DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di
Indonesia. Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 1991.
Anisah, Siti. Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam
Hukum Kepailitan di Indonesia. Yogyakarta: Total Media, 2008.
Hartini, Rahay. Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia.
Jakarta: Prenada Media Group, 2009.
HS, Salim. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia.
Jakarta : Sinar Grafika, 2006.
Irawan, Bagus. Aspek-Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan
Asuransi: Analisis Yuridis tentang Kepailitan ; Perusahaan; dan Asuransi Manulife dan Prudential. Bandung: P.T. Alumni, 2007.
Jono. Hukum Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Lontoh, Rudy. Penyelesaian Utang Melalui Pailit atau Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: Alumni, 2001.
Manan,Bagir. Hukum Kepailitan (Memahami
Nating, Imran. Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Nurdin, Adrian. Kepailitan BUMN Persero. Jakarta: P.T. ALUMNI,
2012.
Sinaga, Syamsudin.Hukum Kepailitan Indonesia. Jakarta : Tatanusa,
2012.
Sunarmi. Hukum Kepailitan Edisi 2. Jakarta : Softmedia, 2010.
Sjahdein, Sutan Remy. Hukum Kepailitan Memahami Undang-undang
No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2008.
Shubhan, Hadi.Hukum Kepailitan Prinsip, Norma dan Praktik di
Peradilan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008.
Syahrini, Riduan. Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata.
Banjarmasin : Citra Aditya Bakti, 2000.
Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003.
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum: Suatu
Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998.
Situmorang, Victor M.Pengantar Hukum Kepailitan Di Indonesia.
Sembiring, Sentosa. Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait Dengan Kepailitan. Bandung: CV. NUANSA MULIA, 2006.
Sutedi, Adrian.Hukum Kepailitan Ghalia Indonesia, 2009.
S. Sastrawidjaja, H. Man. Hukum Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: Penerbit P.T. ALUMNI, 2006.
Sulaiman, Robintan. Lebih Jauh Tentang Kepailitan. Jakarta : Pusat
Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, 2000.
Sari Kartika Elsi dan Advendi Simangunsong. Hukum dalam
Ekonomi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005.
Sofwan Masjchoen Soedewi Sri. Hukum Perdata: Hukum
Perutangan. Jogjakarta.
Widjaja, Gunawan. Risiko Hukum & Bisnis Perusahaan Pailit.
Jakarta : Swadaya, 2009.
Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar
Grafika, 1996
B. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Putusan Pengadilan Niaga Medan No. Reg : 07/PDT. SUS–ACTIO
D. Jurnal
Simanjuntak, Ricardo. “Rancangan Perubahan Undang-Undang
Kepailitan dalam Perspektif Pengacara (Komentar Terhadap Perubahan
Undang-Undang Kepailitan)”,Jurnal Hukum Bisnis,Vol 17, Januari 2002.
M. Abdi Koro, “Lembaga Kepailitan dan Penerapannya pada
Pengadilan Niaga”, Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXVII No. 316 ,
Maret 2012.
Fred B.G. Tumbuan, “Mencermati Pokok-pokok Undang-Undang
Kepailitan yang diubah Perpu No. 1/1998”, Newsletter No. 33/IX/Juni/1998
E. Website
http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/pengertian-dan-defenisi-perbuatan-hukum.
BAB III
AKIBAT HUKUM TERHADAP SELURUH PERBUATAN HUKUM DEBITUR YANG DILAKUKAN SEBELUM PUTUSAN
PERNYATAAN PAILIT DIUCAPKAN
A. Pengertian Perbuatan Hukum dan Akibat Hukum
Perbuatan hukum adalah segala perbuatan manusia yang secara
sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak-hak dan
kewajiban. Terdiri dari:
a. Perbuatan hukum sepihak. Ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
satu pihak saja tetapi memunculkan hak dan kewajiban pada satu pihak
pula. Misalnya: pembuatan surat wasiat (pasal 875 KUH Perdata),
pemberian hibah suatu benda (pasal 1666 KUH Perdata).
b. Perbuatan hukum dua pihak. Ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua pihak
tersebut. Misalnya: persetujuan jual beli (pasal 1457 KUH Perdata),
perjanjian sewa-menyewa (pasal 1548 KUH Perdata), dll.
Menurut pendapat lain yaitu pendapat hukum perbuatan hukum dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum.
a.Perbuatan menurut hukum. Contoh : zaakwarneming (1354).
Zaakwarneming ialah perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum meskipun tidak dikehendaki oleh orang tersebut. Contoh : mengurusi
terdapat kasus kecelakaan yang mengakibatkan seseorang luka parah dan
harus dioperasi secepatnya maka dokter harus mengoperasinya tanpa
meminta ijin kepada orang tersebut atau keluarganya.76
4) Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan
kausal.
b. Perbuatan melawan hukum. Contoh Onrechtmatigdaad (1365). Perbuatan
Melawan Hukum (onrechtmatigedaad) dalam konteks perdata diatur
dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk
Wetboek (“BW”), dalam Buku III BW, pada bagian “Tentang
perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang”, yang berbunyi: “Tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.”
Unsur-unsur yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dikatakan telah
melakukan perbuatan melawan hukum ialah :
1) Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatig).
2) Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian.
3) Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan (kelalaian).
77
2. Perbuatan hukum yang tidak dilakukan oleh subyek hukum. Contoh :
jatuh tempo atau kadaluarsa, kelahiran, kematian.
hukum/ diakses 16 Februari 2017.
77
Akibat hukum adalah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk
memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh
hukum. Tindakan yang dilakukannya merupakan tindakan hukum yakni
tindakan yang dilakukan guna memperoleh sesuatu akibat yang dikehendaki
hukum. Lebih jelas lagi bahwa akibat hukum adalah segala akibat yang
terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum
terhadap obyek hukum atau akibat-akibat lain yang disebabkan karena
kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan
atau dianggap sebagai akibat hukum.
Akibat hukum merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban bagi
subyek-subyek hukum yang bersangkutan. Misalnya, mengadakan perjanjian
jual-beli maka telah lahir suatu akibat hukum dari perjanjian jual beli tersebut
yakni ada subyek hukum yang mempunyai hak untuk mendapatkan barang
dan mempunyai kewajiban untuk membayar barang tersebut. Dan begitu
sebaliknya subyek hukum yang lain mempunyai hak untuk mendapatkan
uang tetapi di samping itu dia mempunyai kewajiban untuk menyerahkan
barang. Jelaslah bahwa perbuatan yang dilakukan subyek hukum terhadap
obyek hukum menimbulkan akibat hukum.78
78
B. Bentuk-bentuk Kewenangan Debitur Pailit dalam Melakukan Perbuatan
Hukum atas Hartanya
Putusan pernyataan pailit mengakibatkan harta kekayaan debitor sejak
putusan itu dikeluarkan dimasukkan ke dalam harta pailit. Dengan kata lain,
akibat putusan pailit dan sejak putusan itu, harta kekayaan debitor berubah
statusnya menjadi harta pailit. Terhadap harta pailit itu berlaku sita umum dan
debitor tidak lagi berwenang untuk mengurus dan melakukan perbuatan
hukum apa pun yang menyangkut hartanya itu.
Debitor telah dinyatakan berada di dalam pengampuan sepanjang yang
menyangkut harta kekayaannya. UUK-PKPU memang tidak memberikan
ketentuan yang eksplisit mengenai dimasukkannya harta debitor ke dalam,
atau berubahnya status harta debitor menjadi harta pailit setelah putusan
pernyataan pailit oleh pengadilan. Hal itu hanya dapat disiratkan dari
ketentuan-ketentuan dalam UUK-PKPU.
Istilah “harta pailit”, atau yang di dalam Fv yang berbahasa Belanda
disebut “failliten boedel”, dipakai di dalam berbagai pasal
UUK-PKPU.79Actio pauliana yang berasal dari nama seorang ahli hukum Romawi,
“Paulus”, penciptanya, actio pauliana adalah hak yang dimiliki oleh para
kreditor, bahwa para kreditor dalam keadaan-keadaan tertentu dapat
memandang batal perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan oleh debitor
yang merugikan mereka.80
79
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit.,hlm. 179.
80
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Perutangan, Jogjakarta, hlm. 39.
terhadap debitur yang mengalihkan harta kekayaannya yang mengakibatkan
kerugian bagi kreditur.
