• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Daya Terima Dan Nilai Gizi Mi Basah Dengan Penambahan Tempe Dan Wortel (Daucus carota L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Daya Terima Dan Nilai Gizi Mi Basah Dengan Penambahan Tempe Dan Wortel (Daucus carota L.)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI MI BASAH YANG

DIMODIFIKASI DENGAN TEMPE DAN WORTEL (Daucus

carota L.)

SKRIPSI

Oleh :

YOHANA TETTY GULTOM NIM. 111021107

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI MI BASAH YANG

DIMODIFIKASI DENGAN TEMPE DAN WORTEL (Daucus

carota L)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

YOHANA TETTY GULTOM NIM. 111021107

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI MI BASAH DENGAN PENAMBAHAN TEMPE DAN WORTEL (Daucus carota L.)

Nama Mahasiswa : YOHANA TETTY GULTOM No. Induk Mahasiswa : 111021107

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan : Gizi Kesehatan Masyarakat Tanggal Lulus : 30 Oktober 2013

Disahkan Oleh : Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, Msi Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes NIP.19670613 199303 1 004 NIP. 19620529 198903 2 001

Medan, Oktober 2013 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Mi merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di masyarakat. Saat ini mi dijadikan sebagai makanan pengganti makanan pokok lain seperti nasi. Umumnya, bahan baku untuk pembuatan mi ini adalah tepung terigu. Akan tetapi, tepung terigu dapat juga dimodifikasi dengan bahan makanan lain seperti tempe dan wortel. Berdasarkan kandungan gizinya, tempe dan wortel cukup berpotensi sebagai sumber gizi, yaitu mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, tiamin, vitamin C, riboflavin, niasin dan serat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima dan kandungan gizi dari mi basah dengan penambahan tempe dan wortel.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen pembuatan mi basah dengan penambahan tempe dan wortel dengan perbandingan (30%:20%, 25%:25%, 20%:30%). Panelis dalam penelitian ini adalah mahasiswa kesehatan masyarakat USU. ,sebanyak 30 orang. Data uji daya terima dianalisa dengan uji Anova dan Duncan sedangkan nilai gizinya ditentukan dengan menggunakan DKBM. Parameter yang dianalisis meliputi sifat organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur mi basah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur mi basah yang paling disukai panelis adalah mi basah dengan penambahan tempe 25% dan wortel 25%. Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tempe dan wortel dengan konsentrasi yang berbeda pada pembuatan mi basah memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur mi basah.

Disarankan kepada konsumen untuk menjadikan mi basah dengan penambahan tempe dan wortel sebagai makanan alternatif pengganti nasi. Perlu dilakukan penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tempe dan wortel untuk memperkaya gizi makanan.

(5)

  ABSTRACT

Noodle is one of the most popular foodstaple in the community. Nowdays, the noodle was made as a replacement food of other staple foods such as rice. Generally, raw material of noodle is flour. However, the flour can also be modified with other foods such as tempe and carrot. Based on its nutrient composition, tempe and carrot are potential as a source of nutrition, which contains proteins, fat, calcium, phosphorus, iron, vitamin A, tiamin, vitamin C, riboflavin, niasin and fiber. The purpose of this research is to know the nutrient content and acceptability from the noodle with addition of tempe and carrot.

This research is a research experiment making wet noodle with addition of tempe and carrot by comparison (30% : 20%, 25% : 25%, 20% : 30%).Panelists in this study are university studens of public healty in University North Sumatera , as many as thirty peoples. Acceptance of test data was analyzed by anova test and double Duncan test while nutrient content is determined by using DKBM. The parameters analyzed include the lucrative nature of the organoleptic color, aroma, taste and texture of wet noodle.

The results of this research showed that the organoleptic test of color flavor, taste, and texture are the most preferred panelist is wet noodle by addition of 25% tempe and 25% carrot. Based on the analysis of varians, the addition of tempe and carrot in different concentration on the creation of a wet noodle gave different effects of calor, flavor, taste, texture of a wet noodle.

It is suggested for consumer to make wet noodles with addition of tempe and carrot as an alternative food for rice. In addition, it is necessary to implement other foods diversification by added tempe and carrot to enrich nutrient food.

(6)

 

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yohana Tetty Gultom

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 04 Februari 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Anak ke : 1 dari 3 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Harapan Pasti Barat Gg. Swadaya No. 1 Medan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1995 – 1996 : TK St. Antonius Medan

Tahun 1996 – 2002 : SD St. Antonius VI Medan

Tahun 2002 – 2005 : SMP Negeri 3 Medan

Tahun 2005 – 2008 : SMA Negeri 14 Medan

Tahun 2008 – 2011 : Fakultas D3 Kimia Analis USU Medan

(7)

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi ini yang berjudul “Uji Daya Terima Dan Nilai Gizi Mi Basah Yang

Dimodifikasi Dengan Tempe Dan Wortel (Daucus carota L.)”. Skripsi ini adalah

salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak

Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, MSi selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Ir.

Zulhaida Lubis, MKes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan

pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis juga menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan

mempersembahkan skripsi ini kepada kedua orangtua tercinta, ayahanda Marlan

Gultom dan ibunda Linda Tampubolon yang telah memberikan dorongan dan

semangat serta dukungan moril, materil dan spiritual kepada penulis, juga kepada

adinda tersayang Rio Aprianto dan Andi Ogestri yang telah memberi semangat

kepada penulis.

Selanjutnya penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, MSi selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan

(8)

 

3. Bapak Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, Msi selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dr.

Ir. Zulhaida Lubis, MKes selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Ir. Evi Naria, MKes selaku dosen Penasehat Akademik.

5. Bapak Marihot Samosir, ST yang telah banyak membantu dalam penyelesaian

skripsi ini, memberikan motivasi dan saran yang membangun, serta segala urusan

yang terkait surat-menyurat di departemen gizi kesehatan masyarakat.

6. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama

penulis mengikuti pendidikan.

7. Sahabat-sahabat terbaikku Jojo, Petty, Kak Helena, Kak Novita, Kak Ana, Kak

Maya, Kak Epi, Kak Tien, David Sitorus dan seluruh teman-teman dari peminatan

Gizi Kesehatan Masyarakat stambuk 2011 dan seluruh teman-teman seperjuangan

yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah banyak membantu,

memberikan semangat, dukungan, dan doa kepada penulis selama ini..

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu

penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangaun dari semua pihak dalam

rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat

bermanfaat bagi kita semua terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2013

(9)

 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Wortel (Daucus carota L.) ... 8

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 29

(10)

 

3.6.4. Perhitungan Zat Gizi Mie Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel. ... 39

3.7. Metode Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel 44

4.2. Deskriptif Panelis ... 45

4.3. Analisis Organoleptik Warna Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 45

4.4. Analisis Organoleptik Aroma Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 47

4.5. Analisis Organoleptik Rasa Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 49

4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Mi Basah dengan Berbagai Varisi Penambahan Tempe dan Wortel ... 50

4.7. Perhitungan Zat Gizi dalam Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel Dihitung dari DKBM ... 52

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN 5.1. Karakteristik Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel 59

5.2. Daya Terima Terhadap Warna Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 59

5.3. Daya Terima Terhadap Aroma Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 61

5.4. Daya Terima Terhadap Rasa Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 62

5.5. Daya Terima Terhadap Tekstur Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 64

5.6. Zat Gizi Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel Dihitung dari DKBM ... 65

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 68

6.2. Saran .... ... 69

(11)

 

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi Wortel tiap 100 gram Bahan ... 9

