• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis akses pangan serta pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi energi dan protein pada keluarga nelayan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis akses pangan serta pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi energi dan protein pada keluarga nelayan"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

IDA HILDAWATI

A54104039

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

IDA HILDAWATI. Analisis Akses Pangan serta Pengaruhnya terhadap Tingkat Konsumsi Energi dan Protein pada Keluarga Nelayan. Dibimbing oleh IKEU TANZIHA.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis akses pangan serta pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi energi dan protein pada keluarga nelayan di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) Mengidentifikasi karakteristik keluarga nelayan; 2) Menganalisis tingkat konsumsi energi dan protein serta akses pangan (fisik, ekonomi, dan sosial) keluarga nelayan; 3) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan akses pangan keluarga nelayan; 4) Menganalisis pengaruh karakteristik dan akses pangan keluarga nelayan terhadap tingkat konsumsi energi dan protein keluarga.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalahcross sectional study. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2007 di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan kriteria contoh adalah keluarga yang pekerjaan utama kepala keluarganya adalah nelayan dan bertempat tinggal di Desa Grogol. Populasi penelitian ini berjumlah 187 KK. Berdasarkan rumus Slovin total sampel dalam penelitian ini adalah 65 KK. Terpilih sebanyak 26 keluarga prasejahtera dan 39 keluarga sejahtera.

Data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data primer meliputi karakteristik keluarga, konsumsi pangan keluarga, pengeluaran keluarga, dukungan sosial, dan kepemilikian aset melaut. Sedangkan data sekunder meliputi gambaran umum daerah penelitian yang didapat dari pemerintah daerah setempat dan observasi langsung. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan Statistical Program for Social Sciences (SPSS)for windows versi 13.0. Uji beda yang dilakukan menggunakan uji t-test (Independent sampel t-test), uji hubungan antar variabel penelitian menggunakan korelasi Spearman, dan uji pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent dilakukan dengan regresi logistik biner (binary logistic regression).

Jumlah anggota keluarga nelayan contoh berkisar antara 2-12 orang dengan rata-rata anggota rumah tangga sebesar 5,5 ± 2,2 orang. Sebanyak 38,5% keluarga nelayan contoh tergolong keluarga kecil, yaitu keluarga yang jumlah anggota keluarganya kurang dari 5 orang. Usia kepala keluarga nelayan contoh berkisar antara 25-70 tahun dengan rata-rata 40,5 ± 12,0 tahun. Lebih dari setengah keluarga nelayan contoh (64.6%) usia kepala keluarganya tergolong ke dalam kelompok dewasa awal (18-40 tahun). Lebih dari separuh istri nelayan contoh (69,3%) juga berusia dewasa awal dengan kisaran usia antara 20-66 tahun dengan rata-rata usia 36,5 ± 10,4 tahun.

Rata-rata lama sekolah istri (3,1 ± 3,3 tahun) sedangkan rata-rata lama sekolah kepala keluarga (2,9 ± 3,2 tahun). Lama sekolah tertinggi kepala keluarga (suami) nelayan contoh lebih tinggi dari lama sekolah istri, yaitu 15 tahun, sedangkan istri hanya 12 tahun. Kisaran lama sekolah kepala keluarga antara 0-15 tahun, sedangkan kisaran lama sekolah istri berkisar 0-12 tahun.

(3)

memiliki pancing juga jauh lebih sedikit (3,1%). Masih terdapat beberapa keluarga nelayan contoh (20,0%) yang tidak memiliki aset untuk melaut. Dukungan sosial dari masyarakat lebih ke arah emosional.

Persentase rata-rata pengeluaran pangan keluarga nelayan contoh per kapita per bulan sebesar 52,6% dan pengeluaran non pangannya 47,4% dari pengeluaran totalnya per kapita per bulan. Rata-rata pengeluaran total keluarga per kapita per bulan Rp 200.152,7 ± 87.233,9. Kisaran tertinggi pengeluaran tersebut adalah Rp 410.103 dan kisaran terendahnya Rp 62.038. Rata-rata pengeluaran pangan keluarga per kapita per bulan adalah Rp 105.903,2 ± 49.520,2, sedangkan pengeluaran nonpangan keluarga sebesar Rp 94.193,4 ± 64.964,9 per kapita per bulan. Berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Cirebon 2006 (Rp 168.272) terdapat sebanyak 38,5% keluarga nelayan contoh yang tergolong miskin.

Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein keluarga nelayan contoh masih lebih rendah dibandingkan dengan AKP keluarga per kapita per hari. Berdasarkan TKE dan TKP, lebih dari separuh keluarga nelayan contoh tergolong dalam kriteria cukup/tahan pangan (TKE 76,5% dan TKP 85,0%).

Akses pangan dimensi akses fisik keluarga nelayan contoh tergolong tinggi, sedangkan berdasarkan dimensi akses sosial dan ekonomi tergolong sedang. Berdasarkan ketiga dimensi akses pangan tersebut (dimensi akses fisik, ekonomi, dan sosial) akses pangan keluarga nelayan contoh tergolong sedang. Jumlah anggota keluarga (p=0,000, r= 0,568) serta usia kepala keluarga (p=0,004, r= 0,350) dan istri (p=0,000, r= 0,450) keluarga nelayan contoh berhubungan negatif dengan akses pangan keluarga. Pengeluaran keluarga per kapita per bulan (p=0,000, r=0,570), pendidikan istri (p=0,028, r=0,272), dan kepemilikan aset melaut (p=0,000, r=0,421) keluarga nelayan contoh berhubungan positif dengan akses pangan.

Pengeluaran keluarga nelayan contoh per kapita per bulan mempengaruhi tingkat konsumsi energi (p=0,026, OR=6,1) maupun protein (p=0,017, OR=8,3) keluarga nelayan contoh. Usia kepala keluarga mempengaruhi tingkat konsumsi energi (p=0,094, OR=0,1) Pendidikan kepala keluarga (p=0,041, OR=14,1) dan kepemilikan aset melaut (p=0,042, OR=16,5) keluarga nelayan contoh berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat konsumsi protein.

Akses pangan dimensi akses ekonomi maupun sosial keluarga nelayan contoh berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat konsumsi energi maupun protein keluarga nelayan contoh (p<0,1). Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa akses pangan keluarga nelayan contoh yang tergolong sedang mempunyai peluang 2,95 kali lebih tinggi tingkat konsumsi energi dan 3,36 kali lebih tinggi tingkat konsumsi protein keluarga nelayan contoh tersebut dibandingkan dengan keluarga nelayan contoh yang akses ekonominya tergolong rendah. Akses sosial keluarga nelayan contoh yang sedang mempunyai peluang 3,48 kali lebih tinggi tingkat konsumsi energi dan 9,68 kali lebih tinggi tingkat konsumsi proteinnya dibandingkan dengan keluarga nelayan contoh yang akses sosialnya rendah.

(4)

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA

TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN

PADA KELUARGA NELAYAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

IDA HILDAWATI

A54104039

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul : ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN

Nama Mahasiswa : IDA HILDAWATI

Nomor Pokok : A54104039

Disetujui

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS NIP 131 628 529

Diketahui

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 1986. Penulis adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara dari keluarga Bapak H. Nurmin Ilyas dan Ibu Yusroh.

Penulis menempuh pendidikan SD dari tahun 1992 sampai tahun 1998 di SDI Al-Ikhlas, Jakarta. Tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan ke MTsN 12 Jakarta dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di SMUN 29 Jakarta dan lulus pada tahun 2004.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penulis menyelesaikan skripsi. 2. Ir. Retnaningsih, Msi selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan

dan saran perbaikan untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Yayat Heryatno, SP, MPS selaku dosen pemandu seminar yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pembimbing akademik.

5. Dosen-dosen serta staf penunjang Program Studi GMSK yang telah sangat banyak membantu penulis.

6. Pemerintah Kabupaten Cirebon Utara beserta perangkat desa yang telah banyak membentu penulis dalam memperoleh informasi dan data.

