• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Ekstrak Teripang Pasir yang Telah Diformulasikan terhadap Maskulinisasi Udang Galah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas Ekstrak Teripang Pasir yang Telah Diformulasikan terhadap Maskulinisasi Udang Galah"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

HARYO TRIAJIE

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Efektifitas Ekstrak Teripang Pasir yang Telah Diformulasikan terhadap Maskulinisasi Udang Galah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2008

Haryo Triajie

(3)

HARYO TRIAJIE. Efektifitas Ekstrak Teripang Pasir yang Telah Diformulasikan terhadap Maskulinisasi Udang Galah. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan ETTY RIANI

(4)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b.Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB

(5)

HARYO TRIAJIE

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

NIM : C151060061

Disetujui Komisi pembimbing

Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Etty Riani, MS Anggota

Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perairan

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(7)

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dengan judul Efektifitas Ekstrak Teripang Pasir yang Telah Diformulasikan terhadap Maskulinisasi Udang Galah dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan saran selama penelitian dan penulisan tesis ini sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik, serta Bapak Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc, sebagai dosen penguji atas arahan dan saran. Tidak lupa, terimakasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional atas pemberian Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS) dan Program Hibah Penelitian Tim Pascasarjana (HPTP) tahun 2007 yang diketuai oleh Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS, sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Maskur sebagai kepala Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, dan kepada Bapak Dasu Rohmana, S.Pi beserta staf Sub Unit Pengembangan dan Pembenihan Udang Galah (SUPPUG) Pelabuhan Ratu, yang telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, bapak-ibu mertua, kakak, adik, istri, dan anakku, atas segala doa dan kasih sayangnya serta rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program studi Ilmu Perairan atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

Akhirnya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin.

Bogor, Juli 2008

(8)

Penulis dilahirkan di Malang propinsi Jawa Timur pada tanggal 30 Mei 1977 dari pasangan Srie Utomo dan Pri Pudji Lestari. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara.

Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Malang dan pendidikan sarjana ditempuh di jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, program studi Budidaya Perairan Universitas Brawijaya Malang, lulus pada tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister Sains pada program studi Ilmu Perairan diperoleh pada tahun 2006. Beasiswa program Magister diperoleh dari BPPS Departemen Pendidikan Nasional.

(9)

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Sex Reversal dan Diferensiasi Kelamin ... 4

Pengaturan Jenis Kelamin ... 6

Peranan Hormon ... 7

Hormon Steroid ... 7

Metode Pemberian Hormon Steroid ... 9

Mekanisme Maskulinisasi ... 11

Biologi Udang Galah ... 12

Formulasi Ekstrak Teripang ... 14

METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Metode Penelitian ... 16

Parameter Penelitian ... 16

Teknik pengumpulan data ... 18

Prosedur pelaksanaan ... 19

Analisis data ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 21

A. Nisbah Kelamin ... 21

B. Kelangsungan Hidup ... 24

C. Pertumbuhan Juvenil ... 27

D. Kualitas Air ... 30

E. Uji Kadar Testosteron ... 31

F. Karakterisasi Fisik dan Kimia ... 31

Pembahasan ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(10)

Halaman 1. Metode yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian... 18 2. Persentase udang galah berkelamin jantan pada perlakuan ekstrak segar teripang ... 21 3. Persentase udang galah berkelamin jantan pada perlakuan ekstrak teripang yang

telah disimpan selama 30 hari ... 23 4. Persentase kelangsungan hidup udang galah pada perlakuan ekstrak segar teripang ... 24 5. Persentase kelangsungan hidup udang galah pada perlakuan ekstrak teripang yang

telah disimpan selama 30 hari ... 25 6. Pertambahan panjang dan bobot tubuh juvenil udang galah pada perlakuan ekstrak

segar teripang pasir ... 27 7. Rata- rata pertumbuhan harian (ADG) juvenil udang galah pada perlakuan ekstrak

segar teripang pasir ... 28 8. Pertambahan panjang dan bobot tubuh juvenil udang galah pada perlakuan ekstrak

teripang yang telah disimpan selama 30 hari ... 29 9. Rata-rata pertumbuhan harian (ADG) juvenil udang galah pada perlakuan ekstrak

(11)

1. Kerangka inti steroid (cyclopentanohydrophenanthrene) (a) dan testosteron (b) ... 8

2. Sensitivitas tahapan diferensiasi kelamin terhadap hormon steroid pada teleostei ... 10

3. Diagram pengaruh perlakuan hormon steroid terhadap pertumbuhan ikan teleostei ... 11

4. Persentase udang galah jantan pada masing-masing perlakuan ... 13

5. Perbedaan morfologi udang galah jantan dan betina ... 13

6. Alat kelamin udang galah dilihat dari sisi abdominal ... 14

7. Morfologi kaki renang kedua udang galah ... 19

8. Grafik persentase udang jantan pada perlakuan ekstrak segar teripang pasir ... 22

9. Grafik persentase udang jantan pada masing-masing perlakuan pada perlakuan ekstrak teripang pasir yang telah disimpan selama 30 hari ... 23

10. Grafik persentase kelangsungan hidup udang galah pada perlakuan ekstrak segar teripang pasir ... 25

11. Grafik persentase kelangsungan hidup udang galah pada perlakuan ekstrak teripang pasir yang telah disimpan selama 30 hari ... 26

(12)

Halaman

1. Tahapan ekstraksi teripang dan tahapan percobaan ... 47

2. Tahapan perendaman juvenil menggunakan ekstrak teripang ... 48

3. Komposisi pakan buatan untuk juvenil udang galah jenis crumble C-581 L produksi Charoen Phokphan ... 49

4. Kadar testosteron dalam hemolymph udang galah pada percobaan pertama dan kedua ... 50

5. Appendix masculinus pada kaki renang ke-2 Macrobrachium rosenbergii jantan ... 51

6. Kualitas air media pemeliharaan juvenil pada percobaan pertama dan kedua ... 52

7. Analisis statistik udang galah berkelamin jantan pada pecobaan pertama ... 53

8. Analisis statistik kelangsungan hidup udang galah pada percobaan kedua ... 56

9. Analisis statistik udang galah berkelamin jantan pada percobaan kedua ... 59

10. Analisis statistik kelangsungan hidup udang galah pada percobaan kedua ... 62

11. Uji BNT untuk udang galah berkelamin jantan pada percobaan pertama ... 65

12. Uji BNT untuk kelangsungan hidup udang galah pada percobaan petama ... 68

13. Uji BNT untuk udang galah berkelamin jantan pada percobaan kedua ... 71

(13)

Latar Belakang

Potensi udang galah jantan sebagai komoditas budidaya perikanan air tawar cukup besar untuk dikembangkan, karena memiliki berbagai kelebihan antar lain: memiliki laju pertumbuhan yang relatif cepat dibandingkan yang betina, dalam hal ini dalam 3 bulan pemeliharaan dapat mencapai bobot tiga kali lebih besar dari betina yaitu 42-102 g/ekor dengan panjang 25 cm/ekor (Bardach dalam Hadie et al. 2001), sehingga pemeliharaan udang galah yang berjenis kelamin jantan yang dihasilkan melalui teknologi sex reversal dalam kegiatan budidaya akan lebih menguntungkan.

Perkembangan usaha budidaya udang dimasa yang akan datang supaya tetap kontinu tergantung pada beberapa hal, salah satunya adalah ketersediaan benih dalam jumlah yang cukup. Oleh karena itu, melalui pemanfaatan teknologi produksi benih yang efisien akan dapat meningkatkan produksi hewan budidaya perairan yang sesuai dengan permintaan konsumen (pasar). Pengembangan alternatif sistem budidaya secara tunggal kelamin (monosex culture) melalui teknologi yang ramah lingkungan merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan produksi udang galah dengan cepat.

(14)

Industri perikanan budidaya selama ini banyak menggunakan hormon sintetik (MT). Senyawa ini mempunyai kelemahan yaitu sulit terurai di dalam tubuh, bersifat karsinogenik, mencemari lingkungan, dan seringkali menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, bahkan saat ini peredarannya sudah dilarang. Sedangkan senyawa alami mempunyai kelebihan yaitu mudah terurai oleh tubuh dan efek samping yang ditimbulkan sedikit (Wiryowidagdo 2005). Oleh karena itu, perlu alternatif untuk mengganti hormon sintetik dan bahan kimia sintetik lainnya dengan hormon almiah dari teripang pasir. Menurut Riani et al. (2005), pada ekstrak tubuh teripang pasir terdapat hormon androgen

Teripang atau timun laut (Echinodermata) adalah salah satu jenis komoditi laut yang bernilai domestik maupun internasional sub sektor perikanan yang cukup potensial. Salah satu zat bioaktif yang terkandung dalam teripang adalah senyawa steroid. Senyawa ini merupakan salah satu jenis hormon yang memiliki nilai ekonomis penting dalam industri farmasi sebagai aprodisiaka (penambah vitalitas) dan pembalikan sifat kelamin (sex reversal).

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Riani et al. (2005) dan Kustiariyah (2006), menjelaskan bahwa ekstrak teripang pasir (Holothuria scabra

Jaeger) mengandung senyawa steroid. Hasil analisis GC-MS dan NMR menunjukkan bahwa berat molekul steroid ekstrak teripang adalah 288,42 yang merupakan jenis testosteron. Identifikasi dan karakteristik steroid hasil ekstraksi daging teripang dengan menggunakan thin layer cromatography (TLC) dan pengamatan dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm didapatkan fraksi dengan nilai Rf (retardation factor) 0,91 yang menunjukkan bahwa ekstrak teripang mengandung testosteron dan 0,96 sebagai kolesterol.

