UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI MI BASAH YANG
DIMODIFIKASI DENGAN TEMPE DAN WORTEL (Daucus
carota L.)
SKRIPSI
Oleh :
YOHANA TETTY GULTOM NIM. 111021107
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI MI BASAH YANG
DIMODIFIKASI DENGAN TEMPE DAN WORTEL (Daucus
carota L)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
YOHANA TETTY GULTOM NIM. 111021107
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI MI BASAH DENGAN PENAMBAHAN TEMPE DAN WORTEL (Daucus carota L.)
Nama Mahasiswa : YOHANA TETTY GULTOM No. Induk Mahasiswa : 111021107
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan : Gizi Kesehatan Masyarakat Tanggal Lulus : 30 Oktober 2013
Disahkan Oleh : Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, Msi Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes NIP.19670613 199303 1 004 NIP. 19620529 198903 2 001
Medan, Oktober 2013 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
Mi merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di masyarakat. Saat ini mi dijadikan sebagai makanan pengganti makanan pokok lain seperti nasi. Umumnya, bahan baku untuk pembuatan mi ini adalah tepung terigu. Akan tetapi, tepung terigu dapat juga dimodifikasi dengan bahan makanan lain seperti tempe dan wortel. Berdasarkan kandungan gizinya, tempe dan wortel cukup berpotensi sebagai sumber gizi, yaitu mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, tiamin, vitamin C, riboflavin, niasin dan serat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima dan kandungan gizi dari mi basah dengan penambahan tempe dan wortel.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen pembuatan mi basah dengan penambahan tempe dan wortel dengan perbandingan (30%:20%, 25%:25%, 20%:30%). Panelis dalam penelitian ini adalah mahasiswa kesehatan masyarakat USU. ,sebanyak 30 orang. Data uji daya terima dianalisa dengan uji Anova dan Duncan sedangkan nilai gizinya ditentukan dengan menggunakan DKBM. Parameter yang dianalisis meliputi sifat organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur mi basah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur mi basah yang paling disukai panelis adalah mi basah dengan penambahan tempe 25% dan wortel 25%. Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tempe dan wortel dengan konsentrasi yang berbeda pada pembuatan mi basah memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur mi basah.
Disarankan kepada konsumen untuk menjadikan mi basah dengan penambahan tempe dan wortel sebagai makanan alternatif pengganti nasi. Perlu dilakukan penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tempe dan wortel untuk memperkaya gizi makanan.
ABSTRACT
Noodle is one of the most popular foodstaple in the community. Nowdays, the noodle was made as a replacement food of other staple foods such as rice. Generally, raw material of noodle is flour. However, the flour can also be modified with other foods such as tempe and carrot. Based on its nutrient composition, tempe and carrot are potential as a source of nutrition, which contains proteins, fat, calcium, phosphorus, iron, vitamin A, tiamin, vitamin C, riboflavin, niasin and fiber. The purpose of this research is to know the nutrient content and acceptability from the noodle with addition of tempe and carrot.
This research is a research experiment making wet noodle with addition of tempe and carrot by comparison (30% : 20%, 25% : 25%, 20% : 30%).Panelists in this study are university studens of public healty in University North Sumatera , as many as thirty peoples. Acceptance of test data was analyzed by anova test and double Duncan test while nutrient content is determined by using DKBM. The parameters analyzed include the lucrative nature of the organoleptic color, aroma, taste and texture of wet noodle.
The results of this research showed that the organoleptic test of color flavor, taste, and texture are the most preferred panelist is wet noodle by addition of 25% tempe and 25% carrot. Based on the analysis of varians, the addition of tempe and carrot in different concentration on the creation of a wet noodle gave different effects of calor, flavor, taste, texture of a wet noodle.
It is suggested for consumer to make wet noodles with addition of tempe and carrot as an alternative food for rice. In addition, it is necessary to implement other foods diversification by added tempe and carrot to enrich nutrient food.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Yohana Tetty Gultom
Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 04 Februari 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Menikah
Anak ke : 1 dari 3 bersaudara
Alamat Rumah : Jl. Harapan Pasti Barat Gg. Swadaya No. 1 Medan
Riwayat Pendidikan
Tahun 1995 – 1996 : TK St. Antonius Medan
Tahun 1996 – 2002 : SD St. Antonius VI Medan
Tahun 2002 – 2005 : SMP Negeri 3 Medan
Tahun 2005 – 2008 : SMA Negeri 14 Medan
Tahun 2008 – 2011 : Fakultas D3 Kimia Analis USU Medan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi ini yang berjudul “Uji Daya Terima Dan Nilai Gizi Mi Basah Yang
Dimodifikasi Dengan Tempe Dan Wortel (Daucus carota L.)”. Skripsi ini adalah
salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak
Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, MSi selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Ir.
Zulhaida Lubis, MKes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis juga menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan
mempersembahkan skripsi ini kepada kedua orangtua tercinta, ayahanda Marlan
Gultom dan ibunda Linda Tampubolon yang telah memberikan dorongan dan
semangat serta dukungan moril, materil dan spiritual kepada penulis, juga kepada
adinda tersayang Rio Aprianto dan Andi Ogestri yang telah memberi semangat
kepada penulis.
Selanjutnya penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, MSi selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan
3. Bapak Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, Msi selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dr.
Ir. Zulhaida Lubis, MKes selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
4. Ibu Ir. Evi Naria, MKes selaku dosen Penasehat Akademik.
5. Bapak Marihot Samosir, ST yang telah banyak membantu dalam penyelesaian
skripsi ini, memberikan motivasi dan saran yang membangun, serta segala urusan
yang terkait surat-menyurat di departemen gizi kesehatan masyarakat.
6. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama
penulis mengikuti pendidikan.
7. Sahabat-sahabat terbaikku Jojo, Petty, Kak Helena, Kak Novita, Kak Ana, Kak
Maya, Kak Epi, Kak Tien, David Sitorus dan seluruh teman-teman dari peminatan
Gizi Kesehatan Masyarakat stambuk 2011 dan seluruh teman-teman seperjuangan
yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah banyak membantu,
memberikan semangat, dukungan, dan doa kepada penulis selama ini..
