commit to user
i
PREDIKSI PERKEMBANGAN RADIO KOMUNITAS
(Studi Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Radio Komunitas di Yogyakarta dan Solo)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Komunikasi
Oleh:
Ifa Rizty Fauzia
D 0206118
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
HALAMAN MOTTO
Jika kita sungguh – sungguh menginginkan kesuksesan,
Maka kesuksesanlah yang pada akhirnya menunggu kita.
(aku)
always do your best today, because today will not be repeated
commit to user
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk cinta dan kasih sayang yang tak pernah padam...
Bpk. Eko Indawan (alm.) & Ibu. Siti Fajaroh (almh.)
Alhamdulillah...
Pak..Bu.. Anakmu lulus
J
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT atas segala
anugerah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul
Prediksi Perkembangan Radio Komunitas (Studi Faktor - faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Radio Komunitas di Yogyakarta dan Solo).
Penyusunan skripsi ini merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban penulis sebagai
mahasiswa guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Program
Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari semua pihak yang telah
mendukung serta membantu penulis selama ini. Dengan segala kerendahan hati dan
rasa hormat, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
FISIP UNS, terima kasih atas bantuan dan ilmu yang diberikan.
2. Bapak Drs. Hamid Arifin, M.Si, sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi
FISIP UNS, terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan.
3. Bapak Mahfud Anshori, S.Sos, M.Si, terimakasih atas segala kesabaran,
masukan dan ilmu – ilmu yang sebelumnya tidak penulis pahami, serta untuk
motivasi yang begitu besar selama proses penyusunan skripsi. Maturnuwun
commit to user
vii
4. Ibu Nora Nailul Amal, S.Sos, MLMEd.Hons, atas pinjaman bukunya, masukan,
nasehat dan semangatnya kepada penulis, terimakasih banyak bu…
5. Mas Budi jurusan yang selalu bersedia direpotkan oleh segala keperluan
administrasi yang diperlukan terkait penelitian ini.
6. Pakdhe dan Budhe Syaukani, ucapan terima kasih tak akan pernah cukup untuk
menggambarkan segala kasih sayang dan perhatiannya selama ini, serta doa yang
selalu di panjatkan untuk penulis. Kalian sungguh luaaaarrrr biasa…
7. Mbak Asti, Mbak Nunik, Mas Oji, Mbak Ririn dan adikku Adrian, terimakasih
atas perhatian, kasih sayang,doa dan motivasinya agar penulis cepat lulus. Juga
“trio ucilku” Aya, Yona dan icha, yang selalu menghibur aunty saat stress mikir
skripsi J Sungguh sebuah anugrah mempunyai keluarga seperti kalian..
8. Pak Mardi, Pak Kun, Pak Hendro, Pak Kis, Pak Haribawa, Mas Agung, Pak Heri,
Mbak Lucy dan Mas Gianto. Terimakasih atas waktu, bantuan serta ceritanya.
9. “Adhe” desi dan “Nana” Krisna.. Kalian sahabat terhebat dan tergila dihidupku.
15 tahun tidak akan pernah cukup untuk kita saling berbagi… I love uuu darl…
10. Sahabat terbaikku Senja dan Vian, makasih dorongannya untuk cepet lulus, mari
kita taklukkan dunia! Dan Ari “cung” Uhhuy… makasih semangatnya juga
McFlurry-nya saat sesi curhat J I’ll miss this moments...
11. Temen2 terbaikku: Laras, makasih untuk penampungan sementara di jogja dan
Juga temanku yang lucu – lucu Faka dan duo Supra-dika, kicauan – kicauan
kalian selalu menjadi motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
12. Forever Love-ku, Dian dan mbak Pipit untuk segala kebersamaan dan keceriaan
selama ini, sehari tak bersama, hidup terasa hampa. Salam Marissa!! Juga semua
penghuni PA Kost : Ima, Intan, ida, destia, cintya,diah, septi, dian.. U rock gals!!
13. KelompokSatu Adv. dan Victory Adv. Untuk semua pengalaman, kegalauan dan
kebersamaan yang telah kita lewati bersama. Nuwun yaks!
14. Fiesta FM yang pernah menjadi rumah kedua saya di Solo.. banyak pengalaman
kudapat darimu. Dan buat temen seperjuangan yang sangat saya cintai : Lopi,
Nunung, Yudo, mba Citra, Agung, Wendy, Nikky, Nino, Mas Don, mba Ronar,
mba Rea, Okky, Dimas.. dan generasi muda sekarang. Dari Fiesta Dengan Cinta
Kita Bangun Keluarga J
15. Pasukan Komunikasi 2006. Aaahh,,,pokoknya aku cinta kalian. Titik.
16. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan serta motivasi kepada
penulis hingga terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu, terima kasih banyak.
Surakarta, 24 Maret 2011
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………. i
HALAMAN PERSETUJUAN ………. ii
HALAMAN PENGESAHAN………... iii
HALAMAN MOTTO ………... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……….... v
KATA PENGANTAR ……….. vi
DAFTAR ISI ……….. ix
DAFTAR TABEL ………. xii
ABSTRAK……… xiii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1
B. Rumusan Masalah ……… 8
C. Tujuan Penelitian ………. 8
D. Manfaat Penelitian……… 8
E. Landasan Teoritis 1. Komunikasi ………. 9
2. Komunikasi Massa ……….. 12
4. Industri Radio Komunitas ……….. 22
5. Studi Delphi ……… 32
F. Definisi Konseptual 1. Prediksi ………... 41
2. Perkembangan Radio Komunitas ……… 42
G. Kerangka Pemikiran ……… 44
H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian ………... 45
2. Metode Penelitian ……….. 45
3. Lokasi Penelitian ... 47
4. Populasi dan Sampel ………... 47
5. Sumber Data ……… 48
6. Cara Pengumpulan Data ……….. 48
7. Validitas Data ……….. 50
8. Analisis Data ……… 51
BAB II . DESKRIPSI LOKASI A. Radio Komunitas di Yogyakarta ……… 54
B. Radio Komunitas di Solo……… ……… 59
commit to user
xi
B. Hasil dan Analisis Prediksi Perkembangan Radio
Komunitas Putaran 1 dan 2 ………. 68
C. Peringkat Prediksi Perkembangan Radio Komunitas
Berdasarkan Nilai Rata – rata dalam Dua Putaran ………. 97
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……… 105
B. Saran……… 109
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pergeseran Paradigma Penyiaran Pasca Reformasi 1998 ………….. 20
Tabel 2. Perbedaan Radio Komunitas dan Radio Komersil ……… 23
Tabel 3. Data Responden ……… 62
Tabel 4. Pernyataan Kuisioner ……… 67
Tabel 5. Nilai Rata – rata Prediksi Perkembanga RadioKomunitas
pada Putaran 1 dan 2……… … 69
Tabel 6. Peringkat Prediksi Perkembangan Radio Komunitas
commit to user
xiii ABSTRAK
IFA RIZTY FAUZIA, D0206118, PREDIKSI PERKEMBANGAN RADIO KOMUNITAS (Studi Faktor - faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Radio Komunitas di Yogyakarta dan Solo), Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta, 2011.
Perkembangan jaman dan perubahan masyarakat mempengaruhi peran radio, dari media propaganda menjadi institusi sosial yang berada didalam komunitas yang heterogen dengan segala macam permasalahan. Kini radio memiliki tiga peran sosial, yaitu radio sebagai media sosialisasi, radio sebagai media aktualisasi, dan radio sebagai media advokasi. Dari perubahan itupun kemudian muncul berbagai jenis radio. Mulai dari radio nasional milik pemerintah hingga radio – radio swasta komersil yang biasanya memiliki segmen tertentu, seperti pendidikan, hiburan maupun berita.
Di tengah maraknya radio komersil yang berusaha meraup keuntungan besar, justru muncul radio komunitas non komersil sebagai wadah untuk menyampaikan aspirasi dan apresiasi dari anggota komunitasnya. Keberadaan radio komunitas ini membawa angin segar bagi masyarakat untuk mengapresiasikan ide maupun pendapatnya. Namun radio komunitas ini masih memiliki banyak permasalahan yang harus diselesaikan.
Permasalahan tersebut antara lain adalah masalah dana yang terbatas, kemudian masalah perizinan yang dianggap masih belum mendukung perkembangan radio komunitas sepenuhnya. Selain itu adanya masalah keterbatasan sumber daya manusia dan masalah teknologi yang selalu berkembang. Hal tersebutlah yang membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana masa depan radio komunitas dalam kurun waktu -5, -10 dan 15 tahun kedepan.
