BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal terpenting yang diperlukan oleh tubuh manusia.
Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan, merupakan
suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut meliputi
peningkatan kesehatan masyarakat baik fisik maupun non fisik. Di dalam
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) disebutkan bahwa, kesehatan menyangkut
semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas dan
kompleks.
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,
pengertian kesehatan adalah “keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis.1
Kesehatan adalah merupakan salah satu Hak Asasi Manusia. Di mana
menurut perkembangan hukum internasional hak asasi manusia, pemenuhan
kebutuhan hak atas kesehatan menjadi tanggung jawab pemerintah dalam
setiap negara.2 Maka dari itu pemerintah setiap negara berkewajiban
memberikan hak kesehatan kepada rakyatnya seperti yang dijelaskan pada
pasal 14 sampai dengan pasal 20 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan. Hal ini dikarenakan kesehatan merupakan salah satu
indikator tingkat kesejahteraan manusia sehingga menjadi prioritas dalam
pembangunan nasional suatu bangsa.
Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah tersedianya
obat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat. Hal itu disebabkan
karena obat digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau
memelihara kesehatan.Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan
komponen yang penting karena diperlukan dalam sebagian besar upaya
kesehatan. Dewasa ini meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan juga mendorong masyarakat menuntut pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan obat yang semakin berkualitas dan profesional.3
Kesehatan adalah harapan semua orang, dalam kondisi yang tidak sehat
tidak ada pilihan lain selain melakukan pengobatan. Sayangnya berbagai jenis
pengobatan tidak selamanya bersifat menyembuhkan, bahkan tidak jarang bila
menggunakan obat-obatan yang tidak sesuai justru akan menimbulkan
penyakit yang baru.
Untuk menjamin komposisi obat yang benar dan tepat, maka industri
farmasi harus melakukan seluruh aspek rangkaian kegiatan produksinya
dengan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). CPOB dan CPOTB
merupakan pedoman yang dibuat untuk memastikan agar sifat dan mutu obat
yang dihasilkan sesuai dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah
3 Purwanto Hardjosaputra, 2008.“Daftar Obat Indonesia edisi II” , Jakarta, PT.Mulia Purna Jaya
ditentukan tercapai. Dalam ketentuan umum, ada beberapa landasan yang
penting untuk diperhatikan yaitu :
1. Pengawasan menyeluruh pada proses pembuatan obat untuk menjamin
bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.
2. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan
mutu, bangunan, peralatan yang digunakan, dan personalia.
3. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan
pada suatu pengujian tertentu saja, melainkan semua obat hendaknya
dibuat dalam kondisi terkendali dan terpadu dengan cermat.4
Berbicara masalah obat tidak terlepas masalah jenis obat,
penggolongan obat menurut PerMenKes Rl Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000.
adalah:
1. Obat bebas
2. Obat bebas terbatas
3. Obat Wajib Apotek (OWA)
3. Obat keras
4. Narkotika dan
5. Psikotropika
Salah satu jenis obat menurut peraturan perundang-undangan farmasi yang
telah disebutkan di atas yaitu obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W),
yakni Obat-obat keras yang oleh Sec.V.St.didaftar pada daftar peringatan,
obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa
resep dokter, memakai tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam. Obat bebas
terbatas ini berkhasiat keras yang apabila dipakai sembarangan dan dalam
jumlah banyak maka akan membahayakan tubuh.
Obat bebas terbatas ini berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan
bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit atau
menyebabkan kematian. Yang dimaksud berkhasiat keras adalah bahan-bahan
yang disamping berkhasiat menyembuhkan, menguatkan, membunuh hama
atau mempunya khasiat pengobatan lainya terhadap tubuh manusia, juga
dianggap berbahaya terhadap tubuh manusia, juga dianggap berbahaya
terhadap kesehatan dan kehidupan manusia, serta tidak dimaksudkan untuk
keperluan teknik.
Untuk menjamin ketersediaan dan jaminan konsumsi obat yang baik bagi
masyarakat maka, di samping ada ketentuan peredaran serta ada sanksi-sanksi
di dalamnya. Karena di jaman sekarang ini marak terjadinya peredaran
sediaan farmasi tanpa izin edar. Maraknya peredaran obat dan
penyalahgunaan obat di Indonesia membuktikan masih lemahnya pertahanan
serta penegakan hukum di Indonesia dari serbuan hal-hal yang
membahayakan masyarakat. Membiarkan beredarnya obat bebas terbatas
secara bebas yang tidak dapat terkontrol serta ketidak telitian apoteker dan
lemahnya peraturan tentang farmasi jadi dengan mudahnya kekosongan
hukum disalahgunakan oleh oarng-orang yang tidak bertanggungjawab.
menghadapi berbagai resiko buruk, membiarkan kejahatan berkembang di
masyarakat, dan merendahkan kepercayaan, martabat, serta harga diri bangsa
di mata dunia internasional. Hal ini terjadi juga karena faktor yang
berhubungan dengan adanya kesempatan terjadinya kriminalitas baik
pelanggaran-pelanggaran kecil maupun besar.
Munculnya produk industri farmasi berupa obat-obatan kimia yang
membahayakan kesehatan dan jiwa konsumennya, dalam pandangan hukum
sebagai suatu perbuatan yang dilarang sebagaimana telah diatur dalam
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, baik dalam ketentuan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang-Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1963 Tentang Farmasi. Dalam undang-undang ini klausul
pasal-pasalnya terdapat ketentuan yang mengatur tentang penerapan sanksi
pidana terhadap para pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran
pidana pengadaan, penyimpanan, penjualan obat-obatan berbahaya berupa
obat daftar W tanpa izin dan obat tanpa izin edar yang proses pembuatannya
tidak memenuhi standar registrasi obat jadi dan syarat farmakope. Pengaturan
sanksi pidana diatur secara tegas dalam ketentuan Pasal 196, 197 dan pasal
198Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan dalam
Pasal 79 huruf (b) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.Ketentuan lainnya
terdapatperaturan-peraturan yang mengatur khusus mengenai peredaran obat
bebas dan obat bebas terbatas berdasarkan SK MenKes RI No.
