• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pewarisan Karakter Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Pewarisan Karakter Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum)"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

(Ralstonia solanacearum)

IZMI YULIANAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Pewarisan Karakter Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2007

Izmi Yulianah

(3)

IZMI YULIANAH. Inheritance of Pepper (Capsicum annuum) Resistance Trait

to Bacterial Wilt (Ralstonia solanacearum). Supervised by SRIANI

SUJIPRIHATI, WIDODO, and KIKIN H MUTAQIN.

Pepper is one of the most important vegetable in Indonesia, whose productivity (6.49 ton/ha) is still lower than its potential production (12 ton/ha). One of the limiting factor is bacterial wilt disease caused by Ralstonia solanacearum. The use of resistant pepper varieties is considered to be the most effective and efficient disease control program. The breeding for resistant pepper varieties to bacterial wilt disease would be effective if the information of the inheritance pattern of resistance is available.

The research involved two activities, i.e. (1) screening for resistant peppers to bacterial wilt, and (2) study on inheritance of pepper resistance trait to bacterial wilt.

The objective of the first activity was to obtain parental candidates of parental pepper for inheritance study. Nine genotypes of pepper from AVRDC and Laboratory of Genetic and Plant Breeding, Bogor Agricultural University, were screened by artificial inoculation of with R. solanacearum CHG 7 isolate. The result of screening showed that five genotypes are resistant (Jatilaba, PBC 1367, ICPN 12#4, PBC 473, and Tit Super), one genotype is slightly resistant (TM 999), one genotype is slightly susceptible (0209-4) and two genotypes are susceptible (Randu and PBC 67MC5).

The objective of the second activity was to study inheritance of pepper resistance traits to bacterial wilt including gene action, number of controlling genes, heritability value, and the maternal effect. Population used in this experiment were P1, P2, F1, F1R, BC1P1, BC1P2, and F2 which derived from the

crossing of PBC 473 x PBC 67MC5 and the crossing of Tit Super x PBC 67MC5. The result of this experiment showed that there is no maternal effect based on t-test of F1 and F1R. The segregation of F2 population had a ratio of 55 : 9 (resistant

: susceptible) which indicated that resistance trait to bacterial wilt is controlled by three genes with duplicate recessive and dominant epistasis. The degree of dominance of PBC 473 X PBC 67MC5 and Tit Super X PBC 67MC5 are complete dominant and overdominant, respectively. Broad-sense and narrow-sense heritability values of pepper resistance traits are medium.

(4)

RINGKASAN

IZMI YULIANAH. Studi Pewarisan Karakter Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum). Di bawah bimbingan SRIANI SUJIPRIHATI, WIDODO, dan KIKIN H MUTAQIN.

Cabai adalah salah satu sayuran penting di Indonesia, yang produktivitasnya masih rendah (6.39 ton/ha) dan di bawah potensi produksi (12 ton/ha). Salah satu kendala adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh

Ralstonia solanacearum. Penggunaan varietas cabai tahan penyakit merupakan upaya pengendalian yang efektif dan ekonomis. Perakitan varietas cabai tahan layu bakteri akan efektif apabila informasi pola pewarisan karakter ketahanan telah diketahui.

Penelitian dilaksanakan dalam dua kegiatan, yaitu (1) skrining ketahanan cabai terhadap layu bakteri dan (2) studi pewarisan karakter ketahanan cabai terhadap layu bakteri. Kegiatan pertama bertujuan mendapatkan tetua untuk studi pewarisan. Percobaan ini menggunakan 9 genotipe cabai koleksi AVRDC dan Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman IPB dengan isolat bakteri dari Ciherang Bogor. Skrining dengan inokulasi buatan menghasilkan 5 tetua tahan yaitu Jatilaba, PBC 1367, ICPN 12#4, PBC 473, dan Tit Super, satu genotipe agak tahan (TM 999), satu genotipe agak rentan (0209-4), dan dua genotipe rentan (Randu dan PBC 67MC5). Kegiatan kedua bertujuan untuk mempelajari pewarisan karakter ketahanan cabai terhadap layu bakteri yang meliputi aksi gen, jumlah gen pengendali, nilai duga heritabilitas, dan ada tidaknya pengaruh tetua betina yang mengendalikan karakter ketahanan tersebut. Percobaan ini menggunakan populasi (P1, P2, F1, F1R, BC1P1, BC1P2, dan F2) yang berasal dari

persilangan PBC 473 x PBC 67MC5 dan persilangan Tit Super x PBC 67MC5. Hasil percobaan menunjukkan kesamaan pada kedua persilangan dimana tidak ada efek maternal berdasarkan uji t pada F1 dan F1R. Segregasi populasi F2 memiliki

nisbah 55 : 9 (tahan : rentan) yang mengindikasikan bahwa karakter ketahanan terhadap layu bakteri dikendalikan oleh tiga pasang gen mayor dengan aksi epistasis dominan dan resesif duplikat. Derajat dominansi persilangan PBC 473 x PBC 67MC5 adalah dominan sempurna, sedangkan persilangan Tit Super x PBC 67MC5 adalah overdominan. Heritabilitas arti luas dan arti sempit karakter ketahanan terhadap layu bakteri pada kedua persilangan adalah sedang.

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007. Hak cipta dilindungi Undang-undang.

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

STUDI PEWARISAN KARAKTER KETAHANAN CABAI

(Capsicum annuum L.) TERHADAP LAYU BAKTERI

(Ralstonia solanacearum)

IZMI YULIANAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

NIM : A351030011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Sriani Sujiprihati, MS. Ketua

Dr.Ir. Widodo, MS. Dr. Ir. Kikin H Mutaqin, MSi.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 27 Juli 1975 sebagai anak

sulung dari pasangan H. Slamet Harun dan Hj. Umroh. Penulis menikah dengan

Abdul Basit pada tahun 2000 dan telah dikaruniai dua putri.

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pemuliaan Tanaman,

Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, lulus pada tahun 1998. Pada tahun

2003, penulis diterima di Program Studi Agronomi pada sekolah Pascasarjana IPB.

Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari DIKTI.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Program Studi Pemuliaan

(9)

kasih sayangNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian ini adalah Studi Pewarisan Karakter Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum).

Terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS., Bapak Dr. Ir. Widodo, MS., dan Bapak Dr. Ir. Kikin H. Mutaqin, MSi., selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi arahan, bimbingan, saran dan motivasi sejak perencanaan penelitian sampai penyusunan tesis ini selesai.

2. Bapak Dr. Ir. M. Syukur, MSi, selaku dosen penguji luar komisi yang telah banyak memberi masukan.

3. Rektor dan Dekan Universitas Brawijaya yang telah memberikan ijin belajar. 4. DIKTI, yang telah memberikan beasiswa BPPS.

5. Tim Program Penelitian Kerjasama Faperta IPB-AVRDC yang diketuai oleh Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat MSc., yang telah memberi dana untuk penelitian ini.

6. Kepala Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen AGH IPB dan Kepala Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB, yang telah memberikan ijin untuk menggunakan fasilitas Laboratorium selama penelitian.

7. Ibu Dr. Ir. Rahmi Yunianti, MSi., yang telah banyak memberi masukan dan motivasi melalui diskusi.

8. Ibu Ir. Ivonne Oley Sumarauw, MS., Dr. Ir. Abjad Asih, MSi. dan Bapak Dr. Ir Giyanto, MSi., yang telah banyak memberi masukan selama proses penelitian.

9. Ibu Ade, yang telah banyak membantu selama persilangan di Tajur

10.Teman-teman satu tim penelitian cabai : Zahrotul Millah, Agus Riyanto, Yulia Irawati, Latifah, terima kasih atas kebersamaan dan motivasinya. Teman-teman Program Studi Agronomi 2003 (Mba Niken, Apri, Uni Upik, Teh Rini, Ade, Reni, Imay, Nila), teman-teman di Laboratorium Bakteri, serta adik-adik di Turfgrass, terima kasih atas kebersamaannya. Siti Marwiyah dan Undang, yang telah banyak membantu.

11.Ayahanda H. Slamet Harun (Alm), nasehat bapak untuk terus mencari ilmu akan selalu ananda kenang. Ibunda Hj. Umroh, yang telah banyak memanjatkan do’a dan kasih sayangnya.

12.Suami tercinta Abdul Basit, atas kesabaran, pengertian dan banyak membantu selama penelitian dan tidak bosan memberi dorongan dengan kasih sayang dan do’anya. Dua putri penyejuk hati Hanin Maulida Fasya dan Nida Shofiya Fasya, wajah polosnya menjadi peneguh untuk selalu mencari Ridho-Nya. 13.Semua pihak yang telah membantu selama penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan

Bogor, November 2007

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….

DAFTAR GAMBAR ………...

DAFTAR LAMPIRAN………...

PENDAHULUAN... Latar Belakang………. Tujuan Penelitian………. Hipotesis………... Manfaat Penelitian………...

TINJAUAN PUSTAKA………

Botani dan syarat tumbuh tanaman cabai………... Penyakit layu bakteri……… Gejala penyakit layu bakteri pada cabai………... Pemuliaan untuk ketahanan tanaman terhadap layu bakteri………...