Tabel 2.2. Komponen Zat Gizi Kedelai dan Tempe tiap 100 gram Bahan ... 16

Tabel 2.3. Komposisi Zat Gizi Mi tiap 100 gram Bahan ... 20

Tabel 2.4 Komposisi Zat Gizi Tepung Terigu tiap 100 gram Bahan ... 21

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan Penelitian ... 29

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Penelitian ... 32

Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Konsumen ... 37

Tabel 3.4. Interval Persentase Dan Kriteria Kesukaan ... 41

Tabel 3.5. Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap ... 42

Tabel 4.1. Karakteristik Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 45

Tabel 4.2. Hasil Analisis Organoleptik Warna Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 45

Tabel 4.3. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Warna ... 46

Tabel 4.4. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Warna ... 46

Tabel 4.5. Hasil Analisis Organoleptik Aroma Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 47

Tabel 4.6. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Aroma ... 48

Tabel 4.7. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Aroma ... 48

Tabel 4.8. Hasil Analisis Organoleptik Rasa Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 49

Tabel 4.9. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Rasa ... 49

Tabel 4.10. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Rasa ... 50

Tabel 4.11. Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 51

Tabel 4.12. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Tekstur ... 51

Tabel 4.13. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Tekstur ... 52

(12)

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Bubur Tempe... ... 33

Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Bubur Wortel ... 34

Gambar 3.3. Diagram Alir Pembuatan Mie Basah ... 36

Gambar 4.1. Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel... .. 44

Gambar 4.2. Jumlah Energi dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 54

Gambar 4.3. Kandungan Protein dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 54

Gambar 4.4. Kandungan Kalsium, Fosfor, Besi, Natrium, dan Kalium dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 55

Gambar 4.5. Kandungan Vitamin A dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 56

Gambar 4.6. Kandungan Vitamin B1 , B2 dan niasin dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 57

(13)

ABSTRAK

Mi merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di masyarakat. Saat ini mi dijadikan sebagai makanan pengganti makanan pokok lain seperti nasi. Umumnya, bahan baku untuk pembuatan mi ini adalah tepung terigu. Akan tetapi, tepung terigu dapat juga dimodifikasi dengan bahan makanan lain seperti tempe dan wortel. Berdasarkan kandungan gizinya, tempe dan wortel cukup berpotensi sebagai sumber gizi, yaitu mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, tiamin, vitamin C, riboflavin, niasin dan serat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima dan kandungan gizi dari mi basah dengan penambahan tempe dan wortel.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen pembuatan mi basah dengan penambahan tempe dan wortel dengan perbandingan (30%:20%, 25%:25%, 20%:30%). Panelis dalam penelitian ini adalah mahasiswa kesehatan masyarakat USU. ,sebanyak 30 orang. Data uji daya terima dianalisa dengan uji Anova dan Duncan sedangkan nilai gizinya ditentukan dengan menggunakan DKBM. Parameter yang dianalisis meliputi sifat organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur mi basah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur mi basah yang paling disukai panelis adalah mi basah dengan penambahan tempe 25% dan wortel 25%. Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tempe dan wortel dengan konsentrasi yang berbeda pada pembuatan mi basah memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur mi basah.

Disarankan kepada konsumen untuk menjadikan mi basah dengan penambahan tempe dan wortel sebagai makanan alternatif pengganti nasi. Perlu dilakukan penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tempe dan wortel untuk memperkaya gizi makanan.

(14)

  ABSTRACT

Noodle is one of the most popular foodstaple in the community. Nowdays, the noodle was made as a replacement food of other staple foods such as rice. Generally, raw material of noodle is flour. However, the flour can also be modified with other foods such as tempe and carrot. Based on its nutrient composition, tempe and carrot are potential as a source of nutrition, which contains proteins, fat, calcium, phosphorus, iron, vitamin A, tiamin, vitamin C, riboflavin, niasin and fiber. The purpose of this research is to know the nutrient content and acceptability from the noodle with addition of tempe and carrot.

This research is a research experiment making wet noodle with addition of tempe and carrot by comparison (30% : 20%, 25% : 25%, 20% : 30%).Panelists in this study are university studens of public healty in University North Sumatera , as many as thirty peoples. Acceptance of test data was analyzed by anova test and double Duncan test while nutrient content is determined by using DKBM. The parameters analyzed include the lucrative nature of the organoleptic color, aroma, taste and texture of wet noodle.

The results of this research showed that the organoleptic test of color flavor, taste, and texture are the most preferred panelist is wet noodle by addition of 25% tempe and 25% carrot. Based on the analysis of varians, the addition of tempe and carrot in different concentration on the creation of a wet noodle gave different effects of calor, flavor, taste, texture of a wet noodle.

It is suggested for consumer to make wet noodles with addition of tempe and carrot as an alternative food for rice. In addition, it is necessary to implement other foods diversification by added tempe and carrot to enrich nutrient food.

(15)

  BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

peningkatan derajat kesehatan masyarakat karena pemerintah memiliki kewajiban

terhadap kesejahteraan masyarakat. Salah satunya melalui peningkatan kesehatan

berupa perbaikan gizi masyarakat karena gizi yang seimbang dapat meningkatkan

ketahanan tubuh.

Namun sebaliknya, gizi yang tidak seimbang menimbulkan masalah yang

sangat sulit sekali ditanggulangi oleh Indonesia. Masalah gizi yang tidak seimbang itu

seperti Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat

Kekurangan Yodium (GAKY), dan anemia zat besi. Masalah gizi kurang juga telah

dinyatakan sebagai masalah utama kesehatan dunia dan berkaitan dengan lebih

banyak kematian dan penyakit yang disebabkan oleh masalah gizi kurang tersebut.

Walaupun telah banyak dilakukan penyuluhan tentang masalah gizi kurang namun

masih banyak masyarakat yang mengalami masalah gizi. Masalah gizi dapat

diperbaiki dengan konsumsi pangan yang beragam. Setiap jenis makanan mempunyai

cita rasa, tekstur, aroma dan daya cerna tersendiri yang memberikan sumbangan gizi

berbeda-beda yaitu dengan memanfaatkan tempe dan wortel.

Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis

kacang-kacangan lainnya yang menggunakan jamur Rhizopus oligosporus atau

Rhizopus oryzae. Tempe dapat diperoleh dengan harga relatif lebih terjangkau dan

(16)

 

masyarakat dunia. Tempe merupakan sumber gizi yang baik karena mengandung

protein, asam amino esensial, asam lemak esensial, vitamin B kompleks, dan serat

dalam jumlah cukup. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa tempe mengandung

senyawa yang berperan sebagai antioksidan dalam tubuh manusia, yaitu isoflavon.

Isoflavon dalam tubuh manusia bermanfaat sebagai antioksidan, antikanker,

antiosteoporosis, dan hipokolesterolemik. Isoflavon juga berperan sebagai agen

antipenuaan dini, memperlambat masa menopause pada wanita dewasa, dan

membantu mengatasi masalah-masalah akibat menopause secara umum (Anonim,

2012)

Wortel merupakan sayuran yang kaya akan beta karoten sebagai antioksidan

yang bisa mencegah penyakit jantung, kanker kulit dan penuaan dini. Wortel dikenal

memiliki kandungan vitamin A yang sangat tinggi. Wortel memiliki unsur lain seperti

kalori, protein, kalsium, dan besi. Wortel adalah tumbuhan yang ditanam sepanjang

tahun dan dapat tumbuh pada semua musim, terutama di daerah pegunungan yang

memiliki suhu udara dingin dan lembab. Wortel merupakan sayuran yang banyak

disukai masyarakat karena harganya relatif terjangkau, mempunyai rasa yang enak

dan mudah untuk diolah baik dalam bentuk makanan maupun minuman dengan

dibuat jus. Wortel juga memiliki manfaat yang sangat banyak bagi kesehatan tubuh

(Kumalaningsih, 2006).

