluhan dengan perilaku pencegahan penyakit malaria pada masyarakat di
wilayah Puskesmas Lamteuba Kecamatan Seulimum Kabupaten Aceh Besar.
2. Aplikasi Praktis
a. Sebagai masukan sumbangan pemikiran untuk masyarakat dalam pencegahan
penyakit malaria melalui penyuluhan.
b. Sebagai masukan bagi pengembangan konsep kebijakan dalam kesehatan
khususnya dalam pencegahan penyakit malaria di Kecamatan Seulimum
Kabupaten Aceh Besar
c. Menambah bahan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi
pengembangan ilmu atau penelitian lebih lanjut bagi yang membutuhkannya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyuluhan
2.1.1 Konsep Dasar Penyuluhan
Penyuluhan merupakan kegiatan dalam hubungannya dengan peningkatan
pengetahuan, keahlian, sikap maupun perilaku. Seperti halnya tenaga kerja yang
diterima melalui program seleksi, pada umumnya belum siap pakai dan tenaga kerja
yang lama memerlukan pengetahuan, keahlian dan kecakapan yang baru sesuai
dengan tuntutan jabatan dan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Suryana, 2006).
Lebih lanjut Suryana (2006) menyebutkan bahwa untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan jabatan dan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi, setiap
organisasi harus membekali setiap anggotanya dengan pengetahuan, kemampuan
tuntutan bersikap dan berperilaku yang diharapkan. Salah satu upaya adalah
mengadakan penyuluhan bagi anggota organisasinya.
2.1.2 Pengertian Dasar
Menurut Sikula dalam Sumantri (2006), penyuluhan adalah proses pendidikan
jangka pendek yang menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisasi. Peserta
penyuluhan itu sendiri (biasanya non-manajerial) akan mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan teknis untuk tujuan-tujuan tertentu. Pengembangan adalah proses
terorganisasi, biasanya para pesertanya adalah tenaga manajerial, mereka akan
mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan yang sifatnya umum.
Akan tetapi batas antara keduanya tidak jelas.
Lebih lanjut Benardin dan Russel (1993) memberikan pengertian
penyuluhan sebagai berikut:
“Training is defined as any attempt to improve employee performance on a currently held job or one related to it. To be effective, training should involve a learning experience, be a planed organizational activity, and be designed in response to identified needs. Ideally, training should be designed to meet the goals of the organization while simultaneously meeting the goals of individual employees. The term “training” is often confused with the term “development”. Development refers to learning opportunities designed to help employees grow. Such opportunities do not have to be limited to improving employees performance on their current jobs”
Dari penjelasan tersebut di atas, jelas bahwa pengertian penyuluhan adalah
memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pekerjaan tertentu, terinci
dan rutin untuk melakukan berbagai aktivitas. Di lain pihak pengembangan
dimaksudkan untuk menyiapkan karyawan yang memegang tanggung jawab pekerja
di masa mendatang.
Menurut Milkovich & Boudreau (1991) merumuskan Penyuluhan sebagai:
“Training is a systematic process of changing the behavior, knowledge and motivation of present employees to improve the match between employee characteristics and employment requirement”
Kegiatan penyuluhan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi
masyarakat dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusianya. Kegiatan
penyuluhan yang efektif diharapkan dapat mengoptimalkan perubahan perilaku
2.1.3 Penyuluhan dan Pengembangan
Menurut Suryana (2006) penyuluhan dan pengembangan merupakan dua
istilah yang saling berhubungan dan dimaksudkan untuk merencanakan suatu desain
untuk mempermudah peningkatan keahlian, pengetahuan, sikap dan perilaku
anggota organisasi, dengan tujuan:
a. Meningkatkan efisiensi
Salah satu tujuan yang ingin dicapai dari suatu penyuluhan, agar peserta
penyuluhan akan lebih efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada
didalam organisasi.
b. Meningkatkan kualitas kerja termasuk kualitas belajar
Kualitas kerja dan juga kualitas belajar akan semakin meningkat, karena
penyuluhan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja para pesertanya, dan
diharapkan setiap peserta dapat menerapkannya dalam bidang pekerjaannya
masing-masing.
c. Meningkatkan kepuasan bekerja
Kepuasan kerja para peserta akan semakin meningkat, apabila mereka akan
kembali pada pekerjaannya masing-masing, mengingat bahwa mereka mendapat
kesempatan untuk mengembangkan dirinya melalui program penyuluhan.
d. Meningkatkan kemampuan-kemampuan lainnya
Selain kemampuan yang diharapkan melalui suatu penyuluhan akan meningkat,
2.1.4 Identifikasi Kebutuhan Penyuluhan
Langkah pertama dari suatu proses penyuluhan adalah menentukan kebutuhan
penyuluhan yang dirasakan oleh suatu organisasi. Apabila proses penentuan
kebutuhan penyuluhan dilakukan dengan cermat dan hati-hati, maka organisasi yang
menyelenggarakan penyuluhan akan dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya.