Dengan menggunakan metode studi Delphi yaitu metodologi untuk meramalkan dengan menggunakan panel para pakar, peneliti melakukan penelitian terhadap sembilan pakar radio untuk mengetahui prediksi mereka mengenai perkembangan radio komunitas di Yogyakarta dan Solo. Penelitian ini dilakukan selama bulan Desember 2010 hingga Februari 2011 dengan melakukan wawancara, yang dilanjutkan dengan tahap kuisioner. Kuisioner tersebut berisi 14 item pertanyaan kepada responden dalam dua kali putaran untuk mendapatkan jawaban yang dapat dipercaya.
ABSTRACT
IFA RIZTY FAUZIA, D0206118, PREDICTION OF COMMUNITY RADIO DEVELOPMENT ( Study of Factors Affecting Growth Community Radio in Yogyakarta and Solo ) Thesis, Program of Communication Studies, Social and Political Sciences Faculty, Sebelas Maret University (FISIP UNS) Surakarta, 2011.
Transformation era and societal change affect the role of radio, from media propaganda into the social institutions which resides in a heterogeneous community with all sorts of problems. Now the radio has three social roles, namely the radio as a medium of socialization, the radio as a medium-actualization, and the radio as advocacy media. From the change then came the various types of radio. Start from the national radio of Indonesia into - commercial private radio station that usually has a particular segment, such as education, entertainment or news.
Among the crowd of commercial radio which is trying to reap huge profits, it appears non-commercial community radio as a forum to convey the aspirations and appreciation from members of the community. The existence of this community radio to bring fresh air for people to appreciate ideas and opinions. However, this community radio still has many problems to be solved.
These problems include the problem of limited funding, and licensing issues that were deemed to be not fully support the development of community radio. In addition, the lack of human resources and technology issues are always evolving. This is exactly what makes researcher want to know how the future of community radio in the period -5, -10 and 15 years ahead.
By using the Delphi method study, the methodology to predict by using the panel of experts, researchers conducted a study of nine specialist radio to find out their predictions about the development of community radio in Yogyakarta and Solo. This research have been conducted during December 2010 to February 2011 with an interview, which was continued by phase questionnaire. Its containing 14 items of questions to respondents in two rounds to get reliable answers.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Berita dan informasi saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok manusia. Informasi
dapat diperoleh melalui berbagai media yaitu media cetak yang berupa koran,
majalah dan tabloid, serta media elektronik seperti radio, televisi, hingga internet.
Saat manusia mulai menyadari pentingnya informasi dalam kehidupannya, maka
peran media massa baik cetak maupun elektronik menjadi semakin besar.
Onong Uchjana dalam buku Siaran Radio: Teori dan Praktek mengatakan salah satu
media massa yang masih terus bertahan sampai saat ini adalah radio. Sebagai unsur
dari proses komunikasi, dalam hal ini sebagai media massa, radio siaran mempunyai
sifat dan ciri yang berbeda dengan media massa lainnya Radio memberi keleluasaan
pada pendengarnya untuk berimajinasi, karakteristik lain yang dimiliki oleh radio
adalah kemampuan radio untuk membuat para pendengarnya merasa diperhatikan
secara personal. Selain itu, radio merupakan media dengan biaya yang relatif lebih
murah dan mudah di akses oleh masyarakat. Bahkan, munculnya berbagai media
elektronik lain, termasuk maraknya internet pun, tidak menenggelamkan radio
sebagai salah satu media pilihan konsumen (Effendi, 1990).
Perkembangan jaman dan perubahan masyarakat mempengaruhi peran radio,
heterogen dengan segala macam kompleksitas permasalahan. Kini radio memiliki
tiga peran sosial, yaitu radio sebagai media sosialisasi, radio sebagai media
aktualisasi, dan radio sebagai media advokasi (Masduki, 2004).
Dari perubahan itupun kemudian muncul berbagai jenis radio. Mulai dari
radio nasional milik pemerintah hingga radio – radio swasta komersil yang biasanya
memiliki segmen tertentu, seperti pendidikan, hiburan maupun berita. Namun di
tengah maraknya radio komersil yang berusaha meraup keuntungan yang besar,
justru muncul radio komunitas non komersil sebagai wadah untuk menyampaikan
aspirasi dan apresiasi dari anggota komunitasnya. Radio komunitas adalah stasiun
siaran radio yang dimiliki, dikelola, diperuntukkan, diinisiatifkan dan didirikan oleh
sebuah komunitas. Intinya, radio komunitas adalah radio yang dibangun dari, oleh,
untuk dan tentang komunitasnya (Masduki, 2004)
Radio komunitas sebagai bentuk lembaga penyiaran telah diakui keberadaannya,
sebagaimana telah diatur dalam UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Dalam UU
penyiaran, radio komunitas adalah termasuk kedalam lembaga penyiaran komunitas,
dimana dalam penjelasannya pada Pasal 21 ayat 1, lembaga penyiaran komunitas
merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia. Didirikan
oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersil, dengan daya pancar
rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan
Deni Andriana dalam sebuah artikel berjudul Radio Komunitas menyatakan
bahwa dalam menjalankan peran dan fungsinya radio komunitas sebagai lembaga
penyiaran komunitas, memiliki stuktur organisasi yang berbeda dengan jenis media
lainnya seperti media pemerintah maupun swasta. Perbedaan ini terutama merujuk
pada adanya partisipasi warga atau komunitas dalam pendirian dan pengelolaannya.
Selain itu radio komunitas ini biasanya bercirikan tiga aspek yaitu, non-profit,
adanya kepemilikan dan kontrol dari komunitas serta partisipasi komunitas
(Andriana, 2010).
Radio komunitas sebagai salah satu bagian dari sistem penyiaran Indonesia
secara praktek ikut berpartisipasi dalam penyampaian informasi yang dibutuhkan
komunitasnya, baik menyangkut aspirasi warga masyarakat maupun
program-program yang dilakukan pemerintah untuk bersama-sama menggali masalah dan
mengembangkan potensi yang ada di lingkungannya (Ricky Riadi Iskandar, dkk,
2008)
Radio komunitas di Indonesia mulai berkembang pada tahun 2000, yaitu
undang – undang Nomor 32 tentang Penyiaran. Hak tersebut tertuang dalam pasal
21, yaitu partisipasi masyarakat, yang disebut sebagai penyiaran komunitas. Sejak
Undang – undang penyiaran disahkan, hingga saat ini telah tumbuh ribuan radio
komunitas diseluruh Indonesia dengan karakteristik masing – masing. Segala macam
bidang bisa diangkat melalui radio mulai dari ekonomi, bisnis, budaya, sosial, seni,
disegala bidang tersebut. Hal tersebut juga dipicu dengan semakin terbukanya akses
informasi, kemajuan teknologi, kesempatan dan keinginan masyarakat untuk
menggunakan media dalam penyelesaian persoalan-persoalan komunitasnya ( Basuki
Suhardiman dan Wirayanti dan Yerry Niko Borang, 2009)
Sekarang ini perkembangan radio komunitas kian pesat, seiring semakin
terbukanya akses informasi, kemajuan teknologi, kesempatan dan keinginan
masyarakat untuk menggunakan media dalam penyelesaian persoalan-persoalan
komunitasnya, karena memang masih banyak permasalahan yang dialami oleh radio
komunitas yang harus segera diselesaikan sehingga tidak mengancam
keberadaannya.
Saat ini jumlah stasiun radio komunitas di Indonesia diperkirakan telah mencapai
500 stasiun. Meskipun keberadaan radio komunitas di Indonesia telah diakui dalam
UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, tetapi masih banyak kendala yang
ditemui dalam upaya untuk mengembangkannya. Salah satunya adalah alokasi
frekuensi. Sementara ini aturan dalam hal penggunaan frekuensi, pemerintah
berpedoman pada SK Menteri perhubungan Nomor 15 dan 15a, bahwasannya radio
komunitas diberikan 3 kanal 202, 203, 204, atau menempati frekuensi 107.7, 107.8,
107.9 dengan jangkauan siaran 2,5 km dan ERP (power) maksimal 50 watt. Apabila
aturan tersebut digunakan di daerah perkotaan yang padat maka yang terjadi rakom
sangat berdekatan berakibat terjadinya kesalah pahaman atau konflik-konflik baru
karena dengan 3 frekuensi yang sama saling berdekatan, dan saling bertabrakan. Lalu
jika aturan tersebut dilaksanakan di daerah yang luas seperti Kalimantan dengan
jarak jangkauan siaran 2,5 km, yang akan mendengarkan radio tersebut hanya
beberapa kepala keluarga saja, padahal dalam proses perijinan rakom harus
memperoleh dukungan minimmal 51% atau 250 orang komunitasnya (Widarto,
2009).
