UJI DAYA SIMPAN DAN VIABILITAS BENIH KARET
(
Hevea brasiliensis
Muell-Arg.) TANPA CANGKANG
TERHADAP KONSENTRASI LARUTAN OSMOTIK
DAN WAKTU PENGERINGAN
NIKKO SEPTIAN FAZILLA 090301033
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UJI DAYA SIMPAN DAN VIABILITAS BENIH KARET
(
Hevea brasiliensis
Muell-Arg.) TANPA CANGKANG
TERHADAP KONSENTRASI LARUTAN OSMOTIK
DAN WAKTU PENGERINGAN
SKRIPSI
Oleh:
NIKKO SEPTIAN FAZILLA 090301033
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UJI DAYA SIMPAN DAN VIABILITAS BENIH KARET
(
Hevea brasiliensis
Muell-Arg.) TANPA CANGKANG
TERHADAP KONSENTRASI LARUTAN OSMOTIK
DAN WAKTU PENGERINGAN
SKRIPSI
Oleh:
NIKKO SEPTIAN FAZILLA
090301033/BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi :
Uji daya simpan dan viabilitas benih karet (Hevea brasiliensis Muell-Arg.) tanpa cangkang terhadap
konsentrasi larutan osmotik dan waktu pengeringan Nama : Nikko Septian Fazilla
NIM : 090301033
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
Diketahui Oleh:
(Dr. Ketua Program Studi Agroekoteknologi
NIP. 1964 0620 1998 0320 01
Tanggal lulus:
(Ir.Charloq, MP.) .
Ketua Komisi Pembimbing NIP: 1961 1109 1986 01 2001
ABSTRAK
NIKKO SEPTIAN FAZILLA: Uji Daya Simpan dan Viabilitas Benih Karet (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) Tanpa Cangkang Terhadap Konsentrasi Larutan Osmotik dan Waktu Pengeringan dibimbing oleh CHARLOQ dan ROSITA SIPAYUNG.
Benih karet merupakan benih rekalsitran memiliki daya simpan yang rendah, sehingga cepat mengalami kemunduran (deteriorasi), oleh sebab itu dibutuhkan perlakuan khusus pada periode penyimpanan untuk mempertahankan viabilitas benih. Penggunaan konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 dan pengeringan sangat membantu dalam penyimpanan benih rekalsitran karena memiliki potensi osmotikum sel yang dapat membatasi perubahan kadar air dan oksigen pada benih. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan konsentrasi larutan osmotik dan lama pengeringan yang optimal untuk mempertahankan viabilitas benih karet (Hevea brasiliensis Muell-arg.). Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2013 di Laboratorium Dasar Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan dua faktor perlakuan dan tiga ulangan. Faktor pertama perlakuan konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 terdiri dari 0, 15, 30, dan 45 (% w/v) dan faktor kedua yaitu waktu pengeringan terdiri dari 0, 4, 8, 12, 16 (jam). Parameter diamati benih berjamur dan berkecambah di penyimpanan, kadar air sebelum dan sesudah masa penyimpanan, daya kecambah benih, indeks vigor, kecepatan tumbuh benih, potensi tumbuh maksimum, jumlah daun, dan tinggi tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan kosentrasi larutan osmotik PEG 6000 30% w/v berbeda nyata dalam menekan benih berkecambah dan benih berjamur dalam penyimpanan sampai 0% dan 5,25% dengan daya kecambah benih 72,44%. Waktu pengeringan 4 jam adalah yang terbaik dalam menekan benih berkecambah dan benih berjamur dalam penyimpanan hingga 0,10% sampai dan 8,65% dengan daya kecambah benih 77,22%. Konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 30% w/v dan waktu pengeringan 4 jam merupakan kombinasi perlakuan yang terbaik dimana dapat menekan benih berkecambah dalam penyimpanan sampai 0% dan dapat menekan benih berjamur hingga 8,33% dengan daya kecambah benih 77,78%.
ABSTRACT
NIKKO SEPTIAN FAZILLA: The Test of Storage Capacity and Seed Viability of Rubber (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) devoid of Shells to The Osmotic Solution Concentration and Drying Time, Supervised by CHARLOQ and ROSITA SIPAYUNG.
The seed of Rubber is a kind of recalcitrant seeds which is have a low shelf life with the result that quickly in deterioration so it needed a special treatment in storage period to maintain the seed viability. By using the osmotic solution concentration of Polyethylene Glycol 6000 and drying which is very helpful in recalcitrant seed storage due to it has osmotic cell potential to restrict the alteration of water and oxygen capacity in seed. This research aimed to get the optimal of osmotic solution concentrations and drying time to maintain the seed viability of Rubber. It conducted since April until June 2013 in Laboratory of Plant Breeding, Agriculture Faculty, University of Sumatera Utara. The research uses the completely randomized design with two treatments as factor and three replications. The first factor is osmotic solution concentration of PEG 6000 of PEG 6000 : 0, 15, 30, and 45 (% w/v) and other factor is drying time : 0, 4, 8, 12, 16 (hours). Observation parameter is fungal attacks and germinate seed in storage, water content before and after storage period, seed germination, vigor index, seed growth rate, maximum potential growth, number of leafs and height of plants.
The results showed the osmotic solution concentration of PEG 6000 30% w / v significantly in suppressing seed germination and fungal attacks at seed in storage up to 0% and 5.25% to 72.44% seed germination. 4 hours drying time is the best in suppressing seed germination and fungal attacks at seed in storage and up to 0.10% to 8.65% with 77.22% seed germination. The osmotic solution concentrations of PEG 6000 30% w / v and 4-hour drying time is the best combination of treatments which can suppress the seeds germinate in storage up to 0% and fungal attacks at seeds can be pressed up to 8.33% with 77.78% seed germination.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Perk Aek Tarum, pada tanggal 03 September 1991
dari ayah Tukijo dan ibu Rita Kamsiar. Penulis merupakan anak kelima dari 5
bersaudara.
Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bandar Pulau, Kab. Asahan
dan pada tahun 2009 terdaftar sebagai mahasiswa program studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur
Pemandu Minat dan Prestasi (PMP).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi
kemahasiswaan diantaranya anggota Departemen Infotas. BKM Al-Mukhlisin FP
USU 2009/2011, anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi
(HIMAGROTEK), menjadi Asisten Laboratorium Teknologi Benih di Fakultas
Pertanian USU, mengikuti Indofood Leadership Camp di Akademi Militer
Magelang, Yogyakarta, mengikuti kompetisi nasional “Youth Power UGM” di
Fakultas ISIP, UGM, Yogyakarta.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di PT. Bakrie Sumatera
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul Uji Daya Simpan dan Viabilitas Benih Karet (Hevea brasiliensis
Muell-Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Konsentrasi Larutan Osmotik dan Waktu Pengeringan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara, dan
mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada
Ibu Ir. Charloq, MP sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu
Ir. Rosita Siayung, MP sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai
dari penyusunan sampai selesainya skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Abu Yazid SP.
M.Stat selaku konsultan statistika, kepada semua staf pengajar dan pegawai di
Program Studi Agroekoteknologi, serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat khusus untuk peneliti selanjutnya dan
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN
Pelapisan Benih (Seed Coating) ... 16
Penggunaan Larutan Osmotik ... 18
Pengeringan ... 21
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 27
Bahan dan Alat Penelitian ... 27
Metode Penelitian ... 27
Peubah Amatan ... 29
Pelaksanaan Penelitian ... 31
Sumber benih ... 31
Pemberian fungisida ... 32
Perlakuan konsentrasi PEG ... 32
Hal.