7. Bapak dan Ibu tercinta, kakak serta adik penulis. Terima kasih atas cinta, kasih sayang, jerih payah, dukungan emosional dan instrumental, serta do'a yang tak pernah putus diberikan untuk penulis. Ika Murniati, kakak penulis tercinta, yang telah banyak memberikan bantuan akses fisik, sosial, dan ekonomi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Keluarga besar Gamasakers dan Wisma Blobo yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, atas pembelajaran, kebersamaan, dukungan sosial, suka cita, kasih sayang dan persaudaraan yang telah terjalin erat selama ini. Kak Ahmad Wahyudin, Dewi Meitasari, dan Kartika Hidayati, atas pemikiran, dukungan, pengalaman, kebersamaan, dan suka duka terutama selama penyelesaian skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Bogor, Juni 2008

(8)

DAFTAR ISI

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan ... 15

KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

(9)

Pengeluaran Keluarga ... 50

Jumlah Anggota Keluarga ... 51

Usia Kepala Keluarga dan Istri ... 52

Pendidikan Kepala Keluarga dan Istri ... 53

Kepemilikan Aset Melaut ... 54

Dukungan Sosial ... 54

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ... 55

Karakteristik Keluarga ... 55

Akses Pangan ... 61

KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

Kesimpulan ... 65

Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(10)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Jenis dan cara pengumpulan data ... 22

2 Pengkategorian variabel penelitian ... 26

3 Potensi sumberdaya alam Desa Grogol ... 29

4 Sebaran penduduk Desa Grogol berdasarkan pendidikan terakhir ... 30

5 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga ... 31

6 Sebaran contoh berdasarkan usia kepala keluarga dan istri ... 32

7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan kepala keluarga dan istri ... 33

8 Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan aset melaut ... 34

9 Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan aset melaut dan kelompok keluarga ... 35

10 Sebaran contoh berdasarkan dukungan sosial ... 36

11 Persentase pengeluaran keluarga per kapita per bulan berdasarkan kelompok jenis pengeluaran ... 38

12 Minimal, maksimal, dan rata-rata pengeluaran keluarga nelayan contoh ... 39

13 Sebaran contoh berdasarkan pengeluaran keluarga per kapita per bulan ... 40

14 Rata-rata konsumsi zat gizi dan AKG keluarga contoh per kapita per hari ... 40

15 Persentase rata-rata konsumsi energi dan protein contoh menurut kelompok pangan ... 41

16 Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein keluarga nelayan contoh per kapita per hari ... 42

17 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein ... 42

18 Sebaran contoh berdasarkan kriteria akses pangan dari tingkat pengeluaran keluarga per kapita per bulan ... 45

19 Sebaran contoh berdasarkan kriteria akses pangan dari kepemilikan aset melaut ... 46

20 Sebaran contoh berdasarkan kriteria akses pangan dari tingkat pendidikan kepala keluarga dan istri ... 47

21 Sebaran contoh berdasarkan kriteria akses pangan dari besar keluarga ... 48

22 Sebaran contoh berdasarkan kriteria akses pangan dari dukungan sosial ... 48

23 Sebaran contoh berdasarkan akses pangan dari dimensi akses sosial 49

(11)

IDA HILDAWATI

A54104039

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

IDA HILDAWATI. Analisis Akses Pangan serta Pengaruhnya terhadap Tingkat Konsumsi Energi dan Protein pada Keluarga Nelayan. Dibimbing oleh IKEU TANZIHA.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis akses pangan serta pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi energi dan protein pada keluarga nelayan di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) Mengidentifikasi karakteristik keluarga nelayan; 2) Menganalisis tingkat konsumsi energi dan protein serta akses pangan (fisik, ekonomi, dan sosial) keluarga nelayan; 3) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan akses pangan keluarga nelayan; 4) Menganalisis pengaruh karakteristik dan akses pangan keluarga nelayan terhadap tingkat konsumsi energi dan protein keluarga.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalahcross sectional study. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2007 di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan kriteria contoh adalah keluarga yang pekerjaan utama kepala keluarganya adalah nelayan dan bertempat tinggal di Desa Grogol. Populasi penelitian ini berjumlah 187 KK. Berdasarkan rumus Slovin total sampel dalam penelitian ini adalah 65 KK. Terpilih sebanyak 26 keluarga prasejahtera dan 39 keluarga sejahtera.

Data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data primer meliputi karakteristik keluarga, konsumsi pangan keluarga, pengeluaran keluarga, dukungan sosial, dan kepemilikian aset melaut. Sedangkan data sekunder meliputi gambaran umum daerah penelitian yang didapat dari pemerintah daerah setempat dan observasi langsung. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan Statistical Program for Social Sciences (SPSS)for windows versi 13.0. Uji beda yang dilakukan menggunakan uji t-test (Independent sampel t-test), uji hubungan antar variabel penelitian menggunakan korelasi Spearman, dan uji pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent dilakukan dengan regresi logistik biner (binary logistic regression).

Jumlah anggota keluarga nelayan contoh berkisar antara 2-12 orang dengan rata-rata anggota rumah tangga sebesar 5,5 ± 2,2 orang. Sebanyak 38,5% keluarga nelayan contoh tergolong keluarga kecil, yaitu keluarga yang jumlah anggota keluarganya kurang dari 5 orang. Usia kepala keluarga nelayan contoh berkisar antara 25-70 tahun dengan rata-rata 40,5 ± 12,0 tahun. Lebih dari setengah keluarga nelayan contoh (64.6%) usia kepala keluarganya tergolong ke dalam kelompok dewasa awal (18-40 tahun). Lebih dari separuh istri nelayan contoh (69,3%) juga berusia dewasa awal dengan kisaran usia antara 20-66 tahun dengan rata-rata usia 36,5 ± 10,4 tahun.

Rata-rata lama sekolah istri (3,1 ± 3,3 tahun) sedangkan rata-rata lama sekolah kepala keluarga (2,9 ± 3,2 tahun). Lama sekolah tertinggi kepala keluarga (suami) nelayan contoh lebih tinggi dari lama sekolah istri, yaitu 15 tahun, sedangkan istri hanya 12 tahun. Kisaran lama sekolah kepala keluarga antara 0-15 tahun, sedangkan kisaran lama sekolah istri berkisar 0-12 tahun.

(13)

memiliki pancing juga jauh lebih sedikit (3,1%). Masih terdapat beberapa keluarga nelayan contoh (20,0%) yang tidak memiliki aset untuk melaut. Dukungan sosial dari masyarakat lebih ke arah emosional.

Persentase rata-rata pengeluaran pangan keluarga nelayan contoh per kapita per bulan sebesar 52,6% dan pengeluaran non pangannya 47,4% dari pengeluaran totalnya per kapita per bulan. Rata-rata pengeluaran total keluarga per kapita per bulan Rp 200.152,7 ± 87.233,9. Kisaran tertinggi pengeluaran tersebut adalah Rp 410.103 dan kisaran terendahnya Rp 62.038. Rata-rata pengeluaran pangan keluarga per kapita per bulan adalah Rp 105.903,2 ± 49.520,2, sedangkan pengeluaran nonpangan keluarga sebesar Rp 94.193,4 ± 64.964,9 per kapita per bulan. Berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Cirebon 2006 (Rp 168.272) terdapat sebanyak 38,5% keluarga nelayan contoh yang tergolong miskin.

Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein keluarga nelayan contoh masih lebih rendah dibandingkan dengan AKP keluarga per kapita per hari. Berdasarkan TKE dan TKP, lebih dari separuh keluarga nelayan contoh tergolong dalam kriteria cukup/tahan pangan (TKE 76,5% dan TKP 85,0%).

Akses pangan dimensi akses fisik keluarga nelayan contoh tergolong tinggi, sedangkan berdasarkan dimensi akses sosial dan ekonomi tergolong sedang. Berdasarkan ketiga dimensi akses pangan tersebut (dimensi akses fisik, ekonomi, dan sosial) akses pangan keluarga nelayan contoh tergolong sedang. Jumlah anggota keluarga (p=0,000, r= 0,568) serta usia kepala keluarga (p=0,004, r= 0,350) dan istri (p=0,000, r= 0,450) keluarga nelayan contoh berhubungan negatif dengan akses pangan keluarga. Pengeluaran keluarga per kapita per bulan (p=0,000, r=0,570), pendidikan istri (p=0,028, r=0,272), dan kepemilikan aset melaut (p=0,000, r=0,421) keluarga nelayan contoh berhubungan positif dengan akses pangan.

Pengeluaran keluarga nelayan contoh per kapita per bulan mempengaruhi tingkat konsumsi energi (p=0,026, OR=6,1) maupun protein (p=0,017, OR=8,3) keluarga nelayan contoh. Usia kepala keluarga mempengaruhi tingkat konsumsi energi (p=0,094, OR=0,1) Pendidikan kepala keluarga (p=0,041, OR=14,1) dan kepemilikan aset melaut (p=0,042, OR=16,5) keluarga nelayan contoh berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat konsumsi protein.

Akses pangan dimensi akses ekonomi maupun sosial keluarga nelayan contoh berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat konsumsi energi maupun protein keluarga nelayan contoh (p<0,1). Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa akses pangan keluarga nelayan contoh yang tergolong sedang mempunyai peluang 2,95 kali lebih tinggi tingkat konsumsi energi dan 3,36 kali lebih tinggi tingkat konsumsi protein keluarga nelayan contoh tersebut dibandingkan dengan keluarga nelayan contoh yang akses ekonominya tergolong rendah. Akses sosial keluarga nelayan contoh yang sedang mempunyai peluang 3,48 kali lebih tinggi tingkat konsumsi energi dan 9,68 kali lebih tinggi tingkat konsumsi proteinnya dibandingkan dengan keluarga nelayan contoh yang akses sosialnya rendah.