Penyuluhan diharapkan dapat meningkatkan beberapa kemampuan tertentu,
selain mengubah perilaku-perilaku para pekerja ke arah perilaku kerja yang lebih
baik. Semuanya itu harus mendukung pencapaian tujuan akhir suatu organisasi,
seperti proses produksi dan pendistribusian barang dan jasa yang lebih efisien,
berkurangnya biaya produksi, peningkatan kualitas, dan hubungan antara manusia
yang lebih efektif. Dengan demikian, perubahan perilaku pekerja akan lebih efektif.
a. Kebutuhan Penyuluhan
Kebutuhan penyuluhan dalam suatu organisasi dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok (McCormick & Tiffin, 1979), yaitu:
1) Kebutuhan penyuluhan yang didasarkan pada kebutuhan para pekerja untuk
mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan guna menghadapi
tugas khusus terutama bagi pegawai yang baru dan pegawai lama yang
prestasi kerjanya tergolong kurang.
2) Kebutuhan penyuluhan yang didasarkan pada kebutuhan organisasi dalam
rangka peningkatan/pengembangan pegawai yang akan memberi sumbangan
b. Kebutuhan penyuluhan dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1) Kebutuhan penyuluhan untuk memenuhi tuntutan jabatan sekarang.
2) Kebutuhan penyuluhan untuk memenuhi tuntutan jabatan lainnya, biasanya
untuk promosi.
3) Kebutuhan penyuluhan untuk memenuhi tuntutan perubahan yang terjadi pada
jabatannya, misalnya karena kemajuan teknologi atau perubahan organisasi.
2.1.5 Lima Komponen Penyuluhan
Program penyuluhan harus merumuskan lima komponen utama penyuluhan
agar penyuluhan mencapai sasaran seperti yang diharapkan. Kelima komponen
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Tujuan Penyuluhan
Tujuan penyuluhan harus ditetapkan terlebih dahulu, secara tegas spesifik,
realistis, cukup menantang, dapat diukur, jelas batas waktunya. Dirumuskan
dengan kalimat singkat dan sederhana bahasanya agar mudah dicerna dan mudah
ditangkap maknanya. Dengan demikian seluruh kegiatan kelihatan selalu akan
terarah pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Sumantri, 2006).
b. Peserta Penyuluhan
Peserta penyuluhan dipilih yang sesuai dengan tujuan penyuluhan, tidak terlalu
c. Penyuluh
Penyuluh (fasilitator) yang dipilih adalah mereka yang sudah berpengalaman dan
memiliki keterampilan dalam memberikan penyuluhan, dalam arti kata para
pelatih mampu menggunakan metode yang ada dan menguasai materi penyuluhan
dengan baik, serta mampu menjaga situasi penyuluhan agar tetap dalam keadaan
yang menunjang pencapaian tujuan penyuluhan.
d. Materi Penyuluhan
Materi penyuluhan, sesuai dengan tujuan penyuluhan. Bahan bacaan disusun
dengan bahasa yang sederhana agar mudah dimengerti dan mudah dicerna oleh
peserta penyuluhan.
e. Metode Penyuluhan
Metode penyuluhan, dipilih metode yang paling cocok untuk menyampaikan
materi kepada para peserta latihan oleh tim penyuluh yang bersangkutan.
Penggunaan metode yang paling cocok akan mempermudah peserta latihan
menerima materi yang diberikan.
2.1.6 Evaluasi Penyuluhan
Dampak spesifik apa yang muncul dari setiap program penyuluhan yang
diberikan pada para pekerja. Evaluasi penyuluhan merupakan langkah yang penting,
karena:
a. Memberi masukan kepada para pelatih apa yang harus dikerjakan dan apa yang
b. Proses evaluasi memberikan petunjuk kepada manajemen bahwa program
penyuluhan memberi dampak yang positif terhadap kebutuhan jangka panjang
(Suryana, 2006).