Actio pauliana hanya dapat dilakukan dan dilaksanakan berdasarkan putusan hakim pengadilan. Dengan demikian berarti setiap pembatalan
perjanjian, apapun juga alasannya, pihak maupun juga yang mengajukannya
tetap menjadi wewenang pengadilan. Dengan dijatuhkannya putusan yang
membatalkan perjanjian atau tindakan yang merugikan kepentingan kreditur
(khususnya harta kekayaan debitur), maka seluruh orang dan kebendaannya
dikembalikan seperti semula.
Dalam perihal kepailitan, actio pauliana penting sebagai salah satu
alasan yang dapat diajukan oleh kreditur untuk membatalkan perbuatan
hukum debitur pailit yang dilakukan sebelum pernyataan pailit diumumkan.
Pengaturan tentang actio pauliana di dalam UUK dan PKPU diatur dalam
Pasal 41 sampai Pasal 50. Actio pauliana merupakan bentuk perlindungan
hukum kepada kreditor terhadap debitor yang tidak beritikad baik yang
mengalihkan terlebih dahulu hak kebendaannya kepada pihak lain, sebelum
utang-utangnya mulai jatuh tempo sehingga pada saatnya si kreditor kesulitan
untuk mengambil pelunasan dari harta benda milik si debitor karena terlebih
dahulu dialihkan kepada pihak ketiga. Kreditor mempunyai hak untuk
mengajukan pembatalan kepada pengadilan terhadap segala perbuatan yang
tidak diwajibkan dan debitor mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan
merugikan kreditor.81
Kata-kata Actio Pauliana berasal dari orang Romawi, yang
maksudnya untuk menunjukkan kepada semua upaya hukum yang digunakan
untuk menyatakan batal tindakan debitor yang meniadakan arti Pasal 1131
KUHPerdata, yaitu debitor yang merasa bahwa ia akan dinyatakan pailit
melakukan tindakan hukum untuk memindahkan hak atas sebagian
kekayaannya atau secara lain merugikan para kreditornya. Pada dasarnya
Actio Pauliana adalah suatu legal recourse yang diberikan kepada kurator untuk membatalkan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh debitor
pailit sebelum penetapan pernyataan pailit yang merugikan
kepentingan-kepentingan kreditornya. C. Pengaturan Actio Pauliana
82
Berkaitan dengan kepailitan misalnya, tindakan debitor, yang
mengetahui akan dinyatakan pailit, melakukan perbuatan hukum berupa
memindahkan haknya atas sebagian dari harta kekayaannya kepada pihak lain
dan perbuatan tersebut dapat merugikan para kreditornya.83
81
Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan diIndonesia, Total Media: Yogyakarta 2008 hlm.16.
82
Sunarmi, Op.Cit., hlm. 186.
83
1. Actio Pauliana dalam KUH Perdata
Lembaga perlindungan hak kreditor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1341 KUH Perdata, yang dikenal dengan nama actio pauliana,
memperoleh peraturan pelaksanaannya dalam UUK-PKPU sebagaimana
terdapat dalam ketentuan Pasal 41 s.d. Pasal 50 UK-PKPU. Pasal 1341 diatur
mengenai actio pauliana yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Meskipun demikian, tiap orang berpiutang boleh mengajukan batalnya
segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh si berutang
dengan nama apa pun juga, yang merugikan orang-orang berpiutang, asal
dibuktikan, bahwa ketika perbuatan dilakukan, baik si berutang maupun
orang dengan atau untuk siapa si berutang itu berbuat, mengetahui
perbuatan itu membawa akibat yang merugikan orang-orang berpiutang.
(2) Hak-hak yang diperolehnya dengan itikad baik oleh orang-orang pihak
ketiga atas barang-barang yang menjadi pokok perbuatan yang batal itu,
dilindungi.
(3) Untuk mengajukan hal batalnya perbuatan-perbuatan yang dilakukan
dengan cuma-cuma oleh si berutang, cukuplah si berpiutang
membuktikan bahwa si berutang pada waktu melakukan perbuatan itu
tahu, bahwa ia dengan berbuat demikian merugikan orang-orang yang
mengutangkan padanya, tak peduli apakah orang yang menerima
Dalam pasal 1341 ayat (1) tersebut dapat diartikan bahwa terdapat hak
dari seorang kreditur untuk mengajukan pembatalan terhadap
tindakan-tindakan hukum yang tidak diwajibkan, yang telah dilakukan oleh debitur.
Yang dimana perbuatan tersebut dapat merugikan pihak kreditur. Selain itu,
pasal tersebut juga membuktikan tentang sifat dasar perjanjian yang mengikat
kedua belah pihak.
Di dalam pasal 1341 ayat (2) yang berbunyi “Hal-hal yang
diperolehnya dengan itikad baik oleh orang-orang pihak ketiga atas
barang-barang yang menjadi pokok perbuatan yang batal itu, dilindungi.” juga
ditambahkan tentang asas itikad baik (good faith). Jadi walaupun
barang-barang atau aset-aset yang dimiliki oleh debitur sudah dikuasai oleh pihak
ketiga, maka aset-aset tersebut dapat diminta kembali dengan actio pauliana
dan untuk pihak ketiga yang terlanjur melakukan transaksi dengan debitur
yang akan dinyatakan pailit, akan diberikan pengembalian terhadap harga
yang telah dibayarnya oleh kurator.
Kartini Mulyadi berpendapat bahwa kata ‘actio’ dipertanyakan karena
tidak perlu adanya tuntutan/gugatan untuk membatalkan suatu tindakan
‘Pauliana’, karena tindakan hukum itu memang batal (nietig) dan bukannya
dapat dibatalkan (vernietigbaar). Karenya, tidak perlu diajukan gugatan untuk
menyatakan suatu tindakan Pauliana batal, tetapi cukup kurator dapat
menyatakan (inroepen) bahwa tindakan itu batal, asalkan kurator dapat
ia dan pihak dengan siapa debitor melakukan tindakan tersebut, mengetahui
atau sepatutnya mengetahui bahwa perbutannya itu akan merugikan kreditor.
Ketentuan actio pauliana sesungguhnya dimaksudkan untuk
melindungi kepentingan kreditor yang dirugikan akibat perbuatan hukum
yang dilakukan oleh debitornya. Ketentuan actio pauliana dalam Hukum
Kepailitan substansinya sama dengan actio pauliana yang di atur dalam KUH
Perdata mulai dari Pasal 1841 sampai Pasal 1845. Hanya bedanya dari segi
waktu yaitu actio pauliana dalam kepailitan dilakukan dalam jangka waktu 1
(satu) tahun sedangkan actio pauliana dalam KUH Perdata jangka waktunya
adalah 4 (empat) bulan.
Ketentuan mengenai actio pauliana di dalam UUK-PKPU merupakan
ketentuan yang lazim ada pada bankruptcy law dari banyak negara.
Pencantuman ketentuan ini, yang dikenal pula dengan nama “claw back
provision”, di dalam suatu undang-undang kepailitan sangat perlu. 2. Actio Pauliana dalam UUK – PKPU
1) Actio Pauliana Sebelum Putusan Pernyataan Pailit
Dalam Pasal 30 UU Kepailitan ditentukan bahwa: “Dalam hal suatu
perkara dilanjutkan oleh kurator terhadap pihak lawan, maka kurator dapat
mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang dilakukan oleh debitor
sebelum yang bersangkutan dinyatakan pailit, apabila dapat dibuktikan bahwa
kreditor dan hal ini diketahui oleh pihak lawannya”.84Dalam Pasal 41 UU
Kepailitan diatur sebagai berikut:85
(1) Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan
pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit
yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan
pernyataan pailit diucapkan.
(2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan
apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan,
Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan
mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut
akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
perbuatan hukum Debitor yang wajib dilakukan berdasarkan perjanjian
dan/atau karena undang-undang.
Menurut Penjelasan Pasal 41 ayat (2) UUK-PKPU, yang dimaksud
dengan “pihak dengan siapa perbuatan itu dilakukan” dalam ketentuan ini,
termasuk pihak untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut diadakan.
Menurut Penjelasan Pasal 41 ayat (3) UUK-PKPU, dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah perbuatan hukum
debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena
undang-undang. Diberikan contoh dalam Penjelasan Pasal 41 ayat (3)
84
Ibid., Pasal 30 UUK-PKPU.