Selain masalah pertumbuhan dan frekuensi tersebut, sampai saat ini masalah dana
juga masih dialami oleh radio komunitas. Cara kerja dan format siaran radio
komunitas tidak bisa disamakan dengan radio komersial. Mereka hanya butuh biaya
untuk sekadar bertahan sebagai media informasi sesama anggota komunitasnya.
Dana radio komunitas merupakan dana dari swadaya masyarakat. Radio komunitas
tidak diperbolehkan menyiarkan iklan komersil atau mengiklankan suatu produk,
kecuali iklan layanan masyarakat. Karena, tidak diperbolehkannya iklan masuk
tersebut maka dana radio komunitas terbatas.
Terbatasnya dana juga sangat berkaitan dengan masalah teknis. Perbaikan untuk
peralatan yang rusak dan perawatanya memerlukan dana, sedangkan dana yang
dimiliki radio komunitas merupakan dana secara swadaya. Apabila ada salah satu
alat siaran rusak untuk perbaikannya pasti harus menunggu iuran dari masyarakat
Setelah 8 tahun disahkan dalam undang – undang, ternyata sampai saat ini radio
komunitas juga masih mengalami masalah dalam perizinan. Setelah mendapat
pengakuan dari UU Penyiaran tahun 2002, regulasi yang berada di bawahnya seperti
Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih detail soal perizinan atau frekuensi
dianggap masih belum mendukung perkembangan radio komunitas sepenuhnya.
Prosedur perijinan yang disusun oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meskipun
telah melalui proses konsultasi kepada beberapa radio komunitas juga masih terlalu
berbelit-belit dan panjang. Radio komunitas harus mengajukan surat permohonan
kepada kepada KPI-D, lalu KPI-D akan verifikasi dan evaluasi. Apabila tidak
memenuhi syarat maka surat permohonan akan dikembalikan, apabila disetujui
permohonan akan di lanjutkan ke KPI Pusat. Di KPI Pusat prosesnya hampir sama,
yaitu di kompilasikan melalui forum bersama antara Pemerintah inter-departemen
(departemen yang berkaitan dengan penyiaran seperti Perhubungan, Depkominfo)
dan KPI Pusat. Bayangkan jika masyarakat di Papua mau membuat radio komunitas,
mereka harus urus perijinan sampai ke Jakarta. Oleh karena itu telah diusulkan agar
perijinan bisa keluar di tingkat KIP-D (Widarto, 2009).
Persoalan lain yang masih harus dihadapi radio komunitas adalah masalah
keterbatasan sumber daya manusia beserta manajemen pengelolaannya dimana
stuktur kelengkapan organisasi pada radio komunitas ini didasari oleh prinsip-prinsip
radio komunitas itu sendiri yakni dari warga oleh warga dan untuk warga. Karena
sumber daya manusianya pun terbatas. Biasanya mereka yang melakukan siaran
adalah masyarakat yang mempunyai waktu luang saja. Maka dari itu, warga (anggota
komunitas) memiliki peranan tehadap maju dan mundurnya radio komunitasnya. Di
saat persaingan radio makin ketat, setiap radio dituntut untuk kreatif merancang
program semenarik mungkin untuk memenuhi kebutuhan pendengar, serta membuat
variasi – variasi baru sajian hiburan yang disuguhkan agar pendengar juga tidak
jenuh.
Radio komunitas merupakan radio yang batas wilayah siarannya terbatas pada
wilayah dimana komunitas itu berada. Informasi yang ditemukan tentu saja hanya
informasi yang ada dalam wilayah itu juga. Pada suatu waktu ketika tidak ada
fenomena atau isu yang beredar di wilayah tersebut maka tidak ada materi berita
yang bisa diinformasikan kepada masyarakat, karena radio komunitas tidak bisa
mengambil informasi diluar wilayah komunitasnya. Namun kenyataannya masih
banyak radio komunitas yang konten siarannya menyerupai radio komersil (Ricky
Riadi Iskandar, dkk, 2008)
Masalah lain yang masih dialami radio komunitas adalah masalah teknologi.
Di Indonesia masih banyak radio komunitas yang beroprasi dengan peralatan dan
teknologi seadanya, bahkan jauh dari standar. Sementara kedepan, teknologi akan
selalu mengalami perkembangan bahkan perubahan. Dengan dana dan sumber daya
manusia yang minim, dapatkah radio komunitas bertahan atau justru menambah
informasi dan hiburan yang diberikan radio komunitas telah membawa dampak yang
cukup besar bagi masyarakat dan dapat menjadi tempat apresiasi serta aktualisasi diri
bagi komunitasnya.
Berangkat dari fenomena menarik yang telah diuraikan diatas, jelas penting bagi kita
untuk mengetahui keberlanjutan media yang sudah membantu masyarakat Indonesia,
terutama yang berada di daerah pedalaman untuk menyalurkan ide serta apresiasi
mereka. Melalui sebuah penelitian dengan menggunakan studi Delphi, yang
merupakan sebuah metodologi untuk meramalkan atau memprediksi masa depan
dengan menggunakan panel para pakar, peneliti ingin mencari tahu bagaimana
prediksi masa depan radio komunitas di Yogyakarta dan Solo, terutama dalam hal
pertumbuhan, dana, perizinan, sumber daya manusia serta teknologinya.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian singkat yang disampaikan dalam latar belakang masalah, maka dapat
diciptakan rumusan masalah sebagai berikut :
“ Bagaimana prediksi pakar radio tentang perkembangan Radio Komunitas di
Yogyakarta dan Solo dalam kurun waktu -5, -10 dan 15 tahun kedepan ? “
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana prediksi pakar radio tentang
perkembangan Radio Komunitas di Yogyakarta dan Solo dalam kurun waktu -5, -10
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis
Sebagai alat untuk mempraktekkan teori-teori yang dipelajari selama
bangku kuliah sehingga penulis dapat mendapatkan pengetahuan yang belum
didapat sebelumnya yang berguna untuk pembelajaran terutama dalam bidang
keradioan.
2. Bagi Radio Komunitas
Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai evaluasi serta motivasi dalam
proses mengembangkan radio komunitas.
E. Landasan Teori
Kerangka pemikiran dalam sebuah penelitian sebagai petunjuk jalan pikiran
dengan berdasarkan teori yang relevan. Kerangka pemikiran dapat diibaratkan
sebagai penuntun dalam membantu memecahkan masalah dan mengarahkan langkah
yang akan dilakukan oleh peneliti.
1. Komunikasi
Manusia dalam usahanya menjalin interaksi dengan orang lain
menciptakan berbagai lambang dan bahasa yang disepakati dan dipahami
bersama sehingga terjadi komunikasi. Istilah komunikasi atau dalam bahasa
inggris communication berasal dari bahasa latin communicatio yang berasal dari
kata communis yang berarti sama. Sama disini adalah makna (Effendi, 1990).
komunikasi antar individu, komunikasi suatu group dengan individu,
komunikasi antar group, maupun komunikasi dalam organisasi. Pada prinsipnya
ada dua jenis komunikasi, yaitu komunikasi satu arah (one way communication),
dan komunikasi dua arah (two way communication) ( Basuki Suhardiman dan
Wirayanti dan Yerry Niko Borang, 2009).
Dengan berkomunikasi, manusia dapat memperoleh sesuatu dari orang
lain dan dapat menyalurkan ide, berbagi informasi, serta dapat menyampaikan
usul dan kritikan kepada orang lain, dan tidak menutup kemungkinan dari satu
orang ke lembaga lain. Judi C. Pearson dan Paul E. Nelson mengatakan
komunikasi adalah bagian dari kelangsungan hidup sehari-hari dan
kelangsungan hidup bermasyarakat untuk dapat memperbaiki hubungan sosial
dan mengembangkan keberadaan mereka (Mulyana, 2003). Merujuk dari
pengertian tersebut maka komunikasi memiliki nilai estetika sosial sebagai salah
satu fungsinya. Melalui komunikasi kita bekerjasama dengan anggota
masyarakat untuk mencapai tujuan bersama.