Penyimpanan benih ... 32
Pengecambahan benih ... 32
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan benih pada penyimpanan ... 33
Persentasi benih berkecambah pada penyimpanan (%) ... 33
Persentasi benih berjamur pada penyimpanan (%) ... 37
Kadar air (%) ... 41
Pengujian benih setelah penyimpanan ... 48
Uji daya kecambah benih (%) ... 48
Indeks vigor ... 52
Kecepatan tumbuh benih (%/Etmal) ... 55
Potensi tumbuh maksimum (%) ... 59
Jumlah daun (Helai) ... 62
Tinggi tanaman (cm) ... 66
Pengamatan bibit di lapangan ... 67
Tinggi tanaman di lapangan (cm) ... 67
Diameter batang di lapangan (mm) ... 69
Jumlah daun di lapangan (helai) ... 72
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan…. ... 76
Saran………… ... 76 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Rataan persentase benih berkecambah pada penyimpanan (%) ... 33
2. Rataan persentase benih berjamur di penyimpanan (%) ... 38
3. Rataan kadar air benih sebelum penyimpanan (%) ... 42
4. Rataan kadar air benih setelah penyimpanan (%) ... 45
5. Rataan daya kecambah benih (%) ... 49
6. Rataan indeks vigor (%) ... 52
7. Rataan kecepatan tumbuh benih (%) ... 56
8. Rataan potensi tumbuh maksimum (%) ... 59
9. Rataan tinggi tanaman (cm) ... 63
10.Rataan jumlah daun (helai) ... 66
11.Tinggi tanaman di lapangan (cm) ... 67
12.Diameter batang di lapangan (mm) ... 69
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Pengaruh konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 terhadap benih
berkecambah pada penyimpanan (%) ... 34
2. Pengaruh waktu pengeringan terhadap benih berkecambah pada
penyimpanan (%) ... 36
3. Pengaruh konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 terhadap benih berjamur di penyimpanan (%) ... 38
4. Pengaruh waktu pengeringan terhadap benih berjamur
di penyimpanan (%) ... 40
5. Pengaruh konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 terhadap kadar air benih sebelum penyimpanan (%) ... 43
6. Pengaruh waktu pengeringan terhadap kadar air benih sebelum
penyimpanan (%) ... 44
7. Pengaruh konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 terhadap kadar air benih setelah penyimpanan (%) ... 46
8. Pengaruh waktu pengeringan terhadap kadar air benih setelah
penyimpanan (%) ... 47
9. Pengaruh konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 terhadap daya kecambah benih (%) ... 49
10.Pengaruh waktu pengeringan terhadap daya kecambah benih (%) ... 51
11.Pengaruh konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 terhadap indeks vigor (%) ... 53
12.Pengaruh waktu pengeringan terhadap indeks vigor (%) ... 54
13.Pengaruh konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 terhadap kecepatan
tumbuh benih (%) ... 56
14.Pengaruh waktu pengeringan terhadap kecepatan tumbuh benih (%) ... 58
15.Pengaruh konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 terhadap potensi tumbuh maksimum (%) ... 60
17.Pengaruh konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 terhadap jumlah daun (helai) ... 63
18.Pengaruh waktu pengeringan terhadap jumlah daun (helai) ... 65
19.Pengaruh konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 terhadap tinggi
tanaman (cm) ... 67
20.Pengaruh waktu pengeringan terhadap tinggi tanaman (cm) ... 68
21.Pengaruh konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 terhadap tinggi
tanaman di lapangan (cm) ... 67
22.Pengaruh waktu pengeringan terhadap tinggi tanaman di lapangan (cm) ... 68
23.Pengaruh konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 terhadap diameter batang di lapangan (cm) ... 67
24.Pengaruh waktu pengeringan terhadap diameter batang di lapangan (cm) ... 68
25.Pengaruh konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 terhadap jumlah daun di lapangan (helai) ... 63
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1. Hasil pengamatan benih berkecambah pada penyimpanan (%) ... 76
2. Hasil pengamatan benih berkecambah pada penyimpanan (%) (Transformasi Arcsin) ... 77
3. Hasil analisis sidik ragam benih berkecambah pada penyimpanan (%)(Transformasi Arcsin) ... 77
4. Hasil pengamatan benih berjamur di penyimpanan (%) ... 78
5. Hasil pengamatan benih berjamur pada penyimpanan (%) (transformasi ��) ... 79
6. Hasil analisis sidik ragam benih berjamur pada penyimpanan (%) (transformasi ��) ... 79
7. Hasil pengamatan kadar air benih sebelum penyimpanan (%) ... 80
8. Hasil analisis sidik ragam kadar air benih sebelum penyimpanan (%) ... 80
9. Hasil pengamatan kadar air benih setelah penyimpanan (%) ... 81
10.Hasil analisis sidik ragam kadar air benih setelah penyimpanan (%) ... 81
11.Hasil pengamatan daya kecambah benih (%) ... 82
12.Hasil analisis sidik ragam daya kecambah benih (%) ... 82
13.Hasil pengamatan indeks vigor (%) ... 83
14.Hasil pengamatan indeks vigor (%)(transformasi Arcsine) ... 84
15.Hasil analisis sidik ragam indeks vigor (%)(transformasi Arcsine)... 84
16.Hasil pengamatan kecepatan tumbuh benih (%/Etmal) ... 85
17.Hasil pengamatan kecepatan tumbuh benih (%/Etmal) (transformasi ��) .... 86
18.Hasil analisis sidik ragam kecepatan tumbuh benih (%)(transformasi ��) ... 86
19.Hasil pengamatan potensi tumbuh maksimum (%) ... 87
21.Hasil analisis sidik ragam potensi tumbuh maksimum (%)
(transformasi Arcsin ) ... 88
22.Hasil pengamatan jumlah daun (helai) ... 89
23.Hasil analisis sidik ragam jumlah daun (helai) ... 89
24.Hasil pengamatan tinggi tanaman (cm)... 90
25.Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) ... 90
26.Deskripsi klon PB 260 ... 91
27.Bagan penelitian ... 92
28.Jadwal penelitian………... ... ...93
ABSTRAK
NIKKO SEPTIAN FAZILLA: Uji Daya Simpan dan Viabilitas Benih Karet (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) Tanpa Cangkang Terhadap Konsentrasi Larutan Osmotik dan Waktu Pengeringan dibimbing oleh CHARLOQ dan ROSITA SIPAYUNG.
Benih karet merupakan benih rekalsitran memiliki daya simpan yang rendah, sehingga cepat mengalami kemunduran (deteriorasi), oleh sebab itu dibutuhkan perlakuan khusus pada periode penyimpanan untuk mempertahankan viabilitas benih. Penggunaan konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 dan pengeringan sangat membantu dalam penyimpanan benih rekalsitran karena memiliki potensi osmotikum sel yang dapat membatasi perubahan kadar air dan oksigen pada benih. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan konsentrasi larutan osmotik dan lama pengeringan yang optimal untuk mempertahankan viabilitas benih karet (Hevea brasiliensis Muell-arg.). Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2013 di Laboratorium Dasar Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan dua faktor perlakuan dan tiga ulangan. Faktor pertama perlakuan konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 terdiri dari 0, 15, 30, dan 45 (% w/v) dan faktor kedua yaitu waktu pengeringan terdiri dari 0, 4, 8, 12, 16 (jam). Parameter diamati benih berjamur dan berkecambah di penyimpanan, kadar air sebelum dan sesudah masa penyimpanan, daya kecambah benih, indeks vigor, kecepatan tumbuh benih, potensi tumbuh maksimum, jumlah daun, dan tinggi tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan kosentrasi larutan osmotik PEG 6000 30% w/v berbeda nyata dalam menekan benih berkecambah dan benih berjamur dalam penyimpanan sampai 0% dan 5,25% dengan daya kecambah benih 72,44%. Waktu pengeringan 4 jam adalah yang terbaik dalam menekan benih berkecambah dan benih berjamur dalam penyimpanan hingga 0,10% sampai dan 8,65% dengan daya kecambah benih 77,22%. Konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 30% w/v dan waktu pengeringan 4 jam merupakan kombinasi perlakuan yang terbaik dimana dapat menekan benih berkecambah dalam penyimpanan sampai 0% dan dapat menekan benih berjamur hingga 8,33% dengan daya kecambah benih 77,78%.
ABSTRACT
NIKKO SEPTIAN FAZILLA: The Test of Storage Capacity and Seed Viability of Rubber (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) devoid of Shells to The Osmotic Solution Concentration and Drying Time, Supervised by CHARLOQ and ROSITA SIPAYUNG.
The seed of Rubber is a kind of recalcitrant seeds which is have a low shelf life with the result that quickly in deterioration so it needed a special treatment in storage period to maintain the seed viability. By using the osmotic solution concentration of Polyethylene Glycol 6000 and drying which is very helpful in recalcitrant seed storage due to it has osmotic cell potential to restrict the alteration of water and oxygen capacity in seed. This research aimed to get the optimal of osmotic solution concentrations and drying time to maintain the seed viability of Rubber. It conducted since April until June 2013 in Laboratory of Plant Breeding, Agriculture Faculty, University of Sumatera Utara. The research uses the completely randomized design with two treatments as factor and three replications. The first factor is osmotic solution concentration of PEG 6000 of PEG 6000 : 0, 15, 30, and 45 (% w/v) and other factor is drying time : 0, 4, 8, 12, 16 (hours). Observation parameter is fungal attacks and germinate seed in storage, water content before and after storage period, seed germination, vigor index, seed growth rate, maximum potential growth, number of leafs and height of plants.
The results showed the osmotic solution concentration of PEG 6000 30% w / v significantly in suppressing seed germination and fungal attacks at seed in storage up to 0% and 5.25% to 72.44% seed germination. 4 hours drying time is the best in suppressing seed germination and fungal attacks at seed in storage and up to 0.10% to 8.65% with 77.22% seed germination. The osmotic solution concentrations of PEG 6000 30% w / v and 4-hour drying time is the best combination of treatments which can suppress the seeds germinate in storage up to 0% and fungal attacks at seeds can be pressed up to 8.33% with 77.78% seed germination.
