PENGARUH SELF-ESTEEM
TERHADAP PENYESUAIAN DIRI PENSIUN
PADA LANSIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
SUGIYANTO
041301033
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul:
Pengaruh Self-Esteem terhadap Penyesuaian Diri Pensiun pada Lansia
adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip
dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini,
saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan
sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, 5 Juni 2009
Pengaruh Self-Esteem
terhadap Penyesuaian Diri Pensiun pada Lansia
Sugiyanto dan Arliza J. Lubis, M.Si, psi
ABSTRAK
Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui tahap-tahap perkembangan mulai dari periode prenatal sampai pada usia lanjut. Proses penuaan tidak dipengaruhi oleh satu mekanisme saja, namun dipengaruhi oleh berbagai penyebab yang saling mempengaruhi. Hal ini menyebabkan ada lansia yang masih mampu beraktivitas sewaktu muda dan ada yang tidak, untuk itulah penyesuaian diri menjadi tuntutan. Penurunan kondisi fisik seiring bertambahnya usia berkibat pada aktivitas dan berdampak pada pekerjaannya, hingga sampai tahap pensiun. Pensiun merupakan pengunduran diri individu dari aktivitas sehari-hari. Kesehatan yang buruk, kognitif yang menurun serta konsep diri yang buruk, disebabkan karena lansia tidak lagi berkativitas. Individu berbeda dalam menghadapi pensiun, ada yang menyesuaikan diri dengan baik ada yang tidak. Penyesuaian diri lebih ditekankan pada bagaimana individu itu sendiri yang memandang dirinya mampu menyesuaiakan diri atau tidak. Penilaian diri sendiri itu merupakan bagian dari self-esteem (harga diri).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self-esteem (harga diri) terhadap penyesuaian diri pensiun pada lansia. Penelitian ini melibatkan 50 orang dengan kriteria usia diatas 60 tahun, pensiunan dan berdomisili di Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode incidental sampling dan diolah dengan uji analisa regresi. Alat ukur yang digunakan adalah skala Penyesuaian diri terhadap pensiun yang disusun oleh peneliti dan skala self-esteem Rosenberg.
Hasil analisa data menunjukkan terdapat pengaruh secara positif self-esteem
terhadap penyesuaian diri pensiun pada lansia. Implikasi penelitian ini berguna bagi pihak lansia itu sendiri agar lebih meningkatkan pandangan diri sendiri dan percaya diri serta bagi keluarga dan masyarakat untuk lebih peduli tehadap lansia itu sendiri.
KATA PENGANTAR
Terima kasih yang tidak terkira peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas
semua karunia dan keindahan yang telah diberikan-Nya, umur yang panjang,
kesehatan, waktu dan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi
untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu
(S-1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul : Pengaruh Self-Esteem
terhadap Penyesuaian Diri lansia pada Pensiun.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi.
2. Ibu Arliza Juairiani Lubis, M.Si, psi., yang telah sangat membantu dan
membimbing saya dalam merampungkan penelitian ini hingga selesai.
3. Ibu Irna Minauli, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik yang bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing saya.
4. Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan
bantuannya selama perkuliahan dan seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi
USU yang telah membantu penulis baik selama masa perkuliahan maupun
dalam penyelesaian skripsi.
5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan do’a dan kasih
sayangnya yang luas demi keberhasilan anaknya.
6. Special Thanks to: Syahrina Yuska atas dukungan baik moral maupun
7. Teman-teman seperjuangan Labsos: Izul, Nesya, Yola, Bima, Yuda, Reni,
Dewi, dan Rayes
8. Teman-teman seperjuangan: Dwi Ifah, Saut, Stefani, Kun Fatindah, Fia,
Fahmi serta mantan pengurus IMaPsi terakhir, terima kasih atas dukungan
dan kebersamaannya selama ini. Mohon maaf apabila ada khilaf dan salah
penulis selama berinteraksi.
9. Kepada teman-teman seangkatan; Charles, Farhah, Asroni, Isrina, Joko,
Pasca, dan semuanya. Maaf nama kalian tidak bisa dicantumkan semuanya,
tapi kalian sangat berarti bagiku.
10.Terimakasih yang spesial kepada Lintang, Paidi, Neni, Ita, Gejok, dan Uta,
Mbak Ayu yang telah membantu dalam proses penelitian ini. Juga kepada
seluruh mahasiswa psikologi yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
penelitian ini. Oleh karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran
yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini
agar menjadi lebih baik lagi. Akhirnya kepada Allah jua penulis berserah diri.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Medan, 8 Juni 2009
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... iii
Daftar Tabel ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Sistematika Penulisan ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 8
A.Penyesuaian Diri terhadap Pensiun... 8
1. Penyesuaian diri ... 8
2. Aspek-aspek penyesuaian diri... 9
3. Teori-teori penyesuaian diri... 10
4. Penyesuaian diri lansia terhadap pensiun... 11
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri terhadap pensiun ... 12
B. Self-Esteem... 12
1. Aspek-aspek self-esteem... 14
C. Pengaruh Self-esteem terhadap Penyesuaian diri ... 14
D. Hipotesis Penelitian ... 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 16
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 16
1.Penyesuaian Diri Terhadap Pensiun ... 16
2. Self-Esteem... 17
3. Jenis Kelamin... 18
4. Usia ... 18
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 19
1. Populasi dan Sampel ... 19
2. Teknik Pengambilan Sampel ... 20
3. Jumlah Sampel Penelitian ... 20
D. Metode Pengumpulan Data ... 21
1. Skala Penyesuaian Diri Terhadap Pensiun ... 23
2. Skala Self-Esteem ... 23
E. Uji Coba Alat Ukur ... 24
1. Validitas alat ukur ... 24
2. Uji daya beda aitem ... 24
3. Reliabilitas alat ukur ... 25
4. Hasil uji coba alat ukur ... 25
F. Prosedur Penelitian ... 26
1. Persiapan penelitian ... 26
2. Pelaksanaan penelitian ... 27
3. Pengolahan data ... 27
G. Metode Analisis Data ... 27
1. Uji Normalitas ... 28
2. Uji Homogenitas... 29
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Gambaran Subjek Penelitian ... 30
1. Jenis kelamin subjek penelitian ... 30
2. Usia subjek penelitian ... 30
B. Hasil Penelitian ... 31
1. Uji asumsi ... 31
2. Uji hipotesis ... 33
C. Kategorisasi Skor Penelitian ... 35
1. Kategorisasi Skor Penyesuaian Diri terhadap Pensiun ... 35
2. Kategorisasi Skor Self-Esteem... 37
D. Hasil Tambahan ... 38
1. Gambaran perbedaan penyesuaian diri dan self-esteem ditinjau dari jenis kelamin... 38
2. Gambaran perbedaan Penyesuaian diri dan Self-esteem ditinjau dari usia... 39
E. Pembahasan ... 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44
A. Kesimpulan ... 44
B. Saran ... 45
1. Saran metodologis ... 45
2. Saran praktis ... 45
DAFTAR TABEL
Tabel 1. BluePrint Skala Penyesuaian diri terhadap pensiun... 23
Tabel 2. Blue PrintSkala Penyesuaian diri terhadap pensiun setelah uji coba. 26 Tabel 3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 30
Tabel 4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Operator Seluler ... 31
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas ... 31
Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas... 32
Tabel 7. Hasil Uji Linearitas ... 33
Tabel 8. Hasil Analisa Regresi Linear Sederhana... 34
Tabel 9. Koefisien Regresi Self-Esteem ... 34
Tabel 10. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Emprik... 35
Tabel 11. Kategorisasi Penyesuaian diri terhadap pensiun ... 35
Tabel 12. Gambaran Aspek Penyesuaian Diri terhadap pensiun ... 36
Tabel 13. Hasil Analisa Aspek Penyesuaian diri ... 36
Tabel 14. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Emprik Self-esteem ... 37
Tabel 15. Kategorisasi Self-Esteem... 37
Tabel 16. Gambaran Penyesuaian Diri dan Self-Esteem Ditinjau dari Jenis Kelamin... 38
Tabel 17. Hasil Analisa Penyesuaian Diri dan Self-Esteem Ditinjau dari Jenis Kelamin... 39
Tabel 18. Penyesuaian Diri dan Self-Esteem Ditinjau dari Usia ... 39
Pengaruh Self-Esteem
terhadap Penyesuaian Diri Pensiun pada Lansia
Sugiyanto dan Arliza J. Lubis, M.Si, psi
ABSTRAK
Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui tahap-tahap perkembangan mulai dari periode prenatal sampai pada usia lanjut. Proses penuaan tidak dipengaruhi oleh satu mekanisme saja, namun dipengaruhi oleh berbagai penyebab yang saling mempengaruhi. Hal ini menyebabkan ada lansia yang masih mampu beraktivitas sewaktu muda dan ada yang tidak, untuk itulah penyesuaian diri menjadi tuntutan. Penurunan kondisi fisik seiring bertambahnya usia berkibat pada aktivitas dan berdampak pada pekerjaannya, hingga sampai tahap pensiun. Pensiun merupakan pengunduran diri individu dari aktivitas sehari-hari. Kesehatan yang buruk, kognitif yang menurun serta konsep diri yang buruk, disebabkan karena lansia tidak lagi berkativitas. Individu berbeda dalam menghadapi pensiun, ada yang menyesuaikan diri dengan baik ada yang tidak. Penyesuaian diri lebih ditekankan pada bagaimana individu itu sendiri yang memandang dirinya mampu menyesuaiakan diri atau tidak. Penilaian diri sendiri itu merupakan bagian dari self-esteem (harga diri).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self-esteem (harga diri) terhadap penyesuaian diri pensiun pada lansia. Penelitian ini melibatkan 50 orang dengan kriteria usia diatas 60 tahun, pensiunan dan berdomisili di Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode incidental sampling dan diolah dengan uji analisa regresi. Alat ukur yang digunakan adalah skala Penyesuaian diri terhadap pensiun yang disusun oleh peneliti dan skala self-esteem Rosenberg.