85
PKPU bahwa perbuatan yang wajib dilakukan karena undang-undang,
misalnya, kewajiban pembayaran pajak.86
Jadi debitur berusaha meniadakan atau menghilangkan arti penting
dari pasal 1131 KUHPerdata dengan cara memindahkan sebagian aset-aset
harta kepailitanya agar tidak menjadi aset yang digunakan untuk pembayaran
kreditur saat debitur tersebut dipailitkan. Karena semakin besar aset yang
dimiliki oleh seorang debitur maka akan menyebabkan semakin besar pula
kewajiban pengeluaran asetnya untuk memenuhi kewajiban pembayaran
hutang kepada kreditur. Oleh karena itu ketika debitur akan dinyatakan pailit,
diperlukan suatu kewenangan hukum yang dapat membatalkan
perbuatan-perbuatan hukum dari seorang debitur, kewenangan hukum ini sering disebut
dengan actio pauliana. Menurut Pasal 42 UUK-PKPU :87
86
Penjelasan Pasal 41 ayat (2) dan (3) UUK-PKPU.
87
Pasal 42 UUK-PKPU.
Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditor dilakukan dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan,
sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan debitor, kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut
dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan
tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 ayat (2), dalam hal perbuatan tersebut:
a. merupakan perjanjian dimana kewajiban debitor jauh melebihi kewajiban
b. merupakan pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang
belum jatuh tempo dan/atau belum atau tidak dapat ditagih;
c. dilakukan oleh debitor perorangan, dengan atau untuk kepentingan:
1) suami atau istrinya, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat
ketiga;
2) suatu badan hukum dimana debitor atau pihak sebagaimana dimaksud
pada angka 1) adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak
tersebut, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, ikut serta secara
langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut
lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal disetor atau dalam
pengendalian badan hukum tersebut.
d. dilakukan oleh debitor yang merupakan badan hukum, dengan atau untuk
kepentingan:
1) anggota direksi atau pengurus dari debitor, suami atau istri, anak
angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau
pengurus tersebut;
2) perorangan, baik sendiri atau bersama-sama dengan suami atau istri,
anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut serta secara
langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada Debitor lebih
dari 50% (lima puluh persen) dari modal disetor atau dalam
pengendalian badan hukum tersebut;
3) perorangan yang suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya sampai
kepemilikan pada debitor lebih dari 50% (lima puluh persen) dari
modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut.
e. dilakukan oleh debitor yang merupakan badan hukum dengan atau untuk
kepentingan badan hukum lainnya, apabila:
1) perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha
tersebut adalah orang yang sama;
2) suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari
perorangan anggota direksi atau pengurus debitor yang juga merupakan
anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau
sebaliknya;
3) perorangan anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan
pengawas pada debitor, atau suami atau istri, anak angkat, atau keluarga
sampai derajat ketiga, baik sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara
langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum lainnya
lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal disetor atau dalam
pengendalian badan hukum tersebut, atau sebaliknya;
4) Debitor adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukum
lainnya, atau sebaliknya;
5) badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama baik bersama,
atau tidak dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan
keluarganya sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak
langsung dalam kedua badan hukum tersebut paling kurang sebesar
f. dilakukan oleh debitor yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap
badan hukum lain dalam satu grup dimana debitor adalah anggotanya;
g. ketentuan dalam huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f berlaku mutatis
mutandis dalam hal dilakukan oleh debitor dengan atau untuk kepentingan:
1) anggota pengurus dari suatu badan hukum, suami atau istri, anak
angkat atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota pengurus
tersebut;
2) perorangan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan suami atau istri,
anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga yang ikut serta secara
langsung atau tidak langsung dalam pengendalian badan hukum
tersebut.
Dalam Penjelasan Pasal 42 huruf c angka 1) dikemukakan bahwa yang
dimaksud dengan “anak angkat” adalah anak yang diangkat berdasarkan
penetapan pengadilan maupun anak angkat berdasarkan hukum adat debitor
pailit. Sementara itu, yang dimaksud dengan “keluarganya” adalah hubungan
yang timbul karena perkawinan atau keturunan baik secara horizontal maupun
vertikal. Menurut penjelasan Pasal 41 huruf c angka 2) bahwa yang dimaksud
dengan “anggota direksi” adalah anggota badan pengawas, atau orang yang
ikut serta dalam kepemilikan, termasuk setiap orang yang pernah menduduki
posisi tersebut dalam jangka waktu kurang dari satu tahun sebelum
dilakukannya perbuatan tersebut.
Menurut penjelasan Pasal 42 huruf d bahwa yang dimaksud dengan
dalam penjelasan Pasal 42 huruf e dikemukakan bahwa pengendalian adalah
kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung,
dengan cara apapun pengelolaan dan atau kebijaksanaan perusahaan. Pihak
yang memiliki saham yang besarnya 25% (dua puluh lima persen) atau lebih
dari jumlah saham yang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara pada
perseroan dianggap mengendalikan perseroan tersebut, kecuali yang
bersangkutan dapat membuktikan tidak melakukan pengendalian, sedangkan
pihak yang memilki saham kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah saham yang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara pada
perseroan dianggap tidak mengendalikan perseroan tersebut, kecuali yang
bersangkutan dapat dibuktikan melakukan pengendalian.
Dalam menerapkan ketentuan Pasal 42 huruf f, menurut penjelasannya
dikemukakan bahwa suatu badan hukum yang merupakan anggota direksi
yang berbentuk badan hukum diperlakukan sebagai direksi yang berbentuk
badan hukum tersebut.88
88
Penjelasan Pasal 42 UUK-PKPU.
Pasal 42 ini, maka bukan saja perbuatan hukum yang
dilakukan setelah debitor dinyatakan pailit dapat dibatalkan, tetapi juga
perbuatan hukum yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit
ditetapkan dapat juga dibatalkan. Pasal 42 UUK-PKPU mengatur dengan
rinci jenis perbuatan hukum yang apabila dilakukan dalam jangka waktu satu
a. Perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan oleh debitor,
b. Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap
mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan
merugikan kreditor, dan
c. Perbuatan tersebut memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 42 huruf a sampai dengan g.
Menurut Pasal 43 UUK-PKPU : Hibah yang dilakukan debitor dapat
dimintakan pembatalan kepada Pengadilan, apabila kurator dapat
membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan debitor mengetahui
atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian
bagi kreditor. Menurut penjelasan Pasal 43, dengan ketentuan ini, kurator
tidak perlu membuktikan bahwa penerima hibah tersebut mengetahui atau
patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi
kreditor.89
Menurut Pasal 44, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya (oleh debitor),
debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah tersebut
merugikan kreditor, apabila hibah tersebut dilakukan dalam jangka waktu
satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.90Perbedaan Pasal 43
dan Pasal 44 UUK-PKPU sebagai berikut :91
1. Pasal 43 UUK-PKPU berlaku untuk hibah yang dilakukan lebih dari satu
tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Sementara itu, Pasal
89
Penjelasan Pasal 43 UUK-PKPU.
90
Pasal 44 UUK-PKPU.
91
44 UUK-PKPU berlaku bagi hibah yang dilakukan dalam jangka waktu
satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
2. Pada Pasal 43, kuratorlah yang harus membuktikan bahwa pada saat hibah
dilakukan, debitor mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah tersebut
akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. Sementara itu pada Pasal 44,
debitorlah yang harus membuktikan bahwa pada saat hibah dilakukan
debitor tidak mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah tersebut akan
mengakibatkan kerugian bagi kreditor.
Pasal 45 UUK-PKPU menentukan, pembayaran suatu utang yang
sudah dapat ditagih hanya dapat dibatalkan apabila dibuktikan bahwa
penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit
debitor sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran tersebut merupakan
akibat dari persekongkolan antara debitor dan kreditor dengan maksud
menguntungkan kreditor tersebut melebihi kreditor lainnya.92
2) Dalam hal pembayaran tidak dapat diminta kembali sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), orang yang mendapat keuntungan sebagai akibat Pasal 46 UUK-PKPU menentukan :
1) Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45,
pembayaran yang telah diterima oleh pemegang surat pengganti atau
surat atas tunjuk yang karena hubungan hukum dengan pemegang
terdahulu wajib menerima pembayaran, pembayaran tersebut tidak dapat
diminta kembali.