BAHAN DAN METODE ……….

Waktu dan Tempat………... Bahan……….. Metode……… Percobaan1. Skrining ketahanan cabai terhadap layu bakteri…….. Skrining ketahanan cabai terhadap layu bakteri pada lahan

yang terinfestasi alami ... Skrining ketahanan cabai terhadap layu bakteri dengan dengan inokulasi buatan... Percobaan 2. Studi pewarisan karakter ketahanan cabai terhadap Layu bakteri... Pembentukan populasi dasar ... Studi pewarisan karakter ketahanan cabai terhadap layu bakteri...

(11)

(Ralstonia solanacearum)

IZMI YULIANAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Pewarisan Karakter Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2007

Izmi Yulianah

(13)

IZMI YULIANAH. Inheritance of Pepper (Capsicum annuum) Resistance Trait

to Bacterial Wilt (Ralstonia solanacearum). Supervised by SRIANI

SUJIPRIHATI, WIDODO, and KIKIN H MUTAQIN.

Pepper is one of the most important vegetable in Indonesia, whose productivity (6.49 ton/ha) is still lower than its potential production (12 ton/ha). One of the limiting factor is bacterial wilt disease caused by Ralstonia solanacearum. The use of resistant pepper varieties is considered to be the most effective and efficient disease control program. The breeding for resistant pepper varieties to bacterial wilt disease would be effective if the information of the inheritance pattern of resistance is available.

The research involved two activities, i.e. (1) screening for resistant peppers to bacterial wilt, and (2) study on inheritance of pepper resistance trait to bacterial wilt.

The objective of the first activity was to obtain parental candidates of parental pepper for inheritance study. Nine genotypes of pepper from AVRDC and Laboratory of Genetic and Plant Breeding, Bogor Agricultural University, were screened by artificial inoculation of with R. solanacearum CHG 7 isolate. The result of screening showed that five genotypes are resistant (Jatilaba, PBC 1367, ICPN 12#4, PBC 473, and Tit Super), one genotype is slightly resistant (TM 999), one genotype is slightly susceptible (0209-4) and two genotypes are susceptible (Randu and PBC 67MC5).

The objective of the second activity was to study inheritance of pepper resistance traits to bacterial wilt including gene action, number of controlling genes, heritability value, and the maternal effect. Population used in this experiment were P1, P2, F1, F1R, BC1P1, BC1P2, and F2 which derived from the

crossing of PBC 473 x PBC 67MC5 and the crossing of Tit Super x PBC 67MC5. The result of this experiment showed that there is no maternal effect based on t-test of F1 and F1R. The segregation of F2 population had a ratio of 55 : 9 (resistant

: susceptible) which indicated that resistance trait to bacterial wilt is controlled by three genes with duplicate recessive and dominant epistasis. The degree of dominance of PBC 473 X PBC 67MC5 and Tit Super X PBC 67MC5 are complete dominant and overdominant, respectively. Broad-sense and narrow-sense heritability values of pepper resistance traits are medium.

(14)

RINGKASAN

IZMI YULIANAH. Studi Pewarisan Karakter Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum). Di bawah bimbingan SRIANI SUJIPRIHATI, WIDODO, dan KIKIN H MUTAQIN.

Cabai adalah salah satu sayuran penting di Indonesia, yang produktivitasnya masih rendah (6.39 ton/ha) dan di bawah potensi produksi (12 ton/ha). Salah satu kendala adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh

Ralstonia solanacearum. Penggunaan varietas cabai tahan penyakit merupakan upaya pengendalian yang efektif dan ekonomis. Perakitan varietas cabai tahan layu bakteri akan efektif apabila informasi pola pewarisan karakter ketahanan telah diketahui.

Penelitian dilaksanakan dalam dua kegiatan, yaitu (1) skrining ketahanan cabai terhadap layu bakteri dan (2) studi pewarisan karakter ketahanan cabai terhadap layu bakteri. Kegiatan pertama bertujuan mendapatkan tetua untuk studi pewarisan. Percobaan ini menggunakan 9 genotipe cabai koleksi AVRDC dan Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman IPB dengan isolat bakteri dari Ciherang Bogor. Skrining dengan inokulasi buatan menghasilkan 5 tetua tahan yaitu Jatilaba, PBC 1367, ICPN 12#4, PBC 473, dan Tit Super, satu genotipe agak tahan (TM 999), satu genotipe agak rentan (0209-4), dan dua genotipe rentan (Randu dan PBC 67MC5). Kegiatan kedua bertujuan untuk mempelajari pewarisan karakter ketahanan cabai terhadap layu bakteri yang meliputi aksi gen, jumlah gen pengendali, nilai duga heritabilitas, dan ada tidaknya pengaruh tetua betina yang mengendalikan karakter ketahanan tersebut. Percobaan ini menggunakan populasi (P1, P2, F1, F1R, BC1P1, BC1P2, dan F2) yang berasal dari

persilangan PBC 473 x PBC 67MC5 dan persilangan Tit Super x PBC 67MC5. Hasil percobaan menunjukkan kesamaan pada kedua persilangan dimana tidak ada efek maternal berdasarkan uji t pada F1 dan F1R. Segregasi populasi F2 memiliki

nisbah 55 : 9 (tahan : rentan) yang mengindikasikan bahwa karakter ketahanan terhadap layu bakteri dikendalikan oleh tiga pasang gen mayor dengan aksi epistasis dominan dan resesif duplikat. Derajat dominansi persilangan PBC 473 x PBC 67MC5 adalah dominan sempurna, sedangkan persilangan Tit Super x PBC 67MC5 adalah overdominan. Heritabilitas arti luas dan arti sempit karakter ketahanan terhadap layu bakteri pada kedua persilangan adalah sedang.

(15)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007. Hak cipta dilindungi Undang-undang.

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(16)

STUDI PEWARISAN KARAKTER KETAHANAN CABAI

(Capsicum annuum L.) TERHADAP LAYU BAKTERI

(Ralstonia solanacearum)

IZMI YULIANAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

NIM : A351030011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Sriani Sujiprihati, MS. Ketua

Dr.Ir. Widodo, MS. Dr. Ir. Kikin H Mutaqin, MSi.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 27 Juli 1975 sebagai anak

sulung dari pasangan H. Slamet Harun dan Hj. Umroh. Penulis menikah dengan

Abdul Basit pada tahun 2000 dan telah dikaruniai dua putri.

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pemuliaan Tanaman,

Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, lulus pada tahun 1998. Pada tahun

2003, penulis diterima di Program Studi Agronomi pada sekolah Pascasarjana IPB.

Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari DIKTI.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Program Studi Pemuliaan

(19)

kasih sayangNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian ini adalah Studi Pewarisan Karakter Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum).

Terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS., Bapak Dr. Ir. Widodo, MS., dan Bapak Dr. Ir. Kikin H. Mutaqin, MSi., selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi arahan, bimbingan, saran dan motivasi sejak perencanaan penelitian sampai penyusunan tesis ini selesai.

2. Bapak Dr. Ir. M. Syukur, MSi, selaku dosen penguji luar komisi yang telah banyak memberi masukan.

3. Rektor dan Dekan Universitas Brawijaya yang telah memberikan ijin belajar. 4. DIKTI, yang telah memberikan beasiswa BPPS.

5. Tim Program Penelitian Kerjasama Faperta IPB-AVRDC yang diketuai oleh Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat MSc., yang telah memberi dana untuk penelitian ini.

6. Kepala Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen AGH IPB dan Kepala Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB, yang telah memberikan ijin untuk menggunakan fasilitas Laboratorium selama penelitian.

7. Ibu Dr. Ir. Rahmi Yunianti, MSi., yang telah banyak memberi masukan dan motivasi melalui diskusi.

8. Ibu Ir. Ivonne Oley Sumarauw, MS., Dr. Ir. Abjad Asih, MSi. dan Bapak Dr. Ir Giyanto, MSi., yang telah banyak memberi masukan selama proses penelitian.

9. Ibu Ade, yang telah banyak membantu selama persilangan di Tajur

10.Teman-teman satu tim penelitian cabai : Zahrotul Millah, Agus Riyanto, Yulia Irawati, Latifah, terima kasih atas kebersamaan dan motivasinya. Teman-teman Program Studi Agronomi 2003 (Mba Niken, Apri, Uni Upik, Teh Rini, Ade, Reni, Imay, Nila), teman-teman di Laboratorium Bakteri, serta adik-adik di Turfgrass, terima kasih atas kebersamaannya. Siti Marwiyah dan Undang, yang telah banyak membantu.

11.Ayahanda H. Slamet Harun (Alm), nasehat bapak untuk terus mencari ilmu akan selalu ananda kenang. Ibunda Hj. Umroh, yang telah banyak memanjatkan do’a dan kasih sayangnya.

12.Suami tercinta Abdul Basit, atas kesabaran, pengertian dan banyak membantu selama penelitian dan tidak bosan memberi dorongan dengan kasih sayang dan do’anya. Dua putri penyejuk hati Hanin Maulida Fasya dan Nida Shofiya Fasya, wajah polosnya menjadi peneguh untuk selalu mencari Ridho-Nya. 13.Semua pihak yang telah membantu selama penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan

Bogor, November 2007

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….

