• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Kurator Dalam Mengeksekusi Harta Pailit Ketika Debitur Mengalihkan Asetnya Pada Pihak Lain (Analisis Putusan Pengadilan Niaga Medan No. Reg : 07/Pdt. Sus–Actio Pauliana/2015/Pengadilan Niaga. Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kewenangan Kurator Dalam Mengeksekusi Harta Pailit Ketika Debitur Mengalihkan Asetnya Pada Pihak Lain (Analisis Putusan Pengadilan Niaga Medan No. Reg : 07/Pdt. Sus–Actio Pauliana/2015/Pengadilan Niaga. Mdn)"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di

Indonesia. Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 1991.

Anisah, Siti. Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam

Hukum Kepailitan di Indonesia. Yogyakarta: Total Media, 2008.

Hartini, Rahay. Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia.

Jakarta: Prenada Media Group, 2009.

HS, Salim. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia.

Jakarta : Sinar Grafika, 2006.

Irawan, Bagus. Aspek-Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan

Asuransi: Analisis Yuridis tentang Kepailitan ; Perusahaan; dan Asuransi Manulife dan Prudential. Bandung: P.T. Alumni, 2007.

Jono. Hukum Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Lontoh, Rudy. Penyelesaian Utang Melalui Pailit atau Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: Alumni, 2001.

Manan,Bagir. Hukum Kepailitan (Memahami

(2)

Nating, Imran. Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.

Nurdin, Adrian. Kepailitan BUMN Persero. Jakarta: P.T. ALUMNI,

2012.

Sinaga, Syamsudin.Hukum Kepailitan Indonesia. Jakarta : Tatanusa,

2012.

Sunarmi. Hukum Kepailitan Edisi 2. Jakarta : Softmedia, 2010.

Sjahdein, Sutan Remy. Hukum Kepailitan Memahami Undang-undang

No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2008.

Shubhan, Hadi.Hukum Kepailitan Prinsip, Norma dan Praktik di

Peradilan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008.

Syahrini, Riduan. Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata.

Banjarmasin : Citra Aditya Bakti, 2000.

Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003.

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum: Suatu

Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998.

Situmorang, Victor M.Pengantar Hukum Kepailitan Di Indonesia.

(3)

Sembiring, Sentosa. Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait Dengan Kepailitan. Bandung: CV. NUANSA MULIA, 2006.

Sutedi, Adrian.Hukum Kepailitan Ghalia Indonesia, 2009.

S. Sastrawidjaja, H. Man. Hukum Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: Penerbit P.T. ALUMNI, 2006.

Sulaiman, Robintan. Lebih Jauh Tentang Kepailitan. Jakarta : Pusat

Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, 2000.

Sari Kartika Elsi dan Advendi Simangunsong. Hukum dalam

Ekonomi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005.

Sofwan Masjchoen Soedewi Sri. Hukum Perdata: Hukum

Perutangan. Jogjakarta.

Widjaja, Gunawan. Risiko Hukum & Bisnis Perusahaan Pailit.

Jakarta : Swadaya, 2009.

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar

Grafika, 1996

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Putusan Pengadilan Niaga Medan No. Reg : 07/PDT. SUS–ACTIO

(4)

D. Jurnal

Simanjuntak, Ricardo. “Rancangan Perubahan Undang-Undang

Kepailitan dalam Perspektif Pengacara (Komentar Terhadap Perubahan

Undang-Undang Kepailitan)”,Jurnal Hukum Bisnis,Vol 17, Januari 2002.

M. Abdi Koro, “Lembaga Kepailitan dan Penerapannya pada

Pengadilan Niaga”, Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXVII No. 316 ,

Maret 2012.

Fred B.G. Tumbuan, “Mencermati Pokok-pokok Undang-Undang

Kepailitan yang diubah Perpu No. 1/1998”, Newsletter No. 33/IX/Juni/1998

E. Website

http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/pengertian-dan-defenisi-perbuatan-hukum.

(5)

BAB III

AKIBAT HUKUM TERHADAP SELURUH PERBUATAN HUKUM DEBITUR YANG DILAKUKAN SEBELUM PUTUSAN

PERNYATAAN PAILIT DIUCAPKAN

A. Pengertian Perbuatan Hukum dan Akibat Hukum

Perbuatan hukum adalah segala perbuatan manusia yang secara

sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak-hak dan

kewajiban. Terdiri dari:

a. Perbuatan hukum sepihak. Ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh

satu pihak saja tetapi memunculkan hak dan kewajiban pada satu pihak

pula. Misalnya: pembuatan surat wasiat (pasal 875 KUH Perdata),

pemberian hibah suatu benda (pasal 1666 KUH Perdata).

b. Perbuatan hukum dua pihak. Ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh

dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua pihak

tersebut. Misalnya: persetujuan jual beli (pasal 1457 KUH Perdata),

perjanjian sewa-menyewa (pasal 1548 KUH Perdata), dll.

Menurut pendapat lain yaitu pendapat hukum perbuatan hukum dibagi

menjadi dua, yaitu:

1. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum.

a.Perbuatan menurut hukum. Contoh : zaakwarneming (1354).

Zaakwarneming ialah perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum meskipun tidak dikehendaki oleh orang tersebut. Contoh : mengurusi

(6)

terdapat kasus kecelakaan yang mengakibatkan seseorang luka parah dan

harus dioperasi secepatnya maka dokter harus mengoperasinya tanpa

meminta ijin kepada orang tersebut atau keluarganya.76

4) Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan

kausal.

b. Perbuatan melawan hukum. Contoh Onrechtmatigdaad (1365). Perbuatan

Melawan Hukum (onrechtmatigedaad) dalam konteks perdata diatur

dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk

Wetboek (“BW”), dalam Buku III BW, pada bagian “Tentang

perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang”, yang berbunyi: “Tiap

perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian tersebut.”

Unsur-unsur yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dikatakan telah

melakukan perbuatan melawan hukum ialah :

1) Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatig).

2) Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian.

3) Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan (kelalaian).

77

2. Perbuatan hukum yang tidak dilakukan oleh subyek hukum. Contoh :

jatuh tempo atau kadaluarsa, kelahiran, kematian.

hukum/ diakses 16 Februari 2017.

77

(7)

Akibat hukum adalah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk

memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh

hukum. Tindakan yang dilakukannya merupakan tindakan hukum yakni

tindakan yang dilakukan guna memperoleh sesuatu akibat yang dikehendaki

hukum. Lebih jelas lagi bahwa akibat hukum adalah segala akibat yang

terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum

terhadap obyek hukum atau akibat-akibat lain yang disebabkan karena

kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan

atau dianggap sebagai akibat hukum.

Akibat hukum merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban bagi

subyek-subyek hukum yang bersangkutan. Misalnya, mengadakan perjanjian

jual-beli maka telah lahir suatu akibat hukum dari perjanjian jual beli tersebut

yakni ada subyek hukum yang mempunyai hak untuk mendapatkan barang

dan mempunyai kewajiban untuk membayar barang tersebut. Dan begitu

sebaliknya subyek hukum yang lain mempunyai hak untuk mendapatkan

uang tetapi di samping itu dia mempunyai kewajiban untuk menyerahkan

barang. Jelaslah bahwa perbuatan yang dilakukan subyek hukum terhadap

obyek hukum menimbulkan akibat hukum.78

78

(8)

B. Bentuk-bentuk Kewenangan Debitur Pailit dalam Melakukan Perbuatan

Hukum atas Hartanya

Putusan pernyataan pailit mengakibatkan harta kekayaan debitor sejak

putusan itu dikeluarkan dimasukkan ke dalam harta pailit. Dengan kata lain,

akibat putusan pailit dan sejak putusan itu, harta kekayaan debitor berubah

statusnya menjadi harta pailit. Terhadap harta pailit itu berlaku sita umum dan

debitor tidak lagi berwenang untuk mengurus dan melakukan perbuatan

hukum apa pun yang menyangkut hartanya itu.

Debitor telah dinyatakan berada di dalam pengampuan sepanjang yang

menyangkut harta kekayaannya. UUK-PKPU memang tidak memberikan

ketentuan yang eksplisit mengenai dimasukkannya harta debitor ke dalam,

atau berubahnya status harta debitor menjadi harta pailit setelah putusan

pernyataan pailit oleh pengadilan. Hal itu hanya dapat disiratkan dari

ketentuan-ketentuan dalam UUK-PKPU.

Istilah “harta pailit”, atau yang di dalam Fv yang berbahasa Belanda

disebut “failliten boedel”, dipakai di dalam berbagai pasal

UUK-PKPU.79Actio pauliana yang berasal dari nama seorang ahli hukum Romawi,

“Paulus”, penciptanya, actio pauliana adalah hak yang dimiliki oleh para

kreditor, bahwa para kreditor dalam keadaan-keadaan tertentu dapat

memandang batal perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan oleh debitor

yang merugikan mereka.80

79

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit.,hlm. 179.