(14)

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA

TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN

PADA KELUARGA NELAYAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

IDA HILDAWATI

A54104039

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(15)

Judul : ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN

Nama Mahasiswa : IDA HILDAWATI

Nomor Pokok : A54104039

Disetujui

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS NIP 131 628 529

Diketahui

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 1986. Penulis adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara dari keluarga Bapak H. Nurmin Ilyas dan Ibu Yusroh.

Penulis menempuh pendidikan SD dari tahun 1992 sampai tahun 1998 di SDI Al-Ikhlas, Jakarta. Tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan ke MTsN 12 Jakarta dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di SMUN 29 Jakarta dan lulus pada tahun 2004.

(17)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penulis menyelesaikan skripsi. 2. Ir. Retnaningsih, Msi selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan

dan saran perbaikan untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Yayat Heryatno, SP, MPS selaku dosen pemandu seminar yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pembimbing akademik.

5. Dosen-dosen serta staf penunjang Program Studi GMSK yang telah sangat banyak membantu penulis.

6. Pemerintah Kabupaten Cirebon Utara beserta perangkat desa yang telah banyak membentu penulis dalam memperoleh informasi dan data.

7. Bapak dan Ibu tercinta, kakak serta adik penulis. Terima kasih atas cinta, kasih sayang, jerih payah, dukungan emosional dan instrumental, serta do'a yang tak pernah putus diberikan untuk penulis. Ika Murniati, kakak penulis tercinta, yang telah banyak memberikan bantuan akses fisik, sosial, dan ekonomi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Keluarga besar Gamasakers dan Wisma Blobo yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, atas pembelajaran, kebersamaan, dukungan sosial, suka cita, kasih sayang dan persaudaraan yang telah terjalin erat selama ini. Kak Ahmad Wahyudin, Dewi Meitasari, dan Kartika Hidayati, atas pemikiran, dukungan, pengalaman, kebersamaan, dan suka duka terutama selama penyelesaian skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Bogor, Juni 2008

(18)

DAFTAR ISI

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan ... 15

KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

(19)

Pengeluaran Keluarga ... 50

Jumlah Anggota Keluarga ... 51

Usia Kepala Keluarga dan Istri ... 52

Pendidikan Kepala Keluarga dan Istri ... 53

Kepemilikan Aset Melaut ... 54

Dukungan Sosial ... 54

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ... 55

Karakteristik Keluarga ... 55

Akses Pangan ... 61

KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

Kesimpulan ... 65

Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(20)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Jenis dan cara pengumpulan data ... 22

2 Pengkategorian variabel penelitian ... 26

3 Potensi sumberdaya alam Desa Grogol ... 29

4 Sebaran penduduk Desa Grogol berdasarkan pendidikan terakhir ... 30

5 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga ... 31

6 Sebaran contoh berdasarkan usia kepala keluarga dan istri ... 32

7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan kepala keluarga dan istri ... 33

8 Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan aset melaut ... 34

9 Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan aset melaut dan kelompok keluarga ... 35

10 Sebaran contoh berdasarkan dukungan sosial ... 36

11 Persentase pengeluaran keluarga per kapita per bulan berdasarkan kelompok jenis pengeluaran ... 38

12 Minimal, maksimal, dan rata-rata pengeluaran keluarga nelayan contoh ... 39

13 Sebaran contoh berdasarkan pengeluaran keluarga per kapita per bulan ... 40

14 Rata-rata konsumsi zat gizi dan AKG keluarga contoh per kapita per hari ... 40

15 Persentase rata-rata konsumsi energi dan protein contoh menurut kelompok pangan ... 41

16 Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein keluarga nelayan contoh per kapita per hari ... 42

17 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein ... 42

18 Sebaran contoh berdasarkan kriteria akses pangan dari tingkat pengeluaran keluarga per kapita per bulan ... 45

19 Sebaran contoh berdasarkan kriteria akses pangan dari kepemilikan aset melaut ... 46

20 Sebaran contoh berdasarkan kriteria akses pangan dari tingkat pendidikan kepala keluarga dan istri ... 47

21 Sebaran contoh berdasarkan kriteria akses pangan dari besar keluarga ... 48

22 Sebaran contoh berdasarkan kriteria akses pangan dari dukungan sosial ... 48

23 Sebaran contoh berdasarkan akses pangan dari dimensi akses sosial 49

(21)

25 Sebaran contoh berdasarkan pengeluaran keluarga per kapita per bulan dan komposit akses pangan ... 50 26 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan komposit akses

pangan ... 51 27 Sebaran contoh berdasarkan usia kepala keluarga dan istri dan

komposit akses pangan ... 52 28 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan kepala keluarga dan istri

dan komposit akses pangan ... 53 29 Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan aset melaut dan komposit

akses pangan ... 54 30 Sebaran contoh berdasarkan dukungan sosial dan komposit akses

pangan ... 55 31 Sebaran contoh berdasarkan pengeluaran keluarga per kapita per

bulan dan tingkat konsumsi energi ... 55 32 Sebaran contoh berdasarkan pengeluaran keluarga per kapita per

bulan dan tingkat konsumsi protein ... 56 33 Sebaran contoh berdasarkan usia kepala keluarga dan tingkat

konsumsi energi ... 57 34 Sebaran contoh berdasarkan usia kepala keluarga dan tingkat

konsumsi protein ... 57 35 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan kepala keluarga dan tingkat

konsumsi energi ... 58 36 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan kepala keluarga dan tingkat

konsumsi protein ... 58 37 Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan aset melaut keluarga dan

tingkat konsumsi energi ... 59 38 Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan aset melaut dan tingkat

konsumsi protein ... 59 39 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga, usia dan

pendidikan istri dan tingkat konsumsi energi ... 60 40 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga, usia dan

pendidikan istri dan tingkat konsumsi protein ... 61 41 Sebaran contoh berdasarkan akses ekonomi dan tingkat konsumsi

energi ... 62 42 Sebaran contoh berdasarkan akses ekonomi dan tingkat konsumsi

protein ... 62 43 Sebaran contoh berdasarkan akses sosial dan tingkat konsumsi

energi ... 63 44 Sebaran contoh berdasarkan akses sosial dan tingkat konsumsi

(22)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Akses pangan tingkat rumah tangga ... 6 2 Kerangka pemikiran pengaruh akses pangan keluarga terhadap

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

(24)

1Alumni Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, IPB 2

Staf Pengajar Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB

Food Access Analysis and Its Influence to Consumption Level of Energy and Protein on Fisherman Family

Ida Hildawati1) Ikeu Tanziha2)

Abstract

The objective of this study is to analyze food access and its influence to consumption level of energy and protein on fisherman family. The method used is cross sectional study and the determination of the research location is conducted by using a purposive sampling. Rank Spearman is used to define relation between variables. Binary logistic regression is used to define regression among characteristic of fisherman family and food access with consumption level of energy and protein.

Criteria of the sample are family who has livelihood as fisherman and lives at Grogol village, Cirebon. Total samples are 65 family. Data collected are primary and secondary data. Primary data (characteristic of fisherman family, family’s social support, proprietary of fishing assets and dietary consumption of family) was collected by structural questionnaire interview. Secondary data which is about location of this study has obtained from village office.

Result of this study show that family’s expenditure per capita per month (p=0,000), wife education (p=0,028), and proprietary of fishing assets (p=0,000) correlate positively with food access. Number of family member (p=0,000), age of head of the family (p=0,004) and wife (p=0,000) correlate negatively with food access. Factors which influence consumption level of energy are family’s expenditure per capita per month (OR=6,1) and age of head of the family (OR=0,1). Factors which influence consumption level of protein are family’s expenditure per capita per month (OR=8,3), head of the family’s education level (OR=14,1), and proprietary of fishing assets (OR=16,5).

(25)

Konsumsi Energi dan Protein pada Keluarga Nelayan. Dibimbing oleh IKEU TANZIHA.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis akses pangan serta pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi energi dan protein pada keluarga nelayan di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) Mengidentifikasi karakteristik keluarga nelayan; 2) Menganalisis tingkat konsumsi energi dan protein serta akses pangan (fisik, ekonomi, dan sosial) keluarga nelayan; 3) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan akses pangan keluarga nelayan; 4) Menganalisis pengaruh karakteristik dan akses pangan keluarga nelayan terhadap tingkat konsumsi energi dan protein keluarga.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalahcross sectional study. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2007 di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan kriteria contoh adalah keluarga yang pekerjaan utama kepala keluarganya adalah nelayan dan bertempat tinggal di Desa Grogol. Populasi penelitian ini berjumlah 187 KK. Berdasarkan rumus Slovin total sampel dalam penelitian ini adalah 65 KK. Terpilih sebanyak 26 keluarga prasejahtera dan 39 keluarga sejahtera.