(15)

meningkatkan prosentase jantan pada larva ikan lele sebesar 72,3-72,5% (Massengreng 2007). Ikan nila dengan pemberian FAD menghasilkan populasi jantan 100% ( Afonso 2001 dan Kwon et al. 2000 dalam Kulh dan Brouwer 2005). TBT 100 ng/l yang diberikan pada ikan zebra yang dipelihara selam 30 hari menghasilkan populasi jantan 100% (McAllister dan Kime 2003 dalam Kulh dan Brouwer 2005).

Secara fisiologis, jenis kelamin ikan dapat diarahkan dengan menggunakan hormon steroid. Perlakuan hormon dilakukan pada periode labil yaitu sebelum gonad berdiferensiasi saat masih sensitif terhadap perlakuan hormon (Yamazaki 1983). Pernyataan ini juga disampaikan oleh Edward dalam Melecha et al. (1992), bahwa jaringan gonad pada udang galah yang belum terdiferensiasi masih labil untuk jangka pendek, tetapi perkembangannya akan meningkat sejalan dengan umur seperti pada vertebrata. Piferrer (2001), juga menjelaskan bahwa sensitivitas hormon steroid terhadap perkembangan diferensiasi sangat tergantung pada fase perkembangan gonad yang terjadi, sehingga puncak sensitivitasnya terjadi setelah fase pembelahan sel jaringan gonad atau sebelum jaringan gonad terdiferensiasi.

Keberhasilan penggunaan hormon untuk proses pengarahan diferensiasi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis hormon, dosis yang digunakan, cara dan lama penggunaan, jenis dan umur spesies, serta faktor lingkungan terutama suhu air media (Hunter dan Donaldson 1983). Penelitian untuk mendapatkan jantan kelamin tunggal (monosek) yang maksimal dengan menggunakan hormon alami dari ekstrak teripang pasir melalui teknologi sex reversal terhadap perubahan jenis kelamin pada udang galah masih sangat terbatas, sedangkan informasi tentang efektivitas ekstrak teripang hasil formulasi belum pernah dilakukan, oleh karena itu perlu segera dilakukan penelitian sebagai salah satu alternatif untuk memecahkan masalah tersebut

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat efektivitas ekstrak kasar daging teripang yang telah diformulasikan dalam maskulinisasi udang galah

Hipotesis

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Sex Reversal dan Diferensiasi Kelamin

Teknik pengarahan diferensiasi kelamin untuk mengubah jenis kelamin secara buatan dari jenis kelamin jantan secara genetik menjadi jenis kelamin betina fenotif atau sebaliknya disebut teknik sex reversal. Teknik ini secara buatan dimungkinkan karena pada awal perkembangan embrio atau larva belum terjadi deferensiasi kelamin (Carman et al. 1998).

Secara genetik, jenis kelamin suatu individu sudah ditetapkan pada saat pembuahan. Akan tetapi pada masa embrio, jaringan bakal gonad masih berada dalam masa indiferent. Pada suatu jaringan bakal jantan atau betina sebenarnya struktur jantan dan betina sudah ada dan tinggal menunggu proses diferensiasi dan penekanan ke arah aspek-aspek jantan dan betina (Matty 1985). Menurut Carman

et al. (1998), pada saat awal pertumbuhan zigot hingga larva, pembentukan jenis kelaminnya masih labil. Hal ini diduga karena fungsi kromosom kelamin dalam menentukan jenis kelamin masih belum aktif.

Piferrer (2001) menyatakan bahwa diferensiasi kelamin meliputi seluruh aktivitas yang berhubungan dengan keberadaan gonad, yang meliputi perpindahan awal sel nutfah, munculnya bagian tepi gonad dan diferensiasi gonad menjadi testis atau ovari. Selanjutnya dikatakan bahwa diferensiasi kelamin pada ikan dapat melalui dua jalan yang berbeda. Jalan pertama gonad secara langsung berdiferensiasi menjadi ovari atau testis, sedangkan jalan yang kedua ikan akan berdiferensasi menjadi ovari kemudian berubah menjadi testis.

Menurut Pandian dan Sheela (1995), masa diferensiasi seks ikan sangat beragam bergantung kepada spesies. Diferensiasi seks pada golongan Ochlids dan

(17)

penetasan (larva), juvenil, bahkan dewasa.

Menurut Malecha et al. (1992), diduga jaringan gonad udang galah

(Macrobrachium rosenbergii) yang belum terdiferensiasi masih labil untuk jangka pendek, tetapi perkembangannya akan meningkat sejalan dengan umur seperti pada vertebrata. Selanjutnya dikatakan bahwa determinasi gene jantan Macrobrachium rosenbergii tidak berfungsi dengan baik selama periode larva ke pasca larva, tetapi akan muncul kemudian pada awal perkembangan juvenil. Menurut Hunter dan Donaldson (1983), interval waktu perkembangan gonad sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemberian hormon, terutama pada saat gonad dalam keadaan labil. Hal ini berhubungan dengan fungsi hormon steroid yang bekerja sebagai perangsang terjadinya diferensiasi.

Perkembangan morfologi seks sekunder pada udang windu hampir lengkap (sempurna) pada panjang karapas 10,8 mm untuk yang jantan, sedangkan pada betina terjadi pada saat panjang karapasnya 11,3 mm. Dengan demikian maka seks sekunder diperkirakan terjadi pada panjang total 24,8-25,9 mm (Motoh 1981).

(18)

Pengaturan Jenis Kelamin

Perubahan kelamin adalah upaya yang dilakukan untuk mengubah status kelamin baik dari jantan menjadi betina ataupun sebaliknya. Pada ikan, hal ini dapat dilakukan melalui pendekatan hormonal dan genetik, diduga pada udang pun dapat dilakukan pendekatan yang sama (Sumantadinata dan Carman 1995). Menurut Yamazaki (1983), pendekatan hormonal biasanya dilakukan dengan cara pemberian hormon steroid (kelompok androgen dan estrogen) sebelum diferensiasi terjadi. Sedangkan pendekatan genetik dilakukan melalui persilangan antar spesies/genus tertentu, jenis kelamin ikan memiliki arti penting dalam pengembangbiakannya, karena antara jantan dan betina terdapat perbedaan laju pertumbuhan, pola tingkah laku dan ukuran maksimum individu

Jenis kelamin suatu individu ditentukan oleh faktor genetis dan lingkungan. Kedua faktor tersebut akan bekerja secara sinergis untuk menentukan ekspresi fenotipe suatu karakter. Faktor genetis yang menetukan jenis kelamin yaitu kromosom seks atau gonosom yang mengandung faktor gen-gen jantan dan betina. Sedangkan yang tidak menentukan jenis kelamin disebut kromosom biasa atau autosom (Kirpichnikov 1981; Yatim 1986).

Menurut Yatim (1986), perubahan jenis kelamin dapat terjadi secara alami dan buatan. Perubahan kelamin secara alami adalah perubahan kelamin yang disebabkan oleh faktor lingkungan dengan susunan genetiknya tidak mengalami perubahan. Sedangkan perubahan kelamin buatan merupakan usaha manusia untuk mengarahkan perkembangan organ reproduksi dengan pemberian bahan yang dapat merangsang perubahan tersebut. Selanjutnya menurut Chan dan Yeung (1983) perubahan kelamin buatan untuk menghasilkan individu dengan fenotipe kelamin yang tidak sama dengan kelamin genotipenya.

(19)

produksi feromon. Di antara fenomena tersebut diferensiasi gonad terjadi lebih dahulu kemudian diikuti oleh fenomena lain.

Peranan Hormon

Hormon adalah bahan kimia organik, merupakan senyawa aktif biologis yang dihasilkan oleh bagian kelenjar, jaringan atau organ tertentu dari hewan dan manusia, bekerja pada konsentrasi kecil dan mempunyai cara kerja yang spesifik. Hormon mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengaturan fisiologi, dan umumnya hormon bekerja sebagai aktivator spesifik atau inhibitor dari enzim (Murray et al. 2003). Hal yang sama juga disebutkan oleh Schunack et al. (1990), bahwa hormon adalah senyawa biologi aktif, bekerja dalam konsentrasi yang kecil melalui aliran darah mencapai organ sasaran dan memperlihatkan kerja yang spesifik, dan dibentuk dalam jaringan atau organ tertentu dari organisme hewan dan manusia. Menurut Siswandono dan Soekarjo (1995), hormon merupakan senyawa yang secara normal dikeluarkan oleh kelenjar endokrin atau jaringan tubuh dan dilepas ke peredaran darah menuju jaringan sasaran, berinteraksi secara selektif dengan reseptor khas kemudian menunjukkan efek biologis.

Menurut Sumantadinata dan Carman (1995), secara sederhana pemberian hormon bertujuan untuk mempengaruhi keseimbangan hormon dalam darah yang pada saat diferensiasi kelamin sangat menentukan individu tertentu akan berstatus jantan atau betina dengan cara memasukkannya dari luar tubuh.

Hormon Steroid

Steroid adalah salah satu jenis asam lemak yang berupa hormon turunan kolesterol dengan struktur kimia terdiri dari 27 atom karbon. Steroid dihasilkan oleh kelenjar yang terdapat dalam testis, ovarium, korteks adrenalis, dan plasenta (Bischof dan Islami 2003)

Berdasarkan bahan pembentukannya secara kimiawi hormon dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok (Siswandono dan Soekarjo 1995) yaitu : 1. Homon protein (peptida) : mempunyai residu asam amino 3-200, meliputi semua

hormon hypothalamus dan pituitary, insulin dan glukagon pada pankreas

(20)

meliputi adrenalin pada medulla adrenal dan hormon tiroid.

3. Hormon steroid : dapat larut dalam minyak meliputi hormon adrenal cortical, androgen (hormon kelamin jantan) dan estrogen (hormon kelamin betina).