Sementara dalam buku Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek, Carl I.
Hovland menyebutkan, Ilmu Komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk
merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan
pendapat dan sikap ( Effendi, 1990 ). Definisi Hovland tersebut menunjukkan
bahwa apa yang dijadikan obyek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian
memainkan peranan yang amat penting. Bahkan dalam definisinya secara khusus
mengenai pengertian komunikasinya sendiri Hovland mengatakan bahwa
komunikasi adalah proses merubah perilaku orang lain dan bukan sekedar
menyampaikan.
“ The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (ussualy verbal symbol) to modify the behavioral of other individuals (communicates)” (Effendi, 1990).
Salah satu model awal untuk menggambarkan komunikasi adalah model yang
digunakan oleh Harold Lasswell. Dalam artikel klasik tahun 1948, Lasswell
menghadirkan model komunikasi yang sederhana dan sering digunakan, yaitu
Who (siapa), Sa ys what (mengatakan apa), In which channel (di saluran mana),
To whom (untuk siapa), with what effect (dengan pengaruh apa) (Stephen W.
Littlejohn dan Karen A.Foss, 2009).
Sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut, Lasswel menjawabnya dengan
unsur-unsur proses komunikasi, yaitu ;
· Komunikator (communicator, source, sender)
· Pesan (message)
· Media (channel)
· Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient)
Jadi berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator melalui media yang menimbulkan efek
tertentu. Salah satu cara yang digunakan manusia untuk memenuhi
kebutuhannya, terutama kebutuhan akan informasi adalah media massa.
Organisasi media menyebarkan pesan yang mempengaruhi dan menggambarkan
budaya masyarakat, dan media memberikan informasi kepada audiens yang
heterogen, menjadikan media sebagai bagian dari kekuatan institusi masyarakat
(Stephen W. Littlejohn dan Karen A.Foss, 2009).
Dalam sebuah bidang teori, media berhubungan dengan tiga area tematik
yang besar, yaitu isi dan susunan media, masyarakat dan budaya, serta audiens.
Tema isi dan susunan media mencakup pengaruh media dan isinya. Tema ini
memberi perhatian khusus pada tanda – tanda dan simbol – simbol yang
digunakan dalam pesan – pesan media. Tema yang kedua yaitu masyarakat dan
budaya, mencakup fungsi komunikasi massa dalam masyarakat, penyebaran
informasi dan pengaruh, opini masyarakat dan kekuasaan. Terakhir yaitu tema
audiens melihat pada pengaruh individu, komunitas audiens dan penggunaan
audiens oleh media (Stephen W. Littlejohn dan Karen A.Foss, 2009).
2. Komunikasi Massa
Komunikasi dalam perkembangannya terbagi menjadi enam tingkatan (konteks)
Komunikasi publik, Komunikasi organisasi, Komunikasi massa (Mulyana,
2001).
Dari sekian banyak bentuk komunikasi, komunikasi massa merupakan salah satu
yang sering digunakan untuk objek penelitian. Mengutip dari Djuarsa Sendjaja
dkk, Morissan M.A dalam buku Manajemen Media Penyiaran menyatakan
bahwa studi komunikasi secara umum membatasi dua hal pokok, yaitu pertama
studi komunikasi yang melihat peran media massa terhadap masyarakat luas
beserta institusi – institusinya. Pendangan ini menggambarkan keterkaitan antara
media dengan berbagai institusi lain seperti institusi politik, ekonomi,
pendidikan, agama dan sebagainya. Teori – teori yang berkenaan dengan hal ini
berupaya menjelaskan posisi atau kedudukan media massa dalam masyarakat dan
terjadinya saling mempengaruhi antara berbagai struktur kemasyarakatan dengan
media. Kedua adalah studi komunikasi massa melihat hubungan antara media
dengan audiensnya, baik secara kelompok maupun individual. Teori ini
menekankan pada efek individu dan kelompok sebagai hasil interaksi dengan
media. (M.A, Morissan, 2008)
Dalam buku Teori Komunikasi, komunikasi massa merupakan proses organisasi
media menciptakan dan menyebarkan pesan – pesan pada masyarakat luas dan
proses pesan tersebut dicari, digunakan, dipahami dan dipengaruhi oleh audiens
Salah satu bentuk konkret dari komunikasi massa adalah proses penyampaian
pesan melalui media massa seperti media cetak (surat kabar dan majalah) dan
media elektronik (televisi, radio, film). Buku Ilmu Komunikasi : Teori dan
Praktek menyebutkan fungsi lain komunikasi massa yang terdapat dalam buku
Aneka Suara, Satu Dunia (Many Voices One World). Fungsi komunikasi tersebut
adalah :
- Informasi: Pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran
berita, data, gambar, fakta, pesan dan opini dan komentar yang dibutuhkan
agar orang dapat mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi
internasional, lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan
yang tepat.
- Sosialisasi (pemasyarakatan) : Penyediaan sumber ilmu pengetahuan
yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota
masyarakat yang efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya
sehingga ia dapat aktif di masyarakat.
- Motivasi: Menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek
maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan
keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan
bersama yang akan dikejar.
- Perdebatan dan diskusi: Menyediakan dan saling menukar fakta yang
pendapat masalah publik, menyediakan bukti-bukti relevan yang diperlukan
untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatkan diri dalam
masalah yang menyangkut kegiatan bersama di tingkat internasional, nasional,
dan lokal.
- Pendidikan: Pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong
perkembangan intelektual, pembentukan watak dan pendidikan keterampilan
serta kemahiran yang diperlukan di semua bidang kehidupan.
- Memajukan kebudayaan: Penyebarluasan hasil kebudayaan dan seni
dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, perkembangan kebudayaan
dengan memperluas horizon seseorang, membangunkan imajinasi dan
mendorong kreatifitas serta kebutuhan estetikanya.
- Hiburan: Penyebarluasan sinyal, simbol, suara dan citra (image) dari
drama, tari, kesenian, kesusastraan, musik, komedi, olahraga, permainan dan
sebagainya untuk kesenangan dan rekreasi kelompok atupun individu.
- Intergrasi: Menyediakan bagi bangsa, kelompok dan individu
kesempatan memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka agar mereka
dapat saling kenal dan mengerti, menghargai pandangan orang lain. (Effendi,
1992)
Dari fungsi-fungsi tersebut di atas maka fungsi-fungsi komunikasi dan
komunikasi massa yang begitu banyak itu dapat disederhanakan menjadi empat
fungsi saja, yakni:
- Mendidik (to educate)
- Menghibur (to entertain)
- Mempengaruhi (to influence) (Effendi, 1992).
3. Radio sebagai Media Massa
Unsur penting dalam komunikasi massa adalah media massa, yang terdiri dari
media cetak (surat kabar, tabloid, majalah) dan media elektronik (televisi, radio)
dan media online (internet). Media mendistribusikan pesan – pesan yang
mempengaruhi dan merefleksikan kebudayaan dan masyarakat. Selain itu, ia juga
menyediakan informasi secara simultan kepada khalayak luas dan heterogen,
sehingga membuatnya menjadi bagian dari kekuatan institusi masyarakat. Media
massa ini mampu memberikan informasi, pengetahuan, sugesti dan hiburan
(Satriawan, 2004).
Produksi media merespon terhadap perkembangan sosial dan budaya dan
selanjutnya mempengaruhi perkembangan tersebut. Menurut McLuhan dan
Innis, media merupakan perpanjangan dari pikiran manusia, jadi media yang
menonjol dalam penggunaan membiaskan masa historis apapun. Sedangkan
Donald Ellis memberikan satu tatanan preposisi yang mewakili sebuah sudut
pandang kontemporer pada gagasan dasar Innis dan McLuhan. Menurutnya,
media yang terbesar pada suatu waktu akan membentuk perilaku dan pemikiran.
informasi dan berhubungan dengan orang lain (Stephen W. Littlejohn dan Karen
A.Foss, 2009).