Hasil analisa data menunjukkan terdapat pengaruh secara positif self-esteem
terhadap penyesuaian diri pensiun pada lansia. Implikasi penelitian ini berguna bagi pihak lansia itu sendiri agar lebih meningkatkan pandangan diri sendiri dan percaya diri serta bagi keluarga dan masyarakat untuk lebih peduli tehadap lansia itu sendiri.
BAB I
PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang Penelitian
Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui
tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut
(Hurlock, 1996). Individu yang mengalami masa tua atau proses penuaan disebut
juga lanjut usia atau disingkat lansia. Upaya untuk mempelajari proses penuaan ini
telah dimulai sejak lama, mulai dari daftar manusia tertua, mekanisme penuaan,
sampai pada penelitian medis serta psikologis modern untuk memperbaiki kesehatan
manusia.
Dari berbagai studi didapat bahwa proses penuaan tidak hanya dipengaruhi
oleh satu mekanisme saja, namun dipengaruhi oleh berbagai penyebab yang saling
mempengaruhi, seperti genetik, kepribadian serta lingkungan (Hardywinoto &
Setiabudhi, 1999). Santrock (1998) juga menambahkan bahwa proses penuaan
banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor kehidupan bersama (lingkungan dan
keluarga) serta faktor pribadi orang itu sendiri, yaitu regulasi diri sendiri. Selain itu,
Tomae (dalam Santrock, 1998) menyatakan bahwa proses penuaan dipengaruhi
berbagai dimensi, yakni biokemis dan fisiologis, perubahan fungsional-psikologis,
perubahan kepribadian, sosial, serta penyesuaian diri menuju masa tua. Oleh karena
itu, perubahan lansia sangat berbeda dari satu individu usia lanjut dengan individu
usia lanjut lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2004). Hal ini menyebabkan ada
lansia yang merasa tidak dapat mengerjakan berbagai aktivitas sebaik pada saat
aktifitas fisik, untuk itulah penyesuian diri menjadi tuntutan bagi lansia (Harlock,
1996).
Menurut Martin dan Poland (1980), penyesuaian diri merupakan proses
mengatasi permasalahan lingkungan yang berkesinambungan. Santrock (1998) juga
menyatakan bahwa untuk mencapai penyesuaian diri yang baik bagi lansia adalah
dengan berusaha mencapai psychological well-being (PWB). Bradburn (dalam
Santrock, 1998) mendefinisikan psychological well-being sebagai kebahagiaan dan
penerimaan diri sendiri sehingga mendapatkan suatu kepuasan diri dengan apa yang
dimiliki yang dapat diketahui melalui beberapa dimensi antara lain lingkungan,
hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup, serta penerimaan diri.
Hardywinoto dan Setiabudhi (1999) menambahkan bahwa psychological well-being
merupakan salah satu faktor kepribadian yang berpengaruh dalam proses penuaan.
Hurlock (1996) menyatakan bahwa lansia berusaha menyesuaikan diri
dengan penurunan kondisi fisik seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini
mengakibatkan aktivitas fisik akan menurun yang dapat berakibat pada
pekerjaannya, sehingga sampai pada tahap pensiun. Pensiun merupakan
pengunduran diri individu dari aktivitas sehari-hari. Noesyirwan (dalam Rosyid,
2003) mengemukakan bahwa secara teknis pensiun berarti berakhirnya suatu masa
kerja, tetapi secara psikologis dan sosiologis pensiun mempunyai makna dan
dampak yang tidak sama pada semua orang. Francis (2001) mengemukakan bahwa
pensiun dapat diartikan sebagai masa tenang karena lepasnya aktivitas yang rutin
dan masa menikmati masa tua dengan keluarga, namun ada juga lansia yang
memandang pensiun sebagai masa kritis, dikarenakan persepsi orang lain terhadap
Masa pensiun dapat memberikan efek positif dan efek negatif bagi lansia.
Efek positif masa pensiun muncul karena lansia melakukan penyesuaian diri yang
baik, sehingga lansia mengalami tahap integrity atau wisdom (Santrock, 1998; Meier
& Holm, 2004; Rosyid, 2003). Efek negatif masa pensiun muncul karena
penyesuaian diri yang buruk, sehingga lansia mengalami despair (Santrock, 1998;
Meier & Holm, 2004; Rosyid, 2003). Despair pada masa pensiun dapat menambah
distress dan kecemasan pada lansia. Solinge (2007) dalam penelitiannya
menambahkan bahwa ketika individu mengalami pensiun, kesehatan lansia
cenderung menurun akibat dari pensiun. Tanpa adanya stimulus kondisi pensiun,
kebanyakan lansia sendiri telah mengalami distress dan kecemasan akan tugas
perkembangannya. Pernyataan ini diperkuat anggapan bahwa pekerjaan dianggap
penting karena bisa mendatangkan kepuasan (uang, status, dan harga diri), sehingga
melepaskan pekerjaan yang telah dilakukan sehari-hari akan menumbulkan
kecemasan dan penyesuaian diri yang sulit pada masa lansia (Agustina, 2008). Hal
ini mengakibatkan perasaan-perasaan depresi seperti loneliness, isolasi sosial dan
distres menjadi efek utama dalam menghadapi pensiun yang tidak ada persiapan
pada masa muda (Papalia, 2001).
Solinge dan Henkens (2005) menambahkan bahwa depresi, kepuasan hidup,
dan makna hidup juga dipengaruhi oleh keadaan ataupun situasi individu dalam
menghadapi pensiun. Bahkan penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa keputusan
pensiun mempengaruhi kepuasan perkawinan, konflik keluarga serta self-efficacy
(Raymo & Sweeney, 2005).