80

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Perutangan, Jogjakarta, hlm. 39.

(9)

terhadap debitur yang mengalihkan harta kekayaannya yang mengakibatkan

kerugian bagi kreditur.

Actio pauliana hanya dapat dilakukan dan dilaksanakan berdasarkan putusan hakim pengadilan. Dengan demikian berarti setiap pembatalan

perjanjian, apapun juga alasannya, pihak maupun juga yang mengajukannya

tetap menjadi wewenang pengadilan. Dengan dijatuhkannya putusan yang

membatalkan perjanjian atau tindakan yang merugikan kepentingan kreditur

(khususnya harta kekayaan debitur), maka seluruh orang dan kebendaannya

dikembalikan seperti semula.

Dalam perihal kepailitan, actio pauliana penting sebagai salah satu

alasan yang dapat diajukan oleh kreditur untuk membatalkan perbuatan

hukum debitur pailit yang dilakukan sebelum pernyataan pailit diumumkan.

Pengaturan tentang actio pauliana di dalam UUK dan PKPU diatur dalam

Pasal 41 sampai Pasal 50. Actio pauliana merupakan bentuk perlindungan

hukum kepada kreditor terhadap debitor yang tidak beritikad baik yang

mengalihkan terlebih dahulu hak kebendaannya kepada pihak lain, sebelum

utang-utangnya mulai jatuh tempo sehingga pada saatnya si kreditor kesulitan

untuk mengambil pelunasan dari harta benda milik si debitor karena terlebih

dahulu dialihkan kepada pihak ketiga. Kreditor mempunyai hak untuk

mengajukan pembatalan kepada pengadilan terhadap segala perbuatan yang

(10)

tidak diwajibkan dan debitor mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan

merugikan kreditor.81

Kata-kata Actio Pauliana berasal dari orang Romawi, yang

maksudnya untuk menunjukkan kepada semua upaya hukum yang digunakan

untuk menyatakan batal tindakan debitor yang meniadakan arti Pasal 1131

KUHPerdata, yaitu debitor yang merasa bahwa ia akan dinyatakan pailit

melakukan tindakan hukum untuk memindahkan hak atas sebagian

kekayaannya atau secara lain merugikan para kreditornya. Pada dasarnya

Actio Pauliana adalah suatu legal recourse yang diberikan kepada kurator untuk membatalkan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh debitor

pailit sebelum penetapan pernyataan pailit yang merugikan

kepentingan-kepentingan kreditornya. C. Pengaturan Actio Pauliana

82

Berkaitan dengan kepailitan misalnya, tindakan debitor, yang

mengetahui akan dinyatakan pailit, melakukan perbuatan hukum berupa

memindahkan haknya atas sebagian dari harta kekayaannya kepada pihak lain

dan perbuatan tersebut dapat merugikan para kreditornya.83

81

Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan diIndonesia, Total Media: Yogyakarta 2008 hlm.16.

82

Sunarmi, Op.Cit., hlm. 186.

83

(11)

1. Actio Pauliana dalam KUH Perdata

Lembaga perlindungan hak kreditor sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 1341 KUH Perdata, yang dikenal dengan nama actio pauliana,

memperoleh peraturan pelaksanaannya dalam UUK-PKPU sebagaimana

terdapat dalam ketentuan Pasal 41 s.d. Pasal 50 UK-PKPU. Pasal 1341 diatur

mengenai actio pauliana yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Meskipun demikian, tiap orang berpiutang boleh mengajukan batalnya

segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh si berutang

dengan nama apa pun juga, yang merugikan orang-orang berpiutang, asal

dibuktikan, bahwa ketika perbuatan dilakukan, baik si berutang maupun

orang dengan atau untuk siapa si berutang itu berbuat, mengetahui

perbuatan itu membawa akibat yang merugikan orang-orang berpiutang.

(2) Hak-hak yang diperolehnya dengan itikad baik oleh orang-orang pihak

ketiga atas barang-barang yang menjadi pokok perbuatan yang batal itu,

dilindungi.

(3) Untuk mengajukan hal batalnya perbuatan-perbuatan yang dilakukan

dengan cuma-cuma oleh si berutang, cukuplah si berpiutang

membuktikan bahwa si berutang pada waktu melakukan perbuatan itu

tahu, bahwa ia dengan berbuat demikian merugikan orang-orang yang

mengutangkan padanya, tak peduli apakah orang yang menerima

(12)

Dalam pasal 1341 ayat (1) tersebut dapat diartikan bahwa terdapat hak

dari seorang kreditur untuk mengajukan pembatalan terhadap

tindakan-tindakan hukum yang tidak diwajibkan, yang telah dilakukan oleh debitur.

Yang dimana perbuatan tersebut dapat merugikan pihak kreditur. Selain itu,

pasal tersebut juga membuktikan tentang sifat dasar perjanjian yang mengikat

kedua belah pihak.

Di dalam pasal 1341 ayat (2) yang berbunyi “Hal-hal yang

diperolehnya dengan itikad baik oleh orang-orang pihak ketiga atas

barang-barang yang menjadi pokok perbuatan yang batal itu, dilindungi.” juga

ditambahkan tentang asas itikad baik (good faith). Jadi walaupun

barang-barang atau aset-aset yang dimiliki oleh debitur sudah dikuasai oleh pihak

ketiga, maka aset-aset tersebut dapat diminta kembali dengan actio pauliana

dan untuk pihak ketiga yang terlanjur melakukan transaksi dengan debitur

yang akan dinyatakan pailit, akan diberikan pengembalian terhadap harga

yang telah dibayarnya oleh kurator.

Kartini Mulyadi berpendapat bahwa kata ‘actio’ dipertanyakan karena

tidak perlu adanya tuntutan/gugatan untuk membatalkan suatu tindakan

Pauliana’, karena tindakan hukum itu memang batal (nietig) dan bukannya

dapat dibatalkan (vernietigbaar). Karenya, tidak perlu diajukan gugatan untuk

menyatakan suatu tindakan Pauliana batal, tetapi cukup kurator dapat

menyatakan (inroepen) bahwa tindakan itu batal, asalkan kurator dapat

(13)

ia dan pihak dengan siapa debitor melakukan tindakan tersebut, mengetahui

atau sepatutnya mengetahui bahwa perbutannya itu akan merugikan kreditor.

Ketentuan actio pauliana sesungguhnya dimaksudkan untuk

melindungi kepentingan kreditor yang dirugikan akibat perbuatan hukum

yang dilakukan oleh debitornya. Ketentuan actio pauliana dalam Hukum

Kepailitan substansinya sama dengan actio pauliana yang di atur dalam KUH

Perdata mulai dari Pasal 1841 sampai Pasal 1845. Hanya bedanya dari segi

waktu yaitu actio pauliana dalam kepailitan dilakukan dalam jangka waktu 1

(satu) tahun sedangkan actio pauliana dalam KUH Perdata jangka waktunya

adalah 4 (empat) bulan.

Ketentuan mengenai actio pauliana di dalam UUK-PKPU merupakan

ketentuan yang lazim ada pada bankruptcy law dari banyak negara.

Pencantuman ketentuan ini, yang dikenal pula dengan nama “claw back

provision”, di dalam suatu undang-undang kepailitan sangat perlu. 2. Actio Pauliana dalam UUK – PKPU

1) Actio Pauliana Sebelum Putusan Pernyataan Pailit

Dalam Pasal 30 UU Kepailitan ditentukan bahwa: “Dalam hal suatu

perkara dilanjutkan oleh kurator terhadap pihak lawan, maka kurator dapat

mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang dilakukan oleh debitor

sebelum yang bersangkutan dinyatakan pailit, apabila dapat dibuktikan bahwa

(14)

kreditor dan hal ini diketahui oleh pihak lawannya”.84Dalam Pasal 41 UU

Kepailitan diatur sebagai berikut:85

(1) Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan

pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit

yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan

pernyataan pailit diucapkan.

(2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan

apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan,

Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan

mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut

akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor.

(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah

perbuatan hukum Debitor yang wajib dilakukan berdasarkan perjanjian

dan/atau karena undang-undang.

Menurut Penjelasan Pasal 41 ayat (2) UUK-PKPU, yang dimaksud

dengan “pihak dengan siapa perbuatan itu dilakukan” dalam ketentuan ini,

termasuk pihak untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut diadakan.