DAFTAR GAMBAR ………...

DAFTAR LAMPIRAN………...

PENDAHULUAN... Latar Belakang………. Tujuan Penelitian………. Hipotesis………... Manfaat Penelitian………...

TINJAUAN PUSTAKA………

Botani dan syarat tumbuh tanaman cabai………... Penyakit layu bakteri……… Gejala penyakit layu bakteri pada cabai………... Pemuliaan untuk ketahanan tanaman terhadap layu bakteri………...

BAHAN DAN METODE ……….

Waktu dan Tempat………... Bahan……….. Metode……… Percobaan1. Skrining ketahanan cabai terhadap layu bakteri…….. Skrining ketahanan cabai terhadap layu bakteri pada lahan

yang terinfestasi alami ... Skrining ketahanan cabai terhadap layu bakteri dengan dengan inokulasi buatan... Percobaan 2. Studi pewarisan karakter ketahanan cabai terhadap Layu bakteri... Pembentukan populasi dasar ... Studi pewarisan karakter ketahanan cabai terhadap layu bakteri...

(21)

Heritabilitas...

SIMPULAN ...

SARAN...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN...

49

53

53

54

59

(22)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Pengelompokan biovar R. solanacearum berdasarkan kemampuannya menggunakan karbohidrat………...

Penentuan indeks penyakit pada tanaman cabai yang terserang penyakit layu bakteri………...

Respon ketahanan cabai merah terhadap layu bakteri (R.solanacearum) berdasarkan kejadian penyakit dan indeks penyakit ………

Jumlah tanaman dari masing-masing populasi pada setiap persilangan…...

Klasifikasi derajat dominansi berdasarkan nilai potensi rasio…...

Nisbah fenotipik frekuensi karakter resistensi tanaman terhadap penyakit yang dikendalikan oleh gen mayor dalam populasi

bersegregasi F2………...

Nilai rata-rata kejadian penyakit dan masa inkubasi pada genotipe-genotipe cabai dan respon ketahanan terhadap layu bakteri pada lahan terinfestasi alami………...

Respon ketahanan 9 genotipe cabai terhadap layu bakteri isolat CHG7 berdasarkan inokulasi buatan………...

Hasil persilangan pembentukan populasi dasar untuk studi pewarisan karakter ketahanan terhadap layu bakteri...

Nilai rata-rata, standar deviasi, dan ragam indeks penyakit pada setiap populasi persilangan PBC 473 x PBC 67MC5...

Nilai rata-rata, standar deviasi, dan ragam indeks penyakit pada setiap populasi persilangan Tit Super x PBC 67MC5...

Nilai rata-rata dan standar deviasi indeks penyakit pada populasi F1 dan F1R yang diinokulasi R. solanacearum...

Nilai rata-rata dan standar deviasi indeks penyakit pada tetua (P1 dan P2) dan populasi F1 yang diinokulasi R. solanacearum serta nilai hp pada kedua persilangan ...

8

19

20

24

27

29

32

33

36

37

37

38

(23)

15.

16.

.

Hasil uji χ2 pada populasi F2 (Tit Super x PBC 67MC5) berdasarkan indeks penyakit dengan beberapa nisbah Mendel ...

Jumlah pasangan gen, jumlah gamet pada F1, jumlah genotipe, jumlah fenotipe, dan jumlah populasi minimum pada F2...

45

46

(24)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15

Koloni R. solanacearum CHG 7 pada media TTC (A) dan pada media King’s B (B).………...

Bagan alir penelitian………..

Tahapan isolasi dan persiapan inokulum R. Solanacearum...

Inokulasi pada cabai dengan metode penyiraman…………..……...

Gejala layu yang dimulai pada daun-daun muda sampai layu permanen………...

Skema persilangan pembentukan populasi dasar………..

Teknik persilangan buatan pada cabai………..

Sungkup individu tanaman pada tanaman F1 dan tetua……….

Skoring (0 – 5) gejala serangan R. solanacearum untuk penentuan Indeks penyakit ...

Gejala layu mulai minggu ke-3 (kiri) dan minggu ke-8 (kanan) pada lahan terinfestasi alami...

Gejala pada pangkal batang, aliran massa bakteri, dan suspensi yang berwarna keruh...

Skema posisi relatif nilai tengah F1 terhadap kedua tetuanya

berdasarkan indeks penyakit pada dua populasi persilangan...

Histogram sebaran frekuensi indeks penyakit pada populasi P1, P2,

F1, BC1P1, BC1P2 dan F2 persilangan PBC 473 x PBC

67MC5...

Histogram sebaran frekuensi indeks penyakit pada populasi P1, P2,

F1, BC1P1, BC1P2 dan F2 persilangan Tit Super x PBC

67MC5...

Dugaan genotipe-genotipe pada tanaman BC1P1...

(25)

No. Halaman

1.

2.

3.

4.

5.

Daftar genotipe-genotipe bahan penelitian……….

Uji respon hipersensitif, uji Gram, dan uji fluoresensi

R. solanacearum ………...

Data masa inkubasi 9 genotipe berdasarkan inokulasi buatan

dengan R. solanacearum………...

Penampilan buah PBC 473, PBC 67MC5, F1(PBC 473 x PBC

67MC5) dan F1R(PBC67MC5 x PBC 473)………...

Penampilan Tit Super, PBC 67MC5 dan F1R (PBC 67MC5 x Tit

Super)...

60

61

62

65

66

(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai (Capsicum annuum) berasal dari Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Saat ini cabai telah dibudidayakan secara luas di berbagai negara.

Tanaman ini masuk ke Indonesia sekitar 450-500 tahun lalu yang dibawa oleh

orang Portugis (Berke 2002). Di Indonesia cabai merupakan sayuran penting,

dengan luas lahan mencapai 10.96% dibandingkan dengan total luas lahan

sayuran lainnya pada tahun 2005 (Direktorat Jenderal Hortikultura 2006).

Permintaan buah cabai cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring

dengan penggunaan cabai yang cukup banyak oleh masyarakat dalam kehidupan

sehari-hari, baik dalam bentuk segar maupun sebagai bahan baku industri seperti

makanan, obat-obatan dan kosmetik (Duriat 1995). Cabai mengandung zat-zat

gizi yang sangat penting untuk kesehatan manusia seperti protein, lemak,

karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin C, A dan E serta senyawa-senyawa

alkaloid seperti capsaicin, flavonoid, dan minyak esensial. Vitamin C yang

terkandung pada cabai cukup tinggi yaitu 18 mg/100 g (Wiryanta 2003),

provitamin A pada cabai yaitu carotenoids β-carotene dan β-cryptoxanthin,

keduanya merupakan antioksidan (AVRDC 2004a). Senyawa capsaicin yang

terkandung di dalam buah cabai menyebabkan rasa pedas dan juga berfungsi

melancarkan sirkulasi peredaran darah (Wiryanta 2003).

Peningkatan permintaan cabai belum diimbangi dengan produktivitas

cabai. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006), pada tahun 2005

produktivitas mencapai 6.39 ton/ha. Produktivitas cabai ini menurun dari dua

tahun sebelumnya yang mencapai 6.49 ton/ha pada tahun 2004 dan 6.72 ton/ha

pada tahun 2003. Produktivitas cabai di Indonesia ini masih jauh dari potensi

produksi yang mencapai 18 ton/ha (Kusandriani 1996a). Rendahnya produktivitas

cabai antara lain disebabkan serangan hama dan patogen, kurang tersedianya

benih berkualitas, teknologi budidaya, dan pasca panen.

Salah satu penyakit penting pada cabai adalah layu bakteri yang

(27)

bakteri cukup berbahaya, karena pada tingkat serangan berat dapat menyebabkan

kematian tanaman dan kegagalan panen sehingga menimbulkan kerugian atau

penurunan hasil yang relatif besar (Semangun 1994).

Penyakit layu bakteri ini sulit dikendalikan, karena R. solanacearum merupakan bakteri yang sangat destruktif dan memiliki kisaran inang yang luas

pada tanaman budidaya (tomat, kentang, cabai, kacang tanah, pepaya dll),

tanaman hias, dan gulma di daerah tropik maupun subtropik. Bakteri ini

tergolong patogen terbawa tanah (soil-borne) dan dapat bertahan hidup pada tanaman inang alternatif dan gulma (Abdullah & Rahman 1998). Kemampuan

bertahan hidup bakteri di dalam tanah semakin tinggi, terutama pada lahan-lahan

yang terus menerus ditanami inang yang rentan.

Upaya pengendalian penyakit layu bakteri dengan rotasi tanaman dan

tumpangsari hanya mengurangi keparahan penyakit (Hartman & Elphinstone

1994). Pengendalian dengan bakterisida secara terus menerus dan tidak bijaksana

akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan seperti matinya musuh-musuh

alami dan timbulnya resistensi pada patogen. Penggunaan varietas cabai yang

tahan merupakan upaya pengendalian yang efektif dan ekonomis serta ramah

lingkungan.

