• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI BUDAYA SIRIÂ’ NA PACCE DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA ETNIS BUGIS-MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NILAI BUDAYA SIRIÂ’ NA PACCE DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA ETNIS BUGIS-MAKASSAR"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI BUDAYA SIRI’ NA PACCE DENGAN KOMITMEN

PERKAWINAN PADA ETNIS BUGIS-MAKASSAR

SKRIPSI

Oleh:

Muhammad Fath Mashuri 201110230311098

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

NILAI BUDAYA SIRI’ NA PACCE DENGAN KOMITMEN

PERKAWINAN PADA ETNIS BUGIS-MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Muhammad Fath Mashuri NIM: 201110230311098

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Nilai Budaya Siri’ na Pacce dengan Komitmen Perkawinan pada Etnis Bugis-Makassar” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang. Tidak lupa pula senantiasa penulis kirimkan sekuntum bunga mawar, berupa shalawat dan salam kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW. Nabi yang telah mengisi sebagian besar masa hidupnya untuk kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia.

Penulis menyadari bahwa selama masa perkuliahan dan dalam proses penyusunan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih dalam bentuk apapun, baik itu berupa motivasi, bimbingan, dan petunjuk kepada penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Dra. Tri Dayakisni, M.Si, dan Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing I dan II yang telah meluangkan banyak waktu untuk mencurahkan wawasannya, memberikan bimbingan, dan motivasi serta mengusahakan jalan terbaik kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi tepat pada waktunya.

3. Dr. Diah Karmiyati, M.Si selaku dosen wali yang senantiasa memberikan nasihat, dukungan, dan motivasi kepada penulis mulai dari awal perkuliahan hingga saat terselesaikannya skripsi ini.

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah

mengejewantahkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai insan pendidik dalam bentuk pencurahan wawasan akademik dan wawasan moral kepada penulis.

5. Siti Maimunah, S.Psi, M.M, M.A selaku kepala Laboratorium Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang yang juga telah memberikan serangkaian dukungannya kepada penulis.

6. Santi Ardini Palupi, S.Psi selaku staf Laboratorium Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah bersedia menampung dan mendengarkan segala keluh kesah serta senantiasa memberikan saran-saran yang bermanfaat bagi penulis.

7. Ayahanda M. Syafruddin S dan Ibunda Mesriah tercinta yang telah mengiringi dan menyemai setiap langkah penulis dengan kasih sayang, doa, dan restunya.

8. Kakak-kakakku tersayang Asy’ari Ilman Mashuri dan Nurfadlianty Mashuri yang selalu

menghadirkan dukungan dan canda tawa bagi penulis walau terpisahkan oleh jarak yang jauh dari rumah sekalipun.

9. Nurul Muthiah yang juga telah memberikan banyak sumbangsih kepada penulis dalam proses pengerjaan skripsi ini.

10.Kak Try, Uri, Atom, Irham, Zulfahri, Sultan, Deasy, Nesya dan semua alumni SMA Negeri 5 Makassar serta seluruh teman-teman seperantauan dari Sulawesi Selatan di Kota Malang yang telah menjadi layaknya keluarga bagi penulis di tanah rantau.

11.Seluruh teman-teman Fakultas Psikologi UMM angkatan 2011, khususnya kelas B, dan lebih khusus lagi kepada Eka, Hendra, Redi dan Iin yang telah menjadi sahabat yang baik bagi penulis.

12.Seluruh rekan-rekan asisten Laboratorium Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah

(6)

13.Bambang, Igol, Ibon, Thasa,Tasya, Eka, Uca, Hasan, dan seluruh sahabat terkasih LDK 27 Smunel serta sahabat-sahabat di Makassar yang telah banyak membantu dalam proses penelitian dan senantiasa mencurahkan doanya kepada penulis.

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah banyak memberikan bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis.

Semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat-Nya atas segala yang telah mereka berikan kepada penulis dengan suatu harapan bahwa kesuksesan selalu terdekap bagi kita semua. Amin.

Penulis menyadari bahwa tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini sangat diharapkan oleh penulis. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti secara khusus, dan bagi pembaca pada umumnya.