Media massa secara teoritis memiliki fungsi sebagai saluran informasi, saluran
pendidikan dan saluran hiburan, namun kenyataannya media massa memberikan
efek lain dari luar fungsinya itu. Efek media massa tidak saja mempengaruhi
sikap seseorang namun juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Efek
media dapat pula mempengaruhi seseorang dalam waktu yang pendek sehingga
dengan cepat mempengaruhi mereka, namun juga member efek dalam jangka
waktu yang lama, sehingga member dampak pada perubahan – perubahan dalam
waktu yang lama (Bungin, 2006).
Dari sekian banyak bentuk media massa, salah satunya adalah radio. Dari
dahulu hingga sekarang, media auditif (hanya bisa di dengar) ini tetap menjadi
media yang merakyat, murah dan popular. Sejarah membuktikan bahwa radio
telah memegang peranan penting pada masa lampau. Awal perang dunia II, radio
mengemban satu fungsi khusus sebagai sarana propaganda. Bahkan tokoh dunia
seperti Hittler menggunakan media ini untuk propagandanya (Masduki, 2004).
Sebagai unsur dari proses komunikasi, dalam hal ini sebagai media massa, radio
siaran mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan media massa lainnya. Jelas
bersifat mekanik optik. Dengan televisi, kalau pun ada persamaannya dalam
sifatnya yang elektronik, terdapat perbedaan, yakni radio sifatnya audial,
sedangkan televisi audiovisual.
Sejalan dengan perkembangan jaman dan perubahan masyarakat, hal tersebut
juga mempengaruhi peran radio, dari media propaganda menjadi institusi sosial
yang berada didalam komunitas yang heterogen dengan segala macam
kompleksitas permasalahan. Kini radio memiliki tiga peran sosial. Pertama, radio
menjadi media sosialisasi. Dalam peran ini, radio menyebarluaskan informasi
dan hiburan yang membuat optimisme serta menjalin interaksi dialogis antar
pendengar. Selain itu, radio juga menjalin komunikasi untuk saling berkarya
mengubah berbagai persepsi dan kecurigaan yang tidak perlu.
Kedua, sebagai media aktualisasi. Radio mampu menyegarkan memori
pendengar terhadap peristiwa aktual dan momentum yang penting bagi
kehidupan mereka. Melalui peran ini, radio juga mengagendakan masalah –
masalah sosial agar menjadi isu dan keprihatinan bersama daripada masalah
personal. Mendesak makin terbukanya kebijakan politik – ekonomi bagi
partisipasi seluruh lapisan pendengar dan menjadi mediasi antar berbagai pihak
yang sedang berkonflik sehingga muncul solusi damai dan saling
menguntungkan. Hal ini menjadi peran radio yang ketiga yaitu sebagai media
Radio memiliki beberapa kekuatan yang tidak dimiliki oleh media lain, sehingga
membuat radio tidak ditinggalkan oleh pendengar, antara lain :
1. Bersifat langsung, pendengar bisa langsung mendengarkan informasi
yang disiarkan. Detik itu kita bicara detik itu juga pendengar bisa
mendengarkan apa yang kita bicarakan.
2. Cepat, radio punya sifat cepat karena menggunakan ranah publik
yakni frekuensi sebagai alat antar informasinya tidak seperti media cetak
yang menggunakan kertas.
3. Tanpa batas, radio punya karakter kekuatan seperti ini karena yang
menjadi alat antar informasinya gelombang elektromagnetik yang bisa
diakses atau didengarkan di mana saja dan kapan saja.
4. Murah, radio media komunikasi yang murah dibandingkan dengan
media komunikasi-informasi lainnya. Radio cukup dengan sekali
membangun stasiun yang bermodal rendah bisa dipakai bertahun-tahun,
media yang lain butuh ongkos produksi yang besar setiap menyampaikan
informasi.
5. Radio juga sangat pribadi yakni bisa membuat pendengar merasa
akrab dengan penyampai informasi.
Penyampaian pesan melalui radio siaran dilakukan dengan menggunakan bahasa
sangat minim, umpamanya tanda waktu pada saat akan memulai warta berita
dalam bentuk bunyi telegrafi atau bunyi salah satu musik (Effendi, 1990).
Rentang waktu 1998 – 2001 merupakan proses historis terpenting bagi
kebangkitan media penyiaran. Selama rentang waktu tersebut terjadi lima
perubahan mendasar yang mempengaruhi peta industri penyiaran. Pertama,
pergeseran orientasi penyiaran, dari medium artikulasi kepentingan Negara
menjadi medium aktualisasi dinamika pasar. Kedua, pergeseran substansi
kepemilikan dari private-state-nonprofit ke community-public-profit. Ketiga,
pergeseran materi siaran dari hiburan ke informasi jurnalistik. Berikutnya
kemasan siaran dari monolog reaktif ke dialog interaktif. Dan kelima,
pergeseran teknologi dari era analog (AM/FM) ke era digital (internet dan
satelit).
TABEL 1
Pergeseran Paradigma Penyiaran Pasca Reformasi 1998
Kepemilikan Dari Sw
Materi Siaran Dari Hib
Kemasan Dari mo
Teknologi Dari ana
Masduki dalam buku Menjadi Broadcaster Profesional (2004) mengungkapkan
beberapa kelemahan media radio diantaranya adalah output yang dihasilkan
berupa suara, tidak ada visualisai yang tampak nyata. Kualitas suara yang
diterima juga tergantung pada kondisi dan stabilitas udara di suatu lokasi.
Informasi dan pesan yang diberikan tidak bisa mendetail, hanya selintas dengar,
sulit diingat dan sulit didokumentasikan.
Radio dapat menyarankan banyak hal pada pendengarnya, sebagai tujuan dalam
proses komunikasi massa ini. Karena pada dasarnya media memang merupakan
cermin dan refleksi dari kondisi sosial dari kondisi sosial budaya masyarakat.
Media massa termasuk radio memberi penonjolan (blow up) terhadap realitas
sosial melalui kemampuan exposure-nya, yang bisa mengilhami dan
menyemangati perasaan, pemikiran maupun tindakan masyarakat (Panuju, 1997
).
Dibidang teknologi usaha untuk menyempurnakan radio siaran telah mencapai
kemajuan. Prof. E.H. Amstrong dari Universitas Columbia pada tahun 1944
telah memperkenalkan sistem Frequency Modulation (FM) sebagai
penyempurnaan Amplitude Modulation (AM). Keuntungan yang diperoleh
diantanranya, pertama dapat menghilangkan interfence (gangguan,
pencampuran) yang disebabkan cuaca bintik – bintik matahari atau alat listrik.
Kedua menghilangkan interference yang disebabkan dua stasiun yang bekerja
pada gelombnag yang sama. Ketiga, dapat menyiarkan suara sebaik – baiknya
radio juga sudah bergeser ke teknologi digital (internet dan satelit). Radio
merupakan media massa yang paling menyebar.
Kini Indonesia sedang menjalani masa menuju demokratisasi penyiaran.
Undang – undang penyiaran no.32 tahun 2002 secara langsung maupun tidak
langsung memberikan perubahan terhadap peran radio. Lembaga Penyiaran yang
ada saat ini adalah swasta/komersial, publik, dan komunitas. Lembaga penyiaran
publik merupakan pengganti istilah lembaga penyiaran milik pemerintah, seperti
RRI dan TVRI. Sementara itu, selama 35 tahun lebih, wacana komunitas relatif
masih asing di Indonesia (Masduki, 2003).
4. Industri Radio Komunitas
Secara konseptual “Komunitas” berasal dari kosakata bahasa Inggris Community.
Kosakata ini merujuk pada level ikatan hasil interaksi social yang terjadi di
masyarakat. Oxford Learner’s Dictionary menyebutkan bahwa community berarti
all the people with the same interest (sekelompok orang yang memiliki
kepentingan yang sama). Ruang lingkup masalah yang kecil dan kesamaan
kepentingan merupakan indikator penyiaran komunitas sebagai very low powers
transmitter di berbagai Negara di dunia (Masduki, 2003).
Pengertian radio komunitas menurut Carlos A. Arnaldo diartikan sebagai sebuah
bergabung bersama – sama untuk merancang berbagai program, memproduksi
dan menyiarkannya (Colin Fraser dan Sonia Restrepo Estrada, 2001).
Sedangkan Louie N. Tobing, Vice President for Asia French Acronym for World
Association of Community Radio Broadcaster (AMARC) memberikan batasan
tentang radio komunitas. Menurut Louie radio Komunitas adalah suatu stasiun
penyiaran yang di operasikan di suatu lingkungan atau wilayah tertentu yang
diperuntukkan khusus bagi warga setempat yang berisikan acara dengan ciri
utama informasi daerah atau local content (Sulaiman, 2003).