Dorfman dan Ungar (1965); Litwack dan Schmidt (2002), menjelaskan bahwa hormon steroid merupakan turunan kolesterol dengan struktur inti berupa cincin siklopentana dengan nama perhydrocyclopentanophenanthrene seperti terlihat pada Gambar 1.

(a) (b)

Gambar 1. Kerangka inti steroid (cyclopentanohydrophenanthrene) (a) dan testosteron (b) (Turner dan Bagnara 1988)

Hormon steroid terlibat dan berperan penting dalam proses sinyal tranduksi sel dalam tubuh organisme karena ukurannya kecil dan adanya reseptor sel yang bekerja langsung menyampaikan pesan atau informasi ke sel sasaran. Respon sel sasaran dapat berupa sintesis senyawa protein baru (Delvin 1993).

Menurut Donaldson dan Benfey (1987) hormon steroid yang digunakan untuk merangsang perubahan kelamin dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :

(1) Hormon androgen, seperti androstenedion. etiniltestosteron, metiltestosteron, dan testosteronpropionat yang dapat digunakan atau memberi efek pengarahan diferensiasi kelamin menjadi jantan (maskulinisasi).

(2) Hormon estrogen, seperti estron, estriol, estradiol, dan etinilestradiol yang dapat digunakan atau memberikan efek pengarahan diferensiasi kelamin menjadi betina (feminisasi) .

(21)

androstanedion, androstenedion, androstenediol dan tran-hidrosterin. Hormon androgen menurut Sower dan Irwanto (1985) terbentuk secara alami seperti testosteron, 11α-ketotestosteron, dihydrotestosteron dan yang dapat disintesis seperti 17α-metiltestosteron dan testosteron propionate.

Piferrer (2001) menjelaksan bahwa sensivitas hormon steroid eksogenus (exogenous steroids) terhadap diferensiasi seks sangat tergantung pada perkembangan gonad yang terjadi. Pada saat belum terbentuk gonad, sensitivitasnya masih belum tampak, tetapi begitu terbentuk formasi gonad, sensitivitas hormon mulai ada dan meningkat terus hingga mencapai puncak pada fase diferensiasi seks secara fisiologis

Testosteron sebagai hormon steroid merupakan hormon yang bersifat anabolik dan androgenik. Sifat androgenik lebih menonjol karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan organ reproduksi, organ seksual sekunder dan kelenjar aksesoris kelamin. Sedangkan sifat anabolik berpengaruh terhadap pertumbuhan jaringan dan sel-sel seperti otot, eritrosit dan pertumbuhan tulang (Rath et al. 1996). Berdasarkan penelitian Feist dan Schreck (1996), pada ikan rainbow trout ditemukan adanya perberian tingkat hormon steroid pada fase embrionik dan larva. Kadar steroid relatif tinggi pada hari pertama setelah pembuahan dan menurun terus hingga hari ke-25 dan kemudian pada hari ke-30 dan ke-48, kadar steroid meningkat secara jelas hingga hari ke-78 dan setelah itu relatif konstan. Fluktuasi kadar hormon steroid selama proses perkembangan embrio dan larva diduga berperan penting sebagai pengarah pada diferensiasi kelamin pada ikan rainbow trout.

Metode Pemberian Hormon Steroid

Menurut Nagy et al. (1981); Hunter dan Donaldson (1983), keberhasilan penggunaan hormon steroid dan yang mempengaruhi dosis optimum hormon steroid untuk mengubah jenis kelamin ikan bergantung kepada beberapa faktor yaitu aktivitas hormon, jenis dan umur ikan, dosis hormon, lama dan waktu pemberian hormon serta cara pemberian hormon.

(22)

efektif perlu diperhatikan konsentrasi dan lama perendaman (Carman et al. 1998; Hunter dan Donaldson 1983; Yamazaki 1983). Perendaman dengan dosis yang sangat tinggi membutuhkan waktu perendaman yang lebih singkat (Hunter dan Donaldson, 1983). Penggunaan hormon steroid pada udang dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti lewat mulut (oral), penyuntikan (injection) dan perendaman (dipping). Dosis hormon yang diberikan tidak boleh berlebihan karena dapat menimbulkan tekanan pada pembentukan gonad, efek paradoksial, pertumbuhan rendah dan kematian tinggi (Wichins dan Lee 2002).

Menurut Sower et al. (1984), dosis hormon yang digunakan tidak boleh berlebihan karena dapat menimbulkan tekanan pada pembentukan gonad, efek paradoksial dan tingginya mortalitas. Selain itu perlakuan hormon dapat menyebabkan rendahnya tingkat pertumbuhan ikan. Yamazaki (1983) menjelaskan bahwa agar pengaruh hormon steroid efektif, waktu penggunaannya harus dilakukan ketika gonad belum berdiferensiasi. Beberapa studi menunjukkan bahwa periode penggunaan harmon yang lebih singkat ternyata lebih efektif. Diduga ada hubungan terbalik antara dosis dan lama waktu perlakuan, sehingga untuk dosis yang lebih tinggi membutuhkan waktu yang lebih singkat. Berdasarkan grafik sensitivitas gonad terhadap pemberian hormon steroid (Gambar 2), dimana sensitivitas tertinggi terjadi saat sebelum diferensiasi kelamin secara fisiologis dan secara histologis, maka perlakuan hormon akan memberikan efek pengubahan kelamin tertinggi jika diberikan tepat sebelum tahap diferensiasi kelamin secara fisiologis.

(23)

Menurut Piferrer (2001), perlakuan horman steroid selain berpengaruh terhadap diferensiasi seks juga dapat menimbulkan efek terhadap pertumbuhan. Pada kasus tertentu perlakuan hormon dapat meningkatkan pertumbuhan, sedangkan pada kasus lain justru dapat menurunkan pertumbuhan (Gambar 3).

Gambar 3. Diagram pengaruh perlakuan hormon steroid terhadap pertumbuhan ikan teleostei (Piferrer, 2001).

Hunter dan Donaldson (1983) mengatakan bahwa waktu pemberian hormon yang terlalu lama akan memberikan hasil yang sama seperti pada penggunaan dosis yang tinggi, yaitu terganggunya proses pembentukan gonad dan gamet. Menurut Pandian dan Sheela (1995), munculnya ikan hermaprodit umumnya disebabkan oleh penggunaan dosis hormon yang rendah (suboptimum).

Mekanisme Maskulinisasi

Hormon androgen bekerja secara umpan balik dalam mengkontrol pelepasan gonadotropin pituitari, dan berperan penting dalam diferensiasi serta pembentukan kelamin jantan beserta sifat kelamin sekundernya.

(24)

Hariani (1997), hormon steroid akan mempengaruhi target sel seperti gonad dan saluran otak. Diduga pada saat fertilisasi sudah terbentuk sel kromosom, apabila diberi hormon testosteron dari luar, maka hormon ini akan merangsang hormon endogen mensintesis steroid untuk pertumbuhan dan perkembangan gonad secara funsional. Demikian juga otak juga dipengaruhi oleh hormon eksogen ini, yang memberi perintah kepada poros aksis hipotalo-hipofisa-gonad.

Biologi Udang Galah

Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan spesies dari ordo Dekapoda, famili Palaemonidea yang sering disebut “giant freshwater prawn”, dalam siklus hidupnya secara alami memerlukan lingkungan perairan perairan tawar dan payau (Toro dan Sugiarto 1979), dimana menempati dua habitat yaitu tingkat pascalarva sampai dewasa menghuni perairan air tawar seperti sungai, danau, dan kolam, sedang fase larva sampai mencapai akhir masa metamofosis menghuni perairan payau yang dipengaruhi oleh pasang surut (Ling 1967).

Siklus hidup udang galah dimulai dari telur-telur yang telah terbuahi dan dierami induknya selama 19-21 hari dan menetas menjadi larva. Udang dewasa akan memijah dan melepaskan telurnya diperairan tawar atau payau dan larva yang baru menetas akan menuju muara sungai. Apabila dalam waktu tiga hari tidak mencapai perairan payau, larva akan mati (Wickins 1976). Untuk mencapai tingkatan pascalarva, larva dalam perkembangannya rata-rata membutuhkan waktu 45 hari atau harus melalui 11 kali metamorfosis, dimana setiap tahapnya terjadi pergantian kulit serta diikuti dengan perubahan struktur morfologis. Setelah melewati stadia 11 berubah bentuk menjadi juvenil yang secara morfologis bentuknya seperti udang dewasa tetapi ukurannya lebih kecil akan memerlukan lingkungan air tawar sampai menjadi dewasa (D’Abramo, Brunson dan Daniel 2001). Siklus hidup udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) dapat dilihat pada Gambar 4.

(25)

Gambar 4. Siklus hidup udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man).

Menurut Ling (1967), Sherman dan Sherman (1976) dalam Hadie dan Hadie (1993), untuk membedakan antara udang galah jantan dan betina terdapat beberapa ciri yang dapat digunakan antara lain bentuk badan, letak alat kelamin, dan bentuk serta ukuran dari pasangan kaki jalan kedua. Bentuk badan udang galah jantan dibagian perut lebih ramping dan ukuran pleuron lebih pendek, sedangkan udang galah betina bagian perutnya lebih melebar dan pleuron sedikit memanjang. Letak alat kelamin udang galah jantan terdapat pada basis pasangan kaki jalan kelima, sedangkan untuk udang galah betina, alat kelamin terletak pada basis pasangan kaki jalan ketiga. Bentuk dan ukuran kaki jalan kedua udang galah jantan sangat mencolok, yakni besar dan panjang mirip galah, sedangkan betinanya lebih kecil dan tidak mencolok.

Sumber : Arisandi 2007

Gambar 5. Perbedaan morfologi udang galah jantan dan betina.