Malang, 10 Januari 2015 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

ABSTRAK ... 1

PENDAHULUAN ... 2

LANDASAN TEORI ... 5

Komitmen Perkawinan ... 5

Siri’ na Pacce ... 6

Siri’ na Pacce dan Komitmen Perkawinan ... 7

Hipotesa ... 9

METODE PENELITIAN ... 9

Rancangan Penelitian ... 9

Subjek Penelitian ... 9

Variabel dan Instrumen Penelitian ... 10

Prosedur Penelitian ... 11

HASIL PENELITIAN ... 12

DISKUSI ... 13

SIMPULAN DAN IMPLIKASI... 15

REFERENSI ... 16

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian ... 10

Tabel 2. Indeks Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ... 11

Tabel 3. Perhitungan Klasifikasi Komitmen Perkawinan ... 12

Tabel 4. Perhitungan Klasifikasi Nilai Budaya Siri’ na Pacce ... 12

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

Skala Try Out Komitmen Perkawinan dan Siri’ na Pacce ... 18

LAMPIRAN 2

Analisa Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 25

LAMPIRAN 3

Blue Print Skala Komitmen Perkawinan dan Siri’ na Pacce ... 28

LAMPIRAN 4

Tabulasi Data Penelitian ... 37

LAMPIRAN 5

(10)

REFERENSI

Adams, J. M., Jones, W. H. (1997). The conceptualization of marital commitment: An integrative analysis. Journal of Personality and Social Psychology, 72, (5),1177–1196.

Arif, T. A. (2013). Komitmen dengan pemaafan dalam hubungan persahabatan. Skripsi, Program Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Antarajatim. Jatim terbanyak dalam perselingkuhan.Antarajatim (Online). Diakses 31 Januari 2015, dari http://www.antarajatim.com/lihat3/berita/68513/jatim-terbanyak-dalam-perselingkuhan.

Bowman, J. L., Dollahite, D. C. (2012). Family, faith, and happiness in arranged marriages in India: Why should such a person dream about heaven? Journal of Comparative spirituality in Korean America (pp. 137 – 152). USA: The Board of Trustees of The University of Illinois.

Darwis, R., Dilo, A. U. (2012). Implikasi falsafah siri’ na pacce pada masyarakat suku Makassar di Kabupaten Gowa. El Harakah, 14, (02), 186 – 205.

Dayakisni, T., Hudaniah.(2009). Psikologi sosial. Malang: UMM Press.

Dayakisni, T., Yuniardi, S. (2008). Psikologi lintas budaya. Malang: UMM Press.

Detiknews. 340 ribuan pasangan cerai di 2012, istri lebih banyak menggugat. Detiknews (Online). Diakses 21 April 2014, dari

http://news.detik.com/read/2013/03/14/140736/2193903/10/340-ribuan-pasangan-cerai-di-2012-istri-lebih-banyak-menggugat?9922022.

Hamid, A., Farid, A. Z. A., Mattulada., Lopa, B., Salombe. (2007). Siri’ dan pesse’ harga diri manusia Bugis, Makassar, Mandar, Toraja. Makassar: Pustaka Refleksi.

Johnson, M. P., Caughlin, J. P., Huston, T. L. (1999). The tripartite nature of marital commitment: Personal, moral, and structural reasons to stay married. Journal of Marriage an The Family, 61, (1), 160 – 177.

Jurlan, A. (15 Juni 2014). Perceraian, siri’ bagi orang Bugis-Makassar. Berita diambil dari

http://jurlanabdul.blogspot.com/2014/06/perceraian-siri-bagi-orang-bugis.html.

(11)

Prianto, B., Wulandari, N. W., Rahmawati, A. (2013). Research and learning in sociology and anthropology: Rendahnya komitmen dalam perkawinan sebagai sebab perceraian. Jurnal Komunitas, 5, (02), 208 – 218.

Republik Indonesia. (1974). Undang-Undang R.I Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Jakarta: Sekretariat Negara.

Rusbult, C. E., Kumashiro, M., Kubacka, K. E., Finkel, E. J. (2009). The part of me that you bring out: Ideal similarity and the Michelangelo phenomenon. Journal of Personality and Social Psychology, 96, (1), 61 – 82.