Evaluasi penyuluhan memiliki dua aspek, yaitu:
a. Menentukan apakah perubahan perilaku yang dihasilkan oleh program
penyuluhan memberikan sumbangan pada pencapaian tujuan organisasi.
b. Membandingkan berbagai teknik penyuluhan untuk menentukan teknik
penyuluhan mana yang paling tepat dan dapat memberikan sumbangan pada
pencapaian tujuan organisasi.
2.2 Komunikasi
Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk
lambang atau simbol bahasa atau gerak (non verbal), untuk mempengaruhi perilaku
orang lain. Stimulus atau rangsangan ini dapat berupa suara/bunyi atau bahasa lisan,
maupun gerakan, tindakan, atau simbol-simbol yang diharapkan dapat dimengerti,
oleh pihak lain, dan pihak yang memberi stimulus (Notoadmodjo, 2007)
Effendi (1999) menjelaskan terdapat 2 sifat komunikasi, yaitu :
1. Komunikasi Verbal, yaitu komunikasi yang menggunakan lambang bahasa lisan
maupun tulisan.
2. Komunikasi Non Verbal, yaitu komunikasi dengan gejala yang meliputi
gerak-gerik/kial (gesture), sikap (postures), ekspresi muka, pakaian yang bersifat
Pada prakteknya komunikasi dapat efektif apabila kedua sifat tersebut
dipadukan pada saat berkomunikasi.
Proses komunikasi terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Proses komunikasi primer, yaitu proses penyampaian pikiran atau perasaan
(pesan) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang
(simbol) sebagai media.
2. Proses komunikasi sekunder, yaitu proses penyampaian pesan seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan alat/sarana sebagai media kedua.
Komponen-Komponen Komunikasi
Menurut Lasswell, cara terbaik untuk menjelaskan komunikasi adalah
menjawab pertanyaan “ Who says what in which channel to whom with what effect “.
Dari defenisi Lasswell dapat dibuat suatu rangkaian komponen-komponen
komunikasi dengan cara :
1. Komunikator
2. Pesan
3. Media
4. Komunikan
5. Efek
Dalam berkomunikasi komunikator memegang peranan yang penting karena
Menurut Lunardi (1996) faktor yang mempengaruhi komunikator adalah:
1. Citra diri, yaitu bagaimana seseorang itu melihat dirinya sendiri berhubungan
dengan orang lain.
2. Citra pihak lain, yaitu bagaimana kemungkinan-kemungkinan orang lain melihat
diri kita sendiri.
3. Lingkungan fisik, yaitu tempat seseorang berada saat berkomunikasi.
4. Lingkungan sosial, yaitu keberadaan orang lain apakah ia memang mempunyai
minat atau hanya sekedar hadir.
5. Kondisi, yaitu kondisi fisik, mental, emosi, kecerdasan, dll.
6. Bahasa tubuh, yaitu gerak-gerik seseorang saat menyampaikan pesan.
Salah satu bentuk komunikasi adalah komunikasi kelompok. Komunikasi
kelompok adalah : komunikasi antara seseorang (komunikator) dengan sejumlah
orang (komunikan) yang berkumpul bersama-sama dalam bentuk kelompok.
Komunikasi Kelompok terbagi atas dua jenis, yaitu :
1. Komunikasi Kelompok Kecil.
2. Komunikasi Kelompok Besar.
Batasan jumlah dari kedua kelompok tersebut tidak dapat ditentukan secara
eksak, tetapi hanya dapat dijelaskan secara defenisi. Komunikasi kelompok Kecil
(kadang-kadang disebut “micro group”), adalah : situasi komunikasi dimana
komunikan mendapatkan kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal
sehingga komunikator dapat melakukan komunikasi antar pribadi dengan salah satu
Robert F. Bales dalam Interaction Process Analysis mengemukakan
kelompok kecil adalah : sejumlah orang yang terlibat dalam interaksi satu sama lain
dalam suatu pertemuan yang bersifat berhadapan wajah (face to face meeting),
dimana setiap anggota mendapat kesan atau penglihatan antara satu sama lainnya
dengan cukup erat sehingga ada tanggapan kepada masing-masing selaku
individu/perorangan.