Menurut Penjelasan Pasal 41 ayat (3) UUK-PKPU, dikecualikan dari

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah perbuatan hukum

debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena

undang-undang. Diberikan contoh dalam Penjelasan Pasal 41 ayat (3)

84

Ibid., Pasal 30 UUK-PKPU.

85

(15)

PKPU bahwa perbuatan yang wajib dilakukan karena undang-undang,

misalnya, kewajiban pembayaran pajak.86

Jadi debitur berusaha meniadakan atau menghilangkan arti penting

dari pasal 1131 KUHPerdata dengan cara memindahkan sebagian aset-aset

harta kepailitanya agar tidak menjadi aset yang digunakan untuk pembayaran

kreditur saat debitur tersebut dipailitkan. Karena semakin besar aset yang

dimiliki oleh seorang debitur maka akan menyebabkan semakin besar pula

kewajiban pengeluaran asetnya untuk memenuhi kewajiban pembayaran

hutang kepada kreditur. Oleh karena itu ketika debitur akan dinyatakan pailit,

diperlukan suatu kewenangan hukum yang dapat membatalkan

perbuatan-perbuatan hukum dari seorang debitur, kewenangan hukum ini sering disebut

dengan actio pauliana. Menurut Pasal 42 UUK-PKPU :87

86

Penjelasan Pasal 41 ayat (2) dan (3) UUK-PKPU.

87

Pasal 42 UUK-PKPU.

Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditor dilakukan dalam

jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan,

sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan debitor, kecuali dapat

dibuktikan sebaliknya, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut

dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan

tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 41 ayat (2), dalam hal perbuatan tersebut:

a. merupakan perjanjian dimana kewajiban debitor jauh melebihi kewajiban

(16)

b. merupakan pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang

belum jatuh tempo dan/atau belum atau tidak dapat ditagih;

c. dilakukan oleh debitor perorangan, dengan atau untuk kepentingan:

1) suami atau istrinya, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat

ketiga;

2) suatu badan hukum dimana debitor atau pihak sebagaimana dimaksud

pada angka 1) adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak

tersebut, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, ikut serta secara

langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut

lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal disetor atau dalam

pengendalian badan hukum tersebut.

d. dilakukan oleh debitor yang merupakan badan hukum, dengan atau untuk

kepentingan:

1) anggota direksi atau pengurus dari debitor, suami atau istri, anak

angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau

pengurus tersebut;

2) perorangan, baik sendiri atau bersama-sama dengan suami atau istri,

anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut serta secara

langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada Debitor lebih

dari 50% (lima puluh persen) dari modal disetor atau dalam

pengendalian badan hukum tersebut;

3) perorangan yang suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya sampai

(17)

kepemilikan pada debitor lebih dari 50% (lima puluh persen) dari

modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut.

e. dilakukan oleh debitor yang merupakan badan hukum dengan atau untuk

kepentingan badan hukum lainnya, apabila:

1) perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha

tersebut adalah orang yang sama;

2) suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari

perorangan anggota direksi atau pengurus debitor yang juga merupakan

anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau

sebaliknya;

3) perorangan anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan

pengawas pada debitor, atau suami atau istri, anak angkat, atau keluarga

sampai derajat ketiga, baik sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara

langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum lainnya

lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal disetor atau dalam

pengendalian badan hukum tersebut, atau sebaliknya;

4) Debitor adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukum

lainnya, atau sebaliknya;

5) badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama baik bersama,

atau tidak dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan

keluarganya sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak

langsung dalam kedua badan hukum tersebut paling kurang sebesar

(18)

f. dilakukan oleh debitor yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap

badan hukum lain dalam satu grup dimana debitor adalah anggotanya;

g. ketentuan dalam huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f berlaku mutatis

mutandis dalam hal dilakukan oleh debitor dengan atau untuk kepentingan:

1) anggota pengurus dari suatu badan hukum, suami atau istri, anak

angkat atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota pengurus

tersebut;

2) perorangan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan suami atau istri,

anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga yang ikut serta secara

langsung atau tidak langsung dalam pengendalian badan hukum

tersebut.

Dalam Penjelasan Pasal 42 huruf c angka 1) dikemukakan bahwa yang

dimaksud dengan “anak angkat” adalah anak yang diangkat berdasarkan

penetapan pengadilan maupun anak angkat berdasarkan hukum adat debitor

pailit. Sementara itu, yang dimaksud dengan “keluarganya” adalah hubungan

yang timbul karena perkawinan atau keturunan baik secara horizontal maupun

vertikal. Menurut penjelasan Pasal 41 huruf c angka 2) bahwa yang dimaksud

dengan “anggota direksi” adalah anggota badan pengawas, atau orang yang

ikut serta dalam kepemilikan, termasuk setiap orang yang pernah menduduki

posisi tersebut dalam jangka waktu kurang dari satu tahun sebelum

dilakukannya perbuatan tersebut.

Menurut penjelasan Pasal 42 huruf d bahwa yang dimaksud dengan

(19)

dalam penjelasan Pasal 42 huruf e dikemukakan bahwa pengendalian adalah

kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung,

dengan cara apapun pengelolaan dan atau kebijaksanaan perusahaan. Pihak

yang memiliki saham yang besarnya 25% (dua puluh lima persen) atau lebih

dari jumlah saham yang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara pada

perseroan dianggap mengendalikan perseroan tersebut, kecuali yang

bersangkutan dapat membuktikan tidak melakukan pengendalian, sedangkan

pihak yang memilki saham kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari

jumlah saham yang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara pada

perseroan dianggap tidak mengendalikan perseroan tersebut, kecuali yang

bersangkutan dapat dibuktikan melakukan pengendalian.

Dalam menerapkan ketentuan Pasal 42 huruf f, menurut penjelasannya

dikemukakan bahwa suatu badan hukum yang merupakan anggota direksi

yang berbentuk badan hukum diperlakukan sebagai direksi yang berbentuk

badan hukum tersebut.88

88

Penjelasan Pasal 42 UUK-PKPU.

Pasal 42 ini, maka bukan saja perbuatan hukum yang

dilakukan setelah debitor dinyatakan pailit dapat dibatalkan, tetapi juga

perbuatan hukum yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit

ditetapkan dapat juga dibatalkan. Pasal 42 UUK-PKPU mengatur dengan

rinci jenis perbuatan hukum yang apabila dilakukan dalam jangka waktu satu

(20)

a. Perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan oleh debitor,

b. Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap

mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan

merugikan kreditor, dan

c. Perbuatan tersebut memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 42 huruf a sampai dengan g.

Menurut Pasal 43 UUK-PKPU : Hibah yang dilakukan debitor dapat

dimintakan pembatalan kepada Pengadilan, apabila kurator dapat

membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan debitor mengetahui

atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian

bagi kreditor. Menurut penjelasan Pasal 43, dengan ketentuan ini, kurator

tidak perlu membuktikan bahwa penerima hibah tersebut mengetahui atau

patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi

kreditor.89

Menurut Pasal 44, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya (oleh debitor),

debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah tersebut

merugikan kreditor, apabila hibah tersebut dilakukan dalam jangka waktu

satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.90Perbedaan Pasal 43

dan Pasal 44 UUK-PKPU sebagai berikut :91

1. Pasal 43 UUK-PKPU berlaku untuk hibah yang dilakukan lebih dari satu

tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Sementara itu, Pasal

89

Penjelasan Pasal 43 UUK-PKPU.

90

Pasal 44 UUK-PKPU.

91

(21)

44 UUK-PKPU berlaku bagi hibah yang dilakukan dalam jangka waktu

satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

2. Pada Pasal 43, kuratorlah yang harus membuktikan bahwa pada saat hibah

dilakukan, debitor mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah tersebut

akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. Sementara itu pada Pasal 44,

debitorlah yang harus membuktikan bahwa pada saat hibah dilakukan

debitor tidak mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah tersebut akan

mengakibatkan kerugian bagi kreditor.

Pasal 45 UUK-PKPU menentukan, pembayaran suatu utang yang

sudah dapat ditagih hanya dapat dibatalkan apabila dibuktikan bahwa

penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit

debitor sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran tersebut merupakan

akibat dari persekongkolan antara debitor dan kreditor dengan maksud

menguntungkan kreditor tersebut melebihi kreditor lainnya.92

2) Dalam hal pembayaran tidak dapat diminta kembali sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), orang yang mendapat keuntungan sebagai akibat Pasal 46 UUK-PKPU menentukan :

1) Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45,

pembayaran yang telah diterima oleh pemegang surat pengganti atau

surat atas tunjuk yang karena hubungan hukum dengan pemegang

terdahulu wajib menerima pembayaran, pembayaran tersebut tidak dapat

diminta kembali.