Rusbult, C. E., Martz, J. M., Agnew, C. R. (1998). The investment model scale: Measuring commitment level, satisfaction level, quality of alternatives, and investment size. Personal Relationships, 5, 357 – 391.

Santrock, J. W. (2002). Life-span development (5thed). (Terj. Achmad Chusairi, Juda Damanik). Jakarta: Erlangga.

Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r&b. Bandung: Alfabeta.

Tribunnews. Sulsel urutan 10 tertinggi tingkat perceraian.Tribunnews (Online). Diakses 31

Januari 105, dari

http://makassar.tribunnews.com/2012/05/01/sulsel-urutan-10-tertinggi-tingkat-perceraian.

Trihendradi, C. (2013). Step by step IBM SPSS 21: Analisis data statistik. Yogyakarta: CV. Andi.

(12)

2

Undang-Undang R.I Tahun 1974 tentang Perkawinan mengorientasikan bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun kenyataannya dewasa ini berbagai media telah seringkali memberitakan mengenai kasus-kasus perceraian, baik itu yang dialami oleh masyarakat biasa, tokoh masyarakat serta kalangan pejabat dan artis. Fenomena tersebut menjelaskan kepada kita bahwa perceraian bukan lagi menjadi hal yang tabu di dalam kehidupan bermasyarakat. Senada dengan hal itu, Santrock (2002) menerangkan bahwa perceraian telah menjadi wabah dalam setiap kebudayaan, dan hal itu meningkat secara tetap sebesar 10% setiap tahunnya. Data yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia (dalam detiknews.com) menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2011 hingga 2012 tercatat 476.961 kasus perceraian yang masuk ke meja persidangan. Jumlah ini meningkat 11.52% jika dibandingkan pada tahun 2009 hingga 2010. Dari sekian banyak kasus perceraian yang terjadi di Indonesia, faktor ekonomi dan perselingkuhan merupakan pemberi andil terbesar terjadinya perceraian dalam sebuah perkawinan. Peningkatan angka perceraian setiap tahunnya seperti yang telah diuraikan pada data tersebut, secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa komitmen perkawinan antara masing-masing individu dalam mencapai tujuan perkawinan itu sendiri secara umum menurun.

Faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian yang telah disebutkan di atas, seperti permasalahan ekonomi dan perselingkuhan memang merupakan bagian dari sumber penyebab konflik dalam hubungan interpersonal, khususnya pada pasangan suami-istri. Johnson & Johnson (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009) menerangkan bahwa konflik interpersonal dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam kebutuhan (needs) dan terbatasnya sumber daya finansial. Jika dihubungkan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian, maka permasalahan ekonomi sangat berkaitan dengan terbatasnya sumber daya finansial. Sementara perselingkuhan erat hubungannya dengan perbedaan dalam pemenuhan kebutuhan (needs).

Beberapa hal yang menjadi penyebab perceraian seperti yang telah dikemukakan di atas hanyalah sebagai faktor pemicu, namun hal yang paling mendasar atas terjadinya sebuah perceraian adalah tidak adanya komitmen yang dibangun antara masing-masing pasangan dalam mencapai tujuan perkawinannya (Prianto et al, 2013). Jadi seperti apapun besarnya masalah yang hadir dalam hubungan perkawinan akan selalu dapat diatasi jika terdapat sebuah komitmen yang melandasi hubungan tersebut. Vangelisti & Perlman (dalam Arif, 2013) menerangkan bahwa hal ini terjadi karena seseorang dengan komitmen yang kuat memiliki kecenderungan untuk mengakomodasi dan mengutamakan kepentingan pasangannya daripada kepentingan pribadinya. Sikap tersebut ditunjukkan karena komitmen merupakan intensi untuk mempertahankan hubungan, menjaga rasa kesetiaan, saling memberikan perhatian, serta bentuk pengorbanan dan pengabdian seseorang terhadap pasangannya. Oleh karena itu, hadirnya sebuah komitmen perkawinan akan membantu pasangan suami-istri dalam menjaga stabilitas hubungannya.