Selain itu, radio komunitas atau radio swadaya masyarakat juga dimengerti
sebagai suatu kumpulan dari orang-orang yang berpartisipasi secara aktif dalam
mengatur dan membuat program acara. Anggotanya terdiri dari komunitas
individu dan badan-badan lokal lainnya sebagai sumber daya manusia yang
utama didalam mendukung pengoperasian radio swadaya masyarakat. Radio
komunitas biasanya menggunakan transmiter bertenaga rendah antara 20-100
watts, yang digabung dengan beberapa alat yang sesuai dengan kebutuhan untuk
itu.
Menurut Hinca I. Panjaitan, beberapa berbedaan antara radio komunitas dengan
radio komersil adalah sebagai berikut :
TABEL 2
Radio Komunitas Radio Komersial
Manajemen Badan Komunitas Media Direktur Utama
Duari Siaran Pendenk / terbatas Ekstensif / penuh
Staf Penyiar Sukarelawan Profesional (dibayar)
Transmitter Kekuatan rendah (20-100
watt)
Kekuatan besar
(1KW-5KW)
Fasilitas Sederhana Canggih, lengkap
Sumber dana Bantuan komunitas, subsidi Iklan Komersial
Pertisipasi Tinggi Rendah
Bentuk Demokratis, terbuka Ikut aturan ekonomi politik
Sumber : Hinca I. Panjaitan, Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
Radio komunitas menjadi penting karena bisa memberikan akses informasi bagi
masyarakat sebagaimana juga memberikan mereka akses bagi pengetahuan
tentang bagaimana cara berkomunikasi. Informasi terkini dan terperecaya dan
memang relevan untuk disebarluaskan, dipertukarkan dan dilakukan secara
kontinyu. Masyarakat pendengar diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri
mereka sendiri, baik dari sisi sosial, politik, budaya dan sebagainya. Dalam
tataran yang demikian, maka sesungguhnya radio komunitas membantu
dan Sonia Restrepo Estrada, 2001).
Karakteristik radio komunitas dicirikan oleh kepemilikan dan penyusunan
programnya serta komunitas yang menjadi kewenangannya. Radio komunitas
bisa dimiliki dan dikontrol oleh sebuah organisasi nirlaba yang strukturnya
memungkinkan keanggotaan, manajemen, dan penyusunan program dilakukan
oleh seluruh anggota komunitas. (Susanto, 1982).
Dalam menjalankan peran dan fungsinya, radio komunitas sebagai lembaga
penyiaran komunitas memiliki stuktur organisasi yang berbeda dengan jenis
media lainnya seperti media pemerintah maupun swasta. Perbedaan ini terutama
merujuk pada adanya partisipasi warga atau komunitas dalam pendirian dan
pengelolaannya (Andriana, 2010).
Radio komunitas di Indonesia mulai berkembang pada tahun 2000. Radio
komunitas merupakan buah dari reformasi politik tahun 1998 yang ditandai
dengan dibubarkannya Departemen Penerangan RI. Departemen Penerangan
sebagai otoritas tunggal pengendali media di tangan pemerintah. Akhirnya pada
tahun 2002, atas bantuan banyak pihak, inisiatif masyarakat, terutama dalam
suatu komunitas yang dibatasi geografis, radio komunitas disahkan dalam
undang – undang Nomor 32 tentang Penyiaran. Hak tersebut tertuang dalam
pasal 21, yaitu partisipasi masyarakat, yang disebut sebagai penyiaran
komunitas. Sejak Undang – undang penyiaran disahkan, hingga saat ini telah
tumbuh ratusan radio komunitas diseluruh Indonesia, dengan konsentrasi tebesar
Niko Borang, 2009).
Menengok peristiwa demi peristiwa yang melibatkan radio sebagai alat
komunikasi, maka tidak dapat dipungkiri kemajuan sebuah bangsa ditentukan
oleh kemajuan metode komunikasi dan alat komunikasi yang digunakannya.
Radio Siaran atau Radio broadcasting, terutama penyiaran komunitas telah
mengalami fase perubahan yang cukup signifikan secara legalitas, terlebih sejak
ditetapkannya UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Radio komunitas di Indonesia, sifatnya mirip dengan Radio komunitas di negara
lain, khususnya di Amerika Serikat. Di Amerika sendiri, radio komunitas
dikenal sebagai Low Power FM (LPFM). Sesuai dengan namanya, sifat LPFM
adalah siaran untuk komuntitas di area tertentu, menggunakan pemancar jenis
modulasi FM dengan daya pancar maksimal 100 watt ERP (effective radiated
power), dan daya jangkau sekitar 6 km dari titik pancar ( Basuki Suhardiman
dan Wirayanti dan Yerry Niko Borang, 2009).
Radio komunitas di Indonesia rata – rata memiliki spesifikasi mirip LPFM.
Kemiripan dapat terjadi disebabkan faktor goegrafis – kultural dan faktor teknis.
Secara geografis – kultural, penduduk Pulau Jawa, terutama di pedesaan adalah
petani, dengan tingkat kepadatan dan kekerabatan yang cukup tinggi. Maka
terciptalah pemancar radio dengan power rendah yang sesuai dengan kebutuhan
tersebut. Salah satu alasan memilih power rendah adalah rendahnya biaya untuk
Yerry Niko Borang, 2009).
Radio Komunitas tidak banyak dikenal oleh orang ketimbang radio komersil
pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh pendiriannya yang memang
diperuntukkan hanya bagi komunitas tertentu. Dalam Pasal 21 UU Penyiaran,
lembaga penyiaran komunitas diatur sebagai berikut :
1. Berbentuk badan hukum Indonesia
2. Didirikan oleh komunitas tertentu
3. Bersifat Independen
4. Tidak bertujuan komersil atau bagian dari suatu perusahaan
5. Memiliki daya pancar rendah, jangkauan wilayah terbatas
6. Untuk melayani kepentingan komunitas, yakni mendidik dan
memajukan komunitasnya
Secara umum layanan siaran radio komunitas dibagi dalam tiga hal :
1. Budaya, meliputi siaran hiburan seperti musik, sandiwara, komedi dan
sebagainya.
2. Pendidikan, seperti konseling, konsultasi, kewirausahaan, penyuluhan,
dan sebagainya.
3. Informasi, meliputi berita, feature, dokumenter, diskusi interaktif, dan
sebagainya.
Saat ini jumlah stasiun radio komunitas di Indonesia diperkirakan telah
mencapai 500 stasiun. Meskipun keberadaan radio komunitas di Indonesia telah
kendala yang ditemui dalam upaya untuk mengembangkannya. Salah satunya
adalah alokasi frekuensi. Sementara ini aturan dalam hal penggunaan frekuensi,
pemerintah berpedoman pada SK Menteri perhubungan Nomor 15 dan 15a,
bahwasannya radio komunitas diberikan 3 kanal 202, 203, 204, atau menempati
frekuensi 107.7, 107.8, 107.9 dengan jangkauan siaran 2,5 km dan ERP (power)
maksimal 50 watt. Apabila aturan tersebut digunakan di daerah perkotaan yang
padat maka yang terjadi rakom sulit memetakan siapa audiensinya dan secara
teknispun sulit. Hal tersebut terjadi di beberapa daerah di Indonesia,misalnya
radio komunitas kampus yang jaraknya sangat berdekatan berakibat terjadinya
kesalah pahaman atau konflik-konflik baru karena dengan 3 frekuensi yang
sama saling berdekatan, dan saling bertabrakan. Lalu jika aturan tersebut
dilaksanakan di daerah yang luas seperti Kalimantan dengan jarak jangkauan
siaran 2,5 km, yang akan mendengarkan radio tersebut hanya beberapa kepala
keluarga saja, padahal dalam proses perijinan rakom harus memperoleh
dukungan minimmal 51% atau 250 orang komunitasnya (Widarto, 2009)
Dalam hal pendanaan, layanan radio komunitas dibuat dan dioperasikan sebagai
lembaga nirlaba. Dana yang didapat oleh layanan radio komunitas berasal dari
berbagai sumber. Gabungan dari sumber – sumber tersebut diharapkan dapat
membuat layanan radio komunitas bisa mandiri (Colin Fraser dan Sonia
Restrepo Estrada, 2001).
a. Kontribusi komunitas
b. Sumbangan
c. Hibah
d. Sponsor
e. Sumber lain yang tidak mengikat
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dipahami radio komunitas memiliki
keleluasaan memperoleh sumber dana non komersial dari mana saja, selama
tidak mengikat. Namun, sumber dana utama radio komunitas tetaplah harus dari
sumbangan komunitas. Sementara sumber dana yang tidak diperbolehkan untuk
radio komunitas adalah :
a. Dana bantuan awal dari pihak asing
b. Dana bantuan operasional dari pihak asing
c. Iklan komersial (selain iklan layanan masyarakat)
Mengelola sebuah radio komunitas membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Masalah pembiayaan ini seringkali menjadi halangan bagi keberadaan sebuah
radio komunitas. Saat ini banyak radio komunitas yang menggantungkan sumber
pendapatannya dari hibah dan sponsor. Kadang pada akhirnya berakibat pada
masalah keuangan yang rawan isu dan dugaan yang tidak bertanggungjawab.