92

(22)

diterbitkannya surat pengganti atau surat atas tunjuk, wajib

mengembalikan kepada harta pailit jumlah uang yang telah dibayar oleh

debitor apabila:

a. dapat dibuktikan bahwa pada waktu penerbitan surat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) yang bersangkutan mengetahui bahwa

permohonan pernyataan pailit Debitor sudah didaftarkan; atau

b. penerbitan surat tersebut merupakan akibat dari persekongkolan antara

debitor dan pemegang pertama.

2) Actio Pauliana Sesudah Putusan Pernyataan Pailit

Pasal 50 UUK-PKPU mengatur mengenai pembayaran piutang debitor

pailit yang dilakukan oleh kreditornya sesudah putusan pernyataan pailit

diucapkan. Pasal 50 adalah sebagai berikut :93

2) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan sesudah

putusan pernyataan pailit diumumkan, tidak membebaskan terhadap harta

pailit kecuali apabila yang melakukan dapat membuktikan bahwa 1) Setiap orang yang sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan tetapi

belum diumumkan, membayar kepada debitor pailit untuk memenuhi

perikatan yang terbit sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan,

dibebaskan terhadap harta pailit sejauh tidak dibuktikan bahwa yang

bersangkutan mengetahui adanya putusan pernyataan pailit tersebut.

93

(23)

pengumuman putusan pernyataan pailit yang dilakukan menurut

undang-undang tidak mungkin diketahui di tempat tinggalnya.

3) Pembayaran yang dilakukan kepada Debitor Pailit, membebaskan

debitornya terhadap harta pailit, jika pembayaran itu menguntungkan harta

pailit.

Menurut ketentuan Pasal 50 ayat (3) tersebut, pembebasan debitor

pailit terhadap harta pailit dari pemenuhan kewajiban pembayaran hanya

berlaku sepanjang pemenuhan kewajiban pembayaran tersebut yang diterima

debitor pailit, dapat menguntungkan harta pailit tersebut. Ketentuan ini

merupakan kebalikan dari ketentuan Pasal 49 ayat (4) UUK-PKPU. Misalnya,

debitor sesudah dinyatakan pailit menjual rumah beserta tanahnya dengan

harga Rp 3 miliar.

Sesuai dengan ketentuan, Pasal 50 ayat (3) UUK-PKPU, kurator wajib

mengembalikan pembayaran sebesar Rp 3 miliar itu kepada pembeli apabila

harga rumah naik. Dengan memperoleh kembali rumah tersebut, kurator akan

memperoleh harga lebih tinggi dalam proses kepailitan (likuidasi). Akan

tetapi apabila harga rumah turun, akan lebih menguntungkan bagi harta pailit

(24)

3. Tindakan-Tindakan Debitor yang Dapat Dikenakan Actio Pauliana

Saat melaksanakan tugas, seorang kurator juga harus memastikan

terpenuhinya syarat-syarat dari actio pauliana. Syarat-syarat dari actio

pauliana menurut Undang-Undang Kepailitan adalah sebagai berikut:94

7. Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik,dapat dibuktikan bahwa

pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan, pihak dengan siapa

perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui

1. Dilakukan actio pauliana tersebut untuk kepentingan harta pailit.

2. Adanya perbuatan hukum dari debitur.

3. Debitur tersebut telah dinyatakan pailit.

4.Perbuatan hukum tersebut merugikan kepentingan kreditur, contohnya:

menjual barang yang harganya dibawah harga pasar, pemberian barang

sebagai hibah atau hadiah, melakukan sesuatu yang dapat menambah

kewajiban atau beban kepada harta pailit, melakukan sesuatu yang

merugikan rangking kreditur seperti pembayaran terhadap kreditur tertentu

saja.

5. Perbuatan hukum tersebut dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan.

6. Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik, dapat dibuktikan

bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan, debitur tersebut

mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut

akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur.

94

(25)

bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian pada

kreditur.

8. Perbuatan hukum tersebut bukan perbuatan hukum yang diwajibkan, yaitu

tidak diwajibkan oleh undang-undang atau perjanjian. Contoh:

memberikan jaminan kepada kreditur yang tidak diharuskan, membayar

hutang yang belum jatuh tempo, menjual barang-barang kepada

kreditornya dengan kompensasi harga barang tersebut, membayar utang

(sudah jatuh tempo atau belum) tidak secara tunai namun diganti dengan

hal yang lain seperti barang. Seperti yang ada di dalam syarat-syarat actio

pauliana bahwa perbuatan debitur harus merupakan perbuatan hukum.

Jadi dalam perbuatan yang dapat dibatalkan dengan actio pauliana harus

merupakan suatu perbuatan yang memiliki akibat hukum. Dengan

demikian, minimal dua elemen yang mesti dipenuhi agar perbuatan

tersebut dapat disebut sebagai perbuatan hukum, yaitu sebagai berikut :

berbuat sesuatu, dan mempunyai akibat hukum. Dengan demikian,

melakukan sesuatu yang tidak mempunyai akibat hukum atau tidak

melakukan sesuatu tetapi mempunyai akibat hukum tidak dianggap

sebagai suatu perbuatan hukum sehingga tidak terkena actio pauliana.

Apabila debitur memusnahkan asetnya, debitur menolak untuk menerima

sumbangan atau hibah dan debitur tidak mengeksekusi (tidak

memfinalkan) suatu kontrak yang sudah terlebih dahulu diperjanjikanya,

tidak dapat dilakukan actio pauliana karena tindakan-tindakan tersebut

(26)

4. Prosedur Pembatalan

Prosedur pembatalan diatur dalam Pasal 47 yang menyebutkan

bahwa:95

Tidak ada ketentuan yang memungkinkan bagi kreditor untuk

mengajukan tuntutan. Menurut penafsiran terhadap ketentuan Pasal 47 ayat

(1) itu, apabila kreditor menginginkan agar dilakukan permohonan

pembatalan sebagimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 46, (1) Tuntutan hak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46 diajukan oleh

Kurator ke Pengadilan.

(2) Kreditor berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal

42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46 dapat mengajukan

bantahan terhadap tuntutan Kurator.

Menurut Pasal 47 ayat (1) tersebut, tuntutan hak berdasarkan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 46

UUK-PKPU harus diajukan oleh kurator kepada pengadilan. Menurut

ketentuan Pasal 47 ayat (2), kreditor berdasarkan alasan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 46 dapat mengajukan

bantahan terhadap tuntutan kurator yang dilakukan berdasarkan kewenangan

kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1). Ketentuan Pasal 47

ayat (1) dan ayat (2) itu adalah sebagai konsekuensi dan sejalan dengan

ketentuan Pasal 26 ayat (1) UUK-PKPU.

95

(27)

kreditor dapat memintanya kepada kurator untuk mengajukan permintaan

pembatalan tersebut. Bila kurator menolak, berarti timbul sengketa atau

perbedaan pendapat antara kreditor dan kurator. Bila terjadi hal yang

demikian, kreditor sebaiknya meminta agar hakim pengawas mengambil

sikap atas penolakan kurator tersebut.Menurut Pasal 48 ayat (1) UUK-PKPU:

(1) Dalam hal kepailitan berakhir dengan disahkannya perdamaian maka

tuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 gugur.

(2) Tuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 tidak gugur, jika

perdamaian tersebut berisi pelepasan atas harta pailit, untuk itu tuntutan

dapat dilanjutkan atau diajukan oleh para pemberes harta untuk

kepentingan kreditor.

(28)

KEWENANGAN KURATOR TERKAIT MENGEKSEKUSI HARTA PAILIT KETIKA DEBITOR MENGALIHKAN ASETNYA PADA PIHAK

LAIN

A. Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Kepailitan

Dari ketentuan Pasal 21 dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang(selanjutnya

disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU) dapat disimpulkan bahwa

kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat pernyataan pailit itu

dilakukan. Sejak pernyataan pailit diumumkan, debitor kehilangan hak untuk

menguasai dan mengurus kekayaannya. Selanjutnya pengurusan dan pemberesan

diambil alih kurator.Tugas dan kewenangan kurator adalah:96

1. Melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit (Pasal 12 ayat (1)

dan Pasal 67 ayat (1) UU No. 4/1998 dan Pasal 69 ayat (1) UU No.