92
diterbitkannya surat pengganti atau surat atas tunjuk, wajib
mengembalikan kepada harta pailit jumlah uang yang telah dibayar oleh
debitor apabila:
a. dapat dibuktikan bahwa pada waktu penerbitan surat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang bersangkutan mengetahui bahwa
permohonan pernyataan pailit Debitor sudah didaftarkan; atau
b. penerbitan surat tersebut merupakan akibat dari persekongkolan antara
debitor dan pemegang pertama.
2) Actio Pauliana Sesudah Putusan Pernyataan Pailit
Pasal 50 UUK-PKPU mengatur mengenai pembayaran piutang debitor
pailit yang dilakukan oleh kreditornya sesudah putusan pernyataan pailit
diucapkan. Pasal 50 adalah sebagai berikut :93
2) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan sesudah
putusan pernyataan pailit diumumkan, tidak membebaskan terhadap harta
pailit kecuali apabila yang melakukan dapat membuktikan bahwa 1) Setiap orang yang sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan tetapi
belum diumumkan, membayar kepada debitor pailit untuk memenuhi
perikatan yang terbit sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan,
dibebaskan terhadap harta pailit sejauh tidak dibuktikan bahwa yang
bersangkutan mengetahui adanya putusan pernyataan pailit tersebut.
93
pengumuman putusan pernyataan pailit yang dilakukan menurut
undang-undang tidak mungkin diketahui di tempat tinggalnya.
3) Pembayaran yang dilakukan kepada Debitor Pailit, membebaskan
debitornya terhadap harta pailit, jika pembayaran itu menguntungkan harta
pailit.
Menurut ketentuan Pasal 50 ayat (3) tersebut, pembebasan debitor
pailit terhadap harta pailit dari pemenuhan kewajiban pembayaran hanya
berlaku sepanjang pemenuhan kewajiban pembayaran tersebut yang diterima
debitor pailit, dapat menguntungkan harta pailit tersebut. Ketentuan ini
merupakan kebalikan dari ketentuan Pasal 49 ayat (4) UUK-PKPU. Misalnya,
debitor sesudah dinyatakan pailit menjual rumah beserta tanahnya dengan
harga Rp 3 miliar.
Sesuai dengan ketentuan, Pasal 50 ayat (3) UUK-PKPU, kurator wajib
mengembalikan pembayaran sebesar Rp 3 miliar itu kepada pembeli apabila
harga rumah naik. Dengan memperoleh kembali rumah tersebut, kurator akan
memperoleh harga lebih tinggi dalam proses kepailitan (likuidasi). Akan
tetapi apabila harga rumah turun, akan lebih menguntungkan bagi harta pailit
3. Tindakan-Tindakan Debitor yang Dapat Dikenakan Actio Pauliana
Saat melaksanakan tugas, seorang kurator juga harus memastikan
terpenuhinya syarat-syarat dari actio pauliana. Syarat-syarat dari actio
pauliana menurut Undang-Undang Kepailitan adalah sebagai berikut:94
7. Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik,dapat dibuktikan bahwa
pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan, pihak dengan siapa
perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui
1. Dilakukan actio pauliana tersebut untuk kepentingan harta pailit.
2. Adanya perbuatan hukum dari debitur.
3. Debitur tersebut telah dinyatakan pailit.
4.Perbuatan hukum tersebut merugikan kepentingan kreditur, contohnya:
menjual barang yang harganya dibawah harga pasar, pemberian barang
sebagai hibah atau hadiah, melakukan sesuatu yang dapat menambah
kewajiban atau beban kepada harta pailit, melakukan sesuatu yang
merugikan rangking kreditur seperti pembayaran terhadap kreditur tertentu
saja.
5. Perbuatan hukum tersebut dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan.
6. Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik, dapat dibuktikan
bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan, debitur tersebut
mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut
akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur.
94
bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian pada
kreditur.
8. Perbuatan hukum tersebut bukan perbuatan hukum yang diwajibkan, yaitu
tidak diwajibkan oleh undang-undang atau perjanjian. Contoh:
memberikan jaminan kepada kreditur yang tidak diharuskan, membayar
hutang yang belum jatuh tempo, menjual barang-barang kepada
kreditornya dengan kompensasi harga barang tersebut, membayar utang
(sudah jatuh tempo atau belum) tidak secara tunai namun diganti dengan
hal yang lain seperti barang. Seperti yang ada di dalam syarat-syarat actio
pauliana bahwa perbuatan debitur harus merupakan perbuatan hukum.
Jadi dalam perbuatan yang dapat dibatalkan dengan actio pauliana harus
merupakan suatu perbuatan yang memiliki akibat hukum. Dengan
demikian, minimal dua elemen yang mesti dipenuhi agar perbuatan
tersebut dapat disebut sebagai perbuatan hukum, yaitu sebagai berikut :
berbuat sesuatu, dan mempunyai akibat hukum. Dengan demikian,
melakukan sesuatu yang tidak mempunyai akibat hukum atau tidak
melakukan sesuatu tetapi mempunyai akibat hukum tidak dianggap
sebagai suatu perbuatan hukum sehingga tidak terkena actio pauliana.
Apabila debitur memusnahkan asetnya, debitur menolak untuk menerima
sumbangan atau hibah dan debitur tidak mengeksekusi (tidak
memfinalkan) suatu kontrak yang sudah terlebih dahulu diperjanjikanya,
tidak dapat dilakukan actio pauliana karena tindakan-tindakan tersebut
4. Prosedur Pembatalan
Prosedur pembatalan diatur dalam Pasal 47 yang menyebutkan
bahwa:95
Tidak ada ketentuan yang memungkinkan bagi kreditor untuk
mengajukan tuntutan. Menurut penafsiran terhadap ketentuan Pasal 47 ayat
(1) itu, apabila kreditor menginginkan agar dilakukan permohonan
pembatalan sebagimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 46, (1) Tuntutan hak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46 diajukan oleh
Kurator ke Pengadilan.
(2) Kreditor berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal
42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46 dapat mengajukan
bantahan terhadap tuntutan Kurator.
Menurut Pasal 47 ayat (1) tersebut, tuntutan hak berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 46
UUK-PKPU harus diajukan oleh kurator kepada pengadilan. Menurut
ketentuan Pasal 47 ayat (2), kreditor berdasarkan alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 46 dapat mengajukan
bantahan terhadap tuntutan kurator yang dilakukan berdasarkan kewenangan
kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1). Ketentuan Pasal 47
ayat (1) dan ayat (2) itu adalah sebagai konsekuensi dan sejalan dengan
ketentuan Pasal 26 ayat (1) UUK-PKPU.
95
kreditor dapat memintanya kepada kurator untuk mengajukan permintaan
pembatalan tersebut. Bila kurator menolak, berarti timbul sengketa atau
perbedaan pendapat antara kreditor dan kurator. Bila terjadi hal yang
demikian, kreditor sebaiknya meminta agar hakim pengawas mengambil
sikap atas penolakan kurator tersebut.Menurut Pasal 48 ayat (1) UUK-PKPU:
(1) Dalam hal kepailitan berakhir dengan disahkannya perdamaian maka
tuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 gugur.
(2) Tuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 tidak gugur, jika
perdamaian tersebut berisi pelepasan atas harta pailit, untuk itu tuntutan
dapat dilanjutkan atau diajukan oleh para pemberes harta untuk
kepentingan kreditor.
KEWENANGAN KURATOR TERKAIT MENGEKSEKUSI HARTA PAILIT KETIKA DEBITOR MENGALIHKAN ASETNYA PADA PIHAK
LAIN
A. Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Kepailitan
Dari ketentuan Pasal 21 dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang(selanjutnya
disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU) dapat disimpulkan bahwa
kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat pernyataan pailit itu
dilakukan. Sejak pernyataan pailit diumumkan, debitor kehilangan hak untuk
menguasai dan mengurus kekayaannya. Selanjutnya pengurusan dan pemberesan
diambil alih kurator.Tugas dan kewenangan kurator adalah:96
1. Melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit (Pasal 12 ayat (1)
dan Pasal 67 ayat (1) UU No. 4/1998 dan Pasal 69 ayat (1) UU No.