Data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data primer meliputi karakteristik keluarga, konsumsi pangan keluarga, pengeluaran keluarga, dukungan sosial, dan kepemilikian aset melaut. Sedangkan data sekunder meliputi gambaran umum daerah penelitian yang didapat dari pemerintah daerah setempat dan observasi langsung. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan Statistical Program for Social Sciences (SPSS)for windows versi 13.0. Uji beda yang dilakukan menggunakan uji t-test (Independent sampel t-test), uji hubungan antar variabel penelitian menggunakan korelasi Spearman, dan uji pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent dilakukan dengan regresi logistik biner (binary logistic regression).

Jumlah anggota keluarga nelayan contoh berkisar antara 2-12 orang dengan rata-rata anggota rumah tangga sebesar 5,5 ± 2,2 orang. Sebanyak 38,5% keluarga nelayan contoh tergolong keluarga kecil, yaitu keluarga yang jumlah anggota keluarganya kurang dari 5 orang. Usia kepala keluarga nelayan contoh berkisar antara 25-70 tahun dengan rata-rata 40,5 ± 12,0 tahun. Lebih dari setengah keluarga nelayan contoh (64.6%) usia kepala keluarganya tergolong ke dalam kelompok dewasa awal (18-40 tahun). Lebih dari separuh istri nelayan contoh (69,3%) juga berusia dewasa awal dengan kisaran usia antara 20-66 tahun dengan rata-rata usia 36,5 ± 10,4 tahun.

Rata-rata lama sekolah istri (3,1 ± 3,3 tahun) sedangkan rata-rata lama sekolah kepala keluarga (2,9 ± 3,2 tahun). Lama sekolah tertinggi kepala keluarga (suami) nelayan contoh lebih tinggi dari lama sekolah istri, yaitu 15 tahun, sedangkan istri hanya 12 tahun. Kisaran lama sekolah kepala keluarga antara 0-15 tahun, sedangkan kisaran lama sekolah istri berkisar 0-12 tahun.

(26)

Persentase rata-rata pengeluaran pangan keluarga nelayan contoh per kapita per bulan sebesar 52,6% dan pengeluaran non pangannya 47,4% dari pengeluaran totalnya per kapita per bulan. Rata-rata pengeluaran total keluarga per kapita per bulan Rp 200.152,7 ± 87.233,9. Kisaran tertinggi pengeluaran tersebut adalah Rp 410.103 dan kisaran terendahnya Rp 62.038. Rata-rata pengeluaran pangan keluarga per kapita per bulan adalah Rp 105.903,2 ± 49.520,2, sedangkan pengeluaran nonpangan keluarga sebesar Rp 94.193,4 ± 64.964,9 per kapita per bulan. Berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Cirebon 2006 (Rp 168.272) terdapat sebanyak 38,5% keluarga nelayan contoh yang tergolong miskin.

Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein keluarga nelayan contoh masih lebih rendah dibandingkan dengan AKP keluarga per kapita per hari. Berdasarkan TKE dan TKP, lebih dari separuh keluarga nelayan contoh tergolong dalam kriteria cukup/tahan pangan (TKE 76,5% dan TKP 85,0%).

Akses pangan dimensi akses fisik keluarga nelayan contoh tergolong tinggi, sedangkan berdasarkan dimensi akses sosial dan ekonomi tergolong sedang. Berdasarkan ketiga dimensi akses pangan tersebut (dimensi akses fisik, ekonomi, dan sosial) akses pangan keluarga nelayan contoh tergolong sedang. Jumlah anggota keluarga (p=0,000, r= 0,568) serta usia kepala keluarga (p=0,004, r= 0,350) dan istri (p=0,000, r= 0,450) keluarga nelayan contoh berhubungan negatif dengan akses pangan keluarga. Pengeluaran keluarga per kapita per bulan (p=0,000, r=0,570), pendidikan istri (p=0,028, r=0,272), dan kepemilikan aset melaut (p=0,000, r=0,421) keluarga nelayan contoh berhubungan positif dengan akses pangan.

Pengeluaran keluarga nelayan contoh per kapita per bulan mempengaruhi tingkat konsumsi energi (p=0,026, OR=6,1) maupun protein (p=0,017, OR=8,3) keluarga nelayan contoh. Usia kepala keluarga mempengaruhi tingkat konsumsi energi (p=0,094, OR=0,1) Pendidikan kepala keluarga (p=0,041, OR=14,1) dan kepemilikan aset melaut (p=0,042, OR=16,5) keluarga nelayan contoh berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat konsumsi protein.

(27)

Indonesia sebagai anggota Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyatakan komitmen untuk mengatasi masalah kelaparan, kekurangan gizi, serta kemiskinan di dunia. Isi kesepakatan yang tercantum dalam Deklarasi World Food Summit 1996, World Food Summit: Five Years Later (WFS: fyl) 2000, serta Deklarasi Millenium Denelopment Goals (MDGs) 2000 adalah mengurangi angka kemiskinan ekstrim dan kerawanan pangan di dunia sampai setengahnya di tahun 2015.

Pemerintah Indonesia bekerjasama denganWorld Food Programe (WFP) telah menyusun peta kerawanan pangan/Food Insecurity Atlas (FIA), yaitu suatu alat untuk mengetahui daerah rawan pangan dengan permasalahan yang melatarbelakangi kejadian rawan pangan tersebut untuk dijadikan sebagai bahan/panduan membuat kebijakan dalam penanggulangan kerawanan pangan. Penyusunan peta FIA dilakukan pada daerah rawan pangan kronis dan rawan pangan transien (Deptan 2007b).

Peningkatan ketahanan pangan akan dapat mencegah terjadinya rawan pangan dan gizi buruk. Kondisi sehat akan tercapai apabila kebutuhan pangan terpenuhi, baik secara kualitas maupun kuantitas. Ketersediaan pangan merupakan prasyarat penting bagi keberlanjutan konsumsi. Data yang tersedia menunjukkan, ketersediaan pangan utama secara nasional cenderung meningkat meskipun pada beberapa komoditas masih tinggi ketergantungannya pada impor. Namun, data dari Dewan Ketahanan Pangan menunjukkan 81 juta orang mengalami defisit energi protein, 8 juta orang lainnya berada dalam kondisi rawan pangan (Pambudy 2004).

Perumusan Masalah

Setiap individu berhak memperoleh pangan yang cukup, aman, dan bergizi. Hak azasi manusia atas akses pangan telah dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan. Oleh karena itu, pemantapan ketahanan pangan pada tingkat rumahtangga yang menjamin akses pangan bagi setiap anggotanya mempunyai arti dan peran strategis dalam pembangunan nasional (Dewan BKP 2001).

(28)

perspektif mikro, yaitu kemampuan setiap rumahtangga mengakses pangan yang cukup, aman, dan bergizi, sesuai dengan kebutuhan setiap individu. Ketahanan pangan dapat terwujud apabila seluruh penduduk mempunyai akses fisik dan ekonomi terhadap pangan untuk pemenuhan kecukupan gizi yang dibutuhkan guna menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya.

Menurut Pambudy (2004), terdapat kesenjangan antara ketersediaan pangan dengan akses terhadap pangan. Ketahanan pangan tingkat rumahtangga pun masih lemah. Penyebab utama lemahnya ketahanan pangan tersebut adalah kemiskinan yang menyebabkan bukan hanya keluarga tidak mampu membeli pangan untuk mencukupi kebutuhan minimum pangan mereka, tetapi juga rendahnya pengetahuan gizi mereka mengenai pangan yang berpengaruh terhadap status gizinya.

Menurut Dewan BKP (2001), kerawanan pangan mempunyai korelasi positif dan erat dengan kemiskinan. Permasalahan utama bagi penduduk miskin adalah dalam hal konsumsi pangan, yakni ketidakmampuannya untuk mencukupi pangan dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Faktor penyebab utamanya adalah rendahnya atau tidak adanya daya beli dan akses terhadap pangan.

Tujuan Tujuan Umum

Menganalisis akses pangan serta pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi energi dan protein keluarga nelayan di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga nelayan di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon.

2. Menganalisis tingkat konsumsi energi dan protein serta akses pangan (fisik, ekonomi, dan sosial) keluarga nelayan di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon.

3. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan akses pangan keluarga nelayan di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon.