Komunikasi Kelompok Besar (large group, kadang-kadang juga disebut
dengan macro group), adalah : situasi komunikasi dimana kurangnya kontak pribadi
antara komunikator dan komunikan serta tanggapan komunikan biasanya bersifat
emosional. Pada umumnya, apabila berbicara tentang komunikasi kelompok, maka
yang dimaksudkan dengan kelompok adalah kelompok kecil. Komunikasi kelompok
kecil dikatakan efektif dan sukses apabila komunikan (bisa lebih dari satu orang)
dapat memberikan tanggapan komunikator secara seketika.
Perubahan perilaku individu terjadi karena adanya pengaruh sosial, misal :
seseorang biasanya lancar dan dinamis dalam situasi informal tetapi menjadi
grogi/gugup pada saat suasana formal dan sebaliknya. Menurut Baron & Byrne
(1979), ada tiga macam pengaruh kelompok pada proses komunikasi, yaitu :
1. Konformitas
Adalah situasi dimana sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau
melakukan sesuatu sehingga ada kecenderungan para anggotanya untuk
Konformitas dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
a. Faktor situasional, yang meliputi :
1) Kejelasan situasi, yaitu kondisi dimana kecenderungan untuk mengikuti
kelompok muncul disaat situasi tidak berstruktur atau tidak jelas.
2) Konteks situasi, yaitu apabila terjadi situasi dimana segala aktivitas
menjadi sesuatu yang harus diseragamkan.
3) Cara penyampaian penilaian, yaitu seseorang akan cenderung melakukan
sesuatu yang disukai oleh para anggota kelompok.
4) Karakteristik sumber pengaruh, yaitu respon seseorang untuk melakukan
sesuatu disesuaikan dengan kultur/norma dari suatu kelompok.
5) Ukuran kelompok, yaitu semakin besar anggota kelompok yang
mengemukakan pandangan/pendapat ataupun melakukan sesuatu, maka
semakin cenderung hal itu menjadi bagian dari ciri kelompok.
6) Tingkat kesepakatan kelompok, yaitu suatu aktivitas dilakukan oleh
individu anggotanya berdasarkan proses konsensus yang telah disepakati.
b. Faktor personal, yang meliputi : usia, jenis kelamin, stabilitas emosional,
kecerdasan, motivasi, dan harga diri.
2. Fasilitasi sosial
Fasilitasi sosial, adalah suatu aktivitas individu yang akan menaik atau menurun
disebabkan adanya kehadiran anggota kelompok yang lain di suatu tempat dimana
3. Polarisasi
Polarisasi, adalah suatu keputusan yang terjadi disebabkan sebelumnya sudah ada
penilaian pada masing-masing individu anggota kelompok.
2.3 Perilaku Kesehatan
Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang pada
dasarnya menyangkut dua aspek utama, yaitu fisik, seperti misalnya tersedianya
sarana kesehatan dan pengobatan penyakit, dan non-fisik yang menyangkut perilaku
kesehatan. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status
kesehatan individu maupun masyarakat.
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang
individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon
ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif
(melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat
dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan
lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, dan sikap tentang
kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan
(www.notoatmodjo.blogspot.com, 15 April 2008).
Keberhasilan upaya pencegahan dan pengobatan penyakit tergantung pada
Banyak dokumentasi penelitian yang memperlihatkan rendahnya partisipasi
masyarakat dalam pemeriksaan kesehatan, imunisasi, serta berbagai upaya
pencegahan penyakit dan banyak pula yang tidak memanfaatkan pengobatan modern.
Karena itu tidaklah mengherankan bila banyak ahli ilmu perilaku yang mencoba
menyampaikan konsep serta mengajukan bukti-bukti penelitian untuk
menggambarkan, menerangkan, dan meramalkan keputusa-keputusan orang yang
berkaitan dengan kesehatan (www.notoatmodjo.blogspot.com, 15 April 2008).
Menurut Notoatmodjo (2007), semua ahli kesehatan masyarakat dalam
membicarakan status kesehatan mengacu kepada Bloom. Dari hasil penelitiannya di
Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang sudah maju, Bloom dalam
Notoatmodjo (2007) menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling
besar terhadap status kesehatan, kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku
mempunyai andil nomor dua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil
yang paling kecil terhadap status kesehatan. Bagaimana proporsi pengaruh
faktor-faktor tersebut terhadap status kesehatan di negara berkembang seperti Indonesia
belum ada penelitian. Ahli lain, Lewrence Green dalam Notoatmodjo (1993)
menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor
pokok yakni: faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), factor–faktor yang
mendukung (enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong
(reinforcing factors). Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha
2.3.1Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau
seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini
berbentuk dua macam, yakni:
a. Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan
tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan
atau sikap batin, dan pengetahuan.
b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung,
oleh karena perilaku seperti disebut “overt behavior”.