37/2004);
2. Mengawasi pengelolaan usaha debitor dan pembayaran kepada debitor,
pengalihan, atau penggunaan kekayaan debitor yang dalam kepailitan
merupakan wewenang kurator (Pasal 10 ayat (1) poin b UU No. 37/2004)
3. Mengumumkan putusan kasasi atau peninjauan kembali yang
membatalkan putusan pailit dalam Berita Negara Republik Indonesia dan
paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian sebagaimana dimaksud Pasal 15
ayat (4), Pasal 17 ayat (1) UU No. 37/2004);
4. Melaporkan keadaan harta pailit (Pasal 74 ayat (1) UU No.37/2004);
96
5. Mengadakan rapat dengan panitia kreditor untuk meminta nasihat (Pasal
82 UU No.37/2004);
6. Sebelum mengajukan gugatan atau meneruskan perkara yang sedang
berlangsung, ataupun menyanggah gugatan yang diajukan atau yang
sedang berlangsung, kurator wajib meminta pendapat panitia kreditor
(Pasal 83 ayat (1) UU No. 37/2004);
7. Wajib hadir dalam rapat kreditor (Pasal 85 ayat (2) UU No. 37/2004);
8. Menyelamatkan harta pailit, antara lain menyita barang-barang perhiasaan,
efek-efek, surat-surat berharga serta uang, dan menyegel harta benda si
pailit atas persetujuan hakim pengawas (Pasal 89 Fv atau dalam Pasal 99
ayat (1) UU No. 37/2004);
9. Menyusun inventaris harta pailit (Pasal 100 ayat (1) dan (2);
10. Menyusun daftar utang dan piutang harta pailit (Pasal 93 Fv);
11. Berdasarkan persetujuan panitia kreditor, kurator dapat melanjutkan usaha
debitor yang dinyatakan pailit (Pasal 95 ayat (1) UU No.4/1998);
12. Kurator berwenang membuka surat dan telegram yang dialamatkan kepada
debitor pailit (Pasal 105 ayat (1) UU No. 37/20040;
13. Kurator menerima surat pengaduan dan keberatan yang berkaitan dengan
harta pailit (Pasal 105 ayat (4) UU No. 37/2004);
14. Kurator berwenang untuk memberikan sejumlah uang yang ditetapkan
oleh hakim pengawas untuk biaya hidup debitor pailit dan keluarganya
15. Atas persetujuan hakim pengawas, kurator dapat memindahtangankan
(menjual) harta pailit sepanjang diperlukan untuk menutup ongkos
kepailitan (Pasal 98 Fv/Undang-undang No. 4/1998);
16. Membungakan uang tunai yang tidak diperlukan untuk mengerjakan
pengurusan (Pasal 99 ayat (2) Fv);
17. Menyimpan semua uang, barang-barang perhiasaan, efek dan surat
berharga lainnya, kecuali bila hakim pengawas menetapkan cara
penyimpanan yang lain (Pasal 108 ayat (1) UU No.37/2004);
18. Kurator setelah meminta nasihat dari panitia kreditor, bila ada, dan dengan
persetujuan Hakim Pengawas, berwenang untuk membuat perdamian atau
untuk menyelesaikan perkara (Pasal 109 UU No.37/2004);
19. Memanggil debitor untuk memberikan keterangan yang diperlukan oleh
kurator (Pasal 101 ayat (1) Fv);
20. Memberikan salinan surat-surat, yang ditempatkan di kantornya yang
dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh umum, kepada kreditor atas biaya
kreditor yang bersangkutan (Pasal 103 Fv)
Dalam Pasal 69 ayat (2)Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU), dinyatakan bahwa dalam melaksanakan
tugasnya, kurator:
a. tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan
meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan
demikian dipersyaratkan;
b. dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka
meningkatkan nilai harta pailit.
Sekalipun menurut Pasal 69 ayat (2) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya
disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU)dalam melaksanakan tugasnya
kurator tidak memerlukan persetujuan dari debitor atau memberitahukan kepada
debitor, khusus untuk menghadap di muka pengadilan kurator harus terlebih
dahulu mendapatkan izin dari hakim pengawas. Demikian menurut ketentuan
Pasal 69 ayat (5) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut Undang-Undang
Kepailitan dan PKPU).97
a. pengelolaan usaha debitor;
Di samping adanya kurator (kurator tetap),
Undang-Undang Kepailitan juga memperkenalkan apa yang disebut dengan kurator
sementara (Interim receiver).
Pada prinsipnya, tugas kurator sementara ini lebih terbatas dibandingakan dengan
tugas-tugas kurator tetap. Kurator sementara hanya bertugas sebagai “supervisor”.
Maksudnya, hanya melakukan pengawasan terhadap debitor, khusus pengelolaan
terhadap:
b. pembayaran kepada debitor;
97
c. pengalihan harta debitor;
d. penjaminan harta debitor
Kurator sementara ini ditunjuk sebelum putusan pernyataan pailit dijatuhkan,
yang dalam hal ini ditunjuk oleh setiap kreditor atau jaksa (dalam hal kepailitan
untuk kepentingan umum). Kurator sementara diperlukan karena sebelum putusan
pernyataan dijatuhkan, debitor belum pailit, sehingga ia masih berwenang untuk
mengurus harta-hartanya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang
dilakukan oleh debitor yang belum pailit tersebut, ia perlu diawasi, dalam hal ini
diawasi oleh kurator sementara.98
Tugas kurator yang utama adalah melakukan pengurusan atau pemberesan harta
pailit tanpa perlu meminta persetujuan dari Debitor karena sudah ditetapkan oleh
Pengadilan Niaga.99
98
Bagus Irawan, Op.Cit., hlm 71-72.
99
Robintan Sulaiman dan Joko Prabowo, Lebih Jauh Tentang Kepailitan (Jakarta : Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, 2000), hlm. 29.
Dalam melaksanakan tugasnya, kurator berdasarkan prinsip
fiduciare duty yang artinya tugas yang diembannya berdasarkan oleh kepercayaan yang mengangkat kurator tersebut yaitu Pengadilan. Oleh karena itu, suatu hal
yang wajar apabila Pasal 72 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU)mengatur bahwa kurator bertanggung
jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas
pengurusan dan/ atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta
Hal ini merupakan pemicu supaya kurator mengerjakan tugasnya dengan
sebaik-baiknya dan penuh kehati-hatian. Ketentuan demikian juga dianut dalam Pasal 67
CUndang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan
dan PKPU).100
1. Hubungan kurator dan debitor pailit
Kurator dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan
harta pailit, tidak akan berhasil tanpa bantuan dari pihak yang terkait langsung
dengan proses kepailitan tersebut.
Debitor sebagai pihak yang dinyatakan pailit, kreditor sebagai pihak yang berhak
mendapatkan hak atas harta debitor pailit, dan hakim pengawas dan pemberi
persetujuan atas kerja pengurusan dan pemberesan yang dilakukan oleh kurtaor,
yang sekaligus sebagai tempat debitor dan kreditor menyampaikan hal yang
mereka inginkan atau tidak inginkan untuk dilakukan oleh kurator, adalah pihak
yang akan membantu kelancaran tugas kurator jika bekerja sama dengam baik,
dan menjadi penghambat jika tidak membantu kerja kurator.
Kurator sangat dituntut untuk menjalin kerja sama yang baik dengan debitor pailit.
Kegagalan kurator membina kerja sama dengan debitor pailit dapat menyebabkan
hambatan bagi proses kepailitan itu sendiri. Kerja sama yang dimaksud antar lain:
1) memberikan seluruh data dan informasi sehubungan dengan harta pailit
secara lengkap dan akurat;
100
2) menyerahkan seluruh kewenangan pengurusan harta pailit dan usahanya
pada kurator dan tidak lagi menjalankan sendiri;
3) jika diminta, membantu kurator dalam menjalankan tugasnya; dan
4) tidak menghalangi, baik sengaja atau tidak, pelaksanaan tugas kurator.
Terhadap debitor pailit yang tidak kooperatif, kurator mengusulkan kepada hakim
pengawas untuk dapat diambil tindakan-tindakan hukum agar debitor pailit dapat
segera mematuhi proses kepailitan. Sebaliknya, tidak semua tindakan hukum yang
dilakukan oleh kurator harus dengan begitu saja diterima oleh debitor pailit.