(29)

Kegunan penelitian

(30)

TINJAUAN PUSTAKA

Nelayan

Nelayan adalah orang yang mempunyai matapencaharian dari kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti para penebar dan penarik jaring) maupun tidak langsung (seperti juru mudi perahu layar, nahkoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan) (Ensiklopedi Indonesia 1983). Mubyarto, Soetrisno, dan Dove 1984 menjelaskan bahwa keluarga nelayan pada umumnya lebih miskin daripada keluarga petani atau pengrajin, dan kebanyakan nelayan sudah cukup puas dengan kedudukan sebagai nelayan turun-temurun.

Menurut Ditjen Perikanan (2000) dalam Satria (2002), nelayan dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan operasi penangkapan ikan, yaitu:

- Nelayan/petani ikan penuh adalah orang yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk penangkapan atau pemeliharaan ikan atau binatang air atau tanaman air lainnya.

- Nelayan/petani ikan sambilan yaitu orang yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk penangkapan atau pemeliharaan ikan atau binatang air atau tanaman air lainnya.

- Nelayan/petani ikan sambilan tambahan yaitu orang yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk penangkapan atau pemeliharaan ikan atau binatang air atau tanaman air lainnya.

Bila dilihat dari status kepemilikan modal, nelayan dapat dibagi menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik atau yang disebut juragan adalah orang yang memiliki sarana penengkapan seperti kapal/perahu, jaring, dan alat tangkap lainnya. Nelayan buruh adalah orang yang bekerja sebagai buruh dalam kegiatan penangkapan ikan di laut atau disebut juga anak buah kapal (ABK) (Satria 2002).

(31)

Akses Pangan

Akses pangan tingkat rumahtangga adalah kemampuan suatu rumahtangga untuk memperoleh pangan yang cukup secara terus-menerus melalui berbagai cara, seperti produksi pangan rumahtangga, persediaan pangan rumahtangga, jual-beli, tukar-menukar/barter, pinjam-meminjam, dan pemberian atau bantuan pangan. Keluarga dapat mengakses pangan melalui beberapa cara seperti produksi rumahtangga (hasil panen, hasil beternak atau hasil budidaya perikanan); berburu, mencari ikan atau mengumpulkan pangan yang hidup liar; mendapatkan bantuan/pemberian pangan melalui jaringan sosial; bantuan dari pemerintah, distribusi-distribusi NGO atau food for work projects (pangan hasil/imbalan pekerjaan); serta barter/tukar-menukar atau membeli dari pasar (World Food Programme 2005).

World Food Programme (2005) menjelaskan mengenai pengkajian akan dampak krisis/tekanan terhadap keluarga dalam berbagai kelompok populasi terhadap akses pangan dan uang yang mereka butuhkan untuk membeli persediaan dan layanan pangan maupun nonpangan. Pengkajian ini membutuhkan data-data sebagai berikut:

- Matapencaharian. Aset-aset matapencaharian (sumberdaya alam, sumberdaya manusia, secara fisik, sosial, politik dan keuangan) dan sistem yang ada (politik, ekonomi, sosial, struktur kekuasaan/hukum) dapat mempengaruhi aktivitas matapencaharian.

- Konsumsi pangan. Pola konsumsi pangan yang ditandai oleh keanekaragaman pangan dan frekuensi konsumsi pangan.

- Sumber pangan. Sumber pangan yang berbeda relatif penting, biasanya berasal pembelian di pasar, produksi sendiri (hasil panen, ternak, bididaya perikanan), memanen/mengumpulkan pangan dari alam/lingkungan (pertemuan/hajatan, pemburuan, mencari ikan), dan pemberian (termasuk hadiah-hadiah, pinjaman-pinjaman, program-program bantuan pangan), serta perubahan musim dan perubahan lainnya di masa yang akan datang.

(32)

pemberian (hadiah, kiriman, pinjaman), serta perubahan musim dan perubahan lainnya di masa yang akan datang.

- Pengeluaran. Pola dan tingkat pangeluaran pangan maupun nonpangan keluarga dan perubahan musim serta perubahan lainnya di masa yang akan datang. Pengeluaran nonpangan yang penting termasuk sewa, air, pelayanan kesehatan, pendidikan anak, bahan bakar untuk memasak, dan pembayaran hutang.

Gambar 1. Akses pangan tingkat rumahtangga.

Gambar 1 menggambarkan berbagai cara keluarga untuk mengakses pangan maupun nonpangan (World Food Programme 2005). Gambar tersebut menjelaskan:

(33)

- Bagaimana produksi pangan keluarga, apa yang mereka dapatkan dari pertemuan/hajatan dan yang lainnya, apa yang mereka dapatkan sebagai hadiah/pemberian atau dari berbagai sumber lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi atau dijual untuk menghasilkan pendapatan. - Bagaimana pendapatan harus dibagi antara membeli pangan dan memenuhi

kebutuhan nonpangannya (pilihan yang harus diambil oleh keluarga antara konsumsi pangan dan pemenuhan kebutuhan nonpangannya).

Akses pangan merupakan salah satu dimensi dari 3 dimensi ketahanan pangan, selain katersediaan pangan dan penyerapan pangan (Deptan 2007a). Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (PP No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan dalam Deptan 2007a). USAID’s Office of Food for Peace (1992) dalam Hoddinott dan Yohannes (2002), mendefinisikan ketahanan pangan sebagai suatu kondisi ketika setiap individu dalam setiap waktu memiliki akses fisik dan ekonomi terhadap kecukupan pangan guna memenuhi kebutuhannya untuk hidup sehat dan produktif.

Selain akses fisik dan ekonomi terhadap pangan terdapat pula akses sosial, seperti pendidikan dan dukungan/bantuan sosial dari keluarga/kerabat, tetangga, teman, maupun bantuan dari pemerintah. Menurut Deptan (2007a) ketahanan pangan tidak hanya tercermin oleh ketersediaan pangan yang cukup, namun juga oleh terpenuhinya akses pangan baik secara fisik, ekonomi, maupun sosial dimana saja dan kapan saja. World Food Programme (2005) menjelaskan bahwa akses untuk tempat tinggal, kesehatan, dan pendidikan juga mempengaruhi akses pangan melalui kebutuhan tempat tinggal dan sumber daya tunai/cash dalam jangka waktu pendek dan berpengaruh terhadap kapasitas produksi dan pendapatan dalam jangka waktu yang panjang.

Akses Fisik.

(34)

keluarga. Pangan juga harus tersedia secara terus-menerus dalam suatu pasar/warung dimana rumahtangga tidak dapat memproduksi sendiri pangan yang dibutuhkannya (Sharma 1992).

Akses fisik akan menentukan apakah sumber pangan yang dikonsumsi akan dapat ditemui dan mudah diperoleh. Kemudahan dalam memperoleh pangan ditunjang oleh tersedianya sarana fisik yang cukup dalam memperoleh pangan. Kemudahan dalam memperoleh pangan ditunjang oleh sarana fisik seperti tersedianya sarana pasar yang cukup dalam mempermudah memperoleh pangan. Pasar adalah tempat para pembeli dan penjual bertemu untuk berdagang. Transaksi yang terjadi khususnya antara orang-orang yang belum dikenal, dan dilakukan secara tunai. Pasar timbul setelah terjadi proses ekonomi yang didasari oleh perencanann yang bersifat kekeluargaan. Pasar pada saat ini berkembang jeuh lebih luas dan lebih penting sebagai faktor penentu bagi produksi dan distribusi (Penny 1990).

Suatu wilayah/daerah dikatakan akses pangannya tinggi apabila di wilayah/daerah tersebut terdapat pasar yang menjual bahan pangan pokok. Wilayah/daerah tersebut dikatakan memiliki akses pangan yang sedang apabila tidak memiliki pasar dalam wilayah/daerah tersebut, namun jarak terdekat wilayah/daerah tersebut dengan pasar pasar yang menjual bahan pangan pokok kurang dari dan atau sama dengan 3 km. Dikatakan akses pangannya rendah apabila jarak terdekat dengan pasar lebih dari 3 km (Deptan 2007a).

Akses Ekonomi.

Kegiatan ekonomi suatu keluarga dalam pemenuhan pangan adalah mendapatkan, menghasilkan atau menerima uang, pangan, dan yang lainnya; mengkonsumsi, membelanjakan, memberi atau mengumpulkan uang, pangan dan aset/harta lain; dan mengutang serta membayar kembali hutang tersebut. Berdasarkan matapencahariannya, suatu keluarga dapat mempunyai satu atau lebih sumber pangan dan sumber pendapatan untuk membeli pangan dan keperluan-keperluan lain, memelihara (menjaga, meningkatkan) aset-aset produktifnya, dan memenuhi kewajiban-kewajiban sosial di dalam masyarakat (World Food Programme 2005).

(35)

masyarakat). Suatu tekanan/krisis pada umumnya berdampak pada aset-aset dan sistem tersebut (World Food Programme 2005).