Varietas cabai yang tahan dapat dihasilkan melalui seleksi plasma nutfah

dan melalui persilangan antara tetua yang terpilih. Hartman & Elphinstone (1994)

telah mengevaluasi 81 genotipe Capsicum annuum dan lima genotipe tergolong tahan terhadap layu bakteri. Khairul (2005) telah mengevaluasi 23 genotip cabai

dan empat diantaranya tergolong tahan (PBC 473, Cingis Kecil, PBC 743 Chinda

2, dan Randu).

Varietas yang tahan dapat diperoleh antara lain melalui persilangan.

Persilangan merupakan cara untuk menggabungkan gen yang diinginkan. Jika

sumber gen ketahanan terdapat dalam satu spesies maka persilangan akan lebih

mudah dengan keberhasilan yang cukup tinggi dan sedikit sekali terjadi

inkompatibilitas. Perbaikan karakter yang diinginkan menjadi efektif apabila

(28)

3

Pewarisan suatu karakter mempunyai arti penting dalam menentukan

strategi pemuliaan tanaman yang efektif untuk perbaikan karakter yang

diinginkan. Pengetahuan mengenai aksi gen terkait dengan apakah ketahanan

dikendalikan oleh aksi dominan atau resesif. Demikian juga jumlah gen

pengendali, apakah dikendalikan oleh satu gen (monogenik), sedikit gen

(oligogenik), banyak gen (poligenik), atau pewarisan sitoplasmik

(ekstrakromosom) (Russel 1981). Falconer (1998) mengemukakan bahwa aksi gen

dan jumlah gen pengendali, nilai duga heritabilitas, dan ada tidaknya pengaruh

tetua betina yang mengendalikan karakter tersebut merupakan hal penting dalam

mempelajari sifat genetika karakter ketahanan.

Beberapa hasil penelitian mengenai pewarisan karakter ketahanan terhadap

layu bakteri masih belum konsisten. Monma & Sakata (1993) melaporkan bahwa

karakter ketahanan tomat terhadap layu bakteri dikendalikan oleh aksi gen resesif

dengan karakter kualitatif maupun kuantitatif, sedangkan Osiru et al. (2001) melaporkan bahwa ketahanan tomat terhadap layu bakteri dikendalikan oleh dua

gen. Lafortune et al (2005), melaporkan karakter ketahanan cabai terhadap layu bakteri dikendalikan oleh sedikit gen dan dipengaruhi oleh efek aditif.

Berdasarkan hal tersebut studi pewarisan karakter ketahanan cabai terhadap layu

bakteri masih perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi ketahanan genotipe cabai terhadap layu bakteri.

2. Mempelajari pola pewarisan karakter ketahanan cabai terhadap penyakit layu

bakteri yang meliputi aksi gen, jumlah gen pengendali, nilai duga

heritabilitas, dan ada tidaknya pengaruh tetua betina yang mengendalikan

(29)

Hipotesis Penelitian

1. Adanya genotipe cabai yang tahan dan genotipe rentan terhadap layu bakteri

yang dipilih menjadi tetua untuk studi pewarisan.

2. Ketahanan cabai terhadap layu bakteri dikendalikan oleh sedikit gen

(oligogenik).

3. Tidak adanya pengaruh tetua betina dalam mengendalikan karakter ketahanan

cabai terhadap layu bakteri.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menghasilkan

informasi mengenai pola pewarisan karakter ketahanan cabai terhadap penyakit

layu bakteri. Informasi ini berguna untuk merancang program pemuliaan yang

efektif dalam merakit kultivar cabai yang tahan terhadap layu bakteri dan berdaya

(30)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Genus Capsicum termasuk ke dalam famili Solanaceae yang terdiri atas 20 -30 spesies. Ahli taksonomi modern mengenalkan lima spesies yang telah

dibudidayakan yaitu: Capsicum annuum L., C. frutescens L., C. chinense,

C. pubescens dan C. baccatum L. Lima spesies tersebut berasal dari nenek moyang yang berbeda di tiga pusat daerah penyebaran. Pusat penyebaran primer

untuk Capsicum annuum adalah Meksiko, sedangkan pusat sekunder adalah Guatemala. Pusat penyebaran primer C. chinense dan C. frutescens adalah daerah Amazonia, sedangkan untuk C. baccatum dan C. pubescens adalah Peru dan Bolivia (Greenleaf 1986).

Cabai adalah tanaman herba tropika yang biasanya ditanam sebagai tanaman

setahun (Bosland & Votava 2000). Perakaran tanaman cabai memiliki sistem

perakaran dangkal yang diawali dengan akar tunggang kemudian tumbuh akar

rambut ke samping. Batang utama tanaman tegak, berkayu dan bercabang banyak

dengan tinggi sekitar 45 – 150 cm. Tipe percabangan tegak atau menyebar

tergantung spesiesnya (Rubatzky & Yamaguchi 1997).

Daun cabai merupakan daun tunggal dengan helai daun berbentuk ovate, elliptic atau lanceolate. Daun cabai mempunyai keragaman ukuran, bentuk dan warna. Warna daun biasanya hijau muda sampai hijau tua, juga ditemukan warna

ungu, variegata dan agak kekuningan. Cabai mempunyai tangkai daun pendek

sampai panjang bergantung spesies dan kultivarnya. Daun-daun tumbuh pada

tunas-tunas samping tersusun berurutan, sedangkan pada batang utama dan

tunggal secara spiral (Kusandriani 1996b; Bosland & Votava 2000).

Seperti umumnya famili Solanaceae, bunga cabai berbentuk seperti

terompet. Bunga cabai umumnya bersifat tunggal dan tumbuh pada ujung ruas dan

merupakan bunga sempurna (hermaprodit), dimana bunga jantan dan betina

terdapat pada satu bunga. Mahkota bunga berwarna putih atau ungu tergantung

kultivarnya, helaian mahkota bunga berjumlah lima atau enam helai. Setiap bunga

mempunyai satu putik (stigma), kepala putik berbentuk bulat dan berwarna kuning

(31)

berbentuk lonjong berwarna biru keunguan. Pada saat antesis tangkai bunga

umumnya merunduk. Bunga pertama terbentuk pada umur 21-31 hari sesudah

tanam (HST) dan buah pertama mulai terbentuk pada umur 29 – 40 HST

(Greenleaf 1986; Kusandriani 1996b).

Tepung sari berbentuk lonjong, terdiri dari tiga segmen, berwarna kuning

mengkilat. Dalam kotak sari berkembang sekitar 11 000 sampai 18 000 butir

tepung sari. Bunga normal berisi 1 – 1.5 mg tepung sari. Ketika tepung sari

menempel pada stigma, terjadi imbibisi dan ukurannya meningkat dua kali ukuran

normal. Temperatur udara berpengaruh besar pada perkembangan dan viabilitas

tepung sari. Suhu optimal untuk perkecambahan tepung sari yaitu 20 – 25 oC

(Kusandriani 1996b; Bosland & Votava 2000).

Bunga betina terdiri atas bakal buah, tangkai putik dan kepala putik. Bakal

buah bentuknya berubah-ubah, demikian pula warnanya berubah mengikuti warna

buah pada waktu proses pematangan. Posisi dan ukuran stigma sangat

berpengaruh pada terjadinya penyerbukan silang. Pada bunga yang kepala

putiknya lebih tinggi dari kotak sari memungkinkan terjadi penyerbukan silang.

Pada bunga yang letak kepala putiknya lebih rendah dari kotak sari akan terjadi

penyerbukan sendiri (Kusandriani 1996b).

Cabai merupakan tanaman menyerbuk sendiri ditandai dengan benang sari

dan putik terdapat dalam satu bunga (hermaprodit), akan tetapi penyerbukan

silang dapat juga terjadi secara alami, terutama dengan bantuan lebah.

Penyerbukan silang di lapang mencapai 7.6 – 36.8%, dengan rata-rata 16.5%.

Setelah terjadi penyerbukan, akan terjadi pembuahan. Tanaman cabai mempunyai

jumlah kromosom 2n = 24 (Greenleaf 1986).

Pada saat pembentukan buah, mahkota bunga akan rontok tetapi kelopak

bunga tetap menempel pada buah. Bentuk buah bervariasi mulai dari panjang

lurus, lurus dengan ujung agak melengkung, sampai melintir. Panjang buah

berkisar antara 9 – 18 cm bergantung varietas. Buah matang dalam waktu 34 - 40

hari setelah pembuahan, bentuk ujungnya runcing atau tumpul. Permukaan kulit

dan warna buah bervariasi dari halus sampai bergelombang, warna mengkilat

sampai kusam, hijau, kuning, coklat atau kadang-kadang ungu pada waktu muda

(32)

7

menurut kultivarnya. Di dalam rongga buah terdapat placenta sebagai tempat

melekatnya biji. Biji memiliki kulit biji yang keras. Di dalam biji terdapat

endosperma dan ovul. Warna biji C. annuum kuning jerami, hanya C. pubescens

berwarna hitam (Kusandriani 1996b).

Perkecambahan biji cabai memerlukan suhu optimum sekitar 30 oC,

sedangkan untuk pertumbuhan optimum tanaman diperlukan suhu rata-rata harian

20 – 30 oC. Pada suhu kurang dari 15 oC atau lebih dari 32 oC, perkecambahan

benih dan pertumbuhan tanaman umumnya terhambat. Tanaman cabai dapat

tumbuh di dataran rendah maupun tinggi hingga 3 000 m di atas permukaan laut

dan dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah (Rubatzky & Yamaguchi 1997).