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu
penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangaun dari semua pihak dalam
rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Medan, Oktober 2013
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Wortel (Daucus carota L.) ... 8
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 29
3.6.4. Perhitungan Zat Gizi Mie Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel. ... 39
3.7. Metode Analisis Data ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel 44
4.2. Deskriptif Panelis ... 45
4.3. Analisis Organoleptik Warna Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 45
4.4. Analisis Organoleptik Aroma Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 47
4.5. Analisis Organoleptik Rasa Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 49
4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Mi Basah dengan Berbagai Varisi Penambahan Tempe dan Wortel ... 50
4.7. Perhitungan Zat Gizi dalam Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel Dihitung dari DKBM ... 52
BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN 5.1. Karakteristik Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel 59
5.2. Daya Terima Terhadap Warna Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 59
5.3. Daya Terima Terhadap Aroma Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 61
5.4. Daya Terima Terhadap Rasa Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 62
5.5. Daya Terima Terhadap Tekstur Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 64
5.6. Zat Gizi Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel Dihitung dari DKBM ... 65
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 68
6.2. Saran .... ... 69
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi Wortel tiap 100 gram Bahan ... 9
Tabel 2.2. Komponen Zat Gizi Kedelai dan Tempe tiap 100 gram Bahan ... 16
Tabel 2.3. Komposisi Zat Gizi Mi tiap 100 gram Bahan ... 20
Tabel 2.4 Komposisi Zat Gizi Tepung Terigu tiap 100 gram Bahan ... 21
Tabel 3.1. Rincian Perlakuan Penelitian ... 29
Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Penelitian ... 32
Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Konsumen ... 37
Tabel 3.4. Interval Persentase Dan Kriteria Kesukaan ... 41
Tabel 3.5. Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap ... 42
Tabel 4.1. Karakteristik Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 45
Tabel 4.2. Hasil Analisis Organoleptik Warna Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 45
Tabel 4.3. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Warna ... 46
Tabel 4.4. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Warna ... 46
Tabel 4.5. Hasil Analisis Organoleptik Aroma Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 47
Tabel 4.6. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Aroma ... 48
Tabel 4.7. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Aroma ... 48
Tabel 4.8. Hasil Analisis Organoleptik Rasa Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 49
Tabel 4.9. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Rasa ... 49
Tabel 4.10. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Rasa ... 50
Tabel 4.11. Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 51
Tabel 4.12. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Tekstur ... 51
Tabel 4.13. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Tekstur ... 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Bubur Tempe... ... 33
Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Bubur Wortel ... 34
Gambar 3.3. Diagram Alir Pembuatan Mie Basah ... 36
Gambar 4.1. Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel... .. 44
Gambar 4.2. Jumlah Energi dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 54
Gambar 4.3. Kandungan Protein dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 54
Gambar 4.4. Kandungan Kalsium, Fosfor, Besi, Natrium, dan Kalium dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 55
Gambar 4.5. Kandungan Vitamin A dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 56
Gambar 4.6. Kandungan Vitamin B1 , B2 dan niasin dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 57
ABSTRAK
Mi merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di masyarakat. Saat ini mi dijadikan sebagai makanan pengganti makanan pokok lain seperti nasi. Umumnya, bahan baku untuk pembuatan mi ini adalah tepung terigu. Akan tetapi, tepung terigu dapat juga dimodifikasi dengan bahan makanan lain seperti tempe dan wortel. Berdasarkan kandungan gizinya, tempe dan wortel cukup berpotensi sebagai sumber gizi, yaitu mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, tiamin, vitamin C, riboflavin, niasin dan serat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima dan kandungan gizi dari mi basah dengan penambahan tempe dan wortel.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen pembuatan mi basah dengan penambahan tempe dan wortel dengan perbandingan (30%:20%, 25%:25%, 20%:30%). Panelis dalam penelitian ini adalah mahasiswa kesehatan masyarakat USU. ,sebanyak 30 orang. Data uji daya terima dianalisa dengan uji Anova dan Duncan sedangkan nilai gizinya ditentukan dengan menggunakan DKBM. Parameter yang dianalisis meliputi sifat organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur mi basah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur mi basah yang paling disukai panelis adalah mi basah dengan penambahan tempe 25% dan wortel 25%. Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tempe dan wortel dengan konsentrasi yang berbeda pada pembuatan mi basah memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur mi basah.
Disarankan kepada konsumen untuk menjadikan mi basah dengan penambahan tempe dan wortel sebagai makanan alternatif pengganti nasi. Perlu dilakukan penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tempe dan wortel untuk memperkaya gizi makanan.
ABSTRACT
Noodle is one of the most popular foodstaple in the community. Nowdays, the noodle was made as a replacement food of other staple foods such as rice. Generally, raw material of noodle is flour. However, the flour can also be modified with other foods such as tempe and carrot. Based on its nutrient composition, tempe and carrot are potential as a source of nutrition, which contains proteins, fat, calcium, phosphorus, iron, vitamin A, tiamin, vitamin C, riboflavin, niasin and fiber. The purpose of this research is to know the nutrient content and acceptability from the noodle with addition of tempe and carrot.
This research is a research experiment making wet noodle with addition of tempe and carrot by comparison (30% : 20%, 25% : 25%, 20% : 30%).Panelists in this study are university studens of public healty in University North Sumatera , as many as thirty peoples. Acceptance of test data was analyzed by anova test and double Duncan test while nutrient content is determined by using DKBM. The parameters analyzed include the lucrative nature of the organoleptic color, aroma, taste and texture of wet noodle.
The results of this research showed that the organoleptic test of color flavor, taste, and texture are the most preferred panelist is wet noodle by addition of 25% tempe and 25% carrot. Based on the analysis of varians, the addition of tempe and carrot in different concentration on the creation of a wet noodle gave different effects of calor, flavor, taste, texture of a wet noodle.
It is suggested for consumer to make wet noodles with addition of tempe and carrot as an alternative food for rice. In addition, it is necessary to implement other foods diversification by added tempe and carrot to enrich nutrient food.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan
peningkatan derajat kesehatan masyarakat karena pemerintah memiliki kewajiban
terhadap kesejahteraan masyarakat. Salah satunya melalui peningkatan kesehatan
berupa perbaikan gizi masyarakat karena gizi yang seimbang dapat meningkatkan
ketahanan tubuh.
Namun sebaliknya, gizi yang tidak seimbang menimbulkan masalah yang
sangat sulit sekali ditanggulangi oleh Indonesia. Masalah gizi yang tidak seimbang itu
seperti Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY), dan anemia zat besi. Masalah gizi kurang juga telah
dinyatakan sebagai masalah utama kesehatan dunia dan berkaitan dengan lebih
banyak kematian dan penyakit yang disebabkan oleh masalah gizi kurang tersebut.
Walaupun telah banyak dilakukan penyuluhan tentang masalah gizi kurang namun
masih banyak masyarakat yang mengalami masalah gizi. Masalah gizi dapat
diperbaiki dengan konsumsi pangan yang beragam. Setiap jenis makanan mempunyai
cita rasa, tekstur, aroma dan daya cerna tersendiri yang memberikan sumbangan gizi
berbeda-beda yaitu dengan memanfaatkan tempe dan wortel.
Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis
kacang-kacangan lainnya yang menggunakan jamur Rhizopus oligosporus atau
Rhizopus oryzae. Tempe dapat diperoleh dengan harga relatif lebih terjangkau dan
masyarakat dunia. Tempe merupakan sumber gizi yang baik karena mengandung
protein, asam amino esensial, asam lemak esensial, vitamin B kompleks, dan serat
dalam jumlah cukup. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa tempe mengandung
senyawa yang berperan sebagai antioksidan dalam tubuh manusia, yaitu isoflavon.