2.3.2 Domain Perilaku Kesehatan
Notoatmodjo (2007) berpendapat bahwa perilaku manusia itu sangat
kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom dalam
Notoatmodjo (2007) membagi perilaku itu ke dalam 3 domain (ranah/kawasan),
meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas.
Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Dalam
perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan
pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:
a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(knowledge)
b. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
c. Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan
materi pendidikan yang diberikan (practice)
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada
domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang
berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada
subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si
subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang
telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh
lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau
objek tadi. Namun demikian, di dalam kenyataan stimulus yang diterima subjek dapat
langsung menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku
baru tanpa mengetahui terlebih dahulu makna stimulus yang diterimanya. Dengan
kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan atau
sikap.
Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan
perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan pendidikan atau
penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan yang lainnya.
Banyak teori tentang perubahan perilaku ini, antara lain :
a. Teori Stimulus-Organism-Response (SOR)
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku
tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan
kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan
perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat. Proses perubahan
perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku
tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :
1) Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau
ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus
itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi
bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan
stimulus tersebut efektif.
2) Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia
mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
3) Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan
untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
4) Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka
stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan
perilaku).
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila
stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula.
Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan
harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor
reinforcement memegang peranan penting (www.notoatmodjo.blogspot.com, 15
b. Teori Festinger (Dissonance Theory)
Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance (tidak seimbang). Hal ini
berarti bahwa keadaan cognitive dissonance merupakan keadaan ketidak
seimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk
mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri
individu maka berarti sudah tidak terjadi ketegangan diri lagi dan keadaan ini
disebut consonance (keseimbangan).Titik berat dari penyelesaian konflik ini
adalah penyesuaian diri secara kognitif. Dengan penyesuaian diri ini maka akan
terjadi keseimbangan kembali. Keberhasilan tercapainya keseimbangan kembali
ini menunjukkan adanya perubahan sikap dan akhirnya akan terjadi perubahan
perilaku (www.notoatmodjo.blogspot.com, 15 April 2008).
c. Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu
tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat
dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Perilaku dilatarbelakangi
oleh kebutuhan individu yang bersangkutan dengan asumsi :
1) Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan
memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak
(berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya.
Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi kebutuhannya maka ia akan
berperilaku negatif. Misalnya orang mau membuat jamban apabila jamban
2) Perilaku dapat berfungsi sebagai pertahanan diri dalam menghadapi
lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya,
manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar. Misalnya
orang dapat menghindari penyakit demam berdarah karena penyakit tersebut
merupakan ancaman bagi dirinya.
3) Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam
peranannya dengan tindakannya itu, seseorang senantiasa menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah
melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang
dihadapi. Pengambilan keputusan yang mengakibatkan tindakan-tindakan
tersebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu yang singkat. Misalnya
bila seseorang merasa sakit kepala maka secara cepat tanpa berpikir lama ia
akan bertindak untuk mengatasi rasa sakit tersebut dengan membeli obat di
warung dan meminumnya, atau tindakan-tindakan lain.
4) Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab
suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan
merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu perilaku itu dapat
merupakan "layar" dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Misalnya
orang yang sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari
perilaku atau tindakannya. Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu
mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar individu dan senantiasa
itu didalam kehidupan manusia, perilaku itu tampak terus-menerus dan
berubah secara relatif.
d. Teori Kurt Lewin
Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan
yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan
kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku ini dapat berubah apabila
terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang.
Sehingga ada 3 kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang
itu, yakni :
1) Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya
stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan
perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan-penyuluhan atau
informasi-informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan.
2) Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena adanya
stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. Misalnya
contoh tersebut diatas, dengan memberikan pengertian kepada orang tersebut
bahwa banyak anak banyak rezeki, banyak adalah kepercayaan yang salah
maka kekuatan penahan tersebut melemah dan akan terjadi perubahan
perilaku pada orang tersebut. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan
penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas juga akan terjadi
2.4 Konsep Dasar Pengetahuan
Menurut Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2003) perilaku manusia ada 3
(tiga) domain yaitu : a) kognitif (cognitive), b) afektif (affective), c) psikomotor
(psychomotor). Pada penelitian ini penulis hanya membatasi pada pengetahuan, sikap
dan tindakan. Dalam perkembangan teori Bloom ini, dimodifikasi untuk pengukuran
hasil pendidikan kesehatan, yakni :
2.4.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut
WHO pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
Selanjutnya menurut Poedjawijatna (1991) orang yang tahu disebut mempunyai
pengetahuan. Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu. Dengan demikian pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior).
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Penelitian Rogers (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi
a. Knowledge (pengetahuan), yakni orang tersebut mengetahui dan memahami akan
adanya sesuatu perubahan baru.
b. Persuasion (kepercayaan), yakni orang mulai percaya dan membentuk sikap
terhadap perubahan tersebut.
c. Decision (keputusan), yakni orang mulai membuat suatu pilihan untuk
mengadopsi atau menolak perubahan tersebut.
d. Implementation (pelaksanaan), orang mulai mererapkan perubahan tersebut dalam
dirinya.
e. Confirmation (penegasan), orang tersebut mencari penegasan kembali terhadap
perubahan yang telah diterapkannya, dan boleh merubah keputusannya apabila
perubahan tersebut berlawanan dengan hal yang diinginkannya.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut.
Apabila penerima perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini
didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut
akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari
oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Contoh
masyarakat yang memakai kelambu pada saat tidur untuk menghindari gigitan
nyamuk karena di instruksikan oleh kepala desa atau petugas kesehatan, namun
perilaku tersebut akan hilang dengan sendirinya jika perintah atau instruksi dari
2.4.2 Tingkat Pengetahuan didalam Domain Kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan.
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan
sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan gejala penyakit malaria.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa gigitan
nyamuk dapat menyebabkan terjadinya malaria.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau suatu
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat
2.5 Sikap (Attitude)
2.5.1 Pengertian Sikap
Secara historis istilah sikap (attitude) digunakan pertama kali oleh Herbert
Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental
seseorang. Di masa-masa awal itu pula penggunaan konsep sikap sering dikaitkan
dengan konsep mengenai postur fisik atau posisi tubuh seseorang.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat
dikutip sebagai berikut:
“An individual, s social attitude is a syndrome of response consistency with regard to social object” (Cambell, 1950).
“A mental and neural state of readiness, organized through experience, exerting a directive or dynamic influence up on the individual, s response to all objects and situation with which it is related” (Allport,1954).
“Attitude entails an existing predisposition to response to social objects which in interaction with situational and other dispositional variables, guides and directs the overt behavior of the individual” (Cardno,1955).
“An enduring system of positive or negative evaluations, emotional feelings, and pro or connection tendencies will respect to social object” (Krech, et al., 1982).
Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi
yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap juga adalah bentuk evaluasi
atau reaksi perasaan terhadap suatu objek memihak atau tidak memihak yang
predisposisi tindakan (konasi) terhadap suatu objek di lingkungan sekitar. Newcomb
dalam Notoatmodjo, mengatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak, dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka atau tingkah laku yang
terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dan lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Diagram berikut dapat
menjelaskan uraian tersebut.
Gambar 2.1: Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi Sumber: Notoatmodjo (2003)
Stimulus Rangsangan
Proses Stimulus Reaksi
Tingkah Laku (terbuka)
Sikap (tertutup)
2.5.2 Komponen Pokok Sikap
Dalam bagian lain Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan
bahwa sikap itu mempunyai 3 (tiga) komponen pokok:
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan
emosi memegang peranan penting.
2.5.3 Berbagai Tingkatan Sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan
antara lain:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan.
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari
pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko
Sikap seseorang yang positif belum tentu terwujud dalam tindakan positif,
begitu pula sebaliknya. Temuan-temuan dari peneliti yang lalu menyebutkan bahwa
hubungan sikap dan perilaku sangat lemah bahkan negatif dan penelitian lain
menyebutkan bahwa hubungannya adalah positif.
Menurut Brecter dan Wiggins yang dikutip Azwar (2007) sikap seseorang
akan berpengaruh langsung terhadap perilaku sangat tergantung dari kondisi apa,
waktu bagaimana dan situasi. Pengetahuan dan sikap perawat tentang dokumentasi
asuhan keperawatan akan membentuk dasar perilaku dari perawat tersebut karena
berdasarkan pengetahuan dan sikap perawat akan dapat melaksanakan dokumentasi
asuhan keperawatan.