Pengelolaan keuangan yang baik sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan
radio komunitas.
Dalam masalah perizinan, radio komunitas di Indonesia masih mengalami
yang berada di bawahnya seperti Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih
detail soal perizinan atau frekuensi dianggap masih belum mendukung
perkembangan radio komunitas sepenuhnya. Prosedur perijinan yang disusun
oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meskipun telah melalui proses
konsultasi kepada beberapa radio komunitas juga masih terlalu berbelit-belit dan
panjang. Radio komunitas harus mengajukan surat permohonan kepada kepada
KPI-D, lalu KPI-D akan verifikasi dan evaluasi. Apabila tidak memenuhi syarat
maka surat permohonan akan dikembalikan, apabila disetujui permohonan akan
di lanjutkan ke KPI Pusat. Di KPI Pusat prosesnya hampir sama, yaitu di
kompilasikan melalui forum bersama antara Pemerintah inter-departemen
(departemen yang berkaitan dengan penyiaran seperti Perhubungan,
Depkominfo) dan KPI Pusat. Bayangkan jika masyarakat di Papua mau
membuat radio komunitas, mereka harus urus perijinan sampai ke Jakarta. Oleh
karena itu telah diusulkan agar perijinan bisa keluar di tingkat KIP-D (Widarto,
2009).
Kegiatan radio komunitas adalah soal pelibatan (engagement). Dalam praktik
keseharian siaran selalu ada upaya melibatkan partisipasi khalayak. Bahkan saat
ini keterlibatan pendengar adalah salah satu syarat operasi radio komunitas.
Kegiatan radio secara luas adalah siaran lewat udara dan pertemuan langsung.
Sedangkan mengenai program siaran yang dibuat, sebaiknya dilandaskan pada
komunitas) memiliki peranan tehadap maju dan mundurnya radio komunitasnya.
Di saat persaingan radio makin ketat, setiap radio dituntut untuk kreatif
merancang program semenarik mungkin untuk memenuhi kebutuhan pendengar,
serta membuat variasi – variasi baru sajian hiburan yang disuguhkan agar
pendengar juga tidak jenuh.
Menurut Robert McLeish ada beberapa prinsip yang harus dipegang pengelola
radio dalam menyusun program siaran. Pertama mampu memaparkan semua ide,
baik yang radikal, tradisional maupun pro kemapanan. Prinsip berikutnya,
membantu individu dan kelompok dalam masyarakat untuk bisa saling berbicara
mengembangkan sikap peduli sebagai anggota masyarakat majemuk. Ketiga
mampu memobilisasi sumber daya publik dan pribadi baik dalam situasi darurat
maupun normal sehingga terjadi distribusi kekayaan, kesejahteraan dan
keamanan secara merata. Keempat membantu pendengar mengembangkan
persetujuan objektif dan menentukan piihan politik, membantu terjadinya debat
sosial politik, mengekspos isu – isu dan pilihan – pilihan rasional bagi publik
dalam melakukan aksi. Dan prinsip yang terakhir, mampu menjadi alat kontrol
kekuasaan dan menjalin kontak dengan publik dalam proses komunikasi yang
demokratis (Masduki, 2004).
Dengan demikian, radio tidak sekedar menghibur dan menjauhkan pendengar
dari realitas sosial yang harus mereka pecahkan secepatnya. Oleh karena itu,
membentuk sikap hedonis, tidak membentuk arena baru bagi konflik sosial yang
tidak perlu, tidak membentuk masyarakat yang permisif, acuh tak acuh terhadap
problem social, dan tidak membentuk figur penghayal, tetapi membentuk figur
yang kreatif dan optimis (Masduki, 2004).
5. Studi Delphi
Metode Delphi adalah sistematis metode peramalan interaktif yang
menggunakan panel para expert atau pakar dibidang tertentu. Dalam buku The
Delphi Method Techniques and Application, Delphi dapat dikarakteristikkan
sebagai metode untuk menstrukturisasi sekelompok proses komunikasi sehingga
proses tersebut menjadi efektif bagi sekelompok individu, sebagai kesatuan,
untuk mengatasi problema yang kompleks (Harold A. Listone, Murray Turrof,
2002).
Menurut Dennis Viehland dan Aaron Wong, metode Delphi adalah proses survei
terstruktur untuk mengkonsolidasikan pendapat dari kelompok ahli ke dalam
penilaian pada suatu masalah, yang biasanya berhubungan dengan masa depan.
Pertanyaan diminta dari para ahli dan informasi tersebut kemudian dianalisis dan
dikembalikan ke masing-masing ahli. Setiap putaran memberikan peserta
kesempatan untuk merevisi pandangan mereka. Hal ini dilakukan berulang kali
sampai konsensus dicapai pada pertanyaan tertentu. Untuk memastikan
sehingga menghindari proses sosial dan kontaminasi yang dapat terjadi dalam
situasi kelompok. (Dennis Viehland dan Aaron Wong, 2007)
Sedangkan Aprisa Chrysantina dalam sebuah artikel yang berjudul 9 Langkah
metode Delphi mengungkapkan bahwa metode Delphi adalah cara mendapatkan
informasi, membuat keputusan, menentukan indikator, parameter dan lain-lain
yang reliabel dengan mengeksplorasi ide dan informasi dari orang-orang yang
ahli di bidangnya, caranya dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh
praktisi yang kompeten di bidang yang akan diteliti, kemudian hasil kuesioner
ini direview oleh pihak fasilitator atau peneliti untuk dibuat kesimpulan,
dikelompokkan, diklasifikasikan dan kemudian dikembalikan pada praktisi yang
sama untuk direvisi dan begitu seterusnya dalam beberapa tahap yang berulang.
Dengan metode seperti ini, partisipan yang meliputi para ahli dapat memberikan
pendapat dan opini dengan bebas dan objektif, tanpa takut disalahkan, bahkan
dapat merevisi pendapat mereka yang sebelumnya. Sehingga hasil diskusi yang
diperoleh dapat bersifat sereliabel mungkin. Ia meringkas langkah-langkah
metode Delphi dalam 9 langkah mudah, yaitu :
1. Menentukan periode waktu
2. Menetukan jumlah putaran pengambilan pendapat
3. Menentukan apa saja yang akan ditentukan / dicari
4. Menentukan ahlinya
6. Me-review literatur oleh para ahli tersebut (kriteria dan tujuan)
7. Melaksanakan sesi diskusi dan feedback interaktif bersama ekspertis
8. Merumuskan hasil dari sesi diskusi dengan pengelompokan,
pengkategorian, ataupun pemeringkatan
9. Menyepakati hasil diskusi dan feedback (Chrysantina, 2009)
Proses teknik Delphi di masa sekarang ini terbagi menjadi dua jenis. Yang
paling sering ditemukan adalah “Delphi Exercise”. Situasi yang diciptakan
dalam versi ini adalah satu tim monitor yang beranggotakan sedikit orang
merancang sebuah kuesioner yang dikirim ke sekelompok responden yang
jumlahnya lebih banyak daripada tim monitor tersebut. Setelah kuesioner
tersebut dikembalikan, tim monitor meringkas hasilnya, dan berdasarkan hasil
yang diperoleh, mengembangkan sebuah kuesioner baru bagi kelompok
responden. Kelompok responden biasanya diberi, setidaknya satu peluang untuk
mengevaluasi ulang jawaban-jawaban awalnya berdasarkan pada pemeriksaan
respon dari kelompok tersebut. Pada satu titik, jenis teknik Delphi ini
merupakan kombinasi dari prosedur polling (atau pemungutan suara) dan
prosedur konferensi (musyawarah) yang berupaya untuk mengganti porsi
signifikan dari upaya yang diperlukan bagi individu untuk menjalin komunikasi
dari kelompok responden yang lebih banyak kepada tim monitor yang
jumlahnya lebih sedikit. Teknik ini disebut dengan bentuk Conventional Delphi
Lebih lanjut, jenis teknik Delphi lainnya disebut dengan “Delphi Conference”,
menggantikan tim monitor dengan hal yang lebih luas tingkatnya melalui
komputer yang telah diprogram untuk melaksanakan kompilasi hasil kelompok.