1). Tanda khusus untuk obat bebas adalah lingkaran berwarna hijau dengan
garis tepi berwarna hitam
2). Tanda khusus untuk obat bebas terbatas adalah lingkaran berwarna bire
dengan garis tepi berwarna hitam
3). Tanda khusus dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus diletakkan
sedemikian sehingga jelas terlihat dan mudah dikenali
4). Ukuran lingkaran tanda khusus dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
desesuaikan dengan ukuran dan desain etiket wadah dan bungkus luar yang
bersangkutan dengan ukuran diameter lingkaran terlua dan tebal garis tepi
proposional, berturut-turut minimal satu cm dan satu mm.
Akan tetapi masyarakat tetap tidak memperdulikan larangan serta
himbauan tersebut demi kepentingan pribadi, masih saja mengedarkan
obat-obatan yang berbahaya tanpa memiliki izin serta keahlian dalam bidang
farmasi secara bebas, bahkan melakukan kejahatan penyalahgunaan obat
untuk mendapatkan hasil penjualanya maupun dikonsumsi sendiri sanggup
menempuh dengan cara apapun.
Masalah obat daftar W jenis Dextromethorphan/Dextro merupakan
masalah serius di dunia kesehatan. Masyarakat yang tidak mengetahui menjadi
korbannya. Padahal belum tentu obat yang diedarkan itu benar dan tepat
komposisinya. Jelas ini sangat berbahaya bagi pasien atau pengguna obat
merek tertentu terutama obat bebas terbatas (obat daftar W) jenis
Dextromethorphan atau sering disingkat Dextro/DMP yang selanjutnya
ketergantungan, karena selain obat apabila penggunaannya tidak pada
semestinya atau tanpa resep dokter sebaliknya akan menjadi racun bagi tubuh
manusia dan membahayakan kesehatan.
Seperti yang terjadi pada Kamis 03/01/2013 dua nenek berinisial Suh dan
Res berhasil ditangkap Kepolisian Resort Cirebon, Jawa Barat setelah
tertangkap tangan mengedarakan pil dextro dan Trihexyphenidyl. Kapolres
Cirebon, Ajun Komisaris Besar Irman Sugema melalui Kasat Narkoba Ajun
Komisaris Hartono didampingi Kepala Bagian Operasi Narkoba Ajun
Inspektur Satu Jarir Sugoro menjelaskan, kedua nenek tersebut ditangkap saat
melakukan transaksi di Desa Kedung Bunder, Kecamatan Gempol. Dari
tangan kedua tersangkan pihaknya berhasil mengamankan barang bukti yakni
ratusan pil dextro dan trihex. Sebelumnya dikatakan Jarir, kedua pelaku sudah
diamankan oleh polisi, namun mereka tidak ditahan, kini terpaksa bertindak
tegas karena mengulangi perbuatan mengedarkan ribuan butir dekstro. Res
dan Suh mengaku sangat menyesali perbuatannya. Mereka mengklaim tidak
mengetahui kalau obat-obatan tersebut digunakan untuk mabuk-mabukan.
Sementara itu pihak Polres Cirebon menyebutkan, dalam empat bulan
terakhir, tahun 2012 lalu korban meninggal akibat overdosis konsumsi pil
dextro di Kabupaten Cirebon sudah mencapai 21 orang. Dari jumlah tersebut,
sebagian besar korban masih berusia belasan tahun.5
Dalam kasus di atas bahwasannya kedua tersangka tanpa memiliki
kewenangan serta keahlian di bidang farmasi telah mengedarkan obat daftar
G dan obat daftar W jenis Dextromethorphan/Dextro secara ilegal. Di mana
pil dextro itu sendiri adalah obat batuk antitusif yang umum untuk saluran
pernafasan, efek sampingnya terjadi stimulasi ringan, mudah tersinggung,
euforia dan halusinasi, gangguan penglihatan, hingga hilangnya koordinasi
gerak tubuh. 6
Kasus mengkonsumsi obat dosis tinggi jenis dextro sudah merambah di
daerah-daerah, sehingga perlu menjadi perhatian semua pihak termasuk
pemilik apotek. Pelajar bisa membeli pil dextro karena harganya murah dan
sangat mudah dibeli di apotek-apotek serta toko obat bahkan toko sembako
atau warung klontongan. Tidak hanya itu, banyak masyarakat umum seperti
petani atau yang tanpa memiliki kewenangan serta keahlian di bidang farmasi
menjual atau mengedarkan pil dextro. Namun hingga kini, pil dextro bebas
beredar di daerah-daerah, tanpa ada tindakan pengawasan baik dari
pemerintah setempat maupun Dinas Kesehatan.
Penyalahgunaan pil dextro sering terjadi. Penyebabnya, selain murah,
obat ini juga relatif mudah didapat. Bentuk penyalahgunaannya antara lain
adalah konsumsi dalam dosis besar (berpuluh-puluh butir) atau
mengkonsumsinya bersama alkohol atau narkoba. Pada keadaan overdosis,
terjadi berbagai macam efek samping.7
Selain dari penjelasan diatas, menurut Putusan Hakim Pengadilan Negeri
Amuntai Nomor : 167/ Pid. Sus/ 2012/ PN. Amt, jelas bahwa jenis pil dextro,
adalah jenis obat yang termasuk obat keras daftar W (obat bebas terbatas)
6Dery Fitriadi Ginanjarhttp://m.inilah.com/read/detail/1805156/anak sd smp pemakai dextro paling tinggi diakses 12 Maret 2013
7
yaitu obat keras yang penggunannya atau peredarannya meski tanpa resep
dokter namun hanya boleh diperjual belikan oleh pihak yang memiliki izin
edar saja, karena pil dextro merupakan obat batuk yang mempunyai efek
sama dengan psikotropika pil dextro termasuk turunan dari psikotropika. Pil
dextro sifat atau efek samping sama dengan narkotika dan psikotropika
didalam pil dextro mengandung bahan aktif Dextrometorphan HBr, tidak
termasuk narkotika dan psikotropika, tetapi pil dextro itu sendiri yang
sifatnya sama dengan narkotika dan psikotropika, yang sama-sama akan
menimbulkan ketergantungan dan dapat bertindak sebagai racun dalam tubuh
dan membahayakan nyawa apabila disalahgunakan. Pil dextro bila tidak
diawasi denganbenar peredarannya dan cara mendapatkanya bisa
dimanfaatkan oleh pecandu-pecandu narkotika maupun psikotropika karena
harganya lebih murah dari obat jenis narkotika dan psikotropika.