37/2004);

2. Mengawasi pengelolaan usaha debitor dan pembayaran kepada debitor,

pengalihan, atau penggunaan kekayaan debitor yang dalam kepailitan

merupakan wewenang kurator (Pasal 10 ayat (1) poin b UU No. 37/2004)

3. Mengumumkan putusan kasasi atau peninjauan kembali yang

membatalkan putusan pailit dalam Berita Negara Republik Indonesia dan

paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian sebagaimana dimaksud Pasal 15

ayat (4), Pasal 17 ayat (1) UU No. 37/2004);

4. Melaporkan keadaan harta pailit (Pasal 74 ayat (1) UU No.37/2004);

96

(29)

5. Mengadakan rapat dengan panitia kreditor untuk meminta nasihat (Pasal

82 UU No.37/2004);

6. Sebelum mengajukan gugatan atau meneruskan perkara yang sedang

berlangsung, ataupun menyanggah gugatan yang diajukan atau yang

sedang berlangsung, kurator wajib meminta pendapat panitia kreditor

(Pasal 83 ayat (1) UU No. 37/2004);

7. Wajib hadir dalam rapat kreditor (Pasal 85 ayat (2) UU No. 37/2004);

8. Menyelamatkan harta pailit, antara lain menyita barang-barang perhiasaan,

efek-efek, surat-surat berharga serta uang, dan menyegel harta benda si

pailit atas persetujuan hakim pengawas (Pasal 89 Fv atau dalam Pasal 99

ayat (1) UU No. 37/2004);

9. Menyusun inventaris harta pailit (Pasal 100 ayat (1) dan (2);

10. Menyusun daftar utang dan piutang harta pailit (Pasal 93 Fv);

11. Berdasarkan persetujuan panitia kreditor, kurator dapat melanjutkan usaha

debitor yang dinyatakan pailit (Pasal 95 ayat (1) UU No.4/1998);

12. Kurator berwenang membuka surat dan telegram yang dialamatkan kepada

debitor pailit (Pasal 105 ayat (1) UU No. 37/20040;

13. Kurator menerima surat pengaduan dan keberatan yang berkaitan dengan

harta pailit (Pasal 105 ayat (4) UU No. 37/2004);

14. Kurator berwenang untuk memberikan sejumlah uang yang ditetapkan

oleh hakim pengawas untuk biaya hidup debitor pailit dan keluarganya

(30)

15. Atas persetujuan hakim pengawas, kurator dapat memindahtangankan

(menjual) harta pailit sepanjang diperlukan untuk menutup ongkos

kepailitan (Pasal 98 Fv/Undang-undang No. 4/1998);

16. Membungakan uang tunai yang tidak diperlukan untuk mengerjakan

pengurusan (Pasal 99 ayat (2) Fv);

17. Menyimpan semua uang, barang-barang perhiasaan, efek dan surat

berharga lainnya, kecuali bila hakim pengawas menetapkan cara

penyimpanan yang lain (Pasal 108 ayat (1) UU No.37/2004);

18. Kurator setelah meminta nasihat dari panitia kreditor, bila ada, dan dengan

persetujuan Hakim Pengawas, berwenang untuk membuat perdamian atau

untuk menyelesaikan perkara (Pasal 109 UU No.37/2004);

19. Memanggil debitor untuk memberikan keterangan yang diperlukan oleh

kurator (Pasal 101 ayat (1) Fv);

20. Memberikan salinan surat-surat, yang ditempatkan di kantornya yang

dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh umum, kepada kreditor atas biaya

kreditor yang bersangkutan (Pasal 103 Fv)

Dalam Pasal 69 ayat (2)Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU), dinyatakan bahwa dalam melaksanakan

tugasnya, kurator:

a. tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan

(31)

meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan

demikian dipersyaratkan;

b. dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka

meningkatkan nilai harta pailit.

Sekalipun menurut Pasal 69 ayat (2) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya

disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU)dalam melaksanakan tugasnya

kurator tidak memerlukan persetujuan dari debitor atau memberitahukan kepada

debitor, khusus untuk menghadap di muka pengadilan kurator harus terlebih

dahulu mendapatkan izin dari hakim pengawas. Demikian menurut ketentuan

Pasal 69 ayat (5) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut Undang-Undang

Kepailitan dan PKPU).97

a. pengelolaan usaha debitor;

Di samping adanya kurator (kurator tetap),

Undang-Undang Kepailitan juga memperkenalkan apa yang disebut dengan kurator

sementara (Interim receiver).

Pada prinsipnya, tugas kurator sementara ini lebih terbatas dibandingakan dengan

tugas-tugas kurator tetap. Kurator sementara hanya bertugas sebagai “supervisor”.

Maksudnya, hanya melakukan pengawasan terhadap debitor, khusus pengelolaan

terhadap:

b. pembayaran kepada debitor;

97

(32)

c. pengalihan harta debitor;

d. penjaminan harta debitor

Kurator sementara ini ditunjuk sebelum putusan pernyataan pailit dijatuhkan,

yang dalam hal ini ditunjuk oleh setiap kreditor atau jaksa (dalam hal kepailitan

untuk kepentingan umum). Kurator sementara diperlukan karena sebelum putusan

pernyataan dijatuhkan, debitor belum pailit, sehingga ia masih berwenang untuk

mengurus harta-hartanya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang

dilakukan oleh debitor yang belum pailit tersebut, ia perlu diawasi, dalam hal ini

diawasi oleh kurator sementara.98

Tugas kurator yang utama adalah melakukan pengurusan atau pemberesan harta

pailit tanpa perlu meminta persetujuan dari Debitor karena sudah ditetapkan oleh

Pengadilan Niaga.99

98

Bagus Irawan, Op.Cit., hlm 71-72.

99

Robintan Sulaiman dan Joko Prabowo, Lebih Jauh Tentang Kepailitan (Jakarta : Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, 2000), hlm. 29.

Dalam melaksanakan tugasnya, kurator berdasarkan prinsip

fiduciare duty yang artinya tugas yang diembannya berdasarkan oleh kepercayaan yang mengangkat kurator tersebut yaitu Pengadilan. Oleh karena itu, suatu hal

yang wajar apabila Pasal 72 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU)mengatur bahwa kurator bertanggung

jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas

pengurusan dan/ atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta

(33)

Hal ini merupakan pemicu supaya kurator mengerjakan tugasnya dengan

sebaik-baiknya dan penuh kehati-hatian. Ketentuan demikian juga dianut dalam Pasal 67

CUndang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan

dan PKPU).100

1. Hubungan kurator dan debitor pailit

Kurator dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan

harta pailit, tidak akan berhasil tanpa bantuan dari pihak yang terkait langsung

dengan proses kepailitan tersebut.

Debitor sebagai pihak yang dinyatakan pailit, kreditor sebagai pihak yang berhak

mendapatkan hak atas harta debitor pailit, dan hakim pengawas dan pemberi

persetujuan atas kerja pengurusan dan pemberesan yang dilakukan oleh kurtaor,

yang sekaligus sebagai tempat debitor dan kreditor menyampaikan hal yang

mereka inginkan atau tidak inginkan untuk dilakukan oleh kurator, adalah pihak

yang akan membantu kelancaran tugas kurator jika bekerja sama dengam baik,

dan menjadi penghambat jika tidak membantu kerja kurator.

Kurator sangat dituntut untuk menjalin kerja sama yang baik dengan debitor pailit.

Kegagalan kurator membina kerja sama dengan debitor pailit dapat menyebabkan

hambatan bagi proses kepailitan itu sendiri. Kerja sama yang dimaksud antar lain:

1) memberikan seluruh data dan informasi sehubungan dengan harta pailit

secara lengkap dan akurat;

100

(34)

2) menyerahkan seluruh kewenangan pengurusan harta pailit dan usahanya

pada kurator dan tidak lagi menjalankan sendiri;

3) jika diminta, membantu kurator dalam menjalankan tugasnya; dan

4) tidak menghalangi, baik sengaja atau tidak, pelaksanaan tugas kurator.

Terhadap debitor pailit yang tidak kooperatif, kurator mengusulkan kepada hakim

pengawas untuk dapat diambil tindakan-tindakan hukum agar debitor pailit dapat

segera mematuhi proses kepailitan. Sebaliknya, tidak semua tindakan hukum yang

dilakukan oleh kurator harus dengan begitu saja diterima oleh debitor pailit.

Debitor pailit dibolehkan dengan surat permohonan mengajukan perlawanan yang

ditujukan kepada hakim pengawas terhadap setiap perbuatan yang dilakukan oleh

kurator ataupun meminta dikeluarkannya perintah hakim, supaya kurator

melakukan suatu perbuatan yang sudah dirancangkan.

Hubungan kurator dan debitor berakhir jika proses pemberesan harta pailit telah

selesai atau jika terjadi pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan

mutlak, maka di hadapan hakim pengawas, kurator wajib melakukan perhitungan

tanggung jawab kepada debitor.