PENDAHULUAN
Latar BelakangTanaman karet merupakan tanaman tahunan yang termasuk kelompok
MPTS (Multi Purpose Tree Species) yaitu mampu memberikan manfaat dalam
pelestarian lingkungan, terutama dalam hal penyerapan CO2 dan penghasil O2
karena tanaman karet memilki bentuk kanopi daun yang luas dan lebat. Bahkan
dimasa yang akan datang, tanaman karet merupakan sumber kayu yang potensial
yang dapat mensubtitusi kebutuhan kayu hutan alam yang dari tahun ke tahun
ketersediaannya semakin menurun.
Indonesia merupakan negara kedua penghasil karet alami di dunia (sekitar
28 persen dari produksi karet dunia di tahun 2010), sedikit di belakang Thailand
(sekitar 30 persen). Pengembangan karet Indonesia dalam kurun waktu 3 dekade
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam kurun waktu lima tahun
terakhir, peningkatan ekspor karet cukup signifikan, dari volume ekspor tahun
2002 sebesar 1.496 ribu ton senilai US$ 1.038 juta meningkat menjadi 2.100 ribu
ton pada tahun 2009 Sedangkan dari aspek penyerapan tenaga kerja, pertanaman
karet mampu menyerap lebih dari 2 juta tenaga kerja, belum termasuk
tenaga kerja yang terserap dalam berbagai sub sistem lainnya
(Direktorat Jendral Perkebunan, 2012).
Di masa depan, permintaan karet alami masih cukup signifikan, karena
didorong oleh pertumbuhan industri otomotif yang tentunya memerlukan ban
maupun penggunaan lainnya yang berbahan baku karet alami. Harga karet sintetik
sebagai alternatif bahan karet yang terbuat dari minyak bumi akan sangat
terhadap eksplorasi minyak bumi sehingga produksi karet sintetis akan
terbatas.Selain itu, karet alami memiliki keunggulan dibandingkan dengan karet
sintetis seperti tingkat elastisitas yang tinggi dan ketahanannya terhadap panas.
Sehubungan dengan peningkatan kebutuhan karet maka diperlukan
teknologi dalam pengusahaan karet. Salah satu komponen teknologi terpenting
dalam pengusahaan karet adalah benih karena kualitas maupun kuantitas benih
secara langsung akan mempengaruhi produktivitas perkebunan karet. Karena itu
tersedianya benih karet berkualitas baik dalam jumlah yang cukup merupakan
faktor yang menentukan dalam keberhasilan perusahaan (Charloq, 2004).
Dalam rangka pemenuhan bibit tanaman berkualitas, perlu diperhatikan
dua faktor penting didalam penyediaan benihnya khususnya untuk bahan
penanaman di persemaian yaitu kualitas dan kuantitas benih.Penyediaan benih
yang berkualitas baik dan dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu sangat
menentukan keberhasilan sesuatu persemaian.Seringkali terjadi kekurangan benih
bukan disebabkan kurangnya jumlah/berat benih yang tersedia, tetapi karena
kualitas benihnya yang jelek.Hal ini dapat terjadi bagi suatu daerah yang tidak
memiliki stok benih jenis tertentu sehingga harus didatangkan dari luar
(Prihastanti, 2010).
Tanaman karet memiliki sifat benih rekalsitran, kesulitan dan
permasalahan penanganan benih rekalsitran yaitu cepat menurunnya viabilitas
benih sejalan dengan menurunnya kadar air dan kecepatan kerusakan sel akibat
pengeringan dan temperatur rendah (Yuniarti, dkk, 2008). Disamping itu
perkecambahan sangat cepat, infeksi cendawan, toksikasi benih oleh senyawa
merupakan masalah yang sukar diatasi dalam pengiriman dan usaha
memperpanjang masa viabilitas benih karet.
Dalam pengadaan benih untuk kegiatan penanaman dilapangan diperlukan
suatu kegiatan pengangkutan atau transportasi dari lokasipengumpulan benih
menuju kelokasi penanaman di lapangan. Jadi benih akan mengalami proses
penyimpanan selama transportasi berlangsung. Lamanyatransportasi dan media
penyimpanan akan berpengaruh terhadap viabilitas benih. Untuk mangatasi
permasalahan pengadaan dan penanganan benih diperlukan suatu penelitian
mengenai teknik pengemasan dan media penyimpanan benih yang dapat
mempertahankan viabilitas benih sebelum digunakan dalam penanaman.
Penyimpanan benih karet bertujuan untuk mempertahankan viabilitas
benih dengan menciptakan kondisi lingkungan simpan yang optimum, kondisi ini
diperlukan agar benih tidak berkecambah dan busuk atau berjamur dalam
penyimpanan danmampu berkecambah pada saat ditanam.Dalam berbagai
penelitian telah dicoba dengan menggunakan media simpan serbuk gergaji
lembab, sekam padi, abu sekam padi, serbuk arang, dan dengan tanah liat.Namun
yang sering digunakan adalah serbuk gergaji lembab, namun cara ini masih
sangat konvensional. Mengingat serbuk gergaji yang berasal dari kayu lama
kelamaan akan mengalami kelangkaan sehingga sulit untuk diperoleh, mudah
melapuk sehingga sangat mudah memicu serangan jamur.
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya teknologi alternatif
menggantikan serbuk gergaji lembab.Untuk biji karet yang telah dikupas telah
dicoba menggunakan larutan osmotik salah satunya adalah Polyethylene
potensial air.Besarnya penurunan potensial air sangat bergantung pada penurunan
konsentrasi larutan PEG.Keadaan seperti ini dimanfaatkan untuk simulasi
penurunan potensial air.Potensial air dalam media yang mengandung PEG dapat
digunakan untuk meniru besarnya potensial air benih (Sofinoris, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang uji
daya simpan dan viabilitas benih karet (Hevea brasiliensis muell-arg.) tanpa
cangkang dengan pemberian larutan osmotik Polyethylene Glycol-6000 dan
waktu pengeringan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi larutan osmotik
danlama pengeringan yang optimaluntuk mempertahankan viabilitas benih karet
(Hevea brasiliensis Muell-arg.).
Hipotesis Penelitian
Ada perbedaan yang nyata pada daya simpan dan viabilitas benih karet
(Hevea brasiliensis Muell-arg.) akibat berbagai konsentrasi larutan osmotik dan
perbedaan waktu pengeringan serta interaksi keduanya.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan dan diharapkan dapat pula berguna untuk
TINJAUAN PUSTAKA Benih Karet
Biji karet tergolong biji rekalsitran dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1)
biji tidak pernah kering di pohon, tetapi akan merekah dan jatuh daripohon setelah
masak dengan kadar air sekitar 35%; (2) biji tidak tahan kekeringan dan tidak
mempunyai masa dormansi, dan biji akan mati bila kadar air sampai di bawah
nilai titik kritis yaitu 12%; (3) biji tidak dapat dikeringkan karena akan mengalami
kerusakan, sehingga tidak dapat disimpan pada kondisi lingkungan kering; (4)
viabilitas atau daya tumbuh biji cepat menurun walaupun dipertahankan dalam
kondisi lembap, dan daya simpannya umumnya singkat; (5) dalam proses
konservasi, biji dipertahankan dalam keadaan lembap (kadar air 32-35%); (6) biji
dengan kadar air 32-35%, jika disimpan pada suhu di bawah 0oC akan mengalami pembekuan sel; dan (7) kisaran suhu penyimpanan biji karet yang baik adalah
7-10oC, karena pada kondisi ini belum mengalami pembekuan sel (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009).
Biji karet memiliki daya kecambah baik adalah biji yang masih dalam
keadaan segar. Artinya, baru jatuh dari pohonnya atau paling lambat empat hari
setelah jatuh.Tidak disarankan menggunakan biji-biji yang dikumpulkan pada hari
pertama pengumpulan karena tidak diketahui kapan biji-biji tersebut jatuh. Pada
pengumpulan hari pertama bisa jadi biji-biji tersebut sudah jatuh pada beberapa
minggu atau bahkan beberapa bulan sebelumnya, sehingga sudah tidak segar lagi
(Damanik, dkk, 2010).
Daya kecambah biji karet sangat erat kaitannya dengan tingkat kemasakan
atau pada saat tidak ada lagi pertambahan berat kering dan kadar airnya sudah
konstan. Biji yang dipanen pada saat masak fisiologis mempunyai daya kecambah
97-100%. Panen biji yang terbaik adalah pada saat masak fisiologis dengan cara
memetik buah di pohon, karena pada saat itu bobot kering dan kejaguran benih
mencapai maksimum. Namun untuk keperluan skala besar, cara ini sulit dilakukan
dan tidak ekonomis (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009).
Cara lain untuk mengetahui daya kecambah biji adalah melalui
pembelahan. Pembelahan ini dilakukan dengan metode sample.Sekitar 100 biji
karet dari 200 kg biji diambil secara acak dan kemudian dibelah menggunakan
batu atau palu.Setelah dibelah, ada enam kriteria daya kecambah biji karet yang
bisa disimpulkan berdasarkan warna belahannya.Keenam kriteria tersebut sebagai
berikut. (1) Belahan biji berwarna putih dinilai sangat baik. (2) Belahan biji
berwarna kekuningan dinilai baik. (3) Belahan biji kekuningan agak kehijauan
dinilai cukup baik. (4) Belahan biji kekuningan berminyak dinilai jelek.