Cabai tidak menghendaki curah hujan yang tinggi atau cuaca yang basah.

Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah antara 600 –

1 250 mm per tahun. Kondisi tersebut juga menyebabkan tanaman cabai akan

mudah terserang patogen. Cabai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan

drainase dan aerasi tanah cukup baik. Tanah yang paling ideal adalah yang

mengandung bahan organik sekurang-kurangnya 1.5% dan mempunyai pH 6.0 –

6.5 (Sumarni 1996).

Penyakit layu bakteri

Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum

(E.F.Smith) yang sebelumnya bernama Pseudomonas solanacearum (E.F.Smith) (Yabuuchi et al. 1995). Menurut Hayward (1985), lebih dari 35 famili dan 200 spesies tanaman baik yang bernilai maupun tidak bernilai ekonomis dapat menjadi

inang. Tanaman dari famili Solanaceae seperti tomat dan cabai merupakan inang

yang rentan terhadap serangan bakteri ini (Machmud 1985).

R. solanacearum merupakan bakteri berbentuk batang, Gram negatif, aerobik, tidak membentuk spora, tidak berkapsul dan sering bersifat non motil.

Isolat yang virulen umumnya tidak berflagelum dan non motil, sedangkan isolat

yang tidak virulen biasanya mengandung 1- 4 flagela polar dan motil (Kelman

1953).

Bakteri ini mempunyai bentuk koloni yang bervariasi, untuk membedakan

(33)

triphenyl tetrazolium chlorida (TTC). Koloni strain virulen bentuknya tidak beraturan seperti berair, berwarna putih dengan pusat merah muda. Koloni strain

avirulen berbentuk bundar, ukurannya lebih kecil, warnanya mula-mula merah,

kemudian menjadi merah gelap sesuai umurnya (Hayward 1985).

Klasifikasi R. solanacearum dibagi menjadi dua sistem, yaitu sistem ras dan biovar. Ras dan biovar merupakan pengelompokan secara informal pada tingkat

intra sub-spesies. Ras 1 mempunyai kisaran inang yang cukup luas di antaranya

famili Solanaceae dan Leguminosae. Ras 2 menyerang Musa spp dan Heliconia

spp. dengan kisaran inang terbatas di Amerika Tropis dan Asia. Ras 3 menyerang

kentang dengan kisaran inang di daerah tropis dan subtropis. Ras 4 menyerang

jahe yang berasal dari Filipina. Ras 5 menyerang mulberry (Persley et al. 1985). Menurut Semangun (1994), di Indonesia ras yang dominan ditemukan adalah ras

1 (strain Solanaceae) dan ras 3 ( strain kentang).

Sistem biovar didasarkan pada karakteristik biokimia, kemampuan

menggunakan atau menghidrolisa beberapa senyawa alkohol heksosa dan

disakarida. Strain R. solanacearum yaitu biovar 1, 2, 3, 4, dan 5 (Hayward 1964). Kelima biovar dapat diidentifikasi berdasarkan kemampuannya mengoksidasi tiga

senyawa disakarida (selobiosa, laktosa, dan maltosa) dan tiga alkohol heksosa

(dulsitol, manitol, dan sorbitol) (Tabel 1).

Tabel 1. Pengelompokan biovar R. solanacearum berdasarkan kemampuannya menggunakan karbohidrat (Hayward 1964)

Reaksi biovar

Sumber karbon 1 2 3 4 5

Selobiosa Laktosa Maltosa Manitol Sorbitol Dulsitol - - - - - - + + + - - - + + + + + + - - - + + + + + + + - -

+ = Reaksi positif atau mengubah warna medium dari biru menjadi kuning, - = Reaksi negatif atau tidak mengubah warna medium.

(34)

9

Virulensi R. solanacearum cenderung cepat menurun pada media biakan. Isolat bakteri yang disimpan pada media cair juga dapat kehilangan virulensi, dan

viabilitasnya dengan cepat, berubah menjadi koloni yang tidak virulen (Hooker

1990).

Bakteri R. solanacearum umumnya masuk ke dalam jaringan tanaman inang melalui luka yang terjadi pada waktu bercocok tanam, melalui

lubang-lubang alami (lentisel), melalui pertumbuhan akar sekunder, melalui akar yang

luka akibat tusukan nematoda. Setelah masuk ke tanaman, bergerak secara

sistemik mengikuti aliran cairan dalam pembuluh xilem ke bagian tanaman lain

(AVRDC 2004b).

Gejala Penyakit Layu Bakteri pada Cabai

Gejala penyakit layu bakteri R. solanacearum dapat dilihat pada setiap fase pertumbuhan tanaman. Menurut Semangun (1994), jenis dan parahnya gejala

penyakit sangat dipengaruhi oleh virulensi bakteri, ketahanan varietas, waktu

terjadinya infeksi, dan kondisi lingkungan pertumbuhan tanaman.

Gejala serangan biasanya terlihat dengan terjadinya kelayuan.

Kadang-kadang kelayuan tidak berkembang, tetapi tejadi pengkerdilan pada tanaman

muda, terutama pada varietas yang tahan (Wang 1998). Gejala pertama kali

terlihat pada umur 6-8 minggu. Daun-daun layu biasanya dimulai dari daun-daun

muda, dan masih sukulen. Apabila batang tanaman yang sakit dipotong, akan

terlihat berkas pembuluh yang berwarna coklat. Apabila batang ditekan akan

keluar eksudat berupa lendir yang berwarna putih susu (Hayward 1983). Potongan

batang yang sakit dimasukkan ke dalam tabung yang berisi air steril, akan terlihat

aliran massa bakteri yang berwarna putih yang keluar dari berkas pembuluh.

Aliran massa ini merupakan salah satu ciri khas layu bakteri yang

membedakannya dengan layu yang disebabkan oleh cendawan (Semangun 1994).

Pemuliaan untuk Ketahanan Tanaman terhadap Layu Bakteri

Tahapan yang penting dalam program pemuliaan tanaman untuk

menghasilkan varietas yang tahan terhadap penyakit adalah mendapatkan sumber

ketahanan dan menentukan pola pewarisan ketahanan tanaman serta sifat genetik

(35)

tahan ini dapat berasal dari varietas yang berbeda, varietas komersial, varietas

lokal, spesies liar sekerabat, spesies lain dalam satu genus atau genus lain (Kallo

1988).

Tahapan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik jika pengujian dilakukan

pada lingkungan epidemik bagi patogen, baik di laboratorium, rumah kaca

maupun lapangan. Masalah yang sering dihadapi adalah : 1) penentuan dan

penilaian ketahanan, 2) identifikasi genetik dari sifat ketahanan yang melibatkan

interaksi gen yang tidak sealel, kaitan gen, serta adanya bermacam-macam ras

fisiologi atau biotipe dari patogen. Penentuan dan penilaian ketahanan diperlukan

untuk membedakan antara tanaman yang tahan dan rentan secara tepat. Untuk

keperluan tersebut maka dalam setiap pengujian dan seleksi ketahanan tanaman

perlu diusahakan terciptanya lingkungan yang mampu memberikan kondisi

epifitotik patogen (Allard 1960; Russel 1981).

Ketahanan tanaman terhadap patogen dapat dibedakan sebagai ketahanan

horizontal dan ketahanan vertikal. Ketahanan horizontal dikendalikan oleh banyak

gen sehingga disebut ketahanan poligenik atau multigenik. Setiap gen tersebut

secara sendiri-sendiri tidak efektif mengatasi patogen dan memainkan peranan

yang kecil dari keseluruhan ketahanan horizontal. Gen-gen yang tercakup dalam

ketahanan horizontal memberi pengaruh dengan cara mengontrol tahap-tahap

proses fisiologis tanaman yang menyebabkan mekanisme pertahanan. Ketahanan

horizontal tidak melindungi tumbuhan dari infeksi yang terjadi, tetapi

memperlambat perkembangan patogen sehingga menurunkan penyebaran

penyakit dan perkembangan epidemik di lapangan. Ketahanan vertikal

dikendalikan oleh satu atau sedikit gen (monogenik atau oligogenik). Gen-gen

tersebut mengendalikan tahap-tahap dalam interaksi inang-patogen sehingga besar

peranannya dalam ekspresi ketahanan vertikal (ketahanan gen mayor). Ketahanan

vertikal menghambat perkembangan epidemik dengan membatasi inokulum awal

(Agrios 1997).

Tanaman tahan dan rentan dapat dibedakan dengan mudah jika ketahanan

dikendalikan oleh satu atau dua gen mayor atau disebut ketahanan kualitatif. Pada

keadaan tersebut ragam ketahanan akan menunjukkan ragam terputus atau

(36)

11

ketahanan dalam populasi yang bersegregasi bersifat kontinu dan tidak ada

perbedaan yang jelas antara individu tanaman tahan dan tanaman rentan. Oleh

karena itu pengukuran atau estimasi intensitas serangan dengan sistem pemberian

nilai skor atas gejala serangan diperlukan pada seleksi ketahanan (Russel 1981).