(26)

(A) (B)

Sumber : Susilowati 1996.

Gambar 6. Alat kelamin udang galah dilihat dari sisi abdominal. A: Petasma pada udang jantan terletak antara kaki jalan ke 5, B: Thelicum pada udang betina terletak antara kaki jalan ke 3

Formulasi Ekstrak Teripang

Aditif adalah bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan dan obat-obatan untuk tujuan meningkatkan kualitas, menambahkan rasa dan memantapkan kesegaran sediaan-sediaan tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (1996), terhadap pengujian stabilitas emulsi pada berbagai komposisi minyak ikan lemuru dengan menggunakan bahan pengemulsi lesitin dan bahan pelapis, memperlihatkan bahwa emulsi dengan kombinasi minyak ikan, lesitin, dan cmc masing-masing sebesar 25%, 5%, dan 10% mempunyai stabilitas emulsi tertinggi. Tingginya stabilitas emulsi ini kemungkinan disebabkan peran cmc dan lesitin yang dominan dalam menstabilkan dan meningkatkan viskositas sistim emulsi.

Peningkatan viskositas diduga karena gugus karboksil yang terdapat pada molekul cmc bersifat dapat mengikat air sehingga meningkatkan viskositas pada fase cair. Viskositas yang tinggi menurunkan pergerakan droplet minyak dan membantu mencegah penggabungan droplet minyak. Disamping itu juga disebabkan jumlah minyak yang terdapat dalam emulsi sebesar 25% cenderung memberikan stabilitas yang lebih tinggi. Penggunaan pengemulsi emulsi lesitin yang lebih bersifat lipopilik (HLB 3) ditarik oleh droplet minyak yang juga bersifat lipopilik sehingga melapisinya dengan baik. Droplet-droplet minyak yang terlapisi

Petasma Kaki jalan

(27)

droplet minyak tidak mudah menyatu.

(28)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Sub Unit Pembenihan Udang Galah (SUPUG) Pelabuhan Ratu, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Laboratorium Terpadu FKH IPB, Laboratorium Fisiologi FKH IPB dan Laboratorium Isotop/Radioaktif Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, dari bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Desember 2007.

Metode penelitian Metode dan desain penelitian

Perlakuan ekstrak teripang pada juvenil udang galah dengan metode perendaman (dipping), menggunakan 12 perlakuan dan 3 ulangan dengan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor yang pertama adalah dosis ekstrak teripang dengan empat taraf perlakuan yaitu 0, 10, 15, dan 25 mg/l dan faktor yang kedua adalah waktu perendaman dengan tiga taraf perlakuan yaitu 12, 24 dan 36 jam. Dilakukan juga dua perlakuan kontrol positif yaitu: 17α -metiltestosteron konsentrasi 25 mg/l selama 24 jam dan aromatase inhibitor (Imidazole, 1,3-Diaza-2,4-Cyclopentadiene,) konsentrasi 30 mg/l selama 24 jam.

Desain waktu evaluasi

Juvenil udang galah dipelihara selama 30 hari atau sampai ciri kelamin sekundernya terlihat jelas. Evaluasi kelangsungan hidup dilakukan diakhir penelitian. Pengukuran suhu, oksigen terlarut dan pH dilakukan setiap hari sebelum pemberian pakan yaitu pada pukul 06.00 WIB dan 17.00 WIB.

Parameter penelitian Parameter utama

- Nisbah kelamin jantan (jumlah kelamin jantan)

J (%) =

T A

(29)

A : jumlah udang berkelamin jantan T : jumlah sampel udang yang diamati

- Kelangsungan hidup (jumlah udang yang hidup selama penelitian)

Kelangsungan hidup (%) =

mati

- Pertumbuhan juvenil (panjang dan bobot tubuh)

Untuk mengetahui pertumbuhan udang galah, dilakukan pengukuran pertambahan panjang dan berat tubuh. Selanjutnya dihitung rata-rata pertumbuhan hariannya / average daily gaint (ADG) menggunakan rumus;

ADG = t

- Uji Kadar Testosteron dalam hemolymph

Uji ini dilakukan dengan menggunakan kit dengan nama Coat a count total testosteron, diagnostic products corporation Los Angles CA. USA

- Karakterisasi ekstrak teripang

Karakterisasi ini dilakukan melalui dua uji yaitu karakterisasi fisik dan karakterisasi kimia melalui uji proksimat.

- Kualitas air

(30)

Teknik Pengumpulan Data Bahan

Ekstrak teripang alami diperoleh dari ekstrak daging teripang pasir, sedangkan hormon sintetis yang digunakan adalah 17α-metiltestosteron (produk Argent Chemical Lab. Inc. Redmond WA USA dan aromatase inhibitor (produk WAKO Pure Chemical Industries Ltd, Jepang).

Hewan uji yang digunakan adalah juvenil udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) hasil budidaya di Sukabumi berukuran panjang ± 12 mm. Selama perlakuan, pakan yang diberikan pada udang berupa pakan buatan. Air media pemeliharaan dalam bak adaptasi dan bak pengamatan bersalinitas 10 g/kg. Wadah pemeliharaan udang setelah perlakuan berupa bak plastik bervolume 20 L.

Metode pengukuran

Pada penelitian ini ada beberapa variabel yang diukur menggunakan metode tertentu (Tabel 1).

Tabel 1. Metode yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian

No Variabel Penelitian Metode Pengukuran

1. Jumlah udang jantan Pengamatan jenis kelamin juvenil secara morfologis. Jumlah sampel 30 ekor.

2. Kelangsungan hidup Menghitung udang yang mati, dimulai setelah perlakuan sampai akhir penelitian.

3. Pertumbuhan Diukur mengunakan mistar dan neraca analitik

4. Kadar testosteron Coat a count total testosterone

5. Karakterisasi ekstrak teripang Diamati secara Fisik dan kimia 6. Kualitas air : - oksigen terlarut

- pH - suhu

(31)

- Persiapan wadah pemeliharaan

Persiapan wadah meliputi bak adaptasi, bak pengamatan. Bak dicuci agar bebas dari kotoran dan bakteri yang merugikan, menggunakan kaporit (CaOCl) 10 ppm. Dibilas dengan air bersih, dan dibiarkan sampai 24 jam baru digunakan.

- Persiapan air media pemeliharaan

Mempersiapkan air media pemeliharaan dalam bak adaptasi dan bak pengamatan bersalinitas 10 g/kg.

- Seleksi juvenil

Seleksi juvenil udang galah dilakukan secara morfologis, berdasarkan ciri-ciri morfologisnya seperti ukuran panjang, kelengkapan organ, warna tubuh dan umur.

- Pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data

Juvenil udang galah dipelihara dalam bak adaptasi secara massal, selanjutnya diberi perlakuan perendaman ekstrak teripang sesuai perlakuan yang telah ditentukan. Kepadatan juvenil dalam wadah pengamatan adalah 60 ekor per 15 L. Penyiponan dasar bak dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari sebelum pemberian pakan. Selanjutnya juvenil diberi pakan sesuai dengan jenis dan dosis yang telah ditentukan.

Jumlah udang dalam bak pengamatan selanjutnya dihitung setiap hari. Selanjutnya dilakukan perhitungan kelangsungan hidup. Udang dibesarkan selama 30 hari atau sampai dapat dibedakan jenis kelamin serta diamati efek negatif akibat perlakuan ekstrak teripang. Jenis kelamin berdasarkan pada ciri kelamin sekunder, yaitu keberadaan appendix masculinus pada kaki renang kedua (Gambar 7).

(32)

- Uji kadar testosteron dalam hemolymph

Uji ini dilakukan dengan menggunakan Kit dengan nama Coat a count total testosteron, diagnostic products corporation Los Angles CA. USA dengan tujuan mengukur kadar kolesterol yang telah diberikan melalui perlakuan perendaman ekstrak teripang dalam air media di dalam serum darah juvenil udang galah jantan diakhir penelitian (hari ke 30).

- Karakterisasi ekstrak teripang

Karakterisasi ini dilakukan melalui dua uji yaitu karakterisasi fisik berupa warna, berat, bau serta tekstur dengan dan karakterisasi kimia melalui uji proximat. Karakterisasi pertama pada saat formulasi ekstrak kasar selesai dibuat, kedua setelah ditambah emulsi berupa lesitin sebesar 5% dan sodium carboxymethylcellulose (cmc) sebesar 10% sebagai stabiliser, dan ketiga setelah penyimpanan 1 bulan pada suhu 4oC yang telah ditambahkan bahan yang sama.

- Penambahan aditif

Aditif yang diberikan ke dalam ekstrak teripang adalah lesitin dan cmc. Ekstrak teripang langsung dibuat emulsi dengan lesitin dan cmc, kemudian setelah tercampur secara merata, ditambahkan pelarut aquades dan kemudian dilakukan pencampuran hingga merata.

- Analisis data

(33)

Hasil A. Nisbah Kelamin Jantan

- Perlakuan ekstrak segar teripang pasir

Efektivitas ekstrak teripang yang baru diformulasikan dengan ditambahkan bahan penstabil berupa lesitin dan cmc terhadap maskulinisasi udang galah dapat dilihat pada hasil-hasil berikut.

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap keberadaan apendix masculinus pada individu jantan (Lampiran 5 dan Tabel 2) memperlihatkan bahwa persentase jenis kelamin jantan secara umum lebih besar dibanding kontrol.