(5) Belahan biji kekuningan gelap dinilai rusak. (6) Belahan biji kecokelatan
hingga kehitaman dinilai busuk (Damanik, dkk, 2010).
Saat ini biji yang dianjurkan sebagai benih untuk batang bawah berasal
dari klon GT 1, AVROS 2037, BPM 24, PB 260, dan RRIC 100. Biji dari klon
LCB 1320, PR 228, dan PR 300 masih boleh digunakan.Produksi biji karet
ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain klon, jarak tanam, gangguan penyakit,
umur tanaman, perawatan kebun (pemupukan), sifat fertilitas, jumlah bunga, dan
iklim. Beberapa klon yang mempunyai produksi biji yang tinggi adalah GT 1,
AVROS 2037, PR 228, BPM 24, dan PB 260, sedangkan klon PR 300 produksi
bervariasi, yaitu sekitar 3.000-450.000 butir/ha/tahun. Berdasarkan hasil
pengamatan pada tahun 2007 di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sembawa,
Musi Landas, dan Melania, Sumatera Selatan, produksi biji klon GT 1,
BPM 24, dan PB 260 secara berurutan adalah 397.000 butir,
451.000 butir, dan 337.000 butir/ha/tahun untuk kerapatan 528 pohon/ha
(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009).
Penyimpanan Benih
Perlakuan yang terbaik pada benih ialah menanam benih atau disemaikan
segera setelah benih-benih itu dikumpulkan atau dipanen, jadi mengikuti cara-cara
alamiah, namun hal ini tidak selalu mungkin karena musim berbuah tidak selalu
sama, untuk itu penyimpanan benih perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan
benih saat musim tanam tiba. Tujuan penyimpanan yaitu menjaga biji agar tetap
dalam keadaan baik (daya kecambah tetap tinggi), melindungi biji dari serangan
hama dan jamur.,mencukupi persediaan biji selama musim berbuah tidak dapat
mencukupi kebutuhan (Sahupala, 2007).
Benih bermutu tinggi mencakup mutu genetis,mutu fisis dan mutu
fisiologis memerlukan penanganan yang terencana dengan baik sejak tanaman
dilapang, pengolahan, penyimpanan dan distribusi.Penyimpanan benih merupakan
suatu usaha untuk mempertahankan mutu benih sampai benih tersebut ditanam
oleh petani (Rahayu dan Widajati, 2007).
Menurut Sutopo (2002), penyimpanan benih adalah untuk
mempertahankan viabilitas yang maksimum selama mungkin, sehingga simpanan
energi yang dimiliki benih tidak menjadi bocor dan benih mempunyai cukup
waktu tertentu adalah agar benih dapat ditanam pada waktu yang diperlukan dan
untuk tujuan pelestarian benih dari suatu jenis tanaman.
Ada dua faktor yang penting selama penyimpanan benih yaitu, suhu dan
kelembaban udara.Umumnya benih dapat dipertahankan tetap baik dalam jangka
waktu yang cukup lama, bila suhu dan kelembaban udara dapat dijaga maka mutu
benih dapat terjaga.Untuk itu perlu ruang khusus untuk penyimpanan benih
(Sahupala, 2007).
Sedangkan menurut Kartasapoetra, (2003) benih sebagai organisme hidup,
penyimpanannya sangat ditentukan oleh kadar air benih, jenis benih, tingkat
kematangannya serta temperatur penyimpanan. Jadi dalam penyimpanannya
(sebagai organisme hidup yang melakukan respirasi), dimana respirasi ini
menghasilkan panas dan airdalam benih maka makin tinggi kadar airnya respirasi
dapat berlangsung dengan cepat yang dapat berakibat: berlangsungnya
perkecambahan, karena didukung oleh kelembaban lingkungan yang besar atau
tinggi; kelembaban lingkungan yang tinggi merupakan lingkungan yang cocok
bagi organisme perusak misalnya jamur, dengan demikian benih akan banyak
mengalami kerusakan.
Cara penyimpanan benih yang praktis dan murah dapat diupayakan
asalkan tetap memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hilangnya
viabilitas benih, seperti suhu, kelembaban relatif, kadar air benih, aerasi dan
aktifitas jamur. Benih yang bersifat rekalsitran ketika masak fisiologis memiliki
kadar air yang tinggi, yaitu lebih dari 40% sehingga tidak tahan disimpan lama.
benih akan mengalami kerusakan atau viabilitasnya akan menurun
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Viabilitas benih dapat diperpanjang bila benih disimpan pada kondisi yang
terlindung dari panas, uap, air dan oksigen. Tujuan utama penyimpanan benih
tanaman bernilai ekonomi ialah untuk mengawetkan cadangan bahan tanam dari
satu musim ke musim berikutnya (Justice and Bass, 2002).
Berdasarkan penelitian Sulaiman, dkk (2010) lama penyimpananbenih
menunjukkan perbedaan yang nyata. Suhu penyimpanan benih karet
ternyatamenyebabkan terjadinya perbedaan kadar air benih karet. Selama
penyimpanan 12hari dengan menggunakan suhu 20oC – 22oC ternyata menghasilkan kadar air benihkaret yang berbeda nyata antara suhu 20oC – 22oC dengan suhu 23oC – 26oC dansuhu 27oC – 30oC. Lama penyimpanan akan menurunkan kadar air benihsampai 29,9% (pada perlakuan suhu 23oC – 26oC. Tetapi, kadar air benih karet yangdisimpan dengan suhu 20oC – 22oC rata-rata tetap dapat mempertahankan kadar airbenih karet dibandingkan pada suhu 23oC – 26oC dan suhu 27oC – 30oC.Penurunan kadar air benih dengan tingginya suhu diduga adanya peningkatanpenguapan dari benih selama penyimpanan. Semakin
lama benih disimpan semakin turun kadar air benih karet karena tingginya laju
respirasi yang diduga diikuti oleh adanya penguapan yang tinggi daridalam benih.
Ketahanan benih untuk disimpan beraneka ragam tergantung dari jenis
benih, cara dan tempat penyimpanan. Tempat untuk menyimpan benih juga
bervariasi tergantung dari macam benih serta maksud dan lama penyimpanan
Umur simpan benih dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi lingkungan dan
perlakuan manusia. Daya simpan individu benih dipengaruhi oleh faktor sifat dan
kondisi seperti : pengaruh genetik, pengaruh kondisi sebelum panen, pengaruh
struktur dan komposisi benih, kulit benih, tingkat kemasakan, ukuran, dormansi,
kadar air benih, kerusakan mekanik dan vigor. Sedangkan pengaruh lingkungan
meliputi : suhu, kelembaban dan cahaya. Kondisi benih rekalsitran bergantung
pada kondisi akhir kadar air benih setelah penyimpanan, makin tinggi kadar air
benih makan semakin tinggi pula viabilitas benih tersebut
(Justice and Bass, 2002).
Viabilitas benih
Viabilitas benih dapat diuji dengan dua metode pengujian yaitu: 1. Metode
langsung menggunakan indikator pertumbuhan kecambah, 2. Metode tidak
langsung yang didasarkan pada proses metabolisma benih serta kondisi fisik yang
merupakan indikasi tidak langsung. Metode ini meliputi : uji tetrazolium, uji
hydrogen peroksida, uji eksisi embrio, uji belah dan uji konduktivitas
(Zanzibar, 2008).
Kemunduran benih dapat ditengarai secara biokimia dan fisiologi. Indikasi
biokimia kemunduran benih dicirikan antara lain penurunan aktivitas enzim,
penurunan cadangan makanan, meningkatnya nilai konduktivitas. Indikasi
fisiologi kemunduran benih antara lain penurunan daya berkecambah dan vigor.
Kebanyakan parameter biokimia yang digunakan untuk mengetahui viabilitas dan
vigor benih kedelai adalah secara umum seperti diatas, sedangkan keberadaan
makromolekul penyusun membran antara lain membran mitokondria dan enzim
Beberapa faktor yang mempengaruhi viabilitas benih rekalsitran antara
lain kadar air benih, kelembapan, suhu ruang simpan, wadah simpan dan periode
simpan. Kadar air benih sangat menentukan viabilitas benih untuk
mempertahankan daya simpannya, maka dari itu kadar air benih diusahakan tetap
tinggi atau diatas. Kadar air benih selama penyimpanan dipengaruhi oleh kadar air
awal dan kondisi ruang simpan. Semakin rendah kadar air benih selama
penyimpanan semakin cepat benih tersebut kehilangan viabilitasnya. Kondisi
simpan yang tepat dalam penyimpanan dapat mempertahankan vigor benih selama
penyimpanan, namun jika kondisi penyimpanan (Luhukay, 2012).