Melihat potensinya sebagai sumber vitamin A dan untuk mengatasi masalah

penurunan kualitas setelah pemanenan maka perlu dilakukan penanganan wortel lebih

(17)

 

mengoptimumkan pemanfaatan wortel adalah dengan mengolahnya menjadi bubur

wortel atau menjadi bahan tambahan untuk pembuatan mi basah (Rosida, 2008).

Dalam pembuatan mie basah dengan modifikasi wortel dan tempe tidak perlu

membuat wortel dan tempe menjadi tepung, karena dalam pembuatan mi basah ini

masih memakai tepung terigu sebagai bahan dasar. Wortel dan tempe sebagai

diversifikasi bahan makanan yang diharapkan dapat menambah nilai gizi mi basah.

Mi merupakan bahan pangan yang cukup potensial, selain harganya relatif

murah dan pengolahannya yang praktis. Mi memiliki kandungan gizi yang cukup

baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi, sehingga mi disukai masyarakat

sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi yang mengenyangkan dan mi juga

merupakan makanan favorit mulai anak – anak hingga lanjut usia. Saat ini berbagai

jenis mi telah banyak dikonsumsi dan dijual di pasaran. Mi basah adalah salah satu

bentuk mi yang mudah diolah oleh masyarakat umum dan bahan-bahan pembuatan

ini pun mudah didapat, dimana kemungkinan setiap orang dapat membuatnya sendiri

(Muhajir, 2007).

Bahan utama pembuatan mi adalah tepung terigu yang mana selama ini mi

yang biasa dikonsumsi hanya mengandung zat gizi makro saja yaitu karbohidrat,

protein dan lemak, dan sangat sedikit atau bahkan tidak mengandung zat gizi lainnya

seperti vitamin dan mineral. Sehingga diharapkan dengan penambahan tempe dan

wortel dapat memperbaiki kandungan gizi mi basah yang mana pada tempe dan

wortel kaya akan kandungan vitamin dan mineralnya dan juga dapat mengurangi

ketergantungan terhadap tepung terigu yang merupakan bahan impor dan menduduki

(18)

 

mi sebagai makanan selingan, tidak hanya untuk mengenyangkan perut tetapi juga

menambah asupan gizi pada mereka.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat volume impor terigu pada tahun 2007

sebanyak 4.574.623.280 kg dengan harga US$1.205.108.235. Volume ini melonjak

menjadi 5.159.337.797 kg dengan harga US$2.371.698.411 pada tahun 2008. Pada

tahun 2009 volume impor terigu sebanyak 5.399.944.989 kg dengan harga

US$1.641.279.271 dan pada tahun 2010 naik menjadi 5.725.011.214 kg dengan harga

US$ 1.827.394.544. Sementara itu menurut Munarso dan Bambang (2009),

pembangunan pertanian nasional telah mampu menghasilkan beragam komoditas

sumber karbohidrat yang perlu ditingkatkan pemanfaatannya, terutama dalam rangka

penyediaan pangan alternatif bagi masyarakat. Oleh sebab itu, perlu pengembangan

teknologi mi berbahan baku selain tepung terigu, misalnya dengan memanfaatkan

tempe dan wortel.

Menurut penelitian Hastuti et al (1985) menyatakan bahwa terigu jenis “soft”

cap kunci dapat disubstitusi dengan tepung sorgum sampai 10% dalam pembuatan mi

kering dengan hasil yang masih disukai panelis. Royaningsih dan Pangloli (1988)

melaporkan bahwa terigu jenis medium cap segitiga biru dapat disubstitusi dengan

tepung sagu sampai 30% dalam pembuatan mi basah. Sedangkan penelitian

Marzempi et al (1994) melaporkan bahwa jumlah maksimum tepung ubi kayu yang

dapat mensubstitusi terigu dalam pembuatan mi adalah 20%. Khusus untuk

pemanfaatan wortel sebagai bahan dasar pembuatan mi, Zuraidah Nasution (2005)

telah melakukan penelitian substitusi bubur wortel terhadap terigu dan melaporkan

(19)

 

pembuatan mie basah sebesar 20% dan mengandung vitamin A. Warna, aroma,

penampilan, kekenyalan dan rasa mi yang dihasilkan disukai panelis.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh M. Sobariansyah (2006)

tentang Studi Pembuatan Mi Basah Berbasis Tepung Tempe (Kajian Perbandingan

Jumlah Tepung Tempe dengan Tepung Tapioka dan Konsentrasi STPP) bahwa

perlakuan terbaik parameter organoleptik diperoleh pada mie tempe dengan

perlakuan perbandingan tepung tempe dengan tepung tapioka 4:5 dan konsentrasi

STPP (sodium tripolifosfat) 0,15% . Penelitian lain yang dilakukan oleh Ahmad Muhajir

(2007) tentang peningkatan gizi mi instan dari campuran tepung terigu dan tepung ubi

jalar dengan penambahan tepung tempe dan tepung ikan, hasil analisisnya adalah

penambahan tepung tempe dan tepung ikan memberi pengaruh berbeda sangat nyata

terhadap kadar protein, kalsium, serta pada organoleptik warna dan rasa. Penambahan

tepung tempe dan tepung ikan juga memberi pengaruh berbeda nyata terhadap

organoleptik aroma, dan berbeda tidak nyata terhadap organoleptik tekstur.

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan mi dengan penambahan tempe

dan wortel dengan perbandingan sebesar (30%: 20%, 25%:25%, 20%:30%) dari berat

tepung terigu yang diulang sebanyak 2 kali pada proses pembuatan mi dengan

maksud untuk memperkecil error atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat

penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan mi. Penetapan kosentrasi

tempe dan wortel sebesar (30%: 20%, 25%:25%, 20%:30%) dilakukan karena

peneliti telah melakukan penelitian pendahuluan sebelum melakukan penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitan pendahuluan, apabila persentase tempe dan wortel terlalu

(20)

 

Pengenalan penggunaan tempe dan wortel kepada remaja akan lebih efektif

diterapkan sebagai bahan baku atau tambahan dalam pembuatan makanan yang sudah

dikenal oleh remaja, salah satunya adalah mi basah. Karena mi basah ini dapat

meningkatkan konsumsi protein, vitamin dan mineral pada remaja. Remaja ini lebih

objektif dalam memberikan penilaian terhadap uji organoleptik. Hal ini menarik

untuk diteliti dalam sebuah penelitian yang berjudul “Uji Daya Terima Dan Nilai Gizi

Mi Basah Yang Dimodifikasi Dengan Tempe Dan Wortel ( Daucus carota L.)”.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

bagaimana pengaruh penambahan tempe dan wortel dalam pembuatan mi basah

terhadap daya terima dan nilai gizinya.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh

penambahan tempe dan wortel dalam pembuatan mi basah terhadap daya terima dan

nilai gizinya.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui daya terima terhadap aroma, warna, rasa, dan tekstur mi basah

dengan penambahan tempe dan wortel.

(21)

  1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat dalam pembuatan mi basah yang

bergizi.

2. Sebagai salah satu upaya penganekaragaman bahan makanan dari tempe dan

wortel.

3. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai dasar

(22)

  BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Wortel (Daucus carota L.)

Wortel (Daucus carota L.) merupakan tanaman yang sangat bermanfaat

karena banyak mengandung betakaroten. Semakin orange warnanya, maka semakin

tinggi pula kandungan betakarotennya. Pemanenan wortel harus dilakukan secara

hati-hati agar tidak terjadi luka pada umbinya. Luka akan menyebabkan masuknya

bakteri, antara lain bakteri kelompok Leuconostoc yang cepat sekali tumbuh dan

menguraikan gula yang ada dalam wortel yang akan diubah menjadi dextran yaitu

senyawa berbentuk lendir sehingga wortel tidak layak untuk dikonsumsi

(Kumalaningsih,2006).

Wortel termasuk jenis tanaman sayuran umbi semusim berbentuk perdu

(semak) yang tumbuh tegak dengan ketinggian antara 30-100 cm atau lebih,

tergantung jenis atau varietasnya. Wortel digolongkan sebagai tanaman semusim

karena hanya berproduksi satu kali dan kemudian mati. Tanaman wortel berumur

pendek, yakni berkisar antara 70-120 hari, tergantung pada varietasnya (Cahyono,

2002).

Wortel yang dipanen lebih awal masih berwarna jingga muda karena

kandungan karotennya belum banyak. Jika wortel dipanen terlalu tua, warnanya akan

berubah menjadi jingga tua dan umbinya berserabut. Perkembangan warna

berlangsung dengan cepat bila wortel ditanam pada daerah yang bersuhu 15-20oC

(23)

 

Tanaman wortel berasal dari daerah yang beriklim sedang (subtropis).

Tanaman ini berasal dari daratan Asia, selanjutnya menyebar luas ke Eropa hingga ke

dataran Afrika dan Amerika hingga ke seluruh dunia. Penyebaran wortel di berbagai

wilayah yang ada di Indonesia menyebabkan wortel memiliki sebutan yang

berbeda-beda di setiap daerah. Misalnya sebutan wortel untuk daerah Sunda adalah bortol;

wertel; wortol untuk daerah Jawa; dan ortel untuk Madura. Sedangkan di kalangan

internasional wortel dikenal dengan nama carrot (Cahyono,2002).

2.2. Komposisi Gizi dan Manfaat Wortel

Adapun komposisi zat gizi wortel tiap 100 gram bahan dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi Wortel tiap 100 gram Bahan

Komponen Zat Gizi Satuan Jumlah

Energi Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, 2009

Wortel terkenal sebagai vitamin A. Selain itu, wortel juga mengandung

(24)

 

baik untuk tubuh. Dalam tiap 100 gr bahan terkandung energi sebesar 42 kalori

(Novary,1997).

Bila ingin mengkonsumsi makanan yang kaya vitamin A dan bebas lemak,

segeralah memakan sayur-sayuran. Sayuran berwarna hijau terutama bayam amat

banyak mengandung betakaroten. Demikian juga dengan wortel, brokoli, labu,

pepaya, mangga, paprika merah dan lain sebagainya. Semakin tua warna sayuran

tersebut, semakin banyak kandungan betakarotennya .

Dalam susunan makanan, sayuran umbi-umbian kecuali wortel, tidaklah

bernilai gizi tinggi meskipun seperti halnya semua sayuran jenis ini menyediakan

serat. Wortel merupakan sumber merupakan sumber penting karoten dan mencapai

14% dari kandungan total vitamin A dalam susunan makanan rata-rata orang Inggris

(Gaman and Sherington,1992).

Wortel kaya akan zat antioksidan betakaroten, mampu mencegah radikal

bebas menjadi kanker. Wortel dapat menurunkan resiko kanker prostat pada lelaki.

Mengkonsumsi secara rutin wortel dapat mengurangi keganasan dari radikal bebas.

Sebaiknya tidak mengkonsumsi terlalu berlebihan karena akan menyebabkan kulit

menjadi kuning. Wortel selain dikonsumsi segar dapat pula dikukus terlebih dahulu

kemudian dikonsumsi.

Wortel adalah salah satu sumber makanan detoksifikasi yang mempunyai

kemampuan untuk mengatur ketidakseimbangan dalam tubuh. Sayuran banyak

mengandung betakaroten yang merupakan prekursor vitamin A. Wortel sebagai

sumber vitamin A berfungsi untuk membantu proses penglihatan. Vitamin tersebut

(25)

 

Wortel segar mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, serat, abu, nutrisi

anti kanker, gula alamiah (fruktosa, sukrosa, dekstrosa, laktosa, dan maltosa), pektin,

glutanion, mineral (kalsium, fosfor, besi dan natrium), vitamin (betakarotein, B1 dan

C) serta asparagine. Betakaroten merupakan anti oksidan yang menjaga kesehatan

dan menghambat proses penuaan. Selain itu betakaroten bisa mencegah dan menekan

pertumbuhan sel kanker serta melindungi asam lemak tidak jenuh ganda dari proses

oksidasi. Jika tubuh memerlukan vitamin A maka betakaroten di hati akan diubah

menjadi vitamin A. Fungsi vitamin A bisa mencegah buta senja, mempercepat

penyembuhan luka dan mempersingkat lamanya sakit campak. Sebuah wortel ukuran

sedang mengandung sekitar 12000 SI betakaroten. Berdasarkan penelitian diketahui

bahwa dengan mengkonsumsi wortel yang dikukus sebentar akan memperbesar

penyerapan betakaroten (Kumalaningsih,2006).

Selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pengobatan, umbi wortel juga

dapat digunakan untuk keperluan kosmetik, yakni untuk merawat kecantikan wajah

dan kulit, menyuburkan rambut, dan lain-lain. Karoten dalam umbi wortel bermanfaat

untuk menjaga kelembaban kulit, dan memperlambat timbulnya kerutan pada wajah,

sehingga wajah selalu tampak berseri (Cahyono,2002).

2.3. Tempe

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau

beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti

rhizopus oligosporus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai “ragi

(26)

 

Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa

kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe

kaya akan serat pangan, kalsium vitamin B, dan zat besi. Berbagai macam kandungan

dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika, untuk menyembuhkan infeksi

dan antioksidan pencegah penyakit degenerative.

Secara umum tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang

merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi

komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan

aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam (Erlina, 2013).

Menurut Kasmidjo (1990) tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu

secara fisik dan kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah

memenuhi ciri-ciri yaitu : (1) tempe berwarna Putih. Warna putih ini disebabkan

adanya miselia kapang yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. (2) Tekstur Tempe

Kompak. Kekompakan tekstur tempe juga disebabkan oleh miselia - miselia kapang

yang menghubungkan antara biji-biji kedelai. Kompak tidaknya tekstur tempe dapat

diketahui dengan melihat lebat tidaknya miselia yang tumbuh pada permukaan

tempe. Apabila miselia tampak lebat hal ini menunjukkan bahwa tekstur tempe telah

membentuk masa yang kompak, begitu juga sebaliknya. (3) Aroma dan rasa khas

tempe. Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya

degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses

fermentasi.

Sedangkan menurut Astawan (2009), tempe dengan kualitas baik mempunyai

(27)

 

yang homogen dan kompak serta berasa, berbau dan beraroma khas tempe. Tempe

dengan kualitas buruk ditandai dengan permukaannya yang basah, struktur tidak

kompak, adanya bercak bercak hitam, adanya bau amoniak dan alcohol, serta

beracun.