Isoflavon dalam tubuh manusia bermanfaat sebagai antioksidan, antikanker,
antiosteoporosis, dan hipokolesterolemik. Isoflavon juga berperan sebagai agen
antipenuaan dini, memperlambat masa menopause pada wanita dewasa, dan
membantu mengatasi masalah-masalah akibat menopause secara umum (Anonim,
2012)
Wortel merupakan sayuran yang kaya akan beta karoten sebagai antioksidan
yang bisa mencegah penyakit jantung, kanker kulit dan penuaan dini. Wortel dikenal
memiliki kandungan vitamin A yang sangat tinggi. Wortel memiliki unsur lain seperti
kalori, protein, kalsium, dan besi. Wortel adalah tumbuhan yang ditanam sepanjang
tahun dan dapat tumbuh pada semua musim, terutama di daerah pegunungan yang
memiliki suhu udara dingin dan lembab. Wortel merupakan sayuran yang banyak
disukai masyarakat karena harganya relatif terjangkau, mempunyai rasa yang enak
dan mudah untuk diolah baik dalam bentuk makanan maupun minuman dengan
dibuat jus. Wortel juga memiliki manfaat yang sangat banyak bagi kesehatan tubuh
(Kumalaningsih, 2006).
Melihat potensinya sebagai sumber vitamin A dan untuk mengatasi masalah
penurunan kualitas setelah pemanenan maka perlu dilakukan penanganan wortel lebih
mengoptimumkan pemanfaatan wortel adalah dengan mengolahnya menjadi bubur
wortel atau menjadi bahan tambahan untuk pembuatan mi basah (Rosida, 2008).
Dalam pembuatan mie basah dengan modifikasi wortel dan tempe tidak perlu
membuat wortel dan tempe menjadi tepung, karena dalam pembuatan mi basah ini
masih memakai tepung terigu sebagai bahan dasar. Wortel dan tempe sebagai
diversifikasi bahan makanan yang diharapkan dapat menambah nilai gizi mi basah.
Mi merupakan bahan pangan yang cukup potensial, selain harganya relatif
murah dan pengolahannya yang praktis. Mi memiliki kandungan gizi yang cukup
baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi, sehingga mi disukai masyarakat
sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi yang mengenyangkan dan mi juga
merupakan makanan favorit mulai anak – anak hingga lanjut usia. Saat ini berbagai
jenis mi telah banyak dikonsumsi dan dijual di pasaran. Mi basah adalah salah satu
bentuk mi yang mudah diolah oleh masyarakat umum dan bahan-bahan pembuatan
ini pun mudah didapat, dimana kemungkinan setiap orang dapat membuatnya sendiri
(Muhajir, 2007).
Bahan utama pembuatan mi adalah tepung terigu yang mana selama ini mi
yang biasa dikonsumsi hanya mengandung zat gizi makro saja yaitu karbohidrat,
protein dan lemak, dan sangat sedikit atau bahkan tidak mengandung zat gizi lainnya
seperti vitamin dan mineral. Sehingga diharapkan dengan penambahan tempe dan
wortel dapat memperbaiki kandungan gizi mi basah yang mana pada tempe dan
wortel kaya akan kandungan vitamin dan mineralnya dan juga dapat mengurangi
ketergantungan terhadap tepung terigu yang merupakan bahan impor dan menduduki
mi sebagai makanan selingan, tidak hanya untuk mengenyangkan perut tetapi juga
menambah asupan gizi pada mereka.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat volume impor terigu pada tahun 2007
sebanyak 4.574.623.280 kg dengan harga US$1.205.108.235. Volume ini melonjak
menjadi 5.159.337.797 kg dengan harga US$2.371.698.411 pada tahun 2008. Pada
tahun 2009 volume impor terigu sebanyak 5.399.944.989 kg dengan harga
US$1.641.279.271 dan pada tahun 2010 naik menjadi 5.725.011.214 kg dengan harga
US$ 1.827.394.544. Sementara itu menurut Munarso dan Bambang (2009),
pembangunan pertanian nasional telah mampu menghasilkan beragam komoditas
sumber karbohidrat yang perlu ditingkatkan pemanfaatannya, terutama dalam rangka
penyediaan pangan alternatif bagi masyarakat. Oleh sebab itu, perlu pengembangan
teknologi mi berbahan baku selain tepung terigu, misalnya dengan memanfaatkan
tempe dan wortel.
Menurut penelitian Hastuti et al (1985) menyatakan bahwa terigu jenis “soft”
cap kunci dapat disubstitusi dengan tepung sorgum sampai 10% dalam pembuatan mi
kering dengan hasil yang masih disukai panelis. Royaningsih dan Pangloli (1988)
melaporkan bahwa terigu jenis medium cap segitiga biru dapat disubstitusi dengan
tepung sagu sampai 30% dalam pembuatan mi basah. Sedangkan penelitian
Marzempi et al (1994) melaporkan bahwa jumlah maksimum tepung ubi kayu yang
dapat mensubstitusi terigu dalam pembuatan mi adalah 20%. Khusus untuk
pemanfaatan wortel sebagai bahan dasar pembuatan mi, Zuraidah Nasution (2005)
telah melakukan penelitian substitusi bubur wortel terhadap terigu dan melaporkan
pembuatan mie basah sebesar 20% dan mengandung vitamin A. Warna, aroma,
penampilan, kekenyalan dan rasa mi yang dihasilkan disukai panelis.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh M. Sobariansyah (2006)
tentang Studi Pembuatan Mi Basah Berbasis Tepung Tempe (Kajian Perbandingan
Jumlah Tepung Tempe dengan Tepung Tapioka dan Konsentrasi STPP) bahwa
perlakuan terbaik parameter organoleptik diperoleh pada mie tempe dengan
perlakuan perbandingan tepung tempe dengan tepung tapioka 4:5 dan konsentrasi
STPP (sodium tripolifosfat) 0,15% . Penelitian lain yang dilakukan oleh Ahmad Muhajir
(2007) tentang peningkatan gizi mi instan dari campuran tepung terigu dan tepung ubi
jalar dengan penambahan tepung tempe dan tepung ikan, hasil analisisnya adalah
penambahan tepung tempe dan tepung ikan memberi pengaruh berbeda sangat nyata
terhadap kadar protein, kalsium, serta pada organoleptik warna dan rasa. Penambahan
tepung tempe dan tepung ikan juga memberi pengaruh berbeda nyata terhadap
organoleptik aroma, dan berbeda tidak nyata terhadap organoleptik tekstur.
Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan mi dengan penambahan tempe
dan wortel dengan perbandingan sebesar (30%: 20%, 25%:25%, 20%:30%) dari berat
tepung terigu yang diulang sebanyak 2 kali pada proses pembuatan mi dengan
maksud untuk memperkecil error atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat
penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan mi. Penetapan kosentrasi
tempe dan wortel sebesar (30%: 20%, 25%:25%, 20%:30%) dilakukan karena
peneliti telah melakukan penelitian pendahuluan sebelum melakukan penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitan pendahuluan, apabila persentase tempe dan wortel terlalu
Pengenalan penggunaan tempe dan wortel kepada remaja akan lebih efektif
diterapkan sebagai bahan baku atau tambahan dalam pembuatan makanan yang sudah
dikenal oleh remaja, salah satunya adalah mi basah. Karena mi basah ini dapat
meningkatkan konsumsi protein, vitamin dan mineral pada remaja. Remaja ini lebih
objektif dalam memberikan penilaian terhadap uji organoleptik. Hal ini menarik
untuk diteliti dalam sebuah penelitian yang berjudul “Uji Daya Terima Dan Nilai Gizi
Mi Basah Yang Dimodifikasi Dengan Tempe Dan Wortel ( Daucus carota L.)”.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana pengaruh penambahan tempe dan wortel dalam pembuatan mi basah
terhadap daya terima dan nilai gizinya.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh
penambahan tempe dan wortel dalam pembuatan mi basah terhadap daya terima dan
nilai gizinya.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui daya terima terhadap aroma, warna, rasa, dan tekstur mi basah
dengan penambahan tempe dan wortel.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat dalam pembuatan mi basah yang
bergizi.