Fungsi Sikap
Teori fungsional yang dikemukakan oleh Katz (1953) dalam Notoatmodjo
(2003) mengatakan bahwa untuk memahami bagaimana sikap menerima dan menolak
perubahan haruslah beranjak dari dasar motivasional sikap itu sendiri. Apa yang
dimaksud oleh Katz sebagai dasar motivasional merupakan fungsi sikap bagi individu
yang bersangkutan.
Fungsi sikap bagi manusia telah dirumuskan menjadi empat macam yaitu:
a. Fungsi instrumental, fungsi penyesuaian, fungsi manfaat.
Fungsi ini menyatakan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk
memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan hal-hal yang tidak
hal-hal yang dirasakannya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap
negatif terhadap hal-hal yang dirasakan akan merugikan dirinya.
b. Fungsi pertahanan Ego
Sewaktu individu tidak mengalami hal yang tidak menyenangkan dan dirasa akan
mengancam egonya atau sewaktu ia mengetahui fakta dan kebenaran yang tidak
mengenakkan bagi dirinya maka sifatnya dapat berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan ego yang akan melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut.
Sikap dalam hal ini, merefleksikan problem kepribadian yang tidak terselesaikan.
c. Fungsi pertahanan nilai
Nilai adalah konsep dasar mengenai apa yang dipandang baik dan diinginkan.
Nilai-nilai terminal merupakan preferensi mengenai keadaan akhir tertentu seperti
persamaan, kemerdekaan dan hak asasi. Nilai instrumental merupakan preferensi
atau pilihan mengenai berbagai perilaku dan sifat pribadi seperti kejujuran,
keberanian, atau kepatuhan akan aturan. Dengan fungsi ini seseorang seringkali
mengembangkan sikap tertentu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan
nilai yang dianutnya yang sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya.
Fungsi inilah yang menyebabkan orang sering lupa diri sewaktu berada dalam
situasi masa seidologi atau sama nilai.
d. Fungsi pengetahuan
Menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk
mencapai penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya
oleh individu akan disusun, ditata kembali, atau diubah sedemikian rupa sehingga
tercapai suatu konsistensi. Jadi sikap berfungsi sebagai suatu skema, yaitu suatu
cara strukturisasi agar dunia di sekitar tampak logis dan masuk akal. Sikap
digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap fenomena luar yang ada dan
mengorganisasikannya.
2.5.5 Pembentukan Sikap
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu.
Interaksi sosial mengandung arti lebih dari pada sekedar adanya kontak sosial dan
hubungan antara individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial,
terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang
lainnya, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku
masing-masing individu sebagai anggota masyarakat.
Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu
terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap adalah: (1) pengalaman pribadi; (2) pengaruh
orang lain yang dianggap penting; (3) pengaruh kebudayaan; (4) media massa; (5)
2.5.6 Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sikap
Ada dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sikap adalah:
a. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam diri pribadi manusia itu sendiri.
Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan
mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.
b. Faktor ekstern, yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini
berupa interaksi sosial di luar kelompok. Misalnya interaksi antara manusia
dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai kepadanya melalui alat-alat
komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, majalah, dan sebagainya.
Berdasarkan kajian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap seseorang
akan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor keluarga, adat istiadat yang
berlaku, dan informasi dari media massa yang diterima olehnya. Sikap dalam bentuk
perilaku ini lebih sulit untuk diamati, oleh karena itu pengukurannya berupa
tanggapan atau kecenderungan terhadap fenomena tertentu.
2.6 Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tingkat-tingkat tindakan adalah :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
2. Respon Terpimpin (Guided Respons)
Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.
3. Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau suatu ide sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek
tingkat tiga.
4. Adaptasi (Adaptation)
Merupakan praktek yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu
sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan
yang lalu (recall). Pengukuran langsung dengan mengobservasi tindakan atau
kegiatan responden.
2.7 Epidemiologi Malaria
2.7.1 Gejala Klinis
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium
dengan gejala demam, menggigil dan berkeringat (Wikipedia, 2007).