(13)

3

1997). Terkait dengan komponen moral secara normatif, Dayakisni & Yuniardi (2008) menjelaskan bahwa nilai-nilai dalam sebuah kebudayaan memberikan peranan pada setiap sikap, keyakinan, dan perilaku individu untuk menentukan standar norma mereka ketika hidup bermasyarakat. Artinya adalah setiap kebudayaan memegang peranan penting untuk menentukan komponen moral secara normatif pada segala aspek kehidupan manusia melalui proses enkulturasi maupun sosialisasi, termasuk kaitannya dengan komitmen yang berfungsi sebagai penjaga stabilitas dalam hubungan perkawinan.

Bulanda & Brown (2005) melaporkan bahwa faktor budaya sangat relevan dalam membentuk sebuah komitmen perkawinan pada keturunan kulit hitam dan kulit putih di Amerika. Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa keturunan kulit hitam sangat rentan berhadapan dengan ketidakstabilan hubungan perkawinan karena mereka cenderung berada pada kualitas perkawinan yang lebih rendah. Maksudnya adalah nilai yang berada dalam kebudayaan keturunan kulit hitam memberikan otoritas penuh pada setiap individu untuk melangsungkan sebuah perkawinan dalam kondisi apapun, terlepas dari mampu atau tidaknya mereka secara mental dan finansial. Sementara pada keturunan kulit putih menunjukkan bahwa mereka lebih mampu menjaga stabilitas hubungan perkawinannya. Hal ini dilatarbelakangi oleh nilai-nilai dalam kebudayaan mereka yang cenderung melindungi dan mengakomodasi kebutuhan perkawinan keluarganya ketika berada dalam keadaan ekonomi yang kurang beruntung. Penelitian lain yang dilakukan oleh Chung & Um (2008) mengungkapkan bahwa proses akulturasi pada pasangan campuran Korea-Amerika mengindikasikan hadirnya kepuasan dan komitmen perkawinan. Indikasi ini dilatarbelakangi oleh nilai-nilai individualis dari kebudayaan Amerika yang diduga dapat melemahkan kewajiban dan tanggung jawab individu dalam kehidupan berumah tangga mampu diakomodasi oleh nilai-nilai dalam kebudayaan Korea yang lebih moderat. Selain itu, Bowman & Dollahite (2012) menemukan bahwa masyarakat India sangat menghargai ikatan perkawinannya, senantiasa menjaga kesucian dari ikatan tersebut, dan menganggap bahwa perceraian merupakan sebuah tindakan yang tidak dapat diterima secara sosial. Hal ini terjadi karena nilai-nilai dalam kebudayaan Hindu yang melekat pada masyarakat India telah mengajarkan mereka sejak kecil untuk senantiasa memberi rasa hormat, menjaga pola komunikasi, serta mengedepankan kompromi dan negosiasi ketimbang mengaktualisasikan kepentingan pribadi. Sehingga perilaku tersebut berdampak pada proses stimulasi untuk membina hubungan yang lebih positif dengan pasangan hidup mereka di masa mendatang, menciptakan hubungan suami-istri yang intim, egaliter, dan penuh kasih sayang serta membentuk keterampilan beradaptasi demi tercapainya kebermaknaan dalam ikatan perkawinan tersebut. Temuan-temuan di atas senada dengan pendapat dari Santrock (2002) yang menyatakan bahwa konteks sosiokultural merupakan pengaruh yang kuat dalam hubungan perkawinan.

(14)

4

Culture and psyche make each other up terjadi karena di dalam sebuah kebudayaan terdapat seperangkat nilai yang kemudian berkonsekuensi pada fungsi-fungsi psikologis manusia. Lonner & Malpass (dalam Dayakisni & Yuniardi, 2008) menjelaskan bahwa nilai senantiasa melibatkan keyakinan umum tentang cara bertingkah laku yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan dan sebagai penentu perbuatan atau tindak-tanduk anggota masyarakat. Posisi dari nilai-nilai budaya adalah sebagai pembentuk nilai-nilai secara pribadi serta kebutuhan-kebutuhan manusia untuk kemudian diyakini dan disikapi sebagai perilaku yang nampak di tengah masyarakat. Adanya nilai tersebut menjadikan setiap manusia menunjukkan perilaku yang dapat diterima secara sosial.