Tempe berwarna keputih-putihan akibat hifa kapang yang melekatkan biji-biji

kedelai. Tidak seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal dari

Cina atau Jepang, tempe berasal dari Indonesia. Namun demikian, makanan

tradisional ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya

makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta.

Indonesia merupakan Negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi

pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50 % dari konsumsi kedelai Indonesia

dilakukan dalam bentuk tempe, 40 % tahu dan 10 % dalam bentuk produk lain

(seperti taoco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di

Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg (Erlina, 2013).

2.4. Komposisi Gizi dan Manfaat Tempe

Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak

banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim

pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat

pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat

dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala

kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan

(28)

 

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna,

diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini

telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.

Tempe mengandung zat gizi yang sangat banyak dan bermanfaat. Adapun

kandungan gizi tempe sebagai berikut :

1. Asam Lemak

Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat

ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk

(polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya (Joe, 2011).

Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami

penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat

tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan

terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol

di dalam tubuh (Winarno, 1991).

2. Vitamin

Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B

kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber

vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara

lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin),

vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).

Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak

(29)

 

mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang

potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok

pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama

fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin

2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin

ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti

Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.

Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram

per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin

B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian

tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka

melibatkan tempe dalam menu hariannya (Joe, 2011).

3. Mineral

Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup.

Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg

setiap 100 g tempe .

Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam

fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan

terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan

zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh (Joe, 2011).

4. Antioksidan

Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon.

(30)

 

yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas

.

Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan

genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat

antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan

paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis

pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri

Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium (Joe, 2011).

Penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi

sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup. Karena tempe merupakan sumber

antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat

mencegah terjadinya proses penuaan dini.

Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat,

menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata

dapat mencegah kanker prostat dan payudara.

Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat

menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif

(aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu

tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah,

pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain (Astawan, 2009).

Adapun komposisi zat gizi kedelai dan tempe tiap 100 gram bahan dapat

(31)

 

Tabel.2.2. Komposisi Gizi Kedelai dan Tempe tiap 100 gram Bahan

Komponen Zat Gizi Satuan Kedelai Tempe Energi Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan ,2009

2.5. Pengertian Mi

Mi adalah salah satu produk pangan yang terbuat dari tepung dan menyerupai

tali yang berasal dari Cina, yang telah lama dikenal masyarakat luas. Bahkan seluruh

dunia telah mengenalnya dengan masing–masing nama atau istilahnya. Dalam bahasa

Inggris disebut noodle, bahasa Jepang terdapat beberapa istilah yaitu ramen, udon,

kisimen.

Mi merupakan suatu jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal

oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Tidaklah terlalu berlebihan jika dikatakan

bahwa jenis makanan ini digemari oleh berbagai lapisan masyarakat yang telah

mengenalnya. Hal ini antara lain karena penyajiannya untuk siap dikonsumsi sangat

mudah dan cepat. Disamping itu, selalu dapat digunakan sebagai variasi dalam lauk

(32)

  2.6. Jenis- jenis Mi

2.6.1. Mi Mentah

Mi Segar sering juga disebut mi mentah. Jenis ini biasanya tidak mengalami

proses tambahan setelah benang mi dipotong. Mi segar umumnya memiliki kadar air

sekitar 35%, yang oleh karenanya mi ini bersifat lebih mudah rusak. Namun jika

penyimpannya dilakukan dalam refrigerator, mi segar dapat bertahan hingga 50-60

jam dan menjadi gelap warnanya bila melebihi waktu simpan tersebut. Agar diterima

konsumen dengan baik, mi segar harus berwarna putih atau kuning muda. Mi ini

biasanya dibuat dari terigu jenis keras (hard wheat), agar dapat ditangani dengan

mudah dalam keadaan basah (Munarsodan Bambang, 2009)

2.6.2. Mi Kering

Produk ini tidak mengalami proses pemasakan lanjut ketika benang mi telah

dipotong, tetapi merupakan mi segar yang langsung dikeringkan hingga kadar airnya

mencapai 8-10% Pengeringannya biasanya dilakukan melalui penjemuran. Karena

bersifat kering, daya simpannya juga relatif panjang dan mudah penanganannya (

Munarsodan Bambang, 2009).

2.6.3. Mi Telur

Mi Telur umumnya terdapat dalam keadaan kering ketika dipasarkan. Namun

demikian tidak tertutup kemungkinan memasarkan mi telur dalam keadaan basah.

Faktor komposisi bahan adalah faktor yang membedakan mi telur ini dengan mi

kering maupun mi basah. Dalam pembuatan mi telur biasanya ditambahkan telur

segar atau tepung telur pada saat pembuatan adonan. Penambahan telur ini

(33)

 

oriental tidak mengandung telur. Sebaliknya di Amerika Serikat, penambahan telur

merupakan suatu keharusan. Sebagai contoh, mi kering harus mengandung air kurang

dari 13% dan padatan telur lebih dari 5,5% (Hoseney, 1994)

2.6.4. Mi Instan

Dalam standar Nasional Indonesia nomor 3551-1994 dalam Munarso dan

Bambang (2009) mi instan didefenisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat

dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan

makanan tambahan yang diizinkan, berbentuk khas mi dan siap dihidangkan setelah

dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Mi instan dikenal

sebagai ramen. Mi ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diproses

mi segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan pengeringan.

Kadar air mi instan umumnya mencapai 5-8 % sehingga memiliki daya simpan yang

cukup lama (Astawan, 2009).

2.6.5. Mi Basah

Menurut Hoseney (1994) dalam Munarso dan Bambang (2009) mi basah

adalah jenis mi yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan.

Biasanya mi basah dipasarkan dalam keadaan segar. Kadar air mi basah dapat

mencapai 52% dan karenanya daya simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu

kamar). Proses perebusan dapat menyebabkan enzim polifenol-oksidase

terdenaturasi, sehingga mie basah tidak mengalami perubahan warna selama

distribusi. Di Cina, mie basah biasa dibuat dari terigu jenis lunak dan ditambahkan

Kan-sui. Yang dimaksud kan-sui adalah larutan alkali yang tersusun oleh garam

(34)

 

natrium klorida dalam formula. Garam karbonat ini membuat adonan bersifat alkali

yang menghasilkan mie yang kuat dengan warna kuning yang cerah. Warna tersebut

muncul akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna kuning pada keadaan alkali.

Kualitas mi basah sangat bervariasi karena perbedaan bahan pengawet dan

proses pembuatannya. Mi basah adalah mi mentah yang sebelum dipasarkan

mengalami perebusan dalam air mendidih lebih dahulu. Pembuatan mi basah secara

tradisional dapat dilakukan dengan bahan utama tepung terigu dan bahan pembantu

seperti air, telur, pewarna dan bahan tambahan pangan. Ciri-ciri mi basah yang baik

adalah berwarna putih atau kuning terang, tekstur agak kenyal dan tidak mudah

putus. Sedangkan tanda-tanda kerusakan mi basah adalah sebagai berikut berbintik

putih atau hitam karena tumbuhnya kapang, berlendir pada permukaan mie dan

berbau asam dan berwarna agak gelap.

2.7. Komposisi Gizi Mi

Komposisi zat gizi dalam mie tiap 100 gram dapat dilihat pada tabel 2.3

berikut ini:

Tabel 2.3. Komposisi Zat Gizi Mi tiap 100 gram Bahan

(35)

  2.8. Bahan Pembuatan Mi Basah

1. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mi. Tepung terigu diperoleh

dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu diantara

serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada adonan mi

menyebabkan mi yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan

pemasakan. Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air

14%, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,25-0,60% dan gluten basah 24-36 %

(Astawan, 2004). Bila ingin mendapatkan mutu mi yang lebih baik dapat

menggunakan terigu jenis hard flour dengan kadar gluten yang lebih tinggi.