2. Hubungan kurator dan kreditor

Dalam suatu proses kepailitan, meskipun yang mengajukan permohonan pailit

hanya satu atau dua kreditor, namun pada saat debitor dinyatakan pailit, maka

yang berhak mendapatkan haknya atas harta pailit bukan hanya yang mengajukan

permohonan pailit tetapi semua kreditor dari debitor pailit. Dalam menjalin kerja

(35)

orang perorangan dari para kreditor. Untuk itu, dibentuklah panitia kreditor yang

selanjutnya menjadi lembaga bagi para kreditor debitor pailit.

Hal ini mempermudah kerja kurator karena ia tidak harus berurusan dengan semua

kreditor tapi cukup dengan panitia kreditor. Undang-Undang Kepailitan tidak

mewajibkan adanya panitia tersebut. Akan tetapi apabila kepentingan

menghendaki (demi suksesnya pelaksanaan kepailitan), pengadilan dapat

membentuk panitia kreditor. Namun demikian, hakim pengawas wajib

menawarkan pembentukan panitia tersebut kepada para kreditor.

Panitia kreditor setiap waktu berhak meminta diperlihatkan segala buku dan

surat-surat yang mengenai kepailitan, dan terhadap hal tersebut, kurator diwajibkan

untuk memberikan kepada panitia kreditor segala keterangan yang dimintanya.

Selain itu, panitia juga berhak meminta diadakannya rapat-rapat kreditor, serta

dapat memberikan dan bahkan wajib memberikan saran tertulis kepada rapat

verifikasi mengenai perdamaian yang ditawarkan.

Kurator oleh Undang-Undang Kepailitan dibolehkan setiap saat mengadakan rapat

dengan panitia kreditor untuk meminta nasihat panitia kreditor bila dianggap

perlu. Namun demikian, kurator tidak wajib mengikuti nasihat dari panitia

kreditor. Akibatnya jika terhadap nasihat tersebut, tidak diterima atau ditolak oleh

kurator, kurator harus segera menyampaikan hal tersebut kepada panitia kreditor.

Selanjutnya jika panitia kreditor kemudian merasa keberatan atau tidak menerima

penolakan kurator, panitia kreditor dapat meminta keputusan atas hal tersebut

kepada hakim pengawas. Terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh kurator,

(36)

terhadap perbuatan hukum kurator tersebut. Perlawanan ini diajukan kepada

hakim pengawas.

Kreditor dapat meminta kepada hakim pengawas untuk memerintahkan kurator

melakukan atau tidak melakukan sesuatu tindakan. Hal yang tidak kalah penting

yang harus dilakukan oleh para kreditor dalamrangka menyukseskan tugas kurator

adalah membantu kurator secara terbuka untuk menunjukkan kebendaan harta dari

debitor pailit yang diketahuinya.101

3. Hubungan kurator dan hakim pengawas

Kurator tidaklah sepenuhnya bebas dalam melakukan pengurusan dan pemberesan

harta pailit. Kurator senantiasa berada di bawah pengawasan hakim pengawas.

Tugas hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta

pailit yang menjadi tugas kurator (yang dilakukan oleh kurator).102

Karenanya kurator harus menyampaikan laporan kepada hakim pengawas

mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap tiga bulan.103

101

Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2005)hlm. 43-52.

102

Pasal 63 UUK-PKPU.

103

Pasal 70 B Ayat (1) UUK-PKPU.

Hakim pengawas harus arif dan bijaksana karena ia mengemban kepentingan si

apilit, para kreditor dan pihak ketiga. Hakim pengawas juga memiliki kewenangan

untuk memimpin rapat verifikasi dan menyerahkan tagihan-tagihan yang tidak

(37)

Bentuk bantuan yang bisa diberikan dan harus senantiasa dilakukan oleh seorang

hakim pengawas adalah memberi masukan kepada kurator tentang bagaimana

baiknya melakukan pengurusan dan pemberesan atas harta pailit. Saran tersebut

diberikan demi menjaga agar nilai harta pailit tetap atau bahkan meningkat.104

B. Akibat Pembatalan Perbuatan hukum Terhadap Orang yang Telah

Menerima Pengalihan Atas Bagian Harta Kekayaan Debitor Pailit

Pasal 49 ayat (1) UUK-PKPU menentukan: Setiap orang yang telah menerima

benda yang merupakan bagian dari harta debitor yang tercakup dalam perbuatan

hukum yang dibatalkan, harus mengembalikan benda tersebut kepada kurator dan

dilaporkan kepada hakim pengawas.

Bila orang yang disebut terakhir itu tidak dapat mengembalikan benda yang telah

diterimanya dalam keadaan seperti semula, menurut Pasal 49 ayat (2)

UUK-PKPU ia wajib memberikan ganti rugi kepada harta pailit itu. Namun demikian,

menurut Pasal 49 ayat (3), dalam hal hak pihak ketiga atas benda sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) yang diperoleh dengan itikad baik dan tidak dengan

cuma-cuma, harus dilindungi. Ketentuan pasal 49 ayat (3) UUK-PKPU tersebut sejalan

dengan ketentuan Pasal 1341 ayat (2) KUH Perdata.

104

(38)

Menurut penjelasan Pasa 49 ayat (3), yang dimaksud dengan “itikad baik dan

tidak dengan cuma-cuma” termasuk juga pemegang hak agunan atas benda

tersebut. Pembatalan perjanjian dapat dimintakan tidak hanya untuk perbuatan

hukum yang bersifat sepihak saja melainkan juga yang bertimbal balik. Ini berarti

setiap pembatalan atas perbuatan hukum yang bertimbal balik tersebut akan

mengakibatkan juga pengembalian kebendaan dari harta pailit.

Menurut pasal 49 ayat (4) UUK-PKPU, benda yang diterima oleh debitor atau

nilai penggantinya, wajib dikembalikan oleh kurator sejauh harta pailit

diuntungkan, sedangkan utuk kekurangannya (apabila penerimaan tersebut

nilainya masih berada di bawah nilai piutangnya), orang terhadap siapa

pembatalan tersebut dituntut dapat tampil sebagai kreditor konkuren (untuk

kekurangan tersebut).

Hal ini sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) UUK105, apabila saat pernyataan pailit

ditetapkan terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian

dipenuhi, maka pihak dengan siapa debitor mengadakan perjanjian tersebut dapat

minta kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan

perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan pihak

tersebut. Dalam hal kesepakatan mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tidak tercapai, hakim pengawas menetapkan jangka waktu

tersebut.106

105

Pasal 36 ayat (1) UUK-PKPU.

106

Pasal 36 ayat (2) UUK-PKPU.

Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan

(39)

dimaksud pada ayat (1) dapat menuntut ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai

kreditor konkuren.107

Apabila kurator menyatakan kesanggupannya maka kurator wajib memberi

jaminan atas kesanggupan untuk melaksanakan perjanjian tersebut.108

C. Kewenangan Kurator Terkait Mengeksekusi Harta Pailit Ketika Debitor

Mengalihkan Asetnya Pada Pihak Lain

Lembaga actio pauliana diciptakan untuk melindungi para kreditur agar mereka

tidak diperdayai oleh debitornya, yaitu orang, persekutuan/badan hukum yang

dinyatakan pailit. Menjadi tugas kurator untuk mencari tahu apakah orang,

pengurus badan hukum yang bertanggung jawab secara tanggung renteng dengan

semua harta pribadinya dalam hal Perseroan Terbatas yang dipimpin olehnya

karena kesalahannya atau karena kelalaiannya telah dinyatakan pailit telah

berusaha menjual, menghibahkan, menjamin, menyewakan, menukarkan atau

melakukan tindakan lain dengan maksud untuk memperdayai kreditor atau para

kreditornya.109

a. Melindungi hak kreditur

Hal tersebut diatur dalam Pasal 1341 KUH Perdata dan tentang pelaksanaannya

dalam kepailitan diatur dalam Pasal 41 s.d Pasal 44 Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU). Tujuan dari Actio

Pauliana adalah:

107

Pasal 36 ayat (3) UUK-PKPU.

108

Pasal 36 ayat (4) UUK-PKPU.

109

(40)

b. Membatasi perbuatan hukum debitur pailit

c. Melindungi harta-harta debitur pailit untuk tidak disalahgunakan oleh

debitur atau pihak ketiga

Sutan Remy Sjahdeini mengatakan bahwa ketentuan Pasal 41 sampai dengan

Pasal 51 UUK-PKPU merupakan pelaksanaan ketentuan actio pauliana Pasal

1341 KUHPerdata. Hal itu dapat dipahami karena actio pauliana dalam

KUHPerdata berlaku umum untuk semua perjanjian, sedangkan yang terdapat

dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 51 UUK-PKPU atau Pasal 41 UUK-PKPU

sampai dengan Pasal 49 UUK-PKPU merupakan ketentuan khusus actio pauliana

untuk masalah kepailitan. Bahwa ketentuan actio pauliana Pasal 1341

KUHPerdata berlaku untuk semua perjanjian tampak karena ketentuan tersebut

terletak dalam Buku III KUHPerdata tentang perikatan bagian ketiga tentang

akibat suatu perjanjian.