2. Sebagai salah satu upaya penganekaragaman bahan makanan dari tempe dan
wortel.
3. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai dasar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Wortel (Daucus carota L.)
Wortel (Daucus carota L.) merupakan tanaman yang sangat bermanfaat
karena banyak mengandung betakaroten. Semakin orange warnanya, maka semakin
tinggi pula kandungan betakarotennya. Pemanenan wortel harus dilakukan secara
hati-hati agar tidak terjadi luka pada umbinya. Luka akan menyebabkan masuknya
bakteri, antara lain bakteri kelompok Leuconostoc yang cepat sekali tumbuh dan
menguraikan gula yang ada dalam wortel yang akan diubah menjadi dextran yaitu
senyawa berbentuk lendir sehingga wortel tidak layak untuk dikonsumsi
(Kumalaningsih,2006).
Wortel termasuk jenis tanaman sayuran umbi semusim berbentuk perdu
(semak) yang tumbuh tegak dengan ketinggian antara 30-100 cm atau lebih,
tergantung jenis atau varietasnya. Wortel digolongkan sebagai tanaman semusim
karena hanya berproduksi satu kali dan kemudian mati. Tanaman wortel berumur
pendek, yakni berkisar antara 70-120 hari, tergantung pada varietasnya (Cahyono,
2002).
Wortel yang dipanen lebih awal masih berwarna jingga muda karena
kandungan karotennya belum banyak. Jika wortel dipanen terlalu tua, warnanya akan
berubah menjadi jingga tua dan umbinya berserabut. Perkembangan warna
berlangsung dengan cepat bila wortel ditanam pada daerah yang bersuhu 15-20oC
Tanaman wortel berasal dari daerah yang beriklim sedang (subtropis).
Tanaman ini berasal dari daratan Asia, selanjutnya menyebar luas ke Eropa hingga ke
dataran Afrika dan Amerika hingga ke seluruh dunia. Penyebaran wortel di berbagai
wilayah yang ada di Indonesia menyebabkan wortel memiliki sebutan yang
berbeda-beda di setiap daerah. Misalnya sebutan wortel untuk daerah Sunda adalah bortol;
wertel; wortol untuk daerah Jawa; dan ortel untuk Madura. Sedangkan di kalangan
internasional wortel dikenal dengan nama carrot (Cahyono,2002).
2.2. Komposisi Gizi dan Manfaat Wortel
Adapun komposisi zat gizi wortel tiap 100 gram bahan dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi Wortel tiap 100 gram Bahan
Komponen Zat Gizi Satuan Jumlah
Energi Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, 2009
Wortel terkenal sebagai vitamin A. Selain itu, wortel juga mengandung
baik untuk tubuh. Dalam tiap 100 gr bahan terkandung energi sebesar 42 kalori
(Novary,1997).
Bila ingin mengkonsumsi makanan yang kaya vitamin A dan bebas lemak,
segeralah memakan sayur-sayuran. Sayuran berwarna hijau terutama bayam amat
banyak mengandung betakaroten. Demikian juga dengan wortel, brokoli, labu,
pepaya, mangga, paprika merah dan lain sebagainya. Semakin tua warna sayuran
tersebut, semakin banyak kandungan betakarotennya .
Dalam susunan makanan, sayuran umbi-umbian kecuali wortel, tidaklah
bernilai gizi tinggi meskipun seperti halnya semua sayuran jenis ini menyediakan
serat. Wortel merupakan sumber merupakan sumber penting karoten dan mencapai
14% dari kandungan total vitamin A dalam susunan makanan rata-rata orang Inggris
(Gaman and Sherington,1992).
Wortel kaya akan zat antioksidan betakaroten, mampu mencegah radikal
bebas menjadi kanker. Wortel dapat menurunkan resiko kanker prostat pada lelaki.
Mengkonsumsi secara rutin wortel dapat mengurangi keganasan dari radikal bebas.
Sebaiknya tidak mengkonsumsi terlalu berlebihan karena akan menyebabkan kulit
menjadi kuning. Wortel selain dikonsumsi segar dapat pula dikukus terlebih dahulu
kemudian dikonsumsi.
Wortel adalah salah satu sumber makanan detoksifikasi yang mempunyai
kemampuan untuk mengatur ketidakseimbangan dalam tubuh. Sayuran banyak
mengandung betakaroten yang merupakan prekursor vitamin A. Wortel sebagai
sumber vitamin A berfungsi untuk membantu proses penglihatan. Vitamin tersebut
Wortel segar mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, serat, abu, nutrisi
anti kanker, gula alamiah (fruktosa, sukrosa, dekstrosa, laktosa, dan maltosa), pektin,
glutanion, mineral (kalsium, fosfor, besi dan natrium), vitamin (betakarotein, B1 dan
C) serta asparagine. Betakaroten merupakan anti oksidan yang menjaga kesehatan
dan menghambat proses penuaan. Selain itu betakaroten bisa mencegah dan menekan
pertumbuhan sel kanker serta melindungi asam lemak tidak jenuh ganda dari proses
oksidasi. Jika tubuh memerlukan vitamin A maka betakaroten di hati akan diubah
menjadi vitamin A. Fungsi vitamin A bisa mencegah buta senja, mempercepat
penyembuhan luka dan mempersingkat lamanya sakit campak. Sebuah wortel ukuran
sedang mengandung sekitar 12000 SI betakaroten. Berdasarkan penelitian diketahui
bahwa dengan mengkonsumsi wortel yang dikukus sebentar akan memperbesar
penyerapan betakaroten (Kumalaningsih,2006).
Selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pengobatan, umbi wortel juga
dapat digunakan untuk keperluan kosmetik, yakni untuk merawat kecantikan wajah
dan kulit, menyuburkan rambut, dan lain-lain. Karoten dalam umbi wortel bermanfaat
untuk menjaga kelembaban kulit, dan memperlambat timbulnya kerutan pada wajah,
sehingga wajah selalu tampak berseri (Cahyono,2002).
2.3. Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau
beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti
rhizopus oligosporus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai “ragi
Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa
kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe
kaya akan serat pangan, kalsium vitamin B, dan zat besi. Berbagai macam kandungan
dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika, untuk menyembuhkan infeksi
dan antioksidan pencegah penyakit degenerative.
Secara umum tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang
merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi
komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan
aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam (Erlina, 2013).