Ketahanan tanaman terhadap penyakit dapat merupakan sifat kualitatif

yang dikendalikan oleh gen mayor atau sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh

banyak gen minor. Allard (1960) membedakan sifat kualitatif dan sifat kuantitatif

sebagai berikut:

(1) Ciri sifat kualitatif adalah:

a. Adanya ragam terputus pada kurva sebaran frekuensi nilai ketahanan

dengan munculnya kembali ragam kedua tetua di dalam generasi memisah

(F2, BC, dan F3), dan munculnya kembali salah satu ragam tetua bila

terdapat pengaruh dominansi penuh dalam generasi F1.

b. Banyaknya macam fenotipe dalam populasi bersegregasi F2 bila terdapat

pengaruh dominansi penuh adalah p = (2)n dan bila tidak ada dominansi

penuh tetapi terdapat aksi epistasis adalah p = (3)n (p = banyak macam

fenotipe, n = jumlah pasangan yang berbeda alel antar kdua tetua).

(2) Ciri sifat kuantitatif adalah:

a. Adanya ragam kontinu pada kurva sebaran frekuensi dalam generasi

memisah dengan ragam F2 yang lebih besar dari ragam F1.

b. Banyak macam fenotipe dalam populasi generasi F2 adalah p = (2n + 1).

Agar program pemuliaan yang dilakukan menjadi efektif, pola pewarisan

karakter dimaksud terlebih dahulu harus diketahui. Informasi tentang ada tidaknya

efek maternal, aksi dan jumlah gen pengendali, dan nilai heritabilitas adalah

sangat penting. Ada tidaknya efek maternal dapat diuji dengan membandingkan

data pengamatan pada F1 dan F1R.

Petr & Frey (1966) menggunakan pendugaan terhadap nilai potensi rasio

(hp) untuk mengetahui aksi gen yang mengendalikan karakter apakah oleh gen

dominan atau resesif. Potensi rasio adalah selisih nilai tengah kedua tetua (mid parent) dari rata-rata populasi F1 terhadap nilai tengah kedua tetua dari rata-rata

(37)

Analisis genetik untuk karakter yang dikendalikan oleh gen mayor

biasanya dilakukan dengan analisa genetika Mendel, yaitu membandingkan nisbah

frekuensi fenotipik hasil pengamatan pada populasi F2 terhadap nisbah Mendel,

atau nisbah fenotipik tertentu dengan uji Chi-Kuadrat (Crowder 1993). Untuk

keperluan ini fenotipe pada populasi F2 dikelompokkan ke dalam kelas-kelas

tertentu sesuai dengan jumlah kelas dalam nisbah pembanding. Pendekatan ini

menghasilkan dugaan jumlah dan aksi gen yang bersegregasi untuk karakter yang

dipelajari.

Nilai duga heritabilitas adalah parameter yang sangat penting dalam

pemuliaan karena sangat berpengaruh terhadap efektivitas seleksi pada populasi

yang bersegregasi. Populasi dengan heritabilitas tinggi memungkinkan dilakukan

seleksi pada generasi awal, sedangkan heritabilitas rendah yang hampir mendekati

nilai 0, berarti pekerjaan seleksi tidak akan banyak berarti (Poespodarsono 1988)

Heritabilitas didefinisikan sebagai proporsi total variabilitas yang

disebabkan oleh faktor genetik terhadap variabilitas fenotipik suatu karakter

(Allard, 1960; Fehr 1987). Heritabilitas tipe ini dikenal sebagai heritabilitas dalam

arti luas (broad sense heritability)(h2bs).

Heritabilitas dalam arti sempit (‘narrow sense heritability)(h2ns) dihitung

sebagai nisbah varians genetik aditif terhadap varians fenotipik. Varians aditif

merupakan salah satu komponen varians genetik disamping varians dominan dan

varians epistasis. Varians fenotipe adalah varians genetik ditambah varians

lingkungan (Falconer 1989).

Heritabilitas digunakan untuk mengetahui apakah keragaman yang kita

amati pada suatu karakter disebabkan terutama oleh faktor genetik atau

faktor-faktor lingkungan. Selain itu konsep heritabilitas berhubungan dengan harapan

kemajuan dalam berbagai metode seleksi terutama heritabilitas dalam arti sempit

yang salah satu komponennya merupakan ragam aditif yang bersifat dapat

difiksasi pada keturunannya. Karakter kualitatif biasanya memiliki heritabilitas

yang tinggi karena dikendalikan oleh gen-gen sederhana, sehingga fenotipe tidak

(38)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April 2005 – Juni 2007. Percobaan

dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Tajur Bogor, Kebun percobaan

IPB Cikabayan Bogor, Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen

Proteksi Fakultas Pertanian IPB, dan Lahan Turfgrass IPB.

Bahan

Percobaan ini menggunakan 15 genotipe cabai yaitu Randu, Jatilaba, Tit

Super, 0209-4, PBC 67MC5, PBC 1367, ICPN 12#4, PBC 473, TM 999, PBC

932, PBC 066, 0230-8, PBC 495, ICPN 7#3, dan VC211a-3-1-1-1.

Genotipe-genotipe ini merupakan koleksi Tim Pemuliaan Cabai Bagian Genetika dan

Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian

IPB dan koleksi Asian Vegetable Research and Development Center (AVRDC)

(Lampiran 1).

Isolat R. Solanacearum yang digunakan adalah isolat CHG7 koleksi Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Fakultas

Pertanian IPB yang berasal dari Ciherang Bogor. Media yang digunakan untuk

perbanyakan inokulum yaitu King’s B. Koloni R. solanacearum yang berwarna putih dengan pusat merah muda pada media TTC dan koloni yang berwarna

putih keruh pada media King’s B (Gambar 1).

[image:38.595.152.458.567.712.2]

A B

(39)

Metode

Penelitian ini meliputi dua percobaan (bagan alir pada Gambar 2) yaitu :

1. Skrining ketahanan cabai terhadap layu bakteri.

2. Studi pewarisan karakter ketahanan cabai terhadap layu bakteri.

Plasma nutfah cabai koleksi (lokal, introduksi)

Percobaan 1 :

Skrining ketahanan cabai terhadap layu bakteri

• Tetua tahan

• Tetua rentan

Pembentukan populasi dasar untuk studi

P1, P2, F1, F1R, BC1P1, BC1P2, F2

Percobaan 2 :

Studi pewarisan karakter ketahanan cabai terhadap layu bakteri

[image:39.595.204.460.177.755.2]

Gambar 2. Bagan Alir Penelitian

Metode seleksi yang efektif dan efisien untuk perakitan cabai unggul tahan

layu bakteri Kendali genetik pewarisan karakter ketahanan terhadap

layu bakteri

• Efek maternal

• Derajat dominansi

• Jumlah gen pengendali

(40)

15

Percobaan 1. Skrining Ketahanan Cabai terhadap Layu Bakteri

Percobaan ini mencakup dua kegiatan yaitu skrining ketahanan cabai

terhadap layu bakteri pada lahan yang terinfestasi secara alami dan skrining

ketahanan cabai terhadap layu bakteri dengan inokulasi buatan.

Skrining Ketahanan Cabai terhadap Layu Bakteri pada Lahan yang Terinfestasi Alami

Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi kembali genotipe cabai yang

telah diidentifikasi bersifat tahan. Empat genotipe telah diidentifikasi oleh

AVRDC membawa sifat ketahanan cabai terhadap layu bakteri yaitu PBC 066,

ICPN 12 #4, Tit Super dan Jatilaba. Percobaan ini dilakukan menggunakan

Rancangan Acak Lengkap dengan genotipe sebagai perlakuan. Masing-masing

perlakuan diulang 4 kali. Jumlah tanaman setiap ulangan berkisar antara 6 – 24

tanaman.

Pelaksanaan percobaan. Benih disemai dalam baki dengan media tanam steril

dengan perbandingan tanah dan pupuk kandang adalah 2 : 1 (v/v). Setelah bibit

telah berumur 35 hari dipindahkan ke lapang dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm.

Sebagai pupuk dasar, diberikan NPK dosis 10 g/tanaman pada saat tanam.

Selanjutnya setiap minggu diberikan pupuk berupa larutan NPK konsentrasi 10 g/l

air sebanyak 250 ml/tanaman. Pestisida yang digunakan Curacon 500EC, Dithane

M-45, dan Kelthane 200EC, diaplikasikan setiap minggu.

Pengamatan. Peubah yang diamati adalah :

1. Masa Inkubasi : Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak bakteri

masuk kedalam jaringan tanaman sampai menimbulkan gejala. Masa inkubasi

diamati satu minggu setelah tanam sampai minggu ke-8.

2. Kejadian Penyakit : Pengamatan kejadian penyakit yang diamati mulai umur 1

minggu setelah tanam (MST) sampai umur 8 MST. Kriteria tanaman yang

menunjukkan gejala layu berdasarkan 100% daun layu dan kekonsistenan

(41)

Analisa Data. Kejadian penyakit layu dihitung dengan menggunakan rumus

seperti yang dikemukakan Wang (1998):

P = a/b x 100% ...(rumus 1)

Keterangan :

P = Kejadian penyakit

a = Jumlah tanaman yang menunjukkan gejala layu

b = Jumlah tanaman yang diamati

Skrining Ketahanan Cabai terhadap Layu Bakteri dengan Inokulasi Buatan

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 2 ulangan.