Menurut Solinge dan Henkens (2005) dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa kemampuan individu dalam menyesuaikan diri terhadap pensiun akan
Charles (1999) dan Seitsamo (2006) menyatakan bahwa penyesuaian diri pensiun
berkorelasi positif dengan psychological well-being seseorang, ini dikarenakan
kesadaran diri dan penyesuaian diri yang baik akan kondisi pensiun.
Keadaan pensiunan di Indonesia berbeda dengan kondisi pensiun di luar
negeri terutama di Jepang. Kebanyakan pensiunan di luar negeri terutama di Jepang,
memiliki aktivitas lain setelah mereka pensiun, seperti berkebun, berdagang, atau
menjadi kepala kuil. Berbeda dengan di Indonesia yang hanya kebanyakan pasrah
dan sedikit sekali yang memiliki aktivitas atau pekerjaan setelah pensiun. Hal ini
dikarenakan adanya faktor budaya di Indonesia, dimana anak tertualah yang
membiayai ayahnya setelah pensiun (Elizabeth, 2004).
Solinge (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kesehatan yang
buruk, self-efficacy yang rendah, kognitif yang menurun dan konsep diri yang buruk
disebabkan karena mayoritas lansia dalam penelitian tidak lagi melakukan aktivitas
ataupun bekerja. Keadaan pensiun menyebabkan lansia dipandang tidak mampu lagi
oleh orang lain, walaupun menurutnya masih bisa memberi kontribuasi bagi
perusahaan. Hal inilah yang menyebabkan seseorang dilanda post-power syndrome,
yakni gejala individu membayangkan kebesaran dan kemampuan di masa lalu.
Charles (1999) juga menambahkan bahwa individu pensiun yang mengalami
post-power syndrome akan mengalami masa-masa depresi yang berat ketika tidak mampu
menerima kenyataan yang ada atau despair, tuntutan hidup yang mendesak dan
kurang mampu menyesuaikan diri dengan baik.
Solinge dan Henkens (2005) menyatakan bahwa individu berbeda dalam
menghadapi kondisi pensiun, ada yang melakukan penyesuaian diri yang baik dan
ada yang melakukan penyesuaian diri yang buruk. Hal ini dipengaruhi oleh empat
kemampuan mengatasi sesuatu perubahan atau masalah. Kedua, faktor keluarga,
yaitu dukungan sosial, jumlah anak, dan peran dalam keluarga. Ketiga, tuntutan
lingkungan, yaitu persepsi lingkungan akan dirinya yang sudah tidak mampu lagi.
Keempat, kecemasan pensiun, yaitu kesehatan yang buruk, keuangan, status sosial
dan ada tidaknya konflik keluarga.
Menurut Solinge (2007), penyesuaian diri yang baik lebih ditekankan pada
self-efficacy. Hal ini dikarenakan individu itu sendirilah yang menentukan
bagaimana menyesuaikan diri, walaupun ada dukungan sosial, keluarga, ekonomi
dan sebagainya. Self-efficacy menurut Helm (2000) dipengaruhi bagaimana individu
itu memandang diri sendiri.
Self-efficacy dan konsep diri merupakan bagian dari self-esteem, atau harga
diri. Menurut Christia (2007) self-esteem merupakan proses evaluasi diri seseorang
terhadap kualitas-kualitas dalam dirinya dan terjadi terus menerus dalam diri
manusia. Coopersmith (dalam Handayani dkk, 1998) menambahkan bahwa
self-esteem merupakan proses evaluasi diri seseorang terhadap kualitas-kualitas dalam
dirinya dan terjadi terus menerus dalam diri manusia.
Self-esteem berkembang sesuai dengan kualitas interaksi individu dengan
lingkungannya, baik itu yang meningkatkan harga diri maupun yang menurunkan
harga diri (Handayani dkk, 1998). Self-esteem yang tinggi ditandai dengan
kepercayaan diri yang tinggi, rasa puas, memiliki tujuan yang jelas, dan selalu
berpikir positif, sedangkan self-esteem yang rendah ditandai dengan rasa takut,
cemas, depresi, dan tidak percaya diri (Robson, 1988).
Self-esteem memiliki pandangan yang berbeda antara laki-laki dan wanita
mengenai penilaian diri. Crain (dalam Respati dkk, 2006) mengemukakan bahwa
sedangkan wanita lebih kearah tingkah laku ataupun bersosialisasi akan
meningkatkan nilai harga diri.
Adapun aspek-aspek yang berhubungan dengan self-esteem, menurut Brown
(dalam Christia, 2007) terdapat 3 aspek, yakni global self-esteem, self-evaluation
dan emotion. global self-esteem merupakan variabel keseluruhan dalam diri individu
secara keseluruhan dan relatif menetap. Self-evaluation merupakan bagaimana cara
seseorang dalam mengevaluasi variabel dan atribusi yang terdapat pada diri mereka.
Sedangkan emotion adalah keadaan emosi sesaat terutama seseuatu yang muncul
sebagai konsekuensi positif dan negatif.
I.B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti ingin meneliti bagaimana
pengaruh self-esteem terhadap penyesuaian diri terhadap pensiun pada lansia.
I. C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self-esteem terhadap
penyesuaian diri terhadap pensiun pada lansia.
I. D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi dua manfaat, yaitu : manfaat
secara teoritis dan secara praktis.
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitan ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk
perluasan teori, terutama yang berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap pensiun
serta self-esteem pada lansia.
2. Manfaat praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
penunjang penelitian lebih lanjut mengenai lanjut usia dan dapat memberikan
manfaat bagi individu atau kelompok yang berkecimpung dalam Gerontologi. Selain
itu, juga dapat memberikan manfaat bagi lansia untuk tindakan preventif ataupun
pencegahan terhadap gejala-gejala post-power syndrome.
I.E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Bab I : PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang masalah diadakannya penelitian ini,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II : LANDASAN TEORI
Berisikan mengenai tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam
pembahasan permasalahan, landasan teori yang mendasari
tiap-tiap variabel, hubungan antar variabel dan pembentukan
hipotesa (hipotesis penelitian).
Bab III : METODE PENELITIAN
Berisikan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian
populasi dan sampel penelitian, alat ukur yang digunakan,
metode pengambilan data dan metode analisis data.
Bab IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Bab akan memapaparkan mengenai hasil deskripsi data
penelitian, uji hipotesa utama dan pembahasan mengenai hasil
penelitian.
Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi jawaban atas masalah yang diajukan.
Kesimpulan dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data.
Saran dibuat dengan mepertimbangkan hasil penelitian yang
BAB II
LANDASAN TEORI
II.A. Penyesuaian Diri terhadap Pensiun
II.A.1. Penyesuaian diri
Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa penyesuaian diri
merupakan interaksi individu yang kontinu dengan diri sendiri, lingkungan dan
orang lain. Menurut Martin dan Poland (1980), penyesuaian diri merupakan proses
mengatasi permasalahan lingkungan yang berkesinambungan
Bauserman (2002) mengatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu
keadaan untuk mengatasi suatu masalah dan kondisi yang dihadapi. Penyesuaian diri
terbagi menjadi dua, yakni pertama, penyesuaian perilaku, yaitu penyesuaian diri
yang berdasarkan prilaku inidividu dalam menyesuaikan diri. Kedua, penyesuaian
emosional, yakni menyesuaikan diri dari lingkungan dan kondisi berdasarkan emosi
dan psikologis individu tersebut.
Menurut Corsini (2002) penyesuaian diri merupakan modifikasi dari sikap
dan perilaku dalam menghadapi tuntutan lingkungan secara efektif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri
merupakan kemampuan individu untuk mengatasi tekanan kebutuhan dan frustasi
dengan cara mengubah tingkah laku ke arah yang lebih baik antar dirinya dengan
II.A.2. Aspek-aspek penyesuaian diri
Menurut Mu’tadin (2002), pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua
aspek, yakni:
a. Penyesuaian pribadi
Penyesuaian pribadi merupakan kemampuan individu untuk menerima
dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan
lingkungannya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan
dan kekuarangannya, serta mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi yang
dialaminya.
Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci,
lari dari kenyataan dan tanggung jawab, dongkol, kecewa, atau tidak percaya pada
kondisi yang dialaminya. Sebaliknya, kegagalan dalam penyesuaian pribadi ditandai
dengan guncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan, dan keluhan terhadap nasib,
yang disebabkan adanya kesenjangan antara individu dengan tuntutan lingkungan.
Hal ini menjadi sumber konflik yang terwujud dalam rasa takut dan kecemasan,
sehingga untuk merealisasikannya, individu perlu melakukan penyesuaian diri.
b. Penyesuaian sosial
Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Dalam masyarakat terjadi proses
saling mempengaruhi. Berdasarkan proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan
dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang
mereka patuhi demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan hidup sehari-hari.
Dalam bidang ilmu Psikologi Sosial, proses ini dikenal sebagai proses penyesuaian
sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu
hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup
atau masyarakat secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya
sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai
informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas diperkaya oleh
eksistensi atau karya yang diberikan oleh individu sendiri.
Apa yang diserap atau yang dipelajari individu dalam proses interaksi dengan
masyarakat belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang
memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan
baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial
adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial
kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan
sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan
individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial, individu mulai
berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu
mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya
dan menjadi pola tingkah laku kelompok. Hal ini merupakan proses pertumbuhan
kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk bertahan dan
mengendalikan diri. Berkembangnya kemampuan sosial ini berfungsi sebagai
pengawas yang mengatur kehidupan sosial. Mungkin inilah yang oleh Freud disebut
sebagai super ego, yang berfungsi untk mengendalikan kehidupan individu dari sisi
penerimaan terhadap pola perilaku yang diterima dan disukai masyarakat, serta
menolak hal-hal yang tidak diterima masyarakat.
II.A.3. Teori-teori penyesuaian diri
Ada dua teori umum yang mengemukakan bagaimana individu
a. Teori aktivitas atau teori kontinuitas
Menurut teori ini, baik pria maupun wanita seharusnya tetap mempertahankan
berbagai sikap dan kegiatan mereka semasa usia madya selama mungkin dan
kemudian mencari kegiatan pengganti untuk menggantikan kegiatan yang harus
mereka tinggalkan apabila mereka pensiun.
b. Teori pelepasan atau teori peran
Individu secara sukarela atau tidak membatasi keterlibatan mereka dalam
berbagai kegiatan. Mereka membentuk hubungan langsung dengan orang lain, tanpa
terpengaruh dengan pendapat orang lain.
II.A.4. Penyesuaian diri lansia terhadap pensiun
Lansia (lanjut usia) atau seseorang yang mengalami usia tua merupakan
periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana
seseorang telah ‘beranjak jauh’ dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan
atau beranjak dari waktu yang penuh semangat (Hurlock, 1996)
Hurlock (1996) menyatakan bahwa tahap terakhir dalam rentang kehidupan
sering dibagi menjadi:
1. Usia lanjut dini, yang berkisar usia 60 sampai 70 tahun
2. Usia lanjut, yang berkisar antara usia 70 sampai masa akhir kehidupan.
Individu dalam usia 60 tahun biasanya digolongkan sebagai usia tua, yang
berarti antara sedikit sedikit lebih tua atau setelah usia madya dan usia lanjut setelah
mereka mencapai usia 70 tahun (Hurlock, 1996)
Hurlock (1996) menyatakan bahwa pensiun merupakan pengunduran diri
sebagai masa kritis, dikarenakan persepsi orang lain terhadap dirinya yang sudah
tidak berguna dan tidak kompeten lagi.
Schwartz (dalam Hurlock, 1996) menyebutkan bahwa pensiun dapat
merupakan akhir pola hidup atau masa transisi ke pola hidup baru, yang menyangkut
perubahan peran, nilai dan perubahan keseluruhan pola hidup.
Santrock (1998) mengungkapkan bahwa pensiun merupakan masa
penyesuaian yang mengakibatkan pergantian peran, perubahan dalam interaksi sosial
dan terbatasnya sumber finansial. Pria yang merasa pekerjaan sebagai hidup dan
identitas mereka akan merasa kehilangan saat pensiun tiba.
II.A.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuian diri terhadap pensiun
Solinge dan Henkens (2005) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap pensiun yaitu:
1. Self-efficacy, yaitu persepsi diri akan kemampuan mengatasi sesuatu perubahan
atau masalah.
2. Faktor keluarga, yaitu dukungan sosial, jumlah anak, dan peran dalam keluarga.
3. Tuntutan lingkungan, yaitu persepsi lingkungan akan dirinya yang sudah tidak
mampu lagi.
4. Kecemasan pensiun, yaitu kesehatan yang buruk, keuangan, status sosial dan
ada tidaknya konflik keluarga.
II.B. Self-Esteem
Self-esteem atau harga diri merupakan evaluasi diri seseorang terhadap
(Christia, 2007). Menurut Larsen dan Buss (2008), harga diri merupakan apa yang
kita rasakan berdasarkan pengalaman yang kita peroleh selama menjalani hidup.
Respati dkk (2006) juga mengungkapkan bahwa harga diri merupakan cara
individu melihat gambaran diri sendiri, yang terbentuk berdasarkan
pemikiran-pemikiran individu dari interaksinya dengan orang lain. Coopersmith (dalam
Handayani dkk, 1998) menambahkan bahwa self-esteem merupakan proses evaluasi
diri seseorang terhadap kualitas-kualitas dalam dirinya dan terjadi terus menerus
dalam diri manusia.
Self-esteem yang tinggi ditandai dengan kepercayaan diri yang tinggi, rasa
puas, memiliki tujuan yang jelas, selalu berpikir positif, mampu untuk berinteraksi
sosial, solving problem yang tinggi, serta mampu menghargai diri sendiri (Robson,
1988; Maria, 2007). sedangkan self-esteem yang rendah ditandai dengan rasa takut,
cemas, depresi, dan tidak percaya diri (Robson, 1988; Maria, 2007).
Self-esteem memiliki pandangan yang berbeda antara laki-laki dan wanita
mengenai penilaian diri. Crain (dalam Respati dkk, 2006) mengemukakan bahwa
laki-laki akan memiliki self-esteem lebih tinggi bila memiliki fisik yang diinginkan,
sedangkan wanita lebih kearah tingkah laku ataupun bersosialisasi akan
meningkatkan nilai harga diri.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa self-esteem (harga diri)
merupakan gambaran yang mengenai individu mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan dirinya, baik dari pengalaman yang dialaminya maupun pengalaman yang
II.B.1. Aspek-aspek self-esteem
Adapun aspek-aspek yang berhubungan dengan self-esteem, menurut Brown
(dalam Christia, 2007) terdapat 3 aspek, yakni
a. Global self-esteem merupakan variabel keseluruhan dalam diri individu secara
keseluruhan dan relatif menetap dalam berbagai waktu dan situasi
b. Self-evaluation merupakan bagaimana cara seseorang dalam mengevaluasi
variabel dan atribusi yang terdapat pada diri mereka. Misalnya ada seseorang
yang kurang yakin kemampuannya di sekolah, maka bisa dikatakan bahwa ia
memiliki self-esteem yang rendah dalam bidang akademis, sedangkan seseorang
yang berpikir bahwa dia terkenal dan cukup disukai oleh orang lain, maka bisa
dikatakan memiliki self-esteem sosial yang tinggi.
c. Emotion adalah keadaan emosi sesaat terutama seseuatu yang muncul sebagai
konsekuensi positif dan negatif. Hal ini terlihat ketika seseorang menyatakan
bahwa pengalaman yang terjadi pada dirinya meningkatkan self-esteem atau
menurunkan self-esteem mereka. Misalnya, seseorang memiliki self-esteem yang
tinggi karena mendapat promosi jabatan, atau seseorang memiliki self-esteem
yang rendah setelah mengalami perceraian.