Tabel 2. Persentase udang galah berkelamin jantan pada perlakuan ekstrak segar teripang pasir

Waktu Perendaman (jam)

Dosis Ekstrak Teripang (mg/l)

0 10 15 25 12 25,36 ± 3,05 40,68 ± 6,31 47,88 ± 2,83 59,44 ± 0,80

24 27,85 ± 3,47 41,49 ± 5,55 52,55 ± 6,39 57,48 ± 7,66 36 24,99 ± 5,92 53,38 ± 8,54 54,98 ± 3,90 67,31 ± 3,30

(34)

perlakuan ekstrak segar teripang pasir antara yang direndam 12 jam, 24 jam, dan 36 jam. Nilai signifikansi untuk interaksi antara dosis dan lama perendaman yaitu 0,220, nilai ini lebih besar dari taraf 5%, sehingga interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengarih nyata pada perlakuan ekstrak segar teripang pasir.

Hasil analisis tersebut membuktikan bahwa ekstrak teripang memberikan respon positif terhadap peningkatan persentase udang galah jantan. Untuk lebih jelasnya, persentase udang jantan pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8.

12 jam Perendaman 24 jam Perendaman 36 jam Perendaman

Dosis Ekstrak Teripang

Kontrol(-) 10 mg/l 15 mg/l 25 mg/l Kontrol(+)MT Kontrol(+)AI

Gambar 8. Grafik persentase udang galah jantan pada perlakuan ekstrak segar teripang pasir.

Berdasarkan Gambar 8 di atas, diketahui bahwa dengan adanya penambahan dosis dan waktu perendaman akan menyebabkan persentase udang galah jantan terlihat semakin meningkat.

- Perlakuan ekstrak yang telah disimpan selama 30 hari

Bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak teripang yang telah diformulasikan setelah disimpan dalan suhu 4oC selama 30 hari dengan ditambahkan bahan penstabil berupa lesitin dan cmc terhadap maskulinisasi udang galah dapat dilihat sebagai berikut.

(35)

ekstrak teripang yang telah disimpan selama 30 hari

Waktu Perendaman (jam)

Dosis ekstrak teripang (mg/l)

0 10 15 25 12 25,09 ± 5,20 45,19 ± 4,31 56,19 ± 1,16 63,47 ± 4,95

24 27,59 ± 3,95 44,93 ± 2,65 50,62 ± 2,52 63,10 ± 3,78 36 22,97 ± 6,46 47,79 ± 2,95 57,10 ± 1,88 66,66 ± 1,27

Berdasarkan analisis data (Lampiran 9) dapat diketahui bahwa jumlah juvenil udang galah jantan pada perlakuan ekstrak (yang telah disimpan selama 30 hari) yang telah disimpan selama 30 hari tertinggi pada konsentrasi 25 mg/l dan lama perendaman 36 jam yaitu 66,66%

Dari hasil analisis sidik ragan dengan taraf kepercayaan 95%, menunjukkan bahwa perlakuan dosis memberikan pengaruh nyata terhadap persentase udang galah jantan (Lampiran 9). Nilai signifikansi untuk dosis yaitu 0,000, nilai ini lebih kecil dari taraf 5%, sehingga menunjukkan terdapat perbedaan jumlah juvenil udang galah jantan pada perlakuan ekstrak yang telah disimpan selama 30 hari teripang pasir antara dosis tanpa ekstrak, konsentrasi 10 mg/l, konsentrasi 15 mg/l, dan konsentrasi 25 mg/l. Nilai signifikansi untuk lama perendaman yaitu 0,417, nilai ini lebih besar dari taraf 5%, sehingga menunjukkan bahwa tidak berpengaruh nyata antara jumlah juvenil udang galah jantan pada perlakuan ekstrak yang telah disimpan selama 30 hari teripang pasir antara yang direndam 12 jam, 24 jam, dan 36 jam. Nilai signifikansi untuk interaksi antara dosis dan lama perendaman yaitu 0,260, nilai ini lebih besar dari taraf 5%, sehingga interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata pada perlakuan ekstrak yang telah disimpan selama 30 hari teripang pasir terhadap jumlah udang galah jantan.

22.97

12 jam Perendaman 24 jam Perendaman 36 jam Perendaman

Dosis Ekstrak Te ripang

P

Kontrol(-) 10 mg/l 15 mg/l 25 mg/l Kontrol(+)MT Kontrol(+)AI

(36)

Berdasarkan Gambar 9, diketahui bahwa dengan adanya penambahan dosis akan menyebabkan persentase udang galah jantan semakin meningkat. Hasil analisis tersebut membuktikan bahwa dosis ekstrak yang telah disimpan selama 30 hari teripang memberikan respon positif terhadap peningkatan persentase udang galah jantan, sedangkan untuk lama perendaman tidak menberikan respon positif terhadap peningkatan persentase udang galah jantan.

B. Kelangsungan Hidup

- Perlakuan ekstrak segar teripang pasir

Rataan jumlah juvenil udang galah yang hidup pada masing-masing perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase kelangsungan hidup udang galah pada perlakuan ekstrak segar teripang pasir

Waktu Perendaman (jam)

Dosis Ekstrak Teripang (mg/l)

0 10 15 25 12 70,00 ± 3,33 76,67 ± 4,41 78,89 ± 2,55 79,44 ± 0,96

24 67,77 ± 0,96 77,78 ± 1,92 81,67 ± 3,34 83,33 ± 2,89

36 73,33 ± 1,67 82,11 ± 0,77 82,78 ± 1,92 83,22 ± 1,68

Pada Tabel 4 terlihat bahwa kisaran persentase kehidupan juvenil udang galah pada hari ke-60 tertinggi pada perlakuan dosis ekstrak 25 mg/l dengan lama perendaman 36 jam yaitu 83,33% dan terendah pada perlakuan kontrol yaitu 67,77%. Persentase kelangsungan hidup pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10.

(37)

interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengarih nyata pada perlakuan ekstrak segar teripang pasir terhadap kelangsungan hidup udang galah..

67.77

73.33 77.78

82.11

81.6783.33 82.7883.22

76.1178.89

12 jam Perendaman 24 jam Perendaman 36 jam Perendaman

Dosis Ekstrak Teripang

Kontrol(-) 10 mg/l 15 mg/l 25 mg/l Kontrol(+)MT Kontrol(+)AI

Gambar 10. Grafik persentase kelangsungan hidup pada perlakuan ekstrak segar teripang pasir.

Berdasarkan Gambar 10, diketahui bahwa dengan adanya penambahan dosis dan waktu perendaman akan menyebabkan persentase kelangsungan hidup udang galah semakin meningkat. Hasil analisis tersebut membuktikan bahwa ekstrak segar teripang memberikan respon positif terhadap peningkatan persentase kelangsungan hidup udang galah

- Perlakuan ekstrak yang telah disimpan selama 30 hari

Rataan jumlah juvenil udang galah yang hidup pada masing-masing perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase kelangsungan hidup udang galah pada perlakuan ekstrak teripang yang telah disimpan selama 30 hari

Waktu Perendaman (jam)

Dosis Ekstrak Teripang (mg/l)

0 10 15 25 12 68,33 ± 4,41 73,87 ± 5,85 77,22 ± 7,52 81,67 ± 4,41

24 70,00 ± 6,01 81,57 ± 1,50 81,67 ± 2,89 87,11 ± 4,35

(38)

Pada Tabel 5 terlihat bahwa kisaran persentase kehidupan juvenil udang galah pada hari ke-60 tertinggi pada perlakuan dosis ekstrak 25 mg/l dengan lama perendaman 36 jam yaitu 87,11% dan terendah pada perlakuan kontrol yaitu 68,33%. Persentase kelangsungan hidup pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 11.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragan dengan taraf kepercayaan 95%, menunjukkan bahwa perlakuan dosis lama perendaman memberi pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup udang galah (Lampiran 10). Nilai signifikansi untuk dosis yaitu 0,000, nilai ini lebih kecil dari taraf 5%, sehingga menunjukkan terdapat perbedaan jumlah udang galah yang hidup pada perlakuan ekstrak yang telah disimpan selama 30 hari teripang pasir antara dosis tanpa ekstrak, konsentrasi 10 mg/l, konsentrasi 15 mg/l, dan konsentrasi 25 mg/l. Nilai signifikansi untuk lama perendaman yaitu 0,004, nilai ini lebih kecil dari taraf 5%, sehingga menunjukkan bahwa ada perbedaan jumlah udang galah yang hidup pada perlakuan ekstrak yang telah disimpan selama 30 hari teripang pasir antara yang direndam 12 jam, 24 jam, dan 36 jam. Nilai signifikansi untuk interaksi antara dosis dan lama perendaman yaitu 0,853, nilai ini lebih besar dari taraf 5%, sehingga interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengarih nyata pada perlakuan ekstrak yang telah disimpan selama 30 hari teripang pasir terhadap kelangsungan hidup udang galah.

85 83.8986.67

12 jam Perendaman 24 jam Perendaman 36 jam Perendaman

Dosis Ekstrak Teripang

) Kontrol(-) 10 mg/l 15 mg/l 25 mg/l Kontrol(+)MT Kontrol(+)AI

Gambar 11. Grafik persentase kelangsungan hidup udang galah pada perlakuan ekstrak teripang pasir yang telah disimpan selama 30 hari

(39)

telah disimpan selama 30 hari teripang pasir juga mampu memberikan respon positif terhadap peningkatan persentase kelangsungan hidup udang galah

C. Pertumbuhan juvenil

- Perlakuan ekstrak segar teripang pasir

Pertambahan ukuran juvenil, baik pertambahan panjang maupun bobot tubuh per tigapuluh hari pada masing-masing perlakuan relatif sama (Tabel 6).