Genotipe sebagai perlakuan. Masing-masing satuan percobaan terdiri atas 12

tanaman. Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi kembali genotipe cabai

yang telah diidentifikasi membawa sifat ketahanan yang telah dilakukan oleh

Khairul (2005) dan menentukan respon ketahanan cabai terhadap layu bakteri

pada genotipe-genotipe yang lain.

Persiapan inokulum. Isolasi dilakukan dengan metode Wang (1998), pangkal

batang tanaman cabai dicuci dengan aquades steril, kemudian disterilkan

permukaannya dengan alkohol 70% setelah itu dibilas lagi dengan akuades steril.

Pangkal batang dipotong-potong dengan pisau steril sepanjang 2 cm, kemudian

potongan batang dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi aquades steril

sebanyak 5 ml dan dibiarkan selama 15 menit. Potongan tersebut akan

mengeluarkan lendir yang berwarna putih kekuningan atau putih kotor. Sebanyak

satu lup suspensi R. solanacearum dipindahkan kedalam cawan petri yang telah berisi media 2,3,5 Triphenyl Tetrazolium Chlorida (TTC) dan diinkubasi selama 48 jam. Koloni yang menunjukkan ciri-ciri khas R. solanacearum virulen yaitu yang berwarna putih kotor dengan pusat merah muda atau merah, kemudian

dipindahkan kedalam media TTC dan diulang sampai dua kali sampai kultur

murni R. solanacearum diperoleh. Perbanyakan inokulum R. solanacearum dengan menggunakan media King’s B yang diinkubasi selama 48 jam. Pembuatan

(42)

17

Selanjutnya diukur konsentrasinya sampai nilai O.D. mencapai 0.3 pada 600nm

[image:42.595.126.500.294.665.2]

yang setara dengan 108 colony forming unit (cfu)/ml dengan spektrometer (Gambar 3).

Uji hipersensitif respon (HR) dilakukan pada tanaman tembakau dengan

cara menginfiltrasi pada daun. Pengamatan dilakukan 24 jam setelah infiltrasi

apabila terjadi water soak maka menunjukkan isolat yang digunakan bersifat patogen (Lampiran 2). Selain uji HR juga dilakukan pengujian gram, fluorescens,

warna koloni pada media King’s B. Penyimpanan isolat dengan menggunakan

aquades steril dalam ependof yang berisi 1 ml dengan 1 lup koloni R. solanacearum. Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang.

(43)

Pembibitan dan Penanaman. Benih direndam dalam air hangat (50 oC) selama

semalam kemudian disemai di baki. Bibit yang berumur 2 minggu dipindahkan

kedalam polibag. Tanah yang digunakan adalah tanah campuran yang telah

disterilkan secara kimia dengan menggunakan Basamid. Perbandingan tanah dan

pupuk kandang adalah 2 : 1 (v/v). Tanah kemudian dimasukkan dalam polibag

diameter 12 cm.

Inokulasi R. solanacearum. Inokulasi dilakukan pada tanaman cabai umur 30

hari (5-6 daun) dengan cara menyiramkan 30 ml suspensi bakteri pada daerah

perakaran yang telah dilukai pada kedua sisi tanaman dengan pisau (Gambar 4).

Galur rentan digunakan sebagai kontrol yaitu Randu.

Gambar 4. Inokulasi pada cabai dengan metode penyiraman

Pemeliharaan Tanaman. Pemupukan dilakukan satu minggu sebelum inokulasi

dengan menggunakan NPK yang dilarutkan kedalam air dengan perbandingan 1 g

NPK dengan 1 l air. Setiap tanaman disiram dengan larutan NPK sebanyak 300

ml. Penyiraman dilakukan satu sampai dua kali sehari tergantung pada cuaca.

Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari. Pengendalian hama dan penyakit

lain dilakukan apabila perlu dengan menggunakan insektisida dan fungisida.

Pengamatan. Peubah yang diamati adalah :

1. Masa Inkubasi. Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak bakteri

masuk ke dalam jaringan tanaman sampai menimbulkan gejala. Masa inkubasi

(44)

19

populasi sampai munculnya gejala awal yang ditandai dengan layunya

daun-daun muda, selanjutnya hasilnya dirata-ratakan.

2. Kejadian Penyakit. Pengamatan kejadian penyakit yang diamati mulai umur 1

MST sampai umur 4 MST (Gambar 5).

3. Indeks penyakit. Indeks penyakit diamati seminggu setelah inokulasi dengan

interval 1 minggu sampai 4 minggu. Menurut AVRDC (2005) indeks penyakit

untuk infestasi layu bakteri pada tanaman ditentukan berdasarkan persentase

daun layu seperti ditampilkan pada Tabel 2.

Gambar 5. Gejala layu yang dimulai pada daun-daun muda sampai layu permanen

Tabel 2. Penentuan indeks penyakit pada tanaman cabai yang terserang penyakit layu bakteri

Indeks penyakit ( 6 kelas skor) Gejala

0

1

2

3

4

5

Tidak ada gejala (sehat)

20% daun layu

40% daun layu

60% daun layu

80% daun layu

100% daun layu

Indeks penyakit dan respon ketahanan terhadap layu bakteri berdasarkan

(45)

Tabel 3. Respon ketahanan cabai terhadap layu bakteri (R. solanacearum) berdasarkan kejadian penyakit dan indeks penyakit

Indeks penyakit Kejadian penyakit (%) Respon ketahanan

0X <1 1X 2 2< X 3 >3

0X < 20% 20X 40% 40< X 60% >60%

Tahan

Agak tahan

Agak rentan

Rentan

Analisa Data. Korelasi (r) antar peubah Indeks penyakit dan Kejadian penyakit

dengan koefisien korelasi Pearson menggunakan piranti lunak Minitab versi 14.

Percobaan 2. Studi Pewarisan Karakter Ketahanan Cabai terhadap Layu Bakteri

Pembentukan Populasi Dasar

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan populasi dasar (P1, P2, F1, F1R,

BC1P1, BC1P2, dan F2) yang diperlukan untuk studi pewarisan ketahanan cabai

terhadap layu bakteri.

Genotipe cabai tahan yang digunakan adalah PBC 473 dan Tit Super

sebagai tetua 1 (P1). Genotipe rentan yang digunakan adalah PBC 67MC5 sebagai

tetua 2 (P2). Pemilihan genotipe Tit Super berdasarkan hasil Percobaan 1,

sedangkan pemilihan genotipe PBC 67MC5 dan PBC 473 berdasarkan hasil

penelitian Khairul (2005) dan hasil Percobaan 1 (skrining ketahanan terhadap

layu bakteri dengan inokulasi buatan). Pembentukan populasi dasar dilakukan

dengan cara menyilangkan tetua rentan dengan tetua tahan. Selain pembentukan

F1 juga dilakukan pembentukan F1 resiprok, BC1P1 (silang balik dengan tetua

(46)

21

Gambar 6. Skema persilangan pembentukan populasi dasar

Pembibitan. Sebelum semai, benih terlebih dahulu direndam dalam larutan

fungisida dengan konsentrasi 1% yang dicampurkan dengan air hangat (50 oC)

selama semalam untuk mempercepat perkecambahan dan menghilangkan penyakit

yang menempel di benih. Setelah direndam, benih disemai di baki dengan media

tanam untuk persemaian.

Penanaman. Bibit yang sudah mulai tumbuh daun sebanyak 5-6 helai atau

berumur 30 hari kemudian dipindahkan kedalam polibag diameter 35 cm yang

berisi 8 kg media campuran tanah dan pupuk kandang yang telah disterilkan

dengan perbandingan 1 : 1 (v/v) berdasarkan volume.

Pemupukan dilakukan pada saat tanam dengan menggunakan pupuk NPK

(15 -15-15) sebanyak 3 g per tanaman. Pemupukan susulan dilakukan pada saat

mulai berbunga dan saat buah pertama atau 1-2 bulan setelah penanaman dengan

menggunakan NPK 3 g per tanaman. Pencegahan hama dan penyakit dilakukan

secara berkala setiap seminggu sekali mulai tanam sampai panen dengan

penyemprotan insektisida dan fungisida. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan

sore hari, pengajiran dan pembuangan tunas air dilakukan sebagaimana

diperlukan.

Persilangan. Persilangan dilakukan antara pukul 06.00 – 12.00 pagi. Bunga

tetua betina dipilih yang masih kuncup tetapi telah mencapai ukuran penuh, pada

fase ini diperkirakan putik sudah matang tetapi kotak sari belum pecah.

Emaskulasi dilakukan dengan cara membuka mahkota bunga dan membuka Tetua Tahan

(P1)

Tetua Rentan (P2) X

F1

BC1P1 BC1P2

Tetua Rentan

F1R X

F2

(47)

seluruh kotak sari secara hati-hati dengan menggunakan pinset kecil supaya putik

tidak patah dan kotak sari tidak pecah. Bunga yang telah diemaskulasi kemudian

diserbuki dengan serbuk sari dari bunga jantan yang telah mekar sempurna dan

masih segar dengan cara dipotong dengan gunting atau dipetik secara hati-hati.