Debitor pailit dibolehkan dengan surat permohonan mengajukan perlawanan yang
ditujukan kepada hakim pengawas terhadap setiap perbuatan yang dilakukan oleh
kurator ataupun meminta dikeluarkannya perintah hakim, supaya kurator
melakukan suatu perbuatan yang sudah dirancangkan.
Hubungan kurator dan debitor berakhir jika proses pemberesan harta pailit telah
selesai atau jika terjadi pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan
mutlak, maka di hadapan hakim pengawas, kurator wajib melakukan perhitungan
tanggung jawab kepada debitor.
2. Hubungan kurator dan kreditor
Dalam suatu proses kepailitan, meskipun yang mengajukan permohonan pailit
hanya satu atau dua kreditor, namun pada saat debitor dinyatakan pailit, maka
yang berhak mendapatkan haknya atas harta pailit bukan hanya yang mengajukan
permohonan pailit tetapi semua kreditor dari debitor pailit. Dalam menjalin kerja
orang perorangan dari para kreditor. Untuk itu, dibentuklah panitia kreditor yang
selanjutnya menjadi lembaga bagi para kreditor debitor pailit.
Hal ini mempermudah kerja kurator karena ia tidak harus berurusan dengan semua
kreditor tapi cukup dengan panitia kreditor. Undang-Undang Kepailitan tidak
mewajibkan adanya panitia tersebut. Akan tetapi apabila kepentingan
menghendaki (demi suksesnya pelaksanaan kepailitan), pengadilan dapat
membentuk panitia kreditor. Namun demikian, hakim pengawas wajib
menawarkan pembentukan panitia tersebut kepada para kreditor.
Panitia kreditor setiap waktu berhak meminta diperlihatkan segala buku dan
surat-surat yang mengenai kepailitan, dan terhadap hal tersebut, kurator diwajibkan
untuk memberikan kepada panitia kreditor segala keterangan yang dimintanya.
Selain itu, panitia juga berhak meminta diadakannya rapat-rapat kreditor, serta
dapat memberikan dan bahkan wajib memberikan saran tertulis kepada rapat
verifikasi mengenai perdamaian yang ditawarkan.
Kurator oleh Undang-Undang Kepailitan dibolehkan setiap saat mengadakan rapat
dengan panitia kreditor untuk meminta nasihat panitia kreditor bila dianggap
perlu. Namun demikian, kurator tidak wajib mengikuti nasihat dari panitia
kreditor. Akibatnya jika terhadap nasihat tersebut, tidak diterima atau ditolak oleh
kurator, kurator harus segera menyampaikan hal tersebut kepada panitia kreditor.
Selanjutnya jika panitia kreditor kemudian merasa keberatan atau tidak menerima
penolakan kurator, panitia kreditor dapat meminta keputusan atas hal tersebut
kepada hakim pengawas. Terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh kurator,
terhadap perbuatan hukum kurator tersebut. Perlawanan ini diajukan kepada
hakim pengawas.
Kreditor dapat meminta kepada hakim pengawas untuk memerintahkan kurator
melakukan atau tidak melakukan sesuatu tindakan. Hal yang tidak kalah penting
yang harus dilakukan oleh para kreditor dalamrangka menyukseskan tugas kurator
adalah membantu kurator secara terbuka untuk menunjukkan kebendaan harta dari
debitor pailit yang diketahuinya.101
3. Hubungan kurator dan hakim pengawas
Kurator tidaklah sepenuhnya bebas dalam melakukan pengurusan dan pemberesan
harta pailit. Kurator senantiasa berada di bawah pengawasan hakim pengawas.
Tugas hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta
pailit yang menjadi tugas kurator (yang dilakukan oleh kurator).102
Karenanya kurator harus menyampaikan laporan kepada hakim pengawas
mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap tiga bulan.103
101
Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2005)hlm. 43-52.
102
Pasal 63 UUK-PKPU.
103
Pasal 70 B Ayat (1) UUK-PKPU.
Hakim pengawas harus arif dan bijaksana karena ia mengemban kepentingan si
apilit, para kreditor dan pihak ketiga. Hakim pengawas juga memiliki kewenangan
untuk memimpin rapat verifikasi dan menyerahkan tagihan-tagihan yang tidak
Bentuk bantuan yang bisa diberikan dan harus senantiasa dilakukan oleh seorang
hakim pengawas adalah memberi masukan kepada kurator tentang bagaimana
baiknya melakukan pengurusan dan pemberesan atas harta pailit. Saran tersebut
diberikan demi menjaga agar nilai harta pailit tetap atau bahkan meningkat.104
B. Akibat Pembatalan Perbuatan hukum Terhadap Orang yang Telah
Menerima Pengalihan Atas Bagian Harta Kekayaan Debitor Pailit
Pasal 49 ayat (1) UUK-PKPU menentukan: Setiap orang yang telah menerima
benda yang merupakan bagian dari harta debitor yang tercakup dalam perbuatan
hukum yang dibatalkan, harus mengembalikan benda tersebut kepada kurator dan
dilaporkan kepada hakim pengawas.
Bila orang yang disebut terakhir itu tidak dapat mengembalikan benda yang telah
diterimanya dalam keadaan seperti semula, menurut Pasal 49 ayat (2)
UUK-PKPU ia wajib memberikan ganti rugi kepada harta pailit itu. Namun demikian,
menurut Pasal 49 ayat (3), dalam hal hak pihak ketiga atas benda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang diperoleh dengan itikad baik dan tidak dengan
cuma-cuma, harus dilindungi. Ketentuan pasal 49 ayat (3) UUK-PKPU tersebut sejalan
dengan ketentuan Pasal 1341 ayat (2) KUH Perdata.
104
Menurut penjelasan Pasa 49 ayat (3), yang dimaksud dengan “itikad baik dan
tidak dengan cuma-cuma” termasuk juga pemegang hak agunan atas benda
tersebut. Pembatalan perjanjian dapat dimintakan tidak hanya untuk perbuatan
hukum yang bersifat sepihak saja melainkan juga yang bertimbal balik. Ini berarti
setiap pembatalan atas perbuatan hukum yang bertimbal balik tersebut akan
mengakibatkan juga pengembalian kebendaan dari harta pailit.
Menurut pasal 49 ayat (4) UUK-PKPU, benda yang diterima oleh debitor atau
nilai penggantinya, wajib dikembalikan oleh kurator sejauh harta pailit
diuntungkan, sedangkan utuk kekurangannya (apabila penerimaan tersebut
nilainya masih berada di bawah nilai piutangnya), orang terhadap siapa
pembatalan tersebut dituntut dapat tampil sebagai kreditor konkuren (untuk
kekurangan tersebut).
Hal ini sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) UUK105, apabila saat pernyataan pailit
ditetapkan terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian
dipenuhi, maka pihak dengan siapa debitor mengadakan perjanjian tersebut dapat
minta kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan
perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan pihak
tersebut. Dalam hal kesepakatan mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak tercapai, hakim pengawas menetapkan jangka waktu
tersebut.106
105
Pasal 36 ayat (1) UUK-PKPU.
106
Pasal 36 ayat (2) UUK-PKPU.
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan
dimaksud pada ayat (1) dapat menuntut ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai
kreditor konkuren.107
Apabila kurator menyatakan kesanggupannya maka kurator wajib memberi
jaminan atas kesanggupan untuk melaksanakan perjanjian tersebut.108
C. Kewenangan Kurator Terkait Mengeksekusi Harta Pailit Ketika Debitor
Mengalihkan Asetnya Pada Pihak Lain
Lembaga actio pauliana diciptakan untuk melindungi para kreditur agar mereka
tidak diperdayai oleh debitornya, yaitu orang, persekutuan/badan hukum yang
dinyatakan pailit. Menjadi tugas kurator untuk mencari tahu apakah orang,
pengurus badan hukum yang bertanggung jawab secara tanggung renteng dengan
semua harta pribadinya dalam hal Perseroan Terbatas yang dipimpin olehnya
karena kesalahannya atau karena kelalaiannya telah dinyatakan pailit telah
berusaha menjual, menghibahkan, menjamin, menyewakan, menukarkan atau
melakukan tindakan lain dengan maksud untuk memperdayai kreditor atau para
kreditornya.109
a. Melindungi hak kreditur
Hal tersebut diatur dalam Pasal 1341 KUH Perdata dan tentang pelaksanaannya
dalam kepailitan diatur dalam Pasal 41 s.d Pasal 44 Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU). Tujuan dari Actio
Pauliana adalah:
107
Pasal 36 ayat (3) UUK-PKPU.