Tabel 6. Pertambahan panjang dan bobot tubuh juvenil udang galah pada perlakuan ekstrak segar teripang pasir

Perlakuan Waktu sampling (hari)

(40)

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan udang galah, selanjutnya dihitung rata-rata pertumbuhan hariannya (ADG), hasil perhitungan ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata- rata pertumbuhan harian (ADG) juvenil udang galah pada perlakuan ekstrak segar teripang pasir

Perlakuan Bobot tubuh (mg)

ADG (%)

Juvenil 1 (hari ke 30) – Tokolan (hari ke 60) Juvenil 1 Tokolan

K(-)1 24,2 45,4 99,56

K(-)2 23,7 49,2 100,24

K(-)3 25,1 51,8 100,21

A 25,3 50,3 99,96

B 24,8 53,1 100,44

C 22,9 64,5 102,01

D 24,5 47,8 99,83

E 25 52,4 100,31

F 25,4 67,7 101,71

G 24,6 62,2 101,42

H 24,3 63,6 101,62

I 23,8 66,7 101,98

K(+) MT 24,1 58,2 101,16 K(+) AI 24,6 57,9 101,01

(41)

Pertambahan ukuran juvenil, baik pertambahan panjang maupun bobot tubuh per tigapuluh hari pada masing-masing perlakuan relatif sama (Tabel 8).

Tabel 8. Pertambahan panjang dan bobot tubuh juvenil udang galah pada perlakuan ekstrak teripang yang telah disimpan selama 30 hari

Perlakuan Waktu sampling (hari)

1 30 Panjang tubuh (mm)

K(-)1 10 18

Bobot tubuh (mg)

K(-)1 24,1 42,7

(42)

Tabel 9. Rata-rata pertumbuhan harian (ADG) juvenil udang galah pada perlakuan ekstrak teripang yang telah disimpan selama 30 hari.

Perlakuan Bobot tubuh (mg)

ADG (%)

Juvenil 1 (hari ke 30) – Tokolan (hari ke 60) Juvenil 1 Tokolan

K(-)1 24,1 42,7 99,14 K(-)2 23,8 47,1 99,93 K(-)3 24,1 37,7 99,11 A 24 46,8 99,83

B 24,3 52,2 100,46

C 23,9 57,5 101,14

D 24,1 48,4 100,03

E 24,3 49,3 100,09

F 24,1 52,8 100,58

G 23,9 49,9 100,28

H 24 63,1 101,64

I 23,9 61,4 101,51

K(+) MT 23,7 55,3 100,96 K(+) AI 24,2 50,9 100,33

Pada Tabel 9. menunjukkan bahwa hormon tidak berpengaruh terhadap ADG juvenil udang galah, terlihat dari hasil perhitungan masing-masing perlakuan selisih nilainya tidak terlalu besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa hormon yang diberikan tidak mengganggu pertumbuhan juvenil udang galah.

D. Kualitas air

(43)

Kadar testosteron dalam hemolymph udang galah jantan diakhir penelitian (hari ke 30) pada ekstrak segar dan yang telah disimpan selama 30 hari dapat dilihat pada Gambar 12.

0

Ekstrak segar Ekstrak tidak segar

Ket.= huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda secara nyata pada taraf kepercayaan 95%.

Gambar 12. Grafik kadar testosteron pada setiap perlakuan

Berdasarkan Gambar 12, kadar testosteron pada udang galah jantan terendah terdapat pada semua perlakuan kontrol (negatif) dan tertinggi pada udang galah jantan perlakuan dosis 25 mg/l dengan waktu perendaman 36 jam kondisi ini terjadi pada perlakuan ekstrak segar maupun ekstrak yang telah disimpan selama 30 hari dari teripang pasir. Berdasarkan analisis sidik ragam pada taraf kepercayaan 95%, menunjukkan bahwa pemberian ekstrak teripang dan lama waktu perendaman berpengaruh nyata terhadap kadar testosteron dalam hemolymph juvenil udang galah. Terlihat juga bahwa diduga dengan semakin bertambahnya dosis dan lama perendaman akan meningkatkan kadar testosteron dalam hemolymph udang galah.

F. Karakterisasi fisik dan kimia ekstrak teripang pasir Karakterisasi Fisik

Karakterisasi fisik terhadap ekstrak kasar teripang sejak ekstrak tersebut dibuat sampai dengan disimpan selama 30 hari dapat dilihat pada Tabel 10.

c c ab ab

c ab ab ab ab ab ab a a a

b ab

b b ab ab ab ab ab ab ab ab a ab

(44)

Tabel 10. Karakterisasi fisik teripang pasir

terang Kuning terang

Tidak terjadi perubahan warna Aroma/bau Amis Amis Amis sedikit

berkurang

Tidak terjadi perubahan bau Tekstur Halus Halus Halus Tidak terjadi

perubahan tesktur

Berat (mg) 25 25,18 25,13

Tidak terjadi perubahan berat yang signifikan

Pada Tabel 10. terlihat dengan jelas bahwa secara keseluruhan tidak terjadi perubahan fisik ekstrak. Baik sejak ekstrak tersebut dibuat, kemudian setelah diformulasikan dan setelah disimpan selama 30 hari pada suhu 4oC baik dari segi warna, aroma, tekstur dan berat

Karakterisasi Kimia

Karakterisasi kimia ekstrak teripang ini dilakukan melalui uji proximat, bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen yang terkandung di dalam bahan baku dan ekstrak teripang, agar lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Karakterisasi kimia teripang berdasarkan uji proximat

No Komponen disimpan selama 30

hari pada suhu 4oC 1 Air 89,82 7,525 98,12 98,37 98,39 2 Abu 13,25 24,06 0,125 0,34 0,215 3 Protein 4,585 64,255 0,352 0,35 0,345 4 Lemak 1,12 2,46 2,14 2,14 2,128

(45)

Ekstrak teripang pasir yang mengandung steroid merupakan hormon androgenik, sehingga dengan pemberian ekstrak ini menyebabkan bertambahnya level testosteron dalam tubuh udang galah sehingga dapat menyebabkan efek maskulinisasi

Hasil penelitian uji warna dengan menggunakan pelarut Leibermann-Burchard menunjukkan bahwa ekstrak teripang pasir mengandung steroid (Nurjanah 2008). Teripang pasir mengandung steroid tertinggi yaitu 58,46x10-4 g/g, bk, terutama di bagian daging dibandingkan dengan teripang gamat dan teripang hitam. Identifikasi dan karakterisasi senyawa steroid pada teripang pasir menggunakan LC-MS, NMR (1H-NMR dan 13C-NMR) dan FT-IR menunjukkan bahwa teripang pasir mengandung beberapa jenis steroid (Nurjanah 2008). Menurut Riani et al. (2005) dan Kustiariyah (2006), steroid ekstrak teripang pasir merupakan jenis testosteron.

Perlakuan pemberian ekstrak teripang pada udang galah dapat meningkatkan presentase jantan udang galah atau mampu mengarahkan pembentukan jenis kelamin jantan (p<0,05) walaupun belum 100% baik pada perlakuan ekstrak segar maupun yang sudah disimpan selama 30 hari, hal ini menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan yang ada masih belum optimal dalam merangsang terbentuknya jenis kelamin jantan, tetapi hal ini sudah dapat menerangkan bahwa pemberian ekstrak teripang yang dilakukan melalui perendaman mampu mempengaruhi sistem hormonal dalam tubuh udang galah, sehingga mempunyai pengaruh terhadap pengarahan terbentuknya kelamin jantan udang galah dan mempunyai efektivitas yang sama walaupun telah disimpan selama 30 hari. Hal ini dikarenakan ekstrak teripang yang telah diformulasikan dengan menambahkan aditif ke dalam bahan (ekstrak teripang) mempunyai stabilitas emulsi tinggi dan meningkatkan viskositas sistim emulsi, sehingga mempunyai keunggulan yaitu meningkatkan kualitas, memperpanjang umur simpan dan memantapkan kesegaran sediaan-sediaan tersebut.

Pernyataan yang dikeluarkan oleh Touir (1977), bahwa sex reversal pada

(46)

awal sebelum terbentuknya gonad. Menurut Nagamine et al. (1980b), pemberian hormon androgen ke dalam M. rosenbergii betina muda, akan mengubah gen betina menjadi jantan fenotif dan apabila diberikan pada saat gonad belum terbentuk maka akan menyebabkan berkembangnya testes, saluran sperma dan gonopores jantan. Taketomi dan Nishikawa (1996) juga menyebutkan bahwa pemberian hormon androgen ke dalam Procambarus clarkii secara pasti akan menghambat vitelogenesis. Pada udang karang Cherax quadricarinatus dan Cherax destructor

betina belum matang gonad, pemberian hormon androgen akan menghabat vitelogenin kedua dan menghambat perkembangan oosit (Bakri et al. 2003, Fowler dan Leonard 1999). Sesuai pernyataan Charniaux-Cotton (1954), Piera et al. (2008), Hasegawa et al (1993), Touir (1977), bahwa hormon androgen (AH) yang diproduksi oleh kelenjar androgen (androgenic gland/AG) bertanggungjawab mempengaruhi perkembangan karakteristik seksual primer dan sekunder jantan pada krustase. Menurut Touir (1977), Nagamine et al. (1980a,b), Sagi et al. (1990),

M. rosenbergii mempunyai karakteristik seksual primernya berupa gonad dan sekundernya berupa perkembangan pleopods, perkembangan appendix masculinus, dan morfologi capit.

Pada proses sex reversal, faktor lingkungan dibuat sedemikian rupa sehingga akan mempengaruhi transkripsi dan tranlasi gen-gen penentu determinasi seks. Dengan membuat lingkungan menjadi dominan atau jenuh androgen maka keseimbangan hormonal akan terganggu, dan determinasi seks fenotif selanjutnya akan mengarah ke jantan. Hal ini telah sesuai dengan Sumantadinata dan Carman (1995) yang menerangkan bahwa pemberian hormon bertujuan untuk menggangu keseimbangan hormonal dalam darah yang pada saat diferensiasi kelamin sangat menetukan individu tertentu akan berstatus jantan atau betina.