II.C. Pengaruh Self-Esteem Terhadap Penyesuaian Diri Pensiun pada Lansia
Calhoun dan Acocella (1990) juga menyatakan bahwa penyesuaian diri tidak
hanya tergantung dari situasi individu itu saja, namun juga terdapat penilaian
terhadap diri sendiri yang mempengaruhi bagaimana seseorang itu berperilaku.
Rogers (dalam Calhoun & Acocella, 1990) mengungkapkan bahwa individu
senantiasa berusaha untuk mencapai aktualisasi diri dengan cara menyesuaikan diri
adalah konsep diri. Konsep diri sebagian besar merupakan hasil pengalaman kita
dari masa kecil, baik dengan keluarga maupun lingkungan yang lebih luas.
Moss dan Carr (2004) menambahkan bahwa terdapat hubungan antara
penyesuaian diri baik fisik maupun psikologis dengan persepsi bagaimana individu
alami, yang berupa hasil dari proses informasi dari orang lain dan lingkungan
sekitar.
Cigularova (2005) menyebutkan dalam penelitiannya mengenai penyesuaian
diri terhadap lingkungan baru pada siswa-siswa internasional, bahwa terdapat
hubungan positif antara penyesuaian diri individu dengan efikasi diri dan
fleksibilitas.
Menurut Solinge (2007), penyesuaian diri yang baik dipengaruhi oleh
self-efficacy dan psychological well-being. Self-efficacy menurut Helm (2000)
dipengaruhi bagaimana individu itu memandang diri sendiri..
II.D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Terdapat pengaruh positif self-esteem terhadap penyesuaian diri terhadap
pensiun pada lansia. Semakin positif self-esteem seseorang, maka akan semakin
tinggi tingkat penyesuaian diri, sebaliknya semakin negatif self-esteem seseorang,
BAB III
METODE PENELITIAN
III.A. Variabel Penelitian
Adapun variabel yang terlibat pada penelitian ini adalah:
1. Variabel tergantung (DV) : Penyesuaian diri terhadap pensiun
2. Variabel bebas (IV) : Self-esteem
Selain 2 (dua) variabel di atas, terdapat juga variabel sekunder (SV) yang
turut berperan mempengaruhi variabel bebas ataupun variabel tergantung. Dua
veariabel dibawah ini yang diikutsertakan dalam penelitian, yakni:
1. Jenis kelamin
2. Usia
III. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
III.B.1. Penyesuaian diri terhadap pensiun
Penyesuaian diri terhadap pensiun merupakan suatu penerimaan keadaan
pensiun sehingga dapat berinteraksi sosial terhadap lingkungannya dan
menyelesaikan tugas perkembangannya. Penyesuaian diri yang tinggi merupakan
penerimaan positif mengenai diri dan lingkungan, yang ditandai dengan memberikan
dampak psikologis, dengan melewatkan masa pensiun dengan kebahagiaan dan aktif
mencari kegiatan yang sesuai dengan minat serta kemampuan. Sedangkan
penyesuaian diri yang rendah merupakan penerimaan secara negatif mengenai diri
dan lingkungan, yang ditandai dengan keadaan tertekan, depresi dan persepsi diri
Penyesuaian diri terhadap pensiun diukur dengan menggunakan skala yang
disusun berdasarkan aspek-aspek dari perilaku penyesuian diri terhadap pensiun
yang dikemukakan oleh Mu’tadin (2002), yaitu:
a. Penyesuaian pribadi
Keadaaan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai
hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungannya. Ia menyadari
sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekuarangannya, serta
mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi yang dialaminya.
b. Penyesuaian sosial
Keadaan atau situasi dimana individu mampu berinteraksi dengan
lingkungan sosial, mematuhi peraturan dan norma sosial, serta menerima peran
dalam lingkungan sosial.
Tingkat penyesuaian diri terhadap pensiun dapat dilihat dari skor nilai yang
diperoleh individu dari skala tersebut. Jika semakin tinggi nilai skala penyesuaian
diri terhadap pensiun maka semakin positif penyesuaian diri terhadap pensiun.
Demikian sebaliknya, jika semakin rendah nilai skala intensi penyesuaian diri
terhadap pensiun maka semakin negatif penyesuaian diri terhadap pensiun.
III.B.2. Self-esteem
Self-esteem atau harga diri adalah evaluasi yang dibuat oleh individu
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang mengekspresikan suatu sikap
setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat dimana individu itu meyakini
dirinya sendiri sebagai mampu, penting dan berharga. Self-esteem (harga diri) yang
positif merupakan penilaian secara positif mengenai hal yang berkaitan dengan
mampu untuk berinteraksi sosial, serta mampu menghargai diri sendiri sedangkan
self-esteem (harga diri) yang negatif merupakan penilaian secara negatif mengenai
hal yang berkaitan dengan dirinya, yang ditandai dengan tidak menghargai diri
sendiri, cemas, depresi, dan tidak percaya diri.
Self-esteem diukur dengan menggunakan skala self-esteem Rosenberg (dalam
Christia, 2007). Penilaian dapat dilihat dari skor self-esteem yang diperoleh individu
dari skala tersebut. Jika semakin tinggi nilai skala self-esteem maka semakin positif
self-esteem individu tersebut. Demikian sebaliknya, jika semakin rendah nilai skala
self-esteem maka semakin negatif self-esteem individu.
III.B.3. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah suatu hal yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan. Menurut Hurlock (1996), wanita cenderung mampu menyesuaikan diri
lebih baik dibandingkan dengan pria. Jenis kelamin juga mempengaruhi self-esteem
seseorang, dimana terdapat stereotipe-streotipe tertentu dalam kebudayaan
masyarakat dan kualitas evaluasi dirinya dan lingkungannya (Brown dalam Christia,
2007).
Untuk itulah, peneliti melibatkan variabel jenis kelamin sebagai variabel
sekunder. Jenis kelamin dapat diketahui dengan melihat identitas diri subjek
penelitian pada skala penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
III.B.4. Usia
Usia adalah ukuran waktu yang dijalani individu terhitung dari lahir
berdasarakan hitungan kalender. Grinder (dalam Maria, 2007), menyatakan bahwa
Robson, 1988) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan antara usia lanjut dini
dengan usia lanjut akhir dengan penyesuaian diri seseorang, dimana usia lanjut akhir
memiliki penyesuaian diri yang lebih tinggi dibandingkan usia lanjut dini.
Variabel usia diikutsertakan dalam penelitian dengan melihat profil singkat
pengisian skala. Usia dalam penelitian ini dibagi 3 (tiga) yakni, usia lanjut dini awal
antara 60-64 tahun, usia lanjut dini akhir antara 65-69 tahun dan usia lanjut akhir
adalah 70 tahun keatas.
III. C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Penelitian
III. C. 1. Populasi dan sampel penelitian
Populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan salah satu faktor
penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah objek, gejala atau kejadian
yang diselidiki terdiri dari semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang
diperoleh dari sampel penelitian itu hendak digeneralisasikan (Hadi, 2000).
Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah individu berumur 60
tahun ke atas yang berdomisili di kota Medan, dengan karakteristik sebagai
berikut:
a. Individu berusia 60 Tahun keatas
Hurlock (1996) menyatakan bahwa individu yang mengalami usia tua
merupakan individu yang berumur di atas 60 tahun. Untuk itu, usia yang diambil
dalam penelitian ini adalah usia 60 tahun keatas.
b. Pensiunan
Reitzes dkk (dalam Meier & Holm, 2004) mengatakan bahwa individu yang
lansia adalah individu dapat mengalami wisdom, dan efek negatif pensiun adalah
inidividu dapat mengalami despair.