Menurut Kasmidjo (1990) tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu
secara fisik dan kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah
memenuhi ciri-ciri yaitu : (1) tempe berwarna Putih. Warna putih ini disebabkan
adanya miselia kapang yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. (2) Tekstur Tempe
Kompak. Kekompakan tekstur tempe juga disebabkan oleh miselia - miselia kapang
yang menghubungkan antara biji-biji kedelai. Kompak tidaknya tekstur tempe dapat
diketahui dengan melihat lebat tidaknya miselia yang tumbuh pada permukaan
tempe. Apabila miselia tampak lebat hal ini menunjukkan bahwa tekstur tempe telah
membentuk masa yang kompak, begitu juga sebaliknya. (3) Aroma dan rasa khas
tempe. Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya
degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses
fermentasi.
Sedangkan menurut Astawan (2009), tempe dengan kualitas baik mempunyai
yang homogen dan kompak serta berasa, berbau dan beraroma khas tempe. Tempe
dengan kualitas buruk ditandai dengan permukaannya yang basah, struktur tidak
kompak, adanya bercak bercak hitam, adanya bau amoniak dan alcohol, serta
beracun.
Tempe berwarna keputih-putihan akibat hifa kapang yang melekatkan biji-biji
kedelai. Tidak seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal dari
Cina atau Jepang, tempe berasal dari Indonesia. Namun demikian, makanan
tradisional ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya
makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta.
Indonesia merupakan Negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi
pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50 % dari konsumsi kedelai Indonesia
dilakukan dalam bentuk tempe, 40 % tahu dan 10 % dalam bentuk produk lain
(seperti taoco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di
Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg (Erlina, 2013).
2.4. Komposisi Gizi dan Manfaat Tempe
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak
banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim
pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat
pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat
dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala
kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna,
diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini
telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.
Tempe mengandung zat gizi yang sangat banyak dan bermanfaat. Adapun
kandungan gizi tempe sebagai berikut :
1. Asam Lemak
Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat
ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk
(polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya (Joe, 2011).
Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami
penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat
tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan
terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol
di dalam tubuh (Winarno, 1991).
2. Vitamin
Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B
kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber
vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara
lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin),
vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).
Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak
mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang
potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok
pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama
fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin
2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin
ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti
Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.
Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram
per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin
B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian
tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka
melibatkan tempe dalam menu hariannya (Joe, 2011).
3. Mineral
Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup.
Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg
setiap 100 g tempe .
Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam
fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan
terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan
zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh (Joe, 2011).
4. Antioksidan
Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon.
yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas
.
Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan
genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat
antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan
paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis
pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri
Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium (Joe, 2011).
Penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi
sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup. Karena tempe merupakan sumber
antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat
mencegah terjadinya proses penuaan dini.
Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat,
menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata
dapat mencegah kanker prostat dan payudara.
Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat
menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif
(aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu
tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah,
pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain (Astawan, 2009).
Adapun komposisi zat gizi kedelai dan tempe tiap 100 gram bahan dapat
Tabel.2.2. Komposisi Gizi Kedelai dan Tempe tiap 100 gram Bahan
Komponen Zat Gizi Satuan Kedelai Tempe Energi Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan ,2009
2.5. Pengertian Mi
Mi adalah salah satu produk pangan yang terbuat dari tepung dan menyerupai
tali yang berasal dari Cina, yang telah lama dikenal masyarakat luas. Bahkan seluruh
dunia telah mengenalnya dengan masing–masing nama atau istilahnya. Dalam bahasa
Inggris disebut noodle, bahasa Jepang terdapat beberapa istilah yaitu ramen, udon,
kisimen.
Mi merupakan suatu jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal
oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Tidaklah terlalu berlebihan jika dikatakan
bahwa jenis makanan ini digemari oleh berbagai lapisan masyarakat yang telah
mengenalnya. Hal ini antara lain karena penyajiannya untuk siap dikonsumsi sangat
mudah dan cepat. Disamping itu, selalu dapat digunakan sebagai variasi dalam lauk
2.6. Jenis- jenis Mi
2.6.1. Mi Mentah
Mi Segar sering juga disebut mi mentah. Jenis ini biasanya tidak mengalami
proses tambahan setelah benang mi dipotong. Mi segar umumnya memiliki kadar air
sekitar 35%, yang oleh karenanya mi ini bersifat lebih mudah rusak. Namun jika
penyimpannya dilakukan dalam refrigerator, mi segar dapat bertahan hingga 50-60
jam dan menjadi gelap warnanya bila melebihi waktu simpan tersebut. Agar diterima
konsumen dengan baik, mi segar harus berwarna putih atau kuning muda. Mi ini
biasanya dibuat dari terigu jenis keras (hard wheat), agar dapat ditangani dengan
mudah dalam keadaan basah (Munarsodan Bambang, 2009)
2.6.2. Mi Kering
Produk ini tidak mengalami proses pemasakan lanjut ketika benang mi telah
dipotong, tetapi merupakan mi segar yang langsung dikeringkan hingga kadar airnya
mencapai 8-10% Pengeringannya biasanya dilakukan melalui penjemuran. Karena
bersifat kering, daya simpannya juga relatif panjang dan mudah penanganannya (
Munarsodan Bambang, 2009).
2.6.3. Mi Telur
Mi Telur umumnya terdapat dalam keadaan kering ketika dipasarkan. Namun
demikian tidak tertutup kemungkinan memasarkan mi telur dalam keadaan basah.
Faktor komposisi bahan adalah faktor yang membedakan mi telur ini dengan mi
kering maupun mi basah. Dalam pembuatan mi telur biasanya ditambahkan telur
segar atau tepung telur pada saat pembuatan adonan. Penambahan telur ini
oriental tidak mengandung telur. Sebaliknya di Amerika Serikat, penambahan telur
merupakan suatu keharusan. Sebagai contoh, mi kering harus mengandung air kurang
dari 13% dan padatan telur lebih dari 5,5% (Hoseney, 1994)
2.6.4. Mi Instan
Dalam standar Nasional Indonesia nomor 3551-1994 dalam Munarso dan
Bambang (2009) mi instan didefenisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat
dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan
makanan tambahan yang diizinkan, berbentuk khas mi dan siap dihidangkan setelah
dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Mi instan dikenal
sebagai ramen. Mi ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diproses
mi segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan pengeringan.
Kadar air mi instan umumnya mencapai 5-8 % sehingga memiliki daya simpan yang
cukup lama (Astawan, 2009).
2.6.5. Mi Basah
Menurut Hoseney (1994) dalam Munarso dan Bambang (2009) mi basah
adalah jenis mi yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan.
Biasanya mi basah dipasarkan dalam keadaan segar. Kadar air mi basah dapat
mencapai 52% dan karenanya daya simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu
kamar). Proses perebusan dapat menyebabkan enzim polifenol-oksidase
terdenaturasi, sehingga mie basah tidak mengalami perubahan warna selama
distribusi. Di Cina, mie basah biasa dibuat dari terigu jenis lunak dan ditambahkan
Kan-sui. Yang dimaksud kan-sui adalah larutan alkali yang tersusun oleh garam
natrium klorida dalam formula. Garam karbonat ini membuat adonan bersifat alkali
yang menghasilkan mie yang kuat dengan warna kuning yang cerah. Warna tersebut
muncul akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna kuning pada keadaan alkali.