Penyerbukan dilakukan segera setelah emaskulasi untuk menghindari persilangan

yang tidak diinginkan. Bunga yang telah diserbuki kemudian ditutup dengan

selotip dan ditandai dengan label yang berisi nama tetua dan tanggal persilangan

(Gambar 7).

(48)

23

Selfing F1 untuk membentuk F2 dan perbanyakan tetua dilakukan dengan

menggunakan sungkup individu tanaman seperti terlihat pada Gambar 8.

Setiap kali akan digunakan untuk emaskulasi, pinset terlebih dahulu

dicelupkan kedalam alkohol 70% dan dikeringkan. Hal ini dilakukan untuk

menghindari kontaminasi bunga yang diemaskulasi oleh serbuk sari yang

diemaskulasi sebelumnya (Greenleaf 1986).

Gambar 8. Sungkup individu tanaman pada tanaman F1 dan tetua.

Studi Pewarisan Karakter Ketahanan Cabai terhadap Layu Bakteri

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gen yang mengendalikan

karakter ketahanan terhadap layu bakteri dan apakah ada efek maternal yang

mempengaruhi pewarisan karakter ketahanan tersebut.

Bahan percobaan yang digunakan adalah populasi dasar (P1, P2, F1, F1R,

BC1P1, BC1P2, F2) dari persilangan PBC 473 x PBC 67MC5 dan Tit Super X PBC

67MC5. Inokulum yang digunakan adalah isolat patogen R. solanacearum CHG7 koleksi Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi IPB. Media

yang digunakan adalah King’s B.

Jumlah tanaman yang digunakan dari masing-masing populasi pada setiap

(49)

Tabel 4. Jumlah tanaman yang ditanam masing-masing populasi

Populasi

Persilangan P1 P2 F1 F1R BC1P1 BC1P2 F2

PBC 473 x PBC 67MC5

Tit Super x PBC67MC5 20

23 20

20 20

24

20

24

40

40

40

40

200

246

Jumlah minimum tanaman F2 ditentukan berdasarkan perhitungan

populasi minimum yang diperlukan untuk memperoleh paling sedikit satu

genotipe yang diinginkan. Menurut Burnham (1961) rumus yang digunakan untuk

menentukan besarnya populasi F2 minimum adalah sebagai berikut :

n = (log F)/(log q)

Dengan n, F dan q berturut-turut adalah jumlah tanaman minimum yang

dibutuhkan, taraf kesalahan (α) yaitu 0.05, dan peluang kegagalan mendapatkan

genotipe yang diinginkan.

Dengan asumsi bahwa ketahanan terhadap layu bakteri dikendalikan oleh

tiga gen, maka jumlah tanaman minimum pada populasi F2 adalah sebagai berikut:

191 00684 . 0

30103 . 1 (63/64) log

0.05 log

n =

− − =

= ....(rumus 2)

Metode inokulasi yang digunakan sama dengan Percobaan 1. Peubah yang

diamati adalah indeks penyakit (6 kelas skor) yang diamati seminggu setelah

(50)

25

0

1

2

[image:50.595.150.509.95.353.2]

3 4

5

Gambar 9. Skoring (0 – 5 ) gejala serangan R. solanacearum untuk penentuan indeks penyakit

Nilai Rata-Rata, Ragam, dan Standar Deviasi. Sebelum menganalisa mengenai

efek maternal, derajat dominansi, jumlah gen pengendali dan heritabilitas

dilakukan perhitungan nilai rata-rata, ragam dan standar deviasi. Perhitungan

dilakukan pada peubah indeks penyakit populasi dasar (P1,P2, F1 ,F1R, BC1P1,

BC1P2, dan F2).

Rumus untuk menghitung rata-rata, ragam dan standar deviasi berdasarkan

Baihaki (2000) sebagai berikut :

Nilai rata-rata :

n

x

x

=

...(rumus 3)

dimana n adalah banyaknya individu tanaman pada populasi

Ragam :

[

]

1

/

)

(

)

(

2 2

2

Σ

Σ

=

n

n

x

x

(51)

Standar deviasi/galat baku :

2

σ

σ

=

...(rumus 5)

Efek Maternal. Untuk mengetahui pengaruh tetua betina pada pewarisan karakter

ketahanan layu bakteri pada tanaman cabai merah berdasarkan uji-t pada taraf 5%

dengan membandingkan nilai tengah populasi F1 dengan F1 resiproknya menurut

Singh & Chaudary (1979). Rumus uji-t adalah sebagai berikut :

F1R 2 F1R F1 2 F1 F1R F1

n

S

n

S

X

X

t

+

=

...(rumus 6)

Keterangan : 1R 1 F1R F1 1R 1 2 F1R 2 F1 1R 1 F1R F1 F dan F populasi dalam individu jumlah n , n F dan F populasi ragam S , S F dan F populasi tengah nilai X , X = = =

Nilai t yang diperoleh dibandingkan dengan nilai t tabel dimana db = n1 +

n2 – 2. Perbedaan yang nyata diantara nilai tengah populasi F1 dan F1 resiproknya

menunjukkan adanya pengaruh tetua betina pada pewarisan karakter yang

dipelajari.

Derajat dominansi. Derajat dominansi dihitung untuk menduga aksi gen yang

mengendalikan karakter ketahanan cabai terhadap layu bakteri. Derajat dominansi

dihitung berdasarkan rumus pendugaan potensi rasio (hp) berdasarkan Petr & Frey

(1996) sebagai berikut :

MP HP MP F

(52)

27 Keterangan : tetua kedua tengah nilai MP tertinggi tetua nilai rata -rata HP F nilai rata -rata F rasio potensi hp 1 1 = = = =

Berdasarkan nilai potensi rasio tersebut, aksi gen diklasifikasikan seperti

pada Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi derajat dominansi berdasarkan nilai potensi rasio

Kisaran nilai hp Derajat dominansi

hp = 0

hp = 1 atau hp = -1

0 < hp <1

-1<hp<0

Hp>1 atau hp<-1

Tidak ada dominansi

Dominan atau resesif sempurna

Dominan tidak sempurna

Resesif dengan aksi gen tidak penuh

Overdominan

Estimasi Jumlah Gen Pengendali. Jumlah gen pengendali ketahanan diestimasi

berdasarkan sebaran frekuensi populasi F2. Sebaran frekuensi populasi F2 diuji

untuk melihat apakah menyebar normal atau tidak, Jika frekuensi populasi F2

menyebar normal yaitu membentuk sebaran terusan satu puncak, maka gen yang

mengendalikan karakter ketahanan adalah poligenik (banyak gen minor) atau sifat

kuantitatif. Sebaliknya, jika frekuensi populasi F2 tidak mengikuti sebaran

normal, maka gen yang mengendalikan adalah gen mayor atau sifat kualitatif.

Berdasarkan sebaran frekuensi populasi F2, maka untuk mengestimasi jumlah gen

pengendali dibagi dua kelompok sebagai berikut :

(1) Sifat kuantitatif : Pendugaan jumlah gen yang bersifat kuantitatif dilakuk

Gambar

Gambar 1.  Koloni R. solanacearum CHG7 pada media TTC (A)                                dan  pada media King’s B (B)
Gambar 2. Bagan Alir Penelitian
Gambar 3. Tahapan isolasi dan  persiapan inokulum R.solanacearum. A. Tanaman cabai yang menunjukkan gejala layu; B
Gambar 9. Skoring (0 – 5 )  gejala serangan  R. solanacearum untuk                    penentuan indeks penyakit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karena semakin tinggi tingkat kesuksesan masyarakat dalam menggunakan alat maka semakin besar peluang untuk mengendalikan kelahiran yang akan menciptakan keluarga kecil, bahagia

Laksana Baru dapat mengetahui apakah bauran promosi yang dilakukan dapat berpengaruh terhadap intensitas pembelian pelanggannya dan mengetahui variabel yang paling

Dalam bab IV akan dijelaskan mengenai hasil penelitian yang dilakukan dan pembahasan pokok permasalahan bauran pemasaran pada wisatawan Lembah Harau Kab.50 Kota. BAB V SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disim- pulkan bahwa perangkat pembelajaran ekosistem dan pencemaran lingkungan berbasis inkuiri yang di- kembangkan valid dan layak

Hal ini menunjukkan, pengadukan yang cepat akan memperpendek jarak antar partikel sehingga gaya tarik-menarik antar partikel menjadi lebih besar dan dominan

rendahnya kesadaran masyarakat atas keselamatan berkendara. Teori-teori yang menjadi rujukan penyusunan konsep operasional yaitu Teori Kritik Seni yang mendukung

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah sistem pakar sebagai alat bantu untuk mengidentifikasi dan memberikan

Secara umum dapat disimpulkan bahwa dari enam sasaran strategis yang ditetapkan dalam Penetapan/Perjanjian Kinerja Tahun 2016, terdapat 5 sasaran Strategis yang