Peraturan yang terkait dengan kasus peredaran pil dextro terdapat
dalamPeraturan Menteri Kesehatan (PerMenKes)Nomor 347 Tahun 1990
Tentang Obat Wajib Apotik, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
Tentang Pekerjaan Kefarmasian, PerMenKes Nomor 919 Tahun 1999
Tentang Penggolongan Obat diperbaiki PerMenKes Nomor 949 Tahun 2000,
Keputusan Menteri Kesehatan (KepMenKes) Nomor 1331 Tahun 2002
tentang Pedang Eceran Obat, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998
Tentang Pengamanan Sediaan dan Alat Kesehatan, pasal 106 ayat (1) dan
pasal 108 ayat (1)Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 98:
“(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus
aman,berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau.
(2) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dankewenangan dilarang mengadakan, menyimpan,mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat danbahan yang berkhasiat obat.
(3) Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan,pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi danalat kesehatan harus memenuhi standar mutupelayanan farmasi yang ditetapkan dengan PeraturanPemerintah.8
Pasal 106 ayat (1):
“Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapatdiedarkan setelah
mendapat izin edar”.
Pasal 108 ayat (1):
“Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.9
Pada prinsipnya obat-obatan tujuan dari pembuatannya dan fungsinya
adalah untuk menyembuhkan segala macam keluhan penyakit pada manusia
atau hewan.10 Hal tersebut telah sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.125/Kab/B.VII/1971, tanggal 9
Juni 1971 mengenai obat, yaitu:
“Suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit,
8Pasal 98 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
9 Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
luka atau kelainan badaniah dan rokhaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan atau bagian badan manusia”.
Ketersediaan informasi tentang pil dextro dan ancaman bahayanya sangat
diperlukan untuk mendukung komitmen dalam pemberantasan narkoba
dengan melibatkan partisipasi semua pihak, termasuk masyarakat dapat
memberikan kontribusi yang berarti dalam mewaspadai, menyadari bahaya
dan melawan maraknya penyalahgunaan pil dextro. Selain itu ancaman bagi
para distributor obat agar tidak sembarangan menjual obat-obatan itu kepada
masyarakat.
Dari uraian di atas peneliti tertarik mengambil obyek penelitian
“PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENJUALAN PIL DEXTRO
SECARA BEBAS (Studi Di Wilayah Hukum Polres Cirebon)”.
B.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka peneliti mencoba untuk
mengangkat beberapa pokok permasalahan yaitu:
1. Bagaimanakah proses peredaran pil dextro di masyarakat yang dijual
secara bebas di wilayah hukum PolresCirebon?
2. Bentuk pelanggaran apa sajakah yang terjadi dengan adanya penjualan pil
dextro secara bebas di wilayah hukum Polres Cirebon?
3. Bagaimana penegakan hukum dalam menanggulangi adanya penjualan pil
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan
dilakukannya penelitian adalah:
1. Mengetahui proses peredaran pil dextro di masyarakat yang dijual secara
bebas di wilayah hukum Polres Cirebon.
2. Mengetahui bentuk pelanggaran yang terjadi dengan adanya penjualan pil
dextro secara bebas di wilayah hukum PolresCirebon.
3. Mengetahui penegakan hukum dalam menanggulangi adanya penjualan pil
dextro secara bebas di wilayah hukum Polres Cirebon.
D.Manfaat Penelitian
Kegunaan dari penyusunan dan penulisan skripsi ini diharapkan dapat
memberikan manfaat. Dalam hal ini penulis mengemukakan beberapa
manfaat, yaitu secara teoritis dan praktis dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan studi, teori-teori serta sebagai masukan untuk tulisa-
tulisan atau penelitian-penelitian yang sama, bahan pengembangan
penelitian lebih lanjut dan diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pengetahuan hukum, khususnya penegakan hukum dalam adanya
peredaran pil dextro secara bebas di masyarakat.
2. Manfaat Praktis
1). Apotek
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi para pihak apotek agar lebih
hati- hati dalam hal penyaluran atau penjualan obat-obatan yang
sesuai dan aman. Serta lebih disiplin pada peraturan yang ada
mengenai peredaran obat, baik melalui resep dokter maupun tanpa
resep dokter. Dalam hal ini khusunya mengenai peredaran atau
penjualan obat bebas terbatas (daftar W) jenis pil dextro dosis
tunggal ke pada masyarakat.
2). Non Apotek
Dapat memberikan pengetahuan lebih mengenai bahaya dan
peraturan peredaran pil dextro secara bebas, agar para pihak non
apotek seperti pedagang obat eceran mengetahui batasan-batasan
dalam penjualan obat bebas terbatas (daftar W) jenis pil dextro.
b. Bagi Pengguna Obat
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat khususnya pengguna
obat untuk mengetahui bahaya pengkonsumsian pil dextro dalam
jumlah banyak dan dapat lebih meningkatkan kesadaran hukum serta
sebagai tambahan wawasan bagi pembaca.
c. Bagi Penegak Hukum
1). Badan POM
Sebagai himbauan yangmampu menambah kinerja Badan POM
dalam mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk
konsumennya. Serta sebagai bahan pengetahuan tambahan dalam
pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi
pemerintah di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
2). Polisi
Untuk memberikan informasi yang dapat membantu aparat penegak
hukum khususnya polisi dalam menyelasaikan kasus penjualan pil
dextro secara bebas yang terjadi saat ini. Dan sebagai himbauan serta
tambahan semangat yang dapat meningkatankan kenerja kepolisian
ke depannya serta dapat memberikan masukan terhadap peningkatan
kwalitas para penegak hukum agar dapat melaksanakan tugas sesuai
dengan wewenangnya.