Kualitas mi basah sangat bervariasi karena perbedaan bahan pengawet dan
proses pembuatannya. Mi basah adalah mi mentah yang sebelum dipasarkan
mengalami perebusan dalam air mendidih lebih dahulu. Pembuatan mi basah secara
tradisional dapat dilakukan dengan bahan utama tepung terigu dan bahan pembantu
seperti air, telur, pewarna dan bahan tambahan pangan. Ciri-ciri mi basah yang baik
adalah berwarna putih atau kuning terang, tekstur agak kenyal dan tidak mudah
putus. Sedangkan tanda-tanda kerusakan mi basah adalah sebagai berikut berbintik
putih atau hitam karena tumbuhnya kapang, berlendir pada permukaan mie dan
berbau asam dan berwarna agak gelap.
2.7. Komposisi Gizi Mi
Komposisi zat gizi dalam mie tiap 100 gram dapat dilihat pada tabel 2.3
berikut ini:
Tabel 2.3. Komposisi Zat Gizi Mi tiap 100 gram Bahan
2.8. Bahan Pembuatan Mi Basah
1. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mi. Tepung terigu diperoleh
dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu diantara
serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada adonan mi
menyebabkan mi yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan
pemasakan. Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air
14%, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,25-0,60% dan gluten basah 24-36 %
(Astawan, 2004). Bila ingin mendapatkan mutu mi yang lebih baik dapat
menggunakan terigu jenis hard flour dengan kadar gluten yang lebih tinggi.
Berdasarkan kandungan protein (gluten), terdapat 3 jenis terigu yang ada dipasaran,
yaitu sebagai berikut (Suyanti, 2010):
a. Terigu hard flour. Terigu jenis ini mempunyai kadar protein 12-13 %. Jenis
tepung ini digunakan untuk pembuatan mi dan roti. Contohnya terigu cap cakra
kembar.
b. Terigu medium hard flour. Jenis tepung ini mrngandung protein 9,5-11 %.
Tepung ini banyak digunkan untuk campuran pembuatan mi, roti dan kue. Contohnya
adalah terigu cap segitiga biru.
c. Terigu soft flour. Jenis terigu ini mengandung protein 7-8,5 %. Jenis tepung
ini hanya cocok untuk membuat kue. Contohnya adalah terigu cap kunci.
Adapun komposisi zat gizi tepung terigu tiap 100 gram bahan dapat dilihat
Tabel.2.4. Komposisi Gizi Tepung Terigu tiap 100 gram Bahan
Komponen Zat Gizi Satuan Jumlah
Energi Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan ,2009
2. Garam Dapur
Dalam pembuatan mi, penambahan garam dapur untuk memberi rasa,
memperkuat tekstur mi, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mi, serta untuk
mengikat air (Astawan, 2004). Penambahan garam pada pembuatan mi juga dapat
menghambat pertumbuhan jamur/kapang serta menghambat aktivitas enzim protease
dan amilase sehingga adonan menjadi tidak lengket dan mengembang secara
berlebihan (Suyanti, 2010).
3. Telur
Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu
protein mi dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah
terputus-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mi waktu pemasakan.
Penggunaan putih telur harus secukupnya saja, karena pemakaian yang berlebihan
Kuning telur dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur terdapat
lechitin. Selain sebagai pengemulsi, lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada
tepung dan untuk mengembangkan adonan. Penambahan kuning telur juga akan
memberikan warna yang seragam (Astawan, 2004).
2.9. Proses Pembuatan Mi Basah
1. Pencampuran dan pengadukan
Tahap awal dalam pembuatan mi adalah pencampuran tepung terigu dengan
air. Campuran diaduk sampai menjadi adonan yang merata, lama proses ini kira-kira
15 menit. Adonan yang terbentuk diharapkan lunak, lembut, halus, dan kompak
(Astawan, 2004). Tujuan pengadukan adalah mencampur rata air dan bahan lainnya
hingga membentuk adonan yang seragam. Pengadukan juga bertujuan untuk
mengembangkan gluten serta membentuk warna mi. Waktu pengadukan yang baik
sekitar 15 menit. Jika pengadukan lebih dari 25 menit, akan menyebabkan adonan
keras, rapuh, dan kering. Sementara itu, pengadukan kurang dari 15 menit akan
menyebabkan adonan lengket dan tidak merata. Ciri adonan yang baik adalah tidak
menggumpal dan tidak kering, serta berwarna kekuningan merata (Suyanti, 2010).
Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air,
membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk
jaringan gluten dengan meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik, faktor
yang harus diperhatikan adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan dan
temperatur (Soenaryo, 1985).
Setelah adonan menjadi homogen, campuran tersebut dimasukkan ke dalam
mesin pelempeng. Dalam mesin pelempeng, adonan akan dibentuk menjadi
lempengan-lempengan, dimana pada proses ini serat-serat gluten akan menjadi halus
(Astawan, 2004). Adonan mi yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam alat pembuat
lembaran secara bertahap. Awalnya, lembaran yang terbentuk berupa lempengan
tebal. Penggilingan dilakukan beberapa kali sampai diperoleh lembaran agak tebal
yang kalis/merata. Penurunan ketebalan dilakukan secara bertahap. Hal ini
disebabkan jumlah penipisan akan berpengaruh terhadap sifat mi yang dihasilkan.
Lembaran mi yang terbentuk sebaiknya tidak sobek, permukaanya halus berwarna
kekuningan, dan merata serta terjaga dari kotoran (Suyanti,2010).
3. Pembentukan Mi
Dari lembaran tipis tersebut kemudian secara otomatis masuk ke dalam mesin
penyisir lembaran tipis membentuk untaian tali seperti pita dengan selera konsumen
(Ubaidillah, 1997). Lembaran mi dimasukkan ke dalam alat pemotong mi dan alat
diputar sampai lembaran mi terpotong habis. Mi dibuat dalam bentuk pilinan
(bergelombang) karena memiliki keuntungan, diantaranya adalah mempercepat laju
penguapan dan penggorengan karena adanya konduksi panas dan sirkulasi panas dari
minyak di dalamnya (Astawan, 2004).
4. Perebusan
Setelah melalui proses pencetakan dilakukan pemasakan mi dengan cara
perebusan yaitu air dimasukkan ke wajan kemudian dimasak sampai mendidih. Mi
dimasak selama dua menit sambil diaduk perlahan. Api yang yang digunakan untuk
lama, mi akan menjadi lembek karena kadar air yang masuk ke dalam mi (Astawan,
2004).
5. Pendinginan
Mi yang telah direbus kemudian didinginkan. Tujuan pendinginan adalah
untuk melepaskan sisa uap panas. Jika tidak didinginkan, sisa uap panas akan
terkondensasi saat dikemas sehingga memberi peluang jamur untuk tumbuh (Suyanti,
2010). Mi yang telah direbus didinginkan dengan menggunakan kipas angin dalam
mesin pendingin. Mesin ini bekerja dengan meniupkan angin ke arah mi yang masih
panas. Proses pendinginan ini akan menyebabkan pengerasan minyak yang terserap
dan menempel pada mi sehingga mi pun menjadi keras (Astawan, 2004).