Pendekatan ini memiliki keuntungan untuk mengeliminasi penundaan yang
disebabkan oleh kegiatan meringkas tiap-tiap babak dalam teknik Delphi,
sehingga dapat mengubah prosesnya menjadi sistem komunikasi yang nyata.
Namun, pendekatan Delphi ini membutuhkan karakteristik komunikasi yang
ditetapkan sebelum teknik Delphi dikerjakan, sementara dalam praktik Delphi
Exercise, tim monitor dapat menyesuaikan diri dengan karakteristik tersebut
sebagai fungsi dari respon kelompok (Harold A. Listone, Murray Turrof, 2002).
R. Wilfred Tremblay dalam penelitiannya yang berjudul The Delphi Study on
The Future of College Radio menggunakan teknik Delphi dalam melakukan
penelitian kepada para penasihat/pembimbing radio kampus di Amerika Serikat.
Para panelis memberikan respon pada 24 objek kuesioner mengenai industri
radio kampus selama periode 5, 10, dan 15 tahun. Penelitian ini memiliki tujuan
untuk mengidentifikasi perubahan yang diproyeksikan akan menentukan masa
depan radio kampus selama jangka waktu pendek (5-10 tahun) dan jangka waktu
menengah (10-15 tahun). (Tremblay, 2003)
Mengacu pada Linstone & Turrof, penelitian ini mempergunakan metode
Delphi, dengan teknik normatif yaitu untuk menstrukturisasi sekelompok proses
individu, secara keseluruhan, untuk mengatasi permasalahan yang rumit.
Penelitian menggunakan metode Delphi secara tradisional menggunakan empat
fase atau babak/putaran, yaitu : (1) eksplorasi subjek di mana masing-masing
individu memberikan kontribusi informasi tambahan yang berkaitan dengan isu
yang diangkat; (2) konsensus mengenai bagaimana kelompok memandang isu
tersebut; (3) eksplorasi pertidaksetujuan; dan (4) evaluasi akhir (Tremblay,
2003).
Untuk menghemat waktu dan fokus permasalahan, beberapa proyek Delphi,
termasuk penelitian yang dilakukan Wilfred Tremblay ini diperingkas menjadi
tiga babak dengan membuat para partisipan memberikan respon terhadap
pertanyaan-pertanyaan di babak pertama yang close-ended (tertutup). Dengan
pendekatan menggunakan pertanyaan babak pertama yang open-ended (terbuka)
untuk menghasilkan pertanyaan close-ended yang berikutnya untuk pengukuran,
panelis/narasumber mungkin terbentur pada permasalahan yang terjadi pada saat
ini daripada mengidentifikasi kesulitan dan peluang secara luas dan menyeluruh
di lingkup masa depan. Oleh karena itu, metodologi tiga babak Delphi mungkin
lebih cocok dengan fokus permasalahan dalam penelitian ini, daripada mengkaji
topik secara acak. (Tremblay, 2003)
Banyak orang yang menganggap teknik Delphi sebagai prosedur dengan prediksi
signifikan untuk hal tersebut. Namun terdapat pula jenis bidang lain yang dapat
menggunakan teknik Delphi, di antaranya adalah:
1. Mengumpulkan data sekarang dan data lama yang sudah tidak
diketahui atau tidak tersedia lagi
2. Menelaah peristiwa-peristiwa sejarah yang signifikan
3. Mengevaluasi alokasi anggaran yang memungkinkan
4. Mengeksplorasi opsi-opsi perencanaan urban dan regional
5. Merencanakan kampus universitas dan pengembangan kurikulum
6. Menyatukan struktur suatu model
7. Menguraikan pro dan kontra yang berhubungan dengan opsi-opsi
kebijakan yang potensial
8. Mengembangkan hubungan kausatif dalam fenomena perekonomian
atau sosial yang kompleks
9. Membedakan dan memperjelas motivasi manusia yang alamiah
dengan motivasi yang dibuat sendiri olehnya
10. Mengekspos prioritas dari nilai-nilai pribadi dan tujuan-tujuan sosial
(Harold A. Listone, Murray Turrof, 2002).
Dalam sebuah jurnal berjudul The Delphi Method for Gaduate Research terdapat
beberapa contoh penelitian yang menggunakan studi Delphi. Salah satunya
adalah penelitian yang berjudul Identify and Rank The Critical Elements of IS
Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik dan metrik dari suatu
infrastruktur teknologi informasi Dalam penelitiannya, Duncan menggunakan
dua putaran Delphi yaitu survey dan diskusi untuk menjawab pertanyaan.
Penelitian ini diikuti oleh 21 orang peserta. Dalam babak pertama, peserta dinilai
karakteristik fleksibilitasnya (misalnya peraturan kompatibilitas untuk jaringan
komunikasi, data dan aplikasi, kepemimpinan manajemen dalam perencanaan
jangka panjang untuk aplikasi, dan standarisasi antarmuka) yang diidentifikasi
dalam sebuah tinjauan pustaka. Peserta juga diberikan kesempatan untuk
menambahkan karakteristik lain yang tidak ada dalam daftar. Di babak kedua,
mereka mendiskusikan hasil dari putaran pertama. Dalam penelitian ini, studi
Delphi dilanjutkan dengan wawancara kepada sampel yang berbeda untuk proses
verifikasi dan generalisasi (Skulmoski, Hartman dan Jennifer Kahn, 2007).
Studi Delphi juga dapat digunakan untuk penelitian dalam bidang kesehatan,
seperti yang telah dilakukan oleh Natasha Browne, Lorraine Robinson dan
Alison Richardson dalam penelitian yang berjudul A Delphi Study on The
Research Priorities of European Oncology Nurses. Penelitian ini dilakukan
untuk meneliti perawatan kanker pada orang Eropa, serta untuk
mendokumentasikan isu yang dianggap penting untuk anggota European
Oncology Nursing Society (EONS). Survei ini terdiri dari tiga tahap, dimulai
dari EONS Spring Convention yang kedua pada tahun 2000, para perawat kanker
kategori prioritas penelitian yang dihasilkan dari kuesioner fase 1 selanjutnya
ditinjau oleh sekelompok perawat kanker di Eropa. Tahap terakhir meliputi
pembagian kuesioner kedua. Sebanyak 223 perawat merespon kuesioner
pertama dan sebanyak 117 perawat merespon kuesioner kedua. Dari penelitian
ini menunjukkan prioritas tinggi di seluruh Eropa yaitu kebutuhan pasien yang
berhubungan dengan komunikasi, informasi dan pendidikan, ilmu tentang
penyakit dan pengobatannya dan pendidikan keperawatan untuk kanker (
Browne, Robinson dan Richardson, 2002)
Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Van der Beek AJ, dkk dalam sebuah
penelitian dibidang kesehatan dan keselamatan yang berjudul Priorities in
Occupational Health Research: A Delphi Study in The Netherlands. Tahap
pertama, penelitian ini diikuti oleh 33 orang yang di anggap sebagai informan
kunci melalui fase wawancara. Tahap selanjutnya adalah dengan kuisioner yang
diikuti oleh 150 expert, termasuk informan kunci yang sudah terlibat pada tahap
pertama. Ada empat kelompok yang direkrut menjadi narasumber yang berasal
dari pelayanan kesehatan dan keselamatan, lembaga penelitian ilmiah, badan
administrasi pemerintahan dan perusahaan. Dengan menggunakan teknik Delphi,
para ahli diminta untuk memprioritaskan beberapa topik dengan judul yang
berbeda. Respon yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 86% untuk kuisioner
tahap pertama dan 81% untuk kuisioner pada tahap kedua. Pada tahap kedua
telah tercapai konsensus yang memuaskan sehingga proses Delphi dihentikan.