Berdasarkan kandungan protein (gluten), terdapat 3 jenis terigu yang ada dipasaran,

yaitu sebagai berikut (Suyanti, 2010):

a. Terigu hard flour. Terigu jenis ini mempunyai kadar protein 12-13 %. Jenis

tepung ini digunakan untuk pembuatan mi dan roti. Contohnya terigu cap cakra

kembar.

b. Terigu medium hard flour. Jenis tepung ini mrngandung protein 9,5-11 %.

Tepung ini banyak digunkan untuk campuran pembuatan mi, roti dan kue. Contohnya

adalah terigu cap segitiga biru.

c. Terigu soft flour. Jenis terigu ini mengandung protein 7-8,5 %. Jenis tepung

ini hanya cocok untuk membuat kue. Contohnya adalah terigu cap kunci.

Adapun komposisi zat gizi tepung terigu tiap 100 gram bahan dapat dilihat

(36)

 

Tabel.2.4. Komposisi Gizi Tepung Terigu tiap 100 gram Bahan

Komponen Zat Gizi Satuan Jumlah

Energi Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan ,2009

2. Garam Dapur

Dalam pembuatan mi, penambahan garam dapur untuk memberi rasa,

memperkuat tekstur mi, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mi, serta untuk

mengikat air (Astawan, 2004). Penambahan garam pada pembuatan mi juga dapat

menghambat pertumbuhan jamur/kapang serta menghambat aktivitas enzim protease

dan amilase sehingga adonan menjadi tidak lengket dan mengembang secara

berlebihan (Suyanti, 2010).

3. Telur

Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu

protein mi dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah

terputus-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mi waktu pemasakan.

Penggunaan putih telur harus secukupnya saja, karena pemakaian yang berlebihan

(37)

 

Kuning telur dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur terdapat

lechitin. Selain sebagai pengemulsi, lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada

tepung dan untuk mengembangkan adonan. Penambahan kuning telur juga akan

memberikan warna yang seragam (Astawan, 2004).

2.9. Proses Pembuatan Mi Basah

1. Pencampuran dan pengadukan

Tahap awal dalam pembuatan mi adalah pencampuran tepung terigu dengan

air. Campuran diaduk sampai menjadi adonan yang merata, lama proses ini kira-kira

15 menit. Adonan yang terbentuk diharapkan lunak, lembut, halus, dan kompak

(Astawan, 2004). Tujuan pengadukan adalah mencampur rata air dan bahan lainnya

hingga membentuk adonan yang seragam. Pengadukan juga bertujuan untuk

mengembangkan gluten serta membentuk warna mi. Waktu pengadukan yang baik

sekitar 15 menit. Jika pengadukan lebih dari 25 menit, akan menyebabkan adonan

keras, rapuh, dan kering. Sementara itu, pengadukan kurang dari 15 menit akan

menyebabkan adonan lengket dan tidak merata. Ciri adonan yang baik adalah tidak

menggumpal dan tidak kering, serta berwarna kekuningan merata (Suyanti, 2010).

Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air,

membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk

jaringan gluten dengan meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik, faktor

yang harus diperhatikan adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan dan

temperatur (Soenaryo, 1985).

(38)

 

Setelah adonan menjadi homogen, campuran tersebut dimasukkan ke dalam

mesin pelempeng. Dalam mesin pelempeng, adonan akan dibentuk menjadi

lempengan-lempengan, dimana pada proses ini serat-serat gluten akan menjadi halus

(Astawan, 2004). Adonan mi yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam alat pembuat

lembaran secara bertahap. Awalnya, lembaran yang terbentuk berupa lempengan

tebal. Penggilingan dilakukan beberapa kali sampai diperoleh lembaran agak tebal

yang kalis/merata. Penurunan ketebalan dilakukan secara bertahap. Hal ini

disebabkan jumlah penipisan akan berpengaruh terhadap sifat mi yang dihasilkan.

Lembaran mi yang terbentuk sebaiknya tidak sobek, permukaanya halus berwarna

kekuningan, dan merata serta terjaga dari kotoran (Suyanti,2010).

3. Pembentukan Mi

Dari lembaran tipis tersebut kemudian secara otomatis masuk ke dalam mesin

penyisir lembaran tipis membentuk untaian tali seperti pita dengan selera konsumen

(Ubaidillah, 1997). Lembaran mi dimasukkan ke dalam alat pemotong mi dan alat

diputar sampai lembaran mi terpotong habis. Mi dibuat dalam bentuk pilinan

(bergelombang) karena memiliki keuntungan, diantaranya adalah mempercepat laju

penguapan dan penggorengan karena adanya konduksi panas dan sirkulasi panas dari

minyak di dalamnya (Astawan, 2004).

4. Perebusan

Setelah melalui proses pencetakan dilakukan pemasakan mi dengan cara

perebusan yaitu air dimasukkan ke wajan kemudian dimasak sampai mendidih. Mi

dimasak selama dua menit sambil diaduk perlahan. Api yang yang digunakan untuk

(39)

 

lama, mi akan menjadi lembek karena kadar air yang masuk ke dalam mi (Astawan,

2004).

5. Pendinginan

Mi yang telah direbus kemudian didinginkan. Tujuan pendinginan adalah

untuk melepaskan sisa uap panas. Jika tidak didinginkan, sisa uap panas akan

terkondensasi saat dikemas sehingga memberi peluang jamur untuk tumbuh (Suyanti,

2010). Mi yang telah direbus didinginkan dengan menggunakan kipas angin dalam

mesin pendingin. Mesin ini bekerja dengan meniupkan angin ke arah mi yang masih

panas. Proses pendinginan ini akan menyebabkan pengerasan minyak yang terserap

dan menempel pada mi sehingga mi pun menjadi keras (Astawan, 2004).

2.10. Daya Terima

Penilaian daya terima menggunakan uji organoleptik metode hedonik meliputi

warna, aroma, rasa dan tekstur. Penilaian organoleptik disebut juga penilaian dengan

indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling sederhana.

Penilaian organoleptik banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil

pertanian dan makanan. Penilaian dengan cara ini banyak disenangi karena dapat

dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang penilaian ini dapat

memberikan hasil penelitian yang sangat teliti, sifat subjektif pangan lebih umum

disebut organoleptik atau sifat inderawi karena penilaian didasarkan pada rangsangan

sensorik pada organ indera (Soekarto, 1985).

Menurut Soekarto (1985), uji penerimaan meliputi uji kesukaan (hedonik) dan

uji mutu hedonik. Dalam uji hedonik panelis diminta untuk menyatakan tanggapan

(40)

 

disebut skala hedonik yang dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan

skala yang dikehandaki. Kemudian dalam analisis data skala hedonik tersebut

ditransformasikan dalam skala numerik dan dilakukan analisis statistik.

2.11. Uji Organoleptik

Penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian

sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih

sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat

dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal penilaian dengan

indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur

yang paling sensitif. Penerapan penilaian organoleptik pada prakteknya disebut uji

organoleptik yang dilakukan dengan prosedur tertentu. Uji akan menghasilkan data

yang penganalisisan selanjutnya menggunakan metode statistik (Soekarto, 1985).

Sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di

dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode

dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian

memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam

melakukan analisis data.

Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan,

penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panelis diperlukan untuk

melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik

suatu komoditi. Panelis bertindak sebagai instrument atau alat. Panelis ini terdiri atas

orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang

(41)

 

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan.

Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang

kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan

tingkat kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala

hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak

suka, tidak suka, sangat tidak suka, dan amat sangat tidak suka. Pada uji hedonik

panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau

ketidaksukaan terhadap suatu produk. Skala hedonik dapat direntangkan atau

diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti (Rahayu, 1998).

2.12 Panelis

Dalam penilaian organoleptik dikenal enam macam panelis, yaitu panelis

perseorangan, panelis terbatas, panelis terlatih, panelis agak terlatih, panelis tidak

terlatih, dan panelis konsumsi. Perbedaan keenam panelis tersebut didasarkan pada

keahlian dalam melakukan penilain organoleptik (Susiwi, 2009).

2.12.1 Panelis Perseorangan

Panelis perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik

yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat

sensitif. Panelis perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan

bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik dengan

sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat

dihindari, dan penilaian efisien. Panelis perseorangan biasanya digunakan untuk

mendeteksi penyimpangaan yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya.

(42)

 

Panelis terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi

sehingga bisa lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor

dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan

baku terhadap hasil.

2.12.3. Panelis Terlatih

Panelis terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup

baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan

latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau

spesifik.

2.12.4. Panelis Agak Terlatih

Panelis agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk

mengetahui sifat-sifat tertentu. Panelis agak terlatih dapat dipilih dari kalangan

terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat

menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.

2.12.5. Panelis Tidak Terlatih

Panelis tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih

berdasarkan jenis-jenis suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panelis tidak

terlatih hanya diperbolehkan mengenal sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti

sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panelis tidak

terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama

dengan panelis wanita.

(43)

 

Panelis konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada

target pemasaran komoditi. Panelis ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat

ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

2.13. Hipotesa Penelitian

Ha : Ada pengaruh penambahan tempe dan wortel dalam pembuatan mi basah

dengan perbandingan (30%:20%), (25%:25%), dan (20%:30%) terhadap

(44)

  BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

menggunakan rancangan penelitian acak lengkap yang terdiri atas dua faktor yaitu

tempe dan wortel dengan 3 perlakuan penambahan tempe (30%, 25%, 20%) dan

wortel (20%, 25%, 30%) dengan simbol E1 , E2 dan E3 yang diulang sebanyak 2 kali

(i = 1, 2) dengan maksud untuk memperkecil eror atau kesalahan yang mungkin

terjadi pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan mi basah

dengan penambahan tempe dan wortel.

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan Penelitian

Perlakuan

Ulangan (U)

1 2

E1 E11 E12

E2 E21 E22

E3 E31 E32

Keterangan :

- E1 = mi dengan penambahan tempe (30%) dan wortel (20%)

- E2 = mi dengan penambahan tempe (25%) dan wortel (25%)

- E3 = mi dengan penambahan tempe (20%) dan wortel (30%)

- E11 = perlakuan E1 pada ulangan ke-1

- E12 = perlakuan E1 pada ulangan ke-2

- E21 = perlakuan E2 pada ulangan ke-1

- E22 = perlakuan E2 pada ulangan ke-2

- E31 = perlakuan E3 pada ulangan ke-1

- E32 = perlakuan E3 pada ulangan ke-2

(45)

  3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian pembuatan mi basah tempe dan wortel dilakukan di rumah peneliti

yang beralamat Jl. Harapan Pasti Barat Gg. Swadaya No. 1 Medan. Sedangkan

pelaksanaan uji daya terima mi basah tempe dan wortel dilakukan di Laboratorium

Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM-USU)

Medan.

3.2.2.Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2013 sampai dengan bulan September

2013.

3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah mi basah yang terbuat dari campuran tepung

terigu, tempe dan wortel sebanyak (50%,30%, 20%), (50%, 25%, 25%) dan (50%,

,20%, 30%,).

3.4. Defenisi Operasional

1. Mi basah adalah mie yang dihasilkan dari pencampuran tepung terigu, tempe dan

wortel yang diolah dengan cara direbus.

2. Uji daya terima adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya

terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik tiga titik sebagai acuan.

3. Uji daya terima terhadap warna adalah pengujian yang dilakukan untuk

mengetahui tingkat daya terima konsumen terhadap corak rupa yang ditimbulkan

(46)

 

4. Uji daya terima terhadap aroma adalah pengujian yang dilakukan untuk

mengetahui tingkat daya terima konsumen terhadap bau khas mi basah berbasis

tempe dan wortel.

5. Uji daya terima terhadap rasa adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui

tingkat daya terima konsumen terhadap rasa mi basah berbasis tempe dan wortel.

6. Uji daya terima terhadap tekstur adalah pengujian yang dilakukan untuk

mengetahui tingkat daya terima konsumen terhadap konsistensi atau kekenyalan

yang ditimbulkan oleh mi basah berbasis tempe dan wortel.

7. Panelis adalah mahasiswa yang diuji tingkat kesukaannya terhadap mi basah

berbasis tempe dan wortel yaitu sebanyak 30 orang panelis.

3.5. Alat dan Bahan

3.5.1. Alat

Alat yang dugunakan dalam penelitian ini adalah :

a. timbangan g. blender

b. alat pencetak mi (ampia) h. kompor gas

c. pisau i. baskom

d. talenan j. tirisan

e. panci k. sendok

f. kemasan mi g. gelas ukur

3.5.2. Bahan

Penggunaan bahan di dalam eksperimen ini dipilih bahan yang berkualitas

(47)

 

kadaluarsa. Adapun bahan yang digunakan di dalam eksperimen ini yaitu tepung

terigu hard flour merk “cakra kembar”, tempe, wortel, telur, dan garam.

Untuk menghasilkan mie basah dengan penambahan tempe dan wortel yang

berkualitas perlu perbandingan ukuran bahan-bahan. Adapun perbandingan ukuran

bahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti pada table 3.2.

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Penelitian

Bahan Perlakuan

Berat total dari bahan utama = 500 gram

Tepung terigu 50% = 50% x 500 gram = 250 gram

Pembuatan bubur tempe di dalam penelitian ini dipilih tempe yang bagus dan

tidak busuk. Tempe dipotong dengan ukuran kurang lebih 1 cm x 0,5 cm dengan

pisau. Kemudian tempe diblender dengan air sebanyak 15 ml sampai halus selama 3

menit sehingga menghasilkan bubur tempe. Untuk lebih jelas proses penghalusan

(48)

 

Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Bubur Tempe

b. Pembuatan bubur wortel

Pembuatan bubur wortel dilakukan dengan memberikan perlakuan

pendahuluan yaitu memilih wortel yang tidak busuk dan dalam keadaan segar. Wortel

dicuci dengan air mengalir. Kemudian wortel dikupas untuk menghilangkan kulitnya

dan dipotong keci-kecil dengan ukuran kurang lebih 1 cm x 0,5 cm dengan pisau.