108
Pasal 36 ayat (4) UUK-PKPU.
109
b. Membatasi perbuatan hukum debitur pailit
c. Melindungi harta-harta debitur pailit untuk tidak disalahgunakan oleh
debitur atau pihak ketiga
Sutan Remy Sjahdeini mengatakan bahwa ketentuan Pasal 41 sampai dengan
Pasal 51 UUK-PKPU merupakan pelaksanaan ketentuan actio pauliana Pasal
1341 KUHPerdata. Hal itu dapat dipahami karena actio pauliana dalam
KUHPerdata berlaku umum untuk semua perjanjian, sedangkan yang terdapat
dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 51 UUK-PKPU atau Pasal 41 UUK-PKPU
sampai dengan Pasal 49 UUK-PKPU merupakan ketentuan khusus actio pauliana
untuk masalah kepailitan. Bahwa ketentuan actio pauliana Pasal 1341
KUHPerdata berlaku untuk semua perjanjian tampak karena ketentuan tersebut
terletak dalam Buku III KUHPerdata tentang perikatan bagian ketiga tentang
akibat suatu perjanjian.
Bila kita simak Pasal 41 Undang-Undang Kepailitan, terdapat beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa melakukan actio pauliana yaitu:
1. Dilakukan actio pauliana tersebut untuk kepentingan harta pailit.
2. Adanya perbuatan hukum dari debitur.
3. Debitur tersebut telah dinyatakan pailit.
4. Perbuatan hukum tersebut merugikan kepentingan kreditur,
5. Perbuatan hukum tersebut dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan.
6. Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik, dapat dibuktikan bahwa
sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan
kerugian bagi kreditur.
7. Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik,dapat dibuktikan bahwa
pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan, pihak dengan siapa perbuatan
hukum itu dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan
hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian pada kreditur.
8. Perbuatan hukum tersebut bukan perbuatan hukum yang diwajibkan, yaitu tidak
diwajibkan oleh undang-undang atau perjanjian.
Menjadi tugas kurator untuk membuktikan syarat diatas telah dipenuhi. Pasal 42
Undang-Undang Kepailitan menentukan bahwa dalam keadaan tertentu
persyaratanyang tersebut dalam angka 6 dan 7 tersebut diatas dianggap telah
dipenuhi. Kemudian, Pasal 42 UUK-PKPU mengatur dengan rinci jenis perbuatan
hukum yang apabila dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan
pernyataan pailit ditetapkan, dengan syarat:
a. Perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan oleh debitor,
b. Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut
dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan
tersebut akan merugikan kreditor, dan
c. Perbuatan tersebut memenuhi syarat-syarat sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 42 huruf a sampai dengan g.
Menurut doktrin untuk dapat dibatalkan dengan actio pauliana harus dipenuhi dua
pihak ketiga bahwa perbuatan tersebut merugikan terhadap pihak kreditur.
Sementara jika yang dilakukan oleh debitur yang akan dipailitkan tersebut adalah
hibah atau hadiah, terhadap pihak ketiga yang menerima hibah atau hadiah
tersebut tidak disyaratkan unsur diketahui dan patut diduga oleh pihak debitur dan
pihak ketiga bahwa perbuatan tersebut merugikan terhadap pihak kreditur. Dalam
hal ini tindakan patut diketahui dan menduga menjadi beban dari pemberi hadiah
dan hibah saja apabila hibah ini dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sebelum
debitur pailit seperti yang diuangkapkan Pasal 44.
Kurator dapat membatalkan seluruh perbuatan hukum yang dilaksanakan oleh
debitor pailit yang memenuhi persyaratan-persyaratan yang disebutkan diatas.
Akan tetapi, apabila terdapat sangat banyak perbuatan yang memenuhi
persyaratan untuk dibatalkan dengan menggunakan konsep actio pauliana maka
kurator harus dapat memutuskan perbuatan mana yang dimintai pembatalan dan
perbuatan mana yang dapat dibiarkan berdasarkan nilai material perbuatan
tersebut terhadap harta si debitor pailit dan kemudahan pembuktiannya (dalam hal
dapat tidaknya kurator mengumpulkan bukti-bukti yang cukup dan memenuhi
syarat untuk dapat melakukan actio pauliana).
Di samping itu juga dimungkinkan adanya suatu pembuktian terbalik, apabila saat
dilakukanya perbuatan tertentu yang merugikan harta pailit tersebut pihak debitor
dan pihak siapapun dengan siapa tindakan itu dilakukan (kecuali hibah) dianggap
telah mengetahui atau patut mengetahui bahwa perbuatan tersebut dapat
merugikan kreditur kecuali dibuktikan sebaliknya. Yaitu dapat dibuktikan bahwa
hibah) tidak dalam keadaan mengetahui atau patut mengetahui jika perbuatan
tersebut merugikan kreditur. Jika perbuatan tersebut adalah hibah, maka
pembuktian terbalik ini hanya dibebankan kepada debitur.
Karena di dalam hibah tidak disyaratkan adanya pembuktian bagi pihak siapaun
dengan siapa tindakan itu dilakukan. Syarat-syarat agar berlakunya pembuktian
terbalik:110
- Suatu badan hukum dimana debitur atau pihak-pihak sebagaimana dimaksud
dalam point 1 adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak tersebut,
baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak
langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut lebih dari 50% (lima puluh
persen) dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut.
1.Perbuatan tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sebelum putusan
pernyataan pailit ditetapkan. Sehingga disini berlaku asas “Hukum Anti Perbuatan
Menit Terakhir”(Anti Last Minute Grab Rule).
2. Perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan oleh debitur
3. Hanya berlaku untuk perbuatan-perbuatan dalam hal tertentu saja,yaitu sebagai
berikut:
a) Perbuatan hukum tersebut adalah hibah
b) Perbuatan tersebut merupakan perikatan dimana perikatan dimana kewajiban
debitur melebihi kewajiban pihak dengan siapa perikatan tersebut dilakukan.
c) Dilakukan oleh debitur perorangan,dengan atau terhadap:
- Suami atau istrinya,anak angkat atau keluarganya sampai drajat ketiga
110
d) Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau
terhadap: anggota direksi atau pengurus dari debitur, suami atau istri, anak angkat,
atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau pengurus tersebut;
e) Perorangan, baik sendiri atau bersama-sama dengan suami atau istri, anak
angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut serta secara langsung atau
tidak langsung dalam kepemilikan debitur lebih dari 50% (lima puluh persen) dari
modal.
f) Perorangan yang suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat
ketiga, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada
debitur lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal disetor.
g) Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau untuk
kepentingan badan hukum lainnya, apabila:
1. Perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha tersebut
adalah orang yang sama.
2. Suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga
dari perorangan anggota direksi atau pengurus Debitur yang juga merupakan
anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya
3. Perorangan anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan pengawas pada
Debitur, atau suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga,
baik sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung
dalam kepemilikan badan hukum lainnya lebih dari 50% (lima puluh persen) dari
4. Debitur adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau
sebaliknya
5. Badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama baik bersama, atau tidak
dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan keluarganya sampai
derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kedua badan
hukum tersebut paling kurang sebesar 50% (lima puluh persen) dari modal yang
disetor.
Kurator merupakan satu-satunya pihak yang dapat membatalkan perbuatan hukum
yang dilaksanakan oleh debitor pailit berdasarkan konsep actio pauliana. Hal ini
merupakan akibat logis dari kedudukan kurator sebagai pihak yang bertugas untuk
melindungi dan mengurus harta pailit untuk kepentingan seluruh pihak yang
berkepentingan dengan harta pailit.
Kurator secara aktif mempelajari perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh
debitor pailit sebelum terjadinya kepailitan, terutama perbuatan hukum yang
dilaksanakan debitor pailit satu tahun sebelum terjadinya kepailitan. Kurator juga
harus mendengar petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh panitia kreditor
mengenai kemungkinan adanya perbuatan hukum yang dapat dibatalkan dengan
D. Dasar, Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Putusan Terkait Gugatan Actio Pauliana Dengan Register Perkara Nomor 07/ Pdt. Sus-Actio Pauliana/ 2015/ Pengadilan Niaga . Mdn dan Penerapan Sus-Actio Pauliana
1. Posisi Kasus
Putusan terkait gugatan actio pauliana dengan register perkara nomor 07/ Pdt. Sus
- Actio Pauliana/ 2015/ Pengadilan Niaga .Mdn melibatkan Marolop Tua Sagala,
SH, kurator PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam pailit) selaku penggugat
terhadap PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam pailit) sebagai tergugat I, PT.