Matapencaharian berhubungan erat dengan akses pangan yang meliputi produksi rumahtangga dan alat untuk memperoleh pendapatan. Matapencaharian meliputi suatu kemampuan rumahtangga, aset-aset dan aktivitas yang diperlukan untuk menjamin kebutuhan dasar (makanan, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, dan pendapatan). Suatu matapencaharian dapat terus-menerus jika dapat dengan sukses mengaturnya dan mengurangi tekanan-tekanan/masalah eksternal, memelihara atau meningkatkan aset-asetnya, dan menghidupi generasi-generasi masa depan (World Food Programme 2005).

World Food Programme (2005) menjelaskan bahwa suatu matapencaharian rumahtangga bergantung pada:

a. Cakupan dari aset yang tersedia bagi rumahtangga, seperti aset-aset/sumberdaya alam (lahan, hutan-hutan, sumber daya air), aset-aset secara fisik (peralatan dan lainnya), aset-aset sumberdaya manusia (kesehatan, keterampilan/keahlian), aset-aset sosial (seperti jaringan kekerabatan), aset keuangan (seperti pendapatan, uang tabungan, akses untuk kredit), dan aset-aset politik.

b. Politik, ekonomi, sosial, hukum dan struktur-struktur kekuasaan dalam masyarakat, yang disebut sebagai sistem yang ada.

c. Beberapa pilihan yang dibuat oleh rumahtangga dalam batasan peluang dan batasan-batasan memperoleh (a) dan (b).

Aset-aset itu dapat termasuk dalam aset-aset yang dimiliki oleh rumahtangga (seperti lahan, peralatan, keterampilan-keterampilan, uang tabungan, kesehatan/kemampuan untuk bekerja) dan aset-aset komunal/umum yang dapat diakses oleh rumahtangga (seperti hutan-hutan, sungai-sungai, sumur-sumur, pasar-pasar, ruang penyimpanan pangan umum, layanan keuangan/perbankan) (World Food Programme 2005). Menurut Sajogyo et al. (1996) dalam Nurhasanah (2004), rendahnya pendapatan seseorang merupakan rintangan lain yang menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan.

(36)

akses yang cukup terhadap sumber nafkah yang produktif. Semakin besar jumlah orang miskin, semakin rendah daya akses terhadap pangan dan semakin tinggi derajat kerawanan pangan di wilayah tersebut (Deptan & WFP 2005).

Rumahtangga dapat dikatakan tahan pangan apabila tercukupinya permintaan akan pangan. Pengukuran operasional atas permintaan akan pangan tersebut dalam jangka waktu pendek dapat dipakai untuk memonitor akses ekonomi rumahtangga akan pangan, yaitu pendapatan/pengeluaran dan harga (Sharma 1992).

Akses Sosial.

Akses sosial rumahtangga terhadap pangan merupakan suatu akses/cara untuk mendapatkan pangan yang dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan pangannya melalui berbagai dukungan sosial, seperti bantuan/dukungan sosial dari keluarga/kerabat, tetangga, serta teman. Bantuan/dukungan dari saudara/kerabat, tetangga, atau teman dapat berupa bantuan pinjaman uang/pangan, pemberian bantuan pangan, pertukaran pangan, dan lain sebagainya. Selain dari dukungan sosial, kerawanan pangan berdasarkan akses sosial dapat dilihat dari tingkat pendidikannya.

Definisi dukungan sosial adalah berbagai macam sokongan (bantuan) yang diterima oleh seseorang dari orang lain yang diklasifikasikan menjadi dua (terkadang tiga) kategori. Kategori tersebut antara lain dukungan emosional, instrumental, dan informasional. Dukungan emosional merupakan sesuatu yang dilakukan seseorang untuk membuat orang lain merasa dicintai dan dipedulikan sehingga mampu menyokong rasa harga diri orang lain, namun bentuk bantuan tidak nyata (non-tangible). Bentuk contoh dari dukungan emosional yaitu dalam memecahkan masalah, memberikan dorongan atau umpan balik yang positif (MacArthur & John 1998).

Dukungan instrumental adalah berbagai macam bantuan nyata (tangible help) yang disediakan oleh seseorang, seperti bantuan dari penitipan anak, penjaga rumah, jasa transportasi, dan uang. Dukungan informasional (kadang termasuk dalam kategori dukungan instrumental) merupakan bantuan yang diberikan dalam bentuk penyediaan informasi (MacArthur & John 1998).

(37)

pemerintah, dalam bentuk fisik maupun nonfisik. Berdasarkan studi yang dilakukan di US, Inggris, dan Swedia ternyata dukungan sosial memiliki pengaruh positif terhadap status sosial ekonomi. Bentuk dukungan tersebut berupa dukungan secara emosional maupun instrumental dan juga pada pria maupun wanita (MacArthur & John 1998).

Konsumsi Pangan

Konsumsi Pangan adalah informasi pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang, baik berupa jenis maupun jumlahnya pada waktu tertentu, artinya konsumsi pangan dapat dilihat dari aspek jumlah maupun jenis pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Suhardjo 1990 dalam Rahmah 2006). Menurut Riyadi (1996) dalam Rahmah (2006) ada tiga tujuan seseorang mengkonsumsi pangan, yaitu tujuan fidiologis, psikologis, dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah untuk memenuhi rasa lapar atau keinginan memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan untuk memenuhi kepuasan emosional maupun selera seseorang. Tujuan sosiolagis adalah berhubungan dengan upaya memelihara hubungan antar manusia dalam kelompok kecil maupun kelompok besar.

Pola konsumsi pangan adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih bahan makanan dan cara memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial (Harper, Deaton, & Driskel 1985). Seseorang, satu keluarga, atau suatu kelompok masyarakat melakukan tindakan makan pada dasarnya dilandasi oleh beberapa faktor. Sanjur (1982) dalam Junaidi (1997) menggolongkan faktor-faktor yang tersebut kedalam bagian, yaitu biogenik, psikogenik, dan sosiogenik. Dalam konsep biogenik secara implisit mengandung pengertian, bahwa makanan yang dikonsumsi memenuhi kebutuhan biologik konsumen.

(38)

Penilaian Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Definisi ini menunjukkan bahwa penelaahan konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Penghitungan jumlah zat gizi yang dikonsumsi (jenis dan jumlah pangan) merupakan hal yang penting. Secara umum prinsip penilaian jumlah konsumsi zat gizi berdasarkan data konsumsi pangan, data kandungan zat gizi bahan makanan, dan data kecukupan zat gizi. (Hardinsyah & Briawan 1994).

Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), terdapat dua pengertian tentang penilaian konsumsi pangan, yaitu penilaian terhadap kandungan zat gizi makanan dan membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dengan angka kecukupan. Penilaian terhadap kandungan zat gizi makanan digunakan apabila ingin membandingkan kandungan zat gizi antar berbagai makanan atau suatu hidangan, sedangkan membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dengan angka kecukupan digunakan apabila ingin mengetahui tingkat konsumsi zat gizi seseorang atau keluarga.

Berdasarkan satuan atau unit penilaian, konsumsi pangan dibedakan atas penilaian konsumsi pangan individu dan penilaian konsumsi pangan keluarga. Umumnya prinsip penilaian konsumsi zat gizi individu dan keluarga adalah sama. Konsumsi pangan keluarga merupakan penjumlahan dari konsumsi pangan masing-masing individu atau anggota keluarga. Apabila satuan atau unit pengumpulan data konsumsi pangan adalah kelompok orang seperti keluarga atau rumahtangga maka jumlah konsumsi pangan keluarga atau rumahtangga dibagi dengan jumlah orang atau anggota keluarga yang mengkonsumsi pangan tersebut (Hardinsyah & Briawan 1994).

Tingkat Konsumsi Energi dan Protein

(39)

anggota keluarga yang mengkonsumsi makanan dalam suatu keluarga/rumahtangga yang dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang mengkonsumsi makanan tersebut (Hardinsyah & Martianto 1992).

Menaksir kecukupan protein keluarga/rumahtangga pada prinsipnya sama dengan menaksir kecukupan energi keluarga/rumahtangga. Angka kecukupan protein rata-rata keluarga (AKPRK) merupakan jumlah angka kecukupan protein semua anggota keluarga dibagi jumlah anggota keluarga (Hardinsyah & Martianto 1992). Tingkat konsumsi energi dan protein seseorang atau sekelompok orang (rumahtangga/keluarga) dikatakan cukup/dapat memenuhi kebutuhannya bila tingkat konsumsi pangannya lebih dari atau sama dengan 70% (Latiefet al. 2000 dalam WNPG VII).