Kemudian wortel diblender dengan air sebanyak 15 ml sampai halus selama 5 menit

sehingga menghasilkan bubur wortel. Untuk lebih jelas proses pembuatan bubur

wortel dapat dilihat dengan diagram alir gambar 3.2 di bawah ini. Tempe

Bubur tempe Pengirisan/ ukuran

kecil-kecil ± 1 cm x 0,5 cm dengan pisau

(49)

 

Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Bubur Wortel

c. Pencampuran bahan

Pencampuran tepung terigu, bubur tempe dan bubur wortel yang sudah

dihaluskan dengan perbandingan E1 : 50% : 30% : 20%, E2 : 50% : 25% : 25%, dan

E3 : 50% : 20% : 30% dengan perlakuan total 500 g. Kemudian dilakukan

pencampuran dengan bahan lainnya yaitu garam 10 g, telur 50 g, 30 ml sari wortel

yang sudah dipisahkan dari seratnya dan diletakkan dalam baskom. Secara

perlahan-lahan, campuran tersebut diaduk rata dengan menggunakan mixer.

d. Pengulenan Adonan

Adonan yang sudah membentuk gumpalan selanjutnya diuleni. Pengulenan

dilakukan secara berulang-ulang selama sekitar 15 menit.

e. Pembentukan Lembaran

Wortel

Diblender selama 5 menit Pengirisan/ ukuran

kecil-kecil ± 1 cm x 0,5 cm dengan pisau Pengupasan kulit wortel

Pencucian wortel

(50)

 

Adonan yang sudah kalis selanjutnya dimasukkan ke dalam alat pelempeng.

Dalam mesin pelempeng, adonan akan dibentuk menjadi lembaran-lembaran.

Awalnya lembaran yang didapat adalah lembaran yang masih tebal, kemudian

dilakukan beberapa kali penipisan, dimana penipisan ini dilakukan secara bertahap

agar lembaran yang terbentuk tidak mudah sobek.

f. Pencetakan Mi

Lembaran mi dimasukkan ke dalam alat pemotong mi dan alat diputar sampai

lembaran mi terpotong habis.

g. Perebusan

Setelah mi terbentuk lalu dilakukan proses perebusan. Air dimasukkan ke

dalam panci, kemudian dimasak sampai mendidih. Mi dimasak selama 2 menit pada

suhu 100 oC sambil diaduk perlahan. Api yang digunakan untuk merebus mi harus

besar supaya waktu perebusan singkat. Apabila waktu perbusan lama, mi akan

menjadi lembek.

h. Pendinginan

Mi hasil perebusan kemudian ditiriskan dalam wadah. Selanjutnya,

didinginkan dan bisa ditambahkan minyak makan agar tekstur mi lebih kelihatan

halus dan antar pilinan tidak lengket. Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat pada

(51)

 

Mi Basah Daya Terima

Gambar 3.3. Diagram Alir Pembuatan Mi Basah

Tempe T1 = 30 % T2 = 25 % T3 = 20 %

Wortel W1 = 20 % W2 = 25 % W3 = 30 % Tepung terigu 50 %

Pencampuran bahan (mixer)

Pengulenan adonan selama 15 menit

Bahan : Garam 10 g Telur 50 g

Pembentukan lembaran

Pembentukan mi dengan ampia

Perebusan 100ºC selama 2 menit

Penirisan

(52)

  3.6.2. Uji Daya Terima Mi Basah

Penilaian secara subjektif dilakukan dengan uji organoleptik. Uji organoleptik

adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan

adalah uji kesukaan/hedonik menyatakan suka/tidaknya terhadap suatu produk.

Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya

terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai

acuan, namun mempermudah penelis dan peneliti skala ini diperkecil menjadi 3

tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang paing tinggi adalah

3. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai

dengan tabel 3.3 berikut :

Tabel 3.3 Tingkat Penerimaan Konsumen

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Warna Suka

Untuk penilaian kesukaan/analisa sifat sensoris suatu komoditi diperlukan alat

instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang/kelompok orang yang disebut panel,

orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis.

(53)

  a. Waktu dan tempat

Penilaian uji daya terima terhadap mi basah dengan penambahan tempe dan

wortel hasil percobaan dilaksanakan di Laboratorium Gizi, Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara, September 2013

b. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada mi basah dengan penambahan tempe dan wortel

adalah tepung terigu, tempe dan wortel, sedangkan alat yang digunakan adalah

formulir penilaian, alat tulis dan air minum dalam kemasan.

2. Langkah-langkah Pada Uji Daya Terima

a. Mempersilahkan panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan.

b. Membagikan sampel dengan kode sesuai variasi, air minum dalam kemasan,

formulir penilaian dan alat tulis.

c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara

pengisisan formulir.

d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan

penilaian pada lembar formulir penilaian.

e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.

f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis dengan

menggunakan analisis sidik ragam.

3.6.3. Panelis

Panelis dalam penelitian ini adalah panelis tidak terlatih yaitu mahasiswa

FKM USU sebanyak 30 orang yang digunakan untuk menguji tingkat kesukaan mi

(54)

 

Syarat-syarat menjadi panelis yaitu antara lain sehat secara fisik dan mental

(lahir dan batin), tidak merokok, tidak lelah, dan bisa bekerja sama.

3.6.4. Perhitungan Zat Gizi Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel

Perhitungan zat gizi mi basah dengan penambahan tempe dan wortel

dilakukan dengan pendekatan perhitungan zat gizi pada bahan pembuatan mi dengan

menggunakan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan). Pada penelitian ini, akan

dihitung komposisi zat gizi mi basah yaitu protein, lemak, karbohidrat, serat,

kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, vitamin A, tiamin, riboflavin, niasin, vitamin

C, dan air.

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif persentase, kemudian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada

masing-masing perlakuan maka digunakan analisis sidik ragam. Analisis deskriptif

persentase ini digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang

diujikan. Untuk mengetahui tigkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis deskriptif

kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis

dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase

dirumuskan sebagai berikut

% = x 100

Keterangan :

% = skor presentase

Gambar

Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi Wortel tiap 100 gram Bahan  Komponen Zat Gizi Satuan
Tabel.2.2.  Komposisi Gizi Kedelai dan Tempe tiap 100 gram Bahan
Tabel 2.3. Komposisi Zat Gizi Mi tiap 100 gram Bahan Komponen Zat Gizi Satuan Mi basah* Mi Kering*
Tabel.2.4.  Komposisi Gizi Tepung Terigu tiap 100 gram Bahan Komponen Zat Gizi Satuan Jumlah
+7

Referensi

Dokumen terkait

HASIL UJI DAYA TERIMA PANELIS PADA MIE BASAH JAMUR TIRAM TERHADAP WARNA, AROMA, RASA, TEKSTUR DAN KESUKAAN KESELURUHAN.. No

Sedangkan daya terima terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan kesukaan keseluruhan oleh panelis menunjukkan bahwa yang banyak disukai adalah mie basah dengan

Daya terima adalah tingkat kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur cookies yang dibuat dengan penambahan tepung biji nangka dan kubis merah

mikrobiologis dan organoleptik) dengan penambahan ekstrak wortel. b) Mengetahui subsitusi tepung bekatul yang optimal untuk menghasilkan mie. basah dengan

Hasil penelitian dengan melakukan uji organoleptik terhadap rasa,warna dan aroma, penelis lebih menyukai tempe A1 dengan perlakuan perendaman selama 3 hari

Hal ini berarti bahwa aroma mi basah pada perlakuan E 2 yang mendapat tambahan tempe 25% dan wortel 25% lebih disukai daripada aroma mi basah pada perlakuan E 1 dan E 3

Tujuan penilitian ini adalah untuk mengetahui daya terima tempe biji kecipir beras merah berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur yang

Hasil uji daya terima pada nugget ikan gabus dari parameter warna 82% dan tekstur 90% yaitu pada produk P1 tanpa penambahan wortel, untuk parameter aroma paling disukai pada P2 wortel