2.10. Daya Terima
Penilaian daya terima menggunakan uji organoleptik metode hedonik meliputi
warna, aroma, rasa dan tekstur. Penilaian organoleptik disebut juga penilaian dengan
indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling sederhana.
Penilaian organoleptik banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil
pertanian dan makanan. Penilaian dengan cara ini banyak disenangi karena dapat
dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang penilaian ini dapat
memberikan hasil penelitian yang sangat teliti, sifat subjektif pangan lebih umum
disebut organoleptik atau sifat inderawi karena penilaian didasarkan pada rangsangan
sensorik pada organ indera (Soekarto, 1985).
Menurut Soekarto (1985), uji penerimaan meliputi uji kesukaan (hedonik) dan
uji mutu hedonik. Dalam uji hedonik panelis diminta untuk menyatakan tanggapan
disebut skala hedonik yang dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan
skala yang dikehandaki. Kemudian dalam analisis data skala hedonik tersebut
ditransformasikan dalam skala numerik dan dilakukan analisis statistik.
2.11. Uji Organoleptik
Penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian
sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih
sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat
dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal penilaian dengan
indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur
yang paling sensitif. Penerapan penilaian organoleptik pada prakteknya disebut uji
organoleptik yang dilakukan dengan prosedur tertentu. Uji akan menghasilkan data
yang penganalisisan selanjutnya menggunakan metode statistik (Soekarto, 1985).
Sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di
dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode
dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian
memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam
melakukan analisis data.
Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan,
penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panelis diperlukan untuk
melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik
suatu komoditi. Panelis bertindak sebagai instrument atau alat. Panelis ini terdiri atas
orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang
Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan.
Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang
kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan
tingkat kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala
hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak
suka, tidak suka, sangat tidak suka, dan amat sangat tidak suka. Pada uji hedonik
panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
ketidaksukaan terhadap suatu produk. Skala hedonik dapat direntangkan atau
diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti (Rahayu, 1998).
2.12 Panelis
Dalam penilaian organoleptik dikenal enam macam panelis, yaitu panelis
perseorangan, panelis terbatas, panelis terlatih, panelis agak terlatih, panelis tidak
terlatih, dan panelis konsumsi. Perbedaan keenam panelis tersebut didasarkan pada
keahlian dalam melakukan penilain organoleptik (Susiwi, 2009).
2.12.1 Panelis Perseorangan
Panelis perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik
yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat
sensitif. Panelis perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan
bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik dengan
sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat
dihindari, dan penilaian efisien. Panelis perseorangan biasanya digunakan untuk
mendeteksi penyimpangaan yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya.
Panelis terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi
sehingga bisa lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor
dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan
baku terhadap hasil.
2.12.3. Panelis Terlatih
Panelis terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup
baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan
latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau
spesifik.
2.12.4. Panelis Agak Terlatih
Panelis agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk
mengetahui sifat-sifat tertentu. Panelis agak terlatih dapat dipilih dari kalangan
terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat
menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.
2.12.5. Panelis Tidak Terlatih
Panelis tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih
berdasarkan jenis-jenis suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panelis tidak
terlatih hanya diperbolehkan mengenal sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti
sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panelis tidak
terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama
dengan panelis wanita.
Panelis konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada
target pemasaran komoditi. Panelis ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat
ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.
2.13. Hipotesa Penelitian
Ha : Ada pengaruh penambahan tempe dan wortel dalam pembuatan mi basah
dengan perbandingan (30%:20%), (25%:25%), dan (20%:30%) terhadap
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,
menggunakan rancangan penelitian acak lengkap yang terdiri atas dua faktor yaitu
tempe dan wortel dengan 3 perlakuan penambahan tempe (30%, 25%, 20%) dan
wortel (20%, 25%, 30%) dengan simbol E1 , E2 dan E3 yang diulang sebanyak 2 kali
(i = 1, 2) dengan maksud untuk memperkecil eror atau kesalahan yang mungkin
terjadi pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan mi basah
dengan penambahan tempe dan wortel.
Tabel 3.1. Rincian Perlakuan Penelitian
Perlakuan
Ulangan (U)
1 2
E1 E11 E12
E2 E21 E22
E3 E31 E32
Keterangan :
- E1 = mi dengan penambahan tempe (30%) dan wortel (20%)
- E2 = mi dengan penambahan tempe (25%) dan wortel (25%)
- E3 = mi dengan penambahan tempe (20%) dan wortel (30%)
- E11 = perlakuan E1 pada ulangan ke-1
- E12 = perlakuan E1 pada ulangan ke-2
- E21 = perlakuan E2 pada ulangan ke-1
- E22 = perlakuan E2 pada ulangan ke-2
- E31 = perlakuan E3 pada ulangan ke-1
- E32 = perlakuan E3 pada ulangan ke-2
3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian pembuatan mi basah tempe dan wortel dilakukan di rumah peneliti
yang beralamat Jl. Harapan Pasti Barat Gg. Swadaya No. 1 Medan. Sedangkan
pelaksanaan uji daya terima mi basah tempe dan wortel dilakukan di Laboratorium
Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM-USU)
Medan.
3.2.2.Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2013 sampai dengan bulan September
2013.
3.3. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah mi basah yang terbuat dari campuran tepung
terigu, tempe dan wortel sebanyak (50%,30%, 20%), (50%, 25%, 25%) dan (50%,
,20%, 30%,).
3.4. Defenisi Operasional
1. Mi basah adalah mie yang dihasilkan dari pencampuran tepung terigu, tempe dan
wortel yang diolah dengan cara direbus.
2. Uji daya terima adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya
terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik tiga titik sebagai acuan.
3. Uji daya terima terhadap warna adalah pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui tingkat daya terima konsumen terhadap corak rupa yang ditimbulkan
4. Uji daya terima terhadap aroma adalah pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui tingkat daya terima konsumen terhadap bau khas mi basah berbasis
tempe dan wortel.
5. Uji daya terima terhadap rasa adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
tingkat daya terima konsumen terhadap rasa mi basah berbasis tempe dan wortel.
6. Uji daya terima terhadap tekstur adalah pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui tingkat daya terima konsumen terhadap konsistensi atau kekenyalan
yang ditimbulkan oleh mi basah berbasis tempe dan wortel.
7. Panelis adalah mahasiswa yang diuji tingkat kesukaannya terhadap mi basah
berbasis tempe dan wortel yaitu sebanyak 30 orang panelis.
3.5. Alat dan Bahan
3.5.1. Alat
Alat yang dugunakan dalam penelitian ini adalah :
a. timbangan g. blender
b. alat pencetak mi (ampia) h. kompor gas
c. pisau i. baskom
d. talenan j. tirisan
e. panci k. sendok
f. kemasan mi g. gelas ukur
3.5.2. Bahan
Penggunaan bahan di dalam eksperimen ini dipilih bahan yang berkualitas
kadaluarsa. Adapun bahan yang digunakan di dalam eksperimen ini yaitu tepung
terigu hard flour merk “cakra kembar”, tempe, wortel, telur, dan garam.