3). Hakim
Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai
perkembangan-perkembangan tindak pidana yang berkembang
seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi. Serta menjadi acuan
serta bahan pertimbangan dalam pemutusan perkara kasus-kasus
berikutnya.
d. Bagi Penulis
Sebagai wawasan hukum bagi penulis dan untuk memenuhi syarat guna
memperoleh gelar kesarjanaan (S1) di bidang Ilmu pada Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. Selain itu juga diharapkan
dapat memperluas wacana keilmuan mahasiswa sebagai civitas
yang baru dalam disiplin inteleketual dan sbegai referensi bagi peneliti
lainnya.
E.Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Metode Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan
yuridis sosiologis, yaitu pembahasan berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku dan juga berkaitan dengan teori-teori hukum, serta
dengan melihat kenyataan yang terjadi di masyarakat.11Sedangkan
pendekatan secara sosiologis yaitu lebih mengacu pada berlakunya atau
realita yang terjadi di masyarakat.12 Dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui penegakan hukum yang dilakukan para aparat penegak hukum
terhadap penjualan pil dextro secara bebas di wilayah hukum Polres
Cirebon.
2. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian yang dipilih oleh penulis adalah di
wilayah hukum Polres Kabupaten Cirebon dengan mengambil beberapa
lokasi kasus pelaksanaan penjualan pil dextro secara bebas, yaitu apotek
Afira di Jl. Lawang Gada kecamata Kesambi, apotek Sejahtera di pasar
minggu kecamatan Palimanan, Apotik Mitra Sehat di Kecamatan
Babakan,toko obat Alvina di kecamatan Beber, warung/kios milik ibu
Butet di desa Lemah Abang, warung/kios milik bapak Julkarnain di
kecamatan Palimanan Timur. Selain itu penelitian dilakukan pada para
aparat penegak hukum (Polres Kabupaten Cirebon, Balai Besar POM Jawa
Barat, Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon) dan beberapa
konsumen/pecandu pil dextro secara bebas tersebut. Di samping itu
pemilihan lokasi penelitian di wilayah hukum Polres Cirebon ini
dikarenakan adanya beberapa orang terkait yang dikenal oleh penulis
sehingga dapat membantu penulis untuk memberikan data-data yang
akurat.
3. Jenis Data
Dalam penelitian ini, jenis-jenis data dan bahan-bahan hukum yang
digunakan adalah:
a. Data Primer
Adalah jenis data yang diperoleh dari sumber informasi yang
utama/pertama.13 Data yang diperoleh secara langsung dari tempat
penelitian dapat berupa hasil wawancara, observasi, ataupun
dokumentasi di apotek Afira di Jl. Lawanggada kel. Kesambi,
apotek Mitra Sehat di Jl. Raya Babakan Kudukeras kec. Babakan,
apotek Sejahtera di Jl. Pasar minggu No. 98 Kec. Palimanan, Toko
obat Alvina di desa Beber Kec. Beber, warung/kios ibu Butet di
desa Lemah Abang Kec. Lemah Abang, warung/kios bapak
13 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, 2007, Pedoman Penulisan Hukum, hal.
Julkarnain di Palimanan Timur Kec. Palimanan. Serta wawancara
pada para aparat penegak hukum Polres Cirebon (Kasat Narkoba
Ajun Komisaris Hartono, Kabag. Operasi Narkoba Ajun Inspektur
Satu Jarir Sugoro, SatReskrim Bripka Iman, SH), Dinas Kesehatan
Kabupaten Cirebon (Kepala Dinas Kab. Cirebon Hj. Triyani
Judawinata, Kabag. Farmasi bapak Uut,) dan Balai Besar POM Jawa
Barat (Seksi Layanan Informasi Konsumen Drs. Ujang Supriyatna),
Kepala Desa Palimanan Timur Kec. Palimanan Abdul Rahim. Dan
beberapa konsumen/pecandu pil dextro yang berada di wilayah
kabupaten Cirebon (AP di desa Gebang Kulon Kec. Gebang, R di
desa Kalimekar Kec. Gebang, BR di desa Kalimekar Kec. Gebang,
DD di desa Kalimekar Kec. Gebang, DZ di desa Kudukeras Kec.
Babakan, AB di desa Gembongan Kec. Babakan ).
b. Data Sekunder
Adalah bahan hukum yang diperoleh dari hukum positif.14 Yaitu
yang diperoleh secara langsung melalui peraturan perundang-
undangan yang berkaitan erat dengan penelitian ini, yakni:
1) Undang-undang Dasar 1945
2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana
3) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,
Lembar Negara Nomor 144 Tahun 2009
4) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,
Lembaran Negara Nomor 143 Tahun 2009
5) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika,
Lembaran Negara Nomor 10 Tahun 1997
6) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1963 Tentang Farmasi,
Lembaran Negara Nomor 81 Tahun 1963
7) Undang-undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras (St.
No. 419 tgl. 22 Desember 1949)
8) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang
Pengamanan Sediaan dan Alat Kefarmasian, Lembar Negara
Nomor 138 Tahun 1998, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3778
9) Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 Tentan Pekerjaan
Kefarmasian, Lembaran Negara Nomor 124 Tahun 2009
10)PerMenKes 347 tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotek
11)PerMenKes No. 919 tahun 1999 tentang Penggolongan Obat
diperbaiki PerMenKes 949 tahun 2009
12) KepMenKes Nomor 1331 tahun 2002 tentang Pedagang Eceran
Obat
13)PerMenKes No. 1148 Tahun 2011 tentang Pedagang Besar
14)Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK. 04.1.35.06.13.3534 Tentang Pembatalan
Izin Edar Obat Mengandung Dextro Sediaan Tunggal
15)MOU Pertemuan Pembinaan Apotek dan Toko Obat Kabupaten
Cirebon tanggal 27 Juli 2010
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Primer
1). Observasi
a. Observasi Terlibat
Yaitu suatau usaha untuk memperoleh data dengan cara
melibatkan diri secara langsung di mana penulis melakukan
observasi di keseluruhan obyek penelitian yaitu di apotek Afira di
Jl. Lawang Gada kecamatan Kesambi, apotek Mitra Sehat di
Kecamatan Babakan, apotek Sejahtera di pasar minggu
kecamatan Palimanan, Toko Obat Alvina di Kecamatan Beber,
warung/kios Ibu Butet di desa Lemah Abang, warung/kios bapak
Julkarnain di kecamatan Palimanan Timur. Selain itu penulis
dibantu dengan konsumen/pecandu membeli pil dextro di apotek
Mitra Sehat yang berada di Kecamatan Babakan.