Mengingat keterbatasan peneliti menjangkau seluruh populasi maka peneliti
hanya meneliti sebahagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek
penelitian, yang lebih dikenal dengan nama sampel. Azwar (2000) mengemukakan
bahwa sampel adalah bagian dari populasi. Oleh karena itu sampel harus memiliki
ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya. Sampel dalam penelitian ini adalah individu
pensiunan berumur 60 tahun keatas yang memenuhi karakteristik yang telah
dijelaskan sebelumnya.
III. C. 2. Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel atau sampling berarti mengambil suatu bagian dari
populasi sebagai wakil (representasi) dari populasi itu. Sedangkan teknik sampling
adalah teknik yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan
menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai dan dengan
memperhatikan sifat-sifat serta penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang
benar-benar mewakili populasi (Hadi, 2000).
Adapun upaya untuk memperoleh sampel penelitian dalam penelitian ini,
digunakan teknik incidental sampling, dimana hanya individu-individu atau
kelompok-kelompok yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja yang
diselidiki (Hadi, 2002). Teknik ini memiliki kelebihan yakni lebih mudah
mendapatkan sampel penelitian, namun memiliki kekurangan yakni, hasil penelitian
tidak bisa digeneralisasikan dalam kelompok populasi.
Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 orang.
III. D. Metode pengumpulan data
Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan
penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2000). Data
penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala.
Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu
alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang
menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 1999).
Menurut Azwar (1999) karakteristik dari skala psikologi yaitu: (a)
Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung
mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator
perilaku dari atribut yang bersangkutan; (b) Dikarenakan atribut psikologis
diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku sedangkan
indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem, maka skala
psikologi selalu banyak berisi aitem-aitem; (c) Respon subjek tidak
diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah. Semua jawaban dapat
diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Hanya saja
jawaban yang berbeda dinterpretasikan secara berbeda pula.
Hadi (2000) mengemukakan bahwa skala psikologis mendasarkan
diri pada laporan–laporan pribadi (self report). Selain itu skala psikologis
memiliki kelebihan dengan asumsi sebagai berikut:
2. Apa yang dikatakan oleh subjek tentang kepada peneliti adalah benar dan dapat
dipercaya.
3. Interpretasi subjek tentang pernyataan–pernyataan yang diajukan sama dengan
apa yang dimaksud oleh peneliti.
Selain itu metode skala psikologis digunakan dalam penelitian atas dasar
pertimbangan:
1. Metode skala psikologis merupakan metode yang praktis.
2. Dalam waktu yang relatif singkat dapat dikumpulkan data yang banyak.
3. Metode skala psikologis merupakan metode yang dapat menghemat tenaga dan
ekonomis.
Akan tetapi, menurut Brannon (Azwar, 1995) model skala memiliki
kekurangan sebagai berikut:
1. Tidak terdapat keleluasaan individu dalam mengkomunikasikan sikapnya.
2. Bahasa standar ataupun istilah formal yang digunakan dalam skala merupakan
istilah yang tidak mudah dicerna oleh sebagian orang.
3. Pernyataan dalam skala tidak mampu mengungkapkan kompleksitas karena
beberapa individu merasa sikapnya memiliki kompleksitas dan individualitas
yang tidak sama dengan isi pernyataan dalam skala.
4. Jawaban responden dipengaruhi oleh social desirability, ataupun penerimaan
sosial.
5. Harus bisa membaca dan menulis
Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert untuk
mengukur variabel penyesuian diri terhadap pensiun dan Self Esteem (Harga
menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar,
1999).
Sebelum peneliti merancang penulisan aitem/soal, maka peneliti harus
membuat blue print terlebih dahulu. Blue print berupa tabel yang memuat sekaligus
uraian isi tes dan tingkat kompetensi yang akan diungkap pada setiap bagian isi.
Blue print akan menjadi pegangan yang sangat membantu sewaktu penulisan aitem
berlangsung sebagai suatu pedoman yang akan menjaga agar penulisan aitem tetap
terarah pada tujuan pengukuran tes dan tidak keluar dari batasan isi (Azwar, 2000).
1. Skala penyesuaian diri terhadap pensiun
Skala penyesuaian diri disusun berdasarkan aspek yang mempengaruhi
individu dalam penyesuaian diri terhadap pensiun seperti yang tercantum pada Tabel
1.
Skala ini akan disajikan dalam bentuk pernyataan yang mendukung dan tidak
mendukung. Setiap aitem pada skala terdiri dari pernyataan dengan empat pilihan
jawaban, yaitu Sangat Sesuai, Sesuai, Tidak Sesuai dan Sangat Tidak Sesuai, dengan
rentang dari 1 untuk Sangat tidak Sesuai sampai 4 untuk Sangat Sesuai.
Tabel 1. Blue Print Skala Penyesuaian Diri terhadap Pensiun
No. Aspek Penyesuaian Diri Aitem Total
Kognitif 3,8,18 3
Afektif 2,7,13,19 4
1 Penyesuaian pribadi
Konatif 1,12,17 3
Kognitif 4,10,20 3
Afektif 6,15,16 3
2 Penyesuaian sosial
Konatif 5,9,11,14 4
TOTAL 20
.
Skala self-esteem diukur dengan menggunakan skala self-esteem Rosenberg
(1965) yang sudah diadaptasi dan berdasarkan face validity dan professional
judgement, dengan reliabilitas sebesar 0,8064 pada sampel tingkat sarjana muda
(Christia, 2007). Skala ini berdasarkan 3 (tiga) aspek, yakni global self-esteem,
self-evaluation dan emotion, yang terdiri dari 10 aitem. Namun, skala yang sudah
diadaptasi ini tidak mencantumkan aspek-aspek pada tiap aitemnya.
III.E. Uji Coba Alat Ukur
III.E.1. Validitas alat ukur
Untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut mampu menghasilkan data yang
akurat yang sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu pengujian validitas.
Suatu alat tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan memiliki validitas yang
tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur
yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2005).
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi dimana peneliti
meminta pendapat profesional dari dosen pembimbing dalam proses telaah soal baik
dari isinya maupun validitas muka, serta beberapa individu lansia mengenai tata
bahasa dalam skala yang diajukan.
III. E. 2. Uji daya beda aitem
Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu
membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan
yang tidak memiliki atribut yang akan diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam
atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, memilih aitem yang
mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar,
1999).
Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien
korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan
yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi
aitem total yang dapat dilakukan dengan menggunakan formula koefisien korelasi
Pearson Product Moment (Azwar, 1999).
III. E. 3. Uji reliabilitas
Pengujian reliabilitas terhadap hasil ukur skala dilakukan bila aitem-aitem
yang terpilih lewat prosedur analisis aitem telah dikompilasi menjadi satu.
Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang
mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).
Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal
(Cronbach’s alpha coeffecient), yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu
kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan
untuk melihat konsistensi antar aitem atau antar bagian dalam skala. Teknik ini
dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 1999).
Penghitungan daya beda aitem dan koefisien reliabilitas dalam uji coba ini
dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 15.0 For Windows.
III.E.4. Hasil uji coba alat ukur
Uji coba alat ukur dilakukan kepada lansia yang berumur diatas 60 tahun
versi 15.0, maka dapat dilihat aitem-aitem yang memiliki daya diskriminasi r ≥
0,306.
a. Hasil uji coba skala penyesuaian diri terhadap pensiun
Jumlah aitem yang diuji cobakan sebanyak 20 aitem yang terdiri dari 2 (dua)
aspek. Setelah dilakukan beberapa kali uji coba didapat 12 aitem yang memiliki nilai
diatas atau sama dengan 0,306.
Distribusi aitem yang diterima dapat dilihat pada tabel 2. Sebelum skala
digunakan untuk penelitian, aitem disusun kembali. Untuk menyeimbangkan setiap
aspek, maka aitem yang gugur tidak diikutsertakan dalam skala penelitian.