Kualitas benih dapat dilihat dari persentase perkecambahan, salah satu uji
konvensional yaitu mengecambahkan biji dan ditunggu sampai waktu tertentu
sampai biji-biji berkecambah (Saupe, 2009).Biji kakao merupakan biji rekalsitran
(tidak mempunyai masa dormansi).Pengiriman benih antar pulau dapat
mempengaruhi viabilitasnya. Salah satu indikasi fisiologi kemunduran benih
antara lain penurunan daya berkecambah dan vigor (Tatipata dkk., 2004).
Menurut Sutopo (2002) viabilitas benih dalampenyimpanan dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu:
a. Kandungan air benih
Benih yang akan disimpan sebaiknya memiliki kandungan air yang
optimal, yaitu 20% pada benih ortodok (seperti benih tembakau). Semakin tinggi
kandungan air dalam benih selama penyimpanan maka akan cepatsekali
b. Viabilitas awal benih
Benih yang akan disimpan harus mempunyai viabilitas awal
yangsemaksimum mungkin untuk mencapai waktu simpan yang lama. Karena
selama masa penyimpanan yang terjadi hanyalah kemunduran dari viabilitasawal
tersebut.Benih-benih dengan viabilitas awal yang tinggi lebih tahanterhadap
kelembaban serta temperatur tempat penyimpanan yang kurang baik dibandingkan
dengan benih-benih yang memiliki viabilitas awal yang rendah.
c. Temperatur
Temperatur yang terlalu tinggi pada saat penyimpanan dapat
mengakibatkan kerusakan pada benih. Karena akan memperbesar terjadinya
penguapan zat cair dari dalam benih, sehingga benih akan kehilangan daya
imbibisi dan kemampuan untuk berkecambah. Temperatur yang optimumuntuk
penyimpanan benih jangka panjang 0 0 - 32 0C.Antara kandungan airbenih dan
temperatur terdapat hubungan yang sangat erat dan timbal balik.Jika salah satu
tinggi maka yang lain harus rendah.
d. Kelembaban
Kelembaban lingkungan selama penyimpanan juga sangat
mempengaruhiviabilitas benih.Kelembaban nisbi lingkungan simpan harus diatur
sehinggaberkeseimbangan dengan kandungan air benih pada keadaan yang
menguntungkan untuk jangka waktu simpan yang panjang.Kebanyakan jenis
benih kelembaban nisbi antara 50% - 60% adalah cukup baik
untukmempertahankan viabilitas benih paling tidak untuk jangka
e. Gas disekitar Benih
Adanya gas disekitar benih dapat mempertahankan viabilitas
benih,misalnya gas CO2 yang akan mengurangi konsentrasi O2 sehingga
respirasibenih dapat dihambat.
f. Mikroorganisme
Kegiatan mikroorgansisme yang tergolong dalam hama dan penyakit
gudang dapat mempengaruhi viabilitas benih yang disimpan.
Jenisjenisinsektayang termasuk hama perusak benih dalam simpanan seperti;
Calandra sp, sedangkan hama gudang seperti Tribolium sp.
Berdasarkan penelitian Sulaiman, dkk (2010) sebelum dilakukan
penyimpanan kecepatan berkecambah benih karet yang dihasilkan pada penelitian
nya yaitu 6,04 % per hari. Semakin lama benih disimpan, kecepatan berkecambah
menjadi menurun, sejalan dengan menurunnya daya berkecambah
benih.Penurunan mutu fisiologis ini yang ditunjukkan dengan penurunan daya
berkecambah, penurunan keseragaman tumbuh benih juga penurunan kecepatan
berkecambah diduga adanya pengurangan cadangan makanan dalam benih selama
benih ini disimpan. Proses respirasi yang mengakibatkan hampir semua cadangan
makanan termasuk protein, lemak, dan karbohidrat berkurang selama benih
disimpan.
Tipe perkecambahan benih karet adalah hypogeal (Sutopo, 2002), dimana
munculnya radikel diikuti dengan pemanjangan plumula, hipokotil tidak
memanjang keatas permukaan tanah sedangkan kotiledon tetap berada di dalam
kulit biji dibawah permukaan tanah.Faktor-faktor yang mempengaruhi
1. Faktor dalam
a. Tingkat kematangan benih
Benih yang dipanen pada saat benih masak fisiologis akan memiliki daya
simpan yang lebih lama (maksimum). Hal ini disebabkan daya hidup (viabilitas)
benih maksimum tercapai pada saat benih masak fisiologis tersebut sehingga daya
simpan benihnya juga dapat maksimum.Sebaliknya apabila benih dipanen
sebelum masak fisiologis, viabilitasnya masih rendah dan cadangan makanannya
masih sedikit sehingga daya simpannya juga rendah.Apabila benih dipanen
setelah masak fisiologis tercapai maka viabilitas benihnya sudah menurun
sehingga daya simpannya juga tidak maksimal.
b. Ukuran benih
Morfologi benih secara tidak langsung mempengaruhi daya simpan benih
terutama ukuran benih dan kedudukan embrio benih. Benih yang berukuran kecil
akan mengalami kerusakan lebih sedikit daripada benih yang berukuran lebih
besar pada saat prosesing. Kedudukan embrio benih yang terletak sangat dekat
dengan permukaan benih lebih mudah mengalami kerusakan seperti embrio pada
benih kacang-kacangan. Tingkat kerusakan benih pada saat prosesing tersebut
akan mempengaruhi daya simpan benih.
c. Dormansi
Dormansi benih merupakan suatu keadaan benih yang sebenarnya hidup
tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum
dianggap telah memenuhi persyaratan bagi perkecambahannya.Benih yang dalam
keadaan dormansi ini biasanya lebih tahan lama jika disimpan karena
d. Suplai hormon
Hormon yang terdapat dalam endosperm atau kotiledon berfungsi sebagai
pemacu pembentukan enzim hidrolitik, selain itu memberikan kemampuan
dinding sel untuk mengembang sehingga sifatnya menjadi elastis.
Perkecambahan benih terhambat karena:
- Inhibitor, inhibitor akan menghambat perkecambahan benih baik didalam
maupun dipermukaan benih. Zat ini akan menghambat perkecambahan pada
konsentrasi tertentu, seperti coffenic acid.
- Larutan dengan nilai osmotik tinggi, perkecambahan benih akan terhambat
jika benih berimbibisi pada larutan tinggi, misalnya NaCl atau manitol.
- Bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat pernafasan,
antara lain: sianida, flourida, caumarin, herbisidi, dll.
2. Faktor luar
Faktor luar yang dapat mempengaruhi perkecambahan benih antara lain:
a. Air
Air merupakan kebutuhan dasar yang utama dan sangat penting untuk
perkecambahan.Kebutuhan air berbeda-beda tergantung dari spesies tanaman.
b. Suhu
Suhu merupakan syarat penting bagi perkecambahan biji. Suhu yang
diperlukan dalam perkecambahan biji kebanyakan biji berkisar antara 26,50C – 35
0
C. Di luar kondisi tersebut biji akan gagal berkecambah atau terjadi kerusakan
yang menghasilkan kecambah abnormal. Pengaruh suhu terhadap perkecambahan
benih dapat dicerminkan melalui suhu kardinal yaitu suhu minimum, optimum
dapat terjadi secara normal, dan di bawah suhu itu benih tidak berkecambah
dengan baik.Suhu optimum yaitu suhu yang paling sesuai untuk perkecambahan,
dan suhu maksimum adalah suhu tertinggi dimana perkecambahan dapat terjadi,
diatas suhu maksimum ini benih tidak berkecambah normal.
c. Oksigen
Dalam perkecambahan O2 digunakan untuk respirasi, konsentrasi O2 yang
diperlukan untuk perkecambahan adalah 20 %.
d. Cahaya
Cahaya memegang peranan yang sangat penting dalam
perkecambahan.Pada umumnya kualitas cahaya terbaik untuk perkecambahan
dinyatakan dengan panjang gelombang berkisar antara 660 nm – 700 nm.Biji yang
dikecambahkan dalam keadaan gelap dapat menghasilkan kecambah yang
mengalami etiolasi yaitu pemanjangan yang tidak normal pada hipokotilnya atau
epikotilnya, kecambah warna pucat, dan lemah.Meskipun pada beberapa tanaman
perkecambahannya tidak memerlukan cahaya, seperti kopi.
d. Medium
Medium yang baik bagi perkecambahan harus memiliki sifat yang baik
seperti gembur, mempunyai kemampuan menyimpan air, dan bebas dari
organisme penyebab penyakit terutama cendawan.
Pelapisan Benih (Seed Coating)
Pelapisan benih merupakan proses pembungkusan benih dengan zat
tertentu yang bertujuan sebagai berikut: (1) meningkatkan kinerja benih selama
perkecambahan, (2) melindungi benih dari gangguan atau pengaruh kondisi
benih, (5) memudahkan penyimpanan benih dan mengurangi dampak kondisi
ruang penyimpanan, (6) memperpanjang daya simpan benih (Kuswanto, 2003).