Yaitu suatu usaha untuk memperoleh data dengan cara melakukan
pengamatan secara langsung ditempat di mana para penjual pil
dextro menawarkan serta menjual atau mengedarkan pil dextro ke
pada masyarakat yaitu di Jl. Lawanggada yang menghubungkan
antara Jl. Kesambi dengan Jl. Pulosaren kota Cirebon ini.
2). Wawancara
Yaitu melakukan wawancara langsung kepada penjual non apotek
yaitu salah satu penjual pil dextro A yang berada di di Jl.
Lawanggada, kepada informan yang mana dalam hal ini penegak
hukum Polres Cirebon (Kasat Narkoba Ajun Komisaris Hartono,
Kabag. Operasi Narkoba Ajun Inspektur Satu Jarir Sugoro,
SatReskrim Bripka Iman, SH), Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon
(Kepala Dinas Kab. Cirebon Hj. Triyani Judawinata, Kabag.
Farmasi bapak Uut,) dan Balai Besar POM Jawa Barat (Seksi
Layanan Informasi Konsumen Drs. Ujang Supriyatna), Kepala Desa
Palimanan Timur Kec. Palimanan Timur Abdul Rahim. Dan
beberapa konsumen/pecandu pil dextro yang berada di wilayah
kabupaten Cirebon (AP di desa Gebang Kulon Kec. Gebang, R di
desa Kalimekar Kec. Gebang, BR di desa Kalimekar Kec. Gebang,
DD di desa Kalimekar Kec. Gebang, DZ di desa Kudukeras Kec.
b. Sekunder
1). Studi Kepustakaan
Yaitu menggunakan library research. Yaitu peneliti akan
mengumpulkan data dari pustakaan baik buku-buku, materi
perkuliahan, internet, surat kabar atau pun pendapat para ahli,
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan
peredaran pil dextro dan penegakannya yaitu Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan dan Aalat
Kefarmasian, PerMenKes 347 Tahun 1990 Tentang Obat Wajib
Apotik, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian, PerMenKes 919 Tahun 1999 Tentang
Penggolongan Obat diperbaiki PerMenKes 949 Tahun 2009,
KepMenKes Nomor 1331 Tahun 2002 Tentang Pedang Eceran
Obat, KepMenKes No. 1148 Tahun 2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi, serta peraturan-peraturan lain terkait dengan penelitian ini.
2). Studi Dokumentasi
Yaitu selain melakukan wawancara serta tanya jawab, peneliti juga
menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi berasal dari kata
dokukem yang artinya barang-barang tertulis.15 Yaitu berupa
pengumpulan data yang diperoleh langsung dari responden dan
data kasus pil dextro tahun 2010-2013, data korban meninggal
dunia kasus minuman keras tahun 2010-2013 yang diperoleh dari
Polres Kabupaten Cirebon dan MOU Pertemuan Pembinaan
Apotek dan Toko Obat Kabupaten Cirebon tanggal 27 Juli 2010.
Yang kemudian digunakan untuk memperkuat landasan teori dan
argumentasi hukum dalam menganalisa hasil penelitian ini.
5. Teknik Analisa Data
Yaitu pada tahap ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif
yaitu suatu analisa dengan cara pengumpulan data dan informasi yang
diperoleh dari data primer dan sekunder secara jelas, sehingga nantinya
dapat ditarik suatu kesimpulan dari berbagai masalah yang
ada.16memaparkan semua fakta hasil observasi dan wawancara yang
diperoleh dari hasil penelitian di lapangan mengenai 1). Proses
peredaran pil dextro di masyarakat yang dijual secara bebas di wilayah
hukum Polres Cirebon, 2). Bentuk pelanggaran-pelanggaran yang
terjadi dengan adanya penjualan pil dextro secara bebas di wilayah
hukum Polres Cirebon dan 3). Penegakan hukum dalam menanggulangi
adanya penjualan pil dextro secara bebas di wilayah hukum Polres
Cirebon.
16 Sudikno Mertokusumo, 2004, Penemuan Hukum Sebagai Sebuah Pengantar, Penerbit Andi,
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini penulis mengemukakan sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini terdari dari 6 (enam) sub bab meliputi latar belakang masalah
yang menjelaskan tentang pentingnya masalah tersebut diteliti yang terkait
dengan permasalahan yang ada, rumusan permasalahan yaitu memuat
pertanyaan-pertanyaan yang fokus terhadap permasalahan yang akan diteliti,
tujuan penelitian yaitu yang harus mengarah pada tujuan yang hendak
diperoleh, manfaat penelitian yaitu menyebutan manfaat secara fungsional
dari penelitian baik untuk kepentingan akademis, penulis maupun masyarakat
secara luas, metode penelitian yaitu menguraikan tentang cara pelaksanaan
penelitian mulai dari menentukan pendekatan penelitian yang digunakan
hingga analisa data, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Merupakan bab yang meliputi diskriptif atau uraian tentang bahan-bahan
teori, doktrin atau pendapat sarjana, dan kajian yuridis berdasarkan ketentuan
hukum yang berlaku yang terkait langsung dan menjadi kerangkan ilmiah
permasalahan yang menjadi objek penulisan hukum yaitu tinjauan umum
tentang kesehatan dan farmasi, tinjauan umum tentang obat, tinjauan umum
BAB III PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan melakukan pembahasan secara spesifik dan
substantif mengenai permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Dimana bab
ini merupakan inti dari penulisan laporan penelitian, yang menyajikan
gambaran umum mengenai, Pertama Bagaimanakah proses peredaran pil
dextro dimasyarakat yang dijual secara bebas di wilayah hukum
PolresCirebon. Kedua Bentuk pelanggaran apa sajakah yang terjadi dengan
adanya penjualan pil dextro secara bebas di wilayah hukum PolresCirebon.