Untuk menghasilkan mie basah dengan penambahan tempe dan wortel yang
berkualitas perlu perbandingan ukuran bahan-bahan. Adapun perbandingan ukuran
bahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti pada table 3.2.
Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Penelitian
Bahan Perlakuan
Berat total dari bahan utama = 500 gram
Tepung terigu 50% = 50% x 500 gram = 250 gram
Pembuatan bubur tempe di dalam penelitian ini dipilih tempe yang bagus dan
tidak busuk. Tempe dipotong dengan ukuran kurang lebih 1 cm x 0,5 cm dengan
pisau. Kemudian tempe diblender dengan air sebanyak 15 ml sampai halus selama 3
menit sehingga menghasilkan bubur tempe. Untuk lebih jelas proses penghalusan
Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Bubur Tempe
b. Pembuatan bubur wortel
Pembuatan bubur wortel dilakukan dengan memberikan perlakuan
pendahuluan yaitu memilih wortel yang tidak busuk dan dalam keadaan segar. Wortel
dicuci dengan air mengalir. Kemudian wortel dikupas untuk menghilangkan kulitnya
dan dipotong keci-kecil dengan ukuran kurang lebih 1 cm x 0,5 cm dengan pisau.
Kemudian wortel diblender dengan air sebanyak 15 ml sampai halus selama 5 menit
sehingga menghasilkan bubur wortel. Untuk lebih jelas proses pembuatan bubur
wortel dapat dilihat dengan diagram alir gambar 3.2 di bawah ini. Tempe
Bubur tempe Pengirisan/ ukuran
kecil-kecil ± 1 cm x 0,5 cm dengan pisau
Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Bubur Wortel
c. Pencampuran bahan
Pencampuran tepung terigu, bubur tempe dan bubur wortel yang sudah
dihaluskan dengan perbandingan E1 : 50% : 30% : 20%, E2 : 50% : 25% : 25%, dan
E3 : 50% : 20% : 30% dengan perlakuan total 500 g. Kemudian dilakukan
pencampuran dengan bahan lainnya yaitu garam 10 g, telur 50 g, 30 ml sari wortel
yang sudah dipisahkan dari seratnya dan diletakkan dalam baskom. Secara
perlahan-lahan, campuran tersebut diaduk rata dengan menggunakan mixer.
d. Pengulenan Adonan
Adonan yang sudah membentuk gumpalan selanjutnya diuleni. Pengulenan
dilakukan secara berulang-ulang selama sekitar 15 menit.
e. Pembentukan Lembaran
Wortel
Diblender selama 5 menit Pengirisan/ ukuran
kecil-kecil ± 1 cm x 0,5 cm dengan pisau Pengupasan kulit wortel
Pencucian wortel
Adonan yang sudah kalis selanjutnya dimasukkan ke dalam alat pelempeng.
Dalam mesin pelempeng, adonan akan dibentuk menjadi lembaran-lembaran.
Awalnya lembaran yang didapat adalah lembaran yang masih tebal, kemudian
dilakukan beberapa kali penipisan, dimana penipisan ini dilakukan secara bertahap
agar lembaran yang terbentuk tidak mudah sobek.
f. Pencetakan Mi
Lembaran mi dimasukkan ke dalam alat pemotong mi dan alat diputar sampai
lembaran mi terpotong habis.
g. Perebusan
Setelah mi terbentuk lalu dilakukan proses perebusan. Air dimasukkan ke
dalam panci, kemudian dimasak sampai mendidih. Mi dimasak selama 2 menit pada
suhu 100 oC sambil diaduk perlahan. Api yang digunakan untuk merebus mi harus
besar supaya waktu perebusan singkat. Apabila waktu perbusan lama, mi akan
menjadi lembek.
h. Pendinginan
Mi hasil perebusan kemudian ditiriskan dalam wadah. Selanjutnya,
didinginkan dan bisa ditambahkan minyak makan agar tekstur mi lebih kelihatan
halus dan antar pilinan tidak lengket. Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat pada
Mi Basah Daya Terima
Gambar 3.3. Diagram Alir Pembuatan Mi Basah
Tempe T1 = 30 % T2 = 25 % T3 = 20 %
Wortel W1 = 20 % W2 = 25 % W3 = 30 % Tepung terigu 50 %
Pencampuran bahan (mixer)
Pengulenan adonan selama 15 menit
Bahan : Garam 10 g Telur 50 g
Pembentukan lembaran
Pembentukan mi dengan ampia
Perebusan 100ºC selama 2 menit
Penirisan
3.6.2. Uji Daya Terima Mi Basah
Penilaian secara subjektif dilakukan dengan uji organoleptik. Uji organoleptik
adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan
adalah uji kesukaan/hedonik menyatakan suka/tidaknya terhadap suatu produk.
Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya
terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai
acuan, namun mempermudah penelis dan peneliti skala ini diperkecil menjadi 3
tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang paing tinggi adalah
3. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai
dengan tabel 3.3 berikut :
Tabel 3.3 Tingkat Penerimaan Konsumen
Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik
Warna Suka
Untuk penilaian kesukaan/analisa sifat sensoris suatu komoditi diperlukan alat
instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang/kelompok orang yang disebut panel,
orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis.
a. Waktu dan tempat
Penilaian uji daya terima terhadap mi basah dengan penambahan tempe dan
wortel hasil percobaan dilaksanakan di Laboratorium Gizi, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, September 2013
b. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada mi basah dengan penambahan tempe dan wortel
adalah tepung terigu, tempe dan wortel, sedangkan alat yang digunakan adalah
formulir penilaian, alat tulis dan air minum dalam kemasan.
2. Langkah-langkah Pada Uji Daya Terima
a. Mempersilahkan panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan.
b. Membagikan sampel dengan kode sesuai variasi, air minum dalam kemasan,
formulir penilaian dan alat tulis.
c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara
pengisisan formulir.
d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan
penilaian pada lembar formulir penilaian.
e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.
f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis dengan
menggunakan analisis sidik ragam.
3.6.3. Panelis
Panelis dalam penelitian ini adalah panelis tidak terlatih yaitu mahasiswa
FKM USU sebanyak 30 orang yang digunakan untuk menguji tingkat kesukaan mi
Syarat-syarat menjadi panelis yaitu antara lain sehat secara fisik dan mental
(lahir dan batin), tidak merokok, tidak lelah, dan bisa bekerja sama.
3.6.4. Perhitungan Zat Gizi Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel
Perhitungan zat gizi mi basah dengan penambahan tempe dan wortel
dilakukan dengan pendekatan perhitungan zat gizi pada bahan pembuatan mi dengan
menggunakan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan). Pada penelitian ini, akan
dihitung komposisi zat gizi mi basah yaitu protein, lemak, karbohidrat, serat,
kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, vitamin A, tiamin, riboflavin, niasin, vitamin
C, dan air.
3.7. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif persentase, kemudian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada
masing-masing perlakuan maka digunakan analisis sidik ragam. Analisis deskriptif
persentase ini digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang
diujikan. Untuk mengetahui tigkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis deskriptif
kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis
dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase
dirumuskan sebagai berikut
% = x 100
Keterangan :
% = skor presentase