Survei konsumsi Pangan

Menurut Suhardjo, Hardinsyah, dan Riyadi (1988), survei konsumsi pangan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi konsumsi pangan dan zat gizi pada masyarakat yang dapat digunakan sebagai dasar penyusunan kegiatan atau program. Terdapat berbagai cara yang dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan pengumpulan data secara langsung. Hasil dari pencatatan data secara langsung dari hasil wawancara dan pengamatan jenis serta banyaknya pangan yang dikonsumsi dapat digunakan untuk mengetahui konsumsi dan kebiasaan makan masyarakat.

Survei konsumsi pangan dilakukan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif data yang dikumpulkan lebih menitikberatkan pada aspek yang berhubungan dengan kebiasaan makan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti pola makan, pembagian makanan dalam keluarga, besar keluarga, dan akseptabilitas. Secara kuantitatif survei konsumsi pangan ditujukan untuk mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi. Berdasarkan data tersebut akan diketahui besarnya konsumsi zat gizi yang dihitung dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) (Suhardjoet.al 1988).

(40)

Kelemahan dari metode ini adalah hanya mengandalkan informasi yang diingat oleh responden (Suhardjoet.al 1988).

Terdapat beberapa cara untuk mengumpulkan informasi data konsumsi pangan. Pemilihan cara yang akan digunakan sangat ditentukan oleh satuan penelitian, waktu, tenaga, dan dana yang tersedia. Secara umum ada dua cara pengumpulah data konsumsi pangan, yaitu metode penimbangan langsung (sapertiweighing method dan food inventory method) dan metode penimbangan tidak langsung, seperti metode ingat-ingat (food recall method), metode pengeluaran pangan (food expenditure method), metode pendaftaran pangan (food list method), dan cara-cara lainnya. Prosedur dan teknik menggunakan cara-cara pengumpulan data konsumsi pangan secara mendalam merupakan bagian dari disiplin metode survei konsumsi pangan atau metode survei gizi (Hardinsyah & Briawan 1994).

Metode survei yang sering dilakukan adalah dengan recall (mengingat kembali). Metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada masa lalu. Wawancara dilakukan sedalam mungkin agar responden dapat mengungkapkan jenis bahan makanan dan perkiraan jumlah bahan makanan yang dikonsumsinya beberapa hari sebelumnya (Suhardjoet.al 1988).

Mengingat setiap metode mempunyai kelebihan dan kelemahan, maka perlu diperhatikan metode apa yang paling relevan atau paling cocok dengan suatu penelitian. Pemilihan metode dapat didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu tujuan survei, ketelitian yang diinginkan, ketersediaan dana dan waktu serta tingkat keahlian/kemahiran tenaga pengumpul data (enumerator). Berdasarkan adanya kekurangan dan kelebihan dari suatu metode, maka suatu metode dapat dikombinasikan dengan metode yang lain, atau melakukan sedikit modifikasi terhadap suatu metode, disesuaikan dengan karakteristik masyarakat yang akan diteliti (Kusharto dan Sa’diyyah 2006).

(41)

Menurut Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (2007), kelebihan FFQ adalah relatif murah, dapat digunakan untuk melihat hubungan antara diet dan penyakit, dan lebih representatif. Keterbatasan FFQ yaitu adanya kemungkinan tidak menggambarkan porsi yang dipilih oleh responden, tergantung pada kemampuan responden untuk mendiskripsikan dietnya.

Beberapa jenis FFQ adalah sebagai berikut:

1. Simple or nonquantitative FFQ, tidak memberikan pilihan tentang porsi yang biasa dikonsumsi, sehingga menggunakan standar porsi.

2. Semi quntitative FFQ, memberikan porsi yang dikonsumsi, misalnya sepotong roti, secangkir kopi.

3. Quntitative FFQ, memberikan pilihan porsi yang biasa dikonsumsi responden, seperti kecil, sedang, atau besar.

Penggunaan metode FFQ pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi. Metode ini umumnya tidak digunakan untuk memperoleh data kuantitatif pangan ataupun intik konsumsi zat gizi (Gibson 1993). Hal ini tergantung dari tujuan studi, apakah hanya ingin menggali frekuensi pangan saja atau juga sekaligus dengan konsumsi zat gizinya.

Dengan metode ini, kita dapat menilai frekuensi penggunaan pangan atau kelompok pangan tertentu (misalnya sumber energi, protein, lemak, dan vitamin) selama kurun waktu yang spesifik (seperti perhari, minggu, bulan, atau tahun) dan sekaligus mengestimasi konsumsi zat gizinya. Kuisioner mempunyai dua komponen utama yaitu daftar pangan dan frekuensi penggunaan pangan.

Biasanya metode ini digunakan untuk mengukur konsumsi pangan suatu keluarga. Keuntungan menggunakan metode ini antara lain lebih cepat mengumpulkan data, relatif lebih murah, dapat mengetahui pangan yang biasa dikonsumsi keluarga, dapat diambil oleh enumerator yang tidak berpengalaman dan hasilnya dapat distandarisasi secara umum (Howarth 1990 dalam Gibson 1993).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan

(42)

sosial, manfaat bagi kesehatan, dan harga. Lebih lanjut Handajani (1994) dalam Junaidi (1997) mengatakan, faktor yang tak kalah penting dalam pola konsumsi pangan adalah sifat sensori suatu makanan yang meliputi kenampakan, warna, bau, rasa, tekstur, dan suhu. Bahkan sering orang memilih makanan suatu makanan lebih dikarenakan pada pertimbangan sifat sensori daripada nilai gizinya.

Lokasi Geografik. Tempat dimana seorang konsumen tinggal akan mempengaruhi pola konsumsinya. Orang yang tinggal di desa akan memiliki akses terbatas kepada berbagai produk dan jasa. Penduduk desa dan kota memiliki perbedaan dalam pola konsumsi pangan (Sumarwan 2004).

Faktor Budaya. Faktor budaya mencakup pola pangan, pembagian makanan dalam keluarga, besar keluarga, dan daya terima. Banyak sekali penemuan para peneliti yang menyatakan bahwa faktor budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi di berbagai masyarakat dan negara. Faktor budaya seperti adanya taboo/larangan, dapat mempengaruhi pola konsumsi seseorang atau sekelompok orang (Suhardjo 1989).

Setiap masyarakat mengembangkan cara turun-temurun untuk mencari, memilih, menangani, menyiapkan, menyajikan, dan mengkonsumsi makanan yang dihidangkan. Adat dan tradisi merupakan dasar dari perilaku tersebut, yang biasanya dalam beberapa hal berbeda antara kelompok yang satu dengan yang lain. Nilai-nilai, sikap, dan kepercayaan yang ditentukan budaya, merupakan jaringan kerja dimana kebiasaan makan dan daya terima terhadap makanan terbentuk. Budaya tersebut dipelihara dengan seksama dan diajarkan dengan tekun dari satu generasi ke generasi berikutnya (Suhardjo 1989).

Pendapatan. Pendapatan diduga merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap baik-buruk dan tinggi rendahnya konsumsi pangan. Konsumsi pangan banyak dipengaruhi pendapatan, tingkat pendidikan, kebiasaan, kepercayaan/agama dan keadaan lingkungan (Levinson 1974 dalam Suhardjo 1984). Lingkungan biologi dan fisik disamping lingkungan sosial-ekonomi banyak berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan.

(43)

Suhardjo 1984). Faktor ekonomi seperti kemiskinan berpengaruh besar pada konsumsi pangan (Suhardjo 1989). Amin, Suharno, dan Saifullah (1998) menyatakan bahwa rendahnya daya beli atau pendapatan sering berasosiasi dengan kemiskinan (poverty).

Sajogyo et al. (1996) dalam Nurhasanah (2004) menyatakan bahwa rendahnya pendapatan seseorang merupakan rintangan lain yang menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Menurut Sumarwan (2004) para peneliti seringkali mengalami kesulitan untuk mendapatkan data pendapatan dari konsumen. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, para peneliti menggunakan metode lain dalam mengukur pendapatan seorang konsumen atau rumahtangga, yaitu dengan pendekatan pengeluaran konsumen atau keluarga/rumahtangga. Jumlah pengeluaran rumahtangga inilah yang dianggap sebagai indikator pendapatan rumahtangga.

Kemiskinan. Terdapat dua istilah umum yang digunakan dalam mengartikan kemiskinan, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan hidup, sedangkan kemiskinan relatif adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup yang sesuai dengan yang diperlukan (Quibria 1991 diacu dalam Raharto & Romdiati 2000).

Secara umum terdapat dua pendekatan yang telah digunakan dalam mengukur kemiskinan, yaitu pendekatan obyektif yang dikembangkan berdasarkan pada nilai-nilai normatif, dan pendekatan subyektif yang dikembangkan berdasarkan pada nilai individu dan rumahtangga. Ukuran kemiskinan pada masyarakat nelayan didasarkan pada pemilikan alat tangkap ikan dan perahu, hubungan patron-client (punggawa-sawi), dan kebutuhan mencari pekerjaan tambahan (Mubyarto, Soetrisno & Dove 1984).