KetigaBagaimana penegakan hukum dalam menanggulangi adanya penjualan
pil dextro secara bebas di wilayah hukum Polres Cirebon.
BAB IV PENUTUP
Bab ini adalah bab terakhir yang di dalamnya ada 2 sub bab dalam penutup
ini, yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan harus sesuai dengan
permasalahannya sebab kesimpulan ini dapat disebut sebagai ringkasan
jawaban atas permasalan yang telah dirumuskan sebelumnya, kemudian dari
kesimpulan-kesimpulan tersebutdimungkinkan pula timbul hal-hal yang perlu
i
PENULISAN HUKUM
Oleh: ANI NELIYANI
08400269
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS HUKUM
i
(Studi di Wilayah Hukum Polres Cirebon) Disusundandiajukanuntukmemenuhisalahsatusyarat
memperoleh gelar kesarjanaan
dalambidangilmuhukum
Oleh: ANI NELIYANI
08400269
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS HUKUM
ii
SECARA BEBAS”
(Studi di Wilayah Hukum Polres Cirebon)
Disusun dan diajukan Oleh:
iii
SECARA BEBAS”
(Studi di Wilayah Hukum Polres Cirebon)
Disusun dan diajukan Oleh:
iv
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Ani Neliyani
Nim : 08400269
Menyatakan bahwa skripsi atau karya ilmiah saya yang berjudul “
Penegakan Hukum Terhadap Penjualan Pil Dextro Secara Bebas (Studi Di Wilayah Hukum PolresCirebon)” Adalah benar-benar karya saya, dan dalam penulisan hukum ini tidak ada karya orang lain yang telah dipublikasikan, juga bukan karya orang lain dalam rangka mendapatkan gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi, selain itu diacu dalam kutipan dan/atau dalam daftar pustaka.
v Motto:
Gantungkan azam dan semangat setinggi bintang di langit
dan rendahkan hati serendah mutiara di lautan.
Persembahan:
Skripsi saya dedikasikan kepada,” KELUARGA BESAR SAYA “, Ayahanda
Mohammad Aripin, Ibunda Khuyiroh Sa’adah, adik-adikku Brian Firmansyah,
Meliani Putri dan suamiku tercinta Rudiyanto serta anakku terkasih yang kini
vi
Judul : Penegakan Hukum Terhadap Penjualan Pil Dextro Secara Bebas (Studi di Wilayah Hukum Polres Cirebon)
Pembimbing : Fifik Wiryani, SH. M.Si, M.Hum Herwastuti, SH. M.Si
Kasus penyalahgunaan sediaan farmasi berupa obat batuk dengan kandungan dextrometorfan atau pil dextro kerap terjadi di kabupaten Cirebon yaitu dengan pengkonsumsian dalam dosis besar disertai dengan pengkonsumsian minuman keras yang sering mengakibatkan korban meninggal dunia. Adanya peyalahgunaan obat batuk ini yang diakibatkan karena pil dextro mudah didapat di apotek maupun di warung-warung tanpa resep dokter dengan harga yang relatif murah. Walaupun pil dextro mudah didapat, namun dosis pengkonsumsiannya telah dibatasi dan mengingat statusnya sebagai obat bebas terbatas (daftar W) maka peredarannya pun harus sesuai dengan peraturan yang ada. Pil dextro hanya boleh diedarkan atau diperjual belikan oleh pihak yang memiliki wewenang seperti yang terdapat pada Pasal 4 Undang-undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras. Namun di Cirebon itu sendiri adanya alur peredaran yang salah yang dilakukan pihak berwenang seperti PBF, apotek dan Pedagang Eceran Obat yaitu menjual pil dextro secara bebas kepada masyarakat. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka permasalahan yang akan dibahas oleh penulis ialah mengenai proses peredaran, bentuk pelanggaran dan penegakan hukum para aparat penegak hukumnya. Untuk membahas dalam permasalahn ini penulis menggunakan metode pendekatan penelitian yuridis sosiologis, yaitu pembahasan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan juga berkaitan dengan teori-teori hukum, serta dengan melihat kenyataan yang tejadi di masyarakat. Konsep ini memandang hukum sebagai perilaku manusia dalam masyarakat.
Dalam hal penegakan hukum terhadap para pihak pengedar atau penjual pil dextro secara bebas di kabupaten Cirebon yaitu penegakan hukum preventif dan represif yang keduanya menggunakan dua jenis sanksi administrasi dan sanksipidana. Yang berlandaskan hukum secara Umum pada Pasal 204 KUHP, Undang-undang Nomor 419 tahun 1949 tentang Obat Keras. Dan secara khusus berlandaskan pada Pasal 33 Ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148 tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi, Pasal 196 jo 197 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
vii NIM : 08400269
Title : Law Enforcement Against right-handed Pill Sales Freely (Studies in Cirebon Police Jurisdiction)
Supervisor : Fifik Wiryani, SH. M.Si, M.Hum Herwastuti, SH. M.Si
Cases of abuse of pharmaceutical preparations such as cough medicine or pills containing dextro dextrometorfan often occur in Cirebon district , namely the consumption of large doses accompanied with consumption of liquor which often results in death of the victim . The existence of this peyalahgunaan cough caused due to dextro pill easily available in pharmacy or in the stalls without a prescription at a relatively cheap price . Although pill dextro easily obtained , but the dose has been limited consumption, and given his status as a restricted free drug ( list W ) then the circulation must be in accordance with existing regulations. Dextro pills should only be circulated or traded by parties who have the authority as contained in Article 4 of Law No. 419 of 1949 on Prescription Drugs . However, in the absence of Cirebon itself is one of the circulation flow carried authorities like PBF , pharmacies and Retail Merchants that sell pills Drug dextro freely to the public . Based on the background of the above problems, the problems will be discussed by the authors is that the circulation process, a violation of the rule of law and law enforcement officials. To discuss in this permasalahn writer used socio-juridical approach of research, that discussion is based on provisions of the applicable legislation and also deals with legal theories , as well as with the fact that occurs in society. It saw the law as human behavior in society.