Angka perceraian di Sulawesi Selatan menempati urutan ke-10 se-Indonesia. Perceraian yang terjadi di Sulawesi Selatan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia, misalnya Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat yang berada pada urutan teratas (tribunnews.com; antarajatim.com). Faktor demografi pada dasarnya memang menjadi penyebab perbedaan angka perceraian di wilayah tersebut. Namun tergolong rendahnya angka perceraian di Sulawesi Selatan juga tidak dapat dipisahkan dari nilai budaya yang dianut oleh masyarakat etnis Bugis-Makassar. Hal ini didukung oleh Prof. Dr. Nasaruddin Umar yang menyatakan bahwa perceraian adalah sebuah aib bagi orang Bugis-Makassar. Oleh karena itu, ketika orang Bugis-Makassar menjaga hubungan perkawinannya berarti mereka telah merepresentasikan nilai budaya siri’ na pacce dalam hidupnya (dalam Jurlan, 2014).

Etnis Bugis-Makassar sendiri menjadikan budaya siri’ na pacce sebagai suatu tuntunan dan pedoman dalam menjalani kehidupanya. Siri’ na pacce berasal dari bahasa Makassar yang berarti malu dan pedih. Pelras (2006) menerangkan bahwa makna dari prinsip siri’ na pacce adalah sebuah kesadaran psikologis pada individu untuk senantiasa menjaga rasa malu serta harga dirinya, baik itu dalam bersikap maupun pada saat menunjukkan sebuah perilaku. Masyarakat Bugis-Makassar meyakini bahwa menjaga sebuah komitmen berarti turut merepresentasikan harga diri mereka. Hal ini tertuang dalam kalimat petuah dari para leluhur yang berbunyi taro ada taro gau’, artinya adalah sejalannya antara pikiran, hati, perkataan, dan perbuatan atau dengan kata lain sinkronisasi fungsi-fungsi psikologis (kognitif, afektif, dan konatif) merupakan hal yang sangat penting bagi orang Bugis-Makassar dalam sebuah proses pengambilan keputusan. Kaitannya dengan komitmen perkawinan adalah ketika orang Bugis-Makassar telah mengucapkan janji untuk hidup bersama, maka masing-masing individu dalam pasangan tersebut berkewajiban menjaga keberlangsungan hubungan mereka. Namun perlu diketahui bahwa pemahaman dan kepatuhan setiap anggota dalam sebuah kebudayaan tidak selalu sama karena kebudayaan merupakan konstruk individu maupun konstruk sosial. Tinggi atau rendahnya pemahaman dan kepatuhan bergantung pada derajat/tingkat internalisasi setiap individu pada nilai-nilai dari kebudayaan tersebut (Dayakisni & Yuniardi, 2008).

Referensi

Dokumen terkait

2. Program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman 1. Pengaturan, pembinaan, pengawasan, pengembangan sumber pembiayaan dan pola investasi, serta pengembangan

Mengenai kebenaran beliau, Hadrat Masih Mau'ud ‘alaihis salaam menulis: 'Aku melihat bahwa orang yang mau mengikuti alam dan hukum alam telah diberikan kesempatan bagus oleh

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Sebagai perusahaan yang memiliki cakupan yang luas serta perusahaan yang bergerak pada bidang teknologi PT Telekomunikasi Indonesia memiliki media internal yaitu

Lingkungan sekitar kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon menganggap bahwa mahasiswa yang tinggal di pondok pesantren dianggap lebih baik dalam segala hal, terutama

Rebranding tersebut dapat dilakukan dengan melakukan beragam inovasi salah satunya Millennial Cooperative (Mi-Co) menjadi konsep koperasi yang sesuai dengan

Dari hasil penelitian yang didapat, waktu tunggu pelayanan resep obat berdasarkan jenis resep di Apotek Panacea Kupang yaitu waktu tunggu pelayanan resep obat berdasarkan

Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa faktor-faktor yang memiliki hubungan signifikan terhadap pemilihan metode kontrasepsi suntik pada pasangan usia subur (PUS) di