BPS menghitung garis kemiskinan nasional berdasarkan komoditas bahan makanan dan bukan makanan yang dikonsumsi oleh penduduk yang menjadi referensi. Garis kemiskinan Kabupaten Cirebon berdasarkan data BPS tahun 2006 sebesar Rp 168.272.00 per kapita per bulan (BPS 2007).

(44)
(45)

KERANGKA PEMIKIRAN

Akses pangan tingkat rumahtangga adalah kemampuan suatu rumahtangga untuk memperoleh pangan yang cukup secara terus-menerus melalui berbagai cara, seperti produksi pangan rumahtangga, persediaan pangan rumahtangga, jual-beli, tukar-menukar/barter, pinjam-meminjam, dan pemberian atau bantuan pangan. Akses pangan rumahtangga dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu dimensi akses fisik, akses ekonomi, dan akses sosial.

Akses fisik dapat diamati berdasarkan jarak pasar terdekat dalam suatu wilayah dan ketersediaan pangan di warung sekitar pemukiman penduduk wilayah tersebut. Pasar merupakan salah satu sarana dan prasarana yang tersedia di suatu wilayah untuk menunjang kebutuhan akan pangan setiap individu dalam wilayah tersebut. Salah satu tujuan pasar adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memungkinkan akses masyarakat terhadap pangan untuk pemenuhan kebutuhan pangannya meningkat.

(46)

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2. Kerangka pemikiran pengaruh akses pangan keluarga terhadap tingkat konsumsi pangan keluarga

Akses Pangan Keluarga Karakteristik Keluarga • Usia KK dan ibu • Pendidikan KK dan ibu • Besar keluarga

• Pengeluaran keluarga • Aset melaut

• Dukungan sosial

Akses Fisik • Jarak pasar • Ketersediaan

pangan di warung

Akses Sosial • Besar keluarga • Pendidikan KK

dan ibu

• Dukungan sosial

Ketersediaan Pangan Keluarga

Status Gizi Konsumsi Pangan

Keluarga

Tingkat Konsumsi Pangan Keluarga

Angka Kecukupan Gizi Akses Ekonomi

• Pengeluaran keluarga • Kepemilikan

(47)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain survei melalui pendekatan Cross-sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada suatu waktu untuk meneliti variabel tertentu dan menentukan hubungan antara variabel tersebut. Lokasi penelitian terletak di Desa Grogol, Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), dengan mempertimbangkan desa yang termasuk desa nelayan miskin. Pengambilan data dilakukan dari bulan Juni 2007 hingga Juli 2007. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar yang berjudul Analisis Determinan dan Indikator Kelaparan serta Upaya Penanggulangannya pada Keluarga Nelayan, Desa Grogol dan Mertasinga, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon.

Penarikan Contoh

Contoh yang diambil adalah yang memenuhi kriteria, yaitu keluarga yang bertempat tinggal di Desa Grogol, Kabupaten Cirebon, yang pekerjaan utama kepala keluarganya adalah nelayan. Jumlah populasi yang memenuhi kriteria sebanyak 187 kepala keluarga (KK). Menurut Umar (1999) jumlah contoh dapat ditentukan berdasarkan rumus Slovin (1960) sebagai berikut:

N 187 n = =

1 + N (e)2 1 + (187) (0,12) Keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi yang memenuhi kriteria (187 KK)

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir/diinginkan (10%)

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan jumlah contoh sebanyak 65 KK. Sebanyak 26 keluarga pra sejahtera dan 39 keluarga sejahtera dipilih secara random dengan menggunakan rumus proporsi sebagai berikut:

Ni ni = (n)

T Keterangan:

T = Total jumlah populasi keluarga nelayan hasil survey Ni = Banyaknya keluarga jenis i dari populasi penelitian n = Jumlah sampel

(48)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Cara pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara serta observasi/pengamatan secara mendalam (in-depth) terhadap sampel/contoh. Alat pengumpulan data primer menggunakan kuesioner yang disertai alat ukur berat badan dan panjang/tinggi badan.

Tabel 1. Jenis dan cara pengumpulan data

No. Jenis data Kategori pengumpulan Sumber Alat dan bahan

A. Data Primer 1. Karakteristik

keluarga

Jenis kelamin Wawancara Kuesioner

Usia Alat ukur

Jenis pangan Wawancara Semi kuantitatif

FFQ Frekuensi konsumsi pangan

URT dan berat konsumsi (g) Persentase konsumsi (%) 3. Pengeluaran

keluarga

Pengeluaran pangan Wawancara Semi kuantitatif FFQ Pengeluaran nonpangan

4. Aset melaut Kepemilikan alat-alat melaut Wawancara Kuesioner B. Data Sekunder

1. Data desa Letak desa Buku potensi

desa (2005)

-Karakteristik desa

Data primer yang dikumpulkan meliputi data umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran (pangan dan nonpangan) keluarga. Selain itu, dikumpulkan pula data mengenai dukungan sosial, kepemilikan aset untuk melaut serta konsumsi pangan.

Data sekunder yang dikumpulkan adalah data-data yang berkaitan dengan keperluan penelitian, seperti data mengenai karakteristik desa. Data sekunder ini dapat diperoleh melalui Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon, studi literatur, maupun penggunaan media elektronik seperti internet.

Pengolahan dan Analisis Data

(49)

dinyatakan dalam persen. Penilaian tersebut dapat digunakan untuk individu dan keluarga. Tingkat konsumsi pangan individu dirumuskan sebagai berikut:

AKGi aktual

TKGi (%) = x 100% AKGi

Keterangan:

TKGi = Tingkat konsumsi zat gizi individu AKGi aktual = Angka konsumsi zat gizi aktual individu

AKGi = Angka kecukupan zat gizi individu yang dianjurkan

Konsumsi pangan keluarga merupakan penjumlahan dari konsumsi pangan masing-masing individu atau anggota keluarga. Jumlah konsumsi pangan keluarga atau rumahtangga dibagi dengan jumlah orang atau anggota keluarga yang mengkonsumsi pangan tersebut.

Uji beda yang digunakan adalah uji t (independent t-test sample) untuk melihat perbedaan antara kelompok keluarga nelayan pra sejahtera dengan kelompok keluarga nelayan sejahtera. Hubungan akses pangan keluarga dengan karakteristik keluarga dan tingkat konsumsi pangan keluarga dianalisis menggunakan korelasiSpearman. Analisis pengaruh kriteria keluarga dan akses pangan keluarga terhadap tingkat konsumsi pangan keluarga menggunakan regresi linear logistik (binary logistic regression).

Pengkategorian data ketersediaan pangan di warung, aset melaut, dukungan sosial, dan kriteria akses pangan (akses fisik, akses ekonomi, dan akses sosial) ditentukan dengan menggunakan rumus interval (Slamet 1993 dalam Marwati 2001):

Skor maksimum (NT) – Skor minimum (NR) Interval (I) =

Jumlah kategori yang diinginkan

Setelah dihitungrange/intervalnya maka akan didapatkan tiga skor kategori: Rendah = NR sampai (NR + I)

Sedang = (NR +I) sampai ((NR + I) + I) Tinggi = ((NR + I) + I) sampai NT

Gambar

Gambar 1. Akses pangan tingkat rumahtangga.
Gambar 2. Kerangka pemikiran pengaruh akses pangan keluarga terhadap
Tabel 1. Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 2. Pengkategorian variabel penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

pada bangsal cempaka trennya naik namun kurang dari

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081,

Jika foton jingga diganti dengan foton berwarna kuning terang dijatuhkan pada permukaan logam tersebut, pernyataan yang benar adalah ..... elektron yang dilepaskan dari logam

Pada penelitian ini terdapat 3 (tiga) bagian kuesioner yaitu data demografi, tingkat depresi dinilai dengan menggunakan instrument BDI (Beck Depression Inventory) II , dan

Agar hak dari warga binaan sebagaiman tercantum dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 22 ayat (2), Pasal 29 ayat (2), dan Pasal 36 ayat (2) Undang-undang Nomor 12 Tahun

Hasil Analisis Pengaruh strategi pembelajaran Active Knowledge Sharing berbasis Kontekstual terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Uji T

Teknologi informasi dan komunikasi juga memberikan dampak-dampak terhadap masyarakat semisal, kita lebih mudah dalam menyelesaikan pekerjaan karena adanya teknologi,

Memenuhi Dari Hasil verifikasi di ketahui bahwa seluruh kegiatan penjualan ekspor Laminasi Panel Kayu (Laminated Board) PT Tischlerzentrum Bandung telah dilengkapi