Tabel 2. Blue Print Skala Penyesuaian Diri terhadap Pensiun setelah ujicoba
No. Aspek Penyesuaian Diri Aitem Total
Kognitif 2,10 2
Afektif 1,7,11 3
1 Penyesuaian pribadi
Konatif 6,9 2
Kognitif 4,12 2
Afektif 0
2 Penyesuaian sosial
Konatif 3,5,8 3
TOTAL 12
b. Hasil ujicoba skala self-esteem.
Setelah dilakukan ujicoba, didapat 8 aitem dari 10 aitem yang memiliki daya
beda aitem diatas 0,306.
III.F. Prosedur Penelitian
Penelitian ini memiliki prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu sebagai
berikut:
III.F.1. Persiapan penelitian
a. Pembuatan alat ukur
Alat ukur dibuat oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan
sebelumnya. Ada dua buah skala yang dibuat, yaitu skala penyesuaian diri terhadap
pensiun yang disusun oleh peneliti dan skala Self-esteem (harga diri) Rosenberg.
Masing-masing skala terdiri dari 20 aitem dan 10 aitem.
b. Uji coba alat ukur
Uji coba skala penelitian dilakukan pada tanggal 20 – 26 April 2009 dengan
membagikan skala kepada subjek penelitian. Setelah itu, peneliti mengumpulkan
kembali skala yang telah diisi oleh subjek untuk dilakukan analisa.
c. Revisi alat ukur
Setelah dilakukan uji statistik terhadap aitem-aitem yang diperolah pada uji
coba penelitan, maka dilakukan beberapa revisi terhadap alat ukur. Beberapa revisi
yang dilakukan adalah dengan membuang aitem yang tidak memiliki daya
diskriminasi aitem di atas 0,306, dan memperbaiki tampilan skala. Skala hasil revisi
inilah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini.
III.F.2. Pelaksanaan penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 4 – 11 Mei 2009 dengan membagikan skala
kepada 50 orang sesuai dengan karakteristik sampel penelitian. Selanjutnya
dilakukan pengumpulan skala untuk dilakukan pengolahan data.
Pengolahan data dilakukan setelah semua skala terkumpul. Peneliti
menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS for Windows versi 15.0
dalam mengolah data penelitian.
III. G. Metode Analisa Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan metode
statistik. Pertimbangan penggunaan statistik dalam penelitian ini menurut Hadi (2000)
adalah:
1. Statistik bekerja dengan angka-angka.
2. Statistik bersifat objektif.
3. Statistik bersifat universal, artinya dapat digunakan hampir pada semua bidang
penelitian.
Selain pertimbangan di atas, terdapat juga kelemahan dalam penggunaan
statistikan dalam penelitian, yakni:
1. Tingkah laku, prilaku atau sikap individu yang selalu angka ataupun
di-simbolkan.
2. Pengukuran sikap dan perilaku manusia terbatas hanya pada angka, simbol dan
rumus-rumus yang ditetapkan.
Namun dalam penelitian ini, peneliti tetap menggunakan metode statistik untuk
mempermudah penelitian dan lebih banyak sampel penelitian. Data yang telah
terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik Analisa regresi dengan
menggunakan SPSS for Windows versi 15.0.
Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi yang meliputi:
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua
variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan
uji one-sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS for Windows versi 15.0.
Data dikatakan terdistribusi normal jika nilai > 0,05. Uji normalitas dalam penelitian
ini dilakukan juga untuk mengetahui data penelitian bersifat parametrik atau
nonparametrik serta syarat sampel penelitian ini representatif atau tidak.
2. Uji homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi dan sampel
penelitian adalah homogen. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel
penelitian berasal dari populasi yang sama. Pengukuran homogenitas dilakukan
dengan Anova melalui Levene’s Test dengan bantuan SPSS for Windows 15.0.
3. Uji linearitas
Uji linieritas hubungan dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas
(Self-esteem) berkorelasi secara linier atau tidak terhadap variabel tergantung
(penyesuaian diri terhadap pensiun). Selain itu, uji linieritas ini juga diharapkan
dapat mengetahui taraf signifikansi penyimpangan dari linieritas hubungan tersebut.
Jika penyimpangan yang ditemukan tidak signifikan, maka hubungan antara variabel
bebas dengan variabel tergantung adalah linier (Hadi, 2000). Jika hasil uji bersifat
linier, maka metode analisa regresi dapat digunakan. Uji linieritas hubungan dalam
penelitian ini dianalisa dengan menggunakan Uji F. Data dikatakan memiliki
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
IV.A. Gambaran subjek penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah individu yang berusia diatas 60 tahun
dan berdomisi di Medan. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 50 orang yang
telah memenuhi karakteristik populasi penelitian. Berdasarkan 50 orang subjek
penelitian yang terpilih, diperoleh gambaran berdasarkan jenis kelamin, dan usia.
IV.A.1. Jenis kelamin subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini dibedakan jenis kelaminnya yaitu laki-laki dan
perempuan, dengan penyebaran yang dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentasi (%)
Perempuan 15 orang 30 %
Laki-laki 35 orang 70 %
TOTAL 50 100 %
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian adalah
laki-laki sebanyak 35 orang dan perempuan sebanyak 15 orang.
IV.A.2. Usia subjek penelitian
Subjek penelitian ini dibagi dalam 3 kategori usia, yakni usia lanjut dini awal
antara 60-64 tahun, usia lanjut dini akhir antara 65-69 tahun dan usia lanjut akhir
Tabel 4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Usia Jumlah Persentasi (%)
60 – 64 tahun 19 orang 38 %
65 -69 tahun 17 orang 34 %
70 - 72 tahun 14 orang 28 %
TOTAL 50 100 %
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian adalah usia
lanjut dini awal sebanyak 19 orang, diikuti oleh usia lanjut dini akhir sebanyak 17
orang dan usia lanjut akhir sebanyak 14 orang.
IV.B. Hasil Penelitian
IV.B.1. Uji asumsi
a. Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian setiap
variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov satu sampel. Tabel 5 memperlihatkan hasil
dari uji normalitas terhadap 2 skala.
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas
Variabel Z Ρ Keterangan
Penyesuaian Diri terhadap Pensiun 1,302 0,068 Sebaran Normal
Self-esteem (Harga diri) 1,319 0,062 Sebaran Normal
Data dikatakan terdistribusi normal jika harga ρ > 0,05. Berdasarkan tabel
516 diatas, diperoleh nilai Z penyesuaian diri terhadap pensiun = 1,302 dengan nilai
ρ > 0,068. Nilai Z self-esteem (harga diri ) = 1,319 dengan nilai ρ > 0,062.
Berdasarkan hasil uji di atas, didapat bahwa data penelitian baik variabel bebas
penelitian bersifat parametrik dan cukup representatif atau mewakili populasi yang
diberikan.
b. Uji homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah subjek yang digunakan
dalam penelitian ini homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan
metode One Way Anova.
Tabel 6 . Uji Homogenitas dengan One Way Anova
Levene Statistic df1 F Sig. Keterangan
0,691 10 19,398 0,725 Homogen
Data penelitian dikatakan homogen apabila signifikansi menunjukkan nilai
yang lebih besar dari 0.05 (ρ > 0,05). berdasarkan tabel 6 diatas diperoleh
signifikansi penyesuaian diri terhadap pensiun yaitu sebesar 0,725 sehingga dapat
dikatakan bahwa sampel bersifat homogen. Hal ini berarti bahwa sampel memiliki
varian atau keseragaman yang sama.
c. Uji linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengambil keputusan model regresi yang akan
digunakan. Uji ini merupakan persyaratan apakah model regresi dapat digunakan
untuk menganalisis data. Untuk menentukan kelinearitasan garis regresi dapat
ditentukan dengan melihat nilai ρ pada kotak Anova. Kriteria yang digunakan
Tabel 7. Hasil Uji Linearitas
ANOVA(b)
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 2099.089 1 2099.089 192.235 .000(a)
Residual 524.131 48 10.919
Total 2623.220 49
a Predictors: (Constant), Self.Esteem b Dependent Variable: Peny.Diri
Nilai ρ pada tabel 7. sebesar 0,000, nilai ini kurang dari 0,05 yang berarti
persamaan garis regresi linear. Dengan demikian, analisa regresi dapat digunakan
dalam penelitian ini.