In terms of law enforcement against the dealer or seller dextro pill freely in Cirebon district ie preventive and repressive law enforcement that both use two types of administrative sanctions and sanksipidana . Common law which is based on Article 204 of the Criminal Code, Law No. 419 of 1949 on Prescription Drugs. And specifically based on Article 33 Paragraph ( 2 ) of the Regulation of the Minister of Health No. . 1148 of 2011 on Pharmaceutical Wholesalers, 197 jo Article 196 of Law No. 36 of 2009 on Health.
viii
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Penulisan Tugas Akhir/Skripsi yang berjudul “PENEGAKAN
HUKUM TERHADAP PENJUALAN PIL DEXTRO SECARA BEBAS (Studi Di
Wilayah Hukum Polres Cirebon)”, dan diajukan untuk memenuhi salah satu
syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan / Strata 1 (S1) dalam bidang Ilmu
Hukum.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan
dengan baik tanpa bantuan, bimbingan, arahan dan doa dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada yang
berjasa dalam penyelesaian tugas penulisan skripsi, antara lain :
1. Kepada orang tua penulis Ayahanda Mohamad Aripin, S.Pd dan
IbundaKhuyiroh Sa’adah serta adik-adikku tercinta Briyan Firmansyah
dan Meliani Putri yang selalu memberikan dukungan dan do’a yang tulus
nan suci selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Kepada bapak Prof. Dr. Muhadjir Effendi, M.A.P selaku Rektor
Universitas Muhammadiyah Malang.
3. Kepada bapakDr. Sulardi, SH., M.Si selaku Dekan Fakultas Hukum.
4. Kepada bapak Dr. Tongat, SH.,M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas
ix
I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan dan
masukan bagi penulis.
7. Kepada ibu Herwastuti, SH., M.Si Selaku Dosen Pembimbing II yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan dan
motivasi bagi penulis.
8. Kepada suamiku tercintaPratu Rudiyanto, terima kasih atas doa,
dukungan, cinta, sayang, pengertian, kesetiaan dan kesabaran yang
diberikan selama ini, sehingga penulisan Tugas Akhir ini bisa selesai.
9. Kepada bapak Rasam, Ibu Ida Hamidah mertuaku dan segenap keluarga
suamiku yang telah mendoakan dan mendukung penulis selama ini.
10.Kepada keluarga penulis, khususnya uwaku tercinta Mahmudah, beserta
keluarga besarku yang selalu memberikan bantuan baik berupa materiil
dan moril serta bimbingan dan do’a selama penulis menuntut ilmu di
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.
11.Kepada sahabat seperjuanganku Mulyasari Benamen dan Maris Khoirina
terima kasih kawan atas doa, support dan segala perhatianmu.
12.Kepadakawan-kawan seperjuangan Fakultas Hukum Universitas
x
Penulis sadar betul bahwa penulisan hukum ini tidaklah mungkin lepas dari
ketidaksempurnaan. Maka Penulis dengan segala kerendahan hati mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat konstruktif dan semoga tugas akhir ini dapat
memberikan manfaat bagi para pemerhati hukum di Indonesia. Atas segala
kekhilafan dan kesalahan penulis yang pernah dilakukan, penulis memohon maaf
yang sebesar-besarnya.
Malang, 30 Januari 2015
Penulis,
xi
Lembar Cover/ Sampul Dalam ... i
Lembar Pengesahan ... ii
Surat Pernyataan Penulisan Hukum Bukan Hasil Plagiat . ... iv
Motto danPersembahan . ... v
Abstraksi ... vi
Kata Pengantar ... viii
Daftar Isi . ... xi
Daftar Tabel ... xv
Daftar Bagan ... xvi
Daftar Lampiran ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian. ... 12
1. Manfaat Teoritis ... 12
2. Manfaat Praktis ... 12
E. Metode Penelitian ... 15
xii
b. Data Sekunder ... 17
4. Teknik PengumpulanData ... 19
5. Teknik Analisa Data . ... 22
F. Sistematika Penulisan . ... 22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kesehatan dan Farmasi 1. PengertianKesehatan ... 25
2. Pengertian Farmasi . ... 33
B. TinjauaUmumTentang Obat ... 36
1. Pengertian Obat . ... 36
2. Penggolongan Obat . ... 39
3. Peredaran Obat . ... 47
a. Pengertian . ... 47
b. Tempat Penjualan Obat ... 49
1). Pedagang Besar Farmasi (PBF) ... 49
2). Apotek . ... 53
3). Pedagang Eceran Obat . ... 58
c. Peredaran Jenis-jenis Obat . ... 60
xiii
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi PenegakanHukum . ... 75
BAB III PEMBAHASAN A. Proses Peredaran Pil Dextro Di Masyarakat yang Dijual Secara Bebas Di Wilayah Hukum Polres Cirebon 1. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon ... 81
2. Peredaran Obat Di Wilayah Hukum Polres Cirebon ... 86
1). Alat Peredaran atau Distribusi Obat ... 87
a). Pedagang Besar Farmasi (PBF) ... 87
b). Apotek ... 88
c). Pedagang Eceran Obat ... 89
2). Peredaran Obat ... ... 97
3. Pengawasan Peredaran Obat ... 114
B. Bentuk Pelanggaran yang Terjadi Dengan Adanya Penjualan Pil Dextro Secara Bebas Di Wilayah Hukum Polres Cirebon ... 117
1. Konsep Pelanggaran Peredaran Pil Dextro Menurut Aparat Penegak Hukum Di wilayah Hukum Polres Cirebon. ... 117
2. Bentuk Pelanggaran Penjualan Pil Dextro Di Wilayah Hukum Polres Cirebon... ... 119
xiv BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ... ... 148
B. Saran ... ... 153
DaftarPustaka... 155
Index... ... 158
xv
1. Jumlah Penduduk kabupaten Cirebon Tahun 2012 Menurut Kelompok
Umur ... 83
2. Daftar Nama dan Alamat Apotek Di Kabupaten Cirebon Tahun
2011-2012... ... 90
3. Daftar Nama dan Alamat Pedagang Obat Eceran Berizin Di Kabupaten