KPE Industries sebagai tergugat II, Chew Fook Sin direktur PT Heat Exchangers
Indonesia (dalam pailit) (in casu) (tergugat-I) sebagai tergugat III, Lee Swee Eng
komisaris PT Heat Exchangers Indonesia (dalam pailit) (in casu) (tergugat-I)
sebagai tergugat IV, Chew Fook Sin sebagai direktur PT KPE Industries disebut
sebagai tergugat V, Lee Swee Eng komisaris PT KPE Industries sebagai tergugat
VI, KNM PTY LTD selaku pemegang saham perseroan : memiliki/memegang
889.155 (delapan ratus delapan puluh sembilan seratus lima puluh lima) saham
terdiri dari : 499.999 (empat ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus
sembilan puluh sembilan) saham seri A. 389.156 (tiga ratus delapan puluh
sembilan ribu seratus lima puluh enam) saham seri B atas PT. Heat Exchangers
Indonesia (dalam pailit) disebut sebagai tergugat VII, KNM PROCESS SDN
BHD selaku pemegang saham perseroan : memiliki/memegang 1 (satu) saham seri
A atas PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam pailit) disebut sebagai turut
tergugat I, dan KNM Capital SDN BHD selaku perusahaan dalam satu group
sebagai turut tergugat II. Selanjutnya secara bersama-sama disebut sebagai para
tergugat.
Penggugat dengan gugatannya tertanggal 03 Agustus 2015 yang terdaftar di
kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 04
Agustus 2015 dibawah register perkara nomor : 07/ Pdt. Sus - Actio Pauliana/
2015/ Pengadilan Niaga .Mdn, Jo. Nomor : 03/ Pdt.Sus - Pembatalan/ 2015/
Pengadilan Niaga Mdn, Jo. Nomor : 07/ Pdt.Sus - PKPU/ 2014/ Pengadilan
Niaga.Mdn. PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam pailit) (in casu TERGUGAT -
I) adalah debitor pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Medan No. 03/
Pdt.Sus - Pembatalan/ 2015/ Pengadilan Niaga Mdn, Jo. Nomor : 07/ Pdt - PKPU/
2014/ Pengadilan Niaga Medan, yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum pada hari Kamis, tertanggal 09 Juli 2015. Berdasarkan dokumen yang
penggugat dapatkan, tergugat - I dan tergugat- II adalah perusahaan asing dan
merupakan anak perusahaan dari KNM Pty Ltd., dan KNM Pty Ltd. adalah salah
satu dari Anak Perusahaan KNM Process Systems Sdn Bhd (“KNMPS”), dan
selanjutnya “KNMPS” adalah salah satu dari perusahaan KNM Group Berhad
yang berpusat di Malaysia.
Setelah penggugat mengumumkan kepailitan tergugat di Harian Batam Pos dan
Harian Rakyat Merdeka, selanjutnya memberitahukan dengan surat bahwa
penggugat akan berkunjung ke perusahaan tergugat, dan penggugat
menindaklanjutinya dengan kunjungan ke Batam, untuk memverifikasi seluruh
asset tergugat (boedel pailit) baik secara fisik maupun dari dokumen dan juga
Penggugat juga telah menerima beberapa dokumen debitur pailit dari karyawan
tergugat - I dengan tanda terima (transmital slip) yang diberikan kepada
penggugat. Dari dokumen yang ada terlihat bahwa antara tergugat - I dengan
tergugat - II berada dalam satu lokasi sebagaimana alamat tersebut di atas, dimana
tergugat – I memiliki mesin-mesin serta alat-alat produksi lainnya serta peralatan
kantor.
Selanjutnya direktur dan komisaris dari tergugat - I dan tergugat - II adalah orang
yang sama pula, yaitu Chew Fook Sin dan Lee Swee Eng. Sebagian karyawan
tergugat diangkat secara bersama-sama oleh tergugat - I dan tergugat - II dan
project/ pekerjaan baik itu milik tergugat -I maupun milik tergugat - II dikerjakan
oleh karyawan yang sama. Kurator (incasu penggugat) memiliki alasan hukum
yang kuat untuk mengajukan gugatan ke pengadilan Niaga Medan berdasarkan
Penetapan Hakim Pengawas Nomor: 02/ HP/ 03/ Pdt. Sus - Pembatalan/ 2015/
PN.Niaga.Mdn., Jo. No. 07/ Pdt.Sus - PKPU/ 2014/ Pengadilan Niaga Mdn,
Tanggal 30 Juli 2015 dari Bapak Hakim Pengawas Dr. Marsudin Nainggolan, SH,
MH. Pailitnya tergugat - I karena pembatalan perdamaian yang diajukan oleh para
kreditur tergugat - I ke Pengadilan Niaga Medan karena tergugat - I tidak
membayar utang sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian Perdamaian yang di
buat oleh tergugat - I dengan para krediturnya yang telah di homologasi oleh
Pengadilan Niaga Medan dalam Putusan Homologasi Nomor : 07/ PKPU/ 2014/
Pengadilan.Niaga.Mdn., tanggal 08 Juli 2014.
Pada tanggal 14 – 16 Juli 2015 penggugat selaku kurator PT. Heat Exchanger
tergugat - I untuk memeriksa dan memverifikasi aset/ boedel pailit baik secara
fisik maupun dokumen-dokumennya, dan saat itulah penggugat menemukan
dokumen yang menyatakan bahwa tergugat - I telah mengalihkan/menjual seluruh
hartanya kepada tergugat - II, pengalihan/ jual beli tersebut juga dibenarkan oleh
para karyawan dari tergugat – I. Berdasarkan dokumen tersebut, penggugat
mengetahui tergugat - I telah mengalihkan/ menjual seluruh aset-asetnya kepada
tergugat - II pada bulan November 2014 dengan harga total senilai USD.
1.405.358,13,- (satu juta empat ratus lima ribu tiga ratus lima puluh delapan koma
tiga belas US Dollar). Tergugat - I juga telah menjual aset berupa 5 (lima) unit
mobil milik tergugat - I kepada tergugat - II senilai USD. 901,68 (sembilan ratus
satu koma enam puluh delapan US Dollar).
Penggugat juga menemukan dokumen laporan keuangan tergugat - I Per 31
Desember 2014 yang di audit oleh : kantor akuntan publik Riyanto, SE, AK.,
Batam 29432 dimana laporan auditor tersebut menyatakan bahwa aset milik
tergugat telah nihil (nol). Penjualan seluruh aset-aset milik tergugat - I senilai total
USD. 1.405.358,13,- (satu juta empat ratus lima ribu tiga ratus lima puluh delapan
dollar Amerika tiga belas sen) yang di lakukan oleh tergugat - I kepada tergugat -
II adalah berupa :
a. Plant and Equipment; USD. 1.360.496,20
b. Motor Vehicle; USD. 901,68
c. Furniture, Fitting and Computer; USD. 43.960,25. Dan juga, 5 (lima) unit mobil
tergugat I yang di jual tergugat I kepada tergugat II adalah :
Merk : FORD Type : RANGER
Isi Silinder : 2499 CC
Nomor Rangka : SCZWYL 85836 Nomor Mesin : WLAT 105979
Merk : TOYOTA Type : INNOVA AT No. Polisi : BP 1184 MY Tahun Pembuatan : 2005 Isi Silinder : 2499 CC
Nomor Rangka : SCZWYL 85836 Nomor Mesin : WLAT 105979 Merk : TOYOTA
Type : KIJANG
No. Polisi : BM 8817 H Tahun Pembuatan : 1998 Isi Silinder : 2446 CC
Nomor Rangka : MHF3ILF 6000003082
Nomor Mesin : IL.9515621
Merk : TOYOTA Type : HARRIER
No. Polisi : BM 8518 XC Tahun Pembuatan : 2003 Isi Silinder : 2994 CC
Nomor Rangka : MCU30.0003781 Nomor Mesin : MZ.1615126
Merk : NISSAN Type : SUNNY
No. Polisi : BM 1597 XJ Tahun Pembuata