IV.B.2. Uji hipotesis
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh self-esteem (harga
diri) terhadap penyesuaian diri terhadap pensiun. Uji hipotesis penelitian ini
dilakukan dengan analisa regresi linear sederhana. Pada uji ini, hipotesis yang
digunakan adalah:
a. Ho : Tidak ada pengaruh self-esteem (harga diri) terhadap penyesuaian diri
terhadap pensiun
b. Ha : Ada pengaruh self-esteem (harga diri) terhadap penyesuaian diri terhadap
pensiun.
Setelah dilakukan uji linearitas, selanjutnya variabel diolah dengan
menggunakan analisa regresi linear sederhana. Hasil pengolahan data bisa dilihat
pada tabel 8.
R R Square Signifikan
0,895 0,800 0,000
Berdasarkan hasil uji regresi linear sederhana seperti yang terlihat pada tabel
8, terlihat bahwa nilai signifikan = 0,000 atau p < 0,05, sehingga dapat dikatakan
bahwa variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tergantung. Dengan demikian,
hipotesis yang diterima adalah Ha, yaitu terdapat pengaruh self-esteem (harga diri)
terhadap penyesuaian diri terhadap pensiun.
Koefisien determinasi (R Square) yang diperoleh adalah 0,800. Hal ini berarti
variabel bebas (self-esteem) memberi pengaruh sebesar 80% terhadap penyesuaian
diri terhadap pensiun. Sedangkan sisanya 20% dipengaruhi oleh variabel lain yang
tidak terdapat pada penelitian ini.
Tabel 9. Koefisien Regresi Self-esteem
Coefficients(a)
a Dependent Variable: Peny.Diri
Berdasarkan pada tabel 9, dimana variabel self-esteem = 0,000 yang lebih kecil
dari 0,05 berarti variabel ini berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
tergantung yakni penyesuaian diri terhadap pensiun. Berdasarkan tabel di atas juga
didapat bahwa koefisien regresi +1,089 yang berarti semakin positif self-esteem
seseorang maka semakin tinggi tingkat penyesuaian diri seseorang.
1. Kategorisasi skor penyesuaian diri terhadap pensiun
Kategorisasi skor penyesuaian diri terhadap pensiun dapat diperoleh melalui uji
signifikansi perbedaan antara mean skor empiris dan mean teoritik. Skala
penyesuaian diri terdiri dari 12 aitem dengan empat pilihan jawaban yang bergerak
dari 1 sampai 4. Dari skala penyesuaian diri yang diisi subjek, maka diperoleh mean
hipotetik sebesar 30 dengan standar deviasi 7,2 (dibulatkan menjadi 7). Sementara
mean empirik yang diperoleh sebesar 31,66 dengan standar deviasi sebesar 7,317.
Perbandingan antara mean hipotetik dan mean empirik dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Penyesuaian Diri
Empirik Hipotetik Variabel
Min Max Mean SD Min Max Mean SD
Penyesuaian Diri
terhadap pensiun 16 44 31,66 7,317 12 48 30 7,2
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa mean empirik lebih besar dari
mean hipotetik, yang berarti bahwa sampel penelitian memiliki tingkat penyesuaian
diri dari yang diperkirakan. Dalam penelitian ini, kategorisasi menggunakan mean
hipotetik berdasarkan teori yang telah dijelaskan di atas, yakni perhitungan kategori
aitem skala dan pilihan jawaban. Berdasarkan tabel di atas maka diperoleh
kategorisasi penyesuaian diri terhadap pensiun seperti terlihat pada tabel 11.
Tabel 11. Kategorisasi Penyesuaian diri terhadap pensiun
Variabel Rentang nilai Kategori Jumlah Persentase
Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa subjek yang memiliki tingkat penyesuaian
diri yang sangat rendah sebanyak 10 orang (20%), rendah sebanyak 4 orang (8%),
tinggi sebanyak 23 orang (46%) dan sangat tinggi sebanyak 13 orang (26 %).
Penyesuaian diri terbagi berdasarkan penyesuaian diri pribadi dan sosial.
Untuk melihat gambaran dua aspek penyesuaian diri, baik penyesuaian pribadi
maupun penyesuaian sosial adalah sebagai berikut:
Tabel 12. Gambaran Aspek Penyesuaian Diri terhadap pensiun
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Peny.pribadi 50 9 25 18.36 4.543
Peny.Sosial 50 7 19 13.30 3.240
Valid N (listwise) 50
Berdasarkan tabel 12, didapat bahwa nilai mean penyesuaian pribadi lebih
tinggi dibandingkan nilai mean penyesuaian sosial. Untuk lebih jelas lagi dilakukan
uji t seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 13. Hasil Analisa Aspek Penyesuaian diri
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang
dibanding penyesuaian sosial. Hal ini ditunjukkan dengan nilai thitung > ttabel (2,021)
dan nilai signifikansi < 0,05.
2. Kategorisasi skor self-esteem
Kategorisasi skor self-esteem dapat diperoleh melalui uji signifikansi
perbedaan antara mean skor empiris dan mean teoritik. Skala self-esteem terdiri dari
8 aitem dengan empat pilihan jawaban yang bergerak dari 1 sampai 4. Dari skala
self-esteem yang diisi subjek, maka diperoleh mean hipotetik sebesar 20 dengan
standar deviasi 4,8 (dibulatkan menjadi 5). Sementara mean empirik yang diperoleh
sebesar 21,08 dengan standar deviasi sebesar 6,010. Perbandingan antara mean
hipotetik dan mean empirik dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 14. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Self-esteem
Empirik Hipotetik Variabel
Min Max Mean SD Min Max Mean SD Self-esteem 10 32 21,08 6,01 8 32 20 4,8
Berdasarkan tabel di atas maka diperoleh kategorisasi Self-Esteem (Harga
Diri) seperti terlihat pada tabel 15.
Tabel 15. Kategorisasi Self-esteem
Variabel Rentang nilai Kategori Jumlah Persentase
X < 15 Sangat negatif 11 22 % 15 ≤ X < 20 Negatif 6 12 %
25 X 20 Positif 25 50 %
Self-esteem
X > 25 Sangat positif 8 16 %
Dari tabel 15, dapat dilihat bahwa subjek yang memiliki self-esteem yang
sangat negatif sebanyak 11 orang (22%), kategori negatif sebanyak 6 orang (12%),
positif sebanyak 25 orang (50%) dan sangat positif sebanyak 8 orang (16%).
IV.D. Hasil Tambahan
Ada beberapa hasil tambahan dalam penelitian ini yang diharapkan dapat
memperkaya hasil penelitian, antara lain gambaran penyesuaian diri terhadap
pensiun ditinjau dari jenis kelamin dan usia, serta self-esteem ditinjau dari jenis
kelamin dan usia.
IV.D.1. Gambaran perbedaan penyesuaian diri dan self-esteem ditinjau dari
jenis kelamin
Tabel 16. Gambaran penyesuaian diri dan self-esteem ditinjau dari jenis
kelamin
Jenis kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Peny.Diri Laki-laki 35 31.80 7.638 1.291
Perempuan 15 31.33 6.747 1.742
Self.Esteem Laki-laki 35 21.11 6.361 1.075
Perempuan 15 21.00 5.305 1.370
Berdasarkan tabel 16 di atas, diketahui bahwa nilai mean laki-laki sedikit
lebih tinggi pada variabel penyesuaian diri dan self-esteem dibanding nilai mean
perempuan, 31,80 untuk laki-laki pada penyesuaian diri dan 21,11 pada self-esteem,
serta nilai mean 31,33 untuk perempuan pada penyesuaian diri dan 21,00 pada