Menurut Copeland dan McDonald (2001) ada dua tipe pelapisan benih yang telah
dikomersialkan, yaitu seed coating dan seed pelleting. Perbedaan utama dari
keduanya adalah ukuran, bentuk, bobot dan ketebalan lapisan yang dihasilkan.
Ilyas (2003) menyatakan bahwa coating memungkinkan untuk menggunakan
bahan yang lebih sedikit dan bentuk asli benih masih terlihat serta bobot benih
hanya meningkat 0.1-2 kali. Sedangkan pelleting dapat mengubah bentuk benih
yang tidak seragam menjadi bulat halus dan seragam serta dapat meningkatkan
bobot benih hingga 2-50 kali.
Bahan pelapis yang digunakan untuk melapisi benih harus memenuhi
persyaratan, antara lain; dapat mempertahankan kadar air benih selama
penyimpanan, dapat menghambat laju respirasi, tidak bersifat toksik terhadap
benih, bersifat mudah pecah dan larut apabila terkena air, bersifat porous, tidak
mudah mencair, higroskopis, tidak bereaksi dengan pestisida yang digunakan
dalam perawatan benih, bersifat sebagai perambat dan penyimpan panas yang
rendah, harga relatif lebih murah sehingga dapat menekan harga benih
(Kuswanto, 2003). Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa polimer
untuk pelapis benih idealnya memiliki karakter sebagai berikut: (1) larut dalam
air, (2) memiliki nilai viskositas yang rendah, (3) memiliki konsentrasi yang
tinggi pada kondisi padat, (4) memiliki pengaturan keseimbangan hidrofilik dan
hidrofobik, dan (5) dapat membentuk lapisan tipis keras setelah dikeringkan.
Menurut Copeland dan McDonald (2001) bahan pelapis yang digunakan
perkecambahan tidak terganggu. Bahan kimia lain seringkali ditambahkan pada
formulasi pelapis dengan tujuan meningkatkan performansi benih di lapangan,
contoh bahan kimia tersebut yaitu; zat pengatur tumbuh atau hormon sintetik, zat
hara mikro, mikroba, dan fungisida. Penelitian Dae Panie (2005) menunjukkan
bahwa penambahan zat pewarna hijau dan GA
3 pada formula coating Arabic gum
dapat memberikan performansi fisik benih yang lebih baik dan dapat
meningkatkan viabilitas benih cabai.
Penggunaan Larutan Osmotik
Conditioning benih adalah perlakuan pendahuluan/ pratanam pada benih
yang memungkinkan adanya pengontrolan laju penyerapan air oleh benih
sehingga benih tahan terhadap cekaman/stress dan dapat merangsang
pertumbuhan. Perlakuan pratanam tersebut bertujuan untuk memperbaiki dan
mempersiapkan keadaan fisiologis dan biokimia benih selama penundaan
perkecambahan (Rouhi dan Surki, 2011) .
Perlakuan conditioning dapat dilakukan dengan matriconditioning atau
osmoconditioning dengan mengkondisikan benih dalam larutan
osmotikum.Osmoconditioning dapat menggunakan garam NaCl, KNO3 dan
KH2PO4 dan senyawa berbobot molekul tinggi seperti mannitol dan Poly Etilen
Glikol (PEG).Konsentrasi larutan osmotikum dapat mengatur jumlah dan
kecepatan penyerapan air sampai pada fase 2 penyerapan air sehingga
pemunculan radikula dapat dicegah selama beberapa waktu.Kondisi ini
memungkinkan fase aktivasi berlangsung lebih lama dan mengurangi waktu paruh
terhindar dari stress lingkungan/mekasisme toleransi stres lingkungan
(Widoretno, dkk, 2002).
Penelitian dengan menggunaan PEG untuk conditioning benih telah
dilakukan pada benih-benih tanaman pangan maupun sayuran. Ditemukan bahwa
conditioning dengan merendam benih kedelai selama 6 – 8 jam dalam konsentrasi
PEG ( 300 g L-1 air) dapat meningkatkan berat kering tanaman dan laju tumbuh
relatif (Arief, dkk, 2010). Penggunaan PEG sebagai bahan conditioning benih juga
dilaporkan oleh (Shadeghi, dkk, 2011) yang memukan bahwa conditioning benih
kedelai dengan PEG dapat meningkatkan kecepatan berkecambah dan vigor
benih. Keuntungan conditioning benih sudah banyak dilaporkan misalnya pada
tanaman gandum, jagung manis, kacang, barley , ketimun (Ghassemi, dkk, 2011).
Tujuan utama dari perlakuan conditioning benihadalah adalah mengaturan
penyerapan air benih secara perlahan, aktifitas metabolisme dan proses
perkecambahan dimulai tetapi tidak sempurna karena radikel tidak muncul. Benih
yang telah diberi perlakuan dikeringkan kembali sebelum digunakan dan akan
menunjukkan laju perkecambahan yang tinggi setelah di imbibisi kembali pada
kondisi normal maupun stres (Rouhi dan Surki, 2011).
Polyethylene Glycol bersifat larut dalam air dan menyebabkan penurunan
potensial air.Besarnya penurunan air sangat bergantung pada konsentrasi
penurunan berat molekul PEG.Keadaan seperti ini dimanfaatkan untuk simulasi
penurunan potensial air. Potensial air dalam media yang mengandung PEG dapat
digunakan untuk meniru besarnya potensial air (Sofinoris, 2009).
Larutan polietilena glikol (PEG) dilaporkan mampu menahan air sehingga
menahan air tersebut bergantung pada bobot molekul dan konsentrasinya.Sifatnya
yang larut dalam air, tidak toksik terhadap tanaman, dan tidak mudah diserap
menjadi pertimbangan penggunaan PEG conditioning dan invigorasi benih.
Penggunaan larutan PEG sebagai bahan conditioning dan invigorasibenihtelah
banyak dilakukan pada benih tanaman pangan dan sayuran (Khalil, dkk, 2001)
Penelitian dengan menggunaan PEG yang dilakukan oleh
(Rouhi dan Surki, 2011) pada benih kedelai menunjukkan bahwa
osmoconditioning berpengaruh positif terhadap daya berkecambah, laju
perkecambahan, panjang kecambah dan vigor kecambah. Perlakuan
osmoconditioning terbaik adalah perendaman selama 12 jam dalam larutan dengan
potensial osmotik -12 bar.
Khalil, dkk , (2001) menemukan bahwa Penggunaan PEG 8000 dengan
potensial osmotik yang setara dengan -1,1 dan -1,8 MPa meningkatkan laju
perkecambahan , sedangkan temuan Arief., dkk. (2010) bahwa perlakuan dengan
300 g PEG L-1 laju pertumbuhan tanaman meningkat dan perendaman dalam
PEG 8000 yang setara dengan -1,1 Mpa selama 6 jam dapat meningkatkan hasil
panen kedelai. Temuan lain bahwa larutan 90 g PEG L-1 air yang meningkatkan
viabilitas, vigor, dan pertumbuhan benih tomat yang ditunjukkan pada daya
kecambah (100%), kecepatan berkecambah (32,30% etmal-1),umur berbunga
(48,41 hari), umur panen (77,56 hari), dan produksi 62,00 ton ha-1
(Syatrianty, dkk, 2012).
Beberapa kelebihan dari PEG yaitu mempunyai sifat dalam proses
penyerapan air, sebagai selective agent diantaranya tidak toksik terhadap tanaman,
terhadap perkecambahan biji budidaya, bisa masuk ke dalam sel (intraseluler) dan
juga dapat digunakan sebagai osmotikum pada jaringan, sel ataupun organ.
Senyawa PEG dengan berat molekul 6000 dipilih karena mampu bekerja lebih
baik pada tanaman daripada PEG dengan berat molekul yang lebih rendah,
senyawa PEG mampu mengikat air.Besarnya kemampuan larutan PEG dalam
mengikat air bergantung pada berat molekul dan konsentrasinya (Sofinoris, 2009).
Hasil penelitian Yuliana (2010) menunjukkan bahwa ada pengaruh
invigorasi menggunakan polyethylene glycol(PEG) 6000 terhadap viabilitas benih
tembakau (Nicotiana tabacum), yaitu dengan meningkatkan daya kecambah,
panjang kecambah, dan mempercepat waktu berkecambah. Perlakuan konsentrasi
PEG yang efektif adalah dengan konsentrasi 5%. Perlakuan lama perendaman
dalam larutan PEG yang efektif adalah 3 jam. Sedangkan untuk interaksi antara
konsenrasi dan lama perendaman hanya terdapat interaksi pada persentase daya
berkecambah, panjang kecambah dan waktu berkecambah. Perlakuan yang efektif
untuk interaksi antara konsentrasi PEG dan lama perendaman yaitu konsentrasi
5% dengan lama perendaman 3 jam.