Bila kita simak Pasal 41 Undang-Undang Kepailitan, terdapat beberapa

persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa melakukan actio pauliana yaitu:

1. Dilakukan actio pauliana tersebut untuk kepentingan harta pailit.

2. Adanya perbuatan hukum dari debitur.

3. Debitur tersebut telah dinyatakan pailit.

4. Perbuatan hukum tersebut merugikan kepentingan kreditur,

5. Perbuatan hukum tersebut dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan.

6. Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik, dapat dibuktikan bahwa

(41)

sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan

kerugian bagi kreditur.

7. Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik,dapat dibuktikan bahwa

pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan, pihak dengan siapa perbuatan

hukum itu dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan

hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian pada kreditur.

8. Perbuatan hukum tersebut bukan perbuatan hukum yang diwajibkan, yaitu tidak

diwajibkan oleh undang-undang atau perjanjian.

Menjadi tugas kurator untuk membuktikan syarat diatas telah dipenuhi. Pasal 42

Undang-Undang Kepailitan menentukan bahwa dalam keadaan tertentu

persyaratanyang tersebut dalam angka 6 dan 7 tersebut diatas dianggap telah

dipenuhi. Kemudian, Pasal 42 UUK-PKPU mengatur dengan rinci jenis perbuatan

hukum yang apabila dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan

pernyataan pailit ditetapkan, dengan syarat:

a. Perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan oleh debitor,

b. Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut

dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan

tersebut akan merugikan kreditor, dan

c. Perbuatan tersebut memenuhi syarat-syarat sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 42 huruf a sampai dengan g.

Menurut doktrin untuk dapat dibatalkan dengan actio pauliana harus dipenuhi dua

(42)

pihak ketiga bahwa perbuatan tersebut merugikan terhadap pihak kreditur.

Sementara jika yang dilakukan oleh debitur yang akan dipailitkan tersebut adalah

hibah atau hadiah, terhadap pihak ketiga yang menerima hibah atau hadiah

tersebut tidak disyaratkan unsur diketahui dan patut diduga oleh pihak debitur dan

pihak ketiga bahwa perbuatan tersebut merugikan terhadap pihak kreditur. Dalam

hal ini tindakan patut diketahui dan menduga menjadi beban dari pemberi hadiah

dan hibah saja apabila hibah ini dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sebelum

debitur pailit seperti yang diuangkapkan Pasal 44.

Kurator dapat membatalkan seluruh perbuatan hukum yang dilaksanakan oleh

debitor pailit yang memenuhi persyaratan-persyaratan yang disebutkan diatas.

Akan tetapi, apabila terdapat sangat banyak perbuatan yang memenuhi

persyaratan untuk dibatalkan dengan menggunakan konsep actio pauliana maka

kurator harus dapat memutuskan perbuatan mana yang dimintai pembatalan dan

perbuatan mana yang dapat dibiarkan berdasarkan nilai material perbuatan

tersebut terhadap harta si debitor pailit dan kemudahan pembuktiannya (dalam hal

dapat tidaknya kurator mengumpulkan bukti-bukti yang cukup dan memenuhi

syarat untuk dapat melakukan actio pauliana).

Di samping itu juga dimungkinkan adanya suatu pembuktian terbalik, apabila saat

dilakukanya perbuatan tertentu yang merugikan harta pailit tersebut pihak debitor

dan pihak siapapun dengan siapa tindakan itu dilakukan (kecuali hibah) dianggap

telah mengetahui atau patut mengetahui bahwa perbuatan tersebut dapat

merugikan kreditur kecuali dibuktikan sebaliknya. Yaitu dapat dibuktikan bahwa

(43)

hibah) tidak dalam keadaan mengetahui atau patut mengetahui jika perbuatan

tersebut merugikan kreditur. Jika perbuatan tersebut adalah hibah, maka

pembuktian terbalik ini hanya dibebankan kepada debitur.

Karena di dalam hibah tidak disyaratkan adanya pembuktian bagi pihak siapaun

dengan siapa tindakan itu dilakukan. Syarat-syarat agar berlakunya pembuktian

terbalik:110

- Suatu badan hukum dimana debitur atau pihak-pihak sebagaimana dimaksud

dalam point 1 adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak tersebut,

baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak

langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut lebih dari 50% (lima puluh

persen) dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut.

1.Perbuatan tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sebelum putusan

pernyataan pailit ditetapkan. Sehingga disini berlaku asas “Hukum Anti Perbuatan

Menit Terakhir”(Anti Last Minute Grab Rule).

2. Perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan oleh debitur

3. Hanya berlaku untuk perbuatan-perbuatan dalam hal tertentu saja,yaitu sebagai

berikut:

a) Perbuatan hukum tersebut adalah hibah

b) Perbuatan tersebut merupakan perikatan dimana perikatan dimana kewajiban

debitur melebihi kewajiban pihak dengan siapa perikatan tersebut dilakukan.

c) Dilakukan oleh debitur perorangan,dengan atau terhadap:

- Suami atau istrinya,anak angkat atau keluarganya sampai drajat ketiga

110

(44)

d) Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau

terhadap: anggota direksi atau pengurus dari debitur, suami atau istri, anak angkat,

atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau pengurus tersebut;

e) Perorangan, baik sendiri atau bersama-sama dengan suami atau istri, anak

angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut serta secara langsung atau

tidak langsung dalam kepemilikan debitur lebih dari 50% (lima puluh persen) dari

modal.

f) Perorangan yang suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat

ketiga, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada

debitur lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal disetor.

g) Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau untuk

kepentingan badan hukum lainnya, apabila:

1. Perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha tersebut

adalah orang yang sama.

2. Suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga

dari perorangan anggota direksi atau pengurus Debitur yang juga merupakan

anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya

3. Perorangan anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan pengawas pada

Debitur, atau suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga,

baik sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung

dalam kepemilikan badan hukum lainnya lebih dari 50% (lima puluh persen) dari

(45)

4. Debitur adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau

sebaliknya

5. Badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama baik bersama, atau tidak

dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan keluarganya sampai

derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kedua badan

hukum tersebut paling kurang sebesar 50% (lima puluh persen) dari modal yang

disetor.

Kurator merupakan satu-satunya pihak yang dapat membatalkan perbuatan hukum

yang dilaksanakan oleh debitor pailit berdasarkan konsep actio pauliana. Hal ini

merupakan akibat logis dari kedudukan kurator sebagai pihak yang bertugas untuk

melindungi dan mengurus harta pailit untuk kepentingan seluruh pihak yang

berkepentingan dengan harta pailit.

Kurator secara aktif mempelajari perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh

debitor pailit sebelum terjadinya kepailitan, terutama perbuatan hukum yang

dilaksanakan debitor pailit satu tahun sebelum terjadinya kepailitan. Kurator juga

harus mendengar petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh panitia kreditor

mengenai kemungkinan adanya perbuatan hukum yang dapat dibatalkan dengan

(46)

D. Dasar, Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Putusan Terkait Gugatan Actio Pauliana Dengan Register Perkara Nomor 07/ Pdt. Sus-Actio Pauliana/ 2015/ Pengadilan Niaga . Mdn dan Penerapan Sus-Actio Pauliana

1. Posisi Kasus

Putusan terkait gugatan actio pauliana dengan register perkara nomor 07/ Pdt. Sus

- Actio Pauliana/ 2015/ Pengadilan Niaga .Mdn melibatkan Marolop Tua Sagala,

SH, kurator PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam pailit) selaku penggugat

terhadap PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam pailit) sebagai tergugat I, PT.