Cirebon Tahun 2011-2012... ... 93
4. Daftar Nama dan Alamat Apotek Di Kabupaten Cirebon Tahun
2013-2014... ... 94
5. Daftar Nama dan Alamat Pedagang Obat Eceran Berizin Di Kabupaten
Cirebon Tahun 2013-2014... ... 96
6. Daftar Nama Apotik dan Toko Obat Berizin Penjual Pil Dextro Secara
Bebas Di Kabupaten Cirebon . ... 106
7. Data Modus Pengedar Penjualan Pil Dextro di Wilayah Kabupaten
Cirebon .. ... 120
8. Data Tindak Pidana Narkoba Dan Obat-obat Berbahaya Di Wilayah
Hukum Polres Cirebon.. ... 128
9. Data Kasus Korban Meninggal Dunia Pil Dextro Dengan Miras Di
Wilayah Hukum Polres Cirebon Periode 2010- 2012.. ... 132
10.Data Kasus Korban Meninggal Dunia Pil Dextro Dengan Miras Di
xvi
1. Proses Peredaran Penggolongan Obat . ... 101
2. Pelanggaran Proses Peredaran Penggolongan
Obat... ... 104
xvii
2. Surat Observasi/Mencari Data No. E.6.k/098/FH-UMM/III/2013
3. Surat Observasi/Mencari Data No. E.6.k/100/FH-UMM/III/2013
4. Kartu Kendali Bimbingan Tugas Akhir
5. Surat Permohonan Mencari Data/Observasi No. 070/2244/BPPL
6. Surat Keterangan No. 070/2271/BPPL
7. Surat Pelaksanaan Survey/Penelitian No. B/163/X/2013/Sat. Narkoba
8. Surat Kesepakatan Pertemuan Pembinaan Apotek dan Toko Obat No.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku- buku:
Abdul R Saliman, (et. all), 2005. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Pranada Media Grup, Jakarta.
Agus Purwadianto, (et.all), 2009, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional
Bidang Kesehatan, badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum
dan HAM RI, Jakarta.
Arikunto Suharmisi, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Bogor.
Bambang Waluyo, 1999, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta.
CST. Kansil,1991,Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia , Rineka Cipta, Jakarta.
Dinas Kesehatan, 2011, Profil Kesehatan 2011, Edisi 2012.
Departemen Kesehatan RI, 2005, Kebijakan Obat Nasional.
FH UNMUH Malang, 2007, Pedoman Penulisan Hukum, UMM Press, Malang.
Gennaro, A.R., 1990, Remington’s Pharmaceutical Sciences, Mack Publishing Co, Easton, Pennsylvania.
Howard C Ansel, 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat, cetakan pertama, UI Press, Jakarta.
Kepolisian Negara RI Daerah Jawa Barat Resor Cirebon, Data Kasus Miras Oplosan Yang Mengakibatkan Jatuhnya Korban Meninggal Dunia Di Wilayah
Hukum Polres Cirebon Periode 2010 S/D 2012.
Moh. Anief, 2000, Prinsip Umum Dan Dasar Farmakologi, UGM Press, Yogyakarta.
Panitia Farmakope Indonesia, 1992, Farmakope Indonesia edisi IV.
Purwanto Hardjosaputra, 2008.“Daftar Obat Indonesia edisi II” , PT. Mulia Purna
Jaya Terbit, Jakarta.
Soerjono Soekanto, 1989.”Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap
Masalah-masalah Sosial”, PT. Citra Aditya Sakti, Bandung.
_____________________, 1986, Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum. CV. Rajawali, Jakarta.
Sudikno Mertokusumo, 2004, Penemuan Hukum Sebagai Sebuah Pengantar, Penerbit
Andi, Yogyakarta.
Suniarti Hartono, 1984, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke- 20, Alumni, Bandung
Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2007, Obat- obat Penting Khasiat,
Penggunaan, Dan Efek-Efek Sampingnya, edisi keenam, cetakan pertama, PT.
Elex Media Komputino, Kelompok Kompas, Gramedia, Jakarta.
United Nations. 200. Fact Sheet No. 16 (Rev.1)
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 2006, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Panduan bantuan hukum di Indonesia: pedoman anda memahami dan menyelesaikan masalah hukum", Yayasan Obor Indonesia.
B. Internet:
Artikel, 2007, “peneggakan hukum” http://www.Solusihukum.com/artikel/html, 15 Juni 2013
SabiLz 8 http://sabilz52.heck.in/bahaya-dextromethorphan. xhtml diakses 09 Pebruari 2013
Richa hardiyanti,
http://richahardiyanti22.blogspot.com/2013/03/definisi-kesehatan.htmldiakses pada 01 November 2013.
Daftar WHO Mengenai Obat-obatan Essential direvisi Desember 1999. Informasi obat WHO.Vol 13, No. 4, 1999.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/01/03/mg1tj7-edarkan pil
dekstro dua nenek ditangkappolisi diakses 09 Pebruari 2013
Dery Fitriadi Ginanjar, http://m.inilah.com/read/detail/1805156/anak sd smp
pemakai dextro paling tinggi diakses 12 Maret 2013
Haryanto, S.Pd, www.belajarpsikologi.com/pengertian-kesehatan
Www. Phapros.com, Mengenal Penggolongan Obat, terakhir kali di akses 10 Pebruari 2010
http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin Info POM/0612.pdf
C. PerUndang- Undangan:
Undang- Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1963 Tentang Farmasi,
Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras (St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949)
DUHAM
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan dan Alat Kefarmasian
Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 Tentan Pekerjaan Kefarmasian
PerMenKes 347 tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotek
PerMenKes No. 919 tahun 1999 tentang Penggolongan Obat diperbaiki PerMenKes 949 tahun 2009
KepMenKes Nomor 1331 tahun 2002 tentang Pedagang Eceran Obat
PerMenKes No. 1148 Tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK. 04.1.35.06.13.3534 Tentang Pembatalan Izin Edar Obat Mengandung Dextro Sediaan Tunggal