(47)

Nakamura et al. (1998) bahwa pemberian hormon steroid dengan dosis rendah tidak akan mampu membentuk populasi jantan secara maksimal dan dapat menyebabkan terbentuknya individu interseks. Menurut Kusmini et al. (2001), larva udang galah yang berumur 20 hari yang diberi hormon 17α-Metiltetosteron melalui makanan dengan dosis 35 mg/kg pakan selama 30 hari dapat menghasilkan 80,91% jantan.

Pemberian ekstrak teripang pada periode labil diduga akan meningkatkan level testosteron dalam tubuh udang sehingga dapat mengarahkan terbentuknya kelamin jantan. Hal ini didasarkan pada pola grafik pada Gambar 9 yang memperlihatkan adanya peningkatan level testosteron seiring dengan semakin besarnya dosis ekstrak teripang yang diberikan sehingga dapat meningkatkan jumlah udang galah berkelamin jantan. Sesuai pernyataan yang dikeluarkan oleh Fiet dan Schreck (1996), bahwa terdapat perbedaan level hormon steroid pada fase embrionik dan larva. Menurut Yamazaki (1983), usaha pengubahan jenis kelamin harus dilakukan pada waktu dan jangka waktu serta tingkat dosis hormon steroid yang tepat, karena berkaitan dengan diferensiasi yang bersifat khas pada setiap spesies.

Pemberian hormon yang berakhir sebelum masa diferensiasi kelamin hasilnya tidak efektif, karena sel-sel germinal sebelum masa diferensiasi kelamin tidak memberikan respon terhadap hormon steroid, begitu juga pemberian hormon yang dimulai setelah masa diferensiasi (Witschi dalam Yoshikawa dan Oguri 1981). Piferrer et al. (1994) juga menyatakan bahwa pemberian hormon yang dilakukan setelah periode labil pada masa diferensiasi kelamin memerlukan dosis yang lebih tinggi untuk meniadakan proses diferensiasi normal dan kemungkinannya tidak efektif sama sekali. Pada penelitian ini perlakuan ekstrak teripang sudah sesuai karena diberikan pada umur 30 hari setelah menetas (SHM) yang merupakan masanya diferensiasi kelamin dan pembentukan organ kelamin.

(48)

medianya dengan cara minum air atau memasukkannya lewat insang dan kulit (saat ganti kulit). Dengan kondisi osmolaritas yang sama, maka masuknya hormon ke dalam tubuh juvenil diduga melalui proses minum dan atau lewat kulit.

Hasil penelitian ini ternyata masih lebih tinggi yaitu 67,31% (ekstrak segar dosis 25 mg/l, perendaman 36 jam) dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Arisandi (2007) yang menggunakan bahan yang sama melalui perendaman dengan dosis 2 mg/l selama 24 jam mampu mengarahkan juvenil udang galah menjadi jantan sebesar 49,65%. Diduga perbedaan hasil ini lebih disebabkan oleh perlakuan dosis dan lama perendaman yang berbeda. Secara umum percobaan ekstrak teripang pada stadia juvenil menghasilkan udang galah berjenis kelamin jantan lebih dari 40 %.

Berdasarkan hasil analisis data, bahwa terdapat pengaruh yang nyata pada kelangsungan hidup udang galah antara yang beri perlakuan dan kontrol (p<0,05), ini berarti bahwa perlakuan yang diberikan melalui perendaman memberikan pengaruh terhadap terhadap kelangsungan hidup udang galah. Kelangsungan hidup yang cendrung semakin meningkat, duga adanya pengaruh dari kandungan bahan lain yang terdapat di dalam ekstrak kasar teripang pasir yang dapat meningkatkan stamina tubuh. Hormon mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengaturan fisiologi, dan umumnya hormon bekerja sebagai aktivator spesifik atau inhibitor dari enzim (Murray et al. 2003).

Ekstrak teripang tidak berpengaruh terhadap ADG juvenil udang galah, hal terlihat dari hasil perhitungan ADG masing-masing perlakuan selisih nilainya tidak terlalu besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak teripang yang diberikan tidak mengganggu pertumbuhan juvenil udang galah. Akan tetapi, terlihat dari data dengan semakin bertambahnya dosis ekstrak teripang ada kecenderungan bobot tubuh udang galah semakin meningkat, dimana hal ini diduga dipengaruhi oleh kandungan bahan lain yang terdapat di dalam ekstrak kasar teripang.

(49)

arginin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, dan valin. Sedangkan non esensialnya antara lain aspartat, alanin, glutamat, glisin, prolin, serin, sistein dan tirosin. Asam amino arginin, histidin, leusin, glutamat, glisin, prolin, serin, dan tirosin sangat berguna dalam pembentukan hormon androgen yaitu testosteron yang berperan dalam peningkatan libido maupun pembentukan spermatozoa.

Menurut Hafez et al. (2000) asam amino sebagai hormon yang menstimulasi pembentukan hormon steroid diantaranya testosteron dan menstimulasi spermatogenesis. Sedangkan leusin menurut Anthony et al. (1999), sangat berguna dalam sintesa protein dalam pembentukan otot. Fulierton (1980) menjelaskan bahwa, selain mempunyai sifat androgenik, testosteron ternyata mempunyai sifat anabolik, yaitu dapat memacu pertumbuhan otot. Ekstrak teripang pasir mengandung hormon androgen sama seperti MT, sehingga memiliki sifat anabolik yang mampu merangsang pertumbuhan (Shepered dan Bronage 1988), bertanggungjawab terhadap penampakan karakter dan fungsi kelamin jantan (Donaldson dan Benfey 1987)

Ketidakseragaman ukuran tubuh juvenil dalam satu populasi merupakan efek anabolik dari hormon sintetis yang telah ditingkatkan beberapa kali lipat, sehingga efektivitasnya di dalam tubuh udang menjadi lebih lama (Fulierton 1980). Konsentrasi hormon sintetis terlarut yang masuk ke dalam tubuh udang berbeda-beda, akibatnya udang yang mengabsorbsi hormon dengan konsentrasi yang tinggi menjadi tumbuh jauh lebih cepat dari udang-udang yang lain.

Kualitas air dan pakan yang cukup selama penelitian akan mendukung kelangsungan hidup yang tinggi. Hasil analisis kualitas air selama penelitian masih mendukung pemeliharaan udang galah (Lampiran 6). Menurut Setyohadi, Wiadnya dan Soemarno (2001), konsentrasi oksigen terlarut yang baik bagi udang galah antara 4 ppm-9 ppm. Parameter suhu, pH dan oksigen terlarut pada penelitian telah sesuai dengan kisaran hidup yang dibutuhkan udang galah, sehingga hanya perlakuan yang mempengaruhi hasil penelitian ini.

(50)

dalam hemolymph pada setiap peningkatan dosis perlakuan jika dibanding kontrol (kontrol). Terkait dengan peningkatan level testosteron, jumlah udang galah berkelamin jantan, dalam hal ini perlakuan ekstrak 25mg/l dengan lama perendaman 36 jam baik pada perlakuan ekstrak segar maupun yang telah disimpan selama 30 hari, mempunyai jumlah kadar testosteron tertinggi yaitu 14,961 ng/dl dan 14,515 ng/dl. Hal ini dapat dikatakan bahwa jumlah kadar teetosteron berbanding lurus dengan jumlah jantan, dimana pada perlakuan ekstrak 25 mg/l dengan waktu perendaman 36 jam dapat menghasilkan jantan tertinggi dan mempunyai ukuran rata-rata bobot tubuh terbesar. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Riani et al. (2005), bahwa dengan pemberian tepung teripang pada anak ayam dapat meningkatkan kadar testosteron dalam hemolymph. Menurut Craig dan Stitzel (1997), testosteron merupakan hormon androgen (laki-laki/jantan) yang diproduksi saat hewan sudah dewasa atau matang gonad. Hormon ini berfungsi sebagai hormon pengatur pertumbuhan organ, kelamin sekunder, perilaku seksual dan fungsi reproduksi, serta mempunyai efek anabolik protein yaitu meningkatkan sensitas tulang, massa sel darah merah dan massa otot.

Secara fisik ekstrak teripang tidak mengalami perubahan baik sebelum diformulasikan sampai setelah diformulasikan dan disimpan selama 30 hari pada suhu 4oC. Kandungan ekstrak teripang yang berupa air, lemak, protein serta abu dapat dikatakan tidak mengalami perubahan. Hal ini didasarkan pada analisis yang telah dilakukan melalui karakterisasi kimia atau melalui uji proksimat.

(51)

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian mengenai efektivitas ekstrak teripang yang telah diformulasikan untuk maskulinisasi udang galah melalui metode perendaman (dipping), efektif mempengaruhi juvenil berkembang menjadi jantan secara fenotipe

Ekstrak segar teripang pasir dan yang telah disimpan selama 30 hari dengan dosis ekstrak teripang 10 mg/l, 15 mg/l dan 25 mg/l, dapat menghasilkan populasi jantan lebih tinggi dari kontrol (> 40 %).

Ekstrak teripang yang telah disimpan selama 30 hari dan telah diformulasikan masih efektif untuk maskulinisasi juvenil udang galah yaitu sebesar 66,67%

Saran

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro S. 1992. Efek osmotik berbagai tingkat tingkat salinitas media terhadap daya tetas telur dan vitalitas larva udang windu, Penaeus monodon F. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anthony JC, Anthony TG, Layman DK. 1999. Leucine supplementation enhance skeleton muscles recovery in rats following exercise. The journal of nutrition 129: 1102-1106

Arisandi A. 2006. Efektifitas ekstrak steroid teripang untuk memanipulasi kelamin udang galah. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Antiporda JL. 1986. Preliminary studies on the effects of methyltestosterone on

Macrobrachium rosenbergii juveniles. Research conducted under the FAO / NACA Secondment for Young Scientists Program Bangkok, Thailand October 1985-September 1986. http://www.NACA. Com/ WP/ 86/46.html [3 April 2006]

Bakus GJ.1970. The Biology and ecology of tropical Holothurians. Academic Press. London, p.121-139

Barki A, Karplus I, Khalaila I, Manor R, Sagi A. 2003. Male-like behavioral patterns and physiological alterations induced by androgenic gland implantation in female crayfish. The journal of Experimental Biology 206:1791-1797.