2.7.2 Penyebaran dan Penularan Penyakit Malaria
Penyakit malaria ditemukan tersebar luas disemua pulau di Indonesia dengan
derajat dan berat infeksi yang berbeda-beda. Timbulnya penyakit malaria pada
a. Penularan Secara Alamiah (Natural Infection). Adalah suatu infeksi yang terjadi
melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. Betina yang mengandung plasmodium.
b. Penularan Secara Mekanik (Mechanical Infection). Terjadi melalui trasfusi darah
atau melalui jarum suntik yang mengandung parasit malaria
c. Malaria Kongenital, terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang terinfeksi
parasit malaria. Infeksi kongenital jarang terjadi.
2.7.3 Konsep Segitiga Epidemiologi Hubungannya Terhadap Penyebaran Malaria
Penyebaran malaria secara epidemiologi dapat terjadi akibat adanya interaksi
tiga faktor yaitu: agent, host dan environment
a. Agent (penyebab) parasit plasmodium
Parasit (plasmodium) hidup dalam tubuh nyamuk Anopheles sp. Dan dalam
tubuh manusia. Parasit (plasmodium) hidup dalam tubuh nyamuk dalam daur
seksual dan hidup dalam tubuh manusia dalam daur aseksual (Depkes RI, 1999)
Menurut Harijanto (Darwis, 2006) dikenal 4 jenis plasmodium yaitu :
1) Plasmodium Vivax, menyebabkan malaria tertiana (demam setiap hari ke-3).
2) Plasodium Falcifarum, memberikan banyak komplikasi dan cukup ganas,
menyebabkan malaria tropika (demam setiap 24-48 jam)
3) Plasmodium malariae, jarang dijumpai menyebabkan malaria
quartana/malariae (demam setiap hari ke-4).
b. Host (pejamu)
1) Host Intermedier (Pejamu Antara/Manusia)
Manusia merupakan tempat berkembangbiaknya agent sekaligus sebagai
sumber penularan (recervoir) melalui keberadaan vektor nyamuk Anopheles
sp. Ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanan
pejamu terhadap agent. Faktor-faktor tersebut yaitu: (Depkes RI, 1994); Usia :
Anak-anak lebih rentan terhadap malaria yaitu usia: 2-9 tahun, ras, riwayat
pernah menderita malaria, cara hidup (life style), perilaku terhadap terjadinya
malaria (man-made malaria), sosial ekonomi, status gizi, faktor keturunan
(herediter) dan daya tahan tubuh (immunity status).
2) Host Definitive (pejamu tetap, sebagai vektor /nyamuk Anopheles sp)
Hanya nyamuk Anopheles sp. betina yang menghisap darah yang diperlukan
untuk pertumbuhan telur nyamuk, berdasarkan kebiasaan makan dan istirahat
nyamuk Anopleles sp. Dapat dikelompokkan sebagai berikut: (Depkes RI,
1999):
a) Tempat Hinggap atau Istirahat.
Ada yang lebih suka hinggap atau istirahat diluar rumah (eksofilik)
Ada yang lebih suka hinggap atau istirahat di dalam rumah (endofilik)
b) Tempat Menggigit.
Ada yang lebih suka menggigit di luar rumah (eksofagik) dan
c) Objek yang Digigit.
Ada yang lebih suka menggigit manusia (antrofilik) dan
Ada yang lebih suka menggigit hewan (zoofilik).
3) Environment (Lingkungan)
Faktor environment (lingkungan) dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga)
kelompok yaitu: (Depkes RI, 1999a)
a) Lingkungan Fisik
Suhu udara. Suhu udara mempengaruhi perkembangan parasit dalam
nyamuk berkisar antara 20° - 30°C, suhu udara juga sangat berpengaruh
terhadap siklus sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik dimana semakin
tinggi suhu udara akan memperpendek masa inkubasi eksterinsik yang
mengakibatkan populasi parasit plasmodium dalam nyamuk akan
meningkat, sebaliknya makin rendah suhu udara akan memperpanjang
masa inkubusi ekstrinsik.
Kelembaban. Pada kelembaban 60% nyamuk menjadi lebih aktif dan
lebih sering menggigit sehingga meningkatkan penularan malaria
Hujan. Curah hujan yang tinggi menyebabkan aliran air pada sungai
atau saluran air lebih kuat sehingga larva dan kepompong akan terbawa
oleh air
Ketinggian. Secara umum malaria akan berkurang pada tempat yang
makin tinggi dari permukaan laut. Pada ketinggian di atas 2000 meter di
atas permukaan laut jarang terjadi transmisi (Harijanto dalam Darwis,