Pengeringan
Kebanyakan kerusakan pada benih karena perlakuan awal di lapangan
sangat erat kaitannya dengan kandungan kadar air. Sehingga penanganan kadar air
benih yang benar dapat membatasi terjadinya kerusakan. Kandungan kadar air
10-20 % pada waktu pengumpulan adalah normal pada kebanyakan benih ortodoks.
Benih rekalsitran yang masak, kandungankadar airnya sangat tinggi, dapat
mencapai 30-40 %. Kadar air, baik pada serat daging buah, pada buah kering yang
secara alami berkadar air tinggi pada saat masak (rekalsitran) sangat beresiko
untuk mengalami kerusakan.Kadar air tinggi merupakan lingkungan ideal bagi
perumbuhan jamur dan bakteri. Buah dan benih yang lembab melakukan
respirasi, menimbulkan panas dan membutuhkan oksigen. Jika oksigen berkurang
karena aerasi tidak mencukupi timbul fermentasi.Fermentasi serat mungkin tidak
berpengaruh pada benihnya, tetapi panas yang ditimbulkan dari proses tersebut
dapat berpengaruh. Selanjutnya jamur yang mulai tumbuh pada buah kering dapat
menghambat kelanjutan proses ekstraksi sehingga selama penyimpanan yang lama
di lapangan harus dibuat ventilasi yang mencukupi dan kadar air dikurangi
sebanyak mungkin. Benih harus dikeringkan serendah mungkin agar penyimpanan
aman dan kelembaban dapat dipertahankan.Persamaan biokimia dua proses yang
disederhanakan disajikan sebagai berikut:
Respirasi : C6H12O6 + 6O6 6CO2 + 6H2O + energi
Fermentasi : C6H12O6 + 6O6 2C2H5OH + 2CO2+ energi
(Utomo, 2006).
Kadar air pada penyimpanan benih merupakan salah satu faktor yang
penting untuk diperhatikan. Pada umumnya benih tidak dianjurkan disimpan pada
kadar air yang masih tinggi karena benih akan cepat kehilangan viabilitasnya.
Kandungan air yang relatif masih tinggi di dalam benih menyebabkan proses
respirasi dan metabolisme dalam benih juga meningkat sehingga banyak energi
yang digunakan untuk proses tersebut (Sutopo, 2002).
Benih rekalsitran sangat rentan terhadap suhu dan pengeringan
ekstrim.Tingkat rekalsitran bervariasi dan tergantung jenis.Benih rekalsitran dapat
diperkenankan dan benih tidak boleh dikenakan di bawah sinar matahari langsung.
Di sisi lain kalau benih tidak mengalami dormansi, kandungan lembab yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan benih berkecambah. Keseimbangan umumnya
sangat sulit dicapai, khususnya di bawah kondisi lapangan.Solusi terbaik adalah
mengurangi periode transit semaksimal mungkin atau jika perkecambahan tidak
dapat dihindarkan, untuk mempertahankannya, benih dapat dipindahkan ke
persemaian secara langsung (Utomo, 2006).
Kuswanto (2003) menyatakan bahwa benih merupakan suatu benda hidup
yang kadar airnya selalu berkeseimbangan dengan kondisi lingkungan di
sekitarnya. Proses keseimbangan ini berjalan otomatis, oleh karena itu perlu
diperhatikan dalam melakukan proses pengeringan benih. Pengeringan benih perlu
dilakukan agar benih mencapai kadar air tertentu, sehingga aman untuk disimpan
dalam kurun waktu tertentu. Penyimpanan benih bertujuan untuk menyediakan
benih dengan kualitas yang tetap baik untuk musim tanam yang akan datang,
selain itu penyimpanan juga dilakukan apabila jumlah benih yang diproduksi lebih
banyak daripada jumlah yang dibutuhkan.
Pengeringan yang lebih cepat dan merata dilakukan dengan cara menebar
buah atau kerucut di atas lantai semen atau lembaran bahan, atau untuk
memperbaiki sirkulasi udara dengan mengeringkannya pada lembaran atau
nampan yang ditinggalkan. Agar pengeringan berjalan cepat dan seragam, lapisan
buah harus ditata tipis dan buah diputar secara teratur.Peningkatan suhu udara
bersamaan dengan penurunan kelembaban relatif dapat diperoleh dengan menutup
akan menimbulkan efek rumah kaca, namun lembar plastik tidak boleh diletakan
langsung diatas bemih karena dapat menghambat sirkulasi udara (Utomo, 2006).
Pengeringan benih berhubungan erat dengan pengurangan kadar air pada
benih yang akan kita simpan. Pengeringan atau proses penurunan kadar air dapat
meningkatkan viabilitas benih, tetapi pengeringan yang mengakibatkan kadar air
yang terlalu rendah akan mengurangi viabilitas benih. Proses penurunan kadar air
benih dapat dilaksanakan dengan berbagai metode seperti dikeringanginkan,
penjemuran maupun dengan silika gel. Ketiga metode tersebut membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk menurunkan kadar air (Djam’an, dkk, 2006).
Karena benih berkadar air tinggi lebih mudah rusak karena panas maka
pengeringan dibawah sinar matahari langsung harus dicegah. Sebaiknya dilakukan
pemanasan awal dibawah naungan dan setelah kadar air menurun, benih dapat
dikeringkan di bawah sinar matahari penuh. Buah jenis rekalsitran tidak boleh
dikeringkan dengan sinar matahari langsung. Dalam keadaan kelembaban tinggi,
pengeringan di bawah naungan agak sulit dilakukan dan akan tergantung pada
sirkulasi udara yang memadai. Jika angin tidak memadai, kipas angin dapat
digunakan untuk meningkatkan sirkulasi udara (Utomo, 2006).
Pengeringan merupakan salah satu proses penting dalam produksi benih.
Melalui proses pengeringan yang baik dan sesuai prosedur dapat meningkatkan
viabilitas dari benih ortodoks atau intermediet. Berdasarkan hasil penelitian
mengenai pengeringan pada benih pepaya, lama pengeringan tidak berpengaruh
nyata pada viabilitas benih pepaya Varietas Arum Bogor, Prima, Carisya dan
Genotipe IPB 5. Genotipe IPB 5 memiliki viabilitas yang tetap tinggi dengan KA
maksimum (PTM) sebesar 87.50%, daya berkecambah (DB) sebesar 80% dan
kecepatan tumbuh maksimum (KCT) sebesar 6.36 %. Fakta tersebut menunjukkan
7 sifat benih yang tahan terhadap pengeringan.Viabilitas benih genotipe IPB 8
mengalami penurunan nyata yang dipengaruhi oleh lama pengeringan, tetapi
berdasarkan hasil uji tetrazolium (TTZ) masih menunjukkan adanya benih yang
hidup sebesar 52% (Pramoedinata, 2007).
Air dalam benih (kadar air) cenderung dalam keadaan seimbang dengan
kembaban udara (RH) di sekitar benih. Jika udara kering dan benih lembab, air
akan cenderung bergerak dari benih ke udara, benih mongering dan udara
disekitarnya menjadi lembab. Jika udara lembab dan benih kering, air akan
cenderung berpindah berlawanan arah sehingga benih menjadi lembab. Makin
besar perbedaan RH dan kadar air benih pada suhu yang sama, lebih cepat
perpindahan air kearah keseimbangan. Oleh karenanya lebih rendah RH pada
udara kering, maka lebih cepat benih mengering sehingga aliran udara hangat
ber-RH rendah adalah yang paling efektif untuk pengeringan. Keseimbanngan akan
muncul segera disekitar benih. Jika udara disekitar benih digantikan dengan cara
ventilasi, maka akan tercapai keseimbangan baru dengan udara yang mengelilingi
benih. Makin cepat udara lembab dibuang dan diganti dengan udara kering, makin
cepat benih dapat mengering. Karena itu sirkulasi udara oleh angin alami atau
ventilasi buatan akan mempecepat pengeringan (Utomo, 2006).
Kadar air benih juga menentukan lamanya benih dapat disimpan dan
umur benih. Copeland dan McDonald (2001) dengan hukum “ Thumb Rules”
menyatakan bahwa setiap penurunan kadar air 1% maka akan memperpanjang
memperpendek daya simpan benih ½ kali lipat. Setiap penurunan suhu udara 5 ºC
akan memperpanjang daya simpan 2 kali lipat, peningkatan suhu 5 ºC akan
memperpendek daya simpan benih ½ kalinya. Hukum ini berlaku apabila RH
ruang penyimpanan berkisar antara 15 % - 70 %, dalam kisaran suhu 0 ºC – 30 ºC
dan kadar air benih 4 % - 14 %. Kaidah ini hanya berlaku pada benih ortodoks
tetapi tidak berlaku pada benih rekalsitran dan intermediet. Hukum ini
memperlihatkan besarnya pengaruh kadar air terhadap daya simpan dan viabilitas
benih.