Carman 0, Sastrawibawa S, dan Alimudin. 1998. Peningkatan kualitas genetik melalui produksi jantan super pada ikan nila merah (Oreochromis niloticus)

secara masal dalam rangka peningkatan efisiensi produksi [Laporan Riset Unggulan Terpadu IV]. Jakarta Kantor Memeri Negara Riset dan Teknologi, Dewan Riset Nasional.

Charniaux-Cotton H. 1954. De´couverte chez un Crustace´ Amphipode (Orchestia gamarella) dÿune glande endocrine responsable de la diffe´renciation des caracte`res sexuels primaires et secondaires maˆles. CR. Acad. Sci. Paris 239:780-782.

Chan STH, Yeung WSB. 1983. Sex control and sex reversal ini fish under natural condition. Di dalam : Hoar WS, Randall DJ, Donaldson EM, editor. Fish Physiology. Vol IX B. New York: Academic Press.

(53)

: Little brown and Company.

Cronin LE. 1947. Anatomy and histology of the male reproductive system of

Callinectes sapidus Rathbun. J. Morphol. 81:209–239.

D’Abramo, Louis R, Brunson W, and Daniels WH. 2001. Freshwater prawns biology and life history. Extension Service Of Missisippi State University. http:// www.msucares. Com/ pubs/ is 1525.html [3 April 2006].

Delvin TM. 1993. The texbook of biochemestry with clinical correlation. 3rd edition. Wiley Liss, A John Wiley and Sons Inc. Publication. New York.

Dewi EN. 1996. Isolasi asam lemak omega-3 dari minyak hasil limbah penepungan dan pengalengan ikan lemuru. Skripsi, Fateta, IPB-Bogor

Donaldson ED, Benfey TJ. 1987. Current status of induced sex manipulation. Di dalam : Reproductive physiology of fish. Proceeding of Third International Symposium. St. John's, Newfounland, p. 108-119.

Dorfman RI dan Ungar F. 1965. Metabolism of steroid hormon. Academic Press. New York.

Emilda. 2008. Pemanfaatan ekstrak steroid dari jeroan teripang sebagai bahan aktif dalam sex reversal pada ikan gapi. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Feist G, and Schreck CB. 1996. Brain-pituitary-gonadal axis during early development and sexual differentiation in the rainbow trout, Onclorhyncus mykiss. General and Comparative Endocrinology 1023 (3) : 394-409.

Fulierton DS. 1980. Steroid dan senyawa terapetik sejenis. Buku teks Wilson dan Gisvold. Kimia farmasi dan medicinal organik. Editor: Doerge RF. Edisi VIII, bagian II. J.B. Lippincott Company. Philadelphia-Toronto. USA. Hal. 675-754.

Fowler RJ and BV Leonard. 1999. The structure and function of the androgenic gland in Cherax destructor (Decapoda: Parastacidae). Aquaculture 171:135-148.

Ganong GF. 1995. Review of medical physiology. Penerjemah: P Ardianto, J Oswari (Ed). Jakarta

Guerrero. 1975. Use of androgens for the production of all male Tilapia aurea

(54)

Hadie W, LE Hadie, I Kusmini, Sofiawati. 2001. Efektifitas hormon 17α -metiltestosteron terhadap nisbah kelamin larva udang galah (Macrobranchium rosenbergii). Prosiding workshop hasil penelitian budidaya udang galah. Jakarta. Pusat riset perikanan budidaya. Badan riset kelautan dan perikanan. Departemen kelautan dan perikanan. 26 Juli 2001. hal 98-102

Hadie W, LE Hadie. 1993. Pembenihan udang galah usaha industri rumah tangga. Penerbit Kanisius. 163 pp.

Hafez ESE, Jeinudeen MR, Rosiana Y. 2000. Hormon, growth factors, and reproduction. Hafez ESE, Hafez B (eds). Reproduction in farm animal 7th ed. Philadelphia. Lea and febiger

Hasegawa Y, Hirose E, Katakura Y. 1993. Hormonal control of sexual differentiation and reproduction in crustacea. Oxford Journals. American Zoologist. 33(3):403-411.

Hepher B dan Y Pruginin. 1981. Comercial fish farming. John Willey and Son. New York. 261 p

Huberman A. 2000. Shrimp endocrinology. A review. Aquaculture. 191:191-208.

Hunter GA, Donaldson EM. 1983. Hormonal sex control and its application to fishculture. Di dalam : Hoar WS, Randall DJ, Donaldson EM, editor. Fish Physiollogy. Vol. IX B. New York: Academic Press. p 223-291.

Kirpichnikov VS. 1981. Genetic bases of fish selection. New York Springer Verlag, Berlin Heidelberg.

Kuhl AJ dan M Brouwer. 2005. Antiestrogen inhibit xenoestrogen-induced brain aromatase activity but do not preven xenoestrogen-induced feminization in Japanese Medaka (Oryzias latipes). Environmental Health Perspectives Vol.114/4. April 2006

Kusmini II, LE Hadie, N Rukminasari. 2001. Pengaruh dosis hormon 17α -Metiltetosteron dalam pakan terhadap peningktan proporsi kelamin jantan udang galah (Macrobrachium rosenbergii). Prosiding workshop hasil penelitian budidaya udang galah. Jakata 16 Juli 2001. Hal 103-106

Kustiariyah. 2006. Isolasi dan uji aktivitas biologis senyawa steroid dari teripang sebagai aprosidiaka alami. Thesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(55)

rosenbergii (de Man). FAO World Sci. Conf. on the Biol. and culture of Shrimps and Prawn, Mexico City. Pp. 9-21

Lu FC. 1995. Toksikologi dasar. Asas, organ sasaran dan penilaian resiko. Edisi II. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hal.

Malecha SR, PA Nevin, Phyllis Ha, LE Barck, Y Lamadrid-Rose, S Masumo and D Hedgecock. 1992. Sex-ration and sex-determination in progeny from crosses of surgically sex-reversed freshwater prawn, Macrobrachium rosembergii.

Aquaculture 105 : 201-218.

Martoyo J, N Aji, TJ Winanto. 2000. Budidaya teripang. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mantel KS, Dudgeon D. 2005. Reproduction and sexual dimorphism of The Palaemonid shrimp Macrobrachium hainanense in Hongkong Streams. Journal of Crustacean Biology: Vol.25, No.3, pp. 450-459.

Massenreng. 2007. Pengaruh suhu dan dosis aromatase inhibitor (imidazol) terhadap seks reversal pada ikan lele (Clarias sp). Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Matty AT. 1985. Fish endocrinology. Croom helm. Timber press. Oregon. USA. 264 pp.

Mirza JA dan WL Selton. 1988. Induction of ginogénesis and sex-reversal in Silver carp. Aquaculture 68 : 1-4

Motoh H. 1981. Studies on the fisheries biology of the giant tiger prawn (Penaeus monodon, Fab.) in The Philippines. [Technical Report No. 7]. Philippines Aquaculture Departement. Southeast Asian Fisheries Development.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwel VW. 2003. Biokimia Harper. Edisi 25. Penerjemah : Hartono, A. Judul Asli : Harper’s Biochemistry. 25/E. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 883 hal.

Nagy A, Bercsenyi M, Csanyi V. 1981. Sex reversal in carp. (Cyprinus carpio) by oral administrasion of methyltestoterone. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Science 38 : 725-728.

Nagahama Y. 1999. Gonadal steroid hormone: major regulator of gonadal sex differentiation and gametogenesis in fish. Sixth In Symp on the reproductive physiology of fish. Bergen. Norway

Gambar

Gambar 1. Kerangka inti steroid (cyclopentanohydrophenanthrene) (a)
Gambar 2.  Sensitivitas tahapan diferensiasi kelamin terhadap hormon  steroid pada teleostei (Piferrer 2001)
Gambar 3. Diagram pengaruh perlakuan hormon steroid terhadap    pertumbuhan  ikan teleostei (Piferrer, 2001)
Gambar 4. Siklus hidup udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Demam berdarah merupakan penyakit yang ditularkan oleh vektor nyamuk. Perkembangan vektor penyakit dapat dipengaruhi terjadinya perubahan iklim melalui berbagai cara 1) unsur

Penelitian ini adalah tentang bagaimana pemanfaatan fitur internet pada smartphone oleh masyarakat khususnya ibu-ibu rumah tangga yang berada di kelurahan

pelanggaran prinsip kesopanan, antara lain dicontohkan dalam dialog Pesbukers.

Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi: status di dalam keluarga dan jenis kelamin, kategori rumah dan kepemilikan rumah jumlah keluarga dalam

Penulis menginginkan agar apresiator tidak merasakan beban dan melihat masalah yang dihadapi oleh penulis melainkan sebaliknya, apresiator menjadi fokus akan nilai baru yang

2.3.2. This site provides useful information about ASP such as overview of ASP, creating ASP pages, using COM components and writing my own components. This tutorial

Arah penyesuaian (α) rasio lancar ( current ratio ), rasio cepat ( quick ratio ), rasio total hutang terhadap ekuitas ( total debt to equity ratio ), rasio

Strategi yang di lakukan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Pinilih untuk mengembangkan lembaga sosialnya antara lain program yang di kembangkan sesuai