KPE Industries sebagai tergugat II, Chew Fook Sin direktur PT Heat Exchangers

Indonesia (dalam pailit) (in casu) (tergugat-I) sebagai tergugat III, Lee Swee Eng

komisaris PT Heat Exchangers Indonesia (dalam pailit) (in casu) (tergugat-I)

sebagai tergugat IV, Chew Fook Sin sebagai direktur PT KPE Industries disebut

sebagai tergugat V, Lee Swee Eng komisaris PT KPE Industries sebagai tergugat

VI, KNM PTY LTD selaku pemegang saham perseroan : memiliki/memegang

889.155 (delapan ratus delapan puluh sembilan seratus lima puluh lima) saham

terdiri dari : 499.999 (empat ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus

sembilan puluh sembilan) saham seri A. 389.156 (tiga ratus delapan puluh

sembilan ribu seratus lima puluh enam) saham seri B atas PT. Heat Exchangers

Indonesia (dalam pailit) disebut sebagai tergugat VII, KNM PROCESS SDN

BHD selaku pemegang saham perseroan : memiliki/memegang 1 (satu) saham seri

A atas PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam pailit) disebut sebagai turut

tergugat I, dan KNM Capital SDN BHD selaku perusahaan dalam satu group

(47)

sebagai turut tergugat II. Selanjutnya secara bersama-sama disebut sebagai para

tergugat.

Penggugat dengan gugatannya tertanggal 03 Agustus 2015 yang terdaftar di

kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 04

Agustus 2015 dibawah register perkara nomor : 07/ Pdt. Sus - Actio Pauliana/

2015/ Pengadilan Niaga .Mdn, Jo. Nomor : 03/ Pdt.Sus - Pembatalan/ 2015/

Pengadilan Niaga Mdn, Jo. Nomor : 07/ Pdt.Sus - PKPU/ 2014/ Pengadilan

Niaga.Mdn. PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam pailit) (in casu TERGUGAT -

I) adalah debitor pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Medan No. 03/

Pdt.Sus - Pembatalan/ 2015/ Pengadilan Niaga Mdn, Jo. Nomor : 07/ Pdt - PKPU/

2014/ Pengadilan Niaga Medan, yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk

umum pada hari Kamis, tertanggal 09 Juli 2015. Berdasarkan dokumen yang

penggugat dapatkan, tergugat - I dan tergugat- II adalah perusahaan asing dan

merupakan anak perusahaan dari KNM Pty Ltd., dan KNM Pty Ltd. adalah salah

satu dari Anak Perusahaan KNM Process Systems Sdn Bhd (“KNMPS”), dan

selanjutnya “KNMPS” adalah salah satu dari perusahaan KNM Group Berhad

yang berpusat di Malaysia.

Setelah penggugat mengumumkan kepailitan tergugat di Harian Batam Pos dan

Harian Rakyat Merdeka, selanjutnya memberitahukan dengan surat bahwa

penggugat akan berkunjung ke perusahaan tergugat, dan penggugat

menindaklanjutinya dengan kunjungan ke Batam, untuk memverifikasi seluruh

asset tergugat (boedel pailit) baik secara fisik maupun dari dokumen dan juga

(48)

Penggugat juga telah menerima beberapa dokumen debitur pailit dari karyawan

tergugat - I dengan tanda terima (transmital slip) yang diberikan kepada

penggugat. Dari dokumen yang ada terlihat bahwa antara tergugat - I dengan

tergugat - II berada dalam satu lokasi sebagaimana alamat tersebut di atas, dimana

tergugat – I memiliki mesin-mesin serta alat-alat produksi lainnya serta peralatan

kantor.

Selanjutnya direktur dan komisaris dari tergugat - I dan tergugat - II adalah orang

yang sama pula, yaitu Chew Fook Sin dan Lee Swee Eng. Sebagian karyawan

tergugat diangkat secara bersama-sama oleh tergugat - I dan tergugat - II dan

project/ pekerjaan baik itu milik tergugat -I maupun milik tergugat - II dikerjakan

oleh karyawan yang sama. Kurator (incasu penggugat) memiliki alasan hukum

yang kuat untuk mengajukan gugatan ke pengadilan Niaga Medan berdasarkan

Penetapan Hakim Pengawas Nomor: 02/ HP/ 03/ Pdt. Sus - Pembatalan/ 2015/

PN.Niaga.Mdn., Jo. No. 07/ Pdt.Sus - PKPU/ 2014/ Pengadilan Niaga Mdn,

Tanggal 30 Juli 2015 dari Bapak Hakim Pengawas Dr. Marsudin Nainggolan, SH,

MH. Pailitnya tergugat - I karena pembatalan perdamaian yang diajukan oleh para

kreditur tergugat - I ke Pengadilan Niaga Medan karena tergugat - I tidak

membayar utang sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian Perdamaian yang di

buat oleh tergugat - I dengan para krediturnya yang telah di homologasi oleh

Pengadilan Niaga Medan dalam Putusan Homologasi Nomor : 07/ PKPU/ 2014/

Pengadilan.Niaga.Mdn., tanggal 08 Juli 2014.

Pada tanggal 14 – 16 Juli 2015 penggugat selaku kurator PT. Heat Exchanger

(49)

tergugat - I untuk memeriksa dan memverifikasi aset/ boedel pailit baik secara

fisik maupun dokumen-dokumennya, dan saat itulah penggugat menemukan

dokumen yang menyatakan bahwa tergugat - I telah mengalihkan/menjual seluruh

hartanya kepada tergugat - II, pengalihan/ jual beli tersebut juga dibenarkan oleh

para karyawan dari tergugat – I. Berdasarkan dokumen tersebut, penggugat

mengetahui tergugat - I telah mengalihkan/ menjual seluruh aset-asetnya kepada

tergugat - II pada bulan November 2014 dengan harga total senilai USD.

1.405.358,13,- (satu juta empat ratus lima ribu tiga ratus lima puluh delapan koma

tiga belas US Dollar). Tergugat - I juga telah menjual aset berupa 5 (lima) unit

mobil milik tergugat - I kepada tergugat - II senilai USD. 901,68 (sembilan ratus

satu koma enam puluh delapan US Dollar).

Penggugat juga menemukan dokumen laporan keuangan tergugat - I Per 31

Desember 2014 yang di audit oleh : kantor akuntan publik Riyanto, SE, AK.,

Batam 29432 dimana laporan auditor tersebut menyatakan bahwa aset milik

tergugat telah nihil (nol). Penjualan seluruh aset-aset milik tergugat - I senilai total

USD. 1.405.358,13,- (satu juta empat ratus lima ribu tiga ratus lima puluh delapan

dollar Amerika tiga belas sen) yang di lakukan oleh tergugat - I kepada tergugat -

II adalah berupa :

a. Plant and Equipment; USD. 1.360.496,20

b. Motor Vehicle; USD. 901,68

c. Furniture, Fitting and Computer; USD. 43.960,25. Dan juga, 5 (lima) unit mobil

tergugat I yang di jual tergugat I kepada tergugat II adalah :

Merk : FORD Type : RANGER

(50)

Isi Silinder : 2499 CC

Nomor Rangka : SCZWYL 85836 Nomor Mesin : WLAT 105979

Merk : TOYOTA Type : INNOVA AT No. Polisi : BP 1184 MY Tahun Pembuatan : 2005 Isi Silinder : 2499 CC

Nomor Rangka : SCZWYL 85836 Nomor Mesin : WLAT 105979 Merk : TOYOTA

Type : KIJANG

No. Polisi : BM 8817 H Tahun Pembuatan : 1998 Isi Silinder : 2446 CC

Nomor Rangka : MHF3ILF 6000003082

Nomor Mesin : IL.9515621

Merk : TOYOTA Type : HARRIER

No. Polisi : BM 8518 XC Tahun Pembuatan : 2003 Isi Silinder : 2994 CC

Nomor Rangka : MCU30.0003781 Nomor Mesin : MZ.1615126

Merk : NISSAN Type : SUNNY

No. Polisi : BM 1597 XJ Tahun Pembuata

Referensi

Dokumen terkait

Orang Kelantan, walau pun yang berkelulusan PhD dari universiti di Eropah (dengan biasiswa Kerajaan Persekutuan) dan menjawat jawatan tinggi di Kementerian atau di Institusi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pigmentasi gingiva terhadap pekerja pengasapan ikan di Kelurahan Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara,

Dimensi pelayanan keagamaan memiliki nilai HSQ-Metrix nol yang berarti para responden memiliki tingkat kepuasan yang standar atau tidak terjadi kesenjangan antara

Perencanaan, pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi, 1) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) menggunakan Cooperative Leaarning Tipe TPS (Think

This study is intended to identify the elements of noun phrase, the types of noun phrases which mostly occur in the football news and the average length of those noun

bawah umur yang menjadi dasar pertimbangan tuntutan Jaksa penuntut umum di Kejaksaan Negeri Madiun yaitu dalam melakukan penuntutannya bahwa unsur tersebut telah memenuhi

Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya merupakan dokumen perencanaan dan pemrograman pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya yang disusun

Pada tahap ini siswa membaca bersama-sama, diusahakan agar siswa mengerti dengan baik isi bacaan secara keseluruhan seperti mengamati ilustrasi wacana (bila