Suhu mempengaruhi kelembaban benih melalui dua cara. Sebagian lewat
hubungan dengan RH, sebagian langsung melalui penguapan. Ketika suhu
meningkat maka cairan akan menguap dari benih. Pada beberapa benih
rekalsitran, laju pengurangan kelembaban mempengaruhi penyimpanan
selanjutnya.Benih-benih sensitif mungkin dapat rusak karena pengeringan yang
tidak disengaja disebabkan pemrosesan. Kerusakan seperti ini dapat diperbaiki
dengan melembabkan kembali benih, tetapi pengeringan dapat dikurangi dengan
menyimpan benih pada kadar air aman dan pada lingkungan dimana dihindarkan
pengeringan lanjutan. Pelembaban kembali secara teknis berlawanan dengan
pengeringan, namun untuk benih rekalsitran sangat rumit karena harus
dipertahankan adanya kondisi keseimbangan dimana kadar air yang ditingkatkan
sampai level yang dikehendaki tanpa terjadi penyerapan air dan perkecambahan.
Pelembaban dengan cara absorbs dari udara mungkin lebih mudah dikontrol dari
BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Dasar Pemuliaan Tanaman
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian
tempat+ 25 m dpl.Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan
bulan Mei 2013.
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih karet dari klon
PB 260, Polyethhylene Glycol-6000, fungisida berbahan aktif phyraclostrobin,
pasir, air, kertas plano, serta bahan lain yang mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kantong plastik, kardus,
oven, gelas ukur, bak perkecambahan, hand sprayer, ember, timbangan analitik,
serta alat lain yang mendukung dalam penelitian ini.
Metode penelitian
Metode percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu :
Faktor 1: Konsentrasi Larutan Osmotik Polyethylene Glycol-6000 (P) yang terdiri
dari 4 taraf:
P0 : tanpa konsentrasi larutan osmotik PEG
P1 : konsentrasi larutan osmotik PEG 15 %(w/v)
P2 : konsentrasi larutan osmotik PEG 30 %(w/v)
Faktor 2 : Waktu pengeringan benih (T), terdiri dari 5 taraf
T0 : 0 Jam
T1 : 4 Jam
T2 : 8 Jam
T3 : 12 Jam
T4 : 16 Jam
Maka akan didapat 20 kombinasi perlakuan yaitu :
P0T0 P1T0 P2T0 P3T0
P0T1 P1T1 P2T1 P3T1
P0T2 P1T2 P2T2 P3T2
P0T3 P1T3 P2T3 P3T3
P0T4 P1T4 P2T4 P3T4
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah unit percobaan : 20
Jumlah unit seluruhnya : 60
Jumlah benih/ unit : 80 benih
Jumlah benih untuk pengujian kadar air : 5 benih
Jumlah ulangan pengujian kadar air : 3 Ulangan
Jumlah seluruhnya : 4800 benih
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier
sebagai berikut :
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
i = 1,2,3,4 j = 1,2,3,4,5 k = 1,2,3
Dimana :
penyimpanan pada taraf ke-j pada ulangan ke-k
µ : nilai tengah
αi : pengaruh perlakuan konsentrasi PEG pada taraf ke-i
βj : pengaruh perlakuan waktu pengeringan pada taraf ke-j
(αβ)ij : pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi PEG pada taraf ke-idan
perlakuan lama pengeringan pada taraf ke-j
εijk : respongalat pada ulangan ke-kyang mendapat perlakuan
konsentrasi PEG pada taraf ke-i, lama pengeringan pada taraf ke-j.
Peubah Amatan
Benih yang telah disimpan selama 19 hari dibuka dan diamati:
Pengamatan Benih Pada Periode Penyimpanan
Persentase benih berkecambah pada penyimpanan (%)
Dilakukan dengan menghitung persentase benih berkecambah dalam
penyimpanan dengan batasan bila radikel telah mencapai panjang 1 cm dihitung
dengan rumus ISTA (2006):
Benih Berkecambah
% Benih Berkecambah = x 100%
Jumlah Benih Disimpan
Persentase benih berjamur pada penyimpanan (%)
Dilakukan dengan menghitung persentase benih berjamur dalam
penyimpanan:
Benih Berjamur
Kadar air benih (%)
Pengukuran kadar air benih dilakukan sebelum dan sesudah peyimpanan,
masing-masing digunakan sebanyak 5 biji. Kadar air benih diukur dengan
carapemanasan sampel benih dalam oven listrik dngan suhu 1050 C selama 24 jam dengan 3 kali ulangan (ISTA, 2006).
Berat Basah – Berat Kering
% Kadar Air Benih = x 100%
Berat Basah
Pengujian Benih Setelah Penyimpanan
Uji daya kecambah benih (%)
Dilakukan dengan menghitung persentase benih berkecambah dalam
pengecambahan 21 hari setelah persemaian benih, dihitung dengan rumus
(ISTA , 2006) :
Benih Berkecambah Normal
% Daya Kecambah = x 100%
Jumlah Benih Dikecambahkan
Indeks Vigor (IV)
Nilai Indeks Vigor merupakan data yang diperoleh padapengamatan hari
ke-7 (Copeland dan McDonald, 1995).
Benih Berkecambah Normalpada hari ke 7
% Indeks Vigor = x 100%
Kecepatan berkecambah (% per etmal)
Kecepatan tumbuh benih diukur berdasarkan jumlah tambahan kecambah
normal tiap hari. Kecepatan perkecambahan dihitung sejak munculnya kecambah
dengan menggunakan rumus (ISTA, 2006) :
A=B1
T1+ B2 T2+ ⋯ +
Bn Tn
Dimana : A = kecepatan berkecambah (% etmal-1)
B = persentase kecambah normal
T = waktu perkecambahan (etmal = 24 jam)
n = akhir perkecambah
Potensi tumbuh maksimum (PTM)
Potensi Tumbuh Maksimum adalah total benih hidup atau menunjukkan
gejala hidup. Potensi Tumbuh Maksimum merupakan presentase pemunculan
kecambah yang dihitung berdasarkan jumlah benih tumbuh terhadap jumlah benih
yang ditanam (ISTA, 2006).
Σ Benih yang tumbuh (Normal + Abnormal)
% PTM = x 100%
Jumlah Benih Dikecambahkan
Tinggi tanaman (cm)
Diukur ketika umur kecambah 21 hari setelah dikecambahkan.Pengukuran
dilakukan mulai dari pangkal batang sampai ujung batang kecambah.
Jumlah daun (helai)
Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang sudah terbuka sempurna,
Pelaksanaan Penelitian
Sumber Benih
Benih yang diperoleh adalah benih yang baru dipanen dimasukkan dalam
goni plastik.Benih dicuci beberapa kali dengan air bersih.
Pemberian Fungisida
Agar tidak terinfeksi jamur selama penyimpanan, benih direndam selama 5
menit dalam larutan fungisidayang mengandung bahan aktif phyraclostrobin
selanjutnya dikeringanginkan sesuai taraf waktu pengeringan.
Perlakuan Konsentrasi PEG
Benih-benih yang telah diberi perlakuan fungisida dimasukkan kedalam
larutan PEG-6000 selama 10 menit sesuai dengan taraf konsentrasi perlakuan.
Pengeringan Benih
Benih-benih yang telah dimasukkan kedalam larutan PEG-6000 selama 10
menit sesuai dengan taraf konsentrasi perlakuan kemudian di keringanginkan
diatas kertas plano dengan interval waktu 0, 4, 8, 12, 16 jam.
Penyimpanan Benih
Benih yang telah diberi perlakuan disimpan dalam kemasan plastik
berlubang-lubang dan selanjutnya disimpan dalam ruangan yang bertemperatur
suhu kamar selama 19 hari.
Pengecambahan dilakukan setelah benih disimpan sesuai dengan taraf
interval waktu perlakuan. Pengecambahan dilakukan pada bak perkecambahan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian benih pada penyimpananPersentase benih berkecambah di penyimpanan (%)
Data sidik ragam benih berkecambah di penyimpanan disajikan pada
lampiran 3. Dari hasil analisis sidik ragam setelah ditransformasi Arcsin terlihat
bahwa perlakuan konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 berpengaruh tidak nyata
terhadap benih berkecambah di penyimpanan tetapi waktu pengeringan
berpengaruh nyata terhadap benih berkecambah di penyimpanan. Interaksi antara
keduanya juga berpengaruh tidak nyata terhadap benih berkecambah di
penyimpanan. Rataan persentase benih berkecambah pada penyimpanan serta
hasil uji beda rataan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan persentase benih berkecambah di penyimpanan (%)
Konsentrasi
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Pada tabel 1 menunjukan persentase benih berkecambah di penyimpanan
pada perlakuan waktu pengeringan tertinggi yaitu pada perlakuan T0 (0 Jam)
sebesar 0,52 % sedangkan terendah diperoleh pada perlakuan T3 (12 Jam) dan T4
(16 Jam) sebesar 0 %. Pada perlakuan konsentrasi larutan osmotik PEG 6000,
persentase benih berkecambah tertinggi pada perlakuan P0 (0 % w/v) sebesar